• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Bandung"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN

ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD)

BANDUNG

Disusun oleh :

Rotua Napitupulu, S.Farm

NIM 073202156

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi dan laporan ini di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.

Praktek Kerja Profesi ini telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran peranan apoteker dalam Industri Farmasi. Praktek Kerja Profesi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt, sebagai pembimbing beserta staf pegawai yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Ks Angkatan Darat Bandung.

2. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Wiryanto, M.S, Apt., sebagai koordinator Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan seluruh Stafr Pegawai Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan belasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, Maret 2010

(3)

DAFTAR ISI

1.3.Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

BAB II TINJAUAN UMUM ... 4

2.1. Industri Farmasi ... 4

2.2. Persyaratan Industri Farmasi... 4

2.3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi... 5

2.4. Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 6

2.4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta Obat Kembalian... 28

2.4.10.Dokumentasi ... 29

2.4.11.Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 30

2.4.12.Kualifikasi dan Validasi... 31

(4)

3.1. Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad ... 33

3.2. Visi, Misi serta Tujuan... 34

3.3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad... 34

3.3.1. Tugas Melaksanakan Fungsi Utama ... 35

3.3.2. Tugas Melaksanakan Fungsi Militer... 36

3.4. Struktur Organisasi Lafi Ditkesad... 36

3.4.1. Eselon Pimpinan ... 36

3.4.2. Eselon Pembantu Pimpinan ... 37

3.4.3. Eselon Pelayanan ... 38

3.4.4. Eselon Pelaksana... 38

3.5. Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad ... 41

3.6. Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad ... 42

3.7. Kegiatan Lafi Ditkesad ... 45

3.7.1. Kegiatan Bagminlog ... 45

3.7.2. Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)... 46

3.7.3. Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)... 49

3.7.4. Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)... 50

3.7.5. Kegiatan Instalasi Simpan (Instalsimpan)... 63

3.7.6. Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang... 64

3.8. Pengolahan Dokumen ... 72

(5)

4.4. Peralatan ... 79

4.5. Sanitasi dan Higiene... 80

4.6. Produksi... 83

4.7. Pengawasan Mutu ... 84

4.8. Inspeksi Diri ... 84

4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 85

4.10. Dokumentasi ... 86

4.11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak... 86

4.12. Kualifikasi dan Validasi... 87

4.13. Utilitas ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran... 91

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan yang siap digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.

Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

(7)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam memproduksi obat sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB, yang kemudian direvisi dengan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No:HK.00.05.3.02152 tahun 2001 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB hendaklah diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi dibidang farmasi terutama pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini. Oleh karena itu, pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.06.0511, tanggal 24 januari 2006.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi, apoteker sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan.

Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi bagi calon apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri

(8)

1.2Metode Penelitian.

Metodologi praktek kerja profesi apoteker yang dilakukan di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat adalah :

1.2.1 Interaksi langsung mahasiswa dengan pihak-pihak terkait. Melakukan kunjungan langsung keinstalasi-instalasi di lingkungan Lafi Ditkesad

1.2.2 Diskusi dengan para pembimbing dan antar mahasiswa.

1.2.3 Belajar mandiri melalui data perpustakaan Lafi Ditkesad, website farmasi,data-data primer dan sekunder lainnya.

1.2.4 Pemberian materi oleh kepala masing-masing instalasi di Lafi Ditkesad.

1.3Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

1.3.1 Memahami dan melihat secara langsung gambaran umum tentang kegiatan suatu industri farmasi

1.3.2 Mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan industri farmasi secara professional serta melihat tentang penerapan aspek CPOB di industri farmasi 1.3.3 Mengetahui dan memahami tentang pendelegasian tugas dan tanggung jawab

serta wewenang apoteker, sehingga dapat dijadikan bekal guna mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sesungguhnya.

1.3.4 Mengetahui perencanaan dan pelaksanaan produksi di industri farmasi khususnya di Lafi Ditkesad yang merupakan perusahaan non profit oriented. 1.3.5 Mengetahui dan memahami secara luas proses produksi obat

(9)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, dimana obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau bahan-bahan yang sering digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

2.2 Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :

2.2.1 Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.

