• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN FISIK MODE THINK PAIR HARE (TPS) DAN MODEL MAKE A MATCH (MAM) DI TINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN MOTIVASI BERRPRESTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN FISIK MODE THINK PAIR HARE (TPS) DAN MODEL MAKE A MATCH (MAM) DI TINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN MOTIVASI BERRPRESTASI"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PEMB

(

(Studi Se Untuk

BELAJAR

(TPS) DAN

DI TINJ

DA

i Kasus Pad

emester 1 SM

Memenuhi P S

PR

UNI

RAN FISIK

N MODEL

JAU DAR

N MOTIV

da Materi H

MAN 1 Pon

Sebagian P Program St Minat Utam SAYYIDAH S

ROGRAM

VERSITA

SU

KA MODE

L

MAKE A

RI KEMAM

VASI BER

Hukum Grav norogo Tahu TESIS Persyaratan tudi Pendid ma Pendidik Oleh : H QURROT S 831002058

M PASCAS

AS SEBEL

RAKART

2011

EL

THINK

A MATCH

MPUAN A

RPRESTA

vitasi Newto un Pelajaran Mencapai D ikan Sains kan Fisika TA A’YUN 8

SARJANA

LAS MAR

TA

K PAIR SH

H

(MAM)

AWAL

ASI

on Kelas XI

(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PEMBELAJARAN FISIKA MODEL

THINK PAIR SHARE

(TPS) DAN MODEL

MAKE A MATCH

(MAM)

DI TINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL

DAN MOTIVASI BERPRESTASI

(Studi Kasus Pada Materi Hukum Gravitasi Newton Kelas XI Semester 1 SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun Oleh :

SAYYIDAH QURROTA A’YUN

S831002058

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dosen Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tanggal

Tangan

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.

NIP. 19510102 197501 1 001 ………. ………

Pembimbing II : Dra. Soeparmi, MA, Ph.D

NIP.19520915 197603 2 001 ………. ..…………..

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Sains

(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN FISIKA MODEL

THINK PAIR SHARE

(TPS) DAN MODEL

MAKE A MATCH

(MAM)

DI TINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL

DAN MOTIVASI BERPRESTASI

(Studi Kasus Pada Materi Hukum Gravitasi Newton Kelas XI Semester 1 SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun Oleh :

SAYYIDAH QURROTA A’YUN

S831002058

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada Tanggal : ……….

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Prof. Dr. H. Ashadi …...….……….

Sekretaris : Dra. Soeparmi, MA, Ph.D …...….……….

Anggota : 1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd …...….…...

Penguji

: 2. Drs. Cari, MA, M.Sc, Ph.D …...….……….

Surakarta,………

Mengetahui,

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Sains

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : SAYYIDAH QURROTA A’YUN NIM : S 8301002058

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul PEMBELAJARAN FISIKA MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) DAN MAKE A

MATCH (MAM) DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN MOTIVASI

BERPRESTASI (Studi Kasus Pada Pokok Bahasan “Hukum Gravitasi Newton” Kelas XI Semester 1 SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tesebut.

Surakarta, April 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan unt uk orang-orang yang begit u aku sayangi :

Tit a and Abi, I love you all

I bu, bapak dan semua keluarga yang senant iasa memberikan doa,
(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Sayyidah Qurrota A’yun, S 8301002058. 2011. “ Physics Learning Using Think Pair Share (TPS) and Make A Match (MAM) Models over viewed from Prior Knowledge and Achievement motivation (A case Study on Universal Gravitation, for Grade XI Semester 1, SMAN 1 of Ponorogo, Academic Year 2010/ 2011)”. Thesis: Science Education Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta. Advisor I: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M. Pd. Advisor II: Dra. Suparmi, MA, Ph.D.

The purpose of this research were to find out 1) the effect of Think Pair Share (TPS) model and Make A match (MAM) model toward student’s achievement, 2) the effect of student’s prior knowledge toward student achievement, 3) the effect of student’s achievement motivation toward student achievement, 4) interaction between learning model and prior knowledge toward student achievement, 5) interaction between learning model and student’s achievement motivation toward student achievement, 6) interaction between prior knowledge and achievement motivation toward student achievement, 7) interaction among learning model, prior knowledge and achievement motivation toward student achievement.

This research was conducted in June 2010 – January 2011 and used experimental method. Population in this research was all of students in grade XI science class of SMAN 1 ponorogo year 2010/2011. Sample of this research consisted of two class which was taken using cluster random sampling. The XI-A3 class was treated using TPS model and the XI-A4 class was treated using MAM model. The data was collected using test method for student achievement and prior knowledge and questionaire for student’s achievement motivation. The research hypothesis were tested using Anova with 2x2x2, factorial design with unequal cell and calculated using MINITAB 15.

The data analysis showed that: 1) there was an effect of TPS and MAM to physics student achievement in wich TPS was better than MAM, 2) there was an effect of prior knowledge to physics student achievement in wich high prior knowledge was better than low prior knowledge, 3) there was an effect of achievement motivation to physics student achievement in wich high achievement motivation was better than low achievement motivation, 4) there was not any interaction between learning model and prior knowledge to physics student achievement, 5) there was not any interaction between learning model and achievement motivation toward student achievement, 6) there was not any interaction among prior knowledge and achievement motivation toward student achievement, 7) there was not interaction among learning model, prior knowledge and achievement toward student achievement.

Key words: TPS, MAM, prior knowledge, achievement motivation, universal gravitation, and student achievement.

(7)

commit to user

vii

Sayyidah Qurrota A’yun, S 8301002058. 2011 “Pembelajaran Fisika Model

Think Pair Share (TPS) dan Model Make A Match (MAM) Ditinjau dari

Kemampuan Awal Dan Motivasi Berprestasi (Studi Kasus Pada SMAN 1 Ponorogo Pada Pokok Bahasan Gravitasi Umum Kelas XI Tahun Pelajaran 2010/2011)”. Tesis : Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibimbing oleh Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M. Pd. dan Dra Suparmi, MA, Ph.D.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya: 1) Pengaruh penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make A Match

(MAM) terhadap prestasi belajar fisika, 2) Pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, 3) Pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika, 4) Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make

A Match (MAM) dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, 5)

Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make A Match

(MAM) dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika, 6) Interaksi antara kemampuan awal dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika, 7) Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make

A Match (MAM), kemampuan awal dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi

belajar fisika.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 – Januari 2011 dengan menggunakan model TPS dan MAM. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMAN 1 Ponorogo tahun pelajaran 2010/2011. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang diambil secara acak (cluster random sampling). Kelas yang menggunakan model TPS terpilih kelas XI-A3 dan kelas yang menggunakan model MAM terpilih kelas XI-A4. Teknik pengumpulan data dengan metode tes digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan awal, sedangkan motivasi berprestasi didapatkan dengan menggunakan metode angket. Uji hipotesis penelitian menggunakan ANAVA tiga jalan sel tidak sama dengan bantuan software Minitab 15.

Hasil analisis data penelitian adalah 1) ada pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar fisika dimana TPS lebih baik dari MAM, 2) ada pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika dimana kemampuan awal tinggi lebih baik dari kemampuan awal rendah, 3) ada pengaruh motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar fisika dimana motivasi berprestasi tinggi lebih baik dari motivasi berprestasi rendah, 4) tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika, 5) tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika, 6) tidak ada interaksi antara kemampuan awal dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika, 7) tidak ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan awal, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar fisika.

