• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009

Oleh :

IVAN C. P.

070100367

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA APENDISITIS DI RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH

SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

IVAN C. P.

070100367

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009

Nama : IVAN C. P. NIM : 070100367

Pembimbing Penguji I

(dr. Liberti Sirait, SpB-KBD) (dr. Dudy Aldiansyah, SpOG)

NIP: 14190455 NIP: 19771214200812 1 001

Penguji II

(dr. Aliandri, SpTHT) NIP: 19660309 20012 1 007

Medan, 26 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti

kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab

yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang

akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan

inflamasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita

apendisitis. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif

dengan pendekatan cross sectional untuk melihat karakteristik penderita

apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009.

Hasil dari penelitian ini adalah karakteristik penderita apendisitis

berdasarkan jenis kelamin paling banyak dijumpai pada perempuan yaitu

sebanyak 36 orang (60%). Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan usia

paling banyak ditemukan pada kelompok usia 18-40 tahun yaitu sebanyak 25

orang (41,7%). Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan suku yaitu terdapat

paling banyak dijumpai pada suku suku Batak sebanyak 23 orang (38,3%).

Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan pekerjaan adalah paling banyak

terdapat pada penderita apendisitis yang bekerja sebagai PNS sebanyak 23 orang

(38,3%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, bagi

pihak rumah sakit dan untuk peneliti selanjutnya sehingga dapat mengembangkan

pengetahuan tentang apendisitis.

(5)

ABSTRACT

Appendicitis is an inflammation of the appendix, a sack-like structure that has no function and located in the inferior part of the cecum. The most common cause of appendicitis is an obstruction of the appendix lumen by feces, which eventually will impede the blood supply, erode the mucosal surface and cause inflammation.

This research aims in discovering the characteristics of appendicitis patients. This is a descriptive observational study with a cross-sectional approach to discover the characteristics of the patients with appendicitis in Adam Malik General Hospital Medan in 2009.

The result of this research, based on gender, is appendicitis is found most commonly in females, which consists of 36 (60%) females. Based on age, appendicitis is found most in the age group of 18-40 years old, which consists of 25 (41,7%) people. Based on ethnicity, appendicitis is found most in Batak people, which consists of 23 (38,3%)people. Based on occupation, appendicitis is found most in the civil workers, which consists of 23 (38,3%) people.

Based on the results found in this research, it is hoped that this results will be useful for researchers, hospital agents, and for the researcher himself to improve the knowledge in appendicitis.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana

kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Karakteristik Penderita Apendisitis di

RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009”. Dalam penyelesaian

penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr.Liberti Sirait, Sp.B-KBD, selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis

ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Dudy Aldiansyah, SpOG dan bapak dr. Aliandri, SpTHT, selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan penilaian terhadap penulis,

sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselasaikan dengan baik.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan

kepada kedua orang tua saya, ayahanda Kompol.Drs.B.Pasaribu dan

ibunda Vera Morina br. Ginting atas doa, perhatian dan dukungan yang tak

putus-putusnya sebagai bentuk kasih sayang kepada saya.

6. Seluruh staf di bagian administrasi, bagian litbang dan bagian rekam

medis RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu saya untuk

(7)

7. Laura Ester D. Dairy, sebagai teman bertukar pikiran saya dan juga

pemberi support paling besar kepada saya selama ini terima kasih atas

ide-ide cemerlang dan dukungan yang tidak pernah ada habisnya.

8. Dedi Irwansyah Hasibuan, Hasnil Mubarak dan Isma Fitria Idris, sebagai

teman satu kelompok dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Seluruh teman-teman stambuk 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah

ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 23 November 2009

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 1

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks ... 3

2.1.1. Anatomi Apendiks ... 3

2.1.2. Fisiologi Apendiks ... 4

2.2. Definisi Apendisitis ... 4

2.3. Klasifikasi ... 5

2.4. Etiologi dan Patofisiologi ... 5

2.4.1. Etiologi ... 5

2.4.2. Patofisiologi... 6

2.5. Gejala Klinis ... 7

2.6.Diagnosis Apendisitis ... 8

2.6.1. Gejala-gejala ... 8

2.6.2. Tanda-tanda ... 8

(9)

