• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Papan Laminasi Bersilang Dari Bambu Andong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Papan Laminasi Bersilang Dari Bambu Andong"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PAPAN LAMINASI BERSILANG DARI

BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinacea)

IGNASIA MARIA SULASTININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Papan Laminasi Bersilang dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(3)

IGNASIA MARIA SULASTININGSIH. Development of Cross Laminated Lumber (CLL) made of Gigantochloa pseudoarundinacea. Supervised by SURDIDING RUHENDI, MUH. YUSRAM MASSIJAYA, I WAYAN DARMAWAN and ADI SANTOSO.

Supply of good quality wood for furniture and building materials could not fulfill the current need. This condition has encouraged researchers to find alternative materials for wood substitute. Bamboo has the potential to be an alternative as furniture and housing materials, however the shape and dimension appear to limit the usage of bamboo. Due to its circular and hollow shape, bamboo must be converted into the flat and relatively thick materials as wood substitutes. It is fortunately possible to produce timber-like-materials with the desired dimensions and suitable to the end usage from bamboo strips, so-called bamboo composites lumber by the aid of appropriate adhesives. The objective of this research was to develop high quality bamboo composites lumber (BCL) especially cross laminated lumber (CLL) made of andong bamboo (G. pseudoarundinacea) glued with isocyanate adhesive.

The research consists of six steps. The first research was to characterize the basic properties such as chemical components, physical and mechanical properties of andong bamboo as raw materials for BCL. The research results showed that andong bamboo has potential to be raw material source for BCL. The basic properties, big diameter, and thick wall of andong bamboo culm are favorable to be used as raw material for bamboo strips as the BCL or CLL elements.

The second research was to investigate the response of andong bamboo to water based polymer-isocyanate (WBPI) adhesive. The bamboo strips were assigned into 3 groups by the positions of origin at the bamboo culm, viz. bottom, middle, and top. One part from each group of the bamboo strips were treated by immersing it in 7% boron solution for 2 hours. The treated and untreated bamboo strips were glued parallel to each other using the isocyanate adhesive at the glue spread of 250 g m-2 and cold pressing for 1hour to produce two-ply laminates. The bonding surfaces of two-ply laminates were designed into 3 different combinations, viz. between inner and outer surfaces, both between inner surfaces, and both between outer surfaces. Research results showed that the response of andong bamboo to WBPI adhesive was significantly affected by the posision at the bamboo culm, bamboo strips treatment and combination of the bonding surfaces. The preservation treatment on bamboo strips reduced the bonding strength.

(4)

strips except the thickness swelling and compression strength. It was also found that the average recovery of andong bamboo strips was 38.5%, and the average retention of boron solution in the bamboo strips was 7.34 kg m-3.

The fourth research was to investigate the effect of glue spread rate and pressing time on BCL properties. BCLs at various glue spread rate (200 g m-2, 250 g m-2 , 300 g m-2) and cold pressing time (30 min, 45 min, 60 min) were manufactured. The research results showed that no delamination occurred in all samples, indicating high bonding quality. The MOR and MOE of BCLs were affected by the glue spread rate and pressing time. The MOR and MOE of BCLs increased as the glue spread rate and the pressing time increased. The compression strength and hardness of BCL were only affected by the pressing time. Five-layer thick BCLs glued with isocyanate adhesive had comparable strength to wood strength class II to I, comparable durability against subterranean termites to wood durability class III, and the amount of formaldehyde emission was classified into F****.

The fifth research was to determine the effect of layer orientation compositions on the properties of BCL. The strips were pre-treated by soaking it in 7% boron solution for 2 hours. Five-layer BCLs were manufactured with 4 different compositions of layer orientation. The BCL was manufactured using WBPI adhesive with the glue spread rate of 250 g m-2 and cold pressing for 45 minutes. The research results showed that no delamination occurred in all samples using WBPI adhesive, which indicating high bonding quality. The physical and mechanical properties of BCL were significantly affected by layer orientation composition. The mechanical properties of BCL decreased as the number of cross-layer increased in the BCL structure. On the contrary, the present of cross-layer in BCL structure increased dimensional stability of the produced BCL.

