•
Kerjasama kawasan yang kian penting, terutama masalah yang menyangkut tata ekonomi dunia.
•
Banyak bermunculan blok-blok kekuatan ekonomi baru, salahsatunya adalah ACFTA.
•
Potensi pasar yang sangat besar dengan PDB regional ketiga di dunia setelah Uni Eropa dan NAFTA.
•
Bagaimana proses pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terhadap
negara-negara ASEAN khususnya Indonesia ?
•
Bagaimana kondisi Devisa dari Sektor Pertanian Indonesia sebelum dan sesudah
diberlakukannya ACFTA ?
Pe berlakua
ACFTA berupa pengurangan serta
penghapusan hambatan tarif, penciptaan rezim investasi
yang kompetitif serta peningkatan kerjasama ekonomi
telah mempengaruhi pendapatan devisa Indonesia dari
sektor pertanian, hal ini terlihat dari meningkatnya
ekspor komoditas pertanian Indonesia terhadap Cina
pada
tahun
2010
dibandingkan
dengan
tahun
Hubungan Iternasional
Politik Internasional
Kerjasama Internasonal
•
Interdependensi
•
Regionalisme
•
Perjanjian Internasional
Ekonomi-Politik Internasional
•
Perdagangan Internasional
•
Perdagangan Bebas
•
Ekspor dan Impor
•
Mekanisme ACFTA
ACFTA
(ASEAN-China Free Trade
Area)
•
Kontribusi Ekonomi Sektor
Pertanian Indonesia
Sektor Pertanian
Subektor pertanian :
1. Tanaman Pangan
2. Hortikultura
3. Perkebunan
4. Peternakan
Subsektor Perkebunan memberikan
kontribusi terbesar dalam ekspor
komoditas pertanian
(
Tabel 4.1, Hlm. 90
)
0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000
2008
2009
2010
0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000
2008
2009
2010
Munisterial Understanding on ASEAN Cooperation in Food,
Agriculture and Forestry
1. Re-Focusing
2. Non-Tariff Barrier
3. Teknologi budidaya & Penghapusan ekonomi biaya tinggi
4. Keunggulan kompetitif produk pertanian.
dampak yang cukup signifikan bagi perolehan devisa Indonesia dari sektor
pertanian. Hal tersebut diindikasikan dari adanya kecenderungan
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia
Rista Gema Maratama
44306025
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
BANDUNG
ii
dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2012.
Hubungan perdagangan antara ASEAN dan Cina sebenarnya telah terjadi cukup lama, berangkat dari hubungan tersebut maka pada tahun 2001 digelar ASEAN-China Summit di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan kelima antara ASEAN dengan Cina ini menyetujui usulan Cina untuk membentuk ACFTA dalam waktu 10 tahun. Lima bidang kunci yang disepakati untuk dilakukan kerjasama adalah pertanian, telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, investasi antar-negara dan pembangunan di sekitar area sungai Mekong. Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal terbentuknya ACFTA, dalam penelitian ini difokuskan terhadap bagaimana pengaruhnya pemberlakuan ACFTA terhadap devisa Indonesia yang dihasilkan dari sektor pertanian.
Dari bahasan tersebut dapat ditarik dua variabel, yaitu ACFTA sebagai variabel bebas dan devisa Indonesia dari sektor pertanian sebagai variabel terikat. Metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis dan studi kepustakaan. Sedangkan pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Teori Ekonomi-Politik Internasional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Pemberlakuan ACFTA berupa penghapusan hambatan tarif telah berdampak terhadap pendapatan devisa Indonesia dari sektor pertanian, hal ini terlihat dari meningkatnya
nilai surplus komoditas pertanian Indonesia terhadap Cina”.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dengan pemberlakuan ACFTA terhadap negara-negara ASEAN khususnya Indonesia telah cukup efektif dalam memberikan kontribusi yang positif bagi laju pertumbuhan perdagangan komoditas pertanian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusinya dalam peningkatan nilai surplus dan ekspor dari sektor pertanian Indonesia pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada masa sebelum efektif berlakunya ACFTA terhadap Indonesia.
iii
Relations, Faculty of Social and Political Sciences, University Computer Indonesia, Bandung 2012.
Trade relations between ASEAN and China was actually happened a long time before, departing from the relationship, ASEAN-China Summit held in 2001 was held at Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. The fifth meeting between ASEAN and China approved the proposal of China for ACFTA formed within 10 years. There is five key areas of cooperation was agreed, which is agriculture, telecommunications, human resource development, inter-state investment and development in the surrounding area of the Mekong river. This is exactly what became the basic for the establishment of ACFTA, in this research focused on how they affect the implementation of ACFTA on Indonesia's foreign exchange generated from the agricultural sector.
Can be drawn from the discussion of two variables, namely the implementation of ACFTA as independent variables and Indonesia's foreign exchange from agricultural sector as the dependent variable. Methods and research techniques used in this study was descriptive-analytical methods and literature study. While the theoretical approaches used in this study is International Political Economy Theory. The hypothesis in this study is, "The ACFTA implementation in elimination of tariff barriers have an affecting Indonesia's Foreign Exchange earnings from Agricultural Sector, it is seen from the increasing the surplus value on Agricultural commodities from Indonesia to China".
Based on the results of this research, it can be concluded that with the implementation of ACFTA on the ASEAN countries, especially Indonesia has been quite effective in providing a positive contribution to growth rate of trade in agricultural commodities Indonesia. This is evident from its contribution in increasing the surplus and the export value of Indonesian agricultural sector in 2010 when compared with previous years, namely the period before the effective enactment of ACFTA for Indonesia.
iv
kepada Allah SWT atas ridho, berkat serta anugerah yang telah diberikannya.
Sehingga penulis dapat senantiasa memperoleh semangat, kekuatan dan
kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini, dengan judul, “Pengaruh
pemberlakuan ACFTA terhadap Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian”.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa, dalam skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pembahasan. Oleh
karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima segala saran dan
kritik yang bersifat membangun.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari
berbagai pihak, baik dari segi spiritual, moral dan material. Oleh karena itu,
dengan segenap hati dan dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA, selaku dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Komputer Indonesia
(UNIKOM).
2. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu
Hubungan Internasional. Terimakasih untuk segala ilmu dan didikan yang
bapak berikan untuk kami. Bapak adalah pengajar, orang tua dan teman
v penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si, Bapak Budi
Mulyana, S.IP., M.Si, Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si dan Ibu Sylvia
Octa Putri, S.IP, selaku dosen-dosen tetap Prodi Ilmu Hubungan
Internasional UNIKOM. Terima Kasih atas segala bimbingan dan
ilmu-ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa-masa kuliah.
5. Dwi Endah Susanti, S.E (teh Uwi), selaku Sekretariat Prodi Ilmu
Hubungan Internasional UNIKOM. Terima kasih atas kerjasama serta
berbagai bantuan dalam hal administrasi pada penulis.
