;
l
i
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2) : 254266 254
Full Paper
J
PRODUKTIVITAS NELAYAN, KAPAL DAN ALAT TANGKAP DI .WILAYAH PENGELOLAAN PERI KANAN INDONESIA
(j)
FISHERMAN, VESSEL AND GEAR PRODUCTIVITY IN INDONESIA FISHERIES MANAGEMENT AREA
Yonvitne() Abstract
Fisheries productivity is defined as a comparison of production to fishing effort. The Fishing effort can be the number of fishers, fishing boats or fishing gears. This paper was developed from analysis of Indonesia Fisheries statistic data in the period of 19902001 at 9 regions of fishery management in Indonesia. It was assumed that the catch by fisherman in each region will be landed at the same region. The results showed that productivity level of fisherman was lowest at WPP9 (Indian Ocean) with a value 1,2 ton per year (an average 100 kg per month per fisher) . The highest productivity of fisherman reached 3.1 ton in 1999 at WPP5 (Sulawesi Sea and Tomini Gulf) . The productivity of fishing boat was ranged from 7.8 ton to 16.4 ton per year per fishing boat. Then the productivity of gear was from 5,0 ton per gear per year to 13,5 ton per gear per year. From this result, it can be predicted that the distribution of fishing gear, fishing boat and fisherman in 9WPP was not equally proportional. For sustainability life of the fisheries, it need a policy which may increase to economic benefit of fisherman and fishing activity.
Key words: fishing boat, fishing' gear, fisherman, management region, productivity Pengantar
Fakta menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat yang hidup dan berada di kawasan pesisir dan laut selalu termarjinalkan dan miskin. Oleh karena itu Gerbang Mina Bahari, diharapkan akan menjadi pilar umat untuk berperan serta aktif mensukseskan programprogram dan implementasinya dalam kerangka perbaikan dan peningkatan kualitas ekonomi bangsa. Konsekuensi logis dari peran ini adalah bahwa nelayan harus diberikan ruang dan kesempatan yang proporsiona l dan fleksibel, sehingga segenap program dapat berjalan cepat, terpadu dan berkelanjutan, serta nelayan sungguhsungguh menikmati hidup yang sejahtera di kemudian hari.
ISSN : 08536384
.) Manajemen Sumberdaya Perairan , Fakultas Perikanan dan ffmu KelautanIPB. JI Agathis No 1 Kampus Dramada. Bogor. 16680.Telp (0251) 625556, fax (0251) 621086. Emaif: yonvitr@yahoo.com.
CopyrighlC>2007, Jumal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Geliat pembangunan dan usaha untuk memajukan sektor kelautan, ternyata masih di bawah bayangan semu. Potensi yang disebut oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai raksasa yang sedang tidur belum secara signifikan meningkatkan tarafhidup nelayan. Potensi perikanan yang mencapai angka 6,4 juta ton/tahun (Dahuri, 2002), potensi garis pantai yang mencapai 81 .000 km (yang disebut sebagai yang terpanjang kedua setelah Kanada), potensi negara kepulauan dengan 17.500 buah pulau, potensi sumberdaya terumbu karang yang mencapai 85.000 krn2
, potensi kawasan budidaya 24.528.178 ha pad a kenyataannya belum dapat meningkatkan ekonomi nelayan.
Yonvitner, 2007
Dalam mengelol tangkap, peme wilayah perair wilayah pengel( yaitu (1) Selat Selatan, (3) L Sunda,(4) Selat r (5) Laut Banda, ( Timor,(7) Laut
1
(8) Laut sオャ。キ・セ@serta (9) Samude memiliki potensi berbeda . Di anta memiliki masa adalah Laut Jaw Secara umum produktivitas u kesembilan v perikanan tidak Bahkan pada pengelolaan kecenderungan セ@
baik terhadap
c
armada perikani secara fisik vo berimbang deng dalam aktivitas prod u ksi ー・イゥセ@ pengelolaan セ@ berpengaruh terh perikanan, selai Penilaian produl melihat perkem perikanan pada perikanan Indor dijadikan baha penyusunan str; perikanan di n pengelolaan Selanjutnya d kegiatan yang menyusun kese sumberdaya ika Studi ini bertuju yang dikumpulk pada sembi la , perikanan untuf
セVV@ ISSN : 08536384
セー@ 01 WILAYAH
NESIA FISHERIES
;hing effort. The Fishing is paper was developed 19902001 at 9 regions h by fisherman in each at productivity level of n per year (an average lan reached 3.1 ton in
ity of fishing boat was >roductivity of gear was m this result, it can be
セ・イュ。ョ@ in 9WPP was セ・、@ a policy which may
It region, productivity
lan dan usaha untuk ) f kelautan, ternyata yangan semu. Potensi Menteri Kelautan dan
I
raksasa yang sedang secara signifikan hidup nelayan. Potensi mcapai angka 6,4 juta 2002), potensi garis 3pai 81.000 km (yang tng terpanjang kedua ), potensi negara 17.500 buah pulau, 3 terumbu karang yang セュRL@ potensi kawasan セXNQWX@ ha pada n dapat meningkatkanPB . JI Agathis No 1 : yonvitr@yahoo.com.
Yonvitner, 2007
Dalam mengelola sumberdaya perikanan tangkap, pemerintah telah membagi wilayah perairan menjadi sembilan wilayah pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu (1) Selat Malaka, (2) Laut Cina Selatan, (3) Laut Jawa dan Selat Sunda,(4) Selat Makasardan Laut Flores, (5) Laut Banda, (6) LautArafuru dan Laut Timor,(7) Laut Tomini dan Laut Maluku, (8) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, serta (9) Samudera Hindia. Setiap wilayah memiliki potensi dan permasalahan yang berbeda. Di antara wilayah tersebut yang memiliki masalah yang cukup berat adalah Laut Jawa (Yaqin et al., 2003).
Secara umum hasil perikanan, dan produktivitas usaha perikanan pad a kesembilan wilayah pengelolaan perikanan tidak mengalami penurunan. Bahkan pada beberapa wilayah pengelolaan perikanan terlihat kecenderungan peningkatan produktivitas baik terhadap alat, nelayan, maupun armada perikanan. Hal ini menandakan secara fisik volume produksi masih berimbang dengan upaya yang diberikan dalam aktivitas perikanan. Potensi dan produksi perikanan dalam wilayah penge lolaan perikanan, juga akan berpengaruh terhadap produktivitas usaha perikanan, selain upaya yang diberikan . Penilaian produktivitas diperlukan untuk melihat perkembangan produksi usaha perikanan pada 9 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Hasil kajian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengelolaan usaha perikanan di masingmasing wilayah pengelolaan perikanan tersebut. Selanjutnya dapat dilihat prioritas kegiatan yang akan dilakl1kan dalam menyusun keseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan .
Studi ini bertujuan untuk mengkaji data yang dikumpulkan dari statistik perikanan pada sembilan wilayah pengelolaan perikanan untuk melihat tingkat produk
255
tivitas dari alat, kapal dan jumlah nelayan yang terlibat dalam usaha perikanan . Informasi ini kemudian dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengatur jumlah nelayan, jumlah kapal atau alat tangkap yang diperbolehkan atau yang layak untuk tiap wilayah pengelolaan perikanan. Hasil ini juga sebagi dasar untuk evaluasi pengelolaan perikanan menurut wilayah pengelolaan perikanan yang ada.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Alat yang diperlukan adalah seperangkat alat anal isis seperti komputer untuk tabulasi data. Bahan yang digunakan adalah data sheet dan data sekunder dari instansi perikanan di Kabupaten Kota yang menjadi lokasi pengambilan contoh se.perti Papua Barat, Sorong, Manado dan Sulawesi Selatan .
Data yang dikumpulkan berasal dari data statistik perikanan Indonesia periode 1990 2001. Klarifikasi data dilakukan terhadap data yang telah diterbitkan dari tahun 19902001. Perubahan jumlah WPP dari 11 menjadi 9 memerlukan suatu justifikasi yang baik untuk dapat mengelompokkan data dalam format yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Modifikasi data statistik perikanan diperlukan untuk merubah format masing masing komponen pada statistik perikanan ke format WPP. Dalam formulasi dilakukan proses pengalokasian data menu rut statistik daerah kabupaten terhadap propinsi. Nilai yang diperoleh dijadikan dasar untuk mengelompokkan data menurut alokasi proporsional. Alokasi proporsional di formulasikan sebagai berikut:
I
n Pkwl'l'rP
-
; = 1XP
NN. pp, -
Pp
-l
i
- -
-256 Jurnal Perikanan (J. Fish . Sci.) IX (2) : 254266 ISSN : 08536384
Keterangan: Hasil dan Pembahasan
pセク@ = Alokasi produksi nasional
untuk WPPx(overlap) Produktivitas usaha perikanan di wilayah
:t
P""pp, = Nilai produksi dari kabupatenl pengelolaan perikanan dapat dilihat dari,=.
kota yang berada pada WPP x tiga aspek yaitu terhadap jumlah nelayan, Pp =Total produksi propinsi yang jumlah armada perikanan dan jumlah alat berada pada lebih dari satu tangkap. Ketiga komponen ini dianggapWPP penting sebagai dasar untuk menyusun
PN = Produksi nasional (menu rut) prioritas pengelolaan perikanan . statistik perikanan
Produktivitas nelayan di 9 WPP Indonesia Analisis yang dilakukan adalah analisis menunjukkan pola yang lebih beragam. statistik deskriptif (pendekatan nilai Sejak tahun 19902001 produktivitas tengah, rasio, dan deviasi) . Selain itujuga nelayan dari usaha perikanan tidak dilakukan analisis regresi linier terhadap menujukkan fluktuasi yang ekstrim . pengaruh faktor yang menjadi upaya Secara nasional produktivitas nelayan terhadap produksi perikanan di seluruh mencapai 1,85 ton per tahun per nelayan . wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Dalam satu tahun, diperkirakan ratarata Kemudian untuk melihat pola nelayan bethasil menangkap ikan pengelompokkan wilayah pengelolaan sebanyak 154,32 kg ikan per bulan. perikanan dari parameter nelayan , kapal Tangkapan maksimal diperkirakan dan alat tangkap dilakukan klasifikasi mencapai 202,09 kg per nelayan per tahun hieraki Euclidean (Krebs, 1989). dan minimal 133,76 kg per nelayan per tahun . Selama periode 19902001 terjadi peningkatan produktivitas nelayan sebesar 4,2% per tahun. Tingkat produktivitas nelayan menu rut wilayah pengelolaan
Keterangan: perikanan periode 19902001 disajikan
d.. = jarak antara peubah kei dari para pada Tabel 1.
! k .
meter eJ
xij;y, = nilai ke i dan j dari parameter x Daerah pengelolaan perikanan yang cukup dan y tinggi yaitu Laut Banda mencapai 6,767 Tabel1. Produktivitas nelayan dalam kegiatan penangkapan di 9 wilayah pengelolan
l2erikanan Indonesia dari 19902001 (ton)
No INPP 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
1 Selat Malaka 2,10 2,05 2,26 2,37 2,29 2,45 2,61 2,35 2,28 2,20 2,22 2,95
2 LautCina 2,29 2,21 2,31 2,37 2,60 2,29 2.31 2,21 2.19 2,78 2,38 2.79
Selatan
3 LautJawa 1,62 1,72 1.73 1.58 1.83 1.50 1.64 1,85 1.57 1,34 1,58 1,55
4 Selat Makasar 1,64 1,69 1.59 1,66 1.55 1,50 1,58 1,55 1,51 1,57 1,71 1,32
dan Laut Flores
5 Laut Banda 1,59 1,29 1,74 1,76 2,24 2,39 2,80 2,96 3,04 3,10 3,03 6,76
6 LautSeram 1,22 1,28 1,26 1,46 1,40 1,43 1,48 1,64 1,51 1,55 1,51 1,44
Teluk Tomini
7 Laut Arafuru 1,43 1,77 1,68 1,41 1,74 1,70 1,63 2,37 1,44 1,54 1,62 2,18
8 Laut Sulawesi 1,28 1,59 1,38 1,46 1,39 1,38 1,36 1,65 1,30 1,34 1,37 1,52
dan Samudera Pasifik
9 Samudera 1,28 1,52 1,40 1,28 1,61 1,51 1,50 1.56 1,73 1,48 1,20 1,31
Hindia
Yonvitner, 2007
ton per nelayan 1=
Sedangkan produ mencapai 1,20 ton pe 2000 di Samudera produktivitas ョ・ャ。セ@ masing daerah pen disajikan pada Tabel Selama periode 1 daerah yang mell nelayan yang tinggi , Malaka, Laut Cina Banda. Rasio produ nelayan cukup tingg tersebut. Produktivi yaitu 2,052,95 ton p atau ratarata 2,29
±
per tahun . Sedar berkisar 1,296,76 tahun dengan rataI per nelayan per tahl Daerah lain yang per produktivitas nelayar produktivitas nasi nelayan per tahu pengeloalan perika Laut Arafuru . Ting nelayan pad a kedu pengaruh pusat pE banyak, sehingga luar wilayah Laut j。セ@ ke daerah Jawa . Arafuru karena pen!
ikan yang masih be duktivUas nelayan セ@ dan mencapai prod
Tabel2. Produktivit 19902001 _No
1 Selat Malak" 2 Laut Cina SE 3 Laut Jawa 4 Selat Makas 5 Laut Banda 6 . Laut Laut Se 7 Laut Arafuru 8 Laut Sulawe
RataRata 1,61 1,68 1,70 1,71 1,85 1,79 1,88 2,01 1,84 1,88 1,85 2,43 9 Samudera
ISSN: 08536384
ian
セイゥォ。ョ。ョ@ di wilayah n dapat dilihat dari ap jumlah nelayan, lan dan jumlah alat lonen ini dianggap r untuk menyusun lerikanan.
ii 9 WPP Indonesia ng lebih beragam. 001 produktivitas
perikanan tidak lsi yang ekstrim. juktivitas nelayan
tahun per nelayan. erkirakan ratarata nenangkap ikan セ@ ikan per bulan. nal diperkirakan
セイ@ nelayan per tahun <g per nelayan per セ@ 19902001 terjadi tas nelayan sebesar gkat produktivitas ayah pengelolaan 1902001 disajikan
!rikanan yang cukup la mencapai 6,767 lah pengel'olan
1999 2000 2001
2,20 2,22 2,95
2.78 2,38 2.79
1.34 1.58 1.55
1,57 1.71 1.32
3.10 3,03 6.76
1.55 1,51 1,44
1,54 1.62 2,18
1.34 1.37 1.52
1,48 1,20 1.31
1.88 1.85 2,43
Yonvitner. 2007
ton per nelayan pada tahun 2001. Sedangkan produktivitas terendah mencapai 1.20 ton per nelayan pada tahun 2000 di Samudera Hindia. Sebaran produktivitas nelayan untuk masing-masing daerah pengelolaan perikanan disajikan pada Tabel 2.
