• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun di PTPN III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun di PTPN III"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013

Arthesa, Ade dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta : PT Indeks Kelompok Media, 2006)

Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

_____________, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, Rajawali Pers, Mataram. 2007

Bambang, R.Joni, Hukum Ketenagakerjaan. Cet.I. Pustaka Setia, Bandung, 2014 Bunga Pelangi, Frisca Anindhita dan Lina Rintis Susanti, Efektivitas Jaminan

Kesehatan Nasional untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu, Cetakan I, (Jakarta : Women Research Institute, 2015)

Fahmi, Irham, Bank & Lembaga Keuangan Lainya :Teori dan Aplikasi, (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2014)

Hari, V. Supriyanto, Kesejahteraan Pekerja dalam Hubungan Industrial di Indonesia. Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2014

Hardijan, Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketengakerjaan Indonesia, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2012)

Irmayanto, Juli, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2004

Irmayanto, Juli, Zainal A. Indradewa, Tijpto Roso, Tonny Hasibuan dan Desmizar, Bank & Lembaga Keuangan, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisaksi, 2002) Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta : PT RajaGrafindo

Persada, 2011

(2)

Manualang, Sendjun H., Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta : Pt Rineka Cipta, 2001)

Ningsih, Suria, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, (Medan : USU Press, 2011) Nisahairini, Nur, Satu Tahun Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, Cetakan

I, (Jakarta : Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat & Kementeriaan PPN/Bappenas, 2015)

Putri, Asih Eka, Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia, Seri Buku Saku 3, (Jakarta : Friedrich-Ebert-Stiftung : Kantor Perwakilan Indonesia, 2014) ____________, Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Seri Buku

Saku 2, (Jakarta : Friedrich-Ebert-Stiftung : Kantor Perwakilan Indonesia, 2014)

Sinaga, Hotbonar, Perlindungan Sosial di Indonesia: Persiapan Pengembangan Agenda, (Jakarta : Kantor Perburuhan Internasional, 2008)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penebit Rajawali Pres, 2013),

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2012

Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung: Penerbit Citapustaka Media, 2012

Triandanu, Sigit, Totok BudiSantoso. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta:Salemba, 2006.

Tunggal, Iman Sjahputra, Tanya Jawab Aspek Hukum Dana Pensiun di Indonesia, (Jakarta: Harvarindo, 1999)

Wahab, Zulaini, Segi Hukum Dana Pensiun, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Widjaya, Amin Tunggal, Dasar-dasar Akuntansi Dana Pensiun, Jakarta : Rineka Cipta, 1996

II. Jurnal, Makalah dan Koran/majalah

(3)

Ahmad Nizar Shihab, Hadirnya Negara Di Tengah Rakyatnya Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 2 - Juli 2012

Animah, Tri Ari kurniatiningsih, Tanti Nur Rochmah, Lastri Wardani, Umi Fasilatur Rohmah, Dwi Wahyuningsih, Evi Noviasari, Uswatun Khasanah, Dana Pensiun Terkait Adanya BPJS, Tugas Paper Manajemen Lembaga Keuangan,Universitas Negeri Semarang, 2013

Asep Ahmad Saefuloh, Achmad Sani Alhusain, Sahat Aditua F. Silalahi, T. Ade Surya, dan Achmad Wirabrata, Kebijakan Pengelolaan Dana Pensiun Sektor Korporasi, P3DI Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6 No. 1, Juni 2015

BPJS Ketenagakerjaan, Program Jaminan Pensiun Menyikapi Polemik Jaminan Hari Tua, Jurnal Bridge : Jembatan Menuju Kesejahteraan Kerja Volume 09 Tahun 2009

Dede Agus, Perkembangan Pengaturan Jaminan Sosial tenaga kerja dalam Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No.1 Tahun 2014 Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tritayasa Banten

Elias Samba Rufus, Pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Hari Tua (JHT) di PT. Yogya Presisi Tehniktama Industri (YPTI) di Yogyakarta, Jurnal Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2016

Joupy G. Z. Mambu. Kajian Yuridis Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Lex Administratum, Vol. III/No. 5/Juli/2015 Manaulife MAPAN (Mandiri dan Aman di Hari depan), Memahami Hubungan

BPJS Ketenagakerjaan & DPLK, Jurnal 31 Januari 2015

Muh. Kadarisman, Menghadapi Pensiun Dan Kesejahteraanpsikologis Pegawai Negeri Sipil, Kopertis Wilayah III Jakarta dpk Universitas Muhammadiyah, Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.5, No.2 November 2011 Ulinuha, F.E, Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Di Unit Rawat Jalan

Rumah Sakit Permata Medika Semarang. Jurnal Manajemen Keperawatan, No 2 tahun 2014

Sulistyo, Agustinus Tri P., Reformasi Sistem Pensiun PNS, Kajian Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, LAN, Jakarta, Tahun 2012

(4)

Pembinaan Hukum Nasional & Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2011)

III. Perundang-Undangan

BPJS Kesehatan, Panduan Bagi Pelayanan Pekerja BPJS Kesehatan, 2015, Jakarta

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun

IV. Internet

http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/jaminan-sosial/dana-pensiun.html, diakses tanggal 18 Maret 2016

diakses tanggal 19 Maret 2016

tanggal 20 Maret 2016

diakses tanggal 22 Maret 2016

tanggal 24 Maret 2016

Maret 2016

(5)

BAB III

AKIBAT HUKUM KEPADA PERUSAHAAN ATAS KETERLAMBATAN MEMBAYAR IURAN PENSIUN

A. Prosedur Pemberian Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun merupakan program yang memberikan jaminan pendapatan bulanan seumur hidup untuk pekerja yang pensiun atau berhenti kerja karena cacat, dan untuk ahli warisnya. Jadi, tentu saja jaminan pensiun sangat dibutuhkan oleh keluarga. Besarnya manfaat pensiun untuk setiap tahun iuran dapat berupa persentase dari rata-rata gaji atau nominal tertentu. Dan peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.70

1. pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara dan;

Jaminan pensiun diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (“PP 45/2015”). PP 45/2015 mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2015. Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia (“Jaminan Pensiun”).

Dalam melaksanakan program tersebut, pemberi kerja wajib untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta program Jaminan Pensiun kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (“BPJS Ketenagakerjaan”). Yang berhak untuk menjadi peserta Jaminan Pensiun adalah:

2. pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.

70

(6)

48

3. kepesertaan pada program Jaminan Pensiun mulai berlaku setelah pekerja telah terdaftar, dan iuran pertama telah dibayarkan serta disetor oleh pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan.

4. Dalam hal pemberi kerja lalai atau tidak mendaftarkan pekerjanya, maka pekerja tersebut berhak untuk mendaftarkan dirinya sendiri dalam program Jaminan Pensiun.

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 15 ayat (1) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa pemberi kerja dan pekerja secara bertahap wajib mendaftarkan diri di BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan jaminan sosial yang diikuti. Secara aturan tegas diatur bahwa pengusaha dan pekerjanya wajib mendaftarkan diri di BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan jaminan sosial yang diikuti, tetapi secara kenyataan masih banyak pengusaha dan pekerjanya yang belum mendaftarkan diri pada jaminan sosial tersebut

(7)

Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa Pendaftaran oleh Pekerja dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan:

1. perjanjian kerja, surat keputusan pengangkatan, atau bukti lain yang menunjukkan sebagai Pekerja;

2. Kartu Tanda Penduduk; dan 3. Kartu Keluarga

Pasal 5 ayat (3) Berdasarkan pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan melakukan verifikasi kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran dilakukan. Pasal 5 ayat (4) menegaskan bahwa Dalam hal verifikasi membuktikan Pemberi Kerja selain penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 7 ayat (1), (2), (3) dan (4) menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan nomor kepesertaan bagi Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Iuran pertama dibayar lunas. Dalam hal BPJS Ketenagakerjaan tidak menerbitkan nomor maka bukti pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 digunakan sebagai bukti kepesertaan.

