LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
(LAFI DITKESAD)
BANDUNG
TANGGAL 03 MEI – 31 MEI 2010
Disusun oleh:
Sri Reny Hartati, S. Farm NIM 093202064
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
BANDUNG
TANGGAL 03 MEI – 31 MEI 2010
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh:
Regina L.E. Simangunsong, S. Farm 093202052
Lembaga Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat
Bandung
Pembimbing,
Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt Mayor Ckm NRP. 1910011300860
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Praktek Kerja Profesi Apoteker dan laporan ini di Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad ini
berlangsung mulai tanggal 03 Mei sampai 31 Mei 2010. Laporan ini merupakan
hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang kami laksanakan di Lafi
Ditkesad sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kolonel Ckm Drs.WSM. Manurung, Apt, M.Bus.MARS., selaku Kepala
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
2. Letkol Ckm. (K). Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Instalasi
Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
3. Letkol Ckm Drs. Yan Suryana Ilham, Apt., M.M., selaku Kepala Instalasi
Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat.
4. Letkol Ckm Drs. Abdul Azis, S.M., selaku Kepala Bagian Administrasi
Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
5. Mayor Ckm Drs. Junaedi, Apt., selaku Kepala Instalasi Produksi Lembaga
Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing
PKPA.
6. Mayor Ckm Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt., selaku Kepala Instalasi
Pemeliharaan dan Sistem Penunjang Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.
7. Mayor Ckm. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt., selaku Kepala Instalasi
Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
8. Mayor Ckm Drs. T.P.H. Simorangkir, Apt., M.Si., selaku Koordinator
Praktik Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
9. Mayor Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Perencanaan
dan Pemprograman Anggaran Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat.
10. Mayor Ckm Gogok Hariyanto SSi Apt. MSi., selaku Kepala Sediaan Cair
Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Angkatan Darat dan sebagai
pembimbing PKPA.
11. Dra. Lisa Olii, Apt., M.Si., selaku Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam
Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
12. Dra. Neneng Cahyati, Apt., selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi Produksi
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
13. Dra. Weni Widaningsih, Apt., selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi
Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
14. Bapak/Ibu serta seluruh staf Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan,
dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA.
15. Rekan-rekan mahasiswa Profesi Apoteker UI, UNPAD, UNAIR,UP dan
UNAND atas kerjasamanya selama mengikuti PKPA di Lafi Ditkesad.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang kami peroleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker
ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
memerlukan.
Bandung, Mei 2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Tujuan Praktek Kerja Profesi ... 2
1.3Waktu & Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Industri Farmasi ... 3
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ... 3
2.1.2 Izin Usaha Industri Farmasi ... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 3
2.2.1 Manajemen Mutu ... 4
2.2.2 Personalia ... 5
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ... 9
2.2.4 Peralatan ... 6
2.2.5 Sanitasi dan Higiene ... 6
2.2.6 Produksi ... 7
2.2.7 Pengawasan Mutu ... 7
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 8
2.2.8.1 Inspeksi Diri ... ... 8
2.2.8.2 Audit Mutu ... 9
Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 19
2.2.10 Dokumentasi ... 10
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 10
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ... 11
2.2.12.1 Kualifikasi ... 11
2.2.12.2 Validasi .... ... 12
BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DAR ... 15
3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad ... 15
3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad ... 16
3.2.1 Visi ... 16
3.2.2 Misi ... 16
3.2.3 Tujuan ... 17
3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad ... 17
3.4 Kegiatan Lafi Ditkesad ... 17
3.7.1 Kegiatan Bagminlog ... 18
3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ... 19
3.7.3 Kegiatan Instalasi Produksi ... 21
3.7.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan ... 23
3.7.5 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang... 26
3.7.6 Pengolahan Dokumen ... 26
BAB IV PEMBAHASAN... 27
4.1 Manajemen Mutu ... 27
4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 28
4.3.1 Instalasi Produksi ... 28
4.3.2 Instalasi Penyimpanan ... 29
4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu ... 30
4.3.4 Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang ... 30
4.4 Peralatan ... 31
4.5 Sanitasi dan Higiene ... 31
4.6 Produksi ... 32
4.7 Pengawasan Mutu ... 33
4.8 Inspeksi Diri ... 33
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 34
4.10 Dokumentasi ... 34
4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ... 35
4.12 Kualifikasi dan Validasi ………. ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
BAB VI PENDAHULUAN ... 40
6.1 Latar Belakang ... 40
6.2 Tujuan ... 40
BAB VII TINJAUAN PUSTAKA ... 41
7.1 Definisi Tablet ... 41
7.3 Komposisi Umum Sediaan Tablet ... 42
7.4 Metode Pembuatan Tablet ... 44
7.5 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet ... 47
BAB VIII STUDI PRAFORMULASI ... 49
8.1 Keterangan Spesifikasi Bahan ... 49
8.1.1 Zat Aktif ... 49
8.1.2 Spesifikas Bahan Tambahan ... 54
8.2 Formulasi ... 58
8.2.1 Formulasi I ... 58
8.2.2 Formulasi II ... 61
BAB IX PEMBAHASAN... 64
BAB X KESIMPULAN ... 66
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk melayani kebutuhan akan obat
adalah industri farmasi. Menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990
industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui
seluruh tahap proses pembuatan. Industri farmasi merupakan salah satu tempat
dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut
pengadaan, pengolahan dan pengemasan, pengendalian mutu sediaan farmasi,
penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.
Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan
mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh
masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi
bagi mahasiswa profesi apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara Medan bekerjasama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon
apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang
1.2Tujuan Praktek Kerja Profesi
Tujuan Praktek Kerja Profesi di industri farmasi antara lain:
1. Mengetahui dan memahami penerapan aspek-aspek CPOB di divisi
Lembaga Farmasi Angkatan Darat.
2. Mengetahui dan memahami peran apoteker di industri farmasi.
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan pada tanggal 3-31
Mei 2010 di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Jl. Gudang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
industri bahan baku obat. industri obat jadi adalah industri yang memproduksi
suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Industri bahan
baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut
adalah seluruh bahan, baik berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam proses pengolahan obat.
2.1.2 Izin usaha industri farmasi
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut
berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri
farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing dan pelaksanaannya.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian
proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan
CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari
waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi
aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek-aspek yang
dibicarakan, yaitu:
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu”
yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manjemen mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Semua bagian sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan
tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
cukup dan memadai.
Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
2.2.2 Personalia
Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar
mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil
hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan,
konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga
setiap risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain
yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari
lingkungan sekelilingnya.
2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi
sebagaimana mestinya:
a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan
sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai
terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses
pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah
dicuci. Sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan.
b. Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan
c. Adanya perbedaan kelas pemisahan ruang di dalam bangunan produksi,
misalnya ruang untuk bahan baku, kamar ganti pakaian dan pengolahan
produksi.
d. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila
diperlukan.
e. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk.
3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta
ventilasi yang baik.
4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak
langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.
2.2.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara
seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan serta
perawatannya dan pemeliharaanya.
2.2.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan wadahnya. Sumber
pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Prinsip utama produksi adalah:
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang
seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah
diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan
penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Pada proses produksi, mutu produk yang
dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan awal, proses produksi, personil, dan
sistem tervalidasi.
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan
obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun
dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang
produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses
mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pemprosesan atau
pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan, dan uji
monitoring lainnya secara periodik.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu 2.2.8.1 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan rinci oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi,
produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta
peralatan.
2.2.8.2 Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau
independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima
kontrak.
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena
keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau
beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang
menyangkut jumlah dan jenis.
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan
Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain
dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang, dan bagian
pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien,
dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek, distributor.
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik yang merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah
mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh
aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat
penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci
dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga
memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena
mengandalkan komunikasi lisan.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara
jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak
harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu
(pemastian mutu).
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi 2.2.12.1 Kualifikasi
Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan, fasilitas
atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.
Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang
terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:
a. Kualifikasi Rancangan (Design Qualification)
Kualifikasi rancangan adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Tujuannya adalah untuk menjamin
dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan
dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur
dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Kualifikasi ini dilakukan sebelum
instalasi (pemasangan) alat/mesin/prasarana produksi.
b. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya
dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi
dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan
alat yang bersangkutan.
c. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional dilakukan setelah
kualifikasi instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang
bersangkutan.
d. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)
Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.
2.2.12.2 Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.
Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem),
kalibrasi (instrumen dan alat ukur) dan validasi (prosedur dan proses).
a. Validasi Metode Analisa
Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa yang
digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus). Dalam validasi metode
analisa yang divalidasi adalah Protap atau Prosedur Tetap pengujian yang
bersangkutan. Protap tersebut bisa dibuat oleh bagian pengawasan mutu.
Apabila protap belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu, baru
b. Validasi Proses Produksi
Tujuannya adalah:
− Untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur
produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin,
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.
− Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses
produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
− Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
c. Validasi Proses Pengemasan
Tujuannya adalah:
− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan
yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin sesuai
dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah ditentukan, secara
konsisten.
− Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta
mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.
− Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix-up
(campur baur) antar produk maupun antar bets.
d. Validasi Pembersihan
Tujuannya adalah:
− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan
yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan
− Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif
karena efek pembersihan.
− Operator yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
− Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah
ditetapkan, misalnya sisa residu, kadar kontaminan, dan sebagainya.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi
sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.
Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, dan selanjutnya
pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang
menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No.
Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah proses serah terima pada tanggal
1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi
Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).
2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat
Angkatan Darat (DOAD).
Berdasarkan SK Dirkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September
1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi
Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970
LAFIAD dipisah kembali menjadi:
1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan
2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat
Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat
Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad
Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad
disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April
2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.
3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad 3.2.1 Visi
Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu
memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi prajurit dan PNS TNI Angkatan
Darat serta keluarganya.
