• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK

ANALISA DEBIT PUNCAK

Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

I S W A N D I

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, September 2006

Iswandi

(3)

ABSTRAK

ISWANDI, Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak, Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau. Di bawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan MAHMUD A. RAIMADOYA.

Data radar SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan data yang menggambarkan model tiga dimensi (Digital Elevation Model – DEM) permukaan bumi dengan resolusi spasial dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan DEM yang diturunkan dari digitasi peta kontur. Pada penelitian ini SRTM dengan resolusi spasial 90x90 meter di DAS Lipat Kain digunakan untuk penurunan jaringan drainase dan batas DAS dengan menggunakan program TOPAZ yang terdapat di dalam program WMS. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa DEM yang berasal dari data SRTM menghasilkan pola drainase dan batas DAS yang lebih baik dibandingkan dengan hasil dari peta kontur skala 1 : 250.000. Pada penelitian ini juga menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Lipat Kain telah menyebabkan peningkatan debit puncak, akan tetapi debit puncak yang dihasilkan dari model relatif lebih tinggi daripada kondisi aktual di lapangan. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini disarankan untuk mengkombinasikan data SRTM resolusi tinggi, data radar hujan (TRMN) dan radar altimetri sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

(4)

ABSTRACT

ISWANDI, Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province. Under supervision of SURIA DARMA TARIGAN and MAHMUD A. RAIMADOYA

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) delivered a digital terrain model of better spatial resolution and accuracy than traditional DEM derived from digitalized topographic contour. In this study, SRTM with resolution 90x90 meter at Lipat Kain Watershed was used to generate drainage networks and catchments boundaries with TOPAZ in WMS Program and was compared with digitalized contour map scale 1 : 250.000 . The results of this study showed that DEM from SRTM had better accuracy than DEM from contour map scale 1 : 250.000. Land use change had caused on to increase in peak flow in Lipat Kain watershed but predicted peak flow from model was over estimated. It is proposed to combine SRTM data with high resolution, TRNM Microwave Imager and Altimetry Radar, which can avoid overestimation in hydrological analysis.

(5)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(6)

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK

ANALISA DEBIT PUNCAK

Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

I S W A N D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

i

PRAKATA

Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau).”

Penelitian ini disusun berdasarkan studi kasus di DAS Lipat Kain yang termasuk dalam DAS Kampar – Riau. Penelitian ini menekankan pada aplikasi program WMS dan konsep penginderaan jauh khususnya data radar SRTM dalam menganalisa fungsi hidrologi suatu DAS.

Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, terutama saya tujukan kepada Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Bapak Ir. Mahmud A. Raimadoya, M.Sc serta Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah sebagai Penguji Luar Komisi yang telah berkenan memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tulisan ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS yang memberikan dukungan dalam penyelesaian studi saya di IPB. Pada kesempatan ini juga saya ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS IPB dan semua pihak yang membantu penyelesaian penelitian ini.

Penghargaan dan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada isteriku Uci Sulandari atas segala pengertian, perhatian, dorongan, pengorbanan dan doa yang telah diberikan.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2006

(8)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gumawang tanggal 4 Juli 1977, sebagai anak ke tujuh dari tujuh bersaudara dari Ayah H. Syamsuddin (Alm) dan Ibu Hj. Darmani.

Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu - Sumatera Selatan pada tahun 1988, 1991 dan 1994. Pada tahun 1994, penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan S-1 melalui program USMI di Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Tahun 1999.

Pada tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB, program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sejak Tahun 2005 penulis menikah dengan Uci Sulandari dan bergabung di Rajawali Corporation - Jakarta pada Divisi Agribisnis.

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... i

RIWAYAT HIDUP... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Pertimbangan Pemilihan Lokasi ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Daerah Aliran Sungai ... 6

Siklus Hidrologi... 9

Sistem dan Model Hidrologi... 10

Hidrograf Satuan Sintetik Model Soil Conservation Service (SCS) 14 Synthetic Aperture Radar (SAR) ... 15

Penggunaan Lahan... 18

METODE PENELITIAN... 20

Lokasi Penelitian ... 20

Ketersediaan Data... 21

Analisis Data... 22

Analisa Tutupan Lahan ... 22

Analisa Frekwensi Hujan ... 26

Pengolahan Data dengan WMS ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

Masukan Model ... 30

Analisis Tutupan Lahan ... 30

Analisis Hujan... 34

Digital Elevation Model (DEM) ... 37

Perbandingan DEM Radar dan DEM Peta Kontur Skala 1 : 250.000... 39

Bilangan Kurva (Curve Number) ... 45

Aliran Permukaan dan Debit Puncak DAS Lipat Kain ... 47

Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS... 51

KESIMPULAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1 Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan

terhadap Aliran Permukaan Langsung ... 19

2 Hasil Interpretasi Citra Landsat ETM+ path/raw 127/60 Tahun 2003 ... 31

3 Perubahan Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan DAS Lipat Kain .. 32

4 Hujan Harian Maksimum Stasiun Lipat Kain Tahun 1984 - 2003 34 5 Peluang Tinggi Hujan Maksimum DAS Lipat Kain ... 36

6 Curah Hujan 30 menitan DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005 ... 37

7 Data Penggunaan Lahan dan Tabel Bilangan Kurva pada Kondisi Hidrologi Tanah A, B, C dan D... 45

8 Rata-rata Bilangan Kurva DAS Lipat Kain Tahun 1992 dan 2003 ... 46

9 Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak 3 Sub DAS Lipat Kain dengan Model SCS Periode Tahun 1992 - 2003 ... 48

10 Luas DAS, Panjang Sungai Utama dan Kemiringan DAS pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain ... 49

11 Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak di DAS Lipat Kain dengan dengan Model SCS Periode Ulang 25, 50, dan 100 Tahunan ... 51

DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Lokasi Studi... 20

2 Alur Kerja Penelitian ... 23

3 Perubahan Tutupan Lahan DAS Lipat Kain 1992 – 2003... 33

4 Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun... 33

5 Plotting Position dengan Menggunakan Model Log Normal untuk Data Hujan Harian Maksimum di DAS Lipat Kain ... 35

6 Distribusi Hujan 24 Jam DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005... 37

7 Proses Penghilangan Sinks dari Data Radar SRTM ... 41

8a Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 75 Ha di Sungai Kampar Kiri... 42

(11)

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK

ANALISA DEBIT PUNCAK

Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

I S W A N D I

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, September 2006

Iswandi

(13)

ABSTRAK

ISWANDI, Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak, Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau. Di bawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan MAHMUD A. RAIMADOYA.

Data radar SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan data yang menggambarkan model tiga dimensi (Digital Elevation Model – DEM) permukaan bumi dengan resolusi spasial dan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan DEM yang diturunkan dari digitasi peta kontur. Pada penelitian ini SRTM dengan resolusi spasial 90x90 meter di DAS Lipat Kain digunakan untuk penurunan jaringan drainase dan batas DAS dengan menggunakan program TOPAZ yang terdapat di dalam program WMS. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa DEM yang berasal dari data SRTM menghasilkan pola drainase dan batas DAS yang lebih baik dibandingkan dengan hasil dari peta kontur skala 1 : 250.000. Pada penelitian ini juga menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Lipat Kain telah menyebabkan peningkatan debit puncak, akan tetapi debit puncak yang dihasilkan dari model relatif lebih tinggi daripada kondisi aktual di lapangan. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini disarankan untuk mengkombinasikan data SRTM resolusi tinggi, data radar hujan (TRMN) dan radar altimetri sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

(14)

ABSTRACT

ISWANDI, Potential SRTM Data for Peak Flow Analysis, Case Study at Lipat Kain Watershed, Kampar Watershed – Riau Province. Under supervision of SURIA DARMA TARIGAN and MAHMUD A. RAIMADOYA

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) delivered a digital terrain model of better spatial resolution and accuracy than traditional DEM derived from digitalized topographic contour. In this study, SRTM with resolution 90x90 meter at Lipat Kain Watershed was used to generate drainage networks and catchments boundaries with TOPAZ in WMS Program and was compared with digitalized contour map scale 1 : 250.000 . The results of this study showed that DEM from SRTM had better accuracy than DEM from contour map scale 1 : 250.000. Land use change had caused on to increase in peak flow in Lipat Kain watershed but predicted peak flow from model was over estimated. It is proposed to combine SRTM data with high resolution, TRNM Microwave Imager and Altimetry Radar, which can avoid overestimation in hydrological analysis.

