DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,M.A.N.,et al.2008.Karakterisasi Genetik Sapi Aceh Menggunakan Analisis Keragaman Fenotipik, Daerah D-Loop DNA Mitokondria dan DNA Mikrosaltelit (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ali, I., 1980. Regresi dari Lingkar Dada, Panjang Badan dan Tinggi Gumba Terhadap Berat Hidup, Berat Karkas dan persentase karkas dari sapi-sapi Aceh. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Usyiah, Banda Aceh
Blakely and Bade. 1992. Ilmu Peternakan Edisi IV. UGM Press, Yogyakarta
Brookes, A .J . and G . Harrington, 1960. The estimation of live weight of beef steer from chest girth and other body measurements. J. Agric. Sci., 55 : 207 - 213 . Diskeswannak, Aceh., 2011. Profit Sapi Aceh. Dinas Kesehatan Hewan dan
Peternakan Provinsi Aceh. Banda Aceh
Djagra, I.B. 1994. Pertumbuhan sapi bali: sebuah analisis berdasarkan dimensi tubuh. Maj. Ilmiah Unud. XXI; 39:73-83
Djagra, I.B. 2001. Judging dan Seleksi Sapi Bali Daging. Lab. Ilmu Ternak Potong & Kerja. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Bali.
De Rose, E.P., J.W. Wilson dan L.R. Haffer. 1988. Estimation of variant components for traits measured on station tested beef bull. J. Anim Sci vol 66. 626-634.
Ensminger, M .R ., 1968. Beef Cattle Science.4th Ed .The Interstate Printers £t Publishers, Inc ., Danville, Illinois.
Erlangga, 2009.Info Ternak://http.infoduniapeternakan.org.id
Food and Agriculture Organization, 2012. Phenotypic Characterization of Animal Genetic Resources, Rome.
Gafar, S. 2007. Memilih dan Memilah Hewan Qurban. http//www.disnksumbar.org
Gunawan B. 1990. Pendugaan Model Fungsi Pertumbuhan Anak Domba Sebelum Penyapihan. Pros. Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJP II. Bogor.
Hassen, A.,D.E. Wilson.,R. Rouse dan G.R. Tait Jr. 2004. Use of Linear and Non- Linear Growth Curves to Describes Body Weight Changes of Young Angus Bulls and Heifers. Iowa State University Animal Industry Report Hays, W.G. dan J.S. Brinks. 1982. Relationship of weight and height to beef cow
productivity. J Anim.Sci 50(5): 793-799.
Kidwell, J. P. A, 1965. Study of the relation between body conformation and carcass quality. In fat calves. J Anim. Sci. 14:235
Mansyur, M. S. A. 2010. Hubungan Antara Ukuran Eksterior Tubuh Terhadap Bobot Badan Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Natsir, M. 1985. Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia.
Nawawi, H. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Bulak sumur, Yogyakarta
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Press. Jakarta
Putra. I.G.M. 2005. Keterandalan pita Dalton untuk menduga bobot hidup kerbau Lumpur, sapi Bali dan babi persilangan Landrace. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. Vol. 8(1):26-29.
Sahat, Victor. 2013. Perbandingan Penyimpangan Bobot Badan dengan Menggunakan Pita Ukur Coburn dan Rumus Schoorl pada Sapi ACC (Australian Commercial Cross). Fakultas Peternakan UNPAD: Jatinangor.
Saladin, R. 1981. Ilmu tilik hewan. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang
Sarwono, B dan Arianto, H.B. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiawati, I. 2007. Hubungan ukuran-ukuran tubuh dengan bobot hidup sapi persilangan F2 Simental dengan Peranakan Ongole di Kota Padang Panjang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.
Siregar, S.B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta
Suardi, 1993. Hubungan bobot hidup yang sebenarnya dengan bobot hidup yang diduga dengan pita ukur pada sapi lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang
Sugeng, B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta
Takaendengan, BJ. 1998. Kemajuan Genetik Beberapa Sifat Kuantitatif Domba Ekor Gemuk. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Taylor, R. E. 1995. Scientific Farm Animal Production ; An Introduction to Animal Science, Fifth Edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey
Umartha, B.A., 2005. Mengenal Karakteristik Sapi Aceh. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Indrapuri. Aceh
Wahyudin D. 2007. Asyiknya Menaksir Hewan Kurban. Kompas.
Williamson, G. dan W. J. A Payne. 1978. An Introduction to Animal Husbandry in T he Tropics. Third Edition. Longman Inc. London.
Yurnalis, 2007. Pembentukan rumus sederhana pendugaan bobot hidup sapi persilangan Simental dengan PO berdasarkan ukuran tubuh. Jurnal. Peternakan Indonesia Volume 12 No 2 Juni 2007 halaman 156-164
http://www. doctoc.com/pendugaan-bobot-sapi (diakses pada tanggal 16 januari 2015)
http:www/pemuliaan.wordpress.com/moleker/mengenal-jenis-sapi-di-dunia (diakses pada tanggal 21 januari 20015)
(http://peternakan-deeansosekundip.blogspot.com/2012/11/sapi-bali.html).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di BPTU-HPT Indrapuri Aceh, Desa Tanah Raja
Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai, Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS), Peternakan Rakyat di Tanjung Morawa Kabupaten Serdang bedagai, dan
Peternakan rakyat di Desa Besar Dua Terjun Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten
Serdang Bedagai. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan
September 2015
Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini ada beberapa alat yang digunakan sebagai peralatan
utama penelitian antara lain : timbangan portable, pita ukur (agrotech, animeter, dan rondo), mistar ukur dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah ternak sapi yaitu sapi
peranakan ongole 50 ekor, sapi brahman cross 50 ekor dan sapi limousin 50 ekor,
sapi bali sebanyak 50 ekor, sapi aceh 50 ekor,
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran
langsung terhadap lingkar dada sapi dengan menggunakan pita ukur dengan
pengukuran sebanyak tiga kali pada tiap ekor ternak. Ada tiga jenis pita ukur yang
digunakan, yakni pita ukur merk : Rondo dari Jerman, Animeter dan Agrotech dari
Indonesia. Dari hasil pengukuran dilakukan pendugaan bobot badan sapi dengan
menggunakan rumus Smith dan rumus Schoorl. Jumlah ternak sapi yang diukur
langsung terhadap bobot badan sapi menggunakan timbangan portabel. Penimbangan
bobot badan sapi secara langsung dilakukan sebagai pembanding terhadap hasil
pendugaan bobot badan yang diperoleh dengan menggunakan pita ukur.
Parameter penelitian
Parameter dalam penelitian ini adalah :
1. Lingkar dada.
Lingkar dada diukur menggunakan beberapa pita ukur (satuan dalam cm)
melingkar pada rongga dada di belakang sendi tulang bahu (os. Scapula). Cara pengukuran dilakukan mengikuti petunjuk FAO (2012)
2. Berat badan.
Berat badan sapi ditimbang secara langsung menggunakan timbangan portabel.
Pengumpulan data
Memilih dan menentukan sampel penelitian sapi (PO = 50 ekor, Bali = 50
ekor, Aceh = 50 ekor, Brahman Cross = 50 ekor, dan Limousin = 50 ekor),
menyiapkan pita ukur dengan panjang minimal 250 cm, menyiapkan timbangan
portabel dengan kapasitas 1,5 ton dan menyiapkan buku data untuk mencatat hasil
pengukuran lingkar dada. Kemudian menuliskan setiap data yang diperoleh dari
Analisis Data
1. Data hasil pengukuran Lingkar dada menggunakan pita ukur kemudian akan
diuji dengan rumus pendugaan bobot badan, yakni Schoorl dan Smith dengan
rumus sebagai berikut.
Rumus Schrool = (LD (cm) + 22)² 100
Rumus Smith = (LD (cm) + 18)² 100 Keterangan: LD = lingkar dada
2. Setelah diuji dengan rumus pendugaan bobot badan, selanjutnya data hasil
pengukuran lingkar dada menggunakan pita ukur, dibandingkan dengan data
bobot badan yang diukur langsung menggunakan timbangan portabel,
sehingga diperoleh simpangan baku dari beberapa jenis pita ukur tersebut.
