SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI
PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA
DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
PROVINSI MALUKU UTARA
AMIRULLAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: “Studi Bioekologi Anopheles spp Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Amirullah
malaria vector control strategies in the South
A study on bioecological aspects of Anopheles mosquitos was conducted in Saketa village, South Halmahera District. The research aimed to assess bioecological aspects of mosquito at four different ecosystems, i.e. forests, plantations, bushes, and housings, and to characterizing of mosquito breeding habitats include biting behavior and morning resting behavior of mosquito Anopheles. Mosquitoes were collected by using human landing collection from 6.00 pm to 6.00 am, four times per month. Larvae were collected from various type of habitats using WHO standard dipper (size of 300 ml) and reared until emerge then identified. Resting morning mosquitoes were collected four times a month in the early morning (6.00-7.30 am).
Halmahera District, North Maluku. Under supervisor of UPIK KESUMAWATI HADI, SUPRATMAN SUKOWATI, AUNU RAUF and FX. KOESHARTO.
The research results showed that there were 10 species of Anopheles i.e. Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, and An. vagus. The highest Anopheles distribution was found in plantation ecosystem (35,82%), followed by forest ecosystem (33,78%), bushes ecosystem (24,98%), and housing ecosystem (5,42%). An. indefinitus dominantly found in forest ecosystems, whereas An. kochi dominantly found in plantations, bushes and housing areas. Based on correspodence analysis, Anopheles mosquitoes found spread in three main groups namely, An. farauti and An. tessellatus clustered on the bushes and housing ecosystems, whereas An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus on the forest ecosystem, and An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, and An. punctulatus clustered in plantation.
There were eight types of breeding habitats of Anopheles spp. i.e. mud hole, ground pool, puddles, tire print/animals footprint, artificial containers, unused cans, ditches, and lagoon. There were six species of Anopheles found i.e. Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus and An. vagus. The most abundance spesies is An. indefinitus, followed by An. An. farauti, andAn. kochi and the lowest abundance species is An. punctulatus. Although dominant habitat was puddles but most Anopheles were in mud holes. Substrate of the habitats were generally muds and the water was not flowing. Habitats around settlements, plantation and streets were surrounded by grasses, bushes, shrubs and trees. Kinds of water plants consisted of grasses, mosses, algae and their litters, while kinds of predator were dragonflies, shrimps, ephemeroptera, cyclops, gerris, tadpoles and small fish.
cottage/field for burning coconut fruits, waste piles and piles of leaves dry Key words: Anopheles, Malaria, North Maluku, vector control
AMIRULLAH. Studi Bioekologi Anopheles spp. Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku.
Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI, SUPRATMAN SUKOWATI,
AUNU RAUF dan FX. KOESHARTO.
Penelitian tentang aspek bioekologi Anopheles spp. telah dilakukan di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis aspek bioekologi Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu, ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman, dan melakukan karakterisasi habitat perkembangbiakan termasuk perilaku mengisap darah dan perilaku istirahat pagi pada nyamuk Anopheles spp. Pengumpulan nyamuk dilakukan dengan menggunakan metode human landing collection (HLC) dari pukul 18.00-6.00 oleh penangkap terlatih sebanyak empat kali setiap bulan. Pengumpulan larva dilakukan dari berbagai jenis habitat perkembangan dengan menggunakan cidupan standar WHO. Larva yang terkumpul selanjutnya dipelihara dan diidentifikasi setelah menjadi nyamuk. Penangkapan nyamuk istirahat pagi dilakukan antara pukul 6.00-7.30 di kebun dan semak sebanyak empat kali sebulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies Anopheles yaitu
Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Anopheles
tertinggi ditemukan pada ekosistem perkebunan (35,82%), diikuti oleh hutan (33,78%), semak (24,98%), dan terendah di permukiman (5,42%). An. indefinitus
dominan pada ekosistem hutan, sedangkan An. kochi dominan pada ekosistem perkebunan, semak dan permukiman. Hasil analisis korespondensi menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles tersebar dalam tiga kelompok utama yaitu An. farauti dan
An. tessellatus mengelompok pada semak dan permukiman, An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus mengelompok di hutan, dan An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, dan An. punctulatus mengelompok di perkebunan.
Perilaku mengisap darah Anopheles menunjukkan bahwa aktivitas mengisap darah Anopheles spp. di Saketa berlangsung sepanjang tahun. An. kochi adalah spesies dengan nilai MBR tertinggi yang berlangsung pada bulan Juni pada ekosistem perkebunan. Secara umum, aktivitas mengisap darah memuncak pada bulan Februari, Maret April, Mei, Juni dan Juli dengan fluktuasi yang berbeda pada setiap spesies dan jenis ekosistem. Spesies dengan nilai MHD tertinggi adalah Habitat perkembangbiakan Anopheles spp. yaitu kobakan, kolam, kubangan, kontainer buatan, kaleng bekas, parit, dan lagun. Jenis Anopheles yang ditemukan terdiri atas enam spesies yaitu, Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus. Spesies yang kelimpahannya paling tinggi adalah An. indefinitus, diikuti oleh An. farauti, An. kochi dan yang terendah adalah
Nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap istirahat pagi terdiri atas 5 spesies yaitu, An. indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus. Tempat istirahat Anopheles pada ekosistem semak adalah rumpun bambu, batang rumput, dan daun/batang tanaman perdu, sedangkan di perkebunan Anopheles
istirahat pada alang-alang, rumpun sagu, tanaman pagar, rumpun bambu, rumpun/batang sagu, kolong pondok/huma, tumpukan sampah dedaunan dan tumpukan daun kering.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
PROVINSI MALUKU UTARA
AMIRULLAH
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup
Tanggal 17 Januari 2012 : Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si Dr. drh. Susi Soviana, M.Si
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka
Tanggal 30 Januari 2012 : Dr. Lukman Hakim, M.Si
Nama : Amirullah
NRP : B 262060021
Program Studi : Entomologi Kesehatan
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S
Prof. Supratman Sukowati. Ph.D Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc
Anggota Anggota
Anggota
Dr. drh. FX. Koesharto, M.Sc
Mengetahui :
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
“Kupersembahkan Disertasi ini kepada Agamaku, Bangsa dan Negaraku, Kedua Orang Tuaku, Saudara-saudaraku, Isteri dan anak anakku tercinta yang senantiasa memberikan semangan dan motivasi, cinta dan kasih yang tiada henti.
Tiada kata yang terindah untuk diucapkan selain ucapan Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat dan rahim-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan disertasi ini. Penelitian ini berjudul “Studi Bioekologi
Anopheles Spp. Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara”
Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu mulai dari tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga proses penyelesaiannya. Oleh karena itu perkenankanlah penulis pada kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1 Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S selaku Ketua Komisi, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf. M.Sc, Prof. Supratman Sukowati. Ph.D dan Dr. drh. FX. Koesharto. M.Sc selaku Anggota komisi yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.
2 Project Management Unit, The Development and Up Grading of Haluoleo University Project Islamic Development Bank (IDB) Loan 105 & IND-106. Yang telah membiayai studi program Doktor (S3) saya selama 2.5 tahun. 3 Prof. Supratman Sukowati. Ph.D selaku PI project MTC-UNICEF Indonesia
yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.
4 Bpk Prof. Dr. Singgih H. Sigit. M.Sc, Ibu Dr. drh Gunandini, M.Si, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si, bpk DR. drh. Amin. M.Sc, dan sekali lagi kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S, baik sebagai dosen maupun sebagai ketua Program Studi yang selama ini telah memberikan ilmunya secara tulus dan selalu memberi perhatian dan semangat, serta bantuan yang bukan hanya berupa moril, tetapi juga berupa materil dan telah sangat meringankan beban saya dalam memenuhi kewajiban-kewajiban akademik, juga kepada para staf di ENK, Ibu Juju, Pak Herry serta doa untuk Alm. Pak Yunus, bu Een, bu Wiwik dan pak Agus serta para staf lainnya di Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK).