(8)

50

kepesertaan bagi Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara yang telah mendaftarkan seluruh Pekerjanya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pasal 9 ayat (1) dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran diatur dengan Peraturan Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan, penerbitan nomor kepesertaan, dan sertifikat kepesertaan bagi Pemberi Kerja selain penyelenggara negara diatur dengan Peraturan BPJS Ketenagakerjaan

PTPN III, sedang menunaikan kewajiban mengikut sertakan karyawan dan pensiunan menjadi peserta BPJS Kesehatan. untuk mematuhi Perpres Nomor 111/2013 tentang perubahan atas Perpres Nomor 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang antara lain mengatur bahwa perusahaan BUMN wajib mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2015. Berdasarkan aturan tersebut, PTPN III memutuskan untuk mengikut sertakan seluruh karyawan dan pensiunan perusahaan dalam program JKN-BPJS Kesehatan, secara bertahap. Saat ini, jumlah karyawan dan pensiunan PTPN III yang sudah didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan sebanyak 63.000 jiwa dengan pembayaran premi per Januari 2015 senilai Rp1,89 miliar.71

B. Kelembagaan Pelayanan Program Jaminan Pensiun di PTPN III

Setiap pekerja yang tidak bekerja lagi menuntut dana pensiun agar pada masa tua kesejahteraannya dapat terjamin, BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga negara ikut berperan dalam mewujudkan tuntutan pekerja atas dana

71

(9)

pensiun dengan memberlakukan program Jaminan Pensiun. Dan dalam sektor pekerja atau buruh swasta diberlakukan Jaminan Pensiun mulai tanggal 1 Juli 2015.

Industri dana pensiun swasta sepertinya harus berancang-ancang mengambil strategi bisnis baru. Karena BPJS Ketenagakerjaan sudah mengambil langkah-langkah pasti untuk melaksanakan program Jaminan Pensiun. Kebijakan program tersebut tidak akan tumpang tindih dengan perusahaan yang sudah memberlakukan jaminan serupa. Karena targetnya karyawan baru atau pekerja yang belum mendapatkan jaminan pensiun. Apalagi bentuk jaminan yang diberlakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan hanya bersifat perlindungan dasar.

Program jaminan pensiun sangat diperlukan demi menjaga kesejahteraan pekerja. Masyarakat, pekerja dan pengusaha diharapkan dapat saling berkontribusi dan bekerjasama dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Sehingga dapat menyiapkan landasan hukum yang kuat terhadap pelaksanaan program pensiun berjangka panjang, sehingga hal ini akan mempengaruhi kepercayaan pada masyarakat khususnya masyarakat pekerja.72

DPPK dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, untuk menyelenggarakan program pensiun. DPPK merupakan dana pensiun yang

Dalam Undang-undang dana pensiun, lembaga pengelola dana pensiun dibedakan dalam dua jenis, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pembedaan kedua jenis lembaga pengelola dana pensiun ini didasarkan pada penyelenggaraannya atau pihak yang mendirikan.

72

(10)

52

didirikan oleh perusahaan maupun perorangan yang memiliki karyawan. Perlu dijelaskan bahwa pendirian dan penyelenggaraan program pensiun melalui dana pensiun oleh pemberi kerja sifatnya tidak wajib. Akan tetapi, mengingat dampak dan peranan yang positif dari program dana pensiun kepada para karyawan, pemerintah sangat menganjurkan kepada setiap pemberi kerja untuk mendirikan dana pensiun.

Dana pensiun pemberi kerja dapat menyelenggarakan, baik program pensiun manfaat pasti, maupun program pensiun iuran pasti. Pemilihan jenis program pensiun didasarkan pada kemampuan pemberi kerja terhadap dana pensiun. Dengan mendirikan dana pensiun, timbul kewajiban dari perusahaan untuk mengiur sejumlah uang kepada dana pensiun. Mengingat adanya perbedaan mendasar diantara kedua jenis program pensiun ini yang tentunya menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula, sebelumnya pemberi kerja harus mempertimbangkan semuanya ini dengan seksama. Begitu mendirikan dana pensiun, pemberi kerja terikat dan tidak dapat menarik kembali keinginan tersebut.

Dana pensiun pemberi kerja dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri dan untuk menyelenggarakan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

(11)

jiwa yang bersangkutan. Pihak yang diperkenankan untuk mendirikan dana pensiun hanyalah bank umum dan perusahaan asuransi jiwa. Oleh karena itu, bank umum dan perusahaan asuransi jiwa dapat menyelenggarakan dua jenis dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

DPLK dibentuk secara terpisah dari bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan dan terpisah pula dari dana pensiun pemberi kerja yang mungkin didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa tersebut. Sebagaimana diketahui, bank atau perusahaan asuransi jiwa dalam kapasitasnya sebagai pemberi kerja karyawannya, juga dapat memberikan dana pensiun pemberi kerja. Dana pensiun lembaga keuangan hanya dapat menjalankan program pensiun iuran pasti. Program ini terutama diperuntukkan bagi para pekerja mandiri atau perorangan mislanya dokter, pengacara, pengusaha yang bukan merupakan karyawan dari lembaga atau orang lain.

Di samping kedua jenis dana pensiun (lembaga pengelola pensiun) di atas, ada juga jenis dari program pensiun itu sendiri. Program pensiun tersebut yang umumnya digunakan di perusahaan swasta dan perusahaan milik negara maupun bagi karyawan pemerintah. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah program pensiun yang memberikan formula tertentu atas manfaat yang akan diterima peserta pada saat mencapai usia pensiun. Program pensiun manfaat pasti memiliki perbedaan yang mendasar dengan program iuran pasti.

(12)

54

peraturan dana pensiun. Contoh: dalam peraturan dana pensiun ditetapkan bahwa seorang peserta program pensiun manfaat pasti pada saat pensiun ia akan mendapatkan manfaat sebesar 2,5 % x masa kerja x dasar pensiun. Ini berarti bahwa manfaat pensiun telah dapat ditetapkan pada saat seseorang memasuki kepesertaan dana pensiun.

Dari sisi karyawan atau peserta, program pensiun manfat pasti akan lebih menarik sebab manfaat pensiun yang diterimanya akan mendekati jumlah penerimaan (gaji) terakhir yang ia peroleh. Dengan demikian, manfaat yang diperoleh pada saat pensiun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sudut pandang pemberi kerja yang terjadi adalah sebaliknya. Pada program pensiun iuran pasti biaya permulaan relatif akan lebih rendah (sebab tidak ada kewajiban masa lalu yang diakuinya) daripada penyelenggaraan program pensiun manfaat pasti.

Pada program pensiun manfaat pasti terdapat beberapa keuntungan, dan kerugian, yaitu sebagai berikut:

a. Keuntungan

1) Dari sisi pemberi kerja, keuntungan program pensiun manfaat pasti adalah sebagai berikut:

a) Kinerja investasi yang baik memungkinkan terjadinya surplus yang dapat mengurangi iuran.

b) Jadwal iuran tambahan (bila ada) lebih fleksibel

2) Dari sisi peserta, keuntungan program pensiun manfaat pasti adalah sebagai berikut:

(13)

b) Memberikan keamanan bagi karyawan yang bekerja lama b. Kekurangan

1) Dari sisi pemberi kerja, kekurangan program pensiun manfat pasti adalah sebagai berikut:

a) Iuran berfluktuasi dan pendanaan tidak stabil b) Pemberi kerja menanggung risiko investasi

2) Dari sisi peserta, kekurangan program pensiun manfaat pasti adalah sebagai berikut:

a) Manfaat yang berhenti di usia muda relatif lebih kecil b) Manfaat kurang fleksibel

Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yaitu program pensiun yang menetapkan besarnya iuran karyawan dan perusahaan (pemberi kerja). Sementara itu, benefit yang akan diterima karyawan dihitung berdasarkan akumulasi iuran ditambah dengan hasil pengembangan atau investasinya. Dalam Undang-Undang, Program Pensiun Iuran Pasti didefinisikan sebagai program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun.