2.6.4. Foto sinar-X ... 9

2.6.5. Appendikogram ... 9

2.7.Karakteristik Penderita Apendisitis ... 10

2.8. Komplikasi ... 10

2.9. Pengobatan Apendisitis ... 11

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 12

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 12

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 12

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 13

4.1.Jenis Penelitian ... 13

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

4.3. Populasi dan Sampel ... 13

4.4. Teknik Pengambilan Data ... 13

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 13

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 15

5.1. Hasil Penelitian ... 15

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 15

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 15

5.2. Pembahasan ... 5.2.1.Karakterisitik Penderita Apendisitis berdasarkan,Usia, Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan ... 18

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 20

6.2. Saran ... 20

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia 16

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis 16

Kelamin

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Suku 17

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan 17

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat hidup

Lampiran 2 Rancangan lembar penelitian

Lampiran 3 Surat izin penelitian

Lampiran 4 Ethical clearance

(12)

ABSTRAK

Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti

kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab

yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang

akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan

inflamasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita

apendisitis. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif

dengan pendekatan cross sectional untuk melihat karakteristik penderita

apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009.

Hasil dari penelitian ini adalah karakteristik penderita apendisitis

berdasarkan jenis kelamin paling banyak dijumpai pada perempuan yaitu

sebanyak 36 orang (60%). Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan usia

paling banyak ditemukan pada kelompok usia 18-40 tahun yaitu sebanyak 25

orang (41,7%). Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan suku yaitu terdapat

paling banyak dijumpai pada suku suku Batak sebanyak 23 orang (38,3%).

Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan pekerjaan adalah paling banyak

terdapat pada penderita apendisitis yang bekerja sebagai PNS sebanyak 23 orang

(38,3%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, bagi

pihak rumah sakit dan untuk peneliti selanjutnya sehingga dapat mengembangkan

pengetahuan tentang apendisitis.

(13)

ABSTRACT

Appendicitis is an inflammation of the appendix, a sack-like structure that has no function and located in the inferior part of the cecum. The most common cause of appendicitis is an obstruction of the appendix lumen by feces, which eventually will impede the blood supply, erode the mucosal surface and cause inflammation.

This research aims in discovering the characteristics of appendicitis patients. This is a descriptive observational study with a cross-sectional approach to discover the characteristics of the patients with appendicitis in Adam Malik General Hospital Medan in 2009.

The result of this research, based on gender, is appendicitis is found most commonly in females, which consists of 36 (60%) females. Based on age, appendicitis is found most in the age group of 18-40 years old, which consists of 25 (41,7%) people. Based on ethnicity, appendicitis is found most in Batak people, which consists of 23 (38,3%)people. Based on occupation, appendicitis is found most in the civil workers, which consists of 23 (38,3%) people.

Based on the results found in this research, it is hoped that this results will be useful for researchers, hospital agents, and for the researcher himself to improve the knowledge in appendicitis.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti

kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab

yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang

akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan

inflamasi.

Apendiks disebut juga umbai cacing, adapun istilah usus buntu yang

dikenal di masyarakat adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya

adalah sekum. Organ yang hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan

pasti sering menimbulkan gangguan kesehatan.

Apendisitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen, 1% dari

semua kasus bedah, sangat jarang pada infant, insidens bertambah sesuai dengan

umur. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 20-30 tahun setelah itu

menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding namun

pada kelompok umur ini, insidens laki-laki lebih tinggi (Wim De Jong, 2004).

Sementara itu di Amerika Serikat, insiden terbanyak terjadi pada usia 10-19 tahun

dengan populasi sebanyak 233/100.000 orang. Pada usia ini juga lebih banyak

terjadi pada laki-laki daripada perempuan (1,4 :1) ( Joel et al, 2009).

Keterlambatan diagnosis sering terjadi pada pada anak-anak dan telah

dilaporkan sebanyak 57% kasus yang terjadi dalam 6 tahun terakhir ini berakhir

dengan adanya perforasi. Risiko perforasi paling banyak pada usia 1 – 4 tahun

yaitu 70 – 75 % dibandingkan dengan banyaknya perforasi yg terjadi pada masa

remaja yaitu 10-20%.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita apendisitis akut di RSUP H.

