KERAGAAN DAN DETERMINAN STATUS GlZl DAM
KESEHATAN PENDUDUK LOKAL TlMlKA
BERDASARKAN AGROEKOLOGI
Oleh:
MlLA FADILLA
MlLA FADILLA. Keragaan dan Determinan Status Gizi dan Kesehatan Penduduk Lokal Timika berdasarkan Agroekologi (Dibimbing oleh HARDINSYAH, DADANG SUKANDAR dan YEKTl HARTATI EFFENDI).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan status gizi dan kesehatan penduduk lokal Timika berdasarkan tiga tipe agroekologi, yaitu dataran tinggi, rendah dan pantai dan menganalisis faktor determinan status gizi dan kesehatan penduduk lokal Tirnika.
Desain studi adalah cross-sectional dengan rnembandingkan status gizi dan
kesehatan antar agroekologi yaitu dataran tinggi, dataran rendah dan pantai. Data yang digunakan adalah data sekunder bagian dari data penelitian yang berjudul "Studi Konsumsi Pangan dan Biomarkers Penduduk yang Tinggal di Daerah Penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI)", yang dilaksanakan pada bulan September 1998 hingga April 1999 oleh suatu tim yang terdiri dari IPB, Uncend, PT Freeport Indonesia dan Parametrix-AS. Sepuluh desa dipilih dengan sengaja
(purpossive) berdasarkan agroekologi, yaitu terdiri dari dua desa di dataran tinggi (Aroanop dan Banti), empat desa di dataran rendah (Kwamki Lama, Kampuny Pisang, Kalikopi dan Iwaka) serta empat desa di daerah pantai (Pad XI, Pulau Karaka, Pulau Poriri dan Atuka). Contoh penelitian adalah penduduk lokal Timika yang terbagi menurut kelompok umur, yaitu anak (umur 2 - 18 tahun) dan orang dewasa (umur 218 tahun). Contoh diambil secara acak dari masing-masing desa dengan jumlah keseluruhan contoh berjumlah 160 orang yang berimbang tiap jenis kelamin (Hardinsyah et a/., 2000).
Status gizi anak ditentukan dengan menghitung nilai z skor (indeks BBIU, TBIU dan BBITB) menurut baku WHO-NCHS (1983) dan orang dewasa dengan
menghitung indeks massa tubuh (l~~=kg/rn') menurut Depkes-RI (1996). Status
anemia berdasarkan CDC (1 998), kadar serum ALT (alanine aminotransferase) dan
AST (asparfate aminotansferase) untuk diagnosa gangguan fungsi hati dan kadar kreatinin untuk gangguan fungsi ginjal menurut Widmann (1985). Regresi berganda dan logistik dilakukan untuk analisis determinan status gizi dan kesehatan (Afifi & Clark, 1996).
Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi status gizi kurang underweight
(BBIU) anak adalah 11,0%, stunting (TBIU) 31,0% dan wasting (BBTTB) 4,7%.
Prevalensi underweight dan stunting anak tertinggi di pantai (berturut-turut 17,5%
dan 37,5%) dan wasting tertinggi di dataran rendah (8,3%). Prevalensi status gizi
lebih orang dewasa 21,7%, dengan prevalensi tertinggi di dataran tinggi (50,0%). Prevalensi anemia anak sebesar 52,0% dengan prevalensi tertinggi di dataran rendah (673%); sedangkan orang dewasa 71,7% dengan prevalensi tertinggi di dataran rendah dan pantai (masing-masing 79,2%).
Prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) anak adalah 84,0% dengan prevalensi tertinggi di dataran tinggi (100,0%); sedangkan orang dewasa 65,0%, dengan prevalensi tertinggi di pantai (79,2%). Prevalensi penyakit diare anak
62,O %, dengan prevalensi tertinggi di pantai (72,5%); sedangkan grang dsvrasa
Prevalensi penyakit malaria pada anak 71,0%, dengan prevalensi tertinggi di pantai (90,0%); sedangkan orang dewasa 80,0%, dengan prevalensi tertinggi di dataran rendah (95,8%).
Persentase contoh yang memiliki risiko gangguan fungsi hati berdasarkan kadar serum ALT adalah 21,3 O h , dengan persentase tertinggi di dataran tinggi (43,8%). Hal yang senada ditemukan berdasarkan kadar serum AST. Persentase contoh yang memiliki risiko gangguan fungsi ginjal adalah 6,g0h, dengan persentase tertinggi di dataran rendah (7,8%).
Sanitasi lingkungan dan perbedaan agroekalogi adalah dua determinan
utama status gizi, baik pada a ~ a k darl orang dewasa. Determinan anemia gizi anak
dan orang dewasa adalah infeksi cacing tambang dan penyakit malaria.
Determinan ISPA pada anak adalah status gizi, sanitasi lingkungan dan pendapatan keluarga, sedangkan orang dewasa sanitasi lingkungan dan tingkat pendidikan. Sanitasi lingkungan merupakan determinan kecacingan, baik pada anak dan orang dewasa. Status gizi merupakan determinan diare baik pada anak dan orang dewasa. Determinan malaria anak dan orang dewasa adalah perbedaan agroekologi. Determinan risiko gangguan fungsi hati adalah konsumsi alkohol. Tingkat kecuktipan protein dan vitamin C serta umur adalah determinan risiko gangguan fungsi ginjal.
KERAGAAN DAN DETERMINAN STATUS GlZl DAN
KESEHATAN PENDUDUK LOKAL TlMlKA
BERDASARKAN AGROEKOLOGI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Silmberdaya Keluarga
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Keragaan dan Determinan Status Gizi dan Kesehatan Penduduk Lokai Timika berdasarkan Agroekologi
Nama Mahasiswa : Mila Fadilla
NRP : GMK99495
Program Studi : llmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. ~ a r d i n s ~ a h , MS Ketua
Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc Anggota
Mengetahui,
dr. Yekti Hartati Effendi Anggota
2. Ketua Program Studi Gizi Ma dan Sumberdaya Keluar
Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 12 Juli 1974
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari ayah H. Abdullah Daud, SH dan ibu
Hj. Umi Kalsum, BA.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta penulis selesaikan
pada tahun 1993. Pada tahun 1993 penulis terdaftar sebagai mahasiswa lnstitut
Pertanian Bogor melalui USMl (Undangan Seleksi Masuk IPB), Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian dan mendapat gelar
sarjana pada tahun 1997. Mulai September 1999 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa pascasarjana IPB Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga. Sejak lulus S1 hingga selama kuliah di Program Pascasarjana penulis
berkerja sebagai asisten peneliti dan asisten luar biasa mata kuliah Epidemiologi
Gizi dan Konsultasi Gizi di Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, IPB.
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SVVT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul "Keragaan dan Determinan Status Gizi dan Kesehatan Penduduk Lokal Timika berdasarkan Agroekologi" merupakan syarat akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang keahlian llmu Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga.
Penulis mengucapakan terimakasih kepada Bapak Dr. lr. Hardinsyah, MS selaku Ketua Tim Peneliti "Studi Konsumsi Pangan dan Biomarkers Penduduk yang Tinggal di Daerah Penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI)", Ibu dr. Yekti Hartati
Effendi (tim medis), Bapak Prof. Dr. Ali Khomsan, MS, Bapak Dr. Agus Sumule, Bapak Dr. Asep Saefuddin dan Bapak Dr. Wisnu Susetyo (anggota tim) atas diperkenankan menggunakan sebagian data penelitian tersebut di atas untuk
penulisan tesis ini. Di samping itu, penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Bapak Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc dan Ibu
dr. Yekti Hartati Effendi atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama
penyusunan tesis ini.
