ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI ASIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
RILANDA ADZHANI 1112082000059
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Rilanda Adzhani
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 14 April 1993
3. Alamat : Jl. Benda Barat 7c Blok D12 No.11,
Kel. Pondok Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan 15416
4. Telepon : 08561962060
5. Email :rilandaadzhani@gmail.com
II. PENDIDIKAN
1. SDIT As-Salaamah Tahun 1999-2005
2. SMP Negeri 1 Pamulang Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2008-2011 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Teater SMA Negeri 3 Kota Tangerang (Teater Lingkar Detik) Selatan
Sebagai Anggota (2008-2009)
2. Tari Saman SMA N 3 Kota Tangerang (Slast) Selatan Sebagai Bendahara
(2009-2010)
3. Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi UIN Jakarta Sebagai Anggota
4. Tari Saman Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta (Seis Dance)
Sebagai Sekretaris (2014-2015)
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Abdul Aziz Thojieb
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Juli 1956
3. Ibu : Achyanie
4. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Juli 1967
5. Alamat : Jl. Benda Barat 7c Blok D12 No.11,
COMPARATIVE ANALYSIS OF THE PERFORMANCE OF ISLAMIC BANKING IN ASIA
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine whether there are differences between the performance of Islamic banking in Indonesian with Islamic banking in Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar, and analyzing the performance comparison based on the concept of Maqasid al-Shari’ah using MI (Maqasid Index) value.
This research was using data from financial report and annual report which were provided by each Islamic bank sample. This research was using 3 samples of Islamic banks for each country (Indonesia, Malaysia, Iran, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Kuwait, and Qatar), so the total sample of Islamic banks were 21 Islamic banks. The total observation were 63 during three years period (2013-2015). The Kolmogorov-Smirnov tests were used to test the normality of data and the hypothesis testing was using Analysis of Variance (ANOVA).
The result of this research showed that MI value, second sharia objectives called establishing justice, and third sharia objectives called public interest in Islamic banking in Indonesia showed no significant difference with Islamic banking in Malaysia, Iran, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Kuwait, and Qatar.
ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI ASIA ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja perbankan syariah di Indonesia dengan perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar, serta menganalisis perbandingan kinerja perbankan syariah berdasarkan konsepMaqasid al-Shari’ahmenggunakan nilaiMaqasid Index (MI).
Penelitian ini menggunakan data dari laporan keuangan dan laporan tahunan yang disediakan oleh masing-masing sampel bank syariah. Penelitian ini menggunakan sebanyak 3 sampel bank syariah untuk masing-masing negara sampel (Indonesia, Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar), jadi total sample bank syariah adalah 21 bank syariah. Total pengamatan sejumlah 63 pengamatan selama periode tiga tahun (2013-2015). Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk pengujian normalitas data dan pengujian hipotesis menggunakanAnalysis of Variance(ANOVA).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai MI, tujuan syariah kedua yaitu pembentukan keadilan, dan tujuan syariah ketiga yaitu kepentingan publik pada perbankan syariah di Indonesia menunjukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan dibandingkan dengan perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam, dan karunia-Nya yang telah diberikan kemudahan dan kelancaran bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Komparatif Kinerja Perbankan Syariah di Asia”. Shalawat serta salam semoga terus tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Penulis sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku yang tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan doa yang tak pernah putus-putusnya untuk penulis, serta kadua kakakku dan seluruh keluarga yang telah menyemangati untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA, selaku Ketua Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA, selaku Sekretaris Prodi
5. Ibu Dr. Rini, Ak., CA, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
7. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lan-lain.
8. Teman-temanku tersayang Dita, Latul, Lia, Galih, Iyan Reza, Wahyu, Andri, Neno, Reza, dan Nanda yang terus memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Wanita-wanitaku tersayang Fazla, Fanni, Isti, dan Cindy yang tidak ada hentinya memberikan semangat dan motivasi selama kuliah dan proses penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman akuntansi angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman bank mini Priyo, Mas Aldi, Mas Yuda, Faiz, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 7 September 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF...iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi
ABSTRACT...viii
ABSTRAK... ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Manfaat Penelitian... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...12
A. Landasan Teori...12
1. Bank Syariah...12
a. Pengertian...12
b. Prinsip Bank Syariah...12
c. Tujuan Bank Syariah...14
d. Fungsi Bank Syariah... 14
2. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia...15
3. Perbankan Syariah di Indonesia...18
4. Perbankan Syariah di Malaysia...21
7. Perbankan Syariah di Uni Emirat Arab...27
8. Perbankan Syariah di Kuwait...29
9. Perbankan Syariah di Qatar...30
10. Laporan Keuangan... 32
11. Kesehatan Perbankan Syariah...35
12. Pengukuran Kinerja Perbankan Syariah... 38
13. Kinerja Perbankan Syariah denganMaqasid Al-Shari’ah Framework.. 39
B. Penelitian-Penelitian Terdahulu...43
C. Kerangka Pemikiran...50
D. Perumusan Hipotesis...51
BAB III METODE PENELITIAN... 54
A. Ruang Lingkup Penelitian...54
B. Metode Penentuan Sampel...54
C. Metode Pengumpulan Data...56
D. Metode Analisis Data...61
1. Menghitung Nilai Variabel Penelitian... 61
2. Statistik Deskriptif... 64
3. Uji Normalitas Data... 65
4. Uji Hipotesis... 66
a. Homogeneity of Variance... 67
b. Random Sampling...67
c. Multivariate Normality... 67
d. Post Hoc Test... 68
e. Homogenus Sub... 68
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...69
A. Rasio Kinerja Bank Syariah Berdasarkan Maqasid al-Shari’ah... 69
B. Indikator Kinerja Bank Syariah... 74
C. Maqasid Index (MI) Bank Syariah...77
D. Pembahasan Uji ANOVA... 78
1. Uji Normalitas Data... 78
3. Uji Hipotesis... 81
BAB V PENUTUP...85
A. Kesimpulan... 85
B. Implikasi...86
C. Saran...87
DAFTAR PUSTAKA...89
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Islamic Finance Country Index (IFCI) Ranks for 2011 - 2016...5
Tabel 2. 1 Operasionalisasi Tujuan Perbankan Syariah...41
Tabel 2. 2 Bobot Rata-Rata untuk Tiga Tujuan dan Sepuluh Elemen...43
Tabel 2. 3 Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu...47
Tabel 3. 1 Bobot Rata-Rata untuk Tiga Tujuan dan Sepuluh Elemen...64
Tabel 4. 1 Rasio KinerjaMaqasid al-Shari’ahTujuan Kedua... 69
Tabel 4. 2 Rasio Kinerja Maqasid al-Shari’ah Tujuan Ketiga...72
Tabel 4. 3 Indikator Kinerja Maqasid alShari’ah Tujuan Kedua Periode 2013 -2015...75
Tabel 4. 4 Indikator Kinerja Maqasid alShari’ah Tujuan Ketiga Periode 2013 -2015...76
Tabel 4. 5 Maqasid Index Bank Syariah Periode 2013 – 2015...77
Tabel 4. 6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 78
Tabel 4. 7 Descriptive Statistics...79
Tabel 4. 8 Rata-Rata Kinerja di Setiap Negara...81
Tabel 4. 9 Test of Homogeneity of Variance...82
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat memengaruhi
perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Kita ketahui,
perbankan mempunyai pangsa pasar besar sekitar 80 persen dari keseluruhan
sistem keuangan yang ada. Lembaga perbankan merupakan salah satu tulang
punggung perekonomian suatu negara, karena memiliki fungsi intermediasi
atau sebagai perantara antara pemilik modal (fund supplier)dengan pengguna
dana(fund user)(Sudiyatno, 2010).