Adam Malik, Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian untuk

mengetahui bagaimana karakteristik penderita apendisitis akut di RSUP H.

(15)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

1. Mengetahui karakteristik penderita apendisitis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik kelompok usia yang paling banyak dijumpai pada

penderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin yang paling banyak dijumpai pada

penderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

3. Mengetahu karakteristik suku yang paling banyak dijumpai pada penderita

apendisitis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

4. Mengetahu karakteristik pekerjaan yang paling banyak dijumpai pada

penderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan

ilmu yang diperoleh semasa perkuliahan.

2. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa untuk

melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang

telah dilakukan penulis.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan tenaga kesehatan, penelitian ini

bermanfaat sebagai bahan masukan penyusunan perencanaan promosi

kesehatan, evaluasi program, dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan

4. Bagi masyarakat khususnya masyarakat kota Medan, penelitian ini

bermanfaat dalam menyediakan berbagai informasi tentang penyakit

apendisitis mulai dari defenisi, faktor penyebab dan tindakan yang

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks 2.1.1. Anatomi apendiks

Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu

saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m). yang berjalan melalui

bagian tengah tubuh dari mulut sampai ke anus (sembilan meter adalah panjang

saluran pencernaan pada mayat; panjangnya pada manusia hidup sekitar

separuhnya karena kontraksi terus menerus dinding otot saluran). Saluran

pencernaan mencakup organ_organ berikut: mulut; faring; esophagus; lambung;

usus halus; (terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum); usus besar (terdiri dari

sekum, apendiks, kolon dan rectum); dan anus (Lauralee Sherwood, 2001).

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya.

Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan

apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di

belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.

Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri in tersumbat, misalnya karena

(17)

Gambar 2.2. Posisi anatomi apendiks

2.1.2. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis(Wim

De Jong,2004).

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendik tidak memengaruhi system imun tubuh

karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh(Wim De Jong,2004).

2.2. Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi

bertambah parah, apendiks itu bisa pecah. Apendiks merupakan saluran usus yang

(18)

Apendiks besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.

Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung

kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.Apendisitis merupakan peradangan

pada usus buntu/apendiks (Defa Arisandi, 2008).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam

kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,

angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum

inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling

umum untuk bedah abdomen darurat.

2.3. Klasifikasi

Adapun klasifikasi dari apendisitis terbagi atas dua, yaitu :

1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu

sudah bertumpuk nanah.

2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu

appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua(Defa Arisandi, 2008).

2.4. Etiologi dan Patofisiologi

2.4.1. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limf, fekalit,

tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab

yang lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis ialah erosi mukosa

apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Namun menurut E. Oswari, kuman

yang sering ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah Escherichia coli

(19)

Para ahli menduga timbulnya apendisitis ada hubungannya dengan gaya

hidup seseorang, kebiasaan makan dan pola hidup ayang tidak teratur dengan

badaniah yang bekerja keras. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap

timbulnya apendisitis. konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah

timbulnya apendisitis akut.

2.4.2. Patofisiologi

Apendisitis akut pada dasarnya adalah suatu proses obstuksi (hyperplasia

Lnn.submucosa, fecolith, benda asing, strieture, tumor). Kemudian disusul dengan

proses infeksi sehingga gejalanya adalah mula-mula suatu obstruksi ileus ringan

yakni : Kolik, mual, muntah, anoreksia dan sebagainya yang kemudian mereda

karena sudah jadi paralitik ileus. Kemudian disusul oleh gejala keradangan yakni :

nyeri tekan, defans muscular, subfebril dan sebagainya.

Faktor obstruksi pada anak-anak terutama hyperplasia dari kelenjar

lymphe submucosal. Pada orang tua adalah fecolith, dan sedikit corpus alineum,

strictura dan tumor. Tumor pada orang muda adalah cacinoid dan pada orang tua

adalah Ca caecum. Fecolith diduga terbentuk bila ada serabut sayuran

terperangkap masuk ke dalam apendiks, sehingga keluar mucous berlebihan.