Khusus kepada Mama, Papa, Bang Fadly dan Adik Farah penulis mengucspkan terimakasih yang tak terhingga atas doa, dukungan dan kasih
sayangnya hingga penulis menyelesaikan tesis ini.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bu Diah, Bu Lilik, Bu Retnaningsih dan Bu Anna yang telah mengijinkan penulis melanjutkan studi sambil
bekerja, teman-teman szangkatan di Program Studi GMK, terutama kepada Bu
Marlina, Mbak Nova, Dewi dan Tita atas persahabatannya, Bu Rosdiana, Bu Suryawati dan Bu Mariani atas bantuan urusan konsumsi, Bu Uswatun, Uni Atit, Uni
Yuli, Bu Eti, Bu Emmy, Mbak Eni dan suami, ssita Ade, Kak A!, Akhdan, Teh Leily,
Teh Tin, Mbak Mega, Bu Atat, Nurul dan Leila atas persahabatan yang telah
diberikan selama ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah SVVT memberikan balasan yang lebih baik.
Semoga hasi! studi ini dapat bermanfaat.
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 Manfaat ... 4 TIN JAUAN PUSTAKA ... 5
...
Status Gizi 5
Status Gizi Antropometri ... 5 Status Anemia Gizi ... 8
...
Status Kesehatan 11
lnfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 12 Diare
...
13 lnfeksi Kecacingan...
14 Malaria...
16...
Gangguan Fungsi Hati 17
Gangguan Fungsi Ginjal ... 18 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
...
20 Status Gizi Antropometri ... 20 Status Anemia Gizi ... 21...
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan 23
.
. Penyakit ISPA. Diare. Kecacingan dan Malaria ... 23 Gangguan Fungsi Hati
...
25 Gangguan Fungsi Ginjal...
26 KERANGKA PEMlKlRAN...
28 METODE ... 31 Desain. Waktu dan Tempat...
31 Teknik Penarikan Contoh...
31 Data dan Pengumpulannya ... 32 Pengolahan dan Analisis Data ... 33 Tingkat Kecukupan Gizi ... 33 Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan ... 34...
Status Gizi 35
Halaman
...
HAS1 L DAN PEMBAHASAN 42
Keadaan Umum Lokasi ... 42
Keadaan Umum Keluarga Contoh ... 43
Pendidikan Kepala Keluarga (KK) ... 43
Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga (KK) ... 44
Besar Keluarga Contoh ... 45
Pendapatan Keluarga Contoh ... 46
Tipe Rumah Keluarga Contoh ... 46
Tipe Atap Rumah Keluarga Contoh ... 47
Ventilasi Rumah Keluarga Contoh ... 48 ...
Jenis Lantai Rumah Keluarga Contoh 49
Sumber Air Minum Keluarga Contoh ... 49
Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan ... 50 ...
Tingkat Kecukupan Gizi 51
...
Konsumsi Alkohol 54
Keragaan Status Gizi Contoh ... 55
Status Gizi Antropometri ... 55
Status Anemia Gizi ... 63
Keragaan Status Kesehatan Contoh ... 66
...
lnfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 66
Diare
...
67...
lnfeksi Kecacingan 68
Riwayat Penyakit Malaria ... 71
Risiko Gangguan Fungsi Hati
...
73Risiko Gangguan Fungsi Ginjal ... 76
Determinan Status Gizi
...
79Status Gizi Antropometri
...
79 Status Anemia Gizi...
83Determinan Status Kesehatan
...
86Determinan Penyakit ISPA
...
86...
Determinan Diare 89
Determinan Penyakit lnfeksi Kecacingan
...
91 Determinan Riwayat Penyakit Malaria...
92 Determinan Risiko Gangguan Fungsi Hati ... 93...
Determinan Risiko Gangguan Fungsi Ginjal 95
KESIMPULAN DAN SARAN ... 97 ...
Kesimpulan 97
Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 99
...
DAFTAR TABEL
Halaman
Data dan pengumpulannya ... 33 Skor higiene pribadi ... 34 Skor sanitasi lingkungan ... 35 Klasifikasi status gizi menurut indeks-indeks BBIU, TBIU dan BBfTB
berdasarkan nilai z-skor ... 36
Klasifikasi status gizi orang dewasa menurut indeks massa tubuh
...
(I MT) 36
Sebaran keluarga contoh menurut tingkat pendidikan kepala keluarga
(KK) pada beberapa tipe agroekologi ... 44 Sebaran keluarga contoh menurut jenis pekerjaan kepala keluarga
(KK) pada beberapa tipe agroekologi
...
45 Sebaran keluarga contoh menurut besar keluarga pada beberapa tipe...
agroekologi 45
Sebaran keluarga contoh menurut pendapatan keluarga per kapita
per bulan pada beberapa tipe agroekologi ... 46 Sebaran keluarga contoh menurut tipe rumah pada beberapa tipe
...
agroekolog i 47
Sebaran keluarga contoh menurut tipe atap rumah pada beberapa
tipe agroekologi
...
48 Sebaran keluarga contoh menurut kondisi ventilasi rumah contohpada beberapa tipe agroekologi
...
4813. Sebaran keluarga contoh menurut jenis lantai rumah contoh pada
beberapa tipe agroekologi
...
4914. Sebaran keluarga contoh menurut sumber air minum keluarga contoh
pada beberapa tipe agroekologi
...
5015. Rata-rata dan simpangan baku skor higiene dar! sanitasi lingkungan
pada beberapa tipe agroekologi ... 51
16. Rata-rata dan simpangan baku tingkat kecukupan gizi contoh pada
beberapa tipe agroekologi
...
5217. Rata-rata dan simpangan baku nilai z skor status gizi anak pada
...
beberapa tipe agroekologi 55
18. Rata-rata dan simpangan baku kadar hemoglobin dan jumlah sel
darah merah contoh pada beberapa tipe agroekologi ... 63
19. Rata-rata dan simpangan baku nilai indikator fungsi hati contoh pada
...
Halaman
Rata-rata dan simpangan baku nilai indikator fungsi ginjal contoh
pada beberapa tipe agroekologi ... 77
Hasil analisis regresi berganda determinan status gizi anak (BBIU)
(N=100). ... 79 Hasil analisis regresi berganda determinan status gizi anak (TBIU)
(N=l00) ... 80 Hasil analisis regresi berganda determinan status gizi anak (BBITB)
(N=100). ... 80 Hasil analisis regresi berganda determinan status gizi orang dewasa
(IMT) (N=60) ... 83 Hasil analisis regresi logistik determinan anemia gizi pada anak
(N=l00) ... 84 Hasil analisis regresi logistik determinan anemia gizi pada orang
dewasa (N=60)
...
1:...
85 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit ISPA pada anak(N=100). ... 86 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit ISPA pada orang
dewasa (N=60) ... 88 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit diare pada anak
(N= 1 00). ... 89 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit diare pada orang
dewasa (N=60) ... 90 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit infeksi kecacingan
pada anak (N=100)
...
91Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit infeksi kecacingan .
pada orang dewasa (N=60)
...
