• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI FILM TIPIS TiO2:Au YANG DITUMBUHKAN PADA TEMPERATUR 500 0C SEBAGAI SENSOR GAS CO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "APLIKASI FILM TIPIS TiO2:Au YANG DITUMBUHKAN PADA TEMPERATUR 500 0C SEBAGAI SENSOR GAS CO"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI FILM TIPIS TiO2:Au YANG DITUMBUHKAN PADA TEMPERATUR 5000C SEBAGAI SENSOR GAS CO

SKRIPSI

Oleh:

Nur Faizin 081810201022

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER

(2)

i

APLIKASI FILM TIPIS TiO2:Au YANG DITUMBUHKAN PADA TEMPERATUR 5000C SEBAGAI SENSOR GAS CO

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Fisika (S1)

dan mencapai gelar Sarjana Sains

oleh:

Nur Faizin NIM 081810201022

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

(3)

ii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Ibuku Suwarti dan Bapakku Syafa’at tercinta;

2. Kakakku Imam Asrofi (Pipik) dan Miftahul Asrori (Rorik) yang selalu

mendukungku;

3. Mbak Rohmah dan Arina Zulfa Ulya yang Aku sayangi.

4. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukungku

5. Adhekku “Oryza Ardhiarisca” yang selalu menemani, memotivasi dan

(4)

iii

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat (Al-Mujadalah 11)*)

Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat itupun harus dengan ilmu.

Dan barang siapa yang menginginkan keduanya, maka itupun harus dengan ilmu

(HR. Tabrani)

*)

(5)

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Faizin

NIM : 081810201022

Jurusan : Fisika / S-1

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Aplikasi Film

Tipis TiO2:Au yang Ditumbuhkan pada Temperatur 500 0

C sebagai Sensor Gas CO

adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi

disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi mana pun, serta

bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya

sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan

dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapatkan sanksi akademik jika

ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Februari 2013

Yang menyatakan,

(6)

v

APLIKASI FILM TIPIS TiO2:Au YANG DITUMBUHKAN PADA TEMPERATUR 5000C SEBAGAI SENSOR GAS CO

Oleh

NUR FAIZIN

081810201022

Pembimbing:

Dosen Pembimbing I : Dr. Edy Supriyanto, S. Si., M. Si

(7)

vi

PENGESAHAN

Skripsi berjudul Aplikasi Film Tipis TiO2:Au yang Ditumbuhkan pada Temperatur

5000C sebagai Sensor Gas CO telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember pada:

Hari :

tanggal :

tempat : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember

Tim Penguji

Ketua, Sekretaris,

Dr. Edy Supriyanto, S. Si., M. Si Puguh Hiskiawan, S. Si., M.Si NIP. 19671215 199802 1 001 NIP. 19741215 200212 1 001

Anggota I, Anggota II,

Drs. Yuda C. Hariadi, M. Sc. Ph. D. Supriyadi S. Si., M. Si. NIP. 19620311 198702 1 001 NIP. 19820424 200604 1 003

Mengesahkan Dekan,

(8)

vii

Aplikasi Film Tipis TiO2:Au yang Ditumbuhkan pada Temperatur 5000C sebagai Sensor Gas CO; Nur Faizin, 081810201022; 2013: 45 halaman; Jurusan

Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.

Emisi dari kendaraan bermotor dan pabrik telah menyumbang adanya polusi

udara yang berasal dari gas karbon monoksida (CO). Gas CO sangat berbahaya bagi

kehidupan manusia sehingga perlu dilakukan monitoring dengan menggunakan

sensor gas. Sensor gas pada umumnya terdiri dari empat bagian yaitu lapisan aktif

(sensitive layer), elektroda, substrat, dan heater. Dalam penelitian ini lapisan aktif pada sensor gas yang digunakan berbasis film tipis TiO2:Au yang ditumbuhkan pada

temperatur 5000C.

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan. Tahap pertama pembuatan pola heater

pada bagian bawah substrat dan tahap kedua pembuatan pola elektroda di atas film

tipis. Pola heater dan elektroda dibuat dengan menggunakan metode fotolitografi. Pengujian terhadap heater dan elektroda dilakukan untuk mengetahui apakah heater dan elektroda yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik sebagai komponen sensor.

Pengujian heater terdiri dari tiga aspek antara lain: respon temperatur heater terhadap

arus masukan, waktu yang diperlukan heater untuk mencapai temperatur kerja, dan resistansi heater terhadap arus masukan. Sedangkan pengujian yang dilakukan pada elektroda yaitu besarnya resistansi elektroda pada temperatur kerja. Tahap akhir dari

penelitian ini adalah unjuk kerja sensor. Unjuk kerja sensor terdiri dari tanggapan

resistansi sensor terhadap temperatur dan konsentrasi gas CO.

Hasil pada pengujian respon temperatur heater terhadap arus masukan berupa grafik eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,979. Arus yang diperlukan heater untuk

mencapai temperatur kerja adalah 1,3 ampere. Sedangkan waktu yang diperlukan

(9)

viii

terakhir adalah pengujian resistansi heater terhadap arus masukan. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini yaitu resistansi heater cenderung stabil pada arus kerjanya. Dari hasil pengujian di atas maka heater sudah layak diaplikasikan dalam sensor gas.

Hasil yang diperoleh pada pengujian elektroda yaitu besar resistansi elektroda

pada temperatur kerjanya. Resistansi elektroda pada temperatur kerja yaitu 0,7 ohm

dan secara perhitungan nilai resistansi elektroda adalah 0,4 ohm. Dengan beda nilai

resistansi yang kecil maka elektroda dianggap stabil pada temperatur kerjanya. Dari

hasil pengujian di atas maka elektroda sudah layak diaplikasikan dalam sensor gas.

Pada pengujian resistansi sensor terhadap temperatur digunakan arus sebesar

1,3 ampere. Pengambilan data resistansi sensor dilakukan pada temperatur 270C

sampai 3000C. Hasil dari pengujian ini berbentuk grafik eksponensial dengan nilai R2

sebesar 0,903. Nilai resistansi sensor yang diperoleh turun secara drastis pada

temperatur 270C sampai 1000C. Sedangkan untuk temperatur 1000C sampai 3000C,

nilai resistansi sensor mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan. Pada

temperatur kerja 3000C sensor memiliki resistansi sebesar 27 kilo ohm.

Pada pengujian resistansi sensor terhadap gas CO, arus masukan yang diberikan

sebesar 1,3 ampere. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini berbentuk grafik

eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,819.Pada konsentrasi 0 ppm sampai 250 ppm

nilai resistansi sensor turun secara signifikan dari 27,5 kilo ohm menjadi 4,1 kilo

ohm. Pada konsentrasi 250 ppm sampai 500 ppm nilai resistansi sensor turun sebesar

2,6 kilo ohm yaitu dari 4,1 kilo ohm menjadi 1,5 kilo ohm. Dari hasil pengujian

resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO, sensor gas yang telah dibuat sensitif

(10)

ix

Alhamdulillahhirobilalamin, segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Aplikasi Film Tipis TiO2:Au yang Ditumbuhkan pada Temperatur

5000C sebagai Sensor Gas CO” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Jember.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena

itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Edy Supriyanto, S. Si., M. Si., selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Jember;

2. Puguh Hiskiawan, S. Si., M. Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan arahan;

3. Drs. Yuda C. Hariadi, M. Sc. Ph. D., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Dosen Penguji I yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;

4. Supriyadi,S. Si., M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan

untuk kesempurnaan skripsi ini;

5. kedua orang tuaku. Bapak Syafa’at dan Ibu Suwarti yang selalu memberikan doa

dan dukungan, terimakasih atas segalanya;

6. kakakku Imam Asrofi dan Miftahul Asrori yang selalu memberikan dukungan;

7. adikku, Oryza Ardhiarisca yang tersayang;

8. Universitas Jember atas bantuannya melalui Hibah Bersaing 2011 (dana DIPA

Universitas Jember Nomor: 271/H25.3..1/PL.6/2011);

9. seluruh dosen beserta staf karyawan di lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu

(11)

x

10. kawan-kawan seperjuangan: Alfa Rianto, A. Syaiful Lutfi, Erphan, Habib,

Mustakim, Khoirul M, Ianuar Teguh Priambodo, Jalal Rosyidi S, Reza Sairawan,

Oryza Adk, Dewi Endutz, Yuliatin, Wira Dian J, Iva, Retno, Indria, Heri,

Syamsudin, Diah, dan semua teman-temanku angkatan 2008 yang tidak dapat aku

sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala kebersamaan, pembelajaran

hidup dan kekeluargaan yang telah kalian berikan;

11. semua pihak yang telah membantu dengan tulus dan ikhlas dalam penyelesaian

skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

dengan senang hati dan tangan terbuka penulis menerima saran dan kritik yang

berguna untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan tambahan

pengetahuan bagi yang membacanya.