Cairan mucous ini mengandung banyak calcium sehingga bahan tersebut

mengeras dan dapat menimbulkan obstruksi,dan peregangan lumen apendiks,

hambatan venous return dana aliran lymphe yang berakibat oedema apendiks

dimulai dengan diapedesis dan gambaran ulcus mukosa. Hal ini merupakan tahap

dari akut fokal apendisitis. karena apendiks dan usus halus mempunyai tekanan

intra luminal dengan akibat obstruksi vena dan thrombosis sehingga terjadi

oedema dan ischemi apendiks. Invasi bakteri malalui dinding apendiks. Phase ini

disebut akut supurative apendisitis. lapisan serosa apendiks berhubungan dengan

peritoneum parictalis.

Nyeri somatis timbul dari peritoneum karena terjadi kontak dengan

(20)

bentuk nyeri yang terlokalisir di kwadrant kanan bawah perut. Seterusnya proses

patologis mungkin mengenal sistim arterial apendiks. Apendiks dengan

vaskularisasi yang sangat kurang akan mengalami gangrene dan terlihat. Sekresi

yang terus menerus dari mukosa apendiks yang masih baik serta peningkatan intra

luminal berakibat perforasi melalui gangrenous infark. Timbul perforated

apendisitis.

Jika apendisitis tidak terjadi secara progressive, terbentuk perlekatan pada

lubang usus, peritoneum dan omentum yang mengelilingi apendiks. Kecepatan

rentetan peristiwa tersebut tentunya tergantung pada : virulensi mikroorganisme,

daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain,

peritoneum parietale bahkan organ lain seperti buli-buli, uterus, tuba, mencoba

membatasi dan melokalisir proses keradangan ini. Bila proses melokalisir ini

belum dan sudah terjadi perforasi maka timbul peritonitis. Walaupun proses

melokalisir sudah selesai tetapi belum cukup kuat menahan tarikan/tegangan

dalam cavum abdominalis, karena itu pasien harus benar-benar bedrest.

Kadang-kadang apendisitis akut terjadi tanpa adanya obstruksi, ia terjadi

karena adanya penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks.

Terjadi abscess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.mesentrica

regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran klinis tentunya berbeda

dengan gejala obstruksi tersebut diatas.

2.5. Gejala klinis

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,

muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara

mendadak dimulai diperut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan

muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut

kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri

tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.

Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius. Pada bayi dan anak-anak,

nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita

(21)

terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang

bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

2.6. Diagnosis apendisitis

2.6.1. Gejala-gejala

1. Rasa sakit di daerah epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen

atau di kuadran kanan bawah. Ini merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit

ini samar-samar, ringan samapai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang.

Sesudah 4 jam biasaya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilangkemudian

beralih ke kuadran bawah kanan dan disini rasa nyeri itu menetap dan secara

progresif bertambah hebat, dan semakin hebat apabila pasien bergerak.

2. Anoreksia, mual dan muntah yang timbul selang beberapa jam sesudahnya

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.

3. Gejala-gejala lain adalah demam tidak tinggi dan konstipasi.

4. Bayi yang mengalami apendisitis gelisah, mengantuk dan anoreksia.

5. Mereka yang sudah lanjut usia gejala-gejalanya tidak senyata mereka yang

lebih muda.

2.6.2. Tanda-tanda

1. Tanda-tanda yang paling penting adalah nyeri tekan di daerah kuadran kanan

bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di daerah panggul sebelah

kanan kalau apendiks terletak retrorektal. Rasa nyeri pada pemeriksaan rectum

dan vagina ditemukan didaerah rektum apabila terjadi apendisitis pelvis.

Kalau letak apendiks itu lain dari yang lain, maka rasa nyeri mungkin terlatak

di tempat lain.

2. Tanda-tanda lain adalah demam(kurang dari 38°C), kekuan otot, nyeri tekan

dan nyeri lepas, nyeri alih, dan tanda-tanda psoas serta obturator positip.

3. Bayi mungkin membutuhkan sedasi. Terdapat nyeri lokal. Pada mereka

(22)

menimbulkan salah duga yang menyesatkan. Pada wanita hamil rasa nyeri

terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.

2.6.3. Tes laboratorium

Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm³ dengan pergeseran

ke kiri (lebih dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen

diantaranya leukositosis atau hitung jenis sel darah putih yang abnormal. Tetapi

beberapa pasien dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada

urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.

2.6.4. Foto sinar-X

Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema

mungkin dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus yang

meragukan(Theodore R. Schorock, MD).