5 Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si, Bapak Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji di luar komisi pada sidang tertutup saya, serta Ibu Dr. drh Gunandini, M.Si dan Dr. Lukman Hakim hyang telah bersedia untuk menjadi penguji di luar komisi pada ujian terbuka saya.
6 Ibu Drs. Shinta, M.Si, yang mengkoordinasi dan mengakomodasi segala kebutuhan penelitian di lapangan, Bpk IG. Wayan Djana yang telah menemani dan mengidentifikasi nyamuk di lapangan, Pak Sunardi dan Pak Sumardi dik Syafei dan Dik Antonius, Para staf dan adik-adik di Lab. Ekologi Litbangkes yang saat ini masih bercumbu dengan nyamuk di lapangan.
9 Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES, seklg Dr. Muh. Ramli, M.Si, seklg Drs. Parakasi, M.Pd. Seklg, Dr. Ir. La Anadi, M.Si. Taswin Munier, S.Pi. MES, Mukhlis Hidayat, S.Pd. M.Kom, Dr. Miswar M.Si, Akhmad Mansur, SP. M.Si. yang telah memberikan berbagai jenis bantuan selama bersama-sama menempuh pendidikan di IPB, juga kepada Bang Oding, Terima kasih atas dukungan logistik, kedekatan dan gurauan yang hangat, memberikan support, doa dan semangat yang tiada henti.
10 Ketua Wacana Sultra Bogor Ibu Ir. Husna Faad, M.Si dan segenap anggota wacana Sultra, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama di Bogor.
11 Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan buat Kakanda H. Nur Alam Sekeluarga yang sekaligus sebagai pengganti kedua orang tua penulis yang selama ini telah mendorong semangat dan mendukung baik secara moril dan materil dalam semua jenjang pendidikan saya sejak SD hingga tahapan penyelesaian S3 saat ini. Demikian pula kepada kakak-kakak dan adik-adik saya, Kakanda Sudirman, Kakanda Hj Nurhudaya sekeluarga, adik Ruslan sekeluarga, serta adik M Yunus sekeluarga.
12 Yang tak pernah saya lupakan keluarga besar paman saya “Om Abbas Saleh, SH” yang selama ini telah menfasilitasi penulis akomodasi di Jakarta dan sarana transportasi selama penulis menyelesaikan proses penulisan, juga kepada keluarga besar Hj. Syamsia Manya S dan adik DR. Ir. H. Idris. MSi, keluarga besar H. Adam Abdullah/H. Ahmad Makkawaru di Makassar.
11 Akhirnya pencapaian ini juga saya persembahkan secara khusus kepada isteri tercinta Hapsah, S.ST serta anak anakku tersayang Annisa Nurul Ilmi, Ahmad Munif Makarim dan Muh. Haritz Faqih yang senantiasa memberikan doa, dorongan semangat, materi dan cinta kasih yang merupakan sumber energi tiada henti.
12 Semua pihak yang telah memberikan dukungan bdan bantuan dengan caranya masing-masing.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tulisan ini.
Bogor, 30 Januari 2012
Penulis dilahirkan di Sidenreng Rappang pada tanggal 9 Januari 1964 sebagai anak ke 5 pasangan Baharuddin La Odeng dan Hj. Mawar I Tombong. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Makassar dan lulus pada tahun 1987. Penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ekologi Hewan Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1995, dan menamatkannya pada tahun 1998. Pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi Entomologi Kesehatan (ENK) IPB dengan bantuan beasiswa dari Islamic Development Bank (IDB) selama 2,5 tahun.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dari tahun 1988 hingga 1999, dan sejak tahun 1999 hingga sekarang sebagai staf pengajar di jurusan Biologi FMIPA Unhalu Kendari. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah “Studi bioekologi Anopheles spp sebagai dasar penyusunan strategi pengendalian di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxix
1 PENDAHULUAN ... 1
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 1
2.1 Malaria dan Vektornya ... 5
2.2 Penyebaran dan keragaman nyamuk Anopheles spp. ... 6
2.3 Perilaku nyamuk Anopheles spp. ... 9
2.4 Habitat perkembangbiakan Anopheles spp. ... 12
2.5 Pengaruh iklim global terhadap malaria ... 15
3 KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NYAMUK Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA ... 17
3.1 Pendahuluan ... 21
3.2 Bahan dan Metode ... 22
3.3 Hasil dan Pembahasan ... 22
3.3.1 Komunitas dan sebaran nyamuk Anlopheles spp. ... 23
3.3.2 Dominasi Anopheles spp. ... 25
3.3.3 Kelimpahan Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem ... 27
3.3.4 Kelimpahan Anopheles spp. berdasarkan spesies ... 28
3.3.4.1 Anopheles punctulatus grup ... 28
3.3.4.2 Anopheles barbumbrosus... 31
3.3.4.3 Anopheles hackeri ... ... 32
3.3.4.4 Anopheles indefinitus... 33
3.3.4.5 Anopheles kochi ... 34
3.3.4.6 Anopheles subpictus... 35
3.3.4.7 Anopheles tessellatus ... 36
3.3.4.8 Anopheles vagus ...... 37
3.3.5 Pengelompokan spesies Anopheles spp. berdasarkan jenis ekosistem ... 38
3.4 Kesimpulan ... 40
Daftar pustaka ... 41
4 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN ... 47
4.1 Pendahuluan ... 51
4.2 Bahan dan Metode ... 52
4.2.1 Tempat dan waktu ... 52
4.2.2 Pengumpulan Larva Anopheles ... 53
4.2.3 Analisis Data ... 54
4.3 Hasil dan Pembahasan ... 54
4.3.1 Habitat perkembangbiakan ... 54
4.3.3 Jenis-jenis Anopheles spp. yang terdapat pada berbagai
tipe habitat ... 56
4.3.5 Keberhasilan larva menjadi nyamuk ... 58
4.3.6 Habitat Anopheles berdasarkan jarak dari rumah, Ketinggian dan fungsi lahan ... 60
4.3.7. Faktor cuaca dan populasi larva Anopheles spp. pada Berbagai habitat perkembangbiakan di Saketa ... 64
4.4 Karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Saketa ... 66
4.4.1 Kobakan ... 66
4.4.2 Kolam ... 67
4.4.3 Kubangan ... 68
4.4.4 Lagun ... 69
4.4.5 Tapak ban/tapak hewan... 71
4.4.6 Parit ... 72
4.5 Diskripsi nyamuk Anopheles spp. berdasarkan karakter habitat perkembangbiakannya di Saketa... 73
4.5.1 Anopheles farauti ...... 76
4.5.2 Anopheles indefinitus ...... 78
4.5.3 Anopheles kochi ... 81
5.5.4. Anopheles punctulatus, An. subpictus dan An. vagus... 85
4.6 Kesimpulan ... 92
Daftar Pustaka ... 95
5 PERILAKU MENGISAP DARAH NYAMUK Anopheles spp. DI DESA SAKETA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN ... 101
5.1 Pendahuluan ... 103
5.2 Bahan dan Metode ... 106
5.3 Hasil dan pembahasan ... 108
5.3.1 Aktivitas mengisap darah per malam (Man Biting Rate/MBR) ... 108
5.3.1.1 Grup Anopheles punctulatus ... 110
5.3.1.2 Anopheles barbumbrosus ... 111
5.3.1.3 Anopheles indefinitus ... 112
5.3.1.4 Anopheles kochi ... 113
5.3.1.5 Anopheles subpictus ... 114
5.3.1.6 Anopheles tessellatus ... 115
5.3.1.7 Anopheles vagus ... 116
5.3.2. Aktivitas mengisap darah per jam (Man Hour Demsity/MHD) ... 117
5.3.2.1 Grup Anopheles punctulatus ... 117
5.3.2.2 Anopheles barbumbrosus,. ... 120
5.3.2.3 Anopheles indefinitus ... 121
5.3.2.4 A Anopheles kochi ... 122
5.3.2.5 Anopheles subpictus ... 123
5.3.2.6 Anopheles tessellatus ... 124
5.3 Perilaku Istirahat ... ... 127
5.4 Kesimpulan ... ... 129
Daftar pustaka ... 131
6 PEMBAHASAN UMUM ... 135
7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 146
7.1 Kesimpulan ... 146
7.2 Saran ... 147
DAFTAR PUSTAKA UMUM ... 151
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sebaran dan indeks keanekaragaman Anopheles pada tiap jenis ekosistem di Desa Saketa, Kab. Hal-Sel dari September
2010 sampai Agustus 2011... 24 2 Dominasi (D) nyamuk Anopheles spp. pada setiap jenis ekosistem
di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010
sampai Agustus 2011 ... 26 3 Keberadaan habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten
Halmahera Selatan dari bulan September 2010-Agustus 2011.... 55 4 Hasil penghitungan dan analisis data larva Anopheles spp.