(10)

2.2.3 Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.2.4 Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan

CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/1988.

2.2.5 Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker Warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.

2.2.6 Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.

2.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:

(11)

2.3.2 Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

2.3.3 Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.

2.3.4 Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

2.3.5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/Men.Kes/SK/V/1990, menjelaskan bahwa CPOB merupakan syarat wajib untuk memperoleh izin usaha industri farmasi. CPOB harus diterapkan di industri farmasi karena CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian dan mutu.

2.4.1 Manajemen Mutu

(12)

Unsur dasar dari manajemen mutu adalah :

1. Sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya

2. Pemastian Mutu

Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.

Pengawasan Mutu berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

(13)

dengan prosedur tertulis. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.

2.4.2 Personalia

Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah :

1. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab

a. Struktur organisasi perusahaan bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh apoteker yang berbeda, yang tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.

(14)

c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang handal, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam penyusunan, dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu.

d. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, pelatihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan.

e. Tersedianya tenaga yang terampil dalam jumlah memadai untuk melaksanakan supervisi langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu obat. Setiap supervisor tersebut hendaklah terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman dan bertanggung jawab kepada manajer produksi dan pengawasan mutu.

f. Tersedianya tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personil hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan risiko terhadap mutu obat. h. Tugas dan tanggung jawab hendaklah diberikan dengan jelas serta dapat

(15)

2. Pelatihan

a. Seluruh personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, hendaklah dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.

b. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus diberikan bagi mereka yang bekerja di daerah steril.

c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personil terbiasa dengan persyaratan CPOB.

d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh manajer produksi dan pengawasan mutu.

e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personil hendaklah disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi personil hendaklah dinilai secara berkala untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan.

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas.

(16)

1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun kegiatan di sekitarnya.

2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya :

a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut-sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan.

b. Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai.

c. Penataan ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan, seperti ruang untuk steril dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang secara khusus. Ruangan-ruangan khusus diperlukan bagi kegiatan-kegiatan pembukaan kemasan, pencucian, pengolahan dan penutupan wadah, ruangan penyangga udara dan pergantian pakaian steril.

(17)

e. Tersedianya sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya: suhu, kelembaban dan keamanan tertentu.

f. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila diperlukan.

g. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk.

3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol.

4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.

2.4.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.

1. Rancang Bangun dan Konstruksi

a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat terhadap bahan yang diolah.

b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luarnya.

(18)

menurut program dan prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat dan disimpan dengan baik.

2. Pemasangan dan Penempatan

a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk memperkecil pencemaran silang antar bahan.

b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja.

c. Semua pipa, tangki, hendaknya diberikan pelekat untuk memperkecil kehilangan energi.

d. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik. e. Sistem-sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya

sesuai tujuannya

3. Pemeliharaan

a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran.

b. Prosedur-prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi.

(19)

2.4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

1. Personalia

a. Semua personil hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum maupun selama bekerja dan pemeriksaan mata secara berkala.

b. Semua personil hendaknya menerapkan higiene perorangan yang baik.

c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk, dilarang menangani bahan-bahan sampai pulih kembali.

d. Semua personil hendaknya melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk.

e. Hendaklah dihindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan maupun produk.

f. Personil menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri.

g. Hanya petugas yang berwenang saja diizinkan memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas.

(20)

i. Personil dilarang merokok, makan dan minum di daerah produksi, laboratorium dan daerah lain yang dapat merugikan produk.

j. Prosedur higiene perorangan hendaklah diberlakukan bagi semua personil.

2. Bangunan

a. Bangunan dirancang dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi. b. Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup.

c. Tempat penyimpanan pakaian memadai.

d. Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril.

e. Penyiapan, penyimpanan hendaknya dibatasi di daerah khusus dan memenuhi standar kebersihan.

f. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai.

g. Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi dan higiene serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode,

peralatan dan bahan pembersih yang digunakan ataupun fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur ini hendaklah dipatuhi oleh personil.

3. Peralatan

a. Peralatan hendaknya dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali sebelum dipakai.