Industri perbankan syariah atau sering disebutislamic bankingsudah ada
dan telah berkembang dengan pesat dan cepat dalam beberapa dekade
akhir-akhir ini seiring dengan pertumbuhan di dalam perekonomian global.
Pertumbuhan yang begitu signifikan kemungkinan dipengaruhi oleh banyak
faktor, yakni: ekonomi, politik, sosial, budaya, geografis, dan pertahanan
keamanan (Wibowo, 2015).
Model bank syariah yang komprehensif dan detail bermunculan di akhir
tahun 1960-an. Ahmad El Najjar, ekonom Mesir mengajak beberapa
pengusaha mendirikan bank syariah pertama di dunia modern, Mit Ghamr
Savings Bank pada tahun 1963. Bank swasta bebas-bunga, Dubai Islamic
Bank, juga berdiri pada tahun 1975 oleh sekelompok pebisnis dari beberapa
Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun yang sama pemerintah
Kuwait mendirikan Kuwait Finance House. Begitu pun seterusnya hingga baru
pada tahun 1992, bank syariah pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank
Muamalat Indonesia (Reza, 2010).
Perbankan syariah memperoleh popularitas sejak awal tahun 1970 dan
terdaftar pertumbuhan yang cukup besar selama bertahun-tahun. Neraca
gabungan bank syariah tumbuh dari $ 150 juta pada tahun 1990 menjadi
sekitar $ 1 milyar pada tahun 2010 dengan lebih dari 300 lembaga syariah
yang beroperasi di 80 negara (Siraj and Pillai, 2012).
Tahun 2011 merupakan tahun yang luar biasa bagi pertumbuhan industri
jasa keuangan di dunia. Pada tahun ini industri keuangan syariah menembus
angka USD1.357 triliun. Penerbitan Sukuk tumbuh 77% atau senilai USD85
milyar. Sedangkan pertumbuhan perbankan syariah global tumbuh 16,04%.
Tentunya ini adalah yang menggembirakan bagi industri keuangan syariah
global. Berikut dijelaskan negara-negara yang mengalami pertumbuhan
menurut Islamic Finance Index Country (IFCI) adalah Iran, Malaysia, Arab
Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
Bank syariah mengalami ekspansi yang luar biasa. Bank syariah
memperoleh pangsa pasar yang cepat di negara-negara domestik mereka.
Tentunya, evaluasi kinerja bank syariah sangat penting karena efek globalisasi
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu
perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem
perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan atau keuangan
yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah (Bank Indonesia, 2007).
Kini perkembangan perbankan syariah di Indonesia mengalami
pertumbuhan cukup baik. Hal tersebut didukung dengan perkembangan
jumlah perbankan syariah yang tercatat di Bank Indonesia (BI) menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah
bank umum syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2015,
jumlah industri Bank Umum Syariah (BUS) tercatat sebanyak 12 bank, jumlah
Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 22 bank, dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) sebanyak 160 bank.
Dalam cetak biru pengembangan perbankan syariah, saat ini perbankan
syariah nasional berada pada fase keempat (2013-2015) yaitu pencapaian
pangsa yang signifikan dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dengan
sektor keuangan syariah lainnya. Namun, dalam perkembangannya perbankan
syariah di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan target yang
diinginkan. Dalam Statistik Perbankan Indonesia per Mei 2016 total aset bank
umum syariah dan unit usaha syariah mencapai 211.352 (dalam miliar rupiah).
Jumlah ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total aset perbankan
Artinya pangsa pasar perbankan syariah masih sangat kecil hanya 3,39%,
padahal target pangsa pasar perbankan syariah adalah sebesar 15% pada akhir
tahun 2015. Hal ini tentunya mendorong bagi praktisi perbankan syariah agar
sesegera mungkin mencari strategi pengembangan perbankan syariah secara
lebih massif.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya
Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di
dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang mustahil’ karena potensi
Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar,
diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah
industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang
oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign credit
rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat
investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri
keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang
dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah
(Alamsyah, 2012).
Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2016,
Indonesia menduduki urutan keenam negara yang memiliki potensi dan
kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Malaysia,
dalam Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dengan melihat
beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah,
jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan
syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan
menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini
sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset
perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan
sukuk yang terus meningkat.
Tabel 1. 1 Islamic Finance Country Index (IFCI) Ranks for 2011 - 2016
Rank 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Iran Iran Iran Iran Iran Malaysia
2 Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Iran 3 SaudiArabia SaudiArabia SaudiArabia SaudiArabia SaudiArabia SaudiArabia 4 Indonesia Kuwait UAE Bahrain UAE UAE 5 Kuwait UAE Indonesia Kuwait Kuwait Kuwait 6 Pakistan Bahrain Bahrain UAE Bahrain Indonesia 7 UAE Indonesia Kuwait Indonesia Indonesia Qatar 8 Bahrain Pakistan Pakistan Sudan Qatar Bahrain 9 Bangladesh Qatar Sudan Pakistan Sudan Pakistan 10 Sudan Sudan Bangladesh Qatar Pakistan Bangladesh Source: Global Islamic Financial Report (GIFR) 2016
Keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia
adalahregulatory regimeyang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain.
Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat
terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang merupakan institusi yang independen. Sementara di negara lain,
fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya
berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM), tidak berdiri sendiri secara
independen (Alamsyah, 2012).
Indonesia menempati peringkat kesembilan negara dengan industri
keuangan syariah terbesar di dunia, dengan total aset mencapai US$35,63
milyar atau setara Rp420,43 triliun (Lavinda, 2014). Berdasarkan Laporan
Perkembangan Keuangan Syariah 2014, total aset keuangan syariah Indonesia
hanya 2,1% dari total aset finansial syariah di seluruh dunia yang tercatat
mencapai US$1,66 triliun.
Menurut Alamsyah (2012), bank syariah di Indonesia lebih profitable
dibanding dengan bank syariah di Malaysia maupun Kawasan Timur Tengah,
terlihat dari tingginya indikator ROA maupun ROE. Tak heran jika banyak
investor asing yang tertarik untuk mendirikan atau membeli bank syariah di
Indonesia. Profitabilitas yang tinggi ini tentunya akan mempercepat akselerasi
pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia sehingga dapat mencapai skala
ekonomi yang efisien.
Sekarang ini, lingkungan internasional dan domestik dimana bank
syariah beroperasi akan menjadi lebih menantang. Karena situasi ini, penting
untuk lembaga perbankan syariah untuk memperkuat kinerja bisnis mereka
dalam rangka untuk menghadapi persaingan kuat dari bank domestik dan
asing (bank syariah maupun konvensional). Profitabilitas yang sehat dan
Profitabilitas dan efisiensi juga menjadi salah satu tantangan yang
dihadapi oleh bank untuk memperkuat posisi keuangan mereka dalam rangka
untuk memenuhi risiko yang terkait dengan keterbukaan dan globalisasi
(Almazari, 2014).
