• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.) TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

(Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

DAVID HISMANTA DEPARI 080304021

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L.) TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

(Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

DAVID HISMANTA DEPARI 080304021

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(3)

ABSTRAK

David Hismanta Depari (080304021), dengan judul ”Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.Usahatani cabai merah sangat tergantung terhadap harga jual yang berfluktuasi setiap waktu, sehingga mempengaruhi hasil produksi usahatani serta pendapatan petani. Pengelolaan cabai merah dari penyemaian bibit hingga pascapanen memerlukan pengelolaan khusus mulai dari perencanaan tanam hingga pemasarannya. Oleh karena itu petani harus jeli dalam sistem mengelola usahatani cabai merah, karena sistem pengelolaan sangat mempengaruhi hasil produksi dan pendapatan petani.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan biasa dan intensif, pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan, pengaruh sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan.Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan Desa Ajijulu merupakan salah satu desa sentra terluas menanam cabai merah di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada sistem pengelolaan biasa luas lahan sebesar 0,12 Ha, frekuensi panen sebesar 18.8 kali per satu musim tanam,jumlah produksi sebesar 684,8 Kg, jumlah biaya produksi sebesar Rp. 4.443.705,4, jumlah tenaga kerja sebesar 59,2 HOK, jumlah penerimaan sebesar Rp. 16.052.085,7 dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah sebesar Rp. 11.608.380,4

2. Pada sistem pengelolaan intensif luas lahan sebesar 0,25 Ha, frekuensi panen sebesar 25,9 kali, jumlah produksi3.050,8 Kg , jumlah biaya produksi sebesar Rp. 16.109.088,2, jumlah tenaga kerja sebesar 131,2 HOK, jumlah penerimaan sebesar Rp. 73.357.129,4 dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah sebesar Rp. 57.248.041,2 .

3. Berdasarkan hasil uji statistik sistem pengelolaan usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan.

4. Berdasarkan hasil uji statistik sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Mei 1990 dari ayah Syamsuddin

dan ibu Erni br Purba. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SDN 104185 dan pada tahun 2005 penulis

lulus dari SMP NEGERI 1 Sunggal

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA NEGERI 1 Sunggal dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis seleksi Ujian

Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian.

Pada bulan juli tahun 2012 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan ( PKL)

di desa Ambalutu Kecamatan Sei Silau Kabupaten Asahan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)”.

Pada kesempatan ini segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing

2. Bapak Sinar Indra Kesuma, SP, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. selaku Ketua Departemen SEP, FP. USU dan Dosen Penguji pada sidang meja hijau.

4. Bapak Satia Lubis. selaku Sekretaris Departemen SEP, FP. USU 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen SEP, FP, USU

6. Bapak Camat dan Bapak Lurah Kecamatan Tiga Panah dan seluruh jajarannya

yang telah membantu penulis dalam memberikan data untuk kepentingan penelitian ini.

7. Seluruh instansi terkait begitu juga kepada responden yang bersedia diwawancarai untuk kepentingan penelitian ini.

Secara khusus penulis ucapakan terima kasih kepada ayahanda Syamsuddin

ibunda Erni br Purba serta adinda Eunike Oktariana Depari atas motivasi, kasih sayang, dan dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada

(6)

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di

Departemen Agribisnis stambuk 2008 khususnya Samuel Purba, Bima Oskar Hutagalung, Hirorimus limbong, Yuki Bastanta dan seluruh stambuk 2008 yang lainnya telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi dan

kakak dan abang Senior ini serta kepada adik-adik di Departemen Agribisnis stambuk atas semangat dan motivasi yang telah diberikan. Terakhir, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya,

membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan.

Medan, Agustus 2013

(7)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.2. Landasan Teori ... 12

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.4. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4. Metode Analisis Data ... 24

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 26

3.5.1. Definisi ... 26

3.5.2. Batasan Operasional ... 27

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 28

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

4.1.1. Luas Wilayah dan Letak Geografis ... 28

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 29

4.1.3. Sarana dan Prasarana... 29

4.2. Karakteristik Responden ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

(8)

5.2.Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat

Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Intensif .... 36

5.3.Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan ... 40

5.3.1.Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi ... 41

5.3.2.Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan ... 43

5.3.3.Pengaruh Sistem Pengelolaan dan Jumlah Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Produksi... 44

5.3.4.Pengaruh Sistem Pengelolaan dan Jumlah Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Cabai

Merah di Kabupaten Karo Tahun 2011 ... 5

2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Tiga Panah ... 22

3. Penggunaan Wilayah Desa Ajijulu ... 28

4. Jumlah Penduduk ... 29

5. Sarana dan Prasarana ... 30

6. Distribusi Karakteristik Responden ... 31

7. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Biasa ... 35

8. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Intensif ... 36

9. Sistem Pengelolaan ... 38

10. Uji Kelayakan Model ... 41

11. Hasil Pengujian Secara Serentak ... 41

12. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi ... 42

13. Uji Kelayakan Model ... 43

14. Hasil Pengujian Secara Serentak ... 43

15. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan ... 44

16. Uji Kelayakan Model ... 45

17. Hasil Pengujian Secara Serentak ... 45

(10)

19. Uji Kelayakan Model ... 47 20. Hasil Pengujian Secara Serentak ... 47 21. Pengaruh Sistem Pengelolaan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Karakteristik Responden ... 53

2. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah dengan Sistem Pengelolaan Biasa ... 55

3. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah dengan Sistem Pengelolaan Intensif ... 56

4. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi ... 57

5. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan ... 58

6. Pengaruh Sistem Pengelolaan dan Jumlah Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Produksi ... 59

7. Pengaruh Sistem Pengelolaan dan Jumlah Tenaga Kerja Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan ... 60

8. Biaya Penyusutan ... 61

9. Biaya Tenaga Kerja Sistem Intensif ... 63

10. Biaya Tenaga Kerja Sistem Biasa ... 65

11. Biaya ZPT ... 67

12. Biaya Bibit ... 68

13. Pendapatan Sistem Biasa ... 69

14. Pendapatan Sistem Intensif ... 70

15. Penerimaan Sistem Biasa ... 71

16. Penerimaan Sistem Insentif ... 72

(13)

ABSTRAK

David Hismanta Depari (080304021), dengan judul ”Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.Usahatani cabai merah sangat tergantung terhadap harga jual yang berfluktuasi setiap waktu, sehingga mempengaruhi hasil produksi usahatani serta pendapatan petani. Pengelolaan cabai merah dari penyemaian bibit hingga pascapanen memerlukan pengelolaan khusus mulai dari perencanaan tanam hingga pemasarannya. Oleh karena itu petani harus jeli dalam sistem mengelola usahatani cabai merah, karena sistem pengelolaan sangat mempengaruhi hasil produksi dan pendapatan petani.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan biasa dan intensif, pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan, pengaruh sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan.Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan Desa Ajijulu merupakan salah satu desa sentra terluas menanam cabai merah di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada sistem pengelolaan biasa luas lahan sebesar 0,12 Ha, frekuensi panen sebesar 18.8 kali per satu musim tanam,jumlah produksi sebesar 684,8 Kg, jumlah biaya produksi sebesar Rp. 4.443.705,4, jumlah tenaga kerja sebesar 59,2 HOK, jumlah penerimaan sebesar Rp. 16.052.085,7 dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah sebesar Rp. 11.608.380,4

2. Pada sistem pengelolaan intensif luas lahan sebesar 0,25 Ha, frekuensi panen sebesar 25,9 kali, jumlah produksi3.050,8 Kg , jumlah biaya produksi sebesar Rp. 16.109.088,2, jumlah tenaga kerja sebesar 131,2 HOK, jumlah penerimaan sebesar Rp. 73.357.129,4 dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah sebesar Rp. 57.248.041,2 .