Selama periode 1990-2001 tercatat daerah yang memiliki produktivitas nelayan yang tinggi adalah daerah Selat Malaka. Laut Cina Selatan dan Laut Banda. Rasio produksi terhadap jumlah nelayan cukup tinggi pada ketiga daerah tersebut. Produktivitas di Selat Malaka yaitu 2.05-2,95 ton per tahun per nelayan atau rata-rata 2,29 ± 0.24 ton per nelayan per tahun. Sedangkan Laut Banda berkisar 1,29-6,76 ton per nelayan per tahun dengan rata-rata 2,36 ± 1,42 ton per nelayan per tahun.
Daerah lain yang pemah mencapai tingkat produktivitas nelayan yang lebih tinggi dari produktivitas nasional (1,85 ton per nelayan per tahun) adalah wilayah pengeloalan perikanan Laut Jawa dan Laut Arafuru. Tingginya produktivitas nelayan pada kedua daerah ini karena pengaruh pusat pendaratan ikan yang banyak, sehingga banyak nelayan dari luar wilayah Laut Ja':Va yang mendaratkan ke daerah Jawa. Sedangkan di Laut Arafuru karena pengaruh jumlah sediaan ikan yang masih banyak. sehingga pro-duktivitas nelayan sewaktu-waktu tinggi dan mencapai produktivitas nasional.
257
Secara umum produktivitas nelayan di wilayah pengelol'aan perikanan Indonesia selalu mengalami peningkatan. Pola produktivitas nelayan ini juga menunjukkan perubahan dari produksi atau nelayan. Selama periode 1990-2001 pola peningkatan poduksi dan nelayan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa kenaikan produksi diikuti oleh kenaikan jumlah nelayan. sehingga tidak terjadi perubahan yang signifikan pada hasil tangkapan nelayan. Pada kondisi ini dapat dikatakan bahwa penyebab dari peningkatan produksi adalah peningkatan jumlah nelayan. Menurut Mulyani (2005) rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan yang mencapai 3,3 juta orang akibat rendahnya produktivitas dan keterbatasan kemampuan dan keahlian dalam usaha serta produksi perikanan. Selain itu juga disebabkan karena tidak seimbangnya pemanfaatan akibat penyebaran nelayan tidak merata di kawasan penangkapan ikan.
Pada sektor produksi bidang kelautan dan perikanan. perikanan tangkap masih mendominasi produksi dan perolehan devisa. Berdasarkan hasil pengkajian Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. pada tahun 2001 produksi ikan hasil penangkapan di laut mencapai 4,069 juta ton. Potensidugaan mencapai 6,409 ton per tahun dan Jumlah
Tabel2. Produktivitas nelayan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, periode 1990-2001 (ton)
No WPP Min Maks Rataan Stdev
1 Selat Malaka
2 Laut Cina Selatan
3 Laut Jawa
4 Selat Makasar dan Laut Flores
5 Laut Banda
6 Laut Laut Seram-Teluk Tomini
7 Laut Arafuru
8 Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik
9 Samudera Hindia
2,05 2,95 2,29 0,24
2,19 2.79 2,39 0,21
1,34 1,85 1,63 0,14
1,32 1,71 1,60 0,10
1,29 6,76 2,36 1,42
1,22 1,64 1,43 0,13
1,41 2,37 1,66 0,29
1.28 1,65 1,41 0.11
1,20 1.73 _ 1,46 0,16
l
l
, I
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2): 254266 ISSN : 08536384 258
Tangkap Boleh (JTB) sebesar 5,127 juta daerah pengelolaan perikanan menurut ton pertahun . Jumlah ini masih relatif tingkat produktivitas nelayan disajikan rendah bila dibandingkan dengan potensi pada Gambar 2.
yang tersedia. Akan tetapi jumlah
produksi tersebut tidak proporsional Daerah pengelolaan Selat Mataka dan dibandingkan dengan potensi mas'ing Laut Gina Selatan membentuk kelompok, masing kawasan penangkapan (Yaqin et begitu juga dengan Laut JawaSelat
al.,2003). MakasarLaut Arafuru, Laut Sulawesi,
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik Walaupun perubahan prod'uktivitas dalam kelompok besar, sedangkan Laut nelayan tidak terlalu tinggi, tetapi tiap Banda lebih berbeda dari daerah lainnya. wilayah pengelolaan perikanan memiliki Hal ini diperkirakan kurangnya jumlah karakter atau tingkat produktivitas yang nelayan di kawasan Laut Banda, tidak sarna, sehingga cenderung mem sedangkan ikan hasil tangkapan masih bentuk kelompok. Pola pengelompokan tergolong baik.
3000 イM MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM MMMMMMセ⦅L@ 4000
3500 2500
6' 3000
'2
a
g
a 2000
.- 2500
'iii C
c: 2000 セ@:J
ro 1500
>
"8
ro L
1500
a..
(j)
c: 1000
.s:::. 1000
ro
E
500500 :J
I
0 0
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 Tahun
Gambar1. Pola perkembangan produksi dan nelayan periode 1990-2001 Keterangan: Bar (jumlah nelayan) dan line (produksi)
Kelompok
34.27
r:========::::;i
56.18
78.09
100.00 L + + + l l 4 4 4 + l
5 2 3 4 6 7 9 8
Wilayah pengelolaan perikanan
Gambar 2. Pengelompokkan wilayah pengelolaan perikanan berdasarkan tingkat produktivitas nelayan . Nomorwilayah pengelolaan perikanan mengacu pada Tabel 1 dan 2
CopyrightC2007 , Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Yonvitner, 2007
Pengelompokkan Laut Gina Sela' produktivitas yc penangkapan inter kurangnya nelay penangkapan di wil Gina Selatan. Pola Makasar Laut Flor sarna. Laut SeramI Hindia memiliki po tangkap dan ne berbeda, karena p masih baik, tetapi terbatas.