The sixth research was to determine the effect of varying viscosity and type of finishing material on the properties of BCL finished surface. Two types of finishing materials with two different viscosities each were applied on the surface of BCLs and the durability of finishing layer on BCL surface was tested. The research results showed that applying water based or solvent based finishing materials on the surface of BCLs could bring out the beauty of the bamboo grain and accentuated the unique characteristic such as nodes in the BCL surface. The solvent based finishing material had better durability to household chemicals compared with the water based finishing material. The BCLs glued with WBPI adhesive and finished with water based or solvent based finishing materials were suitable for wood substitute materials in which the emission formaldehyde levels were categorized as F*** to F****.

Technically, high quality cross laminated lumber (CLL) can be produced using andong bamboo with balance layer orientation composition glued with isocyanate adhesive at the glue spread of 250 g m-2 and cold pressing for 45 minutes. The CLL is suitable for solid wood substitute and performs as alternative material for furniture and building materials.

(5)

IGNASIA MARIA SULASTININGSIH. Pengembangan Papan Laminasi Bersilang dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea). Dibimbing oleh SURDIDING RUHENDI, MUH. YUSRAM MASSIJAYA, I WAYAN DARMAWAN dan ADI SANTOSO.

Pasokan kayu pertukangan berkualitas belum mencukupi kebutuhan yang ada. Kondisi ini mendorong usaha pencarian material alternatif sebagai substitusi kayu pertukangan terus meningkat. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu adalah bambu. Sebagai bahan substitusi kayu, bambu yang bentuknya bulat dan berlubang harus dikonversi menjadi suatu produk yang memiliki dimensi seperti papan atau balok kayu. Dengan menggunakan perekat tertentu, bambu dapat diolah menjadi produk perekatan bambu dengan dimensi dan kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan papan bambu komposit (PBK) berkualitas tinggi berupa papan laminasi bersilang (PLB) dari bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) yang dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan. Penelitian ini terdiri atas enam tahap. Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan data sifat dasar meliputi komponen kimia, sifat fisis dan mekanis bambu andong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu andong memiliki diameter besar, dinding tebal, dan sifat dasar yang sesuai sebagai bahan baku bilah bambu penyusun PBK atau PLB.

Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mempelajari respon bambu andong terhadap perekat isosianat (water based polymer-isocyanate, WBPI) dengan cara menguji keteguhan rekat laminasi bambu andong dengan perekat isosianat. Bilah bambu dibedakan antara bagian pangkal, tengah dan ujung batang, serta antara kontrol dan yang diawetkan dengan cara direndam dalam larutan boron 7% selama 2 jam. Laminasi bambu dibuat dengan merekatkan 2 bilah bambu sejajar serat menggunakan perekat isosianat dengan berat labur perekat 250 g m-2 dan dikempa dingin selama 1 jam dengan 3 macam kombinasi muka bilah bambu yang direkat (muka dalam dengan muka luar, muka dalam dengan muka dalam, muka luar dengan muka luar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon bambu andong terhadap perekat isosianat sangat dipengaruhi oleh posisi pada batang, pengawetan bilah bambu dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat. Pengawetan bilah bambu menurunkan keteguhan rekat laminasi bambu.

(6)

rata-boron dalam bilah bambu andong berturut-turut adalah 7.34 kg m dan 100%. Penelitian tahap keempat dilakukan untuk mempelajari pengaruh berat labur perekat dan waktu kempa yang diterapkan dalam pembuatan PBK terhadap sifat papan yang dihasilkan. PBK 5 lapis dibuat dari bilah bambu andong degan 3 variasi berat labur perekat (200 g m-2 , 250 g m-2 dan 300 g m-2 ) dan 3 variasi waktu kempa (30 menit, 45 menit dan 60 menit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan berat labur perekat 250 g m-2 dan waktu kempa 45 menit merupakan kondisi terbaik dalam pembuatan PBK dari bilah bambu andong yang dibuat dengan proses pengempaan dingin dan menggunakan perekat isosianat. PBK hasil penelitian ini memiliki sifat fisis dan mekanis yang baik dan setara dengan kayu kelas kuat II-I, memiliki kelas ketahanan III terhadap serangan rayap tanah, sedangkan kadar emisi formaldehidanya termasuk kelas mutu F****.