(12)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PEMBIMBINGAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

RINGKASAN ... vii

PRAKATA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Film Tipis TiO2:Au ... 5

2.2 Fabrikasi Sensor Gas ... 7

2.2.1 Sensor Gas ... 7

2.2.2 Substrat Si(100) ... 8

2.2.3 Heater Sensor ... 10

2.2.4 Elektroda Sensor ... 12

2.2.5 Metode Fotolitografi ... 14

2.2.6 Sensitive Layer (Lapisan sensor) ... 15

2.2.7 Sensitivitas Sensor ... 16

(13)

xii

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 20

3.2.1 Alat ... 20

3.2.2 Bahan ... 20

3.3 Prosedur penelitian ... 21

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Pengujian Heater ... 27

4.1.1 Respon Temperatur Heater terhadap Arus Masukan ... 27

4.1.2 Waktu Heater untuk Mencapai Temperatur Kerja ... 28

4.1.3 Resistansi Heater terhadap Arus Masukan ... 29

4.2 Pengujian Elektroda ... 30

4.3 Pengujian Sensor ... 30

4.3.1 Resistansi Sensor terhadap Temperatur ... 30

4.3.2 Resistansi Sensor terhadap Gas CO ... 32

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Gambar Sensor Gas CO ... 41

B. Data Pengujian Temperatur terhadap Arus Heater ... 42

C. Data Pengujian Temperatur terhadap Waktu Heater ... 43

D. Data Pengujian Resistansi terhadap Temperatur Sensor ... 44

(14)

xiii

Halaman

2.1 TiO2 dan SnO2 pada bidang rutile ... 6

2.2 Sensor gas taguchi ... 7

2.3 Skema sederhana dari sensor gas semikonduktor (SGS) ... 8

2.4Bentuk geometri dari Si(100) ... 9

2.5 Potongan melintang sensor dan bagian-bagiannya ... 10

2.6 Heater sensor gas ... 10

2.7 Bentuk elektroda sisir ... 13

2.8 Penentuan nilai resistansi elektroda ... 13

2.9 Teknik fotolitografi ... 14

2.10 Proses Photolithography (a) Photoresist positif dan (b) Photoresist negatif ... 15

2.11 Mekanisme kerja sensor ... 18

2.12 a) Tanggapan molekul-molekul SnO2 terhadap dan b) Gas pereduksi . 19 3.1 Diagram alir penelitian ... 21

3.2 a) Pengujian resistansi heater dan b) pengujian temperatur heater ... 23

3.3 Diagram pengujian tanggapan sensor perubahan temperatur ... 24

3.4 Diagram pengujian tanggapan sensor terhadap rangsangan gas CO ... 25

3.5 Set alat pengujian sensor gas CO ... 26

4.1 Grafik hubungan antara arus dengan temperatur heater ... 27

4.2 Grafik hubungan antara waktu dengan temperatur heater untuk arus I=1,3 ampere ... 28

4.3 Grafik hubungan antara arus dengan resistansi heater ... 29

(15)

xiv

4.5 Grafik respon resistansi sensor terhadap temperatur untuk skala 1000C

sampai 3000C ... 31

4.6 Grafik respon perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO

... 32

4.7 Grafik perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO untuk

skala 250 ppm sampai 1250 ppm ... 33

(16)
(17)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemajuan industri mesin menyumbang peningkatan polusi udara. Polusi udara

didominasi oleh emisi gas dari kendaraan bermotor maupun pabrik yang berbahan

bakar minyak. Gas buang kendaraan bermotor yang berbahaya bagi kehidupan

manusia adalah gas CO (Mawarani et al., 2006). Gas CO sangat berbahaya bagi kehidupan manusia karena dapat menurunkan kandungan oksigen dalam darah. Hal

ini mendorong pemerintah dan masyarakat untuk membuat suatu alat yang dapat

digunakan sebagai monitor gas CO. Salah satu divais yang dapat digunakan untuk

memonitor gas CO adalah sensor gas (Hermida dan Retnaningsih, 2009).

Sensor merupakan suatu alat yang dapat mengubah suatu besaran menjadi

besaran yang lain yang dapat diukur. Salah satu jenis sensor yang sering dibicarakan

adalah sensor gas. Sensor gas dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi suatu gas

tertentu. Sensor gas terdiri dari heater, lapisan aktif dan elektroda (Hiskia dan Hermida, 2006). Dalam sensor gas, heater berfungsi sebagai pendistribusi temperatur. Distribusi dari temperatur sangat mempengaruhi selektivitas dan

sensitivitas dari sensor (Hermida dan Retnaningsih, 2009). Lapisan aktif dalam sensor

gas diselimuti oleh O2. Gas O2 tersebut teradsorbsi ke permukaan lapisan aktif sambil

mengikat satu elektron dari lapisan aktif. Setelah muncul gas CO dari udara maka

atom oksigen yang teradsorbsi tersebut berikatan dengan gas CO ini sehingga

membentuk senyawa CO2. Prinsip kerja dari sensor gas adalah mengabsorbsi gas CO

lalu diubah menjadi nilai resistansi (Hiskia dan Hermida, 2006).

Selama ini lapisan tipis sensor gas dibuat dari bahan SnO2. Namun beberapa

penelitian yang dilakukan oleh Mawarani et al. (2006) dan Pribady (2005) menunjukkan bahwa lapisan SnO2 kurang sensitif dan selektif. Oleh karena itu,

(18)

dijadikan sebagai sensor gas. Widodo (2010) menyatakan bahwa dengan

penggabungan beberapa metal oksida sebagai bahan dasar sensor terbukti efektif.

Dalam penelitian tersebut digunakan dopan untuk meningkatkan sensitivitas bahan.

Khalil dan Darminto (2009) telah mengamati bahwa SnO2 yang didoping dengan Au

akan meningkatkan sensitivitas dari sensor gas.

Salah satu bahan metal oksida yang sangat dipertimbangkan atau potensial

dikembangkan sebagai bahan dasar sensor gas adalah TiO2. Material TiO2 memiliki

kelebihan antara lain bahannya murah dan mudah didapatkan (Hasan et al., 2010), selain itu bahan ini bersifat tidak korosif dan resistansi mekaniknya baik (Supriyanto

dan Wiranto, 2009). TiO2 telah berhasil ditumbuhkan dengan metode penumbuhan

seperti: Molecular Beam Epitaxy (MBE) (Constantin et al., 2009), Metal organic Vapor deposition (MOCVD) (Supriyanto et al., 2007).

Pemberian dopan pada TiO2 mampu meningkatkan indeks bias dan menurunkan

celah pita energinya (Elhajj, 2008). Tan et al. (2003) menyatakan bahwa material TiO2 dapat diaplikasikan sebagai sensor gas. Tetapi untuk menambah selektivitas dan

sensitivitasnya masih perlu dilakukan proses doping. Semikonduktor metal oksida

dapat ditingkatkan konduktivitasnya dengan dilakukan doping dengan bahan logam

transisi.

Salah satu logam transisi yang dapat digunakan sebagai doping adalah emas

(Au). Au merupakan logam yang mempunyai konduktifitas yang tinggi dan dapat

berperan sebagai konduktor yang baik pada energi termal (Khalil dan Darminto,

2009). Zahroh (2012) berhasil menumbuhkan TiO2:Audengan menggunakan metode

spin coating. Pada penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa karakteristik film tipis TiO2:Au terbaik pada temperatur 5000C. Hal itu ditunjukkan dengan struktur

kristal TiO2:Au yang berorientasi kristal tunggal dan memiliki ukuran kristal yang

relatif kecil yaitu berorde nanometer, sehingga porositas yang dimiliki film tersebut

tinggi. Besarnya porositas suatu film akan mempengaruhi daya serap film tersebut

terhadap gas CO. Semakin tinggi nilai porositas dari suatu film maka semakin tinggi

(19)

3

dengan spin coating dalam penelitian tersebut disebabkan antara lain: murah, mudah

dalam pengoperasiannya, mampu menghasilkan lapisan tipis yang serbasama dan

prosesnya dapat diulang-ulang.

Dari uraian di atas maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sensor

gas CO yang berbasis TiO2:Au yang ditumbuhkan pada temperatur 5000C. Sensor gas

tersebut bekerja menggunakan prinsip chemoresistor yaitu konduktifitas sensor akan

berubah dengan adanya unsur kimia dari gas yang bekerja pada permukaan lapisan

sensor. Pengujian sensor yang akan dilakukan yaitu respon sensor terhadap

temperatur dan konsentrasi gas CO.

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik sifat listrik dari film tipis TiO2:Au yang ditumbuhkan

pada temperatur 5000C sebagai lapisan aktif sensor gas CO melalui unjuk kerja

sensor ?