Pita ukur yang paling handal merupakan pita ukur yang simpangannya paling
mendekati dari bobot badan sebenarnya.
3. Pita ukur yang paling mendekati dari bobot badan sebenarnya kemudian akan
ditransformasikan kedalam satu model persamaan regresi linear yaitu :
Y = a + bx
Ket: Y = Variabel Response (Bobot badan)
a = konstanta
b = Koefisien regresi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 5 peternakan sapi potong skala besar dan kecil
yang berada di wilayah Sumatera yaitu peternakan sapi Peranakan Ongole (PO) di
Desa Besar 2 Terjun Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, sapi
Brahman Cross dan Limousin di PPKS dan peternakan rakyat di Tanjung Morawa
Kabupaten Serdang bedagai, peternakan sapi Bali di Desa Tanah Raja Kecamatan Sei
Rampah Kabupaten Serdang Bedagai, peternakan sapi Aceh di BPTU Indrapuri.
Sapi Peranakan Ongole memiliki ciri khas yaitu berpunuk besar, bergelambir longgar dan berleher pendek. Kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau putih
kehitam-hitaman. Kulit di sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku, dan bulu
cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Kepala pendek dengan profil melengkung.
Mata besar dengan sorot yang tenang. Tanduk pendek dan tanduk pada sapi
betinaberukuran lebih panjang dibandingkan dengan sapi jantan. Telinganya panjang
dan menggantung (Suwarno dan Arianto, 2003).
Sapi Brahman Cross memiliki karakteristik warna yang bervariasi, dari
abu-abu muda, merah sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu-abu muda dan abu-abu tua. Sapi
jantan berwarna lebih tua dari sapi betina dan memiliki warna gelap di daerah leher,
Sapi limousin merupakan sapi potong keturunan bos taurus yang berhasil dijinakkan dan di kembangkan di Perancis. Karakteristik sapi Limousin, bulunya
berwarna merah mulus dan tumbuh agak panjang bulu di bagian kepala, mata awas,
kaki tegap, dada besar serta dalam. Bentuk tubuh memanjang, bagian perut agak
mengecil, tetapi bagian paha dan pinggul cukup besar, penuh daging dan sangat
padat. Sapi limousin sudah diimpor Indonesia di antaranya dipelihara di Balai
Inseminasi Buatan Lembaga Jawa Barat.
Sapi Aceh memiliki ciri-ciri warna dominan merah bata dan pada daerah
pundak, berpunuk, tanduk mengarah ke atas dan lebih besar, kuping dan daun telinga tidak jatuh, tidak besar dan agak runcing dan tinggi gumba rata-rata 110 cm (Salim,
1990).
Sapi Bali memiliki karakteristik ukuran badan berukuran sedang dan bentuk
badan memanjang, kepala agak pendek dengan dahi datar, badan padat dengan dada
yang dalam, tidak berpunuk dan seolah tidak bergelambir, kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau, pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam
membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor, cermin hidung, kuku
dan bulu ujung ekornya berwarna hitam, tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina ke bagian dalam
(http://andiwawan-tonra.com/2010/02/mengenal-sapi-bali.html)
Pendugaan Bobot Badan berdasarkan Rumus Schrool,Smith dan Pita ukur
Setelah dilakukan pengukuran dengan tiga pita ukur (Agrotech, Animeter, dan Rondo) pada lingkar dada sapi jantan diperoleh hasil seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan Bobot Badan sapi jantan PO, Brahman cross, sapi Limosin, sapi
Aceh dan sapi Bali berdasarkan Bobot Badan Timbang, Pendugaan
Bobot Badan dengan Pita Ukur, Rumus Schrool, Smith dan Regresi.
Jenis sapi
Bobot Badan Timbang
(BBT)
Rumus
Pendugaan
Bobot Badan Rumus (BBR)
BBT-BBR
Sapi Bali
Setelah dilakukan pengukuran dengan tiga pita ukur (Agrotech, Animeter
dan Rondo) pada lingkar dada sapi jantan diperoleh hasil seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Rataan Bobot Badan sapi betina PO, Brahman cross, sapi Limosin, sapi.
Aceh dan sapi Bali berdasarkan Bobot Badan Timbang, Pendugaan
Bobot Badan dengan Pita Ukur, Rumus Schrool, Smith dan Regresi
Sapi Aceh Pita 1 : Agrotech Pita 2 : Animeter Pita 3 : Rondo
Rata-rata pendugaan bobot badan pada sapi peranakan ongole, sapi brahman
dengan menggunakan rumus persamaan regresi yaitu rata-rata bobot badan
sebenarnya atau dengan menggunakan timbangan. Rumus Schrool, Smith terdapat selisih yang cukup besar terhadap rata-rata bobot badan sebenarnya pada sapi
peranakan ongole, bali, dan sapi aceh. Perbedaan bobot badan sebenarnya atau bobot timbang dengan pendugaan bobot badan dengan rumus disebabkan karena rumus tersebut digunakan untuk bangsa sapi Eropa dan tidak cocok untuk sapi-sapi lokal,
serta pada pendugaan bobot badan dengan persamaan regresi baik koefisien korelasi maupun koefisien determinasi memiliki nilai hampir mendekati nilai 1 yang
menunjukkan hubungan signifikan antar variabel, baik lingkar dada, panjang badan dan bobot badan ternak (Mansyur, 2010).
Pendugaan bobot badan sapi Peranakan Ongole jantan dengan menggunakan
rumus Schrool diperoleh bobot badan sebesar 298,28 ± 20,79 kg, dengan rumus Smith diperoleh bobot badan sebesar 284,63 ± 20,31 kg dan bobot badan sapi Peranakan Ongole jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 229,95 ± 23,79
kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan
rumus pendugaan bobot badan antara lain Schrool yaitu -68,33 kg dengan persentase
penyimpangan 29,71%, dan Smith yaitu -54,68 kg dengan persentase penyimpangan
23,77 %, sedangkan bobot badan sapi Peranakan Ongole betina menggunakan rumus
schrool diperoleh 255,30 ± 28,97 kg, dengan rumus smith 242,69 ± 28,22 kg dan
bobot badan sapi Peranakan Ongole jantan berdasarkan bobot badan timbang
diperoleh 137,48 ± 9,33 kg. Nilai penyimpangan rumus Schoorl yaitu -177,82 kg
dengan persentase penyimpangan 85,69 %, dan Smith yaitu -105,21 kg dengan
Pendugaan bobot badan sapi Brahman Cross jantan dengan menggunakan
rumus Schrool diperoleh bobot badan sebesar 402,43 ± 58,90 kg, dengan rumus Smith diperoleh bobot badan sebesar 386,56 ± 36,58 kg dan bobot badan sapi
Brahman Cross jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 384,47 ± 58,90
kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan
rumus pendugaan bobot badan antara lain Schrool yaitu -17,96 kg dengan persentase
penyimpangan 4,67%, dan Smith yaitu -2.09 kg dengan persentase penyimpangan
0,54 %, sedangkan bobot badan sapi Brahman betina menggunakan rumus schrool
diperoleh 338,12 ± 23,03 kg, rumus smith 323,58 ± 22,52 dan bobot badan sapi
Brahman Cross betina berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 355,06 ± 22,85
kg. Nilai penyimpangan rumus Schoorl yaitu -6.25 kg dengan persentase
penyimpangan 1,79 %, dan rumus Smith yaitu 8,66 kg dengan persentase
penyimpangan 2,48 %.
Pendugaan bobot badan sapi Limousin jantan dengan menggunakan rumus
Schrool diperoleh bobot badan sebesar 395,35 ± 18,83 kg, dengan rumus Smith diperoleh bobot badan sebesar 379,61 ± 18,46 kg dan sedangkan bobot badan sapi
Limousin jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 376,82 ± 6,49 kg. Nilai
penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan rumus
pendugaan bobot badan antara lain Schrool yaitu -18,43 kg dengan persentase
penyimpangan 4,88%, dan rumus Smith yaitu -2,68 kg dengan persentase
penyimpangan 0,71%, sedangkan bobot badan sapi Limousin betina menggunakan
rumus schrool diperoleh 354,34 ± 17,71 kg, menggunakan rumus smith 339,45 ±
diperoleh 357,77 ± 13,05 kg. Nilai penyimpangan rumus Schoorl yaitu 3,43 kg
dengan persentase penyimpangan 0,95 %, dan Smith yaitu 18,32 kg dengan
persentase penyimpangan 5,12 %.