Penelitian tahap kelima dilakukan untuk mempelajari pengaruh komposisi arah lapisan terhadap sifat PBK yang dihasilkan. PBK 5 lapis dibuat dari bilah bambu andong menggunakan perekat isosianat dengan berat labur 250 g m-2 dan dikempa dingin selama 45 menit, dengan 4 variasi komposisi arah lapisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBK berupa PLB dari bambu andong dengan variasi komposisi arah lapisan memiliki kualitas perekatan dan kestabilan dimensi yang baik. Sifat fisis dan mekanis PBK sangat dipengaruhi oleh variasi komposisi arah lapisan. Adanya lapisan silang pada komposisi lapisan penyusun PBK menurunkan keteguhan lentur dan keteguhan tekan tetapi meningkatkan kekerasan dan kestabilan dimensi PBK yang dihasilkan. Papan komposit berupa papan laminasi bersilang dari bambu andong sesuai untuk substitusi kayu pertukangan.

Penelitian tahap keenam dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi kekentalan dan macam bahan finishing terhadap kualitas hasil finishing PBK. Bahan finishing berpelarut minyak dan berpelarut air masing-masing dengan 2 variasi kekentalan diterapkan pada permukaan PBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan bahan finishing berpelarut air atau berpelarut minyak dapat memperjelas keunikan dan keindahan penampilan permukaan PBK. Lapisan finishing berpelarut minyak lebih tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dan air dingin dibandingkan dengan bahan finishing berpelarut air. PBK dari bambu andong, direkat dengan perekat isosianat dan dilapisi bahan finishing berpelarut air atau berpelarut minyak menghasilkan bahan substitusi kayu dengan kadar emisi formaldehida rendah dan termasuk kelas mutu F*** sampai F****.

Papan laminasi bersilang (PLB) dari bambu andong yang direkomendasikan untuk dikembangkan adalah PLB dengan konstruksi seimbang atau simetris. PLB 5 lapis yang sesuai untuk dikembangkan adalah papan dengan lapisan silang pada lapisan inti atau lapisan ketiga dan papan dengan lapisan silang pada lapisan kedua dan keempat. PLB berkualitas tinggi secara teknis dapat dibuat dengan menggunakan bilah bambu andong, perekat isosianat dengan berat labur perekat 250 g m-2 dan dikempa dingin selama 45 menit. PLB dari bilah bambu andong dapat digunakan sebagai substitusi kayu pertukangan dan menyediakan alternatif bahan baku untuk mebel dan bangunan.

(7)

Hak cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinacea)

IGNASIA MARIA SULASTININGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Mayor Teknologi Serat dan Komposit

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada ujian tertutup : 1. Dr Ir Naresworo Nugroho, MS 2. Prof (R) Dr Ir Subyakto, M.Sc

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah Biokomposit dengan judul “Pengembangan Papan Laminasi Bersilang dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea)”. Disertasi ini disusun sebagai tahapan akhir dalam penyelesaian studi untuk meraih gelar Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Surdiding Ruhendi, MSc selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS, Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc dan Prof (R) Dr Drs Adi Santoso, Msi yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan yang telah memberikan kesempatan, ijin dan biaya studi melalui program Research School 2009. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan yang telah memberikan kesempatan, rekomendasi dan ijin bagi penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Doktor, Sekolah Pascasarjana IPB, serta dukungan dana dan fasilitas penelitian sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis, keluarga besar Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, keluarga besar Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, teman-teman program pascasarjana IPB, serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Hipotesis 4

