• Tidak ada hasil yang ditemukan

Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

85 LAMPIRAN:

KUISIONER PENELITIAN

Kuisioner ini merupakan kebutuhan pengumpulan data untuk menyelesaikan skripsi saya di Jurusan Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang berjudul Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Koridor Jalan Perniagaan.

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER  Isilah titik-titik (...) dengan huruf Balok

 Beri tanda silang (x) pada pilihan yang disediakan sesuai dengan jawaban anda

 Berikan tanda ceklis ( ) pada salah satu pilihan jawaban Keterangan

STB = Sangat Tidak Baik TB =Tidak Baik,

B = Baik SB = Sangat Baik

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ... Jenis Kelamin a. Perempuan b. Laki-laki Usia a. 18-25 tahun c. 41-55 tahun

b. 26-40 tahun d. >55 tahun Status a. Pejalan kaki harian

b. Pengunjung / Wisatawan. Asal (Sebutkan ...) Pekerjaan a. Pelajar / mahasiswa d. Wiraswasta

b.PNS e. Pensiunan

(2)

86 b. Siang d. Malam

Aksesibilitas

1. Moda tranportasi apa yang anda gunakan sebelum dan sesudah berjalan kaki di Jalur Pedestrian?

a. Kendaraan pribadi roda dua b. Kendaraan pribadi roda empat c. Transportasi umum

d. Berjalan kaki

2. Apakah jalur pedestrian bisa memenuhi kebutuhan untuk mencapai ketempat tujuan?

a. Ya b. Tidak

3. Apa yang anda lakukan saat berjalan bersama keluarga/teman di Jalur Pedestrian?

a. Berjalan beriringan

b. Berjalan sendiri karena jalur pedestrian sempit c. Berjalan menyesuaikan keramaian

4. Apakah jalur pedestrian mengakomodasi penyandang cacat? a. ya

b. tidak Keamanan

5. Apakah kendaraan menjadi hambatan saat menyeberang dijalan perniagaan?

a. Ya b. Tidak

No Pernyataan STB TB B SB

6. Keamanan dari tindak kejahatan 7. Lampu jalan yang memadai

8. Kondisi perkerasan (paving blok) jalur pedestrian 9. Kondisi Zebra Cross

(3)

87 Kenyamanan

11. Apakah kendaraan yang melintasi koridor jalan perniagaan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar?

a. Pengaruh terhadap polusi udara c.Tidak ada pengaruh b. Pengaruh terhadap kebisingan

12. Fasilitas pendukung apa sajakah yang perlu ditambahkan untuk meningkatkan minat berjalan kaki?

a. Tanaman c. Lampu jalan e. Rambu jalan

b. Bangku d. Tempat Sampah f. Lainnya (sebutkan ...)

No Pernyataan STB TB B SB

13. Kebersihan Jalur Pedestrian 14. Fasad bangunan sekitar

15. Warna dan bentuk jalur pedestrian 16. Keindahan tanaman

17. Bangunan memberikan efek peneduh pada pejalan kaki

(4)

82 DAFTAR PUSTAKA

Alfonzo, M. A. (2005). „To walk or not to walk? The hierarchy of walking needs.‟

Environment and Behaviour 37: 808-836.

Ariffin R N R dan Zahari R K. 2013. Perceptions of the Urban Walking Environments. Procedia - Social and Behavioral Sciences 105 ( 2013 ) 589

– 597

Bandura Albert and Locke Edwin A. 2003. Negative Self-Efficacy and Goal Effects Revisited. Journal of Applied Psychology

Ben-Ami, M Hornik J, Eden D & Kaplan O. 2014. Boosting consumers’self efficacy by repositioning the self. European Jurnal of Marketing, 48, 1914-1938

Danoe Iswanto. 2006. Pengaruh Elemen- Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki (Studi Kasus: Penggal Jalan Pandanaran, Dimulai dari Jalan Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda). Artikel Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Volume 5 Nomor 1Edisi Maret 2006, Bandung.

Idrus, Syech. 2014. Pengaruh Self Efficacy Terhadap Burnout pramuwisata Di NTB 88 Media Bina Ilmiah. Volume 8 No. 6. ISSN No. 1978-3787

Eden, D. (2001), “Means efficacy: external sources of general and specific subjective efficacy”, in Erez, M., Kleinbeck, U. and Thierry, H. (Eds),

Work Motivation in the Context of a Globalizing Economy, Lawrence Erlbaum, Hillsdale, NJ, pp. 65-77.

Ernawati Jenny. 2011. Faktor-faktor pembentuk identitas suatu tempat. Local wisdom. Vol 3 no 2.

(5)

83 Florez Josefina, Muniz Juliana, Portugal Licinio. 2014. Pedestrian quality of service: Lessons from Maracanã Stadium. Procedia - Social and Behavioral Sciences 160 ( 2014 ) 130 – 139.

Ginting Nurlisa. 2016. How self efficacy enhance heritage tourism inmedan historical corridor, indonesia. Proceeding

Ginting Nurlisa dan Wahid Julaihi. Exploring Identity‟s Aspect Of Continuity Of Urban Heritage Tourism. Procedia - Social and Behavioral Sciences 202 (2015) 234 – 241

Ginting Nurlisa dan Rahman Vinky N. Maimoon Palace Heritage District In Medan, Indonesia: What We Preserve and Why We Preserve?. Procedia - Social and Behavioral Sciences 222 (2016) 332 – 341

Kusbiantoro BS, Natalivan Petrus dan Aquarita Dian. 2007. Kebutuhan dan peluang pengembangan fasilitas pedestrian pada sistem jalan di perkotaan. Jurnal perencanaan wilayah dan kota Vol. 18 No 2 hlm 74-102

Nur Z A dan Suwandono D. 2015. Kajian keamanan jalur pejalan kaki di jalan arteri sekunder berdasarkan aspek fisik dan masyarakat (studi kasus : jalan pemuda kabupaten klaten). Jurnal ruang Vol 1 no 1. Biro penerbit planologi UNDIP. ISSN 1858-3881

Natalivan Petrus. 2003. Prinsip perancangan sebagai dasar penanganan konflik pada koridor jalan komersial. jurnal perancangan wilayah dan kota Vol 14 No. 3

Sinuligga, Sukaria. (2012). Metode Penelitian. Medan: USU Press

SNI. 7391:2008. Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan

Pattisinai A R. 2013. Kajian kualitas jalan pahlawan sebagai jalur pejalan kaki di semarang. Jurnal pembangunan wilayah dan kota. Vol 9 (3): 248-258.

Pratitis anggar. 2015. Kajian perkembangan aktivitas sosial dan rekreasi di jalur pedestrian (studi kasus: jalur pedestrian jalan pahlawan). Jurnal pembangunan wilayah dan kota. Vol 11(2):129-141.

Prijadi rachmat, sangkertadi dan tarore raymond. 2014. Pengaruh permukaan jalur pedestrian terhadap kepuasan dan kenyamanan pejalan kaki di pusat kota manado. Media matrasain. Volume 11, No.1. ISSN 18581137

(6)

84 In Kuala Lumpur City Centre. Procedia - Social And Behavioral Sciences 170 ( 2015 ) 624 – 632

Sutikno dkk 2013. Walkability and pedestrian perceptions in malang city emerging business corridor. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 17. 424-433

Twigger-Ross, C.L. , & Uzzell, D.L. (1996). Place and Identity Processes. Journal of Environmental Psychology

Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan. JALAN.No.: 011/T/Bt/1995. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga direktorat binateknik

Washington State Department of Transportation (1997) Pedestrian Facilities Guidebook, Washington.

World Health Organization. 2013. Pedestrian safety: a road safety manual for decision-makers and practitioners.

Internet:

(7)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mekanisme metodologi penelitian. Adapun bagian-bagian yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah jenis penelitian, variabel penelitian, sampel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisa data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan secara sistematik dan faktual tentang fakta dan sifat suatu objek (Sinulingga, 2011). Tujuan dari penelitian ini untuk membuat deskripsi serta gambaran secara sistematis kawasan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui kuisioner serta observasi terhadap kondisi kawasan kajian.

3.2 Variabel Penelitian

(8)

24 Tabel 3.1 Variabel Independen Fasilitas Pedestrian

Variabel Indikator

Fasilitas Utama Jalur pedestrian Fasilitas pendukung  Penerangan

 Tempat Sampah  Bangku

 Vegetasi

 Rambu Lalu Lintas  Bangunan

Tabel 3.2 Variabel Dependen Self Efficacy

Variabel Indikator

Aksesibilitas pada jalur pedestrian Kesinambungan jalur pedestrian Jalur pedestrian untuk pejalan kaki Kepercayaan terhadap Keamanan mewakili dan menggambarkan populasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yaitu peneliti memilih secara acak pejalan kaki karena dianggap bisa memberikan persepsi mengenai kondisi fasilitas pedestrian di jalan perniagaan.