Pendugaan bobot badan sapi Aceh jantan dengan menggunakan rumus Schrool diperoleh bobot badan sebesar 271,94 ± 67,91 kg , dengan rumus Smith diperoleh bobot badan sebesar 221,60 ± 55,23 kg dan sedangkan bobot badan sapi
Aceh berdasarkan bobot badan timbangan diperoleh 214,64 ± 89,59 kg. Nilai
penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan rumus
pendugaan bobot badan antara lain Schrool yaitu -57,3 kg dengan persentase
penyimpangan 24,94 %, dan Smith yaitu -44,38 kg dengan persentase penyimpangan
20,67%, sedangkan bobot badan sapi aceh betina menggunakan rumus schrool
diperoleh 233,57 ± 56,78 kg, menggunakan rumus smith 221,60 ± 55,23 kg dan
bobot badan sapi Aceh betina berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 158,72 ±
63,06 kg Nilai penyimpangan rumus Schoorl yaitu -74,85 kg dengan persentase
penyimpangan 47,15 %, dan Smith yaitu -62,88 kg dengan persentase penyimpangan
39,61%
Pendugaan bobot badan sapi Bali jantan dengan menggunakan rumus Schrool diperoleh bobot badan sebesar 356,57 ± 24,91 kg , dengan rumus Smith diperoleh bobot badan sebesar 341,63 ± 24,38 kg dan sedangkan bobot badan sapi Bali
berdasarkan bobot badan timbangan diperoleh 288,36 ± 29,82 kg. Nilai
penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan rumus
pendugaan bobot badan antara lain Schrool yaitu -68,21kg dengan persentase
penyimpangan 18,47 %, sedangkan bobot badan sapi Bali betina menggunakan
rumus schrool diperoleh 278,28 ± 29,29 kg, menggunakan rumus smith 265,11 ± 28,59 kg dan bobot badan sapi Bali betina berdasarkan bobot badan timbang
diperoleh 215,08 ± 39,33 kg. Nilai penyimpangan rumus Schoorl yaitu -63,2 kg
dengan persentase penyimpangan 29,38 %, dan Smith yaitu -50,03 kg dengan
persentase penyimpangan 23,26%
Dari hasil data penelitian yang diperoleh diketahui bahwa nilai persentase
penyimpangan pendugaan bobot badan dengan menggunakan rumus schrool dan
smith pada sapi Peranakan Ongole, sapi Bali, dan sapi Aceh memiliki nilai
penyimpangan diatas 10% sedangkan pada sapi Brahman cross dan sapi Limousin
memiliki nilai penyimpangan dibawah 10%. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Williamson dan Payne (1978), yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa
pendugaan berat badan sapi menggunakan rumus Schoorl biasa dilakukan pada sapi
yang berukuran besar yaitu seperti sapi Frisien Holstein (FH) atau Brahman Cross.
Pendugaan bobot badan berdasarkan pita ukur
Dari ketiga pita ukur yang digunakan dalam menduga bobot badan ternak
memiliki hasil yang sama. Ketiga pita ukur tersebut yaitu pita ukur Agrotech,
Animeter dan Rondo.
Pendugaan bobot badan sapi Peranakan Ongole jantan dengan menggunakan
pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 295 ± 41,10
timbang diperoleh 229,95 ± 23,79 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh
berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan
pita ukur yaitu -65,05 kg dengan persentase penyimpangan 28,28 %. Sementara
pendugaan bobot badan sapi Peranakan Ongole betina dengan menggunakan pita
ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 224,42 ± 41,43 kg, sedangkan bobot badan sapi Peranakan Ongole betina berdasarkan bobot badan
timbang diperoleh 137,48 ± 9,33 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan
selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur
yaitu -86,94 kg dengan persentase penyimpangan 63,23 %.
Pendugaan bobot badan sapi Brahman Cross jantan dengan menggunakan pita
ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 505,72 ± 79,07
kg, sedangkan bobot badan sapi Brahman cross jantan berdasarkan bobot badan
timbang diperoleh 384,47 ± 58,90 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur
yaitu -121,25 kg dengan persentase penyimpangan 31,53 %. Sementara pendugaan bobot badan sapi Brahman Cross betina dengan menggunakan pita ukur Agrotech,
Pendugaan bobot badan sapi limousin jantan dengan menggunakan pita ukur
Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 474 ± 25,29 kg,
sedangkan bobot badan sapi limousin jantan berdasarkan bobot badan timbang
diperoleh 376,82 ± 6,49 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih
bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur yaitu
-96,99 kg dengan persentase penyimpangan 25,72 %. Sementara pendugaan bobot
badan sapi limousin betina dengan menggunakan pita ukur Agrotech, Animeter dan
Rondo diperoleh bobot badan sebesar 401,03 ± 35,37 kg, sedangkan bobot badan sapi
limousin betina berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 357,77 ± 13,05 kg. Nilai
penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan
pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur yaitu -43,26 kg dengan persentase
penyimpangan 12,09 %.
Pendugaan bobot badan sapi Aceh jantan dengan menggunakan pita ukur
Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 267,16 ± 105,95 kg, sedangkan bobot badan sapi Aceh jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh
214,64 ± 89,59 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur yaitu -52,52 kg dengan persentase penyimpangan 24,46 %. Sementara pendugaan bobot badan sapi
Aceh betina dengan menggunakan pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo
pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur yaitu -41,72 kg dengan persentase penyimpangan 26,28%.
Pendugaan bobot badan sapi Bali jantan dengan menggunakan pita ukur
Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan sebesar 406,95 ± 48,21 kg, sedangkan bobot badan sapi Bali jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh
288,36 ± 29,82 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan menggunakan pita ukur yaitu -118,59 kg dengan persentase penyimpangan 41,12 %. Sementara pendugaan bobot badan sapi Bali betina dengan menggunakan pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh
bobot badan sebesar 261,68 ± 50,23 kg, sedangkan bobot badan sapi Bali betina berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 215,08 ± 39,33 kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan
menggunakan pita ukur yaitu -46,6 kg dengan persentase penyimpangan 21,66 %.
Rata-rata penyimpangan pendugaan bobot badan dengan bobot badan timbang
menggunakan pita ukur merk Agrotech, Animeter dan Rondo Dari data hasil
penelitian diperoleh nilai penyimpangan terbesar pada sapi Bali jantan yaitu 41,12%
dan sapi Peranakan Ongole betina yaitu 63,23% dan penyimpangan terkecil adalah
pada sapi Peranakan Ongole jantan yaitu 24,46 % dan Sapi limousine betina yaitu
12,09 %. Berdasarkan data hasil penelitian, maka pita ukur tidak dapat digunakan
dalam menduga bobot badan ternak sapi jantan maupun betina. Hal ini karena
setiap menejemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan disetiap tempat berbeda-beda
pemeliharaan ternak di setiap tempat berbeda-beda. Suatu individu tidak dapat
menunjukkan penampilan yang baik walaupun dia memiliki kemampuan (genetik)
yang bagus, tetapi tidak mempunyai kesempatan (lingkungan) yang diperlukan.
