• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebijakan pemerintah tentang koperasi syariah ditinjau dari perspektif Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebijakan pemerintah tentang koperasi syariah ditinjau dari perspektif Islam"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG

KOPERASI SYARIAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF

ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Disusun Oleh:

ERSHAD SELESA NIM: 103046128257

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ABSTRAKSI

Koperasi sebagaimana amanat dalam penjelasan Undang-undang Dasar

1945 sebagai soko guru perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan koperasi

sebagai penopang utama keberadaan usaha rakyat kecil dan memang koperasi

bersentuhan langsung dengan perekonomian rakyat akar rumput dibandingkan

dengan lembaga keuangan lainnya. Karena itulah para founding father negeri ini

concern terhadap perkembangan koperasi di Indonesia, terutama perhatian besar

yang diberikan kepada wakil presiden RI yang pertama Mochammad Hatta.

Dalam perjalanannya sampai saat ini pertumbuhan dan perkembangan koperasi

masih jalan ditempat. Semenjak Orde Baru pemerintah telah beralih perhatiannya

kepada industri besar berbasis korporasi dengan asumsi korporasi memberikan

sumbangan besar bagi pemasukan negara. Akibatnya tahun 1998 pemerintah baru

merasakan betapa rapuhnya industri berbasis korporasi yang diagung-agungkan.

Lahirnya era reformasi memberikan berkah tersendiri bagi industri dengan

pola syariah. Dimulai dengan lahir dan perkembangan pesat Bank syariah,

kemudian bisa dikatakan itu sebagai stimulus lahirnya lembaga-lembaga

keuangan syariah tak terkecuali koperasi syariah. Pada kenyataannya, koperasi

syariah mampu bersaing dengan koperasi konvensional dan para lintah darat.

Pertumbuhannya pun sangat signifikan jika dibandingkan dengan koperasi

konvensional. Bahkan ditengah rontoknya koperasi-koperasi konvensional akibat

(3)

koperasi syariah mampu bertahan walaupun sebelumnya status badan usaha

koperasi masih diperdebatkan.

Pemerintah memberikan solusi berupa keputusan menteri koperasi dan

UKM yang disingkat Kepmenegkop sebagai “batu loncatan” bagi landasan hukum

kegiatan koperasi syariah. Setelah ada keputusan menteri ini, bukan berarti

keputusan tersebut luput dari pengkajian bagi sarjana-sarjana muslim untuk

meneliti dan menelaah lebih lanjut kesesuaian antara konsep Islam dengan

rumusan keputusan pemerintah yang terangkum dalam keputusan menteri

tersebut.

Penelitian yang dilakukan dalam keputusan menteri ini dilakukan dengan

metode kualitatif, yakni memberikan sejumlah kesimpulan dalam bentuk kalimat

yang menggambarkan gejala-gejala yang ada. Penellitian dalam bentuk skripsi ini

juga bertujuan memahami apa isi kandungan keputusan tersebut, karena selama

ini belum ada aturan yang jelas mengenai koperasi syariah di Tanah Air.

Selama penelitian dilakukan, penulis menemukan sejumlah penemuan

berbanding lurus antara prinsip-prinsip Islam dalam pengembangan ekonomi

dengan isi kandungan dari keputusan ini. Meskipun demikian, keputusan menteri

ini masih ditemukan pula sejumlah kekurangan yang substansial dan harus

diperbaiki oleh pembuat kebijakan supaya tidak mengurangi isi kualitas dari

(4)

BAB

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Siapapun meyakini bahwa sektor usaha kecil dan menengah memainkan

peran yang sangat signifikan dalam pembangunan bangsa dan memberikan

kontribusi besar di setiap pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang,

tidak terkecuali Indonesia. Pada kenyataannya hampir 90 persen penduduk

Indonesia bergelut dalam aktivitas ekonomi di sektor usaha kecil dan menengah

dan 70 persennya terdapat pada sektor pertanian. Sumbangan besar ini

mencerminkan betapa UKM menjadi acuan utama pemerintah untuk

mengentaskan kemiskinan untuk mencapai kesejateraan masyarakat Indonesia.

Pembangunan ekonomi berbasis sektor usaha kecil dan menengah (UKM) sangat

erat dengan ekonomi kerakyatan karena di dalamnya terdapat sistem ekonomi

yang berbasis kekuatan rakyat. Pembangunan ekonomi berorientasi pada

kerakyatan sejatinya melahirkan ketahanan ekonomi di segala bidang.

Saat ini, rapuhnya fundamental perekonomian nasional menuntut

penanganan serius karena tantangan ke depan yang semakin berat. Globalisasi dan

isu-isu perdagangan bebas merupakan tantangan eksternal Indonesia ke depan, di

samping masalah-masalah dalam negeri seperti krisis multidimensi yang

(5)

pelajaran penting yang dapat ditarik dari krisis ekonomi 10 tahun silam.1Pertama,

pembangunan ekonomi yang tidak berbasis pada kekuatan sendiri, melainkan

bertumpu pada utang dan impor, ternyata sangat rentan terhadap perubahan faktor

eksternal dan membawa negara ke dalam krisis yang berkepanjangan. Kedua,

pendekatan pembangunan yang serba sentralistik, sergam dan hanya berpusat

pada pemerintah ternyata tidak menghasilkan struktur sosial ekonomi yang

memiliki fondasi yang kokoh, tetapi cendrung menghasilkan struktur yang

didominasi usaha skala besar (yang dihuni oleh sekelompok kecil orang) dengan

kinerja sangat rapuh. Dua pelajaran yang sangat berharga ini harus dapat

diaktualisasikan ke dalam rancangan strategis dan kebijakan pembangunan

berikutnya agar tidak terjerumus kesalahan yang sama.

Salah satu bentuk aktualisasi tersebut adalah dengan munculnya wacana

pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang memang

merepresentasikan kedua pelajaran diatas. UKM menjadi perwujudan konkret dari

kegiatan ekonomi rakyat yang bertumpu pada kekuatan sendiri, terdesentralisasi,

beragam dan merupakan kelompok usaha yang mampu menjadi buffer saat

perekonomian Indonesia dilanda krisis. Keragaman usaha UKM seperti, peternak

kecil, petani gurem, nelayan, tukang sayur, industri rumah tangga, usaha

kerajinan, koperasi, pedagang kecil/ eceran, sopir angkot dan seterusnya adalah

pelaku ekonomi yang memberi andil cukup besar dalam menggerakkan denyut

nadi kehidupan masyarakat.

1

(6)

Di beberapa negara seperti Italia di mana kontribusi UKM terhadap

ekspornya lebih besar usaha besar pada 1998, yakni mencapai 78 persen. Di

kawasan APEC, kontribusi UKM dalam Product Domestic Bruto (PDB) berkisar

antara 30 – 70 persen. Di samping dalam pembentukan PDB, UKM juga berperan

besar dalam penyerapan tenaga kerja. Sebanyak 42,3 juta UKM yang ada di

Indonesia, mampu meyerap lebih dari 79 juta tenaga kerja atau 99,4 persen dan

untuk kawasan APEC sendiri, UKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 50

persen.2

Sebagai usaha kecil, UKM kerap kali terjebak dalam pelbagai permasalahan

yang mengancam eksistensinya, baik permasalahan internal maupun eksternal.

Permasalahan internal UKM meliputi3:

a. Rendahnya profesionalisme tenaga pengelola UKM,

b. Keterbatasan permodalan dan kurangnya akses terhadap perbankan dan

pasar,

c. Kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang.

Adapun pemasalahan eksternal yang dihadapi UKM yakni:

a. Iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil,

b. Kebijakan pemerintah yang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan,

2

“Kontribusi UKM Sangat Besar dalam Perekonomian,” Harian umum Republika, Jumat 22 September 2006

3

(7)

c. Kurangnya dukungan, dan

d. Masih kurangnya pembinaan, bimbingan manajemen dan peningkatan

kualitas sumber daya manusia.

Jika permasalahan-permasalahan demikian tidak teratasi dengan baik, maka

kegagalan dan kepailitan usaha akan terus terjadi yang selanjutnya berdampak

negatif bagi perekonomian bangsa. Oleh karena itu, peranan pemerintah yang

berpihak pada UKM dan peranan lembaga keuangan mikro (LKM) menjadi

penopang utama saat permasalahan-permasalahan tersebut timbul kepermukaan.

