• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah Dki Jakarta (Studi Kasus Di Wilayah Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah Dki Jakarta (Studi Kasus Di Wilayah Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS KEUNTUNGAN

USAHATERNAK SAPI PERAH DKI JAKARTA

(STUDI KASUS DI WILAYAH KELURAHAN PONDOK

RANGGON, JAKARTA TIMUR)

ANDI YEKTI WIDODO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Analisis

Keuntungan Peternakan Sapi Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah

Kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur)” adalah karya saya sendiri dan belum

pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan

dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir Skripsi.

Bogor, Oktober 2009

Andi Yekti Widodo

(3)

ABSTRACT

ANDI YEKTI WIDODO. Characteristics and Profit Analysis of Dairy Farm in DKI Jakarta (Case Study in Pondok Ranggon, East Jakarta). Under direction of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA

There are many diary farm in DKI Jakarta. The aim of this study was to know about characteristics and profit business dairy farm in Pondok Ranggon, Cipayung, East Jakarta. The respondent of this study were 20 farmers. In this study was studied about characteristics, dairy farm management and cattle health management. The farmers was devided into two groups. The first group was the farmers who had cattle less than 43 heads and the last group was the farmers who had cattle more than equal 43 heads. Profit analysis was counted base on different of input and output. The result of counting showed that the profit per month for the first group was Rp5.815.121,00 the last group was Rp21.861.559,00. This studies showed that dairy farm in Pondok Ranggon DKI Jakarta was profitable.

(4)

ABSTRAK

ANDI YEKTI WIDODO. Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Pondok Ranggon, Jakarta

Timur). Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan ETIH SUDARNIKA

Usahaternak sapi perah masih banyak ditemukan di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah di kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Responden pada penelitian ini sebanyak 20 peternak. Pada studi ini dipelajari mengenai karakteristik peternak, manajemen peternakan dan manajemen kesehatan ternak. Peternak dikelompokan menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah peternak dengan kepemilikan ternak kurang dari 43 ekor dan kelompok kedua adalah peternak dengan kepemilikan ternak lebih dari dan sama dengan 43 ekor. Analisis keuntungan dilakukan dengan menghitung selisih antara input dan output. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui keuntungan per bulan pada peternak kelompok pertama sebesar Rp5.815.121,00 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp21.861.559,00. Studi ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah di wilayah Pondok Ranggon DKI Jakarta masih menguntungkan.

(5)

KARAKTERISTIK DAN ANALISIS KEUNTUNGAN

USAHATERNAK SAPI PERAH DKI JAKARTA

(STUDI KASUS DI WILAYAH KELURAHAN PONDOK

RANGGON, JAKARTA TIMUR)

ANDI YEKTI WIDODO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi

Nama

NIM

:

:

:

Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi

Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan Pondok

Ranggon, Jakarta Timur)

Andi Yekti Widodo

B04050349

Disetujui:

Pembimbing I

drh. Chaerul Basri, M. Epid NIP 19770525 200501 1 002

Pembimbing II

Ir. Etih Sudarnika, M.Si NIP 1968 0821 199402 2 001

Diketahui:

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP 19621205 198703 2 001

(7)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua

nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis

bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Judul skripsi yang diambil adalah

“Karakteristik dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah DKI Jakarta

(Studi Kasus di Wilayah Pondok Ranggon, Jakarta Timur) “.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai

pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta atas cinta, kasih sayang, kelembutan, dan perhatian

serta pengorbanannya kepada penulis.

2. Drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku pembimbing pertama yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, dan

nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku pembimbing kedua yang telah sabar dalam

membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini.

4. Drh. R. Harry Soehartono, M.App.Sc, PhD dan Dr. drs. Bambang

Kiranadi, MSc selaku dosen penguji dan penilai.

5. Dr. Nastiti Kusumorini selaku Wakil Dekan FKH IPB.

6. Dosen dan staf karyawan Departemen IPHK.

7. Saudara-saudaraku terkasih, Ageng dan Laras atas dukungan dan

semangatnya.

8. Bapak dan Ibu Falahin serta Kelompok Swadaya Tani Pondok Ranggon

yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

9. Keluarga Abdan Syakur di Pondok Ranggon yang telah bersedia

menyediakan tempat tinggal selama penelitian.

10.Sahabat-sahabatku (Charles, Deva, Darmawan, Dinar, Budiman, Inda, Mas

Harry, Mas Kukuh, Pak Ali), penghuni Ar-Rijal House (Ari, Budi,

Mizwar) dan penghuni ”rimbawan” (Aidil, A M Fikri P U Y, Ranting,

(8)

11.Teman-teman terdekat (Ikhsan, Syifa, Wenny, Eva, Acil, Mencit, Cude)

dan seluruh GOBLETERS FKH 42 yang telah berjuang bersama-sama

dalam perkuliahan.

12.Seluruh Pengurus Besar IMAKAHI, Pengurus Cabang IMAKAHI

se-Indonesia, DKM An Nahl dan Himpro RUMINANSIA.

13.Kakak-kakak FKH 41, 40 dan 39 serta Adik-adik 43, 44 dan 45 yang telah

banyak berkontribusi dalam perubahan besar pada diri penulis.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara

langsung maupun tidak langsung, dari lubuk hati yang dalam saya

menghaturkan terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan

kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu

datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat

sebagaimana mestinya.

Bogor, Oktober 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 12 Desember 1987. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Darsono dan

Ibu Umi Fayakun dengan nama lengkap Andi Yekti Widodo.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1999

di SDN 1 Grugu dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke

SLTPN 2 Wonosobo hingga lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMU

diselesaikan pada tahun 2005 di SMA 1 Wonosobo. Pada tahun yang sama

penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa.

Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan

eksternal dan internal kampus yaitu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

TPB IPB periode 2005 – 2006, pengurus DKM An Nahl FKH IPB 2006 – 2009,

Ketua Angkatan 42 periode 2006 – 2009. Pengurus Ikatan Mahasiswa

Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) IPB 2006 – 2008. Anggota Himpunan

Minat dan Profesi (HIMPRO) ruminansia periode 2006 – 2009, pengurus Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM IPB periode 2006 – 2007, Sekjen Pengurus

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan ... 4

Sejarah Peternakan Sapi Perah di Indonesia... 4

Anggaran Usahatani ... 5

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 9

Waktu dan Tempat ... 9

Sampel ... 9

Jenis dan Sumber Data ... 9

Tahapan Kegiatan ... ... 9

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak ... 12

Gambaran Usahaternak Sapi Perah ... 14

Populasi Ternak Sapi Perah ... 14

Pakan ... 15

Perkawinan ... 16

Tenaga Kerja ... 17

Pemasaran ... 18

Produktifitas Sapi Perah ... 19

(11)

Analisis Pendapatan ... 22

Input Usahaternak ... 23

Output Usahaternak ... 24

Keuntungan atau Pendapatan Ekonomi ... 26

Analisis Kelayakan Pendapatan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Formulasi Hubungan Output dan Input dalam Anggaran Usahatani… 8

2 Metode Perhitungan Keuntungan Usahaternak Sapi Perah...…….. 10

3 Kelompok Peternak ……….………... 12

4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon ………... 13

5 Struktur Populasi Sapi Perah di Pondok Ranggon Bulan Juli 2009….. 14

6 Jenis Pakan yang Diberikan dan Jumlah Peternak yang Memberikan

Pakan tersebut... 15

7 Komposisi PerkawinanSapi Perah di Pondok Ranggon... 17

8 Rataan Upah Tenaga Kerja... 18

9 Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon.……..…… 19

10 Rataan Produksi Susu pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di

Beberapa Daerah di Indonesia...……… 19

11 Manajemen Kesehatan Ternak... 20

12 Rataan Biaya Kesehatan per Tahun...………... 21

13 Rataan Input, Output dan Keuntungan Periode Juli 2008 – Juli 2009.. 22

14 Nilai Maksimum dan Minimum Input, Output dan Keuntungan …… 23

(13)

