• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

PANDU BIRAWANTO

20120130002

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,

(3)

“Ketergesaan dalam setiap usaha membawa

kegagalan

”.

(Herodotus)

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah

”.

(Lessing)

Berusaha dan berdoalah, maka kesuksesan akan

(4)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga pelaksanaan laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang terang seperti saat ini kita rasakan.

Laporan tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng. selaku kepala program studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Teddy Nurcahyadi, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

3. Bapak Wahyudi S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

4. Bapak Tito Hadji Agung S., S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan masukan-masukan dalam laporan tugas akhir.

Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi perbaikan laporan ini, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan teman-teman mahasiswa yang lain.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Yogyakarta, 11 Mei 2016

(5)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

INTISARI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian... 2

1.5. Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 4

2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.2. Dasar Teori ... 5

2.2.1. Pengertian Motor Bakar ... 5

2.2.2. Sistem Pembakaran Motor Bakar Torak ... 5

2.2.3. Siklus Termodinamika ... 7

2.2.4. Prinsip Kerja Motor Bakar ... 8

(6)

2.2.5.3. Komponen-komponen Sistem Pengapian ... 12

2.2.6. Koil ... 13

2.2.7. Busi ... 14

2.2.7.1. Konstruksi Busi ... 14

2.2.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bunga Api ... 16

2.2.7.3. Tipe-tipe Busi ... 17

2.2.7.4. Warna Bunga Api pada Busi ... 18

2.2.8. Pengaruh Pengapian ... 19

2.2.9. Bahan Bakar ... 20

2.2.9.1. Pertalite ... 20

2.2.9.2. Angka Oktan ... 20

2.2.10.Dynamometer ... 21

2.2.11.Perhitungan Torsi, Daya dan Konsumsi Bahan Bakar ... 21

2.2.11.1. Torsi ... 21

2.2.11.2. Daya ... 22

2.2.11.3. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Bahan dan Alat Penelitian ... 23

3.1.1. Bahan ... 23

3.1.2. Alat ... 27

3.2.Tempat Penelitian dan Pengujian ... 30

3.3. Diagram Alir Penelitian ... 31

3.3.1. Diagram Alir Pengujian Percikan Bunga Api pada Busi ... 32

3.3.2. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin ... 34

3.3.3. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 36

3.4. Persiapan Pengujian ... 38

(7)

3.6. Alat Uji ... 41

3.6.2. Skema Alat Uji ... 41

3.6.3. Prinsip Kerja Alat Uji Pengapian ... 42

3.7. Metode Pengujian ... 42

3.8. Metode Pengambilan Data ... 42

3.9. Metode Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Hasil Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 44

4.1.1. Pengujian Percikan Bunga Api pada 4 Jenis Busi ... 44

4.1.2. Pengujian Percikan Bunga Api Pada 2 Jenis Koil ... 46

4.2. Hasil Pengujian Kinerja Mesin ... 48

4.2.1. Torsi ... 48

4.2.1.1.Pengujian pada 4 Jenis Busi ... 48

4.2.1.2.Pengujian pada 2 Jenis Koil ... 54

4.2.2. Daya ... 61

4.2.2.1.Pengujian pada 4 Jenis Busi ... 61

4.2.2.2.Pengujian pada 2 Jenis Koil ... 67

4.3. Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 75

4.3.1. Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar ... 75

4.3.2. Pembahasan Konsumsi Bahan Bakar ... 75

BAB V PENUTUP ... 79

5.1. Kesimpulan... 79

5.2. Saran ... 80

(8)

Gambar 2.2. Prinsip Kerja Motor Bensin 4 Langkah... 8

Gambar 2.3. Proses Langkah Hisap Motor 4 Langkah ... 9

Gambar 2.4. Proses Langkah Kompresi Motor 4 Langkah ... 9

Gambar 2.5. Proses Langkah Kerja Motor 4 Langkah... 10

Gambar 2.6. Proses Langkah Buang Motor 4 Langkah ... 10

Gambar 2.8. Capasitor Discharge Ignition (CDI) ... 12

Gambar 2.9. Bagian-bagian Koil ... 13

Gambar 2.10. Busi ... 14

Gambar 2.11. Konstruksi Busi ... 15

Gambar 2.12. Busi Panas ... 17

Gambar 2.13 Busi Dingin ... 18

Gambar 2.14. Tingkatan Warna Suhu ... 18

Gambar 3.1. Yamaha Jupiter MX 135cc ... 23

Gambar 3.2. Koil Standar Yamaha Jupiter MX ... 25

Gambar 3.3. Koil KTC Racing ... 25

Gambar 3.4. Jenis-jenis Busi ... 26

Gambar 3.5. Dynometer ... 27

Gambar 3.6. Personal Computer ... 27

(9)

Gambar 3.11. Tire Pressure Gauge ... 29

Gambar 3.12 Camera. ... 29

Gambar 3.13. Tachometer. ... 30

Gambar 3.14. Diagram Alir Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 32

Gambar 3.15. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin ... 34

Gambar 3.16. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 36

Gambar 3.17. Pengujian percikan bunga api ... 38

Gambar 3.18. Pengujian kinerja mesin ... 39

Gambar 3.19. Pengujian konsumsi bahan bakar ... 40

Gambar 3.20. Skema Alat Uji Kinerja Mesin ... 41

Gambar 4.1. Percikan Bunga Api NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan Denso Iridium (D) menggunakan koil standar ... 44

Gambar 4.2. Percikan bunga api busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan DENSO Iridium (D) menggunakan koil KTC. ... 45

Gambar 4.3. Percikan bunga api busi NGK Standar ... 46

Gambar 4.4. Percikan Bunga Api NGK G-Power ... 47

Gambar 4.5. Percikan Bunga Api TDR Ballistic ... 47

Gambar 4.6. Percikan Bunga Api Denso Iridium ... 48

(10)

Standar ... 55 Gambar 4.10 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK

G-Power Platinum. ... 57 Gambar 4.11 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi TDR

Ballistic. ... 59

Gambar 4.12 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi Denso Iridium. ... 61

Gambar 4.13 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan daya menggunakan koil standar. ... 64 Gambar 4.14 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan daya menggunakan

koil KTC ... 65 Gambar 4.15 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK

Standar ... 68 Gambar 4.16 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK

G-Power Platinum ... 70 Gambar 4.17 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi TDR

Ballistic ... 72

Gambar 4.18 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi Denso Iridium ... 74

(11)

Tabel 2.2. Angka Oktan Menurut Jenis Bahan Bakar ... 21 Tabel 3.1. Variasi Koil dan Busi dengan Berbagai Kondisi ... 31 Tabel 4.1 Perbandingan Torsi pada Variasi 4 Jenis Busi menggunakan Koil Standar ... 49 Tabel 4.2 Perbandingan Torsi pada Variasi 4 Jenis Busi menggunakan Koil KTC ... 50 Tabel 4.3 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK Standar 54

Tabel 4.4 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK G-Power Platinum ... 56

Tabel 4.5 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi TDR Ballistic ... 58

Tabel 4.6 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi Denso Iridium ... 60

(12)

... 73

(13)
(14)

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN

VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP

KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR

PERTALITE

INTISARI

Ada beberapa jenis busi dan koil yang digunakan untuk menambah performa sepeda motor. Dari berbagai jenis busi dan koil tersebut memiliki ciri khas dan bentuk masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan sepeda motor tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara eksperimental pengaruh penggunaan variasi 2 jenis koil dan 4 jenis busi terhadap kinerja motor bensin 4 langkah 135 cc menggunakan bahan bakar pertalite.

Busi dan koil yang digunakan dalam penelitian ini adalah busi NGK Standar, NGK G-Power Platinum, TDR Ballistic, Denso Iridium, koil standar, dan koil KTC. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan alat uji percikan bunga api, dynotest, dan uji konsumsi bahan bakar. Parameter yang diukur adalah besarnya percikan bunga api, daya dan torsi, dan konsumsi bahan bakar yang terpakai.

