KARAKTERISTIK DAN ANALISIS KEUNTUNGAN
USAHATERNAK SAPI PERAH DKI JAKARTA
(STUDI KASUS DI WILAYAH KELURAHAN PONDOK
RANGGON, JAKARTA TIMUR)
ANDI YEKTI WIDODO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTUTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Analisis
Keuntungan Peternakan Sapi Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah
Kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur)” adalah karya saya sendiri dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi.
Bogor, Oktober 2009
Andi Yekti Widodo
ABSTRACT
ANDI YEKTI WIDODO. Characteristics and Profit Analysis of Dairy Farm in DKI Jakarta (Case Study in Pondok Ranggon, East Jakarta). Under direction of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA
There are many diary farm in DKI Jakarta. The aim of this study was to know about characteristics and profit business dairy farm in Pondok Ranggon, Cipayung, East Jakarta. The respondent of this study were 20 farmers. In this study was studied about characteristics, dairy farm management and cattle health management. The farmers was devided into two groups. The first group was the farmers who had cattle less than 43 heads and the last group was the farmers who had cattle more than equal 43 heads. Profit analysis was counted base on different of input and output. The result of counting showed that the profit per month for the first group was Rp5.815.121,00 the last group was Rp21.861.559,00. This studies showed that dairy farm in Pondok Ranggon DKI Jakarta was profitable.
ABSTRAK
ANDI YEKTI WIDODO. Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Pondok Ranggon, Jakarta
Timur). Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan ETIH SUDARNIKA
Usahaternak sapi perah masih banyak ditemukan di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah di kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Responden pada penelitian ini sebanyak 20 peternak. Pada studi ini dipelajari mengenai karakteristik peternak, manajemen peternakan dan manajemen kesehatan ternak. Peternak dikelompokan menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah peternak dengan kepemilikan ternak kurang dari 43 ekor dan kelompok kedua adalah peternak dengan kepemilikan ternak lebih dari dan sama dengan 43 ekor. Analisis keuntungan dilakukan dengan menghitung selisih antara input dan output. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui keuntungan per bulan pada peternak kelompok pertama sebesar Rp5.815.121,00 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp21.861.559,00. Studi ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah di wilayah Pondok Ranggon DKI Jakarta masih menguntungkan.
KARAKTERISTIK DAN ANALISIS KEUNTUNGAN
USAHATERNAK SAPI PERAH DKI JAKARTA
(STUDI KASUS DI WILAYAH KELURAHAN PONDOK
RANGGON, JAKARTA TIMUR)
ANDI YEKTI WIDODO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTUTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi
Nama
NIM
:
:
:
Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi
Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan Pondok
Ranggon, Jakarta Timur)
Andi Yekti Widodo
B04050349
Disetujui:
Pembimbing I
drh. Chaerul Basri, M. Epid NIP 19770525 200501 1 002
Pembimbing II
Ir. Etih Sudarnika, M.Si NIP 1968 0821 199402 2 001
Diketahui:
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini NIP 19621205 198703 2 001
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua
nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis
bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Judul skripsi yang diambil adalah
“Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah DKI Jakarta
(Studi Kasus di Wilayah Pondok Ranggon, Jakarta Timur) “.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta atas cinta, kasih sayang, kelembutan, dan perhatian
serta pengorbanannya kepada penulis.
2. Drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku pembimbing pertama yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, dan
nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku pembimbing kedua yang telah sabar dalam
membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini.
4. Drh. R. Harry Soehartono, M.App.Sc, PhD dan Dr. drs. Bambang
Kiranadi, MSc selaku dosen penguji dan penilai.
5. Dr. Nastiti Kusumorini selaku Wakil Dekan FKH IPB.
6. Dosen dan staf karyawan Departemen IPHK.
7. Saudara-saudaraku terkasih, Ageng dan Laras atas dukungan dan
semangatnya.
8. Bapak dan Ibu Falahin serta Kelompok Swadaya Tani Pondok Ranggon
yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
9. Keluarga Abdan Syakur di Pondok Ranggon yang telah bersedia
menyediakan tempat tinggal selama penelitian.
10.Sahabat-sahabatku (Charles, Deva, Darmawan, Dinar, Budiman, Inda, Mas
Harry, Mas Kukuh, Pak Ali), penghuni Ar-Rijal House (Ari, Budi,
Mizwar) dan penghuni ”rimbawan” (Aidil, A M Fikri P U Y, Ranting,
11.Teman-teman terdekat (Ikhsan, Syifa, Wenny, Eva, Acil, Mencit, Cude)
dan seluruh GOBLETERS FKH 42 yang telah berjuang bersama-sama
dalam perkuliahan.
12.Seluruh Pengurus Besar IMAKAHI, Pengurus Cabang IMAKAHI
se-Indonesia, DKM An Nahl dan Himpro RUMINANSIA.
13.Kakak-kakak FKH 41, 40 dan 39 serta Adik-adik 43, 44 dan 45 yang telah
banyak berkontribusi dalam perubahan besar pada diri penulis.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara
langsung maupun tidak langsung, dari lubuk hati yang dalam saya
menghaturkan terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan
kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu
datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.
Bogor, Oktober 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 12 Desember 1987. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Darsono dan
Ibu Umi Fayakun dengan nama lengkap Andi Yekti Widodo.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1999
di SDN 1 Grugu dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke
SLTPN 2 Wonosobo hingga lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMU
diselesaikan pada tahun 2005 di SMA 1 Wonosobo. Pada tahun yang sama
penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa.
Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan
eksternal dan internal kampus yaitu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
TPB IPB periode 2005 – 2006, pengurus DKM An Nahl FKH IPB 2006 – 2009,
Ketua Angkatan 42 periode 2006 – 2009. Pengurus Ikatan Mahasiswa
Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) IPB 2006 – 2008. Anggota Himpunan
Minat dan Profesi (HIMPRO) ruminansia periode 2006 – 2009, pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM IPB periode 2006 – 2007, Sekjen Pengurus
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Manfaat ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan ... 4
Sejarah Peternakan Sapi Perah di Indonesia... 4
Anggaran Usahatani ... 5
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 9
Waktu dan Tempat ... 9
Sampel ... 9
Jenis dan Sumber Data ... 9
Tahapan Kegiatan ... ... 9
Analisis Data ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak ... 12
Gambaran Usahaternak Sapi Perah ... 14
Populasi Ternak Sapi Perah ... 14
Pakan ... 15
Perkawinan ... 16
Tenaga Kerja ... 17
Pemasaran ... 18
Produktifitas Sapi Perah ... 19
Analisis Pendapatan ... 22
Input Usahaternak ... 23
Output Usahaternak ... 24
Keuntungan atau Pendapatan Ekonomi ... 26
Analisis Kelayakan Pendapatan ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28
Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Formulasi Hubungan Output dan Input dalam Anggaran Usahatani… 8
2 Metode Perhitungan Keuntungan Usahaternak Sapi Perah...…….. 10
3 Kelompok Peternak ……….………... 12
4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon ………... 13
5 Struktur Populasi Sapi Perah di Pondok Ranggon Bulan Juli 2009….. 14
6 Jenis Pakan yang Diberikan dan Jumlah Peternak yang Memberikan
Pakan tersebut... 15
7 Komposisi PerkawinanSapi Perah di Pondok Ranggon... 17
8 Rataan Upah Tenaga Kerja... 18
9 Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon.……..…… 19
10 Rataan Produksi Susu pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Beberapa Daerah di Indonesia...……… 19
11 Manajemen Kesehatan Ternak... 20
12 Rataan Biaya Kesehatan per Tahun...………... 21
13 Rataan Input, Output dan Keuntungan Periode Juli 2008 – Juli 2009.. 22
14 Nilai Maksimum dan Minimum Input, Output dan Keuntungan …… 23
DAFTAR LAMPIRA
NHalaman
1 Data Peternak Kelompok I…...……….……. 31
2 Data Peternak Kelompok II...………. 35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Visi pembangunan peternakan adalah pertanian berkebudayaan industri,
dengan landasan efisiensi, produktivitas, dan berkelanjutan. Peternakan masa
depan dihadapkan pada perubahan mendasar akibat perubahan ekonomi global,
perkembangan teknologi biologis, berbagai kesepakatan internasional, tuntutan
produk, kemasan produk, dan kelestarian lingkungan. Konkritnya, peternakan
Indonesia akan bersaing ketat dengan peternakan negara lain bukan saja merebut
pasar internasional tapi juga dalam merebut pasar dalam negeri Indonesia. Untuk
itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal,
regional dan nasional maupun internasional (Saragih 2000).