6. Boetje Rislan Denny (Alm.) dan Tati Suryatini selaku orang tua penulis.
Terima kasih atas segala arahan, nasehat, bimbingan, kasih sayang,
perhatian serta doanya, kalian berdua adalah pahlawan bagi penulis.
7. Ruchyat Deni dan Dian Mardianti selaku om dan tante dari penulis.
Terima kasih banyak yang sebesar-besarnya untuk om dan tante yang telah
memberikan bantuan yang besar kepada penulis baik secara materil dan
non-materil, semoga om dan tante sehat selalu. Jangan lupa yah
oleh-olehnya kalau om dan tante lagi ke Eropa.
8. Trisakti Aria Yudisthira, Dwi Damayanti, Abimanyu Catur Rhamadika,
Anissa Septira, Benny Angga Saputra dan Bima Cipta Panca, selaku para
vi
proyek kita yang sempat tertunda. Untuk Benny, jangan lupa yah, jadwal
kita maen Heroes of Newerth itu ga bisa diganggu gugat, just for fun mate
!.
9. Untuk seluruh teman-teman HI angkatan 2006, baik yang sudah lulus
duluan atau yang masih dalam penyusunan skripsi, yang belum mulai
menyusun skripsi dan yang tidak menyelesaikan kuliahnya. Terima kasih
banyak, kalian semua adalah teman-teman yang sangat baik dan berharga
bagi penulis.
10.Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran pengerjaan dan
penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas semuanya dengan yang lebih baik dan sempurna.
Semoga skripsi ini menjadi sesuatu yang memiliki manfaat dan kegunaan bagi
seluruh pihak yang membutuhkan dan memerlukannya.
Bandung, 2012
vii ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ………... ………... ………... ………... ………... ………... ii iii iv vii xi xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2Identifikasi Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Perumusan Masalah
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
1.5.2 Kegunaan Penelitian
1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional
1.6.1 Kerangka Pemikiran
1.6.2 Hipotesis
1.6.3 Definisi Operasional
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
1.7.1 Metode Penelitian
1.7.2 Teknik Penelitian
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.8.1 Lokasi Penelitian
1.8.2 Waktu Penelitian
1.9 Sistematika Penulisan
viii 2.4 Regionalisme
2.4.1 Definisi dan klasifikasi Regional atau
Kawasan
2.4.2 Karatkteristik Regionalisme
2.4.3 Bentuk-bentuk Regionalisme
2.5 Perjanjian Internasional
2.5.1 Mulai Berlakunya Perjanjian
Internasional
2.5.2 Berakhirnya Suatu Perjanjian
Internasional
2.6 Ekonomi-Politik Internasional
2.7 Perdagangan Bebas
2.8 Ekspor dan Impor
2.9 Devisa
2.10 Sektor Pertanian
……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 34 34 34 36 37 38 40 41 44 44 46 47
BAB III OBJEK PENELITIAN
3.1 ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) 3.1.1 Latar belakang dibentuknya ACFTA 3.1.2 Landasan hukum ACFTA
3.1.3 Peraturan nasional terkait dengan
ACFTA
3.1.4 Tahap Pemberlakuan ACFTA terhadap
Negara Anggota
3.1.5 Tujuan dibentuknya ACFTA
3.1.6 Peluang Indonesia dalam ACFTA
3.1.7 Manfaat ACFTA bagi Indonesia
ix 3.1.10 Ketentuan Asal Barang dalam
ACFTA
3.1.11 Penyelesaian Sengketa
3.1.12 Persetujuan Perdagangan Jasa
3.1.13 Persetujuan Investasi
3.1.14 Kerjasama Ekonomi
3.2 Gambaran Umum Pertanian Indonesia 3.2.1 Kontribusi Ekonomi dari Sektor
Pertanian
3.2.2 Peranan Sektor Pertanian dalam
menciptakan 3F (Food, Feed & Fuel)
3.2.3 Pertanian sebagai Sektor Kunci
Perekonomian Indonesia
3.2.4 Mutu dan Standarisasi
3.2.5 Kontribusi Sektor Pertanian dalam
pembentukan Devisa negara
3.2.6 Peningkatan Nilai Tambah, Daya
Saing dan Ekspor di Sektor Pertanian
3.2.7 Potensi dan Permasalahan Pertanian
Indonesia
3.2.7.1 Potensi
3.2.7.2 Permasalahan
3.3 Perkembangan Neraca Perdagangan antara
ASEAN dengan Cina
……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 57 57 58 59 60 60 62 64 65 68 71 72 74 74 75 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemberlakuan Penghapusan Hambatan Tarif
x Indonesia-Cina sebelum efektif
diberlakukannya ACFTA
4.2.2 Kondisi Neraca Perdagangan
Indonesia-Cina setelah efektif
diberlakukannya ACFTA
4.3 Prospek ACFTA terhadap Sektor Pertanian
Indonesia
4.4 Kendala yang dihadapi dari pemberlakuan
ACFTA di Indonesia
4.5 Langkah yang dilakukan Indonesia dalam
menghadapi ACFTA
4.6 Tantangan Sektor Pertanian Indonesia
4.7 Analisis pemberlakuan ACFTA terhadap
Neraca Perdagangan Sektor Pertanian
Indonesia ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 88 89 91 93 95 98 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.2. Saran ……… ……… 103 107 DAFTAR PUSTAKA
1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Hubungan Internasional adalah suatu hubungan yang melewati batas suatu
negara mencakup bidang yang multidimensi serta bersifat interdisipliner.
Perkembangan hubungan internasional saat ini telah mengalami banyak
perubahan, terutama pasca perang dingin yang merubah dan memunculkan corak
baru dalam dinamika hubungan internasional. Dinamika hubungan internasional
saat ini telah menunjukkan berbagai kecenderungan baru yang yang secara
substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya.
Globalisasi dinilai merupakan suatu hal yang menjanjikan karena
globalisasi berkaitan dengan masalah transfer teknologi, pemindahan ideologi
terutama dari negara maju ke negara dunia ketiga. Lima ciri pokok globalisasi
yakni pertumbuhan pesat dalam transaksi keuangan internasional, pertumbuhan
pesat dalam bidang perdagangan, khususnya perusahaan-perusahaan
multinasional, gejolak investasi asing, teknologi komunikasi dan informasi serta
transportasi yang semakin canggih dan munculnya pasar global.
Keterkaitan globalisasi dengan ekonomi juga tidak dapat dipungkiri. Isu
ekonomi dalam dunia internasional mulai muncul setelah era pasca perang dingin
yang ditunjukkan dengan munculnya pemikiran bahwa mekanisme pasar
merupakan instrumen yang efisien dalam melakukan hubungan dan aktifitas
Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting dalam
meningkatkan kemajuan ekonomi negara-negara di dunia. Menurut sejumlah ahli
jika perekonomian dunia ingin makmur dalam suasana yang berubah seperti
sekarang perdagangan harus memainkan peranan vital.
Kegiatan perdagangan mampu menggantikan ekspansi wilayah dan perang
militer sebagai kunci pokok menuju kesejahteraan dan pencapaian kekuasaan
internasional. Manfaat perdagangan dan kerjasama internasional dewasa ini jauh
melampaui manfaat persaingan militer dan perluasan wilayah.