Hasil pengujian bunga api terbesar pada Denso Iridium menggunakan koil KTC yang menghasilkan percikan bunga api paling besar dan stabil dengan temperatur hingga 12000 K. Pada torsi tertinggi terdapat pada busi TDR Ballistic dengan koil KTC yaitu 12,48 N.m pada putaran 6151 rpm, dan daya terbesar pada busi NGK Standar dengan koil KTC yaitu 12,1 Hp pada putaran 7662 rpm. Sedangkan konsumsi bahan bakan bakar terendah terdapat pada busi Denso Iridium yang menghasilkan konsumsi bahan bakar 65,68 km/l dengan penghematan konsumsi bahan bakar sebesar 1,93% dari kondisi busi NGK Standar dengan koil standar.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia otomotif di zaman sekarang ini diikuti dengan berkembangnya berbagai komponen pendukungnya. Banyak teknologi-teknologi baru yang diaplikasikan sebagai penyempurnaan komponen-komponen dari motor bensin, maupun peralatan-peralatan tambahan yang berguna untuk menyempurnakan kemampuan kinerja mesin.

Motor bensin dalam proses pembakaran campuran antara bahan bakar dan udara mengunakan busi sebagai alat pemercik bunga api yang disebut dengan Spark Ignition Engine (SIE). Dalam proses pengapian membutuhkan CDI, busi, dan koil yang sangat berperan penting dalam kinerja kendaraan motor bensin yang fungsinya sebagai pemutus dan penyambung kumparan dan pembangkit arus tegangan tinggi. Ada beberapa merk dan jenis busi dan koil yang digunakan untuk menambah performa pada sepeda motor. Dari berbagai jenis busi dan koil tersebut memiliki ciri khas dan bentuk masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan sepeda motor tersebut.

(16)

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk memilih koil dan busi sesuai dengan kebutuhan pada penggunaan bahan bakar pertalite.

1.2Rumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi pokok pembahasan adalah pengaruh penggunaan variasi busi dan variasi koil terhadap percikan bunga api pada busi, kinerja sepeda motor, dan konsumsi bahan bakar pada motor empat langkah 135 cc berbahan bakar pertalite.

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Kondisi mesin pada sepeda motor dalam kondisi standar.

2. Jenis koil yang digunakan dalam penelitian ini adalah koil standard dan koil racing.

3. Jenis busi yang digunakan dalam penelitian ini adalah busi standar, platinum, ballistic, dan iridium.

4. Menggunakan bahan bakar Pertalite dengan nilai oktan 90.

5. Parameter kinerja yang diukur : percikan bunga api pada busi, kinerja mesin dan konsumsi bahan bakar.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi 2 jenis koil dan variasi 4 jenis busi terhadap unjuk kerja sepeda motor 4 langkah 135 cc berbahan bakar pertalite :

1. Pengaruh penggunaan jenis busi terhadap percikan bunga api, torsi, data, dan konsumsi bahan bakar.

(17)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Informasi data tersebut dapat dijadikan referensi dalam mengetahui daya dan torsi yang dihasilkan oleh variasi koil dan busi pada sepeda motor 4 langkah 135 cc.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1.Tinjauan Pustaka

Adita (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian CDI standar dan racing serta busi standard an busi racing terhadap kinerja motor yamaha mio 4 langkah 110 cc tahun 2008. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut, daya maksimum yang dihasilkan 8,80 N.m sampai 9,49 N.m pada putaran mesin 5000 sampai 5750 rpm. Konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 1,1706 kg/jam pada putaran mesin 10.000 rpm.

Puspita (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian berbagai jenis busi terhadap unjuk kerja motor bensin 4 langkah 100 cc dengan variasi kil dan cdi. Dari penelitian tersebut diperoleh dari penelitian dari berbagai jenis busi, tidak menunjukkan perubahan perbedaan yang mencolok terhadap unjuk kerja motor bensin 100 CC 4 langkah. Pemakaian berbagai jenis busi pada kondisi standar untuk nilai torsi, daya, tekanan, efektif rata-rata (BMEP), dan efisiensi thermal (Ƞbt) tertinggi didapat pada pemakaian busi elektroda Y (BEY), sedangkan untuk konsumsi bahan bakar (SFC) terendah pada busi elektroda standar. Pada kondisi mesin koil racing dengan 5 macam busi racing, kinerja mesin terbaik rata-rata didapat pada pemakaian busi elektroda Y. Pada kondisi CDI racing dengan 5 macam busi kinerja mesin terbaik rata-rata didapat pada pemakaian busi elektroda Y. Pada kondisi mesin koil racing dan CDI racing dengan 5 macam busi kinerja esin terbaik rata-rata didapat pada pemakaian busi elektroda Y. Pada kondisi variasi 5 macam busi dengan berbagai kondisi mesin (koil racing, CDI racing, koil racing+CDI racing) kinerja mesin terbaik rata-rata didapat pada kondisi mesin CDI racing.

(19)

bakar bensol dengan CDI standar mrnghasilkan torsi sebesar 6,87 N.m dan dengan CDI racing menghasilkan torsi sebesar 6,82 N.m, sedangkan daya yang dihasilkan sebesar 4,7 kW pada penggunaan CDI standar dan CDI racing.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Motor Bakar

Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi thermal untuk melakukan kerja mekanik, atau yang mengubah energi thermal menjadi energi mekanik. Energi yang dapat diperoleh dengan proses pembakaran yang mengubah energi tersebut yang terjadi di dalam mesin dan diluar mesin.

Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder. Fungsi torak disini salah satunya adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut diteruskan torak ke dalam batang torak, kemudian di teruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya akan diubah menjadi gerakan putar.

2.2.2 Sistem Pembakaran Motor Bakar Torak

Ditinjau dari cara memperoleh energi thermal mesin kalor dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Motor pembakaran dalam atau sering disebut juga dengan Internal Combustion Engine (ICE), yaitu dimana proses pembakarannya berlangsung di dalam motor bakar, sehingga panas dari hasil pembakaran langsung dapat diubah menjadi tenaga mekanik.

(20)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan motor yang akan digunakan sebaga berikut :

a. Motor pembakaran luar :

1) Dapat memakai semua bentuk bahan bakar.

2) Dapat memakai bahan bakar yang bermutu rendah. 3) Lebih cocok dipaakai untuk daya tinggi.

b. Motor pembakaran dalam : 1) Pemakaian bahan bakar irit.

2) Berat tiap satuan tenaga mekanis lebih kecil.

3) Konstruksi lebih sederhana, karena tidak memerlukan ketel uap dan kondensor.

(21)

2.2.3. Siklus Termodinamika

Siklus udara volume konstan (siklus otto) dapat digambarkan dengan grafik P dan V seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1 Diagram P dan V dari siklus Volume konstan (Sumber: Arismunandar, 2002)

Proses siklus otto sebagai berikut :

1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan; 2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan-konstan;

3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik;

4. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukkan kalor pada volume konstan;

5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropik;

6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-konstan;

7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan-konstan;

(22)

langkah buang, tetapi pada langkah hisap berikutnya akan masuk sejumlah fluida yang sama.

P = Tekanan fluida kerja (kg/cm2) V = Volume spesifik (m3/kg)

qm = Jumlah kalor yang dimasukkan (kcal/kg) qk = Jumlah kalor yang dikeluarkan (kcal/kg) VL = Volume langkah torak (m3 atau cm3) VS = Volume sisa (m3 atau cm3)

TMA = Titik Mati Atas TMB = Titik Mati Bawah

2.2.4. Prinsip Kerja Motor Bakar

2.2.4.1.Motor Bensin 4 Langkah

Motor bensin empat langkah adalah motor yang menyelesaikan satu siklus pembakaran dalam empat langkah torak atau dua kali putaran poros engkol, jadi dalam satu siklus kerja telah mengadakan proses pengisian, kompresi dan penyalaan, ekspansi serta pembuangan. Pada motor 4 langkah titik paling atas yang mampu dicapai oleh gerakan torak disebut Titik Mati Atas (TMA), sedangkan titik terendah yang mampu dicapai torak pada silinder disebut Titik Mati Bawah (TMB). Dengan asumsi bahwa katup masuk dan katup buang terbuka tepat pada waktu piston berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 langkah dapat diterangkan sebagai berikut.

(23)

Penjelasan prinsip kerja motor empat langkah dijelaskan sebagai berikut : a. Langkah Hisap

Gambar 2.3. Proses langkah hisap motor 4 langkah (Arismunandar, 2002)

Penjelasan :

1. Piston bergerak dari TMA ke TMB.

2. Katup masuk terbuka dan katub buang tertutup.

3. Campuran bahan bakar dengan udara yang telah tercampur dalam karburator masuk ke dalam ruang silinder melalui katup inlet.

