• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ALIRAN PERDAGANGAN BEBERAPA KOMODITAS

HASIL HUTAN BUKAN KAYU INDONESIA

RUDY HADIANTO A 14105601

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

RUDY HADIANTO. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS).

Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat didalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan dari sumberdaya hutan dapat berupa manfaat ekologi dan ekonomi. Salah satu manfaat ekologi yang yang dimiliki hutan dan berpotensi untuk menambah devisa negara adalah sebagai penyerap emisi karbon. Kemampuan hutan ini bermanfaat didalam menanggulangi masalah perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini. Perdagangan karbon (carbon trade) merupakan mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global. Salah satu pengaruh langsung yang terjadi sebagai implikasi dari diratifikasinya mekanisme ini adalah penurunan total volume ekspor komoditas hasil hutan kayu.

Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan lainya. Istilah Hasil Hutan Bukan Kayu atau yang semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.

Dengan semakin kritisnya kondisi hutan tropis Indonesia, disertai dengan desakan dari dunia internasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap kawasan hutan tropis yang ada dan reformasi paradigma sistem pengelolaan di bidang kehutanan, menuntut agar pengelolaan hutan yang dilakukan memperhatikan kaidah keberlanjutan atau kelestarian hasil atau yang biasa dikenal dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management). Sebagai implikasi dari perubahan paradigma tersebut, maka fokus pembangunan kehutanan tidak lagi tertuju pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, melainkan pada pemanfaatan hasil hutan lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat (multiplier effect) dari hutan tersebut, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Permintaan ekspor untuk sebagian jenis komoditas HHBK unggulan yang memiliki nilai jual tinggi meliputi beragam (variasi) bentuk. Akan tetapi, perkembangan kuantitas (volume) dari komoditas ini mengalami kecenderungan yang berfluktuasi. Dalam rangka mengantisipasi permintaan ekspor yang cenderung mengalami fluktuasi dan dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor komoditas HHBK secara optimal, maka perlu adanya kajian yang mengamati dan menganalisis mengenai aliran perdagangan komoditas HHBK dari negara Indonesia menuju berbagai negara tujuan yang memiliki keragaman karakteristik.

(3)

antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap mata uang Dollar Amerika.

Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Lima komoditas HHBK yang menjadi obyek penelitian adalah komoditas yang memiliki volume permintaan ekspor terbesar pada tahun 2006 secara berturut-turut adalah Meubel Rotan, Anyaman Rotan, Rotan Setengah Jadi, Gambir dan Minyak Atsiri. Jumlah negara tujuan ekspor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan permintaan ekspor yang terjadi selama periode pengamatan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah mendeskripsikan kecenderungan ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas HHBK Indonesia. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dipergunakan dalam menjelaskan informasi yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia. Analisis kuantitaf digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan HHBK Indonesia dengan analisis regresi data panel model gravitasi menggunakan tools STATA.

Pada kelima komoditas yang diamati, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang fluktuatif. Negara-negara dengan volume permintaan ekspor terbesar untuk masing-masing komoditas, adalah sebagai berikut: Negara Uni Eropa dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas meubel dan anyaman rotan; Negara Cina dan Singapura merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas rotan setengah jadi; Negara India, Pakistan dan Banglades merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas gambir; sedangkan Negara Singapura dan Thailand merupakan negara yang memiliki permintaan ekspor terbesar untuk komoditas minyak atsiri

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan untuk masing-masing komoditas hasil hutan bukan kayu yang diteliti, adalah sebagai berikut: Komoditas meubel rotan dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor, nilai tukar, produk domestik bruto dan jarak ekonomi; Komoditas anyaman rotan dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor, produk domestik bruto, jarak ekonomi dan populasi negara tujuan; Komoditas rotan setengah jadi dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor dan populasi negara tujuan; Komoditas gambir dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor; Komoditas minyak atsiri dipengaruhi secara signifikan oleh harga ekspor dan produk domestik bruto.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ALIRAN PERDAGANGAN BEBERAPA KOMODITAS

HASIL HUTAN BUKAN KAYU INDONESIA

Oleh :

RUDY HADIANTO A 14105601

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia

Nama : Rudy Hadianto

NIM : A14105601

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan

Bukan Kayu Indonesia” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 1983. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hadiono Toeloes dan Ibu Sri Muriyah.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 hingga tahun 1989 di TK Kemuning Bogor. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di

SD_Negeri Curug III Bogor pada tahun 1995 dan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 11 Bogor pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum ke SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2001.

Pendidikan penulis selanjutnya di jenjang perguruan tinggi dimulai pada tahun 2001 di program studi D3 Manajemen Hutan Produksi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Setelah menyelesaikan program Diploma III, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

ama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Keluarga Muslim

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Rabb pemilik dan pencipta alam semesta dan isinya, atas segala nikmat, hidayah, bimbingan dan petunjuk-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam

senantiasa tercurahkan kepada suri teladan terbaik umat manusia, Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarganya, para sahabatnya dan para

pengikutnya yang tetap istiqomah dijalan-Nya.

Topik yang dipilih dalam penelitian skripsi ini ialah mengenai ” Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun demikian semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang berguna mengenai aliran perdagangan beberapa komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan penelitian dan pengetahuan tentang pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagai salah satu hasil hutan tropis Indonesia yang potensial untuk dikembangkan.

Bogor, Agustus 2010

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah mengizinkan penulis menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dengan

berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, kesabaran dan do’a yang diberikan kepada penulis.

2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, arahan, waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Rahmat Yanuar, S.P., M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium penulis dan Ir. Popong Nurhayati, MM serta Ir. Juniar Atmakusuma, M.Si selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Yogaswara Prawirakusuma selaku pembahas pada seminar hasil penelitan penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Rekan-rekan mahasiswa yang telah hadir pada kolokium dan seminar hasil penelitian penulis serta memberikan komentar, kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

6. Pengelola dan staf sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

yang telah membantu penulis selama menjalani pendidikan.

7. Staf Biro Peredaran dan Pemasaran Hasil Hutan, Biro Statistik, Biro Evalap serta Perpustakaan Departemen Kehutanan, Staf Pusat Data Perdagangan Departemen Perdagangan, Staf Perpustakaan BPS dan PusRiset BI yang telah membantu mencari data dan informasi yang diperlukan oleh penulis.

(10)

10.Teman-teman penulis di Sylva’38 dan Keluarga Muslim Ekstensi IPB.

11.Pihak lainnya yang belum disebutkan, namun telah membantu penulis mulai dari persiapan proposal, teknis hingga tersusunnya karya ilmiah ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan sebaik-baik balasan.