Menurut Kasmir (2002), dalam melakukan kegiatan operasionalnya,
bank memiliki tujuan utama yaitu mencapai tingkat profitabilitas yang
maksimal. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk menghasilkan
atau memperoleh laba secara efektif dan efisien. Secara garis besar, laba yang
dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan pendapatan investasi yang
dilakukan oleh perusahaan.
Profitabilitas bank akan mampu menunjukkan pendapatan yang
dihasilkan oleh perusahaan dalam satu atau setiap periode. Profitabilitas tinggi
pada bank dapat menunjukkan bahwa mayoritas kinerja bank yang baik,
karena diasumsikan bahwa bank telah beroperasi secara efektif dan efisien,
serta sangat memungkinkan untuk mengembangkan usahanya. Intinya adalah
profitabilitas menunjukkan efisiensi perusahaan.
Evaluasi kinerja perbankan syariah saat ini cenderung memprioritaskan
aspek pencarian laba. Hal ini cenderung menepikan peran perbankan syariah
dalam fungsi sosialnya (Ashar dalam Imansari, 2015). Penilaian kinerja pada
perbankan konvensional maupun syariah biasanya hanya dilihat dari
Asset, Management,Earning, Liquidity, Sensitivity of Market Risk) dan EVA
(Economic Value Added) (Antonio et al, 2012).
Apabila perbankan syariah hanya menggunakan pengukuran yang sama
dengan perbankan konvensional untuk mengukur kinerjanya, maka akan
terdapat ketidaksesuaian nilai dari penggunaan indikator kinerja perbankan
konvensional dengan objek yang lebih luas yang terdapat pada perbankan
syariah (Mohammed et al, 2008). Dan selama bank syariah menjalankan
peraturan konvensional untuk operasi mereka, maka mereka akan terlihat
memiliki penilaian kinerja yang kurang bagus dibanding bank konvensional
(Mohammed et al, 2015). Diperlukan pengembangan pengukuran fungsi sosial
dari perbankan syariah disamping hanya kinerja keuangan yang selama ini ada
(Ashar dalam Imansari, 2015).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melihat
lebih mendalam tentang perbandingan kinerja perbankan syariah di asia
khususnya di kawasan Asia Tenggara dan kawasan Timur Tengah, di mana
terjadi pertumbuhan perbankan syariah yang luar biasa. Maka dari itu
penelitian ini diberi judul: ”Analisis Komparatif Kinerja Perbankan Syariah di Asia”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
1. Apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan berdasarkan nilai
indeks maqasid (Maqasid Index) antara perbankan syariah di Indonesia
dengan perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab,
Kuwait, dan Qatar?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tujuan syariah
pembentukan keadilan pada perbankan syariah di Indonesia dengan
perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait,
dan Qatar?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tujuan syariah
kepentingan publik pada perbankan syariah di Indonesia dengan
perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait,
dan Qatar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah
untuk:
a. Menguji apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan berdasarkan
nilai indeks maqasid (Maqasid Index) dan membandingkannya antara
perbankan syariah di Indonesia dengan perbankan syariah di Malaysia,
Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.
b. Menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan nilai tujuan syariah
perbankan syariah di Indonesia dengan perbankan syariah di Malaysia,
Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.
c. Menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan nilai tujuan syariah
ketiga yaitu kepentingan publik dan membandingkannya antara perbankan
syariah di Indonesia dengan perbankan syariah di Malaysia, Iran, Arab
Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.
D. Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Praktis
i. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan manajemen perbankan
sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja bank sehingga dapat lebih
meningkatkan nilai perusahaan di mata dunia.
ii. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan,
yaitu Bank Indonesia sebagai sarana evaluasi penetapan kebijakan bagi
bank syariah di masa depan.
iii. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian
b. Manfaat Teoritis
i. Dapat mengaplikasikan dan mengembangkan pengetahuan peneliti
terhadap masalah yang diteliti.
ii. Dapat memberikan tambahan pengetahuan terutama yang berkaitan
dengan bidang perbankan. Selain itu juga menjadi tambahan
pengetahuan antara teori dengan terapan praktis dalam akuntansi
keuangan.
iii. Dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai perbankan luar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Bank Syariah
a. Pengertian
Pengertian dari perbankan syariah menurut pasal 1 UU No. 21
Tahun 2008 adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank
syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah
bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
b. Prinsip Bank Syariah
Pasal 22 UU Perbankan Syariah menjelaskan bahwa kegiatan
yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim
(Hasan, 2009:31).
Penjelasan prinsip syariah dalam UU Perbankan Syariah agak
berbeda dengan yang diulas dalam Pasal 1 angka 13 UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.
Ini berarti, prinsip syariah dalam UU No. 10 Tahun 1998
menegaskan apa yang harus dilakukan perbankan syariah sehingga
terkesan memberi kerangkeng yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan
prinsip syariah dalam UU Perbankan Syariah menegaskan apa yang
harus dihindari perbankan syariah ketika melakukan kegiatan ekonomi
apa saja serta memberikan ruang kepada fatwa ulama untuk
c. Tujuan Bank Syariah
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 pasal 3, perbankan
syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan
kesejahteraan rakyat.
Perbankan syariah berkaitan erat dengan penilaian kinerja.
Dengan melakukan penilaian kinerja, kita menjadi tahu apakah tujuan
dari perbankan syariah tersebut telah tercapai atau belum tercapai, atau
dapat menggambarkan sejauh mana pencapaian tujuan yang telah
dicapai oleh perbankan syariah.
d. Fungsi Bank Syariah
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 pasal 4, fungsi
bank syariah adalah:
1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat.
2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2. Sejarah Perbankan Syariah di Dunia
Meski Iran dinobatkan sebagai negara dengan aset keuangan syariah
terbesar di dunia, namun sebenarnya Iran bukanlah negara pelopor bagi
industri tersebut. Berdasarkan sejarah keuangan syariah di dunia, jauh
sebelum Iran melakukan revolusinya, negara-negara lain sudah berusaha
menciptakan sistem keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Meskipun beberapa di antaranya kemudian mengalami kegagalan atau
kemunduran dikarenakan kurangnya dukungan dari masyarakat dan
pemerintah (Reza, 2010).
a. Mesir
Literatur ekonomi islam, khususnya yang membahas sejarah
perbankan syariah, lebih banyak menuliskan bahwa eksperimen
perbankan syariah modern pertama kali dapat dilacak pada pendirian
Mit Ghamr Savings Bank pada tanggal 25 Juni 1963 di sebuah provinsi
pedesaan Delta Nil, Mesir (Lee dan Detta, 2007:2). Pada tahun 1971,
pemerintahan baru Anwar Sadat merevitalisasi konsep perbankan
membawa bisnis yang didasari konsep syariah, diikuti Faisal Islamic
Bank of Egypt, Islamic International Bank for Investment and
Development, dan Egyptian Saudi Finance Bank (Lee dan Detta,
2007:6).
b. Pakistan
Pada tahun 1979, empat institusi keuangan (House Building
Finance Corporation, Investement Corporation of Pakistan, National
Investment Trust, dan Bankers Equity Limited) mulai menawarkan
fasilitas berdasarkan prinsip syariah. Pada bulan Juni 1980, Bank
Negara Pakistan mulai menggunakan metodeprofit-sharing(bagi hasil)
dan mark-up (marjin) untuk transaksi yang melibatkan government
bodies. Mulai Januari 1985, seluruh transaksi keuangan yang
melibatkan pemerintahan, perusahaan negara, dan perusahaan saham
menjadi bebas-bunga dan sejak 15 Juli 1985 seluruh tabungan yang
ditempatkan dalam lembaga keuangan menjadi bebas-bunga (Lee dan
Detta, 2007:8).
