• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMPN 178 JAKARTA)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan

DISUSUN OLEH :

M. ANANG JATMIKO NIM : 109017000089

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

i

ABSTRAK

M. ANANG JATMIKO (109017000089), Pengaruh Metode TAPPS

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2014.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh metode TAPPS terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPN 178 Jakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design, yang melibatkan 72 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk essay. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode TAPPS berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan metode TAPPS adalah sebesar 73,28 dan nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan metode ekspositori adalah sebesar 61,61 (thitung = 3,32 dan ttabel = 1,67). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan lingkaran dengan menggunakan metode TAPPS berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

(10)

ii

ABSTRACT

M. ANANG JATMIKO (109017000089), “The Effect of TAPPS Method to Students Mathematical Communication Skill”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to analyze the effect of TAPPS method to students mathematical communication skill. The research was conducted at SMPN 178 Jakarta, for academic year 2013/2014. The method that is used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design, involve 72 students as sample. The determination of sample using cluster random sampling technique. Retrieval of data used instruments such as written essay test. The results of research that TAPPS method have effect to the students mathematical communication skills. This matter visible from the mean score of the results test students mathematical communication skill who taught with TAPPS method is 73,28 and the mean score of the results test students mathematical communication skill who taught with expository method is 61,61 (tcount = 3,32 and ttable = 1,67). Conclusion the results of this research that mathematics learning of circle with TAPPS method have effect to the students mathematical communication skills.

(11)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Salawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan arahan, pelajaran, dan kepercayaan yang pernah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

3. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

4. Ibu Femmy Diwidian, S.Pd, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

(12)

iv

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Ibu Warsiti, S.Pd Guru Matematika SMPN 178 Jakarta yang telah membimbing penulis untuk melakukan penelitian di sekolah ini.

10. Seluruh dewan guru SMPN 178 Jakarta, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa dan siswi SMPN 178 Jakarta, khususnya kelas VIII-2 dan VIII-3 yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

11. Ayahanda tercinta Supriyadi dan Ibunda tercinta Endang Suwati yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Tak Ketinggalan untuk ”Adik” tercinta Lutvy Ayu Dita Primadani beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12. Teristimewa Veronica Ribka Holia dan keluarga yang selalu mendampingi, membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan serta memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, serta perhatian selama ini. 13. Sahabat Three Idiot Frendy Astra dan Ghufron Kamil, My Friend Fuad,

(13)

v

14. Kakak-kakakku tercinta Ka Dyan Novitasari S.Pd, Ka Nur Malitasari S.Pd, Ka Rizma Amalia, S.Pd, Ka Euis Sarini, S.Pd, Ka Syahida Bellanisa, S.Pd, Ka Rosita Mahmudah, S.Pd, Bang Hafiz Faturrahman, S.Pd, Bang Hendri F, S.Pd, Bang Indra Bagea, S.Pd, Kanda Asep Eka Mulyanudin, S.Pd. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

15. Sahabat-sahabatku di bangku kuliah Wahyu, Mulyoko, Muchtar, Ivan, Moch. Rizki, Lukas, Johana, Tommy, Viera, Icha, Wulan, Imut, Dijah, Cicit, Meri, Desi dan seluruh Teman PMTK C29 dan PMTK Angkatan 2009 serta ade-ade kelas Angkatan 2010 dan 2011 Terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan kepada penulis.

16. Kawan-kawan HMI Komisariat Tarbiyah, BEM Jurusan Pendidikan Matematika, BEM Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan SEMA UIN Jakarta yang telah memberikan berbagai pengalaman berorganisasi dan berkreasi selama penulis menjalani masa-masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 15 April 2014

(14)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 9

A. Kajian Teori... 9

1. Kemampuan Komunikasi Matematik ... 9

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 15

a. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 15

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 16

c. Keunggulan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 21

3. Desain Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Dalam Proses Pembelajaran ... 23

B. Penelitian Yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 27

(15)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 31

B. Metode dan Desain Penelitian ... 31

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi ... 33

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Analisis Instrumen... 37

1. Validitas ... 37

2. Reliabilitas ... 38

3. Taraf Kesukaran ... 39

4. Daya Pembeda Soal ... 39

G. Teknik Analisis Data ... 41

1. Uji Prasyarat Analisis ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Homogenitas ... 43

2. Uji Hipotesis ... 44

H. Hipotesis Statistik ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Deskripsi Data ... 46

a. Data Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 47

b. Data Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 50

2. Analisis Data ... 53

a. Uji Normalitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 53

(16)

viii

c. Pengujian Hipotesis ... 54

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik ... 56

a. Indikator Written Text ... 61

b. Indikator Drawing ... 63

c. Indikator Mathematical Expression ... 65

2. Proses Pembelajaran Metode TAPPS ... 68

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(17)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS ... 23

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian . ... 31

Tabel 3.2 Rancangan Desain Penelitian ... 32

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 35

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 36

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Reliabilitas... 38

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 39

Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen ... 41

Tabel 4.1 Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Eksperimen ... 47

Tabel 4.2 Deskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ... . 49

Tabel 4.3 Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... . 50

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ... . 52

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... . 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... . 54

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji-t ... . 55

Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol ... . 57

(18)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya ... 18 Gambar 2.2 Diagram Kerangka Berpikir ... 29 Gambar 3.1 Teknik Pengambilan Sampel... 34 Gambar 4.1 Kurva Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematik

Kelas Eksperimen... 48 Gambar 4.2 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas

Eksperimen ... 49 Gambar 4.3 Kurva Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematik

Kelas Kontrol ... 51 Gambar 4.4 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas

Kontrol ... 52 Gambar 4.5 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 56 Gambar 4.6 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 58 Gambar 4.7 Perbandingan Mean Indikator Kemampuan Komunikasi