(21)

c. Pembersihan dan penyimpanan alat maupun bahan pembersih dilakukan pada ruangan terpisah dari proses pengolahan.

d. Prosedur yang tertulis untuk pembersihan dan sanitasi hendaknya dibuat dan dipatuhi.

e. Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi hendaknya disimpan.

4. Validasi dan Kehandalan Prosedur

Prosedur sanitasi-higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan prosedur yang disusun cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.4.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dapat menjamin produk obat jadi memenuhi spesifikasi yang ditentukan.

1. Bahan Awal

a. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaklah dicatat.

b. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan.

c. Saat penerimaan barang selalu dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum dan contoh untuk pengujian yang diambil oleh petugas menggunakan metode yang disetujui oleh manajer pengawasan mutu. d. Kiriman bahan awal hendaklah dikarantina sampai disetujui dan

(22)

e. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu.

f. Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, hendaklah disimpan pada ruangan dengan suhu udara yang dapat diatur.

g. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang.

h. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok.

2. Validasi Proses

a. Semua proses produksi divalidasi dengan tepat serta dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan.

b. Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi.

c. Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang. d. Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin untuk

(23)

3. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik maupun mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima.

4. Sistem Penomoran Batch dan Lot

a. Sistem penomoran dijabarkan secara rinci.

b. Sistem penomoran selanjutnya hendaklah saling berkaitan.

c. Sistem penomoran hendaklah menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang.

d. Pemberian nomor dicatat dalam buku harian.

5. Penimbangan dan Penyerahan

a. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis.

b. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.

c. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan dalam penyerahannya hanyalah yang diperlukan untuk suatu batch tertentu saja.

d. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan.

(24)

f. Pada setiap penimbangan maupun pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenarannya, ketepatan identitas, dan jumlah bahan.

g. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan bahan ataupun obat hendaklah dijaga.

h. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih.

i. Bahan baku produk yang diserahkan hendaknya diperiksa ulang.

6. Pengembalian

a. Semua bahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan baik.

b. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

7. Pengolahan

a. Semua bahan dan peralatan yang dipakai hendaklah diperiksa terlebih dahulu.

b. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan.

c. Semua kegiatan pengolahan hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.

(25)

e. Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk hendaklah diberi label yang tepat.

f. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

g. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan teliti.

h. Hasil sesungguhnya hendaklah dicatat dan dicocokkan dengan hasil teoritis.

i. Dalam seluruh tahap pengolahan, diperhatikan masalah pencemaran silang.

j. Bahan dan produk kering.

Penanganannya menimbulkan masalah debu, oleh karena itu perlu dipasang sistem penghisap debu untuk mencegah penyebarannya. Produk hendaklah dilindungi dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal di dalam peralatan.

k. Pencampuran dan granulasi.

Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba.

l. Pencetakan tablet.

(26)

Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas dan dicatat pada Catatan Pengolahan Batch.

m. Penyalutan.

Udara yang dialirkan disaring dan memiliki mutu yang tepat dan larutan penyalut digunakan dengan cara yang dapat menekan pertumbuhan jasad renik.

n. Pengisian kapsul keras.

Kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi yang baik. o. Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul.

Hendaklah dihindari terjadinya campur-baur selama proses pemberian tanda, pemeriksaan, pemilahan dan proses pengkilapan kapsul dan tablet bersalut.

p. Produk cair, krim dan salep.

(27)

8. Produk Steril

a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptik dan sterilisasi akhir.

b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi yang terkendali dan dipantau dengan teliti.

c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruangan terpisah yang dirancang khusus.

d. Pembuatan produk steril memerlukan kualitas ruangan yang berbeda yaitu ruang ganti pakaian dan ruang steril.

e. Personalia.

Personil yang bekerja hendaklah dipilih dengan seksama. Standar higiene dan kebersihan perorangan sangat penting. Oleh karena itu semua personil dilatih dalam bidang yang berkaitan dengan pembuatan produk steril. f. Pakaian.