92 Hasil analisis regresi logistik determinan riwayat penyakit malariapada anak (N=100) ... 92 Hasil analisis iegiesi logistik deterrniiian riwayat penyakit malaria
pada orang dewasa (N=60) ... 93 Hasil analisis regresi logistik determinan risiko gangguan fungsi hati
(kadar AST serum) (N=160) ... 94 Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit gangguan fungsi
hati (ALT) (N=160) ... 94
Hasil analisis regresi logistik determinan penyakit gangguan fungsi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Kerangka pemikiran determinan status gizi dan kesehatan penduduk
lokal Timika ... 30 Persentase konsumsi alkohol oleh anak dan orang dewasa pada
beberapa tipe agroekologi ... 54 Status gizi (BB/U) anak pada beberapa tipe agroekologi ... 57
Status gizi (TBIU) anak pada beberapa tipe agroekologi ... 58 Status gizi (BBiTB) anak pada beberapa tipe agroekologi ... 59 Status gizi (IMT) orang dewasa pada beberapa tipe agroekologi ... 62 Prevalensi anemia pada anak dan orang dewasa pada beberapa tipe
agroekologi ... 65 Prevalensi ISPA pada anak dan orang dewasa pada beberapa tipe
agroekolog i . . .
.
.. .
.. . .
.. .
. ..
. . ..
. . ..
. . . 66 Prevalensi diare pada anak dan orang dewasa pada beberapa tipeagroekolog i . . .
.
. .. . . .
..
. . ..
. . ..
. . .. .
. . .. . .
..
. . . 68 Prevalensi penyakit infeksi kecacingan pada anak dan orang dewasapada beberapa tipe agroekologi ... 69 Jenis cacing yang menginfeksi anak dan orang dewasa pada
beberapa tipe agroekologi ... 70 Prevalensi riwayat penyakit malaria pada anak dan orang dewasa
pada beberapa tipe agroekologi ... 71
Kejadian risiko gangguan fungsi hati (ALT) yang dialami anak dan
orang dewasa pada beberapa tipe agroekologi ... 74 Kejadian risiko gangguan fungsi hati (AST) yang dialami anak dan
orang dewasa pada beberapa tipe agroekologi ... 76 Kejadian risiko gangguan fungsi ginjal (kreatinin) yang dialami anak
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
...
Peta Timika 106
Hasil uji ANOVA tingkat pendidikan KK, besar keluarga dan
...
pendapatan keluarga per kapita berdasarkan agroekologi 107
Hasil uji ANOVA skcr higiene dan sanitasi iingkungan berdasarkan
...
agroekologi 108
Hasil uji ANOVA tingkat kecukupan gizi berdasarkan agroekologi ... . I 0 9 Hasil uji ANOVA status gizi anak (nilai z skor indeks BBIU, TBIU,
BBITB) dan orang dewasa (nilai IMT) berdasarkan agroekologi ... 11 1
...
Hasil analisis korelasi Spearman's 1 13
Hasil uji ANOVA kadar hemoglobin (Hb) darah dan jumlah sel darah
merah berdasarkan agroekologi.. ... 1 15 Hasil uji ANOVA kadar AST, ALT dan kreatinin serum berdasarkan
...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan gizi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
tingkat kesehatan dan usia harapan hidup masyarakat. Telah diketahui bahwa
kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun
mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreativitas dan produktivitas penduduk
(Depkes-RI, 2000a). Rendahnya status gizi masyarakat akan menurunkan tingkat
*
kesehatan dan usia harapan hidup, yang merupakan unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia, yaitu Human Development Index
(HDI). Oleh karena itu, perbaikan status gizi anak merupakan strategi penting untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi
(Martorell, 1996).
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang
merupakan hasil dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan.
Status gizi berkaitan dengan produksi pangan, proses dan penanganan pangan,
penyiapan, distribusi dan konsumsi pangan (King & Burgess, 1995). Menurut
Legowo et a/. (1996), produksi pangan sangat dioengaruhi oleh faktor-faktor tanah,
iklim, fisiografi dan tipe penggunaan lahan (Adi, 1998). Selanjutnya menurut
Suhardjo et a!. (1988) perbedaan gecgrafi clan topografi dspat rner-nberikarl ciri
khusus pada pola pangannya.
Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa keadaan kurang gizi serta
status kesehatan yang rendah pada masyarakat Indonesia terutama terjadi di
wilayah miskin dengan daya beli dan daya jangkau terhadap pangan yang rendah.
dibawah rata-rata nasional (BPS, 2000). Kabupaten Mimika, dengan ibukota Timika,
yang sebelumnya adalah Kecamatan Mimika, Kabupaten Fak Fak berada di Provinsi
lrian Jaya yang merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan keadaan
penduduk yang masih mengalami permasalahan gizi dan kesehatan. Penduduk
Timika, terutama penduduk lokal, relatif tei-isolasi dan tersebar pada tiga wilayah
agroekologi, yaitu dataran tinggi, dataran rendah dan pantai. Penduduk umumnya
(terutama penduduk perdesaan) memperoleh makanan dari berburu, mengumpulkan
hasil tanaman dan menangkap ikan dari biota yang hidup dan tumbuh dari
agroekologi setempat, dan sejak beberapa tahun terakhir mulai mengalami
transformasi ekonomi yang menyebabkan perubahan makanan pokok dari sagu
menjadi beras (Sumule, Khomsan & Susetyo, 1999).
Adanya perbedaan agroekologi di wilayah Timika dengan berbagai
permasalahan gizi dan kesehatan merupakan ha1 yang menarik untuk dipelajari.
Masyarakat Timika di daerah pantai banyak mengkonsumsi pangan laut dan sagu,
tetapi tidak demikian halnya dengan masyarakat di dataran tinggi dan rendah. Hal
ini diduga akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dipelajari perbedaan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat
Timika berdasarkan agroekologi sehingga dapat disusun suatu program pangan dan
gizi yang dapat memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan masyarakat. Beberapa
analisis yang belum dilakukan seperti determinan status gizi dan kesehatan
Tuiuan
Tujuan umum penelitian adalah mengetahui keragaan dan menganalisis
deterrninan status gizi dan kesehatan penduduk lokal Timika berdasarkan
agroekologi. Tujuan khusus penelitian adalah:
1. Menganalisis keragaan status gizi (antropometri dan anemia gizi) penduduk lokal
Timika berdasarkan tiga wilayah agroekologi, yaitu dataran tinggi, rendah dan
pantai.
2. Menganalisis keragaan status kesehatan (ISPA, diare, kecacingan, malaria
gangguan hati dan ginjal) penduduk lokal Timika berdasarkan wilayah
agroekologi.
3. Menganalisis determinan status gizi (antropometri dan anemia gizi) dan
kesehatan (ISPA, diare, kecacingan, malaria, gangguan hati dan ginjal)
penduduk lokal Timika.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan status gizi dan kesehatan penduduk lokal antar agroekologi
(dataran tinggi, dataran rendah dan pankrl).
2. Perbedaan agroekologi, higiene pribadi, sanitasi lingkungan, pe~yakit infeksi,
tingkat kecukupan gizi, besar keluarga, tingkat pendapatan dan pendidikan
kepala keluarga merupakan determinan status gizi.
