SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK
(Studi Kasus Pada Orang tua, Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak
Al-Qur’an Al-Ihsan)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Mega Yunita
1110111000008
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
i ABSTRAKSI
Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahi rabbil alamin kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini membahas tentang sosialisasi peran gender pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).
Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi yaitu Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA.
3. Ibu Iim Halimatusa’diyah MA selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Ida Rosyidah selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan selama penulis kuliah.
5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada mahasiswa.
6. Kepala Sekolah Ibu Dra Lili Sumarliah, guru-guru dan karyawan serta para informan di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.
iii
8. Abang Ajas yang selalu memberikan bantuan dan motivasi bagi penulis, terima kasih banyak.
9. Geng Kosan Ceria Riza Afriani a.k.a Isee, Sakya Andriyani a.k.a Surti, Ratih Rukmana a.k.a Neneng, Sufi Alfida dan Tammy NKJ, terima kasih teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya serta info-info terbaru (gosip dan curhatan). Keep on fighting girls!!!
10.Sepupu serta sahabat di rumah yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.
11.Teman-teman sesama mahasiswa khususnya Sosiologi 2010, terima kasih untuk pertemanan dan pengalamannya.
12.Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi penulisan skripsi ini.
Semoga semua jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis dapat menjadi amal shaleh yang diterima Allah SWT dan mereka selalu mendapatkan rahmat serta lindungan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan memberikan kontribusi yang positif bagi ilmu Sosiologi gender terutama yang berkaitan dengan peran orang tua dan lingkungan sekolah dalam mensosialisasikan peran gender pada anak sejak usia dini. Amin Ya Robbal alamin.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Tangerang, Mei 2014
iv
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an di Indonesia...32
B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan...33
C. Sarana dan Prasarana...34
D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik...35
E. Sumber Dana...41
F. Profil Subjek Penelitian...41
BAB III SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK A. Pandangan Orang Tua Terhadap Peran Gender Pada Anak...47
B. Cara Orang Tua Mensosialisasikan Peran Gender Pada Anak...50 C. Cara Anak Mempelajari Peran Gender yang Sesuai Dengan
v
Sekolah dan Teman Sebaya atau Teman
Bermain...67
1. Orang Tua (Keluarga)...68
2. Lingkungan Sekolah...78
3. Teman Sebaya atau Teman Bermain...84
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...90
B. Saran...92
vi
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin...2
Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab...3
Tabel I.G.1 Profil Informan Orang Tua...21
Tabel I.G.2 Profil Informan Anak...23
Tabel I.G.3 Profil Informan Guru ...24
Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang Tua...27
Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak...28
Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru...28
Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi...29
Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik...35
Tabel II.E.2 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013...38
Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014...38
Tabel II.G.1 Profil Informan Orang Tua... 42
Tabel II.G.2 Profil Informan Anak...45
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah...35
Gambar III.C.1 Suasana Kelas...79
Gambar III.C.2 Jenis Permainan Anak Laki-laki...82
Gambar III.C.3 Jenis Permainan Anak Perempuan...82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak.
Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran
gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak.
Selanjutnya, penelitian ini juga ingin memahami cara anak mempelajari peran
gender dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan teman sebaya.
Fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji karena disadari atau tidak,
dalam mensosialisasikan pengetahuan baru pada anak, orang tua seringkali
membedakan perilaku berdasarkan jenis kelamin sang anak bukan karena karakter
anak yang memang berbeda dan begitu pula dengan lingkungan sekitar anak.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua memandang bahwa
anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda berdasarkan gender,
berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin tradisional (Peters,
1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani, 2010:143).
Pengertian gender dan jenis kelamin berbeda, tetapi masih saja ada yang
mengartikan gender sebagai jenis kelamin. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan
2
Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin :
Gender Jenis kelamin atau Seks
Bersifat sosial budaya dan merupakan
buatan manusia
Bersifat alamiah
Bersifat sosial budaya dan merujuk
pada tanggung jawab, peran, pola
perilaku, kualitas-kualitas dan lain-lain
yang bersifat maskulin dan feminin
Bersifat biologi dan merujuk pada
perbedaan yang nyata dari alat kelamin
dan perbedaan terkait dalam fungi
kelahiran
Bersifat tidak tetap, dapat diubah dari
waktu ke waktu, dari satu kebudayaan
yang lain, bahkan dari satu keluarga ke
keluarga yang lain
Bersifat tetap, akan sama di mana saja
Bisa diubah Tidak bisa diubah
Sumber : Kamla diterjemahkan oleh Zaki Hussein,2000:4
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin berbeda
dengan gender. Jenis kelamin merupakan perbedaan yang bersifat kodrat atau
alamiah dan tidak dapat diubah, sedangkan gender merupakan perbedaan akibat
dari konstruk sosial budaya dan merupakan buatan manusia. Gender tidak dibawa
sejak lahir melainkan melalui proses sosialisasi yang dikonstruksikan oleh budaya
3
Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat,
Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab
ASPEK LAKI-LAKI PEREMPUAN
Sifat Maskulin Feminim
Fungsi Produksi Reproduksi
Ruang Lingkup Publik Domestik
Tanggung Jawab (Peran) Nafkah Utama Nafkah Tambahan
Sumber :Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,2007:8
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dilihat dalam beberapa aspek. Perbedaan ini merupakan hasil
dari proses sosialisasi gender yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sosialisasi
gender dimulai saat kita lahir, dari pertanyaan sederhana “apakah itu bayi laki-laki
atau perempuan?”. Sejak saat itu, pembedaan mulai muncul baik secara fisik
maupun non fisik. Sosialisasi gender adalah bentuk sosialisasi yang fokus pada
bagaimana anak-anak dari jenis kelamin yang berbeda disosialisasikan ke dalam
peran gender mereka masing-masing dan mengajarkan mereka apa yang dimaksud
dengan laki-laki atau perempuan (Crespi:2003:2).
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan institusi awal
dimana proses sosialisasi peran gender dipelajari. Seperti pada pemilihan nama,
pemilihan perlengkapan bayi, pemberian warna, pemberian aksesoris, pemberian
mainan, penjelasan sikap yang tepat, penerapan pola pegasuhan serta pembagian
4
oleh orang tuanya. Umumnya orang tua menamai bayi menyesuaikan dengan jenis
kelaminnya. Contohnya pada bayi laki-laki yang beragama Islam seringkali diberi
nama Nabi seperti Adam, Muhammad, Yusuf dan lainnnya. Sedangkan untuk bayi
perempuan terdapat orang tua yang memberi nama jenis-jenis bunga seperti
mawar, melati, lili dan lainnya. Untuk bayi laki-laki biasanya diberikan
perlengkapan bayi berwarna biru serta mainan mobil, pesawat atau bola dan tanpa
diberi aksesoris, sedangkan untuk perlengkapan bayi perempuan berwarrna merah
muda atau pink dan mainan berupa boneka atau masak-masakan serta pemberian
aksesoris berupa anting di telinga untuk memberi tanda bahwa ia anak perempuan.
