• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani, Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis,Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani, Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis,Riau"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, Riau

SKRIPSI

Oleh:

ROIDA SILABAN 100905007

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN Nama : Roida Silaban Nim : 100905007

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani, Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis,Riau

Medan, April 2015

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

(Dra.Rytha Tambunan,M.si) (Dr. Fikarwin Zuska) NIP.19630829199003 2 001 NIP.19621220198903 1 005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Riau

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain dan tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, April 2015

(4)

ii ABSTRAK

Roida Silaban, 2015. Judul skripsi: Sistem Berladang Orang Sakai di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, Riau. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab,84 halaman, 6 tabel dan 17 Gambar.

Tulisan ini mengkaji tentang sistem pertanian orang sakai. Penelitian ini dilakukan di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Riau. Lokasi ini dikelilingi hutan gundul dan sungai yang membelah perkampungan. Mayoritas penduduk Desa Petani adalah etnis Sakai yang beragama Islam. Wilayah Kecamatan Mandau yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan kelapa sawit, usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) membuat wilayah-wilayah hutan di wilayah-wilayah ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Kehidupan Orang Sakai yang bergantung dari hutan dan sungai pun mengalami perubahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang langsung turun kelapangan dan tingggal di Desa Petani selama beberapa minggu. Di sana Penulis mengamati dan mewawancari orang-orang Sakai yang ada di Desa Petani tersebut.

Sistem Berladang Orang Sakai yang telah mengalami perubahan dari Berladang Berpindah menjadi Berladang Menetap. Setelah kedatangan Hak Pengusahaan Hutan yang datang untuk merebut dan membuka hutan tersebut sebagai eksplorasi minyak, sehingga Orang Sakai pun kehilangan sumber mata pencaharian mereka. Orang Sakai selama ini mengira dengan kedatangan Hak Pengusahaan Hutan mereka dapat diperkerjakan di perusahaan tersebut, tapi tidak mereka malah membuat Orang Sakai tersebut kehilangan sumber mata pencahariaannya.

(5)

iii UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kesehatan, kemudahan, kelancaran dan kemuran rezeki sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Bapak S.Silaban dan ibu L.Tampubolon yang sangat penulis cintai dan sayangi. Terima kasih atas kasih sayang, ketulusan, dukungan moral dan materi yang diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan. Semoga Tuhan memberikan kesehatan dan kemurahan rezeki kepada Bapak dan Ibu.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada ibu Dra.Rytha Tambunan, Msi, selaku Dosen Pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan kritik dan saran-sarannya untuk kesempurnaan skripsi ini.

(6)

iv FISIP USU; Para Dosen Departemen Antropologi Sosial, Staf Administrasi Departemen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan FISIP dan Pegawai Perpustakaan USU.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Marite selaku ketua RW 09 dan Bapak agung selaku ketua RT 01 Jembatan II Desa Petani yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti; Bapak Yusril beserta keluarganya yang telah mengizinkan saya untuk tinggal beberapa minggu ditempat mereka, kepada warga-warga lainnya yang telah membantu saya memberikan informasi yang saya butuhkan kepada bapak Anto beserta keluarganya yang sudah mengajari saya dalam bertani.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada abang, adik, sepupu penulis yaitu Pardamean Silaban, Andriko Silaban, Agustina Silaban, Tahan Silaban, Nining Srimila Dewi Pardede dan Evi Natalia Pardede yang telah memberikan dukungan dan doa dalam skripsi ini; Tulang dan Nantulang yang telah mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan. Tulang dan Nantulang yang telah mengantar penulis ke Lokasi penelitian dan membantu penulis untuk mendapatkan izin dari masyarakat Sakai agar dapat melakukan penelitian dan tinggal bersama mereka, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tulang dan Nantulang di berikan kesehatan dari Tuhan.

(7)

v dan membantu Penulis dalam penelitian selama beberapa minggu dan saudara-saudara Penulis yang juga memberikan dukungan dan doa.

Ucapan terima kasih kepada kerabat Antropologi 2010, Tati Samarinda Pasaribu, Kristina, Elsha monica Pasaribu, Amy, Vany, Cory, Edison, Lina, Pricilia, dll yang telah memberikan dukungan dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu masukan-masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya serta pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, April 2015 Penulis

(8)

vi RIWAYAT HIDUP

Roida silaban, lahir pada tanggal 21 Oktober 1992 di kisaran. Anak ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak S.Silaban dan Ibu L.Tampubolon, beragama Kristen Protestan. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Panti Budaya kisaran pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP Panti Budaya Kisaran pada tahun 2007 dan Sekolah menengah Atas di SMA Negeri 2 Kisaran pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan terlebih dahulu mengikuti jalur PMP di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010. Program Studi yang diambil adalah Ilmu Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Alamat email : Roidasilaban@ymail.com.

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi antara lain : 1. Mengikuti organisasi KMK selama setahun

2. Anggota Penerima Mahasiswa Baru (PMB) Antropologi Sosial USU pada tahun 2012

(9)

vii KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul SISTEM BERLADANG MENETAP ORANG SAKAI di DESA PETANI KECAMATAN MANDAU KABUPATEN BENGKALIS RIAU.

Pada bagian pendahuluan diuraikan garis besar penulis secara menyeluruh, antara lain dikemukan Latar Belakang Masalah, Tinjauan Pustaka, Perumusan Masalah Penelitian sehingga dapat di ketahui apa yang ingin dikemukakan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya diuraikan juga Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang terdiri dari Teknik Pengumpulan Data serta Rangkaian Pengalaman Penulis di Lapangan. Penguraian pada bab ini, dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai materi penulis yang dimaksud.

Pada pembahasan Bab II diuraikan mengenai gambaran umum. Pada bagian ini diuraikan Sejarah Derah Riau, Sejarah dan asal-muasal Orang Sakai, letak Geografis, Luas Wilayah, Lingkungan Alam, Kependudukan, Sarana dan Prasarana Desa, Serta bahasa yang digunakan Orang Sakai.

Pada Bab III diuraikan mengenai Kehidupan Sistem Berladang Pada bab ini diuraikan Perubahan pola kehidupan dan pola pemukiman orang sakai

(10)

viii berladang menetap, berburu atau mencari ikan disungai, mencari kayu, sebelum dan sesudahnya masuknya teknologi

Pada Bab V berisikan penutup yang berupa kesimpulan dan saran. Pada bagian ini penulis menyampaikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian melalui jawaban dari permasalahan penelitian. Penulis juga menyampaikan saran-saran yang dapat dipertimbangkan untuk Orang Sakai yang diteliti dan Pemerintah setempat.

Pada bagian akhir skripsi ini, penulis juga membuat daftar pustaka sebagai bahan referensi dari skripsi serta lampiran-lampiran yang menunjang penyusunan skripsi, antara lain pedoman wawancara, daftar informan, surat keterangan penelitian, peta desa petani.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman penulis, penulis mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, April 2015 Penulis

(11)

ix DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... Halaman Pengesahan ...

Pernyataan Originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Riwayat Hidup ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Lampiran ... xiv

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 10

1.4 Ruang Lingkup Masalah dan Lokasi Penelitian ... 11

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Metode Penelitian ... 13

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 13

1.6.2 Rangkaian Pengalaman Saya di Lapangan ... 17

Bab II Gambaran Umum ... 33

2.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Lingkungan Alam ... 33

2.1.1 Letak Geografis ... 33

2.2.2 Luas Wilayah ... 34

2.2.3 Lingkungan Alam ... 35

2.2 Sejarah Singkat Suku Sakai di Riau ... 36

2.3 Sejarah Singkat Desa Petani ... 39

2.4 Kependudukan ... 39

2.4.1 komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan usia ... 41

2.4.2 komposisi penduduk menurut pendidikan ... 42

2.4.3 jumlah penduduk berdasarkan agama ... 45

2.5 Sarana dan Prasarana ... 45

2.5.1 Sarana Pendidikan ... 45

2.5.2 Sarana Penerangan Air Bersih ... 46

2.5.3 Sarana Angkutan ... 47

2.5.4 Sarana Peribadatan ... 47

2.5.5 Sarana Kesehatan ... 48

2.6 Sistem Kekerabatan masyarakat sakai umumnya ... 49

2.6.1 Sistem Kekerabatan dan organisasi sosial ... 49

2.6.2 Sistem Religi Orang Sakai ... 52

2.6.3 Sistem Kesenian Orang Sakai ... 53

Bab III Perubahan Sistem Berladang orang Sakai ... 54

3.1 Proses atau Tahapan Perladangan ... 54

(12)

x

3.3 Teknologi yang akan digunakan dalam Berladang ... 60

3.4 Upacara-upacara yang di lakukan dalam Berladang ... 65

3.5 Pembagian Kerja ... 67

Bab IV Sistem Berladang Orang Sakai di Desa Petani Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis ... 71