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala inayah dan hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul ”Pembelajaran Fisika Model Think Pair

Share (TPS) dan Model Make A Match (MAM) ditinjau dari Kemampuan Awal

dan Motivasi Berprestasi” ini dapat selesai. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tak lupa penulis haturkan terima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan dan bimbingan beliau dalam penyusunan tesis, yaitu kepada beliau : 1. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana

yang telah memberikan beragam fasilitas dan kemudahan dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains dan Dosen Pengampu Mata Kuliah Seminar Proposal Penelitian Pendidikan Sains yang telah memberikan ijin dalam penyusunan tesis ini.

3. Ibu Dra. Suparmi, MA, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Sains dan Dosen Pengampu Mata Kuliah Seminar tesis Pendidikan Sains yang telah memberikan banyak pengarahan dan bimbingan.

(9)

commit to user

ix

5. Bapak, Ibu, Abi dan Tita serta keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi dorongan, kasih sayang tiada henti dan doa restu.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan Pebruari 2010 yang senantiasa saling memberi dorongan semangat selama penulisan tesis ini. 7. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendukung demi selesainya tesis ini.

Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapakan untuk perbaikan kualitas penulisan dan pengembangan penelitian di Indonesia pada umumnya.

Surakarta, April 2011

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... HALAMAN PERSETUJUAN……… HALAMAN PENGESAHAN………. KATA PENGANTAR………. DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………... DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR LAMPIRAN………... HALAMAN PERNYATAAN……… HALAMAN PERSEMBAHAN……….

ABSTRACT... ABSTRAK………..

Halaman i ii iii iv vi ix xi xiii

xv xvi xvii xviii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Identifikasi Masalah………... 8

C. Pembatasan Masalah……….. 9

D. Perumusan Masalah………... 10

E. Tujuan Penelitian………... 10

(11)

commit to user

xi

HIPOTESIS... 13

A. Kajian Teori………... 13

1. Belajar dan Pembelajaran……… 13

a. Pengertian Belajar……….. 13

b. Teori Belajar Konstruktivisme……….. 15

c. Pengertian Pembelajaran……… 19

2. Model Pembelajaran Kooperatif (TPS)……… 20

3. Model Pembelajaran Kooperatif (MAM)………….. 23

4. Kemampuan Awal………... 24

a. Pengertian Kemampuan Awal………... 24

b. Cara Mengukur Kemampuan Awal…………... 26

5. Motivasi Berprestasi……… 26

a. Motiv dan Motivasi……… 26

b. Motivasi Berprestasi……….. 27

6. Prestasi Belajar……… 29

7. Hakikat Sains dan Fisika………. 32

8. Materi Hukum Gravitasi Newton……… 33

B. Penelitian yang Relevan……… 54

C. Kerangka Berpikir………... 56

D. Hipotesis……….. 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 64

A. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 64

(12)

commit to user

xii

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel….. 67

D. Instrument Penelitian………... 68

E. Teknik Pengambilan Data………... 68

F. Uji Coba Instrumen………. 70

G. Teknik Analisis Data………... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN………. 80

A. Deskripsi Data……… 80

B. Uji Prasyarat Analisis………. 95

C. Pengujian Hipotesis……… 97

D. Pembahasan Hasil Analisis Data……… 102

E. Keterbatasan Penelitian……….. 109

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……… 110

A. Kesimpulan………. 110

B. Implikasi………. 113

C. Saran……… 114 DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN………

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1.1. 2.1. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8

(14)

commit to user

xiv 4.9.

4.10. 4.11. 4.12. 4.13.

4.14.

4.15. 4.16. 4.17. 4.18 4.19

Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Eksperimen II (Model MAM)... Deskripsi Distribusi Data keseluruhan... Rerata Prestasi Belajar Ranah Kognitif... Deskripsi Data Prestasi Belajar Ranah Afektif... Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Afektif Kelas Eksperimen I (Model TPS)... Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Afektif kelas Eksperimen II (Model MAM)... Deskripsi Distribusi Data Keseluruhan... Rerata prestasi Belajar Ranah Afektif... Rangkuman Hasil Uji Normalitas... Rangkuman Hasil Uji Homogenitas... Tabel result/ hasil anava………...

88 89 89 90

91

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1. Gaya Gravitasi antara KeduaPartikel……….... 36 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6.

Percepatan Sentripetal Bulan Menuju Bumi... Peralatan Cavendish untuk Menghitung G…... Sebuah Ilustrasi Lintasan Elips Planet……..………… Bentuk Orbit Planet Pluto dan Komet Halley……….. Gaya Gravitasi yang Bekerja pada Planet………. Gambaran Umum Orbit Planet………. Vektor Medan Gravitasi di sekitar Benda……… Histogram Prestasi Belajar Kelompok Kemampuan Awal Tinggi………... Histogram Prestasi Belajar Kelompok Kemampuan Awal Rendah... Histogram Prestasi Belajar Kelompok Motivasi Berprestasi Tinggi... Histogram Prestasi Belajar Kelompok Motivasi Berprestasi Rendah... Histogram Prestasi Belajar Ranah Kognitif Kelas Eksperimen I (Model TPS)... Histogram Prestasi Belajar Ranah Kognitif Kelas Eksperimen II (Model MAM)...

(16)

commit to user

xvi 4.7.

4.8.

4.9. 4.10. 4.11.

Histogram Prestasi Belajar Ranah Afektif Kelas Eksperimen I (Model TPS)... Histogram Prestasi Belajar Ranah afektif Kelas Eksperimen II (Model MAM)... Uji Lanjut Pembelajaran TPS dan MAM (A1 dan A2)

Uji lanjut Kemampuan Awal... Uji Lanjut Motivasi Berprestasi...

91

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Silabus... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran TPS... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran MAM... Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal... Tes Kemampuan Awal... Kisi-kisi Angket Motivasi Berprestasi... Angket Motivasi Berprestasi... Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar... Soal Tes Prestasi Belajar... Kisi-kisi Penilaian Afektif... Angket Penilaian Afektif... Hasil Try Out Tes Kemampuan Awal... Hasil Try Out Tes Prestasi... Hasil Try Out Angket Motivasi Berprestasi... Hasil Try Out Angket penilaian Afektif... Data Induk Kelas TPS... Data Induk Kelas MAM... Hasil Uji T…………... Hasil Uji Normalitas...

(18)

commit to user

xviii 20

21 22

Foto Proses Belajar Mengajar Kelas TPS………….. Foto Proses Belajar Mengajar Kelas MAM………... Surat Keterangan Penelitian………..

(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Setiap negara membutuhkan sumber daya yang berkualitas, sebab dengan sumber daya yang berkualitas akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pembangunan suatu negara dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diharapkan, tetapi juga sikap mental yang baik. Oleh karena itu, setiap negara selalu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang di milikinya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya karena dengan pendidikan yang berkualitas akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas, yang pada akhirnya dapat mendukung pembangunan nasional.

Sumber daya manusia yang berkualitas juga akan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan bangsa dan negara. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 disebutkan bahwa:

(20)

Pada hal tersebut terkandung makna bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi potensi manusia Indonesia pada umumnya, serta pada peserta didik pada khususnya. Diharapkan dengan pengembangan potensi peserta didik, manusia Indonesia pada umumnya, serta bagi peserta didik pada khususnya akan menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada prinsipnya tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan diri diberbagai bidang baik sarana dan prasarana, pelayanan administrasi dan informasi, serta kualitas pembelajaran secara utuh. Untuk mendukung proses belajar mengajar maka seorang guru harus memiliki dan menerapkan strategi tertentu supaya siswa dapat belajar secara efektif. Hal ini bisa saja dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya pengelolaan pengajaran dan menguasai teknik-teknik dan metode mengajar.