3. Berdasarkan hasil uji statistik sistem pengelolaan usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan.

4. Berdasarkan hasil uji statistik sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar

masyarakat Indonesia. Sektor pertanian melalui komoditas yang dihasilkannya mempunyai potensi besar dalam meningkatkan pendapatan masyarakat petani di

Indonesia. Salah satu sektor pertanian yang menjadi pusat perhatian adalah sektor hortikultura

Hortikultura terbagi atas sub sektor seperti sayuran, buah-buahan, tanaman

hias dan tanaman biofarmaka. Beberapa produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman biofarmaka sangat berguna bagi kebutuhan tubuh seperti

sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu produk-produk hortikultura perlu ditingkatkan maupun dikembangkan selain untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin

meningkat juga karena berpotensi dalam meningkatkan penghasilan, salah satu diantaranya adalah komoditas cabai.

Cabai atau lombok (bahasa Jawa) adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam anggota genus Capsicum yang banyak diperlukan oleh masyarakat sebagai penyedap rasa masakan. Salah satu tanaman cabai yang banyak

(15)

annum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat.

Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Karena merupakan sayuran yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan

dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional.

Cabai merah mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan vitamin dalam cabaie merah adalah A dan C serta mengandung minyak atsiri, yang rasanya pedas dan memberikan kehangatan bila

digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Sun et al. (2000). melaporkan cabai merah mengandung anti oksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari radikal

bebas. Radikal bebas yaitu suatu keadaan dimana suatu molekul kehilangan atau kekurangan elektron, sehingga elektron tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari sel-sel tubuh lainnya. Cabai merah juga

mengandung Lasparaginase dan Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker. Pengembangan hortikultura termasuk di dalamnya adalah komoditas cabai

merah selama ini masih tertuju pada sisi penawaran (supply-side), melalui pendekatan penumbuhan sentra-sentra produksi baru dan pemantapan sentra yang telah ada. Penumbuhan sentra dilakukan melalui upaya ekstensifikasi dengan

mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat, potensi pasar, dan potensi sumberdaya manusia, sedangkan pemantapan sentra dilakukan melalui upaya

(16)

penawaran yang ada belum efektif dalam pencapaian tujuan akhir yang diharapkan,

yakni terjadinya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Petani cabai tetap menanggung risiko usaha yang sangat tinggi, yang tercermin dari lebarnya kesenjangan harga terendah dan tertinggi, yaitu antara Rp 2.000/kg pada saat panen

raya dan Rp 20.000/kg (sampai 10 kali lipatnya) pada saat paceklik.

Cabai merah memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi

sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai merah mengalami penurunan dari tahun ke tahun sejak tahun 2007 sampai 2011 namun luas panennya tetap berada di atas angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu-satunya jenis sayuran yang

luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun ke tahun dengan persentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran lainnya. Luas panen tahun

2011, seluas 121.063 hektar dengan hasil produksi 1.003.085 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012).

Kebutuhan cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun.

Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Jika kebutuhan perkapita

cabai merah Indonesia adalah 1,49 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 303.600.000 Kg per tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012).

Menurut Ashari (1995), kendala usahatani hortikultura di beberapa negara berkembang, adalah rendahnya nilai pendapatan petani, keterbatasan pengetahuan

(17)

yang kurang kuat. Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai keuntungan yang

diperoleh petani.

Keterbatasan modal, pengetahuan, keterbatasan lahan serta kurangnya keterampilan yang dimiliki petani maka petani harus jeli memilih jenis tanaman

sayuran sebagai usahatani. Menurut Hanani dkk (2003), pemilihan jenis sayuran sebagai usahatani dan penentuan besarnya skala jenis usaha merupakan salah satu

tindakan pertama yang perlu dipertimbangkan. Jenis sayuran yang dipilih untuk usahatani adalah usagatani sayuran yang memiliki nilai ekonomi atau prospek (peluang) cukup besar dalam pemasaran dan tidak sulit untuk dibudidayakan. Jenis

sayuran tersebut biasanya banyak diminati. Kalaupun peminatnya tidak banyak, harganya relatif tinggi dan dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor.

Usahatani cabai merah biasanya dilakukan dalam skala kecil. Hal ini terjadi karena usahatani ini sangat tergantung terhadap harga jual yang berfluktuasi setiap waktu, sehingga mempengaruhi hasil produksi usahatani serta pendapatan petani.

Oleh karena itu untuk pengelolaan cabai merah dari penyemaian bibit hingga pasca panen memerlukan pengelolaan khusus oleh petani mulai dari perencanaan tanam

hingga pemasarannya ke konsumen agar diperoleh produksi bermutu tinggi dan dengan harga dan keuntungan yang layak (Redaksi Agromedia 2008).

Pengelolaan cabai merah secara khusus merupakan salah satu kendala yang

dihadapi petani dalam usahatani tersebut, oleh karena itu petani harus jeli dalam mengelola usahatani cabai merah. Sistem pengelolaan sangat mempengaruhi hasil

(18)

usahatani cabe merah dan pengaruhnya terhadap jumlah produksi dan tingkat

pendapatan.

Kabupaten Karo memiliki prospek yang cerah untuk pengembangan tanaman cabai merah. Hal ini dibuktikan dengan produksi cabai merah yang disumbangkan

untuk Propinsi Sumatera Utara sebesar 41.349 ton dengan rata-rata produksi 8,4 ton/hektar pada tahun 2011.

Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2011

No Kecamatan

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Tahun 2012.

Dari tabel di atas, terdapat jumlah luas tanam dan luas panen yang berbeda. Salah satu penyebab hal ini terjadi karena data yang diperoleh hanya pada awal tahun

(19)

2010 sementara data panennya pada awal tahun 2011, maka data luas panen akan

masuk data pada tahun 2009 dan luas panen akan masuk pada data pada tahun 2011. Produksi cabai merah di Kecamatan Tiga Panah tercatat 15,2 ton/ha pada tahun 2011. Produksi cabai merah tersebut masih belum optimal. Menurut Pracaya

(2000), tanaman cabe merah jika dibudidayakan dengan intensif bisa mencapai rentang 15 sampai 20 ton/ha. Salah satu penyebab belum optimalnya produksi

usahatani cabai bisa diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit pada buah cabai, disamping faktor sistem pengelolaan yang kurang baik.