Menurut Soedomo (1984) bahwa produktifitas seekor ternak dipengaruhi oleh faktor
genetik atau faktor keturunan dan lingkungan, dimana fenotip = genotip +lingkungan
atau biasanya disingkat dengan P = G + E dan jika terdapat interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan maka ditulis sebagai P = G + E + GE. Faktor geneetik
merupakan faktor yang di bawa sejak lahir dan bersifat tetap, sedangkan faktor
lingkungan merupakan kesempatan atau peluang untuk memaksimalkan peran faktor
genetik yang dimilikinya dan bersifat tidak tetap atau bisa berubah dari waktu ke
waktu.yang termasuk faktor lingkungan adalah makanan, menejemen serta
lingkungan hidup dimana ternak dipelihara. Tidak bisa disangka bahwa faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap produktifitas seekor ternak. Ternak dengan
mutu yang baik akan berproduksi dengan baik pula bila didukung dengan faktor
lingungan yang cocok. Demikian pula sebaliknya, meskipun diberi lingkungan yang
baik jika mutu genetik nya lebih unggul maka pruduktifitas ternak tersebut tidak
Setelah dilakukan pengukuran dengan tiga pita ukur (Agrotech, Animeter dan
Rondo) pada lingkar dada sapi jantan dan betina maka diperoleh hasil rataan bobot
badan pada tabel 3.
Tabel 3. Rataan Bobot Badan Sapi Jantan dan Sapi Betina berdasarkan Bobot
Badan Timbang, Pendugaan Bobot Badan dengan Pita Ukur, dan Rumus
Schoorl, Smith dan Regresi
Pendugaan bobot badan sapi jantan yang digunakan dalam penelitian dengan
menggunakan rumus Schoorl diperoleh bobot badan sebesar 343,87 ± 64,78
kg , menggunakan rumus Smith diperoleh 329,27 ± 63,30 kg sedangkan rata-rata
bobot badan sapi jantan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 296,86 ± 83,54
kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan
rumus pendugaan bobot badan antara lain Schoorl yaitu - 47,01 kg dengan persentase
penyimpangan 15,83 %, dan Smith yaitu - 32.41 kg dengan persentase penyimpangan
10,91 %. Sementara pendugaan rata-rata bobot badan sapi betina yang digunakan
dalam penelitian dengan menggunakan rumus Schoorl diperoleh bobot badan sebesar
296,49 ± 60,62 kg, menggunakan rumus Smith diperoleh 282,95 ± 59,15 kg
sedangkan bobot badan berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 256,76 ± 91,02
kg. Nilai penyimpangan yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan
rumus pendugaan bobot badan antara lain Schoorl yaitu - 39,73 kg dengan persentase
penyimpangan 15,47 %, dan Smith yaitu - 26,19 kg dengan persentase penyimpangan
10,20 %.
Pendugaan bobot badan sapi jantan yang digunakan dalam penelitian dengan
menggunakan pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot badan
sebesar 386,02 ± 115,54 kg, sedangkan rata-rata bobot badan sapi jantan berdasarkan
bobot badan timbang diperoleh 296,86 ± 83,54 kg. Nilai penyimpangan yang
diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan
menggunakan pita ukur yaitu - 89,16 kg dengan persentase penyimpangan 30,03 %.
dengan menggunakan pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo diperoleh bobot
badan sebesar 298,44 ± 100,12 kg, sedangkan rata-rata bobot badan kambing betina
berdasarkan bobot badan timbang diperoleh 256,76 ± 91,02 kg. Nilai penyimpangan
yang diperoleh berdasarkan selisih bobot badan timbang dan pendugaan bobot badan
menggunakan pita ukur yaitu - 41,68 kg dengan persentase penyimpangan 16,23
%.
Rata-rata pendugaan bobot badan pada ternak sapi jantan dan betina hasilnya
yang paling memdekati adalah dengan menggunakan rumus persamaan regresi yaitu
rata-rata bobot badan sebenarnya atau dengan menggunakan timbangan. Dimana hasil
pendugaan bobot badan berdasarkan rumus Schoorl dan Smith dan pita ukur
Agrotech, Animeter dan Rondo memiliki selisih yang besar dengan bobot badan
ternak sapi sebenarnya, karena rata-rata pemyimpangan yang diperoleh dalam
pendugaan bobot badan tersebut lebih dari 10 %. Hal ini sesuai dnegan pernyataan
Williamson dan Payne (1978), yang menyatakan bahwa penyimpangan pendugaan
bobot badan umumnya berkisar antara 5% sampai 10% dari bobot badan sebenarnya.
Sehingga rumus Schoorl dan Smith beserta pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo
tidak dapat diandalkan dalam menduga bobot badan sapi peranakan ongole, sapi
limousin, sapi Brahman cross, sapi aceh, dan sapi bali jantan maupun betina.
Hasil pendugaan bobot badan Sapi Peranakan Ongole, Sapi Brahman Cross,
Sapi Limousin, Sapi Bali, dan Sapi Aceh berdasarkan analisa korelasi dan regresi
liniear menggunakan lingkar dada dan bobot badan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
1.Sapi peranakan ongole
Berikut tabel hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi peranakan
ongole setelah dilakukan pengukuran.
Tabel 4.Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi peranakan ongole
Variabel
Jantan Betina
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = -351,405 + 3,86 X 0,975 Y = -250,58 + 3,22X 0,967
LD : Lingkar Dada
Signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh dengan bobot badan
diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap koefisien relasi (R)
dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji statistik korelasi dan
regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan sapi peranakan
ongole jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R = 0,975
atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 97,5 %. Sementara pada
sapi peranakan ongole betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R
= 0.967 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 96,7 %.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
peranakan ongole jantan, dimana nilai korelasinya adalah 97,5 %. Hal ini
menunjukkan bahwa lingkar dada lebih tepat digunakan untuk sapi peranakan ongole
jantan dalam menduga bobot badan dibandingkan ternak betina.
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
eksterior tubuh ternak pada sapi peranakan ongole (PO) dapat dilihat pada grafik
berikut ini
Grafik 1.
Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi PO jantan
B o
B
o
t
B
a
Grafik 2. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi PO betina
Pada grafik 1 dan 2 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi
peranakan ongole jantan dan betina membentuk garis linier dengan arah positif.
Berdasarkan hasil statistik regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil
penelitian, diketahui bahwa pendugaan bobot badan sapi peranakan ongole jantan
dapat menggunakan formula BB = -351,405 +3,86LD, dan pendugaan bobot badan
sapi peranakan ongole betina dapat menggunakan formula BB= -250,589 +
B o
B
o
t
B
a
3,227 LD. Pada tabel Anova hasil pengujian regresi linier sederhana berikut ini,
diperoleh bahwa tingkat signifikan antara lingkar dada terhadap bobot badan sapi
peranakan ongole jantan dan betina adalah 0.000 < 0.005 (lebih kecil dari 0,005),
maka dengan demikian lingkar dada memiliki hubungan signifikan atau hubungan
positif terhadap bobot badan kerbau sungai jantan dan betina dengan tujuan
pendugaan bobot badan.
Tabel 5. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi
Peranakan Ongole (PO
Bebas) Rataan JK Sig.
Jantan
2.Sapi brahman cross
cross setelah dilakukan pengukuran.
Tabel 6. Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Brahman cross
Variabel
Jantan Betina
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = 192,28 +1,07X 0,850 Y = -231,79 +3,49X 0, 835
Keterangan : LD : Lingkar Dada
Berdasarkan data hasil penelitian pendugaan bobot badan pada Sapi Brahman
Cross, diperoleh hubungan signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh
dengan bobot badan diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap
koefisien relasi (R) dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji
statistik korelasi dan regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan
sapi Brahman cross jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X)
adalah R = 0.850 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 85 %.
Sementara pada sapi Brahman cross betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada
(X) adalah R = 0,835 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 83,5
%.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
ternak sapi Brahman cross menggunakan lingkar dada baik jika digunakan pada sapi
jantan dimana nilai korelasinya adalah 85 %. Hal ini menunjukkan bahwa lingkar
dada lebih tepat digunakan untuk sapi jantan dalam menduga bobot badan
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
eksterior tubuh ternak pada sapi Brahman cross dapat dilihat pada grafik berikut
Grafik 3. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Brahman
Cross Jantan Lingkar Dada
Grafik 4. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Brahman Cross Betina
Pada grafik 3 dan 4 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi
Brahman cross jantan dan betina membentuk garis linier dengan arah positif.