DAFTAR LAMPIRA

N

Halaman

1 Data Peternak Kelompok I…...……….……. 31

2 Data Peternak Kelompok II...………. 35

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Visi pembangunan peternakan adalah pertanian berkebudayaan industri,

dengan landasan efisiensi, produktivitas, dan berkelanjutan. Peternakan masa

depan dihadapkan pada perubahan mendasar akibat perubahan ekonomi global,

perkembangan teknologi biologis, berbagai kesepakatan internasional, tuntutan

produk, kemasan produk, dan kelestarian lingkungan. Konkritnya, peternakan

Indonesia akan bersaing ketat dengan peternakan negara lain bukan saja merebut

pasar internasional tapi juga dalam merebut pasar dalam negeri Indonesia. Untuk

itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal,

regional dan nasional maupun internasional (Saragih 2000).

Menurut Nuraini dan Purwanta (2006), salah satu usaha budidaya

peternakan yang sekarang ini banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

gizi adalah sapi perah. Usahaternak sapi perah di Indonesia masih bersifat

subsistem oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi

ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh

kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek

reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem

pencatatan, pemerahan, sanitasi, dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan

peternak mengenai aspek tataniaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang

diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Usahaternak sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang

mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk terus dikembangkan. Susu yang

dihasilkan dari sapi perah dapat bermanfaat, baik sebagai sumber protein bagi

peternak untuk dikonsumsi maupun sebagai sumber pendapatan untuk dijual.

Berbeda dengan produk lainnya, produksi susu akan tetap dibutuhkan seiring

(15)

peternakan saat ini masih tetap menjanjikan karena permintaan pasar terhadap

susu akan selalu ada.

Disamping itu, usahaternak sapi perah memiliki beberapa keuntungan jika

dibandingkan dengan usahaternak lainnya. Menurut Sudono (1999) beberapa

keuntungan beternak sapi perah dibandingkan dengan usahaternak yang lainnya

yaitu 1) Peternakan sapi perah merupakan suatu usaha yang tetap, 2) Jaminan

pendapatan yang tetap, 3) Penggunaan tenaga kerja yang tetap, 4) Dapat

menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa hasil pertanian dan 5)

Kebutuhan tanah dapat dipertahankan. Dengan pengelolaan yang baik serta

terencana untuk dapat memanfaatkan keuntungan-keuntungan tersebut, dapat

dipastikan usahaternak sapi perah merupakan usaha yang memiliki prospek yang

sangat baik dan akan memberikan laba yang besar kepada pemiliknya.

Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2000 relatif masih

sangat rendah, yaitu 4,2 liter per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita

negara-negara lain jauh lebih tinggi seperti Malaysia yaitu lebih dari 20 liter

perkapita pertahun. Jika konsumsi rata-rata Indonesia meningkat setengah saja

dari rata-rata konsumsi per kapita negara Malaysia, maka kebutuhan susu

diperkirakan akan meningkat luar biasa. Namun peningkatan permintaan produk

susu tersebut diserap oleh pasar luar negeri dengan persentase impor susu

mencapai 71,57% pada tahun 2002, sedangkan produksi susu dalam negeri tidak

memanfaatkan peluang tersebut secara optimal (Tyas 2008).

Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian

dengan jumlah penduduk yang padat dan terus bertambah setiap tahunnya.

Sebagian besar penduduk Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi

sehingga tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan dan gizi pun meningkat.

Kandungan gizi yang tinggi adalah pada bahan pangan yang berasal dari hewan

contohnya susu dan daging. Oleh karena itu usahaternak sapi perah di wilayah

Jakarta memiliki potensi keuntungan yang besar jika ditinjau dari segi pasar. Sapi

perah merupakan komoditas peternakan yang masih dipelihara oleh peternak di

DKI Jakarta. Salah satu sentra usahaternak sapi perah di DKI Jakarta adalah

(16)

tersebut terdapat 27 peternak dengan jumlah ternak lebih dari 800 ekor dengan

produksi susu mencapai 4000 sampai dengan 5000 liter/hari (Pelita 17 mei 2009).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu diadakan suatu penelitian

tentang analisis ekonomi untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang

diperoleh peternak sapi perah di DKI Jakarta khususnya kelurahan Pondok

Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur sehingga keberhasilan peternak

dalam mengelola usahaternaknya dapat diketahui.

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan

usahaternak sapi perah di wilayah DKI Jakarta. Secara khusus penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah

berdasarkan input dan output yang diperlukan usahaternak sapi perah di wilayah Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang

karakteristik dan tingkat keuntungan yang bersifat ekonomi terhadap usahaternak

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan

Usaha peternakan merupakan usaha produksi yang didasarkan pada proses

biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia,

maka manusia campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai

pertumbuhan hewan ternak (Cyrilla dan Ismail 1988).

Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaannya usaha

ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu 1) peternak

rakyat, 2) peternak semi komersial dan 3) peternak komersial. Peternak rakyat

memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap

hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih

sederhana dan menggunakan bibit local dalam jumlah dan mutu yang terbatas.

Tujuan utama pemeliharaannya adalah sebagai hewan kerja dalam membajak

sawah atau tegalan. Peternakan semi komersial dicirikan dengan keterampilan

beternak yang dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan dan pakan

penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk

menambah pendapatan keluarga dan keluarga sendiri. Peternak komersial

dijalankan oleh peternak yang memiliki kemampuan dalam segi modal, sarana

produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan

pakan dibeli dari luar dalam jumlah besar.

Peternakan sapi perah di Indonesia

Usaha persusuan di Indonesia pertama kali diperkenalkan di Indonesia

oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan impor sapi perah dari Belanda dan

Australia pada tahun 1890. Awal perkembangan usaha persusuan nasional adalah

persetujuan bersama antara Industri Pengolahan Susu (IPS), peternak dan

pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah di Indonesia

(18)

Sebagian besar peternakan sapi perah di Indonesia terkonsentrasi di Pulau

Jawa dengan kepemilikan ternak 2-4 ekor per peternak. Pengelolaan usaha ternak

sapi perah ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan melibatkan semua

anggota keluarga. Usaha tenak ini bersifat non komersial dengan tingkat

pendapatan yang rendah dan tidak ekonomis. Sapi perah yang dewasa ini

dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland (FH) yang memiliki produksi susu yang tinggi (Sudono 1999).

Menurut Kusnadi dan Juarini (2007), walaupun usaha pemeliharaan sapi

perah belakangan ini sudah begitu berkembang dan sudah dapat dijadikan sebagai

salah satu mata pencaharian, namun pada kenyataannya pendapatan dari usaha

tersebut masih relatif kecil, dimana untuk menutupi kebutuhan hidup peternak dan

keluarganya pun masih kesulitan. Hal ini berakibat dalam pengembangan usaha

pemeliharaan sapi perah. Kondisi ini dibuktikan dengan perkembangan populasi

sapi perah yang sangat lamban. Peningkatan populasi sapi perah selama periode

tahun 1997 – 2003 misalnya hanya rata-rata 1,69% per tahun. Peningkatan

populasi sapi perah yang lamban yang berarti juga pengembangan usaha

pemeliharaan sapi perah yang lamban, berakibat kepada rendahnya peningkatan

produksi susu nasional. Selama periode tahun 1997 – 2003 permintaan konsumen

susu mencapai rata-rata 4,5% per tahun.

Jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 200 jiwa merupakan pasar

yang potensial bagi usaha ternak sapi perah. Semakin meningkatnya tingkat

pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan gizi maka

konsumsi susu masyarakat meningkat 12,8 % pertahun (GKSIb 1996). Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut maka pemerintah melakukan impor susu.

Anggaran Usahatani

Menurut Leksmono dan Holden (1994), produki peternakan merupakan

suatu aktivitas manusia untuk memproduksi makanan, bahan ikutan dan material

lain dengan menggunakan hewan yang terkontrol dan di sengaja. Produk ternak

tersebut beragam, mulai dari yang biasa yaitu susu, daging, dan telur hingga bahan

(19)

dapat dijual, dikonsumsi atau dipergunakan sebagai input pada sistem produksi lainnya. Ternak juga memberikan alternatif sumber energi bagi bahan bakar fosil.

Hewan ternak memainkan peranan penting dalam memanen dan

mengkonsentrasikan zat-zat gizi dari bahan-bahan yang tidak dapat dikonsumsi

oleh manusia menjadi produk-produk yang tidak saja kaya energi tetapi juga enak

rasanya. Produk ternak biasanya kaya akan protein dan kalsium sehingga dapat

meningkatkan kesehatan peternak. Ternak juga menyediakan uang tunai,

makanan, lapangan pekerjaan, kesehatan, keamanan dan suatu cara untuk

mengurangi risiko bagi orang-orang yang relatif miskin dalam masyarakat.

Produksi peternakan sesungguhnya adalah suatu aktifitas ekonomi. Zat-zat

yang relatif kurang berguna (misalnya rumput) diubah menjadi produk yang lebih

berguna seperti susu dan daging. Sumbangan yang dibuat oleh ternak pada

kesejahteraan usahatani dihitung dengan melihat perbedaan antara nilai input

(biaya produksi) yang digunakan pada produksi peternakan dengan nilai dari

berbagai output (penerimaan) atau produk usahatani tersebut, perbedaan tersebut disebut dengan keuntungan usahatani (Leksmono dan Holden 1994).

Output atau Penerimaan

Menurut Soekarwi et al. (1986), output (penerimaan) usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik itu dijual maupun untuk

dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual,

konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan.

Foley et al. (1986) menyatakan bahwa output dari usaha sapi perah adalah penjualan susu, penjualan sapi yang tidak produktif (sapi afkir), penjualan pedet

jantan dan penjualan kotoran ternak.

Output menurut Gittinger (1982) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu aktivitas. Lebih spesifik, output adalah nilai produksi suatu peternakan, baik yang dikonsumsi di peternakan atau yang dijual ke luar peternakan. Oleh

(20)

selalu sesuatu yang dapat dilihat seperti susu dan daging tetapi dapat juga

menghasilkan suatu jasa. Output dari suatu peternakan dapat berupa: penjualan ternak, produk ternak (seperti susu dan daging), pemotongan ternak di kandang

(termasuk potong paksa), nilai karkas dari kematian ternak di peternakan dan

inventaristasi ternak akhir.

Input atau Biaya Produksi

Output suatu peternakan hanya dapat diperoleh bila ternak-ternak yang ada di peternakan tersebut diberi pakan, dikandangkan dan dipelihara.

Keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh peternak dari ternaknya dalam bentuk

penjualan, tenaga, manur, dan lain-lain harus dikurangi dengan biaya yang

dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi ternak dan biaya pemeliharaan

ternak tersebut. Biaya memproduksi suatu output diukur dengan input.

Input atau biaya produksi adalah besarnya pengeluaran atau nilai dari faktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu output tertentu (Boediono 1990). Menurut Gittinger (1982), input adalah barang-barang (seperti pakan atau obat-obatan) atau jasa (seperti tenaga kerja) yang dapat digunakan

untuk menghasilkan output. Input dari suatu peternakan biasanya berupa: pembelian ternak, pakan (konsentrat, suplemen mineral, hijauan), tenaga kerja,

biaya kesehatan hewan (obat-obatan, inseminasi buatan), barang pakai habis,

biaya penjualan (marketing), perawatan kandang, Alat-alat peternakan (termasuk kendaraan dan kandang) dan inventaris ternak awal.

Keuntungan atau pendapatan

Keuntungan atau pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari

hasil produksi dengan biaya yang dikeluarkan (Boediono 1990). Menurut

Leksmono dan Holden (1994), peternak hanya akan memperoleh keuntungan jika

(21)

Tabel 1 Formulasi Hubungan Output dan Input dalam Anggaran Usahatani

Input Output

Pembelian ternak Pakan

Tenaga Kerja

Biaya Dokter Hewan dan IB Barang Habis Pakai

Biaya Penjualan Biaya Pemeliharaan BBM, Air dan Listrik Sewa dan pembayaran bunga Barang-barang Modal dan bangunan

Penjualan susu, telur dan madu Manure (kotoran)

Tenaga tarik

Hewan yang dipotong Nilai karkas

Inventaris ternak awal Inventaris ternak akhir

Nilai Total Input Nilai Total Output

Keuntungan

Keuntungan = Jumlah Total Output – Jumlah Total Input

Keterangan:

1. Input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang, bahan bakar, listrik,

air dan peralatan.

2. Output terdiri dari penjualan (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu, kotoran), ternak potong, nilai karkas

dan inventaris ternak akhir.

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan data berlangsung mulai tanggal 18 sampai 21 Agustus 2009.

Studi ini dilakukan di peternakan sapi perah di kelurahan Pondok Ranggon,

Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada peternak sapi perah di Kelurahan

Pondok Ranggon. Sampel yang dapat diambil sebanyak 74% atau 20 dari 27

peternak, dikarenakan tidak semua peternak berada di wilayah Kelurahan Pondok

Ranggon.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara wawancara

terstruktur terhadap peternak sapi perah dengan menggunakan kuisioner. Data

Sekunder diperoleh dari Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon,

Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta dan sumber-sumber pustaka lainnya.

Data peternak terdiri dari identitas peternak, struktur ternak yang dimiliki,

pengetahuan manajemen peternakan, manajemen kesehatan ternak dan input -

output dari usahaternak tersebut. Data input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang,

bahan bakar, listrik, air dan peralatan. Sedangkan data output terdiri dari penjualan ternak (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu,

kotoran), penjualan ternak, nilai karkas dan inventaris ternak akhir.

(23)

Tahapan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: 1) Wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur atau

daftar pertanyaan yang telah ditentukan dan 2) Observasi yaitu pengumpulan data

yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk

mengetahui fenomena atau gejala yang nampak pada objek-objek penelitian.

Analisis Data

Terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden

(peternak) dilakukan pengelompokan berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki,

yaitu peternak dibagi menjadi dua kelompok usaha: peternak dengan kepemilikan

kurang dari jumlah rata-rata ternak dan peternak dengan kepemilikan lebih dari

sama dengan jumlah rata-rata ternak sapi perah. Analisis data dilakukan secara

deskriptif untuk menggambarkan karakteristik peternak berdasarkan umur,

pendidikan, pengalaman beternak dan tujuan beternak pada masing-masing

kelompok.

Data input dan output yang diperoleh dianalisis menggunakan metode anggaran usahatani untuk mengetahui tingkat keberhasilan peternak mengelola

usahaternak sapi perah secara ekonomi. Analisis dilakukan pada berbagai

kelompok peternak. Metode analisis data yang digunakan diformulasikan sebagai

berikut (Leksmono dan Holden 1994):

Tabel 2 Metode Perhitungan Keuntungan Usahaternak Sapi Perah

Input Biaya (Rp) Output Biaya (Rp)

Pembelian ternak

Inventaris ternak awal ……… Inventaris ternak akhir ………

(24)

Keuntungan = ……….