Dengan berkembangnya hubungan internasional pasca perang dingin telah
memunculkan isu-isu yang baru, salah satunya adalah mengemukanya hubungan
yang bersifat “Low Politics”. Pasca Perang dingin yang ditandai dengan
berakhirnya persaingan Ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, telah
mempengaruhi isu-isu Hubungan Internasional yang sebelumnya lebih fokus pada
isu-isu High Politics (isu poltik dan keamanan) kepada isu-isu Low Politics (misalnya, Hak asasi manusia, ekonomi, lingkungan hidup, terorisme) yang
dianggap sudah sama penting dengan isu High Politics (Perwita dan Yani, 2005 : 5).
Perubahan ini mempengaruhi hubungan antar bangsa. Jika pada masa
perang dingin isu-isu ideologis dan militer sangat dominan, maka pada era pasca
perang dingin tema-tema seperti yang demikian semakin menyurut. Sebagai
gantinya maka muncul isu-isu seperti HAM (Hak Asasi Manusia),
politik-ekonomi dan demokratisasi sebagai indikator yang menentukan hubungan
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua arus
yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya, yang saat
ini sedang menghadang dunia. Dan kedua arus tersebut akan semakin kuat pada
masa yang akan datang, seiring dengan kemajuan teknologi serta peningkatan
pendapatan perkapita dan pertambahan jumlah penduduk dunia. Secara sederhana
globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana semakin banyak
negara di dunia yang terlibat langsung dengan kegiatan ekonomi dunia atau
produksi dunia.
Munculnya dua arus ini mengubah tatanan perekonomian dan perdagangan
dunia yang akan berpengaruh sangat kuat terhadap setiap negara, terutama yang
menerapkan kebijakan perdagangan bebas atau ekonomi terbuka. Integrasi
perdagangan antar negara meningkat pesat terutama pada tahun 1970-an, pada
saat itu banyak negara mulai menerapkan sistem ekonomi terbuka yang di sebut
era keterbukaan global. Akan tetapi, tidak semua negara mengalami laju
pertumbuhan perdagangan internasional yang sama.
Ada negara yang mengalami pertumbuhan perdagangan luar negeri yang
pesat, tetapi banyak negara yang tidak dapat memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang muncul dari pertumbuhan perdagangania dunia. Dalam
perkembangan ekonomi internasional, perdagangan merupakan faktor yang sangat
penting dalam meningkatkan 2 kemajuan ekonomi negara-negara di dunia. Jika
suatu negara ingin makmur maka perdagangan dunia merupakan salah satu cara
sangat penting dalam menjaga hubungan kerjasama antar negara maju dengan
negara berkembang terutama di bidang ekonomi.
Di era perdagangan bebas hampir semua negara berusaha untuk
meningkatkan kapabilitas negaranya dengan cara meningkatkan pertumbuhan
ekonomi negaranya. Salah satu cara yang di tempuh oleh negara tersebut adalah
dengan melakukan aktivitas perdagangan internasional dimana terjadi ekspor dan
impor barang keluar batas negara yang didasarkan pada prinsip perdagangan
bebas. Negara-negara yang terlibat dalam proses perdagangan ini sering
mengalami hambatan yang dapat ketika negara tersebut harus berhadapan dengan
hukum suatu negara yang tidak sesuai dengan aturan hukum dagang di negara lain
(Arifin, 2007:130).
Pergeseran paradigma yang terjadi di dalam hubungan internasional
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola hubungan suatu aktor dengan
aktor lainnya. Dalam hal ini, yaitu dengan mengemukanya konsep regionalisme,
dimana konsep ini menjadi sebuah konsep yang penting dalam hubungan antar
aktor. Kerjasama kawasan saat ini menjadi kian penting, karena masalah-masalah
menyangkut tata ekonomi dunia, hutang luar negeri, pertumbuhan ekonomi, arus
modal, perdagangan menjadi sangat penting dalam mengatur pola hubungan antar
aktor. Sehingga mendorong dunia berkembang dan dunia maju untuk melakukan
kerjasama demi mempertahankan eksistensinya masing-masing. Sehingga tidak
heran jika hingga saat ini banyak bermunculan blok-blok kekuatan ekonomi baru.
Banyak negara-negara saat ini yang sedang berusaha untuk mengurangi
melakukan pengintegrasian ekonomi regional. Hasil dari usaha untuk menciptakan
wilayah integrasi ekonomi tersebut adalah dimana negara-negara peserta dari
integrasi tersebut dapat melakukan perdagangan internasional terhadap sesama
negara anggota yang lain tanpa dikenakan biaya tanpa dikenakan biaya tambahan
atau hambatan tarif. Hal ini telah diterapkan oleh sejumlah blok perdagangan
seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pasifik Economic Coorporation (APEC), Europe Free Trade Area (EFTA), dan North America Free Trade Area (NAFTA).
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah bentuk kerjasama
di bidang ekonomi antar negara Cina dengan negara-negara anggota ASEAN,
khususnya dalam hal ini adalah kerjasamanya dengan Indonesia. ACFTA
mencakup 1,9 Milyar konsumen, dengan PDB regional ketiga di dunia setelah Uni
Eropa dan NAFTA, merupakan formalisasi dari proses integrasi perekonomian
kawasan yang sudah berjalan dimana Cina adalah mitra penting bagi ASEAN dan
begitu pula sebaliknya. Bagi Indonesia, Cina dan ASEAN berpotensi untuk
menyerap 30% pasar ekspor dan pemasok 48% dari kebutuhan impor
(http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/03/12/bagaimana-mekanisme-acfta-2010/ -
Diakses pada 12 April 2010).
Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh
kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001. Hal ini diikuti dengan penandatanganan naskah Kerangka
Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic
November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA
dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi
Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (http://www.aseansec.org/16646.htm -
Diakses pada 12 Mei 2010).
Pada November 2004, peserta China-ASEAN Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in
Goods) yang berlaku pada 1 Januari 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN 5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan Cina sepakat
untuk menghilangkan hambatan tarif 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk
negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan ditunda hingga tahun 2015
(http://www.aseansec.org/16646.htm - Diakses pada 12 Mei 2010).
Dalam perjanjian ACFTA, terdapat kerjasama di bidang ekonomi,
beberapa diantaranya adalah dalam sektor pertanian, teknologi informasi dan
komunikasi, pengembangan sumber daya manusia, investasi dan pembangunan
sungai Mekong. Dalam hal ini, sektor pertanian menjadi perhatian karena selain
merupakan salah satu sektor unggulan yang dimiliki oleh Indonesia juga
merupakan sektor yang telah memberikan cukup banyak kontribusi bagi
Indonesia.
Tercatat dalam data ekspor non-migas Indonesia terhadap Cina telah
cukup banyak mengalami peningkatan, yaitu tercatat pada bulan Januari-Agustus
tahun 2009 ekspor non-migas Indonesia mencapai nilai 5.2 milyar USD,
(http://www.depdag.go.id/statistik_neraca_perdagangan_dengan_negara_mitra_da
gang/ - Diakses pada 12 November 2010).
