• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak (Studi Kasus Pada Orang Tua, Anak Dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak (Studi Kasus Pada Orang Tua, Anak Dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK

(Studi Kasus Pada Orang tua, Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al-Ihsan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Mega Yunita

1110111000008

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAKSI

Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahi rabbil alamin kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini membahas tentang sosialisasi peran gender pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi yaitu Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA.

3. Ibu Iim Halimatusa’diyah MA selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Ida Rosyidah selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan pengarahan selama penulis kuliah.

5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada mahasiswa.

6. Kepala Sekolah Ibu Dra Lili Sumarliah, guru-guru dan karyawan serta para informan di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.

(7)

iii

8. Abang Ajas yang selalu memberikan bantuan dan motivasi bagi penulis, terima kasih banyak.

9. Geng Kosan Ceria Riza Afriani a.k.a Isee, Sakya Andriyani a.k.a Surti, Ratih Rukmana a.k.a Neneng, Sufi Alfida dan Tammy NKJ, terima kasih teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya serta info-info terbaru (gosip dan curhatan). Keep on fighting girls!!!

10.Sepupu serta sahabat di rumah yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

11.Teman-teman sesama mahasiswa khususnya Sosiologi 2010, terima kasih untuk pertemanan dan pengalamannya.

12.Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi penulisan skripsi ini.

Semoga semua jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis dapat menjadi amal shaleh yang diterima Allah SWT dan mereka selalu mendapatkan rahmat serta lindungan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan memberikan kontribusi yang positif bagi ilmu Sosiologi gender terutama yang berkaitan dengan peran orang tua dan lingkungan sekolah dalam mensosialisasikan peran gender pada anak sejak usia dini. Amin Ya Robbal alamin.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Tangerang, Mei 2014

(8)

iv

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an di Indonesia...32

B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan...33

C. Sarana dan Prasarana...34

D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik...35

E. Sumber Dana...41

F. Profil Subjek Penelitian...41

BAB III SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK A. Pandangan Orang Tua Terhadap Peran Gender Pada Anak...47

B. Cara Orang Tua Mensosialisasikan Peran Gender Pada Anak...50 C. Cara Anak Mempelajari Peran Gender yang Sesuai Dengan

(9)

v

Sekolah dan Teman Sebaya atau Teman

Bermain...67

1. Orang Tua (Keluarga)...68

2. Lingkungan Sekolah...78

3. Teman Sebaya atau Teman Bermain...84

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...90

B. Saran...92

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin...2

Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab...3

Tabel I.G.1 Profil Informan Orang Tua...21

Tabel I.G.2 Profil Informan Anak...23

Tabel I.G.3 Profil Informan Guru ...24

Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang Tua...27

Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak...28

Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru...28

Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi...29

Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik...35

Tabel II.E.2 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013...38

Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014...38

Tabel II.G.1 Profil Informan Orang Tua... 42

Tabel II.G.2 Profil Informan Anak...45

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah...35

Gambar III.C.1 Suasana Kelas...79

Gambar III.C.2 Jenis Permainan Anak Laki-laki...82

Gambar III.C.3 Jenis Permainan Anak Perempuan...82

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak.

Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran

gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak.

Selanjutnya, penelitian ini juga ingin memahami cara anak mempelajari peran

gender dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan teman sebaya.

Fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji karena disadari atau tidak,

dalam mensosialisasikan pengetahuan baru pada anak, orang tua seringkali

membedakan perilaku berdasarkan jenis kelamin sang anak bukan karena karakter

anak yang memang berbeda dan begitu pula dengan lingkungan sekitar anak.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua memandang bahwa

anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda berdasarkan gender,

berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin tradisional (Peters,

1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani, 2010:143).

Pengertian gender dan jenis kelamin berbeda, tetapi masih saja ada yang

mengartikan gender sebagai jenis kelamin. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan

(13)

2

Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin :

Gender Jenis kelamin atau Seks

Bersifat sosial budaya dan merupakan

buatan manusia

Bersifat alamiah

Bersifat sosial budaya dan merujuk

pada tanggung jawab, peran, pola

perilaku, kualitas-kualitas dan lain-lain

yang bersifat maskulin dan feminin

Bersifat biologi dan merujuk pada

perbedaan yang nyata dari alat kelamin

dan perbedaan terkait dalam fungi

kelahiran

Bersifat tidak tetap, dapat diubah dari

waktu ke waktu, dari satu kebudayaan

yang lain, bahkan dari satu keluarga ke

keluarga yang lain

Bersifat tetap, akan sama di mana saja

Bisa diubah Tidak bisa diubah

Sumber : Kamla diterjemahkan oleh Zaki Hussein,2000:4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin berbeda

dengan gender. Jenis kelamin merupakan perbedaan yang bersifat kodrat atau

alamiah dan tidak dapat diubah, sedangkan gender merupakan perbedaan akibat

dari konstruk sosial budaya dan merupakan buatan manusia. Gender tidak dibawa

sejak lahir melainkan melalui proses sosialisasi yang dikonstruksikan oleh budaya

(14)

3

Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat,

Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab

ASPEK LAKI-LAKI PEREMPUAN

Sifat Maskulin Feminim

Fungsi Produksi Reproduksi

Ruang Lingkup Publik Domestik

Tanggung Jawab (Peran) Nafkah Utama Nafkah Tambahan

Sumber :Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,2007:8

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat perbedaan antara laki-laki dan

perempuan yang dilihat dalam beberapa aspek. Perbedaan ini merupakan hasil

dari proses sosialisasi gender yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sosialisasi

gender dimulai saat kita lahir, dari pertanyaan sederhana “apakah itu bayi laki-laki

atau perempuan?”. Sejak saat itu, pembedaan mulai muncul baik secara fisik

maupun non fisik. Sosialisasi gender adalah bentuk sosialisasi yang fokus pada

bagaimana anak-anak dari jenis kelamin yang berbeda disosialisasikan ke dalam

peran gender mereka masing-masing dan mengajarkan mereka apa yang dimaksud

dengan laki-laki atau perempuan (Crespi:2003:2).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan institusi awal

dimana proses sosialisasi peran gender dipelajari. Seperti pada pemilihan nama,

pemilihan perlengkapan bayi, pemberian warna, pemberian aksesoris, pemberian

mainan, penjelasan sikap yang tepat, penerapan pola pegasuhan serta pembagian

(15)

4

oleh orang tuanya. Umumnya orang tua menamai bayi menyesuaikan dengan jenis

kelaminnya. Contohnya pada bayi laki-laki yang beragama Islam seringkali diberi

nama Nabi seperti Adam, Muhammad, Yusuf dan lainnnya. Sedangkan untuk bayi

perempuan terdapat orang tua yang memberi nama jenis-jenis bunga seperti

mawar, melati, lili dan lainnya. Untuk bayi laki-laki biasanya diberikan

perlengkapan bayi berwarna biru serta mainan mobil, pesawat atau bola dan tanpa

diberi aksesoris, sedangkan untuk perlengkapan bayi perempuan berwarrna merah

muda atau pink dan mainan berupa boneka atau masak-masakan serta pemberian

aksesoris berupa anting di telinga untuk memberi tanda bahwa ia anak perempuan.