Kemudian ketika anak mulai beranjak besar, orang tua mensosialisasikan peran
gender berupa sikap yang tentunya disesuaikan dengan jenis kelamin anak. Jika ia
anak perempuan, maka akan diajarkan sikap feminin seperti lemah lembut,
penurut. Jika ia anak laki-laki, maka akan diajarkan sikap maskulin seperti kuat,
mandiri, berani dan sebagainya.
Sosialisasi peran gender juga terlihat dari pembagian kerja berdasarkan
gender atau gender division of labor (Mosse,1996:5). Saat anak perempuan
menginjak usia remaja, maka ia akan disuruh membantu ibu, mengasuh adiknya,
patuh kepada orang tuanya dan menunjukkan rasa tanggung jawab mengenai
tugas rumah. Pada usia yang sama, anak laki-laki diajarkan untuk bisa berdiri
sendiri (self-reliant) dan harus berprestasi yaitu mencari nafkah. Hal ini terutama
berlaku dalam lingkungan budaya di mana lelaki harus berburu dan mencari
5
rumah untuk melahirkan, mengasuh dan merawat anggota keluarganya
(Sadli,2010:8).
Sosialisasi gender lainnya dapat dipelajari melalui pola relasi antara ayah
dan ibu. Berdasarkan pengamatan di lingkungan sekitar, jika dalam suatu keluarga
diterapkan pola relasi yang tradisional dimana sang ayah bersikap mendominasi
dalam menentukan semua keputuan dalam keluarga sedangkan sang ibu tidak,
maka terdapat relasi yang tidak seimbang dalam keluarga tersebut antara laki-laki
dan perempuan. Hal ini dapat menyebabkan anak berpikir bahwa laki-laki
merupakan pemegang kuasa, sedangkan perempuan tidak dan perempuan harus
menuruti segala keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Tetapi, jika dalam suatu
keluarga terjalin relasi yang egaliter atau sederajat antara laki-laki dan perempuan
dalam menentukan kebijakan, maka pola pikir dan perilaku anak tidak akan bias
gender. Ia akan menganggap bahwa tidak hanya kaum lelaki yang memiliki andil
besar dalam mengambil keputusan dalam keluarga tetapi kaum perempuan juga.
Selain itu, pola relasi antara orang tua dan anak juga perlu diperhatikan.
Siegal menyimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan ayah kepada anak sedikit
berbeda dengan yang dilakukan ibu. Ayah membedakan sosialisasi tentang
kedisiplinan dan hukuman fisik antara anak laki-laki dan perempuan. Lebih
spesifiknya, ayah lebih beraksi negatif daripada ibu ketika anak laki-lakinya
mengajak bermain dengan mainan yang berbeda gender (Siegal,1987, dalam
Wharton,2005:126). Anggapan yang beredar di masyarakat, pengasuhan dan
6
mendapatkan pola pengasuhan yang lebih tegas dan keras, sedangkan anak
perempuan mendapatkan pola pengasuhan yang bersifat lemah lembut.
Selain keluarga, agen sosialisasi gender lainnya adalah sekolah, teman
sebaya, masyarakat dan media massa (Crespi,2003:2). Ketika anak memasuki usia
sekolah, maka sosialisasi peran gender semakin terlihat. Hal sederhananya
dimulai dari seragam sekolah, anak laki-laki memakai celana sebagai
bawahannya, sedangkan untuk anak perempuan memakai rok. Kemudian juga
dalam kurikulum pendidikan, tidak jarang kita menemukan kalimat dalam buku
pelajaran sekolah berupa “Ayah pergi ke kantor dan Ibu pergi ke pasar”. Hal ini
menunjukan bahwa kaum laki-laki bekerja di ranah publik, sedangkan perempuan
berkerja di ranah domestik yaitu hanya mengerjakan urusan rumah seperti
membersihkan rumah, memasak makanan untuk keluarga. Serta adanya tugas
piket kelas yang sensitif gender, anak laki-laki mendapat tugas yang
mengandalkan kekuatan seperti mengangkat bangku, sedangkan anak perempuan
mendapat tugas yang lebih ringan seperti menyapu dan mengepel lantai. Anak
juga diajarkan untuk menggunakan toilet yang disesuaikan dengan jenis
kelaminnya masing-masing.
Guru sebagai orang tua di sekolah juga merupakan panutan anak dalam
berpikir dan berperilaku. Guru diharapkan menjadi sosok yang dapat
memperlakukan anak secara sama dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin
dan guru seharusnya memberikan anak kebebasan baik dalam berinteraksi
7
Agen sosialisasi gender selanjutnya adalah teman sebaya yang merupakan
salah satu orang terdekat anak. Melalui teman sebaya anak dapat banyak
mempelajari sosialisasi peran gender seperti pada pemilihan teman serta
pemilihan mainan. Sering dijumpai bahwa anak memilih teman sebaya
berdasarkan kesamaan jenis kelaminnya. Anak perempuan bermain dengan anak
perempuan dan begitu juga anak laki-laki, bermain dengan anak laki-laki lainnya.
Tetapi ada juga yang bermain secara bersama-sama antara anak laki-laki dan
perempuan.
Dalam pemilihan mainan, di lingkungan masyarakat terdapat semacam
kebiasaan mengenai jenis permainan anak berdasarkan jenis kelamin, seperti anak
laki-laki diharuskan bermain mobil-mobilan dan anak perempuan diharuskan
bermain boneka. Ketika ditemui anak yang memainkan permainan yang dikatakan
tidak sesuai dengan jenis kelaminnya atau diluar kebiasaan masyarakat, contohnya
anak laki-laki bermain boneka atau anak perempuan bermain mobil-mobilan,
maka anak tersebut seringkali akan mendapatkan sindiran atau olokan dari
teman-temannya atau yang lebih parah lagi akan dikucilkan.
Di lingkungan masyarakat, anak mendapatkan pendidikan berupa
pengalaman hidup. Setiap masyarakat meneruskan kebudayaannya kepada
generasi penerus melalui interaksi sosial. Interaksi sosial yang berjalan dengan
baik berarti proses sosialisasi terjadi dengan baik. Lingkungan sekitar tempat
tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di sinilah anak
mengenal lingkungan sosial baru yang berbeda dengan di rumah. Jika di rumah
8
tahu bahwa cara-cara seperti itu akan mendapatkan ejekan. Dalam lingkungan
masyarakat, anak akan mempelajari hal-hal yang baik dan anak juga dapat
mempelajari hal-hal yang buruk (Idi,2011:108).
Media massa merupakan agen sosialisasi peran gender yang terakhir. Media
massa yang banyak mensosialisasikan peran gender salah satunya adalah televisi
baik dalam bentuk berita, iklan maupun film atau sinetron. Tampilan yang
disuguhkan dalam model iklan seringkali mengandung unsur stereotipe gender
yang menjadikan perempuan sebagai korban pertama atas stereotipe gender
berbasis iklan. Iklan berfungsi sebagai media untuk memasarkan produk seperti
alat-alat keperluan rumah tangga yang cenderung menampilkan perempuan
sebagai orang pertama yang memerankan alat-alat tersebut. Melalui peran media
ini posisi dan stereotipe gender perempuan semakin merugikan kaum perempuan.