di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari
September 2010-Agustus 2011. ... 55 5 Jumlah individu dan persentase Anopheles spp. pada setiap tipe
habitat perkembangbiakan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September 2010-Agustus 2011... 56 6 Spesies Anopheles spp. yang terdapat pada setiap tipe habitat di Desa
Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari bulan September
2010-Agustus 2011 ... 58 7 Jumlah tipe habitat, rata-rata dan proporsi larva dan nilai kelangsung
hidupan nyamuk pada setiap tipe habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus
2011 ... 59 8 Spesies nyamuk Anopheles pada setiap tipe habitat, jarak habitat dari
rumah terdekat, ketinggian (m dpl) dan fungsi lahan tempat habitat berada di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan
September 2010-Agusutus 2011 ... 61 9 Jumlah larva, curah hujan, kecepatan angin, kelembaban (rH) dan
suhu dari Bulan September 2010 hingga Agustus 2011 ... 64
10 Jumlah larva, jumlah cidukan dan densitas larva, frekuensi nisbi dan kelimpahan nisbi nyamuk An. farauti pada setiap habitat di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September
2010-Agustus 2011 ... 74 11 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan Anopheles
farauti di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan ... 76
12 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari rumah terdekat dan fungsi lahan di sekitar habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles farauti di Desa Saketa dari Bulan
September 2010-Agustus 2011 ... 77 13 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan An. farauti
di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September
14 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, frekuensi relatif dan kerapatan relatif An. indefinitus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-
Agustus 2011 ... 78 15 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan
Anopheles indefinitus di Desa Saketa kabupaten
Halmahera Selatan ... 79 16 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan nyamuk
An. indefinitus di Desa Saketa dari Bulan September
2010-Agustus 2011 ... 80 17 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan An. indefinites
di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September
2010-Agustus 2011 ... 81 18 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, frekuensi
relatif dan kerapatan relati An.kochi di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-
Agustus 2011 ... 82 19 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan An. kochi
di Desa Saketa kabupaten Halmahera Selatan ... 83 20 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari
Rumah terdekat dan fungsi lahan di sekitar
habitat perkembangbiakan nyamuk An. kochi di Desa
Saketa dari Bulan September 2010-Agustus 2011 ... 84 21 Karakteristik biologi perkembangbiakan An. kochi di
Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari
September 2010-Agustus 2011 ... 84
22 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, dan frekuensi relatif An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September
2010- Agustus 2011 ... 85 23 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan An. kochi
di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September
2010-Agustus 2011 ... 86 24 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari rumah
terdekat dan fungsi lahan di sekitar habitat
perkembangbiakan nyamuk An. subpictus, An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa dari Bulan September
2010-Agustus 2011 ... 87 25 Karakteristik biologi perkembangbiakan An. subpictus,
An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Penyebaran fauna di Indonesia, Garis Wallacea memisahkan fauna Oriental, Garis Lydekker memisahkan fauna Australasia, dan Garis Weber merupakan daerah transisi ...... 7 2 Kelimpahan (%) nyamuk Anopheles per bulan pada empat jenis
ekosistem di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011... 27 3. Kelimpahan (%) An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011... 28 4 Kelimpahan (%) An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. ... 30 5 Kelimpahan (%) An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011.. ... . . 31 6 Kelimpahan (%) An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . . ... . . . 32 7 Kelimpahan (%) An. hackeri pada empat jenis ekosistem Desa Saketa,
Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . ... 33 8 Kelimpahan (%) An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 33 9 Kelimpahan (%) An. kochi pada empat ekosistem di Desa Saketa,
Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 34 10 Populasi An. subpictus berdasarkan jenis ekosistem dan bulan
penangkapan di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011.... ... 36 11 Kelimpahan (%) An. tessellatus empat di Desa Saketa, Kabupaten
Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 37 12 Kelimpahan (%) An. vagus pada empat eskosistem di Desa Saketa,
Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . ... 38 13 Hasil analisis korespondensi (CA) antara jenis ekosistem dan spesies
nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa.. . . ... . 39 14 Cidukan untuk pengambilan larva pada beberapa tipe habitat.... . 54
15 Persentase larva Anopheles pada setiap tipe habitat.... 57
16 Sebaran habitat perkembangbiakan nyamuk Anopeheles
17 Hasil analisis regresi hubungan antara kelembaban, curah hujan, kecepatan angin dan suhu terhadap populasi larva Anopheles spp. ... 65 18 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 108 19 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 109 20 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011)... 110 21 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 111 22 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 112 23 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. kochi pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 113 24 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. subpictus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 114 25 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. tessellatus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 115 26 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)
An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 116 27 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... ... 117 28 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 201 0-Agustus 2011) ... 118 29 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... 119 30 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... 120 31 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
32 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk An. kochi pada empat jenis ekosistem di Desa
Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 123 33 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. subpictus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... 124 34 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. tessellatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... 125 35 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk
An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa
(September 2010-Agustus 2011) ... 126 36 Kondisi lingkungan dan jenis ekosistem yang berpeluang
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Fluktuasi jumlah penderita malaria selama 5 tahun di Desa
Saketa dari tahun 2007-2010. . . ... 165 2 Peta kabupetan Halmahera Selatan... 165 3 Lokasi titik sampling penangkapan nyamuk
Human landing Collection/HLC (A) titik-titik sampling larva pada habitat nyamuk Anopheles
(bawah) di Desa Saketa (B)... 166 4 Proses penangkapan nyamuk dengan HLC, pada 4 jenis
ekosistem di Desa Saketa, A=kebun, B=hutan,
C = semak, D=permukiman. ... 167 5 Proses koleksi larva di berbagai tiper habitat... 168 6 Predator potensil larva yang sering dijumpai pada habitat
perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa; Copepoda (kiri), Gerridae (kanan) Bawah: tanaman air
(ganggang) di kolam ... 169 7 Habitat untuk istirahat pagi (atas) dan penangkapan nyamuk
istirahat pagi (bawah) ... 170 8 Jumlah individu pada semua jenis Anopheles per
ekosistem per bulan penangkapan di Desa Saketa dari
September 2010-Agustus 2011. ... 171 9 Rekapitulasi hasil tangkapan nyamuk Anopheles perspesies
pada 4 jenis ekosistem ... 173 10 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
kubangan di Saketa ... 174 11 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
kobakan di Saketa... 177 12 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
kolam di Saketa ... 179 13 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
parit di Saketa ... 180 14 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
tapak ban di Saketa ... 182 15 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis
BAB 1
PENDAHULUAN
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan merupakan
prioritas pertama di antara sepuluh masalah kesehatan di Indonesia (Sukadi &
Rogayah 2009), dan upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam
Millenium Development Goals (MDGs). Sekitar 80 % dari 484 kabupaten/kota di
Indonesia termasuk kategori endemis dan 45% penduduk berdomisili di desa
endemis. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil
dengan kondisi lingkungan yang kurang baik, sarana transfortasi dan komunikasi
yang sulit, akses pelayanan kesehatan yang kurang, tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi masyarakat yang rendah serta buruknya perilaku hidup sehat masyarakat
(Kemenkes RI 2011).