Menurut Nuraini dan Purwanta (2006), salah satu usaha budidaya
peternakan yang sekarang ini banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
gizi adalah sapi perah. Usahaternak sapi perah di Indonesia masih bersifat
subsistem oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi
ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh
kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek
reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem
pencatatan, pemerahan, sanitasi, dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan
peternak mengenai aspek tataniaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang
diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.
Usahaternak sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang
mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk terus dikembangkan. Susu yang
dihasilkan dari sapi perah dapat bermanfaat, baik sebagai sumber protein bagi
peternak untuk dikonsumsi maupun sebagai sumber pendapatan untuk dijual.
Berbeda dengan produk lainnya, produksi susu akan tetap dibutuhkan seiring
peternakan saat ini masih tetap menjanjikan karena permintaan pasar terhadap
susu akan selalu ada.
Disamping itu, usahaternak sapi perah memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan usahaternak lainnya. Menurut Sudono (1999) beberapa
keuntungan beternak sapi perah dibandingkan dengan usahaternak yang lainnya
yaitu 1) Peternakan sapi perah merupakan suatu usaha yang tetap, 2) Jaminan
pendapatan yang tetap, 3) Penggunaan tenaga kerja yang tetap, 4) Dapat
menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa hasil pertanian dan 5)
Kebutuhan tanah dapat dipertahankan. Dengan pengelolaan yang baik serta
terencana untuk dapat memanfaatkan keuntungan-keuntungan tersebut, dapat
dipastikan usahaternak sapi perah merupakan usaha yang memiliki prospek yang
sangat baik dan akan memberikan laba yang besar kepada pemiliknya.
Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2000 relatif masih
sangat rendah, yaitu 4,2 liter per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita
negara-negara lain jauh lebih tinggi seperti Malaysia yaitu lebih dari 20 liter
perkapita pertahun. Jika konsumsi rata-rata Indonesia meningkat setengah saja
dari rata-rata konsumsi per kapita negara Malaysia, maka kebutuhan susu
diperkirakan akan meningkat luar biasa. Namun peningkatan permintaan produk
susu tersebut diserap oleh pasar luar negeri dengan persentase impor susu
mencapai 71,57% pada tahun 2002, sedangkan produksi susu dalam negeri tidak
memanfaatkan peluang tersebut secara optimal (Tyas 2008).
Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian
dengan jumlah penduduk yang padat dan terus bertambah setiap tahunnya.
Sebagian besar penduduk Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi
sehingga tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan dan gizi pun meningkat.
Kandungan gizi yang tinggi adalah pada bahan pangan yang berasal dari hewan
contohnya susu dan daging. Oleh karena itu usahaternak sapi perah di wilayah
Jakarta memiliki potensi keuntungan yang besar jika ditinjau dari segi pasar. Sapi
perah merupakan komoditas peternakan yang masih dipelihara oleh peternak di
DKI Jakarta. Salah satu sentra usahaternak sapi perah di DKI Jakarta adalah
tersebut terdapat 27 peternak dengan jumlah ternak lebih dari 800 ekor dengan
produksi susu mencapai 4000 sampai dengan 5000 liter/hari (Pelita 17 mei 2009).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu diadakan suatu penelitian
tentang analisis ekonomi untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang
diperoleh peternak sapi perah di DKI Jakarta khususnya kelurahan Pondok
Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur sehingga keberhasilan peternak
dalam mengelola usahaternaknya dapat diketahui.
Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan
usahaternak sapi perah di wilayah DKI Jakarta. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah
berdasarkan input dan output yang diperlukan usahaternak sapi perah di wilayah Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan tingkat keuntungan yang bersifat ekonomi terhadap usahaternak
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan
Usaha peternakan merupakan usaha produksi yang didasarkan pada proses
biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia,
maka manusia campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai
pertumbuhan hewan ternak (Cyrilla dan Ismail 1988).
Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaannya usaha
ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu 1) peternak
rakyat, 2) peternak semi komersial dan 3) peternak komersial. Peternak rakyat
memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap
hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih
sederhana dan menggunakan bibit local dalam jumlah dan mutu yang terbatas.
Tujuan utama pemeliharaannya adalah sebagai hewan kerja dalam membajak
sawah atau tegalan. Peternakan semi komersial dicirikan dengan keterampilan
beternak yang dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan dan pakan
penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk
menambah pendapatan keluarga dan keluarga sendiri. Peternak komersial
dijalankan oleh peternak yang memiliki kemampuan dalam segi modal, sarana
produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan
pakan dibeli dari luar dalam jumlah besar.
Peternakan sapi perah di Indonesia
Usaha persusuan di Indonesia pertama kali diperkenalkan di Indonesia
oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan impor sapi perah dari Belanda dan
Australia pada tahun 1890. Awal perkembangan usaha persusuan nasional adalah
persetujuan bersama antara Industri Pengolahan Susu (IPS), peternak dan
pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah di Indonesia
Sebagian besar peternakan sapi perah di Indonesia terkonsentrasi di Pulau
Jawa dengan kepemilikan ternak 2-4 ekor per peternak. Pengelolaan usaha ternak
sapi perah ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan melibatkan semua
anggota keluarga. Usaha tenak ini bersifat non komersial dengan tingkat
pendapatan yang rendah dan tidak ekonomis. Sapi perah yang dewasa ini
dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland (FH) yang memiliki produksi susu yang tinggi (Sudono 1999).
Menurut Kusnadi dan Juarini (2007), walaupun usaha pemeliharaan sapi
perah belakangan ini sudah begitu berkembang dan sudah dapat dijadikan sebagai
salah satu mata pencaharian, namun pada kenyataannya pendapatan dari usaha
tersebut masih relatif kecil, dimana untuk menutupi kebutuhan hidup peternak dan
keluarganya pun masih kesulitan. Hal ini berakibat dalam pengembangan usaha
pemeliharaan sapi perah. Kondisi ini dibuktikan dengan perkembangan populasi
sapi perah yang sangat lamban. Peningkatan populasi sapi perah selama periode
tahun 1997 – 2003 misalnya hanya rata-rata 1,69% per tahun. Peningkatan
populasi sapi perah yang lamban yang berarti juga pengembangan usaha
pemeliharaan sapi perah yang lamban, berakibat kepada rendahnya peningkatan
produksi susu nasional. Selama periode tahun 1997 – 2003 permintaan konsumen
susu mencapai rata-rata 4,5% per tahun.
Jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 200 jiwa merupakan pasar
yang potensial bagi usaha ternak sapi perah. Semakin meningkatnya tingkat
pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan gizi maka
konsumsi susu masyarakat meningkat 12,8 % pertahun (GKSIb 1996). Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut maka pemerintah melakukan impor susu.
Anggaran Usahatani
Menurut Leksmono dan Holden (1994), produki peternakan merupakan
suatu aktivitas manusia untuk memproduksi makanan, bahan ikutan dan material
lain dengan menggunakan hewan yang terkontrol dan di sengaja. Produk ternak
tersebut beragam, mulai dari yang biasa yaitu susu, daging, dan telur hingga bahan
dapat dijual, dikonsumsi atau dipergunakan sebagai input pada sistem produksi lainnya. Ternak juga memberikan alternatif sumber energi bagi bahan bakar fosil.
Hewan ternak memainkan peranan penting dalam memanen dan
mengkonsentrasikan zat-zat gizi dari bahan-bahan yang tidak dapat dikonsumsi
oleh manusia menjadi produk-produk yang tidak saja kaya energi tetapi juga enak
rasanya. Produk ternak biasanya kaya akan protein dan kalsium sehingga dapat
meningkatkan kesehatan peternak. Ternak juga menyediakan uang tunai,
makanan, lapangan pekerjaan, kesehatan, keamanan dan suatu cara untuk
mengurangi risiko bagi orang-orang yang relatif miskin dalam masyarakat.
Produksi peternakan sesungguhnya adalah suatu aktifitas ekonomi. Zat-zat
yang relatif kurang berguna (misalnya rumput) diubah menjadi produk yang lebih
berguna seperti susu dan daging. Sumbangan yang dibuat oleh ternak pada
kesejahteraan usahatani dihitung dengan melihat perbedaan antara nilai input
(biaya produksi) yang digunakan pada produksi peternakan dengan nilai dari
berbagai output (penerimaan) atau produk usahatani tersebut, perbedaan tersebut disebut dengan keuntungan usahatani (Leksmono dan Holden 1994).
Output atau Penerimaan
Menurut Soekarwi et al. (1986), output (penerimaan) usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik itu dijual maupun untuk
dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual,
konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan.
Foley et al. (1986) menyatakan bahwa output dari usaha sapi perah adalah penjualan susu, penjualan sapi yang tidak produktif (sapi afkir), penjualan pedet
jantan dan penjualan kotoran ternak.
Output menurut Gittinger (1982) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu aktivitas. Lebih spesifik, output adalah nilai produksi suatu peternakan, baik yang dikonsumsi di peternakan atau yang dijual ke luar peternakan. Oleh
selalu sesuatu yang dapat dilihat seperti susu dan daging tetapi dapat juga
menghasilkan suatu jasa. Output dari suatu peternakan dapat berupa: penjualan ternak, produk ternak (seperti susu dan daging), pemotongan ternak di kandang
(termasuk potong paksa), nilai karkas dari kematian ternak di peternakan dan
inventaristasi ternak akhir.
Input atau Biaya Produksi
Output suatu peternakan hanya dapat diperoleh bila ternak-ternak yang ada di peternakan tersebut diberi pakan, dikandangkan dan dipelihara.
Keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh peternak dari ternaknya dalam bentuk
penjualan, tenaga, manur, dan lain-lain harus dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi ternak dan biaya pemeliharaan
ternak tersebut. Biaya memproduksi suatu output diukur dengan input.
Input atau biaya produksi adalah besarnya pengeluaran atau nilai dari faktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu output tertentu (Boediono 1990). Menurut Gittinger (1982), input adalah barang-barang (seperti pakan atau obat-obatan) atau jasa (seperti tenaga kerja) yang dapat digunakan
untuk menghasilkan output. Input dari suatu peternakan biasanya berupa: pembelian ternak, pakan (konsentrat, suplemen mineral, hijauan), tenaga kerja,
biaya kesehatan hewan (obat-obatan, inseminasi buatan), barang pakai habis,
biaya penjualan (marketing), perawatan kandang, Alat-alat peternakan (termasuk kendaraan dan kandang) dan inventaris ternak awal.
Keuntungan atau pendapatan
Keuntungan atau pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari
hasil produksi dengan biaya yang dikeluarkan (Boediono 1990). Menurut
Leksmono dan Holden (1994), peternak hanya akan memperoleh keuntungan jika
Tabel 1 Formulasi Hubungan Output dan Input dalam Anggaran Usahatani
Input Output
Pembelian ternak Pakan
Tenaga Kerja
Biaya Dokter Hewan dan IB Barang Habis Pakai
Biaya Penjualan Biaya Pemeliharaan BBM, Air dan Listrik Sewa dan pembayaran bunga Barang-barang Modal dan bangunan
Penjualan susu, telur dan madu Manure (kotoran)
Tenaga tarik
Hewan yang dipotong Nilai karkas
Inventaris ternak awal Inventaris ternak akhir
Nilai Total Input Nilai Total Output
Keuntungan
Keuntungan = Jumlah Total Output – Jumlah Total Input
Keterangan:
1. Input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang, bahan bakar, listrik,
air dan peralatan.
2. Output terdiri dari penjualan (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu, kotoran), ternak potong, nilai karkas
dan inventaris ternak akhir.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan data berlangsung mulai tanggal 18 sampai 21 Agustus 2009.
Studi ini dilakukan di peternakan sapi perah di kelurahan Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada peternak sapi perah di Kelurahan
Pondok Ranggon. Sampel yang dapat diambil sebanyak 74% atau 20 dari 27
peternak, dikarenakan tidak semua peternak berada di wilayah Kelurahan Pondok
Ranggon.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara wawancara
terstruktur terhadap peternak sapi perah dengan menggunakan kuisioner. Data
Sekunder diperoleh dari Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon,
Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta dan sumber-sumber pustaka lainnya.
Data peternak terdiri dari identitas peternak, struktur ternak yang dimiliki,
pengetahuan manajemen peternakan, manajemen kesehatan ternak dan input -
output dari usahaternak tersebut. Data input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang,
bahan bakar, listrik, air dan peralatan. Sedangkan data output terdiri dari penjualan ternak (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu,
kotoran), penjualan ternak, nilai karkas dan inventaris ternak akhir.
Tahapan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur atau
daftar pertanyaan yang telah ditentukan dan 2) Observasi yaitu pengumpulan data
yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk
mengetahui fenomena atau gejala yang nampak pada objek-objek penelitian.
Analisis Data
Terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden
(peternak) dilakukan pengelompokan berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki,
yaitu peternak dibagi menjadi dua kelompok usaha: peternak dengan kepemilikan
kurang dari jumlah rata-rata ternak dan peternak dengan kepemilikan lebih dari
sama dengan jumlah rata-rata ternak sapi perah. Analisis data dilakukan secara
deskriptif untuk menggambarkan karakteristik peternak berdasarkan umur,
pendidikan, pengalaman beternak dan tujuan beternak pada masing-masing
kelompok.