Bahkan tak jarang ditengah menguatnya arus konsumerisme, tubuh perempuan tak
luput menjadi sorotan media dalam ajang perebutan komoditas produk untuk
memapankan kepentingan modal (Rosyidah dan Hermawati, 2013:35).
Fenomena-fenomena ini umumnya terjadi di lingkungan sekitar kita baik itu
pernah dialami oleh diri sendiri sewaktu kecil maupun oleh orang lain. Sosialisasi
peran gender yang tradisional akan menyebabkan munculnya perbedaan peran
gender berupa stereotipe atau pelabelan yang dialamatkan pada masing-masing
jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Apabila individu berperilaku
tidak sesuai dengan peran gender yang telah distereotipekan maka tak jarang akan
mendapatkan sindiran atau pengucilan dari masyarakat karena dianggap
9
menyebabkan munculnya dikriminasi berupa subordinasi dan beban ganda
terhadap individu tertentu. Dikriminasi ini umumnya terjadi pada kaum
perempuan. Namun, terkadang kaum perempuan tidak menyadari bahwa mereka
termasuk korban dari dikriminasi gender.
Penelitian ini akan memfokuskan pada tiga agen sosialisasi peran gender
yaitu orang tua, guru sekolah dan teman sebaya. Alasannya karena ketiga agen
sosialisasi peran gender ini merupakan agen yang terdekat dengan anak, sehingga
mempunyai pengaruh yang lebih besar pada anak. Oleh karena itu, peneliti
mengangkat tema ini dalam sebuah penelitian berbentuk skripsi yang diberi judul:
“Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak : Studi Kasus pada Orang Tua,
Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan”.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak?
2. Bagaimana cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak?
3. Bagaimana cara anak mempelajari peran gender yang sesuai dengan jenis
kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan
teman sebaya atau teman bermain?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berikut tujuan dan manfaat penelitian ini :
10
a. Untuk mendeskripsikan pandangan orang tua terhadap peran gender pada
anak.
b. Untuk memberikan gambaran mengenai cara orang tua mensosialisasikan
peran gender pada anak.
c. Untuk memahami cara anak mempelajari peran gendernya yang sesuai
dengan jenis kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan
sekolah (guru) dan teman sebaya atau teman bermain.
2. Manfaatnya penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik kegunaan akademis
maupun kegunaan praktis.
a. Akademis :
1) Sebagai media bagi penulis untuk mengidentifikasi, mempelajari dan
menganalisis suatu gejala sosial pada masyarakat, mengaplikasikan
dan menganalisa teori belajar sosial dan teori kognitif secara
mendalam pada fenomena sosial yang terjadi di Indonesia serta
sebagai kontribusi bagi perkembangan ilmu sosiologi gender terutama
yang berkaitan dengan peran orang tua atau keluarga dalam
mensosialisasikan peran gender tradisional pada anak sejak usia dini.
b. Praktis :
1) Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif mengenai
sosialisasi peran gender tradisional dari orang tua, guru dan teman
11
yang akan meneliti masalah yang sama atau yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2) Bermanfaat bagi orang tua atau keluarga terkait bagaimana
mensosialisasikan peran gender tradisional ke anak serta para penggiat
gender untuk melakukan advokasi di ranah keluarga karena
penanaman peran gender sudah dimulai sejak dini di keluarga.
3) Memberi kontribusi bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan
tentang peran gender yang lebih progresif, egaliter dan adil gender
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menjadikan penelitian ini relevan, dibutuhkan perbandingan dengan
penelitian sebelumnya yang terlebih dahulu mengangkat tema tentang sosialisasi
peran gender pada anak. Penelitian pertama adalah penelitian Khaerul Umam
Noer (2009) yang berjudul Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender
Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan penelitian ini dilakukan di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan teori
kepribadian dari Herbert Mead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga
cara pola pengasuhan anak oleh buruh teh yaitu dilakukan ketika mereka di rumah
sepulang bekerja, dilakukan oleh kerabat terdekat ketika mereka sedang bekerja
dan di sekolah sekitar bagi anak usia sekolah. Dalam sosialisasi peran gender
sudah terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan baik dari segi
bahasa, permainan serta pembagian kerja yang dikontruksikan dengan jenis
12
lebih baik, ramah, sopan sedangkan laki-laki tidak harus. Permainan laki-laki
identik dengan membutuhkan tenaga dan kecerdikan seperti sepak bola,
layang-layang sedangkan perempuan identik dengan sikap keibuan dan lemah lembut
seperti boneka, rumah-rumahan. Pembagian kerja pada perempuan selalu
disosialisasikan akan kewajiban membantu ibu di rumah atau kegiatan reproduksi
sosial sedangkan anak laki-laki tidak.
Penelitian kedua dilakukan oleh Dewi Ashuro Itouli Siregar dan Sri Rochani
(2010) yang berjudul Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan Prasangka Gender
pada Anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi
gender oleh orang tua dengan prasangka gender pada remaja. Penelitian ini
menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 200 responden dari SMUN
27 Jakarta Pusat, SMUN 39 Jakarta Timur, SMUN 90 Jakarta Selatan, SMUN 65
Jakarta Barat dan SMUN 13 Jakarta Utara. Sebanyak 94 orang berjenis kelamin
pria (47%) dan 106 orang berjenis kelamin perempuan (53%). Hasil menunjukkan
bahwa orang tua yang paling dominan mensosialisasikan peran gender adalah ibu
(73,5%) berdasarkan responden pria sebanyak 56,4% dan responden perempuan
sebanyak 84,9%. Konsep prasangka gender erat hubungannya dengan identitas
jenis kelamin karena konsep prasangka gender merupakan bentuk penerimaan
atau penolakan gender seseorang. Para orang tua cenderung membedakan
perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, anak dari orang tua
tersebut tidak selalu berpandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah
13
hanya pantas untuk menjadi istri atau ibu rumah tangga dan begitu pula
sebaliknya dengan anak laki-laki. Sehingga berdasarkan analisis korelasi Pearson,
tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orangtua berhubungan dengan
prasangka gender secara umum, baik penerimaan maupun dengan penolakan
gender pada remaja pria dan perempuan.
Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jatininggsih dan
Kartikasari (2010) dengan judul Upaya Menyemaikan Nilai-Nilai Kesetaraan
Melalui Pendidikan Gender di Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini dilaksanakan
di PG-TK di Surabaya yaitu TK Dharma Wanita UNESA, TK Tadika Puri
Wiyung, TK Al Madani, TK Kartini Jagir. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Subjek
penelitiannya adalah guru-guru TK yang dipilih secara purposif. Jumlah subjek
dalam penelitian ini adalah 11 guru TK. Fokus penelitian ini adalah konstruksi
gender guru dan sosialisasi gender yang terjadi di sekolah. Terdapat tiga teori
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori identifikasi, teori belajar sosial
dan teori perkembangan sosial atau kognitif. Hasil penelitian menunjukkan,
mengenai konstruksi gender, para guru TK masih tradisional namun mulai
bergeser ke arah yang egalitarian. Subjek lebih menuntut anak perempuan untuk
dapat mengadopsi stereotipe maskulin yang positif seperti berani memimpin,
tegas, dan tanggung jawab, sementara tidak demikian halnya kepada anak
laki-laki. Tuntutan terhadap anak laki-laki untuk mengadopsi stereotipe feminin tidak
sekuat tuntutan terhadap perempuan. Sosialisasi peran gender di sekolah terlihat
14
materi yang bias gender serta kegiatan baris berbaris yang dibedakan berdasarkan
jensi kelamin anak. Serta masih terdapatnya perilaku guru yang bias gender ketika
mereka berinteraksi dengan anak didiknya.