Berdasarkan hasil statistik regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil
penelitian, diketahui bahwa pendugaan bobot badan sapi Brahman cross jantan dapat
menggunakan formula BB = 192,28 + 1,0774LD, dan pendugaan bobot badan sapi
Brahman cross betina dapat menggunakan formula BB = -231,793 +3,4906LD. Pada
tabel Anova hasil pengujian regresi linier sederhana berikut ini, diperoleh bahwa
tingkat signifikan antara lingkar dada terhadap bobot badan sapi Brahman cross
jantan dan betina adalah 0.000 < 0.005 (lebih kecil dari 0,005), maka dengan Lingkar Dada
demikian lingkar dada memiliki hubungan signifikan atau hubungan positif terhadap
bobot badan sapi Brahman cross jantan dan betina dengan tujuan pendugaan bobot
badan. Berikut data regresi linier sederhana pada sapi Brahman cross terdapat pada
table 7.
Tabel 7. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi Brahman
Cross
Bebas) Rataan JK Sig.
Jantan
3. Sapi Limousin
Berikut tabel hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi limousin setelah dilakukan pengukuran
Variabel
Jantan Betina
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = -248,156 +3,582X 0,943 Y = -36,893+2,374X 0,851
Keterangan : LD = Lingkar dada
Berdasarkan data hasil penelitian pendugaan bobot badan pada Sapi
Limousin, diperoleh hubungan signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh
dengan bobot badan diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap
koefisien relasi (R) dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji
statistik korelasi dan regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan
sapi Limousin jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R
= 0,943 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 94,3 %.
Sementara pada sapi Limousin betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada (X)
adalah R = 0,851 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 83,5 %.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
ternak sapi limousin menggunakan lingkar dada baik jika digunakan pada sapi jantan
dimana nilai korelasinya adalah 94,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa lingkar dada
lebih tepat digunakan untuk sapi limousine jantan dalam menduga bobot badan
dibandingkan ternak betina.
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
Grafik 5. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Limousin Jantan
Grafik 6. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Limousin Betina Lingkar Dada
B O
b o t
Lingkar Dada B
o
Pada grafik 5 dan 6 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi
Limousin jantan dan betina membentuk garis linier dengan arah positif. Berdasarkan
hasil statistik regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil penelitian,
diketahui bahwa pendugaan bobot badan sapi limousin jantan dapat menggunakan
formula BB = -248,156 + 3,5827LD dan pendugaan bobot badan sapi limousin betina
dapat menggunakan formula BB = -36,8931 + 2,3748LD. Pada tabel Anova hasil
pengujian regresi linier sederhana berikut ini, diperoleh bahwa tingkat signifikan
antara lingkar dada terhadap bobot badan sapi Limousin jantan dan betina adalah
0.000 < 0.005 (lebih kecil dari 0,005), maka dengan demikian lingkar dada memiliki
hubungan signifikan atau hubungan positif terhadap bobot badan sapi limousine
jantan dan betina dengan tujuan pendugaan bobot badan.
Tabel 9. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi limousin
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat (JK)
dB (Derajat
Bebas) Rataan JK Sig.
Galat
Total
1224,68
4428,66
25
26
48,98 ,000b
4. Sapi Bali
Berikut tabel hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali setelah
dilakukan pengukuran.
Tabel 10. Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali
Variabel
Jantan Betina
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = -349,17+3,82X 0,848 Y = - 430,92+4,467X 0,990
Keterangan : LD = Lingkar dada
Berdasarkan data hasil penelitian pendugaan bobot badan pada Sapi Bali,
diperoleh hubungan signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh dengan
bobot badan diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap
koefisien relasi (R) dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji
statistik korelasi dan regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan
sapi Bali jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R =
0,848 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 84,8 %. Sementara
pada sapi Bali betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R = 0,990
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
ternak sapi Bali menggunakan lingkar dada baik jika digunakan pada sapi betina
dimana nilai korelasinya adalah 99 %. Hal ini menunjukkan bahwa lingkar dada lebih
tepat digunakan untuk sapi bali betina dalam menduga bobot badan dibandingkan
ternak jantan.
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
eksterior tubuh ternak pada sapi Bali dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 7. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Bali Jantan Lingkar Dada
B O b o
Grafik 8. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Bali Betina
Pada grafik 7 dan 8 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali
jantan dan betina membentuk garis linier dengan arah positif. Berdasarkan hasil
statistik regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil penelitian, diketahui
bahwa pendugaan bobot badan sapi Bali jantan dapat menggunakan formula BB =
-349,176 + 3,8239LD dan pendugaan bobot badan sapi Bali betina dapat
menggunakan formula BB = -430,927 + 4,46LD. Pada tabel Anova hasil pengujian
regresi linier sederhana berikut ini, diperoleh bahwa tingkat signifikan antara lingkar
dada terhadap bobot badan sapi Bali jantan dan betina adalah 0.000 < 0.005 (lebih
kecil dari 0,005), maka dengan demikian lingkar dada memiliki hubungan signifikan Lingkar Dada
atau hubungan positif terhadap bobot badan sapi Bali jantan dan betina dengan tujuan
pendugaan bobot badan.
Tabel 11. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi Bali
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat (JK)
dB (Derajat
Bebas) Rataan JK Sig.
Jantan
Berikut tabel hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Aceh
setelah dilakukan pengukuran.
Tabel 12. Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Aceh
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = -339,593 + 3,91X 0,946 Y = -228,34+2,98X 0,921
Keterangan : LD = Lingkar dada
Berdasarkan data hasil penelitian pendugaan bobot badan pada Sapi Aceh,
diperoleh hubungan signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh dengan
bobot badan diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap
koefisien relasi (R) dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji
statistik korelasi dan regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan
sapi Aceh jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R =
0,946 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 94,6 %. Sementara
pada sapi Aceh betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R =
0,921 atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 92,1 %.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
ternak sapi Aceh menggunakan lingkar dada baik jika digunakan pada sapi jantan
dimana nilai korelasinya adalah 94,6 %. Hal ini menunjukkan bahwa lingkar dada
lebih tepat digunakan untuk sapi Aceh jantan dalam menduga bobot badan
dibandingkan ternak betina.
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
Grafik 9. Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi aceh jantan Lingkar Dada
Grafik 10. Hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi aceh betina
Pada grafik 9 dan 10 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Aceh
jantan dan betina membentuk garis linier dengan arah positif. Berdasarkan hasil
statistik regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil penelitian, diketahui
bahwa pendugaan bobot badan sapi Aceh jantan dapat menggunakan formula BB =
-339,593 + 3,9162LD dan pendugaan bobot badan sapi Aceh betina dapat
menggunakan formula BB = -228,346 + 2,9856LD. Pada tabel Anova hasil
pengujian regresi linier sederhana berikut ini, diperoleh bahwa tingkat signifikan
antara lingkar dada terhadap bobot badan sapi Aceh jantan dan betina adalah 0.000 < Lingkar Dada
0.005 (lebih kecil dari 0,005), maka dengan demikian lingkar dada memiliki
hubungan signifikan atau hubungan positif terhadap bobot badan sapi Aceh jantan
dan betina dengan tujuan pendugaan bobot badan.
Tabel 13. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi Aceh
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat (JK)
dB (Derajat
Bebas) Rataan JK Sig.
Jantan
Analisis, Korelasi dan Regresi Linier Sederhana pada Lingkar Dada dan
Bobot Badan Sapi
Berikut tabel hubungan lingkar dada dengan bobot badan sapi Jantan dan
Tabel 14. Hubungan Bobot Badan dengan Lingkar Dada Ternak Sapi
Variabel
Jantan Betina
Persamaan R Persamaan R
LD(X) Y = -405,705+4,33X 0,942 Y = -448,64+4,72X 0,958
Berdasarkan data hasil penelitian pendugaan bobot badan pada ternak sapi
diperoleh hubungan signifikansi hubungan antara ukuran eksterior tubuh dengan
bobot badan diperoleh berdasarkan analisa data penelitian yaitu uji t terhadap
koefisien relasi (R) dan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji
statistik korelasi dan regresi linier sederhana pada lingkar dada terhadap bobot badan
sapi jantan diperoleh bahwa hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R = 0.942
atau nilai korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 94,2%. Sementara pada
sapi betina diperoleh hasil nilai koefisien lingkar dada (X) adalah R = 0,958 atau nilai
korelasi lingkar dada dengan bobot badan adalah 95,8 %.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dalam menduga bobot badan
ternak sapi yang digunakan pada penelitian menggunakan lingkar dada baik jika
digunakan pada sapi betina dimana nilai korelasinya adalah 95,8 %. Hal ini
menunjukkan bahwa lingkar dada lebih tepat digunakan untuk sapi betina dalam
menduga bobot badan dibandingkan ternak sapi jantan.