c. Sudan
Islamisasi sistem perbankan Sudan dilakukan pada tahun 1977
ketika Faisal Islamic Bank of Sudan didirikan di bawah FIBS Act of
the National People’s Council. Sesudah itu, lima bank syariah lain
Co-operative Bank, Al Baraka Bank of Sudan, dan Islamic Bank for
Western Sudan) didirikan (Lee dan Detta, 2007:8).
d. Malaysia
Bank Islam Malaysia Berhad didirikan pada tahun 1983 dan
terdaftar secara umum pada tanggal 17 Januari 1992. Undang-Undang
Perbankan Syariah 1983 mulai berlaku efektif pada tanggal 7 April
1983. Pada tanggal 1 Oktober 1999, bank syariah kedua, Bank
Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) mulai beroperasi. Pendirian
BMMB merupakan dampakspin-offsetelah terjadi merger antara Bank
Bumiputera Malaysia Berhad dan Bank of Commerce (Malaysia)
Berhad (Lee dan Detta, 2007:10).
e. Turki
Turki adalah satu-satunya negara muslim yang dengan
sepenuhnya sekular dalam sistem perbankannya. Akan tetapi, pada
bulan Desember 1983, undang-undang yang berkaitan dengan
perbankan syariah disahkan. Sebagai ganti perbankan syariah, Special
Finance House digunakan, seperti Albaraka Turkish Finance House
dan Faisal Finance Institution Incorporation yang menyediakan
f. Eropa dan Amerika
Tahun 1983 berdiri The International Islamic Bank of Denmark
yang merupakan bank syariah pertama yang berdiri di kawasan Eropa.
Kemudian disusul dengan Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan
Bank, dan Jardine Fleming yang juga membuka jendela bank syariah
(Amin, 2009:69).
3. Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
beragam suku bangsa, bahasa, dan agama. Meskipun bukan negara Islam,
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia
dengan jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 88 persen, Kristen 5
persen, Katolik 3 persen, Hindu 2 persen, Budha 1 persen, dan lainnya 1
persen. Semakin majunya sistem keuangan dan perbankan serta semakin
meningkatnya kesejahteraan, kebutuhan masyarakat, khususnya muslim,
menyebabkan semakin besarnya kebutuhan terhadap layanan jasa
perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah (Ascarya, 2006:201).
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember
2015, jumlah industri Bank Umum Syariah (BUS) tercatat sebanyak 12
bank, jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 22 bank, dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebanyak 160 bank.
Namun perkembangan ini masih dianggap baru dalam jumlah institusi.
Indikasinya, pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia
masih belum banyak berkembang. Dalam Statistik Perbankan Indonesia
per Mei 2016 total aset bank umum syariah dan unit usaha syariah
mencapai 211.352 (dalam miliar rupiah). Jumlah ini masih relatif kecil jika
dibandingkan dengan total aset perbankan nasional secara umum yang
mencapai 6.243.113 (dalam miliar rupiah). Artinya pangsa pasar
perbankan syariah masih sangat kecil hanya 3,39%, padahal target pangsa
pasar perbankan syariah adalah sebesar 15% pada akhir tahun 2015.
Indonesia juga merupakan negara penerbit sukuk terbesar ke-4 pada
tahun 2012 lalu. Sehingga pihak regulator di Indonesia saat ini sedang
bekerja keras untuk menarik perhatian perbankan dan industri keuangan
syariah dunia dengan meningkatkan sistem regulasi yang baik untuk
mengakomodasi perbankan dan keuangan syariah (Global Islamic
Financial Report, 2013).
Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat melalui
beberapa hal, yaitu (Ascarya, 2006:202-205):
a. Sistem Keuangan dan Perbankan
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem ekonomi
kapitalis. Mulai tahun 1992, dengan dikeluarkannya Undang-Undang
sistem keuangan dan perbankan ganda karena bank boleh beroperasi
dengan prinsip bagi hasil.
b. Aliran Pemikiran
Mayoritas penduduk muslim Indonesia menganut Mazhab Syafi’i.
Namun demikian, ulama Indonesia mengaplikasikan prinsip syariah
dalam dunia perbankan dengan hati-hati dan cenderung memiliki
pendapat yang sama dengan Ulama Timur Tengah.
c. Kedudukan Bank Syariah dalam Undang-Undang
Bank syariah di Indonesia baik yang berbentuk Bank Umum
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), maupun Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS), berada di bawah Undang-Undang No. 21
Tahun 2008. Bank syariah di Indonesia dapat melakukan transaksi
berdasarkan titipan, pinjaman, bagi hasil, jual beli, sewa, serta prinsip
lain yang dibolehkan oleh syariah.
d. Kedudukan Dewan Syariah
Otoritas syariah tertinggi di Indonesia berada pada Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), yang
merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa yang
berhubungan dengan semua masalah syariah agama Islam, baik
e. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah dan Produknya
Dalam hal strategi pengembangan perbankan syariah dan
produknya, Indonesia memilih pendekatan yang bertahap dan
berkesinambungan yang sesuai syariah dan tidak mengadopsi
akad-akad yang kontroversial.
4. Perbankan Syariah di Malaysia
Malaysia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa dengan pemeluk agama yang beragam, terdiri dari Islam 58 persen,
Hindu 8 persen, Kristen 24 persen, dan lainnya 10 persen. Namun
demikian, agama resmi negara adalah Islam. Oleh karena itu, pemerintah
Malaysia mempunyai kewajiban untuk mengakomodasi pengembangan
lembaga keuangan syariah di Malaysia sesuai dengan agama Islam yang
dianut negara dan mayoritas rakyatnya. Atas dasar tersebut Malaysia mulai
menerapkan dual economic system dan mengembangkan sistem keuangan
dan perbankan syariah sejak 1983 (Ascarya, 2006:178).
Malaysia merupakan negara pertama yang memperkenalkan sistem
perbankan syariah di Asia Tenggara, yakni ketika beroperasinya Bank
Islam Malaysia Berhad pada 1983 setelah disahkannya Undang-Undang
Perbankan Islam Nomor 276 Tahun 1983 (Hasan dalam Syukron, 2013).
Dan pada tanggal 1 Oktober 1999, berdirilah bank syariah kedua, yaitu
merger antara Bank Bumiputera Malaysia Berhad dan Bank of Commerce
(M) Berhad (Samad dan Hassan, 2000).
Perbankan syariah di Malaysia memiliki karakteristik yang unik,
beberapa diantaranya adalah (Ascarya, 2006:181-184):
a. Sistem Keuangan dan Perbankan
Malaysia adalah negara yang menerapkan sistem keuangan dan
perbankan ganda (dual financial and banking system) mulai tahun
1983 ketika dikeluarkannya undang-undang perbankan syariah pada
tahun 1983 dan undang-undang asuransi syariah pada tahun 1984.
b. Aliran Pemikiran
Mayoritas penduduk muslim Malaysia meganut Mazhab Syafi’i.