Memasuki bulan September tahun 2010, ekspor non-migas Indonesia
meningkat tajam. Seiring dengan meningkatnya ekspor non-migas, selama
semester I tahun 2010 ekspor pertanian Indonesia juga meningkat cukup tinggi
dibanding ekspor pada periode tahun sebelumnya. Berita resmi BPS pada
September tahun 2010 melaporkan bahwa ekspor Indonesia pada semester I
meningkat sekitar 42,26% dibanding periode yang sama pada tahun 2009. Prestasi
ini berasal dari kenaikan ekspor migas sebesar 73,66% dan ekspor nonmigas
sebesar 36,94%. Eskpor nonmigas selama periode Januari-Juli mencapai nilai 69
milyar USD atau sekitar 82.30% dari nilai total ekspor pada periode yang sama
yang mencapai 85 milyar USD. Nilai ekspor pertanian primer selama enam bulan
pertama tahun 2010 mencapai nilai 2,75 milyar dolar atau meningkat 17,55%
(http://bps.go.id/ - Diakses pada 23 November 2010).
Sementara nilai ekspor komoditas berbasis pertanian mencapai 11,8 milyar
USD atau naik 45,60% dibanding capaian pada periode yang sama tahun 2009.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas berasal dari karet dan barang-barang dari
karet serta komoditas lemak minyak nabati dan hewan. Ekspor lemak dan minyak
pada bulan semester I 2010 meningkat 19,32% dibanding capaian tahun
sebelumnya. Ekspor karet dan barang dari karet melonjak 103,89% atau berlipat
dua kali lebih dari capaian tahun sebelumnya (http://bataviase.co.id/node/392716 -
ACFTA dinilai oleh beberapa kalangan sebagai sebuah ancaman bagi
Indonesia, namun lainnya mengatakan bahwa dengan adanya ACFTA merupakan
peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan daya saing produknya di dunia
internasional terutama dalam sektor pertanian. Beberapa produk-produk pertanian
Cina memang sudah masuk ke Indonesia, seperti jenis buah-buahan dan sayuran
dimana jika dilihat dari segi kualitas memang cukup baik serta harga yang lebih
terjangkau. Namun Indonesia dalam hal ini masih mempunyai keunggulan secara
kualitas yang cukup baik dengan Cina terutama dalam produk-produk seperti,
kakao atau coklat, kelapa sawit, kopi, teh, karet dan lainnya.
Disamping itu hal ini didukung oleh program Kementrian Pertanian
Republik Indonesia 2010-2014, dimana disebutkan dalam salah satu poinnya
adalah dengan menargetkan peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor,
peningkatan kesejahteraan petani, neraca perdagangan serta investasi pertanian
yang merupakan sebagian program yang menjadi perhatian bagi Kementrian
Pertanian (http://www.deptan.go.id/ - Diakses 09 April 2010).
Berdasarkan paparan fenomena diatas, maka timbul ketertarikan penulis
untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh diberlakukannya ACFTA sebagai
sebuah kerjasama perdagangan antara ASEAN-Cina dan pengaruhnya terhadap
devisa Indonesia dari sektor pertanian. Beberapa alasan mengapa penulis
mengambil topik ini, yaitu :
1. Topik ini sangat relevan dengan disiplin ilmu Hubungan Internasional,
2. Topik ini menimbulkan rasa ingin tahu peneliti tentang dampak
diberlakukannya ACFTA terhadap devisa Indonesia dari sektor
pertanian serta bagaimana prospek pertanian Indonesia untuk
kedepannya.
Berdasarkan pernyataan dan fakta yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian yang akan dituangkan
dalam laporan penelitian dengan judul :
Dampak Penghapusan Hambatan Tarif ASEAN-China Free Trade
Area (ACFTA) terhadap Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian
Penelitian ini didukung oleh beberapa mata kuliah pokok yang dipelajari di
Prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Komputer Indonesia, yaitu :
1. Pengantar Ilmu Ekonomi. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah dasar
dalam mempelajari ilmu Ekonomi secara teori maupun applikasinya.
Teori-teori ini dapat dijadikan sebagai landasan teoritis dalam penelitian
ini.
2. Ekonomi Politik Internasional dan Bisnis Internasional. Kedua mata
kuliah ini secara umum mengkaji tentang hubungan atau interaksi antar
aktor dalam hubungan internasional berdasarkan perspektif ekonomi.
Teori-teori dari mata kuliah ini dapat dijadikan sebagai landasan teoritis
3. Organisasi dan Administrasi Internasional, yang membahas mengenai
peran suatu aktor non-negara dalam hubungan internasional dalam
menciptakan interaksi global.
4. Hubungan Internasional Kawasan. Mata kuliah ini merupakan mata
kuliah yang khusus mengkaji tentang kawasan (Region) serta pola
interaksi diantara para aktor dalam hubungan internasional yang terjadi
di dalamnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Dengan melihat pada pernyataan sebelumnya maka permasalahan yang
dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pemberlakuan penghapusan hambatan tarif ACFTA
(ASEAN-China Free Trade Area) terhadap negara-negara ASEAN,
khususnya Indonesia ?
2. Bagaimana kondisi Neraca Perdagangan (Trade Balance) sektor
pertanian Indonesia terhadap Cina pada sebelum dan sesudah
diberlakukannya ACFTA ?
3. Seberapa besar kontribusi yang diberikan dari pemberlakuan ACFTA
1.3 Pembatasan Masalah
Dikarenakan luasnya permasalahan yang akan diteliti, maka berdasarkan
yang telah di uraikan sebelumnya penelitian ini akan dibatasi pada kajian terhadap
pengaruh diberlakukannya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terhadap
devisa Indonesia dari sektor pertanian.
Dalam hal ini akan dibatasi pada pembahasan mengenai perkembangan
perdagangan dari sektor pertanian Indonesia terhadap Cina baik sebelum dan
sesudah diberlakukannya ACFTA, upaya atau langkah yang dilakukan oleh
Indonesia dalam meningkatkan daya saing pertanian Indonesia serta dampaknya
terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari hasil uraian identifikasi dan pembatasan masalah, maka
penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
Bagaimana kontribusi dari pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free
Trade Area) yang berupa penghapusan hambatan tarif perdagangan
bagi komoditas pertanian terhadap devisa Indonesia dari sektor
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan meneliti proses pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China
Free Trade Area) terhadap negara-negara ASEAN khususnya Indonesia.
2. Mengetahui dan meneliti kebijakan dan upaya apa saja yang dilakukan
oleh pemerintah dan khususnya Kementrian Pertanian Indonesia dalam
meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia di dalam ruang
lingkup ACFTA.
3. Mengetahui dan meneliti kontribusi apa yang diberikan ACFTA
terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian.
1.5.2 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan
teori-teori dalam ilmu hubungan internasional serta dapat memberikan
wawasan bagi para peneliti dan para akademisi ilmu hubungan
internasional.