Penelitian keempat yaitu penelitian Fardus A. Angkah (2011) yang berjudul
Peranan Gender Dalam Keluarga Studi Kasus Etnis Mandar di Pesisir Pantai
Tonyaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitiannya, Fardus menjelaskan bahwa salah satu aspek penting dalam
memahami konsep gender adalah kehidupan dalam keluarga agar tidak terjadi
ketimpangan gender. Peranan gender dalam keluarga Mandar di pesisir Pantai
Tonyaman dalam tugas-tugas keluarga, pemeliharaan anak, dan perkawinan pada
umumnya tidak bias gender. Namun masih ada peran-peran tertentu yang masih
didominasi peran perempuan, seperti merawat anak pada saat sakit. Pengambilan
keputusan dalam hal masalah-masalah dalam rumah tangga keluarga Mandar di
pesisir Pantai Tonyaman sudah tercipta kesetaraan dan kemitraan terpadu antara
suami dan isteri. Adapun nilai sosial budaya dan status sosial ekonomi tidak
menjadi penghalang untuk terjadinya kesetaraan dan kemitraan terpadu antara
suami dan isteri. Konsep gender yang menonjol dalam keluarga Mandar adalah
konsep Sibali Parri. Sibali Parri bermakna susah senangnya dalam
berumahtangga ditanggung bersama oleh suami dan istri. Dengan konsep Sibali
Parri, ruang domestik dan ruang publik sudah menjadi hal yang tidak
dipertentangkan.
Penelitian yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariane Utomo,
15
judul Attitudes to Gender Roles among School Students. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, respondennya adalah anak yang berusia 6
dan 12 tahun yang berasal dari 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi
Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Fokus penelitian ini yaitu mengenai isu
sosialisasi dan mengetahui sosialisasi di lingkungan rumah siswa, mengeksplorasi
persepsi dan sikap siswa terhadap peran gender dan sejauh mana peran gender
sosialisasi di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut para
responden, terdapat perbedaan sosialisasi peran gender orang tua yang berlaku di
rumah. Ayah merupakan orang yang paling kuat bertanggung jawab dalam
mencari nafkah, sedangkan ibu bertanggung jawab dalam mengurus rumah.
Kemudian terdapat pembagian kerja berdasarkan gender di rumah yaitu ayah
dianggap lebih pantas untuk memperbaiki lantai yang rusak, membayar tagihan,
membersihkan taman dan menghadiri pertemuan masyarakat, sedangkan ibu
belanja, memasak, membersihkan rumah dan merawat anggota keluarga yang
sakit.
Berdasarkan lima penelitian terdahulu di atas maka terdapat persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang pertama yaitu pada fokus
penelitian yang sama-sama mengangkat sosialisasi peran gender yaitu pada
penelitian pertama sampai penelitian kelima. Persamaan kedua terletak pada teori
yang digunakan yaitu teori belajar sosial dan teori perkembangan kognitif atau
sosial pada penelitian kedua dan penelitian ketiga. Namun, penelitian ini juga
memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada informan. Pada
16
informan orang tua atau informan anak atau informan guru, sedangkan pada
penelitian ini terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru.
Sehingga, dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan beragam.
Berdasarkan pemaparan lima penelitian terdahulu, skripsi peneliti cenderung lebih
mirip pada penelitian pertama baik dari tema yang diangkat yaitu sosialisasi peran
gender dan metode penelitian yang dipakai.
E. Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan teori belajar sosial atau social learning theory
dari Albert Bandura (1977) yaitu anak memperoleh identitas, peran dan tingkah
laku gender melalui pembelajaran dan pengamatan langsung yang disesuaikan
dengan jenis kelamin mereka. Pembelajaran dan pengamatan langsung ini
mengacu kepada orang tua dan agen sosialisasi gender lainnya yang akan
merespon secara kuat tingkah laku yang tepat bagi anak dan akan mencegah atau
menghukum apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak sesuai dengan jenis
kelaminnya (Micanovic,1997:589). Teori ini menjelaskan bahwa tipe gender
seperti perilaku sosial dan kognitif lainnya yang dipelajari melalui penguatan,
hukuman, observasi dan imitasi (Crawford,2004:173). Analisa temuan di
lapangan memperkuat teori yang dikatakan oleh Crawford bahwa anak
mempelajari peran gendernya melalui penguatan berupa pembelajaran yang
didapatnya dari agen sosialisasi gender seperti keluarga, sekolah dan teman
sebaya mengenai pewarisan nilai-nilai gender. Anak laki-laki didorong untuk
menjadi pribadi yang maskulin sedangkan perempuan menjadi pribadi yang
17
apabila bertingkah laku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena hal tersebut
dianggap bentuk penyimpangan karena tidak sesuai dengan norma atau kebiasaan
masyarakat, contohnya anak laki-laki berperilaku manja akan ditegur dan
diharuskan berperilaku mandiri. Observasi, anak melakukan observasi atau
pengamatan yang mengacu pada agen sosialisasi peran gender dan kemudian anak
melakukan imitasi atau proses peniruan yang merupakan hasil dari observasi yang
dilakukan sebelumnya. Anak laki-laki akan meniru perilaku dan penampilan dari
laki-laki dewasa dan anak perempuan akan meniru perilaku dan penampilan dari
perempuan dewasa, contohnya anak perempuan yang melihat sang ibu sedang
berdandan kemudian akan ikut menirunya.
Teori selanjutnya yaitu teori perkembangan kognitif atau cognitive
development theory. Teori Perkembangan Kognitif berpandangan bahwa anak
menjadi partisipan dalam proses perkembangannya sendiri, artinya secara aktif
anak berusaha untuk memperoleh pengetahuan atau informasi tentang peran
gendernya, kemudian memonitor perilakunya sendiri sesuai dengan norma peran
gender yang berlaku(Jatiningsih,2010:465).
Masa kritis anak tentang gender dimulai saat anak berusia sekitar dua tahun,
disaat anak mulai menyadari jenis kelaminnya dan perbedaannya dengan orang
lain (Andriana,2006:21). Oleh karenanya, anak mulai dapat mengidentifikasikan
dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing.
Anak laki-laki dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat. Ketika ia jatuh maka ia
berusaha untuk tidak menangis karena orang tuanya menekankan bahwa anak
18
distereotipekan lemah. Jadi, apabila anak perempuan jatuh kemudian menangis
akan dianggap hal yang wajar dan akan dibujuk atau ditenangkan untuk tidak
menangis melalui pemberian hadiah. Menangis bukanlah sesuatu yang buruk asal
tidak berlebihan karena menangis merupakan ekspresi luapan emosi seseorang
agar menjadi lebih tenang, tidak hanya anak kecil, orang dewasapun juga
menangis.