(21)

students learn science and mathematics and how best to teach. Changing the way

we teach and what we teach in science and mathematics is a continuing

professional concern. (P42-seth & Marlina.pdf, di akses 15 Mei 2010). Guru

seharusnya memiliki pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar sains dan matematika dan bagaimana mengajar terbaik. Dengan mengubah cara mengajar dan apa yang diajarkan dalam sains dan matematika adalah sebuah cara/ bentuk yang professional.

Kecenderungan sistem pendidikan di Sekolah Menengah Atas cenderung terpusat pada guru (teacher centered), sehingga pengajaran terkesan hanya berjalan satu arah.In the traditional teacher-centered education, the dominance of the teacher take centre stage. The students rely on their teachers to decide what,

when, and how to learn (www.ejmste.com, di akses tanggal 15 Mei 2010). Siswa

tidak aktif dan hanya mendengar saja keterangan guru, sehingga siswa tidak secara mandiri menggali informasi dan pengetahuannya sendiri. Hal ini kurang bermakna bagi siswa.

Materi Hukum Gravitasi Newton merupakan materi fisika yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini karena materi tersebut merupakan konsep dasar untuk mempelajari konsep-konsep fisika lain, misalnya astronomi. Selain itu dengan mempelajari materi tersebut siswa dilatih untuk berpikir urut dan teratur serta berlatih menggunakan perhitungan matematis. Namun kebanyakan siswa masih menganggap sulit dalam memahami dan menguasainya. Karakteristik materi Hukum Gravitasi Newton bersifat abstrak.

(22)

masih jauh dari yang diharapkan. Rendahnya mutu hasil belajar fisika tersebut dapat dilihat dari ulangan harian kompetensi Hukum Gravitasi Newton kelas XI. Dari jumlah 6 kelas XI IPA yang mempunyai nilai rata-rata ulangan harian untuk kompetensi Gravitasi Umum tahun pelajaran 2008/2009 dan 2009/2010 di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 hanya 1 kelas saja sebagaimana dapat di lihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Ulangan Harian Kelas XI

NO. KELAS NILAI ULANGAN KOMPETENSI HUKUM GRAVITASI NEWTON

TP 2008/2009 TP 2009/2010

1 XI IPA 1 70,25 63,86

2 XI IPA 2 67,80 67,45

3 XI IPA 3 68,95 62,75

4 XI IPA 4 66,35 64,78

5 XI IPA 5 68,00 69,68

6 XI IPA 6 65,28 65,77

Analisis sementara rendahnya nilai fisika siswa karena siswa kurang aktif dalam menggali informasi materi fisika, dominasi guru lebih besar dibanding keaktifan siswa dalam pembelajaran, metode ceramah dan tugas yang diberikan belum sepenuhnya mengatasi kesulitan siswa. Good quality techers, with up-to-date knowledge and skill, are the foundation of any system of formal science

education (www.nuffield.com, di akses tanggal 15 Mei 2010). Kemampuan

(23)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model belajar yang melibatkan pembentukan kelompok yang bertujuan pencapaian hasil belajar, penerimaan keberagaman dan ketrampilan sosial yang tercipta dalam kerjasama dengan maksud agar siswa dapat lebih terbiasa bekerjasama dan belajar berkelompok dalam rangka memecahkan suatu masalah. Cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective when students are actively involved in

sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks. Cooperative

learning has been used as both an instructional method and as a learning tool at

various levels of education and in various subject areas (www. Ejmste.com, di

akses tanggal 15 Mei 2010). Pembelajaran kooperatif didasarkan pada sebuah kepercayaan bahwa belajar akan lebih efektif ketika siswa aktif terlibat dalam berbagi ide dan bekerja kooperatif untuk melengkapi tugas akademik.

Pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori belajar konstruktivisme, di mana siswa secara aktif membangun pengetahuannya dan dapat menemukan sendiri konsep-konsep pengetahuan yang sulit dan mentransformasi informasi yang kompleks, mengecek informasi yang baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai lagi. Pembelajaran kooperatif model TPS dan MAM merupakan model pembelajaran yang menekankan siswa bekarjasama dalam kelompok-kelompok belajar.

(24)

baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas dan guru meminta siswa memikirkan lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling bantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.

Tipe Make a Match (MAM) dapat meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dalam proses belajar mengajar, siswa tampak lebih aktif mencari jawaban kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

Prestasi belajar fisika dipengaruhi oleh faktor interen dan ekstern. Faktor intern dalam diri siswa antara lain motivasi berprestasi, kemampuan awal, dan laian-lain. Sedangkan faktor ekstern antara lain metode pembelajaran yang digunakan guru, interaksi sosial siswa, sarana prasarana sekolah dan lain-lain. Namun hal ini semua belum diperhatikan oleh guru.

(25)

kelas. Dalam interaksi antar siswa terjadi suatu aktivitas saling mempengaruhi dan memberi sumbangan pemikiran. Perilaku ini sangat berpengaruh terhadap belajar siswa, motivasi dan percaya diri. Sikap sosial siswa ditunjukkan dengan saling membantu dalam menyelesaikan masalah dan saling menghormati pendapat orang lain.

Faktor intern siswa yaitu kemampuan awal yang dimiliki siswa tentang materi yang akan diajarkan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru. Guru akan tahu seberapa jauh pengetahuan awal yang dimiliki siswa, dengan menggali terlebih dahulu pengetahuan siswa sebelum mengajarkan materi baru. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dicirikan dengan ketekunan, kesungguhan dan antusiasme dalam belajar yang tinggi. Namun kebanyakan guru belum memperhatikan hal ini sehingga memberi perlakuan yang sama pada semua siswa padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan awal tinggi.

(26)

Untuk itulah penulis ingin meneliti tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif TPS dan MAM, kemampuan awal, dan motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar fisika.

B. Identifikasi Masalah

Fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah penelitian berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Proses belajar mengajar di SMAN 1 Ponorogo masih berpusat pada guru

(teacher centered) sehingga proses belajar mengajar berjalan satu arah tanpa

ada feedback dari siswa.

2. Model pembelajaran yang digunakan guru belum memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir kreatif dan inovatif, padahal ada berbagai model pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kreatif seperti model pembelajaran kooperatif dengan tipe TPS, MAM, NHT, TGT, dan lain-lain. 3. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seperti kondisi awal

siswa, kemampuan awal, motivasi berprestasi, kreativitas, sikap ilmiah, dan lain-lain; namun faktor-faktor tersebut belum diperhatikan guru dalam proses pembelajaran.

4. Kemampuan awal bervariasi merupakan faktor intern siswa yang belum diperhatikan oleh guru.

(27)

6. Prestasi belajar fisika masih rendah dan dewasa ini guru cenderung memberikan penilaian pada siswa hanya aspek kognitif saja, padahal seharusnya penilaian mata pelajaran fisika mencakup aspek kognitif, psikomotor dan afektif.

7. Mata pelajaran fisika masih dianggap membosankan dan sulit dipahami oleh kebanyakan siswa, seperti Hukum gravitasi Newton, Kinematika partikel dan Dinamika partikel, dan lain-lain.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini perlu dibatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Pembelajaran kooperatif yang di pakai adalah tipe Think-Pair-Share (TPS) dan

Make A Match (MAM).

2. Kemampuan awal siswa yang dimaksud adalah konsep awal siswa yang dimiliki yang menjadi dasar untuk mempelajari materi Hukum Gravitasi Newton seperti konsep kinematika dan dinamika partikel, kategori tinggi dan rendah.