(14)

56

diketahui sebab hal tersebut akan sangat bergantung kepada lamanya seseorang menggiur dari hasil pengembangan iuran tersebut.73

Dengan menjadi peserta di lembaga dana pensiun, pekerja dapat memperoleh hak berupa manfaat pensiun yang besarnya bergantung pada besarnya iuran pekerja, masa kerja, hasil pengembangkan dana tersebut. Manfaat tersebut bisa pekerja pergunakan untuk menyambung hidup dan menghasilkan pendapatan ketika masa tua tiba dan pekerja tidak lagi bekerja Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPKK) merupakan dana pensiun yang didirikan oleh perusahaan atau perseorangan yang mempinyai karyawan. Perlu dijelaskan bahwa pendirian dan penyelenggaraan program pensiun melalui dana pensiun oleh pemberi kerja sifatnya tidak wajib. Akan tetapi, mengingat dampak dan peranan yang positif dari program dana pensiun kepada para karyawan, pemerintah sangat menganjurkan kepada setiap pemberi kerja untuk mendirikan dana pensiun.

Selain mempersiapkan dana pensiun secara individu, pekerja juga dapat mulai menyusunnya bersama lembaga-lembaga yang memiliki otoritas untuk menyiapkan dana pensiun masyarakat. Beberapa lembaga sudah terintegrasi langsung dengan perusahaan ataupun badan tempat pekerja bekerja sehingga tidak perlu mendaftarkan diri sendiri secara individual. Sebagian lain baru dapat menjalankan penyiapan dana pensiun jika pekerja telah tergabung menjadi pesertanya.

74

Dana yang pekerja titipkan kepada lembaga pengelola dana pensiun akan diputar dan dikembangkan dengan cara investasi untuk memperoleh hasil

73

2016

74

(15)

maksimal. Keuntungan dari investasi tersebutlah yang akan memberikan pekerja manfaat lebih dari dana pensiun. Beberapa lembaga menjadikan pesertanya menjadi penanggung risiko dari tindakan investasi yang mereka lakukan, namun beberapa yang lain mengamankan pesertanya dari kerugian investasi karena ada pihak lain yang menjadi penanggung risikonya.

Lembaga dana pensiun yang satu ini memiliki kepesertaan yang bersifat sukarela. Siapa pun dapat menjadi pesertanya asal mendaftarkan diri dan menyetorkan dana sesuai kesepakatan dengan jangka waktu tertentu. Dasar hukum dari DPLK adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992. DPLK hanya sifat lembaga, sementara pelaksanaannya bisa beragam, tergantung lembaga keuangan mana yang mau menghadirkan program dana pensiun ini. Ketika memutuskan dana pekerja dikelola oleh DPLK, pekerja akan sekaligus menjadi penanggung risiko dari kegiatan investasi yang dikenakan pada dana pensiun pekerja. Jadi jika ada kerugian, hal tersebut dapat mengurangi manfaat dana pensiun yang akan dapatkan nantinya. Sifat manfaat pensiun dari program pensiun di DPLK menjadi tidak pasti sebab bergantung hasil investasi dari besaran dana yang pekerja setorkan.75

Dana Pensiun Lembaga Keuangan dibentuk secara terpisah dari bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan dan terpisah pula dari Dana Pensiun Pemberi Kerja yang mungkin didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa tersebut. Sebagaimana di ketahui bank aatau perusahaan asuransi jiwa dalam kapasitasnya sebagai pemberi kerja karyawannya juga dapat memberikan Dana

75

(16)

58

Pensiun Pemberi Kerja. Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dapat menjalankan Program Pensiun Iuran Pasti.

Program ini terutama di peruntukan bagi para pekerja mandiri atau perorangan (self-employment) misalnya dokter, pengacara, pengusaha yang bukan merupakan karyawan dari lembaga atau orang lain. Biasannya mereka ini memiiki penghasilan yang tidak berasal dari pemberi kerja tetapi dari usahanya. Pembetukan Dana Pensiun Lembaga Keuangan ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi masa dimana mereka sudah tidak dapat mengandalkan pekerjaan yang selama ini dilakukannya.

C. Sanksi yang diterima perusahaan apabila terlambat membayar iuran

pensiun

Besarnya jaminan hari tua (pensiun) adalah keseluruhan iuran jaminan hari tua telah disetorkan oleh pengusaha kepada Badan penyelenggara beserta hasil pengembangannya. Hasil pengembangan maksud ditetapkan oleh Badan Penyelenggara yang besarnya sesuai dengan hasil pengelolaan dan investasi dana iuran jaminan hari tua (pensiun).hasil pengembangan jaminan hari tua (pensiun) untuk masing-masing tenaga kerja dihitung sejak tanggal iuran dibayar lunas. Iuran dan hasil pengembangan akan dibukukan dalam akun individu masing-masing tenaga kerja.76

Menurut keputusan direksi PTPN III bahwa keterlambatan penyetoran iuran disebutkan pemberi kerja wajib memungut iuran peserta setiap bulan, Pemberi kerja wajib menyetor seluruh iuran peserta yang dipungut serta iurannya sendiri kepada DAPENBUN selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya, iuran

76

(17)

peserta dan iuran pemberi kerja yang belum disetor setelah melewati 2,5 bulan sejak jatuh temponya, dinyatakan :

1. Sebagai hutang pemberi kerja yang dapat segera ditagih dan dikenakan bunga yang layak dapat dihitung sejak hari pertama dari bulan

2. Sebagai piutang iuran DAPENBUN yang memiliki hak utama dalam pelaksanaan eksekusi keputusan pengadilan apabila pemberi kerja dilikuidasi.

Berdasarkan laporan aktuaris yang disampaikan kepada OJK ternyata DAPENBUN memiliki kekayaan melebih kewajibannya, maka kelebihan yang melampui batas tertentu yang ditetapkan oleh OJK harus digunakan sebagai iuran pemberi kerja.

Denda keterlambatan penyetoran iuran dihitung dengan menggunakan bunga yang layak selama masa keterlambatan dan masa keterlambatan adalah sejak tanggal jatuh tempo sampai dengan diterimanya iuran DAPENBUN, yang dihitung berdasarkan satuan hari.

Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan BPJS Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran kepada BPJS.

(18)

60

tidak melaksanakan ketentuan dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa teguran tertulis; denda; dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sedangkan Pasal 53 ayat (3) dan (4) menyatakan bahwa Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara; dan/atau pemberhentian tetap. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah

Menurut Pasal 28 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program jaminan pensiun menegaskan bahwa Iuran Jaminan Pensiun wajib dibayarkan setiap bulan. Iuran sebesar 3% (tiga persen) dari Upah per bulan. Iuran sebesar 3% (tiga persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dan Peserta dengan ketentuan:

1) 2% (dua persen) dari upah ditanggung oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan

2) 1% (satu persen) dari upah ditanggung oleh Peserta.

Besaran Iuran dilakukan evaluasi paling singkat 3 (tiga) tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria. Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian kenaikan besaran Iuran secara bertahap menuju 8% (delapan persen).

(19)

tahun menyesuaikan besaran Upah tertinggi dengan menggunakan faktor pengali sebesar 1 (satu) ditambah tingkat pertumbuhan tahunan produk domestik bruto tahun sebelumnya. BPJS Ketenagakerjaan menetapkan dan mengumumkan penyesuaian batas paling tinggi Upah paling lama 1 (satu) bulan setelah lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik mengumumkan data produk domestik bruto.

Pasal 31 ayat (1), (2) dan (3) menyebutkan bawa keterlambatan penyetoran Iuran oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang seharusnya disetor oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara. Denda akibat keterlambatan penyetoran Iuran ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang dibayarkan bersamaan dengan total Iuran yang tertunggak. Denda keterlambatan merupakan aset Dana Jaminan Sosial program Jaminan Pensiun. Pasal 32 Iuran yang belum dilunasi merupakan piutang Dana Jaminan Sosial program Jaminan Pensiun.

Keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud, dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak dan ditanggung pemberi kerja . Dalam hal keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan disebabkan karena kesalahan pemberi kerja, maka pemberi kerja wajib membayar pelayanan kesehatan pekerjanya sebelum dilakukan pelunasan pembayaran iuran oleh pemberi kerja.

(20)

62

(5) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 Dalam hal BPJS Ketenagakerjaan terlambat membayarkan hak atas Manfaat Pensiun dari Peserta dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari nilai nominal yang seharusnya diterima Peserta, Janda atau Duda, Anak, atau Orang Tua.