(19)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen .... 76

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 104

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 112

Lampiran 4 Soal Uji Coba Instrumen ... 152

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Isi Menggunakan Software Excel ... 153

Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas ... 156

Lampiran 7 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 158

Lampiran 8 Hasil Uji Daya Beda... 160

Lampiran 9 Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 162

Lampiran 10 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 163

Lampiran 11 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 169

Lampiran 12 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 170

Lampiran 13 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Eksperimen ... 171

Lampiran 14 Perhitungan Mean dan Persentase Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan Indikator Pada Kelas Eksperimen ... 175

Lampiran 15 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 176

Lampiran 16 Perhitungan Mean dan Persentase Kemampuan Komunikasi Matematik Berdasarkan Indikator Pada Kelas Kontrol ... 180

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 181

Lampiran 18 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 183

Lampiran 19 Perhitungan Uji Homogenitas ... 185

(20)

xii

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mewarnai dunia pendidikan kita dewasa ini dan menjadi bagian utama dalam isi pengajaran. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan bangsa di masa depan. Melalui pendidikan, manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik, dibina dan dikembangkan potensi-potensinya. Sehingga dalam menunjang kemajuan pendidikan, pemerintah pun memberikan perhatian besar terhadap pelaksanaan program pendidikan di Indonesia. Hal ini terbukti bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), yakni pemerintah Indonesia turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selaras dengan tujuan pendidikan yang tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yang merumuskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pencapaian tujuan pendidikan tersebut menjadi tantangan termasuk peningkatan mutu, relevansi dan efektivitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah. Redja Mudyahardjo dalam bukunya menyatakan bahwa pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.2 Guru dan murid

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2010), h. 65.

2

(22)

adalah dua aspek yang penting dalam proses pendidikan di sekolah. Keduanya saling bersinergi satu sama lain, guru tidak dapat mendominasi saat proses pembelajaran demikian pula sebaliknya. Namun, pada kenyataannya dalam pengajaran matematika seorang guru lebih mendominasi proses belajar mengajar (teacher centre). Hal ini dapat mengakibatkan siswa menjadi kurang kreatif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran matematika.

Dilihat dari pentingnya matematika untuk dipelajari, maka siswa harus bersungguh-sungguh dalam belajar di sekolah. Walaupun demikian fakta yang ada di sekolah cukup bertolak belakang. Matematika justru dijadikan mata pelajaran yang seringkali diacuhkan oleh siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : faktor matematika, faktor masyarakat, dan faktor guru.

Berpikir matematik dapat digolongkan pada berpikir tingkat rendah sampai berpikir tingkat tinggi. Mengerjakan perhitungan sederhana dan mengaplikasikan rumus secara langsung digolongkan pada berpikir matematik tingkat rendah. Sedangkan pemahaman yang bermakna, menyusun konjektur, menarik analogi dan generalisasi, penalaran logis, pemecahan masalah, komunikasi dan koneksi matematik digolongkan sebagai berpikir matematik tingkat tinggi. Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang menjadi tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah komunikasi matematik, hal ini termuat dalam kurikulum matematika sekolah tahun 2006.

Pada hasil penelitian yang dilakukan PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012 menunjukan bahwa hasil skor rata-rata prestasi matematika siswa Indonesia yaitu 375, menempatkan siswa Indonesia pada peringkat ke 64 dari 65 negara peserta studi.3 Dengan skor siswa Indonesia yang hanya 375 menunjukan bahwa siswa Indonesia berada pada kemampuan matematika level 1, dari soal aspek mathematical communication yang diujikan Indonesia mendapat skor yang rendah. Dalam level ini menunjukan kemampuan komunikasi matematika Indonesia tergolong rendah.4

3

Angel Gurria, PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds Know and What They Can Do With What They Know, (US: OECD, 2013), h. 5

4

(23)

Rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dilihat berdasarkan laporan TIMSS (Trends In International Mathematics and Science Study) 2011 menunjukan bahwa hasil skor prestasi matematika siswa Indonesia yaitu 386, dimana skor rata-rata internasional yaitu 500, menempatkan siswa Indonesia pada peringkat ke 38 dari 42 negara peserta studi.5 Prestasi indonesia masih jauh di bawah negara-negara Asia lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk sebuah soal yang mengukur kemampuan komunikasi matematik dengan kategori soal sulit yaitu secara internasional soal tersebut dijawab benar oleh 27% siswa, tetapi di indonesia hanya 14%.6

Sebagai data pendukung, berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi Matematika SMPN 178 Jakarta menunjukkan bahwa metode ceramah adalah metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran matematika, siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika yang berhubungan dengan kemampuan memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model matematika dari sebuah situasi atau persoalan, mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Semua kemampuan tersebut merupakan indikator kemampuan komunikasi matematik, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah.

Kemampuan komunikasi matematik (mathematical communication) dalam pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematik siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematiknya baik secara lisan maupun tulisan. Siswa yang sudah mempunyai pemahaman matematik dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar pemahaman tersebut bisa dimengerti oleh orang lain.

5

Ester Lince, Prestasi Sains dan Matematika Siswa Indonesia Menurun, 2013, (http://edukasi.kompas.com).

6

(24)

Menurut Puskur-Balitbang Depdiknas, kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi merupakan salah satu aspek kompetensi dasar yang menjadi penekanan dalam KBK mata pelajaran matematika pada semua jenjang.7 Sejalan dengan hal tersebut, tujuan mata pelajaran matematika dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD diisyaratkan bahwa penalaran (reasoning), pemecahan masalah (problem solving) dan komunikasi (communication) merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah belajar matematika.8 Kemampuan-kemampuan tersebut tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika belajar matematika atau mata pelajaran lain, namun sangat dibutuhkan setiap manusia pada umumnya pada saat memecahkan suatu masalah atau membuat keputusan. Kemampuan demikian memerlukan pola pikir yang memadai. Pola pikir yang memadai dalam memecahkan masalah adalah pola pikir yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif. Pola pikir seperti itu dikembangkan dan dibina dalam pembelajaran matematika.