Kecamatan Tiga Panah memiliki produksi ton/hektar cabai merah terbesar

dari 17 kecamatan yang tecatat pada data statistik Kabupaten Karo, sehingga Kecamatan Tiga Panah dipilih sebagai lokasi penelitian. Adapun peneliti memilih

Kecamatan Tiga Panah sebagai daerah penelitian, karena kecamatan ini relatif tidak jauh dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Karo dan memiliki informasi pasar serta kemudahan akses atas sarana produksi pertanian.

Berdasarkan alasan-alasan dan latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih jauh tentang ” Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai

Merah terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan”

1.2. Indentifikasi Masalah

1) Bagaimana luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan usahatani cabai

(20)

2) Bagaimana luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi,

jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan intensif di daerah penelitian ?

3) Bagaimana pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap jumlah

produksi dan tingkat pendapatan di daerah penelitian?

4) Bagaimana pengaruh sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai

merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan indentifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan

penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Untuk mengidentifikasi luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan

usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan biasa di daerah penelitian. 2) Untuk mengidentifikasi luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah

biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan dan tingkat pendapatan

usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan intensif di daerah penelitian. 3) Untuk mengetahui pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap

jumlah produksi dan tingkat pendapatan di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui pengaruh sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan di

(21)

1.4. Kegunaan Penelitian

Berdasarakan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Sebagai gambaran dan bahan informasi bagi pihak terkait dalam mengambil

kebijakan pengembangan usahatani cabai merah.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam mengembangkan usahatani cabai

merah di daerah penelitian.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Menurut Topan (2008) cabai merupakan komoditi hortikultura yang termasuk

dalam tanaman terna tahunan. Tanaman ini tumbuh tegak dengan batang berkayu, bercabang banyak, ukuran tinggi mencapai 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Cabai memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral

yang mengeluarkan serabut dan mampu menenbus ke dalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm. Terdapat berbagai macam jenis cabai dengan ciri-ciri yang

berbeda antara satu dengan yang lainnya. Diantara jenis cabai tersebut adalah cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika dan cabai hias. Masing-masing cabai memiliki tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Dalam perdagangan

internasional, cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Pengelompokan tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kepedasan yang dimilikinya, yaitu :

1. Cabai yang sangat pedas

2. Cabai dengan kepedasan pertengahan 3. Cabai dengan tingkat kepedasan kurang

4. Cabai tidak pedas

Kelompok cabai yang sangat pedas diklasifikasikan kembali dalam dua

(23)

cabai yang sangat pedas memiliki ukuran kecil. Beberapa spesies yang tergolong ke

dalam kelompok cabai sangat pedas ini adalah Capsicum frutescens, Capsicum baccatum, Capsicum chinense, dan Capsicum annum var. Glabiriusculum.

Menurut Suyanti (2007) secara umum cabai digolongkan menjadi tiga

kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Cabai kecil dan cabai besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan di pasar tradisional. Umumnya

cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit sedangkan cabai besar dikenal dengan istilah cabai merah.

Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan ke dalam empat

golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas,

kepedasan pertengahan kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).

Setiap petani memiliki perhitungan agribisnis cabai yang berbeda-beda

tergantung pada sistem pengelolaan dan seberapa besar intensitas perawatan. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang tinggi tentunya akan

mengakibatkan lebih besarnya biaya produksi dibandingkan dengan budidaya cabai secara sederhana. Hal ini tentunya juga akan sejalan dengan hasil yang akan diperoleh. Budidaya cabai dengan intensitas perawatan yang lebih tinggi akan

menghasilkan produksi yang lebih besar dan berkualitas. Topan (2008) melakukan perhitungan agribisnis cabai secara umum dengan menggunakan beberapa asumsi

(24)

lahan, populasi tanaman, jenis cabai, jumlah produksi, produktivitas, harga jual dan

perhitungan bunga bank.

Pembangunan pertanian menuju usahatani yang tangguh dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan usahatani masa depan yang tegar dalam posisinya.

Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian, dimana usahatani yang semata-mata menuju kepada

keuntungan terus menerus, dan bersifat komersiil (Bachtiar Kivia, 1980 dalam Hernanto, 1996).

Tujuan utama dari pendekatan pembangunan pertanian secara nasional adalah

mengelola usahatani dengan maksud untuk mempertinggi penghasilan keluarga petani guna meningkatkan taraf hidupnya baik yang bersifat materiil maupun sosial

budaya (Tohir, 1991). Dalam rangka meningkatkan produksi dan tingkat pendapatan perlu diupayakan usaha perluasan lahan penanaman serta inovasi baru dalam teknologi budidaya cabai. Salah satu cara yang memungkinkan adalah dengan

terobosan teknologi budidaya cabai yang mampu menghasilkan produksi tinggi pada luasan lahan yang terbatas. Teknologi tersebut berupa penggunaan benih hibrida,

(25)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Sistem Pengelolaan

Dalam sebuah usahatani, faktor produksi merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Menurut Mubyarto (1991), faktor produksi terdiri dari empat komponen,

yaitu tanah atau lahan, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen pengelolaan. Keberadaan dari sistem pengelolaan tidak akan menyebabkan proses produksi tidak

berjalan atau batal. Namun pengelolaan hanya menekankan pada usahatani yang maju dan berorientasi pasar (keuntungan). Kemampuan pengelolaan sangat penting, karena usahatani bukanlah semata-mata hanya sebagai cara hidup. Jatuh-bangunnya

suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola faktor-faktor produksi (Rahardi dkk, 2007).

Menurut Tohir dalam Suratiyah (2009), dalam usahatani sering ditemukan istilah intensif dan ekstensif (perlakuan biasa) yang tidak mudah untuk menentukan perbedaannya karena tidak memiliki sifat yang mutlak. Usahatani dikatakan intensif

jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas, dan sebaliknya. Pertanian intensif dan ekstensif berkonotasi terhadap jumlah input

perhektar, seperti penggunaan teknologi dan penggunaan mesin atau tenaga manual. Intensif dan ekstensif berlaku antara waktu, antar daerah dan antar tanaman/usaha. Indikatornya adalah jumlah pengunaan input persatuan luas (Tarigan, 2001).