3. Perbedaan agroekologi, higiene pribadi, sanitasi lingkungan, status gizi, tingkat
kecukupan gizi, konsumsi alkohol, besar keluarga, tingkat pendapatan dan
Manfaat
Hasil kajian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai
determinan status gizi dan kesehatan penduduk lokal Timika. Dengan diketahuinya
determinan status gizi dan kesehatan penduduk lokal Timika diharapkan dapat
disusun program perbaikan status gizi dan kesehatan penduduk yang efektif dan
efisien. Tahap selanjutnya diharapkan kualitas sumberdaya manusia penduduk
TINJAUAN PUSTAKA
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan kesenjangan antara kecukupan dan kebutuhan
zat gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang dipilih
berdasarkan tahapan kekuranganlkelebihan gizi. Antropometri merupakan metode
pengukuran status gizi secara langsung dan sederhana yang paling umum
digunakan untuk menilai masalah kurang energi protein (KEP) dan kelebihan energi
dan protein (kegemukan). Pengujian laboratorium yang mencakup hematologi dan
kimia klinik darah dapat dilakukan untuk penilaian anemia gizi (Jelliffe & Jelliffe,
1989; Gibson, 1990).
Status Gizi Antromopetri
Pengukuran antropometri telah digunakan secara luas sebagai indikator
atau perkiraan beragam kondisi yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi. -
Pengukuran pertumbuhan, kesehatan atau penyakit dengan antropometri telah
dilakukan sejak lama. lndeks antropometri digunakan sebagai kriteria utama
pengukuran kecukupan diit dan pertumbuhan pada anak (WHO, 1995). Beberapa
indeks telah direkomendasikan oleh WHO (1983) sebagai pengukuran utama status
gizi anak di masa lampau dan saat ini, dan dengan menggunakan indeks tersebut
dapat dibedakan
underweight
(kurus, BBIU), stunting (pendek, TBIU), dan' wasting(kecil, BBTTB).
lndeks yang digunakan ui'ltuk Grang dewasa adalah indeks massa tubtih
(kg/m2) yang diklasifikasikan status gizi normal jika IMT berkisar 18,5 hingga 24,99,
IMT lebih dari 25,O (Depkes-RI, 1996). lndeks massa tubuh merupakan indikator
yang baik untuk mengetahui simpanan kelebihan energi dalam bentuk lemak, juga
sebagai indikator kekurangan energi dan protein. Pada populasi, nilai IMT lebih dari
30 berkaitan dengan meningkatnya tekanan darah, risiko penyakit jantung koroner
dan diabetes mellitus non-insulin dependen (WHO, 1995).
Pertumbuhan anak yang stunting merupakan kejadian yang paling umum di
seluruh dunia. Kurang energi dan protein merupakan evaluasi awal sebagai
penyebab utama stunting (Rosado, 1999). Stunting selama masa kanak-kanak
berkaitan dengan outcome fungsional seperti perkembangan kognitif yang terganggu
(Pollitt et a/., 1995) dan perkembangan mental dan motorik yang terlambat
(Grantham-McGregor, 1995).
Status gizi kurang akan mempengaruhi hasil kehamilan, seperti berat bayi
lahir rendah dan tingkat kematian bayi yang tinggi, apabila dialami seorang calon ibu
(Ramskrishnan et a!, 1999) dan meningkatnya risiko obstetrik pada wanita karena
ukuran tubuh yang pendek (WHO, 1995). Kurang gizi yang terjadi pada masa kanak-
kanak akan menyebabkan kelainan tulang pelvis, sehingga setelah menjadi ibu akan
mengakibatkan ketidakmampuan mempertahankan pertumbuhan plasenta dan jal~in
di masa kehamilan akhir. Hal ini memperbesar risiko terkena stroke pada usia
dewasa (Martyn, Barker & Osmond, 1996). Pada orang dewasa, gizi kurang akan
mengurangi kapasitas kerja akibat kurangnya massa tubuh (WHO, 1995).
Kurang gizi pada awal kehidupan dapat memiliki peran dalam kegemukan di
usia dewasa. Beberapa studi menunjukkan bahwa stunting secara positif
berhubungan dengan kegemukan di usia dewasa (Popkin et a/., 1996; Sawaya et a/.,
1997). Studi yang dilakukan Sawaya et a;. (1 997) menunjukkan adanya hubungan
berarti bahwa peningkatan efisiensi pemanfaatan lemak dapat menyebabkan
peningkatan berat badan tubuh sejalan dengan waktu.
Anak stunting memiliki laju oksidasi lemak fasting (puasa) yang lebih rendah
daripada anak non-stunting, yang merupakan faktor penduga kuat kelebihan berat
badan. Berkurangnya oksidasi lemak dapat menyebabkan kegemukan dengan
jangka waktu tertentu karena lemak yang tidak dioksidasi harus disimpan (Hoffman
et a/. , 2000).
Sebagai salah satu negara berkembang, lndonesia juga mengalami
berbagai perrnasalahan gizi kurang, terutama pada beberapa golongan rawan gizi
seperti anak-anak. Analisis status gizi penduduk di lndonesia sejak tahun 1989
sampai 1999 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk anak balita memiliki
kecenderungan meningkat dari 6,0% pada tahun 1989 menjadi 9,45% tahun 1992
dan menurun menjadi 7,76% tahun 1999. Gizi kurang cenderung menurun dari
36,2% tahun 1989 menjadi 28,3% tahun 1998, tetapi prevalensi tersebut masih lebih
trnggi dibanding prevalensi negara-negara tetangga (Malaysia, Filipina dan Thailand)
yang besarnya sekitar 20% (Jahari et a/., 2000). Masalah gizi lebih juga mulai
muncu! di Indonesia, seperti yang ditunjukkan hasil pemantauan rnasalah gizi lebih
yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan pada
tahun 199611997 di 12 kota, yaitu sebesar 22,O persen (Satoto, Karjati, Darmojo,
Tjokroprawiro & Kodhyat, 1998).
Gizi lebih merupakan manifestasi dari intik energi yang melebihi
pengeluaran yang berlangsung lama (Linder, 1992). Banyak studi yang menemukan
hubungan obesitas pada orang dewasa dengan peningkatan morbiditas dan
yang sering terjadi antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit kandung empedu, osteoarthritis dan kanker usus (Heald & Gong, 1999)
Masa kritis perkembangan obesitas ada tiga yaitu masa pra-kelahiran,
masa kanak-kanak ketika terjadi pembentukan jaringan adiposa, yaitu antara umur 4
sampai 6 tahun, dan masa remaja (Dietz, 1997). Koniribusi relatif masing-masing
masa kritis terhadap morbitas dan mortalitas orang dewasa yang mengalami
obesitas masih belum jelas.
Sampai saat ini masih sedikit diketahui tentang dampak gizi lebih selama
remaja sebagai penduga penyakit di masa dewasa. Salah satu studi menunjukkan
bahwa risiko kematian dari semua penyakit dan penyakit jantung koroner meningkat
pada laki-laki yang gemuk ketika remaja, sebaliknya pada perempuan yang gemuk
ketika remaja risiko kematian tersebut tidak meningkat (Heald & Gong, 1999). Studi
lain oleh Must et a/. (1992) menunjukkan bahwa adanya peningkatan risiko penyakit
jantung koroner dan aterosklerosis pada laki-laki dan perempuan yang gemuk ketika
remaja (Heald & Gong, 1999),
Status Anemia Gizi
Anemia gizi merupakan suatu keadaan dimana sel-sel darah merah tidak
mampu membawa oksigen yang diperlukan dalam pembentukan energi. Anemia
dapa: disebsbkan kurangnya kadar hemoglobin (Hb) darah yang mampu mengikat
oksigen ataupun berkurangnya jumlah sel darah merah karena pendarahan akibat
infeksi maupun pecahnya sel darah merah karena penyakit malaria (King & Burgess,
1995).