4. Saat piston berada di TMB, maka katup masuk akan menutup. b. Langkah kompresi

(24)

Penjelasan :

Proses langkah kompresi adalah untuk meningkatkan suhu yang berada di dalam ruang silinder sehingga campuan udara dan bahan bakar dapat tercampur dengan baik, pada proses ini bunga api sebagai sumber pemicu percikan apai yang berasal dari busi.

c. Langkah Kerja/Ekspansi

Gambar 2.5. Proses langkah kerja motor 4 langkah (Arismunandar, 2002)

Proses penjelasan :

1. Katup masuk dan katup buang dalam keadaan tertutup.

2. Gas yang terbakar dalam tekanan tinggi akan mengembang kemudian menekan piston tun ke bawah dari TMA ke TMB.

3. Tenaga ini kemudian disalurkan menggunakan batan penggerak dari poros engkol yang bergerak.

d. Langkah Pembuangan

(25)

Penjelasan :

Langkah buang menjadi sangat penting untuk menghasilkan operasi kinerja mesin menjadi lebih lembut dan efisien. Piston bergerak mendorong gas sisa hasil pembakaran menuju ke katup buang, keudian akan diteruskan keluar dengan menggunakan kenalpot agar tidak menimbulkan kebisingan. Proses ini harus dilakukan dengan baik dan total, agar tidak terdapat hasil sisa pembakaranyang tercampur pada pembakaran gas baru yang dapat mengurangi potensial tenaga yang dihasilkan.

2.2.5. Sistem Pengapian

Fungsi pengapian ini adalah memulainya pembakaran atau menyalakan campuran bahan bakar dan udara pada saat dibutuhkan, sesuai dengan beban dan putaran motor. Sistem pengapian dibedakan menjadi 2 yaitu sistem pengapian konvensional dan sistem pengapian elektronik.

2.2.5.1.Sistem Pengapian Konvensional

Sistem pengapian konvensional dibedakan menjadi 2 macam yaitu sistem pengapian magnet dan sistem pengapian baterai.

1) Sistem Pengapian Magnet

Sistem pengapian magnet ini menggunakan arus dari kumparan magnet (AC) sebagai pemercik bunga api pada busi.

2) Sistem Pengapian Baterai

Sistem pengapian baterai ini sumber tegangan berasal dari baterai (accu) yang kemudian disalurkan ke CDI, dari CDI arus listrik di salurkan ke koil untuk mengubah tegangan rendah menjadi tegangan tinggi sebagai pemercik bunga api pada busi.

2.2.5.2.Sistem Pengapian Elektronik

(26)

1) Sistem pengapian CDI-AC

Sistem pengapian CDI-AC ini menggunakan sumber tegangan berasal dari dalam flywheel magnet yang berputar yang menghasilkan arus listrik AC dalam bentuk induksi listrik dari source coil yang nantinya arus tersebut akan dirubah menjadi setengah gelombang (menjadi arus searah) oleh diode, kemudian disiman dalam kapasitor dalam CDI unit.

2) Sistem pengapian CDI-DC

Gambar 2.8. CDI (Capacitor Discharge Ignition)

Sistem pengapian CDI-DC ini menggunakan sumber tegangan berasal dari dalam flywheel magnet yang berputar yang menghasilkan arus listrik AC dalam bentuk induksi listrik dari pulser yang nantinya arus tersebut akan disearahkan dengan menggunakan rectifier kemudian di hubungkan ke baterai untuk melakukan proses pengisian (Charging System). Dari baterai arus ini dihubungkan ke kunci kontak, CDI unit, koil pengapian sebagai pembangkit tegangan, dan kemudian ke busi.

2.2.5.3.Komponen-Komponen Sistem Pengapian Elektronik

Berikut ini merupakan komponen-komponen pada sistem pengapian elektrik:

(27)

2.2.6. Koil

Koil berfungsi untuk membangkitkan sumber tagangan rendah dari 12 volt pada baterai menjadi sumber tegangan tinggi sebesar 10.000 volt atau lebih, yang kemudian disalurkan ke busi untuk menghasilkan percikan bunga api.

Koil memiliki inti besi yang dililitkan oleh 2 jenis gulungan kawat yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Pada kumparan sekunder jumlah lilitan pada kumparan kawat tersebut kurang lebih 20.000 lilitan dengan diameter 0,05-0,08 mm. Pada salah satu ujung lilitan digunakan sebagai terminal tegangan tinggi yang dihubungkan dengan komponen busi, sedangkan untuk ujung yang lainnya disambungkan dengan kumparan primer.

Gambar 2.9. Bagian-bagian Koil (Sumber: Tristanto, 2014)

(28)

Arus tegangan tinggi tidak hanya terjadi pada kumparan sekunder, tetapi pada kumparan primer juga memiliki tegangan sekitar 300-400 volt yang disebabkan adanya induksi sendiri.

2.2.7. Busi

Busi menghasilkan listrik tegangan tinggi dari kumparan sekunder koil pengapian, setelah melalui rangkaian, listrik tegangan tinggi akan dikeluarkan diantara elektroda tengah (elektroda positif) dan elektroda sisi (elektroda negatif) busi berupa percikan bunga api. Tujuannya adanya busi dalam hal ini adalah untuk mengalirkan pulsa atau arus tegangan tinggi dari tutup (terminal) busi ke bagian elektroda tengah ke elektroda sisi melewati celah udara dan kemudian berakhir ke masa (ground).

Gambar 2.10. Busi

2.2.7.1.Konstruksi Busi

(29)

Gambar 2.11. Konstruksi Busi (Sumber : Jama, Jalius 2008)

1) Terminal stud

Terminal stud terletak di dalam insulator. Terminal stud ini dihubungkan dengan kaca konduktif khusus yang berhubungan dengan centre electrode secara langsung. Bagian dari ujung terminal stud yang keluar dari insulator memiliki aliran yang berfungsi untuk memasang kabel tegangan tinggi (kabel busi). Pada ulir dipasang sebuah terminal yang digunakan untuk memasang kabel busi.

2) Insulator

(30)

3) Ground Electrode

Elektroda negatif dipasangkan pada shell, yang mana shell melekat pada bagian silinder, sedangkan kepala silinder sendiri terhubung dengan kutub negatif pada sumber tegangan. Electrode negative harus dipilih dari bahan yang memiliki konduktivitas panas yang tinggi karena pada kondisi kerjanya elekroda ini langsung berhubungan dengan campuran udara dan bahan bakar.

4) Centre Electrode

Elektroda pusat terletak di dalam insulator. Diameter dari elektroda pusat ini lebih kecil daripada diameter lubang insulator. Ujung dari elektroda ini sebagian keluar dari hidung insulator. Elektroda pusat terbuat dari logam khusus yang memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Selain itu juga harus dipilih dari bahan yang memiliki ketahanan korosiyang tinggi.

5) Celah Elektroda

Celah elektroda adalah jarak terpendek antara elektroda pusat dengan electrode negative, dimana busur api listrik dapat meloncat. Ada suatu hubungan antara tegangan penyalaan yang dibutuhkan dengan lebarnya celah elektroda. Apabila celah elektrodanya kecil maka tegangan penyalaan yang dibutuhkan semakin besar. Celah elektroda yang digunakan sekitar 0,5-1,0 mm. Tetapi pada ketepatan celah elektroda yang paling optimal masing-masing tergantung pada desain dari setiap mesin itu sendiri.

2.2.7.2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bunga Api

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan bunga api :

1) Bentuk Elektroda busi

(31)

2) Celah busi

Celah elektroda pada busi sangat mempengaruhi loncatan bunga api pada busi. Apabila elektroda busi lebih besar maka percikan bunga api pada busi akan sulit dan tegangan sekunder yang diperlukan harus lebih besar. Untuk busi standar celah busi berkisar diantara 0,6-0,8 mm.

3) Tekanan kompresi

Tekanan kompresi dapat mempengaruhi nyala bunga api pada busi. Apabila tekanan kompresi meningkat maka busi akan sulit untuk menyalakan bunga api dan tegangan yang dibutuhkan semakin tinggi.

2.2.7.3.Tipe- Tipe Busi

Berdasarkan kemampuan mentransfer panas, busi dibagi dalam 2 tipe yaitu: 1) Panas

Gambar 2.12 Busi Panas (Sumber : Jama, 2008)

(32)

2) Dingin

Gambar 2.13 Busi Dingin (Sumber : Jama, 2008)

Busi tipe dingin lebih mudah mentransfer panas ke bagian silinder kepala. Biasanya digunakan untuk penggunaan yang lebih berat, misalnya untuk balap atau pemakaian jarak jauh karena sifatnya mudah dalam pendinginan.