Keuntungan = Jumlah total output – jumlah total input

Keterangan:

1. Input terdiri dari pembelian ternak (inventaris ternak awal), pakan, tenaga kerja, biaya kesehatan ternak, kandang, bahan bakar, listrik, air dan

peralatan.

2. Output terdiri dari penjualan (termasuk pemberian ternak atau hadiah), hasil ternak (susu, kotoran), ternak potong, nilai karkas dan inventaris

ternak akhir.

Keuntungan atau selisih antara output dengan input inilah yang merupakan parameter keberhasilan dari usahaternak tersebut. Selain itu, untuk melihat tingkat

kelayakan pendapatan diperlukan pembandingan keuntungan tersebut dengan

Upah Minimum Regional (UMR) wilayah DKI Jakarta, yaitu sebesar

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, tingkat partisipasi peternak sebanyak 74% atau 20 dari

27 peternak, dikarenakan tidak semua peternak berada di wilayah Kelurahan

Pondok Ranggon. Dalam menganalisis peternak sapi perah di Pondok Ranggon

dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah total ternak yang dimiliki oleh

peternak, yaitu kelompok I adalah peternak dengan kepemilikan ternak kurang

dari 43 ekor dan kelompok II adalah peternak dengan kepemilikan ternak lebih

dari dan sama dengan 43. Uraian lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kelompok Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon

Kepemilikan ternak Jumlah Peternak % Jumlah ternak rata-rata Kategori < 43 ekor

>= 43 ekor Total

13 7 20

65 35 100

22,85 ekor 81,71 ekor

Kelompok I Kelompok II

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa peternak kelompok I

berjumlah 13 peternak (65%) dengan jumlah ternak rata-rata 22,85 ekor dan

peternak kelompok II berjumlah 7 peternak (35%) dengan jumlah ternak rata-rata

81,71 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak di Kelurahan

Pondok Ranggon memiliki jumlah ternak kurang dari 43 ekor.

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak yang diduga berhubungan dengan pengelolaan

usahaternak sapi perah meliputi usia, pendidikan, pengalaman beternak dan mata

pencaharian lain selain beternak (tujuan beternak). Uraian karakteristik peternak

(26)

Tabel 4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon

Karakteristik Peternak Kelompok I Kelompok II Jumlah Peternak % Jumlah Peternak %

terdistribusi secara merata. Peternak di kelompok I terdistribusi lebih banyak pada

usia 40-65 tahun, begitu juga dengan kelompok II terdistribusi lebih banyak pada

usia 40-65 tahun. Usia tersebut merupakan usia yang tidak mudah untuk mendapat

pengarahan atau pembinaan lebih lanjut untuk mengembangkan usahaternaknya.

Hal ini dikarenakan pada usia tersebut umumnya beranggapan bahwa pengalaman

adalah sumber utama pengetahuan mereka terutama dalam beternak. Namun bagi

kebanyakan orang, usia antara 40-65 tahun merupakan usia produktif. Laki-laki

dalam usia ini biasanya berada pada puncak karir mereka (Atkinson1983).

Pengelompokan peternak menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang

pendidikan yang telah ditempuh peternak. Sebagian besar peternak sapi perah di

Pondok Ranggon berpendidikan SMA. Persentase peternak yang berpendidikan

SMA paling banyak terdapat pada kelompok I yaitu 69,2%. Sedangkan pada

kelompok II sebanyak 42,9%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peternak

memiliki pendidikan yang relatif cukup tinggi. Diharapkan dengan pendidikan

(27)

Tingkat pengalaman beternak di kelurahan Pondok Ranggon relatif cukup

lama yaitu rata-rata lebih dari 15 tahun. Pada kelompok I dan II pengalaman

beternak lebih dari 15 tahun sebanyak 69,2% dan 71,4%. Sebagian besar

usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon merupakan warisan

turun-temurun sehingga cukup wajar jika pengalaman mereka beternak relatif lama.

Semakin lama pengalaman peternak beternak tentu memiliki dampak positif dan

negatif. Positifnya adalah peternak sudah memiliki kematangan dalam mengelola

peternakan, sedagkan dampak negatifnya adalah seperti dijelaskan sebelumnya

peternak menjadi tidak mudah mendapat pengarahan dan pembinaan untuk

mengembangkan usahaternaknya agar lebih baik sesuai dengan perkembangan

jaman.

Berdasarkan Tabel 4 jumlah peternak yang menjadikan usahaternak sapi

perah sebagai usaha pokok adalah 84,6% pada kelompok I dan 85,7% pada

kelompok II. Secara umum peternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon

menjadikan usahaternaknya sebagai usaha pokok sehingga diharapkan dengan

demikian peternak lebih sungguh-sungguh dalam mengelola usahaternaknya. Hal

ini dikarenakan usahaternak sapi perah memberikan jaminan pendapatan yang

berkesinambungan jika dikelola dengan baik.

Gambaran Usahaternak Sapi Perah

Populasi Ternak Sapi Perah

Bangsa sapi perah yang dipelihara di Kelurahan Pondok Ranggon adalah

Peranakan Fries Holland (PFH) dengan warna bulu hitam putih dan hanya sebagian sebagian kecil yang berwarna merah putih. Struktur populasi populasi

ternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Struktur Populasi Sapi Perah di Pondok Ranggon bulan Juli 2009

Keadaan Sapi

Kelompok I Kelompok II

Ekor Ekor per

peternak % Ekor

Ekor per

(28)

Pedet jantan kelompok II jumlah sapi laktasi sebesar 45%, kering kandang 12%, pejantan 9%

dan replacement stock (dara dan pedet) 33%. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa saat ini struktur populasinya kurang baik karena beban dari sapi laktasi

terlalu tinggi untuk membiayai kering kandang, pejantan dan replacement stock

baik pada kelompok I maupun pada kelompok II. Dalam usahaternak sapi perah

pendapatan utama yang diperoleh berasal dari susu sehingga jumlah pendapatan

yang diperoleh sangat tergantung dari jumlah sapi laktasi. Jumlah sapi laktasi

sebesar 49% dan 45% dalam usahaternak sapi perah masih berada di bawah

persentase ideal. Menurut Sudono dan Sutardi (1969), komposisi ideal

usahaternak sapi perah yaitu 70% sapi laktasi. Hal ini dikarenakan jumlah

60-70% sapi laktasi ini mampu menanggung beban untuk status ternak lain.

Pakan

Peternak umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan

mempengaruhi produksi susu, sehingga peternak berusaha memberikan pakan

secara baik. Pakan yang diberikan pada sapi perah berupa hijauan yang

mengandung serat kasar tinggi dan pakan penguat yang mengandung serat kasar

rendah. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah rumput lapang, jerami padi,

rumput gajah dan rumput raja. Rumput ini diperoleh dengan cara mencari

disekitar dan di luar wilayah peternakan oleh para pekerja kandang. Jenis pakan

yang diberikan pada ternak pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6 Jenis Pakan yang Diberikan dan Jumlah Peternak yang Memberikan

Pakan tersebut.