Data input dan output yang diperoleh dianalisis menggunakan metode anggaran usahatani untuk mengetahui tingkat keberhasilan peternak mengelola
usahaternak sapi perah secara ekonomi. Analisis dilakukan pada berbagai
kelompok peternak. Metode analisis data yang digunakan diformulasikan sebagai
berikut (Leksmono dan Holden 1994):
Tabel 2 Metode Perhitungan Keuntungan Usahaternak Sapi Perah
Input Biaya (Rp) Output Biaya (Rp)
Pembelian ternak
Inventaris ternak awal ……… Inventaris ternak akhir ………
Keuntungan = ……….
Keuntungan = Jumlah total output – jumlah total input
Keterangan:
1. Input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang, bahan bakar, listrik, air dan
peralatan.
2. Output terdiri dari penjualan (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu, kotoran), ternak potong, nilai karkas dan inventaris
ternak akhir.
Keuntungan atau selisih antara output dengan input inilah yang merupakan parameter keberhasilan dari usahaternak tersebut. Selain itu, untuk melihat tingkat
kelayakan pendapatan diperlukan pembandingan keuntungan tersebut dengan
Upah Minimum Regional (UMR) wilayah DKI Jakarta, yaitu sebesar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, tingkat partisipasi peternak sebanyak 74% atau 20 dari
27 peternak, dikarenakan tidak semua peternak berada di wilayah Kelurahan
Pondok Ranggon. Dalam menganalisis peternak sapi perah di Pondok Ranggon
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah total ternak yang dimiliki oleh
peternak, yaitu kelompok I adalah peternak dengan kepemilikan ternak kurang
dari 43 ekor dan kelompok II adalah peternak dengan kepemilikan ternak lebih
dari dan sama dengan 43. Uraian lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kelompok Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Kepemilikan ternak Jumlah Peternak % Jumlah ternak rata-rata Kategori < 43 ekor
>= 43 ekor Total
13 7 20
65 35 100
22,85 ekor 81,71 ekor
Kelompok I Kelompok II
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa peternak kelompok I
berjumlah 13 peternak (65%) dengan jumlah ternak rata-rata 22,85 ekor dan
peternak kelompok II berjumlah 7 peternak (35%) dengan jumlah ternak rata-rata
81,71 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak di Kelurahan
Pondok Ranggon memiliki jumlah ternak kurang dari 43 ekor.
Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak yang diduga berhubungan dengan pengelolaan
usahaternak sapi perah meliputi usia, pendidikan, pengalaman beternak dan mata
pencaharian lain selain beternak (tujuan beternak). Uraian karakteristik peternak
Tabel 4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Karakteristik Peternak Kelompok I Kelompok II Jumlah Peternak % Jumlah Peternak %
terdistribusi secara merata. Peternak di kelompok I terdistribusi lebih banyak pada
usia 40-65 tahun, begitu juga dengan kelompok II terdistribusi lebih banyak pada
usia 40-65 tahun. Usia tersebut merupakan usia yang tidak mudah untuk mendapat
pengarahan atau pembinaan lebih lanjut untuk mengembangkan usahaternaknya.
Hal ini dikarenakan pada usia tersebut umumnya beranggapan bahwa pengalaman
adalah sumber utama pengetahuan mereka terutama dalam beternak. Namun bagi
kebanyakan orang, usia antara 40-65 tahun merupakan usia produktif. Laki-laki
dalam usia ini biasanya berada pada puncak karir mereka (Atkinson1983).
Pengelompokan peternak menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang
pendidikan yang telah ditempuh peternak. Sebagian besar peternak sapi perah di
Pondok Ranggon berpendidikan SMA. Persentase peternak yang berpendidikan
SMA paling banyak terdapat pada kelompok I yaitu 69,2%. Sedangkan pada
kelompok II sebanyak 42,9%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peternak
memiliki pendidikan yang relatif cukup tinggi. Diharapkan dengan pendidikan
Tingkat pengalaman beternak di kelurahan Pondok Ranggon relatif cukup
lama yaitu rata-rata lebih dari 15 tahun. Pada kelompok I dan II pengalaman
beternak lebih dari 15 tahun sebanyak 69,2% dan 71,4%. Sebagian besar
usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon merupakan warisan
turun-temurun sehingga cukup wajar jika pengalaman mereka beternak relatif lama.
Semakin lama pengalaman peternak beternak tentu memiliki dampak positif dan
negatif. Positifnya adalah peternak sudah memiliki kematangan dalam mengelola
peternakan, sedagkan dampak negatifnya adalah seperti dijelaskan sebelumnya
peternak menjadi tidak mudah mendapat pengarahan dan pembinaan untuk
mengembangkan usahaternaknya agar lebih baik sesuai dengan perkembangan
jaman.
Berdasarkan Tabel 4 jumlah peternak yang menjadikan usahaternak sapi
perah sebagai usaha pokok adalah 84,6% pada kelompok I dan 85,7% pada
kelompok II. Secara umum peternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon
menjadikan usahaternaknya sebagai usaha pokok sehingga diharapkan dengan
demikian peternak lebih sungguh-sungguh dalam mengelola usahaternaknya. Hal
ini dikarenakan usahaternak sapi perah memberikan jaminan pendapatan yang
berkesinambungan jika dikelola dengan baik.
Gambaran Usahaternak Sapi Perah
Populasi Ternak Sapi Perah
Bangsa sapi perah yang dipelihara di Kelurahan Pondok Ranggon adalah
Peranakan Fries Holland (PFH) dengan warna bulu hitam putih dan hanya sebagian sebagian kecil yang berwarna merah putih. Struktur populasi populasi
ternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Struktur Populasi Sapi Perah di Pondok Ranggon bulan Juli 2009
Keadaan Sapi
Kelompok I Kelompok II
Ekor Ekor per
peternak % Ekor
Ekor per
Pedet jantan kelompok II jumlah sapi laktasi sebesar 45%, kering kandang 12%, pejantan 9%
dan replacement stock (dara dan pedet) 33%. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa saat ini struktur populasinya kurang baik karena beban dari sapi laktasi
terlalu tinggi untuk membiayai kering kandang, pejantan dan replacement stock
baik pada kelompok I maupun pada kelompok II. Dalam usahaternak sapi perah
pendapatan utama yang diperoleh berasal dari susu sehingga jumlah pendapatan
yang diperoleh sangat tergantung dari jumlah sapi laktasi. Jumlah sapi laktasi
sebesar 49% dan 45% dalam usahaternak sapi perah masih berada di bawah
persentase ideal. Menurut Sudono dan Sutardi (1969), komposisi ideal
usahaternak sapi perah yaitu 70% sapi laktasi. Hal ini dikarenakan jumlah
60-70% sapi laktasi ini mampu menanggung beban untuk status ternak lain.
Pakan
Peternak umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan
mempengaruhi produksi susu, sehingga peternak berusaha memberikan pakan
secara baik. Pakan yang diberikan pada sapi perah berupa hijauan yang
mengandung serat kasar tinggi dan pakan penguat yang mengandung serat kasar
rendah. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah rumput lapang, jerami padi,
rumput gajah dan rumput raja. Rumput ini diperoleh dengan cara mencari
disekitar dan di luar wilayah peternakan oleh para pekerja kandang. Jenis pakan
yang diberikan pada ternak pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Jenis Pakan yang Diberikan dan Jumlah Peternak yang Memberikan
Pakan tersebut.