Ditinjau dari faktor matematika, tampak bahwa topik-topik dalam pelajaran matematika tersusun hierarkis mulai dari yang paling dasar hingga yang paling sukar. Dalam pembelajaran matematika siswa di arahkan untuk mengembangkan (1) kemampuan berfikir matematis yang meliputi: pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan berfikir kritis, serta sikap yang terbuka dan obyektif, serta (3) disposisi matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas yang tinggi.9 Ini artinya matematika merupakan pembuktian dari suatu masalah yang dipikirkan secara logis dan dibuat secara umum berdasarkan definisi, sifat, dan teori yang sudah ada kebenarannya. Sehingga perlu dibuat suatu rancangan sebagai perantara dalam pengajaran matematika agar siswa dapat memahaminya dengan mudah.

7

I Gusti Putu Suharta, Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, Laporan Penelitian IKIP Negeri Singaraja, (Jakarta: Perpustakaan PDII LIPI, 2006), h. 138

8

Sri Wardhani, dkk, Program Bermutu: Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Di SD, Kementrian Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: PPPPTK, 2010), h. 1

9

(25)

Ditinjau dari faktor masyarakat, tampak bahwa masyarakat memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit, abstrak dan hanya berkenaan dengan angka-angka. Sedangkan ditinjau dari faktor guru, metode yang diterapkan guru terlalu mekanistik dan satu arah saja. Oleh karena itu, sebagai guru seharusnya lebih kreatif dan bervariasi agar siswa merasa bahwa belajar matematika itu mudah serta menyenangkan.

Alternatif metode pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dalam penelitian ini adalah metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) yang diperkenalkan oleh Claparade. Selanjutnya metode Thinking Aloud Pair Problem Solving cukup ditulis TAPPS. Aktivitas metode TAPPS dilakukan dalam kelompok kecil yang heterogen hal ini memungkinkan terjadinya interaksi yang positif antar siswa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Setiap kelompok berpasangan sesuai dengan kependekan dari TAPPS yaitu Pair = berpasangan.Seorang siswa bertugas memecahkan masalah bersama temannya yang secara tidak langsung membantu proses pemecahan masalah dengan cara meminta penjelasan seluruh langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa tersebut. Hal ini membuat siswa untuk terus menggunakan kemampuan komunikasi matematiknya dalam penyelesaian masalah. Dimana salah satu kemampuan komunikasi matematik siswa yang dapat terukur adalah ketika siswa memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

(26)

menggunakan metode diskusi) adalah 0,29 yang berarti peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol termasuk ke dalam kriteria rendah10.

Dari uraian latar belakang permasalahan di atas dapat diduga bahwa terdapat hubungan antara penerapan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan kemampuan komunikasi matematik siswa. Oleh karena itu peneliti ingin mengadakan penelitian yang berjudul

“PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Guru lebih mendominasi dalam proses belajar mengajar (teacher center) dalam pembelajaran matematika.

2. Matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disukai. 3. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.

4. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran masih ekspositori dan kurang menarik serta kurang memberikan kontribusi yang maksimal terhadap aktivitas siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka permasalahan ini dibatasi pada:

1. Metode pembelajaran matematika yang akan diterapkan adalah dengan metode TAPPS.

2. Penelitian ini akan di fokuskan dan diukur pada kemampuan komunikasi matematik siswa dengan indikator written text, drawing, mathematical expression.

10

(27)

3. Penelitian ini dilakukan di SMPN 178 Jakarta pada kelas VIII tahun 2013/2014.

4. Materi yang disampaikan adalah Lingkaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan metode TAPPS?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa antara yang menggunakan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan metode pembelajaran ekspositori?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan metode TAPPS.

2. Mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa antara yang menggunakan metode pembelajaran TAPPS dengan metode pembelajaran ekspositori.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi siswa

Diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui metode pembelajaran TAPPS.

2. Bagi guru

(28)

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi sekolah untuk memperbaiki atau meningkatakan kualitas dalam proses pembelajaran.

4. Bagi peneliti

(29)

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teori

Berikut akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk penunjang relevansi antara teori dengan penelitian. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematik siswa dan metode TAPPS. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan di jelaskan pada bahasan berikut ini.

1. Kemampuan Komunikasi Matematik

Menurut Gusni Satriawati, “komunikasi adalah sebuah cara berbagi ide-ide dan memperjelas pemahaman, maka melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan diubah”.1 Secara umum komunikasi dipahami sebagai suatu bentuk aktivitas penyampaian informasi dalam suatu komunitas tertentu. Komunikasi dapat terjadi dalam satu arah, yaitu dari penyampai pesan kepada penerima pesan. Pada aktivitas komunikasi seperti ini bisa terdapat banyak penyampaian dan penerima pesan, sehingga komunikasi ini merupakan aktivitas berbagi ide dan gagasan, curah pendapat, sumbang saran dan kerjasama dalam kelompok. Aktivitas semacam ini dapat mengasah kemampuan berkomunikasi atau kemampuan menyampaikan pemikiran tentang sesuatu hal bagi para pesertanya. Khususnya komunikasi dalam matematika adalah suatu aktivitas penyampaian dan atau penerimaan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa matematika.