Dalam hal peran pemerintah, kebutuhan UKM yang harus penuhi pemerintah

berupa kebijakan yang berpihak kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah.

Selain itu, pemerintah perlu memberikan penyuluhan dan pembinaan sabagai

upaya maintanance kepada UKM untuk terus mempertahankan keberadannya.

Pengembangan UKM tidak bisa lepas dari LKM, karena selama ini LKM

merupakan pihak yang mampu memberikan dukungan kepada UKM.

Berangkat dari fenomena tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan

LKM merupakan salah satu prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam rangka

pengembangan UKM. LKM yang kerap kali bersentuhan langsung dengan para

pengelola UKM adalah koperasi. Disamping itu, ada pula LKM yang

berlandaskan prinsip syariah seperti Baitul Mal Wattamwil dan koperasi syariah.

Perlu diketahui bahwa lembaga keuangan mikro umum ataupun yang

berlandaskan prinsip syariah merupakan bagian dari UKM itu sendiri. Koperasi

(8)

regulasi berupa kebijakan-kebijakan pemerintah juga dibutuhkan bagi

perkembangan dan pengembangan koperasi.

Meskipun demikian, belum ada ketentuan khusus yang mengatur

operasional koperasi syariah, baik berupa undang-undang ataupun peraturan

pemerintah. Padahal sejauh ini koperasi syariah mampu membantu usaha mikro,

kecil dan menengah dengan jumlah yang cukup signifikan yang disebut-sebut

sebagai pondasi pokok ketahanan perekonomian negara. Atas dasar itulah menjadi

latar belakang saya untuk menyusun karya tulis berjudul “Analisa Kebijakan

Pemerintah tentang Koperasi Syariah Ditinjau dari Perspektif Islam”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Industri usaha kecil dan menengah mencakup banyak hal sektor usaha

kecil dan menengah. Koperasi menjadi salah satu yang terintegrasi ke dalam

bagian unit usaha kecil dan menengah tersebut. Prinsip usahanya pun ada yang

bersifat umum dan adapula yang menggunakan prinsip syariah seperti Baitul Mal

Wattamwil dan Koperasi Syariah. Dalam hal ini, pembatasan masalah pada

penelitian ini tertuju pada sektor usaha koperasi syariah.

Posisi koperasi dirasakan begitu strategis bagi pengembangan UKM,

terlebih koperasi yang benar-benar berlandaskan prinsip syariah dalam

menjalankan usahanya. Walaupun selama ini belum terlihat dukungan regulasi

yang signifikan kepada koperasi berprinsip syariah dari pemerintah dalam rangka

(9)

ataupun koperasi pada umumnya merupakan bagian dari unit Usaha kecil dan

menengah yang juga membutuhkan sokongan dari pemerintah dan lembaga

keuangan yang lebih besar. Sokongan tersebut berupa kebijakan yang dapat

membantu pelakasanaan tugas pokok koperasi yang harus diberikan pemerintah,

dan dukungan permodalan merupakan kebutuhan penting koperasi yang harus

ditopang oleh sektor perbankan. Pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah:

1. Prinsip-prinsip apa yang digariskan Islam dalam pengembangan ekonomi?

2. Kebijakan apa yang diterbitkan pemerintah dalam pengembangan UKM di

sektor usaha koperasi syariah?

3. Bagaimana kesesuaian antara kebijakan pemerintah dalam pengembangan

sektor usaha koperasi syariah dengan prinsip-prinsip pengembangan

ekonomi yang digariskan Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain:

1. Memahami kebijakan pemerintah tentang pengembangan koperasi syariah

yang selama ini belum terakomodasi oleh peraturan pemerintah dan

perundang-undangan

2. Mengetahui relevansi antara prinsip-prinsip Islam secara garis besar

(10)

3. Memberikan informasi kepada publik mengenai perkembangan koperasi

syariah di Indonesia.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang kebijakan pemerintah

untuk meningkatkan laju usaha kecil dan menengah di sektor koperasi

syariah.

2. Memberi masukan konsruktif kepada instansi terkait bagi pengembangan

koperasi di Indonesia.

D. Kerangka Teori

“Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah rasul dan

pemimpin diantara kamu...” (An-Nisa’ : 59)

Pemerintah sebagai penguasa yang telah diberi amanah oleh Allah SWT

untuk memimpin bumi, bertanggung jawab terhadap rakyatnyabaik secara materi

maupun non-materi. Pada umumnya campur tangan pemerintah dalam kegiatan

ekonomi adalah dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan, penyusunan,

penerangan dan peraturan untuk mewujudkan kelancaran, keadilan dan

(11)

Allah SWT mensifati orang-orang beriman yang diteguhkan

kedudukannya dimuka bumi dengan firman-Nya:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di

muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh

berbuat makruf dan mencegah perbutan munkar” (Al-Hajj: 41).

Yang dimaksud dengan diteguhkan di bumi adalah bagi orang-orang yang

beriman yaitu kekuasan di tangan mereka. Pengaruh dari diteguhkan tampak pada

ditegakkannya hak Allah yang paling menonjol, shalat, terpeliharanya hak

menusia terutama bagi fakir miskin yaitu hak mereka bagian dari zakat,

tersebarnya kebaikan dan ditentangnya kebatilan dan kerusakan. Tampaklah

bahwa peran negara di lapangan ekonomi mantap dan kokoh dalam menjaga

norma dan kewajiban, yaitu dalam semua bidang tanpa kecuali.

Negara bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

setiap individu dan mencegah mereka dari segala perbuatan haram atau yang

merugikan orang lain maupun pribadi4

4

(12)

E. Metode Penelitian

Bagian ini menguraikan secara detail cara kerja dan prosedur pelaksanaan

penelitian.

A. Jenis penelitian

1. Studi Kepustakaan

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan pengkajian terhadap

teori-teori dengan mempelajari buku-buku, literatur-literatur, surat kabar,

internet, bahan dokumentasi dan sebagainya yang berhubungan dengan

tema penulisan yang menjelaskan mengenai pengertian koperasi dan

segala macamnya, kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dalam

penanganan koperasi syariah, serta penjelasan-penjelasan dari maksud

dari kebijakan-kebijakan tersebut.

B. Pendekatan Penelitian

Skripsi ini mendeskripsikan kesesuaian antara teori yang ada

dengan kondisi ril di lapangan. Dengan demikian, pendekatan yang

dilakukan pada penelitian ini mengarah kepada pendekatan empiris dengan

kajian politik ekonomi.

C. Data Penelitian

(13)

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer,

yakni data yang diperoleh dari kebijakan pemerintah yang terkait pada

pembahasan penelitian ini. Adapun Data Sekunder yang diperoleh

diperoleh melalui data yang telah diteliti sebelumnya dan dikumpulkan

berkaitan dengan permasalah penelitian ini.

2. Jenis Data

Adapun jenis penelitian ini dikatagorikan jenis penelitian kualitatif,

karena lebih mendeskripsikan teori-teori sosial dan normatif. Selain

itu, analisa yang dilakukan adalah memaparkan secara terperinci

tentang kebijakan-kebijakan pemerintah kemudian analisis untuk

mengetahui ada atau tidaknya kesesuaian antara prinsip-prinsip

pengembangan UKM dalam perspektif pemerintahan Islam dengan

kebijakan-kebijakan yang ada dalam bentuk pernyataan dan

kesimpulan sehingga penelitian ini dikatagorikan sebagai penelitian

kualitatif

3. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode

studi dokumentasi naskah (studi pustaka).

(14)

Objek pada penelitian ini terfokus kepada kebijakan yang telah

dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah.

E. Teknik Pengolahan Data

Karena jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, maka

teknik pengolahan data dimulai dengan melakukan pengkodean data,

untuk selanjutnya dilakukan kategorisasi.5

F. Metode Analisa

Analisa dalam penelitian ini menggunakan model analisis isi

dengan mendeskripsikan teori-teori yang ada kemudian disesuaikan dengan

kenyataan yang ada dan analisis wacana dengan memberikan pernyataan

peneliti dari gejala dan masalah yang ada.

G. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berpedomen pada buku pedoman

penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

H. Sistematika Penulisan

5

Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

(15)

Penulisan skripsi ini mengacu kepada pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2007. Urutan penulisan penelitian pada skripsi ini, penulis membaginya menjadi 5

bab, yakni:

1. BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian metodologi penelitian, studi kepustakaan, kerangka

teori dan sistematika penulisan.

2. BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tentang pemaparan teoritis dan normatif tentang hubungan Islam

dan Ekonomi, peran dan tanggung jawab negara pada pembangunan

ekonomi skala mikro di sektor lembaga usaha koperasi syariah yang

didalamnya terdapat peran negara dalam pengembangan usaha koperasi

syariah dan prinsip-prinsip pengembangan ekonomi yang digariskan

Islam.

BAB III : GAMBARAN UMUM

Bab ini menjelaskan secara teoritis mengenai pengertian koperasi syariah.

Selain itu mendeskripsikan latar belakang munculnya kebijakan koperasi

syariah dan Kebijakan pemerintah tentang koperasi syariah.

(16)

Pada bab ini dideskripsikan mengenai perkembangan Koperasi syariah

setelah diterbitkannya keputusan menteri koperasi dan UKM dan analisa

kesesuaain antara prinsip-prinsip pengembangan ekonomi yang digariskan

Islam.

4. BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh penulis

(17)

BAB II

TINJAUAN ISLAM TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO PADA SEKTOR USAHA KOPERASI SYARIAH

A. Islam dan Ekonomi

Menurut ilmu bahasa (etimologi), Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata

salima yang berarti “selamat sentosa.” Dari asal kata itu dibentuk kata aslama

yang artinya “memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa,” dan berarti juga

“menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.” Seseorang yang bersikap

sebagaimana yang dimaksud oleh pengertian Islam tersebut disebut muslim, yaitu

orang yang menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri dan tunduk kepada Allah

SWT.6 Secara terminolgis, Islam berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan

kepada manusia melalui seorang Rasul. Atau lebih tegas lagi Islam adalah agama

yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat melalui Nabi

Muhammad SAW sebagai Rasul.7

Adapun kata Ekonomi berasal dari bahasa yunani, yakni dari kata oikos

yang berarti rumah tangga (household) dan Nomos yang berarti aturan, kaidah

atau pengelolaan. Secara sederhana, ekonomi dapat diartikan sebagai

kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Ekonomi pada

6

Abuddin Nata, “Al-Quran dan Hadits (Dirasah Islamiyah I)”,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992, Ed. Revisi), h. 23, review buku Khursid Ahmad, Islam its Meaning and Message,

(London: Islamic Council of Europe, 1976) h. 21

7

(18)

umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam

hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk

produksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk

dikonsumsi. Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor

dalam perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan

konsumsi.8 Menurut Jean Baptiste Say (1767-1832), ekonomi adalah ilmu yang

mempelajari tentang kesejahteraan.9

Manusia hidup dalam suatu kelompok masyarakat, yang secera

keseluruhan membentuk sebuah sistem. Sistem tersebut secara sederhana

membentuk dapat diartikan sebagai interaksi, atau kaitan, atau hubungan dari

unsur-unsur yang lebih kecil membentuk suatu kesatuan yang lebih kompleks

sifatnya. Manusia juga memeliki kebutuhan yang beraneka ragam seperti belitan

dikehidupan keluarga, keinginan, agama, kewajiaban dan kontak sosial dengan

teman-temannya. Pada akhirnya, manusia harus memenuhi kebutuhan akhirnya

dan berusaha keras untuk mendapatkan kebutuhan ekonominya demi memenuhi

segala keinginannya.

Masalah utama pada dasarnya terletak pada bermulanya kelangkaan

(scarcity) barang dan sumber daya yang dibutuhkan manusia, di sisi lain

kebutuhan manusia tidak terbatas sehingga yang muncul adalah persaingan

(competition) untuk mendapatkan barang dan sumber daya tersebut. Manusia

8

Paul A. Samuelson, Economics (New York: McGraw-Hill Book Co., 1973), h.3

9

(19)

tidak pernah merasa puas atas apa yang diperoleh dan dicapai. Apabila keinginan

sebelumnya sudah terepenuhi, maka keinginan-keinginan yang lain akan muncul.

Dengan ditandainya keterbatasan dan kelangkaan sumber daya yang tersedia,

manusia harus menentukan pilihan-pilihannya (choice) dalam menentukan

kebutuhannya yang kompleks.

Semua urusan dan kebutuhan manusia sebenarnya sudah diatur oleh Islam

yang terangkum dalam kitab suci Al-Quran, yakni Allah telah memfasilitasi itu

semua melalui sumber daya alam yang melimpah ruah. Islam memandang bahwa

bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada manusia sebagai

khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

Pernyataan ini ditegaskan dalam Al-Quran yang berbunyi:

“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan” (Lukman: 20)

Di samping itu, Islam juga sebagai agama terakhir yang sudah

disempurnakan Allah SWT, artinya hanya agama Islam-lah yang menjadi

satu-satunya agama yang diridhai Allah sebagai agama yang harus diikuti oleh seluruh

(20)

“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Al- Maaidah: 3)

Tujuan agama Islam secara umum adalah membawa manusia kepada

kehidupan baik, sejahtera lahir dan batin sehingga memperoleh kedamaian dan

ketentraman hidup di dunia dan akhirat. Agama Islam berpedoman kepada

Al-Quran karim dan Sunah Rasul. Membicarakan ajaran Islam tidak dapat dilepaskan

hubungan kedua pedoman utama tersebut. Oleh karena itu, ajaran Islam sebagai

suatu syariah yang dibawa oleh Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri.

Syariah ini bukan hanya menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal.

Karakter istimewa ini diperlukan, sebab tidak akan ada syariah lain yang datang

untuk menyempurnakannya.

Komprehensif berarti syariah Islam mengintegralkan seluruh aspek

kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah berkaitan

dngan interaksi vertikal antara makhluk dengan Sang Pencipta. Sedangkan,

muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game dalam kehidupan antar

makhluk.

Universal bermakna bahwa ajaran Islam dapat diterapkan dalam setiap

waktu dan tempat sampai Hari Akhir. Universalitas ini nampak jelas terutama

(21)

tidak membeda-bedakan muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam

ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali ra., “Dalam bidang muamalah

kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.” Dalam

sektor ekonmi misalnya, larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan

keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain yang merupakan bagian dari prinsip

pelaksanaan aktifitas ekonomi. Adapun variabelnya diantaranya adalah aplikasi

prinsip jual-beli dalam modal kerja, penerapan asa mudharabah dalam investasi,

atau penerapan ba’i salam dalam pembangunan suatu proyek. Sifat muamalah itu

menjadi acuan utama dalam aktifitas ekonomi karena Islam mengenal hal yang

diistilahkan sebagai Prinsiples and variabels(tsawabit wa mutaghayyirat).

Ekonomi yang diyakini sebagai salah satu cabang ilmu secara otomatis

tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Terlebih lagi Al-Quran dan As-Sunah

sebagai sumber hukum dari semua perkara, memberikan porsi yang cukup besar

dalam membahas berbagai hal berkaitan ekonomi. Bahkan prinsip, metodologi

dan hukum pengaturan perekonomian dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan

Islam sebagai agama. Misalnya, dalam mekanisme zakat, yang merupakan salah

satu rukun atau pilar utama agama, dimana urgensi zakat dapat dipersamakan

dengan empat pilar utama lainnya yaitu dua kalimat syahadat, salat lima waktu,

puasa dan haji. Mengabaikan zakat sama saja dengan mengamputasi Islam

sebagai agama, karena zakat menjadi salah satu rukunnya.

Demikian sebaliknya, dalam aktifitas ekonomi, zakat menjadi pilar penting

(22)

dasarnya menjaga agar daya beli masyarakat khususnya golongan bawah

(mustahik) selalu ada, atau zakat memberikan kesempatan pada masyarakat yang

tidak memiliki akses pada ekonomi, sehingga semua elemen masyarakat terlibat

dapat aktif dalam aktifitas ekonomi. Dengan kata lain, zakat adalah satu instrumen

ekonomi yang menjaga agar tingkat minimum permintaan yang dubutuhkan oleh

pasar agar pasar berjalan selalu terpelihara. Zakat juga secara tidak langsung

mampu menekan atau bahkan menghindarkan masyarakat dari masalah-masalah

sosial lainnya, seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan konflik

sosial10.