(29)

Diberikan pada Ternak (jumlah peternak) % (jumlah peternak) %

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa sebagian besar peternak pada

kelompok I memberikan pakan kepada ternak berupa hijauan (100%), konsentrat

(92,3) dan ampas tahu (100%), namun ada beberapa peternak yang menambahkan

ampas kedelai (7,6%) sedangkan pada kelompok II seluruh peternak (100%)

memberikan hijauan, konsentrat dan ampas tahu, namun ada beberapa peternak

yang menambahakan singkong, kulit kacang, dan bungkus tempe. Hal menarik

pada kelompok I adalah terdapat peternak yang memberian ampas kedelai (7,6%)

sebagai pakan ternak, hal ini dimungkinkan untuk mengurangi atau mengganti

jumlah pemberian konsetrat. Pada kelompok II terdapat peternak yang

menambahkan bungkus tempe, singkong dan kulit kacang. Penambahan pakan ini

dimungkinkan untuk menambah nutrisi atau jumlah pakan agar meningkatkan

jumlah produksi susu. Penggunaan ampas tahu bertujuan untuk mengurangi

jumlah pemberian konsentrat karena alasan faktor ekonomi. Perlu diketahui

bahwa harga konsentrat pada saat penelitian adalah Rp1.400,00 /kg, sedangkan

ampas tahu Rp7.000,00 /karung. Oleh karena itu dengan penggunaan ampas tahu

akan mengurangi biaya pengeluaran untuk pakan.

Rata-rata peternak dalam memberikan pakan hijauan ataupun penguat

tidak ditakar atau ditimbang. Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan perkiraan.

Seharusnya pemberian pakan ini menjadi hal yang sangat penting dan harus

diperhatikan. Untuk mencegah timbulnya kerugian, pakan harus diperhitungkan

dengan cermat sehingga penggunaan pakan dapat dilaksanakan secara efisien.

Peternak seharusnya menakar pakan yang akan diberikan kepada ternak sesuai

dengan kebutuhan ternak tersebut. Penakaran ransum atau pakan harus

memperhatikan hal berikut: Kadar serat kasar ransum sebaiknya tidak kurang dari

13% dan tidak lebih dari 70% dari bahan kering ransum; Perbandingan bahan

kering pakan penguat dengan bahan kering pakan hijauan harus sama (1:1); Kadar

(30)

Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu upaya melanjutkan keturunan dan

menambah populasi ternak sapi sehingga meningkatkan produksi susu. Sebelum

melakukan perkawinan perlu mengetahui tanda-tanda birahi agar ternak siap

untuk dikawinkan. Tanda-tanda birahi yang umum terjadi pada sapi perah adalah

1) pada umumnya sapi perah yang birahi akan menaiki sapi betina yang lain, 2)

sapi gelisah dan kesana kemari, 3) keluar cairan kental, jernih dan berkaca-kaca

dari alat kelaminnya dan 4) kemaluannya berwarna merah, bengkak dan hangat.

Komposisi perkawinan sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi PerkawinanSapi Perah di Pondok Ranggon

Jenis Perkawinan

Berdasarkan Tabel 7, cara perkawinan ternak yang dilakukan peternak di

Pondok Ranggon bervariasi ada yang melalui IB, kawin alami dan keduanya. Pada

kelompok I, peternak yang melakukan IB sebesar 69,2% sedangkan pada

kelompok II sebesar 57,1%. Jika diperhatikan jumlah peternak di Podok Ranggon

yang mengawinkan ternaknya secara kawin alami (7,7% dan 14,3%) dan

kombinasi antara kawin alami dan IB (23,1% dan 28,6%) menunjukan bahwa

perkawinan ternak secara kawin alami masih sering dilakukan. Namun secara

umum perkawinan ternak pada usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok

Ranggon melalui IB. Alasan peternak mengawinkan ternak secara alami adalah

karena biaya IB yang relatif mahal yaitu Rp50.000,00 /dosis, sedangkan untuk

kawin alami peternak cukup mengeluarkan biaya Rp20.000,00 /kawin. Alasan lain

yaitu peluang kegagalan IB yang lebih besar dibandingkan dengan kawin alami.

Kegagalan IB umumnya dikarenakan waktu pelaksanaan IB yang tidak tepat

akibat lamanya selang waktu antara munculnya tanda-tanda berahi, pelaporan ke

(31)

Pengaturan perkawinan dari sapi betina dewasa merupakan kunci

terpenting dalam usaha pemeliharaan sapi perah. Dengan pengaturan perkawinan

yang tepat, efisiensi dapat ditingkatkan sehingga keuntungan dapat diharapkan

lebih tinggi. Untuk mendapatkan suatu persentase kebuntingan yang tinggi, maka

mengawinkan sapi betina haruslah pada saat hewan tersebut tepat sedang berahi.

Sebagai pedoman saat perkawinan yang tepat pada sapi perah adalah jika birahi

diketahui terjadi pada pagi hari maka pada hari itu juga harus dilakukan

perkawinan, sedangkan jika waktu berahi diketahui siang sesudah jam 12 maka

siang atau sore itu juga atau besok sebelum jam 12 siang hewan harus dikawinkan

(Sudono 1969).

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah dapat

dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.

Pada usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon sebagian besar adalah

tenaga kerja luar keluarga. Secara umum tugas yang dikerjakan pekerja adalah

membersihkan kandang, mengambil hijauan, memberi pakan, memandikan ternak,

memerah susu dan member susu pada pedet, menimbang susu, mengemas susu

dan memasarkannya ke rumah-rumah pelanggan. Setiap pekerja di usahaternak

sapi perah Pondok Ranggon mendapat upah tiap bulan yang bervariasi. Upah

rata-rata ternaga kerja di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan Upah Tenaga Kerja

Kelompok Rataan Upah (Rp/bulan) I

II

1.029.791 1.121.756

Tingkat upah yang layak merupakan insentif bagi pekerja untuk

meningkatkan kinerjanya. Tabel 8 menunjukkan bahwa upah tenaga kerja luar

keluarga pada saat ini rata-rata pada kelompok I sebesar Rp1.029.791,00 per

bulan dan Kelompok II sebesar Rp1.121.756,00 per bulan.

Upah tenaga kerja pada kelompok II sudah memenuhi standar Upah

Minimum Regional (UMR) tahun 2009 yaitu sebesar Rp1.069.865,00 per bulan

(32)

layak atau memenuhi standar upah minimum merupakan insentif bagi pekerja

untuk meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu peternak perlu memperhatikan

tingkat upah dari pekerjanya.

Pemasaran

Peternak di kelurahan Pondok Ranggon memasarkan susu yang dihasilkan

ke pengecer, konsumen langsung dan KOPERDA (Koperasi Peternakan Jakarta).

Harga susu yang dijual ke pengecer adalah Rp4.000,00 /liter, sedangkan ke

konsumen langsung beragam tetapi rata-rata Rp8.000,00 /liter. KOPERDA

membeli susu peternak dengan harga Rp3.500,00 /liter. Peternak di Pondok

Ranggon lebih suka menjual susu ke pengecer dan konsumen langsung, karena

harganya relatif tinggi. Peternak menjual susu ke KOPERDA hanya sebagai

kewajiban anggota koperasi atau jika kelebihan produksi susu, jumlah rata-rata

susu yang dijual peternak ke KOPERDA hanya 10 liter per hari.

Produktifitas Sapi Perah

Produksi susu yang dicatat hanya mencakup jumlah yang dijual. Susu yang

diberikan pada pedet dan yang dikonsumsi peternak tidak dihitung karena tidak

ada pencatatan untuk susu tersebut. Sehingga penghitungan produktifitas sapi

perah hanya didasarkan pada data susu yang dijual. Jumlah produksi susu yang

dapat dihitung di Kelurahan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Produksi Susu Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon

Kelompok Jumlah peternak

Produksi Susu

Liter/peternak/hari Jumlah rata-rata sapi

laktasi/peternak Liter/ekor/hari I

II

13 7

93,85 352,29

11,23 37,14

8,36 9,48

Berdasarkan Tabel 9, produksi susu rata-rata pada kelompok I 93,85

liter/peternak/hari untuk rataan kepemilikan sapi laktasi 11,23 ekor/peternak dan

kelompok II 352,29 liter/peternak/hari untuk kepemilikan sapi laktasi 37,14

ekor/peternak. Tabel 9 menunjukkan rataan produksi susu pada kelompok I

(33)

liter/ekor/hari. Jumlah produksi susu tersebut perlu dibandingkan dengan produksi

susu di wilayah lain seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Rataan Produksi Susu pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di Beberapa

Daerah di Indonesia.