Meskipun memiliki mazhab yang sama dengan mayoritas muslim
Indonesia, aplikasi prinsip syariah dalam dunia perbankan dapat
berbeda, tergantung pada pemahaman dan pendapat ulamanya.
c. Kedudukan Bank Syariah dalam Undang-Undang
Bank syariah di Malaysia berada di bawah undang-undang yang
berbeda tergantung dari bentuk institusinya. Bank syariah penuh (full
fledged Islamic bank) berada di bawah undang-undang perbankan
syariah atau Islamic Banking Act yang diterbitkan pada tahun 1983.
menawarkan produk-produk bank syariah berada di bawah
undang-undang perbankan konvensional. Dengan perbedaan undang-undang-undang-undang
yang mengaturnya, operasi full fledged Islamic bank menjadi lebih
leluasa daripada Islamic windows terutama dalam penerapan
ketentuan-ketentuan syariah.
d. Kedudukan Dewan Syariah
Otoritas syariah tertinggi di Malaysia berada pada NSAC
(National Syariah Advisory Council on Islamic Banking and Takaful)
dan berada dalam struktur organisasi Bank Negara Malaysia (BNM).
NASC didirikan dengan tujuan untuk bertindak sebagai satu-satunya
badan otoritas yang memberikan saran kepada BNM berkaitan dengan
operasi perbankan dan asuransi syariah; mengkoordinasi isu-isu
syariah tentang keuangan dan perbankan syariah; serta menganalisis
dan mengevaluasi aspek-aspek syariah dari skim atau produk baru
yang diajukan oleh institusi perbankan dan perusahaan takaful.
e. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah dan Produknya
Berbagai produk dan instrumen keuangan syariah di Malaysia
populer menggunakan akad atau mengandung unsur Bai’ Al-Inah dan
Bai’ Al-Dayn. Dengan menerapkan kedua akad ini, produk dan
instrumen keuangan syariah dapat menyerupai produk dan instrumen
keuangan konvensional. Apabila di perbankan konvensional ada kartu
seterusnya, sehingga hampir semua produk dan instrumen keuangan
konvensional selalu ada padanannya pada produk dan instrumen
keuangan syariah.
5. Perbankan Syariah di Iran
Republik Islam Iran atau Iran adalah sebuah negara Timur Tengah
yang terletak di Asia Barat Daya. Sebagian besar penduduk Iran adalah
Muslim. Iran merupakan satu dari lima negara yang penduduk Muslim
mayoritasnya mengikuti ajaran Syi'ah, 90% dari jumlah penduduk adalah
penganut ajaran Syi'ah, sementara ajaran Sunni dianut oleh 8% dari
penduduknya, 2% lagi adalah penganut agama Baha'i, Mandean, Hindu,
Zoroastrianisme, Yahudi, dan Kristen.
Sistem perbankan Islam di Iran dilaksanakan secara bertahap.
Pelaksanaannya memakan waktu enam tahun agar sistem tersebut dapat
terlaksana secara penuh. Langkah pertama yang diambil setelah pendirian
sistem perbankan Islam adalah memperkenalkan biaya jasa (service
charge) ke dalam sistem perbankan di tahun 1981 untuk menggantikan
sistem riba. Pada saat yang sama, peraturan perundang-undangan yang
komprehensif untuk pengislamisasian seluruh sistem perbankan telah
disusun oleh sebuah komite yang terdiri atas para banker, para akademisi,
usahawan, dan ulama. Akhirnya pada bulan Maret 1982, komite tersebut
Council. Undang-undang tersebut diundangkan pada Agustus 1983
sebagaiThe Law for Usury-Free Banking(Haron dalam Syukron, 2013).
Sejak tanggal 21 Maret 1984, nasabah penyimpan tidak
diperbolehkan menempatkan uang mereka ke dalam rekening berunsur
riba dan bank-bank tidak diizinkan menyediakan fasilitas kredit
berdasarkan bunga. Mulai bulan Maret 1985, seluruh sistem perbankan di
Iran telah berubah sepenuhnya menjadi sistem perbankan Islam (Sjahdeini,
2010:80-81).
Hal ini bisa dilihat dalam penilaianGlobal Islamic Financial Report
(GIFR) tahun 2011 sampai 2015, Iran menduduki urutan teratas diikuti
Malaysia dan Arab Saudi diposisi kedua dan ketiga dari 42 negara yang
memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan
syariah. Menurut Syukron (2013), hal ini dikarenakan kepiawaian Iran
dalam berperan secara efektif di kawasan Teluk dan Asia Tengah. Selain
itu, Iran memiliki bank Islam terbesar di dunia, dan tentu saja terletak
lebih sentral ke dunia Islam, sehingga Iran mampu menarik investasi dari
kawasan Teluk seperti UEA dan Bahrain.
6. Perbankan Syariah di Arab Saudi
Penduduk Arab Saudi adalah mayoritas berasal dari kalangan bangsa
Arab sekalipun juga terdapat keturunan dari bangsa-bangsa lain serta
Sejarah sistem perbankan di Arab Saudi dimulai dengan dibentuknya
Badan Moneter Arab Saudi atau Saudi Arabia Monetery Agency (SAMA)
pada Oktober 1952. Pada tahun 1957, Al-Rajhi Bank sebagai bank syariah
pertama yang didirikan di Arab Saudi. Saat ini Al-Rajhi Bank merupakan
bank syariah terbesar di dunia dalam hal kapitalisasi pasar dengan total
aset sebesar US$ 33 milyar dan kapitalisasi pasar sebesar US$ 4 milyar.
Setelah itu muncul bank-bank syariah lainnya seperti Bank Alinma, Bank
Aljazira, dan Bank Albilad (Alhozaimy, 2009).
Untuk memperkuat industri keuangannya, Arab Saudi memperkuat
kerja sama sesama negara teluk dengan berdirinya Gulf Cooperation
Council (GCC) pada 25 Mei 1981 yang terdiri dari Bahrain, Kuwait,
Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Salah satu tujuan
didirikannya GCC ini adalah untuk merumuskan peraturan yang sama di
berbagai bidang seperti ekonomi, keuangan, perdagangan, bea cukai,
pariwisata, hukum, dan administrasi (Syukron, 2013).
Untuk sektor perbankan, Arab Saudi memiliki proporsi tertinggi di
dunia dari aset perbakan syariah terhadap total aset perbankan melebihi
20%, karena semua bank disana memiliki operasional yang sesuai dengan
prinsip syariah, mulai dari yang sepenuhnya bank syariah sampai yang
baru membuka jendela bank syariah. Sektor perbankan Arab Saudi saat ini
terdiri dari 22 bank komersial, termasuk 12 bank lokal dan 10 cabang
Albilad, dan Alinma Bank) yang sudah menjadi Bank Umum Syariah
(Syukron, 2013).
Dengan potensi besar di bidang-bidang seperti real estate, equity,
infrastruktur dan pembiayaan proyek dan modal pertumbuhan pasar
melalui penerbitan sukuk, investasi prospek Kerajaan Arab Saudi untuk
keuangan Islam sangat positif. Dari sudut pandang hukum, dibandingkan
dengan lima anggota lainnya di GCC, Arab Saudi mungkin yang paling
terbuka untuk investasi asing, karena ada peraturan yang telah direvisi oleh
Saudi Arabian Monetary Authority dan Modal Otoritas Pasar untuk
membuka pasar dan mendorong investasi asing dan bakat ke dalam negara
(Hukmi, 2012).
7. Perbankan Syariah di Uni Emirat Arab
Uni Emirat Arab adalah sebuah negara federasi dari tujuh negara
bagian (emirat) yang kaya akan minyak bumi. Tujuh emirat tersebut
adalah Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan
Umm al-Qaiwain. Kebanyakan masyarakatnya adalah keturunan Persia
dan mayoritas beragama Islam.