4.1 Sistem Berladang-berpindah ... 71

4.2 Proses Sistem Berladang Menetap ... 72

4.3 Dari Berladang-berpindah menjadi Berladang Menetap ... 73

4.4 Masuknya Hak Pengusahaan Hutan ... 74

4.5 Dilema yang di Hadapi Petani akibat Perubahan ... 76

4.6 Selain Berladang, ada juga Menangkap Ikan dan Mencari Kayu . 77 4.6.1 Alat-alat yang digunakan dalam Menagkap Ikan ... 78

4.6.2 Proses Mengasapkan Ikan dan Mengasinkan Ikan ... 81

4.6.3 Mencari Kayu ... 83

4.7 Sebelum dan Sesudah Masuknya Teknologi ... 84

4.7.1 Sebelum Masuknya Teknologi ... 84

4.7.2 Sesudah Masuknya Teknologi ... 84

Bab V Penutup ... 86

5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran . ... 88

Daftar Pustaka ... 89 Lampiran

(13)

xi DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel I Luas Wilayah Kecamatan Mandau menurut Desa/Kelurahan ... 36

Tabel II Data Penduduk berdasarkan Suku Bangsa ... 41

Tabel III Data Penduduk berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 42

Tabel IV Data Penduduk berdasarkan Pendidikan ... 43

Tabel V Data Penduduk berdasarkan Agama ... 44

Tabel VI Pembuatan Ladang ... 58

(14)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Penulis dengan Anak-anak Berfoto di Pinggir Jalan Ladang ... 32

Gambar 2 : Mobil Pengangkutan Air Bersih ... 33

Gambar 3 : Orang Sakai yang melakukan Upacara Nyngahatn Patahunan .. 67

Gambar 4 : Keadaan Ladang orang Sakai yang siap di Patahunan ... 69

Gambar 5 : Pemukiman Orang Sakai yang Berada Dekat Ladang ... 71

Gambar 6 : Hutan yang akan di Buka ... 75

Gambar 7 : Pancingan ... 78

Gambar 8 : Lukah Pengilar ... 79

Gambar 9 : Melanggai ... 80

Gambar 9 : Mengasapkan Ikan ... 81

Gambar 10 : Mengasinkan Ikan ... 82

(15)

xiii LAMPIRAN

Foto Lapangan Pedoman Wawancara Daftar Informan

Surat Keterangan Penelitian Peta Desa Petani

(16)

ii ABSTRAK

Roida Silaban, 2015. Judul skripsi: Sistem Berladang Orang Sakai di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, Riau. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab,84 halaman, 6 tabel dan 17 Gambar.

Tulisan ini mengkaji tentang sistem pertanian orang sakai. Penelitian ini dilakukan di Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Riau. Lokasi ini dikelilingi hutan gundul dan sungai yang membelah perkampungan. Mayoritas penduduk Desa Petani adalah etnis Sakai yang beragama Islam. Wilayah Kecamatan Mandau yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan kelapa sawit, usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) membuat wilayah-wilayah hutan di wilayah-wilayah ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Kehidupan Orang Sakai yang bergantung dari hutan dan sungai pun mengalami perubahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang langsung turun kelapangan dan tingggal di Desa Petani selama beberapa minggu. Di sana Penulis mengamati dan mewawancari orang-orang Sakai yang ada di Desa Petani tersebut.

Sistem Berladang Orang Sakai yang telah mengalami perubahan dari Berladang Berpindah menjadi Berladang Menetap. Setelah kedatangan Hak Pengusahaan Hutan yang datang untuk merebut dan membuka hutan tersebut sebagai eksplorasi minyak, sehingga Orang Sakai pun kehilangan sumber mata pencaharian mereka. Orang Sakai selama ini mengira dengan kedatangan Hak Pengusahaan Hutan mereka dapat diperkerjakan di perusahaan tersebut, tapi tidak mereka malah membuat Orang Sakai tersebut kehilangan sumber mata pencahariaannya.

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Perladangan dengan perspektif ekologi mulai merebak di Indonesia pada Tahun 80-an, ketika semakin banyak orang menyadari bahwa telah terjadi perubahan penting dalam cara pemanfaatan hutan di Indonesia, khususnya di Riau karena masuknya pihak-pihak dari luar yakni Perusahaan-perusahaan yang ingin membuka hutan tersebut sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan sawit, perkebunan karet, usaha hutan tanaman industri (HTI) di wilayah hutan tersebut secara bertahap dan terus-menerus. Sementara itu, hutan-hutan itu sendiri sebenarnya bukan tanpa pemilik, karena penduduk setempat, orang-orang Sakai, disitu sudah puluhan bahkan ratusan tahun mengenal dan memanfaatkan hutan-hutan tersebut.

(18)

2 dengan jelas bahwa mereka merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan flora dan fauna dikawasan tersebut.

Sebagai salah satu unsur dari jagad Riau, orang-orang Sakai memanfaatkan hutan di kawasan tersebut dengan membuka dan mengelolah tanahnya secara bergilir, sebuah aktivitas yang kini dikenal dengan istilah berladang berpindah. Untuk itu mereka menebang hutan terlebih dulu. Sebagian kayunya mereka manfaatkan dan sebagian lagi mereka bakar, sehingga abunya dapat menambah kesuburan lahan yang akan mereka tanami nantinya. Setelah ladang dibersihkan dari kayu-kayu besar, sedang kayu-kayu kecil serta daun-daun kering menjadi abu, lahan tersebut siap untuk ditanami. Lahan ini akan diolah dan ditanami selama beberapa musim atau sekitar 3-5 tahun. Setelah itu hasil ladang biasanya akan mulai menurun sehingga tidak akan lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota kelompok keluarga yang memanfaatkan lahan tersebut, dan mereka kemudian akan pindah, mencari hutan baru untuk dimanfaatkan dengan cara yang sama.

(19)

3 merupakan sungai-sungai kecil yang airnya hitam atau gelap kecoklat-coklatan. Hewan yang terdapat di sungai tersebut seperti ikan toman, ikan patin, ikan gabus, ikan lele, ikan kayangan, ikan selais, ikan baung, udang galah, biawak, ular air, dan sebagainya. (Surpalan,1995:36-37).

Kehidupan orang Sakai yang sangat bergantungan pada alam membuat mereka menjalin hubungan baik dengan lingkungannya. Dalam berladang, memburu hewan dihutan dan menangkap ikan di sungai yang memiliki cara dan aturan tertentu. Orang Sakai cenderung tidak mengeksploitasi lingkungannya. Hal tersebut didukung dengan tidak adanya teknologi yang mereka gunakan untuk memanfaatkan lingkungan alam.

Wilayah Kecamatan Mandau yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, membuat wilayah-wilayah hutan di Kecamatan ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Selain itu wilayah tersebut juga dijadikan perkebunan karet dan kelapa sawit serta usaha Hutan Tanaman Industri (HTI). Keadaan ini tentunya memuat Orang Sakai harus beradaptasi terhadap lingkungan ekologi mereka yang berubah.

Rab (2002:28) menjelaskan bahwa tempat beroperasinya perusahaan besar disana, dahulunya merupakan hutan dan belukar tempat Orang Sakai mencari makan. Mereka mengambil rotan, damar, rambung, lembuai, jenis kayu dan hewan buruhan. Dari sungai, mereka dapat mengambil berbagai jenis ikan. Mereka menerapkan sistem berladang berpindah dengan tanaman padi ladang dan ubi menggalo yang dulunya orang Sakai rata-rata memiliki lahan yang luas.

(20)

4 penduduk yang diambil. Akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok tanah mereka tanpa permisi dan biaya pergantian tanahnya juga sangat rendah dan sepihak saja. Selain kepada perusahaan-perusahaan, lahan Orang Sakai juga turut dihabiskan oleh para pendatang yang umumnya datang dari daerah Sumatera Utara, terutama Etnis Batak dan Jawa (Rab,2002;29).