1.6 Novelty Penelitian 4 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 4

2 KARAKTERISASI BAMBU ANDONG SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN BAMBU KOMPOSIT

2.1 Pendahuluan 7

2.2 Bahan dan Metode 7

2.3 Hasil dan Pembahasan 8

2.4 Simpulan 23

3 RESPON BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinacea)

TERHADAP PEREKAT ISOSIANAT

3.1 Pendahuluan 25

3.2 Bahan dan Metode 25

3.3 Hasil dan Pembahasan 27

3.3 Simpulan 35

4 PENGARUH BUKU TERHADAP SIFAT PAPAN BAMBU KOMPOSIT

4.2 Pendahuluan 36

4.2 Bahan dan Metode 36

4.3 Hasil dan Pembahasan 39

4.4 Simpulan 45

5 PENGARUH BERAT LABUR PEREKAT DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN BAMBU KOMPOSIT

5.1 Pendahuluan 46

5.2 Bahan dan Metode 46

5.3 Hasil dan Pembahasan 50

5.4 Simpulan 67

6 PENGARUH KOMPOSISI ARAH LAPISAN TERHADAP SIFAT PAPAN BAMBU KOMPOSIT

6.1 Pendahuluan 68

6.2 Bahan dan Metode 68

(13)

7 APLIKASI BAHAN FINISHING PADA PAPAN BAMBU KOMPOSIT

7.1 Pendahuluan 88

7.2 Bahan dan Metode 88

7.3 Hasil dan Pembahasan 91

7.4 Simpulan 97

8 PEMBAHASAN UMUM 98

9 SIMPULAN UMUM 103

(14)

2.1 Komponen kimia bambu andong 9 2.2 Komponen kimia utama beberapa jenis bambu 10

2.3 Ukuran batang bambu andong 12

2.4 Tebal dinding bambu andong 13

2.5 Kadar air dan kerapatan bambu andong 14

2.6 Penyusutan bilah bambu andong 16

2.7 Keteguhan lentur bilah bambu andong 18

2.8 Keteguhan tarik dan keteguhan tekan bilah bambu andong 21 3.1 Nilai rata-rata keteguhan rekat dan persen kerusakan bambu andong 29 3.2 Ringkasan hasil analisa keragaman keteguhan rekat bambu andong

dengan perekat isosianat

31

3.3 Ringkasan hasil uji nilai rata-rata pengaruh perlakuan terhadap keteguhan rekat bambu andong (uji kering)

32

3.4 Ringkasan hasil uji nilai rata-rata pengaruh perlakuan terhadap keteguhan rekat bambu andong (uji basah)

34

4.1 Rendemen bilah bambu 40

4.2 Sifat fisis dan mekanis papan bambu komposit dan ringkasan hasil analisis keragaman (ANOVA)

41

5.1 Klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia 48 5.2 Klasifikasi ketahanan terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan

berat

49

5.3 Sifat fisis dan kualitas perekatan papan bambu komposit 52

5.4 Sifat mekanis papan bambu komposit 57

5.5 Ringkasan hasil analisa keragaman papan bambu komposit 58 5.6 Ringkasan hasil uji nilai rata-rata pengaruh berat labur dan waktu

kempa

terhadap sifat papan bambu komposit

63

5.7 Nilai rata-rata ketahanan papan bambu komposit terhadap rayap tanah

65

5.8 Kadar emisi formaldehida papan bambu komposit 67 6.1 Sifat fisis dan kualitas perekatan papan bambu komposit 72

6.2 Sifat mekanis papan bambu komposit 77

6.3 Ringkasan hasil analisa keragaman papan bambu komposit 79 6.4 Ringkasan hasil uji nilai rata-rata pengaruh komposisi arah lapisan

terhadap sifat papan bambu komposit

82

7.1 Kadar emisi formaldehida papan bambu komposit yang dilapisi bahan finishing

(15)