2.2.7.4.Warna Bunga Api pada Busi

Percikan bunga api pada busi memiliki temperatur yang berbeda-beda tegantung dari jenis bahan dan bentuk elektrodanya. Berikut ini merupakan tingkatan temperatur pada busi berdasarkan pada warna percikan yang dihasilkan pada busi.

(33)

2.2.8. Pengaruh Pengapian

Sistem pengapian CDI merupakan penyempurnaan dari sistem pengapian magnet konvensional (sistem pengapian dengan kontak platina) yang mempunyai kelemahan-kelemahan sehingga akan mengurangi efisiensi kerja mesin. Sebelumnya sistem pengapian pada sepeda motor menggunakan sistem pengapian konvensional.

Dalam hal ini sumber arus yang dipakai ada dua macam, yaitu dari baterai dan pada generator. Perbedaan yang mendasar dari sistem pengapian baterai menggunakan baterai (accu) sebagai sumber tegangan, sedangkan untuk sistem pengapian magnet menggunakan arus listrik AC (Alternative Current) yang berasal dari artelnator.

Sekarang ini sistem pengapian magnet konvensional sudah jarang digunakaan. Sistem tersebut sudah tergantikan oleh banyaknya sistem pengapian CDI pada sepeda motor. Sistem CDI mempunyai banyak keunggulan dimana tidak dibutuhkan penyetelan berkala seperti pada sistem pengapian dengan platina.

Dalam sistem CDI busi juga tidak mudah kotor karena tegangan yang dihasikan oleh kumparan sekunder koil pengapian lebih stabil dan sirkuit ada di dalam unit CDI lebih tahan air dan kejutan karena dibungkus dalam cetakan plastik. Pada sistem ini bunga api yang dihasilkan oleh busi sangat besar dan relatif lebih stabil, baik dalam putaran tinggi maaupun putaran rendah. Hal ini berbeda dengan sistem pengapian magnet dimana saat putaran tinggi api yang dihasilkan akan cenderung menurun sehingga mesin tidak dapat bekerja secara optimal. Kelebihan inilah yang membuat sistem pengapian CDI yang digunakan saat ini.

(34)

2.2.9. Bahan Bakar

2.2.9.1.Pertalite

Pertalite merupakan bahan bakar baru yang saat ini digunakan untuk kendaraan bermotor. Kandungan zat aditif detergent, anti korosi, serta pemisah air pada pertalite akan menghambat proses korosi dan pembentukan deposit didalam mesin. Pertalite ini memiliki angka oktan 90.

Tabel 2.1. Spesifikasi Pertalite

NO. Sifat Batasan

6 Stabilitas oksidasi (menit) 360 Kandungan pewarna

(gram/100 liter)

0,13

7 Warna Hijau

(Keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013).

2.2.9.2.Angka Oktan

(35)

Tabel 2.2. Angka Oktan Menurut Jenis Bahan Bakar Jenis Bahan Bakar Angka Oktan

Premium 88

Pertalite 90

Pertamax 92

Pertamax Plus 95

Pertamax Racing 100

Bensol 100

(www.pertamina.com)

2.2.10.Dynamometer

Dynamometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi, putaran mesin, dan daya yang dihasilkan dari sebuah mesin tanpa harus mengetest di jalan raya. Berikut ini jenis-jenis dari Dynamometer :

a. Engine dyno

Mesin yang akan diukur parameter dinaikkan ke mesin dyno tersebut, pada dyno jenis ini tenaga yang terukur merupakan hasil dari putaran mesin murni.

b. Chasis dyno

Roda motor yang diletakkan diatas drum dyno yang dapat berputar. Pada jenis ini kinerja mesin yang didapat merupakan power sesungguhnya yang dikeluarkan mesin karena sudah dikurangi segala macam faktor gesek yang dapat mencapai 30% selisihnya jika dibandingkan dengan engine dyno.

2.2.11.Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

2.2.11.1. Torsi

Torsi adalah indikator baik dari ketersediaan mesin untuk kerja. Torsi didefinisikan sebagai daya yang bekerja pada jarak momen dan apabila dihubungkan dengan kerja dapat ditunjukan dengan persamaan (Heywood, 1988).

(36)

Dengan :

T = Torsi (N.m).

F = Gaya yang terukur pada Dynamometer (kgf). L = Panjang langkah pada Dynamometer (m).

2.2.11.2. Daya

Daya adalah besar usaha yang dihasilkan oleh mesin tiap satuan waktu, didefinisikan sebagai laju kerja mesin, ditunjukkan oleh persamaan (Heywood, 1988).

P=2 π n T60000 ... (2)

Dengan : P = Daya (kW).

n = Putaran mesin (rpm). T = Torsi (N.m).

2.2.11.3. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik

Pengambilan data pada konsumsi bahan bakar adalah dengan menggunakan tangki mini dan diisi bahan bakar sebanyak 100 ml yang digunakan untuk berkendara sejauh 3 km yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Kbb = Vs ... (3) Kbb = Konsumsi bahan bakar yang terpakai (km/l)

(37)

3.1.Bahan dan Alat

3.1.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada gambar berikut : a. Yamaha Jupiter MX 135

1) Sepesifikasi

Gambar 3.1 Yamaha Jupiter MX 135

Data spesifikasi yang dipakai adalah data spesifikasi mesin pada Yamaha Jupiter MX 135 CC yang digunakan sebagai objek pengujian ditunjukkan sebagai berikut :

a) Spesifikasi mesin

Type Mesin : 4 Langkah, SOHC, 4 Klep (Berpendingin Cairan) Diameter x Langkah : 54.0 x 58.7 mm

(38)

Power Max : 8, 45kw (11,33 HP) pada putaran 8500 rpm Torsi Max : 11,65N.m (1,165 kgf.m) pada putaran 5500 rpm Sistem Pelumasan : Pelumasan Basah

Kapasitas Oli Mesin : Penggantian Berkala 800 cc : Penggantian Total 1000 cc Kapasitas Air Pendingan : Radiator dan Mesin 620 cc

Tangki Recovery 280 cc, Total 900 cc

Karburator : MIKUNI VM 17 x 1, Setelan Pilot Screw 1-5, 8 putaran keluar

Putaran Langsam Mesin : 1.400 rpm Saringan Udara Mesin : Tipe Kering

Sistem Starter: : Motor Starter & Starter Engkol

Type Transmisi : Type ROTARY 4 Kecepatan dengan kopling manual

b) Spesifikasi Sistem Kelistrikan

Lampu Depan : 12V, 32.0W / 32.0W x 1 Lampu Belakang : 12V, 5.0W / 21.0W x1 Lampu Sein Depan : 12V, 10.0W x 2 Lampu Sein Belakang : 12V, 10.0W x 2

Baterai : YB5L-B/GM5Z-3B / 12V, 5.0Ah

Busi : NGK/CPR 8 EA-9 / DENSO U 24 EPR-9 Sistem Pengapian : DC. CDI

(39)

b. Koil Standar Yamaha Jupiter MX

Koil standar bawaan pabrik memiliki arus listrik yang tidak begitu besar karena tidak diperuntukkan dalam kepentingan balap.

Gambar 3.2. Koil Standar Jupiter MX c. Koil Racing KTC

Koil ini memiliki kelebihan menghasikan bunga api yang cukup besar dibanding dengan koil standar. Selain itu koil ini sering digunakan untuk kepentingan sepeda motor balap yang memerlukan pembakaran yang lebih sempurna.

(40)

d. Busi

Gambar 3.4 Jenis-jenis busi

Berikut ini adalah jenis-jenis busi yang digunakan sebagai bahan pengujian :

1) Busi Standar NGK CPR6EA-9

Busi standar ini memiliki diameter elektroda antara 1,5 mm sampai dengan 2,0 mm yang dapat mempengaruhi percikan bunga api pada busi. 2) Busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power)

Busi ini memiliki diameter elektroda 1,1 mm, lebih kecil dari busi standar yang dapat mempengaruhi besarnya percikan bunga api pada busi. 3) Busi TDR Ballastic

Busi ini mempunyai diameter yang hampir sama dengan busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power) yaitu 1,1 mm.

4) Busi Denso Iridium Power

Busi tipe racing ini mempunyai diameter lebih kecil dari busi standar dan platinum yaitu 0,4 mm yang dapat mempengaruhi besarnya percikan bunga api pada busi.