F. Definisi Konsep
Pengertian sosialisasi berdasarkan kamus sosiologi yaitu suatu proses sosial
yang mana seseorang belajar menghayati dan melaksanakan sistem nilai dan
sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyararakat tempat dia berada
(Priyatna,2013:155). S. Nasution menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses
bimbingan individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik
individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi
anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus,
sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan (S. Nasution,2009, dalam
Idi,2011:100). Merujuk pada kedua pengertian itu, maka peneliti mengartikan dan
mengarahkan sosialisasi disini yaitu sebagai bentuk interaksi berisi suatu
pengetahuan yang melibatkan lebih dari satu orang yang dipengaruhi oleh aspek
tertentu dan memiliki tujuan. Dalam penelitian ini, sosialisasi yang dimaksud
adalah sosialisasi antara orang tua dengan anak serta anak dengan agen sosialisasi
gender lainnya seperti guru sekolah dan teman sebayanya.
Pengertian peran menurut kamus sosiologi yaitu pelaksanaan hak dan
19
Selanjutnya, pengertian gender menurut kamus sosiologi yaitu perbedaan antara
pria dan wanita berdasarkan faktor psikologis, sosial dan kebudayaan
(Priyatna,2013:58). Disini peneliti mengartikan peran gender sebagai sekumpulan
tingkah laku seseorang yang distereotipekan oleh budaya masyarakat pada
masing-masing jenis kelamin.
Terdapat dua pandangan mengenai peran gender yaitu tradisional dan
egaliter atau sederajat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua
memandang bahwa anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda
berdasarkan gender, berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin
tradisional (Peters, 1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani,
2010:143). Anak yang berasal dari keluarga yang tradisional peran gendernya
akan cenderung memiliki konstruksi dan perilaku yang tradisional, sementara
anak yang berasal dari keluarga yang lebih egalitarian dan demokratis juga akan
cenderung menjadi anak yang egalitarian dan demokratis (Hurlock,1986:464
dalam Jatininggsih dan Kartika,2010:464).
Peneliti akan mencari tahu dan memahami bagaimana pandangan orang tua
terhadap peran gender anak apakah dikategorikan sebagai pandangan peran
gender tradisional atau egaliter. Selain itu, ingin memberikan gambarana terkait
cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak dan bagaimana cara
sang anak dalam mengidentifikasi, mempelajari dan mengaplikasikan peran
gender sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing dari orang tua, lingkungan
sekolah maupun teman sebaya.
20 1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan ditulis dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Tohirin,2012:3).
Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah peneliti ingin
mendapatkan informasi atau data secara akurat dan mendalam dari para informan
mengenai sosialisasi peran gender karena pendekatan kualitatif sendiri memiliki
beberapa teknik pengumpulan data seperti kegiatan wawancara dan observasi atau
pengamatan. Melalui kegiatan wawancara, peneliti akan berusaha menggali
informasi yang mendalam dari para informan. Selain informasi yang didapat dari
informan, peneliti juga mendapatkan informasi melalui observasi yang dilakukan
di lingkungan TKA Al-Ihsan. Peneliti akan mencatat aktivitas apa saja yang
dilakukan oleh para informan di lingkungan TKA Al-Ihsan.
Dari segi informan, informan dalam penelitian dipilih berdasarkan kriteria
tertentu sehingga informasi yang didapat bukan dari sembarang informan. Selain
itu, dalam penelitian ini terdapat informan anak yang masih berusia dini sehingga
tidak memungkin untuk menggunakan kuisioner.
2. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua, anak-anak dan guru di sekolah
21
Informan dipilih berdasarkan tujuan tertentu (purposive) dengan memperhatikan
beberapa kriteria pada masing-masing kategori informan yang diharapkan dari
penelitian ini. Jumlah keseluruhan informan yang akan diteliti sebanyak 26 orang.
Terdiri dari 12 orang tua, 12 anak atau santri dan 2 orang guru. Berikut
merupakan data mengenai informan orang tua :
Tabel I.G.1 Profil Informan Orang tua
No Nama Jenis
5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy
22
Mayoritas informan orang tua pada penelitian ini adalah perempuan yaitu
sebanyak 11 orang, sedangkan hanya ada satu orang informan laki-laki. Hal ini
dikarenakan peneliti mengalami kesulitan untuk mencari informan laki-laki yang
bersedia untuk diwawancarai. Kriteria pemilihan informan orang tua yaitu
merupakan orang tua yang menyekolahkan anaknya di Taman Kanak-Kanak
Al-Qur’an Al – Ihsan, berusia di atas 25 tahun, dipilih enam orang tua yang berkerja
di ranah publik dan enam orang tua yang bekerja di ranah domestik untuk
membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari anak
yang menjadi subjek penelitian ini. Hal ini, dikarenakan untuk membuktikan
kesamaan data atau informasi dari pertanyaan yang dilontarkan kepada subjek
penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara.
Untuk informan anak dalam penelitian ini terdiri dari enam orang laki-laki
dan enam orang perempuan. Informan anak TK dipilih karena menurut penelitian
dibidang neurologi yang dilakukan oleh Dr Keith Osborn, Dr Burton L. White dan
Prof. Dr. Benyamin S. Bloom, pada masa-masa usia 0 hingga 6 tahun, otak anak
berkembang sangat pesat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan
menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah
masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai
terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa
emas anak (golden age) (Soewito,2014). Selain itu, anak TK merupakan pribadi
yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Karena itulah peneliti
memilih anak TK sebagai informan penelitian. Kriteria pemilihannya yaitu
23
informan dan berusia empat sampai enam tahun. Perbedaan umur informan anak
dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui pola pikir anak berdasarkan
umurnya. Berikut tabel mengenai data informan santri atau anak :
Tabel I.G.2 Profil Informan Anak
sebagai subjek penelitian karena menurut pengamatan dan pengalaman peneliti,
hubungan antara guru dan murid TK terjalin sangat erat dibandingkan tingkat
sekolah lain seperti SD, SMP atau SMU. Guru TK diharuskan untuk selalu
mengawasi dan mengarahkan murid-murid setiap saat, tak hanya di kelas tetapi
guru-24
guru di TKA Al-Ihsan. Dipilih dua orang guru dengan kriteria telah mengajar di
TKA Al-Ihsan selama lebih dari lima tahun sehingga mereka telah mengetahui
seluk beluk TKA Al-Ihsan. Berikut data mengenai informan guru :
Tabel I.G.3 Profil Informan Guru
No Nama Pendidikan Terakhir Jabatan
1. Mayani, S.Pd.I S 1 PAUD Wakil Kepala Sekolah / Guru
kelompok B 1
2. Nurlaela, S.Pd.I S 1 PAUD Guru kelompok B 2
Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan
a. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan
di Kelurahan Kemiri Muka Kota Depok. Dipilihnya Taman Kanak-Kanak
Al-Qur’an Al-Ihsan ini dilatarbelakangi beberapa alasan yaitu TKA Al-Ihsan
merupakan salah satu dari TK Islam yang berdiri di Kota Depok. TK Islam sendiri
sangat kental dengan pembedaan antara laki-laki dan perempuan seperti pada
pakaian seragam. Anak laki-laki mengenakan pakaian muslim koko dengan topi
atau peci, sedangkan anak perempuan mengenakan pakaian muslim gamis dengan
jilbab atau kerudung. TKA Al-Ihsan merupakan salah satu TK tertua di Kota
Depok karena telah berdiri selama 18 tahun dan masih sangat berjaya sampai saat
ini, hal itu karena TKA Al-Ihsan mendapatkan citra positif dari masyarakat sekitar
25 b. Waktu penelitian
Waktu penelitian yang peneliti butuhkan dalam mengumpulkan data-data,
mengolah dan menganalisa data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
empat bulan, terhitung mulai dari bulan Januari 2014 sampai April 2014.