1.1 Diagram alir kerangka penelitian pengembangan papan komposit dari bambu andong

6

2.1 Kerapatan bambu andong 15

2.2 Susut bambu andong dari kondisi basah ke kering udara 16 2.3 Susut bambu andong dari kondisi kering udara ke kering oven 17

2.4 Modulus patah (MOR) bambu andong 19

2.5 Modulus elastisitas (MOE) bambu andong 20 2.6 Penampang lintang bagian ruas dan buku bambu andong 20

2.7 Keteguhan tarik bambu andong 22

2.8 Keteguhan tekan bambu andong 23

3.1 Kombinasi muka bilah yang direkat 26

3.2 Contoh uji keteguhan geser tekan 27

3.3 Penampang lintang bagian pangkal, tengah dan ujung batang bambu andong

28

3.4 Penampang lintang garis rekat dan kombinasi muka bilah bambu andong yang direkat

28

3.5 Keteguhan rekat bambu andong uji kering 30 3.6 Keteguhan rekat bambu andong uji basah 33 4.1 Macam bilah bambu andong yang digunakan dalam penelitian 37 4.2 Variasi posisi buku pada papan bambu tipis 38 4.3 Cara penyusunan bilah bambu dalam papan bambu komposit 3

lapis

39

4.4 Keragaan lapisan penyusun papan bambu komposit 40 4.5 Keragaan papan bambu komposit hasil penelitian 41 5.1 Pengujian terhadap serangan rayap tanah (SNI 01.7207-2006) 48 5.2 Peletakan contoh uji emisi formaldehida 49 5.3 Keragaan papan bambu komposit hasil penelitian 51 5.4 Pengembangan tebal papan bambu komposit dengan variasi berat

labur perekat dan waktu kempa

53

5.5 Pengembangan lebar papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

54

5.6 Keteguhan rekat papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

55

5.7 Penampang lintang garis rekat A1B1 dan A2B2 55

5.8 MOR uji datar papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

58

5.9 MOR uji tegak papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

59

5.10 MOE uji datar papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

60

5.11 MOE uji tegak papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

61

5.12 Keteguhan tekan papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

(16)

perekat dan waktu kempa

5.14 Kekerasan garis rekat papan bambu komposit dengan variasi berat labur perekat dan waktu kempa

64

6.1 Variasi komposisi arah lapisan papan bambu komposit 70 6.2 Keragaan papan bambu komposit hasil penelitian 71 6.3 Pengembangan tebal papan bambu komposit dengan variasi

kompossi arah lapisan dan muka bilah bambu yang direkat

73

6.4 Pengembangan lebar papan bambu komposit dengan variasi kompossi arah lapisan dan muka bilah bambu yang direkat

74

6.5 Keteguhan rekat papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan

dan muka bilah bambu yang direkat

76

6.6 MOR uji datar papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

78

6.7 MOR uji tegak papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

79

6.8 MOE uji datar papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

81

6.9 MOE uji tegak papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

83

6.10 Keteguhan tekan papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

84

6.11 Kekerasan sisi papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

85

6.12 Kekerasan garis rekat papan bambu komposit dengan variasi komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat

86

7.1 Papan komposit yang akan difinishing 88

7.2 Keragaan papan komposit yang sudah difinishing 92 7.3 Contoh hasil pengujian lapisan finishing larut air (A11 dan A21)

dan larut minyak (B11 dan B21) terhadap bahan kimia rumah tangga

92

7.4 Penampilan permukaan papan komposit beberapa bulan setelah dilakukan beberapa macam pengujian

93

7.5 Contoh hasil uji gores atau cross cut tape test 94 7.6 Pelaksanaan pengujian ketahanan lapisan finishing terhadap

air dingin dan air panas

94

7.7 Hasil pengujian lapisan finishing berpelarut larut air terhadap air dingin dan air panas

95

7.8 Hasil pengujian lapisan finishing berpelarut minyak terhadap air dingin dan air panas

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini pasokan kayu berkualitas khususnya untuk bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada. Kondisi ini mendorong usaha pencarian material alternatif sebagai substitusi kayu terus meningkat. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu adalah bambu karena sejak jaman dahulu manusia telah menggunakan bambu sebagai bahan bangunan, mebel, alat rumah tangga dan barang kerajinan. Bambu yang termasuk tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek merupakan salah satu sumberdaya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan mebel dan bangunan atau sebagai kayu pertukangan.