Kapal perikanan
Kapal yang digun penangkapan ike pengelolaan peril Wilayah pengelo Malaka banyak me sedangkan di
w
perikanan Laut Gin yang tidak ュ・ョァセ@
Perbandingan jumle nelayan disetiap perikanan diperolE berisikan antara 4! kriteria tersebut umumnya adalah tempel atau kapal Ratarata setiap u Indonesia mampL 6,85 ton tahun QYY セ@
Tabel 3. Produktivil dari 1990-:
No VvPP
1 Setat Malaka
2 Laut
ana
Selatan3 l.a\1 JCMS
4 Selat Makasar dan
Laut Acres
5 lat.( 8arda
6 taut l..ati Seram
Telu< Troiri
7 l.aut JIlafuu
8 l..ati SU<MeSi dan
Sarrudera Pasifik 9 Scm..dera Hindia
RataRata
I'SSN : 08536384
perikanan menu rut • nelayan disajikan
I Selat Malaka dan セュ「・ョエオォ@ kelompok,
1 Laut JawaSelat Iru, Laut Sulawesi, n Samudera Pasifik iar, sedangkan Laut dari daerah lainnya. kurangnya jumlah ;an Laut Banda, Iii tangkapan masih
4000
- - +
I
3500 3000 C
o
2500
-
:::::: If)セ@
2000
.g
0
1500
a::
1000 500 , 0 013902001
セゥI@
8
•
:arkan tingkat
1an mengacu
I
259 Yonvitner, 2007
Pengelompokkan Selat Malaka dengan kapan yang meningkat mendorong Laut Cina Selatan, terj adi karena peningkatan kemampuan produksi setiap produktivitas yang rendah akibat unit kapal. Kenaikan ratarata produksi penangkapan intensif di Selat Malaka dan hasil tangkapan ikan dari setiap unit kapal kurangnya nelayan yang melakukan setiap tahun mencapai 4,3%. Peningkat penangkapan di wilayah pengelolaan Laut an yang cukup besar terjadi tahun 1997 Cina Selatan. Pola di Laut Jawa dan Selat dan tahun 2001 yang masingmasing Makasar Laut Flores memiliki pola yang mencapai 1,722 dan 1,22 ton . Produk sama. Laut SeramLautAru dan Samudera tivitas kapaf dari tahun 19902001 disajikan Hindia memiliki pola yang sama dari hasil pada Tabel 3.
tangkap dan nelayan. Laut Banda
berbeda, karena potensi perikanan yang Produktivitas tiap kapa( per tahun masih baik, tetapi jumlah nelayan masih meningkat dari 6,85 ton pada tahun 1990
terbatas. menjadi 10,74 ton pada tahun 2001 .
Kisaran produktivitas usaha dari kapal
Kapa/ perikanan yang digunakan disajikan pada Tabel4.
Kapal yang digunakan dalam kegiatan
penangkapan ikan di setiap wilayah Produktivitas kapal perikanan di Selat pengelolaan perikanan berbedabeda. Malaka ratarata mencapai 9,85 ton per Wilayah pengelolaan perikanan Selat kapal per tahun. Sedangkan produktivitas Malaka banyak mengunakan kapal motor, kapal terendah adalah di WPP6 (Laut sedangkan di wilayah pengelolaan Seram dan Teluk Tomini) sebanyak 5,40 perikanan Laut Cina Selatan lebih ban yak ton per kapal per tahun. Produksi yang yang tidak menggunakan kapal motor. tergolong tinggi, adalah karena jumlah unit Perbandingan jumlah kapal dengan jumlah kapal yang beroperasi juga tinggi. nelayan disetiap wilayah pengelolaan Sehingga upaya yang diberikan masih perikanan diperoleh bahwa setiap kapal mampu menaikan kuantitas tangkapan berisikan antara 45 nelayan. Berdasarkan tapi menu run produktivitas kapal ikan di kriteria tersebut, kelompok tersebut Laut Seram dan Teluk Tomini.
umumnya adalah kelompok kapal motor
tempel atau kapal motor. Produktivitas yang tergolong tinggi adalah di Laut Cina Selatan dan Laut Jawa yang Ratarata setiap unit kapal perikanan di mencapai 12,57 dan 12,21 ton perkapal Indonesia mampu menangkap sebesar per tahun . Artinya setiap kapal setiap 6,85 ton tahun 1990. Kemudian hasil tang bulannya mampu menangkap ikan seba Tabel3. Produktivitas kapal penangkap ikan di 9 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia
dari 19902001 (ton)
No W'P 1900 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
1 Selat Malaka 9,22 8,97 9,31 9,61 9,64 10,83 9,82 10,05 10,14 9,93 10,84 12,55
2 l.aJt ana Selatfi"l 11,26 12,92 12,67 10,64 12,36 11,40 11 ,75 12,39 12,39 16,28 13,67 13,10 3 l.aJt .JaI.\e 9,69 10,56 11,38 11,28 12,63 14,49 12,27 16,39 13,59 9,74 12,29 13,28
4 Selat Makasar dan 8,54 8,12 8,94 8,71 7,85 7,88 8,28 8,07 8,10 7,82 8,41 7,51
l.aIA Acres
5 l..aJ Barda 4,87 5,24 5,18 5,25 7,92 7,35 8,67 9,19 9,64 9,81 9,95 20,90
6 l.aJ lati s・イ。セ@ 3,86 4,33 4,64 5,03 5,36 5,11 5,43 5,96 6,24 6,23 6,60 6,04
Tellk Toniri
7 l.aJt I>laftru 4,66 6,07 6,41 6,85 7,78 7,73 8,10 11,63 8,17 9,02 9,98 9,61
8 l..aJ SUCMeSi dan 4,13 5,11 5,47 5,95 5,71 5,52 5,70 6,76 6,31 6,43 7,14 6,68
Sarrudera セゥヲゥォ@
9 Sarrudera Hincia 5,42 6,93 7,49 6,48 6,96 6,59 7,36 7,97 9,81 7,91 6,76 6,98
RataRata 6,85 7,58 7,84 7,76 8,47 8,55 8,60 9,82 9,38 9,24 9,52 10,74
-l I
,
,
.
,
- - -
-- -- --
-Jurnal' Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2): 254266 ISSN: 08536384 260
nyak 1,043 ton per kapal. Dengan jumlah nelayan sebanyak 5 orang per kapal, maka setiap nelayan di Laut Cina Selatan akan memperoleh 209 kg ikan per bulan, atau 6,95 (7 kilogram) ikan per hari. Pola peningkatan produktivitas kapal dari pOla produksi nasional dan jumlah kapal disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan produksi yang cukup signifikan . Sementara jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi tidak banyak mengalami perubahan.Tingkat pertumbuhan kapal hanya mencapai 2,95% pertahunnya semenjak tahun 1990. sedangkan produksi pertumbuhanya men
capai 4,46% per tahun. Artinya per tumbuhan produksi yang mencapai hampir dua kali lipat pertumbuhan kapal. Pola kesamaan wilayah pengelolaan dari produktivitas kapal disajikan pada gambar 4.
Kondisi kapal perikanan memberikan pola pengelompokkan wilayah pengelolaan perikanan yang beragam . Laut Cina Selatan dan Laut Jawa membentuk kelompok yang terpisah dari wilayah lainnya. Selat Makasar dan Laut Flores membentuk satu ke l,ompok dengan Samudera Hindia. Laut Seram dan Teluk Tomini dengan Laut Arafuru, sedangkan Laut Banda berbeda dari daerah lainnya. Tabel4. Produktivitas minimum, ratarata dan maksimum di setiap wilayah pengelolaan
perikanan Indonesia.