3.2.2 Misi
Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut:
− Memberikan jasa dan informasi yang terbaik terhadap penggunaan obat
(rational use of drug).
− Membantu fungsi pelayanan kesehatan atas ketersediaan obat atau produk
kesehatan lainnya untuk prajurit dan PNS TNI Angkatan Darat serta
keluarganya.
− Terlibat secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada penggunaan
kekuatan untuk prajurit tugas operasi.
− Memanfaatkan kapabilitas atau kemampuan produksi untuk kepentingan
3.2.3 Tujuan
− Terwujudnya kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS Angkatan Darat
serta keluarganya.
− Terwujudnya satuan kesehatan lapangan yang tangguh dalam dukungan
kesehatan.
− Terwujudnya instalasi kesehatan yang prima dalam pelayanan kesehatan.
− Meningkatnya kemampuan lembaga produksi dalam mendukung bekal
kesehatan.
− Meningkatnya kemampuan penelitian dan pengembangan dalam
mendukung pembinaan kesehatan melalui kaidah-kaidah ilmiah.
− Meningkatnya pelaksanaan fungsi organik di satuan kesehatan.
3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad
Lafi Ditkesad adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan
langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad). Tugas pokok
Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan
dan melaksanakan produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka
mendukung tugas pokok Ditkesad.
3.4 Kegiatan Lafi Ditkesad
Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi
obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses
produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan
3.4.1 Kegiatan Bagminlog
Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad
dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan
(Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah
dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan
Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana
pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar
kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan
dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.
Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang
terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas
(embalage). Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi
obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga
menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang
digunakan di tiap instalasi.
Pengadaan barang dilakukan oleh Ditkesad melalui panitia pengadaan atau
lelang, kemudian Dirkesad membentuk tim komisi penerimaan barang yang
bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik, uji kimia dan
uji mutu dilakukan oleh Instalwastu. Setelah barang lulus uji mutu maka dibuat
Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) penerimaan. Bila barang
yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi diminta atau tidak memenuhi syarat,
maka barang akan dikembalikan untuk diganti, kemudian barang yang lolos
administrasi dan uji mutu dikirim ke Gudang Pusat II yang disertai dengan surat
3.4.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)
Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.
Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas
bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah
didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Selain itu instalasi
pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja
yang meliputi pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas
penunjang lainnya seperti pemeriksaan sirkulasi udara, pengendalian mutu air dan
pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh fasilitas
Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air
Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution
Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.
Dalam menjalankan tugasnya, instalasi pengawasan mutu didukung oleh
personil yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman
dalam menjalankan tugasnya.
Kegiatan instalasi pengawasan mutu tersebut dilaksanakan pada tahap
persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi.
Beberapa kegiatan instalasi pengawasan mutu diantaranya:
1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa
yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.
2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan
pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan
3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian.
4. Menyimpan contoh pertinggal setiap bets produk jadi dan bahan baku serta
Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.
5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi
meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan pengemas.
6. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan
memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap
produksi sampai hasil produk akhir.
7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh.
8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.
9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi
penyimpanan dan masa edar suatu produk.
10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.
11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau
didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama
untuk sediaan antibiotika.
Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan
didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian.
Bangunan instalasi pengawasan mutu terdiri dari:
1. Laboratorium kimia
Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang
2. Laboratorium mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar
Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri (Read Biotic).
3. Laboratorium fisika
Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan
tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran strip.
4. Ruang Instrumen
Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV–
Vis, alat uji disolusi dan HPLC.
5. Ruang Uji Coba
6. Ruang timbang
7. Ruang contoh pertinggal
Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh Bets dari tiap item yang
diproduksi Lafi dengan masa simpan satu tahun setelah masa kadaluarsa.
8. Gudang reagen
9. Perpustakaan
10. Ruang staff
3.4.3 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)
Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan
oleh Lafi Ditkesad berupa produk Betalaktam dan produk non Betalaktam,
dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada
Betalaktam, seksi sediaan sefalosporin dan seksi kemas. Masing-masing seksi
dikepalai oleh seorang Apoteker.
Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi
masyarakat umum, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai
dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM.
Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan
dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record)
yang disusun oleh tim CPOB dan disetujui oleh Kainstalprod dan Kainstalwastu,
kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam
catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets adalah kode produk, nama
produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan, tanggal dan cara
pengolahan serta tanggal dan cara pengemasan.
Selain itu dalam catatan pengolahan bets diuraikan mengenai komposisi,
spesifikasi, peralatan, penimbangan bahan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi.
Pada catatan pengemasan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas,
prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh
pengawasan mutu, rekonsiliasi pengemasan dan pengiriman obat jadi ke
Instalsimpan.
Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kaplet, kapsul, sirup, salep, dan cairan obat luar. Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping.
Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak
plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal, setiap sak plastik berisi 25 strip,
dilengkapi dengan identitas berupa slip pak dimana setiap dus isinya berbeda
sesuai dengan ukuran diameter tablet yaitu:
a. Untuk tablet dengan diameter 6,5-7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak plastik.
b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak plastik.
c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik.
Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instalasi
Pengawasan Mutu dan tim komisi, kemudian Instalwastu menempelkan label
released di kemasan sekunder dan setelah diperiksa oleh tim komisi seksi kemas
membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti
penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Penyimpanan.
3.4.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)
Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) bertanggung jawab terhadap
penyimpanan barang- barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang
berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, pengawasan mutu, administrasi dan
logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang
Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan
administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instalsimpan ke
Gudang Pusat II dan sebaliknya adalah sebagai berikut:
1. Perintah Pengiriman Material (PPM)
2. Perintah Penerimaan Material (PPnM)
3. Berita Acara Penyerahan Barang (BAPB)
4. Bukti Pengeluaran (BP)
5. Blanko Kartu Gudang
8. Kartu Kendali
9. Buku Harian Penerimaan Barang
10. Buku Besar Penerimaan dan Pengeluaran Barang
Kegiatan yang dilakukan oleh Instalsimpan meliputi :
1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pendukung produksi,
reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II.
2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain
serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan.
3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi
4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II.
Instalsimpan mempunyai 2 gudang terpisah untuk material non betalaktam
dan betalaktam. Material non betalaktam disimpan di instalsimpan yang memiliki
ruang-ruang dengan 2 kelas yang berbeda tingkat kebersihannya yaitu kelas III
dan IV terdiri dari ruang timbang, ruang stagging yang digunakan untuk
penyimpanan bahan baku obat yang sudah ditimbang, dan ruang sampling. Kelas
IV terdiri dari ruang administrasi, gedung bahan baku, gudang bahan pendukung,
gudang bahan kemas, gudang cairan, gudang sejuk untuk menyimpan bahan baku
obat dan bahan pendukung yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus dan
gudang obat jadi.
Material untuk produksi betalaktam disimpan tersendiri di gedung
produksi betalaktam. Penyimpanannya juga dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas III
(ruang timbang dan ruang stagging) dan kelas IV (ruang sejuk, ruang bahan baku
3.4.5 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang
Instalasi pemeliharaan dan Sistem Penunjang merupakan pelaksana fungsi
pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi sehingga siap digunakan,
penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan
produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan
dilaporkan kepada Kalafi.
Fasilitas pendukung (utility) yang ada di Lafi Ditkesad adalah: pengolahan
air baku farmasi, instalasi listrik, instalasi boiler (steam), instalasi udara
bertekanan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan sistem pengaturan udara
(AHS). Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah Kepala Instalasi
Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar & Sisjang).
3.4.6 Pengolahan Dokumen
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah
organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi :
1. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi
Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat
yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang
personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan Instalasi
umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat,
prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi
bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metoda dan instruksi serta
protap-protap lain yang diperlukan.
prosedur, metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama proses
produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang
menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi.
3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan
baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil
pengujiannya.
4. Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi
Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.
5. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan
perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya lingkungan,
perlengkapan, peralatan dan personalia.
6. Dokumentasi tentang spesifikasi, bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan obat jadi.
Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang
bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document
disimpan di produksi. Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets
BAB IV PEMBAHASAN 4.1Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu pada Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan
sesuai dengan petunjuk CPOB, dimana mutu suatu produk obat jadi tidak
ditentukan pada hasil akhirnya saja, tetapi terus dipantau di setiap tahapan proses
produksi. Semua langkah produksi dan pengendalian diterapkan sesuai CPOB.
Demikian juga pengawasan terhadap produk antara, ruahan, dan obat jadi
dilakukan pengawasan selama proses (in proses control).
Struktur organisasi dalam industri farmasi juga termasuk dalam kategori
manajemen mutu dalam CPOB. Lafi Ditkesad telah melakukan pemisahan tugas
dan tanggung jawab yang jelas dalam struktur organisasinya sesuai dengan
petunjuk CPOB agar dapat dihasilkan kinerja perusahaan yang optimal. Hal ini
terlihat dari penempatan tenaga farmasi pada posisi kepala instalasi produksi,
kepala instalasi penelitian dan pengembangan, kepala instalasi pemeliharaan dan
sistem penunjang, kepala instalasi penyimpanan, dan kepala instalasi pengawasan
mutu.
4.2Personalia
Dalam struktur organisasi Lafi Ditkesad setiap personil mempunyai tugas,
wewenang dan tanggung jawab yang jelas, sehingga tiap personil mengetahui
hak dan kewajiban masing-masing. Instalasi Produksi dan Instalasi
Pengawasan Mutu dipimpin oleh masing-masing seorang Apoteker yang
berbeda, tetapi memiliki kewajiban yang sama untuk menghasilkan produk
Lafi Ditkesad senantiasa melakukan pelatihan bagi personil yang
pelaksanaannya selalu mengacu pada CPOB serta disesuaikan dengan bidang
tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Materi pelatihan dibuat secara bertahap dan tertulis dalam bentuk prosedur
tetap yang disetujui oleh Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi
Produksi. Materi tersebut disampaikan secara bertahap dan terjadwal disesuaikan
dengan kebutuhan dan jenis materi.