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Film tipis yang digunakan adalah TiO2:Au yang ditumbuhkan pada temperatur

5000C.

2. Pengujian heater meliputi: besarnya temperatur kerja dan resistansi heater.

3. Pengujian elektroda yaitu besarnya resistansi elektroda pada temperatur kerja.

4. Pengujian sensor yaitu perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas

CO.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tanggapan sensor dengan

basis material sensitif TiO2:Au yang berupa perubahan nilai resistansi sensor

(20)

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

Akan dihasilkan sensor gas CO dengan material sensitif TiO2:Au.

Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya fisika bahan tentang

aplikasi bahan metal oksida TiO2:Au sebagai bahan dasar sensor gas.

Mengetahui komponen-komponen yang diperlukan dalam pembuatan sensor

(21)

5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Film Tipis TiO2:Au

Film tipis adalah suatu material atau bahan yang bersifat semikonduktor

berbentuk lapisan tipis yang berorde mikrometer bahkan nanometer. Bahan yang

telah dikenal dalam industri pembuatan film tipis adalah silikon (Si) dan germanium

(Ge) (Mulyanti, 2006). Film tipis dapat dibuat dengan berbagai teknik penumbuhan.

Teknik penumbuhan yang sering digunakan untuk menumbuhan film tipis adalah

Sputtering (Mawarani et al., 2006), CVD (Chemical Vapor Deposition) (Moto, 2002), MOCVD (Metal Organic Chemical Vapor Deposition) (Supriyanto dan

Wiranto, 2009) dan Spin-coating (Rusdiana et al., 2007).

Selama ini sensor gas CO yang digunakan berbasis lapisan tipis SnO2. Pada

lapisan tipis SnO2 masih ditemukan permasalahan mengenai ketidakstabilan nilai

resistansinya. Menurut Mawarani et al. (2006) menyatakan bahwa resistivitas dari lapisan tipis SnO2 selalu berubah terhadap waktu sehingga sulit untuk ditentukan

konstanta resistivitasnya dalam jangka waktu panjang. Selain itu tingkat selektivitas

terhadap gas masih kurang sehingga sulit menentukan jenis gas yang terdeteksi. Oleh

karena itu dibuatlah sensor gas yang berbasis TiO2 yang didoping dengan material

Au. TiO2 adalah bahan semikonduktor logam oksida yang secara umum dapat

mengadsorpsi dan melepas oksigen dari permukaan bahan tersebut. Material TiO2

merupakan bahan kimia yang memiliki titik termal yang tinggi dan mempunyai

konstanta dielektrik yang tinggi pula. Dari sifat-sifat yang dipaparkan di atas maka

TiO2 dapat dibuat sebagai bahan dasar pembuatan sensor, elektrooptikal dan

fotokatalis (Faozi, 2011).

TiO2 merupakan bahan yang ideal untuk dijadikan sebagai bahan sensor, akan

(22)

dari TiO2 maka dilakukan pendopingan dengan logam transisi. Dopan dari logam

transisi diantaranya Pt, Pd dan Au (Krane, 2008). Dari beberapa dopan di atas, Au

memiliki kelebihan dibanding dengan logam Pt dan Pd. Kelebihan dari Au yaitu tidak

reaktif, konduktivitasnya tinggi dan dapat digunakan sebagai konduktor yang baik

pada energi termal (Khalil et al., 2009). Doping yang dilakukan pada lapisan tipis dapat menurunkan energi aktivasi reaksinya. Energi aktivasi merupakan energi

minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi.

Gambar 2.1 TiO2 dan SnO2 pada bidang rutile (Sumber: Arbiol dan Cobos, 2001)

TiO2 yang didoping dengan Au (TiO2:Au) telah berhasil ditumbuhkan oleh

Alves et al. (2012) dengan menggunakan metode implantasi ion. Menurut Wagiyo dan Wulan (2007) metode implantasi ion merupakan salah satu cara yang digunakan

untuk memodifikasi permukaan material. Metode tersebut dapat mengubah sifat fisis

dan mekanis maupun sifat ketahanan korosi material. Walaupun teknik ini sudah

pernah dilakukan tetapi masih memiliki kelemahan yaitu menghasilkan kerusakan

yang tersisa pada lapisan yang diimplantasi diantaranya: interseksi (sisipan),

kekosongan dan dislokasi. Film tipis TiO2:Au dalam sensor gas digunakan sebagai

sensitive layer (lapisan sensor). Lapisan sensor merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan gas yang akan dideteksi. Gas yang terdeteksi akan menghasilkan

reaksi elektrokimia yang terjadi pada permukaan lapisan sensor tersebut (Hiskia dan

(23)

7

Pada penelitian Zahroh (2012) diperoleh hasil film tipis TiO2:Au yang

ditumbuhkan pada temperatur 5000C memiliki kualitas yang baik yaitu membentuk

kristal tunggal pada bidang rutile(002) dan memiliki FWHM (Full Width at Half Maximum) sebesar 0,19. Hal ini menunjukkan bahwa atom-atom penyusun film tipis terorientasi pada satu bidang dan memiliki ukuran butiran yang serbasama.

Berdasarkan ukuran kristalnya, film tipis yang ditumbuhkan pada temperatur 5000C

membentuk kristal tunggal dengan ukuran diameternya sekitar 33,93 nm. Sedangkan

hasil dari pencitraan SEM ditunjukkan bahwa butiran penyusun film tipis serbasama

dan memiliki tingkat porositas yang tinggi.

2.2 Fabrikasi Sensor Gas

2.2.1 Sensor Gas

Sensor merupakan peralatan yang digunakan untuk mengubah besaran fisik

menjadi besaran listrik. Pada saat ini telah berkembang berbagai macam sensor

diantaranya sensor gas, sensor cahaya (LDR), sensor panas (termokopel), dan

lain-lain. Menurut Widodo (2010) sensor gas merupakan alat yang dapat mengetahui

keberadaan gas-gas tertentu.

Gambar 2.2 Sensor gas taguchi (Sumber: Liger, 2005)

Sensor gas pertama kali dibuat oleh Taguchi pada tahun 1960. Pada mulanya

sensor yang dibuat oleh Taguchi tersebut digunakan untuk mengetahui kebocoran

(24)

komposisi heater, elektroda dan lapisan sensor di dalamnya seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.2. Setelah beberapa dekade sejalan dengan berkembangnya teknologi

sensor, saat ini sensor yang berkembang berbentuk planar (Hahn, 2002).

Dalam Arbiol dan Cobos (2001) menyebutkan bahwa fabrikasi sensor gas pada

saat ini dikonsentrasikan pada dua material semikonduktor yakni TiO2 dan SnO2.

Sensor gas semikonduktor (SGS) mengubah konduktivitas bahan untuk

mengidentifikasi suatu gas. Temperatur kerja dari sensor bergantung pada kondisi gas

dan bentuk dari bahan sensor yang digunakan. Untuk temperatur kerja 2000C sampai

dengan 8000C diperlukan penerapan sistem pemanas dalam perangkat sensor. SGS

yang sederhana terdiri dari substrat, pemanas (heater), elektroda dan lapisan sensor

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema sederhana dari sensor gas semikonduktor (SGS) (Sumber: Arbiol dan Cobos, 2001)

Upaya yang dilakukan pada saat ini adalah meningkatkan kinerja sensor

meliputi kestabilan yang tinggi, akurasi dalam pengukuran, biaya operasional yang

rendah, konsentrasi gas yang terdeteksi, dan reproduksibel (Kozlowska et al., 2005).

2.2.2 Substrat Si(100)

Substrat merupakan tempat diletakkannya komponen-komponen sensor.

(25)

9

temperatur tinggi, dan memiliki resistivitas yang besar. Sebagai tempat diletakkannya

komponen-komponen sensor substrat harus memiliki beberapa kriteria diantaranya:

substrat harus kuat yaitu tidak mudah patah atau bentuknya berubah, substrat harus

tahan terhadap temperatur yang tinggi yaitu tidak mengalami perubahan bentuk pada

saat dipanaskan, tidak mudah bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang lain, memiliki

harga resistivitas yang tinggi, memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, memiliki

konduktivitas termal yang tinggi.

Dari kriteria di atas maka bahan yang dianggap sesuai untuk diaplikasikan

sebagai substrat sensor adalah logam silikon (Si).