Bogor, Agustus 2010

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Relevansi dengan penelitian sebelumnya ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 13

3.1.1. Perdagangan Internasional ... 13

3.1.2. Permintaan Ekspor ... 15

3.1.3. Model Gravitasi ... 16

3.1.4. Data Panel ... 18

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

3.3. Hipotesis Penelitian ... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 23

4.2. Metode Analisis Data ... 24

4.3. Perumusan Model ... 24

4.4. Pengujian Kesesuaian Model ... 25

4.5. Pengujian Statistik ... 26

5.1. Kecenderungan Volume Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Menurut Negara Tujuan ... 29

5.1.1. Meubel Rotan ... 29

5.1.2. Anyaman Rotan ... 30

5.1.3. Rotan Setengah Jadi ... 31

5.1.4. Gambir ... 32

(12)

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan

Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia ... 34

5.2.1. Meubel Rotan ... 34

5.2.2. Anyaman Rotan ... 37

5.2.3. Rotan Setengah Jadi ... 40

5.2.4. Gambir ... 43

5.2.5. Minyak Atsiri ... 47

VI. KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN ... 52

6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kecenderungan Nilai Ekspor Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia tahun 2001 - 2006 ... 3 2. Negara Tujuan Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan

Kayu Indonesia ... 23 3. Sumber Data Penelitian ... 24 4. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Aliran Perdagangan Komoditas Meubel Rotan ... 34 5. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Aliran Perdagangan Komoditas Anyaman Rotan ... 37 6. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Aliran Perdagangan Komoditas Rotan Setengah Jadi ... 41 7. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Aliran Perdagangan Komoditas Gambir ... 44 8. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu ... 1 2. Laju Deforestasi di Indonesia Tahun 2000 – 2005 ... 5 3. Kecenderungan Aliran Perdagangan Lima Komoditas Hasil Hutan

Bukan Kayu Indonesia Tahun 2001 – 2006 ... 6 4. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan

Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial ... 14 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 21 6. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Meubel Rotan

Berdasarkan Negara Tujuan ... 29 7. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Anyaman Rotan

Berdasarkan Negara Tujuan ... 30 8. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Rotan Setengah Jadi

Berdasarkan Negara Tujuan ... 31 9. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Gambir Berdasarkan

Negara Tujuan ... 32 10.Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Minyak Atsiri

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Meubel Rotan ... 57

2. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Anyaman Rotan... 60

3. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Rotan Setengah Jadi ... 63

4. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Gambir ... 65

5. Data Input untuk Analisis Aliran Perdagangan Minyak Atsiri ... 67

6. Hasil Output Stata untuk Komoditas Meubel Rotan ... 70

7. Hasil Output Stata untuk Komoditas Anyaman Rotan ... 71

8. Hasil Output Stata untuk Komoditas Rotan Setengah Jadi ... 72

9. Hasil Output Stata untuk Komoditas Gambir ... 73

10.Hasil Output Stata untuk Komoditas Minyak Atsiri ... 74

11.Ekspor Meubel Rotan Berdasarkan Negara Tujuan ... 75

12.Ekspor Anyaman Rotan Berdasarkan Negara Tujuan ... 76

13.Ekspor Rotan Setengah Jadi Berdasarkan Negara Tujuan ... 77

14.Ekspor Gambir Berdasarkan Negara Tujuan ... 78

(16)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan dari sumberdaya hutan dapat berupa manfaat ekologi dan manfaat ekonomi. Manfaat ekologi yang dimaksud mencakup tingkat lokal,

regional maupun global, sedangkan manfaat ekonomi sumberdaya hutan dapat diperoleh dari produksi hasil hutan sebagai salah satu sumber devisa negara, pengembangan wilayah, penyerapan tenaga kerja serta sebagai sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan.

Salah satu manfaat ekologi yang yang dimiliki hutan dan berpotensi untuk menambah devisa negara adalah sebagai penyerap emisi karbon. Kemampuan hutan ini bermanfaat dalam menanggulangi masalah perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini. Perdagangan karbon (carbon trade) merupakan mekanisme pasar yang diperuntukkan untuk menanggulangi pemanasan global, dimana salah satu unsur penyebab terbesar pemanasan global adalah emisi gas karbon dioksida (CO2). Mekanisme ini merupakan salah satu kesepakatan yang dihasilkan pada KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro melalui Protokol Kyoto untuk mengurangi emisi pencemaran udara (gas rumah kaca).

Indonesia merupakan salah satu Negara yang telah meratifikasi kebijakan yang terkandung dalam protocol Kyoto. Salah satu pengaruh langsung yang terjadi yaitu pada penurunan total volume ekspor komoditas hasil hutan kayu.

Ilustrasi mengenai kecenderungan total volume ekspor hasil hutan kayu dapat dilihat pada gambar berikut.

(17)

Luasan daratan kawasan hutan dan perairan Indonesia berdasarkan keputusan menteri kehutanan tentang penunjukkan kawasan hutan dan perairan serta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dalam Statistik Kehutanan (2006) adalah seluas 137.090.468,18 ha, termasuk 3.395.783 ha kawasan perairan didalam kawasan suaka alam dan pelestarian alam. Kawasan hutan tersebut terdiri dari kawasan hutan lindung seluas 31,60 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 22,50 juta ha, hutan produksi tetap seluas 36,65 juta ha, hutan produksi yang dapat dikonservasi seluas 22,79 juta ha dan hutan dengan fungsi khusus seluas 0,23_juta ha. Dengan luasan tersebut, sumberdaya hutan Indonesia memiliki

potensi yang besar untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan negara.

Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Pemanfaatan hutan alam di Indonesia yang telah dilakukan selama dua setengah dasarwarsa terakhir masih bertumpu pada hasil hutan berupa kayu. Dari komoditas kayu tersebut, pemerintah dan masyarakat telah memperoleh manfaat yang besar baik secara ekonomi maupun sosial. Sementara itu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang biasanya disebut non-timber forest products atau minor forest

products, belum dapat diusahakan secara optimal.

Hastoeti (2008) menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragam hayati yang luar biasa, terbesar ketiga setelah Brazilia dan Zaire. Di indonesia tumbuh sekitar 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan yang menyebar di seluruh hutan-hutan kepulauan Indonesia. Diantara ribuan jenis tumbuhan yang tumbuh di Indonesia, sebagian diantaranya merupakan penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai jual yang cukup potensial, dapat diandalkan sebagai

sumber pendapatan masyarakat lokal dan sebagai sumber devisa negara.

Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil

hutan hayati (nabati dan hewani) beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Yusliansyah dan Kholik (2006) menyatakan bahwa, keunggulan pengusahaan HHBK dibandingkan dengan kayu antara lain

(18)

dapat dijaga dan untuk beberapa jenis HHBK nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kayu.

Sebagian jenis komoditas HHBK yang memiliki nilai jual tinggi, telah dipasarkan ke luar negeri dalam beragam bentuk. Pemilihan jenis variasi produk yang akan diekspor ke berbagai negara tujuan ditentukan dengan beberapa pertimbangan, seperti peningkatan nilai tambah dengan pengolahan lebih lanjut, keterbatasan keterampilan dari pihak produsen dan permintaan konsumen luar negeri. Kecenderungan nilai ekspor selama enam tahun terakhir berdasarkan komoditas HHBK pilihan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Kecenderungan Nilai Ekspor Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu

3 Gambir 18.040.735 15.731.464 9.689.247 20.492.980 22.669.944 22.234.897

4 Terpentin 1.625.571 2.555.658 2.277.210 4.024.094 3.141.975 7.376.042 komoditas HHBK yang memiliki nilai ekspor terbesar secara berturut-turut adalah meubel rotan, rotan setengah jadi, gambir, anyaman rotan dan minyak atsiri. Kecenderungan ekspor memperlihatkan nilai ekspor yang berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun sebagian diantaranya memiliki kecenderungan nilai dan volume ekspor yang meningkat.

(19)

National Chemical Laboratory India (2001) menyatakan, terdapat 3000 jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Indonesia sendiri memiliki 40 jenis minyak atsiri (sekitar 11 jenis telah dikembangkan), sedangkan di dunia sekarang ini beredar sekitar 70 jenis minyak atsiri.

Manfaat strategis dalam pengembangan minyak atsiri diantaranya adalah minyak atsiri merupakan usaha yang bersifat padat karya sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan peluang usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat, meningkatkan devisa negara dari ekspor produk minyak atsiri dan pengembangan potensi unggulan daerah mengingat

potensi minyak atsiri ini tersebar di berbagai daerah dengan jenis minyak atsiri tertentu bahkan bersifat spesifik.

Potensi lain yang tidak kalah penting adalah rotan. Indonesia memiliki 332 jenis rotan dengan jumlah spesies terpenting sebanyak 290 spesies dari 1500_spesies rotan. Rotan di Indonesia tumbuh hampir di semua pulau yang masih berhutan dan di areal perkebunan rakyat. Daerah yang terpenting adalah Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Beragamnya komoditas HHBK yang berpeluang untuk menghasilkan manfaat (baik secara ekonomi maupun sosial), memerlukan adanya perhatian lebih dalam hal aspek perdagangan agar dapat lebih meningkatkan beragam manfaat dan nilai tambah yang dapat diperoleh.

I.2. Perumusan Masalah

Peranan sektor kehutanan sebagai salah satu penyumbang devisa negara, ternyata tidak diimbangi dengan keberlanjutan manfaat yang dihasilkannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Menurut data statistik Departemen

Kehutanan (2006), jumlah deforestasi yang terjadi selama kurun waktu lima tahun terakhir adalah sebesar 5.447.800 ha, dengan laju rata-rata sebesar 1,089 juta ha

(20)

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000

2000 - 2001 2001 - 2002 2002 - 2003 2003 - 2004 2004 - 2005

Tahun

He

kt

ar

Gambar 2. Laju Deforestasi di Indonesia Tahun 2000 – 2005

Sumber : Statistika Departemen Kehutanan (2006), diolah.

Dengan semakin kritisnya kondisi hutan tropis Indonesia, disertai dengan desakan dari dunia internasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap kawasan hutan tropis yang ada serta adanya reformasi paradigma sistem pengelolaan di bidang kehutanan, menuntut agar pengelolaan hutan yang dilakukan memperhatikan kaidah keberlanjutan atau kelestarian hasil atau yang

biasa dikenal dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management). Reformasi sistem pengelolaan hutan yang terjadi, merubah sistem pengelolaan hutan yang semula bertumpu atau memfokuskan pada hasil hutan berupa kayu (Timber Based Management) dan negara (State Based Forest Management) menjadi pengelolaan hutan yang berazaskan pada sumberdaya hutan yang berkelanjutan (Resources Based Management) dan berbasis masyarakat (Community Based Management).

Implikasi dari perubahan paradigma tersebut menyebabkan fokus pembangunan kehutanan tidak lagi tertuju pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, melainkan pada pemanfaatan hasil hutan lainnya yang dapat meningkatkan nilai guna dan manfaat (multiplier effect) dari hutan tersebut, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pengembangan pengusahaan HHBK selain diharapkan dapat mencegah kerusakan hutan (deforestasi) dan pencurian kayu (illegal

logging) juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berdomisili di sekitar hutan.

Sebagian jenis komoditas HHBK unggulan yang memiliki nilai jual tinggi

(21)

perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas ini memiliki kecenderungan yang berfluktuasi. Ilustrasi kecenderungan aliran perdagangan beberapa komoditas utama hasil hutan bukan kayu Indonesia, disajikan pada gambar berikut.

Gambar 3. Kecenderungan Aliran Perdagangan Lima Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Tahun 2001 - 2006

Hastoeti (2008) menyatakan bahwa harga HHBK komoditi ekspor biasanya ditentukan oleh para buyer di luar negeri, karenanya para eksportir sebaiknya dapat mengetahui dan mampu memasarkan produk ke negara yang menerima nilai tinggi. Agar dapat mengantisipasi permintaan ekspor yang cenderung mengalami fluktuasi dan dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor komoditas HHBK secara optimal, maka perlu adanya kajian yang mengamati dan menganalisis mengenai aliran perdagangan komoditas HHBK dari negara Indonesia menuju berbagai negara tujuan yang memiliki keragaman karakteristik.

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah penelitian ini dapat disederhanakan, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kecenderungan volume ekspor HHBK Indonesia?

2. Faktor-Faktor apa sajakah yang mempengaruhi volume ekspor komoditas

HHBK Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

1. Mendeskripsikan kecenderungan volume ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia.

(22)

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memiliki minat dalam pengelolaan dan pengembangan potensi sumberdaya hutan tropis Indonesia, khususnya komoditas hasil hutan bukan kayu.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu

Istilah Hasil Hutan Bukan Kayu atau yang semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai

bahan baku untuk suatu industri. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon (misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain) atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.

Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu agathis atau kayu shorea dan lain-lain yang disebut damar.

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan yang padat-karya karena sejak dipungut dari hutan, pengangkutan, pengolahan tahap pertama memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan dapat berbentuk industri kerajinan rakyat. Sebelum dimanfaatkan, hasil hutan bukan kayu pada umumnya harus diolah terlebih dahulu. Sebagai contoh, sebelum dimanfaatkan, rotan harus dibersihkan dahulu kemudian diasap dengan asap belerang sehingga kelihatannya

menjadi putih.