2. Sebagai sumbangan ilmiah terhadap perkembangan ilmu hubungan
internasional dan menambah wawasan mengenai ekonomi internasional
dan perdagangan bebas.
3. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
sifatnya ilmiah sekaligus sebagai syarat bagi peneliti dalam
menyelesaikan studi ilmu Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Komputer Indonesia.
1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional
1.6.1 Kerangka Pemikiran
Dewasa ini hubungan internasional telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Pada dasarnya hubungan internasional mengacu pada seluruh bentuk
interaksi hubungan antar negara. Hubungan yang terjadi di negara-negara tersebut
dapat berupa hubungan kerjasama atau merupakan hubungan konflik atau
persaingan. Sama halnya dengan individu bahwa negara juga membutuhkan suatu
hubungan, karena tidak dapat hidup sendiri dan tentunya mempunyai kelemahan
atau kekurangan sehingga perlunya hubungan dengan negara lain yang mungkin
dari sanalah upaya sebuah negara dalam memenuhi kebutuhan nasionalnya serta
dapat tercapainya suatu kepentingan bersama.
Tujuan utama studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku
internasional, yaitu pelaku para aktor, baik itu negara maupun non-negara dalam
arena interaksi internasional. Dalam pemahaman bahwa setiap negara tidak dapat
memenuhi kebutuhan nasionalnya sendiri tetapi melibatkan negara-negara yang
lainnya sehingga membentuk interaksi internasional. Dalam hubungan
internasional, interaksi yang terjadi antar aktor dapat dikenali karena intensitas
umum bentuk reaksi dari suatu negara terhadap negara lain dapat berupa
akomodasi (accommodate), mengabaikan (ignore), berpura-pura seolah-olah
informasi atau pesan dari negara lain belum diterima (pretend), mengulur-ulur
waktu (procastinate), menawar (bargain) dan menolak (resist) aksi dari negara
lain (Perwita & Yani, 2005: 42).
Tentunya dalam setiap interaksi antar negara yang terjadi, bahwa setiap
negara akan memperjuangkan kepentingan-kepentingannya terhadap negara
lainnya. Interaksi tersebut kemudian akan mempertemukan berbagai bentuk
politik luar negeri dari masing-masing negara yang terlibat di dalamnya.
Pertemuan dari politik luar negeri berbagai negara ini disebut politik internasional.
Politik Internasional merupakan salah satu kajian pokok dalam Hubungan
Internasional. Politik Internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi
dalam Hubungan Internasional. Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya
pihak yang melakukan hubungan antara lain dibedakan menjadi hubungan
bilateral, trilateral, regional dan multilateral. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya bahwa suatu hubungan atau interaksi dapat berupa hubungan
kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama internasional.
Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat
internasional yang saling bergantung satu sama lain serta suatu usaha dari
masing-masing masyarakat internasional untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan
yang sama. Dalam melakukan kerjasama tersebut diperlukan suatu wadah yang
adalah ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang
terlibat.
Salah satu konsep utama yang dapat dipakai untuk menggambarkan sifat
sistem internasional saat ini adalah konsep interdependensi. Konsep ini
menyatakan bahwa negara bukan aktor independen secara keseluruhan, malah
negara saling bergantung satu sama lainnya. Tidak ada satu negara pun yang
secara keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya.
Menurut Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani dalam
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa :
“Interdependensi itu sebenarnya merupakan turunan dari perspektif
liberalisme yang terdapat dalam studi Hubungan Internasional. Liberalisme Interdependensi memiliki asumsi bahwa modernisasi akan menigkatkan tingkat interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting, kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdependensi kompleks akan menciptakan dunia hubungan
internasional yang jauh akan lebih kooperatif” (2005: 78).
Saling ketergantungan (interdependensi) dapat terjadi dalam berbagai isu,
seperti ekonomi, politik dan sosial. Dalam mengamati fenomena interdependensi,
terdapat beberapa sektor ekonomi dan politik dalam hubungan interdependensi
antar negara, salah satunya yaitu sektor perdagangan. Sektor perdagangan
merupakan sektor penting dalam memahami ketergantungan ekonomi. Hubungan
ekonomi melalui perdagangan dapat berubah dan perubahan tersebut dapat
mempengaruhi interdependensi.
Transaksi perdagangan memiliki implikasi besar terhadap interdependensi
dibandingkan transaksi internasional yang melibatkan pertukaran informasi antar
jasa yang tidak dapat diproduksi oleh mereka sendiri. Interdependensi ini
semacam ini akan sangat merugikan apabila diputuskan hubungannya. Berangkat
dari hal tersebut maka konsep ini berelasi dengan konsep hubungan dalam sebuah
kawasan (2005 : 78).
Regionalisme merupakan salah satu konsep dalam ilmu hubungan
internasional dimana hal ini berkaitan erat dengan fenomena globalisasi yang di
satu sisi menjadikan dunia lebih kecil dan memungkinkan terjadinya penyatuan
wilayah baik dalam arti geografi, ekonomi, politik dan budaya.
Beberapa teori yang mengklasifikasikan suatu kawasan, Pertama,
negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan memiliki kedekatan geografis.
Kedua, memiliki kemiripan sosiokultural. Ketiga, terdapatnya kemiripan dan
sikap dan tindakan politik. Keempat, kesamaan keanggotaan dalam organisasi
internasional. Dan kelima, adanya ketergantungan ekonomi yang diukur dari
perdagangan luar negeri.
Menurut Louis Cantori dan Steven Spiegel kawasan adalah adanya
hubungan atau interaksi antara dua negara atau lebih dan memiliki kedekatan
geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial dan sejarah. (2005:
104).
Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk
mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya
konsep ini. Dengan membentuk organisasi regional dan atau menjadi anggota
organisasi regional, maka negara-negara tersebut telah menggalang bentuk
Bentuk tertinggi dari kerjasama semacam ini adalah integrasi ekonomi.
Bentuk integrasi ini terbagi dalam dua tingkat. Tingkat pertama disebut dengan
“integrasi dangkal” (shallow integration) yang hanya mengacu kepada upaya
regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala-kendala perdagangan.
Tingkat kedua yaitu “integrasi dalam” (deep integration) yang bertujuan untuk
mencapai kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (full economic and
monetary union). (2005 : 108).
Perdagangan bebas juga dapat dikatakan sebagai produk dari perjanjian
internasional (International Agreement). Perjanjian internasional adalah
sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak
yang berupa negara atau organisasi internasional. Pembuatan Perjanjian
Internasional dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu Perundingan (negotiation),
Penandatanganan (signature) dan Pengesahan (ratification).
Perjanjian internasional dapat muncul dari adanya kerjasama internasional,
hal ini terbagi ke dalam Treaty Contract dan Law Making Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang
mengadakan perjanjian itu, seperti perjanjian dwi kewarganegaraan, perbatasan,
perdagangan dan pemberantasan penyelundupan. Sedangkan Law Making Treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional, seperti Konvensi Jenewa tentang Perlindungan
Secara umum ekonomi-politik internasional merupakan studi yang
mempelajari saling keterhubungan antara ekonomi internasional dengan politik
internasional yang muncul akibat berkembangnya masalah-masalah yang terjadi
dalam sistem internasional.