3. Motivasi berprestasi dibatasi pada motivasi berprestasi siswa dalam belajar dan mengikuti pembelajaran fisika di sekolah, kategori tinggi dan rendah. 4. Prestasi belajar mencakup ranah kognitif, sedangkan ranah afektif sebagai data

pendamping.

(28)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share

(TPS) dan Make A Match (MAM) ?

2. Apakah terdapat pengaruh kemampuan awal tinggi dan rendah ? 3. Apakah terdapat pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah ?

4. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran

Think-Pair-Share (TPS) dan Make A Match (MAM) dengan kemampuan awal siswa

tinggi dan rendah ?

5. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran

Think-Pair-Share (TPS) dan Make A Match (MAM) dengan motivasi berprestasi siswa

tinggi dan rendah ?

6. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal siswa tinggi dan rendah dengan motivasi perprestasi tinggi dan rendah ?

7. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran

Think-Pair-Share (TPS) dan Make A Match (MAM), kemampuan awal siswa tinggi dan

rendah dengan motivasi berprestasi ?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan

(29)

3. Pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika

4. Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make A

Match (MAM) dengan kemampuan awal tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar fisika

5. Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make A

Match (MAM) dengan motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar fisika

6. Interaksi antara kemampuan awal tinggi dan rendah dengan motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika

7. Interaksi antara model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dan Make A

Match (MAM), kemampuan awal tinggi dan rendah dengan motivasi

berprestasi terhadap prestasi belajar fisika

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam proses belajar dan mengajar. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

(30)

b. Memberikan motivasi pada guru untuk lebih mengoptimalkan faktor intern dan ekstern dalam pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatan prestasi belajar siswa.

c. Bagi siswa dengan model kooperatif diharapkan siswa memperoleh pengalaman yang bermakna dan berprestasi.

2. Manfaat Teoritis

a. Memberikan tambahan wawasan kepada guru ataupun peneliti selanjutnya untuk memperhatikan sekecil apapun kondisi dan potensi yang dimiliki siswa.

(31)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Kata belajar sangat sering kita dengar, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Menurut Gagne (1984) dalam Ratna Wilis D. (1989 : 11) “belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Jadi belajar menyangkut perubahan dalam individu, berarti belajar membutuhkan waktu. Untuk mengukur belajar, kita amati perilaku individu sebelum dan sesudah diberi suatu perlakuan atau pengalaman tertentu. Jika ada perubahan perilaku, berarti individu itu telah belajar.

(32)

dialami oleh beberapa orang tetapi perubahan tingkah laku pada masing-masing orang berbeda.

Menurut Morgan (1978) dalam Ngalim Purwanto (1994: 84) “ Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Jadi, seperti dua pendapat sebelumnya bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari latihan atau pengalaman, tetapi Morgan menegaskan bahwa perubahan itu relatif menetap dan bukan sesaat saja.

Good & Boophy (1997) dalam Alex Sobur (2003 : 220) mengartikan belajar sebagai “The development of new associations as a result of experience”. Belajar adalah perkembangan asosiasi-asosiasi (kecenderungan-kecenderungan dalam pikiran) sebagai hasil pengalaman. Jadi belajar adalah suatu proses yang tidak bisa dilihat dengan nyata. Proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Menurut mereka, belajar bukanlah suatu tingkah laku yang tampak, tetapi terutama prosesnya yang terjadi secara internal pada individu dalam usaha memperoleh berbagai hubungan baru.

(33)

disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Seberapa lama periode waktu itu berlangsung, sulit ditentukan dengan pasti, namun perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang hanya berlangsung sementara; (4) tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah / berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. Jadi belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku, baik fisik maupun psikis, yang relatif mantap yang diperoleh melalui latihan atau pengalaman.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

(34)

Menurut filsafat konstruktivisme, “pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) dari kita sendiri yang sedang menekuninya” (Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Matthews, 1994; Piaget, 1971 dalam Suparno (2007: 8)). Bila yang sedang menekuni itu adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan dari siswa sendiri. Siswalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada melalui kegiatan berpikir. Jadi pengetahuan bersifat non-objektif, temporer, dan selalu berubah. Proses pembentukan pengetahuan ini berjalan terus-menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

(35)

sebelumnya. Dengan pengalaman baru yang didapatkan, siswa akan mengkonstruksi sendiri dengan cara akomodasi atau asimilasi.

Apakah pengetahuan itu tidak dapat ditransfer atau dipindahkan begitu saja? Ya, secara prinsip para konstruktivis menolak kemungkinan terjadi transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. “Tidak ada kemungkinan mentransfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuannya sendiri. Demikian pendapat Von Glaserfeld dalam Bettencourt dalam Suparno (2007: 9). Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari guru ke siswa.

Menurut Matthews dalam Suparno (1997: 43) Piaget adalah psikolog pertama yang meneliti tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan. Dia sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Karena penelitiannya ini, maka Piaget dikenal sebagai konstruktivis pertama (Ratna Wilis D. , 1989 : 159; Suparno 1997 : 30). Dalam penelitiannya Piaget mengamati bagaimana seorang anak pelan-pelan membentuk pengetahuannya sendiri. Anak itu pelan-pelan mulai membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Piaget lebih menekankan bagaimana anak secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek dihadapi.

(36)

III (7-11 tahun) memiliki operasi-operasi berpikir konkrit; dan periode IV (11 tahun - dewasa) memiliki operasi-operasi berpikir formal/abstrak.

Menurut Piaget (Suparno, 2001 : 104), urutan tahap atau periode itu mempunyai beberapa sifat. Sifat tersebut antara lain: (1) urutan perkembangan tahap-tahap itu tetap, meskipun umur rata-rata terjadinya dapat bervariasi secara individual menurut tingkat inteligensi atau lingkungan sosial seseorang; (2) struktur keseluruhan itu tidak dapat saling ditukar; (3) setiap tahap yang lebih maju mempunyai penalaran yang secara kualitatif berbeda dengan penalaran tahap sebelumnya. Penalaran tahap berikutnya jauh lebuh tinggi daripada sebelumnya; (4) setiap kemajuan dalam penalaran selalu dapat diterapkan secara lebih menyeluruh; (5) setiap kemajuan tahap baru selalu mengandung perluasan dari struktur sebelumnya. Struktur yang lama itu diubah melalui adaptasi, meskipun formulasi yang sebelumnya tidak pernah dihancurkan atau dihilangkan. Oleh karena itu, transformasi penalaran yang baru dari yang sebelumnya merupakan perkembangan.

Unsur yang juga penting dalam memperkembangkan pemikiran sesesorang adalah latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran. Misalnya, seseorang anak perlu banyak latihan menggunakan logikanya dalam memecahkan persoalan fisika, ia akan semakin mengerti dan mengembangkan cara berpikirnya.

(37)

pengetahuan itu berkembang, pengalaman sangat menentukan. Semakin orang mempunyai banyak pengalaman mengenai persoalan, lingkungan atau objek yang dihadapi, ia akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya. Dengan semakin banyak pengalaman, skema seseorang akan banyak ditantang dan mungkin dikembangkan.

c. Pengertian Pembelajaran

Menurut UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 yang dimaksud dengan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (UU Sistem Pendidikan Nasional, diakses tanggal 21 Juli 2008). Dalam pasal yang sama juga dijelaskan bahwa “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pedidikan tertentu” dan “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagi guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instuktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.