Selain contoh pengolahan pada rotan, ada hasil hutan bukan kayu yang

(24)

Hasil hutan bukan kayu merupakan barang yang telah dipungut secara rutin sejak hutan dikenal manusia, manfaatnya untuk berbagai tujuan. Oleh karena itu, hasil hutan bukan kayu telah berperan penting dalam membuka kesempatan kerja bagi anggota masyarakat disekitar hutan, merupakan komoditi perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari sembilan kelompok hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan.

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan aliran perdagangan telah banyak dilakukan dengan beragam jenis data dan jenis komoditas yang berbeda-beda. Beberapa penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan untuk jenis data cross section, telah dilakukan oleh Sunenti, Pulungan, Handayani dan Yolanda.

Sunenti (2005) melakukan penelitian mengenai analisis aliran perdagangan dan faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor meubel rotan di Indonesia. Berdasarkan unsur-unsur gravity yang dianalisis, maka pendapatan per kapita berpengaruh positif dan nyata pada taraf lima persen. Variabel lainnya yang memiliki pengaruh bersifat negatif dan nyata pada taraf lima persen adalah biaya transportasi dan jumlah penduduk di negara tujuan ekspor, sedangkan jarak Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar tidak berpengaruh nyata pada taraf lima persen.

Penelitian berikutnya adalah penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan arang tempurung kelapa (Coconut Shell

Charcoal) yang dilakukan oleh Pulungan (2005). Berdasarkan hasil uji statistik-t dari enam varibel bebas yang ada, hanya variabel jarak, harga arang tempurung

kelapa itu sendiri dan harga arang aktif yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen atau signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor arang tempurung kelapa Indonesia. Variabel lain

(25)

tujuan dan nilai tukar. Faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model adalah tarif, selera dan pesaing.

Handayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan dan strategi pengembangan ekspor kertas Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah PDB per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga kertas Indonesia di negara tujuan. Varibel dummy yaitu tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap aliran perdagangan kertas Indonesia.

Alternatif strategi yang menjadi pertimbangan bagi pengembangan ekspor kertas Indonesia adalah peningkatan ekspor kertas Indonesia khususnya ke negara tujuan ekspor, peningkatan produksi bahan baku kertas, membuka peluang masuknya investor asing dalam industri kertas Indonesia, peningkatan keamanan dan hukum oleh pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan para pengusaha untuk membentuk peraturan hukum yang lebih pasti serta pemerintah dan asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) membuat program promosi industri kertas Indonesia.

Penelitian selanjutnya adalah mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia oleh Yolanda (2008). Variabel-variabel bebas yang berpengaruh positif adalah nilai tukar mata uang negara tujuan dengan rupiah Indonesia dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Variabel bebas yang berpengaruh negatif adalah PDB total negara tujuan, harga biji pala Indonesia di negara tujuan, populasi negara tujuan dan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan.

Variabel yang menunjukkan nilai elastisitas yang bersifat elastis adalah

variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan volume ekspor biji pala dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Peningkatan sebesar satu

(26)

Deskripsi selanjutnya mengenai studi terdahulu yang terkait dengan topik aliran perdagangan pada uraian berikut ini menggunakan gabungan jenis data antara data cross section dengan data time series atau yang biasa disebut dengan data panel. Beberapa penelitian tersebut dilakukan oleh Winniasri, Napitupulu dan Kartikasari.

Winniasri (2007) melakukan penelitian mengenai analisis distribusi spasial dan aliran perdagangan beras dari dan ke DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan hasil Chow test model pertama, maka analisis regresi gravity model menggunakan metode Fixed Effects dengan estimasi GLS.

Nilai R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah 99 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap aliran perdagangan beras ke DKI Jakarta yaitu PDRB dan populasi DKI Jakarta serta tingkat produksi di daerah sentra beras.

Pada model kedua, berdasarkan hasil Chow test, metode yang sesuai adalah pooled OLS dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada taraf nyata lima persen terhadap volume pengeluaran beras dari DKI Jakarta yaitu biaya transportasi, harga beras di daerah tujuan, PDRB dan populasi daerah tujuan. Nilai

R-square yang menunjukkan goodness of fit model adalah sebesar 98 persen. Penelitian dengan obyek komoditas yang sama dilakukan oleh Napitupulu (2007) dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beras Intra-ASEAN. Berdasarkan hasil Chow test, analisis gravity model menggunakan Fixed Effects dengan estimasi GLS. Nilai R-square yang diperoleh adalah sebesar 49,57 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen yaitu PDB negara asal impor, populasi negara tujuan impor, konsumsi beras negara asal impor, konsumsi beras negara tujuan impor dan nilai tukar

terhadap USD negara tujuan impor.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kartikasari (2008) mengenai analisis

daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional. Hasil analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukkan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat

(27)

untuk kawasan Asia Tenggara. Pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand.

Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara untuk pasar Jepang, Amerika Serikat dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Penggunaan metode Fixed

Effects berdasarkan hasil estimasi model gravity diketahui sebagai metode yang paling sesuai digunakan. Aliran perdagangan ekspor anggrek Indonesia ke negara tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni waktu tempuh, pendapatan per kapita, populasi, harga anggrek Indonesia dan nilai tukar. Sementara faktor harga

anggrek di negara tujuan tidak berpengaruh terhadap model aliran perdagangan.

2.3. Relevansi dengan penelitian sebelumnya

Penelitian-penelitian terdahulu telah membantu penulis untuk membangun model persamaan pada penelitian ini. Pemilihan variabel yang digunakan pada penelitian ini diturunkan berdasarkan teori dan studi terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini.

(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi (fisikal) antar negara. Tidak terliput dalam batasan ini, masalah-masalah moneter dan

finansial internasional yang timbul dan atau menyertai proses pertukaran. Dalam pengertian ini, perdagangan internasional merupakan anak gugus dari masalah-masalah ekonomi internasional yang meliputi ketiga gugus permasalah-masalahan diatas.

Teori-teori perdagangan internasional dapat dianggap sebagai suatu perluasan dari teori ekonomi umum ke masalah-masalah spesifik yang dihadapi dalam perdagangan antar negara. Sungguh pun secara tradisional tekanannya pada perdagangan antar negara, teori perdagangan internasional dapat juga diterapkan pada masalah-masalah perdagangan antar individu dan perdagangan antar daerah (Gonarsyah, 1983).