Status anemia gizi ditinjau dari kadar Hb darah untuk anak usia < 15 tahun
dan perempuan usia 2 15 tahun adalah kurang dari 12,O g/dL serta untuk
perempuan hamil adalah kurang dari 11,O g/dL (CDC, 1998). Jumlah sel darah
merah diperhitungkan dengan kisaran normal 4,6
-
6,2 x lo6 per mm3 untuk laki-lakidan 4,2
-
5,4 x lo6 per mm3 untuk perempuan (Widmann, 1985).Kurangnya kadar Hb darah berkaitan dengan defisiensi besi. Status bes~
merupakan fungsi dari intik, simpanan dan hilangnya zat besi. Absorpsi besi dari
makanan tergantung jumlah zat besi dalam tubuh, laju produksi sel darah merah,
jumlah dan jenis zat besi dalam pangan serta adanya penghambat dan pendorong
absorpsi dalam pangan (Fairbanks, 1999). Pengaturan keseimbangan besi terjadi
dalam saluran pencernaan melalui absorpsi. Kapasitas tubuh untuk mengabsorpsi
besi dari pangan tergantung jumlah besi dalam tubuh (CDC, 1998). Jika simpanan
besi berkurang maka absorpsi besi dari pangan akan meningkat. Orang sehat
mampu mengabsorpsi besi sekitar 5
-
10% dari pangan, sedangkan orang yangmengalami defisiensi akan mengabsorpsi sekitar 10
-
20% (Fairbanks, 1999).Defisiensi besi merupakan defisiensi paling umum terjadi di dunia dan
menjadi perhatian utama bagi 15 persen penduduk dunia (DeMaeyer & Adiels-
Tegman dalam Beard & Tobin, 2000). Defisiensi besi ditunjukkan mulai dari
berkurangnya simpanan besi yang tidak menyebabkan gangguan fisiologis, hingga
anemia defisiensi besi yang mempengaruhi fungsi beberapa sistem organ. Anemia
defisiensi besi merupakan bentuk defisiensi yang paling berat, yang dapat
menyebabkan berkurangnya produksi hemoglobin. Sel darah merah orang yang
mengalami anemia defisiensi besi adalah mikrositik dan hipokromik (CDC, 1998).
Prevalensi anemia gizi besi yang tertinggi adalah pada anak balita karena
kebutuhan untuk pertumbuhan dan perempuan dewasa akibat kehilangan ketika
besi dapat memperlambat perkembangan dan gangguan perilaku (seperti aktivitas
motorik, interaksi sosial dan perhatian) (Idjradinata & Pollit, 1993). Anak sekolah
yang mengalami anemia akan mempengaruhi aktivitas belajar dan selanjutnya akan
berdampak pada rendahnya prestasi belajar (Stoltzfus, Chwaya et al.. , 1997).
Beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalatni anemia ketika bayi akan
memiliki kemampuan kognitif dan prestasi sekolah yang rendah, serta masalah
perilaku ketika memasuki masa pertengahan kanak-kanak (Grantham-McGregor &
Ani, 2001). Anemia besi juga dapat mengakibatkan keracunan pada anak dengan
meningkatnya kemampuan saluran pencernaan untuk mengabsorpsi logam berat,
termasuk timah (Goyer, 1995)
Pada perempuan hamil, anemia berhubungan dengan berat dan ukuran
plasenta (Hindmarsh et al., 2000) dan dapat meningkatkan risiko dua kali
melahirkan prematur dan tiga kali melahirkan bayi yang lahir memiliki berat badan
yang rendah (Scholl et a/., 1994). Bukti dari beberapa studi randomized control trial
menunjukkan bahwa suplementasi besi dapat mengurangi insiden anemia defisiensi
besi selama hamil, tetapi uji terhadap suplementasi besi selama hamil terhadap
outcome kehamilan dzn bayi yang merugikan belum meyakinkan (CDC, 1998).
Pada orang dewasa, anemia dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas
kerja yang dapat diperbaiki dengan suplementasi besi (Li et a/., 1994). Pada atlet
yang mengalami anemia, defisiensi besi tidak hanya menurunkan kamampuan
atletik tetapi juga mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan selanjutnya akan
Status Kesehatan
Status kesehatan merupakan derajat kondisi fisik, mental dan psikososial
seseorang untuk dapat melangsungkan hidup dengan baik (WHO, 1995). Status
kesehatan yang selanjutnya akan dibahas adalah kesehatan fisik yang mencakup
penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi mencakup infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), diare, kecacingan dan malaria, sedangkan penyakit non
infeksi mencakup gangguan fungsi hati dan ginjal.
Penyakit infeksi pada anak merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di negara berkembang dan telah diketahui mempengaruhi
pertumbuhan linier anak, yaitu dengan mempengaruhi status gizi. Hal ini terjadi
karena infeksi dapat menyebabkan berkurangnya intik makan, absorpsi zat gizi yang
terganggu, rnengakibatkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan
kebutuhan metabolik atau kehilangan katabolik zat gizi dan terganggunya transpor
zat gizi ke jaringan target (Stephensen, 1999).
Selama masa bayi dan balita, infeksi dan ketidakcukupan intik zat gizi,
khususnya energi, protein, vitamin A, seng dan besi, akan mengakibatkan
pertumbuhan yang terhambat. Sebagian besar hambatan, yang merupakan hasil
dari status gizi kurang terjadi pada periode yang relatif pendek, yaitu mulai lahir
hingga umur sekitar 2 tahun (ACCISCN, 2000). Selain itu, anak-anak yang kurang
gizi cenderung lebih mudah mengalami sakit yang berat, termasuk diare dan radang
paru-paru (WHO, 1995).
Jika dilihat dari porporsi pola penyakit penyebab kematian penduduk
Indonesia, maka hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit sistem
sirkulasi merupakan proporsi terbesar (1 8,9%), selanjutnya sistem pernafasan
jauh berbeda dari hasil SKRT tahun 1992, yaitu proporsi terbesar adalah penyakit
sistem sirkulasi (16%), TBC (1 I%), infeksi saluran pernafasan (9,5%) dan diare (8%)
(Depkes-RI, 2000b).
lnfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Penyakit sistem pernafasan terdiri dari penyakit yang menyebabkan
gangguan akut fungsi normal dan yang menyebabkan perubahan kronis. Penyakit
infeksi sistem pernafasan akut berhubungan dengan gejala sistemik, seperti
anoreksia, kelelahan dan tidak enak badan. Gejala tersebut jika dikombinasi dengan
batuk dan/atau sesak nafas akan mengakibatkan terganggunya intik melalui mulut
(Johnson, Chin & Haponik, 1999).
Menurut Depkes, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Berat dan ringannya penyakit ISPA tergantung dari
lamanya sakit dan tanda-tanda yang menyertainya. Penderita ISPA ringan jika sakit
panas selama 2
-
3 hari, ISPA sedang jika gejalanya ditambah frekuensi pernafasaniebih dari 50 kali per menit danlatau panas-dingin (suhu 2 3 9 ' ~ ) ~ sedangkan ISPA
berat jika ditambah gejala nafas cuping hidung, kejang, dehidrasi dan kesadaran
menurun (Handayani, 1997).