Berdasarkan alasan ini, mustahil mendikotomikan Islam dan ekonomi,

karena ekonomi menjadi salah satu sistem berkehidupan yang diatur oleh agama,

agar harmonisasi, keseimbangan dan kesejahteraan dapat dicapai dan terjaga

keberlangsungannya. Islam juga mengajarkan pemeluknya untuk mengejar

kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan di akhirat tntu saja menjadi

acuan utama dalam ajaran Islam. Sedangkan kesejahteraan dunia adalah tidak bsa

dilepas dari terwujudnya hidup yang meliputi kesejahteraan harta. Jelas sekali

bahwa miskin, bodoh, terbelakang dan semacamnya tidak akan disebut baik dalam

hidupnya. Dan ini semua tidak menjadi cita-cita Islam secara doktrinal. Dalil lain

yang lebih cocok dan sering dijadikan dalil untuk berusaha memperoleh

kesejahteraan dunia adalah:

10

(23)

“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 77)

Oleh karena itu, permasalahan ekonomi dalam Islam lebih terletak pada

perputaran harta dibandingkan dengan masalah kelangkaan dan pilihan. Orientasi

ekonomi tidak sempit hanya tertuju pada pencapaian materi, tetapi juga

pencapaian spiritual.

Sebagaimana keterangan di atas, Islam mempunyai pandangan yang jelas

mengenai harta dan kegiatan ekonomi, pandangan tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut11:

1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada dimuka bumi adalah Allah.

Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan

amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan keteentuan Allah.

11

(24)

“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Al-Hadid: 7)

2. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai:

a. Titipan dari Allah dan manusia sebagai pemegang amanah.

b. perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan

baik dan tidak berlebih-lebihan.

c. Ujian keimanan terutama menyangkut soal cara mendapatkannya dan

memanfaatkannya.

d. Bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah Allah dan melaksanakan

muamalah sesama manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah.

3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha atau mata

pencaharian (ma’isyah) yang halal sesuai dengan aturan-Nya.

4. Islam melarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan

kematian, melupakan dzikrullah, melupakan salat dan zakat dan memusatkan

(25)

5. Islam melarang menepuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba,

perjudian, jual-beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok,

penggasaban, curang dalam takaran, melalui cara-cara yang batil dan

merugikan, dan melalui suap-menyuap.

sumber: M. Syafi’i Antonio

B. Peran Dan Tanggung Jawab Negara dalam Pengembangan Usaha

Koperasi Syariah Ditinjau dari Perspektif Islam

Pemberdayan ekonomi rakyat akan terasa makin penting, jika kenyataan

menunjukan bahwa ekonomi Indonesia sebenarnya berbasis ekonomi rakyat,

yakni kegiatan ekonomi yang didominasi unit usaha kecil, mikro dan menengah.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, Usaha Kecil Menengah (UKM)

ISLA M C O M PREHENSIV E W A Y O F LIFE

ISLA M

AQIDAH SYARIAH AKHLAQ

(26)

selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena

sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam

kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. UKM akan terasa

semakin kokoh bilamana akan Lembaga Keuangan Mikro terlibat di dalamnya.

Terutama lembaga mikro yang berprinsip syariah. Lembaga syariah yang

disebut-sebut dekat dengan usaha akar rumput ini adalah Koperasi Syariah. Karena

perannya sangat strategis, yakni menopang keberlangsungan usaha mikro yang

posisinya juga sebagai badan usaha mikro itu sendiri yang diakui pemerintah.

Dengan demikian, peran dan Tanggung Jawab yang besar untuk memberdayakan

perekonomian umat adalah bagian dari kewajiban negara yang harus

dilaksanakan.

“Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah rasul dan pemimpin diantara kamu...” (An-Nisa’ : 59)

Pemerintah sebagai penguasa yang telah diberi amanah oleh Allah SWT

untuk memimpin bumi, bertanggung jawab terhadap rakyatnyabaik secara materi

maupun non-materi. Pada umumnya campur tangan pemerintah dalam kegiatan

ekonomi adalah dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan, penyusunan,

penerangan dan peraturan untuk mewujudkan kelancaran, keadilan dan

(27)

Allah SWT mensifati orang-orang beriman yang diteguhkan

kedudukannya dimuka bumi dengan firman-Nya:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah perbutan munkar” (Al-Hajj: 41). Yang dimaksud dengan diteguhkan di bumi adalah bagi orang-orang yang

beriman yaitu kekuasan di tangan mereka. Pengaruh dari diteguhkan tampak pada

ditegakkannya hak Allah yang paling menonjol, shalat, terpeliharanya hak

menusia terutama bagi fakir miskin yaitu hak mereka bagian dari zakat,

tersebarnya kebaikan dan ditentangnya kebatilan dan kerusakan. Negara bertugas

menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu dan

mencegah mereka dari segala perbuatan haram atau yang merugikan orang lain

maupun pribadi.12 Tampaklah bahwa peran negara di lapangan ekonomi mantap

dan kokoh dalam menjaga norma dan kewajiban, yaitu dalam semua bidang tanpa

kecuali. Rasulullah dan para Khalifah Rasyidin sebagai seorang kepala negara

sekaligus agama adalah contoh nyata.

Ibnu Taimiyah menyatakan pemerintahan merupakan institusi yang sangat

dibutuhkan. Dia memberi alasan dalam menetapkan negara dan kepemimpinan

12

(28)

negara itu sebagai kewajiban agama. Sabda Rasulullah SAW: “Jika tiga orang

melakukan perjalanan bersama, mereka harus mengangkat seorang diantara

mereka sebagai pemimpin.” Ketika mengutip hadits tersebut, dia menjelaskan:

“Jika seorang pemimpin dibutuhkan dalam perjalanan yang secara temporer yang dilakukan dan hanya terdiri beberapa orang sungguh merupakan perintah untuk memiliki seorang pemimpin pula untuk mengatur sebuah asosiasi banyak orang yang sangat besar”13

Dia lebih jauh menyatakan bahwa kewajiban bagi setiap bagi setiap

muslim untuk mengajak berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Tugas itu

tidak bisa disempurnakan pelaksanaannya tanpa kekuatan dan otoritas

kepemimpinan. melaksanakan kewajiban agama, menegakkan keadilan,

memberantas kemiskianan, memerangi kemungkaran dan menjamin adanya

supremasi hukum bagi seluruh warga negara. Semua tugas tersebut tak mungkin

ditangani dengan baik tanpa adanya pemerintahan dan kekuasaan.14

Campur tangan pemerintah terhadap pengembangan usaha kecil dan

menengah erat kaitannya dengan pemberantasan kemiskinan, dan menjadi

kewajiban sebuah negara untuk membantu penduduk mampu mencapai kondisi

finansial yang lebih baik. Hal demikian sudah menjadi konsensus umum bahwa

siapapun yang tak mampu memperoleh penghasilan yang mencukupi harus

dibantu dengan sejumlah uang agar mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Tidak menjadi persoalan apakah mereka itu para peminta-minta atau tentara,

pedagang, tukang ataupun petani. Misalnya seorang pedagang kecil yang hasil

13

Ibnu Taimiyah, “Al-Siyasah al-Syar’iyyah,” (Kairo: Dar Al-Shab, 1971), h.184

14

(29)

dagangannya tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya, atau petani yang

keterbatasan modal untuk melakukan produksi. Maka semuanya berhak atas

bantuan sedekah yang sumbernya dari anggaran negara.15 Negara juga harus

berupaya agar penduduk mampu memliki standar hidup lebih baik dan membantu

penduduknya agar bisa hidup mandiri.

Selama para pedagang atau usahawan kecil mengalami kesulitan untuk

mengembangkan usahanya maka peranan pemerintah sangat diperlukan yang

wujudnya bisa dalam bentuk investasi, pembinaan, dan pengawasan. Jika peranan

ini dilaksanakan dengan baik, maka kemiskinan dapat segera diatasi karena

peranan jenis sangat ampuh mendidik masyarakat untuk mandiri dan produktif.

C. Prinsip-prinsip Pengembangan Ekonomi yang Digariskan Islam

Kesempurnaan ajaran Islam mengatur hubungan antar manusia,

memberikan arahan jelas dalam menjalankan aktifitas ekonomi. Salah satunya

adalah seperti yang terdapat dalam kaidah ushul fikih yang bunyinya, “Semua

aktiftas muamalah hukumnya adalah boleh kecuali ada dalil yang melarangnya.”