Kemudian ketika anak mulai beranjak besar, orang tua mensosialisasikan peran

gender berupa sikap yang tentunya disesuaikan dengan jenis kelamin anak. Jika ia

anak perempuan, maka akan diajarkan sikap feminin seperti lemah lembut,

penurut. Jika ia anak laki-laki, maka akan diajarkan sikap maskulin seperti kuat,

mandiri, berani dan sebagainya.

Sosialisasi peran gender juga terlihat dari pembagian kerja berdasarkan

gender atau gender division of labor (Mosse,1996:5). Saat anak perempuan

menginjak usia remaja, maka ia akan disuruh membantu ibu, mengasuh adiknya,

patuh kepada orang tuanya dan menunjukkan rasa tanggung jawab mengenai

tugas rumah. Pada usia yang sama, anak laki-laki diajarkan untuk bisa berdiri

sendiri (self-reliant) dan harus berprestasi yaitu mencari nafkah. Hal ini terutama

berlaku dalam lingkungan budaya di mana lelaki harus berburu dan mencari

(16)

5

rumah untuk melahirkan, mengasuh dan merawat anggota keluarganya

(Sadli,2010:8).

Sosialisasi gender lainnya dapat dipelajari melalui pola relasi antara ayah

dan ibu. Berdasarkan pengamatan di lingkungan sekitar, jika dalam suatu keluarga

diterapkan pola relasi yang tradisional dimana sang ayah bersikap mendominasi

dalam menentukan semua keputuan dalam keluarga sedangkan sang ibu tidak,

maka terdapat relasi yang tidak seimbang dalam keluarga tersebut antara laki-laki

dan perempuan. Hal ini dapat menyebabkan anak berpikir bahwa laki-laki

merupakan pemegang kuasa, sedangkan perempuan tidak dan perempuan harus

menuruti segala keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Tetapi, jika dalam suatu

keluarga terjalin relasi yang egaliter atau sederajat antara laki-laki dan perempuan

dalam menentukan kebijakan, maka pola pikir dan perilaku anak tidak akan bias

gender. Ia akan menganggap bahwa tidak hanya kaum lelaki yang memiliki andil

besar dalam mengambil keputusan dalam keluarga tetapi kaum perempuan juga.

Selain itu, pola relasi antara orang tua dan anak juga perlu diperhatikan.

Siegal menyimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan ayah kepada anak sedikit

berbeda dengan yang dilakukan ibu. Ayah membedakan sosialisasi tentang

kedisiplinan dan hukuman fisik antara anak laki-laki dan perempuan. Lebih

spesifiknya, ayah lebih beraksi negatif daripada ibu ketika anak laki-lakinya

mengajak bermain dengan mainan yang berbeda gender (Siegal,1987, dalam

Wharton,2005:126). Anggapan yang beredar di masyarakat, pengasuhan dan

(17)

6

mendapatkan pola pengasuhan yang lebih tegas dan keras, sedangkan anak

perempuan mendapatkan pola pengasuhan yang bersifat lemah lembut.

Selain keluarga, agen sosialisasi gender lainnya adalah sekolah, teman

sebaya, masyarakat dan media massa (Crespi,2003:2). Ketika anak memasuki usia

sekolah, maka sosialisasi peran gender semakin terlihat. Hal sederhananya

dimulai dari seragam sekolah, anak laki-laki memakai celana sebagai

bawahannya, sedangkan untuk anak perempuan memakai rok. Kemudian juga

dalam kurikulum pendidikan, tidak jarang kita menemukan kalimat dalam buku

pelajaran sekolah berupa “Ayah pergi ke kantor dan Ibu pergi ke pasar”. Hal ini

menunjukan bahwa kaum laki-laki bekerja di ranah publik, sedangkan perempuan

berkerja di ranah domestik yaitu hanya mengerjakan urusan rumah seperti

membersihkan rumah, memasak makanan untuk keluarga. Serta adanya tugas

piket kelas yang sensitif gender, anak laki-laki mendapat tugas yang

mengandalkan kekuatan seperti mengangkat bangku, sedangkan anak perempuan

mendapat tugas yang lebih ringan seperti menyapu dan mengepel lantai. Anak

juga diajarkan untuk menggunakan toilet yang disesuaikan dengan jenis

kelaminnya masing-masing.

Guru sebagai orang tua di sekolah juga merupakan panutan anak dalam

berpikir dan berperilaku. Guru diharapkan menjadi sosok yang dapat

memperlakukan anak secara sama dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin

dan guru seharusnya memberikan anak kebebasan baik dalam berinteraksi

(18)

7

Agen sosialisasi gender selanjutnya adalah teman sebaya yang merupakan

salah satu orang terdekat anak. Melalui teman sebaya anak dapat banyak

mempelajari sosialisasi peran gender seperti pada pemilihan teman serta

pemilihan mainan. Sering dijumpai bahwa anak memilih teman sebaya

berdasarkan kesamaan jenis kelaminnya. Anak perempuan bermain dengan anak

perempuan dan begitu juga anak laki-laki, bermain dengan anak laki-laki lainnya.

Tetapi ada juga yang bermain secara bersama-sama antara anak laki-laki dan

perempuan.

Dalam pemilihan mainan, di lingkungan masyarakat terdapat semacam

kebiasaan mengenai jenis permainan anak berdasarkan jenis kelamin, seperti anak

laki-laki diharuskan bermain mobil-mobilan dan anak perempuan diharuskan

bermain boneka. Ketika ditemui anak yang memainkan permainan yang dikatakan

tidak sesuai dengan jenis kelaminnya atau diluar kebiasaan masyarakat, contohnya

anak laki-laki bermain boneka atau anak perempuan bermain mobil-mobilan,

maka anak tersebut seringkali akan mendapatkan sindiran atau olokan dari

teman-temannya atau yang lebih parah lagi akan dikucilkan.

Di lingkungan masyarakat, anak mendapatkan pendidikan berupa

pengalaman hidup. Setiap masyarakat meneruskan kebudayaannya kepada

generasi penerus melalui interaksi sosial. Interaksi sosial yang berjalan dengan

baik berarti proses sosialisasi terjadi dengan baik. Lingkungan sekitar tempat

tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di sinilah anak

mengenal lingkungan sosial baru yang berbeda dengan di rumah. Jika di rumah

(19)

8

tahu bahwa cara-cara seperti itu akan mendapatkan ejekan. Dalam lingkungan

masyarakat, anak akan mempelajari hal-hal yang baik dan anak juga dapat

mempelajari hal-hal yang buruk (Idi,2011:108).

Media massa merupakan agen sosialisasi peran gender yang terakhir. Media

massa yang banyak mensosialisasikan peran gender salah satunya adalah televisi

baik dalam bentuk berita, iklan maupun film atau sinetron. Tampilan yang

disuguhkan dalam model iklan seringkali mengandung unsur stereotipe gender

yang menjadikan perempuan sebagai korban pertama atas stereotipe gender

berbasis iklan. Iklan berfungsi sebagai media untuk memasarkan produk seperti

alat-alat keperluan rumah tangga yang cenderung menampilkan perempuan

sebagai orang pertama yang memerankan alat-alat tersebut. Melalui peran media

ini posisi dan stereotipe gender perempuan semakin merugikan kaum perempuan.

Bahkan tak jarang ditengah menguatnya arus konsumerisme, tubuh perempuan tak

luput menjadi sorotan media dalam ajang perebutan komoditas produk untuk

memapankan kepentingan modal (Rosyidah dan Hermawati, 2013:35).