Kombinasi kurang konsumsi dan peningkatan proses metabolik dapat
menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif, karena proses katabolisme protein
serta gangguan fungsi kekebalan tubuh kurang (Johnson, Chin & Haponik, 1999).
Hasil studi Bart et a/. (1982) menunjukkan bahwa seseorang yang menderita ISPA
juga akan mengalami keseimbangan energi negatif (Johnson, Chin & Haponik,
1999). Studi lain oleh Giner et a/. (1996) menunjukkan bahwa komplikasi ISPA akan
dan klinis menunjukkan bahwa dampak utama gizi kurang terhadap sistem
pernafasan adalah dalam ha1 struktur dan fungsi pernafasan serta daya tahan tubuh
(Johnson, Chin & Haponik, 1999).
lnfeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang
penularannya melalui udara, sehingga lingkungan rumah yang buruk dan tidak
memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya penularan penyakit
infeksi ini (Handayani, 1997).
Diare
-
Secara umum, etiologi sebagian besar diare akut adalah bakteri atau virus.
Di beberapa negara berkembang, bakteri enteropatogenik (Salmonella, Shigella dan
enteropatogenik Eschericia co11) menjadi penyebab diare (Heird & Cooper, 1999).
Anak kurang gizi dapat menderita diare akut, sehubungan dengan tipe
infeksi virus dan bakteri. Diare yang dialaminya sering persisten yang dimulai
seperti diare akut, tetapi berlanjut hingga lebih dari dua minggu. Diare kronis juga
umum terjadi, yang diawali dengan lambat tetapi berlanjut untuk jangka waktu yang
panjang dan terus terjadi. Diare persisten dan kronis sebagian merupakan hasil .dari
kurang gizi. Dinding usus menjadi tipis dan rusak dan membutuhkan waktu yang
lama untuk sembuh dari infeksi dan tidak mampu mencerna dan mengabsorpsi
makanan dengan baik. Zat gizi yang hilacg selslma dizre akan membuat kurang gizi
menjadi lebih buruk (King & Burgess, 1995). Anak kurang gizi yang mengalami
diare akan menderita dehidrasi yang akan meningkatkan risiko kematian. Anak
kwashiorkor yang mengalami dehidrasi akan kehilangan oedema-nya dan akan
Sayuran yang kaya serat dapat diberikan kepada anak karena dapat
memendekkan durasi diare. Risiko mengalami infeksi harus dikurangi karena
interaksi antara gizi dan infeksi. Prioritas yang harus dilakukan adalah imunisasi,
memperbaiki sanitasi untuk mengurangi kontaminasi fekal dan rehidrasi oral serta
memberi makan anak yang mengalami diare (Torun & Chew, 1999).
lnfeksi Kecacinsan
Lebih dari seperempat penduduk dunia saat ini terinfeksi kecacingan.
Prevalensi tertinggi ditemukan pada anak usia sekolah (Bundy & Cooper, 1989).
Anak sekolah yang terinfeksi Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Ascaris
lumbricoides (cacing gelang) cenderung memiliki fungsi kognitif dan prestasi sekolah
lebih rendah daripada anak yang tidak terinfeksi (Hutchinson et al., 1997). lnfeksi
cacing tambang (hook worm) merupakan penduga terkuat status besi, khususnya
dengan simpanan besi yang kurang. Serum retinol merupakan faktor paling
berhubungan dengan anemia ringan, sebaliknya P. vivax malaria dan infeksi cacing - tambang merupakan penduga lebih kuat untuk anemia berat dan sedang (Dreyfuss
et a/.
,
2000).lnfeksi cacing merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai
cacing dalam rongga usus yang menyebabkan terjadinya infeksi dalam tubuh,
spesies yang palicg sering msnyebabkan infsksi cacing pada manusia sdalah
cacing cambuk, cacing gelang dan cacing tambang. Cacing-cacing tersebut
mempunyai tahapan dalam kehidupannya, yaitu tahap telur, tahap larva dan tahap
dewasa. Cacing dalam tahap telur dan larva ukurannya sangat kecil dan tidak dapat
dilihat dengan mata biasa, sedangkan pada tahap dewasa dapat dilihat dengan
lnfeksi cacing dapat menimbulkan gejala dan keluhan. Gejala-gejala dapat
timbul apabila jumlah cacing dalam usus banyak dan infeksi diderita dalam jangka
waktu yang lama dan penderita dalam kedaan kurang gizi. Gejala kecacingan
berbeda antar penderita. Gejala atau keluhan yang sering dirasakan oleh penderita
antara iain: (1) badan kurus walaupun makan tetap makan, (2) sakit perut atau diare
(mencret), (3) badan kurus tetapi perut buncit, (4) mengeluarkan cacing ketika buang
air besar atau muntah, (5) nafsu makan berkurang, (6) batuk atau sesak nafas; (7)
muka, telapak tangan dan selaput mata pucat, (8) lemah dan lesu jika beraktivitas
agak berat, (9) gatal-gatal setelah berjalan di tanah tanpa alas kaki (Depkes-RI,
1 992).
Prevalensi penderita infeksi cacing yang tinggi di negara Indonesia
disebabkan oleh beberapa faktor yang mendukung terjadinya penularan dan
peluasan infeksi, yaitu: (1) iklim negara tropis dengan tanah yang lembab sangat
baik untuk pertumbuhan cacing, (2) banyak penduduk yang belurn mengetahui cara
menjaga kebersihan pribadi, kebersihan makanan serta minuman, (3) banyak yang
belum memiliki jamban sendiri, sehingga membuang kotoran di halaman, kebun
maupun selokan yang terbuka, (4) beberapa daerah berpenduduk padat sehingga
memudahkan penularan penyakit (Depkes-RI, 1992).
Hasil studi Warren et a/. (1993) menunjukkan bahwa infeksi cacing akan
mernberikan pengaruh negatif terhadap partisipasi sekolah, pertumbuhan dan status
besi (Stoltzfus, Albonico et a/., 1997). lnfeksi cacing juga dapat menyebabkan
malabsorpsi zat gizi dengan merusak set-sel epitel mukosa usus halus sehingga
Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, yaitu
Plasmodium falciparum, P. vivax. P. malarie dan P. ovale. P. falciparum merupakan penyebab infeksi paling berat. Daur hidup yang dimiliki plasmodium adalah manusia
(fase aseksual) dan nyamuk (fase seksual). Pada awal fase aseksual dalam
manusia, tidak akan terlihat manifestasi klinis yang dapat menentukan diagnosis
(Pribadi & Sungkar, 1994). Penularan penyakit malaria adalah melalui gigitan
nyamuk Anopheles, dan di Indonesia terdapat 77 spesies dan diketahui hanya 20
spesies sebagai vektor (Kirnowardoyo dalam Boewono et al., 1997).
Perubahan patologik yang terjadi adalah pertama penghancuran sel darah
merah dan penyumbatan pembuluh darah dan kedua kalainan yang disebabkan
anoksemia jaringan hati dan organ lain. Jumlah sel darah merah dapat menurun
sebanyak 10 hingga 20 persen pada malaria vivax sedangkan malaria falciparum
dapat lebih banyak (Pribadi & Sungkar, 1994). P. fakiparum merupakan spesies
plasmodium yang memiliki siklus terpendek di dalam sel hati dan menyerang semua
bentuk sel darah merah sehingga multikomplikasi di dalam darah cepat terjadi
(Tjitra, 1989).