Angka kesakitan malaria di beberapa wilayah cenderung menurun, namun
demikian angka annual malaria incidence (AMI) masih tergolong tinggi, di luar
Jawa dan Bali, angka AMI selama 5 tahun dari 2000-2005 menunjukkan nilai
yang relatif konstan yaitu berturut-turut 31.1‰, 26.2‰, 22.3‰, 21.8 ‰ 21.2 dan
24.8‰ dari tahun 2000 hingga tahun 2005 (Kemenkes RI 2005). Sejak tahun
2007, upaya penanggulangan malaria dilihat berdasarkan indikator annual
parasite incidence (API) dengan dasar bahwa setiap kasus malaria harus
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan darah dan semua kasus posistif harus diobati
dengan kombinasi berbasis artemisinin (ACT). Angka API nasional tahun 2008
adalah 2,47‰ dan pada tahun 2009 menurun menjadi 1,85‰, tetapi naik menjadi
1,96 pada tahun 2010 (Kemenkes 2011). Daerah dengan angka API tertinggi
adalah Papua barat (28,1‰), diikuti NTT (20,35‰), Papua (18,35‰), Maluku
(8,94‰) dan Maluku Utara (8,91‰) (Kemenkes RI 2010).
Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah endemis malaria yang tergolong
kategori high incidence area (HIA) dengan tingkat endemisitas di atas 50 ‰, dan
menduduki peringkat kelima setelah Papua Barat, Papua, NTT dan Sulawesi
Angka AMI selama tiga tahun dari 2006-2008 berturut-turut adalah 54.50‰,
58.12‰ dan 55.45‰.
Di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah
dengan angka AMI tertinggi. Dari tahun 2006-2008 angka AMI berturut-turut
adalah 77.78‰, 62.0‰, dan 57.5‰ (Dinkes Maluku Utara 2008). Angka AMI
terakhir (2010) mencapai 54% (Dinkes Kab. Halmahera Selatan 2010), sedangkan
angka API tercatat tetap untuk tahun 2008 dan 2009 yaitu 8,91‰ (Kemenkes RI
2011). Angka AMI dan API yang tinggi ini memerlukan perhatian khusus bukan
hanya pada masalah penanganan klinis, tetapi juga diperlukan segera kajian
entomologi terpadu dalam upaya pengendalian vektornya.
Kabupaten Halmahera Selatan terletak antara 1260 45’-129030’ BT dan
0030’LU – 2000’ LS. Luas wilayah adalah 40.236.72 km2
Tingginya angka insiden malaria di desa ini berkaitan erat dengan
keberadaan beberapa jenis vektor di berbagai jenis ekosistem dan tersedianya
berbagai jenis habitat perkembangbiakannya di desa Saketa. Selain itu, pekerjaan
utama masyarakat adalah berkebun, sementara perkebunan merupakan tempat
yang banyak menyediakan habitat untuk perkembangbiakan nyamuk. Vektor lokal , 22% dari wilayahnya
berupa daratan dan 78% merupakan lautan. Keadaan iklim dipengaruhi oleh angin
laut terutama yang berasal dari laut Seram dan laut Maluku. Musim barat atau
utara berlangsung dari Desember hingga Maret. Bulan April merupakan transisi
ke musim selatan atau timur tenggara yang diikuti musim kemarau yang
berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober (BPS Kab. Halamahera Selatan
2010).
Desa Saketa yang terdapat di Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera
Selatan, merupakan daerah endemis malaria tinggi, sejak tahun 2007 hingga Juni
2010 tercatat sebanyak 1.290 orang penderita, dengan angka annual parasite
incidence (API) berturut-turut 225,4‰, 158,3‰, 157,7‰, 106,9‰
masing-masing untuk tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 [PSKGB 2010]. Desa ini
merupakan desa pantai, memiliki pelabuhan yang merupakan pintu masuk ke
Gane Barat dan Gane Timur dengan mobilitas masyarakat yang tinggi. Sebagian
besar wilayah desa yang berada di luar permukiman merupakan areal perkebunan
merupakan determinan penting dalam dinamika penularan, sehingga diperlukan
pengamatan vektor untuk menyusun strategi penegendalian dan mengatasi
masalah malaria di daerah ini.
Vektor di Maluku Utara merupakan campuran antara beberapa spesies
oriental dari bagian barat dan kelompok Australasia yang bermigrasi ke wilayah
Halmahera, meliputi spesies Anopheles farauti, An. punctulatus, An. koliensis, An.
longirostris, dan An. bancrofti (Depkes 2008). Nyamuk Anopheles spp. yang telah
ditemukan dari 15 jenis habitat perkembangbiakan di Kabupaten Halmahera
Selatan berjumlah 11 spesies yaitu An. kochi, An. subpictus, An. vagus, An.
tesselatus, An. farauti, An. barbumbrosus, An. ramsayi, An. punctulatus, An.
hackeri, An. minimus dan An. umbrosus, namun berdasarkan hasil uji ELISA
yang positif mengandung parasit (Plasmodium vivax) adalah An. indefinitus, An.
kochi dan An. vagus (Sukowati 2010). Sementara itu, Mulyadi (2010) melaporkan
lima spesies Anopheles di Desa Doro Halmahera Selatan, yaitu An. kochi, An.
vagus, An. farauti, An. punctulatus, dan An. minimus.
Penyebaran nyamuk Anopheles spp. dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, di antaranya lingkungan fisik berupa kondisi cuaca, letak geografis,
fungsi lahan dan lingkungan mikro berupa genangan air untuk peletakan telur dan
untuk habitat perkembangbiakan. Siklus hidup nyamuk juga sangat dipengaruhi
oleh cuaca. Meskipun nyamuk lebih banyak hidup di permukiman, tahap hidup
pradewasa lebih banyak hidup di alam. Larva nyamuk sangat rentan terhadap
kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang dan curah hujan yang
berlebihan (Hadi & Koesharto 2006).
Wilayah Saketa memiliki berbagai jenis ekosistem perairan alami berupa
ekosistem lotik seperti sungai, kali-kali kecil dan mikroekosistem akuatik seperti
genangan, kobakan, kubangan, jejak kaki hewan dan sebagainya yang
merupakan habitat alami berbagai jenis nyamuk. Selain itu, terdapat juga habitat
buatan atau akibat aktivitas manusia seperti kolam, parit, jejak ban mobil,
sampan atau perahu yang tidak terpakai. Sebagaimana halnya dengan habitat
lainnya seperti rawa, lagun, celah batuan, air yang mengalir lambat, genangan
kecil dan besar, jenis habitat tersebut memiliki kondisi yang cocok untuk habitat
Pengendalian vektor merupakan komponen utama untuk memutus rantai
malaria, oleh karena itu pengendalian vektor menjadi elemen dasar keberhasilan
program malaria. Vektor malaria sangat berbasis lingkungan dan bersifat spesifik
lokal, oleh sebab itu dalam pengendalian vektor malaria diperlukan pemahaman
yang rinci tentang spesies, karakteristik habitat serta epidemiologi penyakitnya
(Sukowati 2008). Kendala umum yang dijumpai dalam pemberantasan malaria
antara lain kualitas pemberantasan belum sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan, serta belum didasarkan pada pengetahuan bionomik vektornya
sehingga tidak efektif, tidak efisien, tidak tepat sasaran.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk
menganalisis bioekologi nyamuk Anopheles spp. sebagai dasar penyusunan
strategi pengendalian vektor malaria di Halmahera Selatan yang dapat
memberikan informasi ilmiah yang bermakna dalam program pengendalian
vektor. Kabupaten Halmahera Selatan merupakan wilayah yang sangat
representatif sehingga data entomologi sangat diperlukan bagi perumusan
kebijakan untuk kepentingan eleminisi vektor.