No Wilayah pengelolaan perikanan Min Rataan Maks Deviasi 1 Selat Malaka
2 Laut Cina Selatan 3 Laut Jawa
4 Selat Makasar dan Laut Flores 5 Laut Banda
6 Laut Laut SeramTeluk Tomini 7 Laut Arafuru
8 Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik 9 Samudera Hindia
8,97 9,85 12,55 0,97 10,64 12,57 16,28 1,45 9,69 12,21 16,39 1,96 7,51 8,17 8,71 0,33 4,87 7,55 20,90 4,33 3,86 5,40 6,60 0,85 4,66 7,85 11,63 1,90 4,13 5,84 7,14 0,83 5,42 7,25 9,81 1,06
500 ··r , 4000
Yonvilner, 2007
Pengelompok semua d perikanan terjadi padc yaitu 52,73% . Artin fluktuasi akibat perb yang beroperasi diwil perikanan.
Alat tangkap
Alat tangkap perika beroperasi di wilayah Indonesia adalah pu kantong, jaring insa l pancing, perangkap kerang, pengumpul muroami serta alat tan
Kelompol
52.72
68.48
84.24
100.00
Gambar 4. Pengel produkl menga Tabel 5. PersEWtase ,
AlaI langkap 1
Pukal udang 0
Pukal kanlong 7, Jaring insang 29 Jaring angkal 6,
Pancing 25,
Perangkap 14,
AlaI pengumpul 6 kerang
AlaI pengumpul 0 rumpullaul
Muroami
o
Lainnya 9
Jumlah 1(
: 1) AlaI domir
: 2)Alal domir : 3)Tipis alaI (
Copyrighl©2007, Jumal Perik
Kelerangan
450
g
400o
.. 350 x ::::: 300 ro
c. 250
セ@
.c 200 ro
E
150 · ::J , 10050
o
- +
-· 3500 3000 ... c
g
2500 '00
セ@
2000 ::J "0
e
1500
a..
1000 500 0 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01Tahun
Gambar 3. Pola perkembangan produksi dan jumlah kapal periode 19902001 Keterangan: Bar Uumlah kapal) dan line (produksi)
ISSN: 08536384
Ihun. Artinya per ng mencapai hampir Ibuhan kapal. Pola
pengelolaan dari ajikan pada gambar
m
memberikan pola layah pengelolaan ragam . Laut Cina Jawa membentuk Jisah dari wilayah .ar dan Laut Floresセ ・ャッューッォ@ dengan ut Seram dan Teluk !\rafuru, sedangkan dari daerah lainnya. 'ilayah pengelolaan
Maks Deviasi 12,55 0,97 16,28 1,45 16,39 1,96 8,71 0,33 20,90 4,33 6,60 0,85 11,63 1,90
7,14 0,83
9,81 1,06
4000 ·3500 II
セ
3000 c
g
2500 en
セ@
· 2000 セ@
"0
0
1500
'-Il. 1000 500 0 01
ode 19902001
Yonvitner, 2007 261
Pengelompok semua daerah pengelolaan Gambaran kondisi alat tangkap di setiap perikanan terjadi pada level yang rendah wilayah pengelolaan perikanan disajikan yaitu 52,73% . Artinya sangat tinggi pada Tabel 5.
fluktuasi akibat perbedaan kapal ikan
yang beroperasi diwilayah pengelolaan Tabel 5 menunjukkan pada wilayah
perikanan. pengelolaan perikanan Selat Malaka, Laut
Cina Selatan dan Laut Jawa serta Selat
A/at tangkap Makasar dan Laut Flores didominasi jaring
Alat tangkap perikanan yang banyak insang yang mencapai lebih dari 30 persen beroperasi di wilayah perairan perikanan dari seluruh alat tangkap yang beroperasi. Indonesia adalah pukat udang, pukat Pada wilayah pengelolaan Laut Banda, kantong, jaring insang, jaring angkat, Laut SeramTeluk Tomini, Laut Sulawesi pancing, perangkap, alat pengumpul dan Samudera Pasifik, Laut Arafuru dan kerang, pengumpul rumput laut dan Samudera Hindia dominasi alat tangkap muroami serta alat tangkap yang lainnya. pancing. Penggunaan alat tangkap yang
Kelompok
52.72 --I
68.48
84 .24,
100.00
2 3 4 9 6 7 8 5
Wilayah pengelolaan perikanan
Gambar 4 . Pengelompokkan wilayah pengelolaan perikanan berdasarkan tingkat produktivitas kapal penangkap ikan. Nomorwilayah pengelolaan perokanan mengacu pada Tabel 3 dan 4
Tabel5. Persentase alat エ。ョァォ。セ@ di wila:tah セ・ョァ・ャッャ。。ョ@ l2erikanan
Alat tangkap 1 2 3 4 5 6 7 8 9
r
, ,----L---"
I
\
_. '.
I
II
.
.Ln
セ@
Pukat udang 0,1 0,6 0.3 0,2 0,3 0,8
Pukat kantong Jaring insang Jaring angkat Pancing Perangkap
7,0 29,31 )
6,7 25,52) 1,4,73
) 1,.8 38,1 1 ) 16,73) 18,62) 11,3
14,73 ) 37,31
)
8,0 20,42)
9,7
10,1 34,61 ) 12,43) 27,72) 11,4
2,5 18,32)
6,1 3) 53,51
)
5,9
3,9 19,32)
4,3 58 ,71 ) 6,03)
3,4 19,72)
3,8 58,91 ) 5,03)
1,5 19,82)
4,2 56,1 1 )
3,0
5,1 30,32)
4,5 42,51 ) 7,43)
Alat pengumpul
kerang 6,5 0,7 .. 2,0 0,9 1,4 0,6 0,3 0,3 0,6 Alat pengumpul
rumput laut 0,2 0,0 1,4 1,2 1,9 0,8 0,4 0,4 2,0
Muroami 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,2 0,1 0,0 0,2
Lainnya 9,9 3,2 6,4 1,7 10,0 6 ,3 8,0 13,9 7,2
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Keterangan : 11 Alat dominan : 21Alat dominan kedua : JITipis alat dominan ketiga
'
;
MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
262 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2): 254266 ISSN : 08536384
berbeda pada kedua lokasi ini merupakan pengaruh dari pola perairan yang relative dangkal di wilayah barat dan perairan dalam di wilayah timur, sehingga ikan hasil tangkapan juga berbeda.
Alat tangkap yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia berfluktuasi dengan deviasi yang rendah. Kecuali, daerah pengelolaan Laut Banda yang memiliki keragaman yang tinggi. Pola perkembangan alat tangkap menurut wilayah pengelolaan perikanan disajikan pada Tabel6.