Karena itu, segala aktifitas ekonomi yang mengandung unsur penzaliman terhadap

stakeholder atau sebaliknya hukumnya menjadi haram dan dilarang karena

perbuatan zalim dalam Islam adalah dosa. Terkait dengan itu semua, Islam

memberikan garis besar dalam dalam melakukan tindakan ekonomi yang

terangkum dalam prinsip-prinsip Islam dalam pengembangan ekonomi.

15

(30)

Dalam hal falsafah dan keyakinan, maka prinsip yang harus diperhatikan

adalah:

a. Prinsip Ketauhidan

Batu pondasi Islam adalah tauhid (keimanan) karena pada konsep ini

konsep ini bermuara semua pandangan dunia dan strateginya. Tauhid

mengandung arti bahwa alam semesta didesain dan diciptakan oleh Tuhan Yang

Mahakuasa, yang bersifat esa dan unik dan ia tidak terjadi karena aksiden. Segala

sesuatu yang diciptakan memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan arti dan

signifikansi bagi eksistensi jagat raya, di mana manusia merupakan salah satu

bagiannya.16

Semua aktifitas yang dilakukan manusia harus tergambar sebagai usaha

untuk mencari kebahagiaan hidup. Tidak hanya kebahagiaan hidup di dunia saja

tetapi juga kebahagiaan setelah kematian. Gambaran tersebut hanya bisa tercapai

dari sikap ketauhidan manusia kepada penciptanya. Termasuk peran pemerintah

saat menjalankan roda pemerintahan tidak terlepas dari aktifitas untuk mencapai

kebahagiaan hidup. Mensejahterakan kehidupan rakyat adalah salah satu usaha

untuk mencapai kehidupan yang bahagia. Tetapi kehidupan yang bahagia menjadi

semu bila tidak disertai ketauhidan dan ketundukkan kepada penciptanya.

Menjalankan nilai-nilai spiritual, norma dan etika merupakan bagian dari bentuk

manifestasi prinsip ketauhidan.

16

(31)

Nilai tauhid yang dijunjung manusia bersifat universal dan komprehensif,

berlaku kepada semua makhluk hidup, penguasa, ulama, rakyat kecil, bahkan

pengusaha. Maka, sangat berbeda orientasi seseorang yang berusaha dilandasi

dengan prinsip ketauhidan dengan mencari keuntungan yang sifatnya

materialistis. Jika usaha yang materialistis dihadapkan pada kerugiaan dan

bencana, timbul kegelisahan dan tekanan batin. Akan tetapi, usaha yang dilandasi

nilai keimanan masih memiliki revers dalam rohaninya, tidak mudah kecewa atau

kecil hati karena sandarannya tetap ada, yaitu keimanan.17

Tauhid disini tidak hanya diartikah untuk mengesakan Allah, melainkan

juga meyakini bahwa Allah SWT telah mengutus para utusannya di muka bumi

dalam rangka mengemban risalah dakwah Islam. Keyakinan terhadap sifat-sifat

kenabian menjadi kewajiban yang harus diusahakan bagi kehidupan individu,

masyarakat, dan penguasa dalam rangka menyempurnakan prinsip tauhid ini.

Termasuk diartikan meyakini kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya sampai saat

ini yang semuanya terintegrasi dalam rukun Iman.

b. Khilafah

Khilafah dalam arti ini bukan dalam pengertian lembaga pemerintahan

Islam, tetapi pendelegasian manusia sebagai wakil Allah di muka bumi. Firman

Allah SWT:

17

(32)

Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Al-Baqarah : 30)

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Al-An’am: 165)

Ayat ini mengandung dua hal. Pertama, segala yang ada di alam semesta

termasuk manusia adalah kepunyaan Allah yang memiliki kedaulatan sepenuhnya

dan sempurna atas makhluk-makhlukNya yang lain. Manusia diciptakan Allah

untuk menjadi wakilNya di muka bumi dan diberi kelebihan yang tidak ada pada

binatang dan tumbuhan, bahkan manusia sendiri yang mampu memanfaatkannya.

Kedua, Allah mengamanatkan kekayaan dan kekuasaaan ke tangan manusia

dengan tingkat derajat yang berlainan. Ada yang mendapat bagian yang lebih

banyak atau sebaliknya. Amanat itu dimaksudkan sebagai cobaan bagi manusia

yang kelak akan menentukan nasib setiappribadi pada hari kiamat.

Dalam hal prinsip khilafah, pemerintah atau penguasa (umara’) adalah

bagian perwujudan dari salah satu wakil Allah untuk memanfaatkan sumber daya

yang Allah sediakan di bumi. Pemerintah diberikan kewenangan untuk mnegatur

(33)

dan bermartabat. Kewenangan tersebut merupakan amanat Tuhan yang

dianugrahkan kepada manusia. Maka, amanat tersebut menjadi kewajiban bagi

manusia untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.

Pengaturan tersebut tidak hanya dalam konteks kelembagaan pemerintah,

tetapi juga kelembagaan dalam cakupan yang lebih kecil seperti organisasi,

keluarga, anggota masyarakat dan lain sebagainya. Termasuk kepemimpinan

manusia dalam mengorganisasikan lembaga ekonomi mikro seperti koperasi,

keberadaan prinsip khilafah tidak bisa dinafikkan oleh para pengelola dan juga

pemerintah.

Kebijakan yang dikeluarkan dalam menjalankan aktifitas pemerintahan

merupakan bagian kecil peran khilafah yang dimainkan manusia dalam rangka

mengatur kehidupan masyarakat banyak. Belum lagi peran manusia dalam

memimpin dan mengatur sebuah institusi, termasuk pula institusi lembaga

keuangan mikro semacam koperasi syariah yang banyak memainkan peran

khilafah dalam mengembangkan lembaga keuangan ini.

Sedangkan prinsip yang harus diperhatikan pemerintah mengenai nilai

dasar Islam dalam kegiatan ekonomi antara lain:

a. Keadilan

Nilai keadilan adalah instrumen yang tidak bisa dipisahkan dengan ajaran

Islam. Prinsip keadilan salah satu nilai yang begitu penting dalam menjalankan

(34)

nilai-nilai keadilan dijunjung tinggi oleh pemerintah. Maka, dalam setiap

kebijakan dan keputusan yang dibuat pemerintah sudah seharusnya terkandung

instrumen keadilan.

Kata adil adalah kata yang terbanyak disebut dalam Al-Quran lebih dari

seribu kali, setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Karena itu, dalam

Islam keadilan adalah titik tolak sekaligus sekaligus proses dan tujuan semua

tindakan manusia.18 Ini berarti bahwa nilai kata itu sangat penting dalam ajaran

Islam terutama dalam kehidupan hukum, sosial, politik dan ekonomi. Dalam

hubungan ini perlu dikemukakan bahwa (a) keadilan itu harus diterapkan di

semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi dan konsumsi

misalnya, keadilan harus menjadi alat pengatur efisiensi dan pemberantasan

keborosan sebagaimana dalam surat Al-Israa ayat 16:

“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Israa’: 16)

18

(35)

Orang yang mutraf, yakni orang yang boros, bekerja tidak efisien, mencari

kemewahan dan berfoya-foya dalam kemaksiatan. Lalu berlakulah keadilan Allah

dengan menghancurkan suatu negeri akibat perbuatan penghuni negeri tersebut.

(b) Keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah hasil

kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui

zakat, infak dan sedekah terutama kepada orang-orang miskin.

Watak utama nilai keadilan yang dikemukakan diatas adalah bawha

masyarakat ekonomi haruslah masyarakat yang memiliki sifat makmur dalam

keadilan dan adil dalam kemakmuran. Penyimpangan dari watak ini akan

menimbulkan bencana bagi masyarakat bersangkutan.19

Menurut Umer Chapra, penegakkan keadilan merupakan salah satu tujuan

pokok Allah menurunkan para Rasul. Al-Quran menempatkan posisi keadilan

paling dekat kepada ketakwaan. Sedangkan ketakwaan merupakan hal yan paling

penting karena berfungsi sebagai batu loncatan bagi semua amal shalaeh termasuk

keadilan. Rasulullah SAW menyamakan ketiadaan keadilan dengan “kegelapan

mutlak” dan memperingatkan “takutlah kepada kedzaliman karena kedzaliman

akan menyebabkan kegelapan pada hari kiamat.” Ini merupakan keniscayaan

karena kedzaliman menghapuskan persaudaraan dan solidaritas, mempertajam

konflik, ketegangan dan kejahatan, memperburuk problem kemanusiaan dan pada

gilirannya hanya akan mengantarkan pada kegelapan di dunia dan di akhirat.20

19

Mohammad Daud Adi, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, h.8

20

(36)

Jomo K.S, berpendapat bahwa ada dua prinsip dalam penegakkan keadilan

dalam Islam, yaitu Pertama, kesamaan (equality). Tidak ada perbedaan dalam diri

manusia, ia punya hak yang sama dalam Islam. Ketidaksamaan dalam ekonomi

akan menimbulkan jurang pemisah yang akan mempengaruhi kondisi makro.