Personil memakai pakaian khusus untuk daerah steril. Pakaian biasa dari luar tidak boleh dibawa ke dalam. Arloji, perhiasan dan kosmetika tidak boleh dipakai dalam ruangan steril. Pakaian ditangani dengan cepat dan pencucian terpisah sehingga tidak terkena cemaran.

g. Bangunan.

(28)

debu. Pipa-pipa dipasang dengan tepat. Saluran pembuangan terpisah. Dan semua aspek yang memungkinkan pencemaran dihindari.

h. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan. i. Pengolahan bahan awal dan produk dihindari dari pencemaran jasad renik,

baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah, pembersih, pembuatan larutan, sumber air hendaklah selalu dipantau dengan baik.

j. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, cara saring, dengan etilen oksida atau dengan cara radiasi sesuai dengan masing-masing cara yang efektif.

Selain hal-hal di atas, masalah yang perlu diperhatikan adalah masalah air, penyelesaian produk steril, indikator biologis dan kimia, kesiapan jalur pengemasan, pengawasan dalam proses, pelaksanaan pengemasan, produk pilihan, sisa produk dan obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, obat kembalian, karantina obat jadi, pengawasan distribusi, penyimpanan bahan awal, produk antara, ruahan dan obat jadi, penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas, serta penyimpanan produk antara, produk ruahan dan obat jadi.

(29)

Pembuatan produk steril dibedakan menjadi 4 kelas : 1. Kelas A

Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya untuk zona pengisian ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik dan wadah tutup karet. Kondisi ini umumnya dicapai dengan memasang Laminar Air Flow (LAF).

2. Kelas B

Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini merupakan latar belakang untuk zona kelas A.

3. Kelas C dan D

Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat resiko yang lebih rendah.

2.4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik, agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang perlu dibicarakan dalam pengawasan mutu antara lain :

1. Pengawasan mutu

(30)

bahan-bahan dan produk, meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluarsa, mengevaluasi pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan, menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak.

2. Laboratorium

Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok untuk prosedur dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai dengan monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.

3. Validasi

Bagian pengawasan mutu melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang ada, serta memberi bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi.

(31)

5. Produksi-produksi dan perubahannya

Bagian pengawasan mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.

6. Peninjauan catatan produksi dan batch produk

Semua catatan produksi dan pengawasan tiap batch dilakukan oleh bagian pengawasan mutu.

7. Penelitian stabilitas

Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini dipatuhi mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan batch yang telah diluluskan.

8. Laboratorium luar

Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tanggung jawab tetap berada di tangan pabrik. Sifat dan luas analisis hendaknya disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik yang bersangkutan.

9. Penilaian terhadap pemasok

(32)

2.4.8 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi standar CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan dirinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan.

1. Tim inspeksi diri

Tim ini ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurangnya tiga orang dari bidang yang berlainan yang paham mengenai CPOB.

2. Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali setahun.

3. Laporan inspeksi diri mencakup hasil inspeksi, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan.

(33)

2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta

Obat Kembalian

Penarikan kembali obat adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch obat tertentu dari peredaran. Penarikan kembali obat dilakukan apabila ditemukan obat yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat atau mutu obat.

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

1. Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang tidak memenuhi persyaratan

kualitas atau adanya efek samping yang merugikan kesehatan.

(34)

lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.

3. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi dapat digunakan, yang masih dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.

4. Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian, pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama.

5. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.

6. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.

2.4.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan yang berhubungan dengan produksi. Fungsi dokumentasi adalah:

1. Merupakan bagian dari sistem manajemen mutu dalam c-GMP

2. Memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan

3. Menggambarkan riwayat lengkap dari setiap batch/lot produk sehingga menjamin ketelusuran

(35)

mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan, dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil.

2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hal – hal yang harus diperhatikan dari pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, yaitu : 1. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis

obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait.

2. Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari Penerima Kontrak.

(36)

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi

1. Perencanaan Validasi adalah sebagai berikut :

a. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.

b. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. c. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut :

1) Kebijakan validasi.

2) Struktur orgnisasi kegiatan validasi. 3) Peralatan dan proses yang akan divalidasi.

4) Format dokumen dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan.