Fenomena-fenomena ini umumnya terjadi di lingkungan sekitar kita baik itu

pernah dialami oleh diri sendiri sewaktu kecil maupun oleh orang lain. Sosialisasi

peran gender yang tradisional akan menyebabkan munculnya perbedaan peran

gender berupa stereotipe atau pelabelan yang dialamatkan pada masing-masing

jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Apabila individu berperilaku

tidak sesuai dengan peran gender yang telah distereotipekan maka tak jarang akan

mendapatkan sindiran atau pengucilan dari masyarakat karena dianggap

(20)

9

menyebabkan munculnya dikriminasi berupa subordinasi dan beban ganda

terhadap individu tertentu. Dikriminasi ini umumnya terjadi pada kaum

perempuan. Namun, terkadang kaum perempuan tidak menyadari bahwa mereka

termasuk korban dari dikriminasi gender.

Penelitian ini akan memfokuskan pada tiga agen sosialisasi peran gender

yaitu orang tua, guru sekolah dan teman sebaya. Alasannya karena ketiga agen

sosialisasi peran gender ini merupakan agen yang terdekat dengan anak, sehingga

mempunyai pengaruh yang lebih besar pada anak. Oleh karena itu, peneliti

mengangkat tema ini dalam sebuah penelitian berbentuk skripsi yang diberi judul:

“Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak : Studi Kasus pada Orang Tua,

Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak?

2. Bagaimana cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak?

3. Bagaimana cara anak mempelajari peran gender yang sesuai dengan jenis

kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan

teman sebaya atau teman bermain?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berikut tujuan dan manfaat penelitian ini :

(21)

10

a. Untuk mendeskripsikan pandangan orang tua terhadap peran gender pada

anak.

b. Untuk memberikan gambaran mengenai cara orang tua mensosialisasikan

peran gender pada anak.

c. Untuk memahami cara anak mempelajari peran gendernya yang sesuai

dengan jenis kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan

sekolah (guru) dan teman sebaya atau teman bermain.

2. Manfaatnya penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik kegunaan akademis

maupun kegunaan praktis.

a. Akademis :

1) Sebagai media bagi penulis untuk mengidentifikasi, mempelajari dan

menganalisis suatu gejala sosial pada masyarakat, mengaplikasikan

dan menganalisa teori belajar sosial dan teori kognitif secara

mendalam pada fenomena sosial yang terjadi di Indonesia serta

sebagai kontribusi bagi perkembangan ilmu sosiologi gender terutama

yang berkaitan dengan peran orang tua atau keluarga dalam

mensosialisasikan peran gender tradisional pada anak sejak usia dini.

b. Praktis :

1) Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif mengenai

sosialisasi peran gender tradisional dari orang tua, guru dan teman

(22)

11

yang akan meneliti masalah yang sama atau yang berkaitan dengan

penelitian ini.

2) Bermanfaat bagi orang tua atau keluarga terkait bagaimana

mensosialisasikan peran gender tradisional ke anak serta para penggiat

gender untuk melakukan advokasi di ranah keluarga karena

penanaman peran gender sudah dimulai sejak dini di keluarga.

3) Memberi kontribusi bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan

tentang peran gender yang lebih progresif, egaliter dan adil gender

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menjadikan penelitian ini relevan, dibutuhkan perbandingan dengan

penelitian sebelumnya yang terlebih dahulu mengangkat tema tentang sosialisasi

peran gender pada anak. Penelitian pertama adalah penelitian Khaerul Umam

Noer (2009) yang berjudul Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender

Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan penelitian ini dilakukan di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang,

Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan teori

kepribadian dari Herbert Mead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga

cara pola pengasuhan anak oleh buruh teh yaitu dilakukan ketika mereka di rumah

sepulang bekerja, dilakukan oleh kerabat terdekat ketika mereka sedang bekerja

dan di sekolah sekitar bagi anak usia sekolah. Dalam sosialisasi peran gender

sudah terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan baik dari segi

bahasa, permainan serta pembagian kerja yang dikontruksikan dengan jenis

(23)

12

lebih baik, ramah, sopan sedangkan laki-laki tidak harus. Permainan laki-laki

identik dengan membutuhkan tenaga dan kecerdikan seperti sepak bola,

layang-layang sedangkan perempuan identik dengan sikap keibuan dan lemah lembut

seperti boneka, rumah-rumahan. Pembagian kerja pada perempuan selalu

disosialisasikan akan kewajiban membantu ibu di rumah atau kegiatan reproduksi

sosial sedangkan anak laki-laki tidak.

Penelitian kedua dilakukan oleh Dewi Ashuro Itouli Siregar dan Sri Rochani

(2010) yang berjudul Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan Prasangka Gender

pada Anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi

gender oleh orang tua dengan prasangka gender pada remaja. Penelitian ini

menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 200 responden dari SMUN

27 Jakarta Pusat, SMUN 39 Jakarta Timur, SMUN 90 Jakarta Selatan, SMUN 65

Jakarta Barat dan SMUN 13 Jakarta Utara. Sebanyak 94 orang berjenis kelamin

pria (47%) dan 106 orang berjenis kelamin perempuan (53%). Hasil menunjukkan

bahwa orang tua yang paling dominan mensosialisasikan peran gender adalah ibu

(73,5%) berdasarkan responden pria sebanyak 56,4% dan responden perempuan

sebanyak 84,9%. Konsep prasangka gender erat hubungannya dengan identitas

jenis kelamin karena konsep prasangka gender merupakan bentuk penerimaan

atau penolakan gender seseorang. Para orang tua cenderung membedakan

perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, anak dari orang tua

tersebut tidak selalu berpandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah

(24)

13

hanya pantas untuk menjadi istri atau ibu rumah tangga dan begitu pula

sebaliknya dengan anak laki-laki. Sehingga berdasarkan analisis korelasi Pearson,

tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orangtua berhubungan dengan

prasangka gender secara umum, baik penerimaan maupun dengan penolakan

gender pada remaja pria dan perempuan.

Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jatininggsih dan

Kartikasari (2010) dengan judul Upaya Menyemaikan Nilai-Nilai Kesetaraan

Melalui Pendidikan Gender di Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini dilaksanakan

di PG-TK di Surabaya yaitu TK Dharma Wanita UNESA, TK Tadika Puri

Wiyung, TK Al Madani, TK Kartini Jagir. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Subjek

penelitiannya adalah guru-guru TK yang dipilih secara purposif. Jumlah subjek

dalam penelitian ini adalah 11 guru TK. Fokus penelitian ini adalah konstruksi

gender guru dan sosialisasi gender yang terjadi di sekolah. Terdapat tiga teori

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori identifikasi, teori belajar sosial

dan teori perkembangan sosial atau kognitif. Hasil penelitian menunjukkan,

mengenai konstruksi gender, para guru TK masih tradisional namun mulai

bergeser ke arah yang egalitarian. Subjek lebih menuntut anak perempuan untuk

dapat mengadopsi stereotipe maskulin yang positif seperti berani memimpin,

tegas, dan tanggung jawab, sementara tidak demikian halnya kepada anak

laki-laki. Tuntutan terhadap anak laki-laki untuk mengadopsi stereotipe feminin tidak

sekuat tuntutan terhadap perempuan. Sosialisasi peran gender di sekolah terlihat

(25)

14

materi yang bias gender serta kegiatan baris berbaris yang dibedakan berdasarkan

jensi kelamin anak. Serta masih terdapatnya perilaku guru yang bias gender ketika

mereka berinteraksi dengan anak didiknya.