Daerah Rataan Produksi Susu (liter/ekor/hari) Sumber Cisarua, Bandung

Pengalengan, Bandung Cisarua, Bogor Kebon Pedes, Bogor

13,76 14,73 13,72 10,04

Premi 1992 Kuntara 1994 Effendi 2002 Haryati 2003

Berdasarkan Tabel 10, produksi susu yang dihasilkan usahaternak sapi

perah di Kelurahan Pondok Ranggon termasuk rendah jika dibandingkan dengan

beberapa daerah di Indonesia. Menurut Sudono et al. (2003), peroduksi susu rata-rata di Indonesia untuk sapi Peranakan Fries Holland (PFH) adalah 10 liter/ekor per hari. Hal tersebut berarti produksi susu di peternakan sapi perah di Kelurahan

Pondok Ranggon masih rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor fisik berupa suhu

lingkungan yang tinggi yang menyebakan produksi susu lebih rendah dari wilayah

lain seperti Bogor dan Bandung. Susu rata-rata di wilayah Kelurahan Pondok

Ranggon berkisar antara 20-350C (Rofik 2005). Suhu ideal untuk sapi perah agar

berproduksi secara optimal di wilayah tropis adalah berkisar antara 18-270C

(McDowell 1972).

Manajemen Kesehatan Ternak

Secara umum manajemen kesehatan ternak yang dilaksanakan pada

peternakan sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon sudah cukup baik. Setiap

enam bulan sekali di peternakan sapi perah Pondok Ranggon dilaksanakan

program vaksinasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat. Pemeriksaan

kesehatan ternak umumnya hanya bersifat insidental. Hal ini berarti hanya jika

terdapat sapi yang sakit, maka dilakukan pemeriksaan atau pengobatan terhadap

ternak. Uraian lengkap manajemen kesehatan ternak dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Manajemen Kesehatan Ternak

Kegiatan Kelompok I Kelompok II

(34)

Pemeriksaan Kesehatan

Berdasarkan Tabel 11, peternak yang melaksanakan pemeriksaan

kesehatan ternak secara insidental pada peternak kelompok I sebesar 92,3%

sedang pada kelompok II sebesar 57,1%. Hal ini dikarenakan anggapan peternak

bahwa biaya yang dikeluarkan oleh peternak akan semakin tinggi jika

pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan secara rutin. Pada umumnya jika terdapat

sapi yang sakit, sebagian besar peternak akan langsung menghubungi petugas

kesehatan hewan (38,5% pada kelompok I dan 42,9% pada kelompok II). Akan

tetapi ada beberapa peternak pada kelompok I yang mengobati sendiri (23,1%)

jika terdapat sapi yang sakit. Hal tersebut dikarenakan biaya yang relatif murah

jika diobati sendiri dibanding dengan petugas kesehatan hewan. Tidak sedikit pula

peternak yang mengobati sendiri ternaknya tetapi juga menggunakan jasa petugas

kesehatan (38,5% pada kelompok I dan 57,1% pada kelompok II). Hal ini

umumya dilakukan jika ternak tidak sembuh dengan pengobatan yang dilakukan

peternak sendiri sehingga peternak mendatangkan petugas kesehatan hewan.

Penyakit-penyakit yang pernah menyerang peternakan di bagi menjadi dua

yaitu penyakit reproduksi dan penyakit non-reproduksi. Penyakit reproduksi yang

sering menyerang ternak adalah mastitis dan keguguran sedangkan penyakit

non-reproduksi adalah kembung dan diare yang terutama banyak terjadi pada pedet.

Dalam mengobati dan mencegah ternak sakit, peternak mengeluarkan biaya

kesehatan yang bervariasi. Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk

masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 12.

(35)

Biaya Kesehatan Kelompok I Kelompok II Biaya Kesehatan Terendah (Rp)

Biaya Kesehatan Tertinggi (Rp) Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp)

1.200.000 12.000.000 3.230.769

3.600.000 90.000.000 21.474.857

Biaya Kesehatan yang dikeluarkan oleh peternak di Kelurahan Pondok

Ranggon sangat bervariasi karena tidak semua peternak mengeluarkan biaya yang

sama. Berdasarkan Tabel 12, biaya kesehatan pada kelompok I lebih kecil dari

pada kelompok II selain karena jumlah ternak yang lebih kecil tetapi juga karena

terdapat 23,1% peternak yang hanya melakukan pengobatan sendiri atau

tradisional untuk ternaknya sehingga biayanya relatif lebih rendah. Berbeda pada

kelompok II, tidak ada peternak yang hanya mengandalkan pengobatan sendiri

atau tradisional tetapi melalui petugas kesehatan atau kombinasi dari keduanya

sehingga biaya kesehatannya relatif lebih tinggi.

Menurut Leksmono dan Holden (1994), penyakit ternak yang muncul pada

usahaternak akan mempengaruhi input dan output usahaternak tersebut. Dalam arti lain biaya kesehatan akan muncul jika terdapat penyakit. Pada usahaternak

sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon pengobatan ternak dilakukan jika

muncul atau terdapat ternak yang sakit sehingga biaya kesehatan yang dikeluarkan

dapat menggambarkan seberapa banyak ternak yang terserang penyakit. Akan

tetapi tidak berarti pada kelompok II jumlah ternak yang menderita penyakit lebih

tinggi perbandingannya dengan kelompok I. Hal ini dapat dipahami karena

semakin banyak ternak yang dimiliki maka akan semakin banyak juga jumlah

ternak yang menderita penyakti tetapi tidak berarti perbandingannya lebih tinggi.

Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan yang dilakukan adalah dengan menghitung selisih

antara output dan input. Berdasarkan hasil perhitungan anggaran usahatani diperoleh formulasi antara input dan output sebagai berikut (Tabel 13).

Tabel 13 Rataan Input, Output dan Keuntungan periode Juli 2008 – Juli 2009

Biaya Kelompok I Kelompok II

(36)

Input:

Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui jumlah nilai input dan output serta keuntungan dari usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon untuk

masing-masing kelompok. Dalam menguatkan pembahasan maka perlu

mengetahui nilai maksimun dan minimum input, output dan keuntungan dari masing-masing kelompok peternak (Tabel 14).

Tabel 14 Nilai Maksimum dan Minimum Input, Output dan Keuntungan

Biaya Kelompok I Kelompok II

Input (Rp) Minimum

Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui nilai minimum dan maksimum

input, output dan keuntungan dari masing-masing kelompok memiliki selisih yang cukup besar. Setelah nilai-nilai tersebut dapat diketahui maka dilanjutkan dengan

menganalisis berdasarkan faktor yang menentukan anggaran usahatani, yaitu

input, output dan keuntungan. Input Usahaternak

(37)

Kelurahan Pondok Ranggon meliputi biaya sewa, upah pegawai, biaya

pemeliharaan kandang, pembelian kandang, pakan, biaya perkawinan ternak (IB

atau pun kawin alami), biaya kesehatan (dokter hewan, obat-obatan dan vitamin),

kebutuhan penunjang (listrik), biaya transportasi dan biaya pemasaran serta

inventaris ternak awal.

Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar input berasal dari inventaris ternak awal dan pakan yaitu sebesar 68% dan 19% pada kelompok I dan 66% dan 21%

pada kelompok II dari total input. Selain itu terdapat faktor lain berupa nilai upah pegawai (7%) dan biaya kesehatan (1% pada kelompok I dan 2% pada kelompok

II), tetapi nilai tersebut relatif tidak mempengaruhi nilai input. Nilai inventaris awal dan pakan yang tinggi menunjukkan bahwa faktor kepemilikan jumlah

ternak menjadi sangat penting dalam studi ini, hal ini berarti bahwa besaran

jumlah ternak pada awal pengamatan sangat menentukan besarnya nilai total

input.

Dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, bahwa dalam periode Juli 2008 – Juli

2009 peternak kelompok I rata-rata memerlukan input sebesar Rp320.294.308,00 /tahun, sedangkan peternak Kelompok II memerlukan input sebesar Rp1.070.862.714,00 /tahun. Input terendah pada kelompok I sebesar Rp85.881.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp606.226.000,00 /tahun. Pada

kelompok I sebagian besar input berasal dari inventaris ternak awal dan pakan yaitu sebesar 68% dan 19% dari total input. Pada kelompok II, input terendah sebesar Rp509.205.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp1.874.345.000,00

/tahun.

Menurut Leksmono dan Holden (1994), nilai barang-barang modal dan

bangunan yang meliputi kandang, milk can dan kendaraan termasuk dalam input. Akan tetapi pada studi ini nilai barang-barang modal dan bangunan diasumsikan

tidak ada atau nol. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah di Kelurahan

Pondok Ranggon merupakan usaha yang diwariskan turun-temurun dan sudah

berlangsung cukup lama sehingga sulit dihitung besaran nilainya. Pada umumnya

peternak sudah tidak ingat lagi berapa nilai barang-barang modal dan bangunan

(38)

bangunan yang meliputi kandang, milk can dan kendaraan tersebut cukup tinggi sehingga akan mempengaruhi nilai input secara signifikan tetapi dengan tidak dihitungnya nilai tersebut menyebabkan nilai ternak awal dan pakan menjadi

faktor utama dalam input.

Output Usahaternak

Output yang diperoleh dalam usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon meliputi pejualan susu, inventaris ternak akhir, kotaran (manur) dan

penjualan ternak yang meliputi ternak afkir, pedet jantan, pedet betina, jantan

muda dan jantan dewasa. Menurut Soekarwi et al. (1986), output (penerimaan) usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik itu

dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Foley et al. (1986) menyatakan bahwa

output dari usaha sapi perah adalah penjualan susu, penjualan sapi yang tidak produktif (sapi afkir), penjualan pedet jantan dan penjualan kotoran ternak.

Berdasarkan Tabel 13, nilai output pada kelompok I dipengaruhi oleh produksi susu (34%), penjualan kotoran (1%), penjualan ternak (7%) dan

inventaris ternak akhir (59%), sedangkan pada kelompok II dipengaruhi oleh

produksi susu (36%), penjualan kotoran (1%), penjualan ternak (5%) dan

inventaris ternak akhir (59%). Jika diperhatikan terdapat kesamaan antara

kelompok I dan II yaitu produksi susu dan inventaris ternak akhir cukup tinggi.

Oleh karena itu kedua faktor inilah yang berpengaruh sangat besar pada nilai total

output.

Pada Tabel 13 dan 14 menunjukkan nilai output rata-rata yang diperoleh oleh usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon periode Juli 2008 –

Juli 2009 pada kelompok I sebesar Rp390.075.769,00 /tahun dan kelompok II

sebesar Rp1.333.201.428,00 /tahun. Sebagai gambaran lain output pada kelompok I terendah Rp101.025.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp730.810.000,00

/tahun dengan rata-rata output berasal dari susu dan inventaris ternak akhir, yaitu sebesar 34% dan 59%. Pada kelompok II, output terendah sebesar Rp604.225.000,00 /tahun dan tertinggi sebesar Rp2.561.345.000,00 /tahun dengan

(39)

dan 59%. Walaupun nilai output lebih besar berasal dari inventaris ternak akhir tetapi jumlah produksi susu juga menentukan nilai total karena struktur populasi

pada awal dan akhir pengamatan tidak terlalu jauh berbeda. Sedangkan penjualan

ternak tidak terlalu memberi pengaruh signifikan karena pada akhir pengamatan

tidak banyak ternak yang diafkir ataupun dijual. Sehingga faktor jumlah produksi

susu menjadi sangat menentukan. Jumlah produksi susu yang dihasilkan

tergantung dari jumlah ternak laktasi. Hal ini berarti semakin besar persentase

induk laktasi akan sangat menentukan jumlah output yang dihasilkan tetapi persentase tersebut tidak melebihi standar ideal komposisi sapi laktasi sebesar

60-70% (Sudono dan Sutardi 1969).

Pendapatan atau Keuntungan Ekonomi

Keuntungan atau pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari

hasil produksi dengan biaya yang dikeluarkan (Boediono 1990) dan menurut

Leksmono dan Holden (1994), peternak hanya akan memperoleh keuntungan jika

seluruh nilai output lebih besar dari nilai input. Berdasarkan Tabel 13, baik pada peternak kelompok I maupun kelompok II pada usahaternak sapi perah di

Kelurahan Pondok Ranggon memiliki selisih antara output dan input bernilai positif atau dikatakan nilai output lebih besar dari nilai input, berarti usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon mendapatkan keuntungan. Pada

kelompok I peternak memperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp69.781.461,00

/tahun dan pada kelompok II peternak memperoleh keuntungan rata-rata sebesar

Rp262.338.714,00 /tahun. Tabel 14 menunjukkan bahwa keuntungan terendah

yang diperoleh pada kelompok I sebesar Rp2.040.000,00 /tahun dan pada

kelompok II sebesar Rp60.180.000,00 /tahun. Keuntungan tertinggi yang

diperoleh pada kelompok I sebesar Rp204.580.000,00 /tahun dan pada kelompok

II sebesar Rp687.000.000,00 /tahun.

Seperti dibahas sebelumnya bahwa produksi susu merupakan faktor paling

menentukan jumlah total output, sehingga selisih antara output dan input

(40)

itu, kelompok ternak yang memiliki persentase atau jumlah sapi laktasi lebih

tinggi akan memperoleh nilai keuntungan yang lebih tinggi.

Analisis Kelayakan Pendapatan

Untuk mengukur kelayakan usahatani, tidak cukup hanya dengan melihat

pada nilai keuntungannya yang bernilai positif, tetapi nilai tersebut perlu

dibandingkan dengan standar Upah Minimum Regional (UMR). Upah Minimum

Regional (UMR) DKI Jakarta tahun 2009 sebesar Rp1.069.865,00 perbulan (Ari

2008). Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa pendapatan perbulan peternak

yang berasal dari usahaternak sapi perah adalah lebih tinggi dari UMR, baik pada

kelompok I yaitu sebesar Rp5.815.122,00 /bulan maupun pada kelompok II yaitu

Rp21.861.559,00 /bulan. Nilai keuntungan rata-rata per bulan dari masing-masing

peternak pada kelompok I dan II dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Rata-rata Keuntungan Peternak per Bulan

Kelompok I Kelompok II

Peternak Keuntungan per Bulan (Rp) Peternak Keuntungan per Bulan (Rp) 1

/bulan, namun secara umum peternak di Kelurahan Pondok Ranggon memiliki

keuntungan per bulan di atas UMR. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah di

Kelurahan Pondok Ranggon memiliki pasar yang besar dan peternak rata-rata

sudah memilik langganan pembeli susu sendiri. Selain itu jika kita dilihat dari

jumlah skala usaha antara kelompok I dan II, maka dapat disimpulkan juga bahwa

skala usaha akan berpengaruh terhadap pendapatan, yaitu semakin besar skala

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Secara umum karakteristik peternak sapi perah di Kelurahan Pondok

Ranggon adalah beternak sapi perah sebagai usaha pokok, berusia 40 – 65

tahun dengan tingkat pendidikan SMA dan pengalaman beternak lebih dari

15 tahun.