Uni Emirat Arab adalah pasar yang dinamis dan berkembang untuk
bisnis, khususnya di bidang jasa keuangan. Komunitas perbankan di Uni
Emirat Arab terdiri dari 46 bank, yang terbesar di Gulf Cooperation
Council (GCC) setelah Arab Saudi. Tahun 2003 merupakan tahun rekor
laba bersih sekitar 16 persen. Menurut bank sentral, laba bersih agregat
dari 21 bank nasional dan 25 bank asing di Uni Emirat Arab sebesar DH
5,67 milyar ($ 1,54 milyar). Dari 21 bank nasional, 3 adalah lembaga
keuangan Islam dengan total aset gabungan DH 29,93 milyar ($ 8,14
milyar), yang setara dengan 9,5 persen dari total aset 46 bank yang
dimiliki oleh Uni Emirat Arab. Bank Umum Syariah pertama didirikan di
Dubai pada 1974 dan bank Islam multilateral menjalankan fungsinya pada
tahun 1976 yaitu Islamic Development Bank (Bley dan Kuehn, 2004).
Ada tiga jenis sistem keuangan negara-negara muslim. Yang pertama
adalah sistem keuangan Islam yang sepenuhnya (fully-fledged) seperti Iran,
Pakistan dan Sudan; negara-negara telah dikonversi sistem keuangan
mereka ke dalam sistem bebas bunga. Kedua, negara-negara yang
menggunakan sistem keuangan ganda (dual financial system) baik Islam
dan konvensional, seperti Bahrain dan Malaysia; mereka telah mendirikan
lembaga Islam untuk mengawasi dan mengatur kegiatan sistem keuangan
mereka berdampingan dengan lembaga biasa. Ketiga, sebagian besar
negara-negara muslim termasuk Uni Emirat Arab menggunakan sistem
keuangan konvensional; meskipun, mereka memiliki lembaga keuangan
Islam di sistem mereka, mereka masih memiliki sistem tradisional dan
tidak ada badan Islam khusus dalam sistem mereka (Schmith dalam
8. Perbankan Syariah di Kuwait
Kuwait adalah negara monarki yang terletak di Semenanjung Arab di
Asia Barat Daya. Sebelum penemuan minyak di tahun 1930-an yang
membuatnya menjadi salah satu negara terkaya di dunia, Kuwait adalah
negara Arab miskin yang sedikit diketahui orang. Mayoritas penduduk
Kuwait adalah Muslim.
Kuwait juga merupakan salah satu negara-negara Islam yang telah
memperhatikan perbankan syariah. Pada dasarnya artikel kedua di dalam
Constitution of Kuwait telah menyatakan dengan jelas syariah adalah
sumber utama pembuatan hukum dan Islam adalah agama resmi negara.
Hal ini telah memengaruhi pembuatan hukum dalam kegiatan perbankan
sehingga apapun yang menerima atau membayar riba (bunga dalam
kontrak pinjaman) secara resmi dilarang menurut 305 dan 547 artikel
hukum dalam hukum perdata Kuwait. Tetapi terdapat hukum-hukum
lainnya yang diterima di Kuwait yang mengecualikan kegiatan ekonomi
dari artikel hukum yang terkait dengan pelarangan bunga. Oleh karena itu,
menerima dan membayar diperbolehkan dalam kegiatan komersial
(Ballantyne dalam Zanganeh, 2015).
Terjadi perubahan besar di industri perbankan Kuwait, yaitu industri
keuangan syariah telah mengambil alih perbankan di negara tersebut. Saat
ini terdapat lima lembaga perbankan syariah di Kuwait, yakni Kuwait
International Bank, dan Warba Bank. Terakhir, Commercial Bank of
Kuwait (CBK) adalah salah satu bank konvensional yang mengubah diri
menjadi lembaga syariah. CBK mengumumkan perubahan itu pada Juli
setelah regulator menyetujui penerbitan obligasi senilai 120 juta dolar
Kuwait (425,16 juta dolar AS). Penerbitan ini dalam rangka proses transisi
CBK menjadi bank syariah (Alamsyah, 2014).
Perkembangan industri keuangan syariah di Kuwait berbanding
terbalik karena saat ini hanya ada empat bank konvensional di negara itu.
Secara umum, aset perbankan konvensional Kuwait tumbuh 8,7 persen
selama sembilan bulan pertama 2013. Angkanya saat ini mencapai 22,5
miliar dolar Kuwait (79,7 dolar AS). Sementara, pertumbuhan industri
keuangan syariah mencapai 11,2 persen hingga April periode tahun yang
sama sebesar 13,5 miliar dolar Kuwait (47,8 miliar dolar AS) (Alamsyah,
2014).
9. Perbankan Syariah di Qatar
Qatar adalah sebuah emirat di Timur Tengah yang terletak di sebuah
semenanjung kecil di Jazirah Arab. Kebanyakan penduduk Qatar
beragama Islam. Selain etnik Arab, Qatar juga terdiri dari banyak
ekspatriat yang bekerja di Qatar dalam industri minyak. Kebanyakan
ekspatriat berasal dari Asia Selatan, yaitu wilayah India, Pakistan, dan
sedangkan yang mengikuti Syi'ah hanya 3 %. Sedangkan penganut Kristen
kebanyakan berasal dari ekspatriat asal Eropa yang bekerja di Qatar.
Qatar merupakan negara Islam yang telah memperhatihan sektor
bisnisnya dalam dunia perbankan syariah. Lembaga keuangan syariah
pertama di Qatar adalah Qatar Islamic Bank (QIB) yang didirikan pada
tahun 1982. Sejak itu, QIB muncul sebagai kekuatan di pasar lokal dan
internasional. Saat ini, bank memainkan peran utama dalam
mengembangkan produk dan jasa keuangan yang kompetitif dan inovatif
berbasis syariah di seluruh dunia. QIB memegang pangsa pasar 19 persen
dari keseluruhan pasar perbankan Qatar. Hal ini membuat QIB sebagai
pelopor bank syariah di Qatar dan salah satu dari lima besar secara global
(Qommarria, 2013).
Laporan dari The Standard & Poor mencatat wilayah GCC memiliki
salah satu pasar perbankan syariah terbesar di dunia, dan menikmati metrik
kinerja yang sehat. Selain itu, dukungan pemerintah untuk sektor ini akan
membantu bank-bank syariah untuk terus memperluas pangsa pasar
mereka. Salah satunya adalah Qatar, bank-bank Islam di Qatar tumbuh
dalam neraca keseimbangan 28 persen antara tahun 2009 sampai 2013
ketika mereka memanfaatkan investasi besar pemerintah (Suharso, 2014).
Aset perbankan syariah Qatar diperkirakan tumbuh menjadi 100
miliar dolar AS pada 2017. Angka tersebut naik dari 54 miliar dolar AS
telah melampaui bank-bank di negara-negara tetangga di GCC, karena
investasi infrastruktur yang besar di bidang ini dari pemerintah Qatar
selama beberapa tahun terakhir (Suharso, 2014).
Dari 15 bank syariah dunia, peringkat teratas dihuni oleh dua bank
asal Qatar sebagai bank syariah paling efisien di dunia. Negeri petrodollar
ini sendiri menyumbangkan empat nama, yaitu Masraf Al Rayan pada
peringkat pertama, Qatar International Islamic Bank pada peringkat kedua,
Qatar Islamic Bank pada peringkat keempat, dan Barwa Bank pada
peringkat dua belas (Dream, 2015).
10. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah laporan periodik yang di susun menurut
prinsip-prinsip akuntansi yang di terima secara umum tentang status
keuangan dari individu, asosiasi, atau organisasi bisnis. Laporan keuangan
bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan (pengguna laporan keuangan) dalam pengambilan
keputusan ekonomi yang rasional (Al Arif dan Rahmawati, 2015).
Menurut Kasmir (2014), laporan keuangan bank menunjukkan
kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca
bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen
manajemen dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta
mempertahankan kekuatan yang dimilikinya.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Di samping itu, tujuan lainnya adalah
(Ihsan, 2013):
a. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua
transaksi dan kegiatan usaha;
b. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta
informasi aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah, bila ada, dan bagaimana perolehan dan
penggunaannya;
c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh
penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas
syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah,
Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan
suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Dalam rangka peningkatan
transparansi kondisi keuangan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun
dan menyajikan laporan keuangan dalam bentuk dan cakupan yang terdiri
dari (Siamat, 2005):
a. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan
Laporan tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu
bank dalam kurun waktu satu tahun.
Laporan keuangan tahunan adalah laporan keuangan akhir tahun
bank yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang
berlaku dan wajib diaudit oleh Akuntan Publik.
b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
Laporan keuangan publikasi triwulanan adalah laporan keuangan
yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku
dan dipublikasikan setiap triwulan.
c. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan
Laporan ini adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan
laporan bulanan bank umum yang disampaikan kepada Bank Indonesia
d. Laporan Keuangan Konsolidasi
Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan
atau memiliki anak perusahaan, wajib menyusun laporan keuangan
konsolidasi berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang
berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
11. Kesehatan Perbankan Syariah
Tingkat kesehatan bank adalah bank yang dapat menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik, yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan
masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakan, terutama kebijakan moneter (Veithzal,
2007:118).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko,
bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari
operasional bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank
tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan
strategi usaha dimasa yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia
antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi
pengawasan bank oleh Bank Indonesia (Santoso dan Sigit Triandaru,
2006:51).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Kesehatan bank harus dipelihara dan/atau ditingkatkan agar kepercayaan
masyarakat terhadap bank dapat tetap terjaga. Selain itu, tingkat kesehatan
bank digunakan sebagai salah satu sarana dalam melakukan evaluasi
terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi bank serta menentukan
tindak lanjut untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan bank, baik
berupa corrective action oleh bank maupun supervisory action oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
No. 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, tingkat kesehatan bank adalah hasil
penilaian kondisi bank yang dilakukan berdasarkan risiko termasuk risiko
terkait penerapan prinsip syariah dan kinerja bank atau disebut dengan
Risk-based Bank Rating.
Ketentuan tentang kesehatan bank (Bank Konvensional termasuk
UUS-nya serta Bank Syariah yang terdiri dari BUS dan BPRS),
dimaksudkan untuk dipergunakan: a. sebagai tolak ukur bagi manajemen
bank dalam menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sesuai
dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan
ketetuan-ketentuan yang berlaku; dan b. sebagai tolok ukur untuk menetapkan arah
pembinaan dan pengembangan bank, secara sendiri atau keseluruhan
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014,
Bank Umum Syariah wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment)
atas tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara
konsolidasi. Penilaian sendiri (self assessment) tingkat kesehatan bank
dilakukan paling kurang setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan
Desember. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap
faktor-faktor sebagai berikut:
a. Profil Risiko (Risk Profile)
Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian
terhadap risiko inhern dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam
operasional Bank Umum Syariah yang dilakukan terhadap 10 risiko,
yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,
risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, risiko reputasi, risiko
imbal hasil, dan risiko investasi.
b. Good Corporate Governance
Penilaian terhadap faktor Good Corporate Governance
merupakan penilaian terhadap manajemen Bank Umum Syariah atas
pelaksanaan prinsip-prinsipGood Corporate Governance.
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap
kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, dan stabilitas
rentabilitas (sustainability learnings) Bank Umum Syariah.
d. Permodalan (Capital)
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap
tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan Bank
Umum Syariah.
12. Pengukuran Kinerja Perbankan Syariah
Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik tampilan
perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi, dan
karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya (Mulyadi, 2000: 415). Pengukuran kinerja menurut Horngren
(1993: 372) mempunyai tujuan untuk mengukur kinerja bisnis dan
manajemen dibandingkan dengan goal atau sasaran perusahaan. Dengan
kata lain, pengukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk
mengendalikan bisnisnya.
Kinerja perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang
dikeluarkan secara periodik. Laporan keuangan berupa neraca, laba-rugi,
arus kas, dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikan
suatu gambaran tentang posisi keuangan perusahaan. Informasi yang
memperoleh perkiraan tentang laba dan deviden di masa mendatang dan
resiko atas penilaian tersebut (Weston dan Brigham, 1993).
Pengukuran kinerja pada bank syariah kebanyakan masih
menggunakan pengukuran yang sama dengan pengukuran kinerja pada
bank konvensional yaitu dengan menghitung rasio CAMELS (Capital,
Asset, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity of Market Risk). Jika
dilihat dari tujuan perbankan syariah, seharusnya pengukuran yang
digunakan untuk mengukur kinerja perbankan syariah lebih spesifik dan
diarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai berdasarkan syariah, sehingga
dapat mencerminkan bagaimana tujuan-tujuan syariah terpenuhi.
13. Kinerja Perbankan Syariah denganMaqasid Al-Shari’ah Framework
Maqasid al-Shari’ah framework adalah kerangka atau model
pengukuran kinerja perbankan syariah yang sesuai dengan tujuan dan
karakteristik perbankan syariah. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan konsep tujuan syariah berdasarkan Abu Zaharah (1997)
seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut
Abu Zahara (1997), secara spesifik perbankan syariah memiliki tiga tujuan
utama yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Tahdhib al-Fard(Pendidikan Individu)
Tujuan pertama mengungkapkan tentang bagaimana seharusnya
perbankan syariah menyebarkan pengetahuan dan kemampuan serta
Dengan demikian, bank syariah harus merancang program pendidikan
dan pelatihan yang harus mengembangkan tenaga kerja yang
berpengetahuan dan terampil dengan nilai-nilai moral yang tepat.