(41)

e. Pertalite

Merupakan bahan bakar minyak yang mempunyai nilai oktan 90 dan sebagai sumber bahan bakar pada motor bensin.

3.1.2. Alat

1. Dynamometer

Alat ini digunakan untuk mengukur torsi dan daya pada mesin sepeda motor.

Gambar 3.5. Dynamometer

2. PC (Personal Computer)

Alat ini digunakan unutk membaca data daya dan torsi yang dihasilkan pada sepeda motor melalui Dynamometer.

(42)

3. Buret

Digunakan untuk mengukur volume bahan bakar yang akan digunakan.

Gambar 3.7. Buret 4. Corong minyak

Digunakan untuk memasukkan bahan bakar ke dalam tangki bahan bakar.

Gambar 3.8. Corong minyak 5. Tangki bahan bakar mini

Digunakan untuk mengganti tangki bahan bakar standar sepeda motor yang bertujuan agar volume bahan bakar sesuai dengan volume bahan bakar yang akan diuji.

(43)

6. Alat uji pengapian

Digunakan sebagai alat uji pengapian yang diatur pada putaran 3000 rpm.

Gambar 3.10. Alat uji pengapian 7. Tire pressure gauge

Digunakan untuk mengetahui tekanan angin pada ban sepeda motor.

Gambar 3.11. Tire pressure gauge 8. Camera

Digunakan untuk mendokumentasikan penelitian.

(44)

9. Tachometer

Digunakan untuk mengetahui putaran rotor magnet pada alat uji.

Gambar 3.13. Tachometer

3.2.Tempat Penelitian dan Pengujian

(45)

3.3.Diagram Alir Pengujian

Tabel 3.1 Dibawah ini menunjukkan berbagai macam kondisi yang digunakan untuk melakukan 3 jenis pengujian dari kondisi 1 sampai dengan 8 yang berkaitan dengan pengaruh pemakaian variasi berbagai jenis koil dan busi.

Tabel 3.1. Variasi Koil dan Busi dengan Berbagai Kondisi

Kondisi Variasi

1 Koil Standar, busi NGK Standar 2 Koil Standar, busi NGK Platinum 3 Koil Standar, busi TDR Ballistic 4 Koil Standar, busi Denso Iridium 5 Koil KTC, busi NGK Standar 6 Koil KTC, busi NGK Platinum 7 Koil KTC, busi TDR Ballistic 8 Koil KTC, busi Denso Iridium

(46)

3.3.1. Diagram Alir Pengujian Percikan Bunga Api pada Busi

Diagram alir ini merupakan diagram penelitian percikan bunga api pada busi menggunakan 2 variasi koil dan 4 variasi busi.

Mulai

Studi Literatur

Pengaruh penggunaan 4 jenis busi dan 2 jenis koil

Persiapan alat dan bahan : 1. Persiapan pengujian 2. Persiapan alat dan bahan

Kondisi 1 sampai dengan 8 :

Variasi koil : Koil Standar dan Koil KTC Variasi Busi : NGK Standar, NGK Platinum, TDR Ballistic, dan Denso Iridium

Manghidupkan alat uji

Pengaturan putaran alat uji

(47)

Gambar 3.14. Diagram Alir Pengujian Percikan Api pada Busi

Pencatatan data hasil pengujian:

Putaran mesin (rpm) dan percikan bunga api

Mematikan alat uji

Pemeriksaan alat uji

Semua kondisi selesai diuji

Analisis percikan bunga api pada busi

Kesimpulan dan Saran

Selesai

(48)

3.3.2. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin

Diagram alir ini merupakan diagram penelitian pengaruh kinerja mesin dengan 2 variasi koil dan 4 variasi busi menggunakan bahan bakar pertlite.

Studi Literature

Pengaruh kinerja mesin standar dengan variasi koil dan variasi busi dengan bahan bakar pertalite

Persiapan alat dan bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan alat dan bahan

Mulai

K = 1 sampai dengan 8 dengan bahan bakar pertalite Variasi Koil : Koil Standar dan Koil KTC

Variasi Busi : NGK Standar, NGK Platinum, TDR Ballistic, dan Denso Iridium

(49)

Gambar 3.15. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin.

A B

Menghidupkan Mesin

Posisi gigi transmisi 1 sampai 3

Data Output (rpm, HP, Q, T) didapat dari komputer pada Dynamometer

MematikanMesin

Servisringanmenyeluruh

Semua kondisi selesai diuji

Analisis dan pengolahan data torsi dan daya

Pembahasan

 Karakteristik T pada berbagai putaran mesin

 Karakteristik P pada berbagai putaran mesin

Kesimpulan dan Saran

(50)

3.3.3. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar

Diagram alir ini merupakan diagram penelitian pengaruh konsumsi bahan bakar pada sepeda motor dengan 2 variasi koil dan 4 variasi busi menggunakan bahan bakar pertalite.

Mulai

Studi Literatur

Pengaruh konsumsi bahan bakar dengan variasi koil dan variasi busi berbahan bakar pertalite

Persiapan alat dan bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan alat dan bahan 3. Servis Menyeluruh

K = 1 sampai dengan 8 berbahan bakar pertalite Variasi Koil : Koil Standar dan Koil KTC

Variasi Busi : NGK Standar, NGK Platinum, TDR Ballistic, dan Denso Iridium

Menghidupkan Mesin

(51)

Gambar 3.16. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar

A B

Posisi gigi transmisi 1 sampai 4

Pencatatan hasil pengujian data :

Waktu dan konsumsi bahan bakar

Mematikan Mesin

Service ringan menyeluruh

Semua kondisi selesai diuji

Kesimpulan dan Saran

Analisis dan pengolahan data perbandingan konsumsi bahan bakar

(52)

3.4.Persiapan Pengujian

Sebelum pengujian dilakukan diperlukan persiapan dan pemeriksaan terhadap alat dan sepeda motor yang akan diuji agar data yang diperoleh lebih akurat dengan langkah sebagai berikut :

1. Speda motor

Melakukan pemeriksaan sepeda motor sebelum melakukan pengujian. Mesin, sistem kelistrikan, dan bagian komponen lainnya harus dalam keadaan normal dan standar untuk melakukan pengujian awal.

2. Alat ukur

Menyiapkan dan memeriksa alat ukur sebelum digunakan. Alat ukur yang akan digunakan dikalibrasi untuk medapatkan data yang akurat. 3. Bahan bakar

Menyiapkan bahan bakar yang akan digunakan. Dalam pengujian ini bahan bakar yang digunakan adalah pertalite.

3.5.Tahap Pengujian

3.5.1. Tahap Pengujian Percikan Bunga Api pada Busi

Pengujian percikan bunga api pada busi menggunakan alat simulasi percikan bunga apiyang ditunjukkan pada gabar berikut.

Gambar 3.17. Pengujian percikan bunga api

Pada pengujian percikan bunga api busi mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut :

(53)

2. Melakukan 2 variasi koil dan 4 variasi busi. 3. Melakukan pengujian dan pengambilan data. 4. Melakukan pemeriksaan alat uji.

5. Membersihkan dan merapikan tempat setelah pengujian.

3.5.2. Tahap Pengujian Kinerja Mesin

Pengujian kinerja mesin meggunakan dynamometer untuk mengetahui torsi dan daya pada sepeda motor.

Gambar 3.18. Pengujian kinerja mesin

Tahapan-tahapan pada pengujian dan pengambilan data daya dan torsi sebagai berikut :

1. Mempersiapkan alat dan bahan sperti Dynamometer, koil standar, koil KTC, busi NGK standar, busi NGK platinum, busi TDR ballastic, dan busi Denso iridium.

2. Mengisi bahan bakar pada tangki sepeda motor, memeriksa sistem kelistrikan, dan oli mesin.

3. Melakukan 2 variasi koil dan 4 variasi busi. 4. Menempatkan sepeda motor diatas Dynamometer.

5. Melakukan pengujian dan pengambilan data daya dan torsi pada sepeda motor sesuai dengan prosedur.

6. Melakukan pemeriksaan kondisi sepeda motor.

(54)

3.5.3. Tahap pengujian konsumsi bahan bakar

Pengujian konsumsi bahan bakar dilakukan untuk mengetahui konsumsi bahan bakar yang digunakan pada sepeda motor.

Gambar 3.19. Pengujian konsumsi bahan bakar Tahapan-tahapan pada pengujian bahan bakar sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan seperti gelas ukur, tangki mini, stopwatch, koil standar, koil KTC, busi NGK standar, busi NGK platinum, busi TDR ballastic, dan busi Denso iridium.