(15)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(16)

POTENSI PEMANFAATAN DATA RADAR SRTM UNTUK

ANALISA DEBIT PUNCAK

Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar - Riau

I S W A N D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

i

PRAKATA

Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Potensi Pemanfaatan Data Radar SRTM untuk Analisa Debit Puncak (Studi Kasus DAS Lipat Kain, Kampar – Riau).”

Penelitian ini disusun berdasarkan studi kasus di DAS Lipat Kain yang termasuk dalam DAS Kampar – Riau. Penelitian ini menekankan pada aplikasi program WMS dan konsep penginderaan jauh khususnya data radar SRTM dalam menganalisa fungsi hidrologi suatu DAS.

Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, terutama saya tujukan kepada Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Bapak Ir. Mahmud A. Raimadoya, M.Sc serta Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah sebagai Penguji Luar Komisi yang telah berkenan memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tulisan ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS yang memberikan dukungan dalam penyelesaian studi saya di IPB. Pada kesempatan ini juga saya ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Pengeloaan DAS IPB dan semua pihak yang membantu penyelesaian penelitian ini.

Penghargaan dan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada isteriku Uci Sulandari atas segala pengertian, perhatian, dorongan, pengorbanan dan doa yang telah diberikan.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2006

(18)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gumawang tanggal 4 Juli 1977, sebagai anak ke tujuh dari tujuh bersaudara dari Ayah H. Syamsuddin (Alm) dan Ibu Hj. Darmani.

Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu - Sumatera Selatan pada tahun 1988, 1991 dan 1994. Pada tahun 1994, penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan S-1 melalui program USMI di Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Tahun 1999.

Pada tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB, program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sejak Tahun 2005 penulis menikah dengan Uci Sulandari dan bergabung di Rajawali Corporation - Jakarta pada Divisi Agribisnis.

(19)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... i

RIWAYAT HIDUP... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Pertimbangan Pemilihan Lokasi ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Daerah Aliran Sungai ... 6

Siklus Hidrologi... 9

Sistem dan Model Hidrologi... 10

Hidrograf Satuan Sintetik Model Soil Conservation Service (SCS) 14 Synthetic Aperture Radar (SAR) ... 15

Penggunaan Lahan... 18

METODE PENELITIAN... 20

Lokasi Penelitian ... 20

Ketersediaan Data... 21

Analisis Data... 22

Analisa Tutupan Lahan ... 22

Analisa Frekwensi Hujan ... 26

Pengolahan Data dengan WMS ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

Masukan Model ... 30

Analisis Tutupan Lahan ... 30

Analisis Hujan... 34

Digital Elevation Model (DEM) ... 37

Perbandingan DEM Radar dan DEM Peta Kontur Skala 1 : 250.000... 39

Bilangan Kurva (Curve Number) ... 45

Aliran Permukaan dan Debit Puncak DAS Lipat Kain ... 47

Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS... 51

KESIMPULAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

(20)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1 Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan

terhadap Aliran Permukaan Langsung ... 19

2 Hasil Interpretasi Citra Landsat ETM+ path/raw 127/60 Tahun 2003 ... 31

3 Perubahan Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan DAS Lipat Kain .. 32

4 Hujan Harian Maksimum Stasiun Lipat Kain Tahun 1984 - 2003 34 5 Peluang Tinggi Hujan Maksimum DAS Lipat Kain ... 36

6 Curah Hujan 30 menitan DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005 ... 37

7 Data Penggunaan Lahan dan Tabel Bilangan Kurva pada Kondisi Hidrologi Tanah A, B, C dan D... 45

8 Rata-rata Bilangan Kurva DAS Lipat Kain Tahun 1992 dan 2003 ... 46

9 Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak 3 Sub DAS Lipat Kain dengan Model SCS Periode Tahun 1992 - 2003 ... 48

10 Luas DAS, Panjang Sungai Utama dan Kemiringan DAS pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain ... 49

11 Debit Puncak, Waktu Mencapai Debit Puncak di DAS Lipat Kain dengan dengan Model SCS Periode Ulang 25, 50, dan 100 Tahunan ... 51

DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Lokasi Studi... 20

2 Alur Kerja Penelitian ... 23

3 Perubahan Tutupan Lahan DAS Lipat Kain 1992 – 2003... 33

4 Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun... 33

5 Plotting Position dengan Menggunakan Model Log Normal untuk Data Hujan Harian Maksimum di DAS Lipat Kain ... 35

6 Distribusi Hujan 24 Jam DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005... 37

7 Proses Penghilangan Sinks dari Data Radar SRTM ... 41

8a Penurunan Luasan Akumulasi Aliran 75 Ha di Sungai Kampar Kiri... 42

(21)

v

9 Perbandingan Jaringan Sungai SRTM dengan Jaringan Sungai

di DAS Kampar ... 43 10 Tumpang Tindih Jaringan Sungai yang berasal dari Data Jaring-

an Sungai PU, SRTM dan Peta Kontour Skala 1 : 250.000 ... 44 11 Unit Hidrograf pada 3 Sub DAS di DAS Lipat Kain ... 48 12 Perbandingan Debit Puncak Tahun 2003 dan 1992 DAS Lipat

Kain ... 52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1 Regression Anaysis : Model - Pengukuran ... 59 2 Analisis Frekwensi Hujan dengan Sebaran Log Normal... 59 3 Analisis HEC 1 dengan Menggunakan WMS

(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup makhluk di bumi ini memiliki peranan penting dalam menunjang kelangsungan hidup makhluk itu sendiri. Ilmu hidrologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku air di bumi akan menjelaskan secara lebih baik kejadian yang berhubungan dengan siklus air di bumi. Berbagai aspek studi telah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan ilmu hidrologi tersebut. Pemetaan untuk menduga potensi banjir merupakan salah satu hal penting dalam aplikasi penelitian bidang hidrologi dan lingkungan. Banyak kejadian banjir telah merugikan dan menghambat berbagai aktifitas manusia dengan segala implikasinya. Kejadian banjir yang umum terjadi sering terlambat diantisipasi karena kurang tersedianya data dalam usaha pengawasannya. Penerapan dan peramalan dalam ilmu hidrologi sangat tergantung pada ketersediaan data dan monitoring secara terus-menerus terhadap hal yang akan dilakukan.

(23)

2

Banyak alasan mengapa penginderaan jauh sangat bermanfaat, antara lain (1) sangat membantu dalam pengumpulan data dan informasi dari daerah yang sukar atau tidak mungkin dikunjungi; (2) memungkinkan untuk meneliti daerah yang relatif luas, sehingga hubungan antara satu wilayah dengan lainnya dapat di analisis (synoptic view); (3) memungkinkan melakukan ulangan pengamatan dengan cermat dan hal ini sangat bermanfaat dalam mendeteksi perubahan (monitoring); (4) memenuhi persyaratan skala khusus (special scale) atau jarak tertentu untuk melihat sesuatu, selain itu pada teknik penginderaan jauh, memperkecil maupun memperbesar data dapat dilakukan dengan mudah dan

valid; (5) dapat memberikan stop actions pada kejadian yang diamati; dan (6) kemampuan melihat yang lebih baik dibandingkan dengan mata. Masalah utama dalam penginderaan jauh dalam kaitannya dengan pengamatan obyek di bumi adalah pengamatan bentukan lahan yang akurat dibutuhkan suatu data penginderaan jauh yang memiliki resolusi yang tinggi. Selain itu juga pengaruh vegetasi dan lereng akan mengurangi akurasi data yang diperoleh (De Ruyver, 2004).

Salah satu alternatif data radar yang sudah dapat diakses oleh seluruh kalangan di dunia adalah Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). SRTM dengan metode Interferometri Synthetic Aperture Radar (IFSAR) saat ini telah memetakan hampir ± 80 % bentukan permukaan bumi antara 600 LU – 560 LS dengan resolusi spasial 90 x 90 meter.

(24)

3

Karakteristik hujan yang mempengaruhi aliran sungai adalah jumlah, intensitas, lama dan distribusi hujan yang jatuh dalam DAS tersebut; sedangkan pengaruh karakteristik DAS ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi dan penggunaan lahan. Salah satu aspek parameter hidrologi dapat dilihat dalam penelitian ini adalah karakteristik bentukan permukaan bumi dari data radar SRTM yang secara langsung dapat mencerminkan arah pergerakan air di permukaan tanah dan debit puncak dengan menggunakan permodelan hidrologi.