5) Pengendalian perubahan, dan 6) Acuan dokumen yang digunakan.

d. RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar. 2. Kualifikasi terdiri dari :

a. Kualifikasi Desain

Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

b. Kualifikasi Instalasi

(37)

c. Kualifikasi Operasional

Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

d. Kualifikasi Kinerja

(38)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1. Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua :

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD).

(39)

1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Jankesad).

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad

Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April 2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.

3.2 Visi, Misi serta Tujuan

Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi satu-satunya lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi TNI AD.

Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut : 1. Mampu memenuhi kebutuhan obat untuk TNI AD 2. Pusat litbang dan informasi obat TNI AD.

3. Mampu menjadi mitra industri Farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat Nasional.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

(40)

melaksanakan produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Lafi Ditkesad menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut :

3.3.1 Tugas melaksanakan fungsi utama

1. Produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang produksi obat

2. Pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisika, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, pengawasan selama proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. 3. Penelitian dan Pengembangan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di

bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat.

4. Pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, perawatan, perbaikan, pengawasan mutu dan sistem penunjang.

(41)

3.3.2 Tugas Melaksanakan Fungsi Militer.

1. Fungsi Militer

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok LAFI Ditkesad.

2. Fungsi Pembinaan

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Peraturan Kepala Staf TNI AD No. Perkasad/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad berdasarkan eselon dan jabatan dapat dilihat pada lampiran 2. Struktur tersebut telah diterapkan sejak bulan April 2005, dengan susunan organisasi sebagai berikut:

3.4.1 Eselon Pimpinan

1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi

(42)

2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi

Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan

1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Paahli Lafi

Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari:

a. Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu, disingkat Paahli Madya Jemen Mutu.

b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Paahli Madya Tekfi. c. Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat

Paahli Madya Amdal.

2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog.

Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

(43)

b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat.

3.4.3 Eselon Pelayanan

(Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD)

Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari:

1. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat Kaurminperslog.

2. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu. 3. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal. 4. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam.

3.4.4 Eselon Pelaksana

1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Installitbang

Ka Installitbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

(44)

b. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan Personel, disingkat Kasilitbangsistodapers.Ka Instal. Litbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 2. Instalasi Produksi, disingkat Instalprod.

Ka Instalprod dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Ka Instalprod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Sediaan Non Beta Laktam, disingkat Kasidia Non Beta laktam

b. Kepala Seksi Sediaan Beta Laktam, disingkat Kasidia Beta laktam c. Kepala Seksi Sediaan Sefalosforin disingkat Kasidia Sefalosforin. d. Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasi Kemas.

3. Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Instalwastu

Kainstalwastu dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

(45)

b. Kepala Seksi Inspeksi, disingkat Kasi Inspek.

Kainstalwastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

4. Instalasi Pemeliharaan dan sistem penunjang, disingkat Instalhar dan Sisjang.

Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM. Kainstalhar dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM, terdiri dari:

a. Kepala Urusan Pemeliharaan, disingkat Kaurhor.

b. Kepala Urusan Sistem Penunjang, disingkat Kaursisjang.

Kainstalhar dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

5. Instalasi Simpan, disingkat Instalsimpan

Kainstalsimpan di.jabat oieh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor

CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten

CKM dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM, terdiri dari:

(46)

b. Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paursimpan Obat Jadi. Ka. Instal. Simpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad

Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya.

No

Kualifikasi

Militer PNS Jumlah

1

S2

 

Farmasi

 

2 1 3

2 S2 Manajemen 1 - 1

3 S1 Apoteker 6 3 9

4 S1 Kimia / Sarjana lain-lain 3 3 6

5 Sarjana Muda Kimia 2 - 2

6 D3 Analisis Medis / Kesehatan 2 1 3

7 Asisten Apoteker 1 6 7

8 Analis - 2 2

9 Perawat Umum/Bidan 1 - 1

(47)

11 STM Alkes - 2 2 12 SLTA (SMA, SMEA, STM) 21 75 96

13 SLTP 1 16 17

14 SD - 3 3

40 112 152

3.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang mengharuskan seluruh industri farmasi melaksanakan seluruh kegiatan sesuai dengan tuntunan CPOB.

Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas maka dimulailah pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi. Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28 Februari 1996.

(48)

1. Bangunan

a. Bangunan Instalasi Produksi Betalaktam. b. Bangunan Instalasi Produksi Non Betalaktam. c. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu.

d. Fasilitas sumber air PDAM untuk seluruh kebutuhan Instalasi Produksi (betalaktam dan non betalaktam), Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran.

e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi, Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran.

f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah limbah cair pabrik.

g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik.

h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan pabrik.

i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagian unit produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 2. Peralatan

(49)

3. Dokumen Prosedur Tetap (Protap)

Dokumen protap yang sudah dibuat dan dilaksanakan terdiri dari betalaktam 700 protap dan non betalaktam 600 protap.

4. Pelatihan CPOB

Pelatihan CPOB umum dan khusus baik untuk beta laktam dan non beta laktam telah dilaksanakan berkala minimal 1 tahun.

5. Sertifikasi CPOB

Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan Februari 2007 ditujukan untuk sediaan betalaktam dan non betalaktam.

a. Sertifikat CPOB untuk Sediaan betalaktam : 1) Tablet antibiotika Penisilin dan turunannya 2) Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya 3) Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya

4) Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya 5) Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non betalaktam :

(50)

Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan.

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi.

3.7.1 Kegiatan Bagminlog

Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

(51)

Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap bidang Lafi Ditkesad.

Pengadaan barang dilakukan melalui Ditkesad yang dikirimkan ke Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM). Selanjutnya tim komisi penerimaan barang yang dibentuk oleh Dirkesad memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisika, dan uji mutu dilakukan oleh Instal Wastu. Setelah barang lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) Penerimaan Material, lalu barang disimpan di Gudang Pusat II dan barang yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan akan ditolak dan dikembalikan kepada pemasok.

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

(52)

ditunjang oleh fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Dalam menjalankan tugasnya, Instalwastu didukung oleh personel yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya.

Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi.

Beberapa kegiatan Instalwastu diantaranya:

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan didokumentasikan.

3. Menyimpan baku pembanding untuk pengujian.

4. Menyimpan contoh pertinggal dan Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.

5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan embalage. Hasilnya dapat dicatat pada Catatan Pengujian (Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku dapat dilihat pada Lampiran 3).

(53)

7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi (Blanko Hasil Pengujian Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 4).

8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.

9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi penyimpanan masa edar suatu produk.

10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika.

12. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian.

Bangunan Instalwastu terdiri dari : 1. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber.

2. Laboratorium mikrobiologi

(54)

3. Ruang fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet dan waktu hancur tablet.

4. Ruang Instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV – Vis, alat uji disolusi dan HPLC.

5. Ruang timbang

6. Ruang contoh pertinggal 7. Gudang reagen

8. Perpustakaan 9. Ruang staff

3.7.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)

Dalam menjalankan perannya Installitbang melakukan penelitian terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi :

1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage).

2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad.

(55)

4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara Insproduksi dan Instalwastu.

3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod.)

Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk betalaktam dan produk non betalaktam, dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instalprod terdapat empat seksi yaitu: seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi sediaan khusus dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai oleh seorang Kepala Seksi (apoteker).

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, sehingga tidak memiliki nomor registrasi, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM.

Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia.

(56)

Kasi-kasi instal produksi : dikeluarkan oleh Kainstal prod dan diperiksa oleh Kainstalwastoduksi, nama produk, nomor bets, bentuk sediaan kemasan dan tanggal pengolahan serta tanggal pengemasan.

Selain itu dalam Catatan Pengolahan Bets diuraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan bahan dan prosedur pengolahan. Pada catatan pengolahan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh pengawasan mutu dan pengiriman obat jadi ke Instal Simpan.

Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Ins. Simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi sediaan khusus.

Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing seksi yang ada di Instalasi Produksi :

1. Seksi Sediaan Non Betalaktam (Sida Non Betalaktam)

Sida Non Betalaktam adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Kepala Insproduksi. Pada seksi ini memproduksi obat-obatan yang terdiri dari: sediaan tablet, sediaan kapsul, sediaan sirup dan salep.