3. Jenis data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber
pertama di lapangan (Bungin,2013:128). Data primer yang dimaksud adalah data
yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan observasi atau pengamatan
langsung. Saat melangsungkan wawancara peneliti menggunakan alat bantu
perekam atau tape recorder untuk merekam semua informasi dari para informan.
Data yang berbentuk rekaman tersebut kemudian peneliti ubah menjadi bentuk
tulisan atau transkip data. Data primer dalam penelitian ini adalah orang tua, anak
dan guru.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi.
Data ini dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain yang biasanya sudah dalam
bentuk publikasi (Santoso,2004:56). Data sekunder berguna sebagai penunjang
informasi dalam penelitian selain data primer. Peneliti banyak memperoleh data
sekunder untuk penelitian ini melalui buku, skripsi, jurnal, internet dan sekretariat
26 4. Metode pengumpulan data
a. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan satu
orang yang ingin memperoleh informasi dari satu orang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang sering
kali disebut dengan wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara
kualitatif dan wawancara terbuka (openended interview). Wawancara tidak
terstruktur mirip dengan percakapan informal, bersifat luwes, susunan pertanyaan
dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara,
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk
karakteristik sosial-budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan dan sebagainya) responden yang dihadapi (Mulyana,2003:182-183).
Dalam mengarahkan wawancara sesuai dengan tujuan, peneliti
menggunakan pedoman wawancara yaitu susunan pertanyaan yang akan diajukan
kepada responden. Kemudian peneliti juga menggunakan alat bantu perekam
suara atau tape recorder agar peneliti fokus pada informasi yang berasal dari
informan tanpa perlu repot mencatat data wawancara. Pada penelitian ini, terdapat
tiga kategori informan yaitu orang tua, santri atau anak dan guru. Proses
wawancara dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kali pada setiap informan.
Proses wawancara tersulit berasal dari kategori santri atau anak karena mengingat
27
memiliki keterkaitan dengan pertanyaan yang dilontarkan. Oleh karenanya,
peneliti menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami oleh informan anak.
Berikut tabel mengenai waktu dan tempat wawancara dengan para informan :
Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang tua
NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT
1. Nurkomariah Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
2. Irma Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
3. Leni
Puspasari
Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
4. Ristianti Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
5. Nuraini Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
6. Evvy
Nursanti
Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
7. M. Arif Laki-laki Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
8. Milla Kartika Perempuan Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
9. Kristianti Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
10 Cut Perempuan Senin 27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
11. Roinah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan
28
Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak
NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT
1. Zaki Arya
Tamam
Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
2. Davian Pratama
Putra
Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
3. M. Alfa Fahrizy
Leandi
Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
4. Nayla Putri
Kamila
Perempuan Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
5. Selfa Adesti
Rahmawati
Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
6. Rehana
Dzulfiandini
Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
7. Teuku M.
Azhaky
Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
8. Farril Choir Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
9. Siti Hilyatul
Faizah
Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
10. M. Bil Davin Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
11. Hunnafa Alillah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
12. Raisa Maulidina
Sofa Jintang
Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan
Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru
NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT
1. Mayani, S.Pd.I Perempuan Selasa/4 Maret 2014 TKA Al-Ihsan
29 b. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu
dengan panca indra lainnya (Bungin,2013:142). Peneliti melakukan observasi di
TKA Al-Ihsan sebanyak enam kali dengan kegiatan observasi yang berbeda-beda.
Berikut tabel mengenai waktu dan jenis observasi atau pengamatan yang
dilakukan:
Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi
NO HARI/TANGGAL JENIS OBSERVASI/PENGAMATAN
1. Rabu/4 Desember 2013 Permohonan izin wawancara ke pihak sekolah TKA Al-Ihsan dan melakukan observasi ke dalam kelas untuk mengamati proses interaksi antara guru dan anak, anak dengan teman sebaya ketika kegiatan belajar dan mengajar berlangsung.
2. Selasa/22 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan informan anak serta mengamati kegiatan bermain anak di dalam dan luar kelas.
3. Kamis/23 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.
4. Jumat/24 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.
5. Senin/27 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua dan informan anak serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.
30
Peneliti mengamati dan mencatat apa saja aktivitas yang dilakukan santri
TKA Al-Ihsan di sekolah. Melihat aktivitas apa yang mereka lakukan, dengan
siapa dan menanyakan alasan dari aktivitas yang mereka lakukan. Aktivitas yang
peneliti maksudkan disini adalah interaksi yang dilakukan oleh anak kepada
teman, para guru maupun orang tua dalam lingkungan sekolah. Selain itu juga
mengamati jenis permainan yang dipilih oleh anak, baik di dalam kelas maupun di
luar kelas ketika jam istirahat tiba serta pemilihan teman sebaya.
5. Metode pengolahan data dan analisis data
a. Reduksi data yaitu merangkum data, memilih hal-hal yang pokok
atau penting. Hal ini dilakukan karena data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti dalam mengkategorisasikan data.
b. Display data atau penyajian data dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Dengan mendisplay data akan mempermudah peneliti untuk
memahami apa yang terjadi.
c. Penarikan kesimpulan yang diarahkan untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian ini
(Sugiyono,2013:246).
H. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
empat bab antara lain :
31
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
definisi konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM yaitu menjelaskan tentang profil yang diangkat
Pada penelitian ini yaitu pertumbuhan dan perkembangan Taman Kanak
Kanak (TK) di Indonesia dan di Kota Depok, gambaran umum TKA
Al-Ihsan yang meliputi letak geografis, sarana dan prasarana, data tenaga
pendidik dan anak didik, sumber dana serta profil subjek penelitian yaitu
profil orang tua, santri dan guru TKA Al-Ihsan.
BAB III : ANALISA PEMBAHASAN yaitu merupakan bentuk pembahasan dari
Pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak, cara orang tua
mensosialisasikan peran gender pada anak dan cara anak mempelajari
peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya baik dari orang tua
(keluarga), teman bermain/sebaya dan lingkungan sekolah
32
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan
Taman kanak-kanak Al-Qur’an Al-Ihsan merupakan sebuah lembaga
pendidikan Islam yang bertujuan untuk memberikan bekal wawasan kepada anak
sebelum memasuki sekolah dasar serta memberantas buta huruf Al-Qur’an sejak
dini. Berdiri pada tanggal 16 November 1996 dengan murid atau santri berjumlah
7 orang dan hanya memiliki 1 kelas, jumlah tenaga pendidiknya pun masih sedikit
serta belum memiliki tempat bermain baik di dalam maupun di luar ruangan.