Penelitian keempat yaitu penelitian Fardus A. Angkah (2011) yang berjudul

Peranan Gender Dalam Keluarga Studi Kasus Etnis Mandar di Pesisir Pantai

Tonyaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam

penelitiannya, Fardus menjelaskan bahwa salah satu aspek penting dalam

memahami konsep gender adalah kehidupan dalam keluarga agar tidak terjadi

ketimpangan gender. Peranan gender dalam keluarga Mandar di pesisir Pantai

Tonyaman dalam tugas-tugas keluarga, pemeliharaan anak, dan perkawinan pada

umumnya tidak bias gender. Namun masih ada peran-peran tertentu yang masih

didominasi peran perempuan, seperti merawat anak pada saat sakit. Pengambilan

keputusan dalam hal masalah-masalah dalam rumah tangga keluarga Mandar di

pesisir Pantai Tonyaman sudah tercipta kesetaraan dan kemitraan terpadu antara

suami dan isteri. Adapun nilai sosial budaya dan status sosial ekonomi tidak

menjadi penghalang untuk terjadinya kesetaraan dan kemitraan terpadu antara

suami dan isteri. Konsep gender yang menonjol dalam keluarga Mandar adalah

konsep Sibali Parri. Sibali Parri bermakna susah senangnya dalam

berumahtangga ditanggung bersama oleh suami dan istri. Dengan konsep Sibali

Parri, ruang domestik dan ruang publik sudah menjadi hal yang tidak

dipertentangkan.

Penelitian yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariane Utomo,

(26)

15

judul Attitudes to Gender Roles among School Students. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif, respondennya adalah anak yang berusia 6

dan 12 tahun yang berasal dari 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi

Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Fokus penelitian ini yaitu mengenai isu

sosialisasi dan mengetahui sosialisasi di lingkungan rumah siswa, mengeksplorasi

persepsi dan sikap siswa terhadap peran gender dan sejauh mana peran gender

sosialisasi di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut para

responden, terdapat perbedaan sosialisasi peran gender orang tua yang berlaku di

rumah. Ayah merupakan orang yang paling kuat bertanggung jawab dalam

mencari nafkah, sedangkan ibu bertanggung jawab dalam mengurus rumah.

Kemudian terdapat pembagian kerja berdasarkan gender di rumah yaitu ayah

dianggap lebih pantas untuk memperbaiki lantai yang rusak, membayar tagihan,

membersihkan taman dan menghadiri pertemuan masyarakat, sedangkan ibu

belanja, memasak, membersihkan rumah dan merawat anggota keluarga yang

sakit.

Berdasarkan lima penelitian terdahulu di atas maka terdapat persamaan dan

perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang pertama yaitu pada fokus

penelitian yang sama-sama mengangkat sosialisasi peran gender yaitu pada

penelitian pertama sampai penelitian kelima. Persamaan kedua terletak pada teori

yang digunakan yaitu teori belajar sosial dan teori perkembangan kognitif atau

sosial pada penelitian kedua dan penelitian ketiga. Namun, penelitian ini juga

memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada informan. Pada

(27)

16

informan orang tua atau informan anak atau informan guru, sedangkan pada

penelitian ini terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru.

Sehingga, dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan beragam.

Berdasarkan pemaparan lima penelitian terdahulu, skripsi peneliti cenderung lebih

mirip pada penelitian pertama baik dari tema yang diangkat yaitu sosialisasi peran

gender dan metode penelitian yang dipakai.

E. Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan teori belajar sosial atau social learning theory

dari Albert Bandura (1977) yaitu anak memperoleh identitas, peran dan tingkah

laku gender melalui pembelajaran dan pengamatan langsung yang disesuaikan

dengan jenis kelamin mereka. Pembelajaran dan pengamatan langsung ini

mengacu kepada orang tua dan agen sosialisasi gender lainnya yang akan

merespon secara kuat tingkah laku yang tepat bagi anak dan akan mencegah atau

menghukum apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak sesuai dengan jenis

kelaminnya (Micanovic,1997:589). Teori ini menjelaskan bahwa tipe gender

seperti perilaku sosial dan kognitif lainnya yang dipelajari melalui penguatan,

hukuman, observasi dan imitasi (Crawford,2004:173). Analisa temuan di

lapangan memperkuat teori yang dikatakan oleh Crawford bahwa anak

mempelajari peran gendernya melalui penguatan berupa pembelajaran yang

didapatnya dari agen sosialisasi gender seperti keluarga, sekolah dan teman

sebaya mengenai pewarisan nilai-nilai gender. Anak laki-laki didorong untuk

menjadi pribadi yang maskulin sedangkan perempuan menjadi pribadi yang

(28)

17

apabila bertingkah laku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena hal tersebut

dianggap bentuk penyimpangan karena tidak sesuai dengan norma atau kebiasaan

masyarakat, contohnya anak laki-laki berperilaku manja akan ditegur dan

diharuskan berperilaku mandiri. Observasi, anak melakukan observasi atau

pengamatan yang mengacu pada agen sosialisasi peran gender dan kemudian anak

melakukan imitasi atau proses peniruan yang merupakan hasil dari observasi yang

dilakukan sebelumnya. Anak laki-laki akan meniru perilaku dan penampilan dari

laki-laki dewasa dan anak perempuan akan meniru perilaku dan penampilan dari

perempuan dewasa, contohnya anak perempuan yang melihat sang ibu sedang

berdandan kemudian akan ikut menirunya.

Teori selanjutnya yaitu teori perkembangan kognitif atau cognitive

development theory. Teori Perkembangan Kognitif berpandangan bahwa anak

menjadi partisipan dalam proses perkembangannya sendiri, artinya secara aktif

anak berusaha untuk memperoleh pengetahuan atau informasi tentang peran

gendernya, kemudian memonitor perilakunya sendiri sesuai dengan norma peran

gender yang berlaku(Jatiningsih,2010:465).

Masa kritis anak tentang gender dimulai saat anak berusia sekitar dua tahun,

disaat anak mulai menyadari jenis kelaminnya dan perbedaannya dengan orang

lain (Andriana,2006:21). Oleh karenanya, anak mulai dapat mengidentifikasikan

dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing.

Anak laki-laki dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat. Ketika ia jatuh maka ia

berusaha untuk tidak menangis karena orang tuanya menekankan bahwa anak

(29)

18

distereotipekan lemah. Jadi, apabila anak perempuan jatuh kemudian menangis

akan dianggap hal yang wajar dan akan dibujuk atau ditenangkan untuk tidak

menangis melalui pemberian hadiah. Menangis bukanlah sesuatu yang buruk asal

tidak berlebihan karena menangis merupakan ekspresi luapan emosi seseorang

agar menjadi lebih tenang, tidak hanya anak kecil, orang dewasapun juga

menangis.

F. Definisi Konsep

Pengertian sosialisasi berdasarkan kamus sosiologi yaitu suatu proses sosial

yang mana seseorang belajar menghayati dan melaksanakan sistem nilai dan

sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyararakat tempat dia berada

(Priyatna,2013:155). S. Nasution menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses

bimbingan individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik

individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi

anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus,

sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan (S. Nasution,2009, dalam

Idi,2011:100). Merujuk pada kedua pengertian itu, maka peneliti mengartikan dan

mengarahkan sosialisasi disini yaitu sebagai bentuk interaksi berisi suatu

pengetahuan yang melibatkan lebih dari satu orang yang dipengaruhi oleh aspek

tertentu dan memiliki tujuan. Dalam penelitian ini, sosialisasi yang dimaksud

adalah sosialisasi antara orang tua dengan anak serta anak dengan agen sosialisasi

gender lainnya seperti guru sekolah dan teman sebayanya.