4.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan tata letak yang memadai, serta disesuaikan dengan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk mempermudah pelaksanaan operasi yang benar. Tata
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang atau kesalahan lain, memudahkan
pembersihan, serta sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari
pencemaran silang.
4.3.1 Instalasi Produksi
Lafi Ditkesad mempunyai gedung produksi non betalaktam dan betalaktam.
Kegiatan produksi non betalaktam dilaksanakan di dua tempat yaitu gedung lama
di Jl. Gudang Utara No.25 dan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26. Hampir
semua kegiatan produksi dilakukan di gedung baru. Kegiatan yang masih
dilakukan di gedung lama adalah pembuatan salep dan larutan cairan obat luar,
meskipun kondisinya sudah tidak memadai. Dalam pelaksanaannya diusahakan
Kegiatan produksi yang dilakukan di gedung baru adalah penimbangan,
pencampuran, granulasi basah, pengeringan granul, pengayakan, pencetakan,
penyalutan, striping, pengisian kapsul dan pembuatan sirup. Hal ini disebabkan
karena gedung baru sedang dalam proses penyempurnaan pembangunan dan
fasilitas.
Pada gedung produksi betalaktam dan non betalaktam permukaan lantai,
dinding dan langit-langit dilapisi cat epoksi, permukaannya rata, halus dan
dihindari adanya celah, tidak terdapat sambungan agar tidak terjadi pertumbuhan
mikroba, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan pembersih, tidak melepas atau
menahan partikel dan sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit
berbentuk lengkungan.
Untuk mengendalikan udara, pada ruang produksi betalaktam dilengkapi
dengan sarana pengatur suhu, kelembaban, tekanan, jumlah partikel, jumlah
mikroba, air change, dan air flow. Penyaringan udara dilakukan melalui filter
udara yang dilengkapi dengan pre-filter, medium filter dan HEPA filter. HEPA
filter mampu menyaring partikel berukuran 0,3 m dengan efisiensi 99,997%.
Pada ruang produksi obat-obat golongan non betalaktam, bangunan telah
memenuhi aspek CPOB tetapi sistem HVAC belum beroperasi secara maksimal
karena masih adanya ruang produksi yang tekanannya lebih rendah daripada
koridor seperti ruang pengisian kapsul.
4.3.2 Instalasi Penyimpanan
Bangunan instalasi penyimpanan di Lafi Ditkesad dibagi menjadi gudang
cairan, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas, gudang peralatan, gudang
untuk menyimpan bahan baku obat yang tidak tahan terhadap suhu lingkungan
yang panas. Penyimpanan barang di Lafi Ditkesad tidak diurutkan secara alfabetis
tetapi hanya berdasarkan adanya tempat yang kosong. Selain itu, pada instalasi
penyimpanan belum terdapat gudang obat jadi sehingga obat jadi disimpan pada
koridor kelas empat yang mengakibatkan karyawan tidak leluasa melewati koridor
dan kemungkinan kontaminasi terhadap produk juga lebih tinggi pada koridor.
4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu
Bangunan instalasi pengawasan mutu telah memenuhi persyaratan CPOB
dengan adanya pembagian ruangan yang jelas untuk setiap bagian. Penataan
ruangan di instalasi pengawasan mutu dibuat sesuai dengan tujuan
penggunaannya, seperti ruangan uji potensi antibiotik terhadap mikroba
dipisahkan dengan ruangan sterilisasi.
4.3.4 Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang
Utilitas merupakan sarana pendukung yang diperlukan untuk terlaksananya
proses produksi di dalam suatu pabrik yang meliputi berbagai komponen seperti
instalasi listrik, air, AHS, steam, kompresi, vakum, gas dan air limbah.
Sebagai sarana penunjang, komponen listrik sangat berperan penting bagi
terlaksananya semua kegiatan yang berkaitan dengan produksi seperti proses
pencampuran, pencetakan, pengisian sirup, stripping, pengemasan, sistem tata
udara, pengawasan mutu, Sistem Pengolahan Air (SPA), Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), dan lain sebagainya.
Dalam hal ini LAFI AD sebagai salah satu industri farmasi menyuplai
hari sebelumnya akan diberitahukan oleh pihak PLN sehingga semua proses yang
berkaitan dengan proses produksi akan dihentikan untuk sementara waktu.
4.4 Peralatan
Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi
betalaktam, non betalaktam dan pengawasan mutu sebagian besar telah memenuhi
persyaratan CPOB. Perawatan dan kualifikasi ulang juga dilakukan secara berkala
untuk menjamin proses produksi senantiasa terjaga dan kinerja mesin senantiasa
terawat. Setiap peralatan dilengkapi dengan protap yang memudahkan operator
dalam mengoperasikan alat tersebut.