Diberikan pada Ternak (jumlah peternak) % (jumlah peternak) %
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa sebagian besar peternak pada
kelompok I memberikan pakan kepada ternak berupa hijauan (100%), konsentrat
(92,3) dan ampas tahu (100%), namun ada beberapa peternak yang menambahkan
ampas kedelai (7,6%) sedangkan pada kelompok II seluruh peternak (100%)
memberikan hijauan, konsentrat dan ampas tahu, namun ada beberapa peternak
yang menambahakan singkong, kulit kacang, dan bungkus tempe. Hal menarik
pada kelompok I adalah terdapat peternak yang memberian ampas kedelai (7,6%)
sebagai pakan ternak, hal ini dimungkinkan untuk mengurangi atau mengganti
jumlah pemberian konsetrat. Pada kelompok II terdapat peternak yang
menambahkan bungkus tempe, singkong dan kulit kacang. Penambahan pakan ini
dimungkinkan untuk menambah nutrisi atau jumlah pakan agar meningkatkan
jumlah produksi susu. Penggunaan ampas tahu bertujuan untuk mengurangi
jumlah pemberian konsentrat karena alasan faktor ekonomi. Perlu diketahui
bahwa harga konsentrat pada saat penelitian adalah Rp1.400,00 /kg, sedangkan
ampas tahu Rp7.000,00 /karung. Oleh karena itu dengan penggunaan ampas tahu
akan mengurangi biaya pengeluaran untuk pakan.
Rata-rata peternak dalam memberikan pakan hijauan ataupun penguat
tidak ditakar atau ditimbang. Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan perkiraan.
Seharusnya pemberian pakan ini menjadi hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan. Untuk mencegah timbulnya kerugian, pakan harus diperhitungkan
dengan cermat sehingga penggunaan pakan dapat dilaksanakan secara efisien.
Peternak seharusnya menakar pakan yang akan diberikan kepada ternak sesuai
dengan kebutuhan ternak tersebut. Penakaran ransum atau pakan harus
memperhatikan hal berikut: Kadar serat kasar ransum sebaiknya tidak kurang dari
13% dan tidak lebih dari 70% dari bahan kering ransum; Perbandingan bahan
kering pakan penguat dengan bahan kering pakan hijauan harus sama (1:1); Kadar
Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu upaya melanjutkan keturunan dan
menambah populasi ternak sapi sehingga meningkatkan produksi susu. Sebelum
melakukan perkawinan perlu mengetahui tanda-tanda birahi agar ternak siap
untuk dikawinkan. Tanda-tanda birahi yang umum terjadi pada sapi perah adalah
1) pada umumnya sapi perah yang birahi akan menaiki sapi betina yang lain, 2)
sapi gelisah dan kesana kemari, 3) keluar cairan kental, jernih dan berkaca-kaca
dari alat kelaminnya dan 4) kemaluannya berwarna merah, bengkak dan hangat.
Komposisi perkawinan sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi PerkawinanSapi Perah di Pondok Ranggon
Jenis Perkawinan
Berdasarkan Tabel 7, cara perkawinan ternak yang dilakukan peternak di
Pondok Ranggon bervariasi ada yang melalui IB, kawin alami dan keduanya. Pada
kelompok I, peternak yang melakukan IB sebesar 69,2% sedangkan pada
kelompok II sebesar 57,1%. Jika diperhatikan jumlah peternak di Podok Ranggon
yang mengawinkan ternaknya secara kawin alami (7,7% dan 14,3%) dan
kombinasi antara kawin alami dan IB (23,1% dan 28,6%) menunjukan bahwa
perkawinan ternak secara kawin alami masih sering dilakukan. Namun secara
umum perkawinan ternak pada usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok
Ranggon melalui IB. Alasan peternak mengawinkan ternak secara alami adalah
karena biaya IB yang relatif mahal yaitu Rp50.000,00 /dosis, sedangkan untuk
kawin alami peternak cukup mengeluarkan biaya Rp20.000,00 /kawin. Alasan lain
yaitu peluang kegagalan IB yang lebih besar dibandingkan dengan kawin alami.
Kegagalan IB umumnya dikarenakan waktu pelaksanaan IB yang tidak tepat
akibat lamanya selang waktu antara munculnya tanda-tanda berahi, pelaporan ke
Pengaturan perkawinan dari sapi betina dewasa merupakan kunci
terpenting dalam usaha pemeliharaan sapi perah. Dengan pengaturan perkawinan
yang tepat, efisiensi dapat ditingkatkan sehingga keuntungan dapat diharapkan
lebih tinggi. Untuk mendapatkan suatu persentase kebuntingan yang tinggi, maka
mengawinkan sapi betina haruslah pada saat hewan tersebut tepat sedang berahi.
Sebagai pedoman saat perkawinan yang tepat pada sapi perah adalah jika birahi
diketahui terjadi pada pagi hari maka pada hari itu juga harus dilakukan
perkawinan, sedangkan jika waktu berahi diketahui siang sesudah jam 12 maka
siang atau sore itu juga atau besok sebelum jam 12 siang hewan harus dikawinkan
(Sudono 1969).
Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah dapat
dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Pada usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon sebagian besar adalah
tenaga kerja luar keluarga. Secara umum tugas yang dikerjakan pekerja adalah
membersihkan kandang, mengambil hijauan, memberi pakan, memandikan ternak,
memerah susu dan member susu pada pedet, menimbang susu, mengemas susu
dan memasarkannya ke rumah-rumah pelanggan. Setiap pekerja di usahaternak
sapi perah Pondok Ranggon mendapat upah tiap bulan yang bervariasi. Upah
rata-rata ternaga kerja di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Rataan Upah Tenaga Kerja
Kelompok Rataan Upah (Rp/bulan) I
II
1.029.791 1.121.756
Tingkat upah yang layak merupakan insentif bagi pekerja untuk
meningkatkan kinerjanya. Tabel 8 menunjukkan bahwa upah tenaga kerja luar
keluarga pada saat ini rata-rata pada kelompok I sebesar Rp1.029.791,00 per
bulan dan Kelompok II sebesar Rp1.121.756,00 per bulan.
Upah tenaga kerja pada kelompok II sudah memenuhi standar Upah
Minimum Regional (UMR) tahun 2009 yaitu sebesar Rp1.069.865,00 per bulan
layak atau memenuhi standar upah minimum merupakan insentif bagi pekerja
untuk meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu peternak perlu memperhatikan
tingkat upah dari pekerjanya.
Pemasaran
Peternak di kelurahan Pondok Ranggon memasarkan susu yang dihasilkan
ke pengecer, konsumen langsung dan KOPERDA (Koperasi Peternakan Jakarta).
Harga susu yang dijual ke pengecer adalah Rp4.000,00 /liter, sedangkan ke
konsumen langsung beragam tetapi rata-rata Rp8.000,00 /liter. KOPERDA
membeli susu peternak dengan harga Rp3.500,00 /liter. Peternak di Pondok
Ranggon lebih suka menjual susu ke pengecer dan konsumen langsung, karena
harganya relatif tinggi. Peternak menjual susu ke KOPERDA hanya sebagai
kewajiban anggota koperasi atau jika kelebihan produksi susu, jumlah rata-rata
susu yang dijual peternak ke KOPERDA hanya 10 liter per hari.