Merkantilisme memandang perdagangan sebagai suatu zero-sum game, dimana surplus perdagangan suatu negara diimbangi dengan defisit perdagangan suatu negara lain. Sebaliknya, Adam Smith memandang perdagangan sebagai

positive-sum game dimana semua mitra yang berdagang dapat memperoleh manfaat jika negara-negara melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dimana mereka memiliki keunggulan absolut.

Ricardo memperluas teori keunggulan absolut menjadi teori keunggulan

komparatif. Menurut Ricardo, sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam barang apa pun, negara ini dan negara lain masih akan

mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional. Meskipun demikian, Ricardo tidak menjelaskan secara memuaskan mengapa keunggulan komparatif berbeda diantara negara-negara.

(29)

mengembangkan sejumlah teori alternatif karena model Heckscher-Ohlin tidak berjalan dengan baik di dunia nyata (Cho DS dan Moon HC, 2003).

Proses terciptanya harga komoditi parsial pada kegiatan perdagangan internasional dapat terlihat pada Gambar 3. Kurva Dx dan kurva Sy dalam panel A dan C pada Gambar 3 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di Negara 1 dan Negara 2. Sumbu vertikal pada panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py) atau jumlah komoditi Y dan X), sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas komoditi X.

Panel A pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif Py. Setelah hubungan perdagangan berlangsung di antara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3, seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya). Lantas andaikata harga yang berlaku di atas Py maka Negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik.

Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor (lihat Panel A) ke negara 2, di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pym maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi ketimbang produksi X lebih itu dari Negara 1 (lihat panel C).

(30)

Karena Px/Py lebih besar dari Py, maka negara mengalami kelebihan penawaran X (panel A) sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh Panel B mengalami peningkatan, di lain pihak karena Px/Py lebih rendah dari P3 maka Negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (lihat Panel C) dan ini juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh Negara 2 akan relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan di antara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2, sebaliknya jika Px/Py sehingga lambat laun akan sama dengan P.

3.1.2. Permintaan Ekspor

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang

mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau

permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore, 1997).

Menurut Lipsey (1995), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu terhadap suatu komoditi. Permintaan ekspor ialah permintaan pasar internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara.

(31)

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan yaitu : (1) jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desire), ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli atas dasar harga komoditi tersebut, harga produk lain, penghasilan, selera dan sebagainya, (2) apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, dan (3) kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu (Lipsey, 1995).

Menurut Miller dan Meiners (2000), Faktor lain yang mempengaruhi permintaan yaitu :

1. Pendapatan. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan kenaikan permintaan

sehingga akan menyebabkan kurva permintaan naik ke kanan atas.

2. Selera dan preferensi. Selera adalah determinan non harga, oleh karena itu biasanya diasumsikan bahwa selera konstan dan mencari sifat-sifat lain yang mempengaruhi perilaku.

3. Harga barang-barang yang berkaitan : substitusi dan komplemen. Jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditi akan meningkat, jika harga komoditi komplementer naik maka permintaan komoditi akan turun.

4. Perubahan dugaan tentang harga relatif di masa depan. jika semua harga naik sepuluh persen per tahun, dan bahwa situasi ini diduga akan terus berlangsung, laju inflasi yang telah diantisipasi sepenuhnya tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi kurva permintaan akan suatu komoditas.

5. Penduduk. Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan pendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan.

3.1.3. Model Gravitasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.

Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut.

Model gravitasi mulai menjadi perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan ekonomi setelah adanya hasil penelitian Carey dan Ravenstein pada abad ke-19 (dikutip dari Llyod, dkk., 1977 dalam Tarigan, 2005). Carey dan

(32)

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran dan jarak antara kota asal dengan kota yang dituju. Hal ini berarti banyaknya migran yang memasuki sesuatu kota tidaklah acak, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti yang dikemukakan diatas.

Keterkaitan ini mengikuti hukum gravitasi Newton (Sir Isaac Newton)

yang berbunyi: “Dua massa yang berdekatan akan saling tarik-menarik dan daya tarik masing-masing massa adalah sebanding dengan bobotnya”. Pada abad ke-20

John Q. Stewart dan kelompoknya pada School of Social Physics mulai menerapkan secara sistematik model gravitasi untuk menganalisis interaksi sosial dan ekonomi antarlokasi (Tarigan, 2005).

3.1.3.1. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto dapat menggambarkan pendapatan masyarakat suatu wilayah atau dengan kata lain daya beli masyarakat terhadap suatu barang konsumsi. Menurut Daniel (2004), perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi. Secara teoritis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Seringkali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan maka barang yang dikonsumsi tidak hanya bertambah kuantitasnya tetapi kualitasnya juga meningkat.

3.1.3.2. Populasi

Jumlah penduduk adalah faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi yang perlu disediakan. Di lain segi, jumlah penduduk dapat dilihat sebagai faktor produksi yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan sehingga dapat dicapai suatu nilai tambah (kemakmuran) yang maksimal bagi wilayah tersebut (Tarigan, 2005).

3.1.3.3. Harga Komoditas

Menurut Sukartawi (1993), makin besar selisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang diekspor menjadi bertambah banyak. Naik-turunnya harga tersebut disebabkan

(33)

a. Keadaan perekonomian negara pengekspor, dimana dengan tingginya inflasi di pasaran domestik akan menyebabkan harga di pasaran domestik menjadi naik, sehingga secara riil harga komoditi tersebut jika ditinjau dari pasaran internasional akan terlihat semakin menurun.

b. Harga di pasaran internasional semakin meningkat, dimana harga internasional merupakan keseimbangan antara penawaran ekspor dan permintaan impor dunia suatu komoditas di pasaran dunia meningkat sehingga jika harga komoditas di pasaran domestik tersebut stabil, maka selisih harga internasional dan harga domestik semakin besar. Akibat dari kedua hal diatas

akan mendorong ekspor komoditi tersebut.

3.1.3.5. Nilai Tukar

Efek dari kebijaksanaan nilai tukar adalah berkaitan dengan kebijaksanaan devaluasi (yaitu penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri) terhadap ekspor-impor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah elastisitas harga untuk ekspor, elastisitas harga untuk impor dan daya saing komoditas tersebut di pasar internasional. Apabila elastisitas harga untuk ekspor lebih tinggi daripada elastisitas harga untuk impor, maka devaluasi cenderung menguntungkan dan sebaliknya jika elastisitas harga untuk impor lebih tinggi daripada harga untuk ekspor maka kebijakan devaluasi tidak menguntungkan (Sukartawi, 1993).