4.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene di Lafi Ditkesad sudah dilaksanakan dengan baik
walaupun masih banyak yang harus dibenahi lagi seperti higiene perorangan dan
sanitasi bangunan yang masih belum maksimal pelaksanaannya dan perlu
pengawasan yang lebih ketat lagi. Selain itu, higiene pakaian karyawan belum
maksimal karena tempat pengeringan pakaian karyawan masih dilakukan di
lingkungan terbuka yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada produk farmasi.
Penerapan sanitasi dan higiene pada bangunan dan ruangan di Lafi Ditkesad,
yaitu:
1. Gedung atau ruang untuk proses produksi dirancang sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan.
2. Tersedia toilet dan ruang ganti dalam jumlah yang cukup, berventilasi
baik, mudah dicapai dari daerah kerja tetapi tidak berhubungan langsung
3. Upaya pembersihan atau sanitasi terhadap mikroba dan pencegahan
terhadap serangga atau binatang kecil lainnya, binatang pengerat dan
lain-lain sudah dilaksanakan dan ditunjang dengan penyediaan sarananya.
4. Sanitasi dilakukan secara teratur dan periodik yang didukung oleh
prosedur tetap yang terperinci, antara lain metode, jadwal dan alat yang
dipakai, bahan pembersih dan desinfektan yang dipakai, pelaksana dan
penanggung jawab, pemeriksa dan pengawasan serta dokumentasi.
Prosedur sanitasi dan higiene belum divalidasi dan dievaluasi secara
periodik sehingga penerapan prosedur yang bersangkutan belum dapat dinyatakan
seratus persen memenuhi persyaratan.
4.6 Produksi
Setiap bahan awal yang masuk ke instalasi produksi telah dinyatakan lulus uji
mutu. Pelaksanaan produksi senantiasa mengikuti protap yang telah dibuat sesuai
CPOB. Setiap produk yang akan diproduksi memiliki catatan bets tersendiri
sehingga produk obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
Setiap produk telah memiliki batch record tersendiri, sehingga produk obat
yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Setiap personil
yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari akan pentingnya mengikuti
petunjuk yang ada dalam batch record. Kedisiplinan setiap personil di bagian
produksi dalam mencatat semua kejadian selama proses produksi dalam kolom
yang tersedia di batch record, merupakan suatu konsekuensi dari tugas dan
4.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat
yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Instalasi pengawasan mutu Lafi Ditkesad bertugas melakukan pengawasan
mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad yang mencakup pemeriksaan
bahan awal, produk antara, produk ruahan, in process control dan obat jadi. Hal
ini dilakukan tanpa adanya campur tangan dari pihak produksi dalam menentukan
kualitas bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi. Instalasi pengawasan mutu
juga melakukan pengujian stabilitas dipercepat dan penetapan tanggal kadaluarsa,
validasi metode analisa, dokumentasi dari suatu bets dan penyimpanan contoh
pertinggal.
Selain itu instalasi pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap
kualitas lingkungan kerja menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan
peralatan serta fasilitas penunjang lain seperti kualitas udara dan pengendalian
mutu air.
4.8 Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah peninjauan kembali atau pemeriksaan secara jujur seluruh
tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang dapat berpengaruh pada jaminan mutu.
Tujuan dari inspeksi diri adalah menilai penerapan CPOB dalam seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap karyawan,
bangunan dan fasilitas, ,penyimpanan bahan baku, obat jadi, peralatan, produksi,
setiap kekurangan dalam penerapan CPOB dan memberi saran untuk dilakukan
perbaikan, Inspeksi diri di Lafi Ditkesad dilaksanakan minimal setahun sekali.
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
Lafi Ditkesad memiliki tempat penyimpanan khusus untuk contoh pertinggal
dari obat-obat yang telah diproduksi dengan tujuan jika suatu saat terjadi keluhan
terhadap obat yang diproduksi, pihak Lafi Ditkesad dalam hal ini instalasi
pengawasan mutu dapat memeriksa kembali produk obat tersebut. Pemeriksaan
dilakukan melalui retained sample (sampel pertinggal) sebagai bahan pembanding
yang dilakukan oleh instalasi pengawasan mutu. Hasil pemeriksaan tersebut
dianalisis dan dievaluasi oleh instalasi pengawasan mutu, kemudian instalasi
pengawasan mutu akan melakukan perbaikan-perbaikan, bila perlu dilakukan
penarikan produk obat tersebut.
4.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dari sebuah
organisasi perusahaan. Lafi Diketsad merupakan sebuah perusahaan obat yang
juga harus mempunyai dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh kegiatan
terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat
yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad. Lafi Ditkesad telah melakukan kegiatan
dokumentasi dengan baik, yaitu meliputi dokumen batch record, protap untuk
produksi, operasional, perawatan gedung, perawatan alat dan peralatan penunjang
lainnya, spesifikasi bahan dan produk, metode dan prosedur analisa, penyimpanan
dan sebagainya.