(9)

25 yang jumlah populasinya tidak diketahui maka sampel yang diambil sebanyak 100 responden. Oleh karena itu, sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 100 responden pejalan kaki di jalan perniagaan.

Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden yang berada pada kategori dewasa (>18 tahun). penentuan kriteria usia tersebut karena responden dianggap bisa memahami isi pertanyaan dari kuisioner yang dibagikan. Responden yang dipilih terdiri dari responden statis dan dinamis. Penentuan responden ini berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Zakaria dan Ujang (2015) serta Rahman, Shuhana dan Izzam (2014). Penelitian tersebut untuk mengetahui persepsi pejalan kaki terhadap kualitas lingkungan untuk berjalan.

Responden statis adalah responden yang berada di kawasan kajian pada frekuensi waktu yang tetap (harian) baik itu pedagang informal, pemilik kegiatan komersial (pedagang formal), dan petugas keamanan di jalan perniagaan. Sedangkan responden dinamis adalah pengunjung yang berada di kawasan kajian pada frekuensi waktu yang tidak tetap (sesekali). Adapun perbandingan antara responden statis dan dinamis yaitu 40 : 60.

3.4 Metode Pengumpulan Data

(10)

26 pengumpulan data kualitatif melalui observasi langsung di kawasan kajian. Adapun data yang diperlukan terdiri dari data primer dan sekunder.

3.4.1 Data Primer

Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu data kuantitatif dengan penyebaran kuisioner dan data kualitatif dengan melakukan observasi.

3.4.1.1Kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan di jalan perniagaan dengan tujuan untuk mengetahui self efficacy pejalan kaki terkait fasilitas pedestrian yang meliputi kenyamanan, keamanan dan aksesibilitas. Jenis pertanyaan yang digunakan pada kuisioner pertanyaan frekuensi dan skala likert (Lampiran). Pertanyaan tersebut digunakan untuk mengetahui persepsi pejalan kaki pada saat menggunakan jalur pedestrian. Hasil penyebaran kuisioner akan ditabulasi dan dikategori, lalu dikaji sesuai teori dan dibuat kesimpulan.

3.4.1.2Observasi

(11)

27 Tabel 3.3 Metode Pengumpulan Data

Variabel Indikator Data yang dibutuhkan Metode

Aksesibilitas Kebersihan Kebersihan di jalur

pedestrian rambu jalan Informasi dari rambu jalan Kuisioner dan

(12)

28 3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari observasi pustaka. Metode pengumpulan data sekunder dengan mengambil data literatur yang telah disediakan pihak tertentu yaitu jurnal, RTRW tahun 2008, dan peraturan terkait fasilitas pedestrian dari pemerintah dan buku. Kemudian teori tersebut saling dihubungkan, berikut diagram teori dari kajian pustaka pada Gambar 3.1

3.5 Metode Analisa Data

Metode analisa data pada penelitian ini terdiri dari analisa persepsi pejalan kaki dan kondisi fasilitas pedestrian, kemudian data-data tersebut di analisa menggunakan teori yang sudah didapatkan di bab 2.

Gambar 3.1 Diagram Data Sekunder (Sumber:olahan peneliti)

Self Efficacy Fasilitas Pedestrian

Kenyamanan Keamanan Aksesabilitas

Fasilitas Utama Fasilitas Pendukung Teori Self Efficacy dan

Fasilitas Pedestrian

(13)

29 3.5.1 Analisa Persepsi Pejalan Kaki

Analisa persepsi pejalan kaki diperoleh dari kuisioner. data tersebut dioleh menggunakan microsoft excel dengan membedakan persepsi antara responden statis dan responden dinamis. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah menggunakan Microsoft Excel. Data kuisioner terdiri dari data frekuensi dan skala likert. Tabulasi skala likert menggunakan cara interval yang akan dikelompokan sesuai kategori. Adapun tahapan analisa skala likert menggunakan interval yaitu: 1. Setiap kode jawaban diberi skor yang berwujud angka berskala

 Untuk alternatif jawaban yang memilih sangat tidak baik (STB), akan memperoleh skor 1

 Untuk alternatif jawaban yang memilih tidak baik (TB), akan memperoleh skor 2

 Untuk alternatif jawaban yang memilih baik (B), akan memperoleh skor 3  Untuk alternatif jawaban yang memilih sangat baik (SB), akan memperoleh

skor 4

2. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari tiap-tiap responden 3. Adapun langkah-langkah untuk menentukan kelas interval yakni

Interval responden statis

Nilai Tertinggi = Total Responden x Bobot Terbesar = 40 x 4

= 160

Nilai Terendah = Total Responden x Bobot Terkecil = 40 x 1

(14)

30 Wilayah Data = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

= 160 - 40 =120

Interval wilayah data = Wilayah data / Banyaknya kelas = 120/4

=30 Sehingga diperoleh:

Tabel 3.4 Interval statis Kategori Kelas interval Sangat tidak baik 40-69

Tidak baik 70-99

Baik 100-129

Sangat baik 130-160 (sumber: pengolahan data)

Interval responden dinamis

Nilai Tertinggi = Total Responden x Bobot Terbesar = 60 x 4

= 240

Nilai Terendah = Total Responden x Bobot Terkecil = 60 x 1

=60

Wilayah Data = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah = 240-60

=180

(15)

31 Sehingga diperoleh:

Tabel 3.5 Interval dinamis Kategori Kelas interval Sangat tidak baik 60-104

Tidak baik 105-149

Baik 150-194

Sangat baik 195-240 (Sumber: Pengolahan Data)

Interval responden statis dan dinamis

Nilai Tertinggi = Total Responden x Bobot Terbesar = 100 x 4

= 400

Nilai Terendah = Total Responden x Bobot Terkecil = 100 x 1

=100

Wilayah Data = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah = 400 -100

=300

Interval wilayah data = Wilayah data / Banyaknya kelas = 300/4

=75 Sehingga diperoleh:

Tabel 3.6 Interval Statis dan Dinamis Kategori Kelas interval Sangat tidak baik 100-174

Tidak baik 175-249

Baik 250-324

(16)

32 4. Menentukan kategori sesuai dengan skor yang didapat kemudian dijelaskan

menggunakan kalimat yang bersifat kualitatif. 3.5.2 Analisa Kondisi Fasilitas Pedestrian

Fasilitas Pedestrian dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu fasilitas utama dan fasilitas pendukung. Untuk menganalisa fasilitas pedestrian didapatkan berdasarkan pengukuran lebar jalur pedestrian, foto-foto serta pengamatan di lapangan.

Semua data dari kuisioner (data kualitatif) dikaitkan dengan hasil observasi (data kuantitatif). Kemudian data kuantitatif dan kualitatif akan dikomparasikan dengan teori (triangulasi kongruen) seperti pada Gambar 3.2.

(17)

33 BAB IV

DESKRIPSI KAWASAN KAJIAN

Bab ini akan membahas mengenai deskripsi kawasan kajian. Adapun deskripsi kawasan kajian yang akan dibahas adalah alasan pemilihan topik dan gambaran Jalan Perniagaan.

4.1 Alasan Pemilihan Lokasi

Kota Medan merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia yang memiliki luas daerah 300.288 KM2, yang menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, dengan populasi saat ini mencapai kurang lebih 2 juta jiwa. Kota Medan secara geografi terletak antara 2027 – 2. 47 lintang utara 98.35 – 98. 44 bujur timur, memiliki iklim tropis dengan suhu minimum menurut stasiun polonia pada tahun 2012 berkisar antara 23,3 C – 24,2 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,5 C – 33,5 C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata berkisar 76 %.

(18)

34 Belawan. Karena banyaknya pedagang yang menjual ikan, tempat tersebut dujuluki oleh masyarakat sebagai pajak ikan lama.

Pada tahun 1933, Pajak Ikan Lama dikembangkan menjadi lebih besar dan modern oleh Pemerintah Belanda. Pada tahun 1950-an, terjadi peralihan barang dagangan menjadi bahan tekstil. Bahan-bahan tekstil yang dijual berkualitas dan mempunyai banyak variasi. Hal ini membuat para pengunjung semakin tertarik untuk berbelanja di pajak ikan lama. Pada awalnya pedagang yang berjualan di jalan perniagaan mayoritas berasal dari etnis tionghoa. Namun karena semakin banyaknya pengunjung yang berdatangan, kesempatan ini dimanfaatkan oleh pedagang yang berasal dari Aceh, Padang dan Arab untuk berjualan di Pajak Ikan Lama. Sehingga lama kelamaan pedagang Tionghoa mulai berbaur dengan pedagang lainnya.