3.1.4. Data Panel

Data yang dikumpulkan secara cross section dan diikuti pada periode waktu tertentu dikenal dengan nama data panel. Karena data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, jumlah pengamatan menjadi

sangat banyak. Hal ini bisa merupakan keuntungan (data banyak) tetapi model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh

karena itu diperlukan teknik tersendiri dalam mengatasi model yang menggunakan data panel (Nachrowi dan Usman, 2006).

Menurut Nachrowi dan Usman (2006), beberapa teknik yang dapat

(34)

1. Ordinary Least Square

Teknik ini tidak ubahnya dengan membuat regresi dengan data cross

section atau time series sebagaimana telah dipelajari sebelumnya. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat regresi harus menggabungkan data cross

section dengan data time series (pooled data). Kemudian data gabungan ini diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model dengan metode OLS.

2. Model Efek Tetap (Fixed Effects)

Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan

model memungkinkan adanya intersep yang tidak konstan, atau dengan kata lain, intersep ini mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Pemikiran inilah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model tersebut.

3. Model Efek Random (Random Effects)

Bila pada model efek tetap, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intersep maka pada model efek random perbedaan tesebut diakomodasi lewat error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Peranan sektor kehutanan sebagai salah satu penyumbang devisa negara ternyata tidak diimbangi dengan keberlanjutan manfaat yang dihasilkannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Pemanfaatan hutan alam di Indonesia yang telah dilakukan selama dua setengah dasarwarsa terakhir masih bertumpu pada hasil hutan berupa kayu. Sementara itu hasil hutan bukan kayu

(HHBK) yang biasanya disebut non-timber forest produts atau minor forest products belum dapat diusahakan secara optimal.

Dengan semakin kritisnya kondisi hutan tropis Indonesia disertai dengan desakan dari dunia internasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap kawasan hutan tropis yang ada serta reformasi paradigma sistem pengelolaan di

(35)

memperhatikan kaidah keberlanjutan atau kelestarian hasil atau yang biasa dikenal dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management).

Sebagai implikasi dari perubahan paradigma tersebut, maka fokus pembangunan kehutanan tidak lagi tertuju pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, melainkan pada pemanfaatan hasil hutan lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat (multiplier effect) dari hutan tersebut, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Permintaan ekspor untuk sebagian jenis komoditas HHBK unggulan yang memiliki nilai jual tinggi, meliputi beragam (variasi) bentuk. Akan tetapi,

perkembangan kuantitas (volume) dari komoditas ini mengalami kecenderungan yang berfluktuasi. Aliran perdagangan yang terjadi dari negara Indonesia sebagai negara produsen menuju negara tujuan diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti produk domestik bruto, harga komoditas tersebut, jarak antar negara, populasi negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika.

(36)

Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Rekomendasi kebijakan didalam peningkatan ekspor beberapa komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia

Negara Tujuan (importir) Indonesia

(eksportir)

Kaidah Pengelolaan Hutan Secara Lestari (Sustainable Forest Management)

Perdagangan Internasional (fluktuasi permintaan ekspor)

Analisis Regresi Data Panel (model gravitasi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan HHBK: Produk Domestik Bruto negara tujuan Populasi negara tujuan

Harga komoditas di negara tujuan Jarak ke negara tujuan

Nilai tukar mata uang negara tujuan

Analisis Deskriptif Deforestasi dan Degradasi Hutan Indonesia

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

(37)

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Harga komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia di negara tujuan ekspor memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia.

2. Produk domestik bruto (PDB) negara tujuan ekspor memiliki pengaruh positif terhadap aliran perdagangan komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia. 3. Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap mata uang Dollar

Amerika memiliki pengaruh positif terhadap aliran perdagangan komoditas

hasil hutan bukan kayu Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat nilai tukar mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap Dollar Amerika menguat (terapresiasi) maka komoditas ekspor dari Indonesia relatif lebih murah sehingga aliran perdagangan (permintaan ekspor) meningkat.

4. Jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan komoditas hasil hutan bukan kayu Indonesia.

(38)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai dan volume permintaan ekspor terbesar pada tahun 2006 yaitu : meubel rotan, anyaman rotan,

rotan setengah jadi, gambir dan minyak atsiri.

Jumlah negara tujuan ekspor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan permintaan ekspor yang terjadi selama periode pengamatan. Keragaman negara tujuan ekspor berdasarkan masing-masing komoditas yang menjadi obyek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Negara Tujuan Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia

No. Komoditas Negara Tujuan Ekspor Jumlah

1. Meubel Rotan

Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Perancis, Polandia, Rusia, Singapura, Spanyol, Swedia, Turki, Yunani.

20

2. Anyaman rotan

Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea, Malaysia, Perancis, Rusia, Spanyol, Swedia, Yunani.

18

3. Rotan setengah jadi

Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Cina, Hong-Kong, Italia, Jepang, Jerman, Perancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Sri_Lanka, Thailand.

15

4. Gambir Amerika Serikat, Banglades, Filipina, India,

Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, Thailand. 9

5. Minyak Atsiri

Amerika Serikat, Belanda, Cina, Filipina, India, Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Malaysia, Pakistan, Perancis, Singapura, Spanyol, Swiss, Thailand, Turki, Vietnam.

18

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi : volume dan nilai

(39)

minyak dunia. Uraian mengenai sumber data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Sumber Data Penelitian

No. Jenis Data Sumber Data

1 Volume dan nilai ekspor komoditas HHBK Departemen Kehutanan

2 PDB masing-masing negara International Financial Statistic (IMF)

3 Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap dollar Amerika

International Financial Statistic (IMF)

4 Populasi negara tujuan ekspor International Financial Statistic (IMF)

5 Jarak tempuh antara Indonesia dengan negara

tujuan ekspor www.indo.com/cgi-bin/dist

6 Harga minyak dunia International Financial Statistic (IMF)

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari : Departemen Kehutanan; Badan Pusat Statistik; International Financial Statistic (IMF); Perpustakaan Riset Bank Indonesia; Perpustakaan Institut Pertanian Bogor dan artikel atau publikasi hasil penelitian dan informasi lainnya serta situs-situs yang terkait dengan topik penelitian.

4.2. Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dipergunakan dalam menjelaskan informasi yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume ekspor beberapa komoditas HHBK Indonesia. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan beberapa komoditas HHBK Indonesia dengan analisis regresi data panel model gravitasi menggunakan perangkat lunak STATA.