Adapun gambaran sebaran data hubungan bobot badan dengan ukuran
Grafik 11. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Jantan Lingkar Dada
B
o
b
o
Grafik 12. Hubungan Lingkar Dada dengan Bobot Badan Sapi Betina
Pada grafik 11 dan 12 menunjukkan pola titik-titik yang menunjukkan garis
lurus diagonal miring ke kanan dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan sapi jantan
dan betina membentuk garis linier dengan arah positif. Berdasarkan hasil statistik
regresi linier sederhana yang dilakukan pada data hasil penelitian, diketahui bahwa
pendugaan bobot badan sapi jantan dapat menggunakan formula BB = -405,705
+4,33LD dan pendugaan bobot badan sapi betina dapat menggunakan formula BB = B
o
b
o
t
-488,641+ 4,72LD. Pada tabel Anova hasil pengujian regresi linier sederhana berikut
ini, diperoleh bahwa tingkat signifikan antara lingkar dada dengan terhadap bobot
badan sapi jantan dan betina adalah 0.000 < 0.005 (lebih kecil dari 0,005), maka
dengan demikian lingkar dada memiliki hubungan signifikan atau hubungan positif
terhadap bobot badan sapi jantan dan betina dengan tujuan pendugaan bobot badan.
Tabel 15. Anova Regresi Linier Sederhana Pendugaan Bobot Badan Sapi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat (JK)
dB (Derajat
Bebas) Rataan JK Sig.
Jantan
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut bahwa lingkar dada memiliki
hubungan liniear yang sangat kuat, hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2006),
yang menyatakan bahwa besarnya koefisien relasi berkisar antara +1 sampai dengan
Dimana lingkar dada memiliki hubungan liniear yang sangat kuat dengan ternak sapi
betina.
Beberapa parameter ukuran tubuh ternak yang memiliki hubungan yang erat
dengan bobot badan sering dimanfaatkan sebagai penduga bobot badan seperti
lingkar dada, tetapi parameter ukuran tubuh tersebut akan lebih akurat apabila
dikelompokkan sesuai jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunawan
(1990), yang menyatakan bahwa bahwa ketelitian pengukuran akan lebih baik apabila
ternak dikelompokkan menurut jenis kelamin.
Kekurangan pakan serta manejemen yang tidak baik juga merupakan kendala
besar dalam pertumbuhan, terlebih apabila dalam pakan tersebut kurang tersedia
zat-zat pakan, seperti protein, vitamin dan mineral maka hal ini dapat menyebabkan
pertumbuhan tubuh ternak tersebut tidak dapat bertumbuh dengan baik. Menurut
Sugeng (2003), adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya
beberapa faktor yaitu faktor bangsa ternak, umur ternak, jenis kelamin, dan pengaruh
pakan yang diberikan kepada ternak dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan sekitar
ternak. Kekurangan pakan serta manejemen yang tidak baik juga merupakan kendala
besar dalam pertumbuhan, terlebih apabila dalam pakan tersebut kurang tersedia
zat-zat pakan, seperti protein, vitamin dan mineral maka hal ini dapat menyebabkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pita ukur Agrotech, Animeter dan Rondo tidak akurat untuk menduga bobot badan,
akan tetapi rumus schroll dan smith dapat menduga bobot badan sapi Brahman Cross dan
Sapi Limousin sedangkan untuk sapi peranakan ongole, sapi aceh, dan sapi bali tidak akurat.
Pendugaan bobot badan pada sapi Peranakan Ongole, sapi Brahman Cross, Sapi
Limousin, sapi Bali, dan sapi Aceh yang paling mendekati adalah dengan menggunakan pita
ukur yang dibuat berdasarkan rumus regresi yang telah diperoleh dari penelitian ini.
Rumus regresi untuk menduga bobot badan ternak sapi jantan adalah Y = -405,705
+ 4,333X dan untuk menduga bobot badan ternak sapi betina adalah Y = -448,641 + 4,72X.
Saran
Untuk menduga bobot badan sapi secara akurat dengan ukuran linear tubuh dapat
menggukan pita ukur yang diperoleh pada penelitian ini dan perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan berbagai jenis bangsa dan umur yang berbeda dari jenis sapi yang diamati
TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa Sapi
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas
sekumpulan persamaan karakteristik tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut,
mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang
sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi
sebagai berikut :Kingdom : Animalia, Phylum :Chordata, Subphylum: Vertebrata,
Class : Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub ordo : Ruminantia, Famili : Bovidae,
Genus : Bos (cattle), Spesies : Bos taurus (sapi Eropa), Bos indicus (sapi india/sapi zabu), Bos sondaicus (banteng/sapi Bali).
Sapi Peranakan Ongole ( PO)
Sapi PO (Peranakan Ongele) merupakan sapi yang berasal dari persilangan
antara bangsa sapi Jawa (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) yang telah
berlangsung cukup lama yakni sejak tahun 1908. Persilangan tersebut merupakan
suatu “Grading Up” yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat digunakan bagi keperluan tenaga tarik membantu petani mengolah tanah pertanian
dan transportasi (Erlangga, 2009).
Ciri khas sapi tersebut yaitu berpunuk besar, bergelambir longgar dan berleher
pendek. Kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau putih kehitam-hitaman. Kulit
di sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku dan bulu cambuk pada ujung ekor
yang tenang. Tanduk pendek dan tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang
dibandingkan dengan sapi jantan. Telinganya panjang dan menggantung (Sarwono
dan Arianto, 2003).
Sapi Brahman Cross
Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk yang besar dan gelambir yang
memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada.. Karakteristik sapi Brahman berukuran
sedang dengan berat jantan dewasa 800-1000 kg, sedangkan betina 500-700 kg, berat
pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapi
kompetitif dengan jenis sapi lainnya. Presentase karkas 48,6-54,2 dan pertambahan
berat harian 0,83-1,5 kg. Sapi Brahman memiliki warna yang bervariasi dari abu-abu
muda dan abu-abu tua. Sapi jantan berwarna lebih tua dari sapi betina dan memiliki
warna gelap di daerah leher, bahu, dan paha bagian bawah. Sapi brahman dapat
beradaptasi dengan baik terhadap panas tanpa gangguan selera makan dan produksi
susu (Hardjosubroto, 1994).
Sapi Limousin
Sapi limousin merupakan sapi potong keturunan bos taurus yang berhasil dijinakkan dan di kembangkan di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin yaitu
bulunya berwarna merah mulus dan tumbuh agak panjang bulu di bagian kepala, mata
awas, kaki tegap dan dada besar serta dalam.
Bentuk tubuh memanjang, bagian perut agak mengecil, tetapi bagian paha dan
pinggul cukup besar, penuh daging dan sangat padat. Sapi limousin sudah diimpor
Sapi Aceh
Sapi Aceh adalah sapi yang hidup dan berkembang biak di provinsi Aceh dan
umumnya dimiliki oleh petani pedesaan sejak dahulu hingga sekarang. Sapi ini
termasuk tipe sapi potong berukuran kecil serta mempunyai kontribusi yang cukup
besar bagi pemenuhan kebutuhan daging di daerah (Diskeswannak, 2011).