(19)

35 Pajak Ikan Lama memiliki cakupan yang luas terdiri dari jalan perniagaan, Jalan Ahmad Yani II, Jalan Perdagangan, Jalan Pembelian, Jalan Gwangju Jalan Perniagaan Baru serta jalan-jalan kecil lainnya. Fokus pada penelitian ini yaitu pada jalan perniagaan. Jalan perniagaan merupakan jalan yang paling banyak dan paling mudah diakses oleh pengunjung. Untuk memperjelas kawasan kajian, dapat dilihat melalui peta yang terdapat pada Gambar 4.1 sebagai berikut:

(20)

36 4.2 Gambaran Jalan Perniagaan

Jalan Perniagaan terletak di Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat. Batas-batas Jalan Perniagaan yaitu bagian utara berbatasan dengan Jalan Pulau Pinang, bagian Selatan berbatasan dengan Jalan Palang Merah, bagian Timur berbatasan dengan Jalan Ahmad Yani serta bagian Barat berbatasan dengan Jalan Stasiun Kereta Api.

Jalan Perniagaan berdekatan dengan kawasan bersejarah Kota Medan, dimana banyak terdapat bangunan tua yang menjadi ikon wisata sejarah Kota Medan. Karena letaknya yang strategis dan menjadi ikon wisata belanja Kota Medan, kawasan ini sangat berpotensi untuk menarik pengunjung datang.

4.2.1 Dimensi Ruang Jalan Perniagaan

(21)

37 Gambar 4.2 Potongan Jalan Perniagaan

4.2.2 Alternatif Jalan

(22)

38 Gambar 4.3 Alternatif Jalan Menuju Jalan Perniagaan

Adanya alternatif jalan memberikan manfaat yaitu mempermudah akses pejalan kaki untuk mencapai tempat tujuan. Pada umumnya pejalan kaki cenderung berjalan menuju tempat yang menarik, dengan adanya alternatif jalan

1 2 3 5 6 7

(23)

39 akan meminimalisir jangkauan jarak menuju tempat tersebut. Alternatif jalan juga dapat menimbulkan macet pada waktu tertentu.

4.2.2 Tata Guna Lahan

Berdasarkan RDTR Kota Medan tahun 2008, Jalan Perniagaan termasuk dalam kategori jalan lokal sekunder. Tata guna lahan di Jalan Perniagaan memiliki fungsi untuk perdagangan. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 4.5, bahwa bangunan di Jalan Perniagaan didominasi oleh bangunan komersial. namun masih terdapat bangunan permukiman Chong A Fie. Bangunan ini berdiri diantara bangunan ruko yang merupakan bagian belakang dari bangunan Cong A Fie (Gambar 4.4).

(24)

40 Gambar 4.5 Tata Guna Lahan Jalan Perniagaan

4.2.3 Aktivitas

(25)

41 4.2.4.1 Aktivitas Utama

Pada Jalan Perniagaan terdapat aktivitas utama dari pemilik kegiatan komersial. Aktivitas inilah yang menjadi alasan utama pengunjung berbelanja di pajak ikan lama. Pemilik kegiatan komersial di Jalan Perniagaan cenderung berjualan grosir dan eceran. Jenis barang yang dijual adalah bahan tekstil. Pada hari-hari biasa jadwal beroperasi pemilik kegiatan komersial mulai dari pagi sampai malam hari di hari kerja yaitu hari senin sampai sabtu. Namun jika masih ramai pelanggan ada juga pemilik kegiatan komersial yang berjualan sampai malam hari. Jika mendekati bulan ramadhan, lebaran, dan haji pengunjung cenderung datang untuk mencari berbagai kebutuhannya sehingga ada juga pemilik kegiatan komersial yang berjualan pada hari minggu.

4.2.4.2 Aktivitas Pendukung

Pedagang kaki lima juga memiliki peran yang penting untuk menghidupkan Jalan Perniagaan ini. Pedagang kaki lima cenderung berjualan di jalur pedestrian dan badan jalan. Pada hari-hari biasa jadwal beroperasi pedagang kaki lima sama dengan pemilik kegiatan komersial.

(26)

42 terbuka hijau dan terkenal dengan wisata kuliner Kota Medan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan di Jalan Perniagaan. Besar kemungkinan jika Jalan Perniagaan dikembangkan bisa menjadi wisata kuliner yang dapat menghidupkan kegiatan pada malam hari.

(27)

43 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas hasil dan temuan dalam penelian setelah dilakukan penyebaran kuisioner dan observasi di jalan perniagaan. Temuan-temuan akan dianalisa berlandaskan teori dari jurnal dan peraturan pemerintah terkait fasilitas pedestrian. Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian karakteristik pejalan kaki yang menjadi responden dalam penelitian. Self efficacy pada fasilitas pedestrian di jalan perniagaan dikaji melalui aksesibilitas di jalur pedestrian, kepercayaan terhadap keamanan fasilitas pedestrian, dan kenyamanan fasilitas pedestrian.

5.1 Kajian Karakteristik Pejalan Kaki

Kuisioner dibagikan kepada 40 responden statis yakni pajalan kaki harian baik itu pedagang informal, pemilik kegiatan komersial dan petugas keamanan, serta 60 responden dinamis yakni pengunjung yang berasal dari Medan, Binjai, Padang, Rantau Perapat, dan Aceh

(28)

44 akan mempengaruhi persepsi individu ketika beraktifitas di jalur pedestrian jalan perniagaan. Persepsi dari responden yang berbeda jenis kelamin akan memberikan informasi yang lebih lengkap.

Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Statis Dinamis Statis Dinamis

Perempuan 21 43 53% 72%

Laki-Laki 19 17 48% 28%

Jumlah 40 60 100% 100%

Sebagaimana yang telah ditetapkan peneliti bahwa usia minimal responden adalah 18 tahun. Pemilihan usia responden yang berada pada usia 18 tahun ke atas agar pejalan kaki lebih bisa memahami pertanyaan-pertanyaan kuisioner yang berkaitan dengan kondisi fasilitas pedestrian di jalan perniagaan.

Berdasarkan hasil kuisioner, sebanyak 62% responden statis berusia 18-25 tahun, sisanya 38% berusia 26-40 tahun. Sedangkan untuk responden dinamis yakni 40% berusia 26-40 tahun, untuk usia 18-25 tahun dan 41-55 tahun masing-masing sebanyak 27% dan sisanya 7% berusia >55 tahun. dari data tersebut dapat diketahui bahwa pejalan kaki di jalan perniagaan cenderung berusia 26-40 tahun (Tabel 5.2).

(29)

45 fasilitas pedestrian di jalan perniagaan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pejalan kaki yang di jalan perniagaan cenderung berusia 26-40 tahun.

Tabel 5.2 Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase

Statis Dinamis Statis Dinamis

18-25 25 16 62% 27%

26-40 15 24 38% 40%

41-55 0 16 0 27%

>55 0 4 0 7%

Jumlah 40 60 100% 100%

Pada penelitian ini umumnya pekerjaan responden statis 98% bewirausaha. Wirausaha yang dimaksud yaitu pemilik kegiatan komersial dan karyawannya dan sisanya 2% bekerja sebagai petugas keamanan. Hal ini sesuai dengan tata guna lahan yang berfungsi sebagai kawasan komersial. tidak heran jika responden statis mayoritas bekerja sebagai wirausaha. Sedangkan pekerjaan responden dinamis pelajar/ mahasiswa (18%), PNS (22%), Pegawai swasta (13%), wirausaha (23%), pensiun (8%), Lainnya (13%) ada yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga (Tabel 5.3).

(30)

46 Tabel 5.3 Pekerjaan Responden

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Statis Dinamis Statis Dinamis

Pelajar/Mahasiswa 0 11 0 18%

PNS 0 13 0 22%

Pegawai Swasta 0 8 0 13%

Wirausaha 39 14 97 % 23%

Pensiun 0 5 0 8%

Lain 1 8 3% 13 %

Jumlah 40 60 100% 100%

Pendidikan responden statis 83% atau 33 responden cenderung berpendidikan terakhir SMA, rata-rata responden yang mengisi kuisioner mempunyai pekerjaan wirausaha. Pekerjaan tersebut mengutamakan pengalaman sehingga tidak heran jika rata-rata pendidikan terakhir responden adalah SMA. sisanya D1/D3 (5%), S1 (5%), lainnya (7%) berpendidikan SD dan SMP. Selain itu, responden dinamis berpendidikan akhir SMA (20%), D1/D3 (38%), S1 (33%), S2 (2%), lainnya (7%) berpendidikan SMP (Tabel 5.4).