Pengertian peran menurut kamus sosiologi yaitu pelaksanaan hak dan

(30)

19

Selanjutnya, pengertian gender menurut kamus sosiologi yaitu perbedaan antara

pria dan wanita berdasarkan faktor psikologis, sosial dan kebudayaan

(Priyatna,2013:58). Disini peneliti mengartikan peran gender sebagai sekumpulan

tingkah laku seseorang yang distereotipekan oleh budaya masyarakat pada

masing-masing jenis kelamin.

Terdapat dua pandangan mengenai peran gender yaitu tradisional dan

egaliter atau sederajat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua

memandang bahwa anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda

berdasarkan gender, berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin

tradisional (Peters, 1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani,

2010:143). Anak yang berasal dari keluarga yang tradisional peran gendernya

akan cenderung memiliki konstruksi dan perilaku yang tradisional, sementara

anak yang berasal dari keluarga yang lebih egalitarian dan demokratis juga akan

cenderung menjadi anak yang egalitarian dan demokratis (Hurlock,1986:464

dalam Jatininggsih dan Kartika,2010:464).

Peneliti akan mencari tahu dan memahami bagaimana pandangan orang tua

terhadap peran gender anak apakah dikategorikan sebagai pandangan peran

gender tradisional atau egaliter. Selain itu, ingin memberikan gambarana terkait

cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak dan bagaimana cara

sang anak dalam mengidentifikasi, mempelajari dan mengaplikasikan peran

gender sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing dari orang tua, lingkungan

sekolah maupun teman sebaya.

(31)

20 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan ditulis dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Tohirin,2012:3).

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah peneliti ingin

mendapatkan informasi atau data secara akurat dan mendalam dari para informan

mengenai sosialisasi peran gender karena pendekatan kualitatif sendiri memiliki

beberapa teknik pengumpulan data seperti kegiatan wawancara dan observasi atau

pengamatan. Melalui kegiatan wawancara, peneliti akan berusaha menggali

informasi yang mendalam dari para informan. Selain informasi yang didapat dari

informan, peneliti juga mendapatkan informasi melalui observasi yang dilakukan

di lingkungan TKA Al-Ihsan. Peneliti akan mencatat aktivitas apa saja yang

dilakukan oleh para informan di lingkungan TKA Al-Ihsan.

Dari segi informan, informan dalam penelitian dipilih berdasarkan kriteria

tertentu sehingga informasi yang didapat bukan dari sembarang informan. Selain

itu, dalam penelitian ini terdapat informan anak yang masih berusia dini sehingga

tidak memungkin untuk menggunakan kuisioner.

2. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua, anak-anak dan guru di sekolah

(32)

21

Informan dipilih berdasarkan tujuan tertentu (purposive) dengan memperhatikan

beberapa kriteria pada masing-masing kategori informan yang diharapkan dari

penelitian ini. Jumlah keseluruhan informan yang akan diteliti sebanyak 26 orang.

Terdiri dari 12 orang tua, 12 anak atau santri dan 2 orang guru. Berikut

merupakan data mengenai informan orang tua :

Tabel I.G.1 Profil Informan Orang tua

No Nama Jenis

5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy

(33)

22

Mayoritas informan orang tua pada penelitian ini adalah perempuan yaitu

sebanyak 11 orang, sedangkan hanya ada satu orang informan laki-laki. Hal ini

dikarenakan peneliti mengalami kesulitan untuk mencari informan laki-laki yang

bersedia untuk diwawancarai. Kriteria pemilihan informan orang tua yaitu

merupakan orang tua yang menyekolahkan anaknya di Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al – Ihsan, berusia di atas 25 tahun, dipilih enam orang tua yang berkerja

di ranah publik dan enam orang tua yang bekerja di ranah domestik untuk

membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari anak

yang menjadi subjek penelitian ini. Hal ini, dikarenakan untuk membuktikan

kesamaan data atau informasi dari pertanyaan yang dilontarkan kepada subjek

penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara.

Untuk informan anak dalam penelitian ini terdiri dari enam orang laki-laki

dan enam orang perempuan. Informan anak TK dipilih karena menurut penelitian

dibidang neurologi yang dilakukan oleh Dr Keith Osborn, Dr Burton L. White dan

Prof. Dr. Benyamin S. Bloom, pada masa-masa usia 0 hingga 6 tahun, otak anak

berkembang sangat pesat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan

menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah

masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai

terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa

emas anak (golden age) (Soewito,2014). Selain itu, anak TK merupakan pribadi

yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Karena itulah peneliti

memilih anak TK sebagai informan penelitian. Kriteria pemilihannya yaitu

(34)

23

informan dan berusia empat sampai enam tahun. Perbedaan umur informan anak

dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui pola pikir anak berdasarkan

umurnya. Berikut tabel mengenai data informan santri atau anak :

Tabel I.G.2 Profil Informan Anak

sebagai subjek penelitian karena menurut pengamatan dan pengalaman peneliti,

hubungan antara guru dan murid TK terjalin sangat erat dibandingkan tingkat

sekolah lain seperti SD, SMP atau SMU. Guru TK diharuskan untuk selalu

mengawasi dan mengarahkan murid-murid setiap saat, tak hanya di kelas tetapi

(35)

guru-24

guru di TKA Al-Ihsan. Dipilih dua orang guru dengan kriteria telah mengajar di

TKA Al-Ihsan selama lebih dari lima tahun sehingga mereka telah mengetahui

seluk beluk TKA Al-Ihsan. Berikut data mengenai informan guru :

Tabel I.G.3 Profil Informan Guru

No Nama Pendidikan Terakhir Jabatan

1. Mayani, S.Pd.I S 1 PAUD Wakil Kepala Sekolah / Guru

kelompok B 1

2. Nurlaela, S.Pd.I S 1 PAUD Guru kelompok B 2

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

a. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan

di Kelurahan Kemiri Muka Kota Depok. Dipilihnya Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al-Ihsan ini dilatarbelakangi beberapa alasan yaitu TKA Al-Ihsan

merupakan salah satu dari TK Islam yang berdiri di Kota Depok. TK Islam sendiri

sangat kental dengan pembedaan antara laki-laki dan perempuan seperti pada

pakaian seragam. Anak laki-laki mengenakan pakaian muslim koko dengan topi

atau peci, sedangkan anak perempuan mengenakan pakaian muslim gamis dengan

jilbab atau kerudung. TKA Al-Ihsan merupakan salah satu TK tertua di Kota

Depok karena telah berdiri selama 18 tahun dan masih sangat berjaya sampai saat

ini, hal itu karena TKA Al-Ihsan mendapatkan citra positif dari masyarakat sekitar

(36)

25 b. Waktu penelitian

Waktu penelitian yang peneliti butuhkan dalam mengumpulkan data-data,

mengolah dan menganalisa data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

empat bulan, terhitung mulai dari bulan Januari 2014 sampai April 2014.

3. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber

pertama di lapangan (Bungin,2013:128). Data primer yang dimaksud adalah data

yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan observasi atau pengamatan

langsung. Saat melangsungkan wawancara peneliti menggunakan alat bantu

perekam atau tape recorder untuk merekam semua informasi dari para informan.

Data yang berbentuk rekaman tersebut kemudian peneliti ubah menjadi bentuk

tulisan atau transkip data. Data primer dalam penelitian ini adalah orang tua, anak

dan guru.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi.

Data ini dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain yang biasanya sudah dalam

bentuk publikasi (Santoso,2004:56). Data sekunder berguna sebagai penunjang

informasi dalam penelitian selain data primer. Peneliti banyak memperoleh data

sekunder untuk penelitian ini melalui buku, skripsi, jurnal, internet dan sekretariat

(37)

26 4. Metode pengumpulan data

a. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan satu

orang yang ingin memperoleh informasi dari satu orang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang sering

kali disebut dengan wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara

kualitatif dan wawancara terbuka (openended interview). Wawancara tidak

terstruktur mirip dengan percakapan informal, bersifat luwes, susunan pertanyaan

dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara,

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk

karakteristik sosial-budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan,

pekerjaan dan sebagainya) responden yang dihadapi (Mulyana,2003:182-183).

Dalam mengarahkan wawancara sesuai dengan tujuan, peneliti

menggunakan pedoman wawancara yaitu susunan pertanyaan yang akan diajukan

kepada responden. Kemudian peneliti juga menggunakan alat bantu perekam

suara atau tape recorder agar peneliti fokus pada informasi yang berasal dari

informan tanpa perlu repot mencatat data wawancara. Pada penelitian ini, terdapat

tiga kategori informan yaitu orang tua, santri atau anak dan guru. Proses

wawancara dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kali pada setiap informan.

Proses wawancara tersulit berasal dari kategori santri atau anak karena mengingat

(38)

27

memiliki keterkaitan dengan pertanyaan yang dilontarkan. Oleh karenanya,

peneliti menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami oleh informan anak.

Berikut tabel mengenai waktu dan tempat wawancara dengan para informan :

Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang tua

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Nurkomariah Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

2. Irma Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

3. Leni

Puspasari

Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

4. Ristianti Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

5. Nuraini Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

6. Evvy

Nursanti

Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

7. M. Arif Laki-laki Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

8. Milla Kartika Perempuan Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

9. Kristianti Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

10 Cut Perempuan Senin 27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

11. Roinah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

(39)

28

Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Zaki Arya

Tamam

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

2. Davian Pratama

Putra

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

3. M. Alfa Fahrizy

Leandi

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

4. Nayla Putri

Kamila

Perempuan Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

5. Selfa Adesti

Rahmawati

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

6. Rehana

Dzulfiandini

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

7. Teuku M.

Azhaky

Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

8. Farril Choir Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

9. Siti Hilyatul

Faizah

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

10. M. Bil Davin Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

11. Hunnafa Alillah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

12. Raisa Maulidina

Sofa Jintang

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Mayani, S.Pd.I Perempuan Selasa/4 Maret 2014 TKA Al-Ihsan

(40)

29 b. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk

menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu

dengan panca indra lainnya (Bungin,2013:142). Peneliti melakukan observasi di

TKA Al-Ihsan sebanyak enam kali dengan kegiatan observasi yang berbeda-beda.

Berikut tabel mengenai waktu dan jenis observasi atau pengamatan yang

dilakukan:

Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi

NO HARI/TANGGAL JENIS OBSERVASI/PENGAMATAN

1. Rabu/4 Desember 2013 Permohonan izin wawancara ke pihak sekolah TKA Al-Ihsan dan melakukan observasi ke dalam kelas untuk mengamati proses interaksi antara guru dan anak, anak dengan teman sebaya ketika kegiatan belajar dan mengajar berlangsung.

2. Selasa/22 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan informan anak serta mengamati kegiatan bermain anak di dalam dan luar kelas.

3. Kamis/23 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

4. Jumat/24 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

5. Senin/27 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua dan informan anak serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

(41)

30

Peneliti mengamati dan mencatat apa saja aktivitas yang dilakukan santri

TKA Al-Ihsan di sekolah. Melihat aktivitas apa yang mereka lakukan, dengan

siapa dan menanyakan alasan dari aktivitas yang mereka lakukan. Aktivitas yang

peneliti maksudkan disini adalah interaksi yang dilakukan oleh anak kepada

teman, para guru maupun orang tua dalam lingkungan sekolah. Selain itu juga

mengamati jenis permainan yang dipilih oleh anak, baik di dalam kelas maupun di

luar kelas ketika jam istirahat tiba serta pemilihan teman sebaya.

5. Metode pengolahan data dan analisis data

a. Reduksi data yaitu merangkum data, memilih hal-hal yang pokok

atau penting. Hal ini dilakukan karena data yang telah direduksi

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti dalam mengkategorisasikan data.

b. Display data atau penyajian data dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

Dengan mendisplay data akan mempermudah peneliti untuk

memahami apa yang terjadi.

c. Penarikan kesimpulan yang diarahkan untuk menjawab pertanyaan

penelitian yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian ini

(Sugiyono,2013:246).

H. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

empat bab antara lain :

(42)

31

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,

definisi konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM yaitu menjelaskan tentang profil yang diangkat

Pada penelitian ini yaitu pertumbuhan dan perkembangan Taman Kanak

Kanak (TK) di Indonesia dan di Kota Depok, gambaran umum TKA

Al-Ihsan yang meliputi letak geografis, sarana dan prasarana, data tenaga

pendidik dan anak didik, sumber dana serta profil subjek penelitian yaitu

profil orang tua, santri dan guru TKA Al-Ihsan.

BAB III : ANALISA PEMBAHASAN yaitu merupakan bentuk pembahasan dari

Pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak, cara orang tua

mensosialisasikan peran gender pada anak dan cara anak mempelajari

peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya baik dari orang tua

(keluarga), teman bermain/sebaya dan lingkungan sekolah

(43)

32

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan

Taman kanak-kanak Al-Qur’an Al-Ihsan merupakan sebuah lembaga

pendidikan Islam yang bertujuan untuk memberikan bekal wawasan kepada anak

sebelum memasuki sekolah dasar serta memberantas buta huruf Al-Qur’an sejak

dini. Berdiri pada tanggal 16 November 1996 dengan murid atau santri berjumlah

7 orang dan hanya memiliki 1 kelas, jumlah tenaga pendidiknya pun masih sedikit

serta belum memiliki tempat bermain baik di dalam maupun di luar ruangan.

Metode belajar yang dipakai pada saat itu merupakan metode Iqro 6 jilid dan

beberapa metode penunjang lainnya seperti membaca, menulis, menghitung

sederhana.

Seiring berjalannya waktu Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan telah

banyak mengalami berbagai perubahan baik dari segi fisik maupun non fisik. Pada

tanggal 30 November 2001, terbentuklah kepengurusan atau organisasi yayasan

dengan akte notaris No 10 yang disahkan oleh Firmansyah S.H dan semenjak saat

itu TKA Al-Ihsan resmi bergabung dengan Diknas Beji, Depok. Susunan

kepengurusan yayasan yaitu : Dewan Pendiri Alm H. Diding Bahrudin dan

Pengawas Hj. Sumiati Saeran, Ketua Pengurus Harian Hj. Emi Suhaemi,

Sekretaris Pengurus Harian Dra. Lili Sumarliah, Wakil Sekretaris Pengurus

Harian Babay Subardini, A. Md, Bendahara Pengurus Harian Dra. Sunariah

(44)

33

Tujuan dari berdirinya TKA Al-Ihsan pun diperluas tidak hanya sebatas

memberi bekal wawasan dan memberantas buta huruf Al-Qur’an tetapi juga untuk

menyeimbangkan potensi-potensi awal pada anak melalui beberapa aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik yang menyeluruh sesuai dengan Al-Qur’an,

Sunnah dan ajaran Rasulullah SAW.