Data-data dari Pemerintah, Jumlah pemegang HPH di Provinsi Riau pada tahun 1993/1994 sebanyak 69 HPH luas areal 6.293.00 Ha. Sekalipun jumlah kebun sawit ternyata dalam statistik 1996 hanya 5556.064 Ha akan tetapi banyak perkiraan perkebunan kelapa sawit di Riau ini telah melebihi angka 1,7 Ha. Hutan tanaman industri atau yang dikenal HTI yang diberikan kepada dua perkebunan pulp dan kertas 700 ribu Ha untuk dua pabrik RAPP yang mulai beroperasi tahun 1992 dan indah kiat yang mulai beroperasi tahun 1984 akan tetapi pabrik ini lebih mengharapkan hutan Izin penebangan kayu (IPK) yang didapat dari lahan konversi dari hutan ke perkebunan raksasa atau Hutan Tanaman Industri. Akibatnya seperti lubang hitam kayu tersedot dan hilanglah makna hutan lindung yang tinggal diatas kertas 5,27 Ha karena dibabat untuk chips dan kertas. HPH pun tak lagi bermain dengan sistem RKT akan tetapi lebih tepat disebut dengan babat habis (Rab,2002:77-78).

(21)

5 dapat berupa perubahan yang lebih baik maupun perubahan yang kurang baik bagi kehidupan masyarakatnya.

Hal ini lah yang mendasari peneliti untuk meneliti Sistem Berladang Berpindah, karena adanya pendatang perusahaan-perusahaan dan perubahan lingkungan ekologi tempat mereka tinggal, sehingga berladang berpindah menjadi berladang menetap

1.2. Tinjauan Pustaka

Perladangan berpindah merupakan cara-cara bercocok tanam secara tradisional yang telah lama dilakukan. Mereka membuka lahan baru lagi ketika lahan tempat bercocok tanam dirasakan produksinya sudah mulai menurun. Lahan dibiarkan dalam masa bera, agar secara alami lahan tersebut dapat memulihkan dirinya sendiri. Beberapa tahun kemudian mereka akan kembali bercocok tanam lagi pada lahan semula.

Menurut R.Dove sejarah perkembangannya pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Pemburu dan pengumpul

(22)

6 wilayah tertentu antara 20-25 Km2 . Mereka bertempat tinggal di goa-goa atau tebing batu. Mereka juga telah banyak mengetahui jenis-jenis tanaman dan habitatnya serta keguanaannya. Pengetahuan untuk menghilangkan racun dari bahan makanan dan cara mengawetkannya juga sudah mereka kuasai. Sebagai contoh biji sebelum dimakan direndam dalam air kemudian dimasukkan ke dalam bambu dan dibenamkan ke dlaam tanah selama sebulan lebih.

2. Pertanian primitif

Ketika manusia pengumpul dan berburu mulai berusaha menjaga bahan makanan maka mulai terjadi suatu mata rantai antara periode pengumpul dan berburu dengan pertanian primitif. Orang-orang semang yang suka makan buah durian akan tinggal di dekat pohon durian untuk mencegah monyet dan binatang-binatang lain menghabiskan buah durian. Mereka juga menanam kembali batang dan sulur umbi liar yang umbinya telah mereka ambil, sehingga dapat tumbuh kembali. Tindakan ini adalah satu langakh menuju pertanian primitif

(23)

7 perbedaan antara pertanian primitif dan pertanian yang lebih maju berdasarkan alat kerja yang digunakan apalagi dihubungkan dengan jenis kelamin tidaklah dapat diterima meskipun di beberapa daerah atau negara banyak wanita yang bekerja sebagai petani.

Perbedaan yang fundamental antara pertanian primtif dengan pertanian yang lebih maju adalah dalam hal penggunaan lahan. Petani-petani primitif, bertani secara berpindah-pindah. Sebidang tanah ditanami sekali sampai 2 kali kemudian ditinggalkan dan mereka mencari tanah baru untuk ditanami dan seterusnya. Sehingga sistem pertanian ini disebut huma atau ladang berpindah.

3. Pertanian tradisional

Pada pertanian tradisional orang menerima keadaan tanah, curah hujan, dan varietas tanaman sebagaimana adanya dan sebagaimana yang diberikan alam. Bantuan terhadap pertumbuhan tanaman hanya sekedarnya sampai tingkat tertentu seperti pengairan, penyiangan, dan melindungi tanaman dari gangguan binatang liar dengan cara yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Peternakan merupakan penjinakan hewan-hewan liar untuk digunakan tenaga dan hasilnya. Sedangkan perikanan merupakan hasil penangkapan dan pemeliharaan secara sederhana serta tergantung pada kondisi alam.

4. Pertanian progresif (modern)

(24)

8 dihadapi secara ilmiah melalui penelitian-penelitian, fasilitas-fasilitas irigasi dan drainase dibangun dan dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang maksimum, pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul yang berproduksi tinggi, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta masak lebih cepat.

Susunan makanan ternak disiapkan secara ilmiah dan dikembangkan metode berbagai macam input dilakukan secara ilmiah dan didorong motivasi ekonomi untuk mendapatkan hasil dan pendapatan yang lebih besar. Hasil pertanian dalam bentuk bulk (lumbung) diolah untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Cara pengawetan hasil pertanian dikembangkan untuk menghindarkan kerusakan dan mendapatkan nilai yang tinggi. Sejarah perkembangan pertanian diatas adalah unsur-unsur sistem berladang-berpindah yang telah bertahun-tahun dijalankan orang Sakai.

(25)

9 Sistem perladangan berpindah seperti yang dilakukan orang Sakai sebetulnya telah sejak lama dan dipraktekkan masyarakat dunia pada umumnya dan berbagai negara tropis khusunya seperti di Asia Tenggara, Amerika dan Afrika. Aspek sosial budaya, ritual, mitos dari perladangan orang Sakai secara umum yang di deskripsikan oleh coomas (1980,1987) dan Hopes (1997) adapun aspek ekonomi perladangan dibahas secara eksplisit oleh Hadi dan Lung (1988) dan secara implisit oleh Fulcher (1982) dan Massing (1981,1982). Kajian mengenai aspek perladangantersebut hanya berupa deskripsi singkat tanpa analisis apa pun. Tujuan tidak lebih daripada sekedar pelengkap suatu kerangka etnografi, kecuali kajian Hadi dan Lung (1988).

Sehubungan dengan prospek perladangan tradisional ini, Coomans (1980,1987) mengusulkan agar sistem perladangan orang Sakai tersebut diubah, jika mereka mau berkembang kesuatu tahap masyarakat yang lebih modern. Coomans juga sangat menganjurkan agar mitos dan ritual masyarakat ini dipelajari lebih lanjut oleh peneliti lain, jika orang ingin memahami secara betul masyarakat tersebut. Menurut saya, kajian Coomans itu penting, namun sayang hanya bersifar deskriptif. Walaupun demikian, aspek sosial budaya, ritual dan mitos tentang ladang dan padi dianggap penting menurut kajian ini.

(26)

10 untuk dibandingkan dengan ekonomi pertanian pola tegalan para transmigran. Perspektif studi ini adalah antropologi budaya, deskripsi etnografis tentang sistem perladangan cukup memadai, namun tanpa analisis yang mendalam. Kesimpulannya ialah bahwa ekonomi pertanian transmigran cenderung lebih berkembang. Dalam arti mampu mencukupin kebutuhan pokok sebagian besar rumah tangga dibandingkan dengan ekonomi perladangan penduduk asli yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang sama. Dilahan perladangan bertanah kering yang sama, para transmigran menggunakan cangkul untuk menyuburkan tanaman padi dan non padi, sedangkan penduduk asli tidak menggunakan cangkul dan pupuk. Aspek teknologis dan ekonomis lebih ditonjolkan dalam studi ini. Menurut saya studi ini sangat menarik.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, telah dijelaskan bahwa di dalam permasalahan pertanian khususnya pertanian di Desa Petani Kabupaten Riau, sudah banyak mengalami perubahan mulai dari perubahan sistem berladang-berpindah, alat-alat yang dugunakan dalam berladang. Perubahan ini dilakukan saat adanya penyuluhan dari Pemerintah, pemerintah datang untuk mengajari mereka bertani ataupun berladang. pertama kali yang mereka tanam adalah jagung yang dimana pertumbuhan jagung tidaklah lama seperti tanaman lainnya.

Adapun permasalahan dari Sistem Berladang orang sakai tersebut adalah: 1. Bagaimana sistem berladang orang sakai dengan seiringnya

(27)

11 2. Perubahan teknologi apa saja yang dilakukan orang sakai dalam

melakukan sistem berladang?