Mereka juga harus menyebarkan informasi kepada stakeholder
mengenai produk mereka.
b. Iqamah al-’Adl(Pembentukan Keadilan)
Tujuan kedua yaitu perbankan syariah harus meyakinkan bahwa
setiap transaksi dalam aktivitas bisnis dilakukan secara adil termasuk
produk, harga, ketentuan, dan kondisi kontrak. Selain itu perbankan
syariah juga harus meyakinkan bahwa setiap bisnis perbankan bebas
dari elemen-elemen negatif yang dapat menciptakan ketidakadilan
seperti riba, kecurangan, dan korupsi. Secara tidak langsung, bank
harus bijak menggunakan keuntungan dan mengarahkan kegiatan ke
arah yang dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan pendapatan
dan kekayaan.
c. Jalb al-Maslahah(Kepentingan Publik)
Tujuan ketiga yaitu perbankan syariah harus membuat prioritas
mengenai aktivitas bisnis mana yang memberikan manfaat yang lebih
besar bagi masyarakat. Tujuan ini termasuk kegiatan yang mencakup
kebutuhan dasar masyarkat seperti investasi di sektor-sektor vital,
Konsep ini merupakan adaptasi dari konsep yang dikemukakan oleh
Abu Zahara (1997) dalam Mohammed et al (2008, 2015). Ketiga tujuan
diatas oleh Mohammed et al (2008, 2015) diturunkan menjadi beberapa
indikator pengukuran dengan menggunakan metode operasionalisasi
Sekaran. Hal ini dilakukan agar ketiga tujuan syariah diatas dapat secara
operasional diukur dan ditentukan nilainya. Dengan menggunakan metode
Sekaran, penilaian kinerja perbankan syariah berdasarkan konsepMaqasid
al-Shari’ah yang dirumuskan oleh para peneliti muslim adalah sebagai
[image:58.595.109.521.241.710.2]berikut:
Tabel 2. 1 Operasionalisasi Tujuan Perbankan Syariah Concepts
(Objectives) Dimensions Elements PerformanceRatios Sources ofData
1. Educating
Individual D1.Advancement of Knowledge
E1. Education
Grant R1. EducationGrant or Scholarship/ Total Expenses
Annual Report
E2. Research R2. Research Expenses/ Total Expenses
Annual Report
D2. Instilling New Skills and Improvements
E3. Training R3. Training Expenses/ Total Expenses Annual Report D3. Creating Awareness of Islamic Banking
E4. Publicity R4. Publicity Expenses/ Total Expenses Annual Report 2. Establishing Justice D4. Fair
Concepts
(Objectives) Dimensions Elements PerformanceRatios Sources ofData
D5. Cheap Product and Services
E6. Functional
Distribution R6. Mudharabahand Musharakah Modes/ Total Investment Modes Annual Report D6. Elimination of Negative Elements that Breed Injustices E7. Interest
Free Product R7. Interest FreeIncome/ Total Income
Annual Report
3. Maslahah D7.
Profitability of Bank
E8. Profit
Ratio R8. Net Income/Total Assets AnnualReport
D8.
Redistribution of Income and Wealth
E9. Personal
Income E9. Zakah Paid/Net Asset AnnualReport
D9. Investment in Vital Real Sector
E10. Investment Ratio in Real Sector R10. Investment in Real Economic Sector/ Total Investment Annual Report
Sumber: Mohammed et al (2015)
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari pengukuran di atas, maka
dilakukan verifikasi dari model dan pembobotan pada setiap konsep dan
elemen pengukuran melalui wawancara dengan 16 pakar syariah di
Malaysia dan Timur Tengah. Pembobotan tersebut berdasarkan hasil
penelitian dari Mohammed (2015). Bobot rata-rata yang diberikan adalah
Tabel 2. 2 Bobot Rata-Rata untuk Tiga Tujuan dan Sepuluh Elemen
Objectives AverageWeight
(Out of 1) Elements
Average Weight (Out of 1)
O1. Educating
(Tahdhib al-Fard) 0,30 E1. Education Grant/DonationsE2. Research 0,240,27
E3. Training 0,26
E4. Publicity 0,23
Total 1
O2. Justice
(Al-’Adl) 0,41 E5. Fair ReturnsE6. Fair Price 0,300,32
E7. Interest Free Product 0,38
Total 1
O3. Public Interest
(Al-Maslahah) 0,29 E8. Bank’s Profit RatiosE9. Personal Income Transfers 0,330,30
E10. Investment Ratios in Real
Sector 0,37
Total 1 Total 1
Sumber: Mohammed et al (2015)
B. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang meneliti maqasid
al-shari’ah dari bank syariah di seluruh dunia. Salah satu penelitian awal
dilakukan oleh Mohammed et al (2008) berjudul The Performance Measures
of Islamic Banking Based on the Maqasid Framework. Penelitian ini pertama
kali disampaikan pada IIUM International Accounting Conference (INTAC IV)
pada tahun 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengajukan apa saja tujuan
dari perbankan syariah yang diturunkan dari teori Maqasid al-Shari’ah dan
membuat suatu model pengukuran kinerja perbankan syariah berdasarkan teori
tersebut. Sampel bank syariah yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 6
menggunakan metode baru dalam mengukur kinerja perbankan syariah yaitu
dengan metodeSimple Additive Weighted (SAW) sekaligus merumuskan nilai
pembobotannya. Hasil lainnya menyatakan bahwa dari keenam sampel yang
diuji menggunakan maqasid index tidak terdapat satu bank pun yang dapat
mencapai nilai kinerja yang tinggi berdasarkan 7 dari 10 rasio yang digunakan.
Bedanya penelitian Mohammed et al (2008) dengan penelitian ini adalah
selain menggunakan metode SAW peneliti juga menggunakan uji ANOVA
untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara tujuh negara sampel
(Indonesia, Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Antonio et al (2012). Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur kinerja perbankan syariah di Indonesia dan
Jordania. Sampel bank syariah yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah
4 bank syariah, masing-masing negara mewakilkan 2 bank syariah terbesar di
negaranya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SAW
dan MADM (Multiple Attribute Decision Making). Hasil dari penelitian ini
yaitu terdapat perbedaan kinerja perbankan syariah di Indonesia dan di
Jordania. Kesimpulan dari penelitian ini adalah belum adanya bank syariah
yang mampu mencapai nilai maqasid index yang tinggi dalam kinerjanya.
Bedanya penelitian Antonio (2012) dengan penelitian ini adalah selain
menggunakan metode SAW peneliti juga menggunakan uji ANOVA untuk
melihat apakah terdapat perbedaan antara negara sampel yang diteliti. Dan
tujuh negara di Asia (Indonesia, Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab,
Kuwait, dan Qatar).
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Mohammed et al (2015) dengan
judul Developing Islamic Banking Performance Measures Based on Maqasid
Al-Shari’ah Framework: Cases of 24 Selected Banks. Penelitian ini
merupakan pengembangan dari penelitian Mohammed sebelumnya pada tahun
2008 dan bertujuan untuk membandingkan hasil dari metode pengukuran
kinerja menggunakan maqasid al-shari’ah dengan pengukuran kinerja bank
konvensional antara perbankan syariah dan perbankan konvensional. Metode
yang digunakan adalah metode Simple Additive Weighted (SAW) dan
Mann-Whitney U-Test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya
ketidaksesuaian antara tujuan bank syariah dan tolok ukur konvensional yang
digunakan untuk mengukur kinerja bank-bank syariah. Selama bank syariah
menjalankan peraturan konvensional untuk operasi mereka, maka mereka akan
terlihat memiliki penilaian kinerja yang tidak bagus dibanding bank
konvensional. Bedanya penelitian Mohammed et al (2015) dengan penelitian
ini adalah peneliti tidak menggunakan Mann-Whitney U-Test untuk uji beda,
melainkan menggunakan uji ANOVA untuk melihat apakah terdapat
perbedaan antara tujuh negara sampel (Indonesia, Malaysia, Iran, Arab Saudi,
Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar).
Penelitian terbaru dilakukan oleh Wibowo (2015). Penelitian ini meneliti
CAMEL di ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand dengan sampel
1 bank syariah di masing-masing negara. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode One-Way ANOVA (Analysis of Variance) untuk
melihat perbedaan antara ketiga negara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa rasio dari