Manisfestasi klinis penyakit malaria dapat dikelompokkan menjadi malaria
ringan tanpa konplikasi dar: malaria berat clengan komplikasi. Malaria ringan
umumnya disertai demam, menggigil dan mual serta tanpa kelainan fungsi organ,
sedangkan malaria berat disertai kelainan klinis antara lain anemia berat (Tjitra,
1994). lnfeksi malaria yang menahun akan menimbulkan kelainan fungsi hati yang
Gangguan Fungsi Hati
Hati memiliki peran penting dalam metabolisme perantara. Hati mengatur
metabolisme karbohidrat dengan mensintesis, menyimpan dan memecah glikogen;
sebagai tempat sintesis trigliserida dan pemecahan asam lemak yang menyediakan
0
sumber energi alternatif ketika tidak ada glukosa ketika puasa atau kelaparan; dan
sebagai peran pusat dalam sintesis dan pemecahan protein (Lieber, 1999). Hampir
semua zat gizi disaring oleh hati dan bersama dengan sirkulasi mempunyai fungsi
penyangga. Hati dan ginjal bertanggung jawab untuk menjamin plasma perifer
(perrnukaan) dan cairan ekstraseluler agar komposisinya tidak mengalami fluktuasi
(Linder, 1992). Hati merupakan tempat simpanan cadangan berbagai vitamin larut
lemak dan mineral (Bardanier, 1998).
Enzim-enzim yang mengkatalis asam amino dan asam alfa-keto disebut
aminotransferase. Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah aianine
aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut giutamic-piruvic transaminase (GPT),
dan aspartate aminotansferase (AST), yang dahulu disebut glutamic-oxaioacetic
transaminase (GOT) (Widmann, 1985).
Hati, yang merupakan organ ssngat penting dalam sintesis protein dan
menyalurkan asam amino ke jalur biokimia lain, merupakan sumber
aminotransferase. Hepatosit, yaitu tipe sel utama hati. merupakan satu-satunya sel
dengan konsentrasi ALT tinggi, walaupun ginjal, jantung dan otot rangka
mengandung ALT dalam jumlah sedang. Konsentrasi AST yang tinggi tidak hanya
di hati, tetapi juga dalam sel-sel mitokondria; konsentrasi lebih rendah di otot rangka,
ginjal, otak dan pankreas. Hepatosit mengadung tiga hingga enipat kali AST lebih
kadar ALT serum merupakan indeks lebih sensitif terhadap kerusakan hati, karena
sedikitnya kondisi non-hati yang mempengaruhi kadar ALT (Widmann, 1985).
lndikator kelainan fungsi hati adalah peningkatan kadar serum transaminase
(AST dan ALT), alkaline phosphatase, y-glutamyltransferase (GGT) dan bilirubin
dalam darah. Peningkatan AST, ALT dan bilirubin terjadi pada orang yang
memperoleh hanya gula sebagai kalori non-protein (Buchmiller et a/. 1993 dalam
Shils & Brown, 1999). Kadar normal serum AST adalah 5
-
40 IUIL, sedangkanALT adalah 10
-
35 IUIL (Widmann, 1985).Menurut McCullogh et a/. , (1 989), komplikasi gizi sering terjadi ketika fungsi
hati terganggu khususnya sirosis, yang mungkin sekali menyebabkan pasien
memiliki ukuran antropometri yang tidak normal (seperti, wasting) dan menjadi
matirasa pada uji kulit (Lieber, 1999). Hasil studi Mezey (1988) menunjukkan bahwa
kadar sirkulasi vitamin larut air dan lemak rendah pada pasien dengan sirosis
alkohol, sedangkan kadar serum vitamin larut lemak yang rendah (dibanding vitamin
larut air) merupakan ksrakteristik sirosis non-alkohol (Lieber, 1999). Defisiensi zat
gizi tersebut muncul akibat salah satu atau lebih faktor berikut: intik pangan yang
tidak cukup, maldigestion, malabsorpsi dan metabolisme yang kurang baik.
Gangauan Funnsi Ginial
Ginjal memiiiki tiga fungsi utama, yaitu ekskresi, endokrin dan metabolik.
Ekskresi dan regulasi air, mineral dan komponen organik tubuh merupakan fungsi
ginjal yang paling penting (Kopple, 1999).
Ketika terjadi luka, nekrosis dan goresan pada parenkim ginjal dapat
menyebabkan hilangnya fungsi ginjal, sehingga ginjal gagal menyaring bahan-
Kopple, 1999); yang sebagian besar adalah produk metabolisme asam amino dan
protein. Secara kuantitatif, yang paling banyak adalah urea, kreatinin, komponen
guanidin lain dan asam urat. Sebagian komponen ini beracun pada konsentrasi
tinggi. Konsentrasi protein yang rendah akan mengurangi akumulasi bahan-bahan
tersebut (Kopple, 1999).
Setiap hari ginjal mengeluarkan 500 hingga 2000 mL urin melalui proses
penyaringan, reabsorpsi dan sekresi. Hasil akhir metabolisme protein, yaitu urea,
kreatinin dan asam urat harus dikeluarkan oleh tubuh melalui ginjal. Konsentrasi
senyawa tersebut akan meningkat jika terjadi gagal ginjal (Guyton, 1994).
Orang yang mengalami gagal ginjal sering mengalami wasting (gizi kurang
menurut indeks BBTTB), yang mencakup penurunan berat badan relatif, lemak
tubuh, massa otot lengan, total nitrogen dan kalium tubuh; laju pertumbuhan yang
rendah pada anak; penurunan konsentrasi berbagai serum protein, termasuk
albumin, transferin dan komplemen protein tertentu; dan protein otot larut-basa
(Kopple, 1999).
Kreatinin darah akan meningkat ketika fungsi ginjal menurun. Jika terjadi
penurunan fungsi ginjal yang lambat secara simultan bersamaan dengan penurunan
dalam massa otot, konsentrasi kreatinin serum dapat tetap stabil, walaupun tingkat
ekskresi 24- jam akan lebih rendah dibanding normal. Hal ini dapat terjadi pada
orang tua. Nilai rujukan kadar normal untuk laki-laki dewasa berkisar antara 0,6
hingga 1,3 mgIdL dan untuk perempuan dewasa berkisar antara 0,5 hingga 1 mgIdL
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status Gizi Antropometri
Di Indonesia, penyakit infeksi merupakan salah satu faktor yang paling
banyak mempengaruhi status gizi anak selain konsumsi makan yang kurang
memenuhi syarat gizi. Salah satu infeksi yang sering menyerang anak usia sekolah
dasar adalah infeksi cacing usus (Ismid, 1996). Anak kurang gizi sering berasal dari
keluarga miskin, dengan rumah yang sesak dan kurang higienis, sehingga mereka
terpapar lebih banyak infeksi (King & Burgess, 1995).
Penyebab dasar kurangnya intik pangan yang mengakibatkan KEP adalah
faktor sosial, ekonomi, biologi dan lingkungan. Faktor ekonomi, yaitu kemiskinan,
akan menyebabkan ketersediaan pangan rendah, kondisi lingkungan terlalu ramai
dan sanitasi kurang, pengasuhan anak yang tidak tepat, sedangkan masalah sosial
antara lain penyiksaan anak, pengabaian anak dan lansia, konsumsi alkohol dan
ketergantungan obat-obatan. Faktor biologi mencakup kurang gizi ibu ketika hamil
dan penyakit infeksi (diare, campak, AIDS, TBC) yang sering menyebabkan
keseimbangan protein dan energi negatif. Parasit memiliki sedikit pengaruh atau
tidak sama sekali kecuali infeksi meluas dan menyebabkan anemia atau diare.