Kedua, keseksamaan (fairness). Konsep ini akan bertumpu pada penegakkan

kesehatan dalam persaingan ekonomi dengan meniadakan diskriminasi dan segala

bentuk kecurangan lainnya. Prinsip pertama memberikan perhatian pada hasil dari

suatu proses itu sendiri. Persamaan pada gilirinnya akan menciptakan keadilan

dalam pendistribusian kekayaan dan pendapatan. Dan keseksamaan akan

menciptakan persaingan yang sehat dalam mendapatkan kekayaan.21

Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak menzalimi dan tidak didzalimi.”

pengakkan keadilan bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar. Dan keadilan juga

menjadi nilai mutlak yang harus diterapkan oleh pemerintah dalam menjalankan

roda pemerintahan. Semua dilakukan sesuai dengan sesuai kadar usahanya dan

secara proporsional.

b. Kepemilkan

Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep ownership. Prinsip ini adalah

nilai terjemahan dari nilai tauhid, karena pada hakekatnya pemilik primer alam

jagat raya ini hanyalah Allah. Sedangkan manusia diberi amanah untuk

mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan

21

(37)

demikian, konsep kepemilikan swasta diakui. Namun untuk menjamin keadilan,

yakni supaya tidak ada proses pendzaliman segolongan yang lain, maka

cabang-cabang produksi yang penting dan yang berkaitan dengan hajat orang banyak

dikuasai negara. Karenanya, kepemilikan negara dan nasionalisasi dalam Islam

diakui. Sistem kepemilikan campuran juga mendapat tempat dalam Islam, baik

campuran swasta-negara, swasta domestik-asing, atau negara-asing, semua konsep

ini berasal dari filosofi norma dan nilai-nilai Islam.22

Dalam kebijakan ekonomi, pemerintah perlu mengatur kepemilikan suatu

usaha, apakah berkaitan dengan modal, saham, maupun investasi. Tak terkecuali

kebijakan ekonomi di sektor usaha kecil dan menengah dan lembaga keuangan

mikro.

Kepemilikan modal dalam aktifitas usaha merupakan perkara yang rawan

dari tindak kecurangan (gharar). Pemerintah memang harus campur tangan dalam

rangka melakukan upaya preventif dari tindakan tersebut. Islam memberikan

kewenangan kepada pemerintah/ khalifah untuk mengatur urusan ini.

Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan di antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.”( Al-A’raaf: 181)

22

(38)

Selain itu, Islam juga mengatur bagaimana cara mendapatkan hak milik

yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusaiaan. Seperti ayat dibawah ini:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” ( An-Nisaa’ 29)

Dengan demikian, negara berkewajiban melindungi kepemilikan

seseorang atau golongan dari usaha-usaha yang memungkinkan terjadinya

pelanggaran hukum khususnya dalam aktifitas ekonomi.

c. Kebebasan Berusaha

Dalam aktifitas ekonomi, Islam bukanlah sistem ekonomi yang

mengadopsi nilai-nilai kapitalis dan nilai-nilai sosialis/marxis. Islam lebih

mengutamakan kemaslahatan, baik kemaslahatan umum maupun pribadi tanpa

melanggar nilai-nilai etika. Karena pada hakekatnya kemaslahatan akan

melahirkan kesimbangan ekonomi.

Oleh karena itu, semampu mungkin pemerintah bersama masyarakatnya

harus dapat menyerap nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah dalam bermuamalah

jika mengharapkan lahirnya kemaslahatan ekonomi, yakni siddiq, amanah,

(39)

Keempat nilai-nilai kenabian ini bila digabungkan dengan nilai keadilan

dan nilai khalifah akan melahirkan prinsip freedom of act (kebebasan berusaha).23

Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab.

Pemerintah bertugas memberi ruang seluas-luasnya kepada publik untuk

beraktifitas ekonomi sesuai dengan pilihannya tanpa menanggalkan ketentuan

hukum yang berlaku. Karena dalam kaidah hukum Islam, bahwa semua aktifitas

muamalah itu diperbolehkan kecuali ada hukum yang melarangnya.

Pemerintah juga mesti menjamin setiap individu memiliki kebebasan

dalam mengembangkan harta dan usahanya, namun dengan cara yang baik sesuai

dengan konstitusi dan peraturan yang berlaku. Adapun dalam Islam kebebasan

yang digariskan adalah:24

1. Memperhatikan halal dan haram dalam ketentuan hukum-hukum Islam,

seperti memberikan manusia kebebasan untuk memanfaatkan potensi alam

untuk kehidupan hajat hidup masyarakat, tetapi tidak dibenarkan

memanfaatkan potensi alam dengan cara merusak lingkungan.

2. Komitmen terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan syariat Islam,

diantaranya komitmen terhadap kewajiban zakat dan kewajiban nafkah

lainnya.

23

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, cet. II., (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h. 67

24

Ali Fikri, Prinsip-prinsip Dasar dalam Ekonomi Islam, dalam Mustafa Kamal, ed.,

(40)

3. Tidak menyerahkan pengelolaan harta kepada orang-orang yang bodoh, gila

dan lemah.

4. Hak untuk berserikat dengan partner kerja.

5. Tidak dibenarkan mengelola harta pribadi yang merugikan kepentingan orang

banyak.

Seperti itulah rambu-rambu yang digariskan, kebebasan seseorang dalam

memiliki dan memperlakukan usaha ekonominya dibingkai dengan

ketentuan-ketentuan syariat. Bukanlah ini berarti Islam merampas kebebasan individu dalam

memiliki harta dan usaha, tetapi menunjukkan bahwa kebebasan dalam Islam

bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang dimaknai kebebasan

bertanggung jawab dan bermartabat. Walaupun demikian, bukan berarti Islam

memasung hak untuk berusaha dan memenuhi kekayaan yang diinginkan. Bukan

berarti pula menggunakan prinsip “sama rata sama rasa” di mana seseorang

dibatasi cita-citanya untuk mewujudkannya menjadi kenyataan. Bukan pula setiap

individu sebebas-bebasnya melakukan aktifitas ekonomi dengan memaksimalkan

sumber daya yang ada, tapi di sisi lain khalayak ramai dirugikan.

d. Kebersamaan

Kebersamaan dalam menanggung suatu kebaikan merupakan doktrin

dalam melakukan aktifitas kehidupan yang diapresiasi oleh ajaran Islam. Dalam

kerangka ekonomi, kebersamaan disini bermaksud kebersamaan yang timbal balik

(41)

kondisi lapang maupun sempit untuk mewujudkan kesejahteraan atau dalam

mengantisipasi suatu bahaya.25

Ada bebarapa hal yang perlu digaris bawahi dalam kebersamaan dalam

perspektif Islam:

1. Mewujudkan kebahagiaan, baik untuk pribadi maupun masyarakat dalam

batas yang sama secara konsisten dan stabil.

2. Kepentingan pribadi tidak diperbolehkan merugikan kepentingan

masyarakat. Prioritas harus tetap berada pada kepentingan masyarakat.

3. Kebersamaan ini adalah sebuah fenomena yang memperlihatkan kesatuan,

keakraban, saling tolong-menolong dan saling melengkapi antara

pemimpin dan dipimpin.

4. Tidak dibedakan seseorang atas yang lainnya dan tidak pula ada

keistimewaan antara yang memberikan tanggungan dengan yang diberikan

tanggungan.