Produktifitas Sapi Perah
Produksi susu yang dicatat hanya mencakup jumlah yang dijual. Susu yang
diberikan pada pedet dan yang dikonsumsi peternak tidak dihitung karena tidak
ada pencatatan untuk susu tersebut. Sehingga penghitungan produktifitas sapi
perah hanya didasarkan pada data susu yang dijual. Jumlah produksi susu yang
dapat dihitung di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon
Kelompok Jumlah peternak
Produksi Susu
Liter/peternak/hari Jumlah rata-rata sapi
laktasi/peternak Liter/ekor/hari I
II
13 7
93,85 352,29
11,23 37,14
8,36 9,48
Berdasarkan Tabel 9, produksi susu rata-rata pada kelompok I 93,85
liter/peternak/hari untuk rataan kepemilikan sapi laktasi 11,23 ekor/peternak dan
kelompok II 352,29 liter/peternak/hari untuk kepemilikan sapi laktasi 37,14
ekor/peternak. Tabel 9 menunjukkan rataan produksi susu pada kelompok I
liter/ekor/hari. Jumlah produksi susu tersebut perlu dibandingkan dengan produksi
susu di wilayah lain seperti pada Tabel 10.
Tabel 10 Rataan Produksi Susu pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di Beberapa
Daerah di Indonesia.
Daerah Rataan Produksi Susu (liter/ekor/hari) Sumber Cisarua, Bandung
Pengalengan, Bandung Cisarua, Bogor Kebon Pedes, Bogor
13,76 14,73 13,72 10,04
Premi 1992 Kuntara 1994 Effendi 2002 Haryati 2003
Berdasarkan Tabel 10, produksi susu yang dihasilkan usahaternak sapi
perah di Kelurahan Pondok Ranggon termasuk rendah jika dibandingkan dengan
beberapa daerah di Indonesia. Menurut Sudono et al. (2003), peroduksi susu rata-rata di Indonesia untuk sapi Peranakan Fries Holland (PFH) adalah 10 liter/ekor per hari. Hal tersebut berarti produksi susu di peternakan sapi perah di Kelurahan
Pondok Ranggon masih rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor fisik berupa suhu
lingkungan yang tinggi yang menyebakan produksi susu lebih rendah dari wilayah
lain seperti Bogor dan Bandung. Susu rata-rata di wilayah Kelurahan Pondok
Ranggon berkisar antara 20-350C (Rofik 2005). Suhu ideal untuk sapi perah agar
berproduksi secara optimal di wilayah tropis adalah berkisar antara 18-270C
(McDowell 1972).
Manajemen Kesehatan Ternak
Secara umum manajemen kesehatan ternak yang dilaksanakan pada
peternakan sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon sudah cukup baik. Setiap
enam bulan sekali di peternakan sapi perah Pondok Ranggon dilaksanakan
program vaksinasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat. Pemeriksaan
kesehatan ternak umumnya hanya bersifat insidental. Hal ini berarti hanya jika
terdapat sapi yang sakit, maka dilakukan pemeriksaan atau pengobatan terhadap
ternak. Uraian lengkap manajemen kesehatan ternak dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Manajemen Kesehatan Ternak
Kegiatan Kelompok I Kelompok II
Pemeriksaan Kesehatan
Berdasarkan Tabel 11, peternak yang melaksanakan pemeriksaan
kesehatan ternak secara insidental pada peternak kelompok I sebesar 92,3%
sedang pada kelompok II sebesar 57,1%. Hal ini dikarenakan anggapan peternak
bahwa biaya yang dikeluarkan oleh peternak akan semakin tinggi jika
pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan secara rutin. Pada umumnya jika terdapat
sapi yang sakit, sebagian besar peternak akan langsung menghubungi petugas
kesehatan hewan (38,5% pada kelompok I dan 42,9% pada kelompok II). Akan
tetapi ada beberapa peternak pada kelompok I yang mengobati sendiri (23,1%)
jika terdapat sapi yang sakit. Hal tersebut dikarenakan biaya yang relatif murah
jika diobati sendiri dibanding dengan petugas kesehatan hewan. Tidak sedikit pula
peternak yang mengobati sendiri ternaknya tetapi juga menggunakan jasa petugas
kesehatan (38,5% pada kelompok I dan 57,1% pada kelompok II). Hal ini
umumya dilakukan jika ternak tidak sembuh dengan pengobatan yang dilakukan
peternak sendiri sehingga peternak mendatangkan petugas kesehatan hewan.
Penyakit-penyakit yang pernah menyerang peternakan di bagi menjadi dua
yaitu penyakit reproduksi dan penyakit non-reproduksi. Penyakit reproduksi yang
sering menyerang ternak adalah mastitis dan keguguran sedangkan penyakit
non-reproduksi adalah kembung dan diare yang terutama banyak terjadi pada pedet.
Dalam mengobati dan mencegah ternak sakit, peternak mengeluarkan biaya
kesehatan yang bervariasi. Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk
masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 12.
Biaya Kesehatan Kelompok I Kelompok II Biaya Kesehatan Terendah (Rp)
Biaya Kesehatan Tertinggi (Rp) Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp)
1.200.000 12.000.000 3.230.769
3.600.000 90.000.000 21.474.857
Biaya Kesehatan yang dikeluarkan oleh peternak di Kelurahan Pondok
Ranggon sangat bervariasi karena tidak semua peternak mengeluarkan biaya yang
sama. Berdasarkan Tabel 12, biaya kesehatan pada kelompok I lebih kecil dari
pada kelompok II selain karena jumlah ternak yang lebih kecil tetapi juga karena
terdapat 23,1% peternak yang hanya melakukan pengobatan sendiri atau
tradisional untuk ternaknya sehingga biayanya relatif lebih rendah. Berbeda pada
kelompok II, tidak ada peternak yang hanya mengandalkan pengobatan sendiri
atau tradisional tetapi melalui petugas kesehatan atau kombinasi dari keduanya
sehingga biaya kesehatannya relatif lebih tinggi.
Menurut Leksmono dan Holden (1994), penyakit ternak yang muncul pada
usahaternak akan mempengaruhi input dan output usahaternak tersebut. Dalam arti lain biaya kesehatan akan muncul jika terdapat penyakit. Pada usahaternak
sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon pengobatan ternak dilakukan jika
muncul atau terdapat ternak yang sakit sehingga biaya kesehatan yang dikeluarkan
dapat menggambarkan seberapa banyak ternak yang terserang penyakit. Akan
tetapi tidak berarti pada kelompok II jumlah ternak yang menderita penyakit lebih
tinggi perbandingannya dengan kelompok I. Hal ini dapat dipahami karena
semakin banyak ternak yang dimiliki maka akan semakin banyak juga jumlah
ternak yang menderita penyakti tetapi tidak berarti perbandingannya lebih tinggi.
Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan yang dilakukan adalah dengan menghitung selisih
antara output dan input. Berdasarkan hasil perhitungan anggaran usahatani diperoleh formulasi antara input dan output sebagai berikut (Tabel 13).
Tabel 13 Rataan Input, Output dan Keuntungan periode Juli 2008 – Juli 2009
Biaya Kelompok I Kelompok II
Input:
Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui jumlah nilai input dan output serta keuntungan dari usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon untuk
masing-masing kelompok. Dalam menguatkan pembahasan maka perlu
mengetahui nilai maksimun dan minimum input, output dan keuntungan dari masing-masing kelompok peternak (Tabel 14).