Gambar 2.4 Bentuk geometri dari Si(100) (Sumber: Moliton, 2009)

Kelebihan dari silikon (Si) antara lain melimpah di alam, mempunyai sifat

mekanik yang tinggi, tahan terhadap kelembaban, stabil terhadap sinar ultraviolet,

tahan terhadap sinar matahari, dapat beroperasi pada rentang temperatur yang lebar

yaitu dari -400C sampai 1490C, mampu mengisolasi panas dengan baik, dan memiliki

konstanta dielektrik yang tinggi (Dow Corning, 2009). Bentuk geometri dari Si(100)

ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Silikon yang digunakan sebagai substrat diletakkan di bawah lapisan sensor, hal

(26)

Potongan melintang struktur lapisan sensor gas ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Walaupun silikon memiliki kelebihan yang begitu banyak tetapi hal itu tidak menutup

kemungkinan bahwa silikon memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimiliki oleh

silikon yaitu memiliki reflektansi yang tinggi sekitar 35 sampai 50 % sehingga silikon

kurang baik digunakan sebagai substrat untuk sensor cahaya (Goetzberger dan

Hoffman, 2005).

Gambar 2.5 Potongan melintang sensor dan bagian-bagiannya (Sumber: Barsan dan Weimar, 2003).

2.2.3 Heater Sensor

Heater merupakan bagian dari sensor yang dapat dibuat dari pasta konduktif (Au, Pt, dan Ag) dan bahan dielektrik jenis polimer. Heater diletakkan di sisi belakang substrat yang bertujuan agar sensor dapat beroperasi pada temperatur yang

dapat dikontrol (Barsan dan Weimar, 2003). Pembuatan heater pada sensor dapat menggunakan metode metalisasi. Metode metalisasi merupakan cara pembentukan

komponen sensor dengan menggunakan penguapan vakum yang tinggi (Samadikun,

1990). Bentuk heater yang sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Heater sensor gas (Sumber: Barsan dan Weimar, 2003).

Heater Substrat Electroda

(27)

11

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan heater adalah luas area

dan karakteristik bahan heater (TCR). Besarnya Temperature Coefficient Resistance (TCR) dapat dituliskan sebagai berikut (Hermida dan Retnaningsih, 2009):

) ( 10 ) ( 6 c H c c H T T R R R TCR . (2.1) dengan:

TCR = Temperature Coefficient Resistance (ppm/0C)

RH = Resistansi pada temperatur kerja (ohm)

Rc = Resistansi pada temperatur acuan (ohm)

TH = Temperatur kerja (0C)

Tc = Temperatur acuan (0C)

Untuk daya yang dibutuhkan yaitu

P = V.I, (2.2)

dengan:

P = daya rata-rata (watt)

V = Tegangan sumber (volt) I = Arus heater (ampere)

RH pada persamaan 2.1 dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Ohm

yaitu, I V RH , (2.3)

Nilai RC diperoleh setelah menentukan nilai TCR, TC, dan TH, serta

menyubstitusikan hasil persamaan 2.3 ke dalam persamaan 2.1. Dimensi dari heater

dapat ditentukan dengan memakai persamaan 2.4,

w l R R S C .

, (2.4)

dengan:

(28)

l = panjang heater (mm)

w = lebar konduktor heater (mm)

Power density atau rapat daya dinyatakan dalam watt per luas. Daya untuk heater bergantung pada perekat internal, kontrol pendingin temperatur dan metode pemasangannya. Jika daya yang diberikan pada heater melebihi rapat daya maksimal

maka heater akan terlalu panas yang berdampak pada kerusakan. Rapat daya maksimal bergantung pada jenis isolasi, metode pemasangan dan temperatur kerja.

Agar heater dapat bekerja untuk daya yang tinggi beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

Ukuran heater diperbesar

Pemilihan bahan yang akan dibuat heater

Metode pemasangan heater yang efisien

Kontrol proporsional yang digunakan untuk mereduksi daya pada saat

temperaturnya naik.

Selain daya, hal yang perlu diperhatikan yaitu penghitungan arus pada timah

penghubung antara heater dengan kabel untuk memastikan bahwa arus tetap dalam keadaan maksimum (Minco, 2007).

2.2.4 Elektroda Sensor

Elektroda merupakan konduktor yang digunakan untuk mengalirkan arus listrik

pada media non logam dari sebuah sirkuit. Dalam sensor gas elektroda berfungsi

sebagai pendeteksi sinyal kelistrikan dari lapisan sensor. Bahan yang digunakan

untuk membuat elektroda pada sensor gas biasanya menggunakan logam transisi

diantaranya Platina (Pt) dan Emas (Au). Platina dan Emas merupakan logam transisi

yang mempunyai konduktivitas yang tinggi dan tidak mudah berkarat. Pada

umumnya elektroda pada sensor gas berbentuk interdigital (sisir) seperti ditunjukkan

(29)

13

Gambar 2.7 Bentuk elektroda sisir(Sumber: Ginson dan Philip, 2008).

Struktur elektroda berbentuk sisir bertujuan untuk meminimalisasi ruang tetapi

dapat mengoptimalkan daerah sensing (pendeteksi) serta memudahkan dalam penghitungan nilai resistansinya (Hiskia dan Hermida, 2006).

Gambar 2.8 Penentuan nilai resistansi elektroda (Sumber: Hiskia dan Hermida, 2006).

Berdasarkan Gambar 2.8 dapat dituliskan persamaan besarnya resistansi dari

elektroda sebagai berikut:

S

AB R

w l w l

R 1 2 0,56

, (2.5)

dengan:

RAB = nilai resistansi total (ohm)

RS = resistansi lapisan (ohm)

(30)

2.2.5 Metode Fotolitografi

Pada Proses pencetakan heater dan elektroda dikenal dua metode yaitu sablon dan fotolitografi. Teknik sablon merupakan teknik pencetakan yang sudah lazim

digunakan untuk membuat sebuah model pada permukaan lapisan. Sedangkan metode

[image:30.612.160.497.253.459.2]

fotolitografi merupakan metode pembuatan heater dan elektroda dengan memanfaatkan optik untuk membuat pola pada substrat atau lapisan.

Gambar 2.9 Teknik fotolitografi (Sumber: Flagello dan Milster, 1997).

Dalam metode fotolitografi dibutuhkan photoresist yaitu bahan yang peka terhadap cahaya UV dan digunakan sebagai pembentuk pola pada permukaan lapisan.

Ada dua jenis photoresist yaitu photoresist positif dan negatif yang ditunjukkan pada

Gambar 2.10. Photoresist positif merupakan jenis photoresist yang dikenai sinar ultraviolet dan larut pada pelarut, sehingga bagian yang tertinggal pada film tipis

adalah bagian yang tidak terkena sinar UV. Sedangkan photoresist negatif adalah jenis photoresist yang tidak terkena sinar UV dan larut pada pelarut (Garza et al., 2007).

(31)

sendiri-15

sendiri. Saat terjadi kelembaban udara, H2O pada permukaan lapisan akan diikat oleh

resin. Pada proses penyinaran sinar UV komponen yang aktif adalah PAC, sedangkan

[image:31.612.219.422.209.422.2]

pelarut berguna untuk mengontrol viskositas dari photoresist (Pasquale dan Kim, 2005).

Gambar 2.10 Proses fotolitografi (Sumber: http://pluggedin.kodak.com

/pluggedin/post/?id=655003).

2.2.6 Sensitive Layer (Lapisan sensor)

Sensitive layer atau lapisan bahan sensor merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan gas, dimana reaksi elektrokimia terjadi di permukaannya. Lapisan

tersebut terbuat dari bahan SnO2, TiO2:Au atau bahan metal oksida tipe-n yang

sensitif terhadap molekul-molekul gas pereduksi. Dalam penelitian ini bahan yang

digunakan sebagai lapisan sensor adalah TiO2:Au.

Hal pertama yang harus dipikirkan adalah menentukan jangkauan pengukuran

maksimum dari sensor tersebut, yaitu dalam satuan ppm. Jangkauan maksimum yang

(32)

terjadi di atas lapisan sensitif adalah reaksi oksidasi-reduksi. Untuk mengkonversi

dari ppm menjadi mol/liter dapat ditunjukkan pada persamaan 2.6 berikut :

15 , 24 mol 1 mol ppm

liter , (2.6)

Berdasarkan persamaan 2.6 dan mengetahui bahwa 1 ppm sama dengan 0.001

gram/liter, maka akan diketahui dalam satu liter udara mengandung berapa gram gas

CO. Selanjutnya adalah menentukan besarnya mol CO dalam 1 liter udara maka

persamaan yang digunakan adalah

CO M massa CO

mol CO

, (2.7)

dimana: M CO = molaritas CO (gram/mol).