Daerah dengan kemampuan alat yang tinggi dalam menangkap ikan adalah daerah Laut Cina Selatan (10,17 ton per alat per tahun), Selat Malaka (7,76 ton per
alat per tahun) dan Laut Jawa (7,50 ton per alat per tahun). Sedangkan daerah dengan tingkat produktivitas alat yang rendah adalah Laut Seram dan Teluk Tomini (2,14 ton per alat per tahun), Samudera Hindia (3,15 ton per alat per tahun).
Dalam kurun waktu periode 19902003, terjadi peningkatan jumlah alat tangkap yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia sehingga meningkat-kan produksi dari 4,80 ton per alat per tahun menjadi 6,93 ton per alat per tahun (dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,56 persen per tahunnya). Pola peningkatan alat tangkap seperti terlihat pada Gambar 5.
Tabel6. Produktivitas alat tangkap ikan di 9 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia periode 1990-2001 {ton)
No VI.f'P 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1 Selat Malaka 6,92 7,22 7,60
2 Laut ana Selatan 9,08 8,01 9,51 3 LautJawa 5,07 7,08 7,33 4 Selat dal !.aU Makasar Rores_ 6,33 5,92 5,86 5 LaIl8il1da 3,53 4,28 3,70 6 LaIl Laut
Seram-TeIUt Toniri 1,57 1,65 1,67
7 Lautmfi..ru 4,15 4,22 4,32
LaIlSUaM!si
8 dal s..rudera 3,58 3,71 3,83 Pasifik
9 . Sarrudera Hndia 3,01 3,68 3,88 7,85 9,37 6,99 6,06 3,71 1,81
6,98 11,59 7,26 8,95 4,69 1,90
9,10 9,85 9,24 5,03 5,04 1,69
7,79 10,19 8,56 5,87 5,95 2,04
7,95 10,60 9,02 5,59 6,30 2,20
7,37 9,14 7,80 5,05 6,59 2,29
8,23 13,49 7,07 5,02 6,71 2,18
8,37 11,51 7,06 5,47 6,80 2,43
9,54 9,66 8,31 4,70 13,29 4,25 4,46 5,01 5,17 5,05 7,70 5,61 5,73 6,29 5,53
4,16 4,06 3,59 4,09 4,89 4,59 4,37 5,09 4,47
2,92 2,82 2.78 3,05 2,94 4,61 2,75 2,25 2,59
YPPセMMセMMMMMMMMセMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセMMM⦅セ@ 4000
800 .... 3500
'2
700 --
g
3000
m
z-'E 600 c:
2500 0
§
::J 500 . 2000Nセ@
E
4001500
セ@
ro
300m
1000セ@
or; 200 Q.
(\J
1; 500
::J 100
...,
...,..
セNNNNNLNN@ セ@ ...- ' - - '-:-
o
o
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01
Tahun
Gambar 5. Pola perkembangan produksi dengan alat tangkap periode 1990-2001 Keterangan: Bar (jumlah alat) dan Line (produksi)
Copyright02007. Jumal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Yonvitner, 2007
Gambar 5 memperlil produksi yang エ・セ。、ゥ@ セ@
peningkatan alai pergerakan yang
51
adanya pengaruh terhadap produksi periode 19902001. -alat tangkap di wi! perikanan juga ben tersebut terlihat pad,
Gambar 6 memperlit Malaka dan Laut kelompok, begitu ェオセ@
Laut Sulawesi dan sedangkan Laut Cir terhadap wilayah lair pengelompokkan pengelolaan perikan 69,34%. Artinya alat t. keragaman ーイッ、オセ@
rendah dibandingkar
Dari ketiga kompon ternyata kompon 4 berperan dalam mer perikanan, kemudia terakhir kapal peri parameter tersebut disajikan pada Tabel
Kelompo
67.10
78.07
69.03
100.00
Gambar 6, Pengelor produktiv mengacu
263
ISSN: 08536384 Laut Jawa (7,50 ton
Sedangkan daerah juktivitas alat yang t Seram dan Teluk er alat per tahun), , 15 ton per alat per
periode 19902003, 'umlah alat tangkap vilayah pengelolaan ,ehingga
meningkat-80 ton per alat per )n per alat per tahun :mingkatan sebesar
tahunnya). Pola gkap seperti terlihat
>erikanan Indonesia
8 1999 2000 2001 7 8,23 8,37 9,54 4 13,49 11,51 9,66 0 7,07 7,00 8,31 5 5,02 5,47 4,70 9 6,71 6,80 13,29
9 2,18 2,43 4,25 5,73 6,29 5,53
9 4,37 5,09 4,47 2,75 2,25 2,59
4000
...
3500
C-g
0 3000
(ij
0
セ@
2500
·iii ro
セ
2000
·iii
セ
1500 ::I
セ@
1000 a.. 500
· 0 01
e 1990-2001
Yonvitner, 2007
Gambar 5 memperlihatkan peningkatan produksi yang エ・セ。、ゥ@ secara linier terhadap peningkatan al at tangkap. Pol a pergerakan yang sama menunjukkan adanya pengaruh penambahan alat terhadap produksi perikanan selama periode 1990-2001. Tingkat produktivitas alat tangkap di wilayah pengelolaan perikanan juga beragam. Perbedaan tersebut terlihat pad a Gambar 6.
Gambar6 memperlihatkan wilayah Selat Malaka dan Laut Jawa membentuk kelompok, begitu juga Laut Arafuru dan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, sedangkan Laut Cina Selatan berbeda terhadap wilayah lainnya. Secara umum pengelompokkan semua wilayah pengelolaan perikanan terjadi pad a level 69,34%. Artinya alat tangkap memberikan keragaman produktivitas yang lebih rendah dibandingkan kapal ikan.
Dari ketiga komponen tersebut diatas, ternyata komponen nelayan lebih berperan dalam meningkatkan produksi perikanan, kemudian alat tangkap dan terakhir kapal perikanan . Hubungan parameter tersebut terhadap produksi disajikan pada Tabel7.
Kelompok
67.10
78.07
89.03
100.00
Tabel7. Pola interaksi produksi terhadap nelayan, kapa\ perikanan dan alat tangkap
Korelasi Komponen Persamaan
m
Nelayan Y
=
267938 + 1,4505 X 91,42 Kapal Y=
·1464902 + 11,67 X 85,01 perikananAlat Y
=
101002 + 4,7614 X 86,54エ。ョセ@
Peningkatan nelayan secara nyata ikut meningkatkan produksi yang mencapai 91,42%, kemudian diikuti kapal perikanan 85,01 % dan alat tangkap 86,54%. Laju peningkatan produksi terjadi secara terus menerus dengan pertumbuhan produksi mencapai 4,91 persen pertahun. Namun demikian, secara umum peningkatan jumlah nelayan cukup tinggi yang kemudian mendorong エ・セ。、ゥョケ。@ peningkat-an produksi. Produktivitas menjadi rendah akibat bertambahnya nelayan, sedangkan jumlah kapal dan alat tangkap tidak banyak mengalami perubahan. Kapal perikanan masih dalam kondisi yang baik, sehingga produksi per kapal masih lebih tinggi.