(38)

pikiran, emosi, dan imajinasi siswa tidaklah stabil dan tidak dapat ditebak. Dengan demikian hasil dari pembelajran itu sendiri menjadi sangat subyektif.

Ada juga definisi yang lain, yaitu: “ Pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan” (Seifert Kelvin, 1983 edisi terjemahan Yusuf Anas, 2007 : 5). Yang dimaksud dengan pendidikan menurut UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1: “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara”.

Pembelajaran merupakan interaksi sistematis antara peserta didik dengan pendidik yang berkaitan dengan materi pembelajaran pada suatu lingkungan belajar. Kegiatan pembelajaran memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran juga bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika (Nurhadi, 2004: 30). Dengan demikian kegiatan pembelajaran perlu berpusat pada peserta didik dengan menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang untuk mengembangkan kreativitas mereka, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya

(39)

di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar”. Menurut Slavin, “pembelajaran kooperatif adalah berkompromi, artinya menetapkan pokok permasalahan dengan tujuan bersama. Kompromi dapat membangun rasa hormat kepada orang lain dan mengurangi konflik antar anggota kelompok.

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun

terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Beberapa variasi dalam model

cooperative learning tersebut antara lain TPS / Think Pair Share/ Berpikir

Berpasangan- Berbagi dan MAM / Make A Match / Mencari Pasangan. Pendekatan struktural ini digunakan pembelajaran kooperatif dan dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland. Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi pebelajar.

Strategi TPS tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. “TPS singkatan dari Think Pair Share atau Berpikir- Berpasangan – Berbagi, merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa” (Direktorat PLP modul SN-38 2004: 17).

TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori

(40)

seorang guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas dan guru menginginkan siswa memikirkan lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling bantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.

Langkah-langkah TPS dalam Richard I Arends (2001: 325) adalah sebagai berikut: Pada tahap 1. Thinking (berpikir) : Guru memberikan pertanyaan atau issu yang berhubungan dengan materi, dan siswa memikirkan jawaban secara mandiri untuk beberapa saat. Pada tahap 2. Pairing (berpasangan) : Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang dipikirkan pada tahap 1. Pada tahap ini diharapkan digunakan oleh siswa untuk berdiskusi dan berbagi ide. Guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Pada tahap 3.

Sharing (berbagi). Pada tahap akhir ini guru meminta kepada pasangan untuk

berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Secara bergiliran pasangan demi pasangan.

(41)

Keunggulan dari TPS ini adalah memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi siswa, memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada orang lain (Anita Lie, 2002 :57). Teknik ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia siswa. Sedangkan kelemahan TPS adalah siswa memerlukan waktu yang lama untuk berpikir sehingga pembelajaran tidak sesuai seperti yang diharapkan.

3. Pembelajaran kooperatif Tipe Make A Match / Mencari pasangan

Teknik model pembelajaran Make A Match (MAM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Dengan menggunakan metode pembelajaran ini dapat meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

(42)

kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya, siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran kooperatif model MAM memiliki keunggulan di antaranya adalah mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan, materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode Make A

Match mempunyai sedikit kelemahan yaitu diperlukan bimbingan dari guru untuk

melakukan kegiatan, waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran, guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

4. Kemampuan awal

a. Pengertian kemampuan awal

Menurut Gagne (1988) yang dikutip Ratna Willis Dahar (1989 :134) “Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan (capabilities)”. Pengetahuan dan kemampuan baru membutuhkan kemampuan yang lebih rendah dari kemampuan baru tersebut. Dalam pengajaran fisika kemampuan awal merupakan pengetahuan konsep fisika yang akan digunakan untuk menjelaskan konsep fisika yang lain.

(43)

pengetahuan atau kemampuan awal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat penguasaan materi bahan pelajaran antara masing-masing siswa. Pengetahuan awal siswa merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga memudahkan untuk dapat melaksanakan proses belajar dengan baik. Guru perlu mengetahui kemampuan awal siswa supaya dapat menentukan strategi pembelajaran sesuai tujuan instruksional, dalam arti dapat menentukan alternatif langkah yang paling tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1996 : 133), pada awal proses belajar mengajar, siswa belum mempunyai kemampuan yang dijadikan tujuan dari interaksi guru dan siswa, bahkan terdapat jurang antara tingkah laku siswa pada awal dan pada akhir proses maka proses belajar mengajar harus menjembatani jurang itu. Jurang yang harus dijembatani adalah perbedaan antara tingkah laku awal dan tingkah laku final. Keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan dan pencapaian tujuan instruksional (tingakh laku final).

(44)

proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar. Masing-masing siswa belum tentu memiliki kemampuan awal yang sama.

b. Cara mengukur kemampuan awal

Menurut Abd. Gafur (1982:60) langkah-langkah untuk mengetahui karakteristik siswa kemampuan awal ada dua cara. Cara pertama adalah dengan menggunakan catatan yang tersedia. Dokumen yang dimaksud adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), nilai tes intelegensi serta tes masuk. Cara kedua adalah dengan menggunakan prasyarat dan tes awal atau pre-requisite test.

5. Motivasi Berprestasi

a. Motif dan Motivasi

(45)

dorongan untuk menghadapi dunia luar, misalnya kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat.

Motif menunjukan suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan. Sedangkan motivasi adalah pendorongan, suatu usaha sadar untuk mempengaruhi seseorang agar dia tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu (Ngalim Purwanto, 1994 : 71). Menurut Duncan dalam Ngalim Purwanto (1994 : 72), “motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapaitujuan organisasi. Perilaku atau tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh motif disebut “tingkah laku bermotivasi”, yang dirumuskan sebagai “Tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan” (Dirgagunarsa, 1996 dalam Alex Shobur, 2003 : 270). Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan dan mengarahkan seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai tujuan tertentu.

b. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi atau kebutuhan untuk berprestasi (needs for

achievement), pertama kali diperkenalkan oleh David McClelland. Untuk

(46)

berhubungan erat dengan perubahan pada kebutuhan untuk berprestasi warganya (Alex Shobur, 2003 : 284). Negara akan maju jika kebutuhan berprestasi warganya disemua aspek kehidupang tinggi, namun sebaliknya Negara akan mengalami kemunduran jika setiap warga negaranya tidak memiliki kebutuhan berprestasi.

(47)

tampak ketika siswa berusaha keras mempelajari subjek tertentu atau ketika mereka berjuang keras untuk meraih tujuan dari tugas tertentu (Arends Richard I, terjemahan Helly prajitno 2008 :145). Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi tidak mudah menyerah dan selalu optimis mereka akan berhasil.

McClelland dan Liberman (1949) menemukan bahwa kelompok siswa dengan motivasi berprestasi sedang (atribute), berpikir tentang jaminan atau keamanan dan terutama cara menghindari kegagalan, atau dengan keinginan minimal untuk mencapai keberhasilan. Di lain pihak, kelompok dengan motivasi berprestasi tinggi lebih berpikir tentang mencapai keberhasilan, atau dengan keinginan kuat untuk mencapai keberhasilan. Perlu dicatat bahwa kebutuhan untuk berprestasi tidak selalu berkaitan dengan keberhasilan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, sebagian orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi memberi perhatian yang besar akan keberhasilan dan bekerja keras untuk meperolehnya, tetapi untuk sebagian orang tidak selalu seperti itu. Kesimpulannya, kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merefleksikan kerja keras yang dilakukannya untuk mencapai tujuan yang telah ia tetapkan (Cohen Louis, 1978 : 10). Berdasarkan uraian di atas, maka motivasi berprestasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan dan mengarahkan seseorang dalam mencapai prestasi.