Ekonomi-politik internasional dapat juga diartikan sebagai interaksi global
anatara politik dan ekonomi. Ekonomi-politik internasional menurut Robert
Gilpin adalah :
“Bahwa konsep ekonomi-politik merupakan sebuah dinamika interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi), dimana dalam hal ini adalah terdapatnya hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi. Negara dan pasar saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan dan kekayaan dalam hubungan
internasional” (2005: 76).
Free Trade atau perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak
adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam
perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada
di negara yang berbeda yang merupakan salah satu bentuk perwujudan dari
kerjasama internasional. Dimana para aktor yang terlibat pada umumnya adalah
negara yang mempunyai kepentingan bersama, dalam hal ini adalah ekonomi.
Saat ini faktor ekonomi menjadi faktor yang sangat penting dan dapat menentukan
proses politik dan sebaliknya. Hubungan faktor ekonomi dan politik serta antara
negara dengan pasar saling bergantung antara keduanya ini tidak dapat
dipisahkan.
Pasar bebas (free market) merupakan sejarah panjang dari politik
Perdagangan bebas (free trade), yang tidak lain merupakan hal yang bertolak
bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau
modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan. Aset ekonomi atau modal
negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga,
terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh Negara.
Dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor
dan mencegah impor sebisa mungkin, sehingga neraca perdagangan dengan
negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan
suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan proteksi terhadap
perekonomiannya dengan mendorong ekspor dan mengurangi import (biasanya
dengan pemberlakuan tarif dan pajak yang besar). Kebijakan ekonomi yang
bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi
merkantilisme.
Namun dalam perkembangannya, politik merkantilisme ini dianggap
menjadi suatu skema sistem ekonomi yang tidak efektif. Hal tersebut disebabkan
oleh campur tangan negara yang dianggap terlalu besar, sehingga membuat sistem
perdagangan mengalami stagnasi. Salah satu kritikus terhadap politik
merkantilisme ini adalah Adam Smith. Smith mengatakan bahwa :
“Bahwa hukum pasar tidak boleh dikekang, oleh karena itu, pasar harus dibuka seluas-luasnya dengan meminggirkan peran negara,
yang cenderung membatasi individu (private)”. (Skousen, 2005 : 20-21).
Smith percaya bahwa kompetisi dalam pasar bebas akan bertujuan
menguntungkan masyarakat seluruhnya dengan memaksa harga tetap rendah,
dimana tetap membangun dalam insentif untuk bermacam barang dan jasa. Smith
industri. Negara bagi Smith terlalu jauh melakukan intervensi dalam proses
ekonomi, salah satunya dalam hal penentuan tarif. Intervensi tarif ini dianggap
membuat inefisiensi dan harga tinggi pada jangka panjang. Teori ini kemudian
dikenal dengan “laissez-faire”, yang berarti “biarkan mereka lakukan”, tanpa
pembatasan serta intervensi dari Negara.
Pemerintah telah membangun kesepakatan internasional dengan Cina
terkait dengan area perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina
atau yang kita sering sebut dengan ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA). Perjanjian dan kesepakatan internasional terkait perdagangan bebas,
kini gencar dilakukan oleh Pemerintah. Indonesia sendiri telah menyepakati area
perdagangan bebas, diantaranya ; ASEAN Free Trade Agreement (AFTA),
Indonesia - Jepang EPA, ASEAN – China FTA, ASEAN – Korea FTA.
Sedangkan yang masih dalam tahap perundingan adalah ASEAN – India FTA,
ASEAN – EU FTA, ASEAN – Australia – New Zealand FTA. Sementara zona
perdagangan bebas antara Indonesia – AS FTA dan Indonesia – EFTA (Swis,
Leichestein, Norwegia dan Eslandia), masih dalam proses Pra-negosiasi dan Joint
Study Group. Dan salah satu yang menyita banyak perhatian hari ini adalah
kesepakan zona perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN (termasuk
Indonesia) dengan Cina.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi alasan utama mengapa kesepakatan
ACFTA ini diambil, yakni Pertama, penurunan dan penghapusan tarif serta
hambatan non-tarif di Cina membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan
tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kedua, penciptaan rezim
investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk
menarik lebih banyak investasi dari Cina. Dan Ketiga, peningkatan kerjasama
ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan
peningkatan Capacity Building, Technology Transfer dan Managerial Capability.
Berbicara mengenai perdagangan bebas, maka tentunya ada hal yang
tidak dapat dipisahkan selain kegiatan ekspor dan impor semata, yaitu devisa.
Devisa adalah semua barang yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran
yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional. Devisa terdiri atas
valuta asing, yaitu mata uang yang dapat diterima oleh hampir semua negara di
dunia (seperti US Dollar, Yen Jepang, Euro, Poundsterling Inggris), emas,
surat berharga yang berlaku untuk pembayaran internasional, dan lainnya
(Amalia, 2007 : 34).
Devisa dapat bersumber dari pinjaman atau hutang luar negeri, hadiah,
bantuan atau sumbangan dari luar negeri, penerimaan deviden serta bunga dari
luar negeri, hasil ekspor barang dan jasa, kiriman valuta asing dari luar negeri,
wisatawan yang berbelanja di dalam negeri dan lainnya. Adapun jenis-jenis
devisa, yaitu pertama, devisa umum, adalah devisa yang didapat dari kegiatan ekspor, penjualan jasa serta bunga modal, kedua, Devisa Kredit, adalah devisa
yang diperoleh dari kredit pinjaman luar negeri.
Dalam penelitian ini, pertanian menjadi salah satu variabel yang akan
diteliti, dimana erat kaitannya dengan devisa Indonesia yang dihasilkan dari
yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian
biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa
Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun
cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim
dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau
sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan yang dimiliki oleh
Indonesia dimana sektor ini telah memberikan kontribusi yang cukup banyak
bagi Indonesia.
Sejak bergulirnya ACFTA pada awal tahun 2010, menjadikan dilema
tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi banyak muncul kekhawatiran akan ancaman
terhadap produk-produk lokal serta tenaga kerja di Indonesia, namun di sisi lain
ini merupakan suatu kesempatan untuk Indonesia membuka peluang investor serta
perdagangan yang lebih luas lagi cakupannya yaitu ASEAN dan Cina.
1.6.2 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada dan kerangka konseptual diatas, maka
penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
“Pemberlakuan ACFTA berupa penghapusan hambatan tarif telah
ini terlihat dari meningkatnya nilai surplus komoditas pertanian Indonesia
terhadap Cina”.
1.6.3 Definisi Operasional
Mengacu kepada pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka yang akan dijabarkan disini adalah variabel independen yang dalam hal ini
adalah pengaruh ACFTA dan variabel dependen, yaitu devisa Indonesia.