2.2.7 Sensitivitas Sensor

Sensitivitas adalah karakteristik dari sensor gas yang diakibatkan dari

perubahan sifat fisika dan kimianya karena pengaruh gas yang direduksi. Tingkat

sensitivitas sensor gas dapat ditentukan dengan besar perubahan nilai resistansi sensor

terhadap konsentrasi gas yang diserap. Sensitivitas sensor gas dapat dituliskan dengan

persamaan berikut (Hermida dan Retnaningsih, 2009):

g R R S 0 , (2.8) dengan:

S = Sensitivitas

R0 = Resistansi sensor pada udara normal (ohm)

Rg = Resistansi sensor pada saat ada gas (ohm)

Bentuk sensitivitas sensor dapat juga ditentukan oleh perubahan tegangan

keluaran yang diakibatkan oleh perubahan gap. Pada umumnya nilai sensitivitas

sensor dapat dituliskan sebagai 1 volt/0,1 mm. Hal ini berarti untuk setiap 0,1 mm

(33)

17

output diplot terhadap ukuran gap dalam mm maka gradien garis tersebut merupakan

nilai sensitivitas sensor. Pengarakterisasian sensor terhadap tegangan keluaran dengan

menggunakan I-V meter.

2.3 Prinsip kerja sensor

Pada dasarnya sensor gas yang bekerja memakai prinsip chemoresistor, maka

konduktivitas sensor akan berubah disebabkan adanya unsur-unsur kimia dari gas

yang bekerja pada lapisan sensor yang selanjutnya disebut material sensor (dalam hal

ini SnO2, TiO2:Au atau logam oksida ). Pada bab ini sebagai contoh akan diuraikan

perihal sensor berbasis SnO2. Perubahan atau perpindahan elektron-elektron valensi

pada atom-atom material sensor akibat adanya reaksi dengan gas-gas reaktan tersebut

akan menyebabkan perubahan konduktivitas. Reaksi yang terjadi antara material

sensor dan gas-gas reaktan itu merupakan reaksi oksidasi-reduksi (Redoks).

Secara umum reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai

berikut (Hahn, 2002):

Oksidasi : 1/2 O2g + e- ↔ Oad-, (2.9) Reduksi : COg + Oad - ↔ CO2g + e-. (2.10)

Reaksi antara molekul permukaan sensor dengan gas reaktan terjadi secara optimal

pada temperatur yang relatif tinggi, yaitu berkisar antara 300°C sampai 450°C

(Licznerski, 2004). Namun dengan pemberian dopant akan menurunkan temperatur operasional dari sensor. Sebagai contoh pada sensor gas SnO2 sensitivitas maksimum

pada 450°C dapat diturunkan menjadi 250°C dengan menambahkan Pd sebagai

(34)
[image:34.612.214.443.122.292.2]

Gambar 2.11 Mekanisme kerja sensor (Sumber: Hiskia dan Hermida, 2006)

Proses konduksi atau perpindahan elektrik berlangsung pada molekul-molekul

SnO2. SnO2 merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang mempunyai celah pita

energi yang relatif lebar yaitu sebesar 3,6 eV (Hahn, 2002). Penyerapan terhadap

oksigen (secara oksidasi) oleh lapisan permukaan akan menarik elektron dari pita

konduksi, sehingga kemampuan menghantar listrik jadi berkurang atau dengan kata

lain nilai resistansi dari bahan tersebut meningkat.

Kemudian dengan hadirnya gas CO, senyawa CO bereaksi dengan oksigen

yang telah diserap pada permukaan molekul SnO2 tadi, yang kemudian akan timbul

CO2 sebagai hasil reaksinya (proses reaksi reduksi) dan sekaligus akan melepaskan

elektron-elektron yang telah terikat dengan oksigen kembali ke pita konduksi. Proses

tersebut menyebabkan harga resistansinya berkurang, sehingga konduktivitasnya

meningkat, uraian tentang reaksi di atas ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di permukaan bahan SnO2 ditunjukkan

pada Gambar 2.12. Pada reaksi ini atom oksigen teradsorbsi pada SnO2 dan mengikat

elektron yang ada di permukaan SnO2 tersebut:

O e

O2 2 2

(35)
[image:35.612.213.432.116.259.2]

19

Gambar 2.12 a) Tanggapan molekul-molekul SnO2 terhadap O2 dan b) Gas

pereduksi (Sumber: Mardowo dan Tim IE, 2003).

Selama tidak ada gas pereduksi maka elektron-elektron akan sulit untuk terlepas dan

menghasilkan potential barrier acuan yang disebut dengan Schottky barrier Gambar 2.12.

Pada kondisi ada gas pereduksi (CO) maka molekul-molekul gas pereduksi

akan bereaksi dengan atom-atom oksigen. Reaksi ini merupakan reaksi Reduksi,

dapat dilihat pada persamaan 2.11.

e RO O

R

, (2.11)

Dengan adanya gas CO sebagai gas pereduksi maka persamaan 2.11 menjadi:

e CO O

CO 2 2 2

2 2 , (2.12)

Pada reaksi reduksi tersebut elektron yang awalnya diikat, akan dilepas kembali

ke permukaan lapisan SnO2 lagi sehingga berakibat pada turunnya tingkat Schottky barrier Gambar 2.12b. Secara sederhana dapat dituliskan pada persamaan berikut :

Oksidasi : O2 2e 2O

e- menunjukkan jumlah elektron yang diikat dari pita konduksi.

Reduksi : 2CO 2O 2CO2 2e

e- menunjukkan jumlah elektron yang dilepas kembali ke pita

konduksi.

(36)

20

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Bahan Jurusan Fisika dan di

Laboratorium Hybrid dan Mikroelektronika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai

Desember 2012.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain,

a. UV exposure sebagai penghasil sinar UV dalam proses fotolitografi.

b. Sumber arus searah (Kenwood Regulated Power Supply tipe PD18-30AD).

c. Multimeter digital (Sanwa Digital Multimeter PC100) digunakan untuk

mengukur resistansi sensor.

d. Termometer digital (Lutren TM-914C) sebagai pengukur temperatur.

e. Stop Watch digital digunakan untuk mengukur waktu. f. Flow Meter sebagai pengatur aliran gas ke tabung vakum. g. Glass Gas Mixer sebagai pencampur gas.

h. Wadah dengan volume ± 1L.

i. Project Board untuk meletakkan rangkaian pengukur resistansi. 3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sampel dengan film tipis TiO2:Au yang ditumbuhkan dengan temperatur

5000C sebagai lapisan sensor.

(37)

21

c. Resist digunakan untuk pembuatan pola elektroda. d. Logam Ag sebagai bahan heater.

e. Gas CO 3.5% (sebagai sumber gas) dan gas nitrogen (sebagai gas

pembawa).

3.3 Prosedur Penelitian

Adapun langkah kerja dari penelitian ini ditunjukkan pada diagram alir di

bawah ini (Gambar 3.1)

T Y

T Y

Pencetakan heater dengan metode fotolitografi

Pengujian perubahan resistansi sensor Pengujian resistansi elektroda

Analisis dan Kesimpulan Film tipis TiO2:Au/Si(100)

pada Tg =5000C

Pengujian temperatur heater Pengujian resistansi heater

Pencetakan elektroda dengan metode fotolitografi

Unjuk kerja sensor Terhadap gas

CO Terhadap temperatur

Mulai

[image:37.612.129.535.258.716.2]

Hubung singkat ?

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

(38)

Termometer Digital Heater

Sumber Arus Searah

Pada penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap pertama pembuatan pola

heater pada bagian bawah substrat, tahap kedua pembuatan pola elektroda di atas film tipis dan tahap ketiga adalah unjuk kerja sensor. Pembuatan pola heater dan elektroda

dengan menggunakan metode fotolitografi. Prosedur penelitian yang akan dilakukan

diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Tahap pertama yaitu pembuatan pola heater. Metode yang digunakan untuk membuat pola heater yaitu metode fotolitografi. Metode fotolitografi ini memanfaatkan photoresist yang dilapiskan di bawah substrat yang selanjutnya dilakukan penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV). Setelah photoresist tersebut disinari oleh sinar UV langkah selanjutnya adalah proses pembentukan dengan

menggunakan larutan NaOH (soda api). Photoresist yang telah dilarutkan pada NaOH

akan terbentuk pola yang selanjutnya dilakukan metalisasi logam Ag (perak) yang

akan dibuat heater. Setelah logam Ag ditumbuhkan pada pola yang sudah terbentuk,

langkah selanjutnya adalah proses pengikisan dengan menggunakan larutan FeCl

dimana dalam proses ini photoresist yang tersisa akan dihilangkan sehingga yang tersisa hanya logam Ag. Spesifikasi heater yang digunakan pada penelitian ini yaitu

temperatur kerja heater sebesar 3000C, panjang efektif heater 8 mm, dan lebar heater

8 mm. Proses pembuatan heater harus dilakukan dengan seksama hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya hubung singkat pada heater. Hubung singkat

yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya pola heater yang terhubung.

Setelah proses pembuatan heater, langkah selanjutnya yaitu tahap pengujian heater. Pengujian pada heater meliputi pengujian resistansi heater dan pengujian temperatur heater.Skema pengujian heater ditunjukkan pada Gambar 3.2.a dan 3.2.b.