6. Prestasi Belajar

(48)

memperoleh kecakapan, ketrampilan dan sikap. Oemar Hamalik (2001 : 280) menyatakan bahwa “belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya”. Kegiatan belajar merupakan faktor penting dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap.

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.

(49)

bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Sedangkan menurut S. Nasution (1996: 17) prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut”.

(50)

7. Hakekat Sains dan Fisika

Sains merupakan suatu ilmu teoritis yang berdasar pada pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejala-gejala alam. Teori yang telah dirumuskan,

tidak dapat dipertahankan jika tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan atau

observasi. Cara untuk memperoleh ilmu demikian ini dikenal dengan nama

metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya merupakan cara yang logis untuk

memecahkan suatu masalah tertentu.

Fisika merupakan bagian dari sains, pada hakekatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berfikir dan penyelidikan. Fisika memiliki karakteristik sama

dengan karakteristik sains pada umumnya. Fisika juga merupakan produk dan

proses yang tak terpisahkan, ini berarti bahwa dalam pembelajaran fisika, agar

diperoleh hasil belajar yang optimal, siswa seharusnya dilibatkan secara fisik dan

mental dalam pengamatan dan pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran fisika, interaksi dengan obyek-obyek konkrit dan diskusi yang baik akan mampu mendorong perkembangan kognitif dan

kemampuan berpikir operasional formal. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget

bahwa perkembangan kognitif individu sebagian besar bergantung kepada

seberapa jauh individu aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan

lingkungannya. Dengan demikian kemampuan berpikir siswa juga berkembang ke

arah yang lebih sempurna dan pada gilirannya akan mampu menampilkan hasil

belajar fisika yang lebih tinggi.

Fisika dalam hal ini Hukum gravitasi Newton mempelajari banyak hal

(51)

mekanisme sistem tata surya. Hal ini akan menambah keyakinan siswa pada

pencipta alam semesta yaitu Tuhan yang Maha Esa.

Jadi fisika merupakan ilmu yang paling mendasar, yang merupakan produk

dan proses yang tak terpisahkan. Produk berupa fakta, konsep, prinsip atau hukum

dan proses berupa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memperoleh

pengetahuan.

8. Materi Pembelajaran Fisika

(52)

planet-planet tetap berada dalam orbitnya masing-masing haruslah sama dengan kuadrat dari jaraknya ke pusat revolusinya kemudian membandingkan besar gaya yang diperlukan untuk membuat bulan tetap pada orbitnya dnegan gaya gravitasi pada permukaan bumi dan mendapatkan hasil keduanya cukup dekat.”

Pada bab ini, kita akan belajar mengenai hukum gravitasi umum. Pembahasannya akan kita tekankan pada pergerakan planet karena data astronomi menyediakan cara yang penting untuk menguji kebenaran hukum tersebut. Lalu, kita akan melihat bahwa hukum-hukum pergerakan planet yang dikembangkan oleh Johannes Kepler sesuai dengan hukum gravitasi umum dan konsep kekekalan momentum sudut. Kita akan mengakhiri bab ini dengan menurunkan persamaan umum untuk energy potensial gravitasi dan menelaah energetika dari gerak planet dan satelit.

a. Hukum Gravitasi Umum Newton

Anda pasti pernah mendengar legenda mengenai Newton yang tertimpa apel di kepalanya ketika sedang tidur di bawah sebuah pohon. Kecelakaan tersebut seakan-akan memberitahu Newton bahwa semua benda di alam semesta alam ini tarik-menarik seperti apel dan bumi. Newton menganalisis data astronomi mengenai pergerakan bulan mengelilingi bumi. Dari anaalisis tersebut, ia menyatakan bahwa hukum gaya yang menentukan pergerakan planet-planet sama

(53)

Pada tahun 1687, Newton memublikasikan hasil kerjanya mengenai hukum gravitasi dengan judul Mathematical Principles of Natural Philosophy. Hukum gravitasi umum Newton menyatakan bahwa

“Setiap partikel di alam semesta tarik-menarik dengan gaya yang sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.”

Jika partikel dengan massa dan dipisahkan oleh jarak sebesar r, maka besarnya gaya gravitasi adalah

(1)

Dimana G adalah sebuah konstanta yang disebut konstanta gravitasi universal, yang telah diukur melalui eksperimen. Nilainya dalam satuan SI adalah

(2)

Bentuk dari hukum gaya yang diberikan pada persamaan 1 sering disebut sebagai hukum invers kuadrat karena besarnya gaya berubah-ubah bergantung pada insvers kuadrat dari jarak antara kedua partikel.1 Kita akan bahas contoh lain dari hukum gaya tersebut pada bab selanjutnya. Kita dapat menuliskan gaya ini dalam bentuk vector dnegan mendefinisikan vector satuan (Gambar 2.1).

1

Suatu kesebandingan terbalik antara dua besaran x dan y adalah dimana k adalah

r

m2

F21

F12

(54)
[image:54.612.135.512.207.458.2]

Gambar 2.1 Gaya gravitasi antara kedua partikel bersifat tarik-menarik. Vektor satuan berasal dari partikel 1 menuju partikel 2. Perhatikam bahwa

Oleh karena vektor satuan tersebut berasal dari partikel 1 menuju partikel 2, maka gaya yang diberikan partikel 1 kepada partikel 2 adalah

(3)

Dimana tanda negatif menunjukkan partikel 2 tertarik menuju partikel 1. Selain itu gaya pada partikel 2 pastilah menuju partikel 1. Berdasarkan hukum Newton III, gaya yang diberikan partikel 2 kepada partikel 1 yang dilambangkan oleh F21

sama besarnya dengan F12 dan dalam arah yang berlawanan. Gaya-gaya tersebut

membentuk suatu pasangan aksi-reaksi, .

Beberapa fitur dalam persamaan 3 perlu untuk diperhatikan. Gaya gravitasinya merupakan suatu medan gaya yang selalu ada diantara kedua partikel, apapun medium yang memisahkan keduanya.

Ciri penting lain yang dapat kita lihat dari persamaan 3 bahwa gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh sebuah distribusi massa simetris berbentuk

bola dengan ukuran tertentu pada sebuah partikel di luar distribusi massa

tersebut, sama dengan jika seluruh distribusi massa tersebut terkonsentrasi

di pusatnya. Contohnya, besar gaya yang ditimbulkan bumi kepada sebuah partikel bermassa m di dekat permukaan bumi adalah

(4)

(55)
[image:55.612.134.507.209.460.2]

Pada umumnya, saat merumuskan hukum gravitasi, Newton menggunakan alasan berikut yang mendukung asumsi bahwa gaya gravitasi sebanding dengan invers kuadrat dari jarak antara kedua benda yang berinteraksi. Ia membandingkan percepatan bulan pada orbitnya dengan percepatan sebuah benda yang jatuh di dekat permukaan bumi, seperti buah apel legendaris tadi (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Ketika berevolusi mengelilingi bumi, bulan akan mengalami percepatan sentripetal menuju bumi. Sebuah benda di dekat permukaan bumi, seperti apel pada gambar di atas, mengalami percepatan g (dimensinya tidak dibuat berdasarkan skala)

Dengan mengambil asumsi bahwa kedua percepatan tersebut memiliki penyebab yang sama –yaitu gaya tarik gravitasi bumi– Newton menggunakan hukum invers kuadrat sebagai alasan bahwa percepatan bulan menuju bumi (percepatan sentripetal) pastilah sebanding dengan 1/ dimana adalah jarak antara pusat bumi dan pusat bulan. Kemudian, percepatan apel menuju bumi pastilah sebanding dengan 1/ dimana adalah jarak antara pusat bumi dan apel. Oleh karena apel terletak di permukaan bumi, maka , yaitu jari-jari

bumi. Dengan menggunakan nilai ,

Newton merumuskan bahwarasio antara percepatan bulan dengan percepatan apel g pastilah

bulan

bumi g

v

(56)

Dengan demikian, percepatan sentripetal bulan adalah

Newton juga menghitung percepatan sentripetal bulan dengan menggunakan jarak rata-ratanya dari bumi dan nilai periode orbitnya sebesar

. dalam selang waktu T, bulan menempuh jarak yang sama dengan keliling orbitnya. Jadi, kelajuan orbitnya adalah

dan percepatan sentripetalnya adalah

Nilai yang hampir sama antara nilai di atas dengan nilai yang didapatkan Newton menggunakan g merupakan bukti kuat dari sifat invers kuadrat dari hukum gaya gravitasi.