Variabel independen, yaitu ACFTA. Konsepsi mengenai variabel ini
terdiri atas :
Hambatan adalah rintangan, halangan atau sesuatu yang mengganggu
kelancaran (Novia, 2010 : 188).
Tarif adalah harga, pajak atau ongkos yang dibebankan terhadap suatu
objek (2010 : 572).
Variabel Dependen, yaitu Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian.
Konsepsi mengenai hal ini terdiri dari :
Devisa adalah semua benda yang bisa digunakan untuk transaksi
pembayaran yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional
(Amalia, 2007 : 34).
Sektor adalah lingkungan suatu usaha (2010 : 539).
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
hidupnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian - Diakses 20
November 2011).
Surplus adalah sesuatu yang berkelebihan (2010 : 564).
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
1.7.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Deskriptif-Analitis. Metode ini digunakan untuk menggambarkan fakta yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Deskripsi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
memberikan gambaran yang akurat dan terperinci mengenai fakta tentang suatu
fenomena yang ada. Metode Deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah
yang diteliti. Sedangkan Analitis adalah suatu usaha yang dilakukan secara
sengaja untuk mengetahui sesuatu atas sebuah fenomena.
Metode Deskriptif-Analitis bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang terkumpul. Dengan metode ini
diharapkan peneliti dapat menggambarkan dan menelaah serta menganalisa
fenomena yang ada untuk dituangkan ke dalam pembahasan yang bersifat ilmiah.
1.7.2 Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan (Library
diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah,
internet serta bahan-bahan tertulis lainnya.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.8.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi, yaitu :
1. Direktorat Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia, Jakarta.
2. Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian (PPHP),
Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
3. Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Jakarta.
4. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
5. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Pasundan, Bandung.
6. Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, Bandung.
7. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Padjajaran, Jatinangor - Sumedang.
1.8.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan
Tabel 1.1
Tabel Kegiatan Penelitian
Oktober 2010 – Februari 2012
Kegiatan
Waktu Penelitian
2010 2011 2012
Okt Nov Des Jul - Des Jan Feb
Pengajuan Judul
Pembuatan Usulan
Penelitian
Seminar Usulan
Penelitian
Bimbingan Skripsi
Pengumpulan Data
Rencana Sidang
1.9 Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini akan disusun dalam bentuk skripsi dengan urutan
sebagai berikut :
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan memparkan
latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan
dan perumusan masalah. Selanjutnya akan dipaparkan
kerangka pemikiran dan teknik penelitian serta lokasi dan
waktu penelitian.
BAB II : Bab ini memaparkan tinjauan kepustakaan dari
literatur-literatur yang dipilih untuk menjelaskan teori-teori dan
BAB III : Bab ini akan memaparkan mengenai variabel-variabel yang
akan di deskripsikan yaitu mengenai ACFTA yang meliputi
sejarah, pemberlakuan, tujuan dan hal-hal yang lainnya.
Selain itu akan dipaparkan juga mengenai gambaran umum
mengenai pertanian Indonesia dan program-program yang
dilakukan oleh Indonesia dalam sektor pertanian.
BAB IV : Bab ini akan memaparkan hasil penelitian dari hubungan
antar variabel yaitu mengenai dampak diberlakukannya
penghapusan hambatan tarif dalam ACFTA terhadap devisa
Indonesia yang berasal dari sektor pertanian. Selain itu akan
dipaparkan juga mengenai perkembangan devisa Indonesia
sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan
penelitian yang dilakukan, meliputi penolakan atau
penerimaan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya,
serta saran-saran bagi peneliti selanjutnya yang berminat
28 2.1 Hubungan Internasional
Hubungan internasional berawal dari kontak dan interaksi di antara
negara-negara di dunia, terutama dalam masalah politik. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, isu-isu internasional mengalami perkembangan. Negara
ataupun aktor non-negara mulai menunjukkan ketertarikannya akan isu-isu
internasional di luar isu politik, seperti isu ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan
kebudayaan.
Istilah Hubungan internasional memiliki keterkaitan dengan semua bentuk
interaksi di antara masyarakat dari setiap negara, baik oleh pemerintah atau rakyat
dari negara yang bersangkutan. Dalam mengkaji ilmu hubungan internasional,
yang juga meliputi kajian ilmu politik luar negeri atau politik internasional, serta
semua segi hubungan diantara negara-negara di dunia, juga meliputi kajian
terhadap lembaga perdagangan internasional, pariwisata, transportasi, komunikasi
serta nilai-nilai dan etika internasional.
Hubungan internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan negara
sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya aktor-aktor non-negara.
Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin kabur dan tidak relevan.
Bagi beberapa aktor non-negara bahkan batas-batas wilayah secara geografis tidak
Hubungan internasional bersifat sangat kompleks serta interdisipliner,
karena di dalamnya terdapat bermacam-macam bangsa yang memiliki kedaulatan
masing-masing. Sehingga memerlukan mekanisme yang lebih menyeluruh dan
rumit daripada hubungan antar kelompok manusia di dalam suatu negara. Namun,
pada dasarnya, tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari
perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara dan non-negara. Perilaku
tersebut bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi
dalam organisasi internasional dan sebagainya.
Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani
dalam Pengantar Hubungan Internasional menyatakan bahwa :
“Studi tentang hubungan internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan
adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar.”
(Perwita & Yani, 2005 : 3-4).
Dalam perkembangannya, hubungan internasional pada awalnya hanya
mempelajari tentang interaksi antar negara-negara berdaulat saja. Namun, pada
tahun-tahun berikutnya, ilmu hubungan internasional menjadi semakin luas
cakupannya. Pada masa Perang Dunia II dan pembentukan Persatuan
Bangsa-Bangsa, ilmu hubungan internasional mendapatkan suatu dorongan baru.
Kemudian pada tahun 1960-an 1970-an perkembangan studi hubungan
internasional menjadi semakin kompleks dengan masuknya aktor IGO
(International Govermental Organizations) dan INGO (International
adalah tentang interaksi antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga
merupakan studi tentang aktor bukan negara yang perilakunya mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan negara-bangsa.
Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri sistem Bipolar dan berubah
menjadi Multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang
bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi diantara
negara-negara di dunia. Pasca perang dingin, isu-isu hubungan internasional yang
sebelumnya lebih terfokus pada isu-isu High Politics (isu politik dan keamanan)
meluas kepada isu-isu yang bersifat Low Politics (isu-isu HAM, ekonomi,
lingkungan hidup, terorisme dan lainnya).
Dengan berakhirnya Perang Dingin, dunia berada dalam masa transisi. Hal
itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan
yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan
politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi,
lingkungan hidup dan lain sebagainya. Selain itu, Hubungan Internasional juga
semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga
aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting
dalam Hubungan Internasional (2005 : 7-8).