(39)

23

Multimeter Digital Heater

Sumber Arus Searah

[image:39.612.163.503.112.205.2]

(b)

Gambar 3.2 a) Pengujian resistansi heater dan b) pengujian temperatur heater

Data yang akan didapatkan pada pengujian temperatur heater yaitu hubungan antara arus dengan temperatur heater dan hubungan antara waktu dengan temperatur

heater. Arus yang dimaksud pada pengujian ini yaitu arus kerja heater. Arus kerja heater adalah arus yang diperlukan heater untuk mencapai temperatur kerjanya. Setelah arus kerja heater diperoleh, selanjutnya yaitu waktu yang diperlukan heater untuk mencapai temperatur kerjanya dengan arus masukan yang tetap.

Tahap yang kedua yaitu pembuatan pola untuk elektroda sensor. Elektroda

merupakan kontak yang digunakan untuk mengukur karakteristik listrik pada sensor

gas yang berupa resistansi, karena elektroda merupakan bagian yang terhubung

langsung dengan alat ukur listrik maka bahan yang digunakan untuk membuat

elektroda harus memiliki konduktivitas yang tinggi. Elektroda sensor yang akan

dibuat berasal dari logam transisi yaitu logam Au (emas). Logam emas dipilih karena

memiliki konduktivitas termal yang tinggi dibanding dengan logam transisi yang lain

sehingga baik digunakan sebagai kontak dalam sensor. Elektroda pada sensor gas ini

diletakkan di atas lapisan sensor. Elektroda sensor dibuat dengan pola sisir.

Pola sisir dari elektroda dibuat dengan menggunakan metode fotolitografi.

Dimana proses pencetakan elektroda sama dengan pencetakan heater. Spesifikasi elektroda yang digunakan pada penelitian ini antara lain: panjang elektroda 23 mm,

lebar elektroda 6 mm, resistansi lapisan 5 mili ohm, lebar dan jarak jari-jari elektroda

0,4 mm.

(40)

proses pembuatan elektroda, langkah selanjutnya yaitu tahap pengujian elektroda.

Pengujian elektroda dilakukan untuk mengetahui besarnya resistansi elektroda. Data

yang diperoleh pada pengujian ini yaitu besarnya resistansi yang dihasilkan elektroda

pada temperatur kerja.

Pada penelitian ini optimasi kerja heater dan elektroda tidak kami lakukan karena akan dikerjakan peneliti lainnya. Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan

unjuk kerja sensor dengan parameter heater dan elektroda dibuat tetap.

Setelah heater dan elektroda dibuat, langkah selanjutnya yaitu proses karakterisasi sensor melalui unjuk kerja sensor. Unjuk kerja sensor meliputi

tanggapan resistansi sensor terhadap temperatur dan tanggapan resistansi sensor

terhadap perubahan konsentrasi gas CO. Untuk pengukuran perubahan resistansi

sensor terhadap temperatur dapat ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Pada Gambar 3.3 diperlihatkan sumber arus searah dialirkan pada heater sehingga menghasilkan panas disipasi. Temperatur pada heater diukur dengan menggunakan termometer digital (Lutren TM-914C). Sedangkan perubahan resistansi sensor

terhadap perubahan temperatur diukur dengan multimeter digital (Sanwa Digital

[image:40.612.166.489.375.521.2]

Multimeter PC100).

Gambar 3.3 Diagram pengujian tanggapan sensor perubahan temperatur

Termometer Digital Heater

Sumber Arus Searah

(41)

25

Selanjutnya dilakukan pengukuran tanggapan resistansi sensor terhadap

perubahan konsentrasi gas CO. Skema pengukuran resistansi sensor terhadap gas CO

dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Dari Gambar 3.4 dapat dijelaskan bahwa sensor dialiri dengan gas CO yang

divariasi yaitu: 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm, dan 1250 ppm.

Pemberian gas CO yang divariasi dapat mempengaruhi besarnya resistansi sensor.

Untuk mengukur resistansi sensor dapat digunakan multimeter digital (Sanwa Digital

Multimeter PC100). Setelah itu sumber arus dialirkan pada heater sensor, sumber arus yang digunakan adalah Sumber arus searah (Kenwood Regulated Power Supply

tipe PD18-30AD). Karena adanya arus yang dialirkan pada heater sehingga akan terjadi panas disipasi. Panas disipasi yang dihasilkan oleh heater ini digunakan untuk

menguapkan gas CO yang mengendap di atas lapisan aktif. Panas disipasi ini diukur

dengan menggunakan termometer digital (Lutren TM-914C) untuk mengetahui

besarnya temperatur heater tersebut. Dari Gambar 3.3 dan 3.4 dapat ditunjukkan set alat yang digunakan untuk mengarakterisasi sensor gas CO pada Gambar 3.5.

Gas CO

Termometer Digital Heater

Sumber Arus Searah

Sensor Multimeter

[image:41.612.181.475.193.364.2]

Digital

(42)
[image:42.612.161.482.110.293.2]

Gambar 3.5 Set alat pengujian sensor gas CO

Keterangan:

a) Sampel (sensor gas CO)

b) Tabung vakum

c) Kawat

d) Saluran gas masuk

e) Saluran gas keluar

f) Penyangga

Gambar 3.5 menunjukkan pengujian sensor dimana sensor diletakkan di dalam

tabung vakum. Saluran gas masuk digunakan untuk mengalirkan gas CO, sedangkan

saluran gas keluar digunakan untuk mengeluarkan gas CO tersebut. Elektroda pada

sensor dihubungkan dengan multimeter untuk mengukur resistansi yang dihasilkan

oleh sensor. Hasil pengukuran terhadap sensor ini selanjutnya diplotkan dengan

komputer sehingga diperoleh grafik hubungan konsentrasi gas CO terhadap resistansi

sensor. Dari hasil pengukuran antara konsentrasi gas CO dengan resistansi sensor

dapat ditentukan besar sensitivitas sensor. Sensitivitas sensor dapat ditentukan dengan

membandingkan nilai resistansi sensor pada temperatur acuan dengan resistansi

(43)

27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Heater

4.1.1 Respon Temperatur Heater terhadap Arus Masukan

Pengujian heater yang pertama yaitu mengetahui arus yang diperlukan untuk mencapai temperatur kerja heater. Pengujian ini dilakukan dengan mengalirkan arus pada heater. Arus yang diberikan pada heater menghasilkan panas disipasi sehingga temperatur heater meningkat. Pemberian arus divariasi dari 0 ampere sampai 1,3 ampere dengan rentang 0,1 ampere. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar

[image:43.612.157.483.370.557.2]

4.1 berikut.

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara arus dengan temperatur heater

Grafik yang diperoleh antara perubahan arus dengan temperatur heater berupa eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,979. Sebelum diberi arus, heater memiliki temperatur sebesar 250C. Setelah heater diberi arus, temperatur heater semakin meningkat. Pada arus sebesar 1,3 ampere diperoleh temperatur sebesar 3100C.

Temperatur ini mendekati temperatur kerja heater yaitu sebesar 3000C sehingga 310

y = 19,11e2,026x R² = 0,979

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330

0 0,15 0,3 0,45 0,6 0,75 0,9 1,05 1,2 1,35 1,5

(44)

untuk pengujian selanjutnya digunakan arus tetap sebesar 1,3 ampere dimana arus ini

disebut dengan arus kerja heater.

4.1.2 Waktu Heater untuk Mencapai Temperatur Kerja

Pengujian heater berikutnya adalah waktu yang diperlukan heater untuk mencapai temperatur kerja. Pada pengujian ini waktu yang digunakan sebagai acuan

ukur adalah 0 detik sampai 140 detik dengan interval 20 detik. Setiap pertambahan

[image:44.612.156.486.288.477.2]

waktu 20 detik temperatur heater cenderung naik. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu dengan temperatur heater untuk arus I=1,3 ampere

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa semakin lama heater diberi arus maka

temperatur heater menjadi meningkat. Arus masukan yang digunakan diseting tetap yaitu sebesar 1,3 ampere. Lama waktu yang diperlukan heater untuk mencapai temperatur 3060C adalah 80 detik. Temperatur 3060C dianggap sebagai temperatur

optimal karena nilainya yang mendekati temperatur kerja heater. Dari pengujian yang

kedua ini diperoleh hasil bahwa heater dapat mencapai temperatur optimal dalam waktu kurang dari satu setengah menit.