(57)

Pembuatan tablet meliputi kegiatan pencampuran, granulasi, pengeringan, pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi sediaan tablet ini kemudian dikirim ke bagian pengemasan untuk dikemas.

Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis bahan obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.

Peralatan yang digunakan oleh seksi sediaan padat untuk pembuatan tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet.

Metoda pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metoda cetak langsung dan metoda granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah dan tablet salut film.

Alur proses produksi tablet di Lafi Ditkesad dengan menggunakan metoda granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut:

1) Proses penimbangan bahan baku

(58)

2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)

Pada proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah dicampur homogen sebelum ditambahkan ke dalam penambahan aqua demineralisata panas. Kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening. Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.

3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam

Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen. Pada pencampuran ini yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran dan putaran mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen.

4) Proses granulasi basah

Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses granulasi ini dilakukan didalam Mixer Planetary.

5) Proses pengeringan

Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 380C selama ±20 jam, sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang dibuat).

6) Proses pengayakan

(59)

dari jenis dan ukuran tablet yang akan dibuat. Hasil pengayakan disebut dengan granul setengah kering.

7) Proses pengeringan

Setelah diayak granul setengah kering kembali dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu.

8) Proses pengayakan

Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh tertentu sampai menjadi granul.

9) Pengawasan mutu

Pada granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan kadar air granul.

10) Proses pencampuran dengan fasa luar

Setelah granul lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu dengan penambahan pelincir dan penghancur yang kemudian diaduk hingga homogen.

11) Pengawasan mutu

Sebelum massa cetak dicetak, dilakukan uji mutu (IPC) meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktif .

12) Proses pencetakan tablet

(60)

pencetakan, tablet yang dihasilkan dimasukkan kedalam alat deduster untuk menghilangkan debu yang masih ada pada permukaan tablet. Ruang cetak tablet dilengkapi dengan dust extractor.

13) Pengawasan mutu

Selama pencetakan dilakukan IPC meliputi keseragaman bobot dan kekerasan. Sementara Instalwastu melaksanakan uji mutu terhadap hasil pencetakan yang meliputi keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, ketebalan, diameter tablet, uji waktu hancur, kadar bahan aktif dan uji disolusi untuk tablet tertentu seperti tablet kecil dengan kadar kecil.

14) Proses penyalutan

Setelah dicetak, tablet ada yang disalut dan ada yang langsung distrip. Pada proses penyalutan harus diperhatikan suhu, frekuensi penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut penyemprotan.

Tablet bersalut ada dua jenis yaitu tablet salut film dan tablet salut gula. Pada tablet salut film, sediaan tablet disalut dengan larutan penyalut. Alat-alat yang digunakan adalah coating pan. Tablet ini diputar dalam coating pan kemudian disemprot dengan larutan bahan penyalut dan dikeringkan

dengan mengalirkan udara panas. Tablet salut gula atau sugar coating merupakan sediaan tablet yang disalut dengan larutan penyalut gula (dragee).

(61)

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur dan keseragaman bobot.

16) Proses penyetripan

Tablet salut ataupun tablet biasa distrip dengan menggunakan bahan pengemas Polycellonium pada suhu mesin ± 800C - 110 0C sebagai

pengemas primer. Suhu mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan merusak kemasan itu sendiri.

17) Pengawasan mutu

Uji mutu (IPC) yang dilakukan pada hasil penyetripan berupa pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instalasi Simpan.

Alur proses produksi tablet dan tablet salut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Untuk pembuatan tablet metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi.

b. Sediaan Kapsul

Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul

(62)

Alur proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku

Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir oleh Instalsimpan.

2) Pencampuran/granulasi

Proses pencampuran dilakukan hingga seluruh bahan yang dicampurkan homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang kapsul.

3) Pengawasan mutu

Hasil pencampuran massa kapsul dilakukan IPC oleh Instalwastu yang meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktifnya.

4) Pengisian kapsul

Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian harus diperhatikan suhu dan kelembaban ruangan.

5) Polishing

Polishing dilakukan untuk menghilangkan debu yang masih menempel pada

dinding luar kapsul.