1.4. Ruang Lingkup Masalah dan Lokasi Penelitian

Yang menjadi ruang lingkup penulisan ini hanya berfokus pada “Sistem Berladang Orang Sakai” saja, dan Bagaimana Perubahan sistem Berladang itu dilihat dari segi pertanian Indonesia, pertanian di Riau dan juga sistem pertanian di Desa petani, kabupaten Bengkalis,Riau. Mengingat ruang lingkup pembahasan nantinya akan semakin luas sekali, oleh karena itu saya hanya membatasi sekitar masalah sistem pertanian orang sakai dan bagaimana “perubahan dalam

berladang-berpindah dan perubahan alat yang digunakan dalam pertanian” tersebut. Sehingga ruang lingkup masalah yang saya teliti hanya berfokus pada satu objek masalah saja. Oleh karena itu saya akan memfokuskan atau mengkonsentrasikan dengan judul, “Sistem Berladang Menetap orang Sakai”. Maksud dari” Sistem Berladang adalah budidaya tanaman kehutanan (pohon-pohon) bersama dengan tanaman pertanian (tanaman semusim).

b. Lokasi Penelitian

(28)

12 mempunyai lahan berladang, terdapat 25 KK yang memiliki lahan berladang. Perjalanan ke Lokasi tersebut sangat lah lama, 16 jam dari kota Medan dengan bus antar provinsi maupun mobil pribadi melalui medan-duri dengan ongkos 150.000. jarak perjalanan dari simpang jurong ke Desa Petani berkisar ±15 KM, keadaan jalannya dari simpang jurong ke desa petani tidaklah begitu mulus,karena jalan tersebut setengah sudah di aspal dan setengah lagi berbatu-batu. Alat transportasi yang digunakan pada umumnya pada masyarakat desa Petani yaitu Sepeda Motor, Adapun angkutan umum yang digunakan masyarakat desa Petani yaitu Bus antar Provinsi untuk mencapai kekota dan bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi menumpang ke mobil-mobil proyek atau perusahaan yang beroperasi didaerah itu.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana perubahan pertanian tersebut yang terjadi di Desa Petani ini khususnya. Selain itu, tujuan dari penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana kehidupan orang sakai dengan sistem Berladang di Desa Petani ini dalam mengahadapi perubahan tersebut. Apakah dengan perubahan sistem berladang tersebut dapat diterima dan dijalankan oleh orang sakai yang ada di Desa Petani.

(29)

13 pemerintah, khususya di Desa Petani. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya dalam bidang Antropologi mengenai fenomena sistem pertanian orang sakai di Desa Petani.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berdasarkan deskriptif, yang bertujuan untuk mendekripsikan secara faktual dan sistematis mengenai kasus-kasus pertanian yang terjadi di Desa Petani ini khususnya, dan proses perubahan sistem pertanian pada orang sakai di Desa Petani. Serta, penelitian ini menjelaskan bagaimana perubahan sistem pertanian itu dilihat dari berbagai macam perubahan baik dari cara sistem pertanian maupun alat-alat yang digunakan dalam bertani, menangkap ikan, dll.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian guna mendapatkan data-data dilapangan antara lain :

a. Teknik Observasi

(30)

14 panen, upacara panen padi, upacara pernikahan di Desa Petani. Dalam hal yang berkaitan dengan penelitian ini, selanjutnya saya mengamati bagaimana rangkaian proses sistem pertanian yang tinggal di Desa Petani khususnya.

Selain observasi, peneliti juga berpartisipasi dalam beberapa hal, yakni peneliti tinggal bersama orang sakai, mengikuti kegiatan Orang Sakai seperti mencari ikan, bertani dan berladang serta mengajar di Sekolah Dasar yang ada di jembatan II tersebut. Tujuan peneliti melakukan partisipasi ini adalah untuk dapat mendekatkan diri lebih dalam dengan masyarakat yang diteliti.

b. Teknik Wawancara

Selain melakukan observasi (pengamatan), saya juga melakukan wawancara terhadap informan yang benar-benar mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti oleh saya. Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam penelitian ini. Wawamcara yang dilakukan adalah wawancara mendalam atau depth interview dan wawancara bebas, dimana pertanyaan difokuskan kepada pertanyaaan penelitian yang sebelumnya telah disusun ke dalam daftar interview guide dengan tujuan agar pertanyaan yang disampaikan tetap fokus pada perumusan masalah. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan saya yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapaan masalah yang dijelajahi.

(31)

15 ketua RT/RW Bapak Sugeni (46 tahun) namun saya tidak menemukan informasi yang disampaikan oleh Bapak Sugeni tersebut. Saya pun akhirnya ditujukan kepada Ketua adat sakai di Desa Petani yang bernama Bapak Sudarto (55 tahun), karena menurut Bapak Sugeni, Bapak Sudarto sangat mengetahui apa yang sedang saya teliti. Bapak Sudarto ini adalah orang pertama kali yang tinggal di Desa Petani bersama keluarganya.Setelah itu saya memberikan pertanyaan kepada beliau dan beliau pun membenarkan bahwa di Desa Petani ini memang sudah banyak mengalami perubahan baik dari sistem pertanian dan perubahan alat-alat apa yang sudah dilakukan di Desa Petani tersebut. Tujuan mereka mengalami perubahan sistem pertanian ini agar mereka lebih maju lagi dan tidak lagi dibilang orang terasing. Setelah mendapatkan informasi tersebut, beliau juga menyuruh saya juga diajak ke ladangnya Bapak Sudarto agar saya secara langsung melihatnya. Tanpa pikir panjang saya pun langsung ikut pergi bersama Bapak Sudarto dan saya langsung melihat cara-cara orang-orang sakai tersebut bertani serta ikut dalam bertani.

(32)

16 dll. Saat saya dan Ibu Siti capek kami pun berhenti dan beristirahat sejenak. Saat kami beristirahat Ibu Siti bercerita bahwa ladang yang di dekat Ibu Siti itu adalah Ibu Suwandari yang menanam ubi menggalo yang dimana makanan tersebut adalah makanan asli orang sakai tersebut. Beliau juga mengatakan kepada saya agar mereka juga menjadi salah satu informan saya nantinya.

Setelah mendapatkan informan dari Bapak Sudarto dan ikut serta menbantu Ibu Suwandari, maka langkah saya selanjutnya Bapak Roni (40 tahun). Beliau adalah petani yang menanam ubi menggalo, ubi menggalo ini adalah tumbuh 3-4 bulan dan selain petani ubi menggalo Bapak Roni juga sebagai petani mencari ikan. Ubi menggalo ini adalah makanan asli orang sakai, makanan asli orang sakai ini tidak bisa ditinggalkan walaupun mereka sudah mengganti makanan mereka tapi tetap saja mereka tidak lupa dengan ubi menggalo makanan asli mereka. sedangkan ikan yang dicari Bapak Roni ini adalah ikan juara padi. Ikan juara padi ini bisa dikomsumsi sendiri maupun dijual. Setelah ika ini diambil dari sungai akhirnya di asepkan, ikan ini di asepkan selama setengah hari dengan bara api saja yang tidak menyala.

(33)

17 Bapak Choril ini sudah umur 50 tahun tapi tetap masih kuat untuk pergi bekerja.

Selanjutnya saya juga mewawancari Ibu Tiwi (45 tahun) yang dimana Ibu Tiwi ini adalah seorang janda yang mempunyai sepasang anak. Ibu Tiwi menghidupin keluarganya dengan bekerja sebagai petani yang menanam padi dan ubi menggalo. Ibu ini juga sangat senang dengan sistem pertanian mereka yang sudah berubah. Karena dengan sistem berladang menetap lebih gampang dan tidak sulit lagi mencari ladang yang sudah tumbuh dengan tananamnya. Ibu Tiwi ini janda selama 10 tahun, beliau janda karena suaminya meninggal karena diserang penyakit. Ibu Tiwi ini tidak ingin lagi menikah karena beliau trauma dengan suaminya yang tidak bertanggungjawab, suka minuman keras dan bermain perempuan.

1.6.2 Rangkaian Pengalaman Saya di Lapangan

Banyak pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan saat berada di lapangan ketika melakukan penelitian ini, begitu juga dengan rasa sedih dan rasa senang yang setiap harinya datang silih berganti tanpa saya sadari. Saya memiliki informan-informan yang baik dalam memberikan informasi yang saya inginkan. Begitu juga dengan aparat pemerintah Desa Petani, seperti bapak Bapak Sugeni (Ketua RT/RW), Bapak Sudarto (Ketua Adat Sakai) dan juga orang-orang Sakai di Desa Petani ini, yang bersedia berbagi ilmu, canda, tawa dan banyak informasi yang diberikan kepada saya terkait dengan penelitian ini.