Menurut penyuluh pertanian lapangan (PPL) Kecamatan Kabanjahe, sistem pengelolaan dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu dari perlakuan biasa hingga

(26)

Menurut Mubyarto (1991) intensifikasi merupakan penggunaan lebih banyak

faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Melalui program intensifikasi seperti penggunaan bibit unggul yang akan meningkatkan hasil produksi. Program intensifikasi

besar-besaran dalam produksi juga ditempuh melalui sarana produksi (seperti : pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama dan penyakit, kredit dan air irigasi) yang

digunakan secara efektif dan efisien

Tingkat pengelolaan yang kurang intensif dalam sistem pertanian pada umumnya terkait dengan malsimal atau tidaknya kualitas dan kuantitas hasil

produksi. Hal ini disebabkan produksi sangat dipengaruhi input yang digunakan dan keterampilan dari petani. Pengelolaan dengan perlakuan biasa dilakukan oleh petani

hanya sebagai sambilan atau untuk konsumsi sendiri.

Menurut Ashari (1995), pengelolaan tanaman hortikultura dalam stadium primitif tidak memerlukan perhatian khusus, seperti jarak tanam, pemupukan atau

pemberantasan hama dan penyakit. Dengan demikian modal usahatani juga masih relatif rendah, sehingga produk yang dipasarkan pun tidak memberikan keuntungan

yang besar.

Menurut Barus dan Syukri (2008), pertanian tradisional (perlakuan biasa) memiliki ciri antra lain :

1) Kultivar lokal dan umumnya dari bibit sembarangan. 2) Jarak tanam kurang diperhatikan.

3) Lokasi sering kurang sesuai dengan agroklimat varietas yang ditanam.

(27)

2.2.2. Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi

dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu

barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya

yang minimum.

Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan

manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak

terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001)

produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi

yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung

(28)

dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan,

pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2003).

Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang

tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya lainnya seperti media air. Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari

segi luas dan sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan tofografi (tanah dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi), pemilikan tanah,

nilai tanah, fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah (Soekartawi, 1995).

Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air,

udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya

menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan kelembaban

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan

semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan

(29)

pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu

kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1995). Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan yang

tingkat kesuburan rendah. Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga

menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya. Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan dan

kemajuan di bidang agraria (Todaro, 2000).

2.2.3. Pendapatan

Usahatani hortikultura memerlukan biaya dan tenaga kerja terampil serta sarana yang lebih mahal dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan. Tanaman hortikultura perlu lebih intensif, sehingga memerlukan modal yang lebih besar.

Namun dengan demikian, nilai jual tanaman hortikultura pun lebih tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang lebih memadai (Ashari, 1995).

Petani selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan tentang bagaimana petani harus mengoperasikan usahataninya, sehingga diperoleh hasil dan kepuasan maksimal. Umumnya sebelum mengambil keputusan untuk menanam suatu

komoditi, petani memperhitungkan penerimaan dan biaya produksi. Sehingga pada akhirnya akan diketahui pendapatan yang akan diterima oleh petani. Pendapatan

(30)

petani dari usahatani yang diusahakannya dikurangi dengan total pengeluaran atau

biaya yang dikeluarkan. Jumlah pendapatan yang besar menunujukkan besarnya modal yang dimiliki petani untuk mengelola usahataninya sedangkan jumlah pendapatan yang kecil menunjukkan investasi yang menurun sehingga berdampak

buruk terhadap usahataninya (Soekartawi, 1995). Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh petani, baik bersumber dari

modal sendiri maupun dari luar. Menurut Soekartawi (1995), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi yang digunakan terdiri dari

sewa tanah, bunga modal, biaya sarana produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja.

Dalam pertanian yang ada di lapangan, biaya yang dianggap ada oleh petani hanya meliputi biaya yang dikeluarkan secara nyata. Sedangkan biaya yang dimiliki oleh petani sajak lama, tidak dimasukkan kedalam pembiayaan usahatani. Menurut

Sukirno (2005), biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada dua jenis : biaya eksplesit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplesit adalah

pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang

dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.

Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap (FC = Fixed Cost) dan biaya

(31)

penyusutan. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh

besarnya produksi, misalnya sarana produksi, dan tenaga kerja luar keluarga (Soekartawi, 1995).

Pendapatan petani adalah akumulasi dari perkalian dari produksi yang

dihasilkan petani dengan harga jual cabai merah pada saat pemanenan dan dikurangkan dengan biaya produksi. Pemanenan biasanya dilakukan satu hingga dua

hari dalam seminggu, dan dapat dilakukan kira-kira selama enam bulan masa panen. Sedangkan harganya sangat berfluktuasi dengan keadaan pasar. Pendapatan didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari usaha tani selama periode tanam.

Pendapatan dapat bertambah apabila suatu komoditas disortir/grading karena harganya lebih tinggi, walaupun dibutuhkan biaya produksi tambahan. Selisih antara

pendapatan dan biaya produksi merupakan keuntungan atau kerugian (Soekartawi, 1995).

2.3 Kerangka Pemikiran

Proses produksi usahatani cabai merah dilihat dari sistem pengelolaannya

dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem pengelolaan biasa dan intensif. Pada kedua sistem ini pengelolaan usahatani cabai merah dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi

yaitu lahan, modal dan tenaga kerja. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem pengelolaan, yaitu: tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani cabai merah. Dari kedua sistem pengelolaan usahatani ini maka masing-masing sitem

pengelolaan berpengaruh terhadap biaya produksi yang terjadi pada usahatani. Kedua sistem pengelolaan usahatani ini juga akan menghasilkan jumlah produksi dan

(32)

Penjualan cabai akan memberikan penerimaan bagi petani. Dengan membandingkan

antara penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan akan diperoleh pendapatan bersih usahatani cabai merah.

Analisis produksi usahatani cabai merah dilakukan dengan pendugaan fungsi

produksi. Fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk regresi linier berganda, fungsi tersebut merupakan gambaran hubungan antara beberapa masukan produksi dengan

keluaran produksi. Faktor produksi yang berpengaruh dapat dianalisis dengan pendekatan analisis regresi. Menurut Soekartawi (1995) analisis regresi dapat menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Berikut ini skema

(33)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

= hubungan

= pengaruh

--- = pengaruh

Sistem Pengelolaan Usaha Tani Cabai Merah

Biaya Produksi Sistem

Biasa

Biaya Produksi

Jumlah Produksi

Penerimaan

Pendapatan

Harga Jual Faktor Produksi

a.Tanah

b.Modal

c. Tenaga Kerja

(34)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis :

1. Sistem pengelolaan usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah

produksi dan tingkat pendapatan

2. Sistem pengelolaan dan jumlah tenaga kerja usahatani cabai merah berpengaruh

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan

pertimbangan Kecamatan Tiga Panah memiliki produksi ton/hektar usahatani cabai merah terbesar dari 17 kecamatan yang tecatat pada data statistik Kabupaten Karo. Desa Ajijulu merupakan salah satu desa sentra terluas menanam cabai merah di

Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Tabel 2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Tiga Panah

(36)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Ajijulu, Kecamatan Tiga Panah. Berdasarkan survei pendahuluan jumlah petani sebanyak 171 KK. Luas lahan untuk tanaman hortikultura seluas 377 ha. Komoditas tanaman umumnya jeruk, yaitu

seluas 77 Ha. Jumlah petani dengan usahatani tanaman cabai merah sebanyak 81 KK dengan sistem pengelolaan biasa dan sistem pengelolaan secara intensif. Perhitungan

sampel menggunakan rumus Slovin, yaitu:

Dimana :

n = Besarnya sampel (KK)

N = Jumlah Populasi (KK)

e = Persentase kelonggaran ketidakpastian pengambilan sampel (%) Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2

) 1 . 0 ( 81 1

81 + = n

n = 44,8 orang, digenapkan menjadi 45 orang

Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Hal ini sesuai

(37)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang dibuat terlebih

dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Kantor Kecamatan Tiga Panah dan

Kantor Kepala Desa Ajijulu.