306 0 40 80 120 160 200 240 280 320 360

0 20 40 60 80 100 120 140 160

(45)

29

4.1.3 Resistansi Heater terhadap Arus Masukan

Pengujian selanjutnya yaitu hubungan antara arus masukan dengan resistansi

heater. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara arus yang diberikan pada heater dengan resistansi yang dihasilkannya. Dalam pengujian ini arus

[image:45.612.134.503.251.491.2]

yang diberikan pada heater divariasi dari 0 ampere sampai 1,3 ampere dengan interval 0,1 ampere. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini ditunjukkan pada

Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara arus dengan resistansi heater

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara perubahan arus yang diberikan

dengan besarnya resistansi heater. Pada saat heater belum diberi arus, resistansi yang

dimiliki oleh heater sebesar 2,3 ohm dan meningkat sejalan dengan meningkatnya arus yang diberikan. Resistansi yang dicapai oleh heater pada arus kerja 1,3 ampere adalah 4,84 ohm. Respon resistansi heater terhadap arus masukan tidak meningkat secara signifikan yaitu hanya berkisar pada orde yang sama. Karena peningkatan

yang tidak signifikan ini maka resistansi heater dianggap stabil pada arus kerja heater.

4,84

2 3 4 5 6

0 0,15 0,3 0,45 0,6 0,75 0,9 1,05 1,2 1,35 1,5

R

es

ist

ansi

(

)

(46)

4.2 Pengujian Elektroda

Setelah dilakukan pengujian terhadap heater, pengujian selanjutnya adalah pengujian terhadap elektroda yang telah dibuat dan akan digunakan sebagai sensor

gas CO. Pada pengujian ini diperoleh hasil berupa resistansi elektroda. Pengukuran

resistansi elektroda dilakukan pada temperatur kerja. Nilai resistansi elektroda yang

diperoleh pada temperatur kerja yaitu sebesar 0,7 ohm. Secara perhitungan dan

mengacu pada persamaan 2.5 resistansi yang dimiliki elektroda sebesar 0,44 ohm.

Penyimpangan nilai resistansi antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan tidak

signifikan yaitu sekitar 0,26 ohm. Hasil ini menunjukkan bahwa elektroda yang telah

dibuat dianggap baik dan dapat diaplikasikan pada sensor gas CO.

4.3 Pengujian Sensor

Setelah dilakukan pengujian terhadap heater dan elektroda dan dianggap sesuai

dengan yang diinginkan, langkah selanjutnya yaitu dilakukan karakterisasi sensor

melalui unjuk kerja sensor. Unjuk kerja sensor yang dilakukan dalam penelitian ini

meliputi perubahan resistansi sensor terhadap perubahan temperatur dan konsentrasi

gas CO.

4.3.1 Resistansi Sensor terhadap Temperatur

Dalam pengujian ini, arus masukan yang digunakan dibuat tetap yaitu sebesar

1,3 ampere. Pengujian dilakukan pada temperatur 270C, 1000C, 1500C, 2000C, 2500C,

dan 3000C. Dari pengukuran ini didapatkan data yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 merupakan grafik respon perubahan resistansi sensor terhadap

temperatur. Dari Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa respon perubahan resistansi

sensor terhadap temperatur berupa grafik eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,903.

(47)
[image:47.612.156.486.111.285.2]

31

Gambar 4.4 Grafik respon perubahan resistansi sensor terhadap perubahan temperatur

Pada temperatur 270C sampai 1000C nilai resistansi sensor turun secara drastis dari

8000 kilo ohm menjadi 500 kilo ohm, sedangkan untuk temperatur 1000C sampai

3000C nilai resistansi sensor mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik respon resistansi sensor terhadap temperatur untuk skala 1000C sampai 3000C

dari Gambar 4.5 diketahui bahwa resistansi sensor dari 1000C sampai 1500C masih

mengalami penurunan relatif besar yaitu dari 500 kilo ohm menjadi 130 kilo ohm.

Sedangkan untuk temperatur 1500C sampai 3000C resistansi sensor mengalami 8000

500

27 y = 5778e-0,02x

R² = 0,903

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

0 50 100 150 200 250 300 350

R es ist ansi ( k il o ohm )

Temperatur (oC)

500 130 66 36 27 0 100 200 300 400 500 600

100 150 200 250 300 350

Resis ta ns i ( k ilo o hm )

[image:47.612.163.481.404.596.2]
(48)

penurunan yaitu dari 130 kilo ohm menjadi 27 kilo ohm. Sehingga diketahui bahwa

sensor memiliki resistansi sebesar 27 kilo ohm pada temperatur kerja 3000C.

4.3.2 Resistansi Sensor Terhadap Konsentrasi Gas CO

Unjuk kerja sensor selanjutnya adalah pengujian resistansi sensor terhadap

konsentrasi gas CO. Dalam pengukuran ini, arus masukan yang digunakan dibuat

tetap yaitu sebesar 1,3 ampere. Dari pengukuran ini diperoleh grafik hubungan antara

perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO dalam satuan ppm. Grafik

perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO ditunjukkan oleh Gambar

[image:48.612.157.483.308.481.2]

4.6.

Gambar 4.6 Grafik respon perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO

Gambar 4.6 menunjukkan grafik perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas

CO. Pemberian konsentrasi gas CO divariasi dari 0 ppm sampai 1250 ppm dengan

interval 250 ppm. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara

perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO berupa grafik eksponensial

dengan nilai R2 sebesar 0,819.

Pada konsentrasi 0 ppm sampai 250 ppm nilai resistansi sensor turun secara

signifikan dari 27,5 kilo ohm menjadi 4,1 kilo ohm, sedangkan untuk konsentrasi 250

ppm sampai 1250 ppm nilai resistansi sensor masih terjadi penurunan. Grafik untuk

konsentrasi 250 ppm sampai 1250 ppm dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.7. 27,5

4,1 0,7

R² = 0,819 y = 11,77e-0,00x

0 5 10 15 20 25 30

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Resis ta ns i ( k ilo o hm )

(49)

33 4,1 1,5 1,2 0,8 0,7 0,6 1,4 2,2 3 3,8 4,6

250 450 650 850 1050 1250 1450

Resis ta ns i ( k ilo o hm )

Konsentrasi Gas CO (ppm)

1,0 6,7

18,3

22,9

34,4 39,3

R² = 0,987 y = 0,031x + 0,506

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

R0

/R

g

Konsentrasi Gas CO (ppm)

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 250 ppm sampai 500 ppm

nilai resistansi sensor turun sebesar 2,6 kilo ohm yaitu dari 4,1 kilo ohm menjadi 1,5

kilo ohm, nilai penurunan ini masih relatif besar. Sedangkan pada konsentrasi 500

ppm sampai 1250 ppm nilai resistansi sensor mengalami penurunan yang tidak terlalu

besar, nilai rata-rata penurunan resistansi sensor sebesar 0,27 kilo ohm.

Dari hasil pengujian ini maka sensor gas yang telah dibuat sensitif untuk

konsentrasi gas CO dari 0 ppm sampai 500 ppm. Sedangkan untuk konsentrasi gas

CO lebih dari 500 ppm sensor gas ini tidak terlalu sensitif. Untuk mengetahui grafik

[image:49.612.172.488.214.390.2]

sensitivitas sensor terhadap gas CO dapat dilihat pada Gambar 4.8.

[image:49.612.173.483.520.690.2]

Gambar 4.7 Grafik perubahan resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO untuk skala 250 ppm sampai 1250 ppm

(50)

Dari Gambar 4.8 dapat diketahui bahwa bentuk sensitivitas sensor terhadap gas

CO cenderung linear dengan nilai R2 sebesar 0,987. Jika ditinjau dari grafik

sensitivitas di atas, sensor gas yang telah dibuat dapat merespon gas CO dari

(51)

35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hubungan

antara perubahan temperatur dengan resistansi sensor dihasilkan grafik berbentuk

eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,903. Pada temperatur kerja 3000C diperoleh

nilai resistansi sensor sebesar 27 kilo ohm.

Sedangkan grafik hubungan antara perubahan resistansi sensor terhadap

konsentrasi gas CO berbentuk eksponensial dengan nilai R2 sebesar 0,819. Sensor gas

yang telah dibuat sensitif untuk konsentrasi gas CO dari 0 ppm sampai 500 ppm.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini masih memerlukan

saran untuk pengembangan penelitian yang selanjutnya. Untuk penelitian selanjutnya,

heater dan elektroda perlu dilakukan pengujian terhadap parameter lainnya. Selain itu pada pengujian resistansi sensor terhadap konsentrasi gas CO, konsentrasi gas yang

(52)

36

Alves, Franco, Barradas, Nunes, Lopes, Cavaleiro, Torrell, Cunha, dan Vaz. 2012.

Structural and Optical Studies of Au Doped Titanium Oxide Films. Nuclear Instruments and Methods in Physics Research B. Elsevier.

Arbiol, J. & Cobos. 2001. “Metal Additive Distribution in TiO2 and SnO2 Semiconductor Gas Sensor Nanostructured Materials.” Tidak Diterbitkan. Disertasi: Universitas Barcelona.