2. Pada umumnya pemeriksaan kesehatan ternak yang dilaksanakan di

usahaternak sapi perah Pondok Ranggon dilaksanakan secara insidental

dan belum melakukan karantina terhadap ternak baru maupun ternak sakit

serta jika terdapat ternak sakit beberapa peternak masih mengobatinya

sendiri.

3. Rataan pendapatan per bulan yang diperoleh peternak sapi perah di

Kelurahan Pondok Ranggon diatas UMR DKI Jakarta.

4. Usahaternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon secara ekonomi

masih menguntungkan dan memiliki prospek yang baik.

Saran

1. Perlu adanya edukasi intensif kepada peternak untuk memperbaiki

manajemen peternakan sapi perah dan manajemen kesehatan ternak.

2. Perlu adanya usaha peningkatan pendapatan peternak melalui berbagai

(42)

3. Perlu adanya kajian-kajian lain dalam aspek lingkungan dan tata ruang

kota untuk mengetahui secara lengkap tingkat kelayakan usahaternak sapi

perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Ari. 2008. Standar Gaji dan UMR DKI Jarkarta 2009. Kompas. Edisi Tanggal 1 November 2008.

Atkinson. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga

Biro Pusat Statistik. 1998. Buku Statistik Peternakan. Jakarta: BPS.

Boediono. 1990. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengantar Ekonomi No. 1 Edisi Kedua Cetakan Kesebelas. Yogyakarta: BPFE.

Cirylla L, A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Bogor: IPB.

Efendi ESH. 2002. Analisis Kontribusi Usaha Peternakan Sapi Perah terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Foley RC, DC Bath, EN Dickinson and HA Tucker. 1973. Dairy Cattle Principles, Practices, Problems, Profit. Philadelphia: Lea and Febiger. Harian Umum Pelita. 2009. Kelurahan Pondok Rangon Penghasil Susu Sapi

Pasteurisasi. Harian Umum Pelita. Edisi tanggal 17 Mei 2009.

(43)

GKSIa. 1996. Strategi GKSI Dalam Meningkatkan Fungsi Koperasi: Peranan Menghadapi Pasar yang Kompetitif. Jakarta: GKSI.

GKSIb. 1996. Profil Gabungan Koperasi Susu Indonesia. Jakarta: GKSI.

Haryati AT. 2003. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah dan Beberapa Aspek Lingkungan Sekitar Peternakan (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Kuntara I. 1994. Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Kusnadi U, Juarini E. 2007. Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah dalam Upaya Peningkatan Produksi Susu Nasional. Wartazoa 17:21-28.

Leksmono CS, Holden SJ. 1994. Ekonomi Veteriner sebagai Alat Pengambilan Keputusan dalam Bidang Kesehatan Hewan. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.

McDowell RE. 1976. Improvement of livestock Production in Warn Climates. San Francisco: Freeman and Company.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.

Nuraini, Purwanta. 2006. Potensi Sumber Daya dan Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Sinjai. Agrisistem 2:8-17.

Premi Y. 1992. Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Rofik A. 2005.Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Jakarta Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. Bogor: USESE Foundation dan Pusat Studi Pembagunan IPB.

(44)

Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan. Bogor: IPB

Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Depok: Agromedia Pustaka.

Sudono A, Sutardi T. 1969. Pedoman Beternak Sapi Perah. Jakarta: Departemen Pertanian RI

Tyas RB. 2008. Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat dalam Kaitannya dengan Kesejahteraan Peternak di Kabupaten dan Kota Bogor [tesis]. Bogor: MBIPB.

Peternak Kelompok I

Rahmatullah Masrisalam H. Moh. Zein

Mas'ud

Salam Makmun

Struktur Populasi Ternak

Pedet jantan 0 0 0 1 4

Pedet betina 1 1 1 0 1

Dara 0 0 2 1 1

Laktasi 4 4 6 8 11

Kering kandang 0 2 4 1 1

Jantan Muda 0 1 0 3 2

Jantan dewasa 0 0 0 0 1

Jumlah 5 8 13 14 21

Input

Sewa Kandang - - - - - Upah pegawai 6,525,000 11,040,000 16,365,000 13,470,000 13,200,000 Pemeliharaan Kandang 1,000,000 100,000 300,000 Pembelian Ternak - - - - - Pakan 20,304,000 31,440,000 37,080,000 46,080,000 51,876,000 Biaya Perkawinan 200,000 600,000 570,000 440,000 400,000

Biaya dokter hewan dan

obat-obatan 1,320,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,800,000 Kebutuhan Penunjang 612,000 420,000 1,200,000 1,200,000 600,000 Biaya Transportasi 1,620,000 1,800,000 3,600,000 - 19,620,000

Biaya

Pemasaran/pengolahan 1,800,000 - 9,000,000 -

Inventaris Ternak

Awal 53,500,000 129,000,000 138,000,000 171,000,000 223,000,000 Pedet jantan - 2 4 3 5 Pedet Betina - - 2 1 2 Dara 1 4 - - - induk 3 6 10 13 15 jantan muda 2 - - - 2 jantan dewasa - - - - 1

(45)

Komarudin Marzuki Hj. Wahyinah Maulana Falahin Pengalaman Beternak >15 tahun >15 tahun >15 tahun >15 tahun >15 tahun

(46)

Inventaris Ternak Mata Pencaharian Sambilan Pokok Pokok Pokok Pokok

Zaini Bahroji Rohmani Jumlah Rataan %

Struktur Populasi Ternak

(47)

Dara 8 8 4 38 2.92 13% Pengalaman Beternak >15 tahun 9 - 15 tahun >15 tahun

Gambar

Tabel 1 Formulasi Hubungan Output dan Input dalam Anggaran Usahatani
Tabel 2 Metode Perhitungan Keuntungan Usahaternak Sapi Perah
Tabel 3 Kelompok Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
Tabel 4 Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil nilai pre tes dapat dilihat pada tabel 4.3, nilai pre tes siswa kelas III SD Al Fatah Surabaya dapat disimpulkan bahwa pemakaian metode ceramah dalam

2.Malikiyah: Bersuci dengan menggunakan tanah yang meliputi muka dan tangan disertai niat.. Syafi’iyyah: Tayamum adalah menyampaikan tanah pada muka dan kedua tangan pengganti

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor personal (motivasi, suku, pendidikan), faktor persepsi terhadap manfaat tindakan, faktor hambatan yang

Adanya hubungan antara kenyamanan terhadap tingkat kepatuhan menggunakan APD dikarenakan pada saat dilakukan wawancara sebagian besar karyawan mengeluhkan

Dengan menggunakan program Assembly mikrokontroler, data yang diterima dari Miniatur. (Sensor level ketinggian air pintu air) ADC Mikrokontroler AT89S51 PC Server

Dalam langkah ini dilakukan kajian sumber-sumber pustaka dengan cara mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan masalah penyebaran virus influenza dengan vaksinasi

Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 13 Januari 2014 terhadap 31 siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura , prevalensi status gizi siswa-siswi

(2) Selain di wilayah pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) usaha budidaya tanaman dapat dilakukan di tempat lain yang merupakan cadangan lahan