3.4. Metode Analisa Data

Untuk mengidentifikasi masalah 1, dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan

melihat berapa jumlah produksi dan jumlah pendapatan dengan sistem pengelolaan biasa usahatani cabai merah.

Untuk mengidentifikasi masalah 2, dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan

melihat berapa jumlah produksi dan jumlah pendapatan dengan sistem pengelolaan intensif usahatani cabai merah.

Mengetahui besarnya biaya produksi usahatani cabai merah digunakan rumus

TB = BV + BT

Dimana :

TB = Total Biaya BV= Biaya Variabel

BT = Biaya Tetap (Soekartawi,1995).

(38)

Dimana :

TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Jumlah produksi usahatani cabai merah (Kg) Py = Harga jual cabai merah (Rp/Kg)

Untuk mengidentifikasi masalah 3, dianalisis melalui uji statistik regresi linier dan berganda dengan persamaan:

1. Pendapatan Usahatani Cabai Merah

Ŷ = a + b1X1

Dimana :

Ŷ = Pendapatan usahatani cabai merah

a = parameter intercept

b1,b2 = parameter koefisien regresi

X1 = sistem pengelolaan usahatani cabai merah

2. Produksi Usahatani Cabai Merah

Ŷ = a + b1X1

Dimana :

Ŷ = Jumlah produksi usahatani cabai merah

a = parameter intercept

b1,b2 = parameter koefisien regresi

X1 = sistem pengelolaan usahatani cabai merah

Untuk mengidentifikasi masalah 3, dianalisis melalui uji statistik regresi

linier dan berganda dengan persamaan:

(39)

Ŷ = a + b1X1 + b2X2

Dimana :

Ŷ = Jumlah produksi usahatani cabai merah

a = parameter intercept

b1,b2 = parameter koefisien regresi

X1 = Sistem pengelolaan usahatani cabai merah

X2 = Jumlah tenaga kerja

2. Pendapatan Usahatani Cabai Merah

Ŷ = a + b1X1 + b2X2

Dimana :

Ŷ = Jumlah pendapatan usahatani cabai merah

a = parameter intercept

b1,b2 = parameter koefisien regresi

X1 = Sistem pengelolaan usahatani cabai merah

X2 = Jumlah tenaga kerja

3.5. Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Definisi Operasional

Memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini dengan definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

(40)

2. Sistem pengelolaan biasa merupakan suatu sistem pengelolaan usahatani secara tradisional.

3. Sistem pengelolaan intensif adalah suatu sistem pengelolaan yang dilakukan secara rutin penggunaan input produksi dalam jangka waktu tertentu.

4. Harga jual adalah harga yang berlaku pada saat penjualan hasil produksi ke pasar dan harga relatif dapat berubah-ubah setiap saat.

5. Penerimaan adalah jumlah yang diterima petani dengan menjual hasil produksinya (yang benar-benar dapat dijual dan tidak termasuk yang dikonsumsi sendiri) dengan harga jual yang berlaku saat itu dalam satuan Rp (Rupiah).

6. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani pada akhir produksi dengan biaya riil (tunai) dalam satuan Rp (Rupiah).

7. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi. Dalam hal ini biaya diklasifikasikan ke dalam biaya tunai (biaya riil yang dikeluarkan) dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) dalam satuan Rp (Rupiah). 8. Jumlah produksi cabai merah adalah merupakan hasil usaha tani atas pengelolaan

faktor produksi dalam satuan (Kg)

9. Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja dalam kegiatan usahatani.

3.5.2. Batasan Operasional

Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sampel adalah petani yang mengusahakan usahatani cabai merah selama kurun waktu penelitian..

2. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013

(41)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Luas dan Letak Geografis

Secara geografis Desa Ajijulu yang berlokasi ± 4 km dari kota Berastagi memiliki luas sekitar 359 hektar. Desa Ajijulu mempunyai letak geografis sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ujung Aji.

2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Aji Buhara. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sugihen. 4. Sebelah Barat berbatasan Desa Raya.

Desa Ajijulu adalah salah satu desa di Kecamatan Tiga Panah yang mempunyai orbitasi, yaitu jarak ke ibu kota kecamatan terdekat 9 km. Lama tempuh ke ibu kota kecamatan terdekat 15 menit. Jarak ke ibu kota kabupaten terdekat 12 km. Lama tempuh ke ibu kota kabupaten terdekat 25 menit. Lama tempuh diukur dengan alat angkutan desa yang digunakan oleh masyarakat Desa Ajijulu.

Luas Desa Ajijulu adalah 359 Ha dengan penggunaan wilayah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan Wilayah Desa Ajijulu

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Lahan Pemukiman 12

2 Lahan Pertanian yang ditanami 210

3 Lahan Persawahan 60

4 Lahan Tidur 37

5 Lahan Hutan 40

Total 359

(42)

Sesuai dengan aktivitas masyarakat yang kebanyakan bertani, sebagian besar lahan

didominasi oleh lahan pertanian yaitu sebanyak 210 hektar yang dipergunakan

sebagai tempat untuk bercocok tanam. Desa Ajijulu adalah salah satu desa di

Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo yang memproduksi berbagai jenis

sayur-sayauran misalnya kol, tomat, cabe, kentang, dan sebagainya serta buah-buahan,

misalnya jeruk, alpukat, markisa, terong belanda dan sebagainya. Selain

memproduksi hasil-hasil pertanian, ada juga kegiatan lain yang dilakukan oleh

masyarakat desa tersebut, yaitu usaha peternakan.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Ajijulu adalah 1.640 jiwa atau 410 KK. Jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 676 41,2

2 Perempuan 964 58,8

Jumlah 1.640 100,0

Sumber: Profil Desa Ajijulu Tahun 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok perempuan, yakni 964 jiwa (58,8%) dan lebih sedikit laki-laki, yakni 676

jiwa (41,2%).