Menurut Pasal 16 ayat (1), (2), (3) dan (4) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan bahwa Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran Iuran Jaminan Kesehatan diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 17 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) menegaskan Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan seluruh Peserta yang menjadi tanggungjawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sudah termasuk iuran yang menjadi tanggung jawab Peserta.

(21)

Peserta bukan Pekerja wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan dapat dilakukan diawal untuk lebih dari 1 (satu) bulan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan denda administratif diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

D. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keterlambatan iuran dalam

Pelaksanaan Program Jaminan Pensiun

Dengan keterlambatan pembuatan peraturan tentang petunjuk teknis pelaksanaan ini, akhirnya berimbas pada keterlambatan pihak penyedia layanan dalam melaksanakan sosialisasi tentang petunjuk teknis pelaksanaan BPJS ini. pihak perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan pendaftaran peserta. Form yang harus diisi banyak dan berbelit-belit (seperti semua form di Indonesia pada umumnya), berkas syarat juga bermacam-macam (seperti persyaratan berkas kelengkapan di Indonesia pada umumnya), ditambah dengan waktu pengumpulan yang sangat sempit. Kalau perusahaan yang jumlah karyawannya hanya puluhan mungkin tidak ada kendala berarti. Bayangkan perusahaan yang karyawannya ribuan, seharusnya pemerintah membenahi dulu sektor ini karena ide pemerintah yang sebenarnya menggabungkan beberapa asuransi bentukan pemerintah menjadi satu wadah yaitu BPJS agar makin efektif pelaksanaannya. Sayangnya ide ini tidak didukung dengan kesiapan para pihak pelaksananya. Ada pula lima faktor global yang harus dipersiapkan untuk membuat regulasi terkait pelaksanaan penyelenggaraan jaminan sosial.

(22)

64

kerja semakin lama semakin menurun. Ini juga berdampak pada keberlangsungan pembayaran pensiun. Upaya menghadiapi masalah ini dengan mengatur agar usia pensiun pekerja diundur kira-kira sebesar lima tahun.

Kedua, faktor perubahan iklim. Cuaca akhir-akhir ini sulit diramalkan. Bencana alam seperti badai dan topan kerap terjadi di luar prediksi manusia. Kejadian ini akan berdampak pada besaran klaim. Klaim kecelakaan dan lainnya harus diantisipasi.

Ketiga, faktor migrasi antar-negara. Era kini ditandai dengan globalisasi yang membuka sekat batas antar wilayah negara. Banyak pekerja datang dari belahan bumi lain di Indonesia. Bahkan, pemain sepakbola pun harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini harus dicermati bagaimana tenagakerja yang melimpah dapat diperhatikan oleh penyedia layanan.

Keempat, masuknya kaum wanita dalam sektor kerja. Para wanita selaiknya diberi afirmasi kebijakan dengan memberikan benefit yang berbeda daripada pekerja pria. Misalkan memberi mereka libur saat hamil serta saat haid di hari pertama.

Kelima, semakin dibatasinya jumlah penduduk. Kebijakan keluarga berencana, misalnya, akan berimplikasi terhadap angkatan kerja yang di masa depan menjadi terbatas. Berarti, potensi pembayar iuran akan semakin kecil dibandingkan dengan uang pensiunannya. Kelima fenomena di atas harus diatasi dipertimbangkan saat BPJS dan seluruh stakeholder menyusun regulasi yang akan diterapkan.

(23)

menjadi obyek dari program ini karena adanya tambahan beban keuangan. Berbeda dengan jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan masih belum ada gambaran yang jelas terkait besaran dana pensiun yang akan dikelola oleh PT Jamsostek. Hal yang terkait berapa iuran yang akan dibayarkan pengusaha, pekerja maupun pemerintah belum jelas besarannya.77

a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;

Apabila keterlambatan tersebut telah dilakuan

selama 3 bulan dana dalam bulan ke 4 belum juga melakukan pembayaran iuran, maka

akan dilakukan pemberhentian penjaminan sementara sampai dilunasinya semua

tunggakan iuran beserta dendanya.

Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa BPJS merupakan institusi yang bertanggung jawab melaksanakan layanan jaminan sosial bagi masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 UU BPJS, maka tugas BPJS adalah:

b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Pesertadan Pemberi Kerja; c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;

e. mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;

f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

Pemerintah sebagai penanggung jawab masyarakat miskin atau masyarakat tidak mampu, juga mendaftarkan kelompok masyarakat tersebut sebagai peserta

77

(24)

66

jaminan sosial nasional dan masyarakat yangbersangkutan wajib memberikan data diri dan keluarganya secara lengkap.

Sistem pembayaran iuran BPJS harusnya juga transparan. Artinya, peserta harusnya menerima struk pembayaran yang terinci jumlah pembayaran, jumlah bulan dan nilai iuran serta denda atas keterlambatan (kalau ada) secara lengkap. Namun dalam pelaksanaannya, struk pembayaran hanya mencantumkan data jumlah pembayarannya saja, tanpa rincian jumlah bulan dan denda keterlambatan. Jelas, data transaksi pembayaran iuran akhirnya tidak lengkap diketahui oleh peserta BPJS Kesehatan.78

Denda yang harus ditanggung untuk keterlambatan pembayaran Iuran bagi Peserta Bukan Pekerja dan Bukan Penerima Upah diberlakukan denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari jumlah total iuran yang belum terbayar paling lama 6 (enam) bulan dan ditambahkan dengan total iuran yang belum terbayar.

Untuk keterlambatan pembayaran iuran bagi Pekerja Penerima Upah diberlakukan denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya dikalikan total iuran yang belum terbayar paling lama untuk 3 (tiga) bulan, nilai tersebut harus dibayarkan bersama sama dengan sejumlah iuran yang belum terbayar oleh Pemberi Kerja. Jadi dalam hal ini pihak pemberi kerja harus selalu aktif membayar iuran sebelum jatuh tempo, jika tidak mau membayar denda.

79

78

Keinginan pengusaha untuk membayar iuran sebelum lewat tanggal jatuh temponya. Ini disebabkan adanya denda bagi pengusaha yang terlambat membayar iuran mengakibatkan beban pengusaha menjadi bertambah.

2016

79

(25)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keterlambatan iuran dalam Pelaksanaan Program Jaminan Pensiun yaitu :

1. Melakukan koordinasi secara menyeluruh 2. Melakukan kerja sama antar instansi terkait

3. Meningkatkan koordinasi fungsional dengan instansi/lembaga terkait dalam rangka sosialisasi program jaminan pensiun yang bertujuan untuk memberikan pemehaman kepada pengusaha dan pekerja agar lebih mengerti hak dan kewajibannya.

4. Berperan aktif dan tanggap untuk menyelesaikan tuntutan pekerja terhadap program Jaminan pensiun baik yang disampaikan oleh Depnaker PT. Jamsostek (Persero) selaku badan penyelenggara dan tuntutan terhadap perusahaan.

(26)

68

dihitung dari gaji yang diterima pegawai. Targetnya, tahun 2018, jumlah pekerja formal yang ikut dalam BPJS Ketenagakerjaan mencapai 80 persen. Sementara untuk pekerja informal setidaknya ditargetkan sebanyak 5 persen. Semua pihak menerima besaran iuran 8 persen itu agar per 1 Juli 2015 langsung berlaku. Meski pemerintah mengaku telah bersepakat, pengusaha dan buruh rupanya masih juga belum juga puas dengan keputusan tersebut. Pengusaha mengaku keberatan dengan bila harus membayar 5 persen dari kewajiban iuran 8 persen itu. Iuran sebesar itu akan membebani pengusaha. Bila saat ini buruh berusia 30 tahun dan menerima gaji rata-rata Rp 3 juta per bulan serta dengan kenaikan gaji maksimal 10 persen per tahun, maka saat mendekati usia pensiun gaji para buruh cuma bertambah jadi sekitar Rp 7,5 juta saja. Bila benefit yang didapatkan buruh ketika pensiun hanya sebesar 20 persen dari gaji terakhir seperti ketentuan BPJS Ketenagakerjaan, maka pada saat pensiun, seorang buruh cuma mendapatkan dana pensiun Rp 1,5 juta sebulan. Makanya minta iuran pensiun sebesar 12 persen dengan perinciannya sebesar 9 persen dibayar pengusaha dan 3 persen dibayar oleh pekerja.