Banyak teknik yang telah dikembangkan dalam melihat potensi pergerakan air di permukaan bumi dari yang manual sampai dengan terkomputasi. Sejauh ini perkembangan penginderaan jauh belum memiliki peran yang utama dalam penelitian-penelitian hidrologi. Alasan yang sering diungkapkan adalah keterbatasan penginderaan jauh dalam hal perekaman data, misalnya tutupan awan, kabut ataupun debu pada suatu lokasi tertentu. Penginderaan jauh hanya dimanfaatkan terbatas pada penyedia data dalam aplikasi keilmuan hidrologi.

(25)

4

Pada penelitian ini akan dilakukan pendekatan informasi dasar bentukan lahan dari data radar SRTM sebagai masukan awal model hidrologi khususnya penurunan jaringan drainase dalam kaitannya dengan perubahan debit puncak dan volume aliran permukaan akibat perubahan tata guna lahan.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit puncak dan aliran permukaan dengan menggunakan model hidrologi dan data radar SRTM di DAS Kampar khususnya daerah Lipat Kain, Riau. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah :

Simulasi model hidrologi dengan menggunakan software Watershed Modeling System (model dasar HEC 1) dalam kaitannya dengan perubahan tata guna lahan.

Melihat akurasi data SRTM sebagai salah satu input model hidrologi khususnya dalam membangkitkan jaringan drainase DAS.

(26)

5

Pertimbangan Pemilihan Lokasi Studi

Pertimbangan yang diambil dalam pemilihan daerah studi ini secara umum adalah :

Penelitian awal dalam hubungannya dengan data radar pada daerah ini sudah dilakukan yaitu penelitian biomassa, kerjasama IPB dengan

European Space Agency (ESA) dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT. RAPP), sehingga keberlanjutan penelitian dan keberagaman aspek lain dapat dilakukan.

Tersedianya data time series yang baik di Lipat Kain untuk melakukan permodelan hidrologi.

(27)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah atau

kawasan yangmenampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke satu outlet

tertentu, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran

air bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah

topografi yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama batuan (Linsley,

Kooler dan Paulous, 1980). Secara operasional DAS dapat didefinisikan sebagai

wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas

topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama pada

wilayah tersebut.

Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola DAS

yang akan menentukan pola hidrologinya. Pola aliran sungai dalam DAS tersebut

dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS.

Sosrodarsono dan Takeda (1980) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai

berikut:

DAS Bulu Burung. DAS ini memiliki anak sungai yang langsung

mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit

banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda.

DAS Radial. DAS ini memiliki anak sungai yang memusat di satu

titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran.

DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi

(28)

7

Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.

Mangundikoro (1985) mengemukakan DAS merupakan suatu wilayah

yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui sungai

sampai outlet tertentu. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya tanah, air,

flora serta fauna merupakan komponen sistem di Sub-DAS yang saling

berinteraksi dan berinterdependensi.

Pengertian lain mengenai DAS adalah DAS merupakan satu kesatuan

geomorfologi yang utuh, baik dilihat dari segi kelengkapan faktor-faktor

pembentuknya, proses-proses pembentukannya, keterpaduan antar unsurnya yang

masing-masing merupakan sumber daya tersendiri, kejelasan batas dan daerah

lingkupnya maupun morfologinya, termasuk parameter-parameter struktur

internalnya. Suatu DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini

ditentukan oleh banyak faktor antara lain: bentuk dan ukuran DAS, pola drainase

serta profil melintang dan gradien memanjang sungai, yang sangat mempengaruhi

debit dan sedimen yang terjadi pada DAS tersebut (Sarodarsono dan Takeda,

1980).

Gangguan terhadap suatu ekosistem DAS umumnya disebabkan oleh

manusia, yang menyebabkan gangguan sistem hidroorologis DAS. Resapan dan

penyimpanan air hujan yang jatuh pada suatu DAS yang telah rusak akan

berkurang, kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim

hujan dan kekurangan air pada musim kemarau. Hal ini membuat tingginya

fluktuasi debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan yang berarti bahwa

(29)

8

Pengelolaan DAS tidak dapat dikelola secara sektoral tetapi harus terpadu

(Martopo, 1985). Ada banyak alasan mengapa DAS harus dikelola secara

terpadu. Alasan tersebut antara lain adalah: (1) adanya keterkaitan antara

berbagai kegiatan dalarn pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas

manusia dalam penggunaannya; (2) dari segi jenis ilmu yang mendasarinya

pengelolaan DAS bercirikan multidisiplin dan (3) penyelenggaraan pengelolaan

DAS bersifat lintas sektoral sehingga diharapkan tidak ada instansi yang

mempunyai kewenangan secara bulat. Batasan pengertian pengelolaan DAS

terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui

tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian,

pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan

lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang

berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia (Martopo, 1985).

Menurut Sinukaban (1995) terdapat 7 hal yang harus dilakukan dalam

pengelolaan DAS, yaitu : (1) Mengkaji kemampuan lahan di wilayah DAS

melalui studi klasifikasi kemampuan lahan, (2) Menggunakan tanah sesuai dengan

kemampuannya dan melindungi tanah dari kerusakan yang diakibatkan oleh

aktivitas yang merusak, (3) Mengurangi bahaya banjir dan sedimentasi,

(4) Meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah, (5) Meningkatkan

produktivitas tanah, (6) Memperbaiki dan mempertahankan fungsi hidrologis

DAS dan (7) Meningkatkan kesejahteraan manusia di dalam DAS.

Mengacu pada hal tersebut di atas maka pengelolaan DAS pada

(30)

9

Usaha-usaha konservasi tanah dan air serta pola penggunaan lahan yang tepat

dapat mewujudkan keberlanjutan sumber daya yang di dalam DAS tersebut yang

pada akhirnya dapat memberikan manfaat yang tinggi bagi kehidupan masyarakat.

Siklus Hidrologi

Air yang ada di alam terdapat di atmosfir dan dikenal dengan hydrosfir.

Keberadaan air ini diperkirakan mencapai 15 km dari muka laut dan ke dalam

bumi (litosfir) mencapai 1 km. Air mempunyai sirkulasi yang berkesinambungan

dan kompleks yang dikenal dengan siklus hidrologis (hydrological cycle).

Banyak dijumpai proses yang kompleks yang menyangkut perpindahan air

sesuai dengan aliran massa dalam proses sirkulasi air di dalam atmosfir dan bumi.

Kebutuhan manusia akan air dalam upaya kelangsungan hidupnya banyak

berpengaruh kepada siklus air yang ada di bumi.

Siklus air pada prinsipnya tidak mempunyai awal dan akhir walaupun

dalam mempermudah penjelasan dan pemahaman umumnya dimulai dari

evaporasi yaitu perpindahan air dari bentuk cair di permukaan tanah dan lautan

menjadi bentuk uap air di atmosfir.

Uap air di atmosfir akan berubah menjadi bentuk cair dan akan jatuh ke

bumi sebagai presipitasi lewat suatu proses yang disebut kondensasi. Di laut, air

yang jatuh dalam bentuk presipitasi akan langsung kembali ditranspirasikan, akan

tetapi yang jatuh ke daratan akan mengalami beberapa proses di dalam siklus air.

Air yang jatuh tersebut dapat diintersepsi oleh tanaman dan langsung

dievaporasikan ke atmosfir. Air yang jatuh ke tanah dapat mengalami proses

(31)

10

Secara sederhana, konsep siklus air membantu menjelaskan perjalanan

sebuah sistem yang kompleks, yang menggambarkan perjalanan air baik

perpindahan dari tanah ke laut maupun ke atmosfir. Siklus ini pada dasarnya

dicirikan dengan suatu model perpindahan yang tetap dengan proses yang

berbeda, seperti proses kondensasi, evaporasi dan presipitasi. Dalam berbagai

proses ini, total volume dari air dalam siklus global adalah konstan tetapi

distribusi dan perpindahannya (movement) sangat tergantung kepada waktu dan

ruang.

Jumlah dan kecepatan perpindahan air menggambarkan kuantitas air.

Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif sangat besar akan tetapi

bukan berarti seluruhnya tersedia bagi kebutuhan manusia. Air yang ada di laut

mencapai ± 96,5% dari seluruh air yang ada di bumi (Chow, 1964), sedangkan air

di daratan dan atmosfir hanya ± 3,5%. Angka ± 3,5% ini belum berarti air ini

tersedia bagi manusia sebab yang berupa air tawar hanya ± 2,5% dengan kualitas

yang beragam baik fisik, biologis dan kimia. Air tawar yang tersedia dan dapat

dimanfaatkan oleh manusia sebagai air minum relatif kecil, yakni ± 0,003% dari

total air yang ada di bumi. Dengan mengetahui pergerakan dan ketersediaan air di

permukaan bumi ini maka akan semakin mudah dalam merepresentasikan model

yang akan diterapkan dalam aspek pengelolaan DAS.

Sistem dan Model Hidrologi

Menurut Chow, et al. (1988) sistem hidrologi diartikan sebagai suatu

struktur atau volume yang berada di dalam ruang dikelilingi oleh suatu batas

(32)

11

sehingga menghasilkan keluaran. Sasaran analisis sistem hidrologi adalah

mempelajari masukan DAS dan proses yang terjadi di dalamnya untuk

memprediksi keluarannya.

Pendekatan sistem dalam analisis hidrologi pada awalnya lebih dipandang

sebagai interes dari aspek teoritis dalam perkembangan hidrologi sebagai ilmu.

Pendekatan ini sesungguhnya merupakan teknik penyederhanaan dari system

prototype ke dalam suatu system model sehingga perilaku system yang kompleks

dapat ditelusuri secara kuantitatif. Hal ini menyangkut skematik system dengan

mengidentifikasikan adanya aliran massa/energi/informasi berupa masukan dan

keluaran serta sistem simpanan (Pawitan, 1995).

Tujuan penggunaan model dalam hidrologi diantaranya adalah :

Peramalan (forecasting), termasuk didalamnya untuk sistem

peringatan dan manajemen.

Perkiraan (prediction), atau besaran kejadian dan waktu hipotetik.

Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian, dengan sistem yang

sudah pasti dan keluaran diketahui maka masukan dapat dikontrol dan

diatur.

Sebagai alat pengenal dalam masalah perencanaan, misalnya untuk

melihat pengaruh urbanisasi, pengelolan tanah, dengan

membandingkan masukan dan keluaran dalam sistem tertentu.

Model-model yang dihasilkan saat ini berupa model dengan parameter

gabungan dengan representasi spasial, dari sistem hidrologi DAS, dimana

prototipenya didasarkan pada siklus hidrologi. Sebagai masukan dan keluaran

(33)

12

Untuk mengoptimalkan suatu pengelolaan DAS, maka dibuatlah suatu

teknik pemodelan hidrologi suatu DAS, yang telah berkembang dengan

menggunakan teknik komputasi numerik maupun teknologi komputer itu sendiri.

Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah kajian sederhana dari

sebuah sistem yang kompleks. Model merupakan representasi tentang sistem,

obyek dan kejadian. Representasi ini dinyatakan dalam bentuk yang sederhana

sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian (Manetsch dan

Park, 1973). Keluaran dari penerapan model ini pada suatu DAS antara lain

adalah suatu hidrograf aliran.

Ada dua besaran (magnitude) penting yang harus dikomputasi secara

akurat dalam analisis unit hidrograf, yaitu : debit puncak dan waktu menuju debit

puncak. Debit puncak berkaitan erat dengan tingkat bahaya/resiko banjir yang

akan terjadi, sedangkan waktu menuju debit puncak sangat menentukan lamanya

waktu untuk evakuasi korban. Berdasarkan ilustrasi tentang analisis banjir dan

besaran pencirinya, maka kemampuan analisis sistem hidrologi dalam pemodelan

debit puncak dan waktu menuju debit puncak menentukan akurasi dan presisi

dalam penanggulangan banjir. Kedua besaran tersebut secara faktual merupakan

respon hidrologis wadah (sistem) DAS untuk setiap perubahan masukan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghasilkan metode dan teknik

analisis yang representative, transferable dan operational dalam komputasi debit

puncak dan waktu menuju debit puncak. Perkembangan terakhir menunjukkan

bahwa ada dua aliran yang berkembang sangat pesat dalam pemodelan unit

(34)

13

1) model stokastik (stochastic model) yang ditetapkan berdasarkan hubungan

input dan output secara lokal dan 2) model deterministik (deterministic model)

yang dirancang berdasarkan kaidah dan hukum-hukum fisika yang sifatnya

permanen dan transferable. Model stokastik berkembang mulai dari model

statistik klasik sampai model jaringan syaraf tiruan yang sangat komplek dan

rumit yang secara deterministik sangat sulit untuk dikuantifikasikan dan

diterapkan di DAS lain. Untuk model deterministik berkembang dari model yang

sederhana, seperti model Nash (1957), model ANSWERS (Beasley, 1977),

AGNPS (Young et al., 1987) sampai model analisis fraktal (Mandelbrot, 1977).

Perkembangan permodelan hidrologi saat ini terus berkembang dan

mengarah pada bentuk model yang semakin akurat dan terintegrasi dari beberapa

model yang telah dikembangkan sebelumnya. Salah satu model yang berkembang

saat ini adalah model Watershed Modeling System (WMS) yang mengintegrasikan

beberapa model relevan untuk analisis sistem hidrologi.

Paket program WMS merupakan salah satu sarana permodelan yang relatif

lengkap, yang didalamnya terintegrasi berbagai model yang telah berkembang

sebelumnya. Model ini dikembangkan oleh Environmental Modeling Research

Laboratory, Universitas Brigham Young-Utah. Salah satu paket program yang

terdapat di dalamnya adalah program HEC-1 yang pada awalnya dikembangkan

oleh Leo R. Beard dkk pada tahun 1967.

HEC-1 pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tahun

1968 dan telah mengalami beberapa penyempurnaan. HEC-1 disusun dalam

bahasa FOTRAN dan dirancang untuk mensimulasi aliran sungai selama kejadian

(35)

14

Menurut US Army Corps of Engineers (1981), hidrograf aliran yang dihasilkan

oleh HEC-1 dihitung berdasarkan data curah hujan, laju kehilangan hujan (loss

rate), hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph) atau gelombang

kinematik (kinematic wave).

Beberapa asumsi dalam penggunaan model HEC-1 adalah karakteristik

biofisik DAS homogen, curah hujan yang terjadi merata diseluruh DAS, curah

hujan untuk analisis merupakan curah hujan tunggal dan interval waktu untuk

perhitungan hidrograf sintetik adalah konstan. Chow (1988), menyatakan bahwa

hidrograf satuan dibangun dari data hujan dan data aliran sungai yang

penggunaannya hanya untuk DAS yang bersangkutan.

HEC-1 menyediakan tiga model perhitungan hidrograf satuan sintetik,

yaitu model Snyder, Clark dan Soil Conservation Service (SCS). Menurut

Bedient dan Huber (1988), pendekatan SCS sudah diterapkan dengan baik di

beberapa negara karena metode ini mempertimbangkan bentuk penggunaan lahan

dan sifat hidrologi tanah. Selain itu juga model perhitungan hidrograf satuan

sintetik SCS ini juga dapat secara cepat diaplikasikan tanpa harus memiliki alat

ukur tinggi muka air otomatis (Automatic Water Level Recording- AWLR)

dan dapat secara mudah diperbaharui dengan adanya perubahan penggunaan lahan

dan data penunjang lainnya (Tsheko, 2006).

Hidrograf Satuan Sintetik

Model Soil Conservation Service ( SCS)

Prinsip dasar perhitungan hidrograf satuan sintetik dengan model ini

adalah perhitungan Curve Number (CN) dan hujan dengan asumsi jatuh di DAS

(36)

15

Hujan lebih dihitung berdasarkan informasi bilangan kurva (CN) dan kapasitas

timbunan lengas tanah awal (IA). Penurunan hidrograf sintetik dengan

menggunakan metode SCS dihitung berdasarkan persamaan

(

)

S

P

S

P

Pe

8

.

0

2

.