Di Indonesia bambu dapat dijumpai baik di daerah pedesaan maupun di dalam kawasan hutan. Semua jenis tanah dapat ditanami bambu kecuali tanah di daerah pantai. Pada tanah ini kalaupun terdapat bambu, pertumbuhannya lambat dan batangnya kecil. Tanaman bambu dapat dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit dengan lereng curam sampai landai (Sastrapraja, et.al, 1977). Sementara itu menurut Widjaja (2012) bambu di Indonesia terdiri atas 160 jenis; 38 jenis di antaranya merupakan jenis introduksi dan 122 jenis merupakan tanaman asli Indonesia.

Luas tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 2.104.000 ha yang terdiri atas 690.000 ha luas tanaman bambu di dalam kawasan hutan dan 1.414.000 ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan (FAO dan INBAR, 2005). Di samping itu bambu telah banyak ditanam dalam rangka pengembangan hutan rakyat khususnya di daerah yang merupakan sentra industri kerajinan bambu seperti di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dan Kabupaten Bangli, Bali. Sumber daya bambu yang cukup melimpah tersebut perlu ditingkatkan pemanfaatannya agar dapat memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemanfaatan bambu di Indonesia saat ini masih terbatas dan dilakukan secara konvensional dengan menggunakan bambu berbentuk bulat atau kombinasi antara bambu bulat, bilah bambu dan sayatan bambu. Oleh karena itu perlu ditingkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu khususnya yang dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan.

Kayu pertukangan berbentuk papan dan balok memiliki ukuran tebal, lebar dan panjang tertentu. Sebagai substitusi kayu pertukangan, bambu yang bentuknya bulat dan berlubang kurang fleksibel dalam penggunaannya sehingga perlu diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang memiliki dimensi seperti papan atau balok kayu. Untuk tujuan tersebut maka pembuatan produk bambu komposit merupakan salah satu pilihan yang dapat diterapkan.

(18)

bentuk. Keuntungan tersebut berlaku juga dalam pengembangan produk bambu komposit.

Bambu komposit adalah suatu produk yang diperoleh dengan jalan menggabungkan beberapa elemen bambu dengan menggunakan perekat. Macam produk bambu komposit tergantung dari jenis perekat dan bentuk elemen bambu yang digunakan. Penerapan teknologi perekatan yang sudah maju dalam pembuatan bambu komposit dapat menghasilkan berbagai macam produk dengan berbagai macam ukuran dan penampilan. Produk tersebut dapat dibuat dengan kualitas tinggi, penampilan yang sangat bagus dan bervariasi serta memberikan pilihan motif penampilan yang berbeda dibanding motif penampilan kayu dan memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Masalah yang timbul dalam pemanfaatan bambu sebagai bahan kayu pertukangan adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya. Dalam bentuk pipih bambu mempunyai ketebalan yang relatif kecil (tipis) sehingga untuk menambah ketebalannya perlu dilakukan usaha laminasi. Kemajuan dalam teknologi perekatan yang ada saat ini dapat mengatasi keterbatasan bentuk dan dimensi bambu sebagai bahan kayu pertukangan. Dengan menggunakan perekat tertentu, bambu yang bentuk aslinya bulat dan berlubang dapat diolah menjadi produk perekatan bambu dengan dimensi dan kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Penelitian mengenai pengembangan papan bambu komposit sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dengan perbedaan antara lain jenis bambu yang digunakan, bentuk elemen penyusun, jumlah dan arah lapisan, perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan berat labur perekat serta kondisi pengempaan yang diterapkan dalam pembuatan papan bambu komposit. Penelitian mengenai papan bambu komposit yang dibuat dari zephyr mat bambu moso (Phyllostachys pubescens) menggunakan perekat berbasis resorsinol telah dilakukan oleh Nugroho dan Ando (2001). Penelitian pengembangan papan bambu komposit sebagai substitusi kayu dengan elemen penyusun berupa untai atau strand dan bilah bambu juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Lee dan Liu 2003, Sulastiningsih et al. 2005, Rittironk dan Elnieiri 2008, Correal dan Lopez 2008, Sulastiningsih dan Nurwati 2009, Correal dan Ramirez 2010, Mahdavi et al. 2011, Ahmad dan Kamke 2011, Sulastiningsih et al. 2012).