National Council of Teachers Mathematics menyatakan bahwa standar kurikulum, matematika sebagai alat komunikasi (mathematics as communications) untuk siswa kelas 6-8 SMP adalah pertama yaitu dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematis mereka melalui

1

Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan

(30)

komunikasi, kedua adalah mampu mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka secara koheren dan jelas kepada teman-teman, guru, dan lainnya, ketiga adalah menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategi lain, dan keempat menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara tepat.2 Hal ini berarti komunikasi merupakan suatu tantangan bagi siswa di kelas untuk mampu berpikir dan bernalar tentang matematika yang merupakan hal utama dalam mengekspresikan hasil pemikiran siswa baik secara lisan maupun tertulis.

Begitu pula didalam pendapat Utari Sumarmo, beliau mengemukakan bahwa matematika bukan alat untuk sekedar berfikir, melainkan ia merupakan alat untuk menyampaikan ide yang jelas dan tepat. Oleh karena itu, matematika harus disampaikan sebagai suatu bahasa yang bermakna. Setiap orang dalam kegiatan hidupnya akan terlibat dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin sampai pada bentuknya yang sangat kompleks. 3

Komunikasi matematik merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam lingkungan pengalihan pesan matematik. Dalam hal ini, pesan berupa materi matematika dan cara pengalihannya dapat berupa lisan maupun tulisan. Cockroft menyatakan bahwa: “We believe that all this perceptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics provide a means of

communication which is powerful, concise, and unambiguous.” Pernyataan ini menunjukkan tentang perlunya para siswa belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.4 Seorang siswa selain mampu bernalar dan memecahkan masalah dengan baik sebagai suatu kegiatan atau aktivitas berpikir, maka ia harus mampu mengkomunikasikan kemampuan tersebut secara nyata dalam bentuk lisan dan tertulis.

2

NCTM, Principels ands Standards for School Mathematics, 2000, h. 268

3

Utari Sumarmo, “Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematik”, (Bandung, UPI, 2006), h.74.

4

(31)

Berkaitan dengan peningkatan kemampuan komunikasi, NCTM menyatakan bahwa program pembelajaran dari taman kanak-kanak sampai kelas 12 hendaknya memungkinkan siswa untuk:

a. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pikiran matematika mereka melalui komunikasi (Organize and consolidate their mathematical thinking though communication).

b. Mengkomunikasikan pikiran matematika mereka secara logis dan jelas kepada teman, guru, ataupun orang lain (Communicate their mathematical thinking coherently and clearly to peers, teachers, and others).

c. Menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematika dan strategi yang digunakan orang lain (Analyze and evaluate the mathematical thinking and strategies of others).

d. Menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide matematika secara tepat (Use the language of mathematics to express mathematical ideas precisely). 5

Baroody berpendapat bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi, yaitu representing, listening, reading, discussing, dan writing.

1) Representasi (Representing)

Siswa menunjukkan kembali suatu idea atau masalah dalam bentuk konkret. Misalnya, representasi bentuk perkalian ke dalam beberapa model konkret.

2) Mendengar (Listening)

Siswa dapat menangkap suara dengan telinga kemudian memberi respon terhadap apa yang didengar. Siswa akan mampu memberikan respon atau komentar dengan baik apabila dapat mengambil inti pembicaraan diskusi di kelas.

5

(32)

3) Membaca (Reading)

Membaca menyangkut persepsi visual dari simbol yang ditulis dan mentransformasikan simbol itu secara lisan baik eksplisit maupun implisit.

4) Berdiskusi (Discussing)

Merupakan kegiatan pertukaran pemikiran mengenai suatu masalah. Siswa dikatakan mampu berdiskusi dengan baik apabila mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan keberanian.

5) Menulis (Writing)

Kegiatan menulis matematika lebih ditekankan pada mengekspresikan ide-ide matematika. 6

Dari beberapa pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian komunikasi matematik berbeda dengan komunikasi secara umum. Komunikasi matematik lebih ditekankan dalam level kognitif, berbeda halnya dengan komunikasi secara umum yang terpaku pada interaksi pertukaran informasi. Maka komunikasi matematik adalah kemampuan siswa mengungkapkan suatu masalah/gagasan/ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, model matematika dan menuliskannya kembali dengan bahasa sendiri secara tertulis.

Mengenai indikator dari komunikasi dijelaskan pada dokumen peraturan dirjen dikdasmen no. 506/C/PP/2004, bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut dokumen diatas, dan hal lain yang menjadi sangat penting berkait dengan penilaian penalaran ini, indikator yang menunjukan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:

1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram.

2. Mengajukan dugaan (conjectures). 3. Melakukan manipulasi matematika.

6

[image:32.595.110.514.135.629.2]
(33)

4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.

5. Menarik kesimpulan dari pernyataan. 6. Memeriksa kesahihan suatu argumen.

7. Menemukan pola atau sifat dari geajala matematis untuk membuat generalisasi. 7

Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematika menurut Sumarmo adalah :

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika

2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahsa dan symbol matematika

4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika

5. Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan

6. Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi. 8

Indikator komunikasi matematis menurut NCTM, dapat dilihat dari:

 Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

 Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;

 Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. 9

7

Fadjar Shadiq, op. cit., h.14.

8

(34)

Komunikasi adalah bagian penting dalam matematika. Melalui komunikasi, ide-ide dapat dijadikan sebagai refleksi, perbaikan, diskusi dan penyempurnaan. Dari beberapa referensi indikator kemampuan komunikasi matematik diatas, penulis melihat banyak aspek dalam kemampuan komunikasi matematik yang harus diteliti. Tetapi dalam penelitian ini lebih mengukur kemampuan siswa dalam ranah kognitif dan kemampuan komunikasi matematik secara tertulis. Berdasarkan indikator-indikator di atas, maka indikator kemampuan komunikasi matematik yang akan diteliti pada penelitian ini antara lain:

a) Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkret, grafik dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.

b) Drawing, yaitu merefleksikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam ide matematika.

c) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. 10

Sedangkan kemampuan komunikasi lisan yang dijadikan sebagai informasi untuk menunjang komunikasi tertulis siswa dapat dilihat dari aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran, baik itu ketika siswa bekerja secara kelompoknya ataupun ketika siswa berusaha menampilkan hasil pekerjaannya di depan kelas.