Selain itu, benefit atas dana pensiun dinaikkan menjadi 50 persen-60 persen dari gaji terakhir yang diterima para pekerja Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal teknis jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan hingga kini belum tuntas. Namun, sembari menunggu penerapan jaminan pensiun yang tinggal hitungan bulan, yakni mulai 1 Juli 2015 mendatang, BPJS Ketenagakerjaan semakin mantap mempersiapkan diri.

(27)

Pelayanan Peserta (SIPP). Target utamanya adalah peserta badan usaha yang sebelumnya sudah terdaftar dalam jaminan sosial tenaga kerja, seperti jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua.

Belajar dari pengalaman penyelenggara jaminan kesehatan nasional, BPJS Ketenagakerjaan sepertinya ingin lebih siap ketika PP soal jaminan pensiun terbit. Meski hingga kini, belum ada kejelasan terkait iuran jaminan pensiun, berapa porsi yang dibayar pemberi kerja dan penerima upah serta badan usaha besar dan menengah yang wajib lebih dulu mengikuti jaminan pensiun. BPJS Ketenagakerjaan sendiri sebelumnya menyebut, sebagai tahap awal, jaminan pensiun wajib bagi badan usaha besar dan menengah. Indikator badan usaha besar dan menengah ini belumlah jelas, apakah terkait asetnya atau aktivitasnya. Yang pasti, jaminan pensiun yang akan dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan nanti sedikit banyak mempengaruhi industri dana pensiun swasta. Sebab, tidak sedikit badan usaha yang melempar pengelolaan dana pensiunnya lewat Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), atau Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).80

80

(28)

BAB IV

JAMINAN PENSIUN DI PTPN III SEBELUM PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN

A. Jaminan Pensiun di PTPN III sebelum PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang

Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun di PTPN III sebelum PP No 45 Tahun 2015 mengacu pada Undang-undang No. 11 Tahun 1992 tentang dana pensiun. Pada Undang-undang No. 11 Tahun 1992 menyatakan bahwa dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Jaminan Pensiun di perusahaan perkebunan dikelola oleh DAPENBUN. Dapenbun berawal dari yayasan dana pensiun (YDP) yang didirikan oleh direksi pnp/ptp I s/d XXXI tahun 1976 dan dengan pengesahan oleh menteri keuangan pada tahun 1978 untuk mengelola program pensiun anggota direksi dan pegawai staf PNP/PTP dan badan badan lembaga dalam lingkup PNP/PTP serta perum kapas. 81

Berdasarkan Undang Undang no 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, YDPP wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang Undang Dana Pensiun dalam waktu selambat lambatnya 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang Undang Dana Pensiun. Penyesuaian dimaksud telah merubah YDP menjadi Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) dan telah mendapatkan pengesahan Menteri Keuangan tahun 1997 tentang Pengesahan Peraturan Dana Pensiun Perkebunan. 82

81

DAPENBUN,sejarah DAPENBUN,

Tugas

11 Mei 2016

82Ibid

(29)

DAPENBUN didasari UU Dana Pensiun No 11 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah nomor 76nTahun 1992 tentang Dana Pensiun pemberi kerja dan keputusan menteri keuangan no 510 tentang Pendanaan dan solvabilitas Dana Pensiun Pemberi Kerja serta kepmenkeu nomor 511 tentang Investigasi Dana Pensiun.83

Larangan penjamin hak atas manfaat pensiun ditegaskan bahwa DAPENBUN telah membenarkan kepada setiap peserta yang menjaminkan hak atas manfaat pensiun yang diterimanya secara berkala kepada pihak manapun dan Menurut keputusan direksi PTPN III bahwa untuk memperoleh manfaat pensiun normal, manfaat pensiun dipercepat, manfaat pensiun cacat pemberi kerja mengajukan surat permintaan kepada DAPENBUN dengan disertai salinan sah surat keputusan tentang pemberhentian sebagai karyawan dari pemberi kerja, termasuk susunan keluarganya. Untuk memperoleh manfaat pensiun janda/duda pemberi kerja mengajukan surat permintaan kepada DAPENBUN dengan disertai surat keterangan kematian peserta/pensiunan atau salinannya yang disahkan oleh Badan/pejabat yang berwenang.

Penetapan pemberhentian karyawan dikeluarkan pemberi kerja yang dinyatakan dalam Surat Keputusan dan DAPENBUN menetapkan besar dan pembayaran manfaat pensiun bagi peserta atau pihak yang berhak. Iuran peserta merupakan bagian iuran yang wajib dibayar oleh peserta yang besarnya ditetapkan 6% (enam persen) dari penghasilan dasar pensiun. Iuran pemberi kerja yang wajib dibayar terdiri dari iuran normal pemberi kerja dan iuran tambahan dalam hal terdapat defisit.

83Ibid

(30)

72

semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari DAPENBUN dinyatakan batal berdasarkan undang-undang dana pensiun.

Pada dasarnya pelaksanaan pembayaran dan tata cara pengajuan klaim PTPN III. dalam program jaminan pensiun telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 Penyelenggaraan Program Jaminan pensiun dan apabila dibandingkan dengan ketentuan mengenai pelaksanaan pembayaran dan tata cara pengajuan klaim pada PTPN III. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraaan Program Jaminan pensiun maka pelaksanaannya telah sesuai dengan Undang-Undang tersebut.

Sejalan dengan program perusahaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarga saat menjalani masa pensiun, dengan ini PTPN III mengikutsertakan karyawan pada program pensiun iuran pasti (PPIP) melalui dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) PT BNI dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Peserta

(31)

2. Iuran

Iuran beban perusahaan maupun beban karyawan dengan besaran sebagai berikut:

a. Karyawan yang diterima mulai dari 1 Januari 2009 dan seterusnya yang tidak diikutsertakan dalam program pensiun DAPENBUN setiap bulan membayar iuran sebesar :

- Beban perusahan : 4% dari gaji pokok tahun berjalan - Beban karyawan : 5% dari gaji pokok tahun berjalan

b. Karyawan PTPN III yang masih aktif dan telah diikutsertakan dalam progam pensiun DAPENBUN dapat menjadi peserta pensiun iuran pasti dengan membayar iuran minimal sebesar Rp.50.000 perbulan sesuai dengan kemampuan masing-masing karyawan dan menjadi beban karyawan yang bersangkutan, pemotongan iuran melalui daftar gaji setiap bulannya serta dikompilasi oleh bagian sumber daya manusia (SDM). 3. Sosialisasi

Kepada bagian Distrik Manajer dan Manajer Unit agar bekerja sama dengan Tim dan Pengurus SP-Bun Basis untuk melaksanakan sosialisasi program DPLK ini langsung kepada karyawan dan sudah harus selesai pada akhir bulan Oktober 2009.

4. Pendaftaran Peserta

(32)

masing-74

masing-masing bagian Distrik, Kebun/unit dengan mengisi formulir aplikasi terlampir dan dikirim ke Bagian SDM untuk diteruskan ke dana pensiun lembaga keuangan PT BNI.

PTPN III Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan dengan bertambahnya jumlah peserta BPJS Kesehatan dari PTPN III sebanyak 79.165 jiwa karyawan diharapkan dapat memotivasi perusahaan-perusahaan lain untuk segera mendaftarkan karyawannya agar bisa menggunakan haknya dalam memperoleh jaminan kesehatan. Dalam Program Pensiun Iuran Pasti, jumlah yang diterima oleh Peserta pada saat pensiun tergantung pada jumlah iuran dari Pemberi Kerja, atau Peserta dan Pemberi Kerja, dan hasil usaha. Kewajiban dari pemberi kerja adalah membayar iuran sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. Adanya larangan pengembalian kekayaan dana pensiun kepada pemberi kerja. Adanya larangan tersebut dilatarbelakangi kekayaan dana pensiun terpisah dari kekayaan pemberi kerja. Selain itu, pemerintah telah memberikan fasilitas perpajakan dengan memberlakukan setiap pengeluaran yang dilakukan oleh pemberi kerja dalam rangka pembiayaan program pensiun sebagai biaya.