(34)

18 penelitian dari kampus serta menjelaskan maksud dari kedatangan saya ke Desa Petani ini. Penulis datang bersama saudara yaitu Tulang dan pacar penulis. Penulis tahu lokasi tersebut dari Tulang, karena Tulang penulis juga punya ladang di daerah Desa Petani tersebut. Penulis dan Tulang penulis pergi ke Desa Petani dengan menggunakan mobil sedangkan pacar penulis menggunakan sepeda motor. Saat kami datang ke Desa petani anak-anak pun langsung datang menghampiri kami dan mengikuti kami kemana pun kami pergi.

Saya langsung di suruh berhadapan dengan Kepala adat Desa Petani yaitu Bapak Sugeni (46 tahun), Saya pun memperkenalkan diri dan tidak lupa juga saya memberikan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara kepada beliau,serta meminta izin agar saya bisa tinggal di Desa Petani tersebut. Beliau sangat menerima kedatangan saya dengan baik, pada saat saya berdiskusi dengan beliau, beliau sangat tertarik dengan judul yang saya ingin teliti nantinya di Desa Petani.

(35)

19 Setelah selesai berfoto, Kami pun langsung pergi kerumah Bapak Sudarto orang tua angkat Tulang saya, sebelum kami naik kami dikerumunin anak-anak dan minta uang kepada saya. Lalu Tulang saya mengatakan “kasih aja demi penelitianmu”, karena orang yang berdatang ke Desa Petani untuk bertujuan penelitian di mintain uang juga. Saya pun mengasihnya uang 2 ribu per orang, setelah itu pun kami berangkat. Akhirnya kami pun sampai kerumah Bapak Sudarto dan menyampaikan maksud dan tujuan saya datang ke rumah beliau. Tidak lupa juga penulis menyertakan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara.

Selang beberapa menit kemudian beliau menanyakan kembali tentang judul yang ingin saya teliti di Desa Petani, mengapa anda mengambil judul tentang sistem berladang orang sakai? Tanya beliau kepada saya, tanpa pikir panjang saya pun menjawab pertanyaan yang beliau berikan kepada saya. Setelah lama menjelaskan judul penelitian saya kepada beliau, akhirnya beliau pun paham dengan apa yang sedang saya teliti di Desa Petani ini. Kemudian beliau juga menanyakan kembali kepada saya, apa yang harus kami bantu kepada anda? Tanya beliau kepada saya, saya pun menjawab dengan senang hati “Ya” yang saya butuhkan “pak” seperti demografi desa secara umum, sejarah Desa Petani,

jumlah penduduk berdasarkan usia, mata pencaharian penduduk dan lainnya “pak” sesuai data yang diperlukan saya nantinya. Beliau pun menjawab “oke”

tidak ada masalh bagi kami dan kami akan segera memberikan data tersebut kepada anda, jawab beliau kepada saya. Jika dikemudian hari ada halangan dan hambatan yang anda daptkan di lapangan harap melapor ke kapada saya “ya”, kata

(36)

20 Sekalian juga saya minta izin untuk tinggal beberapa minggu di tempat Bapak tersebut dan Bapak tersebut menjelaskan dengan senang hati saya bisa menerima anda tinggal disini.

Hari pertama saat berada di lapangan, dengan hati penuh dengan kegembiraan saya pun pergi bersama Bapak Sudarto pada Pukul 08.00 pagi ke Kantor Desa Petani untuk mengambil data tentang kependudukan serta demografi Desa Petani secara umum. Setelah saya mendapatkan data tersebut kemudian saya juga menanyakan apakah penduduk Desa Petani ini orang sakai semua atau ada penduduk pendatang?. Beliau pun menjawab dengan nada suara yang tenang “ada” tetapi orang pendatang tersebut adalah orang suku batak yang jauh dari

tempat kami tinggal ini. Tidak lama kemudian saya diajak oleh Bapak Sudarto untuk bertemu dengan orang-orang pendatang tersebut. Akhirnya kami pun sampai dirumah pendatang yang bernama Ibu Silaban/Bapak Sinaga tersebut dengan jarak tempuh perjalanan setengah jam. Saya pun memperkenalkan diri dan menceritakan maksud kedatangan saya kerumah mereka. Saat mendengar saya boru Silaban mereka sangat senang karena baru ini mereka melihat boru silaban yang cantik. Lalu Ibu Silaban ini mengatakan panggil saya” namboru” ea. Jawab saya “ea namboru”.

(37)

21 permisi kepada yang punya rumah. Lalu namboru itu mengatakan “olo, ro ma

hamu anon da”. Jawab saya “ea namboru” (sambil menyalam mereka).

Kami pun berangkat pulang ke Bapak Sudarto dan sampai kerumah Pukul 11.00 pagi. Setelah sampai kami pun langsung bersiap-siap untuk pergi ke ladang, sebelum berangkat kami makanan dulu. Saya dan Ibu Siti siapkan makanan dan kami pun makan sama. Selang beberapa menit kami pun siap makan dan istirahat sejenak dan langsung pergi ke ladang. Kami keladang jalan kaki dan menggunakan sampan untuk menyeberangi sungai tersebut. Setelah sampai kami pun membersihkan ladang tersebut setelah itu kami langsung menanami tanaman. Sambil bekerja kami cerita-cerita tentang sistem pertanian mereka dengan sambil bercerita capeknya pun tak terasa. Banyak pengalaman dan informasi yang bisa saya dapat dari Bapak/Ibu ini. Setelah semuanya selesai kami istirahat sejenak baru kami pulang kerumah karena matahari sudah terbenam.

(38)

22 tersebut. mereka juga menggosok gigi dengan mengambil air hujan yang ditampung kalau pun hujan tidak turun mereka menggunakan air bersih yang dibeli 1 derejen itu 6000. Penulis sangat tidak nyaman mandi disungai tersebut dan penulis juga sangat prihatin melihat warga tersebut karena tidak memperhatikan kebersihan tubuh dan lingkungannya. Terutama pemakaian sikat gigi yang digunakan bergantian dengan anggota keluarga lainnya, ada yang menggunakan sabuk pinang dan bahkan ada juga yang tidak menggosok gigi sehingga gigi mereka ada yang berwarna kuning.

Setelah semuanya selesai mandi kami pun makan malam bersama, sebelum kami makan kami memulai doa dengan agama kami masing-masing. Selesai makan malam bapak Sudarto langsung ke depan untuk menghidupkan TV dan selesai penulis membereskan makan malam dan langsung pergi kedepan bergabung dengan bapak Sudarto untuk menonton TV. Karena bapak Sudarto menonton siaran bola dan penulis tidak menyukai bola maka penulis permisi kepada bapak Sudarto untuk pergi jalan-jalan melihat keadaan malam bersama pacar saya. Kami pun berkeliling kampung tersebut sampai kami berjumpa dengan satu keluarga yang sedang asyik duduk di depan pintu dan kami pun menghampiri mereka dan mempersilahkan kami masuk kerumahnya. Bapak tersebut bernama subeni dan bapak choril. Kami bercerita terntang Suasana kampung tersebut dimalam hari. Ternyata sangat sepi dan gelap karena tidak adanya lampu dijalan. Setelah kami cerita panjang lebar dan waktu yang sudah menunjukkan pukul 22.00 wib kami pun permisi pulang.

(39)

23 didalam kamar. Penulis tidur dengan menggunakan kasur lipat, bantal dan selimut yang sudah dikasih sama ibu Siti. Penulis tidur di depan TV dan pacar Penulis tidur bersama anak bapak Sudarto di tempat tidur. Keadaan lantai dan dinding rumah bapak Sudarto terbuat dari papan yang tidak tertutup rapat sehingga membuat banyaknya nyamuk dan angin yang masuk.

Kegiatan pada pagi hari yang dilakukan secara rutin adalah mencari ikan disungai dengan menyelam kedalam karena kalau menggunakan sampan maka ikan-ikan tersebut pada kabur mendengar suara mesin sampan tersebut. Saya ikut bersama Bapak Sudarto dan Ibu Siti untuk mencari ikan. Suasananya sangat dingin apalagi pada saat sudah menyelam kedalam sungai tersebut sangat dingin sekali. Kami pergi pada pukul 05.00 sampai dengan hasil yang kami dapat sudah banyak.