2. Mengisi bahan bakar pada tangki bahan bakar dan memeriksaan kondisi sepeda motor sebelum melakukan pengujian.

3. Melakukan 2 variasi koil dan 4 variasi busi. 4. Melakukan pengujian di jalan raya.

5. Melakukan pengambilan data konsumsi bahan bakar. 6. Melakukan pemeriksaan kondisi sepeda motor.

(55)

3.6.Alat Usji

3.6.1. Skema Alat Uji

Gambar 3.21 merupakan gambar skema alat uji kinerja mesin pada sepeda motor yang dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Gambar 3.20. Skema alat uji daya dan torsi sepeda motor Keterangan :

1. PC

2. Dynamometer

3. Penahan Sepeda Motor 4. Sepeda Motor

3.6.2. Prinsip Kerja Alat Uji Dynamometer

Dynamometer ini mempunyai satu buah rotor yang digerakkan oleh motor yang berputar pada medan magnet. Kekuatan medan magnet dikontrol dengan mengubah arus sepanjang susunan kumparan yang ditepatkan pada kedua sisi rotor mengelilingi rotor. Rotor berfungsi sebgai konduktor yang memotong medan magnet sehingga menghasilkan arus, yang kemudian arus tersebut diinduksikan dalam rotor sehingga rotor menjadi panas.

Dynamometer adalah alat untuk mengukur torsi atau momen puntir poros output penggerak mula seperti motor bakar, motor listrik, turbin uap, dan turbin

1

4

(56)

gas. Tujuan pengukuran torsi ini adalah untuk menentukan besar daya yang bisa dihasilkan dari penggerak tersebut.

Rotor atau bagian yang berputar dihubungkan ke stator menggunakan kopling tak tetap seperti elektro magnetic hidrolik atau gesekan mekanik, fungsi dari kopling ini untuk mengubah daya mesin menjadi bentuk daya lain agar mudah diukur. Rotor dan stator ini ditumpu oleh bantalan yang memiliki kerugian gesek kecil. Pada bagian stator terdapat lengan dimana pada ujing lengan tersebut dipasang alat pengukur gaya. Bila rotor berputar maka stator akan ikut berputar akibat hubungan kopling tak tetap tadi, akan tetapi dengan jarak tertentu dari sumbu putar. Pengukur gaya akan mengukur besarnya gaya F (kg) akibat torsi yang diberikan rotor ke stator.

3.6.3. Prinsip Kerja Alat Uji Pengapian

Alat uji pengapian ini prinsip kerjanya mirip dengan CDI DC pada sepeda motor, hanya saja penggeraknya menggunakan motor listrik untuk memutar flywhell magneto. Flywhell magneto akan memutar dan melewati pulser yang akan mengirimkan sinyal pulsa ke CDI kemudian CDI mengalirkan arus listrik ke koil yang akan diolah menjadi arus tegangan tinggi, dan kemudian dialirkan ke busi yang dapat menimbulkan percikan bunga api.

3.7.Metode Pengujian

Sebelum melakukan pengujian percikan bunga api, kinerja mesin dan konsumsi bahan bakar , bahan dan alat yang digunakan diperiksa terlebih dahulu agar pengujian optimal dan valid.

3.8.Metode Pengambilan Data

(57)

putaran throttle distabilkan pada 4.000 rpm, ketika sudah stabil kemudian throttle diputar secara cepat hingga pada 11.000 rpm, kemudian putaran throttle dilepas dan di stabilkan pada 4.000 rpm untuk diulang kembali.

Pada metode pengambilan data pada pegujian percikan bunga api dengan metode perbandingan percikan bunga api pada variasi koil standar dan koil racing KTC, dan variasi busi standar, busi platinum, busi ballistic, dan busi iridium.

3.9.Metode Perhitungan Torsi, Daya , dan Konsumsi Bahan Bakar

Data dari daya dan torsi diambil langsung melalui uji Dynamometer yang kemudian hasilnya dibaca dan diolah menggunakan komputer dan dalam bentuk grafik dan tabel dalam kertas A4.

(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan data dan pengumpulan data. Data yang dikumpulakan meliputi data spesifikasi obyek penelitian dan hasil pengujian. Data-data tersebut diolah dengan perhitungan untuk mendapatkan variable yang diinginkan kemudian dilakukan pembahasan. Berikut ini merupakan proses pengumpulan data, perhitungan, dan pembahasan.

4.1Hasil Pengujian Percikan Bunga Api pada Busi

4.1.1 Pengujian percikan bunga api pada 4 jenis busi

Gambar dibawah ini menunjukkan gambar hasil percikan bunga api pada busi NGK Standar, busi NGK G-Power Platinum, busi TDR Ballistic, dan busi Denso Iridium dengan menggunakan koil standar dank koil KTC.

Gambar 4.1. Percikan bunga api busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan Denso Iridium (D) menggunakan koil standar.

A

B

(59)

Gambar 4.2. Percikan bunga api busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan DENSO Iridium (D) menggunakan koil KTC.

Pada gambar 4.1 dan gambar 4.2 merupakan hasil percikan bunga api menggunakan koil standar dan koil KTC pada pengujuian 4 variasi busi. parameter yang diukur adalah ketebalan dan kestabilan percikan bunga api, selain itu pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan temperature colour pada gambar 2.12 dengan satuan Kelvin sebagai dasar pengukuran temperatur berdasarkan warna yang dihasilkan percikan bunga api. Pada gambar 4.1 pada busi Denso Iridium menggunakan koil standar menghasilkan percikan bunga api yang cukup tebal dibandingkan yang lainnya dan warna yang dihasikan lebih condong ke warna ungu yang mempunyai temperatur 12.000 K, selain itu lompatan bunga api lebih stabil dibandingkan dengan busi yang lainnya pada penggunaan koil standar. Hal ini disebabkan karena pada bentuk elektroda yang runcing dan bahan dari elektroda busi itu sendiri. Sedangkan pada gambar 4.2 pada busi Denso Iridium menggunakan koil KTC menghasilkan percikan bunga api yang tebal dengan warna percikan bunga pai lebih condong ke warna ungu yang mempunya temperatur 12.000 K, selain itu lompatan bunga api cenderung stabil dibandingkan dengan busi jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena pada jenis busi Denso Iridium memiliki bentuk dan bahan elektroda yang berbeda dengan jenis busi lainnya.

Dari hasil perbandingan gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa pada gambar 4.2 pada busi Denso Iridium menggunakan koil KTC menghasilkan

A

B

(60)

percikan ,ketebalan, dan warna bunga api yang lebih baik dibandingkan pada gambar 4.1 pada busi Denso Iridium menggunakan koil standar. Hal ini disebabkan karena pada busi Denso Iridium menggunakan koil KTC memiliki arus yang lebih besar daripada busi Denso Iridium yang menggunakan koil standar.

Hasil pengujian busi ini memiliki kesamaan dengan hasil pengujian busi yang telah dilakukan oleh Puspita (2009) dan Fatkhan (2009) yaitu pada penggunaan busi elektroda runcing memiliki percikan bunga api yang lebih besar dengan warna lebih condong ke warna biru.

4.1.2 Pengujian Percikan Bunga Api pada 2 Jenis Koil

Dibawah ini merupakan hasil pengujian pada 4 jenis busi menggunakan 2 jenis koil.

a. Busi NGK Standar

Gambar 4.3 Menggunakan koil Standar (A), menggunakan koil KTC (A’).

Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada busi NGK Standar menggunakan koil standar dan koil KTC menghasilkan warna percikan bunga api yang hampir sama yaitu warna biru dengan temperatur berkisar antara 6000 sampai dengan 6500 Kelvin. Perbedaannya pada koil KTC percikan api lebih besar dan tebal dibandingkan mengunakan koil standar, selain itu lompatan percikan bunga api juga lebih stabil.

(61)

b. Busi NGK G-Power Platinum

Gambar 4.4Menggunakan koil standar (A), menggunakan koil KTC (A’).

Pada gambar 4.4.menunjukkan bahwa penggunaan pada koil standar (A) dan koil KTC (B) menghasilkan warna percikan bunga api pada busi hampir sama yaitu biru dengan temperature berkisar antara 6500 sampai dengan 7000 Kelvin, tetapi dengan ketebalan yang berbeda, pada koil KTC percikan bunga api lebih besar dan tebal dibandingkan dengan koil standar. Selain itu koil KTC menghasilkan loncatan bunga api yang lebih stabil dibandingkan koil standar.

c. Busi TDR Ballistic

Gambar 4.5koil standar (A), koil KTC (A’).