Barsan, N & Weimar, U. 2003. Understanding The Fundamental Principle of Metal

Oxide Based Gas Sensors; The Example of CO Sensing with SnO2 Sensors in

The Presence of Humidity. Journal of Physics: Condensed Matter. PII:

S0953-8984(03)33587-8.

Constantin, C., Sun, K., dan Feenstra, R. M. 2009. Nucleation and Stoichiometry

Dependence of Rutile-TiO2(001)/GaN(0001) Thin Films Grown by

Plasma-Assisted Molecular Beam Epitaxial. Vol. 1108. A09-32.

Dow Corning. 2009. 795 Silicone Building Sealant. Dow Corning.

Elhajj, J. 2008. “Electrosynthesis of TiO2-Au Composites for Water Spliting Applications and Their Photoelectrochemical Characterization.” Tidak Diterbitkan. Skripsi: Northeastern University.

Faozi, A. 2011. “Penumbuhan Film Tipis Tio2:Fe dengan Metode Spin Coating dan

Karakterisasinya.” Tidak Diterbitkan. Skripsi: Universitas Jendral Soedirman. Flagello, G. D. & Milster, D. T. 1997. High-Numerical-Aperture Effects in

Photoresist. Applied Optics. Vol. 36 (34).

Garza, C. M., Conley W., dan Byers J. 2007. Photoresist Materials and Processing.

Taylor & Francis Group, LLC.

Ginson, T. J., & Philip, J. 2008. An Inter-digital Capacitive Electrode Modified as a

Pressure Sensor. Sensor & Transducer Journal. Vol. 99.

(53)

37

Hahn, S. 2002. “SnO2 Thick Film Sensors at Ultimate Limits: Performance at Low O2 and H2O Concentrations; Size Reduction by CMOS Technology.” Tidak Diterbitkan. Disertasi: Universitas Tubingen.

Hasan, Jahiding, Hasrin, Sudiana, dan Idris. 2010. Karakterisasi Lapisan Titanium

Dioksida (TiO2) Sebagai Bahan Dielektrik Sensor Kelembabab Jenis Kapasitif.

Jurnal Aplikasi Fisika. Vol. 6 (2).

Hermida, I D. P., & Retnaningsih, L. 2009. Rancang Bangun Sistem Pemanas Sensor

Gas CO Berbasis Bahan SnO2 dengan Menggunakan Teknologi Film Tebal.

Jurnal Elektronika. ISSN: 1411-8289. Vol. 9 (1).

Hiskia & Hermida, I D., P. 2006. Pengembangan Sensor Gas Carbon Monoxide CO

Berbasis SnO2. Prosiding Seminar Nasional Tenaga Listrik dan Mekatronik 2006. ISBN: 979-26-2441-4.

Khalil, A., Purwaningsih, S., Y., dan Darminto, P. S. Y. 2009. Pengaruh Doping

Emas dan Perlakuan Anil pada Sensitivitas Lapisan Tipis SnO2 untuk Sensor

Gas CO. Seminar Nasional Pascasarjana IX.

Kozlowska, Lukowiak, Szczurek, Dudek, dan Maruszewski. 2005. Sol-Gel Coating

for Electrical Gas Sensors. Journal Optica Aplicata. Vol. 35 (4).

Krane, K. 2008. Fisika Modern. Jakarta: UI-Press.

Liger, M. 2005. Taguchi Gas Sensor. [Filetype: pdf, akses online 27 Oktober 2012]

Licznerski, B. 2004. Thick-film gas microsensors based on tin dioxide. Bulletin of the Polish Academy of Sciences Technical Sciences. Vol. 52 (1).

Mardowo, A & Tim IE. 2003. DT-51. Application Note.

Mawarani, Santoso, Budiono, dan Pribady. 2006. Karakteristik Lapisan Tipis SnO2

-Sputtering DC Sebagai Elemen Sensor Gas CO. Jurnal Sains Materi Indonesia.

ISSN: 1411-1098. Vol. 8 (1).

Minco. 2007. Flexible Heaters Design Guide. Minco.

(54)

Moto, K. 2002. Pembuatan Paduan (Ti1-xAlx)N dengan Teknik Plasma CVD dari

Bubuk AlCl3, Gas N2 dan H2, Serta Larutan TiCl4. Makara Teknologi. Vol. 6 (1).

Mulyanti, Budi. 2006. “Penumbuhan Film Tipis Semikonduktor Ferromagnetik GaN:Mn Menggunakan Metode Plasma Assisted Metalorganic Chemical Vapor

Deposition (PA-MOCVD) dan Karakterisasinya.” Tidak Diterbitkan. Disertasi: Institut Teknologi Bandung.

Pasquale, A. & Kim J. K. 2005. The Photolithography Process.

Pribady, A. 2005. “Fabrikasi Lapisan Tipis SnO2 dengan Metode Sputtering DC Sebagai Elemen Sensor Gas CO.” Tidak Diterbitkan. Skripsi: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rusdiana, Tayubi, Feranie, Karim, Suhandi, dan Arifin. 2007. Penumbuhan Film

Tipis GaN di Atas Substrat Sapphire dengan Teknik Sol-Gel Spin Coating.

Samadikun, S. 1990. Integrated Circuit Sensor. Laporan Hasil Penelitian.

Supriyanto, Wiranto, Hermida, Budiman, Arifin, Sukirno, dan Barmawi, M. 2007.

Pengaruh Kandungan Co Terhadap Sifat Optik Film Tipis TiO2:Co yang

Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD. Seminar Nasional Bahan Magnetik 2007.

Supriyanto, E., & Wiranto, G. 2009. Struktur Kristal, Morfologi dan Sifat Optik Film

Tipis TiO2:Eu yang Ditumbuhkan di Atas Substrat Si(100) dengan Metode

MOCVD. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi. ISSN: 1411-8289. Vol. 9 (2).

Tan, Cao, Zhu, Chai dan Pan. 2003. Ethanol Sensors Based on Nano-Sized

a-Fe2O3 with SnO2, ZrO2, TiO2 Solid Solutions. Sensors and Actuators B.

Elsevier.

Wagiyo, H. & Wulan, P. 2007. Pengaruh Implantasi Ion Aluminium Terhadap

Ketahanan Korosi Suhu Tinggi Baja Corten. Jurnal Sains Materi. ISSN:

(55)

39

Widodo, S. 2010. Teknologi Sol Gel pada Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida

untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:

1411-4216.

Zahroh, F. 2012. “Struktur Kristal dan Morfologi Film Tipis TiO2:Au di Atas Substrat Si(100) dengan Metode Spin-Coating.” Tidak Diterbitkan. Skripsi: Universitas Jember.

http://pluggedin.kodak.com/pluggedin/post/?id=655003 [diakses: 24 September

(56)

40 (a)

(b)

(c)

Keterangan: (a), (b) Sensor Tampak Samping

(57)

41

LAMPIRAN B. DATA PENGUJIAN TEMPERATUR TERHADAP ARUS HEATER

No Arus (ampere) Temperatur (0C)

1 0 25

2 0,1 26

3 0,2 28

4 0,3 34

5 0,4 38

6 0,5 46

7 0,6 57

8 0,7 68

9

Gambar

Gambar 2.1 TiO2 dan SnO2 pada bidang rutile (Sumber: Arbiol dan Cobos, 2001)
Gambar 2.2 Sensor gas taguchi (Sumber: Liger, 2005)
Gambar 2.3 Skema sederhana dari sensor gas semikonduktor (SGS)  (Sumber: Arbiol dan Cobos, 2001)
Gambar 2.4 Bentuk geometri dari Si(100) (Sumber: Moliton, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama periode audit September - November 2014 CV Jawa Dipa tidak melakukan impor bahan baku sehingga verifier 2.1.2 e tidak diverifikasi. f

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara harga diri dan celebrity worship pada remaja di SMP Negeri 43 Surabaya (r=0,265, p<0,05) dan tidak

6. Takhrij al-Hadith menggunakan perisian komputer dan laman sesawang yang berautoriti. Sebagai satu kaedah yang moden, kaedah ini boleh memudahkan dan mempercepatkan

Regulasi yang lain seperti ECE R47 yang utamanya ditujukan untuk kendaraan bermotor yang memiliki mesin berkapasitas silinder kurang dari 50 cc dan kecepatan maksimalnya

KKN BMC UNNES memiliki 10 program kerja yang terdiri dari 2 program kerja kelompok, 3 program kerja wajib individu yang terdiri dari infografis satgas dan InaRisk, budidaya

Penghormatan yang luar biasa dari santri kepada sang kiai terjadi karena dalam kultur pesantren penyerahan diri kepada kiai merupakan persyaratan mutlak agar

[r]

dibalik penamaannya. Toponimi seringkali memiliki banyak makna kultural yang juga menyimpan nilai-nilai budaya di dalamnya. Masyarakat biasa memberikan nama yang