Metode belajar yang dipakai pada saat itu merupakan metode Iqro 6 jilid dan
beberapa metode penunjang lainnya seperti membaca, menulis, menghitung
sederhana.
Seiring berjalannya waktu Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan telah
banyak mengalami berbagai perubahan baik dari segi fisik maupun non fisik. Pada
tanggal 30 November 2001, terbentuklah kepengurusan atau organisasi yayasan
dengan akte notaris No 10 yang disahkan oleh Firmansyah S.H dan semenjak saat
itu TKA Al-Ihsan resmi bergabung dengan Diknas Beji, Depok. Susunan
kepengurusan yayasan yaitu : Dewan Pendiri Alm H. Diding Bahrudin dan
Pengawas Hj. Sumiati Saeran, Ketua Pengurus Harian Hj. Emi Suhaemi,
Sekretaris Pengurus Harian Dra. Lili Sumarliah, Wakil Sekretaris Pengurus
Harian Babay Subardini, A. Md, Bendahara Pengurus Harian Dra. Sunariah
33
Tujuan dari berdirinya TKA Al-Ihsan pun diperluas tidak hanya sebatas
memberi bekal wawasan dan memberantas buta huruf Al-Qur’an tetapi juga untuk
menyeimbangkan potensi-potensi awal pada anak melalui beberapa aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik yang menyeluruh sesuai dengan Al-Qur’an,
Sunnah dan ajaran Rasulullah SAW.
B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan
Pada awal berdiri TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya Gg.
Pipa Gas Pertamina Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat.
Tetapi, pada tahun 2007 tanah yang ditempati TKA Al-Ihsan berserta puluhan
rumah warga lainnya dinyatakan Dinas Pemerintahan Kota Depok masuk ke
dalam proyek pembangunan jalan TOL Cinere-Jagorawi (Cijago) yang membelah
Kota Depok dari arah timur ke barat yang dimulai dari Tol Jagorawi dan berakhir
di Cinere Depok, sehingga mengharuskan TKA Al-Ihsan dan warga harus
berpindah tempat. Saat ini TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya, Gg.
Hj Fatimah Rt 01/11 Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat.
Tidak terlalu jauh dari lokasi yang lama hanya berjarak kurang lebih 200 m. TKA
Al-Ihsan berdiri di atas sebidang tanah seluas 500 m², dengan luas bangunan 319
m² dan luas taman bermain 100 m². Letaknya sangat strategis dan dapat dijangkau
dari berbagai penjuru. TKA Al-Ihsan jauh dari keramaian, gardu listrik
bertegangan tinggi, pabrik, jalur kereta api serta tempat pembuangan sampah yang
dapat menganggu kegiatan belajar.
Daerah tempat berdirinya TKA Al-Ihsan sangat aman dan nyaman. TKA ini
34
kantor Kelurahan Kemiri Muka. Lingkungan sekolah TKA Al-Ihsan pun sangat
asri dan hijau karena terdapat berbagai macam pohon dan pot bunga yang
memanjakan mata ketika melihatnya. Ditambah dengan halaman sekolah yang
cukup luas sehingga membuat anak leluasa bermain.
C. Sarana dan Prasarana
Peneliti mengartikan sarana dan prasarana disini sebagai segala fasilitas
yang miliki oleh TKA Al-Ihsan untuk menunjang kegiatan belajar baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sarana dan prasarana sangatlah penting demi
menunjang kelancaran proses belajar mengajar agar tujuan yang diinginkan
tercapai.
Gedung TKA Al-Ihsan terdiri dari dua lantai dengan cat dinding berwarna
krem dan beberapa dinding dilukis dengan gambar mural yang sangat menarik.
Sarana dan prasarana yang dimiliki TKA Al-Ihsan diantaranya terdapat satu ruang
kantor kepala sekolah, satu ruang guru, empat ruang kelas, satu ruang dapur, satu
kamar mandi guru, kamar mandi santri, aula, pendopo, kantin, lahan parkir serta
ruangan tunggu bagi orang tua santri.
Untuk taman bermain anak cukup memadai seperti halaman yang cukup
luas untuk upacara bendera, kegiatan olahraga dan bermain anak. Sarana bermain
pun cukup lengkap yang terdiri dari dua buah ayunan, satu buah jungkat jungkit,
satu buah papan seluncur biasa, satu buah papan seluncur spiral, satu buah
jembatan titian, satu buah komidi putar dan satu buah bak pasir. Selain itu, TKA
35
seperti balok-balok, puzzle, gambar seri, alat jahit anak, seni mengayam, menjahit
untuk anak, panggung boneka, plastisin, tanah liat, pohon angka, pohon hijaiyah,
rambu-rambu lalu lintas dan alat permainan lainnya.
Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik
a. Data Tenaga Pendidik
Berikut data pendidik tetap TKA Al-Ihsan :
Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik
No Nama Jabatan Pendidikan
1. Dra. Lili Sumarliah Kepala Sekolah S1
2. Mayani, S.Pd.I Wakil Kepala Sekolah/
Guru kelompok B 1
S 1 PAUD
3. Babay Subardini
A.Md
Tata Usaha/Administrasi
Sekolah
D3
4. Salmiati Guru kelompok A2 D1 PGTK
5. Deka Muriansa Guru kelompok A1 S1
6. Nurlaila Indriyani,
S.Pd.I
36
7. Nurlaela, S.Pd.I Guru kelompok B2 S1 PAUD
8. Khodijah Guru kelompok B2 S1
9. Adik Zuita, S.Pd Guru kelompok B1 S1 Bimbingan
Konseling
10. Aprilia Hidayah Karyawan SMP
Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan
Tenaga pendidik tetap di TKA Al-Ihsan sebagian besar berjenis kelamin
perempuan. Hal tersebut bukan dikarenakan hanya menerima tenaga kerja
perempuan saja tetapi lebih kepada sedikitnya jumlah laki-laki yang tertarik untuk
menjadi guru TK. Untuk menjadi seorang guru TK dibutuhkan kesabaran,
ketelatenan dan kasih sayang yang ekstra dalam mendidik anak yang memang
sedang aktif-aktifnya. Di lingkungan masyarakat, ketiga sikap tersebut
diidentikkan merupakan sifat yang dimiliki oleh kaum perempuan sehingga kaum
perempuanlah yang dianggap paling tepat dalam mendidik anak usia dini karena
bagaimanapun juga guru merupakan orang tua bagi murid di Sekolah.
Biarpun begitu TKA Al-Ihsan juga memiliki satu guru laki-laki yaitu Pak
Dwi. Tetapi, Pak Dwi tidak termasuk ke dalam daftar guru tetap di TKA Al-Ihsan
karena beliau mengajar kegiatan ekstrakulikuler drumband yang diadakan setiap
hari rabu jam 11 siang.