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar jalannya laju

pembangunan, sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Sarana dan prasarana yang ada di daerah penelitian dapat

(43)

Tabel 5. Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 SD 1

7 Praktek Swasta (Dokter, Bidan, Perawat) 2

8 Mata Air 2

9 PAM 1

10 Kantor kelurahan 1

11 Penyuluh Pertanian Lapangan 1

12 KUD 1

Sumber: Profil Desa Ajijulu Tahun 2012

Berdasarkan keadaan sarana dan prasarana di Desa Ajijulu menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan, perekonomian dan sosial budaya belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga masyarakat belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari, luas lahan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, pengalaman bertani cabai merah, sistem pengelolaan, umur dan jumlah tanggungan. Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa luas lahan terbanyak adalah pada kelompok 0,04-0,19 Ha sebanyak 28 orang (62,2%) selebihnya pada kelompok 0,20-0,35 Ha dan 0,35-0,50 Ha masing-masing sebanyak 16 orang (35,6%) dan 1 orang (2,2%) dengan rataan 0,16 Ha.

(44)

Tabel 6. Distribusi Karakteristik Responden

4 Pengalaman Bertani

3-17 Tahun 21 46,7

18-32 Tahun 16 35,6 3-46 tahun 21,0

33-43 Tahun 8 17,7

Jumlah 45 100,0

5 Pengalaman Bertani Cabai Merah

1-7 Tahun 27 60,0

8-14 Tahun 15 33,3 1-20 tahun 6,87

15-20 Tahun 3 6,7

Jumlah 45 100,0

6 Sistem Pengelolaan

Biasa 28 62,2

8 Jumlah Tanggungan

0-1 Orang 7 15,6

2-3 Orang 28 62,2 0-5 orang 2,67

4-5 Orang 10 22,2

Jumlah 45 100,0

(45)

Berdasarkan jenis kelamin diketahui petani sampel terbanyak adalah laki-laki, yaitu sebanyak 37 orang (82,2%) selebihnya perempuan, yaitu sebanyak 18 orang (17,8%).

Berdasarkan tingkat pendidikan lebih banyak SLTA, yaitu sebanyak 17 orang (37,8%) dan lebih sedikit tingkat pendidikan akademi/perguruan tinggi, yaitu

sebanyak 3 orang (6,7%) dengan rata-rata lama pendidikan 9,67 tahun. Hanya sebagian kecil responden yang pernah mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan responden sebagai petani berasal dari keluarga yang

memiliki keterbatasan ekonomi.

Berdasarkan pengalaman bertani diketahui petani sampel terbanyak adalah pada

kelompok 3-17 tahun sebanyak 21 orang (46,7%), lebih sedikit pada kelompok 18-32 tahun dan 33-43 tahun dengan rata-rata pengalaman bertani 21,0 tahun. Sedangkan pengalaman bertani cabai merah diketahui petani sampel terbanyak adalah pada

kelompok 1-7 tahun sebanyak 27 orang (60,0%), lebih sedikit pada kelompok 8-14 tahun dan 15-20 tahun dengan rata-rata pengalaman bertani 6,87 tahun.

Lama berusahatani terkait dengan pengalaman berusahatani. Petani umumnya sudah

mengetahui dan menguasai teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Namun masih diperlukan pendampingan berupa pembinaan, pelatihan

dan konsultasi dengan petugas penyuluh lapangan untuk membantu para petani menjalankan kegiatan usahatan serta membantu mengatasi permasalahan di lapangan apabila para petani tidak mampu mengatasi sendiri. Selain itu pendampingan juga

(46)

Berdasarkan sistem pengelolan lebih banyak sistem biasa, yaitu sebanyak 28 orang

(62,2%), selebihnya menggunakan sistem intensif, yaitu sebanyak 17 orang (37,8%). Berdasarkan umur sebagai petani cabai merah terbanyak pada kelompok umur 39-52 tahun, yaitu sebanyak 18 orang (40,0%) selebihnya pada kelompok umur 25-38

tahun dan 53-65 tahun, masing-masing sebanyak 17 orang (37,8%) dan 10 orang (22,3%) dengan rata-rata umur 44,58 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih

banayak pada usia produktif, dimana dianggap masih memiliki tenaga kerja yang potensial mengusahakan usahatani cabai merah.

Berdasarkan jumlah tanggungan lebih banyak pada kelompok 2-3 orang, yaitu

sebanyak 28 orang (62,2%), selebihnya jumlah tanggungan pada kelompok 0-1 orang dan 4-5 orang masing-masing sebanyak 7 orang (15,6%) dan 10 orang (22,2%)

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap petani di desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Petani di desa Ajijulu menggunakan sistem pengeloaan cabai

merah dengan 2 cara, yaitu sistem pengelolan usahatani cabai merah dengan sistem biasa dan intensif. Beberapa hal yang diteliti adalah bagaimana luas lahan, frekuensi panen, jumlah produksi, jumlah biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah

penerimaan dan tingkat pendapatan dengan sistem pengelolaan biasa dan intensif di daerah penelitian, dan bagaimana pengaruh sistem pengelolaan dan jumlah tenaga

kerja usahatani cabai merah terhadap jumlah produksi dan tingkat pendapatan di daerah penelitian

5.1. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Biasa

Jumlah produksi adalah merupakan hasil produksi dari usahatani cabai merah selama satu musim tanam. Sedangkan jumlah biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani cabai merah meliputi sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja), dan biaya penyusutan peralatan. Biaya yang dikeluarkan mulai dari proses pengolahan tanah sampai dengan proses kegiatan pemasaran.

(48)

penerimaan dan tingkat pendapatan usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan biasa disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Biasa

N

6 Tenaga kerja 62.628.500 3.266,5 681.930,5 2.236.732,1

7 PBB 544.000 28,4 5.923,3 19.428,6

Jumlah 124.423.750 6.489,5 37.934.070,1 4.443.705,4

1 Penerimaan 449.458.400 23.442,3 137.030.000,0 16.052.085,7 2 Pendapatan 325.034.650 16.952,7 99.095.929,9 11.608.380,4

3 R/C 3,6

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 2

(49)

Penerimaan responden dengan sistem pengelolaan biasa berjumlah Rp 449.458.400,-, atau Rp 23.442,3 per kg dan jumlah rata- rata penerimaan sebesar

Rp 16.052.085,7 satu musim tanam atau Rp 143.139.617,8 per ha. Jumlah pendaptan

responden selama satu musim tanam adalah sebesar Rp 325.034.650 atau Rp 16.952,7 per kg dan jumlah rata-rata pendapatan adalah sebesar Rp 11.608.380,4 atau Rp 99.095.929,9 per ha.

5.2. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Intensif

Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa responden sistem pengelolaan intensif memiliki luas lahan 4,33 Ha, rata-rata luas 0,25 Ha, menggunakan jumlah tenaga

kerja rata-rata 131,2 HOK dengan frekuensi panen rata-rata 25,9 kali dalam satu kali musim tanam.