Hasil tangkapan kami dengan melangai kebanyakan ikan-ikan juara padi yang kecil-kecil tetapi kalau menggunakan Lukah hasil tangkapannya cukup besar-besar. Selesai pulang mencari ikan kami pergi melihat lukah atau taju yang dipasang sore sebelumnya. Terdapat 3 lukah yang dipasang bapak Sudarto dan Ibu siti hasil tangkapan ikan dalam satu lukah sekitar 6-15 ekor ikan bulan-bulan. Penulis memperhatikan cara mereka dalam mengambil ikan yang teperangkap dalam lukah, memperhatikan mereka meletakkan lukah, bertanya dimana tempat meletakkan lukah agar mendapatkan banyak ikan, upan yang digunakan dan lain-lain. Ikan yang didapat dari lukah ini antara lain ikan bulan-bulan dan ikan selais.

(40)

24 ikan dan mengolah ikan menjadi ikan asin. Ibu Siti menjelaskan bahwa ikan yang diasepkan butuh semalaman sedangkan ikan asin dijemur sekitar 2-3 hari sampai ikan tersebut kering.

Pukul 11.00 bapak Sudarto bersiap-siap keladang karena ibu Siti sedang mengeringkan dan mengolah ikan maka bapak Sudarto sendiri yang pergi keladang sedangkan penulis dengan Ibu Siti menunggu ikan yang diasepin sambil bercerita. Hari pun sudah menjelang sore dan ikan pun belum siap diasepin maka apinya dimatikan dan dilanjutkan setelah pulang mencari ikan, penulis dan Ibu Siti pergi lagi untuk mencari ikan. Sore ini kami mencari ikan dengan menggunakan sampan dan hasil yang kami dapat sore ini lebih sedikit dari pada pagi hari. Mataharipun mulai terbenam kami pun pulang, ternyata bapak Sudarto sudah sampai dirumah terlebih dahulu. Ternyata bapak Sudarto sudah menghidupkan api ydan melanjutkan ikan tersebut untuk diasepin dengan menggunakan api kecil agar ikan tersebut tidak gosong.

(41)

25 Pada tanggal 17 agustus di desa petani ini merayakan hari kemerdekaan Indonesia dengan menggadakan suatu permainan. Saya ikut bagian dalam permainan tersebut, permainan yang saya ikutin adalah permainan tarik tambak ibu-ibu lawan bapak. Kami pikir kami akan kalah karena tenaga bapak-bapak tersebut lebih kuat dari pada ibu-ibu. Ternyata salah kami yang ibu-ibu ini yang menang karena cuaca saat itu hujan dan becek kami semua yang ikut tarik tambang pada berjatuhan karena licinnya. Seru habis saat mengikuti perlombaan seperti itu walaupun penulis baru bebeapa hari tapi rasanya sudah bertahun-tahun tinggal dan mengenal warga tersebut.

Besoknya saya mengalami sakit demam dan ibu Siti sangat kwatir dan mengambil daun esam dari semak-semak pinggir jalan. Ibu Siti langsung mengelolahnya dan memberikan kepada penulis agar diletakkan ke dahi agar panasnya turun dan meminumnya. Tapi penulis sangat ragu meminumnya sehingga penulis tidak meminumnya.

(42)

26 Kami tinggal ditempat saudara bapak Sudarto karena saudaranya sakit, saudara bapak Sudarto ini guru yang mengajar di SD yang bernama ibu Lia. Ibu Lia ini menyuruh Penulis untuk menggantikan ibu itu untuk sementara saja. Penulis mengatakan kalau saya tidak membawa seragam dan sepatu untuk mengajar. Lalu ibu Lia ini menjawab dengan menggunakan kaos biasa dan sendal juga bisa kok. Penulis pun akhirnya mau dan pacar penulis pun ikut membantu untuk mengajar anak-anak SD tersebut. Anak-anaknya sangat baik dan mau diajarin, penulis mengajarkan semua mata pelajaran kecuali agama islam yang dimana saya tidak megerti. Saya sangat senang bisa mengajar mereka dan punya pengalaman untuk mengajar. Semangat mereka untuk belajar sangat tinggi dibandingkan dengan di Desa Petani. Anak-anak Di Desa petani ini tidak ada semangat untuk sekolah dan dorongan orang tua pun juga tidak ada malah mendukung anak-anaknya tidak bersekolah. Saya mengajar di sekolah selama 2 hari saja dan selanjutnya kami langsung pulang ke Desa Petani karena masih banyaknya pekerjaan tersebut belum selesai. Penulis pun sangat berterima kasih kepada ibu Lia sudah mengasih kesempatan untuk mengajar di sekolah tersebut dan kami pun berpamitan untuk pulang.

(43)

27 Kemudian Bapak Hendra langsung mencari dan mengambil berkas tersebut antara lain peta desa petani, berita acara pemasangan Tugu Batas Desa, Berita Acara Penetapan Batas Wilayah Desa/ Kelurahan, Daftar koordinat batas Desa Petani Kecamatan Mandau, dan bentuk pilar batasan desa. Penulis meminjam sebentar berkas tersebut untuk difotocopy. Selain itu penulis juga banyak berbincang dengan Bapak Hendra mengenai keadaan masyarakat sakai di Desa Petani ini.

Setelah selesai kami pun berpamitan dan langsung pergi ke kota untuk memfotocopy berkas tersebut dan setelah selesai kami balek ke Kantor Desa untuk memulangkan berkas tersebut dan berterima kasih kepada Bapak Hendra. Kami ppun langsung pulang ke rumah karena perut sudah tidak memungkinkan lagi. Pukul 03.00 sore kami sampai dirumah dan langsung mempersiapkan untuk makan dan selesai makan kami langsung pergi mencari ikan.

Pada tanggal 24 Agustus pukul 08.00 kami pergi keladang untuk memanen ubi menggalo hasil panennya ada yang di jual dan dikonsumsi sendiri dan Ibu Siti menjelaskan kalau ubi menggalo ini rasanya enak dan penulis penasaran ingin merasakannya. Selesai kami dari ladang, kami langsung pulang. Ibu Siti langsung mengelolah ubi tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Penulis pun ikut memantu dan penulis pun tahu tahap demi tahap dalam mengelolah ubi menggalo tersebut. ubi menggalo ini adalah makanan asli orang sakai yang rasanya hambar dan berstektur keras.

(44)

28 pertanian ladang berpindah dengan tanaman padi dan ubi menggalo. Dulu orang sakai rata-rata memiliki lahan yang luas, tetapi pada saat perusahaan mulai membuka hutan dan belukar mereka banyak kehilangan tanahnya. Memang ada beberapa pihak membantu pengganti pada tanah penduduk yang diambil, akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok itu tanah mereka tanpa permisi dan biaya pengganti tanah juga sangat rendah dan sepihak. Sehingga warga desa Petani ini masing-masing mempunyai lahan tapi tidak sebanyak lahan mereka dulu. Mereka menjaga lahan dan mempergunakan sebaik mungkin untuk kebutuhan mereka masing-masing.

Padi yang ditanam mereka adalah padi kering yang dimana mereka langsung menanam padi tersebut dalam keadaan kering dan ubi menggalo. Untuk menghemat mereka tidak hanya memakan nasi saja tapi ubi menggalo di olah untuk dijadikan makan keseharian mereka juga.

(45)

29 Selesai bercerita dengan bapak Admin saya melihat ibu rika dan anaknya (isteri dan anak bapak Admin) menyusun kayu dan mengikat kayu pada siang hari. Penulis bercerita dengan ibu Rika dan anaknya sambil membantunya. Pekerjaan ini tidak begitu berat, tetapi harus berhati-hati karena tangan dapat tertusuk serpihan kayu atau tertimpa kayu broti ini. Selain itu pekerjaan ini dilakukan diluar sehingga harus berhadapan dengan teriknya sinar matahari yang membuat kulit semakin hitam.

Setelah kami selesai bercerita dengan bapak Admin dan selesai membantu ibu Rika menyusun kayu dan mengikat kayu. Keluarga bapak Admin mengajak kami untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang. Karena kurang enak untuk menolak maka kami pun makan terlebih dahulu selesai itu kami istirahat sebentar dan langsung pulang kerumah.

(46)

30 Pukul 18.00 kami sampai dirumah bapak Sudarto dan langsung beristirahat sebentar sebelum mandi. Malam harinya kami berkumpul di depan TV sambil menonton dan bapak Sudarto juga menanyakan kemana saja kami satu hari ini. Lalu kami bercerita setelah pulang dari rumah bapak Hendra kami pergi jalan-jalan kekota sambil memfotocopy berkas yang penulis pinjam. Selesai bercerita mata penulis pun sudah mulai mengantuk dan permisi terlebih dahulu untuk tidur duluan karena perjalanan satu hari ini sangat melelahkan walaupun penulis hanya duduk diam dalam boncengan abang.