Mayoritas tingkat pendidikan guru di TKA Al-Ihsan adalah Strata satu (S1)
yaitu sebanyak 7 orang. Fokus Strata satunya pun bervariasi mulai dari S1 PAUD,
Tarbiyah dan Bimbingan Konseling. Selain S1, juga terdapat 1 orang guru
37
memiliki 1 orang karyawan perempuan yang bertanggung jawab dalam bidang
non akademik.
Terdapat dua orang guru yang bertanggung jawab dalam berjalannya
kegiatan belajar dan mengajar di kelas A1, B1 dan B2, sedangkan untuk kelas A2
hanya terdapat satu orang guru. Hal ini dikarenakan jumlah santri di kelas A2 jauh
lebih sedikit dibandingkan tiga kelas lainnya, sehingga satu orang guru dianggap
dapat menangani berjalannya kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Bunda Deka
Muriansa dan Bunda Nurlaila Indriyani bertanggung jawab di kelas A1. Bunda
Salmiati di kelas A2, Bunda Mayani dan Bunda Adik Zuita di kelas B1,
sedangkan Bunda Nurlaela dan Bunda Khodijah bertangung jawab di kelas B2.
Panggilan bunda merupakan sapaan yang diwajibkan bagi santri ketika
memanggil para guru. Dengan panggilan tersebut para santri diharapkan menjadi
mudah akrab dan dekat kepada guru karena bagimanapun juga guru merupakan
orang tua para santri ketika sedang berada di sekolah.
b. Anak Didik
Di TKA Al-Ihsan terdapat dua kelompok kelas yang dibedakan berdasarkan
usia santri yaitu kelompok A berusia di bawah 5 tahun antara 3 sampai 4 tahun,
sedangkan B berusia di atas 5 sampai 6 tahun. Dalam tiap kelompok kelas, dibagi
menjadi dua yaitu A1, A2, B1 dan B2. Jumlah santri Al-ihsan selalu meningkat
setiap tahunnya bahkan tak jarang ketika kegiatan belajar mengajar tahun ajaran
38
perbandingan jumlah anak didik yang bersekolah di TKA Al-Ihsan tahun ajaran
2012/2013 dan 2013/2014:
Tabel II.E.2Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013
KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
A1 7 9 16
A2 3 2 5
B1 12 5 17
B2 9 8 17
JUMLAH KESELURUHAN 55
Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan
Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014
KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
A1 8 9 17
A2 5 6 11
B1 12 8 20
B2 10 8 18
JUMLAH KESELURUHAN 66
Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan
Dari dua tabel di atas dapat dilihat peningkatan jumlah santri TKA Al-Ihsan
dari tahun ke tahun. Pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah seluruh santri sebanyak
39
santri perempuan berjumlah 24 anak. Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah santri
mengalami peningkatan dibanding tahun lalu yaitu menjadi 66 anak, bertambah
sebanyak 11 anak, tetapi masih sama seperti tahun ajaran sebelumnya santri
terbanyak juga berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang, sedangkan
santri perempuan berjumlah 31 anak.
c. Suasana Belajar Santri
Santri TKA Al-Ihsan bersekolah lima kali dalam seminggu. Untuk jam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disesuaikan kepada kelas masing-masing.
Untuk kelas A1 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30 sampai 10.30 dan
hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.15. Untuk kelas A2 pada hari Senin sampai
Kamis dari jam 07.30 sampai 10.15 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 09.45.
Sedangkan untuk kelas B1 dan B2 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30
sampai 11.00 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.30.
Metode pengajaran yang diterapkan di TKA Al-Ihsan berupa pengajaran
klasikal dan privat. Berikut penjabarannya :
1) Pembukaan dan Klasikal Awal
Pada tahap ini para santri secara klasikal atau bersama-sama membaca
doa belajar, ikrar santri, surat-surat pendek, hadist serta doa-doa harian
yang dipandu oleh guru agar para santri dapat menghapal dan
melafalkannya dengan benar dan fasih. Dalam melakukan kegiatan
belajar dan mengajar para guru di TKA Al-Ihsan menggunakan alat
40
membaca ikrar, surat-surat pendek dan lainnya secara bersama-sama.
Serta sebagai tanda masuk kelas atau pengganti lonceng sekolah.
2) Privat
Pada tahap ini, para santri membaca buku Iqro secara bergiliran yang
akan dibimbing oleh guru. Guru akan memperhatikan apakah bacaan
santri sudah tepat atau belum, jika ternyata bacaan santri kurang tepat
maka guru akan meluruskannya. Di saat ada santri yang sedang
membaca Iqro, santri lainnya akan diberi tugas oleh guru untuk menulis
agar tidak mengganggu santri lainnya.
3) Klasikal Kedua dan Penutup
Tahap ini merupakan tahap dimana guru memberikan materi inti yaitu
membaca, menulis dan berhitung sederhana. Selain itu juga terdapat
materi tambahan seperti aqidah akhlak, fiqih, pembacaan kisah para
Nabi serta kegiatan ektrakulikuler. Kegiatan belajar ditutup dengan
pembacaan doa dan pembubaran santri dengan tertib.
Ruangan belajar santri TKA Al-Ihsan sangat kondusif untuk kegiatan
belajar mengajar karena orang tua santri tidak diperkenankan untuk memasuki
area sekolah ketika proses kegiatan belajar dan mengajar dimulai, melainkan
harus menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan pihak TKA Al-Ihsan agar
santri dapat berkonsentrasi penuh ketika belajar tanpa harus terganggu oleh
kehadiran orang tua mereka. Oleh karenanya, ruang belajar santri bebas dari orang
41
memasuki area sekolah. Untuk orang tua atau orang luar yang ingin memasuki
area sekolah harus mengantongi izin dari kepala sekolah terlebih dahulu.
E. Sumber Dana
Dana merupakan salah satu faktor penting demi kelancaran kegiatan belajar
mengajar. Dana harus dikelola dengan baik agar semua kebutuhan akan kegiatan
belajar dan mengajar dapat terpenuhi. Adapun dana yang digunakan guna
menunjang kelancaran kegiatan belajar dan mengajar di TKA Al-Ihsan yaitu
bersumber dari SPP bulanan sebesar Rp 142.000 setiap bulannya, dengan rincian
iuran SPP pokok Rp 100.000, iuran ektrakulikuler Rp 25.000 dan iuran POS
(Persatuan Orang Tua Santri) Rp 17.000.
Dana yang dikelola nantinya digunakan untuk melengkapi sarana dan
prasarana kegiatan belajar mengajar, honor tenaga pendidik (Guru) dan kebutuhan
sekolah lainnya (Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan dan wawancara pribadi
dengan Kepala Sekolah, 22 Januari 2014).
F. Profil Subjek Penelitian
a. Orang Tua
Kriteria informan orang tua yaitu berusia di atas 25 tahun, dipilih 6 orang
tua yang berkerja di ranah publik dan 6 orang tua yang bekerja di ranah domestik
untuk membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari
anak yang telah menjadi subjek penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan untuk
42
kepada subjek penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara.
Berikut adalah data mengenai informan orang tua :
Tabel II.G.1 Profil Informan Orang tua
No Nama Jenis kelamin Usia Asal
5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy
Leandi
Dari tabel di atas dapat dilihat tingkatan umur informan orang tua dari yang