4.3. Perumusan Model

(40)

Bentuk umum persamaan regresi (model gravitasi) yang digunakan untuk masing-masing komoditas adalah :

Xit = i 1 it + 2 Rit + 3 it 4Dit + 5 it + it

Tanda dugaan parameter (pada variabel independen) yang diharapkan adalah :

β1, β4 < 0 dan β2, β3, β5 > 0

Dimana :

i = unit cross section (negara) t = unit time series (waktu)

Xit = Volume ekspor komoditas ke negara tujuan (Ton) Pit = Harga ekspor komoditas di negara tujuan (US$/Ton)

Rit = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Dollar Amerika (Mata uang negara tujuan/US$)

Yit = Produk domestik bruto negara tujuan (juta US$)

Dit = Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan (US$) Nit = Populasi negara tujuan (juta jiwa)

εit = Random Error

4.4. Pengujian Kesesuaian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effects) dan Pendekatan Efek Acak (Random

Effects). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel, menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan, antara lain dengan menggunakan Chow Test, Hausman Test dan The Breusch–Pagan LM Test .

Pada penelitian ini tidak dilakukan Chow Test dan The Breusch–Pagan

LM Test, karena jika menggunakan Pooled Least Square maka heterogenitas unit cross section (negara) tidak dapat diestimasi. Pengujian kesesuaian model yang dilakukan hanya menggunakan Hausman Test. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model

Fixed Effects atau model Random Effects.

Hausman Test dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Random Effects Model adalah model yang tepat

(41)

Sebagai dasar penolakan hipotesis nol, maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan chi square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut :

H = (b –B)’ (M0 – M1)-1 (b – B) ~ x2 (k) Dimana:

b = vektor statistik variabel Fixed Effects B = vektor statistik variabel Random Effects

M0 = matriks kovarians untuk dugaan Fixed Effects Model M1 = matriks kovarians untuk dugaan Random Effects Model

k = degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari x2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed

Effects Model, demikian sebaliknya apabila tidak dapat menolak H0.

4.5. Pengujian Statistik

Untuk mengetahui apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu uji t, uji F dan koefisien

determinasi (R2).

4.5.1. Uji t

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak. Uji t digunakan untuk melihat apakah

variabel penjelas secara individu berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

βi = Nilai koefisien regresi atau parameter variabel

(42)

Kriteria uji

Apabila : thitung > ttabel, maka tolak Ho

thitung < ttabel, maka tidak dapat menolak Ho

Kesimpulan

Jika tolak hipotesis H0, maka variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, demikian sebaliknya apabila tidak dapat menolak H0.

4.5.2. Uji F

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel penjelas secara bersama-sama (keseluruhan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Nachrowi dan Usman, 2002).

Hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0 (model tidak dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman aliran perdagangan)

H1 : minimal ada satu slope yang ≠ 0 (model dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman aliran perdagangan)

Uji Statistik

Dimana :

e2 = Jumlah kuadrat regresi (1-e2) = Jumlah kuadrat sisa n = Jumlah sampel k = Jumlah parameter

Kriteria uji

Apabila : Fhitung > Ftabel, maka tolak Ho

Fhitung < Ftabel, maka tidak dapat menolak Ho

Kesimpulan

(43)

4.5.3. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon. Semakin besar koefisien determinasi, maka model semakin baik. Koefisien determinasi yang disesuaikan berarti koefisien determinasi sudah disesuaikan dengan derajat bebas dari masing-masing jumlah kuadrat yang tercakup didalam penghitungan koefisien determinasi.

TSS RSS R2

Dimana :

RSS = Jumlah kuadrat regresi (Residual Sum Square) TSS = Jumlah Kuadrat total (Total Sum Square)

Dari rumus tersebut, jika R2 bernilai satu, maka garis regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Namun, jika R2 bernilai nol maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y.

4.6. Definisi Operasional

1. Volume ekspor komoditas ke negara tujuan merupakan total volume komoditas yang diekspor oleh negara Indonesia ke negara tujuan ekspor dan

dinyatakan dalam satuan ton.

2. Produk domestik bruto (PDB) negara tujuan dinyatakan dalam satuan juta Dollar Amerika.

3. Populasi negara tujuan merupakan total warga negara di negara tujuan ekspor komoditas dan dinyatakan dalam satuan juta jiwa.

4. Harga ekspor komoditas di negara tujuan merupakan harga komoditas Indonesia ditingkat importir, yaitu harga Free on Board yang merupakan hasil bagi antara nilai ekspor dengan volume ekspornya dan dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika per ton.

5. Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan merupakan hasil kali jarak tempuh dari ibukota negara Indonesia ke ibukota negara tujuan dengan harga minyak dunia dan dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika.

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kecenderungan Volume Ekspor Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia Menurut Negara Tujuan

Berdasarkan informasi mengenai kecenderungan ekspor yang disajikan pada Tabel 1 (nilai ekspor) dan Gambar 2 (volume ekspor), dapat diketahui bahwa kecenderungan aliran perdagangan untuk sebagian besar komoditas yang diamati pada penelitian ini memiliki kecenderungan berfluktuasi selama tahun pengamatan. Kecenderungan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kecenderungan

pada total volume komoditas yang diekspor oleh Indonesia dan kecenderungan volume ekspor yang diekspor ke masing-masing negara tujuan. Aliran

perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing negara tersebut.

5.1.1. Meubel rotan

Kecenderungan permintaan volume ekspor komoditas meubel rotan selama periode pengamatan menunjukkan kecenderungan yang berfluktuatif. Peningkatan volume ekspor komoditas meubel rotan terjadi pada awal tahun

pengamatan (sebesar 102.413,42 ton) hingga tahun 2004 (sebesar 133.896,04 ton). Total volume ekspor tersebut kemudian menurun pada tahun 2005 (128.082,75

ton) hingga tahun 2006 (sebesar 128.318,82 ton). Uraian mengenai kecenderungan volume ekspor berdasarkan negara tujuannya, disajikan pada

gambar berikut.

(45)

Negara yang memiliki permintaaan ekspor komoditas ekspor meubel rotan terbesar selama periode pengamatan secara berturut-turut, adalah negara yang tergabung dalam Uni Eropa (terutama Jerman, Italia dan Ingggris), Amerika Serikat dan Jepang. Negara-negara tersebut termasuk kedalam kategori negara maju, dimana memiliki karakteristik kemampuan daya beli yang memadai dan selera terhadap produk-produk dengan konsep alam.

5.1.2. Anyaman rotan

Permintaan volume ekspor pada komoditas anyaman rotan menunjukkan kecenderungan yang berfluktuatif. Peningkatan volume ekspor komoditas

anyaman rotan terjadi pada awal tahun pengamatan (sebesar 23.798,33_ton) hingga tahun 2003 (sebesar 25.164,57 ton). Total volume ekspor tersebut, kemudian berangsur-angsur menurun pada tahun 2004 (16.762,27 ton) hingga tahun 2006 (sebesar 111.270,88 ton). Uraian mengenai kecenderungan volume komoditas ekspor anyaman rotan berdasarkan negara tujuannya, disajikan pada gambar berikut.