0

2

+

=

(

)

CN

CN

S

=

254

100

dimana Pe : jumlah hujan lebih (mm) P : jumlah curah hujan (mm)

S : retensi air potensial maksimum dari hujan dan aliran permukaan mulai dari awal hujan (mm)

CN : bilangan kurva. 0 ≤ CN ≤ 100

Debit puncak dapat dihitung berdasarkan persamaan

q

p

= q

um

A

m

Q

dimana qum : debit puncak (m3/s/km2/mm) dari run off A : luas DAS (km2)

Q : kedalaman run off (mm)

Bilangan kurva ini menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah,

penggunaan lahan, perlakuan terhadap lahan, keadaan hidrologi dan kandungan

air tanah sebelumnya (Arsyad, 1989).

Synthetic Aperture Radar (SAR)

Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah metode pencitraan aktif koheren

yang mengutilisasi gerakan radar yang terpasang pada wahana (pesawat atau

(37)

16

Pengembangan system Synthetic Aperture Radar (SAR) dilakukan untuk

mengurangi keterbatasan sistem Real Aperature Radar (RAR) dalam merekam

data sehingga diperoleh peningkatan kualitas data yang terekam oleh radar dengan

penggunaan panjang gelombang yang lebih besar.

Menurut Howard (1996), SAR menghasilkan resolusi azimut yang

seragam, meskipun jarak jangkauan (range distance) berubah, sedangkan pada

RAR memiliki resolusi azimuth menjadi semakin kasar dengan bertambahnya

jarak jangkauan. Keuntungan lainnya adalah data SAR dapat mempertahankan

julat dinamik dan secara permanen direkam secara digital, sedangkan pada sistem

perekaman fotografik, sinyal yang digunakan terbatas pada julat skala keabuan

dalam warna hitam-putih dengan sekitar 50-100 tingkat keabuan.

Akurasi yang tinggi menjadi sesuatu yang penting dalam perkembangan

penginderaan jauh saat ini. SAR interferometri (InSAR) merupakan salah satu

teknik dengan menggunakan dua citra, dimana keduanya merekam data pada satu

lokasi dalam waktu yang berbeda dan sumber perekaman yang berbeda juga

(Madsen dan Zebker, 1998).

Teknik InSAR merupakan salah satu aplikasi geometri yang sangat maju

yang diaplikasikan dengan menggunakan data radar. Sumber ketelitian geometri

InSAR adalah berada dalam ukuran panjang gelombang radar, tergantung pada

nilai rasio sinyal dan derau serta jumlah look yang digunakan. Selain keunggulan

tersebut ada beberapa kekurangan yang ada pada teknik InSAR, antara lain :

Pengurangan untuk menghilangkan efek sifat fisik target hanya efisien

bila sifat-sifat target tidak berubah dan jarak waktu pengamatan cukup

(38)

17

Pengukuran hanya dapat dilakukan secara relatif karena informasi fasa

yang berhubungan dengan jarak, harus dipisahkan dari informasi yang

berkaitan dengan sifat-sifat fisik target dan geometri objek.

Penurunan akurasi hasil InSAR dipengaruhi oleh perbedaan waktu

akusisi, dekorelasi geometri (baseline), karakteristik objek serta

kondisi atmosfer dan topografi.

Beda fasa relatif meragukan, karena beda jarak terukur hanya

merupakan sisa dari nilai modulus panjang gelombang sinyal yang

dipancarkan.

Pada awal perkembangan radar, citra SAR tunggal hanya memberikan

informasi jarak cakupan dari satu lokasi tertentu di bumi tetapi tidak dapat

menjelaskan secara baik lokasi lainnya dengan posisi ketinggian yang berbeda

(tidak dapat menjelaskan ambiguity). Seiring dengan perkembangannya banyak

publikasi mengenai InSAR antara lain dalam hal pengekstrakan informasi

mengenai bentukan permukaan bumi (Digital Terrain Model – DTM), longsoran,

bahaya aliran lahar gunung berapi, yang pada bagian ini juga akan diulas secara

terpisah.

Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu input data dasar

dalam analisis hidrologi. DEM dapat digunakan untuk melihat informasi

morfologi dari permukaan bumi dengan menggunakan algoritma pada pemrosesan

data raster (US Geological Survey, 1987). Pada saat ini data DEM berkembang

luas, antara lain bersumber dari data digitasi peta kontur sampai penurunan data

(39)

18

Pada Februari 2000, NASA dan National Geospatial-Inteligence Agency (NGA),

meluncurkan satelit radar yang diberi nama Shuttle Radar Topography Mission

(SRTM). Kegiatan ini mencakup wilayah di seluruh belahan bumi dari 600 LU –

560 LS dengan resolusi spasial 90 x 90 meter. Metode InSAR dari berbagai

penelitian yang telah dilakukan memiliki akurasi yang lebih baik dalam

memberikan DEM daripada metode penginderaan jauh lainnya. Pada saat ini

data SRTM tersebut dapat diakses secara gratis oleh masyarakat seluruh dunia

antara lain melalui website http:\\www.glcf.umiacs.umd.edu.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan faktor yang dinamik dan selalu

berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perberubah-ubahan penggunaan lahan erat kaitannya dengan

aktifitas manusia yang ada di dalamnya, memiliki pengaruh yang berbeda-beda

terhadap laju dan kapasitas infiltrasi tanah. Perubahan kawasan hutan alam

dengan lapisan mulsa tebal yang dikonversi menjadi lahan pertanian,

menyebabkan kehilangan vegetasi penutup di atasnya dan dapat menimbulkan

kerusakan tanah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh daya pukul air hujan yang

langsung menimpa permukaan tanah sehingga dapat merusak struktur tanah yang

ada. Perubahan lahan menjadi kawasan perkotaan juga akan menurunkan laju

infiltrasi karena umumnya kawasan perkotaan memiliki persentase luasan kedap

air lebih tinggi. Sebagai akibat hal tersebut adalah jumlah air hujan yang masuk

ke dalam tanah semakin menurun dan sebagian besar menjadi aliran permukaan.

Pada permukaan tanah-tanah yang bervegetasi, sistem perakaran tanaman

(40)

19

dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Sistem kanopi tanaman melindungi

permukaan tanah terhadap pukulan air hujan langsung, selain itu juga tegakan

pohon dan akar-akar yang tersembul ke luar permukaan tanah dapat mengurangi

laju aliran permukaan dan memberikan kesempatan yang lebih lama pada air

untuk masuk ke dalam tanah. Pada Tabel 1 disajikan pengaruh beberapa

penggunaan lahan terhadap aliran permukaan langsung (direct run off) – Mockus

[image:40.595.110.519.320.484.2]

1971 dalam Viessman et al, 1989.

Tabel 1. Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan terhadap Aliran Permukaan Langsung

Penurunan direct run off akibat

No Tindakan Peningkatan laju infiltrasi

Peningkatan

Surface Storage

1 Perubahan land use yang

meningkatkan kerapatan akar dan tanaman

9

2 Peningkatan serasah 9

3 Pengolahan lahan searah kontour 9

4 Pembuatan alur searah kontour 9

5 Pembuatan terras datar 9

(41)

20

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu DAS Kampar Kiri, secara administratif terletak di Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu dan Rokan XII Koto Kampar, Kabupaten Kampar-Provinsi Riau. Secara Geografis areal studi terletak di 0,20 LU – 0,40 LS dan 100,790- 101,20 BT. Total luas areal studi seluas ± 206.957 Ha.

Topografi dominan di areal studi adalah bergelombang sampai dengan berbukit. Topografi bergunung terdapat di daerah barat dan selatan areal studi khususnya pada daerah yang berbatasan langsung dengan bukit barisan di Kabupaten Kuantan Singingi dan Provinsi Sumatera Barat. Orientasi areal studi disajikan pada Gambar 1.

[image:41.595.206.498.453.624.2]

Areal Studi

(42)

21

*

Ketersediaan Data

Pemodelan hidrologi dengan memanfaatkan data penginderaan jauh khususnya data radar SRTM diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam perkembangan analisis hidrologi. Dengan input dan teknik yang baik, bias spasial yang sering muncul dalam permodelan hidrologi dapat diantisipasi. Kombinasi model terintegrasi WMS dengan teknik radar diharapkan dapat memberikan pendekatan tersendiri dalam analisis hidrologi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer, data tersebut adalah:

ƒ Data radar SRTM tahun 2000 bersumber dari USGS.

ƒ Data citra satelit Landsat 2 titik tahun yaitu TM path/raw 127/60 acq. 15 Juni 1992 dan ETM+ path/raw 127/60 acq. April 2003, Michigan State University.