Pada gambar 4.5 menunjukkan hasil percikann bunga api pada busi TDR Ballistic dengan menggunakan koil standar (A), dank koil KTC (B). Pada penggunaan koil standar percikan bunga api lebih condong ke warna biru yang mempunyai temperature kisaran 5500 Kelvin, sedangkan pada koil KTC lebih condong ke warna ungu yang mempuyai temperature kisaran 9500 Kelvin. Pada

B

B

(62)

koil KTC percikan bunga api lebih besar dan tebal dibandingkan dengan koil standar.

d. Busi Denso Iridium

Gambar 4.6Koil standar (A), koil KTC (A’).

Pada gambar 4.6 menunjukkan perbandingan percikan bunga api pada busi Denso Iridium mengunakan koil standar (A) dan koil KTC (B). Perbedaan warna pada busi memang terlihat tidak begitu signifikan, kedua busi sama-sama memiliki warna yang sama yaitu ungu yang mempunyai temperature berkisar antara 8000 sampai dengan 12000 Kelvin. Perbedaan penggunaan kedua koil ini terjadi pada ketebalan percikan bunga api dimana pada penggunaan koil KTC percikan bunga api lebih tebal dan besar dibandingkan koil standar. Selain itu penggunaan koil KTC percikan bunga api pada elektroda busi lebih stabil dibandingkan menggunakan koil standar.

4.2Hasil Pengujian Kinerja Mesin

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan torsi dan daya pada penggunaan 2 jenis koil dan 4 jenis busi dengan menggunakan bahan bakar pertalite. Pengujian dilakukan pada putaran mesin 4000 sampai dengan 9500 rpm pada mesin sepeda motor dengan menggunakan dynamometer.

4.2.1 Torsi

4.2.1.1Pengujian pada 4 Jenis Busi

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin dengan menggunakan koil standar dan koil KTC dengan variasi jenis busi NGK Standar, busi NGK G-Power Platinum, busi TDR Ballistic, dan busi Denso Iridium.

(63)
(64)

Tabel 4.2 Perbandingan Torsi pada Variasi 4 Jenis Busi menggunakan Koil KTC.

Platinum TDR Ballistic

(65)

Gambar 4.7 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan torsi menggunakan koil

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000

T

NGK Standar NGK G-Power Platinum TDR Ballistic

Denso Iridium NGK Standar NGK G-Power Platinum

(66)

Gambar 4.8 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan torsi menggunakan koil KTC.

Pada gambar 4.7 menunjukkan grafik hubungan anara putaran mesin dengan torsi pada kondisi mesin standar menggunakan jenis busi busi NGK Standar, NGK G-Power Platinum, TDR Ballistic, dan Denso Iridium pada penggunaan koil standar.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa hasil torsi tertinggi terdapat pada busi NGK G-Power Platinum yang menghasilkan temperatur percikan bunga api 7000 K dan menghasilkan torsi sebesar 12,48 N.m pada putaran mesin 6222 rpm. Pada penggunaan jenis busi NGK G-Power Platinum mengalami peningkatan torsi sebesar 1,8 % dari jenis busi NGK Standar menggunakan koil standar.

Pada gambar 4.8 menunjukkan grafik hubungan anara putaran mesin dengan torsi pada kondisi mesin standar menggunakan jenis busi busi NGK Standar, NGK G-Power Platinum, TDR Ballistic, dan Denso Iridium pada penggunaan koil KTC.

6

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000

T

NGK Standar NGK G-Power Platinum TDR Ballistic

Denso Iridium NGK Standar NGK G-Power Platinum

(67)

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa hasil torsi tertinggi terdapat pada busi TDR Ballistic yang menghasilkan temperatur percikan bunga api 9500 K dengan torsi sebesar 12,48 N.m pada putaran mesin 6151 rpm. Pada penggunaan jenis busi TDR Ballistic mengalami peningkatan torsi sebesar 1,8 % dari busi NGK Standar menggunakan koil.

Dari hasil perbandingan kedua busi pada gambar 4.7 dan gambar 4.8 dapat disimpulkan bahwa pada penggunaan jenis busi NGK G-Power menggunakan koil standar dan pada penggunaan jenis busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC mengalami peningkatan torsi sebesar 1,8% dari busi NGK Standar. Pada jenis busi NGK G-Power menggunakan koil standar dan jenis busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC tidak ada perbedaan pada nilai torsi, tetapi kedua busi ini mempunyai karakterisik yang berbeda pada putaran mesin, dimana pada busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC menghasilkan nilai torsi yang besar pada putaran rendah, sehingga pada pemakaian jenis busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC lebih unggul dibandingkan jenis busi NGK G-Power menggunakan koil standar. Hal ini disebabkan pada jenis busi TDR Ballistic percikan bunga api dan temperatur yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan jenis busi NGK G-Power menggunakan koil standar yang menyebabkan proses pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar berlangsung lebih cepat karena suhu yang tinggi, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna pada putaran rendah, dengan demikian tidak memerlukan putaran mesin yang tinggi untuk menghasilkan torsi yang besar.

(68)

4.2.1.2Pengujian pada 2 Jenis Koil

1. Busi NGK Standar

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi NGK Standar dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.3 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK Standar.

Putaran Mesin (rpm) Torsi (N.m)

Koil Standar Koil KTC

(69)

Gambar 4.9 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK Standar.

Pada gambar 4.9 menunjukkann torsi pada busi NGK Standar pada jenis koil KTC menghailkan torsi sebesar 12,43 N.m pada putaran mesin 5899 rpm yang menghasilkan temperatur 7500 K. Pada penggunaan busi NGK Standar menggunakan koil KTC mengalami peningkatan torsi sebesar 1,46 % dibandingkan busi NGK Standar. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan jenis koil KTC menghasilkan arus yang besar, arus yang besar disalurkan ke busi NGK Standar menghasilkan percikan bunga api yang besar dan stabil serta teperatur menjadi tinggi. Kombinasi antara percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna. Pada pembakaran yang lebih sempurna suhu pada ruang bakar akan naik sehingga tekanan menjadi besar, tekanan yang besar pada ruang bakar dapat menghasilkan torsi yang besar.

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

T

(70)

2. Busi NGK G-Power Platinum

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi NGK G-Power Platinum dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.4 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK G-Power Platinum

Putaran Mesin (rpm)

Torsi (N.m) Koil Standar Koil KTC

(71)

Gambar 4.10 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK G-Power Platinum.

Pada gambar 4.10 busi NGK G-Power Platinum pada penggunaan koil standar menghasilkan torsi sebesar 12,48 N.m pada putaran mesin 6222 rpm dengan temperatur 6500 K. Penggunaan busi jenis ini mengalami peningkatan torsi sebesar 1,87 % dari busi NGK Standar. Hal ini disebabkan karena kombinasi antara suplai bahan bakar yang setara dengan percikan bunga api yang besar, sehingga pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar akan lebih sempurna. Dimana pembakaran yang lebih sempurna menghasilkan tekanan yang besar sehingga menghasilkan torsi yang besar.

5

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

T

(72)

3. Busi TDR Ballistic

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi TDR Ballistic dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.5 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi TDR Ballistic.

Putaran Mesin (rpm)

Torsi (N.m)

Koil Standar Koil KTC

(73)

Gambar 4.11 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi TDR Ballistic.

Pada gambar 4.11 jenis busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC menghasilkan torsi terbesar yaitu 12,48 N.m pada putaran mesin 6151 rpm, yang menghasilkan temperatur 9500 K. Pada busi TDR Ballistic menggunakan koil KTC mengalami peningkatan torsi sebesar 1,87 % dari busi NGK Standar. Hal ini disebabkan pada koil KTC menghasilkan arus listrik yang tinggi dan apabila dikombinasikan dengan busi TDR Ballistic menghasilkan percikan bunga api yang besar dan stabil serta temperatur yang tinggi. Kombinasi percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna yang mengakibatkan suhu dan tekanan pada ruang bakar akan semakin besar, sehingga menghasilkan torsi yang besar.

5

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

T

(74)

4. Busi Denso Iridium

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi Denso Iridium dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.6 Pengaruh Torsi Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi Denso Iridium.

Putaran Mesin (rpm)

Torsi (N.m) Koil Standar Koil KTC

(75)

Gambar 4.12 Grafik pengaruh torsi pada penggunaan 2 jenis koil pada busi Denso Iridium.