Tabel 8. Luas Lahan, Frekuensi Panen, Jumlah Produksi, Jumlah Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah Penerimaan dan Tingkat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Sistem Pengelolaan Intensif

No Uraian Ha Kg Kg/Ha Rataan

4 Pupuk 101.656.000 1.960,0 23.477.136,3 5.979.764,7

5 ZPT 25.360.000 489,0 5.856.812,9 1.491.764,7

6 Tenaga kerja 97.263.000 1.875,3 22.462.586,6 5.721.352,9

7 PBB 585.000 11,3 135.103,9 34.411,8

Jumlah 273.854.500 5.280,2 63.245.843,0 16.109.088,2

(50)

2 Pendapatan 973.216.700 18.764,8 224.761.362,6 57.248.041,2

3 R/C 4,6

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 3

Jumlah produksi 51.864 kg atau 11.977,8 Kg/Ha dengan rata-rata jumlah produksi 3.050,8 Kg satu musim tanam. Biaya produksi satu musim tanam adalah sebesar Rp 273.854.500,-, atau Rp 5.280,2 per kg dan jumlah rata-rata biaya produksi Rp 16.109.088,2,-, atau Rp 63.245.843 per ha. Penerimaan responden dengan sistem pengelolaan intensif berjumlah Rp 1.247.071.200,-, atau Rp 24.045,0 per kg dan jumlah rata-rata penerimaan sebesar Rp 73.357.129,4 satu musim tanam atau Rp 288.007.205,5 per ha. Jumlah pendapatan responden selama satu musim tanam adalah sebesar Rp 973.216.700 atau Rp 18.764,8 per kg dan jumlah rata-rata pendapatan adalah sebesar Rp 57.248.041,2 atau Rp 224.761.362,6 per ha.

Hasil perhitungan terhadap biaya sarana produksi pertanian dan penerimaan menunjukkan bahwa biaya bahan (pembelian benih, pupuk dan pestisida) merupakan pengeluaran terbesar dalam biaya produksi. Hal ini disebabkan masih tingginya harga pupuk dan pestisida dipasaran. Tetapi pengeluaran untuk biaya produksi dapat tertutupi dengan penerimaan dari hasil penjualan cabai karena dari hasil analisis usaha tani, nilai R/C rasio untuk sistim intensif sebesar 4.6 dan sistem biasa 3,6, menunjukkan bahwa petani masih menerima keuntungan.

(51)

jumlah pendapatan. Sistem pengelolaan dirangkum dalam satu tabel. Hasil rangkuman sistem pengelolaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Sistem Pengelolaan

No Uraian

produksi 124.423.750 6.489,5 4.443.705,4 273.854.500 5.280,2 16.109.088,2

2 Penerimaan 449.458.400

23.442,

3 16.052.085,7 1.247.071.200 24.045,0 73.357.129,4

3 Pendapatan 325.034.650

16.952,

7 11.608.380,4 973.216.700 18.764,8 57.248.041,2

4 R/C 4,3

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 2 dan Lampiran 3

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata luas lahan satu kali musim

tanam usahatani cabai merah sistem pengelolaan biasa 0,12 Ha dan sistem intensif

0,25 Ha. Rata-rata penggunaan tenaga kerja masing-masing 59,2 HOK dan 131,2

HOK dengan frekuensi panen 18,8 kali dan 25,9 kali. Jumlah produksi sistem

pengelolaan biasa lebih kecil dari sistem pengelolaan intensif, yaitu masing-masing

19.173 Kg dan 51.864 Kg, jika dilihat dalam perbandingan ditemukan jumlah

produksi 1:2,7 dengan rataan frekuensi panen 18,8 kali dan 25,9 kali dalam satu kali

musim tanam. Berdasarkan biaya produksi ternyata dengan sistem pengelolaan biasa

(52)

1:2,2. Biaya produksi rata-rata masing-masing Rp 4.443.705,4 dan Rp 16.109.088,2

per musim tanam.

Berdasarkan penerimaan petani ternyata dengan sistem pengelolaan biasa lebih kecil

dari tingkat penerimaan sistem intensif, yaitu masing-masing Rp

449.458.400 atau Rp 23.442,3 per kg dan Rp 1.247.071.200 atau Rp 24.045,0 per kg

dengan perbandingan 1:2,8. Rata-rata penerimaan Rp16.052.085,7 dan Rp

73.357.129,4 per musim tanam. Kemudian berdasarkan tingkat pendapatan ternyata

dengan sistem pengelolaan biasa juga tingakat pendapatan lebih kecil dari tingkat

pendapatan sistem intensif, yaitu masing-masing Rp 325.034.650 atau Rp 16.952,7

per kg dan Rp 973.216.700 atau Rp 18.764,8 per kg dengan perbandingan 1:3,0.

Rata-rata penerimaan Rp16.052.085,7 dan Rp 73.357.129,4 per musim tanam. Secara

keseluruhan usahatani cabai merah memiliki nilai rasio R/C 4,3. Hal ini

menggambarkan bahwa petani masih menerima keuntungan dan dalam penelitian ini

bisa diasumsikan setiap pengeluaran Rp.100 pada awal penanaman cabai merah

petani masih menerima Rp.200 pada akhir kegiatan.

Keberadaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani, merupakan faktor penting dalam

menunjang keberhasilan. Tenaga kerja sangat dibutuhkan pada saat mulai melakukan

pembibitan, pengolahan lahan, tanam, pemeliharaan, menyemprot, pemupuk, panen,

dan pascapanen. Pengunaan tenaga kerja dalam penelitian ini ditemukan untuk

sistem biasa lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)

namun pada saat panen dan penyemprotan sebagian besar menggunakan tenaga kerja

(53)

cabai merah karean satu orang memiliki kemampuan memanen 15 Kg per hari dan

pemanenan hanya dilakukan satu hingga dua hari setiap minggu, sedangkan dalam

hal penyemprotan karena fekuensi penyemprotan membutuhkan tenaga kerja yang

relatif banyak, sehingga petani sangat membutuhkan bantuan tenaga kerja dari luar.

Sedangkan sistem intensif sebagian besar menggunakan TKLK luar keluarga dalam

usahatani cabai merah, karena jumlah anggota keluarga dangat terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usahatani cabai merah dengan sistem

pengelolaan biasa memiliki luas lahan, frekuensi panen, jumlah tenaga kerja, biaya

produksi, jumlah produksi dan tingkat pendapatan lebih kecil dari sistem pengelolaan

intensif. Hal ini sesuai dengan hipotesis 1 yang menyatakan bahwa “usahatani cabai

merah dengan sistem pengelolaan biasa memiliki luas lahan, frekuensi panen, biaya

produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah produksi dan tingkat pendapatan lebih kecil

dari sistem pengelolaan intensif”.