(31)

47 Tabel 5.4 Pendidikan Responden

Pendidikan Frekuensi Persentase

Statis Dinamis Statis Dinamis

SMA 33 12 83% 20%

D1/D3 2 23 5% 38%

S1 2 20 5% 33%

S2 0 1 0 2%

LAIN 3 4 7% 7%

Jumlah 40 60 100 % 100 %

Pejalan kaki dinamis dan statis cenderung berjalan dari pagi sampai sore hari, puncak pejalan kaki terjadi pada siang hari (Gambar 5.1). Terkait dengan ruko dari pemilik kegiatan komersial yang cenderung buka dari pagi sampai sore hari (08.00-18.30). hal ini mempengaruhi waktu pejalan kaki berjalan di jalan perniagaan. Namun hanya sebagian responden statis yang berjalan kaki pada malam hari. Karena masih ada beberapa toko yang buka sampai malam hari.

(32)

48 Berdasarkan hasil kuisioner, berat badan responden statis 75% memiliki berat badan 51-79 kg, sisanya 25% memiliki berat badan <50 kg. Sedangkan 63% responden dinamis cenderung memiliki berat badan 51-75 kg, sisanya masing-masing 18 % memiliki berat badan <50 kg dan >80 kg (Tabel 5.5).

Pada penelitian ini, berat badan responden terbagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori berat badan ringan (<50 kg), sedang (51-79 kg), dan berat (>80 kg). Berat badan mempengaruhi, aktivitas yang bisa dilakukan pejalan kaki. Semakin ringan berat badan maka semakin banyak aktivitas yang bisa dilakukan (Alfonzo, 2005). Pada jalan perniagaan, kecenderungan responden yang berpartisipasi menjawab kuisioner adalah responden yang memiliki berat badan dengan kategori sedang. Perbedaaan berat badan responden akan mempengaruhi persepsi yang diberikan karena kemampuannya ketika berjalan di jalur pedestrian jalan perniagaan.

Tabel 5.5 Berat Badan Responden

Berat Badan Frekuensi Persentase

Statis Dinamis Statis Dinamis

<50 10 11 75 % 18%

51-79 30 38 25 % 63%

>80 0 11 0 18%

Jumlah 40 60 100 % 100 %

(33)

49 responden berjalan kaki. Sedangkan moda transportasi yang digunakan responden dinamis yakni 25 responden menggunakan kendaraan roda dua, 17 responden menggunakan kendaraan roda empat, 5 responden menggunkan transportasi umum serta sisanya 15 responden menggunakan becak (Gambar 5.2).

Moda transportasi digunakan sebagai kegiatan pendukung untuk menghubungkan suatu kawasan perkotaan (Suryani, Wahid dan Ginting, 2010). Moda transportasi akan mempermudah pejalan kaki untuk mencapai jalan perniagaan. Dalam hal ini kecenderungan moda transportasi pejalan kaki menuju jalan perniagaan menggunakan kendaraan pribadi roda dua.

Keterangan:

a. Kendaraan pribadi roda dua b. Kendaraan pribadi roda empat c. Transportasi umum

d. Becak

e. Berjalan kaki

Gambar 5.2 Moda Transportasi Pejalan Kaki untuk Mencapai Jalan Perniagaan

(34)

50 Banyaknya kendaraan yang parkir mengakibatkan luas jalan untuk kendaraan yang melewati jalan perniagaan menjadi berkurang sehingga hal ini dapat menimbulkan kemacetan serta adanya perilaku buruk pengendara yang memarkirkan kendaraannya di jalur pedestrian apabila parkir kendaraan tidak mencukupi. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tampung parkir masih kurang.

5.2 Kajian Aksesibilitas di Jalur Pedestrian

Akses yang mudah akan mempegaruhi minat individu untuk berjalan. Pada umumnya aktivitas belanja cenderung dilakukan dengan berjalan kaki. Kegiatan berjalan kaki membutuhkan ruang yang dapat memudahkannya bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan (Zakaria dan Ujang, 2015). Tersedianya jalur pedestrian pada tata guna lahan komersial di kawasan yang padat arus pejalan kaki akan mendukung aktivitas penggunanya. Jalur pedestrian yang berkesinambungan dan mampu menampung 2 pejalan kaki sekaligus serta bisa digunakan untuk pejalan kaki difabel merupakan indikator untuk keleluasaan bergerak.

5.2.1 Jalur Pedestrian Untuk Pejalan kaki

(35)

51 pedestrian sempit dan sebanyak 16 responden statis dan 24 responden dinamis memilih untuk menyesuaikan dengan keramaian (Gambar 5.3)

Keterangan

a. Berjalan beriringan

b. Berjalan sendiri karena Jalur Pedestrian sempit c. Berjalan menyesuaikan keramaian

Gambar 5.3 Persepsi Pejalan Kaki Pada Saat Berjalan di Jalur Pedestrian

Berjalan merupakan cara yang paling mudah dan sederhana untuk mencapai semua sudut kota. Pejalan kaki dengan tujuan belanja, dilakukan dengan waktu yang relatif lama dan tanpa disadari berjalan dengan jarak tempuh yang relatif jauh. Oleh karena itu diperlukan akses yang mudah untuk mendukung aktivitas tersebut. Di jalan perniagaan terdapat jalur pedestrian yang dapat memudahkan individu bergerak dari satu toko ke toko lainnya. Terkait dengan waktu penggunaan pejalan kaki di jalur pedestrian, arus kepadatan pejalan kaki terjadi pada siang dan sore hari. Secara otomatis, jalur pedestrian banyak di akses sehingga pejalan kaki ada yang harus mengalah menggunakan badan jalan.

(36)

52 pedestrian yang bisa dilalui 2 pejalan kaki tanpa membawa barang belanjaan. Hal tersebut juga memunculkan persepsi responden bahwa jalur pedestrian bisa dilalui pejalan kaki dengan berjalan beriringan.

Jalan perniagaan memiliki fungsi sebagai kawasan komersial. Pada tata guna lahan komersial, lebar jalur pedestrian yang disarankan minimal 2,8- 3,6 m (Washington State Department of Transportation, 1997). . Menurut Natalivan (2003) jalur pedestrian seharusnya mempunyai ruang yang cukup untuk pejalan kaki yang membawa barang bawaan tanpa menganggu pejalan kaki lainnya. Dari segi lebar jalur pedestrian, jalan perniagaan belum memenuhi standar berdasarkan fungsinya sebagai kawasan komersial. Karena lebarnya tidak mencukupi serta jalur pedestrian tersebut dipersempit lagi dengan adanya perabot jalan serta aktivitas pedagang asongan dan parkir kendaraan, ruang gerak pejalan semakin berkurang. Hal ini tentunya akan mengurangi kepercayaan diri responden ketika berjalan di jalur pedestrian, sebab ruang gerak pejalan kaki yang berjalan di jalur pedestrian masih kurang. Tidak heran jika responden cenderung memilih berjalan sendiri dan menyesuaikan keramaian (Gambar 5.4).

(37)

53 pejalan kaki akan berusaha beradaptasi dengan lingkungannya walaupun lingkungan tersebut kurang bersahabat.

Gambar 5.4 Pejalan Kaki yang berjalan di Jalur Pedestrian dan bahu jalan

Berdasarkan persepsi responden terhadap kemudahan akses penyandang cacat di jalur pedestrian yaitu 28 responden statis dan 54 responden setuju sedangkan sisanya 12 responden statis dan 4 responden dinamis tidak setuju (Gambar 5.5).

Keterangan

a. Ya

b. Tidak

(38)

54 Aksesibilitas yang mudah di jalur pedestrian tidak hanya dinikmati oleh pejalan kaki normal namun juga pejalan kaki difabel. Pejalan kaki difabel dibagi menjadi 2, yaitu pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas dan pejalan kaki yang buta. Pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas ada yang menggunakan kursi roda dan alat bantu tongkat.

Menurut World Health Organisatition (2013) tercatat jumlah penduduk difabel didunia sebanyak 10%. Karena jumlahnya yang tidak sedikit, perlu adanya perhatian khusus untuk kemudahan pejalan kaki difabel mengakses suatu tempat. menurut Natalivan (2003) jalur pedestrian harus bisa mengakomodasi pejalan kaki difabel, dari akses sampai keamanan dan kenyamanan. Di kawasan komersial penyandang cacat juga memiliki hak untuk bisa menikmati fasilitas pedestrian. Fasilitas tersebut seharusnya bisa memenuhi kebutuhannya untuk bergerak dari satu toko ke toko lainnya.

(39)

55 meningkatkan kepercayaan diri pejalan kaki berkebutuhan khusus untuk mengunjungi jalan perniagaan.