B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan

Pada awal berdiri TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya Gg.

Pipa Gas Pertamina Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat.

Tetapi, pada tahun 2007 tanah yang ditempati TKA Al-Ihsan berserta puluhan

rumah warga lainnya dinyatakan Dinas Pemerintahan Kota Depok masuk ke

dalam proyek pembangunan jalan TOL Cinere-Jagorawi (Cijago) yang membelah

Kota Depok dari arah timur ke barat yang dimulai dari Tol Jagorawi dan berakhir

di Cinere Depok, sehingga mengharuskan TKA Al-Ihsan dan warga harus

berpindah tempat. Saat ini TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya, Gg.

Hj Fatimah Rt 01/11 Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat.

Tidak terlalu jauh dari lokasi yang lama hanya berjarak kurang lebih 200 m. TKA

Al-Ihsan berdiri di atas sebidang tanah seluas 500 m², dengan luas bangunan 319

m² dan luas taman bermain 100 m². Letaknya sangat strategis dan dapat dijangkau

dari berbagai penjuru. TKA Al-Ihsan jauh dari keramaian, gardu listrik

bertegangan tinggi, pabrik, jalur kereta api serta tempat pembuangan sampah yang

dapat menganggu kegiatan belajar.

Daerah tempat berdirinya TKA Al-Ihsan sangat aman dan nyaman. TKA ini

(45)

34

kantor Kelurahan Kemiri Muka. Lingkungan sekolah TKA Al-Ihsan pun sangat

asri dan hijau karena terdapat berbagai macam pohon dan pot bunga yang

memanjakan mata ketika melihatnya. Ditambah dengan halaman sekolah yang

cukup luas sehingga membuat anak leluasa bermain.

C. Sarana dan Prasarana

Peneliti mengartikan sarana dan prasarana disini sebagai segala fasilitas

yang miliki oleh TKA Al-Ihsan untuk menunjang kegiatan belajar baik secara

langsung maupun tidak langsung. Sarana dan prasarana sangatlah penting demi

menunjang kelancaran proses belajar mengajar agar tujuan yang diinginkan

tercapai.

Gedung TKA Al-Ihsan terdiri dari dua lantai dengan cat dinding berwarna

krem dan beberapa dinding dilukis dengan gambar mural yang sangat menarik.

Sarana dan prasarana yang dimiliki TKA Al-Ihsan diantaranya terdapat satu ruang

kantor kepala sekolah, satu ruang guru, empat ruang kelas, satu ruang dapur, satu

kamar mandi guru, kamar mandi santri, aula, pendopo, kantin, lahan parkir serta

ruangan tunggu bagi orang tua santri.

Untuk taman bermain anak cukup memadai seperti halaman yang cukup

luas untuk upacara bendera, kegiatan olahraga dan bermain anak. Sarana bermain

pun cukup lengkap yang terdiri dari dua buah ayunan, satu buah jungkat jungkit,

satu buah papan seluncur biasa, satu buah papan seluncur spiral, satu buah

jembatan titian, satu buah komidi putar dan satu buah bak pasir. Selain itu, TKA

(46)

35

seperti balok-balok, puzzle, gambar seri, alat jahit anak, seni mengayam, menjahit

untuk anak, panggung boneka, plastisin, tanah liat, pohon angka, pohon hijaiyah,

rambu-rambu lalu lintas dan alat permainan lainnya.

Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah

Sumber : Dokumentasi Pribadi

D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik

a. Data Tenaga Pendidik

Berikut data pendidik tetap TKA Al-Ihsan :

Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik

No Nama Jabatan Pendidikan

1. Dra. Lili Sumarliah Kepala Sekolah S1

2. Mayani, S.Pd.I Wakil Kepala Sekolah/

Guru kelompok B 1

S 1 PAUD

3. Babay Subardini

A.Md

Tata Usaha/Administrasi

Sekolah

D3

4. Salmiati Guru kelompok A2 D1 PGTK

5. Deka Muriansa Guru kelompok A1 S1

6. Nurlaila Indriyani,

S.Pd.I

(47)

36

7. Nurlaela, S.Pd.I Guru kelompok B2 S1 PAUD

8. Khodijah Guru kelompok B2 S1

9. Adik Zuita, S.Pd Guru kelompok B1 S1 Bimbingan

Konseling

10. Aprilia Hidayah Karyawan SMP

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Tenaga pendidik tetap di TKA Al-Ihsan sebagian besar berjenis kelamin

perempuan. Hal tersebut bukan dikarenakan hanya menerima tenaga kerja

perempuan saja tetapi lebih kepada sedikitnya jumlah laki-laki yang tertarik untuk

menjadi guru TK. Untuk menjadi seorang guru TK dibutuhkan kesabaran,

ketelatenan dan kasih sayang yang ekstra dalam mendidik anak yang memang

sedang aktif-aktifnya. Di lingkungan masyarakat, ketiga sikap tersebut

diidentikkan merupakan sifat yang dimiliki oleh kaum perempuan sehingga kaum

perempuanlah yang dianggap paling tepat dalam mendidik anak usia dini karena

bagaimanapun juga guru merupakan orang tua bagi murid di Sekolah.

Biarpun begitu TKA Al-Ihsan juga memiliki satu guru laki-laki yaitu Pak

Dwi. Tetapi, Pak Dwi tidak termasuk ke dalam daftar guru tetap di TKA Al-Ihsan

karena beliau mengajar kegiatan ekstrakulikuler drumband yang diadakan setiap

hari rabu jam 11 siang.

Mayoritas tingkat pendidikan guru di TKA Al-Ihsan adalah Strata satu (S1)

yaitu sebanyak 7 orang. Fokus Strata satunya pun bervariasi mulai dari S1 PAUD,

Tarbiyah dan Bimbingan Konseling. Selain S1, juga terdapat 1 orang guru

(48)

37

memiliki 1 orang karyawan perempuan yang bertanggung jawab dalam bidang

non akademik.

Terdapat dua orang guru yang bertanggung jawab dalam berjalannya

kegiatan belajar dan mengajar di kelas A1, B1 dan B2, sedangkan untuk kelas A2

hanya terdapat satu orang guru. Hal ini dikarenakan jumlah santri di kelas A2 jauh

lebih sedikit dibandingkan tiga kelas lainnya, sehingga satu orang guru dianggap

dapat menangani berjalannya kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Bunda Deka

Muriansa dan Bunda Nurlaila Indriyani bertanggung jawab di kelas A1. Bunda

Salmiati di kelas A2, Bunda Mayani dan Bunda Adik Zuita di kelas B1,

sedangkan Bunda Nurlaela dan Bunda Khodijah bertangung jawab di kelas B2.