(19)

bersilang dari bambu atau papan bambu komposit merupakan salah satu produk pengolahan bambu yang dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan, sehingga penguasaan teknologi pembuatan papan bambu komposit mutlak diperlukan dan disesuaikan dengan karakteristik jenis bambu tertentu yang ada di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia memiliki sumberdaya bambu yang cukup melimpah akan tetapi pemanfaatannya masih terbatas. Seiring dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan diversifikasi pengolahan bambu di mana produk yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan produk pengolahan bambu berupa papan laminasi bersilang berkualitas tinggi yang dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan. Pengembangan papan komposit tersebut dilakukan dengan menggunakan bilah bambu sebagai elemen penyusunnya agar diperoleh permukaan yang rata dan utuh sedangkan perekat yang digunakan adalah perekat bebas formaldehida yaitu isosianat. Kualitas papan komposit dari bambu sebagai kayu pertukangan ditentukan oleh sejumlah faktor antara lain sifat dasar bambu, keberadaan dan posisi buku pada bilah bambu, berat labur dan waktu kempa yang diterapkan dalam proses pembuatan papan komposit, arah lapisan serta kombinasi perekatan muka bilah penyusun papan komposit.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah karakteristik bambu andong sebagai bahan baku papan komposit?

b. Bagaimanakah respon atau kesesuaian bambu andong terhadap perekat isosianat yang digunakan dalam pembuatan papan komposit?

c. Bagaimanakah pengaruh adanya buku, variasi berat labur perekat dan waktu kempa terhadap sifat papan komposit yang dihasilkan?

d. Bagaimanakah pengaruh komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah bambu yang direkat terhadap sifat papan komposit yang dihasilkan?

e. Bagaimanakah pengaruh jenis dan kekentalan bahan finishing terhadap kualitas hasil finishing papan komposit?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan papan laminasi bersilang berkualitas tinggi dari bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) yang dapat berfungsi sebagai kayu pertukangan, melalui kajian karakteristik produk yang dihasilkan pada berbagai kondisi pembuatan.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

papan laminasi bersilang serta informasi teknik pembuatan papan laminasi bersilang berkualitas tinggi dari bambu andong yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu pertukangan. Manfaat lain dari penelitian ini adalah memberi informasi penggunaan perekat isosianat dalam pembuatan papan komposit dari bambu yang sesuai untuk industri kecil, memberi informasi alternatif pilihan penampilan bahan baku selain kayu, dan memberi informasi mengenai bahan finishing serta aplikasinya yang sesuai untuk papan komposit dari bambu andong.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data karakterisasi bambu andong dapat dijadikan landasan untuk pengembangan bambu andong sebagai bahan papan komposit.

2. Kualitas papan komposit diduga dipengaruhi oleh respon bambu andong terhadap perekat isosianat

3. Keberadaan buku pada bilah bambu, berat labur perekat dan waktu kempa berpengaruh terhadap kualitas papan komposit.

4. Komposisi arah lapisan penyusun papan serta kombinasi muka bilah bambu yang direkat berpengaruh terhadap kualitas papan komposit.