Sapi aceh memiliki bentuk badan kecil, padat dan pada sapi pejantan
berpunuk sedangkan pada sapi betina tidak berpunuk namun bagian pundaknya tidak
rata sedikit menonjol dibanding sapi Bali betina. Diantara satu daerah dengan
kabupaten yang lain dalam provinsi Aceh terdapat sedikit perbedaan baik dalam
konformasi tubuh, tanduk, maupun warna bulu. Hal ini mungkin disebabkan asal usul
persilangan yang berbeda dari sapi India dan sebagainya (Umartha, 2005).
Pola warna bulu sapi Aceh yang muda dan dewasa sangat bervariasi yaitu
coklat muda, coklat merah (merah bata), coklat hitam, hitam dan putih kelabu. Warna
coklat merupakan warna yang umum didalam populasi sapi Aceh (Ali, 1980).
Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) telah mengalami proses domestika yang terjadi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Hal ini diperkuat
dengan kenyataan bahwa sampai saat ini masih dijumpai banteng yang hidup liar di
beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti di Ujung Kulon serta Pulau Bali yang menjadi
silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasi ke dalam sub genus
Bibovine termasuk genus bos
sapi-bali.htm, 2015l)
Sapi Bali memiliki karakteristik ukuran badan berukuran sedang dan bentuk
badan memanjang, kepala agak pendek dengan dahi datar, badan padat dengan dada
yang dalam, tidak berpunuk dan seolah tidak bergelambir, kakinya ramping, agak
pendek menyerupai kaki kerbau, pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam
membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor, cermin hidung, kuku
dan bulu ujung ekornya berwarna hitam, tanduk pada sapi jantan tumbuh ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina ke bagian dalam
(http://andiwawan-tornra.com/2010/02/mengenal-sapi-bali.html
Keandalan pita ukur
Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau dapat
dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang diperoleh
dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup yang
sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut mantap
,
makaperlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks reliabilitas yang lebih
rendah daripada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang artinya alat ukur yang
digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985). Tingkat reliabilitas alat
pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan perhitungan korelasi dan data untuk
perhitungan dapat diperoleh dari hasil ujicoba pada sejumlah individu di luar sampel
Penelitian untuk mengetahui keterandalan pita Coburn dalam menduga bobot
badan juga telah dilakukan oleh Sahat (2013) terhadap 30 ekor sapi . Dari penelitian
tersebut diperoleh bahwa penyimpangan bobot badan dengan pita ukur Coburn
sebesar 6,79%, sedangkan bila dibandingkan dengan rumus Schoorl 0,40%. Sehingga
penyimpangan bobot badan berdasarkan rumus Schoorl nyata (P<0,05) lebih rendah
daripada penyimpangan dengan pita ukur Coburn. Dari hasil penelitian, disimpulkan
bahwa pendugaan bobot badan dengan menggunakan pita ukur Coburn tidak cocok
bila dibandingkan dengan rumus Schoorl dalam menduga bobot badan sapi .
Penelitian untuk mengetahui keterandalan pita Dalton dalam menduga bobot
hidup kerbau Lumpur, sapi Bali, dan babi persilangan Landrace telah dilakukan oleh
Putra (2005) terhadap 544 ekor kerbau lumpur, 1264 ekor sapi Bali, dan 200 ekor
babi persilangan Landrace jantan dan betina menunjukkan bahwa pita Dalton tidak
dapat diandalkan secara langsung untuk menduga bobot hidup kerbau Lumpur, sapi
Bali, dan babi. Pita Dalton terandalkan penggunannya bila dikoreksi melalui regresi
linier sederhana antara bobot hidup hasil penimbangan dengan bobot hidup hasil
pendugaan dengan pita Dalton. Dimana rumus untuk menduga bobot hidup ternak
melalui pita Dalton adalah masing-masing : BH (Bobot Hidup) = 37.408+0.729 PD
(Pita Dalton) untuk kerbau Lumpur, BH = 30.167+0.670 PD untuk sapi Bali , BH =
8.609 + 0.714 PD untuk babi persilangan Landrace.
Bobot badan
badan juga sangat berkaitan erat dengan aspek ekonomi lainnya meliputi produksi
dan reproduksi.
Djagra (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan tubuh secara keseluruhan
umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan sedangkan besarnya badan dapat
diketahui melalui pengukuran pada tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada.
Taylor (1995) menambahkan bahwa berdasarkan curva sigmoid pertumbuhan sapi, pertumbuhan yang konstan dimulai pada saat ternak berumur 22 bulan atau lebih
kurang 1 tahun.
Bobot badan memegang peranan penting dalam pola pemeliharaan yang baik
selain untuk menentukan kebutuhan nutrisi, jumlah pemberian pakan juga dapat
digunakan untuk menentukan nilai jual ternak tersebut. Di lapangan masih banyak
dijumpai peternak yang memberikan pakan tidak mempertimbangkan jumlah
kebutuhan berdasarkan bobot badan. Kurangnya pengetahuan peternak tentang cara
penentuan jumlah pakan serta penentuan harga jual yang tidak lepas dari pengaruh
bobot badan dan minimnya fasilitas untuk mengetahui bobot badan yang tepat
menjadi salah satu alasan. Parameter tubuh adalah nilai-nilai yang dapat diukur dari
bagian tubuh ternak termasuk ukuran-ukuran yang dapat diukur bagian tubuh ternak
sapi, antara lain ukuran kepala, tinggi, panjang, lebar dan lingkar. Indikator penilaian
digunakan dalam menilai produktivitas antara lain lingkar dada, tinggi badan dan
panjang badan. Berat badan juga merupakan indikator penilaian produktivitas dan
keberhasilan menejemen peternakan (Saladin, 1981).
Bahan pertimbangan untuk memilih ternak adalah bobot lahir, karena ada
badan yang lebih baik dan cepat dari pada ternak yang mempunyai bobot lahir
rendah. Bobot badan dapat digunakan oleh seseorang yang terlah berpengalaman
beberapa tahun (Ensminger, 1968), sedangkan tingkat keberadaannya sangat
subjektif. Hal ini mengakibatkan bahwa tidak mudah sembarangan orang menduga
bobot badan ternak, lagi pula sering berbias besar. Demikian pula halnya dengan
menduga bobot lahir ternak. Pendugaan bobot badan memakai pita ukur buatan
Dalton,Inggris, terutama digunakan untuk ternak sapi. Jelas bahwa pita ukur ini
kurang tepat apabila dipergunakan untuk kerbau yang berbeda keadaan dan
bangsanya.
Jumlah zat makanan yang dibutuhkan untuk hidup pokok sapi didasarkan
pada bobot badan. Bobot badan sapi maupun ternak lainnya akan dapat diketahui
dengan tepat, apabila sapi itu ditimbang dengan menggunakan timbangan sapi.
Namun, harganya cukup mahal sehingga besar kemungkinan tidak terdapat
dipeternak. Oleh karena itu, diperlukan alat pengukur lain selain timbangan tersebut
meskipun hasilnya tidak setepat timbangan sapi. Alat yang biasa digunakan adalah
tongkat ukur dan pita ukur. Keduanya untuk mengukur lingkar dada sapi. Hasil
pengukuran dituangkan dalam persamaan regresi. Lingkar dada memiliki hubungan
erat dengan bobot badan
Untuk mencari alternatif lain dalam pendugaan bobot hidup seekor ternak,
digunakan ukuran-ukuran tubuh. Sesuai dengan pendapat Anderson dan Kisser
(1963) dirujuk oleh Setiawati (2007) bahwa ukuran-ukuran tubuh seekor ternak
mempunyaui hubungan yang erat dengan bobot hidup. Ukuran-ukuran tubuh ini dapat
ukuran-ukuran tubuh diketahui apakah ternak itu berproduksi baik atau tidak.bobot hidup dari
seekor ternak juga berguna dalam menentukan jumlah makanan yang akan diperlukan
pada seekor ternak sapi.
Lingkar dada dan rumus Pendugaan
Pendugaan umur dan berat badan seekor ternak menjadi sangat penting untuk
diketahui, khususnya bagi peternak dan pedagang ternak sehingga tidak terjadi
kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan sebelah pihak (Suardi, 1993).
Dalam usaha untuk mengatasi kendala yang dihadapi jika alat ukur untuk
menduga berat badan ternak yang berkapasitas besar tidak tersedia, dapat dilakukan
penaksiran berat badan ternak tersebut dengan menggunakan dimensi tubuhnya.