Pagi-pagi kali pada pukul 06.00 ada warga yang mencariin penulis, penulis sangat terkejut ada apa sebenarnya. Ternyata warga tersebut adalah bapak ajeng guru SMP yang meminta penulis untuk menggantikan mengajar di SMP tersebut. lalu dengan senang hati penulis menerima tawaran bapak Ajeng tersebut. Sebelumnya Bapak Ajeng ini sudah permisi kepada Kepala Sekolah tidak masuk untuk beberapa hari dan akan ada penggantinya.

Penulis bersiap-siap untuk mengajar di SMP dan pacar penulis juga ikut membantu mengajarnya. Ternyata saat penulis mengajar di SD desa Bonai sangat berbeda dengan mengajar di SMP. Perbedaannya itu siswanya lebih sedikit dan anak-anaknya sangat susah diatur padahal sudah lebih besar dari anak SD tersebut dan semangat belajarnya pun tidak ada. Jam istirahat pun tiba penulis berfoto dengan siswa tersebut dan berfoto keadaan sekolah tersebut. Selama 2 hari penulis mengajarin anak SMP dan rasanya sangat lelah dibandingkan mengajarin anak SD di Desa Bonai.

(47)

31 perpisahan kami karena hari ini adalah hari terakhir kami di Desa Petani. Terlebih dahulu kami sudah membeli kue bolu 5 kotak. 2 kotak kami bawa ke SD Desa Bonai sambil permisi terhadap anak-anak tersebut. tidak penulis sangka mereka sedih karena kepergian saya walaupun saya hanya 2 hari mengajar tapi mereka sudah sangat senang dengan keberadaan saya. Penulis dengan siswa dan guru lainnya berfoto selesai itu kami pun pamit karena masih banyak lagi perjalanan yang akan kami kunjungin lagi.

Selesai pulang dari Desa Bonai kami langsung ke sekolah SMP Desa Petani kami membawa kue 2 kotak dan membagi-bagikan kepada siswa dan guru-guru tersebut. selesai dari situ kami juga pergi kerumah bapak Hendra dan Bapak Admin sambil membawa kue bolu dan berpamitan dan berterima kasih untuk bantuan mereka dalam membantu keperluan data-data yang saya perlukan.

Selesai dari rumah bapak Hendra dan bapak Admin kami langsung kerumah, sebelum kami berangkat kami berkumpul bersama keluarga Bapak Sudarto mengucapkan terima kasih yang sudah menerima penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis. Tanda ucapan terima kasih penulis, penulis memberikan sebuah bingkisan kepada keluarga bapak Sudarto dan berupa kue bolu tanda ulang tahun pacar penulis. Dan kelurga Bapak Sudarto juga tidak lupa untuk membawakan penulis ole-ole berupa ikan juara padi yang diasepkan, ikan salai dan ikan asin.

(48)

32 Sumber : Roida Silaban, 2014 Foto 1: Penulis dengan anak sakai berfoto dipinggir

(49)

33 BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1Letak Geografis, Luas Wilayah, Dan Lingkungan Alam 2.1.1 Letak Geografis

Wilayah Kabupaten Bengkalis terletak pada bagian pesisir Timur Pulau Sumatera antara 207‟37,2” – 0055‟33,6” lintang utara dan 100057‟57,6” –

102030‟25,2” Bujur Timur. Kabupaten bengkalis memiliki batas-batas yakni sebelah utara berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupeten Rokan Hilir, Kabipaten Rokan Hulu, dan Kota Dumai, Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Meranti. Wilayah Kabupaten Bengkalis dialiri oleh beberapa sungai. Diantara sungai yang ada di daerah ini yang sangat penting sebagai sarana perhubungan utama dalam perekonomian penduduk adalah Sungai Siak dengan panjang 300 km, Sungai Siak Kecil 90 km dan Sungai Mandau 87 km.

Kecamatan Mandau yang ibu kotanya Duri merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis, yang memiliki batas-batas wilayah yakni sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu dan Kota Dumai, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinggir, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu.

(50)

34 dengan Desa Sebangar di sebelah utara, Kelurahan Pematang Pudu di sebelah timur, dan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Rokan Hulu.

2.1.2 Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Bengkalis 7.773,93 km2, terdiri dari pulau-pulau dan lautan. Tercatat sebanyak 17 pulau utama disamping pulau-pulau kecil lainnya yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis. Jarak terjauh antara ibu kota kecamatan dengan ibu kota kabupaten Bengkalis adalah ibu kota Kecamatan Mandau yaitu Kelurahan Air Jamban (Duri) dengan jarak lurus 103 km.

[image:50.595.129.495.488.747.2]

Luas wilayah Kecamatan Mandau 937,47 km terdiri dari 9 Kelurahan dan 6 Desa. Adapun 9 Kelurahan tersebut antara lain Talang Mandi, Gajah Sakti, Batang Serosa, Balik Alam, Duri Barat, Duri Timur, Babussalam, Air Jamban, dan Pematang Pudu. Sedangkan 6 Desa tersebut antara lain Harapan Baru, Sebangar, Balai Makam, Petani, Bumbungan, dan Kesumbo Ampai.

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Mandau Menurut Desa/ Kelurahan No Desa/ Kelurahan Desa Kelurahan Luas (km2)

1. Talang Mandi - 20,00

2. Harapan Baru - 25,00

3. Gajah Sakti - 20,00

4. Batang Serosa - 6,00

5. Balik Alam - 6,00

6. Duri Barat - 14,00

7. Duri Timur - 6,00

8. Babussalam - 8,00

9. Air Jamban - 50,00

10. Sebangar - 150,47

11. Balai Makam - 100,47

12. Petani - 207,00

(51)

35

14. Bumbung - 180,00

15. Kesumbo Ampai - 120,00

Jumlah 6 9 937.47

Sumber : Kepala Desa kecamatan mandau tahun 2012

Hanya disekitar sungai jurong desa Petani yang merupakan daerah pemukiman dan selebihnya adalah hutan. Sungai jurong desa petani merupakan batas sebenarnya Kabupaten Bengkalis. Sehingga pemukiman Orang Sakai masuk kedalam Kabupaten Rokan Hulu. Akan tetapi hal tersebut ditolak oleh masyarakat Sakai. Kemudian batasan wilayah tersebut digeser sehingga masyarakat desa Petani masih dalam wilayah Kabupaten Bengkalis. Masyarakat menolak masuk kedalam Rokan Hulu karena akan mempersulit mereka dalam mengurus surat-surat kependudukan .

2.1.3 Lingkungan Alam

Wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan dataran rendah dengan rata-rata ketingguan antara 2-6,1 meter diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Bengkalis sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Kabupaten Bengkalis memiliki 34 sungai, 10 tasik atau danau dan 16 pulau besar dan kecil. Ke-16 pulau tersebut terdiri dari dua pulau besar, yaitu pulau Bengkalis (938,40km2) dan pulau Rupat (1.525km2). sedangkan 14 pulau lainnya merupakan pulau kecil, yaitu Pulau Atung, Mampu Beso, Payung, Mentele, Baru, Rampang dan Mampu Kecik yang masuk dalam wilayah Kecamatan Rupat Utara.

(52)

36 sebagai bahan baku industri kayu dan furniture. Hasil hutn lainnya adalah Rotan, Damar, dan Getah Jelutung. Disamping itu terdapat beberapa jenis anggrek hutan dan berbagai jenis tanaman hias, seperti pinang merah dan palm (Kepau). Sedangkan jenis-jenis fauna yang masih terdapat dikawasan hutan Bengkalis, seperti Harimau Sumatera, Gajah, Beruang Madu, Beruk, Lutung, Kera, Rusa, Kijang, Kancil, Ayam Hutan, Buaya, serta berbagai jenis ular dan burung.

2.2Sejarah Singkat Suku Sakai di Riau

Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar), Orang Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani.

(53)

37 Sungai Tunu. Namun, tidak ada sumber tertulis pasti tentang asal-usul sesungguhnya suku Sakai ini. Pendapat lain mengatakan bahwa Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kimpoi campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.