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis bioekologi vektor malaria
khususnya kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. pada empat
jenis ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem hutan, perkebunan, semak dan
permukiman, (2) menganalisis karakteristik habitat perkembangbiakan nyamuk
Anopheles spp. yang meliputi tipe habitat, faktor lingkungan fisik, kimia dan
biologinya, dan (3) menganalisis perilaku mengisap darah dan perilaku istirahat
pagi nyamuk Anopheles spp. pada setiap jenis ekosistem.
Berdasarkan tujuan umum penelitian tersebut, maka pelaksanaan penelitian
dibagi menjadi tiga sub penelitian yaitu :
1 Kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa,
daerah endemik malaria yang dibahas dalam BAB 3
2 Karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Desa Saketa daerah endemik
malaria di Kabupaten Halmahera Selatan yang dibahas dalam BAB 4
3 Perilaku mengisap darah nyamuk Anopheles spp. Di desa saketa Kabupaten
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria dan vektornya
Pada dekade terakhir malaria muncul kembali dan menyebar luas dengan
dampak yang merugikan bagi kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Kemunculan
kembali malaria lebih sering terjadi di daerah yang telah melakukan eradikasi atau
pada daerah yang insidennya sudah sangat berkurang (WHO 2002). Penyebaran
malaria dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu faktor manusia, parasit, vektor,
sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan yang berinteraksi dalam satu relung
ekologi (Sukowati 2008).
Penyebaran malaria juga dipengaruhi oleh meningkatnya mobilitas
masyarakat dan hubungan komersil yang berakibat meningkatnya kasus malaria
dan menyebabkan terjadinya endemik. Demikian pula halnya dengan perubahan
ekologi sebagai akibat kegiatan manusia yang menciptakan kondisi yang cocok
bagi nyamuk setempat dan penyakit infeksi yang disebarkannya (Wensdorfer &
McGregor 1988).
Di dunia, kecuali benua Antartika terdapat lebih dari 3.000 spesies nyamuk
yang tergolong dalam 34 genus dari famili Culicidae (Fusco 2000). Di Indonesia
terdapat 18 genus nyamuk yang terdiri atas 457 spesies. Empat genus penting
yang sebagian besar spesiesnya berperan sebagai vektor adalah Anopheles (80
spesies), Culex (82 spesies), Aedes (125 spesies) dan Mansonia (8 spesies),
sisanya sebagai anggota dari genus yang tidak penting dalam penularan penyakit
(O’Connor & Sopa 1999). Dari 80 spesies Anopheles, 22 di antaranya telah
dikonfirmasi sebagai vektor malaria yaitu An. aconitus, An. balabacensis, An.
bancroftii, An.barbirostris, An. flavirostris, An. farauti, An. karwari, An.koliensis,
An.punctulatus, An. ludlowae, An. letifer, An. leucosphyrus An. maculatus, An.
minimus, An. nigerrimus, An. parengensis, An.sundaicus, An. subpictus, An.
sinensis, An. umbrosus, An. vagus, dan An. tesselatus (Sukowati 2005; Kandun
Anopheles sejauh ini dilaporkan berperan sebagai vektor malaria. Jumlah
Anopheles yang telah diidentifikasi secara morfologi sebanyak 457 jenis, tetapi
dengan ditemukannya spesies sibling yang secara morfologi tidak bisa dibedakan
maka diperkirakan jumlahnya mencapai 500 jenis. Distribusi Anopheles,
bio-ekologi, dan peranannya sebagai vektor malaria sangat bervariasi dari daerah ke
daerah. Oleh karena itu informasi tentang perilaku vektor malaria dan
distribusinya harus diamati dengan baik secara individual maupun secara menurut
spesies kompleks (WHO 2007).
2.2 Penyebaran dan keragaman nyamuk Anopheles spp.
Indonesia dibagi oleh garis Weber yang memisahkan fauna-fauna oriental
dan Australia sehingga diperlukan kunci indentifikasi khusus untuk fauna di
sebelah barat garis Weber, demikian pula halnya dengan yang di sebelah timurnya
(O’Connor & Soepanto 1999). Dengan demikian pembuatan satu kunci umum
untuk identifikasi nyamuk di Indonesia sulit dilakukan.
Penyebaran nyamuk Anopheles spp. di Indonesia mengikuti pola
penyebaran fauna yang secara geografi terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
fauna bagian barat Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan
fauna bagian timur yaitu Sulawesi dan pulau di sebelah timurnya. Dua kelompok
fauna ini mempunyai ciri yang berbeda dan dipisahkan oleh garis Wallace (garis
antara Kalimantan dan Sulawesi yang berlanjut di antara Bali dan Lombok).
Hamparan kepulauan di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak
termasuk kawasan Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah
Garis Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada
daerah transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah barat dan garis Lydekker di
sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan fauna yang
Gambar 1. Penyebaran fauna di Indonesia, Garis Wallacea memisahkan fauna Oriental, Garis Lydekker memisahkan fauna Australasia, dan Garis Weber merupakan daerah transisi
Spesies Anopheles di bagian barat garis Wallacea adalah spesies oriental di
antaranya
Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Jawa juga memiliki
keragaman yang berbeda, misalnya di Kokap, Kulonprogo, Barodji et al. (2003)
melaporkan bahwa ditemukan delapan spesies Anopheles spp yaitu An. aconitus,
An. annularis, An. balabacensis, An. barbirostris, An. flavirostris, An. kochi, An.
maculatus dan An. vagus. Sementara itu, Sumantri dan Iskandar (2005) An. aconitus, An. sundaicus, An. subpictus, An. balabacensis, An.
leucosphyrus, An. minimus dan An. barbirostris. SpesiesAustralasia di antaranya
An. farauti, An. punctulatus, An. koliensis, An. longirostris dan An. bancrofti.
Beberapa spesies dari kelompok oriental di antaranya ada yang bermigrasi ke
timur, sehingga di wilayah Papua ditemukan spesies oriental, demikian pula
halnya dengan kelompok Australasia ada yang bermigrasi ke bagian barat garis
Lydekker (Sukowati 2008).
Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Sumatera menunjukkan
keragaman yang spesifik, Suwito (2010) melaporkan bahwa di Padang Cermin
dan Rajabasa, Lampung Selatan terdapat 12 spesies Anopheles spp. yaitu An.
sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An. subpictus, An. annularis,
An. kochi, An. minimus, An. barbirostris, An. maculatus, An. maculatus dan
An. hyrcanus grup. Di Ogan Komering Olu (OKU), Sumatera Selatan ditemukan
tujuh spesies yaitu An. aconitus, An. annularis, An. kochi, An. schuefneri, An.
melaporkan bahwa di Pelabuhan Ratu dan daerah Cienunteung Gede,
Tasikmalaya ditemukan enam spesies Anopheles spp. yaitu An. aconitus, An.
annularis, An. maculatus, An. sundaicus, An. vagus dan An. barbirostris. Jumlah
spesies Anopheles yang lebih tinggi ditemukan di Sukabumi sebagaimana yang
dilaporkan oleh Munif et al. (2008), bahwa terdapat sembilan spesies Anopheles
spp. yaitu yaitu An. aconitus, An. annularis, An. baezai, An. barbirostris, An.
indefinitus, An. kochi, An. maculatus, An. sundaicus, dan An. vagus. Ndoen et al.