Pada gambar 4.12 busi Denso Iridium dengan variasi jenis koil standar menghasilkan torsi yang paling besar yaitu 12,31 N.m pada putaran mesin 6234 rpm dengan temperatur 8000 K. Pada jenis busi Denso Iridium mengalami peningkatan torsi sebesar 0,48 % dari busi NGK Standar menggunakan koil standar, hal ini disebabkan karena kombinasi percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna yang mengakibatkan suhu dan tekanan pada ruang bakar akan semakin besar, sehingga menghasilkan torsi yang besar.

4.2.2 Daya

4.2.2.1Pengujian pada 4 Jenis Busi

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin dengan menggunakan koil standar dan koil KTC dengan variasi jenis busi NGK Standar, busi NGK G-Power Platinum, busi TDR Ballistic, dan busi Denso Iridium.

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

T

(76)

Tabel 4.7 Perbandingan Daya pada Variasi 4 Jenis Busi menggunakan Koil Standar.

Putaran mesin (rpm)

Daya (HP) NGK Standar NGK G-Power

Platinum TDR Ballistic

(77)

Tabel 4.8 Perbandingan Daya pada Variasi 4 Jenis Busi menggunakan Koil KTC.

Putaran mesin (rpm)

Daya (HP) NGK Standar NGK G-Power

Platinum TDR Ballistic

(78)

Gambar 4.13 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan daya menggunakan

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000

DA

NGK Standar NGK G-Power Platinum TDR Ballistic

Denso Iridium NGK Standar NGK G-Power Platinum

(79)

Gambar 4.14 Grafik hubungan antara putaran mesin dengan daya menggunakan koil KTC.

Pada gambar 4.13 merupakan perbandingan 4 jenis busi menggunakan jenis koil standar. Pada gambar 4.13 pada penggunaan koil standar daya tertinggi dihasilkan pada busi Denso Iridium yaitu 12 Hp pada putaran mesin 8586 rpm dengan temperatur 8000 K dalam kondisi mesin standar dan suplai bahan bakar standar. Pada busi Denso Iridium mengalami peningkatan daya sebesar 2,56 % dari jenis busi NGK Standar menggunakan koil standar.

Pada gambar 4.14 pada penggunaan koil KTC daya tertinggi dihasilkan pada busi NGK Standar dan NGK G-Power Platinum dimana keduanya menghasilkan daya yang sama besar yaitu 12,1 Hp dengan busi NGK Standar pada putaran mesin 7662 rpm yang menghasilkan temperature 6500 K, sedangkan pada busi NGK G-Power Platinum pada putaran mesin 7381 rpm yang menghasilkan temperatur 7000 K mengalami peningkatan daya sebesar 3,41% dari daya busi NGK Standar menggunakan koil standar. Kedua busi ini tidak ada perbedaan pada

6

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000

DA

NGK Standar NGK G-Power Platinum TDR Ballistic

Denso Iridium NGK Standar NGK G-Power Platinum

(80)

nilai daya yang dihasilkan, tetapi kedua busi ini memiliki karakteristik yang berbeda pada putaran mesin, dimana busi NGK G-Power Platinum menghasilkan daya yang besar pada putaran yang rendah, sehingga dapat diambil kesimpulan busi NGK G-Power Platinum menghasilkan daya yang lebih baik karena menghasilkan daya besar pada putaran rendah.

Dari perbandingan pada gambar 4.13 dan gambar 4.14 dapat disimpulkan bahwa daya terbesar dihasilkan pada jenis busi NGK G-Power Platinum menggunakan koil KTC. Hal ini disebabkan karena pada koil KTC menghasilkan arus listrik yang tinggi dan apabila dikombinasikan dengan busi NGK G-Power Platinum menghasilkan percikan bunga api yang besar dan stabil serta temperatur

yang tinggi. Kombinasi percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna. Pada pembakaran yang lebih sempurna, suhu pada ruang bakar akan meningkat dan tekanan pada ruang bakar akan semakin besar, sehingga menghasilkan daya yang besar.

(81)

4.2.2.2Pengujian pada 2 Jenis Koil

1. Busi NGK Standar

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi NGK Standar dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.9 Pengaruh Daya Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK Standar.

Putaran Mesin (rpm) Daya (HP)

Koil Standar Koil KTC

(82)

Gambar 4.15 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK Standar .

Pada gambar 4.15 menunjukkan perbandingan daya pada penggunaan koil standar dan koil KTC pada busi NGK Standar. Dari hasil grafik pada jenis busi NGK Standar menggunakan koil KTC mempunyai daya lebih besar dibandingkan dengan koil standar. Pada koil KTC daya yang dihasilkan sebesar 12,1 Hp pada putaran mesin 7662 rpm dengan temperatur 6500 K pada kondisi mesin standar dan suplai bahan bakar standar. Pada busi NGK Standar menggunakan koil KTC mengalami peningkatan daya sebesar 3,41 % dari NGK Standar menggunakan koil standar. Hal ini disebabkan karena pada koil KTC menghasilkan arus listrik yang tinggi dan apabila dikombinasikan dengan busi NGK Standar menghasilkan percikan bunga api yang besar dan stabil serta temperatur yang tinggi. Kombinasi percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna. Pada pembakaran yang lebih sempurna, suhu pada ruang bakar akan meningkat dan tekanan pada ruang bakar akan semakin besar, sehingga menghasilkan torsi yang besar.

6

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

DA

(83)

2. Busi NGK G-Power Platinum

Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian kinerja mesin pada jenis busi NGK G-Power Platinum dengan menggunakan variasi koil standar dan koil KTC.

Tabel 4.10 Pengaruh Daya Pada penggunaan 2 jenis koil pada Busi NGK G-Power Platinum

Putaran Mesin (rpm)

Daya (HP)

Koil Standar Koil KTC

(84)

Gambar 4.16 Grafik pengaruh daya pada penggunaan 2 jenis koil pada busi NGK G-Power Platinum.

Pada gambar 4.16 menunjukkan pengaruh daya pada penggunaan koil standard an koil KTC pada busi NGK G-Power Platinum. Pada penggunaan koil KTC daya yang dihasilkan lebih besar dibandingkan koil standar. Pada busi NGK G-Power dengan kombinasi koil KTC menghasilkan daya sebesar 12,1 Hp pada putaran mesin 7381 rpm yang menghasilkan temperatur 7000 K pada kondisi mesin standar dan suplai bahan bakar standar. Jenis busi NGK G-Power menggunakan koil KTC mengalami peningkatan daya sebesar 3,41 % dari busi NGK Standar menggunakan koil standar. Hal ini disebabkan karena pada koil KTC menghasilkan arus listrik yang tinggi dan apabila dikombinasikan dengan busi NGK G-Power Platinum menghasilkan percikan bunga api yang besar dan stabil serta temperatur yang tinggi. Kombinasi percikan bunga api yang besar dengan campuran bahan bakar yang tepat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna. Pada pembakaran yang lebih sempurna, suhu pada ruang bakar akan meningkat dan

4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500

DA

Gambar

Gambar 2.14 Temperature Colour Chart
Tabel 2.1. Spesifikasi Pertalite
Gambar 3.1 Yamaha Jupiter MX 135
Gambar 3.2. Koil Standar Jupiter MX
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Technologies) yang berlangsung pada bulan Pebruari 2007 di Bali, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar pada tanggal 26 Pebruari 2006 pada forum APRICOT tersebut telah berkesempatan

Pengaruh Menulis Jurnal Harian Terhadap Trauma Psikologis pada Remaja Tuna Daksa Pasca Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas Remaja yang mengalami kecelakaan lalu lintas dapat

dalam Buku “Dari Presiden ke Presiden” Karut-Marut Ekonomi Harian &. Mingguan Kontan (2009) Karya

Tujuan dari peneliti adalah untuk mengetahui bagaimanakah implementasi pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dan hasil belajar IPS

efektivitas pengadaan barang atau jasa konvensional dengan elektronik, yaitu memberi tanda ( X ) pada kolom yang dianggap mewakili pendapat anda. KLASIFIKASI : R = Apabila

meningkatkan kemampuan profesional guru... Bertitik tolak pada tujuan umum di atas, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan mencari

Tidak teramati adanya efek merugikan jika terpapar secara berulang pada studi dengan binatang. Produk ini belum diuji. Pernyataan ini berasal dari senyawa/produk yang memiliki