Tabel 14 Nilai Maksimum dan Minimum Input, Output dan Keuntungan
Biaya Kelompok I Kelompok II
Input (Rp) Minimum
Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui nilai minimum dan maksimum
input, output dan keuntungan dari masing-masing kelompok memiliki selisih yang cukup besar. Setelah nilai-nilai tersebut dapat diketahui maka dilanjutkan dengan
menganalisis berdasarkan faktor yang menentukan anggaran usahatani, yaitu
input, output dan keuntungan. Input Usahaternak
Kelurahan Pondok Ranggon meliputi biaya sewa, upah pegawai, biaya
pemeliharaan kandang, pembelian kandang, pakan, biaya perkawinan ternak (IB
atau pun kawin alami), biaya kesehatan (dokter hewan, obat-obatan dan vitamin),
kebutuhan penunjang (listrik), biaya transportasi dan biaya pemasaran serta
inventaris ternak awal.
Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar input berasal dari inventaris ternak awal dan pakan yaitu sebesar 68% dan 19% pada kelompok I dan 66% dan 21%
pada kelompok II dari total input. Selain itu terdapat faktor lain berupa nilai upah pegawai (7%) dan biaya kesehatan (1% pada kelompok I dan 2% pada kelompok
II), tetapi nilai tersebut relatif tidak mempengaruhi nilai input. Nilai inventaris awal dan pakan yang tinggi menunjukkan bahwa faktor kepemilikan jumlah
ternak menjadi sangat penting dalam studi ini, hal ini berarti bahwa besaran
jumlah ternak pada awal pengamatan sangat menentukan besarnya nilai total
input.
Dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, bahwa dalam periode Juli 2008 – Juli
2009 peternak kelompok I rata-rata memerlukan input sebesar Rp320.294.308,00 /tahun, sedangkan peternak Kelompok II memerlukan input sebesar Rp1.070.862.714,00 /tahun. Input terendah pada kelompok I sebesar Rp85.881.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp606.226.000,00 /tahun. Pada
kelompok I sebagian besar input berasal dari inventaris ternak awal dan pakan yaitu sebesar 68% dan 19% dari total input. Pada kelompok II, input terendah sebesar Rp509.205.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp1.874.345.000,00
/tahun.
Menurut Leksmono dan Holden (1994), nilai barang-barang modal dan
bangunan yang meliputi kandang, milk can dan kendaraan termasuk dalam input. Akan tetapi pada studi ini nilai barang-barang modal dan bangunan diasumsikan
tidak ada atau nol. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah di Kelurahan
Pondok Ranggon merupakan usaha yang diwariskan turun-temurun dan sudah
berlangsung cukup lama sehingga sulit dihitung besaran nilainya. Pada umumnya
peternak sudah tidak ingat lagi berapa nilai barang-barang modal dan bangunan
bangunan yang meliputi kandang, milk can dan kendaraan tersebut cukup tinggi sehingga akan mempengaruhi nilai input secara signifikan tetapi dengan tidak dihitungnya nilai tersebut menyebabkan nilai ternak awal dan pakan menjadi
faktor utama dalam input.
Output Usahaternak
Output yang diperoleh dalam usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon meliputi pejualan susu, inventaris ternak akhir, kotaran (manur) dan
penjualan ternak yang meliputi ternak afkir, pedet jantan, pedet betina, jantan
muda dan jantan dewasa. Menurut Soekarwi et al. (1986), output (penerimaan) usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik itu
dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Foley et al. (1986) menyatakan bahwa
output dari usaha sapi perah adalah penjualan susu, penjualan sapi yang tidak produktif (sapi afkir), penjualan pedet jantan dan penjualan kotoran ternak.
Berdasarkan Tabel 13, nilai output pada kelompok I dipengaruhi oleh produksi susu (34%), penjualan kotoran (1%), penjualan ternak (7%) dan
inventaris ternak akhir (59%), sedangkan pada kelompok II dipengaruhi oleh
produksi susu (36%), penjualan kotoran (1%), penjualan ternak (5%) dan
inventaris ternak akhir (59%). Jika diperhatikan terdapat kesamaan antara
kelompok I dan II yaitu produksi susu dan inventaris ternak akhir cukup tinggi.
Oleh karena itu kedua faktor inilah yang berpengaruh sangat besar pada nilai total
output.
Pada Tabel 13 dan 14 menunjukkan nilai output rata-rata yang diperoleh oleh usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon periode Juli 2008 –
Juli 2009 pada kelompok I sebesar Rp390.075.769,00 /tahun dan kelompok II
sebesar Rp1.333.201.428,00 /tahun. Sebagai gambaran lain output pada kelompok I terendah Rp101.025.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp730.810.000,00
/tahun dengan rata-rata output berasal dari susu dan inventaris ternak akhir, yaitu sebesar 34% dan 59%. Pada kelompok II, output terendah sebesar Rp604.225.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp2.561.345.000,00 /tahun dengan
dan 59%. Walaupun nilai output lebih besar berasal dari inventaris ternak akhir tetapi jumlah produksi susu juga menentukan nilai total karena struktur populasi
pada awal dan akhir pengamatan tidak terlalu jauh berbeda. Sedangkan penjualan
ternak tidak terlalu memberi pengaruh signifikan karena pada akhir pengamatan
tidak banyak ternak yang diafkir ataupun dijual. Sehingga faktor jumlah produksi
susu menjadi sangat menentukan. Jumlah produksi susu yang dihasilkan
tergantung dari jumlah ternak laktasi. Hal ini berarti semakin besar persentase
induk laktasi akan sangat menentukan jumlah output yang dihasilkan tetapi persentase tersebut tidak melebihi standar ideal komposisi sapi laktasi sebesar
60-70% (Sudono dan Sutardi 1969).
Pendapatan atau Keuntungan Ekonomi
Keuntungan atau pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari
hasil produksi dengan biaya yang dikeluarkan (Boediono 1990) dan menurut
Leksmono dan Holden (1994), peternak hanya akan memperoleh keuntungan jika
seluruh nilai output lebih besar dari nilai input. Berdasarkan Tabel 13, baik pada peternak kelompok I maupun kelompok II pada usahaternak sapi perah di
Kelurahan Pondok Ranggon memiliki selisih antara output dan input bernilai positif atau dikatakan nilai output lebih besar dari nilai input, berarti usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon mendapatkan keuntungan. Pada
kelompok I peternak memperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp69.781.461,00
/tahun dan pada kelompok II peternak memperoleh keuntungan rata-rata sebesar
Rp262.338.714,00 /tahun. Tabel 14 menunjukkan bahwa keuntungan terendah
yang diperoleh pada kelompok I sebesar Rp2.040.000,00 /tahun dan pada
kelompok II sebesar Rp60.180.000,00 /tahun. Keuntungan tertinggi yang
diperoleh pada kelompok I sebesar Rp204.580.000,00 /tahun dan pada kelompok
II sebesar Rp687.000.000,00 /tahun.
Seperti dibahas sebelumnya bahwa produksi susu merupakan faktor paling
menentukan jumlah total output, sehingga selisih antara output dan input
itu, kelompok ternak yang memiliki persentase atau jumlah sapi laktasi lebih
tinggi akan memperoleh nilai keuntungan yang lebih tinggi.