Gambar 5.6 Pejalan Kaki Difabel

5.2.2 Kesinambungan Jalur Pedestrian

(40)

56 Keterangan

a. Ya b. Tidak

Gambar 5.7 Persepsi Pejalan Kaki Terhadap Kesinambungan Jalur Pedestrian

(41)

57 Jalur pedestrian yang berkesinambungan, akan mempermudah akses pejalan kaki untuk bergerak dari satu toko ke toko lainnya. Jalur pedestrian yang berkesinambungan adalah jalur yang tidak terputus dan memungkinkan pejalan kaki berjalan pada jarak tempuh yang relatif jauh (Pattisinai, 2013). Jalan peniagaan memiliki jalur pedestrian yang berkesinambungan (Gambar 5.8). Hal ini tentunya bisa memudahkan penggunanya mengakses ke seluruh ruko yang ada di koridor jalan perniagaan. Namun, Walaupun jalur pedestrian berkesinambungan, pejalan kaki masih berjalan menggunakan badan jalan. Hal ini dipengaruhi sirkulasi pejalan kaki yang terhambat bahkan terputus karena adanya barang dagangan pemilik kegiatan komersil, pedagang asongan serta motor yang parkir di jalur pedestrian. Sehingga tidak heran jika pejalan kaki yang berjalan di jalur pedestrian dengan jarak tempuh yang relatif jauh lebih memilih berjalan di badan jalan.

5.3Kajian Keamanan Fasilitas Pedestrian

(42)

58 Tabel 5.6 Interval Keamanan

No Pernyataan Statis Ket Dina

(43)

59 Tindak kejahatan di kawasan komersial mempengaruhi minat seseorang untuk berkunjung ke suatu tempat. Pejalan kaki yang merasa lingkungan aman, memiliki kebebasan untuk beraktifitas (Nur dan Suwandono, 2015). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang untuk mengakses ke semua kawasan tanpa ada perasaan takut akan bahaya yang mengancam. Terkait dengan sistem keamaan pada pejalan kaki yang menggunakan moda transportasi kendaraan. Di jalan perniagaan terdapat juru parkir yang bertugas untuk menjaga kendaraan dan mengatur kendaraan yang parkir (Gambar 5.9). Dengan adanya juru parkir di jalan perniagaan dapat meningkatkan perasaan aman terhadap kendaraan yang diparkirkan. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap responden dinamis yang merasa keamanan parkir di jalan perniagaan kurang baik. Sehingga kedepannya perlu peningkatan terhadap sistem keamanan.

Gambar 5.9 Penjagaan Parkir di Jalan Perniagaan

(44)

60 berjalan serta akses kendaraan (Gambar 5.10). Lampu penerangan tambahan juga disediakan oleh pedagang kaki lima untuk mendukung kegiatan kuliner.

Menurut Florez dkk (2014) penerangan yang mencukupi dapat meminimalkan kecelakaan serta menghindari dari tindakan kejahatan pada malam hari. Penerangan di jalan perniagaan sudah memadai. Dengan adanya penerangan yang memadai, pengguna kendaraan lebih berhati-hati saat berkendara tanpa menimbulkan konflik dengan pejalan kaki sehingga pejalan kaki merasa lebih percaya diri ketika berjalan pada malam hari. Walaupun kegiatan perdagangan di jalan perniagaan cenderung terjadi dari pagi sampai sore hari, namun penerangan juga perlu diperhatikan khususnya pada malam hari karena tidak menutup kemungkinan jika suatu saat kawasan ini dikembangkan menjadi wisata kuliner pada malam hari

(45)

61 Gambar 5.10 Kondisi Penerangan di Jalan Perniagaan

5.3.2 Fasilitas Penyeberangan

(46)

62 kendaraan akan terhambat dengan kemacetan. Kondisi ini menimbulkan persepsi 15 responden statis dan 23 responden bahwa ada hambatan saat menyeberang (Gambar 5.11).

Keterangan a. Ya b. Tidak

Gambar 5.11 Persepsi Adanya Hambatan Kendaraan Saat Menyeberang di Jalan Perniagaan

Perilaku pengendara mempengaruhi keselamatan pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Pengendara yang melintasi jalan perniagaan dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan sekitar dapat membahayakan pejalan kaki. Jalan perniagaan merupakan jalan lokal sekunder dengan arus kecepatan kendaraan 10 km/jam (RDTR 2008). Faktor kecepatan kendaraan berpengaruh terhadap keselamatan pejalan kaki yang menyeberang. Berdasarkan persepsi responden dan kondisi lalu lintas di jalan perniagaan yang sering mengalami kemacetan dapat diketahui bahwa kendaraan tidak menjadi hambatan saat menyeberang.

(47)

63 jalan perniagaan masuk kategori sangat tidak baik (Tabel 5.6). Berdasarkan observasi dikawasan kajian, kondisi zebra cross kurang baik, terlihat dari warna yang sudah mulai pudar dan terhalangi dengan kendaraan yang parkir di bahu jalan (Gambar 5.12).

Tersedianya fasilitas penyeberangan dapat meminimalisir kecelakaan lalu lintas (Sutikno dkk, 2013). Pejalan kaki yang mentaati aturan untuk menyeberang menggunakan fasilitas penyeberangan akan mengurangi kecelakaan lalu lintas. Menurut WHO (2013) fasilitas penyeberangan zebra cross seharusnya memiliki warna yang tidak pudar serta dilengkapi dengan stop line. Namun pada jalan perniagaan, kondisi zebra cross kurang baik. Dengan kondisi seperti ini, pejalan kaki kurang percaya diri untuk menggunakan zebra cross dan cenderung memilih menyeberang disembarang tempat.

(48)

64 Gambar 5.12 Kondisi Zebra Cross di Jalan Perniagaan

5.3.3 Kualitas Fisik Jalur Pedestrian

(49)

65 Terkait dengan kondisi perkerasan (paving blok) di Jalur Pedestrian menimbulkan persepsi. Menurut responden statis kualitas perkerasan dijalur pedestrian masuk kategori baik (Tabel 5.6). Berbeda dengan persepsi responden dinamis yang mengatakan bahwa kualitas perkerasan dijalur pedestrian masuk kategori tidak baik. Namun secara keseluruhan permukaan jalur pedestrian masuk kategori baik.

(50)

66 menghindari paving blok yang rusak karena kerusakannya yang tidak terlalu parah serta masih bisa di akses untuk berjalan kaki.

Gambar 5.13 Kondisi paving blok yang rusak di Jalur Pedestrian

(51)

67 5.4 Kajian Kenyamanan Fasilitas Pedestrian

Lingkungan mengambil peranan yang penting untuk kenyamanan seseorang. Lingkungan yang nyaman akan memberikan kepuasan kepada individu untuk bisa menghabiskan waktu lebih lama di lingkungannya. Adanya fasilitas pendukung bisa meningkatkan kenyamanan pejalan kaki saat berjalan di jalur pedestrian.

Keterangan

a. Tanaman d Tempat sampah

b. Bangku e. Rambu jalan

c. Lampu jalan f. lainnya

Gambar 5. 14 Persepsi Pejalan Kaki Terhadap Fasilitas Pendukung Yang Perlu Ditambahkan Untuk Meningkatkan Minat Berjalan

(52)

68 lebar jalur pedestrian perlu ditambah. Kelengkapan fasilitas pendukung akan menambah minat individu untuk berjalan kaki.

Kondisi fasilitas pedestrian di jalan perniagaan juga perlu diperhatikan. Menurut responden secara umum fasad bangunan sekitar, warna dan bentuk jalur pedestrian, bangunan memberikan efek peneduh pada pejalan kaki, informasi rambu jalan masuk kategori baik, sedangkan kebersihan jalur pedestrian, fungsi tanaman sebagai nilai estetis dan penyaring polusi dan peletakan fasilitas pendukung di jalur pedestrian masuk kategori tidak baik. Berikut adalah tabel interval kenyamanan menurut responden statis dan dinamis (Tabel 5.7)

Tabel 5.7 Interval Kenyamanan

4 Fungsi tanaman sebagai nilai estetis dan penyaring polusi

107 B 146 TB 245 TB

(53)

69 5.4.1 Kebersihan

Kebersihan dapat meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. Menurut responden statis dan dinamis bahwa kebersihan dijalan perniagaan masuk kategori tidak baik (Tabel 5.7). Lingkungan yang bersih dapat membuat suatu kawasan lebih menarik (Zakaria dan Ujang, 2015). Karena individu cenderung menginginkan lingkungan yang bersih. Di jalan perniagaan tidak terdapat tempat sampah untuk pejalan kaki (Gambar 5.15). Tempat sampah hanya disediakan oleh pedagang informal yang menjual makanan dan minuman. Tempat sampah tersebut sewaktu-waktu bisa dipindah-pindah serta tidak tersedia lagi di jalur pedestrian. Hal ini tentunya tidak efektif apabila pejalan kaki ingin membuang sampah. Sehingga pejalan kaki cenderung membuang sampah sembarangan. Di jalan perniagaan juga terdapat petugas kebersihan yang bertugas membersihkan badan jalan dari tumpukan sampah. Petugas kebersihan biasa datang pada pagi hari. Namun pada siang dan sore hari jalan perniagaan kembali kotor.