Panggilan bunda merupakan sapaan yang diwajibkan bagi santri ketika

memanggil para guru. Dengan panggilan tersebut para santri diharapkan menjadi

mudah akrab dan dekat kepada guru karena bagimanapun juga guru merupakan

orang tua para santri ketika sedang berada di sekolah.

b. Anak Didik

Di TKA Al-Ihsan terdapat dua kelompok kelas yang dibedakan berdasarkan

usia santri yaitu kelompok A berusia di bawah 5 tahun antara 3 sampai 4 tahun,

sedangkan B berusia di atas 5 sampai 6 tahun. Dalam tiap kelompok kelas, dibagi

menjadi dua yaitu A1, A2, B1 dan B2. Jumlah santri Al-ihsan selalu meningkat

setiap tahunnya bahkan tak jarang ketika kegiatan belajar mengajar tahun ajaran

(49)

38

perbandingan jumlah anak didik yang bersekolah di TKA Al-Ihsan tahun ajaran

2012/2013 dan 2013/2014:

Tabel II.E.2Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013

KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH

LAKI-LAKI PEREMPUAN

A1 7 9 16

A2 3 2 5

B1 12 5 17

B2 9 8 17

JUMLAH KESELURUHAN 55

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014

KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH

LAKI-LAKI PEREMPUAN

A1 8 9 17

A2 5 6 11

B1 12 8 20

B2 10 8 18

JUMLAH KESELURUHAN 66

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Dari dua tabel di atas dapat dilihat peningkatan jumlah santri TKA Al-Ihsan

dari tahun ke tahun. Pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah seluruh santri sebanyak

(50)

39

santri perempuan berjumlah 24 anak. Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah santri

mengalami peningkatan dibanding tahun lalu yaitu menjadi 66 anak, bertambah

sebanyak 11 anak, tetapi masih sama seperti tahun ajaran sebelumnya santri

terbanyak juga berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang, sedangkan

santri perempuan berjumlah 31 anak.

c. Suasana Belajar Santri

Santri TKA Al-Ihsan bersekolah lima kali dalam seminggu. Untuk jam

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disesuaikan kepada kelas masing-masing.

Untuk kelas A1 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30 sampai 10.30 dan

hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.15. Untuk kelas A2 pada hari Senin sampai

Kamis dari jam 07.30 sampai 10.15 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 09.45.

Sedangkan untuk kelas B1 dan B2 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30

sampai 11.00 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.30.

Metode pengajaran yang diterapkan di TKA Al-Ihsan berupa pengajaran

klasikal dan privat. Berikut penjabarannya :

1) Pembukaan dan Klasikal Awal

Pada tahap ini para santri secara klasikal atau bersama-sama membaca

doa belajar, ikrar santri, surat-surat pendek, hadist serta doa-doa harian

yang dipandu oleh guru agar para santri dapat menghapal dan

melafalkannya dengan benar dan fasih. Dalam melakukan kegiatan

belajar dan mengajar para guru di TKA Al-Ihsan menggunakan alat

(51)

40

membaca ikrar, surat-surat pendek dan lainnya secara bersama-sama.

Serta sebagai tanda masuk kelas atau pengganti lonceng sekolah.

2) Privat

Pada tahap ini, para santri membaca buku Iqro secara bergiliran yang

akan dibimbing oleh guru. Guru akan memperhatikan apakah bacaan

santri sudah tepat atau belum, jika ternyata bacaan santri kurang tepat

maka guru akan meluruskannya. Di saat ada santri yang sedang

membaca Iqro, santri lainnya akan diberi tugas oleh guru untuk menulis

agar tidak mengganggu santri lainnya.

3) Klasikal Kedua dan Penutup

Tahap ini merupakan tahap dimana guru memberikan materi inti yaitu

membaca, menulis dan berhitung sederhana. Selain itu juga terdapat

materi tambahan seperti aqidah akhlak, fiqih, pembacaan kisah para

Nabi serta kegiatan ektrakulikuler. Kegiatan belajar ditutup dengan

pembacaan doa dan pembubaran santri dengan tertib.

Ruangan belajar santri TKA Al-Ihsan sangat kondusif untuk kegiatan

belajar mengajar karena orang tua santri tidak diperkenankan untuk memasuki

area sekolah ketika proses kegiatan belajar dan mengajar dimulai, melainkan

harus menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan pihak TKA Al-Ihsan agar

santri dapat berkonsentrasi penuh ketika belajar tanpa harus terganggu oleh

kehadiran orang tua mereka. Oleh karenanya, ruang belajar santri bebas dari orang

(52)

41

memasuki area sekolah. Untuk orang tua atau orang luar yang ingin memasuki

area sekolah harus mengantongi izin dari kepala sekolah terlebih dahulu.

E. Sumber Dana

Dana merupakan salah satu faktor penting demi kelancaran kegiatan belajar

mengajar. Dana harus dikelola dengan baik agar semua kebutuhan akan kegiatan

belajar dan mengajar dapat terpenuhi. Adapun dana yang digunakan guna

menunjang kelancaran kegiatan belajar dan mengajar di TKA Al-Ihsan yaitu

bersumber dari SPP bulanan sebesar Rp 142.000 setiap bulannya, dengan rincian

iuran SPP pokok Rp 100.000, iuran ektrakulikuler Rp 25.000 dan iuran POS

(Persatuan Orang Tua Santri) Rp 17.000.

Dana yang dikelola nantinya digunakan untuk melengkapi sarana dan

prasarana kegiatan belajar mengajar, honor tenaga pendidik (Guru) dan kebutuhan

sekolah lainnya (Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan dan wawancara pribadi

dengan Kepala Sekolah, 22 Januari 2014).

F. Profil Subjek Penelitian

a. Orang Tua

Kriteria informan orang tua yaitu berusia di atas 25 tahun, dipilih 6 orang

tua yang berkerja di ranah publik dan 6 orang tua yang bekerja di ranah domestik

untuk membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari

anak yang telah menjadi subjek penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan untuk

(53)

42

kepada subjek penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara.

Berikut adalah data mengenai informan orang tua :

Tabel II.G.1 Profil Informan Orang tua

No Nama Jenis kelamin Usia Asal

5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy

Leandi

Dari tabel di atas dapat dilihat tingkatan umur informan orang tua dari yang

Gambar

Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah...........................................................................35
Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin :
Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat,
Tabel I.G.1 Profil Informan Orang tua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui sejauhmana peran guru dan orang tua dalam menanaman budi pekerti pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak

1) Tercapainya tujuan belajar (penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pengembangan sikap. Bimbingan belajar dari orang tua kepada anaknya akan membantu mengatasi

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil pengertian bahwa maksud dari tujuan ini adalah orang tua memiliki kedudukan dalam keluarga yang menjadi sarana

Peran orang tua sebagai pengawas pendidikan dasar anak dengan cara memperhatikan asupan gizi yang diberikan ke anak telah dilaksanakan oleh masing-masing

Hal yang mendorong dilaksanakan penelitian dan pengkajian terhadap model pelatihan permainan tradisional edukatif berbasis potensi lokal adalah (1) peran strategis orang tua

Pengumpulan data untuk mengetahui pola asuh orang tua temper tantrum anak TK Vidya Dharma yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti pada

keberhasilan anak. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi setiap anak. Upaya yang dilakukan.. orang tua sangat penting untuk mewarnai

Program Sociopreneurship Pelestarian Permainan Anak Tradisional_ Sosialisasi Orang Tua dan Pengajaran 16 Peserta Forum Anak Surakarta sebagai Agents of