(33)

pensiun yang dilakukan setelah meninggalkan bagian Keuangan/kasir, perwakilan tandatangan oleh pegawai dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut muncul karena tidak adanya informasi yang akurat mengenai penanganan penerimaan manfaat pensiun yang bisa dijadikan acuan dalam kegiatan operasional perusahaan yaitu melayani peserta penerima manfaat pensiun DAPENBUN.

Tujuan pembuatan rancangan prosedur ini agar dapat menciptakan arus pekerjaan kantor yang lebih baik dan lebih lancar serta menciptakan konsistensi kerja sehingga pekerjaan kantor menjadi lebih efektif dan efisien. Hasil rancangan prosedur ini antara lain: pencarian arsip peserta di filing cabinet, pengecekan data potongan pinjaman dari bank/koperasi, penghitungan kembali oleh peserta di hadapan pegawai, tanda tangan/cap jempol tidak boleh diwakilkan. Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan berdampak pada beban tambahan biaya (Cost) bagi Pemberi Kerja yang sudah mengikutsertakan karyawan pada DPPK atau DPLK karena harus membayar beban 2 (dua) kali untuk program yang sama

Program Pensiun. Program Pensiun Karyawan PTPN III diikutertakan dalam program pensiun yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku. Pada kesempatan ini para peserta sosialisasi memberikan masukan agar pada penyusunan Perjanjian Kerja Bersama pihak manajemen memikirkan kembali untuk memilih Lembaga Pensiunan yang lebih professional. Selama ini manfaat pensiun yang diterima dirasakan sangat rendah dibandingkan dengan yang diterima Pensiunan Pegawai Negeri.

(34)

76

Yang dimaksud dengan pekerja mandiri adalah pekerja atas usaha sendiri, dan bukan karyawan dari orang lain atau badan, misalnya dokter dan petani. Kepesertaan DPLK dimulai sejak tanggal terdaftar sebagai peserta dan berakhir pada saat peserta meninggal dunia atau pensiun atau berhenti bekerja dengan mengalihkan haknya ke dana pensiun lain. Sebagai peserta DPLK, hak-hak dan kewajibannya harus jelas dirinci dalam peraturan dana pensiun.

B. Pelaksanaan Jaminan Pensiun di PTPN III sesudah berlakunya PP Nomor

45 Tahun 2015

Sesudah berlakunya UU BPJS dan lahirnya PP 45 Tahun 2015 maka pengelolaan dan penyelenggaraan Jaminan Pensiun dipegang oleh satu badan penyelenggara yaitu BPJS Ketenagakerjaan. Dengan perubahan dan adanya PP No 45 Tahun 2015 ini. Dari hasil wawancara ke pihak PTPN III dijelaskan bahwa penyelenggaraan Jaminan Pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan efektif bagi pekerja yang masuk bekerja per 1 Juli 2015, sedangkan untuk pekerja yang telah ada sebelumnya masih dilaksanakan oleh DAPENBUN, DPLK, dan BPJS secara terkoordinasi. 84

PTPN III telah melaksanakan atau mengikutkan pekerjanya dalam program dana pensiun lembaga keuangan (DPLK/DPPK) agar program tersebut tetap dilaksanakan, dengan ketentuan manfaat program yang diterima pekerja jauh lebih besar dan dilaksanakan dengan sistem manfaat pasti. Di tengah tuntutan para pekerja terhadap pelaksanaan jaminan pensiun yang masih perlu diperbaiki, muncul kebimbangan akan keberadaan dan keberlanjutan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK). Kebimbangan tersebut seharusnya tidak perlu muncul ke

84

(35)

permukaan karena sejumlah pihak telah menegaskan bahwa DPLK sebagaimana program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, keduanya memiliki orientasi untuk menyiapkan kesejahteraan pekerja agar lebih baik di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Keduanya bersifat saling melengkapi untuk keselamatan pekerja.

DPLK merupakan dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri. PTPN III mengikutsertakan karyawannya ke dalam program DPLK. Kekayaan DPLK pada dasarnya terpisah dari perusahaan penyelenggara DPLK, baik bank atau asuransi jiwa. PTPN III mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program employee benefits, baik yang bersifat Wajib (Jaminan Pensiun) atau Sukarela (Dana Pensiun).

DPLK lebih mengutamakan manfaat pensiun yang lebih maksimal (on top). Di sinilah orientasi yang bersifat sinergis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DPLK. Spiritnya hanya satu, meningkatkan kesejahteraan pekerja di masa pensiun, di saat tidak bekerja lagi. Tinggal dalam pelaksanaannya, perlu diatur secara proporsional dan terjangkau sehingga tidak merugikan iklim industri yang sudah berkembang di Indonesia. DPLK sebenarnya tidak menjadi beban PTPN III, selama mereka memiliki komitmen yang besar dalam upaya menyejahterakan pekerja di masa pensiun. Sebagian profit PTPN III sangat pantas disisihkan untuk program pensiun.

(36)

78

manfaat jaminan pensiun dan ketentuan ketentuan PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang penyelenggaran program jaminan pensiun dapat disampaikan yaitu:

1. Besarnya manfaat pensiun paling sedikit dan paling banyak disesuaikan setiap tahun berdasarkan tingkat inflasi umum tahun sebelumnya (Pasal 18 ayat (1). 2. BPJS ketenagakerjaan setiap tahun menyesuaikan besarnya upah tertinggi

dengan menggunakan faktor pengali sebesar 1 (satu) ditambah tingkat pertumbuhan tahunan produk domestik bruto tahun sebelumnya (Pasal 29 ayat 3).

3. Batasan paling tinggi upah sebagai dasar perhitungan iuran jaminan pensiun mulai bulan Maret 2016 sebear Rp.7.335.300 perbulan.

(37)

Pelaksanaan Jaminan Pensiun di PTPN III sesudah berlakunya PP Nomor 45 Tahun 2015 adalah: 85

1. Perubahan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Dari segi pelayanan pihak BPJS ketenagakerjaan tetap bekerjasama dengan rumah sakit untuk mengklaim JKK. Dulunya tidak ada sekarang sudah jadi macam satu pintu dalam mengelola pekerjaan dalam rangka untuk melayani kesehatannya. Misalnya apabila karyawan kena kecelakaan kerja maka BPJS Kesehatan mengkoordinasikan ke BPJS ketenagakerjaan karena dulunya tidak ada Jamsostek. PTPN III sekarang sudah ada rumah sakit di Medan yang mau bekerja sama dan sudah diatur berdasarkan ketentuan BPJS Kesehatan.

2. Prosedur dan Mekanisme kepesertaan BPJS Kesehatan

BPJS kesehatan memberikan kartu kesehatan kepada karyawan dengan menggunakan sistem lama. Karena tidak ada dipulangkan. Tapi sekarang kalau lewat seminggu dipulangkan maka daftar lagi. PTPN III tidak ada begituan. 3. Pelaksanaan sistem jaminan sosial

Lebih mudah karyawan PTPN III mendapatkan layanan kesehatan. Sesuai ketentuan BPJS bahwa seluruh karyawan dan pensiunan PTPN III adalah termasuk kelompok peserta jaminan kesehatan kategori Pekerja Penerima Upah (PPU) akan menjadi peserta BPJS yang akan didaftarkan secara kolektif oleh perusahaan kepada BPJS. Iuran kepesertaan BPJS untuk karyawan dari gaji pokok yang akan ditanggung oleh perusahaan. Dengan demikian terhitung tanggal 1 Januari 2015 seluruh karyawan dan pensiunan PTPN IV akan

85

(38)

80

menjadi peserta BPJS. Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada perusahaan PTPN III, sudah berjalan maksimal. Sebab masih ada ditemukan beberapa karyawannya yang sudah didaftarkan pada program BPJS ketenagakerjaan, walaupun pihak perusahaan beralasan, pekerja yang sudah terdaftar pada program BPJS adalah pekerja yang sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur ketentuan PP Nomor 45 Tahun 2015.