ƒ Data pengamatan hujan (periode 1984 – 2003) dan tinggi muka air dari stasiun AWLR Lipat Kain (periode 1990-2001), Dinas PU Provinsi Riau.

ƒ Data Primer yang dilakukan pada tanggal 5 – 17 Januari 2005 dan 8-19 Agustus 2005, meliputi ground check contoh areal tutupan lahan pengamatan hujan dengan intesitas pengamatan 30 menitan pada tanggal 8, 12, 15, 16 dan 20 Januari 2005* serta wawancara umum kepada masyarakat di areal studi tentang kejadian banjir yang terdapat di DAS Kampar.

ƒ Peta Tanah Tinjau lembar 0815 (Lembar Solok) dan 0816 (Lembar Pekanbaru), Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, 1990 Skala 1 : 250.000

(43)

22

Beberapa software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Watershed Modeling System Ver. 7, ENVI 3.6, ArcView 3.3, Global Mapper Ver.5, Statistica

edition 1999 dan RAINBOW for Windows version 1.1. Alur kerja penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 2.

Analisis Data

Analisis Tutupan Lahan

Analisis data pada tahapan ini terdiri dari empat tahapan utama yaitu : (1) Tahap persiapan, (2) Analisis citra digital meliputi koreksi geometrik, tampilan Citra pada model Warna RGB, penentuan daerah contoh (training area), klasifikasi terbimbing, (3) Ground check lokasi, (4) Analisis perubahan penutup lahan/penggunaanlahan.

Tahap persiapan

Pada tahap ini dilakukan kegiatan scane peta topografi, dan citra landsat TM dan ETM+. Penyiaman peta topografi dilakukan dengan menggunakan 170 dpi (dot per inch) yang bertujuan untuk memperoleh ukuran piksel yang setara dengan 7,5 m x 7,5 m di lapangan. Pada tahap ini kegiatan digitasi peta topografi dikerjakan dengan menggunakan

(44)

23

Pengumpulan Data (primer dan sekunder)

Studi Literatur

(Desk Study)

Data Sekunder (Citra landsat p/r 127/060 tahun

1992 dan 2003, Citra SRTM p/r 127/060 tahun 2000, data hujan harian, Land use, jenis tanah, debit

sungai harian)

Data Primer

(Ground Control Point, data hujan

dan debit 30 menit, Pengumpulan data koordinat sampling land use)

Klasifikasi Terbimbing metode MLC Citra Landsat

dua titik Tahun

(Software Envi)

Perubahan Penggunaan Lahan Areal Studi

Convert Data SRTM menjadi

Format USGS DEM

(Software Global Mapper)

Format Data USGS DEM versi SRTM Digitalisasi Peta

(Software ArcView)

Peta Digital

Analisis Data Frekwensi Hujan

(Software Rainbow dan

Microsoft Exel)

Periode Ulang Banjir Tahunan Analisis Data Hujan 30

menitan

(Software WMS, module XY

Series Editor)

Grafik Intensitas Hujan 30 menitan

Penentuan Nilai CN hasil overlay peta tanah (dipetakan ke Hydrological Soil Group) dan

Land Use (dipetakan ke LUCODE) (Software WMS, module Hydrological Modeling

tool Calculator)

Deliniasi Wilayah DAS dan Jaringan Sungai (Sofware WMS, module

TOPAZ)

INPUT PROGRAM

WATERSHED MODELING SYSTEM

HEC 1 DENGAN SCS MODEL

UNIT HIDROGRAF DAS

Perbandingan akurasi hasil simulasi unit hidrograf dengan hidrograf pengamatan NO

HIDROGRAF ALIRAN DAS PERIODE ULANG 25, 50

DAN 100 TAHUNAN

Perbandingan Jaringan Sungai DAS dengan Jaringan

Sungai Aktual di lapang NO Penajaman dan atau peningkatan

resolusi DEM Digitasi Peta Kontour

(Software ArcView ext 3D

dan Global Mapper)

Format Data USGS DEM versi Peta Kontour

Perbandingan Jaringan Sungai DAS dari SRTM

[image:44.595.47.569.77.676.2]

dan Kontour

(45)

24

Koreksi geometrik

Koreksi geometrik dilakukan dengan mengidentifikasi Ground Control Points (GCPs) pada citra asli dan pada peta referensi (peta Topografi). Akurasi GCP diperlihatkan dengan perhitungan root mean square error

(RMS-error). Pada umumnya, akurasi yang tinggi dari GCP diperoleh jika RMS-error kurang dari satu dengan distribusi GCP yang teratur pada citra selama dievaluasi. Komputer menghitung RMS-error berdasarkan persamaan berikut :

)

(

)

(

X

x

+

Y

y

RMS-error =

Dimana X dan Y adalah koordinat output yang dapat diperoleh dari peta Topografi atau citra yang diralat, x dan y adalah koordinat input yang dapat diperoleh dari citra asli (baris dan kolom).

Tampilan Citra pada model Warna RGB

Untuk identifikasi secara visual citra ditampilkan pada layar monitor

komputer dengan model warna RGB dan IHS. Tampilan citra pada model

warna RGB merupakan tampilan warna merah, hijau dan biru sebagai

warna primer yang masing-masing mempunyai kisaran nilai dari 0 sampai

255 dan warna campuran dari ketiganya (sian, magenta dan kuning).

Karakteristik kenampakkan warna-warna tersebut ditentukan oleh nilai

yang dimilikinya. Tampilan model warna RGB ini mengikuti ruang warna

RGB sebagai sistem koordinat Cartesian dan untuk sistem tampilan pada 8

(46)

25

Klasifikasi Tutupan Lahan

Penentuan daerah contoh (training areas).

Pengambilan daerah contoh sangat penting pada pengolahan citra digital, terutama untuk klasifikasi terbimbing, karena kualitas klasifikasi citra akan ditentukan oleh penentuan daerah contoh untuk masing-masing tipe penggunaan lahan/penutup lahan. Informasi mengenai penggunaan lahan/penutup lahan dapat diperoleh dari survey lapang, peta Topografi, dan wawancara dengan penduduk yang tinggal di sekitar daerah contoh. Penentuan daerah contoh ditentukan berdasarkan daerah yang mempunyai kesamaan (kesamaan warna pada citra.

Klasifikasi Terbimbing.

Karakteristik spektral atau ciri-ciri kelas yang diperoleh dari daerah contoh harus sudah selesai dikerjakan pada langkah sebelumnya. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Clasification) dari kombinasi band 542.

Survey Lapangan

(47)

26

GPS (Global Position System) juga diperlukan saat pengecekan lapang untuk mendapatkan lokasi daerah contoh dengan benar.

Analisis Frekuensi Hujan

Pendekatan umum yang digunakan untuk keperluan analisis frekuensi adalah metode statistika yang digunakan untuk meramalkan kejadian sesungguhnya berdasarkan suatu seri data yang tersedia (Wilson, 1990). Melalui pendekatan statistika tersebut berkembang beberapa metode yang digunakan untuk melakukan analisis frekuensi yaitu: Metode Fuller, Metode Hazen, Metode Foster, Metode Slade, Metode Gumbel dan Metode Potter.

Dalam analisis frekuensi yang perlu dilakukan pada dasarnya adalah menentukan besarnya faktor frekuensi (K) yang berhubungan dengan periode ulang (T) tertentu dalam satuan waktu (tahun).

Untuk setiap metode prosedur analisis frekuensi untuk mendapatkan nilai K dinyatakan dengan y dari kejadian hidrologi untuk berbagai periode ulang yang dinyatakan dengan T. Secara umum prosedur tersebut adalah (Chow, 1964):

1. Kumpulkan data curah hujan yang dibutuhkan untuk analisis.

2. Hitung parameter yang dibutuhkan seperti besaran rata-rata ( ) ,

coefficient of variation (Cv) dan coefficient of skewness (Cs).

y

3. Tentukan nilai K yang sesuai dengan periode ulang (T) yang diberikan.

(48)

27

Analisis frekuensi menggunakaan metode Gumbel menyatakan bahwa metode ini telah memberikan hasil yang memuaskan pada analisis frekuensi berbagai kejadian hidrologi (Chow, 1964). Oleh karena itu analisis frekuensi di dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode Gumbel. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.

dimana:

y

adalah besaran rata-rata dari data, y besaran data dan N adalah jumlah data hasil pengamatan.