Faktor lingkungan meliputi kondisi lingkungan yang terlalu ramai danlatau sanitasi
klirang yang akan menyebabkan infeksi berulang; pola pertanian, kekeringan, banjir,
perang dan migrasi terpaksa yang akan mengakibatkan kelangkaan pangan
sehingga KEP dapat dialami oleh seluruh populasi (Torun & Chew, 1999).
Hasil studi Alderman dan Garcia (1994) menunjukkan bahwa pendidikarl
orangtua memiliki pengaruh positif terhadap status gizi, baik status gizi jangka
Kopple, 1999); yang sebagian besar adalah produk metabolisme asam amino dan
protein. Secara kuantitatif, yang paling banyak adalah urea, kreatinin, komponen
guanidin lain dan asam urat. Sebagian komponen ini beracun pada konsentrasi
tinggi. Konsentrasi protein yang rendah akan mengurangi akumulasi bahan-bahan
tersebut (Kopple, 1999).
Setiap hari ginjal mengeluarkan 500 hingga 2000 mL urin melalui proses
penyaringan, reabsorpsi dan sekresi. Hasil akhir metabolisme protein, yaitu urea,
kreatinin dan asam urat harus dikeluarkan oleh tubuh melalui ginjal. Konsentrasi
senyawa tersebut akan meningkat jika terjadi gagal ginjal (Guyton, 1994).
Orang yang mengalami gagal ginjal sering mengalami wasting (gizi kurang
menurut indeks BBTTB), yang mencakup penurunan berat badan relatif, lemak
tubuh, massa otot lengan, total nitrogen dan kalium tubuh; laju pertumbuhan yang
rendah pada anak; penurunan konsentrasi berbagai serum protein, termasuk
albumin, transferin dan komplemen protein tertentu; dan protein otot larut-basa
(Kopple, 1 999).
Kreatinin darah akan meningkat ketika fungsi ginjal menurun. Jika terjadi
penurunan fungsi ginjal yang lambat secara simultan bersamaan dengan penurunan
dalam massa otot, konsentrasi kreatinin serum dapat tetap stabil, walaupun tingkat
ekskresi 24- jam akan lebih rendah dibanding normal. Hal ini dapat terjadi pada
orang tua. Nilai rujukan kadar normal untuk laki-laki dewasa berkisar antara 0,6
hingga 1,3 mgIdL dan wntuk perempuan dewasa berkisar antara 0,5 hingga 1 mg/dL
pengaruh terhadap pengasuhan anak dan pendapatan keluarga. Hasil studi Begin,
Frongillo dan Delisle (1999) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan status gizi anak adalah pendapatan keluarga. lnsiden gizi
kurang (wasting) dapat berkurang 30 hingga 70 persen dengan meningkatnya
pendapatan per kapita (Alderman & Garcia, 1994).
Kekurangan gizi dan kelebihan gizi merupakan gizi salah juga dialami oleh
orang dewasa. Penyebab utama penurunan berat badan pada orang dewasa
adalah berkurangnya konsumsi pangan, sering dikombinasi dengan penyakit, tetapi
ketika intik energi melebihi penggunaan energi, kelebihan tersebut disimpan dalam
lemak tubuh (ACCISCN, 2000).
Defisiensi vitamin A yang agak berat, yang ditandai dengan xeropthalmia,
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan linear normal, tetapi pada tahap
defisiensi yang sedang tidak mempunyai pengaruh (West, 1997). Studi yang
mengenai pertumbuhan linear anak usia 6 bulan hingga 4 tahun di Indonesia
menunjukkan bahwa anak yang memiliki konsentrasi serum retinol yang rendah
mencapai peningkatan tinggi badan yang lebih besar secara signifikan setelah
suplementasi vitamin A dibanding kelompok kontrol (Hadi et a/., 2000). Demikian
pula halnya dengan defisiensi seng yang akan menunjukkan gejala kegagalan
pertumbuhan (Linder, 1992).
Status Anemia Gizi
Anemia gizi dapat disebabkan karena defisiensi zat gizi, infeksi dan
pendarahan (CDC, 1996). Konsumsi pangan sumber z2t besi yang kurang, baik
dalam kuantitas maupun kualitas pangan sumber besi. Bioavalaibilitas besi dalam
pada daging, unggas dan ikan, lebih mudah diserap dua hingga tiga kali dibanding
besi non-heme pada pangan nabati (Finch & Cook, 1984). Bioavailabilitas besi non-
heme sangat dipengaruhi jenis pangan lain yang dikonsumsi, yaitu pangan sumber
besi heme dan vitamin C akan meningkatkan absorpsi, sedangkan polifenol
(sayuran tertentu), tanin (dalam teh), fitat (dalam biji-bijian) dan kalsium (dalam
produk susu) (Siegenberg et a/., 1994).
Hasil studi Bhargava, Bouis & Scrimshaw (2001) menunjukkan bahwa
peningkatan pendapatan rumahtangga berhubungan dengan intik sumber besi dari
daging, ikan dan unggas. Penelitian yang dilakukan pada masyarakat pengungsi
Palestina oleh Hassan et a/. (1997) menunjukkan bahwa anemia pada anak balita
berhubungan dengan faktor sosial ekonomi dan diare.
Hasil studi Dreyfuss et a/., (2000) menunjukkan bahwa infeksi cacing
tambang merupakan penduga kuat status besi, yaitu berkurangnya simpanan besi
dalam tubuh. Defisiensi vitamin A berhubungan kuat dengan anemia ringan,
sedangkan malaria P. vivax dan infeksi cacing tambang merupakan penduga kuat
anemia berat.
Suatu studi yang dilakukan pada anak sekolah di Negara Zanzibar oleh
Stoltzfus, Chwaya et a/. (1997) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara infeksi cacing usus dan status besi yang memburuk, yaitu 25% mengalami
anemia, dimana 73% anemia berat diakibatkan oleh infeksi cacing tambang; dan
4 0 % anemia disebabkan oleh cacing gelang, infeksi malaria dan gizi kurang
(stunting). Jika anak sekolah mengalami anemia, maka akan mempengaruhi aktivitas belajar mereka yang menurun dan selanjutnya akan berdampak pada
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Penvakit ISPA, Diare, Kecacingan dan Malaria
Sanitasi di daerah miskin kurang baik yang menyebabkan meningkatnya
kejadian penularan infeksi melalui jalur fekal (seperti diare dan infeksi kecacingan).
Penyakit infeksi pada masa anak merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara sedang berkembang dan telah diketahui mempunyai pengaruh terhadap
pertumbuhan anak. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya insiden infeksi di daerah
miskin negara sedang berkembang yang cukup tinggi (Stephensen, 1999). Kurang
gizi merupakan determinan utama kematian pada anak balita karena infeksi
pernafasan dan diare (Yoon et a/., 1997). Kurang gizi pada anak akan meningkatkan
risiko mengalami berbagai penyakit infeksi, seperti diare dan infeksi pernafasan
(WHO, 1995).
Vitamin A memiliki peranan penting dalam fungsi normal sistem kekebalan
tubuh. Defisiensi vitamin A pada hewan percobaan berkaitan dengan pengurangan
proliferasi limfosi