Analisis Kelayakan Pendapatan
Untuk mengukur kelayakan usahatani, tidak cukup hanya dengan melihat
pada nilai keuntungannya yang bernilai positif, tetapi nilai tersebut perlu
dibandingkan dengan standar Upah Minimum Regional (UMR). Upah Minimum
Regional (UMR) DKI Jakarta tahun 2009 sebesar Rp1.069.865,00 perbulan (Ari
2008). Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa pendapatan perbulan peternak
yang berasal dari usahaternak sapi perah adalah lebih tinggi dari UMR, baik pada
kelompok I yaitu sebesar Rp5.815.122,00 /bulan maupun pada kelompok II yaitu
Rp21.861.559,00 /bulan. Nilai keuntungan rata-rata per bulan dari masing-masing
peternak pada kelompok I dan II dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Rata-rata Keuntungan Peternak per Bulan
Kelompok I Kelompok II
Peternak Keuntungan per Bulan (Rp) Peternak Keuntungan per Bulan (Rp) 1
/bulan, namun secara umum peternak di Kelurahan Pondok Ranggon memiliki
keuntungan per bulan di atas UMR. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah di
Kelurahan Pondok Ranggon memiliki pasar yang besar dan peternak rata-rata
sudah memilik langganan pembeli susu sendiri. Selain itu jika kita dilihat dari
jumlah skala usaha antara kelompok I dan II, maka dapat disimpulkan juga bahwa
skala usaha akan berpengaruh terhadap pendapatan, yaitu semakin besar skala
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Secara umum karakteristik peternak sapi perah di Kelurahan Pondok
Ranggon adalah beternak sapi perah sebagai usaha pokok, berusia 40 – 65
tahun dengan tingkat pendidikan SMA dan pengalaman beternak lebih dari
15 tahun.
2. Pada umumnya pemeriksaan kesehatan ternak yang dilaksanakan di
usahaternak sapi perah Pondok Ranggon dilaksanakan secara insidental
dan belum melakukan karantina terhadap ternak baru maupun ternak sakit
serta jika terdapat ternak sakit beberapa peternak masih mengobatinya
sendiri.
3. Rataan pendapatan per bulan yang diperoleh peternak sapi perah di
Kelurahan Pondok Ranggon diatas UMR DKI Jakarta.
4. Usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon secara ekonomi
masih menguntungkan dan memiliki prospek yang baik.
Saran
1. Perlu adanya edukasi intensif kepada peternak untuk memperbaiki
manajemen peternakan sapi perah dan manajemen kesehatan ternak.
2. Perlu adanya usaha peningkatan pendapatan peternak melalui berbagai
3. Perlu adanya kajian-kajian lain dalam aspek lingkungan dan tata ruang
kota untuk mengetahui secara lengkap tingkat kelayakan usahaternak sapi
perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Ari. 2008. Standar Gaji dan UMR DKI Jarkarta 2009. Kompas. Edisi Tanggal 1 November 2008.
Atkinson. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga
Biro Pusat Statistik. 1998. Buku Statistik Peternakan. Jakarta: BPS.
Boediono. 1990. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengantar Ekonomi No. 1 Edisi Kedua Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: BPFE.
Cirylla L, A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Bogor: IPB.
Efendi ESH. 2002. Analisis Kontribusi Usaha Peternakan Sapi Perah terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.
Foley RC, DC Bath, EN Dickinson and HA Tucker. 1973. Dairy Cattle Principles, Practices, Problems, Profit. Philadelphia: Lea and Febiger. Harian Umum Pelita. 2009. Kelurahan Pondok Rangon Penghasil Susu Sapi
Pasteurisasi. Harian Umum Pelita. Edisi tanggal 17 Mei 2009.
GKSIa. 1996. Strategi GKSI Dalam Meningkatkan Fungsi Koperasi: Peranan Menghadapi Pasar yang Kompetitif. Jakarta: GKSI.
GKSIb. 1996. Profil Gabungan Koperasi Susu Indonesia. Jakarta: GKSI.
Haryati AT. 2003. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah dan Beberapa Aspek Lingkungan Sekitar Peternakan (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.
Kuntara I. 1994. Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.
Kusnadi U, Juarini E. 2007. Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah dalam Upaya Peningkatan Produksi Susu Nasional. Wartazoa 17:21-28.
Leksmono CS, Holden SJ. 1994. Ekonomi Veteriner sebagai Alat Pengambilan Keputusan dalam Bidang Kesehatan Hewan. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.
McDowell RE. 1976. Improvement of livestock Production in Warn Climates. San Francisco: Freeman and Company.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
Nuraini, Purwanta. 2006. Potensi Sumber Daya dan Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Sinjai. Agrisistem 2:8-17.
Premi Y. 1992. Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.
Rofik A. 2005.Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Jakarta Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.
Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. Bogor: USESE Foundation dan Pusat Studi Pembagunan IPB.
Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan. Bogor: IPB
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Depok: Agromedia Pustaka.
Sudono A, Sutardi T. 1969. Pedoman Beternak Sapi Perah. Jakarta: Departemen Pertanian RI
Tyas RB. 2008. Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat dalam Kaitannya dengan Kesejahteraan Peternak di Kabupaten dan Kota Bogor [tesis]. Bogor: MBIPB.
Peternak Kelompok I
Rahmatullah Masrisalam H. Moh. Zein
Mas'ud
Salam Makmun
Struktur Populasi Ternak
Pedet jantan 0 0 0 1 4
Pedet betina 1 1 1 0 1
Dara 0 0 2 1 1
Laktasi 4 4 6 8 11
Kering kandang 0 2 4 1 1
Jantan Muda 0 1 0 3 2
Jantan dewasa 0 0 0 0 1
Jumlah 5 8 13 14 21
Input
Sewa Kandang - - - - - Upah pegawai 6,525,000 11,040,000 16,365,000 13,470,000 13,200,000 Pemeliharaan Kandang 1,000,000 100,000 300,000 Pembelian Ternak - - - - - Pakan 20,304,000 31,440,000 37,080,000 46,080,000 51,876,000 Biaya Perkawinan 200,000 600,000 570,000 440,000 400,000
Biaya dokter hewan dan
obat-obatan 1,320,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,800,000 Kebutuhan Penunjang 612,000 420,000 1,200,000 1,200,000 600,000 Biaya Transportasi 1,620,000 1,800,000 3,600,000 - 19,620,000
Biaya
Pemasaran/pengolahan 1,800,000 - 9,000,000 -
Inventaris Ternak
Awal 53,500,000 129,000,000 138,000,000 171,000,000 223,000,000 Pedet jantan - 2 4 3 5 Pedet Betina - - 2 1 2 Dara 1 4 - - - induk 3 6 10 13 15 jantan muda 2 - - - 2 jantan dewasa - - - - 1
Komarudin Marzuki Hj. Wahyinah Maulana Falahin Pengalaman Beternak >15 tahun >15 tahun >15 tahun >15 tahun >15 tahun
Inventaris Ternak Mata Pencaharian Sambilan Pokok Pokok Pokok Pokok
Zaini Bahroji Rohmani Jumlah Rataan %
Struktur Populasi Ternak
Dara 8 8 4 38 2.92 13% Pengalaman Beternak >15 tahun 9 - 15 tahun >15 tahun