4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi
dua yaitu toll out dan toll in. Toll out adalah kerjasama antara Lafi Diketsad
dengan industri farmasi lain, tetapi manufacturing dilakukan di industri farmasi
lain, sedangkan toll in adalah kebalikannya, yaitu manufacturing produk industri
farmasi lain yang dilakukan di Lafi Ditkesad. Pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak yang dilakukan di Lafi Diketsad hanya berupa kerjasama toll in dari
industri farmasi lain, karena sarana dan prasarana di Lafi Diketsad sudah
memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak perlu melakukan manufacturing di
industri farmasi lain.
Berdasarkan CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari
kesalahpahaman yang dapat meyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu
yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis harus dibuat secara jelas untuk
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
4.12 Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi dan validasi di Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan baik.
Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, metoda analisis dan
pembersihan.
a. Validasi Proses
Untuk validasi proses di Lafi Ditkesad mencakup validasi proses baru
ketika menggunakan alat atau formula standart baru dalam memproduksi
suatu obat, validasi bila terjadi perubahan proses seperti penyesuaian alat
atau formula standart yang sama tetapi menggunakan bahan baku yang
berbeda serta validasi ulang yang bertujuan untuk melihat kinerja alat yang
digunakan agar senantiasa sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
b. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis di Lafi Diketsad ada 4 jenis yaitu uji identifikasi,
uji kuantitatif, kandungan, impuritas, uji batas impuritas dan uji kuantitatif
zat aktif dalam obat jadi. Selain keempat uji metode analisa diatas, metode
analisis lain seperti uji disolusi obat atau penentuan ukuran partikel untuk
bahan baku aktif juga dilakukan validasi. Validasi ulang juga dilakukan
pada metode analisis jika terjadi perubahan sintesa bahan aktif, komposisi
produk jadi dan perubahan metode analisis.
c. Validasi Pembersihan
Pada proses pembersihan di Lafi Ditkesad dilakukan setelah proses
produksi selesai. Validasi prosedur dilaksanakan hanya untuk permukaan
alat yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal yang dikerjakan
adalah melihat efektivitas pembersihan, penentuan batas kandungan residu
suatu produk, bahan pembersih dan cemaran mikroba. Sampling bahan
obat yang digunakan untuk validasi pembersihan adalah bahan yang
memiliki potensi cemaran yang besar dan bahan yang sukar larut dalam
air.
Kegiatan kualifikasi di Lafi Ditkesad meliputi tiga hal yaitu
a. Kualifikasi Desain
Tujuan kualifikasi desain adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan
dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam
ketentuan CPOB yang berlaku. Jadi kualifikasi desain dilaksanakan
sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang tersebut dibeli
atau dipasang/dibangun.
b. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru
atau yang di modifikasi. Kualifikasi instalasi dilakukan dengan
menyesuaikan alat dan sarana penunjang lainnya dengan manual book dari
masing-masing alat tersebut. Bagian yang berperan dalam kualifikai
instalasi di Lafi Ditkesad adalah bagian instalasi pemeliharaan dan sistem
penunjang.
c. Kualifikasi Operasional
Kegiatan operasional di Lafi Ditkesad mencakupi kalibrasi, prosedur
pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan
perawatan preventif. Setelah kualifikasi operasional selesai dilakukan
selanjutnya dibuat suatu persetujuan tertulis yang menyatakan bahwa alat
tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasinya.
d. Kualifikasi Kinerja
Setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui selanjutnya dilakukan kualifikasi kinerja
untuk melihat kerja alat yang bersangkutan apakah memberikan hasil
kinerja sesuai dengan kapasitas hasil produksi maksimal dan minimal yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Secara umum ruangan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi
persyaratan ruangan yang telah ditentukan oleh CPOB, sehingga menjamin
kualitas dari bahan baku obat sampai dengan obat jadi.
2. Sistem HVAC ruang produksi obat-obat golongan non betalaktam belum
beroperasi secara maksimal.
3. Penyimpanan barang di instalasi penyimpanan tidak disusun secara alfabetis
dan tidak terdapat gudang obat jadi.
4. Higiene karyawan belum diterapkan dengan maksimal dan belum terdapat
ruangan khusus untuk pengeringan pakaian karyawan.
5. Tim inspeksi diri belum mempunyai jadwal yang jelas sehingga tidak dapat
bekerja secara maksimal.
5.2Saran
1. Sebaiknya sistem HVAC di ruang produksi obat-obat golongan non
betalaktam dioperasikan secara maksimal.
2. Sebaiknya penyimpanan barang di instalasi penyimpanan disusun secara
alfabetis dan gudang obat jadi sebaiknya disediakan.
3. Sebaiknya higiene karyawan diterapkan secara optimal dan terdapat
4. Sebaiknya tim inspeksi diri memiliki jadwal yang jelas untuk menilai
penerapan CPOB dalam seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu di
BAB VI PENDAHULUAN 6.1 Latar Belakang
Sensasi ansietas/cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, dimana pada
setiap orang tidaklah sama. Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah
sedatif, atau obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan
sedatif. Antiansietas yang utama adalah golongan benzodiazepine.