4. Jaminan pemeriksaan kesehatan pada pekerja

Program pemeriksaan kesehatan bagi para karyawan merupakan program rutin dari PTPN III yang diadakan setiap awal tahun. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejak awal, apabila nanti ditemukan penyakit yang diderita karyawan, akibat yang berhubungan dengan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian dapat diambil kebijakan untuk menempatkan pekerja sesuai dengan keadaan, serta apabila ada penyakit diderita pekerja dapat segera ditanggulangi untuk menjamin kesehatannya, yang pada akhirnya diharapkan akan meminimalkan penyakit akibat kerja.

Pihak Rumah sakit dan klinik melayani seluruh karyawan PTPN III melalui jejaring fasilitas kesehatan yang ada di kebun dengan membawa kartu peserta BPJS dengan melampirkan KTP dan KK. Adapun perbedaan antara peraturan dan tata cara sebelum dan sesudah berlakunya PP No 45/2015, hanya pada kewajiban melengkapi persyaratan dengan membawa dokumen berupa Kartu Peserta, KTP dan KK, dan untuk penerapan prosedur lainnya masih sama seperti yang berlaku sebelumnya.86

86

(39)

Program pensiun merupakan jaminan hari tua berupa pemberian uang setiap bulan kepada PNS yang telah memenuhi kriteria berupa mencapai usia pensiun, meninggal pada masa aktif, yang akan diberikan kepada janda/duda atau anaknya dan apabila meninggal pada saat pensiun akan diberikan kepada janda/duda atau pada anaknya sebelum berumur 22 tahun.

PTPN III melakukan sejumlah langkah guna melakukan transformasi untuk melaksanakan peraturan pemerintah tentang Jaminan Pensiun. Langkah atau tahap pertama adalah penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Selanjutnya, PTPN III melakukan tahap kedua, dengan melaksanakan operasional BPJS yaitu pembayaran iuran, klaim, hingga pembayaran pensiun pada pegawai yang sudah pensiun yang berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN.

Selama masa persiapan, Direksi PTPN III ditugasi untuk menyiapkan: 87 1. Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan. 2. Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan

pemeliharaan kesehatan di PTPN III.

3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta

sosialisasi program kepada publik.

87

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Prosedur pemberian jaminan pensiun oleh PTPN III pada dasarnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu, Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraaan Program

Jaminan pensiun dimana apabila dibandingkan dengan ketentuan mengenai

pelaksanaan pembayaran dan tata cara pembayarn iuran pensiun pada PTPN

III dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraaan Program Jaminan Pensiun, maka pelaksanaannya telah

sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut.

2. Akibat hukum pada perusahaan yang terlambat membayar iuran, berupa sanksi denda, dengan ketentuan denda 2% setiap bulannya yang diatur dalam Pasal 31 (1) PP No 45 Tahun 2015. Untuk DAPENBUN dan DPLK juga memiliki ketentuan yang sama yaitu denda 2% untuk keterlambatan setiap bulannya.

(41)

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Kepada perusahaan selain penyelenggara negara diharapkan dapat mengikutsertakan program jaminan pensiun bagi pekerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015.

2. Penerapan sanksi berupa denda keterlambatan iuran hendaknya dilaksanakan atau dijalankan dengan efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi perusahaan yang menunggak membayar iuran.

(42)

BAB II

PENGATURAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DI INDONESIA

A. PengertiandanSejarah Penyelenggaraan Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun merupakan program tabungan wajib yang berjangka panjang dimana iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh dan pengusaha, namun pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.18

Pemberian pensiun kepada para karyawannya bukan saja hanya memberikan kepastian penghasilan di masa depan, tetapi juga ikut memberikan motivasi bagi para karyawannya untuk lebih giat bekerja. Dengan memberikan program jasa pensiun para karyawan merasa aman, terutama pada usia pensiun sudah tidak produktif lagi. Sedangkan bagi sebagian masyarakat yang merasa masih produktif juga akan memberikan motivasi bahwa jasa-jasa mereka masih dihargai oleh perusahannya.

19

Jaminan pensiun merupakan manfaat yang diberikan dalam bentuk uang tunai secara bulanan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.20

18

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hal.114

19

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013, hal 288

20

V. Hari Supriyanto, Kesejahteraan Pekerja dalam Hubungan Industrial di Indonesia. Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2014, hal 39

(43)

peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dana Jaminan Pensiun akan diterima oleh setiap bulan saat masuk pensiun, meninggal dunia, atau cacat total tetap, besar manfaat dihitung dari formula tertentu berdasarkan masa iuran upah, mekanisme penyalurannya upah asuransi sosial, bentuk programnya berupa manfaat pasti, dan risiko harapan hidup peserta ditanggung bersama secara kolektif oleh peserta.21

Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum mencapai usia lima puluh lima tahun berjak mengajukan pembayaran jaminan pensiun kepada badan penyelenggara. Badan penyelenggara merupakan besarnya jaminan pensiun paling lambat tiga pulu hari sebelum tenaga kerja mencapai usia lima puluh lima tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.22

Dana pensiun merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas memberikan jaminan kesejahteraan pada masyarakat baik untuk kepentingan pensiun maupun akibat kecelakaan. Dana pensiun ini akan memberikan ketenangan pada masyarakat atas masa tuanya dan atas peristiwa yang tidak terduga. Penyelenggara dana pensiun dapat dilakukan oleh pemberi kerja atau perusahaan tempat karyawan bekerja, dan oleh lembaga keuangan yang dapat memberikan jasa pengelolaan dana pensiun.23

Program pensiun adalah setiap program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya. Mengajak manusia dan karyawan untuk selalu siap menghadapi masa depan terutama di hari tua. Mengajak masyarakat dan karyawan

21

R.Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan. Cet.I. Pustaka Setia, Bandung, 2014, hal 76

22

Lalu Husni, Op.Cit, hal 180

23

(44)

19

untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan yang diperoleh selama masih aktif bekerja ke program pensiun.24

a. Telah mencapai usia 55 tahun (lima puluh lima) tahun atau

Jaminan pensiun dibayar kepada tenaga kerja, secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala berdasarkan pilihan tenaga kerja yang bersangkutan karena :

b. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh Dokter walaupun belum 55 tahun. c. Meninggalkan wilayah Indonesia selamanya.

d. Tidak bekerja lagi.25

Jaminan pensiun ini merupakan salah satu jenis program jamianan sosial nasional yang diatur dalam UU No.40 Tahun 2004 tentang system jamianan sosial nasional (SJSN). Pengertian jaminan pensiun (JP) adalah pembayaran berkala jangka panjang sebagai substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total permanen atau meninggal dunia. Tujuan penyelenggaraan jaminan pensiun adalah untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jadi pada pokoknya jaminan pensiun adalah jaminan yang memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang diberikan selama tenaga kerja pensiun.26

Jaminan pensiun yang dimaksud adalah untuk dapat memberikan bekal bagi tenaga kerja setelah purna kerja, sehingga dapat memberikan bekal untuk

24

Juli Irmayanto, Zainal A. Indradewa, Tijpto Roso, Tonny Hasibuan dan Desmizar,

Op.Cit, hal 255

25

Rusli Hardijan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996. hal. 139

26

(45)

hidupnya. Jaminan ini diberikan mulai bulan berikutnya tenaga kerja yang bersangkutan meninggal dunia. Bilama tenaga kerja yang meninggal dunia tersebut tidak mempunyai istri atau suami, maka hak menerima jaminan beralih kepada anak-anaknya dan jaminan seperti ini disebut jaminan pensiun.27

Inisiasi lahirnya SJSN sudah dimulai sejak tahun 2000 ketika Presiden saat itu, Konsep undang-undang yang mendasari pelaksanaan konsep ini mulai dibuat dengan nama Undang-Undang Jaminan Sosial. Sejalan dengan pemerintahan, DPR juga meluncurkan inisiatif untuk segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Tahun 2001. Program jaminan sosial yang diamanatkan untuk diimplementasikan terdiri dari lima program yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian. Untuk menjalankan program-program tersebut, UU SJSN mengamanatkan dibentuknya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). DJSN akhirnya terbentuk pada 24 September 2008 melalui Keppres No. 110 tahun 2008 tentang pengangkatan anggota DJSN. Namun, pembahasan mengenai RUU BPJS berlangsung sangat alot dan belum terumuskan sampai tenggat peralihan UU SJSN di tahun 2009.28

UU SJSN dan UU BPJS merestrukturisasi penyelenggaraan program jaminan sosial dan mengelompokkannya menjadi dua kelompok program, yaitu program jaminan kesehatan dan program jaminan bukan kesehatan. mProgram

27

Sendjun H. Manualang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta : Pt Rineka Cipta, 2001), hal 134

28

(46)

21

jaminan kesehatan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk pekerja asing yang bekerja sekurangkurangnya 6 (enam) bulan di Indonesia. Penerima manfaat program jaminan kesehatan mencakup pula anggota keluarganya.