9

Mumun Syaban, Menumbuh Kembangkan Daya Matematis Siswa, 2013, h. 2, (http://educare.e-fkipunla.net).

10

(35)

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

a. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Secara bahasa pengertian Thinking Aloud artinya berfikir keras, Pair artinya berpasangan dan Problem Solving artinya penyelesaian masalah. Maka Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) sesuai urutan pengertian bahasa dapat diartikan sebagai teknik berfikir keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah, yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif terhadap siswa. Jenis pembelajaran ini membuat siswa ubtuk mencari tahu sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar dan berpikir sendiri.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade. Arthur Whimbey dan Jack Lochhead pada tahun 1987 telah mengembangkan metode ini lebih jauh dengan maksud untuk mendorong keterampilan memecahkan masalah dengan cara membicarakan hasil pemikiran dalam menyelesaikan masalah pada pengajaran matematika dan fisika. Pada metode TAPPS, siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi Problem Solver dan satu orang lagi menjadi Listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu.11

Metode TAPPS merupakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Setiap siswa memiliki tugas masing-masing dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur yang telah ditentukan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang problem solver adalah membaca soal yang dilanjutkan dengan mengungkapkan semua hal yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut.

Dari pengertian-pengertian di atas, metode TAPPS adalah metode pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar melalui pemecahan masalah yang dilakukan secara berpasangan dan saling bertukar peran, dimana satu siswa

11

(36)

memecahkan masalah dan siswa lain mendengarkan sehingga siswa menjadi pembelajar mandiri yang handal.

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem

Solving (TAPPS)

Menurut Whimbey dan Lochhead metode ini menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai Problem Solver dan Listener untuk memecahkan suatu permasalahan setelah selesai bertukar peran.12 Setiap siswa memiliki tugas masing-masing, dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur yang telah ditentukan. Satu orang siswa menjadi Problem Solver. Hal yang pertama harus dia lakukan adalah membaca soal dan kemudian dilanjutkan dengan mengungkapkan semua hal yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut. Satu orang lagi sebagai Listener. Seorang Listener harus membuat Problem Solver tetap berbicara. Tugas utama seorang Listener adalah memahami setiap langkah maupun kesalahan yang dibuat Problem Solver. Seorang Listener yang bagus tidak hanya mengetahui langkah yang diambil Problem Solver tetapi juga memahami alasan yang digunakan untuk memilih langkah tersebut. Listener harus berusaha untuk tidak menyelesaikan masalah Problem Solver. Listener sebaiknya dianjurkan untuk menunjukkan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebutkan letak kesalahannya. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi Problem Solver dan Listener. Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa belajar.

Strategi dalam memecahkan masalah merupakan suatu rangkaian langkah pemecahan yang digunakan oleh problem solver untuk mencapai suatu solusi. Banyak strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun strategi pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini

12

(37)

untuk menyelesaikan soal-soal matematika selama proses belajar mengajar adalah strategi pemecahan masalah menurut Polya.

Menurut Polya langkah pemecahan masalah terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut :13

1. Memahami Masalah

Memahami masalah merupakan langkah yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah karena dalam penyelesaian suatu masalah akan sangat bergantung pada pemahaman terhadap masalah itu sendiri. Polya mengungkapkan bahwa untuk memahami masalah perlu menjawab pertanyaan sebagai berikut: Data apa yang diberikan? Apa yang ditanyakan? Bagaimana kondisi soal? Apa yang tidak diketahui? Mungkinkah kondisi dinyatakan alam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? Apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan? Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi itu berlebihan, atau kondisi itu saling bertentangan? Selain menjawab pertanyaan, untuk memahami masalah disarankan untuk membuat gambar (jika memungkinkan), dan menuliskan notasi yang sesuai.

2. Merencanakan Suatu Penyelesaian

Pada langkah ini ditentukan hubungan antara hal yang diketahui dengan hal yang ditanyakan. Selanjutnya disusun rencana pemecahan masalahnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Apakah pernah ada soal ini sebelumnya? Atau pernahkah ada soal yang sama atau serupa dalam bentuk lain? Tahukah soal yang mirip dengan soal ini? Teori mana yang dapat dipakai dalam masalah ini?

3. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Melaksanakan penyelesaian yang menekankan pada pelaksanaan prosedur yang ditempuh meliputi: Melaksanakan rencana penyelesaian, Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar? Bagaimana membuktikan langkah yang dipilih sudah benar?

13

(38)

4. Memeriksa Kembali Proses dan Hasil Secara Keseluruhan

[image:38.595.119.503.223.562.2]

Memeriksa kembali proses dan hasil yang meliputi: Bagaimana memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain? Dapatkah jawaban itu dibuktikan? Dan Dapatkah cara atau jawaban tersebut digunakan untuk soal-soal lain?