2010 menemukan jumlah spesies Anopheles spp. yang lebih tinggi di Jawa tengah
yang terdiri dari sembilan spesies yaitu yaitu An. aconitus, An. subpictus, An.
vagus, An. annularis, An. flavirostris, An. indefinitus, An. kiochi, An. maculatus,
dan An. tessellatus.
Di Kalimantan Tengah, dilaporkan terdapat dua spesies Anopheles spp.
yaitu An. letifer dan An. umbrosus (Juliawati 2008). Di Kabupaten Donggala dan
Banggai, Sulawesi Tengah ditemukan empat spesies Anopheles spp. yaitu An.
barbirostris, An. subpictus, An. parangensis dan An. flavirostris (Jatsal et al.
2003). Sementara itu, Garjito et al. (2004), melaporkan bahwa di Kabupaten
Parigi-Muotng terdapat sepuluh spesies Anopheles yaitu An. barbirostris, An,
subpictus, An. parangensis, An. aconitus, An. hyrcanus grup, An. indefinitus,
An. kochi, An. maculatus, An. tessellatus dan An. vagus.
Nyamuk Anopheles spp. yang terdapat di Nusa Tenggara Barat terdiri dari
sepuluh speises yaitu An. kochi, An. aconitus, An. annularis, An. barbirostris,
An. campestris, An. indefinitus, An. subpictus, An. sundaicus, An. tessellatus, dan
An. vagus (Soekirno, Ariati & Mardiana 2006). Sementara itu di Nusa Tenggara
Timur ditemukan empat spesies Anopheles spp. yaitu An. barbirostris, An.
subpictus, An. indefinitus dan An. annularis (Rahmawaty 2010).
Keragaman spesies Anopheles di Maluku Utara lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Sukowati (2010) melaporkan
bahwa di Halmahera Selatan terdapat sebelas spesies Anopheles yaitu An. kochi,
An. subpictus, An. vagus, An. tesselatus, An. farauti, An. barbumbrosus, An.
ramsayi, An. punctulatus, An. hackeri, An. minimus dan An. umbrosus.
Halmahera Selatan, yaitu An. kochi, An. vagus, An. farauti, An. punctulatus, dan
An. minimus.
Keragaman nyamuk Anopheles spp di Indonesia bersifat lokal spesifik, di
beberapa spesies Anopheles Oriental ditemukan di wilayah Australasia,
sebaliknya beberapa spesies Anopheles Australasia ditemukan di wilayah
Oriental. Bruce dan Bonne-Wepster (1947) menemukan nyamuk Anopheles
yang menjadi vektor pada garis batas yang terletak antara Pulau Seram dengan
Irian, terus ke selatan antara P. Timor dan P. Irian. Spesies-spesies dari nyamuk
Anopheles vektor malaria di daerah Australia yang mengadakan migrasi ke daerah
oriental adalah An. farauti, An. punctulatus, An. longirostris, dan An. bancrofti.
Spesies oriental yang mengadakan migrasi ke daerah Australasia adalah An.
karwari dan An. subpictus (Boesri 2007).
2.3. Perilaku nyamuk Anopheles spp.
Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur. Makanan
nyamuk adalah madu dan sari buah, yang tidak mengandung protein, nyamuk
betina perlu mengisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan untuk
kebutuhan telur-telurnya. Nyamuk betina dari genus Toxorhynchites tidak pernah
mengisap darah, larva nyamuk besar ini memenuhi kebutuhan proteinnya dengan
cara memangsa jentik-jentik nyamuk yang lain (Depkes 2001).
Nyamuk jantan tidak mengisap darah tetapi madu atau cairan tanaman.
Nyamuk dewasa jantan umumnya hanya tahan hidup selama enam sampai tujuh
hari, sedangkan yang betina dapat mencapai 2 minggu di alam. Nyamuk-nyamuk
di laboratorium yang dipelihara dengan cukup karbohidrat dalam kelembaban
yang tinggi dapat mencapai usia beberapa bulan. Nyamuk tertarik pada cahaya,
pakaian berwarna gelap, manusia serta hewan. Hal ini disebabkan oleh
perangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan hewan terutama CO2 dan beberapa
asam amino dan lokalisasi yang dekat pada suhu hangat serta kelembaban (Hadi
& Koesharto 2006).
Beberapa spesies nyamuk bersifat antropofilik yang lebih menyukai
berdekatan dengan aktivitas manusia, spesies ini banyak ditemukan
dipermukiman. Spesies zoofilik lebih menyukai hidup berdampingan dengan
dalam lingkungan permukiman ataupun dekat dengan hewan. Spesies yang hidup
bebeas di alam umumnya hidup dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti
cairan tumbuhan atau sisa-sisa kotoran dari tumbuhan dan hewan. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa beberapa jenis nyamuk mencari makan dalam rumah
(endofagik) dan istirahat dalam rumah (endofilik), sedangkan spesies lain
memasuki rumah hanya untuk mencari makan (endofagik) tetapi istirahat di luar
rumah (eksofilik), adapula yang mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan
istirahat juga di luar rumah (eksofilik) (Hadi & Koesharto 2006).
Berbagai studi membuktikan terjadinya perubahan perilaku nyamuk vektor
malaria di Indonesia dan Afrika, sehingga perlu dipikirkan kembali bentuk
pengendalian domestik seperti kelambu dan insektisida. Pemahaman mengenai
jumlah nyamuk pada suatu tempat dan waktu tertentu belum cukup, tetapi perlu
pula diketahui dimana dan kapan nyamuk mengisap darah manusia (Pates &
Curtis 2005, Killeen et al. 2002). Perilaku mencari darah oleh nyamuk
dipengaruhi oleh berbagai jenis faktor yang berkaitan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyamuk dalam mencari inang untuk
menemukan darah adalah suhu, kelembaban, karbondioksida, aroma tubuh dan
berbagai jenis faktor visual.
Suhu. Suhu merupakan faktor penting sebagai pengarah dalam penemuan
inang dan merupakan daya tarik utama bagi nyamuk untuk memberi reaksi
mengisap darah (Bates 1970). Nyamuk dapat mendeteksi panas yang dikeluarkan
oleh inang vertebrata dari jarak dekat dan mengarahkannya ke inang untuk
mengisap darah, tetapi pada jarak tertentu yang lebih dekat, panas diduga tidak
menunjukkan pengaruh terhadap daya tarik nyamuk ke inang (Clements 1999).
Kelembaban udara. Kelembaban mempengaruhi metabolisme dan
kelangsungan hidup nyamuk. Kelembaban yang rendah menyebabkan laju
penguapan dari dalam tubuh nyamuk tinggi dan sehingga terjadi dehidrasi. Untuk
perkembangbiakan nyamuk dibutuhkan kelembaban dengan ambien 60%.
Nyamuk akan lebih aktif mencari sumber dan mengisap darah pada kelembaban
yang lebih tinggi (Harijanto 2000).
Menurut Epstein et al. 1998, kepadatan nyamuk berbanding lurus dengan
akan semakin tinggi pula. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Juliawati
(2008) bahwa kepadatan mengisap darah An. letifer di Nyaru Menteng, meningkat
dengan meningkatnya kelembaban dan puncaknya terjadi pada saat kelembaban di
atas 83% yang melebihi nilai kelembaban rata-rata (80,3%).