Prinsip kebersamaan akan semakin terasa jika aktifitas ekonomi dilandasi

dengan konsep kemitraan (partnership). Dan prinsip ini erat kaitannya dengan

konsep koperasi syariah yang memang mengedepankan asas kebersamaan antar

sesama anggota koperasi. maka, sangatlah penting pemerintah memasukkan

25

(42)

elemen ini di kebijakannya dalam pengembangan koperasi syariah di Indonesia

mengingat kerjasama bagiann dari lingkungan kehidupan koperasi.

e. Kerjasama

Dengan diterapkannya prinsip kebersamaan dengan baik, maka sikap

mental kerjasama dalam bisnis dan usaha akan terus terjaga. Karena aktifitas

bisnis yang baik menurut Islam adalah bisnis yang dilandasi dengan nilai

kerjasama yang saling menguntungkan. Tapi yang menjadi catatan bagi para

pelaku usaha bahwa kerjasama yang saling menguntungkan bukan kerjasama

yang menghalalkan segala cara dan bukan pula kerjasama dalam kemufasadatan

dan permusuhan. Allah SWT berfirman:

...

...

“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...”( Al-Maaidah 2)

Dari badan usaha yang ada, koperasi menjadi garapan usaha yang paling

cocok dengan prinsip kebersamaan yang selanjutnya berbuah mental kerjasama

bisnis. Keja sama dan gotong-royong ini sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi.

Pertama, modal awal koperasi dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya.

Mengenai keanggotaan dalam koperasi berlaku asas satu anggota, satu suara.

Karena itu besarnya modal yang dimiliki anggota, tidak menyebabkan anggota itu

(43)

permodalan itu sendiri tidak merupakan satu-satunya ukuran dalam pembagian

sisa hasil usaha. Modal dalam koperasi diberi bunga terbatas dalam jumlah yang

sesuai dengan keputusan rapat anggota. Sisa hasil usaha koperasi sebagian besar

dibagikan kepada anggota berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam

pemanfaatan jasa koperasi. Misalnya, dalam koperasi konsumsi, semakin banyak

membeli, seorang anggota akan mendapatkan semakin banyak keuntungan. Hal

ini dimaksudkan untuk lebih merangsang peran anggota dalam perkoperasian itu.

Karena itu dikatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, bukan

perkumpulan modal.26

Ekonomi yang berdasarkan saling membantu dan kerja sama ini dengan

sendirinya melahirkan kebaikan (falah) di mana Islam menjunjung tinggi sebuah

usaha yang dilandasi dengan nilai-nilai kebaikan.27 Hal ini sudah ditegaskan pula

dalam surat Al-Maidah ayat 2 diatas.

Kerja sama antar pemerintah dan masyarakat memiliki posisi yang sangat

penting dan strategis. Pemerintahan yang baik dan masyarakat yang patuh akan

terciptanya hubungan harmonis antara penguasa dan rakyat. Hubungan yang

bersinergi ini akan menciptakan percepatan kemakmuran dan kesejahteraan

bangsa. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah perlu mengakomodasi prinsip

kerjasama dalam hal pengembangan usaha koperasi terutama koperasi syariah

26

Koperasi Syariah (Syirkah Ta’awuniyyah) dalam Pandangan Islam, artikel diakses tanggal 25 Januari 2008 dari http://eksyar.blogspot.com/2006/12/koperasi-sirkah-taawuniyah-dalam.html

27

(44)

yang fenomenal selama 3 tahun terakhir. Apalagi sektor usaha kecil memiliki

hubungan ketergantungan finansial dengan lembaga keuangan mikro ini. Di satu

sisi lembaga keuangan mikro syariah seperti koperasi syariah juga membutuhkan

kebijakan pemerintah supaya operasionalnya berjalan secara efektif.

Itulah Islam yang menggariskan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan

pemerintah dalam setiap mengeluarkan kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan

dalam pengembangan lembaga keuangan mikro seperti koperasi syariah tidak

luput dari perhatian konsep ekonomi Islam. Namun, prinsip-tersebut belum cukup

lengkap karena teori dan sistem menuntut adanya konsistensi secara

berkesinambungan. Dengan kata lain, harus ada individu beriman yang beretika,

berakhlak secara profesional dalam hal ekonomi dan mengawasi aktifitas

perekonomian.

Berkaitan dengan kontiyuitas dari penerapan prinsip-prinsip tersebut,

maka sangat dituntut bagi pemerintah menjadi “wasit” yang mengawasi

sebagaimana yang dianjurkan oleh Islam. Dengan demikian prinsip selanjutnya

adalah:

a. Prinsip Code of Ethics

Etika atau akhlak adalah salah satu karakteristik dan nilai tambah ketika

Islam membahas aktifitas ekonomi dan aktiftas muamalah lainnya. Bahkan Jack

Austri di bukunya Islam dan pengembangan ekonomi sebagaimana yang

dikatakan oleh Syekh Yusuf Qardhawi mengatakan, “Islam adalah gabungan

(45)

terdapat ikatan yang sangat erat yang tidak terpisahkan. Dari sini bisa dikatakan

bahwa orang-orang Islam tidak bisa menerima ekonomi kapitalis. Dan ekonomi

yang kekuatannya berdasarkan wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah

ekonomi yang berdasarkan etika.28

Peran etika ini yang akan menentukan pantas atau tidaknya suatu tindakan

ekonomi yang akan dilakukan. Dan yang terpenting fungsi etika adalah mencegah

manusia dari kebinasaan akibat menumpuk-numpuk harta dan membelanjakannya

yang tidak sesuai dengan prinsip etika Islam. Hal ini ditegaskan dalam Firman

Allah:

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah

:

195)

Ayat tersebut semestinya menjadi acuan bagi pemimpin dan pengusa

untuk kembali menanamkan nilai etika bila tidak ingin terjatuh ke lembah

kehancuran. Tidak hanya pada aspek ekonomi saja, melainkan di lini kehidupan

manusia. Tapi setidaknya pemerintah mesti memperhatikan etika dalam kebijakan

ekonomi, termasuk unsur etika yang termuat dalam kebijakan pengembangan

lembaga keuangan mikro.

28

(46)

Aktifitas ekonomi di sektor ril yang berlandaskan etika akan semakin

meneguhkan hakekat aktifitas ekonomi yang sebenarnya, yakni kokohnya

pondasi ekonomi bangsa yang bermartabat. Gambaran seperti ini merupakan

cerminan sistem ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam dan pernah

diwujudkan oleh pemerintahan Islam di abad IX.

b. Prinsip Pengawasan

Salah satu karakteristik unik yang juga merupakan bentuk orisinil dari

sistem Islam dalam mengelola pemerintahan adalah keberadaan mengenai

mekanisme pengawasan. Kebaradaan lembaga pengawasan menyiratkan

bagaimana Islam memandang bahwa pasar begitu penting dalam aktifitas

ekonomi. Pasar merupakan jantung aktifitas ekonomi, dan pasarlah yang

dijadikan alat oleh manusia dalam mencapai kesejahteraan demi menjaga

manusia agar selalu aman untuk memaksimalkan Ibadah kepada Allah.

Namum, dengan segala konsekuansi negatif yang juga dapat terjadi pada

aktifitas ekonomi di pasar, maka pengawasan pasar menjadi sebuah syarat

yang sangat vital dalam memastikan tujuan tersebut dapat tercapai.29

Oleh karena itu, Pemerintah memiliki peranan penting untuk

mewujudkan kebaikan bagi masyarakat banyak dan mencegah atau melarang

terjadinya tindak kecurangan sehingga merugikan orang banyak. Dengan

adanya prinsip pengawasan, pemerintah berhak sepenuhnya mengambil alih

29

(47)

kebijakan ekonomi yang bersifat mengkondisikan keadaan perekonomian saat

terjadi ketidakstabilan. Lebih luas lagi, fungsi pengawasan tidak hanya

terbatas kepada pengontrolan kondisi pasar, tetapi juga menyadiakan

infrastruktur untuk perkembangan pasar, arbitrase (peradilan) dan lembaga

pembinaan usaha.30

Kehadiran prinsip pengawasan dalam menjadikan persaingan usaha

dan aktifitas ekonomi akan terasa sehat. Kerena di sana akan selalu ada

kegiatan kontrol dan evaluasi. Pengawasan ataupun pengontrolan akan

mencegah semua pihak untuk bertindak zalim pelaku usaha lain. Dan dalam

pengawasan akan berlaku pula tindakan reward dan punishment jika terjadi

sebuah pelanggaran. Jadi prinsip ini pada dasarnya untuk mencegah dan

mengatasi orang-orang melakukan tindakan-tindakan tercela yang dilarang

agama Islam.