2.6.5. Appendikogram

Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk

halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum

sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam

untuk dewasa, hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.

(23)

2.7. Karakteristik penderita apendisitis

Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.

Insiden pada laki-laki dan perempuan umunya sebanding, kecuali pada umur

20-30 tahun, insindens lelaki lebih tinggi.

2.8. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu

dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau

peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi

appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum,

semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan

perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu,

setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.

Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus.

Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus

untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di

atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi.

Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan

kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.

Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi dimana

bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh lainnya.

Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F. Dudley, 1992):

1. Infeksi luka,

2. Abses residual,

3. Sumbatan usus akut,

4. Ileus paralitik, dan

5. Fistula tinja eksternal,

2.9. Pengobatan apendisitis

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan

(24)

komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada

apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi (Wim De Jong,

2004).

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara

laparskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh

ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan

observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa

dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop,

tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan

(25)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah :

1.2. Variabel dan Definisi Operasional

1. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi

bertambah parah, apendiks itu bisa pecah.

2. Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti

jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tengkat pendidikan, perkerjaan,

ras, status ekonomi dan sebagainya.

3. Umur adalah satuan

tahun, bulan dan hari. Umur terbagi atas masa kanak-kanak(5-11 tahun), masa

remaja(12-17 tahun), masa dewasa(18-40 tahun), masa tua(40-65 tahun) dan

masa lanjut usia (>65 tahun).

4. Jenis Kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suat

sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses

untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu.

5. Suku yang ditinjau adalah suku Batak, suku Jawa, suku Karo, suku Melayu,

dan suku Minang.

6. Pekerjaan yang ditinjau yaitu terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta,

pelajar,petani/nelayan dan penderita apendisitis dengan status pension. Umur

Jenis kelamin Suku Pekerjaan

(26)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan

pendekatan retrospektif untuk melihat karakteristik penderita apendisitis di

RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik

Medan dan dilakukan selama dua bulan yakni pada bulan Agustus - September

2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien apendistis yang mendapatkan tindakan

apendektomi maupun yang tidak mendapatkan tindakan apendektomi. Sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh bagian dari populasi yang didapat dari

rekam medis. Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sama dengan jumlah populasi (total sampling).

4.4. Teknik Pengambilan Data

Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan seluruh rekam

medis pasien penderita apendisitis selama tahun 2009 yang didapat di bagian

rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Pada rekam medis tersebut dilihat

variabel yang akan diteliti yaitu umur,jenis kelamin, suku dan pekerjaan sebagai

karakteristik penderita apendisitis selama tahun 2009, lalu dilakukan pencatatan

atau tabulasi.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan bantuan SPSS (Statistical

(27)

dengan menggunakan tabel distribusi dan melakukan pembahasan sesuai

(28)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi

di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan

Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan

SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas

A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang

memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H.

Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah

pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau

sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal

6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit

pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang terpilih adalah sebanyak 60 orang

penderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik selama tahun 2009. Dari

keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati jenis

kelamin, kelompok umur, suku dan pekerjaan.

Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat karakteristik subjek penelitian

(29)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Sampel Persentase (%)

1-10

kelompok usia 1-10 tahun adalah sebanyak 3 orang (5%), kelompok usia 11-20

tahun adalah sebanyak 15 orang (25%), kelompok usia 21-30 tahun adalah

sebanyak 21 orang (35%), kelompok usia 31-40 tahun adalah sebanyak 6 orang

(10%), kelompok usia di atas 41-50 tahun adalah 7 orang (11,7%), kelompok usia

51-60 tahun adalah sebanyak 6 orang (10%) dan kelompok usia >60 tahun adalah

sebanyak 2 orang (3,3%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki

jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 24 orang (40%) dan perempuan adalah

(30)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Suku

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Batak

suku Batak adalah sebanyak 23 orang (38,3%), suku Jawa adalah sebanyak 21

orang (35%), suku Karo adalah sebanyak 6 orang (10%), suku Melayu adalah

sebanyak 9 orang (15%), suku Minang adalah sebanyak 1 orang (1,7%).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Perkerjaan