(54)

70 Gambar 5.15 Kebersihan di Jalan Perniagaan

5.4.2. Estetika

Di Jalan Perniagaan terdapat bangunan ruko yang cenderung memiliki fasad pecinan. Menurut responden statis fasad bangunan di jalan perniagaan termasuk kategori baik (Tabel 5.7). Persepsi tersebut berbeda dengan persepsi responden dinamis yang berpendapat bahwa fasad bangunan masuk kategori tidak baik. Namun secara keseluruhan menurut responden berpendapat fasad bangunan baik.

(55)

71 terhadap fasad bangunan menjadi lebih baik lagi, untuk meningkatkan kepercayaan diri pengunjung ketika berbelanja.

Gambar 5.16 Fasad Bangunan di Jalan Perniagaan

(56)

72 Gambar 5.17 Bentuk dan Warna Jalur Pedestrian

5.4.3 Polusi

(57)

73 Keterangan

a. Menyebabkan polusi udara b. Menyebabkan kebisingan

c. Tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan

Gambar 5.18 Persepsi Pejalan Kaki Terhadap Pengaruh Kendaraan Terhadap Lingkungan

(58)

74 Gambar 5.19 Vegetasi di Jalan Perniagaan

(59)

75 lingkungannnya memiliki self efficacy yang tinggi. Responden statis yang sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan., memiliki self efficacy yang tinggi. Secara keseluruhan responden berpendapat bahwa fungsi tanaman sebagai penyaring polusi di sekitar jalan perniagaan masuk kategori tidak baik.

Berdasarkan observasi, peletakan tanaman berada di sebelah kiri dan kanan jalur pedestrian (Gambar 5.19). jenis tanaman yang terdapat di jalan perniagaan beraneka ragam. Penggunaan tanaman dengan jenis tertentu dapat menyaring polusi (Danoe 2006). Namun beberapa tanaman tidak tumbuh dengan baik bahkan sudah hampir mati. Selain itu dengan adanya tanaman juga bisa menambah nilai estetis suatu kawasan. Di jalan perniagaan terdapat beberapa jenis tanaman mulai dari tanaman hias sampai pohon yang tidak terlalu besar. Namun kurangnya perawatan pada tanaman mengakibatkan tanaman tidak tumbuh dengan baik. Bahkan ada yang sudah mati. Oleh karena itu, perlu adanya perawatan khusus untuk tanaman agar berkembang dengan baik sehingga bisa memberikan fungsi sebagai pelindung dari polusi.

5.4.4 Penghalang Paparan Sinar Matahari

(60)

76 komersial bisa menjadi pelindung pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung (Aristo dan Natalivan, 2012). Berdasarkan observasi, bangunan di jalan perniagaan cenderung seatback dan mempunyai kanopi (Gambar 5.20). Hal ini tentunya bisa menjadi pelindung pejalan kaki dari paparan matahari langsung apabila berjalan di jalur pedestrian. Namun dalam penggunaannya, karena lebar jalur pedestrian yang kurang serta adanya kegiatan kegiatan sektor informal, parkir dan perilaku pedagang komersial yang menjual barang dagangannya di jalur pedestrian. Pejalan kaki terkadang tidak mendapat kesempatan untuk berjalan di jalur pedestrian. selain itu berdasarkan teori Sutikno dkk (2013) bahwa pohon juga bisa menghindari pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung dan kondisi ekstrim cuaca. Namun di koridor jalan perniagaan jenis tanamannya tidak memberikan perlindungan untuk paparan sinar matahari.

Gambar 5.20 Kanopi Bangunan

5.4.5 Kondisi Rambu Jalan

(61)

77 kendaraan, serta terdapat papan informasi untuk nama jalan (Gambar 5.21). Rambu jalan berfungsi untuk memberikan informasi kepada pejalan kaki (Danoe, 2006). Menurut responden statis dan dinamis kondisi rambu jalan masuk kategori baik (Tabel 5.7). Pejalan kaki baik yang menggunakan moda tranportasi kendaraan ataupun tidak dapat terbantu dengan adanya rambu jalan sebagai sarana untuk memberikan informasi. Peletakan rambu jalan juga sudah baik. Untuk rambu parkir terletak di jalur pedestrian ruas kanan sesuai dengan keberadaan parkir, rambu nama jalan terletak di setiap sudut jalan dan begitu juga dengan peletakan rambu larangan sudah bagus serta mudah di baca oleh pengendara.

(62)

78 5.4Rangkuman

Identitas tempat pada jalan perniagaan mempengaruhi minat seseorang untuk datang berkunjung. Self efficacy adalah salah satu unsur pembentuk identitas tempat. Identitas terbentuk dari pemahaman dan pemaknaan tentang sesuatu yang hal. Jalan perniagaan merupakan bagian dari pajak ikan lama yang menjadi ikon wisata belanja kota medan. Dari waktu ke waktu, walaupun terjadi peralihan fungsi barang dagangan, namun pajak ikan lama masih bertahan sudah lebih dari 100 tahun. Hal ini mengidentifikasi bahwa daya tarik dari wisata belanja pajak ikan lama, mempengaruhi minat seseorang untuk berkunjung. Maka tidak heran sampai saat ini wisata belanja tersebut masih ramai dikunjungi.

(63)

79 sejalan dengan pendapat Ginting dan Rahman (2016) bahwa Identitas tempat memberikan keunikan dan daya tarik pariwisata. Daya tarik yang terdapat di jalan perniagaan yaitu wisata belanja.

(64)

80 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dari kajian self efficacy pada fasilitas pedestrian di jalan perniagaan.

6.1 Kesimpulan

Jalan perniagaan merupakan bagian dari wisata belanja pajak ikan lama. Adanya wisata belanja tersebut membutuhkan fasilitas pedestrian yang meamdai untuk mendukung kegiatan berbelanja.

Dari hasil dan pembahasan tentang self efficacy pada fasilitas pedestrian di jalan perniagaan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut

Dari aspek aksesibilitas, self efficacy untuk menggunakan jalur pedestrian ada, namun self efficacy masih rendah untuk bisa berjalan beringin serta berjalan kontinyu di jalur pedestrian. Hal ini dipengaruhi oleh lebar jalur pedestrian belum memfasilitasi pejalan kaki untuk berjalan beriringan, belum bisa mengakomodasi pejalan kaki difabel, serta adanya pedagang kaki lima dan kendaraan yang parkir menganggu sirkulasi pejalan kaki.

(65)

81 penyeberangan masih rendah, namun masih dalam kondisi aman untuk menyebarang di jalan perniagaan. Untuk paving block di jalur pedestrian di beberapa bagian masih kurang baik, sehingga hal ini akan menganggu pejalan kaki yang melintasi jalur pedestrian.

Dari aspek kenyamanan, fasad bangunan dan vegetasi belum memberikan keindahan. Peletakan fasilitas pendukung di jalur pedestrian menganggu pejalan kaki terkait dengan lebar jalur pedestrian yang kurang. Perlu adanya penambahan fasilitas pendukung terutama bangku dan tempat sampah.

Secara umum self efficacy terkait aksesabilitas, kenyamanan dan keamanan pada fasilitas pedestrian masih kurang baik. namun kepercayaan yang dimiliki oleh responden untuk datang berkunjung masih tetap ada. Hal ini dipengaruhi oleh daya tarik dari wisata belanja yang terdapat di jalan perniagaan.

6.2 Saran

(66)

5 BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas pedestrian yang akan dibahas yaitu mengenai fasilitas utama dan fasilitas pendukung serta Self efficacy yang akan dibahas mengenai aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan.

2.1 Fasilitas Pedestrian

Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos atau pedester-pedestris yang berarti kaki, jadi pedestrian adalah pejalan kaki. Pejalan kaki adalah pergerakan atau perpindahan manusia dari suatu tempat ketempat lainnya (Danoe, 2006). Pemerintah mengatur hak pejalan kaki pada UU No 22 tahun 2009 yaitu “setiap lalu lintas jalan harus dilengkapi dengan perlengkapan jalan”.

Perlengkapan jalan yang dimaksud adalah fasilitas pedestrian. sudah selayaknya pejalan kaki bisa menikmati fasilitas pedestrian. Perencanaan dan perancangan fasilitas pedestrian yang memenuhi kebutuhan penggunanya akan mendorong minat seseorang untuk berjalan karena dengan berjalan individu akan mendapat banyak manfaat.

(67)

6 sosial yaitu dapat meningkatkan interaksi dengan masyarakat serta jika dilihat dari aspek manfaat lingkungan yaitu dapat mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan sehingga bisa meningkatkan kualitas lingkungan karena berkurangnya polusi udara dan konsumsi energi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pejalan kaki (Pattisinai, 2013) yaitu: (1) waktu, (2) kenyamanan, (3) tata guna lahan dan (4) ketersediaan kendaraan. Berjalan kaki pada waktu tertentu mempengaruhi jarak berjalan yang mampu ditempuh. Misalnya individu yang berjalan untuk tujuan berbelanja akan berjalan lebih jauh tanpa disadari. Sebab berjalan dengan tujuan belanja dilakukan dengan santai dan biasanya kecepatan berjalan lebih rendah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Danoe (2006) usia juga mempengaruhi jarak tempuh serta kecepatan berjalan kaki. Kategori orang dewasa cenderung berjalan lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dan orang tua.