30

(48)

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG KOPERASI SYARIAH

A. Pengertian Koperasi Syariah

Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin

yaitu, cum yang berarti dengan, dan apareri yang berarti bekerja. Dari dua kata

ini dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah co dan operation yang dalam

bahasa Belanda disebut dengan istilah cooperation veregening yang berarti

bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.31

Sedangkan dari segi terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau

organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama

dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar

sukarela secara kekeluargaan.

Istilah bekerja sama berdasarkan atas asas kekeluargaan, secara otentik

juga digunakan dalam konstitusi negara UUD 1945 sebagai tipologi sistem

perekonomian nasional. Dalam penjelasannya, istilah usaha bersama berdasarkan

atas asas kekeluargaan disebut koperasi. Dalam Undang-undang 25 Tahun 1992

dinyatakan bahwa yang dimaksud koperasi adalah badan usaha yang

beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan

31

(49)

kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi

rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.32

Koperasi dalam fikih Islam dikenal dengan Syirkah Ta’awuniyyah atau

semakna dengan kata al-Ikhtilat, yaitu perserikatan/ perkongsian dalam ekonomi

yang beroreintasi kepada kebersamaan. Adapun dilihat dari segi Istilah, koperasi

adalah akad antara orang-orang untuk berserikat modal dan keuntungan.33 Jejak

koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III Hijriyah di Timur

tengah dan Asia Tengah. Bahkan, secara teoritis telah dikemukakan oleh filosuf

Islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mabsuth, sebagaimana dinukil oleh M.

Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit Sharing in Islamic Law, ia

meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha

semacam koperasi, di antaranya dengan Sai bin Syarik di Madinah.34

Sedangkan Syirkah atau Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua

atau dua orang pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing

pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan

bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan

kesapakatan.35

32

Undang-undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 1, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007),h. 12

33

Junaedi B. SM., Islam dan Intreprenedrialisme : Suatu Studi Fiqh Ekonomi Bisnis Modern, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), h. 147.

34

“Koperasi dalam Islam,” Artikel diakses tanggal 25 Februari 2008 dari

http://setiadi.wordpress.com/2007/02/07/koperasi-dalam-islam/

35

(50)

Dilihat dari segi falsafah atau etika yang mendasari gagasan koperasi

banyak terdapat segi-segi yang mendukung persamaan dan dapat diberi rujukan

dari segi ajaran Islam. Persamaan falsafah atau etik itu ditemukan dalam

penekanan pentingnya kerjasama dan tolong-menolong (ta’awun), persaudaraan

(ukhuwah) dan pandangan hidup demokrasi (musyawarah) seperti dalam

Al-Quran menyuruh manusia bekerja sama dan tolong menolong dengan menegaskan

bahwa kerja sama dan tolong-menolong itu hanyalah dilakukan dalam kebaikan

dan mencerminkan ketakwaan kepada Tuhan.

Determinasi institusional badan usaha koperasi dalam perspektif yuridis

konstitusional di atas, secara esensial banyak mengandung aspek-aspek yang

mejadi titik taut dengan prinsip syariah dalam kegiatan usaha perkoperasian.

Bahkan, hampir secara totalitas memiliki kesamaan prinsip yang justru

“bersenyawa” dengan sistem operasional prinsip syariah. Secara esesnsial titik

temu dimaksud antara lain terletak pada:36

a. Eksistensi badan usaha koperasi sebagai suatu konsep sistem gerakan ekonomi

kerakyatan sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan dan demokrasi

ekonomi, secara eksklusif berperan dalam membangun dan mengembangkan

kemampuan potensial ekonomi dan memajukan kesejahteraan anggotanya,

melainkan juga berperan serta dalam mewujudkan kualitas kesejahteraan

ekonomi dan sosial masyarakat yang maju, adil dan makmur.

36

(51)

b. Karakteristik badan usaha koperasi tidak sekedar menjadi persekutuan orang,

melainkan sangat potensial untuk dapat dikembangkan menjadi persekutuan

sosial dan modal.

c. Sistem pengelolaan usaha berdasarkan prinsip open management

d. Konstruksi skim permodalan yang meniscayakan keikutsertaan seluruh

anggotanya sebagai pilar utama usaha pemupukan modal, selain tetap

dimungkinkan skim permodalan berasal dari pinjaman dan penyertaan.

e. Sistem pemberian jasa yang terbatas terhadap modal dan sistem pembagian

sisa hasil usaha yang dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa

usaha masing-masing anggota

f. Spesifikasi kegiatan usaha yang berkaitan langung dengan kepentingan

anggota, untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota selain tetap

diniscayakan melakukan layanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dengan menjalankan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi

rakyat.

Secara garis besar antara koperasi konvensional dan koperasi syariah

mempunyai pengertian yang sama, yaitu:

a. Badan Usaha/ lembaga (untuk kerja sama)

b. Terdiri dari anggota

(52)

d. Tidak ada paksaan

e. Modal bersama berdasarkan profit and loss sharing

Perbedaan antara keduanya yaitu:

Pertama, Koperasi syariah/ Koperasi dalam Islam belum memiliki hukum

formal atau material. Belum ada yurisprudensia-nya berdasarkan fikih sosial yang

berkembang di Indonesia.

Kedua, perbedaan pokok antara Koperasi Simpan Pinjam (KJKS) dengan

Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK)

adalah adanya larangan untuk membayar dan dan menerima bunga pada

KJKS/UJK Syariah. Karena bunga melekat pada pinjaman, maka KJK Syariah

tidak menggunakan skema pinjaman dalam penyaluran dananya. Pinjaman hanya

digunakan sebagai aktifitas sosial tanpa meminta imbalan, karena setiap pinjaman

yang disertai dengan imbalan adalah riba.

Ketiga, dalam menanggung resiko perbedaan antara keduanya yaitu jika

pada KJKS Konvensional menerapkan bahwa resiko dalam menjalankan usaha

berada pada anggota, dan tidak ikut menanggung kerugian jika ussahanya merugi,

maka pada KJKS ikut menanggung dan berbagi kerugian kapada anggotanya yang

usahanya mengalami kerugian secara proporsional.37

37

(53)

B. Latar Belakang Munculnya Kebijakan dan Peraturan

Perundang-Undangan Koperasi

Pada perekonomian modern dewasa ini, telah banyak diperlihatkan

kegagalan yang dialami sistem ekonomi yang dianut. Sisitem ekonomi

kapitalis yang berporos pada begitu besar peran pemerintah terhadap

kehidupan rakyat, kemudian runtuh dengan tumbangnya rezim komunis Uni

Sovyet. Selian itu, bisa dilihat sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan

kekayaan terpusat pada segelintir orang dan menyebabkan semakin besar gap

antara kaya dan miskin, yang diharapkan membawa kemakmuran banyak

orang ternyata semakin menimbulkan permasalahan-permasalahan

sosial-ekonomi.

Agama Islam yang di dalamnya terdapat pedoman hidup yang

komprehensif telah ‘mewanti-wanti’ umat Islam untuk menjaga kesimbangan.

Dengan konsep keseimbangan inilah yang melahirkan pemerataan pendapatan,

karena kesejahteraan itu muncul berawal adanya pemerataan pendapatan.

Sebagaimana firman Allah SWT:

...

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sehingga aktivitas bermain

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu siswa mencapi ketuntasan belajar pada aspek kognitif Fisika pada materi Teori Kinetik Gas kelas XI MIA 1 SMA Negeri 1

Metoda ini menggunakan data seismik sebagai input, sehingga berdasarkan trace seismik dan menggunakan wavelet berfasa nol agar memberikan hasil yang baik.. Metoda ini

Basis data (atau database) adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program

Dengan memanfaatkan data data yang tersaji dan melihat perkembangan upaya dan usah ayang dilakukan dalam periode penelitian, maka dengan melihat perbandingan data dan

memudahkan mengidentifikasi kelompok radikal kita dapat melihat dari karak- teristik kelompok tersebut. Yusuf al-Qaradawi menjelaskan karakteristik kelompok radikal

••  Apabila dari produk yang dihasilkan mem  Apabila dari produk yang dihasilkan memiliki 100% iliki 100% produk yang mengalami ketidaksesuaian, banyaknya produk yang