Gambar 7. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Anyaman Rotan Berdasarkan Negara Tujuan

(46)

maka faktor harga jual, nilai tukar dan persaingan usaha dengan produk sejenis yang berasal dari produsen pesaing perlu mendapatkan perhatian.

5.1.3. Rotan Setengah Jadi

Total volume ekspor komoditas rotan setengah jadi menunjukkan kecenderungan yang berfluktuatif selama periode pengamatan. Kecenderungan penurunan volume ekspor komoditas rotan setengah jadi, terjadi pada awal tahun pengamatan (sebesar 24.115,71 ton) hingga tahun 2002 (sebesar 22.999,12 ton). Peningkatan kemudian terjadi pada tahun berikutnya dengan jumlah sebesar

32.745,78 ton (merupakan peningkatan terbesar), hingga tahun 2004. Tahun berikutnya terjadi penurunan sementara hingga 19.794,93 ton, kemudian meningkat kembali hingga 23.087,8 ton. Uraian mengenai kecenderungan volume ekspor berdasarkan negara tujuannya, disajikan pada gambar berikut.

0

Gambar 8. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Rotan Setengah Jadi Berdasarkan Negara Tujuan

(47)

5.1.4. Gambir

Perkembangan total volume ekspor pada komoditas gambir (Lampiran 14) menunjukkan kecenderungan yang menurun selama dua periode. Penurunan volume ekspor komoditas gambir terbesar, terjadi pada tahun 2003 (sebesar 8.920,41 ton) dari tahun 2002 (sebesar 13.820,22 ton). Total volume ekspor tersebut kemudian meningkat pada tahun 2004 (sebesar 19.099,37 ton), kemudian pada tahun berikutnya menurun hingga akhir periode tahun pengamatan (sebesar 15.714,27 ton).

India merupakan negara yang memiliki permintaaan ekspor gambir

Indonesia terbesar dari total gambir yang diekspor. Negara yang memiliki permintaaan ekspor gambir Indonesia lainnya dengan jumlah yang relatif besar adalah Pakistan, Bangladesh dan Singapura. Uraian mengenai kecenderungan volume ekspor gambir berdasarkan negara tujuannya, disajikan pada gambar berikut.

Gambar 9. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Gambir Berdasarkan Negara Tujuan

(48)

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya permintaan ekspor komoditas gambir di negara ini, dikarenakan adanya kebutuhan terhadap komoditas gambir sebagai bahan baku produk-produk yang diperlukan untuk kegiatan keagamaan dan kebudayaan.

5.1.5. Minyak Atsiri

Kecenderungan volume total ekspor komoditas minyak atsiri secara umum menunjukkan peningkatan yang terus berlangsung mulai tahun 2002 hingga 2006. Penurunan volume ekspor terjadi pada tahun 2002 (sebesar 6.809,38 ton), dari

jumlah volume ekspor pada tahun sebelumnya (sebesar 7.747,76 ton). Ilustrasi kecenderungan volume ekspor minyak atsiri yang terjadi selama periode pengamatan, disajikan pada gambar berikut.

Gambar 10. Kecenderungan Volume Ekspor Komoditas Minyak Atsiri Berdasarkan Negara Tujuan

(49)

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Beberapa Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia

5.2.1. Meubel Rotan

Pemilihan kesesuaian model dilakukan dengan melakukan uji Hausman (Lampiran 6). Nilai statistik Hausman test menunjukkan nilai sebesar 89,34 dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dibandingkan nilai taraf nyata sepuluh persen yang berarti hipotesis untuk menggunakan model Random Effects ditolak. Nilai koefisien determinasi atau (R2) sebesar 0,6611.

Berdasarkan hasil analisis uji kesesuaian model, maka model estimasi terbaik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas meubel rotan adalah dengan menggunakan model Fixed Effects. Rangkuman hasil output analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditas Meubel Rotan

Variabel Koefisien Std. Error t-statistic Probabilitas Harga ekspor (Px) -0,7089642 0,1557943 -4,55 0,000 Nilai tukar (ER) 1,486108 0,2478988 5,99 0,000

PDB (Y) 1,954769 0,1869094 10,46 0,000

Jarak ekonomi (D) -0,2707186 0,1154155 -2,35 0,021 Populasi (N) -0,3006425 1,923847 -0,16 0,876

C -12,27962 6,331075 -1,94 0,055

R-squared (within) = 0,6611

Sumber : data sekunder (diolah)

Hasil uji-t pada Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan komoditas meubel rotan adalah : harga ekspor komoditas (Px), nilai tukar (ER), PDB (Y) dan jarak ekonomi (D). Berdasarkan hasil dugaan persamaan tersebut dilakukan intepretasi pengaruh masing-masing faktor atau variabel terhadap aliran perdagangan komoditas meubel rotan Indonesia.

1) Harga Ekspor Komoditas Meubel Rotan Indonesia

Gambar

Tabel 1. Kecenderungan Nilai Ekspor Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu
Gambar 2.  Laju Deforestasi di Indonesia Tahun 2000 – 2005
Gambar 4.  Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium Setelah Perdagangan Ditinjau
Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya pada saat surut, karena muka air di saluran tersier/lahan lebih tinggi dari di saluran sekunder maka air akan mendorong pintu ayun untuk menutup dan

Kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui instrumen fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan/atau pajak untuk

Faktor yang paling dominan membangun imajinasi wisatawan melalui penglaman perjalanan adalah (1) Aksesibilitas eksternal (2) faktor atraksi di tempat yiatu mitos (3)

Zulham Mulyadi Nasution: Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dan Barang Pada Angkutan Darat..., 2004... Zulham Mulyadi Nasution: Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dan Barang

 Peserta didik berfikir bersama, tiap peserta didik dalam kelompok membagi tugas, menjelaskan kepada teman kelompoknya yang belum memahami materi, menyatukan pendapat

Bahan alami seperti pati termoplastik sebagai bahan pembuat plastik biodegradabel mempunyai beberapa kelemahan antara lain sifat mekanik yang rendah, tidak tahan terhadap

 batasan yang jelas tentang: lingkungan rumah yang bersifat informal, percakapan sosial yang bisa terjadi antara anggota keluarga sepanjang hari, keikutsertaan anggota

Seluruh penerimaan dari zakat, ‘usyr, dan sedekah ditransfer ke Baitul Mal (Kas Negara) untuk membiayai pengeluaran bagi kesejahteraan fakir miskin,