Gambar 7 memperlihatkan kelompok yang terbentuk adalah Selat Malaka-Laut Jawa, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi
-1
-- -
,"---0,
I
-I
L
-2 1 3 5 4 6 7 8 9
Wilayah pengelolaan perikanan
Gambar6. Pengelompokkan wilayah pengelolaan perikanan berdasarkan tingkat produktivitas alat tangkap ikan. Nomor wilayah pengelolaan Perikanan mengacu pada Tabel 6
264 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2) : 254266 ISSN : 08536384
dan FloresLaut BandaLautArafuru, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan Laut SeramTeluk Tomini. Komponen Nelayan, Alat Tangkap dan Kapal perikanan membentuk 6 kelompok pengelolaan perikanan . Keenam kelompok ini dapat dijadikan acuan untuk menyusun prioritas pengembangan masingmasing wilayah pengelolaan perikanan.
Pola Pengelompokkan di atas dapat dilihat sebagai bag ian dari pengelompok kan wilayah pengelolaan perikanan dengan basis ketiga komponen tersebut. Matrik pengelompokkan untuk menmperjelas pola yang terbentuk disajikan pada Tabel8. Pengelompokkan diatas dapat memberi kan gambaran yang baik untuk menyusun
Kelompok
langkah strategis dalam mengelola perikanan. Kelompok wilayah pengelolaan yang seharusnya diberi prioritas untuk meningkatkan produktivitas adalah Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Hindia, serta Selat MakasarLaut Flores dan Laut Arafuru. Untuk strategi manajemen dalam mengantisipasi terjadinya overfishing,
maka wilayah Selat Malaka, Laut Jawa dan Laut Cina Selatan harus menjadi prioritas. Oengan pola ini maka dapat disusun pol a manajemen nelayan, kapal dan alat tangkap secara sinergis untuk meningkatkan produksi perikanan. Oi antara faktorfaktor yang berpengaruh di atas, kualitas sumberdaya manusia adalah faktor utama yang mempengaruhi rendahnya produktivitas nelayan Indonesia.
74.10
-82.73
91 .37
100.00
I
I
I
I
II
2 3 4 8 5 6 7 9
[image:11.612.12.435.139.685.2]Wilayah pengelolaan perikanan
Gambar 7. Pengelompokkan produktivitas nelayan, kapal dan alat tangkap pada wilayah pengelolaan perikanan. Nomor wilayah pengelolaan perokanan mengacu pada Tabel6
Tabel8. Karakter pengelompokkan wilayah pengelolaan perikanan Indonesia
No Kode Alat
WPP Nelayan Kapal
Kelom,.Eok kelompok tanekaQ
1 Selat Malaka dan Laut Jawa 2 Laut Cina Selatan
Selat Makasar dan Laut Flores, 3
Laut Banda, Laut Arafuru 4 Laut SeramTeluk Tomini
Laut Sulawesi dan Samudera 5
Hindia
1,3 T,R T,T T,T
2 T T T
R, R,
4,5,7 R, T,R T,R,R
R
6 R R R
8,9 R, R R,R R,R
cッーケイゥァィセRPPWL@ Jurnal Perikanan (Joumal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Yonvitner, 2007
Kualitas ウオュ「・イ、。 セ@ bekerja di sektor ir Karakteristik tradisi armada yang timpa l tradisional dan nelayc oleh struktur tenaga k' dan perikanan yang m SO (79,5%). Tenaga I SO sebanyak 19,6%, I sebanyak 1 ,9% dan S danhanya 0,03% ber S1 (Oahuri, 2002). Me kerja yang demikian セ@
melakukan penge kelautan dan perikc relatif sing kat. Kond terus diupayakan u terjadi struktur yang b memudahkan mela kemajuan di sektor internal lain yang d pembangunan sek perikanan adalah kE Regulasi di sektor tumpang tindih dan ti< se'ktorsektor lain. 'Memperhatikan kara kan wilayah pengelolc 8), maka sistem pen di wilayah penge Indonesia yang men adalah peningkatan k kemudian alat tal penangkap ikan . S penting adalah rasior nelayan berupa penir dan keterampilan ne
Kesimpulan
Produksi perikan cenderung meningka jumlah nelayan,
penangkap tidak t perubahan. Alat tang secara positif, namun yang terbatas.
9
ISSN : 08536384
dam mengelola iayah pengelolaan ri prioritas untuk vitas adalah Laut ni, Laut Sulawesi lia, serta Selat Ian Laut Arafuru. lajemen dalam inya overfishing,
alaka, Laut Jawa n harus menjadi a ini maka dapat en nelayan, kapal
ra sinergis untuk i perikanan. lang berpengaruh >erdaya manusia
19
mempengaruhi nelayan Indonesia.=t
lkap pada wilayah Ian mengacu pada
lonesia Kapal
T, T T
Alat
エ。ョァォ。セ@
T,T T R, R,
R R
T, R,R R
R,R R,R
Yonvitner, 2007
lKuaOtas sumberdaya manusia yang bekerja di sektor ini sangat renda,h. Karakteristik tradisional dan struktur armada yang timpang antara nelayan tradisional dan nelayan kedI disebabkan ッャセィ@ struktur tenaga kerja sektor kelautan dan perikanan yang mayoritas tidak tamat SO (79,5%). Tenaga berpendidikan lulus SO sebanyak 19,6%, berpendidikan SLTP sebanyak 1,9%dan SLTAsebanyak 1,4% dan hanya 0,03% berpendidikan 03 atau S 1 (Oahuri, 2002). Melihat struktur tenaga kerja yang demikian sangat susah untuk melakukan pengembangan sektor kelautan dan perikanan dalam waktu relatif singkat. Kondisi demikian harus terus diupayakan untuk dirubah agar terjadi struktur yang berimbang, sehingga memudahkan melakukan akselerasi kemajuan di sektor perikanan. Faktor internal lain yang dapat menghambat pembangunan sektor kelautan dan perikanan adalah keefektifan regulasi . Regulasi di sektor perikanan kadang tum pang tindih dan tidak integral dengan sektorsektor lain.
Memperhatikan karakter pengelompok-kan wilayah pengelolaan peripengelompok-kanan (Table 8), maka sistem pengelolaan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan kemampuan nelayan, kemudian alat tangkap dan kapal penangkap ikan. Salah satu program penting adalah rasionalisasi sumberdaya nelayan berupa peningkatan kemampuan dan keterampilan nelayan.
Kesimpulan
Produksi perikanan di Indo.resia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah nelayan, sedangkan kapal penangkap tidak banyak mengalami perubahan. Alat tangkap ikan bertambah secara positif, namun masih dalam jumlah yang terbatas.
265
Dalam konsep system bagi hasil, maka dengan bertambahnya jumlah nelayan, diperkirakan terjadi penurunan produksi nelayan yang hanya mencapai mencapai 209 kg per bulan (Iebih kurang 7 kilogram per hari). Oengan memperhatikan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang mencapai 69,68 persen, maka akan sangat sulit bagi nelayan untuk dapat hidup dengan bai,k.