Misalnya melalui panjang badan dan juga lingkar dada, karena lingkar dada seekor
ternak memiliki korelasi yang sangat kuat untuk menduga berat hidup ternak
(Parakkasi, 1999).
Secara umum ada dua teknik penentuan bobot badan seekor ternak, yaitu
penimbangan (weight scale) dan penaksiran. Kedua teknik tersebut memiliki keuntungan dan keterbatasannya masing-masing. Metode penimbangan merupakan
cara paling akurat tetapi memiliki beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan
peralatan khusus dan dalam beberapa kasus membutuhkan operator relatif lebih
banyak (terutama dalam peternakan besar dengan sistem ranch) sehingga menjadi kurang efisien, dan tidak semua ranch memiliki peralatan (weight scale) tersebut. Adapun metode penaksiran atau pendugaan umumnya dilakukan melalui
ukuran-ukuran tubuh ternak, misalnya melalui lingkar dada, tinggi pundak, dan lain lain.
memiliki kendala dengan tingkat akurasi pendugaannya dan masih perlu terus
dikembangkan terutama dalam konteks ternak-ternak lokal di Indonesia
(Gunawan,1990).
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan mengukur panjang
badan dan lingkar dada. Terdapat beberapa rumus penduga bobot badan ternak
menggunakan lingkar dada, yaitu Schrool, Winter, dan Denmark. Rumus-rumus
tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan kerbau (Gafar, 2007).
Brookes dan Harmiington (1960) menyatakan bahwa korelasi tertinggi antara
bobot hidup dengan ukuran-ukuran badan adalah lingkar dada (r = 0,90). Lingkar
dada (L), panjang badan (P) dan tinggi pundak (T) .
Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan mengatur dahulu posisi berdiri
sapi dengan tegak. Sehingga keempat kakinya terletak dalam segi empat diatas
bidang datar. Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para peternak
untuk mengetahui bobot badan ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk
mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap kaki
harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis disamping
timbangan ini jumlahnya terbatas
2015). Rumus penentuan badan sapi berdasarkan ukuran tubuh bertolak dari
anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang
digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar
dada. Rumus yang telah dikenal adalah rumus schrool yang mengemukakan pendugaan bobot badan ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut
Bobot badan (kg) = (Lingkar dada (cm) + 22)² 100
Keterangan :
1 inchi = 2,54 cm 1 lbs = 0,4536 kg
Menurut Gafar (2007) rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan adalah :
Rumus Schrool (lbs) = (LD + 22)² 100
Rumus Smith (lbs) = (LD + 18)² 100 Keterangan: LD = Lingkar Dada
PB = Panjang Badan
Makin bertambah ukuran-ukuran tubuh seekor ternak maka semakin
bertambah bobot hidupnya. White dan Green diacu dalam Yurnalis (2007)
menyatakan bahwa koefisien korelasi antara lingkar dada, panjang badan, dan tinggi
pundak dengan bobot hidup sangat tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya.
Ternak yang sedang tumbuh setiap pertumbuhan 1% lingkar dada diikuti oleh
kenaikan bobot hidup sebesar 3%, ditambahkan oleh Kidwel (1965) penafsiran yang
paling tepat dalam pendugaan bobot hidup ternak sapi adalah melalui ukuran lingkar
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sapi asli Indonesia (Aceh, Pesisir, sMadura, Sumba-ongole dan Java-ongole)
merupakan hibridisasi banteng termasuk sapi luar yang masuk ke Indonesia dan telah
cukup lama berada di Indonesia sehingga berkembang biak sesuai dengan
lingkungannya. Sapi Indonesia telah mengalami seleksi alam dengan berbagai
beradaptasi terhadap wilayah seperti pakan berkualitas rendah dengan segala penyakit
dan ekstoparasit lokal yang ada di wilayah tersebut, sehingga telah memunculkan
fenotip-fenotip baru yaitu yang dimiliki sapi Aceh, Pesisir, Madura, Bali, dan PO
(Abdullah.,et al.,2008).
Ternak ruminansia sebagai salah satu sumber utama protein hewani yang
perlu terus ditingkatkan pengembangannya. Untuk meningkatkan produktifitas ternak
sapi dalam rangka memenuhi protein hewani masyarakat, salah satu usaha diperlukan
informasi mengenai bobot hidup sapi, bagi penentuan dosis obat dan keperluan dalam
pengelolaan peternakan. Dalam proses jual beli ternak sapi, bila si pembeli dan
penjual mengetahui bobot hidup sapi sebenarnya maka proses jual beli akan berjalan
lancar. Bila timbangan tidak tersedia maka pendugaan bobot hidup yang bisa
mendekati keadaan yang sebenarnya hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah
berpengalaman. Bagi mereka yang tidak berpengalaman usaha satu-satunya yang
digunakan adalah dengan menggunakan pita ukur.
Sampai sekarang untuk menentukan bobot hidup tanpa timbangan dilakukan
berbias dan tidak banyak orang yang bisa melakukannya dengan hasil yang
mendekati. Ketidak cocokan bobot yang sebenarnya dengan bobot hidup pita ukur
pada sapi-sapi Indonesia telah dilaporkan oleh Wachyudar yang diacu dalam
Suardi (1993). Menurut yang bersangkutan pendugaan bobot hidup dengan pita ukur
menghasilkan bobot hidup yang sangat nyata lebih tinggi dari bobot yang sebenarnya.
Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau dapat
dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang diperoleh
dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup yang
sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut mantap
,
makaperlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks reliabilitas yang lebih
rendah daripada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang artinya alat ukur yang
digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985). Tingkat reliabilitas alat
pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan perhitungan korelasi dan data untuk
perhitungan dapat diperoleh dari hasil ujicoba pada sejumlah individu di luar sampel
tetapi berasal dari populasi yang sama (Nawawi, 1985).
Masalah yang sering dihadapi dalam mengukur bobot badan ternak dalam
jumlah yang besar serta biasanya tidak dikandangkan adalah membutuhkan peralatan,
tenaga dan waktu yang banyak sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien.
Menurut Takaendengan (1998), sudah cukup banyak jenis timbangan yang sifatnya
kerjanya. Beberapa parameter ukuran tubuh ternak yang memiliki hubungan yang erat
dengan bobot badan sering dimanfaatkan sebagai penduga bobot badan.
Pengukuran bobot badan ternak yang dilakukan dengan baik adalah sangat
membantu peternak dalam menentukan jumlah pemberian pakanyang tepat,
pemberian dosis obat serta menetapkan nilai atau harga jual ternak secara benar
(Hays.dan Brinks., 1982). Bobot badan ternak persisnya dapat diketahui langsung
dengan cara menimbangnya menggunakan timbangan. Namun timbangan ternak
berkapasitas besar misalnya untuk sapi hanya tersedia di lokasi tertentu saja seperti
pasar hewan atau rumah potong, sedangkan pada peternakan rakyat sama sekal.i tidak
ada atau tidak memilikinya.
Bilamana tidak tersedia timbangan, maka pengukuran bobot ternak sapi itu
bisa dilakukan dengan teknik penaksiran oleh penaksir. Menurut Djagra (1994)
bahwa penaksiran bobot badan ternak itu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penaksiran dengan menggunakan atau berdasarkan panca indera, namun penaksiran
dengan panca indera ini bisa sangat subyektif sifatnya, karena hasilnya sangat
tergantung dari kemahiran dan subyektivitas si penaksir. Cara yang lain adalah
penaksiran dengan menggunakan rumus korelasional antara bobot badan dengan
beberapa ukuran dimensi tubuh ternak sapi. Penaksiran dengan menggunakan rumus
ini adalah untuk menghindari sifat subyektivitas sehingga hasil taksiran dapat lebih
akurat. Menurut Hays dan Brinks (1982) dan De Rose et al (1988) beberapa dimensi tubuh pada sapi seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba diyakini
memiliki korelasi cukup kuat dengan bobot badannya dan sifat korelasional itu dapat