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak Berkerja

tidak berkerja adalah sebanyak 1 orang (1,7%), yang pensiunan adalah sebanyak 6

orang (10%), yang berkerja sebagai wiraswasta adalah sebanyak 6 orang (10%),

yang berkerja sebagai petani/nelayan adalah sebanyak 2 orang (3,3%), yang

berkerja sebagai PNS adalah sebanyak 23 orang (38,3%), dan sebagai pelajar

(31)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakterisitik Penderita Apendisitis berdasarkan, Usia, Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan

Berdasarkan karakteristik umur pada tabel 5.1. dapat dilihat bahwa

penderita apendisitis paling banyak ditemukan pada kelompok usia 21-30 tahun

yaitu sebanyak 21 orang (35%) dan yang paling sedikit ditemukan adalah

kelompok usia di atas 60 tahun sebanyak 2 orang (3,3%). Apendisitis bisa terjadi

pada semua kategori umur. Puncaknya terjadi pada awal dekade kedua sampai

awal dekade keempat, yaitu pada umur 20-40 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh pola

makan yang kurang baik pada usia tersebut. Memang hal ini tidak terjadi pada

setiap orang, tapi seperti kita ketahui bahwa usia 20-40 tahun bisa dikategorikan

sebagai usia produktif, dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan

banyak sekali kegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi

makanan yang dikonsumsinya. Kebanyakan orang memakan makanan cepat saji

agar tidak mengganggu waktunya, padahal makanan-makanan cepat saji itu tidak

mengandung serat yang cukup. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang

akan menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhinya

menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks. Pada penelitian yang dilakukan

oleh Emir Jehan di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD dr.Pirngadi Medan

dari November 2000-Juli 2001 didapati 60 penderita apendisitis dengan

perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1 dengan usia rata-rata

pria 26,8 tahun dan wanita 25,3 tahun.

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pada tabel 5.2. dapat dilihat

bahwa penderita apendisitis yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini

adalah penderita apendisistis dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang

(40%) dan pada laki-laki sebanyak 24 orang (40%) dengan perbandingan 2:3.

Menurut Emir Jehan ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan di usia

remaja adalah 3:2. Namun setelah usia >25 tahun perbandingannya menjadi 1:1.

Berdasarkan karakteristik suku pada tabel 5.3 dapat dilihat penderita

apendisitis terbanyak terdapat pada suku Batak dan yang paling sedikit terdapat

pada suku Minang. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi daerah yang

(32)

Berdasarkan perkerjaan pada tabel 5.4. dapat dilihat penderita apendisitis

terbanyak ditemukan pada penderita yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(33)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Karakteristik penderita apendisitis berdasarkan jenis kelamin paling

banyak dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 36 orang (60%). Karakteristik

penderita apendisitis berdasarkan usia paling banyak ditemukan padakelompok

usia 21-30 tahun adalah sebanyak 21 orang (35%). Karakteristik penderita

apendisitis berdasarkan suku paling banyak dijumpai pada suku Batak yaitu

sebanyak 23 orang (38,3%). Hal ini mungkin disebabkan karena tempat

pengambilan sampel yang lebih didominasi oleh suku Batak. Karakteristik

penderita apendisitis berdasarkan pekerjaan paling banyak terdapat pada penderita

apendisitis yang bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 23 orang (38,3%).

6.2. Saran

Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian tersebut, maka dikemukakan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar lebih melengkapi data pada

rekam medis mengenai status penderita di Rumah Sakit.

2. Bagi peneliti di masa yang akan datang agar dapat mengembangkan

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, Defa, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Apendisitis.

Pontianak: Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

Available from:

De jong, Wim, 2004. (diterjemahkan oleh Sjamsuhidajat, R.). Buku Ajar Ilmu

Bedah. Ed.2. Jakarta : EGC.

Dudley, Hugh A.F., 1992. (diterjemahkan oleh Wahab, Samik A., Aswin,

Soedjono). Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Ed.11. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Faisol, Ahmad, 2007. Uji Diagnostik Pencitraan Ultrasonografi Grey Scale

Dibandingkan Dengan Pemeriksaan Apendikogram Pada Penderita Apendisitis Kronis Eksaserbasi Akut, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Available from:

Goldberg, Joel E., Hodin, Richard A., Friedman, Lawrence S., Bonis, Peter A.,

Pories, Susan E., 2009. Appendicitis in Adult. Available from:

© 2009 UpToDate.