2.2 Kerjasama Internasional
Fokus dari teori hubungan internasional adalah mempelajari tentang
penyebab-penyebab konflik dan kondisi-kondisi yang menciptakan kerjasama.
aktor-aktor dalam merespon dan mengantisipasi pilihan-pilihan yang diambil oleh
aktor-aktor lainnya. Kerjasama dapat dijalankan dalam suatu proses perundingan
yang diadakan secara nyata atau karena masing-masing pihak saling mengetahui
sehingga tidak lagi diperlukan suatu perundingan.
Saat ini, sebagian besar interaksi antarnegara dalam sistem internasional
bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional,
regional maupun global yang bermunculan memerlukan perhatian dari berbagai
pihak. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi, pemerintah saling berhubungan
dengan mengajukan alternatif pemecahan, perundingan atau pembicaraan
mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk
menopang pemecahan terhadap suatu masalah tertentu dan mengakhiri
perundingan dengan membentuk suatu perjanjian atau saling pengertian yang
memuaskan bagi semua pihak. Proses ini biasa disebut kerjasama atau kooperasi.
Kerjasama dapat berlangsung dalam berbagai konteks yang berbeda.
Kebanyakan hubungan dan interaksi yang terbentuk kerjasama terjadi langsung
diantara dua pemerintah yang memiliki kepentingan atau menghadapi masalah
yang sama secara bersamaan. Bentuk kerjasama lainnya dilakukan antara negara
yang bernaung dalam organisasi dan kelembagaan internasional.
Kerjasama yang terbentuk pada akhirnya akan mengarah pada terciptanya
interdependensi. Tujuan akhir dari kerjasama yang terjalin ditentukan oleh
persamaan kepentingan yang hakiki dari masing-masing pihak yang terlibat.
Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor
ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang
semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya-sumber
daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama
internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara
dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri.
Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang
juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari
kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama
yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari
kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional
terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan
keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).
2.3 Interdependensi
Salah satu konsep utama yang dapat dipakai untuk menggambarkan sifat
sistem internasional saat ini adalah konsep interdependensi. Konsep ini
menyatakan bahwa negara bukan merupakan aktor independen secara
keseluruhan, justru negara saling bergantung satu dengan yang lainnya. Tidak ada
suatu negara pun yang secara keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya,
masing-masing bergantung pada sumberdaya dan produk dari negara lainnya.
Interdependensi itu sebenarnya merupakan turunan dari perspektif
interdependensi memiliki asumsi bahwa modernisasi akan meningkatkan tingkat
interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting,
kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan
merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdependensi kompleks akan
menciptakan dunia hubungan internasional yang jauh lebih kooperatif (Perwita &
Yani, 2005 : 78).
Saling ketergantungan (interdependensi) dapat terjadi dalam berbagai isu,
seperti ekonomi, politik dan sosial. Dalam interdependensi, terdapat setikdaknya
beberapa sektor ekonomi dan politik dalam hubungan interdependensi antar
negara, yaitu sektor perdagangan, investasi, finansial dan politik. Sektor Perdagangan; merupakan sektor penting dalam memahami ketergantungan ekonomi. Hubungan ekonomi melalui perdagangan dapat berubah dan perubahan
tersebut dapat mempengaruhi interdependensi. Transaksi perdagangan memiliki
implikasi besar terhadap interdependensi dibandingkan dengan transaksi
internasional yang melibatkan pertukaran informasi antar pemerintah. Antar
negara akan terjadi mutual dependent dalam hal barang dan jasa yang tidak dapat
diproduksi oleh mereka sendiri.
Sektor investasi; kenaikan pertaruhan atau resiko aktor-aktor interdependensi akan mengalami kecenderungan untuk semakin tinggi yang
disebabkan oleh berubahnya pola investasi. Perubahan ini terutama terjadi pada
investasi langsung dalam bentuk kepemilikan saham. Konsekuensinya yaitu
diperlukan adanya peningkatan kendali dan keterlibatan investor secara langsung
sangat vital dalam hubungan interdependensi. Perubahan-perubahan dalam
operasi keuangan telah meningkatkan hubungan interdependensi. Negara yang
mata uangnya menjadi media pertukaran berupaya untuk mendisiplinkan
kebijakan keuangannya. Sedangkan negara laing mencoba untuk tidak
membiarkan mata uangnya merosot di bawah nilai tukar internasional. Sektor politik; terdapat suatu kesadaran bahwa suatu negara tidak dapat menjamin kelangsungan hidupnya secara mandiri tanpa adanya kerjasama dengan negara
lain. Kerjasama antar negara ini akan dapat saling melengkapi kekurangan dari
masingmasing negara.
Dalam interdependensi, keberhasilan suatu negara dalam bekerjasama
berpijak pada dua hal, yakni power, kemampuan tawar-menawar dan rezim internasional. Power dan kemampuan tawar-menawar terutama berkaitan dengan kondisi interdependensi yang asimetris. Hal ini dikarenakan meski dalam teorinya
hubungan interdependensi mengarahkan pada suatu hubungan yang timbal balik,
namun dalam kenyataannya hubungan yang simetris tersebut jarang terjadi.
Karena itu power aktor dalam hubungan interdependensi akan beragam sesuai dengan isunya. Kemudian, rezim internasional akan bertumpu pada saling
ketergantungan asimetris yang menyediakan setiap pihak untuk saling
mempengaruhi melalui kebijakan ekonomi-politiknya dalam mencapai
2.4 Regionalisme
2.4.1 Definisi dan klasifikasi Regional atau Kawasan
Fenomena globalisasi di satu sisi menjadikan dunia menjadi lebih kecil dan
memungkinkan terjadinya penyatuan wilayah baik dalam arti geografi, ekonomi,
politik dan budaya. Menurut Louis Cantori dan Steven Spiegel dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, medefinisikan :
“Kawasan adalah dua atau lebih negara yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial, sejarah dan perasaan identitas yang seringkali meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara di luar kawasan.” (Perwita & Yani, 2005 : 104).
Lebih jauh, mereka membagi subordinate system ke dalam tiga bagian, yaitu core sector (negara inti kawasan), peripheral sector (negara pinggiran kawasan) dan intrusive system (negara eksternal kawasan yang dapat berpartisipasi dalam interaksi kawasan). Mereka juga menyatakan, setidaknya ada
empat variabel yang mempengaruhi terjadinya interaksi antara negara dalam
kawasan, yaitu sifat dan kohesivitas aktor yang akan menentukan tingkat interaksi
diantara mereka, sifat komunikasi dalam kawasan, tingkat power yang dimiliki aktor kawasan dan struktur hubungan antar aktor dalam kawasan.
2.4.2 Karatkteristik Regionalisme
Dekade 1960-an hingga 1970-an merupakan gelombang pertama analisis
regionalisme yang secara khusus menekankan pada pengaruh Perang Dingin
terhadap pertumbuhan institusi regional di Eropa dan negara-negara dunia ketiga.
Sementara pada era 1990-an muncul gejala regionalisme baru dimana dimensi
pengaturan-pengaturan kawasan. Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan
Mochammad Yani dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa terdapat tiga tahap penting dalam proses pertumbuhan regionalisme, yaitu :
“Tahap pertama diseb