Begitu juga sebaliknya dengan hipotesis 2 ditemukan usahatani cabai merah

dengan sistem pengelolaan intensif memiliki luas lahan, frekuensi panen, biaya

produksi, jumlah produksi dan tingkat pendapatan lebih besar dari sistem

pengelolaan biasa. Hal ini sesuai dengan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa

“usahatani cabai merah dengan sistem pengelolaan intensif memiliki luas lahan,

frekuensi panen, biaya produksi, jumlah tenaga kerja, jumlah produksi dan tingkat

pendapatan lebih besar dari sistem pengelolaan biasa”.

(54)

Menjawab hipotesis 3 dalam penelitian ini digunakan analisa statistik regresi

linier. Analisis regresi linier dalam penelitian ini berupa pengujian hipotesis menggunakan uji statistik, meliputi beberapa tahap, yaitu ; (a) uji kelayakan model, (b) uji t dan (c) uji F. Pengujian hipotesis secara rinci sebagai berikut :

5.3.1. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi

(a) Uji Kelayakan Model

Pengujian Goodnes of fit dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model

regresi. Untuk melihat kelayakan model tersebut dapat dilihat melalui nilai RSquare yang diperoleh dari hasil uji statistik regresi linear. Hasil uji statistik menunjukkan

nilai koefisien determinan (R2) adalah sebesar 0,744 (Tabel 10.) dan (Lampiran 4), hal ini memberikan makna bahwa variabel bebas sistem pengelolaan lahan mampu menjelaskan variasi perubahan yang terjadi pada variabel produksi sebesar 74,4%,

sisanya sebesar 25,6% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

Tabel 10. Uji Kelayakan Model

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 0,863 0,744 0,739 687,5

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 4

(b) Pengujian Secara Serentak (Simultan)

Tabel 11. Hasil Pengujian Secara Serentak

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regressio n

59.217.615 1 59.217.615,079 125,289 0,000

Residual 20.323.942 43 472.649,807

(55)

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 4

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan perhitungan analisis regresi linier

menggunakan bantuan program komputer diperoleh nilai F-hitung = 125,289 dan F-tabel =4,062 dengan nilai signifikansi p=0,000<p=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel sistem pengelolan lahan dalam usahatani cabai merah berpengaruh terhadap

jumlah produksi, sehingga hipotesis 3 yang berbunyi “ sistem pengelolaan usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi”diterima.

(c) Pengujian Secara Parsial

Pengujian secara parsial ini dimaksudkan untuk menguji keberartian pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap produksi (Y). Hasil uji secara parsial disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Jumlah Produksi

Variabel Koefisien Regresi t Signifikansi Keterangan

Konstanta 684,750 5,270 0,000 -

Sistem pengelolaan 2.366,.074 11,193 0,000 Nyata

R2 = 0,744

T.tabel = 1,681 F.hitung = 125,289 F.tabel (0,05) = 4,062

Sumber : analisis data diolah dari Lampiran 4

Berdasarkan hasil analisa regresi diperoleh persamaan :

= 684,750 + 2.366,.074X1

(56)

semakin baik sistem pengelolaan usahatani cabai merah maka akan meningkatkan produksi.

5.3.2. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan

(a) Uji Kelayakan Model

Hasil uji statistik menunjukkan nilai koefisien determinan (R2) adalah sebesar 0,708

(Tabel 13.) dan (Lampiran 5), hal ini memberikan makna bahwa variabel bebas sistem pengelolaan usahtani cabai merah mampu menjelaskan variasi perubahan

yang terjadi pada variabel tingkat pendapatan sebesar 70,8%, sisanya sebesar 29,2% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

Tabel 13. Uji Kelayakan Model

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 0,842 0,708 0,701 14.532.011,01

Sumber: Data primer, diolah dari Lampiran 5

(b) Pengujian Secara Serentak

Tabel 14. Hasil Pengujian Secara Serentak

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 22.033.285.166.640.00 1 22.033.285.166.639.140,0 0

104,33 0,000

Residual 9.080.711.793.932.86 43 211.179.344.044.950,20

Total 31.113.996.960.571.99 44

(57)

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan perhitungan analisis regresi linier

menggunakan bantuan program komputer diperoleh nilai F-hitung = 104,33 dan F-tabel =4,062 dengan nilai signifikansi p=0,000<p=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel sistem pengelolan dalam usahatani cabai merah berpengaruh terhadap

tingkat pendapatan, sehingga hipotesis 3 yang berbunyi “sistem pengelolaan usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan”diterima.

(c) Pengujian Secara Parsial

Pengujian secara parsial ini dimaksudkan untuk menguji keberartian pengaruh sistem pengelolaan usahatani cabai merah terhadap pendapatan (Y). Hasil uji secara parsial disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah terhadap Tingkat Pendapatan

Variabel Koefisien Regresi t Signifikansi Keterangan

Konstanta 11.608.380,357 4,227 0,000 -

Sistem pengelolaan 45.639.660,819 10,214 0,000 Nyata

R2 = 0,708

T.tabel = 1,681 F.hitung = 104,33 F.tabel (0,05) = 4,062

Sumber : analisis data dari Lampiran 5

Berdasarkan hasil analisa regresi diperoleh persamaan regresi;

= 11.608.380,357 + 45.639.660,819X1 Dari model di atas diperoleh interpretasi sebagai berikut :

Sistem pengelolaan diperoleh t-hitung =10,214>t-tabel=1,681 dan signifikansi 0,000 lebih kecil dari α (0,05), sehingga sistem pengelolan usahatani cabai merah

Gambar

Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2011
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Luas Tanam Komoditi Cabai Merah Tahun 2010 Kecamatan Tiga Panah
Tabel 4. Jumlah Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunk dkri dokumen ini kdklkh pengembkng perkngkkt lunkk sistem Penjuklkn Tiket Bolkdkn penggunk (user) dkri perkngkkt lunkk ktku personil-personil ykng terlibkt dklkm

Salah satu cara yang ia lakukan adalah memotivasi seluruh karyawan untuk jauh lebih baik dalam bekerja sehingga prestasi yang pernah dicapai akan terus meningkat, dengan kata

Deskripsi Singkat : Pada mata kuliah ini dibahas bagaimana mengatur pola dan tata kerja dalam lingkup suatu organisasi/perusahaan desain beserta strategi

it was in 1866 that the formula for dynamite was found by Alfred Nobel. Alfred Nobel found the formula for dynamite

Tujuan Tugas: Mahasiswa mampu menciptakan dan menjelaskan makna visual dari sudut pandang psikologi persepsi. Uraian

Mathematics (is/are) considered a difficult subject for most of school children.. The committee (is/are) having its meeting at Senggigi Beach

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konformitas dengan aspek risk-taking behavior yaitu exploratory risk behavior pada remaja awal (r = 0.224, p = 0.031 &lt; 0.05),

Berdasarkan analisis data tentang bentuk, fungsi dan, makna numeralia BMDKH, dapat disimpulkan bahwa bentuk numeralia bahasa Melayu dialek Kapuas Hulu khususnya