Oswari, E., 2000. Bedah dan Perawatannya. Ed.3. Jakarta : FKUI.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2005. (diterjemahkan oleh Bram U. Pendit

[et.al.]). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.6. Jakarta : EGC.

Sastroasmoro, Sudigdo., Ismael, Sofyan., 1995. Dasar-Dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Ed.1. Jakarta : Binarupa Aksara.

Schrock, Theodore R., 1982. (diterjemahkan oleh Med, Adji Dharma, Petrus

(35)

Sherwood, Lauralee, 2001. (diterjemahkan oleh Bram U.). Fisiologi Manusia :

dari sel ke sistem. Ed.2. Jakarta : EGC.

Sukentro, Tony, 2009. Cara Diagnosa Apendiks dengan Apendikogram. Jakarta.

Available from:

Wesson, David E., Shannon, Michael., Singer, Jonathan I., Wiley, James F., 2009.

(36)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ivan C. Pasaribu

Tempar / Tanggal Lahir : Kabanjahe/4 September 1989

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Setia Budi Pasar 2 Gg Tata No.8, Medan

Orang Tua : Ayah : Kompol. Drs. B. Pasaribu

Ibu : Vera Morina br. Ginting

Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Methodist Berastagi (1995 - 2001)

2. SLTP Negeri 1 Berastagi (2001-2004)

3. SMA N 1 Medan ( 2004-2007)

(37)

Rancangan Lembar Penelitian

’’Karakteristik Penderita Apendisitis Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Di RSUP. H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009”

Identitas Pasien

Nama Pasien :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

Jenis Kelamin :

Agama :

Suku :

Keluhan Utama : Riwayat Penyakit

(38)
(39)
(40)
(41)

Jnskel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 24 40.0 40.0 40.0

perempuan 36 60.0 60.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

kelumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5-11 6 10.0 10.0 10.0

12-17 8 13.3 13.3 23.3

18-40 25 41.7 41.7 65.0

40-65 17 28.3 28.3 93.3

>65 4 6.7 6.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak 23 38.3 38.3 38.3

Jawa 21 35.0 35.0 73.3

Karo 6 10.0 10.0 83.3

Melayu 9 15.0 15.0 98.3

Minang 1 1.7 1.7 100.0

(42)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak berkerja 1 1.7 1.7 1.7

pensiunan 6 10.0 10.0 11.7

wiraswasta 6 10.0 10.0 21.7

petani/nelayan 2 3.3 3.3 25.0

pns 23 38.3 38.3 63.3

pelajar 22 36.7 36.7 100.0

Gambar

Gambar 2.2. Posisi anatomi apendiks
Gambar 2.2. Gambaran apendiks normal pada apendikogram
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Perkerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk karakteristik penderita skabies berdasarkan asal daerah, didapati yang berasal dari daerah medan paling banyak kasusnya yaitu 183 kasus (81%), sedangkan yang

Hasil: Pada penelitian ini dijumpai penderita polip nasi pada Januari 2010 sampai Desember 2010 dijumpai sebanyak 43 penderita dan paling banyak ditemukan pada

Menurut hasil penelitian pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 48 kasus pasangan infertilitas yang ditemukan paling banyak pasien berjenis kelamin. perempuan yaitu sebanyak

1) Berdasarkan distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis mengikut sosiodemografi yaitu umur terbanyak pada kelompok umur 16-30 tahun yaitu sebanyak 28 orang (35,0%);

Suatu penelitian telah dilakukan secara deskriptif retrospektif di negara Nigeria pada tahun 2012 menyatakan hasil yang sama bahwa penderita mioma uteri kelompok usia

Usia penderita cenderung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara Barat dan Eropa (berusia > 50 tahun sebanyak 63,9% dan berusia

paling banyak adalah kelompok Endometrioid adenocarcinoma dengan jumlah 44 orang (91,7%) diikuti kelompok Clear cell carcinoma dengan jumlah 2 orang (4,2%) dan yang

Frekuensi tertinggi dari distribusi kasus menurut usia yaitu perempuan sebanyak 28 kasus (58,3%), distribusi karakteristik berdasarkan perempuan dari segi usia paling banyak 11