Cuaca dan jenis aktivitas juga mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki (Pattisinai, 2013). Indonesia memiliki iklim tropis dengan cuaca yang panas dan lembab. Apabila pejalan kaki terpapar langsung oleh sinar matahari maka akan mengurangi minat untuk beraktivitas. Pejalan kaki pada dasarnya membutuhkan ruang untuk dapat terhindar dari paparan sinar matahari langsung dan cuaca buruk.

(68)

7 kebanyakan individu mempunyai jadwal yang padat atau sibuk sehingga kecenderungan individu untuk berjalan lebih cepat.

Selain itu, ketersediaan transportasi umum dan pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki akan mempengaruhi jarak tempuh orang saat berjalan kaki. Menurut Kusbiantoro, Natalivan dan Aquarita (2007), terdapat kategori pejalan kaki menurut sarana perjalanannya, yaitu: (1) Pejalan kaki penuh; (2) Pejalan kaki memakai kendaraan umum; (3) Pejalan kaki memakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi; (4) Pejalan kaki memakai kendaraan pribadi. Ketersediaan fasilitas kendaraan umum yang memadai dalam hal penempatan akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu reaksi terhadap orang disekeliling, pengaruh lalu lintas dan tujuan berjalan kaki. Pada penelitian ini fasilitas pedestrian dibagi menjadi 2 yaitu: fasilitas utama dan fasilitas pendukung.

2.1.1 Fasilitas Utama

(69)

8 Gambar 2.1 Kebutuhan ruang pejalan kaki normal

(Sumber: Washington State Department of Transportation 1997)

Gambar 2.2 Kebutuhan ruang pejalan kaki untuk penyandang cacat (Sumber: Washington State Department of Transportation 1997)

(70)

9 kriteria dalam perancangan antara lain: Keamanan dari kecelakaan yang disebabkan kendaraan bermotor, kriminalitas, kemudahan jalur pedestrian, daya tarik yang berasal dari jalur pedestrian dan fasilitas pendukung.

Untuk memenuhi kriteria perencanaan yang baik, jalur pedestrian harus direncanakan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995 pada jalur pedestrian yaitu:

1. Lebar jalur pejalan kaki harus leluasa, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu lintas kendaraan. Berdasarkan pedoman perhitungan kapasitas lingkungan jalan (2013), jalan lokal dengan guna lahan perdagangan yang memiliki lebar badan jalan antara 5-12 m harusnya mempunyai lebar jalur pedestrian antara 2,5-4 m.

2. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras.

(71)

10 Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki

Fasilitas Lebar Tambahan (cm)

Patok penerangan 75-100

Patok lampu lalu lintas 100-120 Rambu lalu lintas 75-100

Kotak surat 100-120

Keranjang sampah 100

Tanaman peneduh 60-120

Pot bunga 150

(Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/Bt/1995)

Keselamatan pejalan kaki merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan pejalan kaki difabel yang menggunakan kursi roda. Penggunaan ramp di jalur pedestrian mempengaruhi keselamatan pejalan kaki. Ramp di jalur pedestrian berfungsi untuk memudahkan pejalan kaki difabel serta pelayanan angkutan barang.

Pada umumnya ramp dibuat di jalur pedestrian yang berdekatan dengan fasilitas penyeberangan dan persimpangan jalan. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengguna khususnya pejalan kaki yang menggunakan kursi roda untuk bisa mengakses keseluruh bagian jalan. Selain itu, kemiringan ramp juga harus diperhatikan untuk keselamatan pejalan kaki (Prijadi, Sangkertadi dan Tararo, 2014). Ramp dengan sudut kemiringan yang tidak memenuhi standar, akan menganggu pejalan kaki difabel yang menggunakannya.

(72)

11 harus diberi pembatas yang berada di tepi ramp dengan tinggi 10 cm yang berfungsi untuk melindungi pengguna kursi roda agar tidak jatuh atau keluar dari jalur ramp.

Gambar 2.3 Ramp pada jalur pedestrian

(Sumber: Peraturan Pemerintah No 468 / KPTS / 1998)

(73)

12 lengan persimpangan di penyeberangan pejalan kaki dan biasanya dilengkapi dengan stop line sejauh 3 m yang menjadi zona aman pejalan kaki untuk menyeberang di depan lalu lintas kendaraan yang berhenti (World Health Organization, 2013 hal 63)

Gambar 2.4 Zebra Cross

(Sumber: Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995)

(74)

13 memiliki keindahan. Material lainnya adalah bata. Bata dapat menyerap air dan panas dengan cepat namun daya tahannya kurang karena mudah retak.

2.1.2 Fasilitas Pendukung

Pada jalur pedestrian terdapat fasilitas pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Letak fasilitas pendukung yang konsisten, bisa lebih menarik minat orang untuk berjalan (Natalivan, 2003). Adapun fasilitas pendukung yang dimaksud yaitu:

2.1.2.1Lampu Penerangan

(75)

14 Gambar 2.5 Penerangan Jalan

(Sumber: SNI (7391:2008))

2.1.2.2Tempat Sampah

Lingkungan yang bersih dapat membuat suatu kawasan lebih menarik (Zakaria dan Ujang, 2015). Tempat sampah digunakan untuk menjaga agar jalur pedestrian tetap bersih. Lingkungan yang tidak higienis akan menganggu psikologi dan fisik pejalan kaki (Alfonzo, 2005). Jalur pedestrian yang bersih akan menambah daya tarik serta kenyamanan individu saat berjalan. Menurut danoe (2006) jarak antar tempat sampah adalah 15-20 m, mudah dalam sistem pengangkutan sampah (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 tempat sampah

(76)

15 2.1.2.3Tempat duduk

Tempat duduk merupakan fasilitas pendukung yang dapat menciptakan kenyamanan pejalan kaki serta dapat memperindah jalur pedestrian jika di desain dengan baik. Pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki di perkotaan yang dikeluarkan oleh departemen pekerjaan umum bahwa tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 m dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan menggunakan bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.

Menurut pattisinai (2013) jalur pedestrian memiliki fungsi rekreatif sehingga diperlukan bangku untuk tempat beristirahat. Sedangkan menurut natalivan (2003) bangku merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki dan mudah digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Fungsi lain dari bangku yaitu meningkatkan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya (Natalivan, 2003).

2.1.2.4Vegetasi

(77)

16 2.1.2.5Rambu Jalan

Rambu jalan berfungsi untuk memberikan informasi maupun larangan kepada kendaraan (Danoe, 2006). Kendaraan yang mematuhi peraturan lalu lintas akan mengurangi konflik dengan pejalan kaki, sehingga akan mengurangi resiko kecelakaan. Adapun persyaratan rambu lalu lintas menurut Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga NO. 011/T/BT/1995 yaitu rambu diletakkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas dan berada di tepi paling luar jalur pedestrian, mudah terlihat khususnya pada malam hari, tidak menghalangi pejalan kaki serta bersifat tetap dan kokoh.

2.1.2.6Bangunan

Berjalan kaki di jalur pedestrian membutuhkan pemandangan visual yang baik karena bangunan memberikan pengalaman visual pada pejalan kaki (Zakaria dan Ujang, 2015). Proporsi serta fasad bangunan mengambil peranan penting untuk meningkatkan minat berjalan serta menambah rasa nyaman ketika seseorang berada pada suatu lingkungan (Natalivan, 2003). Pemasangan kanopi bangunan merupakan inisiatif pemilik bangunan komersial untuk menambah kenyamanan. Keberadaan kanopi bangunan khususnya pada area komersial bisa menjadi penghalang pejalan kaki dari paparan sinar matahari langsung (Aristo dan Natalivan, 2012).

2.2 Self Efficacy

(78)

17 efficacy juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat memunculkan keyakinan pada diri sendiri (Idrus, 2014). Individu yang percaya dengan dirinya mampu menunjukkan bakat, pengetahuan, keterampilan dengan kesabaran dan ketekunan untuk meraih kesuksesan. Hal ini menunjukan bahwa self efficacy pada penelitian tersebut terfokus dari dalam diri individu atau internal efficacy. Sedangkan, Internal efficacy berbeda dengan eksternal efficacy.

Eksternal efficacy menurut Eden (2001) adalah kepercayaan inividu terhadap sumber daya yang berasal dari luar dirinya. Eksternal efficacy tidak mengacu kepada kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, melainkan kepercayaan yang muncul karena pengaruh dari luar dirinya.