Karbon dioksida (CO2). Nyamuk bereaksi positif terhadap karbon
dioksida. Penelitian tentang pengaruh CO2 terhadap respon nyamuk masih
terbatas dilakukan. Nyamuk Aedes aegypti merespon konsentrasi CO2 yang
cocok, mereka merespon CO2 di udara pada ambang 0,015%-0,03% respon ini
sama hingga konsentrasi 0,02%-0,04% CO2 di udara. Responnya menunjukkan
indenpendensi dan tidak menunjukkan sensitifitas yang lebih besar terhadap
konsentrasi CO2 yang dijumpai sebelumnya (Clements 1999). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Carlson et al. (1992) yang menunjukkan tidak adanya
hubungan antara penambahan konsentrasi CO2 dengan daya tarik Ae. aegypti
terhadap inang.
Aroma. Willis (1947) menyimpulkan bahwa aroma lengan manusia
merupakan rangsangan yang menarik nyamuk Ae. aegypti, dan Ae.
quadrimaculatus. An. koliensis menunjukkan lebih banyak mengisap darah pada
kaki dan bagian sekitar sendi kaki dari pada di tungkai kaki, dan jika kaki dan
bagian sekitar sendi kaki ditutup, maka ia lebih suka mengisap darah pada bagian
tungkai yang tidak berbulu daripada yang berbul
An. gambiae yang merupakan vektor utama malaria di Afrika,
menggunakan penciuman untuk menanggapi isyarat kimia yang diperlukan untuk
makan, preferensi inang, dan pemilihan pasangan. Organ yang malaksanakan
fungsi ini adalah reseptor bau (An. gambie olfactory response/AgORs) yang
terletak dalam neuron sensorik perifer (Liu et al. 2010). Pada nyaku An. gambiae
di Afrika, gerakan mendekati inang dikendalikan oleh berbagai penanda
semiokimia yang bersifat olfaktori, yang saat ini dikenal sebagai kairomon
spesifik pada manusia (Takken 1999).
Penanda visual. Nyamuk tertarik pada inang yang bergerak, Ae. aegypti
mendekati boks transparan yang berisi tikus rusa (Peromyscus) yang telah dibius
dalam jumlah banyak, tetapi jumlah yang mengumpul pada boks yang berisi tikus
dengan boks yang pertama (Clements 1999). Brown dan Bannet (1981)
melaporkan bahwa Ae. aegypti mengisap darah lebih banyak pada lengan umpan
yang menggunakan kaos hitam jika dibandingkan dengan yang menggunakan
kaos dengan warna lain.
2.4 Habitat perkembangbiakan Anopheles spp.
Jenis habitat perkembanganbiakan nyamuk dikelompokkan berdasarkan dua
cara yaitu bedasarkan sifat genangan air dan cara terbentukanya habitat.
Berdasarkan sifat genangan air, habitat terdiri dari: 1) habitat dengan air yang
menggenang permanen atau sementara seperti rawa yang luas, rawa di sekitar
danau, kolam, genangan air dan mata air, 2) kumpulan air tawar yang sifatnya
sementara seperti genangan air terbuka dan kumpulan bekas tapak kaki hewan, 3)
air yang mengalir permanen seperti sungai dan selokan yang mengalir, 4)
penampungan air alami seperti lubang di batu, pohon, lubang buatan hewan dan
tempat penampungan air seperti kaleng bekas, ban, tempurung kelapa, dan 5) air
payau seperti rawa pasang surut. Sedangkan menurut cara terbentuknya, habitat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu habitat yang bersifat alamiah seperti danau,
rawa, genangan air, dan habitat buatan manusia seperti sawah, irigasi dan kolam
(Rao 1981).
Habitat nyamuk dalam pengertian luas didefinisikan sebagai tempat yang
cocok untuk istirahat, dimana terdapat inang dan menjadi tempat
perkembangbiakan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan nyamuk terhadap
habitat utamanya adalah suhu, kelembaban, perlindungan terhadap matahari,
angin dan predator (WHO 1975). Penyebaran nyamuk sangat dipengaruhi oleh
karakteristik lokal, seperti karakteristik inang, lingkungan, dan karakteristik
biotik. Letak geografi, lingkungan ekologi dan sosial budaya masyarakat
mempengaruhi penyebarannya. Faktor ekologis berpengaruh dominan sebagai
penentu prevalensi dan insidensi malaria pada suatu daerah endemis
(Mardihusodo 2001).
Nyamuk merupakan serangga yang sukses dalam memanfaatkan air di
lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen
maupun temporer. Danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi,
sebagai habitat perkembangbiakan larva nyamuk. Nyamuk dewasa bisa tinggal di
sekitar habitat perkembangbiakannya, tetapi dapat juga terbang beberapa
kilometer, tergantung spesies dan berbagai faktor lain. Perubahan lingkungan dan
aktivitas penduduk seperti perkembangan infrastruktur, pertanian, pembuatan
tambak dan irigasi, dapat menyediakan tempat perkembangbiakan bagi Anopheles
(Oaks et al. 1992).
Telur nyamuk harus diletakkan di permukaan air yang mengalir lambat atau
air yang tenang. Larva mencari makan di bawah permukaan air, dan bernafas
dengan udara permukaan (Minakawa et al. 1999). Telur nyamuk diletakkan secara
berderet-deret seperti rakit di permukaan air (Culex) dan pada tumbuhan air
(Mansonia), atau satu per satu dilekatkan pada dinding bejana yang berisi air
(Aedes). Telur nyamuk Anopheles spp. diletakkan satu-per satu di atas permukaan
air, menyerupai perahu dengan pelampung dari khorion yang berlekuk-lekuk di
sebelah lateral (Hadi & Koesharto 2006).
Berbagai tipe habitat mempengaruhi perkembangan dan keberhasilan larva
Anopheles ssp menjadi nyamuk. Penelitian di Kenya menunjukkan adanya
hubungan positif antara stabilitas habitat dan keberadaan pupa. Larva Anopheles
gambie terutama terdapat pada lubang tanah, jejak kaki sapi, jalur ban, dan saluran
drainase (Minakawa et al. 1999). Mikrohabitat ini sangat mendukung
perkembangan nyamuk yang bersifat sinantropik karena mikrohabitat tersebut
menyatu dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, berbagai jenis ekosistem
buatan merupakan sumber ancaman penyakit dari berbagai nyamuk vektor. Hal
ini juga terjadi di sepanjang Sungai Santa Ana sampai di lahan basah Prado dan
lembah Chino California Selatan yang menunjukkan semakin besarnya ancaman
nyamuk vektor dari waktu ke waktu akibat semakin berkembangannya berbagai
habitat nyamuk sebagai dampak kegiatan pertanian (Mian 2006).
Nyamuk yang hidup di alam dapat ditemukan pada berbagai ekosistem di
antaranya adalah ekosistem hutan, semak, perkebunan dan permukiman, yang
masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Berikut ini perbedaan
dari masing-masing ekosistem tersebut.
Ekosistem Hutan merupakan areal lahan yang dihuni oleh vegetasi tingkat
merupakan suatu areal yang didominasi oleh vegetasi yang rendah dengan banyak
cabang yang muncul di atas atau dekat permukaan tanah. Ekosistem perkebunan
merupakan areal lahan hasil konversi dari lahan hutan, semak atau dari lahan
dengan fungsi lain yang kemudian dikelola secara berkesinambungan dengan
memodifikasi vegetasi alaminya dengan tanaman budidaya berupa tanaman
kelapa, cokelat, pala dan jenis tanaman komoditas lainnya. Ekosistem semak
adalah areal yang terdiri atas vegetasi dengan ukuran tinggi tanaman yang rendah
dan dicirikan oleh percabangan pada bagian pangkal pohon. Adapun ekosistem
permukiman merupakan areal lahan yang peruntukannya dikhususkan untuk
kawasan tempat tinggal atau permukiman.