Kelompok pilihan yaitu daerah yang menjadi prioritas pengelolaan perikanan . Prioritas peningkatan produksi adalah wilayah Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik-Samudera Hindia. Begitu juga daerah Laut Banda, dimana komponen nelayan, alat dan kapal perikanan masing memungkinkan ditambah. Daerah yang diprioritaskan untuk mengendalikan jumlah nelayan, jumlah alat dan jumlah kapal adalah daerah Selat Malaka-Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Oaerah lainnya masih memungkinkan dilakukan penambahan jumlah nelayan, kapal dan alat tangkap.
Daftar Pustaka
Aziz, KA, RV Kawengien, D. Kusyanto, dan B. Mahyudin. 2001 . Peranan pelabuhan perikanan nusantara Pelabuhanratu (PPNP) dalam mendukung pembangunan perikanan. Paper. Falsafah Sains, IPB. 62 p.
Bakrie, A. R. 2003 . Kemungkinan penanaman modal dan investasi di sektor perikanan dan kelautan. Pusyaninfo dkp . www.dkp.go.id. Diakses tanggal 23 Maret 2005.
Dahuri, R. 2002. Prospek pembangunan perikanan Indonesia . Paper pada Seminar Nasional Perikanan. IPB. Bogor. 46 p.
Krebs, C. J. 1989. Methodology ecology. Harper and Rows Publisher. New York. USA. 654 p.
'
[
.
I I Jurnal Perikanan (J. Fish . Sci.) IX (2) : 254266 ISSN : 08536384
266
Mulyani. 2003. Status perikanan tangkap di perairan Indonesia . httpl/www. rudyct. topcities . com. Diakses tanggal 21 Januari 2005 .
PKSPLIPB . 2002 . Identifikasi sistem bagi hasil perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa. Kerjasama DKP-PKSPL IPB. Bogor. 110 p.
PKSPL-IPB. 2003. Pengelolaan perikanan Indonesia. Kerjasama Departemen
Kelautan dan Perikanan dengan PKSPL-IPB . 2004 . 116 p.
Yaqin , K., Sunarto,
R.
Tambaru, O.T.S. Ongkers,lvon Iskandar Mahi, Saharia , Zulkifli, Taufan, dan Henny Pagoray. 2003 . Rasionalisasi jumlah nelayan sebagai langkah revitalisasi sumberdaya perikanan di Laut Jawa . http/www.rudyct. topcities.com . Diakses tanggal 7 Desember 2004.CopyrighIC2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Jurnal Perikanal
Full Pal
AN EXPE
UJICOBAPEt
E
Abstract
The aim of this redesigned frO! district, East NI August to Nove trap every 2-3 ( fishes in one tn economic value The fish size WI
difference betw. anymore on thi required, howe scale reef fishir
Key words: b
Introd uction
It has been knO\ techniques hay. habitat (Jennil according to Mt of them . In Kon main destructi\ identified name use of traditio 2005) . Althou! concern, they d further 、・エ。ゥャセ@
habitats. Pre, operated in she reef habitat. R, changed drastil additional equ operation me including the t:
carry the traps
1 Program Studi
JI. MR . Chr. SU .) Corresponding
;
l
i
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2) : 254266 254
Full Paper
J
PRODUKTIVITAS NELAYAN, KAPAL DAN ALAT TANGKAP DI .WILAYAH PENGELOLAAN PERI KANAN INDONESIA
(j)
FISHERMAN, VESSEL AND GEAR PRODUCTIVITY IN INDONESIA FISHERIES MANAGEMENT AREA
Yonvitne() Abstract
Fisheries productivity is defined as a comparison of production to fishing effort. The Fishing effort can be the number of fishers, fishing boats or fishing gears. This paper was developed from analysis of Indonesia Fisheries statistic data in the period of 19902001 at 9 regions of fishery management in Indonesia. It was assumed that the catch by fisherman in each region will be landed at the same region. The results showed that productivity level of fisherman was lowest at WPP9 (Indian Ocean) with a value 1,2 ton per year (an average 100 kg per month per fisher) . The highest productivity of fisherman reached 3.1 ton in 1999 at WPP5 (Sulawesi Sea and Tomini Gulf) . The productivity of fishing boat was ranged from 7.8 ton to 16.4 ton per year per fishing boat. Then the productivity of gear was from 5,0 ton per gear per year to 13,5 ton per gear per year. From this result, it can be predicted that the distribution of fishing gear, fishing boat and fisherman in 9WPP was not equally proportional. For sustainability life of the fisheries, it need a policy which may increase to economic benefit of fisherman and fishing activity.
Key words: fishing boat, fishing' gear, fisherman, management region, productivity Pengantar
Fakta menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat yang hidup dan berada di kawasan pesisir dan laut selalu termarjinalkan dan miskin. Oleh karena itu Gerbang Mina Bahari, diharapkan akan menjadi pilar umat untuk berperan serta aktif mensukseskan programprogram dan implementasinya dalam kerangka perbaikan dan peningkatan kualitas ekonomi bangsa. Konsekuensi logis dari peran ini adalah bahwa nelayan harus diberikan ruang dan kesempatan yang proporsiona l dan fleksibel, sehingga segenap program dapat berjalan cepat, terpadu dan berkelanjutan, serta nelayan sungguhsungguh menikmati hidup yang sejahtera di kemudian hari.
ISSN : 08536384
.) Manajemen Sumberdaya Perairan , Fakultas Perikanan dan ffmu KelautanIPB. JI Agathis No 1 Kampus Dramada. Bogor. 16680.Telp (0251) 625556, fax (0251) 621086. Emaif: yonvitr@yahoo.com.
CopyrighlC>2007, Jumal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
Geliat pembangunan dan usaha untuk memajukan sektor kelautan, ternyata masih di bawah bayangan semu. Potensi yang disebut oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai raksasa yang sedang tidur belum secara signifikan meningkatkan tarafhidup nelayan. Potensi perikanan yang mencapai angka 6,4 juta ton/tahun (Dahuri, 2002), potensi garis pantai yang mencapai 81 .000 km (yang disebut sebagai yang terpanjang kedua setelah Kanada), potensi negara kepulauan dengan 17.500 buah pulau, potensi sumberdaya terumbu karang yang mencapai 85.000 krn2
, potensi kawasan budidaya 24.528.178 ha pad a kenyataannya belum dapat meningkatkan ekonomi nelayan.
Yonvitner, 2007
Dalam mengelol tangkap, peme wilayah perair wilayah pengel( yaitu (1) Selat Selatan, (3) L Sunda,(4) Selat r (5) Laut Banda, ( Timor,(7) Laut
1
(8) Laut sオャ。キ・セ@serta (9) Samude memiliki potensi berbeda . Di anta memiliki masa adalah Laut Jaw Secara umum produktivitas u kesembilan v perikanan tidak Bahkan pada pengelolaan kecenderungan セ@
baik terhadap
c
armada perikani secara fisik vo berimbang deng dalam aktivitas prod u ksi ー・イゥセ@ pengelolaan セ@ berpengaruh terh perikanan, selai Penilaian produl melihat perkem perikanan pada perikanan Indor dijadikan baha penyusunan str; perikanan di n pengelolaan Selanjutnya d kegiatan yang menyusun kese sumberdaya ika Studi ini bertuju yang dikumpulk pada sembi la , perikanan untuf