Defisiensi vitamin neurotropik seperti vitamin B1, B6 dan B12 dapat
mengakibatkan pegal, capek, keram dan kesemutan.
Pada proses pembuatan tablet selain bahan aktif juga dibutuhkan beberapa
bahan tambahan seperti zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat
pembasah atau zat lain yang cocok. Pengembangan formulasi obat menjadi
penting untuk keperluan manufacturing sehingga dapat menghasilkan obat yang
bermutu, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan
penggunaannya.
6.2Tujuan
Mampu merencanakan formula tablet yang mengandung klordiazepoksid,
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA 7.1 Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan
aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam.
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan.
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu atau jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok. Tablet adalah
sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
7.2Keuntungan dan Kerugian Tablet 7.2.1 Keuntungan Tablet
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang biaya pembuatannya paling
rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling
kompak.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah
d. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah,
tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan
permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
e. Tablet yang paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan
tertinggal ditenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan
pecah atau hancurnya tablet tidak segera terjadi.
f. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk
diproduksi secara besar-besaran.
g. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik & stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
7.2.2 Kerugian Tablet
a. Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.
b. Zat aktif yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan.
7.3 Komposisi Umum Sediaan Tablet
Secara umum, tablet memiliki komposisi sebagai berikut:
1. Zat aktif dimana zat aktif dapat terdiri dari satu atau lebih komponen.
2. Pengisi
Pengisi adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang
ditujukan untuk membuat bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan.
Contoh: laktosa, avicel, spray-dried lactose, sukrosa, dektrosa, manitol,
3. Pengikat
Pengikat bertanggung jawab untuk menjaga kekompakan dan daya tahan
tablet. Bahan pengikat berperan dalam penyatuan bersama dari partikel serbuk
dalam sebuah butir granula.
Contoh: amilum, starch 1500, gum, gelatin.
4. Lubrikan (Pelicir)
Fungsinya untuk menghilangkan gesekan atau friksi saat pengempaan dan
penarikan tablet keluar cetakan. Semakin kecil ukuran granul, semakin banyak
lubrikan yang dibutuhkan. Lubrikan akan membentuk lapisan di sekitar granul,
sehingga dapat mengurangi kerusakan setelah ditempa.
Contoh: carbowax, Mg-lauril sulfat, Mg-stearat, talk, sodium asetat, sodium
lauril sulfat.
5. Glidant (Bahan Pelicin)
Digunakan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan
mengurangi gesekan antar partikel.
Contoh: talkum, corn starch, aerosil.
6. Disintegrants (Penghancur)
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya tablet
ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat berfungsi menarik
air ke dalam tablet, mengembang, dan menyebabkan tablet pecah.
7. Zat pewarna dan Pemanis
Gunanya adalah untuk menutupi warna tablet yang kurang baik,
memudahkan identifikasi hasil produksi, dan membuat suatu produk tampak
lebih menarik.
Contoh: zat warna FD&C
7.4 Metode Pembuatan Tablet
Sediaan tablet dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi
basah, granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan
sediaan tablet ini biasanya disesuaikan dengan karakteristik zat aktif yang akan
dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab,
kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya.
a. Granulasi Basah
Adalah memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel
yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat
sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya
digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat
aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak
baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan
larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,
kemudian masa basah tersebut digranulasi. Contoh tablet dengan teknik granulasi
basah yaitu tablet vitamin C (asam askorbat).
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode
ini dapat dibagi sebagai berikut:
1) Penimbangan dan pencampuran
Bahan aktif, pengisi dan bahan penghancur yang diperlukan dalam
formulasi ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, kemudian
dicampur dan diaduk dengan baik, biasanya menggunakan mesin pencampur
serbuk atau mikser. Diantara pengisi yang digunakan adalah laktosa, kaolin,
manitol, amilum, dan kalsium fosfat.
2) Pembuatan granulasi basah
Mengubah serbuk menjadi granula dengan menambahkan cairan pengikat
atau perekat ke dalam campuran serbuk. Bahan pengikat yang dapat digunakan
adalah 10-20% cairan berair yang dibuat dari tepung jagung, 25-50% larutan
glukosa, molase, macam-macam gom alam, derivat selulosa, gelatin dan povidon.
Cairan pengikat yang ditambahkan harus memberikan kelembaban yang cukup
supaya serbuk dapat bercampurdengan meremas menggunakan tangan sampai
secukupnya.
3) Penyaringan adonan lembab menjadi pelet atau granul
Pada umumnya granulasi basah ditekan melalui ayakan no. 6 atau 8.
Setelah semua bahan berubah menjadi granul, kemudian ditebarkan di atas
selembar kertas yang lebar dalam nampan yang dangkal dan dikeringkan.
4) Pengeringan granul
Pada umumnya granul dikeringkan pada kabinet pengering dengan sistem
sirkulasi udara dan pengendalian temperatur.
5) Penyaringan kering
Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang