RESIKO KONTIJENSI PADA BANK PENGKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA signifikan di dalam kehidupan masyarakat. Sesuai dengan tujuan pendirian, BPR lebih fokus pada layanan masyarakat dengan jangkauan relatif terbatas. BPR hanya melayani di tingkat kecamatan atau kabupaten tidak seperti bank umum yang memiliki jangkauan tak terbatas, hingga memiliki jaringan internasional.
Walaupun lingkup BPR lebih kecil dibandingkan Bank Umum, resiko-resiko yang dihadapi tetap sama
dalam menjalani kegiatan perbankan. Salah satu resiko yang akan dihadapi oleh bank yaitu Resiko dibidang kontinjen.
Kontijensi atau lebih dikenal dengan peristiwa atau transaksi yang mengandung syarat merupakan
transaksi yang paling banyak ditemukan dalam kegiatan Bank sehari-hari. Kontijensi yang dimiliki suatu
bank dapat berakibat tagihan atau kewajiban bagi bank yang bersangkutan.
istilah kewajiban bersyarat digunakan untuk menyatakan kewajiban yang kemungkinan timbulnya
tergantung pada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa di masa yang akan datang. Dengan demikian pada
tanggal neraca belum terdapat kepastian mengenai ada tidaknya kewajiban tersebut
transaksi yang bersifat kontijensi (bersyarat) ini belum mengikat bank untuk melakukan tagihan ataupun
kewajiban riil saat ini, akan tetapi secara antisipatif kontijensi tersebut akan menjadi kewajiban atau tidak
sangat tergantung terjadi atau tidak terjadinya yang berkaitan dengan kontijensi ini di masa yang akan
datang
Mengingat manajemen resiko secara utuh di Indonesia masih dalam proses persiapan untuk
penerapannya, tentu masih banyak para praktisi perbankan masih perlu pemahaman secara lebih
1.2 Tujuan penulisan
1. Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum tentang risiko perbankan di
bidang kontijen pada Bank Pengkreditan Rakyat dan cara mengatasinya.
2. Memberikan referensi kepada mahasiswa-mahasiswi dalam pembuatan makalah tentang risiko
perbankan di bidang kontijensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengapa Manajemen Resiko Diperlukan?
Dalam setiap usaha tentunya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan (return) dengan mengeluarkan biaya seminimal mungkin. Namun terdapat beberapa faktor yang sulit untuk dikendalikan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Dalam penerapannya terdapat beberapa kendala : 1. Kontrak antara nasabah dan Bank itu mengikat dalam jangka waktu yang relatif lama, sehingga dapat
terjadi bahwa return secara jangka pendek baik namun secara jangka waktu yang relatif panjang perlu diprediksi dari awal seberapa jauh kemungkinan return tersebut sulit diperoleh kembali di masa mendatang.
2. Terdapat moral hazard dari counterparties untuk tidak memenuhi kewajibannya di masa mendatang. 3. Bank tidak mempunyai kemampuan untuk selalu memantau secara ketat kondisi counterparties 4. Terdapat constraint dari internal management Bank untuk melakukan pengendalian secara
comprehensive terhadap seluruh komponen yang dapat merugikan Bank.
Bagi pengelolaan Bank yang dilakukan secara konvensional umumnya belum secara formal melakukan proyeksi maksimum kerugian yang mungkin timbul di masa mendatang, sehingga kerugian-kerugian yang timbul benar-benar disadari setelah terjadi serta belum secara efektif dikendalikan sebelum kerugian benar-benar terjadi.
B. PENGERTIAN MANAJEMEN ASSET DAN LIABILITAS (ALMA)
Asset / Liability Management adalah serangkaian tindakan dan prosedur yang dirancang untuk mengontrol posisi keuangan. Isu-isu keamanan dan kesehatan merupakan bagian penting dari definisi ini. Dengan demikian tujuan dari ALMA adalah untuk menjaga kesehatan bank yang dapat diukur dengan CAMEL serta melakukan antisipasi terhadap perubahan eksternal yang berkaitan dengan inflasi dan tingkat suku bunga serta perubahan atas nilai tukar mata uang, selain itu ALMA dimaksudkan agar bank memperoleh net income yang optimal bagi bank dengan pengendalian yang tepat atas aktiva dan pasiva bank diharapkan bank dapat memperoleh pendapatan dari kegiatannya tersebut. Dalam mempelajari ALMA terdapat beberapa kategori risiko, salah satunya adalah resiko di bidang kontijen (resiko akibat transaksi kontijen)
Agar resiko tersebut dapat diminimalkan, diperlukan kerangka proses ALMA yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memaksimumkan keuntungan sekaligus membatasi resiko aset dan liabilitas dengan mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan pengawasan bank.
Oleh karena itu perlu dibentuk semacam kerangka ALMA dengan urutan sebagai berikut : a. Adanya penetapan kebijakan dan strategi ALMA oleh organisasi yang memiliki kewenangan formal
dan dan personel yang profesional.
b. Adanya tujuan/arah bagi manajemen dan petugas pelaksanan dalam proses pelaksanaan tugas dengan
cara menetapkan standar-standar tertentu.
yang dihubungkan dengan besarnya gap/mistmatch g. Adanya manajemen valuta asing yang mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang dan antarmata uang yang tercantum dalam pembukuan bank untuk menghasilkan keuntungan maksimum dalam
batas-batas risiko tertentu.
Adanya manajemen pricing yang menjamin bahwa strategi penetapan tingkat bunga dapat menunjang proses pelaksanaan manajemen gap, likuiditas dan manajemen valuta asing. Kemudian untuk melaksanakan ALMA framework diatas, perlu dibentuk organisasi ALMA pada suatu bank. Organisasi ALMA bank pada umumnya terdiri dari Asset Liability Committe (ALCO) atau unit organisasi lainnya yang mempunyai hak formal yang sama dengan ALCO dan ALCO Support Group (ASG). Dalam organisasi tersebut ditetapkan tanggung jawab ALCO, yaitu menetapkan tujuan, membuat keputusan ALMA, mementau kegiatan dan menelaah hasil kebjakan ALMA. Sedangkan tanggung jawab ASG adalah mengumpulkan data internal dan eksternal, emnyusun analisis, mengembangkan strategi dan scenario, membuat laporan, mengajukan saran-saran untuk rapat ALCO dan memantau pelaksanaannya. Proses pembuatan kebijakan ALMA dilakukan olh direksi bank. Kebijakan yang dimaksud antara lain berupa penetapan limit dan target setiap bidang, rasio-rasio strategi pendanaan dan penenaman dana,struktur neraca, kebijakan harga, kebutuhan modal, dll.
C. Rekomendasi pada Bank BPR tentang Manajemen Resiko
Dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 13/POJK.03/2015 ini diharapkan dapat menciptakan sektor keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya saing yang tinggi.
OJK mewajibkan semua BPR menerapkan manajemen risiko paling sedikit meliputi:
1. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris. 2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu:
1) kebijakan Manajemen Risiko; 2) prosedur Manajemen Risiko; dan 3) penetapan limit Risiko.
3. Kecukupan proses dan sistem yaitu:
1) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; dan 2) sistem informasi Manajemen Risiko.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anisa Fitri, 2010, Akuntansi kontijensi dan komitmen, [online],
(http://anisafitriblue.blogspot.co.id/2010/06/akuntansi-kontijensi-dan-komitmen.html, diakses tanggal 10 Desember 2017)
Nur Roham, 2012, Manajemen aset dan liabilitas, [online]
(https://sithobil.wordpress.com/2012/10/28/manajemen-aset-dan-liabilitas, diakses tanggal 10 Desember 2017)