(79)

18 Faktor lingkungan fisik merupakan elemen penting untuk meningkatkan eksternal efficacy (Ben-Ami dkk, 2014). Kriteria lingkungan yang dapat meningkatkan eksternal efficacy yaitu lingkungan yang mampu memfasilitasi dan memudahkan individu untuk mencapai tujuan. Berikut adalah penelitian dari beberapa teori mengenai self efficacy yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy

Referensi Faktor Pembahasan

Ginting (2016)

Kenyamanan Fasilitas pendukung Keamanan Jalur pedestrian Aksesibilitas Transportasi umum

Keyakinan Internal efficacy

Alfonzo

Kenyamanan Fasilitas pedestrian yang memadai

(80)

19 untuk datang berkunjung (Ginting, 2016). Lalu ketika sampai pada tempat tujuan, lingkungan yang aman dan nyaman akan semakin meningkatkan eksternal efficacy sehingga individu mendapatkan kesenangan di lingkungan tersebut. Atas dasar teori-teori tersebut, unsur-unsur utama self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu aksesibilitas, keamanan dan kenyamanan.

2.2.1 Aksesibilitas

Akses yang mudah akan mempengaruhi minat individu untuk datang berkunjung ke suatu tempat (Ginting, 2016). Individu tidak bisa merasakan lingkungan yang aman dan nyaman apabila tidak terdapat akses yang memadai menuju kesuatu tempat. Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan bergerak dari tempat asal ke tempat tujuan (Zakaria dan Ujang, 2015). Hal tersebut berkaitan erat dengan kesinambungan jalur pedestrian. Kesinambungan jalur pedestrian akan mempermudah akses seseorang ke tempat tujuan yang diinginkannya. Natalivan (2003) menjelaskan bahwa pejalan kaki membutuhkan jalur pedestrian yang mampu memenuhi kebutuhan untuk bisa bersosialisasi. Artinya jalur pedestrian membutuhkan lebar yang mencukupi untuk individu saling berinteraksi satu sama lainnya, minimal harus bisa dilalui oleh 2 pejalan kaki. Selain itu jalur pedestrian harus mampu mengakomodasi pejalan kaki yang mempunyai masalah mobilitas.

2.2.2 Keamanan

(81)

20 meningkatkan efficacy pengunjung untuk berperilaku efisien dan rasional pada suatu lingkungan (Ginting, 2016), sehingga berpengaruh terhadap pencapaian tujuan karena tidak ada perasaan takut akan rintangan yang menghambat tujuan.

(82)

21 2.2.3 Kenyamanan

Cukup sulit untuk menentukan kenyamanan seseorang, sebab setiap orang mempunyai cara berbeda dalam merespon dan memberikan persepsi pada lingkungan. Konsep kenyamanan menurut Zakaria dan Ujang (2015) yaitu keadaan menyenangkan dari fisiologis, fisik dan psikologi manusia terhadap lingkungannya. Alfonzo (2005) juga menjelaskan bahwa kenyamanan merupakan tingkatan dari kemudahan, nyaman lalu merasa puas. Pernyataan-pernyataan tersebut mengacu kepada perasaan senang individu ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dengan merasa nyaman seseorang pasti merasa senang berada di lingkungan.

Lingkungan mengambil peranan yang penting untuk kenyamanan seseorang. Keharmonisan dan keindahan lingkungan sekitar akan menambah kesenangan orang untuk berjalan (Natalivan, 2003), sehingga pejalan kaki akan berjalan lebih jauh.

Faktor polusi juga berpengaruh terhadap kenyamanan. Suatu kawasan dengan tingginya minat menggunakan kendaraan serta tidak adanya penanganan dapat menimbulkan permasalahan seperti polusi udara dan suara (Florez dkk, 2013). Hal ini akan membuat minat individu untuk berjalan semakin berkurang.

2.3 Rangkuman

(83)

22 meningkatkan self efficacy. Fasilitas pedestrian menjadi kebutuhan untuk mendukung kegiatan berbelanja. Menurut Ginting (2016), Alfonzo (2005) serta Twigger dan Uzzel (1996) beberapa hal yang dapat meningkatkan self efficacy pada fasilitas pedestrian yaitu kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas. Berikut adalah kerangka teori dari self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan.

Gambar 2.7 Diagram Kerangka Teori Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian di Jalan Perniagaan

Self Efficacy

Kenyamanan

Keamanan

Aksesibilitas

Fasilitas Pedestrian

Fasilitas Utama

Jalur pedestrian

Fasilitas Pendukung

Penerangan Vegetasi

Tempat Sampah Bangunan

Bangku Rambu

Self Efficacy pada Fasilitas Pedestrian

(84)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fasilitas pedestrian merupakan salah satu elemen penting dalam sebuah kota. Aktivitas masyarakat yang ada dikota pada umumnya cenderung tinggi, terutama dalam hal aksesibilitas. Fasilitas pedestrian mampu mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Fasilitas pedestrian yang kurang memadai akan mengakibatkan masyarakat menggunakan kendaraan meskipun jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Padahal berjalan kaki merupakan bagian dari sistem penghubung kota yang cukup penting. Karena dengan berjalan kaki kita dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat ditempuh dengan kendaraan. Masyarakat perkotaan saat ini cenderung menggunakan transportasi kendaraan, hal tersebut menimbulkan ruang gerak pejalan kaki menjadi tersisihkan. Selain itu permasalahan lain yang muncul adalah kemacetan, kecelakaan lalu lintas dan kerusakan lingkungan.

Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan dan menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut berpengaruh terhadap padatnya aktivitas diperkotaan, sehingga membutuhkan sarana dan prasarana yang

(85)

2 bertahap untuk mendukung kegiatan masyarakat. Salah satu sektor yang perlu dibenahi adalah fasilitas pedestrian.

Pada awalnya Jalan Perniagaan didominasi oleh aktivitas pedagang yang menjual ikan. Namun, dari waktu ke waktu terjadi peralihan jenis barang dagangan menjadi bahan tekstil. Meskipun jenis barang dagangan yang dijual sudah berubah, namun masyarakat tetap mengenal Jalan Perniagaan sebagai Pajak Ikan Lama. Sejalan dengan pendapat Amar (2009) bahwa suatu tempat tidak memiliki makna yang permanen, karena dipengaruhi oleh penilaian individu. Penilaian tersebut pada akhirnya berkontribusi terhadap identitas tempat.

Self efficacy adalah salah satu unsur yang membentuk identitas tempat (Twigger dan Uzzel, 1996), karena identitas tidak dapat dibangun, namun terbentuk dengan sendirinya. Identitas terbentuk dari pemahaman dan pemaknaan tentang sesuatu yang ada (Amar, 2009). Hal tersebut berdasarkan persepsi individu terhadap lingkungan. Lingkungan fisik serta situasi sosial yang baik dapat meningkatkan self efficacy (Ernawati, 2011). Individu yang merasa yakin dengan lingkungannya akan termotivasi untuk berkunjung. Tentunya saat berkunjung, individu juga mempertimbangkan fasilitas yang dapat mendukung aktivitasnya (Ginting, 2016). Fasilitas yang dapat memberikan pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pada suatu tempat.

(86)

3 fasilitas pedestrian untuk mendukung kegiatan berbelanja. Untuk itu peneliti memilih judul self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah mengkaji self efficacy pada fasilitas pedestrian di Jalan Perniagaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Medan sebagai masukan untuk perencanaan fasilitas pedestrian serta akademisi untuk dapat menambah ilmu pengetahuan dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Masalah

(87)

4 1.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah proses berpikir penulis dari awal mendapatkan masalah hingga dapat memecahkan masalah, dan memberikan rekomendasi. Berikut adalah kerangka berpikir pada penelitian ini (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir

Gambar

Tabel 5.3 Pekerjaan Responden
Tabel 5.4 Pendidikan Responden
Gambar 5.4 Pejalan Kaki yang berjalan di Jalur Pedestrian dan bahu jalan
Gambar 5.6 Pejalan Kaki Difabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji toksisitas akut dari ekstrak etanol herba putri malu dosis yang lebih tinggi yaitu hingga 5000 mg/kgBB dan akan pada

Melakukan penilaian dan pengawasan kinerja karyawan bagian produksi dengan menghitung persentase cacat berlubang pada kaos kerah lengan panjang setiap 1 minggu setelah

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kriling, dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga sebagimana diatur dalam undang- undang tentang Pasar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan merger yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan yang diantaranya adalah Current Ratio, Total Asset Turnover, Net

Peraturan hukum yang mengatur tentang kajian ini adalah perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pengelolahan keungan

Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha.. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Hasil dari penelitian ini yaitu kompresi menggunakan algoritma Arithmetic Coding dapat menghasilkan citra dengan ukuran file yang lebih kecil, namun apabila citra

Demikian sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Klinik Keperawatan RSJ