(54)

38 Pagarruyung itu sebagai tempat pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai. Bagi orang Sakai sendiri, pendapat ini dianggap yang lebih benar, karena mereka meyakini bahwa leluhur mereka memang berasal dari Negeri Pagarruyung. Bisa jadi anggapan pertama benar adanya, namun bisa juga kedua anggapan tersebut benar. Karena begitu banyaknya tersebar masyarakat suku Sakai ini di sepanjang daratan Riau dan juga Jambi. Populasi Suku Sakai yang terbesar hingga saat ini terdapat di Kabupaten Bengkalis (Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat).

(55)

39 2.3Sejarah Singkat Desa Petani

Dahulu pada tahun 1989 Desa Petani ini adalah kawasan hutan belantara yang tidak ada yang memiliki. Maka orang-orang yang dari Desa Bonai tersebut pindah ke Desa Petani karena mereka tidak ingin diatur dan mereka masih ingin tinggal di sebuah gubu yang di dirikan di atas air. Di Desa Bonai adalah Perumahan sosial yang didirikan Pemerintah, maka orang-orang yang sudah tinggal dan di bina disitu harus orang-orang yang ingin mau dibina lagi lebih maju. Tetapi orang-orang yang pindah Ke Desa Petani adalah orang-orang yang tidak mau di bina lebih maju lagi, mereka hanya ingin seperti itu-itu saja, yang dimana tidak perlu dengan perkembangan zaman dan tidak peduli dengan pendidikan. Di Desa petani ini mereka membangun gubuk-gubuk di atas air untuk tempat mereka tinggal. Oleh karena itu Menurut bapak gito (60 tahun) Bapak berserta keluarganya yang pertama kali menempati Desa Petani Tersebut dan Bapak ini membuat nama Desa tersebut dengan Desa Petani karena pekerjaan atau mata pencaharian mereka tersebut banyak yang bertani.

2.4 Kependuduk

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh saya dari kantor Desa Petani Kecamatan Mandau, jumlah penduduk yang terdapat di Desa pada Tahun 2012 sebelumnya berjumlah 200 jiwa dengan jumlah 45 Kepala Keluarga (KK). Dari jumlah penduduk tersebut dapat diklasifikasikan atas pembagian yaitu menurut jenis kelamin, usia, suku, agama, mata pencaharian dan pendidikan.

(56)
[image:56.595.173.451.271.378.2]

40 bersuku Batak Toba, Jawa yang dimana mereka membeli lahan persawitan di Desa Petani tersebut maka mereka tinggal menetap di situ. Untuk lebih jelas lagi perbandingan jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel II

Data Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah/Jiwa

1. Melayu 175

2. Batak Toba 10

3. Jawa 15

Jumlah 200

Sumber : Data Dari Kantor Desa Petani Kecamatan Mandau 2012,

(57)

41 2.4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Menurut Usia

Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk Desa Petani untuk saat ini berjumlah 200 jiwa. Jika diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin secara keseluruhan, yaitu laki-laki 100 jiwa. Sedangkan untuk perempuan berjumlah 100 jiwa yang masing-masing rumah tangganya diperkirakan terdiri 3 sampai 6 orang/ rumah tangga. Jika dilihat perbandingan jumlah antara laki-laki dengan perempuan tidak begitu jauh bedanya hanya selisih sedikit jumlahnya. Namun sampai sekarang ini pertumbuhan penduduk khususnya di Desa Petani semakin meningkat jumlahnya dengan seiring berjalannya waktu. Berikut komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin.

Tabel III

Data Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa)

1. 0-4 Tahun 30

2. 5-9 Tahun 18

3. 10-14 Tahun 27

4. 15-19 Tahun 33

5. 20-24 Tahun 20

6. 25-29 Tahun 16

7. 30-34 Tahun 7

8. 35-39 Tahun 5

9. 40-44 Tahun 5

10. 45-49 Tahun 10

11. 50-54 Tahun 15

12. 55-59 Tahun 2

13. 60-64 Tahun 6

14. 65-69 Tahun 6

Jumlah 200

Sumber: Data Dari Kantor Desa Petani Kecamatan Mandau 2012

(58)

42 Desa Petani, masih terdapat anak-anak yang mendapatkan pendidikan mulai SD-SMA.

2.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan

(59)
[image:59.595.143.482.340.491.2]

43 Sekolah di Desa Petani ini hanya ada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang baru di bagun dan di dirikan oleh Pemerintah. Kalau pun ada Sekolah Menengah Atas (SMA) yang di bangun pemerintah itu sangat jauh dari Desa Petani dan sangat membutuhkan waktu yang sangat lama di perjalanan. Mereka yang ingin melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) atau pun lanjut ke perguruan tinggi harus ke kota dan tinggal di Derah kota Duri juga.

Tabel. IV

Data Penduduk Menurut Pendidikan

No Pendidikan Keterangan

1. Tidak Sekolah 91

2. Tidak Tamat SD 43

3. Tamatan SD 40

4. SLTP/Sederajat 15

5. SMA/Sederajat 9

6. Diploma-3 1

7. Sarjana 1

Jumlah 200 Orang

Sumber : Data Dari Kantor Desa Petani Kecamatan Mandau 2012

(60)

44 orang. Oleh karena itu sejumlah 10 orang dalam tamatan Sekolah Menegah Atas (SMA) tersebut akan menjadi seorang anak yang ingin maju apalagi kemudian disusul dengan tamatan Diploma-3 berjumlah 1 orang dan terakhir untuk tamatan sarjana berjumlah1 orang maka dengan begitu anak-anak penerus yang ada di Desa Petani akan lebih maju lagi, lebih sukses, dan mempunyai karir yang lebih bagus daripada anak-anak yang tidak mau sekolah dan putus sekolah.

[image:60.595.134.486.346.429.2]

2.4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Tabel V

Data Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Keterangan

1. Islam 182 jiwa

2. Kristen Protestan 18 jiwa

Jumlah 200 jiwa

(61)

45 yang dimana mereka tidak menetap agamanya, seperti halnya pada saat pendeta atau ustad yang datang ke Desa Petani tersebut untuk datang penyuluhan agama maka orang-orang sakai tersebut berpaling asal mereka mendapatkan uang dari mereka yang melakukan penyuluhan tersebut. menurut saya, dari hasil penelitian saya ini orang-orang sakai tersebut mau menjual agamanya asalkan mereka mendapatkan uang.

2.5 Sarana dan Prasarana

Desa Petani merupakan Desa yang letaknya ditepi/pinggiran kota Duri dan berada dalam kawasan Kabupaten Bengkalis. Desa ini sudah sangat cukup berkembang, baik dari segi perkembangan ekonomi, pendidikan lainnya sehingga sarana dan prasarana yang ada terlihat sangat membantu aktivitas masyarakat menjadi produktif. Adapun sarana dan prasarana yang dapat dilihat sebagai berikut:

2.5.1 Sarana Pendidikan

(62)

46 memanfaatkannya. Banyak sekali alasan mereka untuk tidak mau melanjutkan sekolah ataupun tidak mau sekolah sehingga anak-anak Desa Petani masih banyak yang tidak mengenal huruf maupun angka. Walaupun anak-anak mereka banyak yang tidak dapat me

Gambar

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Mandau Menurut Desa/ Kelurahan
Tabel II
Tabel. IV
Tabel V
+3

Referensi

Dokumen terkait

Veda adalah kitab suci Agama Hindu yang dturunkan oleh ida Sang Hyang Widhi Wasa kepada umat Hindu melalui para Rsi (Sapta Rsi) yaitu Rsi Grtsamada, Rsi Viswamitra, Rsi Atri,

Studi pendahuluan yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta berdasarkan wawancara didapatkan hasil 6 dari 10 responden mengaku tidak puas dengan

Untuk mengetahui kualitas pelayanan listrik yang tersedia di Lampung, perlu dihitung tingkat keandalaan pembangkit dengan menggunakan beberapa indeks keandalan diantaranya

Pada feminisme eksistensialis, Persik sebagai sosok yang menolak bahwa perempuan adalah makhluk yang tidak lengkap, dan tidak cukup kiranya perempuan dijadikan

Oleh karena itu, pelaksanaan kampanye berbasis Al- Qur‟an dan Sunnah perlu diatur agar sesuai dengan Etika Islam, dan tidak.. menyimpang dari garis-garis yang di

Based on the description above can be understood, Pracimayasa building as a residence of the Mangkunegaran Palace family is in the space configuration in Pura

1.6.3 Berbicara untuk menyampaikan maklumat dengan tepat tentang sesuatu perkara dengan menggunakan ayat yang mengandungi frasa yang sesuai secara bertatasusila.

Penentuan Kebijakan Persediaan dalam Cost Reduction Mrenggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ) Backorder dengan Shortage.. Sari, Indah