(63)

Pemeriksaan dilakukan meliputi kadar zat aktif, keragaman bobot, uji waktu hancur.

7) Stripping

Proses stripping kapsul sama dengan proses stripping pada tablet. 8) Pengawasan mutu

Pada hasil stripping dilakukan tes kebocoran strip. Kapsul yang telah di strip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instalsimpan.

Alur proses produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 6. c. Sirup Kering

Alur proses produksi sirup kering hampir sama dengan alur proses produksi tablet, yang membedakan hanya pada proses pencetakan, stripping dan pengemasan. Alur proses produksi sirup kering dapat dilihat pada Lampiran 7.

d. Sediaan Salep

Ruang produksi salep merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang pencampuran dan ruang pengisian. Peralatan yang digunakan antara lain mesin peleleh basis (mantel zalf), mesin pencampur salep dan mesin pengisi-penutup salep otomatis.

Alur proses produksi salep terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku

2) Pelelehan basis

(64)

3) Pencampuran

Bahan basis yang telah dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan diaduk terus sampai homogen di dalam Agi Homomixer.

4) Pengawasan mutu

Pada hasil proses pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas, pH dan kadar zat aktif.

5) Pengisian tube

Setelah lulus uji mutu, massa salep diisikan ke dalam tube. 6) Pengawasan mutu

Pada hasil pengisian dilakukan uji mutu (IPC) untuk diperiksa keseragaman isi tube dengan cara menimbang tube satu persatu yang dilakukan setiap 15 menit. Setelah lulus uji mutu, tube siap dikemas dan dikirim ke Instalasi Simpan.

Alur proses produksi salep dapat dilihat pada Lampiran 8. e. Sediaan Sirup

Ruang produksi sirup merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, tangki pemanas (double jacket), filter, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process).

(65)

2) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex)

Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas double jacket. Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.

3) Pencampuran

Zat aktif dan zat tambahan (pewarna dan pengawet) masing-masing dilarutkan dalam pelarutnya sampai larut sempurna, lalu dicampur dengan larutan gula pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang ditentukan.

4) Pengawasan mutu

Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas larutan, kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis.

5) Pengisian, penutupan dan labelling

Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label.

6) Pengawasan mutu

Pada hasil pengisian dan penutupan dilakukan pengawasan mutu yang meliputi kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis. Selama proses pengisian dilakukan pengontrolan setiap 15 menit terhadap keseragaman volume dan hasil penutupan.

Alur proses produksi sirup dapat dilihat pada Lampiran 9.

(66)

Seksi sediaan khusus terdiri dari produksi Betalaktam dan Sefalosporin. Produksi Sefalosporin belum dimulai karena bangunan produksi belum jadi.

3. Seksi Sediaan betalaktam

Proses produksi Betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang. Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer dan ruang penyangga (air lock). Lantai, dinding dan langit-langit

dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan pembersihan.

Ruang kelas I terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan pengisian ke dalam vial. Ruang kelas II meliputi loker, koridor kelas II, air shower, dan ruang staging steril. Ruang kelas III meliputi ruang timbang, ruang staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut film, ruang penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci vial, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, loker kelas III wanita dan pria. Ruang kelas IV meliputi, ruang kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat, ruang laundry dan loker kelas IV wanita dan pria.

Referensi

Dokumen terkait

gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

Pengemasan sediaan jadi di Lafi Ditkesad juga telah memenuhi persyaratan CPOB, dimana proses pengawasan terhadap kebocoran strip atau kebocoran sediaan (untuk sediaan cair)

Prosedur pengujian terhadap obat-obat yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad telah terdokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan dalam proses pemeriksaan mutu bahan awal dan

Manajemen mutu yang dilakukan Lafi Ditkesad telah memenuhi syarat sesuai dengan petunjuk CPOB, dimana mutusuatu obat jadi tidak ditentukan dari hasil akhirnya saja tetapi

1) Gudang harus dipimpin oleh seorang apoteker yang berpengalaman dan bertanggung jawab dibidangnya. 2) Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan penyimpanan