N

y

y

=

2. Coefficient of variation, Cv adalah sebagai berikut (Chow, 1964) :

dimana: y adalah rata-rata dari kuadrat besaran data dan 2 2

y adalah kuadrat dari rata-rata besaran data.

(

)

[

1

]

(

2 2

1

)

=

N

N

y

y

Cv

3. Karena menggunakan Metode Gumbel maka tidak perlu dilakukan penghitungan Coefficient of skewness (Cs).

4. Untuk faktor frekuensi (K) digunakan persamaan dari Powell (1943) dalam Chow (1964) yang merupakan bentuk persamaan untuk tujuan penggunaan praktis. Persamaan yang digunakan

untuk menentukan nilai K adalah sebagai berikut:

dimana: γ adalah konstanta Euler = 0,5772157, T adalah periode ulang (tahun).

(

)

[

]

{

γ

log

log

log

1

}

π

6

+

=

T

T

(49)

28

5. Didalam Chow (1951) besaran hidrologi yang dicari diperoleh menggunakan persamaan:

dimana K adalah faktor frekuensi yang bersesuaian dengan periode ulang tertentu.

CvK

y

y

=

1

+

Dalam penelitian ini semua tahapan perhitungan di atas dilakukan dengan menggunakan bantuan software RAINBOW for Windows version 1.1, dengan input hujan harian maksimum tahunan pada periode tahun 1984 – 2003.

Pengolahan Data dengan WMS

Watershed Modeling System (WMS) adalah sebuah paket program analisa hidrologi yang dibuat untuk sistem model hidrologi yang komprehensif. Program ini merupakan kompilasi berbagai model hidrologi yang telah ada sebelumnya. WMS didisain untuk sistem permodelan DAS secara luas.

Konsep dasar WMS adalah menyelesaikan suatu permasalahan hidrologi dengan berbagai perangkat dan metode-metode yang berbeda. Program ini disusun agar analisa dapat dilakukan secara lebih efisien dan mudah dalam pengoperasiannya. Pada penelitian ini sumber data untuk permodelan dalam WMS adalah:

(50)

29

2. DEM yang bersumber dari data SRTM, digunakan untuk menggambarkan batas daerah aliran. Pada penelitian ini data DEM digunakan untuk membatasi wilayah DAS yang diamati dan jaringan sungai dengan bantuan tools yang terdapat di dalam WMS yaitu TOPAZ.

3. Data hidrologi meliputi data hujan dan aliran sungai/debit air. Data hujan 30 menitan digunakan untuk membuat hyteograf

(51)

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dititikberatkan pada pemanfaatan data radar SRTM dalam membangkitkan jaringan drainase DAS untuk analisa debit puncak akibat perubahan tata guna lahan. Pengolahan data yang tersedia dilakukan dengan bantuan software WMS untuk melihat perubahan debit puncak yang terjadi. Pengolahan data radar sendiri tidak dilakukan karena ketersediaan data radar altimetri dan validasi data memerlukan kegiatan lapangan yang intensif. Selain itu juga jaringan geoid lokal pada lokasi studi tidak tersedia. Data radar yang digunakan adalah data radar yang sudah tersedia tanpa melakukan proses interferometri dalam penurunan DEM nya.

Masukan Model

Analisis Tutupan Lahan

Klasifikasi citra satelit Landsat 7 ETM+ April 2003 pada areal studi, dibedakan menjadi 3 kelompok tutupan/penggunaan lahan, yaitu: hutan sekunder/primer, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan semak belukar. Klasifikasi terbimbing ini menggunakan metode Maximum Likelihood Clasification dengan kombinasi band 542. Setelah itu dilakukan 2 kali post classification

menggunakan besaran filter 9x9.

(52)

31

hutan primer/sekunder, ladang/semak belukar, kebun sawit, Hutan Tanaman Industri, badan air, dan permukiman. Tipe penggunaan lahan ini relatif telah mencakup semua tipe penutup lahan sehingga kesalahan pengkelasan obyek menjadi kelas yang kurang sesuai dapat dihindari.

Tabel 2. Hasil Interpretasi Citra Landsat ETM+ path/raw 127/60 Tahun 2003

No Objek Warna Keterangan

1 Hutan primer/sekunder Hijau gelap Vegetasi rapat

2 Ladang/semak belukar Kuning Menyebar berasosiasi kebun campuran 3 Kebun sawit Hijau muda Vegetasi berpola dengan blok kebun yang jelas 4 Hutan Tanaman Industri Hijau muda Vegetasi berpola dengan blok HTI

5 Pemukiman Merah Menyebar di pinggir jalan 6 Badan air Biru gelab/hitam Mengelompok

Kegiatan klasifikasi di atas dilakukan juga pada citra Landsat TM tahun 1992 dengan training areas yang sama dengan klasifikasi citra untuk tahun 2003. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah diperoleh klasifikasi tutupan lahan untuk masing-masing tahun yang digunakan untuk melihat perubahan tutupan/penggunaan lahan dan perhitungan nilai Curve Number DAS yang diamati.

Perubahan penggunaan lahan di DAS Lipat Kain yang berada di bagian hulu DAS Kampar Kiri belum berdampak on site. Perubahan penggunaan lahan yang tinggi dari hutan menjadi non hutan di luar areal studi merupakan pemicu sering terjadinya banjir yang ada di bagian hilir DAS Kampar. Hal ini selain berkurangnya areal hutan di bagian hulu akibat konversi, diduga juga disebabkan oleh kegiatan illegal logging yang tinggi di daerah ini.

(53)

32

Hasil analisis perubahan tutupan lahan pada dua titik tahun 1992 dan 2003 terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan ke non hutan, terutama hutan tanaman industri (monokultur) sebesar ± 3,5 % (± 6.051 Ha). Selain itu juga kondisi semak belukar dan hutan sekunder yang ada saat dilakukan pengamatan lapang sebagian sudah menjadi areal perkebunan sawit rakyat dan usaha perladangan intensif. Sebagai konsekuensi logis dari tingginya aktifitas usaha perkebunan dan perusahaan kehutanan di daerah ini berakibat pada konversi penggunaan lahan dari hutan menjadi non hutan.

Perubahan tutupan lahan/penggunaan lahan di DAS Lipat Kain disajikan pada Tabel 3. Pada Gambar 3 disajikan hasil klasifikasi tutupan lahan pada DAS Lipat Kain Tahun 1992 dan 2003.

Tabel 3. Perubahan Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan DAS Lipat Kain

Luas (Ha)

Hutan HTI

Ladang/Semak belukar

Total

Jenis Tutupan Lahan

2003

1992 % %

168254

174306 84.2 81.3

6051

- - 2.9

32651

32651 15.8 15.8

206956

206957 100.0 100.0

(54)

33

Tahun 2003 Tahun 1992

Ladang/Semak Belukar HTI

[image:54.595.126.501.85.318.2]

Hutan

Gambar 3. Perubahan Tutupan Lahan DAS Lipat Kain 1992 – 2003

Gambar 4. Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun

[image:54.595.230.396.374.604.2]
(55)

34

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi akibat konversi dan pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kemampuan tanah/lahan juga mengakibatkan pada bertambah buruknya kondisi hidrologis DAS Kampar.

Analisis Hujan

Analisa hujan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu analisis frekwesi hujan maksimum harian dan distribusi hujan dari kejadian hujan tunggal. Analisis frekwesi hujan maksimum harian ditujukan untuk meramalkan kejadian hujan sesungguhnya berdasarkan suatu seri data yang tersedia. Data hujan harian maksimum ini digunakan sebagai salah satu input dalam permodelan untuk pendugaan kejadian hujan pada periode ulang tertentu. Distribusi hujan digambarkan dalam bentuk hyteograph yang menunjukan intensitas hujan yang jatuh di areal DAS.

Data hujan maksimum 24 jam setiap tahun selama 20 tahun pengamatan bersumber dari Stasiun Hujan Lipat Kain adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hujan Harian Maksimum Stasiun Lipat Kain Tahun 1984 - 2003 Tahun Hujan (mm) Tahun Hujan (mm)

1984 107,0 1994 75,0 1985 111,0 1995 104,0 1986 103,0 1996 90,5 1987 79,0 1997 100,0 1988 88,0 1998 100,0 1989 113,0 1999 105,0 1990 100,0 2000 91,0 1991 104,0 2001 86,0 1992 126,0 2002 99,0 1993 89,0 2003 89,5

(56)

35

Karena pengujian membutuhkan teknik penggambaran (plotting) dari setiap nilai data pada sebuah kertas grafik peluang tertentu, maka ada tiga macam fungsi peluang yang akan diuji kecocokannya. Ketiga macam fungsi itu adalah sebaran normal, logaritma normal dan nilai ekstrim I (Gumbel).

Hasil penggambaran data dilakukan uji kecocokan dengan cara menghitung selisih terbesar antara data curah hujan hasil pengamatan yang tergambar dengan curah hujan teoritis pada titik yang sama.

Bila data lebih kecil dari atau sama dengan teori, maka berarti fungsi peluang yang digunakan telah cocok dengan sebaran data. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software RAINBOW for Windows version 1.1, hasil analisis dan penggambaran sebaran data adalah sebagai berikut

Plotting Koefisien Keseragaman di kertas Log Normal, berbentuk

garis lurus Rata – rata (means)

[image:56.595.127.496.401.647.2]

persentase peluang kejadian hujan periode pengamatan = 1,988021

(57)

36

Hasil pengujian memberikan hasil fungsi peluang yang paling sesuai adalah fungsi peluang sebaran Log Normal (nilai R2 = 0.96) dengan perhitungan peluang terlewati (probability exceedance) menggunakan metode Weibull. Gambar sebaran 20 data pengamatan hujan harian maksium periode tahun 1984 – 2003 yang tergambar di atas (gambar 5) menunjukan nilai Log rata-rata hujan harian maksimum (means) sebesar 1,988021 dengan standar deviasi sebesar 0,054316. Hujan maksimum harian DAS Lipat Kain untuk periode ulang 25, 50 dan 100 tahun adalah sebesar 123,8 mm, 129,1 mm, dan 134,1 mm. Hasil analisis peluang periode tinggi hujan harian maksimun pada berbagai kala ulang disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 2.

Tabel 5. Peluang Tinggi Hujan Maksimum DAS Lipat Kain

Kala Ulang T (tahun) Tinggi Hujan (mm)

2 97,3

5 109,2 10 116,1 25 123,8 50 129,1 100 134,1

(58)

37

Tabel 6. Curah Hujan 30 menitan DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005 *

W aktu C u rah H ujan (m m )

5 :0 0 :0 0 P M 0 5 :3 0 :0 0 P M 0 .0 0 5 6 :0 0 :0 0 P M 0 .0 1 1 6 :3 0 :0 0 P M 0 .0 1 8 7 :0 0 :0 0 P M 0 .0 2 5 7 :3 0 :0 0 P M 0 .0 3 1 8 :0 0 :0 0 P M 0 .0 4 1 8 :3 0 :0 0 P M 0 .0 5 9 :0 0 :0 0 P M 0 .0 6 1 9 :3 0 :0 0 P M 0 .0 7 4 1 0 :0 0 :0 0 P M 0 .0 9 3 1 0 :3 0 :0 0 P M 0 .1 1 8 1 1 :0 0 :0 0 P M 0 .3 3 1 1 :3 0 :0 0 P M 0 .3 8 7 1 2 :0 0 :0 0 A M 0 .4 1 1 1 2 :3 0 :0 0 A M 0 .4 2 7 1 :0 0 :0 0 A M 0 .4 4 1 1 :3 0 :0 0 A M 0 .4 5 1 2 :0 0 :0 0 A M 0 .4 6 1 2 :3 0 :0 0 A M 0 .4 6 8 3 :0 0 :0 0 A M 0 .4 7 4 3 :3 0 :0 0 A M 0 .4 8 1 4 :0 0 :0 0 A M 0 .4 8 7 4 :3 0 :0 0 A M 0 .4 9 4 5 :0 0 :0 0 A M 0 .5

* pengamatan dengan gelas ukur

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55

5:00:00 PM 7:00:00 PM 9:00:00 PM 11:00:00 PM 1:00:00 AM 3:00:00 AM 5:00:00 AM

CH (mm)

[image:58.595.127.463.388.578.2]

Waktu

Gambar 6. Distribusi hujan 24 jam DAS Lipat Kain Periode 8 – 9 Januari 2005

Digital Elevation Model (DEM)

(59)

38

DEM umumnya diturunkan dari data foto udara, data citra satelit ataupun digitasi peta kontur. Teknik tersebut saat ini kurang efisien, khususnya digitasi peta kontour, karena membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga diperlukan alternatif sumber data lainnya yang lebih efisien.

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) merupakan project kerjasama antara JPL, NIMA dan The German and Italia Space Agency pada tahun 2000 yang hampir dapat memetakan sebagian besar topografi permukaan bumi. Data

ini memiliki resolusi DEM antara 30 m dan 90 m dengan akurasi vertikal ± 16 meter (Ling Feng, et.al, 2005). Akurasi tersebut diharapkan dapat lebih

dieksplorasi untuk tujuan penelitian hidrologi lanjutan lainnya.

Data SRTM ini merupakan data yang hanya menunjukan bentukan permukaan bumi (surface) saja tetapi bentukan permukaan tanah tidak dapat dilihat dengan data SRTM. Hal tersebut dikarenakan panjang gelombang yang digunakan tidak dapat menembus sampai dengan permukaan tanah (SRTM menggunakan Band C dengan panjang gelombang ± 5,6 cm). Keterbatasan dalam perekaman tersebut menjadi salah satu kelemahan data SRTM dalam penurunan jaringan drainase suatu DAS khususnya pada daerah yang relatif datar.

(60)

39

Salah satu teknik yang dilakukan De Ruyver untuk menghasilkan jaringan sungai yang lebih baik adalah dengan cara menghilangkan efek vegetasi dan mengkombinasikan data jaringan sungai dari citra ASTER dan Landsat.

Pada penelitian ini tidak dilakukan analisa penurunan DEM dari data radar karena keterbatasan data dan software penunjang, tetapi hanya menggunakan data radar SRTM dengan resolusi 90 m yang bersumber dari University of Maryland-AS. Data radar tersebut digunakan untuk menurunkan jaringan sungai dan batas DAS. Pada tahapan kerja penelitian selanjutnya, data SRTM yang digunakan harus dikonversi menjadi data USGS DEM agar dapat menjadi input dalam program analisa penurunan jaringan sungai dengan bantuan program WMS. Selain itu juga penelitian ini memanfaatkan peta kontur skala 1 : 250.000, peta ini digunakan sebagai pembanding dalam penurunan jaringan sungai dan batas DAS.

Perbandingan DEM Radar dan DEM Peta Kontur Skala 1 : 250.000

(61)

40

Penentuan luasan akumulasi aliran ini dilakukan dengan cara trial error sampai diperoleh jaringan sungai yang relatif sama dengan jaringan sungai yang ada. Selain penurunan jaringan sungai, pembatasan DAS Lipat Kain dapat dilakukan dengan mudah di dalam program WMS. Tools di dalam WMS yaitu TOPAZ akan secara otomatis membatasi suatu wilayah DAS dengan mengetahui dan memposisikan lokasi outlet pengukuran yang ada di wilayah

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh Beberapa Penggunaan Lahan dan Pengolahan Lahan terhadap Aliran Permukaan Langsung
Gambar 1.  Lokasi Studi
Gambar 2.  Alur Kerja Penelitian
Gambar 4.  Konversi Hutan Lindung menjadi Ladang/Kebun
+7

Referensi

Dokumen terkait

2.2 Mengungkapkan makna yang terdapat dalam monolog pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam lisan secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan

Analisis Pengaruh Return On Asset (ROA) , Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Hotel dan Travel yang

sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Fanny Nurul 2014 Universitas

Sistem akuntansi keuangan daerah yang efektif ditunjang dengan sistem pengendalian intern yang baik dapat menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas dan

[r]

Berdasarkan penggunaan Gamelan dalam upacara, maka upacara yadnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu upacara besar dan upacara kecil.Pemodelan sistem menggunakan

Tiap kepala keluarga penerima sumbangan harus memperoleh masing-masing bahan makanan dalam jumlah yang sama?. Jika Pak Lurah menginginkan agar penerima sumbangan sebanyak

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep aktivitas ekonomi berkaitan dengan sumber daya alam menggunakan model pembelajaran kooperatif