Walaupun hasil-hasil tersebut sangatlah membuat Newton semakin bersemangat, ia masih ragu dengan asumsi yang dibuatnya untuk analisis tersebut. Untuk menghitung percepatan sebuah benda di dekat permukaan bumi, Newton menganggap massa bumi terkonsentrasi pada pusatnya. Ia mengasumsikan bumi sebagai sebuah partikel yang memengaruhi sebuah benda di luarnya. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1687, dengan pekerjaan rintisannya dalam pengembangan kalkulus, Newton membuktikan bahwa asumsi tersebut benar dan merupakan konsekuensi alamiah dari hukum gravitasi umum.

(57)

banda berapapun massanya, jatuh tanpa mengalami gesekan udara pada percepatan g yang sama di dekat permukaan bumi. Menurut Hukum Newton II, percepatan tersebut sesuai dengan dimana m adalah massa benda yang

jatuh. Jika rasio tersebut sama untuk semua benda yang jatuh, maka pasti

sebanding dengan m sehingga massanya saling menghilangkan dalam rasio tersebut. Jika kita melihat situasi yang lebih umum dari gaya gravitasi antara dua benda sembarang yang memiliki massa, seperti dua buah planet, maka argument yang samadapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa gaya gravitasi sebanding dengan salah satu massanya. Kita dapat memilih massa yang mana saja dalam argument di atas. Bagaimanapun, gaya gravitasi haruslah sebanding dengan

kedua massanya.

b. Menghitung Konstanta Gravitasi

[image:57.612.136.510.215.640.2]

Konstanta gravitasi universal G, dihitung dalam suatu percobaan oleh Henry Cavendish (1731-1810) pada tahun 1798.

Gambar 2.3 Peralatan Cavendish untuk menghitung G. garis putus-putus melambangkan posisi awal batang.

Sumber cahaya cermin

(58)

Peralatan Cavendish tersebut terdiri atas dua bola kecil, masing-masing bermassa

m yang ditempelkan pada ujung-ujung batang horizontal yang digantung menggunakan sebuah serat yang kuat atau kawat tipisndari logam, seperti diilustrasikan dalam gambar 2.3. Ketika dua bola besar masing-masing bermassa

M ditempatkan di dekat bola-bola kecil, gaya tarik menarik antara bola kecil dan besar menyebabakan batang berotasi dan memilin kawat bergantung menuju orientasi kesetimbangan yang baru. Sudut rotasinya dihitung menggunakan pemantulan berkas cahaya pada sebuah cermin yang ditempelkan pada penggantung vertikal. Pemantulan berkas cahaya merupakan teknik yang efektif untuk menjelaskan pergerakan yang terjadi. Percobaan tersebut diulang berkali-kali dengan massa yang berbeda-beda dan jarak pemisahan yang berubah-ubah. Untuk mnedapatkan nilai G, hasil dari percobaan tersebut menunjukan bahwa gaya yang terjadi bersifat tarik-menarik, sebanding dengan hasil kali mM, dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak r.

c. Percepatan Jatuh Bebas dan Gaya Gravitasi

Ketika mendefinisikan mg sebagai berat sebuah benda bermassa m, kita menyebut

(59)

(5)

Sekarang, perhatikan sebuah benda bermassa m yang terletak pada jarak h di atas permukaan bumi atau pada jarak r dari pusat bumi dimana . Besar gaya gravitasi yang bekerja pada benda tersebut adalah

Besar gaya gravitasi yang bekerja pada benda tersebut pada posisi ini juga bernilai dimana g adalah nilai percepatan jatuh bebas pada ketinggian h. Dengan

mensubstitusikan persamaan untuk ke dalam persamaan terakhir, kita dapatkan

(6)

Dengan demikian, g berkurang seiring bertambahnya ketinggian. Oleh karena berat sebuah benda adalah mg ketika , maka beratnya mendekati nol. d. Hukum Kepler dan Pergerakan Planet

Manusia telah mengamati pergerakan berbagai planet, bintang, dan benda langit lainnya selama ribuan tahun. Pada awal sejarah, para ilmuwan menganggap bumi sebagai pusat alam semesta. Anggapan yang disebut model geosentris

(60)

Astronom Denmark Tycho Brahe (1546-1601) ingin menentukan bagaimana langit dibangun kemudian ia mengembangkan suatu program untuk menentukan posisi bintang-bintang dan planet-planet. Menarik untuk diketahui bahwa pengamatan planet-planet dan 777 bintang yang dapat dilihat dengan mata telanjang tersebut dilakukan hanya dengan sebuah sekstan besar dan sebuah kompas. (teleskop belum diciptakan.)

Astronom Jerman Johannes Kepler adalah asisten Brahe selama beberapa saat sebelum Brahe meninggal. Kepler mendapatkan data astronomi gurunya tersebut dan menghabiskan 16 tahun hidupnya mencoba untuk menciptakan suatu model matematika untuk menjelaskan pergerakan planet-planet. Data seperti itu sulit untuk dipecahkan karena bumi juga bergerak mengelilingi matahari. Setelah banyak perhitungan yang melelahkan, Kepler menemukan bahwa data revolusi Mars mengelilingi matahari, yang merupakan milik Brahe, mengandung jawabannya.

Analisis lengkap Kepler mengenai pergerakan planet dirangkum dalam tiga pernyataan yang dikenal sebagai Hukum Kepler:

1. Semua planet bergerak dalam orbit elips dengan matahari pada salah satu fokusnya.

2. Vektor radius dari matahari ke sebuah planet menyapu luas daerah yang sama pada selang waktu yang sama.

(61)

Hukum Kepler I

[image:61.612.134.506.223.462.2]

Telah kita ketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa orbit lingkaran benda-benda mengelilingi pusat-pusat gaya gravitasi. Hukum Kepler I menyatakan bahwa orbit lingkaran merupakan suatu kasus yang sangat khusus dan orbit elips merupakan situasi yang umum. Hal ini merupakan pernyataan yang sulit diterima oleh para ilmuwan pada zaman tersebut karena mereka merasa bahwa orbit lingkaran sempurna planet merupakan pertanda kesempurnaan langit.

Gambar 2.4 menunjukkan geometri sebuah ellips, yang menjadi model orbit elips sebuah planet. Sebuah elips didefinisikan secara matematis dengan memilih dua titik , masing-masing disebut sebagai focus kemudian menggambar sebuah kurva melewati titik-titik dimana jumlah jarak

(62)

Gambar 2.4 Sebuah gambar elips. Sumbu semimayornya memiliki panjang , dan sumbu semiminornya memiliki panjang b. Masing-masing fokus terletak pada jarak c dari pusatnya pada tiap sisi pusatnya.