Beberapa jenis habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles antara lain
berupa kobakan yang merupakan lubang kecil yang berisi air, biasanya muncul
setelah hujan terbentuk, baik disengaja maupun secara alami oleh erosi percikan
atau erosi permukaan yang mengakibatkan munculnya lubang kecil yang dapat
menampung air hujan. Di Purworejo, Lestari et al. (2007) menemukan dua spesies
Anopheles di kobakan yaitu An. maculatus dan An. balabacensis, sedangkan
Muliadi (2010), menemukan An. farauti dan A. kochi pada bebebrapa kobakan di
Desa Doro, Halmahera Selatan.
Kubangan merupakan habitat yang berupa lubang atau cekungan
dipermukaan tanah yang yang terbentuk secara alami ataupun akibat aktivitas
manusia yang dapat menampung air hujan, ukuran dan retensi airnya lebih besar
dari kobakan. Muliadi (2010), menemukan An. farauti dan A. vagus pada
bebebrapa kobakan di Desa Doro, Halmahera Selatan.
Jenis habitat lainnya adalah tapak ban terbentuk dari jejak roda kendaraan
(roda 2 atau roda empat, atau gerobak) yang ditinggalkan dipermukaan tanah,
terjadi jika kondisi tanah yang dilewati dalam keadaan lembek, becek dan sering
terbentuk setelah hujan, sedangkan tapak hewan merupakan jejak kaki sapi atau
kaki kerbau yang potensil menampung air hujan. Parit/Selokan merupakan saluran
air yang sengaja dibuat dipermukaan tanah dengan cara dibuat galian secara
memanjang untuk mengalirkan air permukaan dan mencegah banjir.
Setyaningrum et al. (2008) melaporkan rata-rata kepadatan Anopheles spp. yang
Jenis habitat yang lebih besar adalah kolam yaitu tempat penampungan air
di permukaan tanah yang sengaja dibuat untuk menampung air dalam jangka
panjang, sehingga kedalamannya lebih tinggi dibanding habitat lainnya. Kolam
biasanya berbentuk persegi panjang atau bentuk lainnya. Mardiana et al. 2002,
menemukan An. subpictus dan An. vagus pada beberapa kolam yang terdapat di
trenggalek, sedangkan Sukowati (2010) menemukan An. farauti dan An. vagus
pada kolam yang terdapat di beberapa desa di Halmahera Selatan.
Habitat yang juga berukuran relatif besar adalah lagun yang terdapat di
mulut/muara kali kecil yang alirannya tidak permanen sepanjang tahun, terbentuk
akibat hempasan gelombang laut yang membawa pasir ke bibir pantai dan
menutup mulut muara secara temporer. Selama beberapa waktu tertentu hubungan
dengan air laut terputus sehingga salinitas menurun drastis akibat terus
bertambahnya suplai air tawar. Sukowati, 2010 menemukan lima spesies
Anopheles pada beberapa lagun yang terdapat di Halmahera Selatan, yaitu An.
punctulatus, An. vagus, An. barumbrosus, An. subpictus dan An. tessellatus.
2.5 Pengaruh iklim global terhadap malaria
Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan kondisi iklim yang
ditandai oleh perubahan sifat dari rata-rata variabel yang berlangsung lebih dari
satu periode. Perubahan iklim merupakan dampak dari meningkatnya suhu global
yang mencapai 0.74˚C dalam waktu 100 tahun, dan akan meningkat hingga 5˚C
pada tahun 2008. Pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia telah
diprediksi secara global. Terdapat hubungan antara variabel iklim, penyakit diare
dan malaria serta kisaran faktor bukan iklim dengan kesehatan manusia (Bhandari
2010).
Perubahan iklim global yang berdampak terhadap perubahan cuaca mikro
secara global juga berdampak luar biasa terhadap resiko penyakit kevektoran.
Penambahan suhu 0,5˚C menyebabkan meningkatnya kelimpahan vektor 3-10%.
Efek ini disebut dengan amplifikasi biologis dari perubahan iklim (Pazcual et al.
2006). Alonso et al. (2010) melaporkan bahwa perubahan suhu berperan penting
terhadap meningkatnya kasus malaria yang disebabkan oleh semakin
Selain itu juga ditunjukkan bahwa fluktuasi iklim berperan penting dalam
memulai epidemi malaria di daerah tersebut.
Suhu berpengaruh terhadap masa perkembangan dan perbedaan tahapan
dalam siklus hidup nyamuk, laju mencari makan, siklus gonotrofik dan usia
nyamuk. Kapasitas vektoral dan laju inokulasi entomologi dipengaruhi oleh
kelimpahan vektor dalam hubungannya dengan jumlah orang pada suatu tempat,
laju kelangsungan hidup harian, laju mencari makan, laju mencari makan dan
waktu yang dibutuhkan selama periode siklus sporogoninya. Tahap ini sangat
peka terhadap suhu lingkungan (Sukowati 2010).
Patz dan Olson (2006) meneliti hubungan antara waktu yang dibutuhkan
untuk perkembangan parasit Plasmodium falciparum dan P. vivax dalam tubuh
nyamuk An. gambiae, yang menunjukkan bahwa setelah melewati nilai suhu
18˚C, maka perkembangan keduanya akansemakin tinggi dengan kenaikan suhu.
Masa inkubasi parasit malaria dalam tubuh nyamuk juga dipengaruhi oleh
fluktuasi suhu harian. Fluktuasi suhu diurnal dibawah 21°C akan menghambat
perkembangan parasit dibandingkan dengan suhu konstan, sedangkan fluktuasi
yang melebihi 21°C mempercepat perkembangan parasit.
Nyamuk memerlukan air tergenang untuk habitat perkembangbiakan dan
membutuhkan kelembaban untuk viabilitasnya, curah hujan akan menciptakan
habitat perkembangbiakan atau menyapu nyamuk fase pradewasa dan
menyebabkan vektor lebih infektif, akan tetapi suhu dan kekeringan yang terlalu
BAB 3
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN
NYAMUK
Anopheles
spp.
DI HALMAHERA SELATAN,
DAERAH ENDEMIK MALARIA
[Abundance and diversity of
Anopheles
spp. mosquito
in South Halmahera, A Malaria Endemic Region]
Abstrak
Penelitian tentang kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan telah dilaksanakan di Desa Saketa yang merupakan daerah endemik di Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 12 bulan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011 bertujuan untuk mempelajari aspek ekologi Anopheles spp. pada tiap jenis ekosistem. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode human landing collection dari pukul 18.00-6.00, sebanyak empat kali setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies Anopheles yaitu Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Anopheles tertinggi ditemukan pada ekosistem perkebunan (35,82%), diikuti oleh hutan (33,78%), semak (24,98%), dan terendah di permukiman (5,42%). An. indefinitus dominan pada ekosistem hutan,
sedangkan An. kochi dominan pada ekosistem perkebunan, semak dan
permukiman. Hasil analisis korespondensi menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles tersebar dalam tiga kelompok utama yaitu An. farauti dan An. tessellatus mengelompok pada semak dan permukiman, An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus mengelompok di hutan, dan An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, dan An. punctulatus mengelompok di perkebunan.
Kata kunci : Anopheles spp, endemik malaria, Halmahera Selatan, keaneka
Abstract
A research on abundance and biodiversity of Anopheles mosquitoes were done in four different ecosystems, i.e. housings, plantations, bushes, and forests in South Halmahera, the endemic malaria district in North Maluku, started from September 2010 to August 2011. The research aimed to assess ecological aspect of Anopheles in each ecosystem types. Mosquitoes were collected by using human landing collection method from 6.00 pm to 6.00 am, four times per month. The research results showed that there were 10 species of Anopheles i.e. Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, and An. vagus. The highest Anopheles distribution was found in plantation ecosystem (35,82%), followed by forest ecosystem (33,78%), bushes ecosystem (24,98%), and housing ecosystem (5,42%). An. indefinitus dominantly found in forest ecosystems, whereas An. kochi do