Program jaminan bukan kesehatan mencakup program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Keempat program ini diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan bagi seluruh tenaga kerja, termasuk pekerja asing yang bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di Indonesia. Subsidi silang antarprogram dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan. Di era Pra SJSN, penyelenggaraan program jaminan sosial dikelompokkan berdasarkan golongan pekerjaan, yaitu pekerja swasta dan pekerja pemerintah.

Program jaminan sosial bagi pekerja swasta diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Program Jamsostek mencakup program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Dengan UU BPJS dibentuk dua BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap.29

Pada saat yang sama, kemampuan Jamsostek perlu diperkuat supaya sanggup menanggung skema pensiun terutama kemampuan dalam melakukan

29

(47)

pembayaran uang pensiun secara berkala kepada para pensiunan. Tingkat jaminan

hari tua tidak akan cukup untuk memberikan perlindungan ekonomi yang memadai selepas pensiun.30Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak 2004 melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan agar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial disahkan pada 2009. Namun baru pada 2008 ada komitmen politik dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sehingga tanggung jawab negara untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).31

Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, tabungan wajib dan manfaat pasti. Menurut penjelasan Pasal 39 Undang- Undang SJSN, mekanisme jaminan pensiun tetap menganut prinsip asuransi sosial, namun ketentuan ini member kesempatan kepada pekerja yang memasuki usia pensiun namun iurannya tidak mencapai waktu yang ditentukan, diberlakukan sebagai tabungan wajib, dan berikut hasil pengembangannya dibayarkan pada saat yang bersangkutan berhenti bekerja. Sedangkan manfaat pasti menunjukkan bahwa ada batasan minimum dan maksimum pada manfaat yang akan diterima oleh peserta. Peserta Jaminan Pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran. Besarnya iuran bagi peserta ditentukan berdasarkan presentase tertentu dari upah/penghasilan atau jumlah nominal tertentu yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja. Jaminan Pensiun

30

Hotbonar Sinaga, Perlindungan Sosial di Indonesia: Persiapan Pengembangan Agenda, (Jakarta : Kantor Perburuhan Internasional, 2008), hal 13

31

(48)

23

diselenggarakan dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.32

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya, dan seluruh masyarakat Indonesia secara berkesinambungan sejak muda sampai lanjut usia. Setiap orang idealnya tidak hanya memikirkan kesejahteraan di saat bekerja, namun juga memikirkan kesejahteraan di masa tua atau pensiun. Bergesernya pola kehidupan akibat globalisasi akan terus berlangsung. Dahulu, orang tua merasakan bahwa sebagai balas budi, seseorang sebagai anak harus menjaga dan menghidupi orang tuanya di saat orang tuanya tidak lagi produktif. Kini semua ini sudah semakin memudar, ditambah lagi Pemerintah Indonesia belum bisa mem-berikan jaminan hari tua kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah memasuki lanjut usia atau masa pensiun. Oleh karenanya, masing-masing sekarang haruslah bertanggungjawab terhadap kehidupannya sendiri, baik di masa produktif umumnya dan masa pensiun khususnya.33

Salah satu prasarana yang mutlak dibutuhkan adalah tersedianya “jaminan hari tua” atau pensiun. Jaminan hari tua pada hakikatnya adalah memberikan kesejahteraan di hari tua dalam time frame lanjut usia, yang akan dinikmati oleh seseorang yang saat ini masih muda. Wujud nyata dari jaminan hari tua adalah

32

Widodo Suryandono, Laporan Akhir Tim Analisis Dan Evaluasi : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, (Jakarta : Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional & Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2011), hal 24

33

(49)

program pensiun, yang di Indonesia dikenal dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) atau Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).34

1. Dana pensiun pemberi kerja (DPPK)

Terdapat lembaga yang menyelenggarakan jaminan pensiun, yaitu:

Dana pensiun pemberi kerja (DPPK) yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja. Hal ini terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 11 tahun 1992.35

Lembaga dana pensiun pemberi kerja (DPPK) didirikan untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan karyawan yang menjadi peserta dan menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.36 Salah satu tujuan dari DPPK adalah untuk membantu karyawan di berbagai perusahaan agar dapat bekerja serta memperoleh pensiun yang layak di hari tua mereka nantinya.37

Pengurus pensiun pemberi kerja ditunjuk oleh pendiri dan bertanggungjawab kepada pendiri atas pengelola dana pensiun. Pengurus mempunyai masa jabatan selama lima tahun dan dapat ditunjuk kembali. Dalam menjalankan aktivitasnya, pengurus wajib menyampaikan laporan mengenai rencana dan

34

Achmad Subianto, Jaminan Sosial Pegawai Negeri Sipil, Makalah disajikan dalam Seminar Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial di Bappenas, 2002, hal 4

35

Iman Sjahputra Tunggal, Tanya Jawab Aspek Hukum Dana Pensiun di Indonesia, (Jakarta: Harvarindo, 1999), hal 5

36

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, hal 282

37

(50)

25

perhitungan hasil usaha sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan menteri keuangan. Program dana pensiun pemberi kerja ini dapat dialihkan ke lembaga lain selama keduanya memiliki program dan dana pensiun yang sama. Selain itu, pengalihan tersebut disertai dengan tanggungjawab lembaga pensiun untuk memperhitungkan masa kerja peserta sehingga dengan pengalihan tersebut tidak ada pihak yang dirugikan.38

2. Dana pensiun lembaga keuangan (DPLK)

Dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Pengertian ini terdapat dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 11 tahun 1992.39 Peserta dana pensiun lembaga keuangan ini adalah masyarakat, baik yang terikat sebagai karyawan pada perusahaan tertentu maupun perorangan yang tidak terikat pada badan usaha apapun.40

3. Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN)

Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) adalah sebuah badan hukum yang didirikan untuk menghimpun dan mengelola dana untuk kepentingan peserta, dan bertujuan mengupayakan kesinambungan penghasilan bagi Peserta di hari tua dengan menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti. Dana Pensiun Perkebunan dalam mengelola dana pensiun harus mematuhi peraturan yang

38

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, hal 283

39

Iman Sjahputra Tunggal, Op.Cit, hal 6

40

Referensi

Dokumen terkait

Harga komoditas yang lebih rendah dan lemahnya ekonomi global dapat akan menyiratkan perlambatan dalam momentum pertumbuhan yang kuat bagi GCC dan Negara-negara SSA selaku

Adalah Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan oleh warga terutama di pedesaan, di mana sampah dikumpulkan, kemudian dilakukan pembuangan atau pemusnahaan.

Hasil uji kebermaknaan estimasi koefisien jalur menunjukkan ada satu koefisien jalur yang tidak signifikan, yaitu koefisien jalur efektivitas proses pembelajaran ke hasil

Direktur RSUP H.Adam Malik Medan beserta seluruh staf medis maupun non medis yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan

Nolan (2011) menjelaskan bahwa ada keterlibatan perempuan Sendang Biru dalam lingkungan kerja mulai dari perdagangan ikan sampai pengaturan usaha perahu milik mereka. Penelitian

[r]

Susuai dengan gambar 4.12 subjek RP dapat menentukan apa yang diketahui oleh soal yaitu untuk mecari banyak lingkaran pada pola le 50, yaitu dengan menggunakan

gan baik, dan (4) guru harus lebih memaksimalkan penggunaan media CD pembelajaran interaktif dalam proses pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat lebih meningkat di