Eksentrisitas sebuah elips didefinisikan sebagai dan menggambarkan bentuk umum elips tersebut. Untuk sebuah lingkaran, c = 0 dan eksentrisitasnya pun menjadi nol. Semakin b lebih kecil dari maka semakin pendek elips tersebut sepanjangarah y dibandingkan dengan jangkauannya pada arah x pada gambar 2.4. krtika b berkurang maka c bertambah dan eksentrisitas e

[image:62.612.129.510.134.656.2]

bertambah. Dengan demikian, kesimpulannya adalah nilai eksentrisitas yang lebih tinggi mengakibatkan elips semakin panjang dan tipis. Rentang nilai eksentrisitas untuk sebuah elips adalah 0 < e < 1.

Gambar 2.5 (a) bentuk orbit Pluto memiliki eksentrisitas tertinggi (e = 0,25) diantar planet-• planet-•

c b

x

Orbit pluto

®

Pusat matahari

(a)

Pusat ® matahari

Orbit komet halley

(63)

fokus dari elips. Tidak ada benda apapun yang terletak di pusat (titik kecil) maupun pada fokus yang satunya. (b) Bentuk orbit komet Halley.

Eksentrisitas berbagai orbit planet dalam tata surya sangatlah beragam. Eksentrisitas orbit bumi adalah 0,017 sehingga hampir berbentuk lingkaran. Sebaliknya, eksentrisitas pluto adalah 0,25 yang merupakan eksentrisitas tertinggi diantara yang lainnya.figur 2.5a menunjukkan sebuah elips dengan eksentrisitas orbit pluto. Perhatikaan bahwa orbit dengan eksentrisitas tertinggi ini pun sulit dibedakan dengan sebuah lingkaran. Inilah penyebab Hukum Kepler I merupakan suatu pencapaian yang mengagumkan. Eksentrisitas orbit Komet Halley adalah 0,79 – sebuah orbit dengan sumbu mayor jauh lebih panjang daripada sumbu minornya – seperti diperlihatkan dalam figur 2.5b. Sehingga, Komet Halley menghabiskan periode 76 tahun jauh dari matahari dan tidak terlihat dari bumi. Komet tersebut hanya dapat dilihat dengan mata telanjang selama selang waktu yang pendek yaitu ketika dekat dengan matahari.

[image:63.612.132.507.222.460.2]
(64)

Hukum Kepler I merupakan akibat langsung dari sifat invers kuadrat dari gaya grafitasi. Kita telah membahas orbit lingkaran dan elips. Ini adalah bentuk-bentuk orbit yang mungkin dari benda-benda yang terikat pada pusat gaya gravitasi. Benda-benda tersebut termasuk planet, asteroid, dan komet yang bergerak terus-menerus mengelilingi matahari, juga termasuk bulan-bulan yang mengelilingi planet. Selain itu, juga terdapat benda-benda yang tidak terikat, seperti meteoroid yang melewati matahari satu kali dan tidak pernah kembali lagi. Gaya gravitasi antara matahari dan benda-benda tersebut juga berubah-ubah tergantung pada invers kuadrat jaraknya, dan lintasan yang diperbolehkan untuk benda-benda tersebut adalah parabola ( e = 1 ) dan hiperbola ( e > 1 ).

Hukum Kepler II

Hukum Kepler II dapat ditunjukkan sebagai konsekuensi dari kekekalan momentum sudut. Perhatikan sebuah planet bermassa yang bergerak

mengelilingi matahari dalam orbit elips (Gambar 2.6a). kita anggap planet tersebut sebagai suatu sistem. Kita modelkan matahari jauh lebih berat dari pada planet tersebut dan matahari tidak bergerak. Gaya gravitasi yang bekerja pada planet tersebut adalah gaya sentral, selalu sepanjang vektor radius, mengarah ke matahari (Gambar 2.6a). Torsi pada planet akibat dari gaya sentral tersebut pastilah nol karena F sejajar dengan r. Artinya,

(65)

Kita dapat mengaitkan hasil tersebut dengan pertimbangan geometris berikut. Dalam selang waktu dt, vector radius r dalam gambar 2.6b menyapu luas daerah

dA, yang sama dengan setengah luas daerah dari jajar genjang yang dibentuk oleh vektor r dan dr. Oleh karena perpindahan planet tersebut dalam selang waktu dt diberikan oleh , maka kita dapatkan

(7)

Dimana L dan konstan. Maka, kita dapat simpulkan bahwa vektor radius

dari matahari ke planet manapun menyapu luas daerah yang sama dalam

selang waktu yang sama.

Gambar 2.6 (a) Gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah planet mengarah ke matahari. (b) Ketika planet mengorbit matahari, luas daerah yang disapu oleh vektor radius dalam selang waktu dt sama dengan setengah luas jajar genjang yang dibentuk oleh vector r dan t

Hukum Kepler III

Hukum Kepler III dapat diduga dari hukum invers kuadrat orbit lingkaran.2 Perhatikan sebuah planet bermassa yang diasumsikan bergerak mengelilingi

matahari (dengan massa ) dalam orbit lingkaran, seperti dalam gambar 2.7.

2

Orbit semua planet hampir berbentuk lingkaran kecuali merkurius dan Pluto; sehingga dengan asumsi tersebut kita tidak terlalu banyak melakukan kesalahan. Contohnya, rasio sumbu

matahari r v

(a)

matahari r

dt

[image:65.612.130.511.214.501.2]
(66)
[image:66.612.132.507.96.620.2]

Gambar 2.7 Sebuah planet bermassa

Gambar

Gambar 2.1  Gaya gravitasi antara kedua partikel bersifat tarik-menarik. Vektor satuan  berasal dari partikel 1 menuju partikel 2
Gambar 2.2 Ketika berevolusi mengelilingi bumi, bulan akan mengalami percepatan
Gambar 2.3 Peralatan Cavendish untuk menghitung G. garis putus-putus melambangkan posisi awal batang
Gambar 2.4 menunjukkan geometri sebuah ellips, yang menjadi model
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kadar zat terbang yang tinggi akan menurunkan kualitas briket karena dengan tingginya zat menguap, maka nilai karbon semakin kecil sehingga nilai kalor yang

Dari kunjungan wisatawan yang meningkat dari tahun ke tahun tersebut muncul sebuah kebutuhan akan suatu tempat berupa bangunan penginapan yang memiliki berbagai

Mula-mula agak berat bagi saya untuk menyiapkan video berkenaan tetapi selepas membiasakan diri dengan perisian yang digunakan, saya akhirnya berjaya menyiapkan

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang nyata antara biaya, discrepancy fee , kemungkinan gagal buyer, hubungan dengan importir dan

Kasus: Pasien dengan nyeri dan edema lengan kiri yang progresif pasca operasi mammae aberant kiri, tidak memberikan hasil memuaskan dengan terapi konservatif selama sepuluh

Diharapkan agar perusahaan dapat lebih memperhatikan faktor keperilakuan karyawan yakni sikap, motivasi, persepsi dan emosi dalam penerapan sistem akuntansi persediaan

Dalam kegiatan penelitian terdapat beberapa parameter khusus yang diamati, yaitu mengenai aspek khusus Sistem Penyadapan Tanaman Karet, seperti : persentase pohon

Secara garis besar, ilmu fisika dapat dipelajari lewat 3 jalan, yaitu pertama, dengan meng- gunakan konsep atau teori fisika yang akhirnya melahirkan fisika teori. Kedua, dengan