Gambar 2.1

Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya

Dalam penelitian ini strategi empat tahap menurut Polya diterapkan pada saat penggunaan metode TAPPS untuk memecahkan permasalahan/soal. Metode ini melibatkan siswa bekerja secara berpasangan dengan tugas yang berbeda untuk setiap siswa. Seorang siswa bertugas memecahkan masalah bersama temannya yang secara tidak langsung membantu proses pemecahan masalah dengan cara meminta penjelasan seluruh langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa tersebut. Hal ini membuat siswa untuk terus menggunakan komunikasi lisan dan tulisan matematik siswa. Satu orang siswa berperan sebagai problem solver. Tugas problem solver adalah membaca soal dan kemudian menganalisa soal tersebut sesuai dengan fakta dan konsep yang telah dipahami. Hasil analisanya tersebut disampaikan kepada listener. Satu orang lagi sebagai listener. Seorang

Memahami

Mengkaji Ulang Menggunakan Strategi

(39)

listener bertugas untuk mendengarkan dan menganalisa pendapat yang diberikan oleh problem solver. Listener harus membuat problem solver tetap berbicara. Listener harus memahami setiap langkah, jawaban, analisa, yang diberikan oleh problem solver. Sebaiknya, listener jangan menyelesaikan masalah problem solver, tetapi dianjurkan untuk menunjukkan bila terjadi kesalahan.14 Secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut:

1) Menjadi seorang problem solver

a) Menyiapkan buku catatan, alat tulis, kalkulator, dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.

b) Membacakan masalah dengan suara keras.

c) Mulai untuk memecahkan masalah sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan, mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah tersebut diambil agar listener mengerti penjelasan yang dilakukan problem solver.

d) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.

e) Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun problem solver menganggap masalah tersebut mudah.

2) Menjadi seorang listener

a) Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver.

b) Menuntun problem solver untuk terus berbicara, tetapi tidak mengganggu problem solver ketika berpikir.

c) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem solver tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang.

14

Elizabeth F Barkley. Student Engagement Techniques: A Handbook For College Faculty.

(40)

d) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi dari permasalahannya.

e) Memastikan diri bahwa listener mengerti setiap langkah dari solusi tersebut.

f) Jangan biarkan problem solver melanjutkan pemaparannya jika listener tidak mengerti apa yang dipaparkan problem solver dan jika listener berpikir ada suatu kekeliruan.

g) Memberikan isyarat pada problem solver, jika problem solver melakukan kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan jawaban yang benar.

Dilihat dari kedua peran tersebut proses pembelajaran metode TAPPS siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi problem solver dan satu orang lagi menjadi listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu. Pasangan-pasangan siswa bekerja menyelesaikan masalah. Salah satu siswa memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan. Siswa diminta untuk berganti peran untuk setiap masalah yang berbeda. Kegiatan dihentikan apabila siswa telah berhasil menyelesaikan seluruh masalah yang di berikan oleh guru. Guru dapat berkeliling memonitor aktivitas seluruh tim dan melatih listener mengajukan pertanyaan. Hal ini diperlukan karena keberhasilan model ini akan tercapai bila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah.

(41)

masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi problem solver dan listener.

c. Keunggulan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Dalam metode TAPPS ada beberapa keunggulan yang dipaparkan oleh para ahli, seperti Elizabeth F. Barkley dalam bukunya menyatakan TAPPS meningkatkan kemampuan menganalisa dengan cara membantu siswa untuk merumuskan pendapat, melatih konsep, mengerti tahapan-tahapan berpikir mereka, dan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan dalam penalaran seseorang. TAPPS juga dapat membantu mengembangkan kesadaran metakognitif sebagaimana disediakan satu struktur agar siswa mengobservasi dengan baik pelajarannya sendiri.15 Demikian juga dengan Slavin yang mengatakan bahwa: “TAPPS permits student to rehearse the concepts, relate them to existing

frameworks, and produce a deeper understanding of the material”.16 Yang berarti bahwa TAPPS memungkinkan siswa untuk berlatih konsep, mengaitkannya dengan kerangka kerja yang ada, dan menghasilkan pemahaman yang lebih di dalam materi.

Metode ini melibatkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi, metode ini juga dapat memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh kearah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik.

Metode TAPPS merupakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Satu siswa memecahkan masalah dengan memperdengarkannya dan yang lain mendengar, akan meningkatkan vokalisasi dan akurasi serta kemampuan komunikasi lisan

15

Ibid, h. 259

16

(42)

siswa. TAPPS membantu siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan pasangannya.17

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa metode TAPPS memiliki beberapa keunggulan, antara lain:

1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 2. Meningkatkan pemahaman konsep.

3. Mengurangi pemikiran impulsif.

4. Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif. 5. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik.

Melalui metode TAPPS siswa belajar untuk bertangggung jawab dam kegiatan belajar, tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Dalam metode TAPPS siswa dituntut bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapai ketika proses pembelajaran berlangsung.

Metode TAPPS mengharuskan siswa untuk mengartikulasikan pikiran mereka kepada seorang listener ketika mereka memecahkan masalah yang diajukan. Dalam proses tersebut, siswa belajar untuk mengorganisasikan dan menilai kualitas pemikiran mereka sendiri. Sebagai listener, siswa belajar untuk menghargai berbagai cara logis yang digunakan oleh problem solver dalam memecahkan suatu masalah.

17

(43)

3. Desain Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Dalam

Proses Pembelajaran

Dalam menerapkan metode TAPPS di kelas, yang perlu diperhatikan adalah prosedur pelaksanaan metode tersebut agar terlaksana dengan baik. Yang patut dikembangkan dan diterapkan kepada siswa adalah bagaimana siswa bekerja sama agar termotivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir dalam menyelesaiakan masalah pada pembelajaran matematika.

[image:43.595.116.514.285.751.2]

Adapun langkah-langkah atau prosedur pembelajaran matematika dengan menggunakan etode TAPPS secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS

Tahapan Kegiatan Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan

- Guru dan siswa berdoa bersama. - Guru mengabsen siswa.

- Guru menyampaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai tujuan pembelajaran.

- Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.

- Menginformasikan kepada siswa bahwa metode yang akan digunakan pada setiap pertemuan yaitu metode TAPPS dan menyampaikan prosedur pelaksanaannya.

Kegiatan Inti

Eksplorasi:

(44)

- Siswa menggali pengetahuan awal melalui lembar kerja siswa (LKS) yang telah diberikan guru.

- Guru membagi siswa secara berpasangan menjadi kelompok-kelompok kecil (2 orang setiap kelompok).

- Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran, guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang terdiri dari dua permasalahan.

- Guru menugaskan siswa untuk mulai mengerjakan LKS sesuai pengetahuan mereka dengan dibantu bahan ajar dari buku paket. Diharapkan siswa mampu mengeksplor dan mengkomunikasikan permasalahan pada LKS dengan meluapkan ide matematiknya.

- Permasalahan I dikerjakan oleh siswa yang menjadi problem solver pertama. Dan permasalahan II dikerjakan oleh siswa yang menajdi problem solver kedua (listener pertama).

- Guru mengamati dan mengawasi siswa dalam mengerjakan LKS.

Elaborasi:

(45)

- Siswa yang bertugas sebagai problem solver pertama mendapat bagian tentang permasalahan I. Dimulai dari membacakan soal sampai kepada penyelesaian dan kesimpulannya yang dikomunikasikan kepada listener.

- Listener bertugas untuk menyimak dan menganalisa jawaban dari problem solver. Listener berhak mengajukan pertanyaan dan interupsi jika terjadi kesalahan dalam penyampaian oleh problem solver. Tetapi tidak diperkenankan untuk membantu problem solver dalam memberi jawaban. - Guru mengarahkan setiap pemasangan

untuk secara bergantian menjadi problem solver dan listener.

- Lalu menyelesaikan permasalahan II seperti pada saat membacakan soal sampai kepada penyelesaian dan kesimpulannya yang dikomunikasikan kepada listener pada permasalahan I.

(46)

Konfirmasi:

- Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar kesulitan yang siswa hadapi ketika mengerjakan soal. Dan guru bersama siswa membahas soal-soal tersebut.

- Guru memberikan evaluasi akhir dengan meminta siswa secara individu mengerjakan sebuah soal yang diberikan guru, dan mengumpulkan kembali lembar kerja siswa untuk diberikan penilaian oleh guru.

Penutup

- Guru bersama siswa membuat rangkuman dan memberikan kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.

- Guru meminta siswa mempelajari materi selanjutnya.

- Guru menginformasikan kepada siswa bahwa untuk pertemuan-pertemuan berikutnya metode pembelajaran yang akan digunakan adalah metode TAPPS. - Guru bersama siswa menutup pelajaran

dengan salam.

(47)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Yuniawatika pada tahun 2008 terhadap siswa kelas VIII SMPN 1 Bandung, dengan judul Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa SMP melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode non-TAPPS (pembelajaran biasa).18

Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian Heti Nurhayati pada tahun 2012, dengan judul Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa SMP melalui pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode non-TAPPS (metode pembelajaran diskusi).19

C. Kerangka Berpikir

Di dalam proses pembelajaran matematika merupakan proses yang sengaja dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika, serta harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Jadi dalam proses belajar matematika, salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar matematika siswa adalah metode pembelajaran yang tepat oleh guru.

18

Yuniawatika, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Untuk

Meiningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, Skripsi pada Pendidikan Matematika UPI Bandung, Bandung, 2008, h. 97, tidak dipublikasikan.

19

Heti Nurhayati, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

(48)

Proses belajar matematika merupakan hal yang kontinu. Jadi siswa dituntut dalam penguasaan konsep yang telah dipelajari agar dapat ditransfer ke konsep selanjutnya atau ilmu pengetahuan lain.

Peran guru dalam pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Peran guru yang dimaksud adalah dengan memberikan interaksi kepada siswa melalui metode pembelajaran yang baik. Metode pembelajaran tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. Metode pembelajaran yang tepat dapat secara efektif menggiring proses berpikir siswa kearah yang benar serta perubahan dalam aktivitas dan representasi yang dibuat siswa dapat secara lebih efektif.

Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) merupakan model pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Dalam metode TAPPS didapatkan adanya proses kebersamaan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Interaksi antara listener dan problem solver ini akan berjalan dengan baik jika setiap pasangan baik listener maupun problem solver mempunyai kemampuan yang heterogen, serta komunikasi matematik yang mendukung. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dalam menyatakan ide-ide matematikanya adalah dengan memberikan interaksi antar siswa yang terbimbing serta relevan dengan materi yang sedang dibahas melalui metode pembelajaran yang tepat.

(49)

pada kaidah dan telaah bahasa itu sendiri. Komunikasi matematik lebih menekankan penyampaian ide-ide matematik baik secara tulis maupun lisan.

[image:49.595.121.520.199.664.2]

Untuk memudahkan dalam memahami kerangka berpikir ini, perhatikan bagan dibawah ini :

Gambar 2.2

Diagram Kerangka Berpikir

Pembelajaran

Matematika

Keaktifan

Siswa

Peran Guru

Penguasaan

Konsep yang

Dimiliki Siswa

Memberikan

Interaksi Antar

Siswa Melalui

(Metode TAPPS)

Mengkomunikasikan Ide-ide

Matematik

(50)

Berdasarkan uraian dan diagram di atas, diduga bahwa dengan pembelajaran matematika melalui metode pembelajaran yang tepat yaitu metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dapat dijadikan suatu langkah penyesuaian untuk menghadapi kondisi perkembangan tuntutan pendidikan terutama dalam peningkatan kualitas pembelajaran matematika berupa kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara matematik.

D. Hipotesis Penelitian

(51)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

[image:51.595.113.512.216.705.2]

Penelitian dilaksanakan di SMPN 178 Jakarta Jl. Mawar 6A, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada kelas VIII dengan waktu penelitian dimulai dari bulan Januari – Februari 2014 semester genap tahun ajaran 2013-2014. Adapun agenda pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan

Pelaksanaan Kegiatan

2013 2014

Okt Nov Des Jan Feb Mar

Persiapan dan Perencanaan Observasi

Kegiatan Penelitian Pengolahan Data Laporan Penelitian

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental), 1 yaitu metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap kondisi kelas dan lingkungan belajar kelas eksperimen. Peneliti akan menguji pengaruh metode TAPPS terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa dengan cara membandingkan kemampuan komunikasi matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran TAPPS (kelompok

1

(52)

eksperimen) dengan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan metode ekspositori (kelompok kontrol).

Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah Randomized Posttest-Only Comparison Group Design. Dalam desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki karakteristik yang sama atau homogen karena diambil atau dibentuk secara acak (random) dari populasi yang homogen pula.2 Artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama. Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yang pembelajarannya menggunakan metode TAPPS, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan seperti biasanya menggunakan pembelajaran ekspositori, pembelajaran pada kedua kelompok tersebut dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut :

[image:52.595.106.517.189.650.2]

Tabel 3.2

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Pengambilan Perlakuan Post tes

Eksperimen R X1 O

Kontrol R X2 O

Keterangan :

X1 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran TAPPS

X2 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran ekspositori R = Pemilihan sampel secara random/acak

O = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol

2

(53)

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya3. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 178 Jakarta kelas VIII pada semester Genap tahun 2013/2014 yang terbagi dalam 7 kelas. Penempatan siswa pada kelas VIII SMPN 178 Jakarta dilakukan secara acak oleh pihak sekolah tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Siswa tidak dikelompokkan dengan beberapa kriteria dan kurikulum yang diberikan pun sama. Dengan demikian, diasumsikan bahwa setiap kelas pada kelas VIII SMPN 178 Jakarta ini merupakan kelas yang relatif homogen dengan karakteristik siswa dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sempel adalah contoh yang dianggap mewakili populasi, atau cermin dari keseluruhan objek yang diteliti4. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Cluster Sampling. Cluster Sampling merupakan bentuk sampling random dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa cluster dengan aturan-aturan tertentu.5 Setelah dilakukan sampling terhadap 7 kelas yang ada, diperoleh sampel kelas VIII 2 yang terdiri dari 36 siswa dan kelas VIII 3 yang terdiri dari 36 siswa. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh kelas VIII 2 sebagai kelas kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan ekspositori, dan kelas VIII 3 sebagai kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan metode TAPPS.

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 215.

4

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011) h. 155

5

(54)
[image:54.595.124.524.112.359.2]

Gambar 3.1

Teknik Pengambilan Sampel

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan pemberian tes kemampuan komunikasi matematik yang sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes kemampuan komunikasi matematik. Tes kemampuan komunikasi matematik yang diberikan terdiri dari 6 soal dengan pokok pembahasan Lingkaran. Adapun tes kemampuan komunikasi matematik diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII 3 yang dalam pembelajarannya diterapkan metode TAPPS dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII 2 yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan ekspositori.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi matematik. Soal tes untuk mengukur komunikasi matematik disusun dalam bentuk uraian yang terdiri dari 6 buah tes berbentuk tes objektif dengan instrumen soal pada lampiran. Pemberian tes dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan komunikasi matematik siswa.

Kelas VIII

1 2

3 4

5

DIUNDI DIPEROLEH

2

3

EKS

KRL 3

2 DIUNDI

DIPEROLEH

6

(55)
[image:55.595.110.518.198.619.2]

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian kemampuan komunikasi matematik akan dijelaskan sebagaimana terdapat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Aspek Komunikasi Indikator soal Nomor

Soal

1. Written text

(memberikan jawaban dengan bahasa sendiri)

- Siswa dapat menentukan perbandingan keliling dan luas dari dua lingkaran yang jari-jarinya berbeda.

- Siswa dapat membuat model situasi pada lingkaran yang terbagi menjadi beberapa bagian.

1

3

2. Drawing

Menggunakan fenomena dalam masalah

matematika

- Siswa dapat menentukan sketsa gambar dari sebuah kejadian nyata yang menyatakan luas suatu daerah.

- Siswa dapat menentukan sketsa gambar dari sebuah kejadian nyata yang menyatakan keliling lintasan.

2

5

3. Mathematical

Expression

Mengubah kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika

- Siswa dapat mengekspresikan konsep matematika pada lingkaran dalam bahasa atau simbol matematika.

4,6

(56)

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Skor Menulis

(Written texts)

Menggambar

(Drawing)

Ekspresi matematik

(Mathematical Expression)

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada terlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

[image:56.595.104.520.132.718.2]

1 Hanya sedikit dari pen

Gambar

gambar, model matematika dan menuliskannya kembali dengan bahasa sendiri
Gambar 2.1 Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya
Tabel 2.1 Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Demikian juga dengan harga, um um nya konsumen m encari harga yang lebih m urah dari m er ek lain dengan kualit as produk yang sama (referensi D, E, F). Pr omosi,

Komunikasi interpersonal atau antarpribadi ( interpersonal communication ) adalah komunikasi yang dilakukan antar seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat maupun

Aplikasi taksonomi SOLO yang luas dan efektif oleh peneliti pendidikan, perancang kurikulum, dan guru-guru di semua tingkat pendidikan dan di berbagai mata

Kesimpulan : Infra merah dan terapi latihan dapat mengurangi rasa nyeri gerak dan meningkatkan aktifitas fungsional pada bahu kanan dalam kondisi pasca fraktur clavicula dextra

Antipiretik adalah obat yang dapat menekan suhu tubuh dalam keadaan. demam

Siswa tidak menyebarkan berita-berita buruk atau gosip yang dapat membuat citra guru negatif sehingga siswa yang belum mengenal guru tersebut tidak mempunyai image atau

Sulistyo-Basuki (1993, 38) mengemukakan 6 (enam) ciri perpustakaan khusus sebagai berikut:.. a) Perpustakaan khusus umumnya dibentuk oleh suatu instansi (kelembagaan) yang