5. Jenis bahan finishing dapat menentukan kualitas tampilan papan bambu komposit.

1.6 Novelty Penelitian

Terciptanya prototipe papan laminasi bersilang yang berkualitas tinggi dari bambu andong.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri atas enam tahap yang meliputi karakterisasi bambu andong sebagai bahan baku papan komposit, kesesuaian bambu andong dengan perekat isosianat, pengaruh adanya buku, pengaruh berat labur perekat dan waktu kempa, pengaruh komposisi arah lapisan dan kombinasi muka bilah yang direkat terhadap kualitas papan komposit yang dihasilkan, serta pengaruh jenis bahan finishing dan kekentalannya terhadap kualitas hasil fininshing atau penampilan papan komposit.

Penelitian tahap pertama, eksplorasi untuk mendapatkan data dasar dari bambu andong meliputi komponen kimia bambu andong, sifat fisis dan mekanis bambu andong. Penelitian tahap kedua, mempelajari respon atau kesesuaian bambu andong terhadap perekat isosianat dengan cara menguji keteguhan rekat laminasi bambu andong dengan perekat isosianat baik dalam kondisi kering maupun basah.

(21)

komposit 3 lapis dibuat dengan 5 variasi komposisi letak buku dalam lapisan penyusun papan komposit. Parameter yang diuji meliputi sifat fisis dan mekanis serta kualitas perekatan papan komposit yang dihasilkan.

Penelitian tahap keempat mempelajari pengaruh berat labur perekat dan waktu kempa yang diterapkan dalam pembuatan papan komposit terhadap sifat papan komposit yang dihasilkan. Papan bambu komposit 5 lapis dibuat degan 3 variasi berat labur perekat dan 3 variasi waktu kempa. Parameter yang diuji sama dengan penelitian tahap ketiga ditambah dengan uji ketahanan papan bambu komposit terhadap serangan rayap tanah dan uji emisi formaldehida papan bambu koposit yang dihasilkan.

Penelitian tahap kelima mempelajari pengaruh komposisi arah lapisan terhadap sifat papan bambu komposit yang dihasilkan. Papan bambu komposit 5 lapis dibuat dengan 4 variasi komposisi arah lapisan dan 2 macam kombinasi muka bilah bambu yang direkat antara lapisan luar dengan lapisan didekatnya. Parameter yang diuji sama dengan penelitian tahap ketiga. Pada penelitian tahap kelima ini diperoleh papan laminasi bersilang dengan 3 macam komposisi arah lapisan.

(22)

Gambar 1.1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian pengembangan papan laminasi bersilang dari bambu andong

Permasalahan umum:

Kebutuhan kayu pertukangan terus meningkat

Kesenjangan pasokan bahan baku kayu dan masalah lingkungan

Solusi alternatif:

Pemanfaatan bahan lignoselulosa selain kayu (bambu) Pengembangan produk dan teknologinya

Batang bambu sebagai bahan alternatif kayu pertukangan

Kelemahan :

 Mudah diserang bubuk

 Karakteristik batang bambu berbuku dan berlubang, diameter dari pangkal ke ujung semakin kecil

 Pemanfaatan masih terbatas dan konvensional

 Perlu diversifikasi produk Kelebihan :

 Potensi besar dan tersebar di seluruh Indonesia

 Multiguna

 Cepat tumbuh

 Daur pendek hanya 4 tahun

Papan bambu komposit (PBK) berkualitas tinggi

1. Karakterisasi bambu andong sebagai bahan PBK

2. Respon bambu andong terhadap perekat isosianat

3. Pengaruh buku terhadap sifat PBK

4. Pengaruh berat labur dan waktu kempa terhadap sifat PBK

5. Pengaruh komposisi arah lapisan terhadap sifat PBK berupa papan laminasi bersilang (PLB)

(23)

2

KARAKTERISASI BAMBU ANDONG SEBAGAI BAHAN

BAKU PAPAN BAMBU KOMPOSIT

2.1 Pendahuluan

Bambu adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Sejak jaman dahulu manusia telah menggunakan bambu sebagai bahan bangunan, mebel, alat rumah tangga dan barang kerajinan. Diversifikasi produk pengolahan bambu yang ada saat ini perlu ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan produk pengolahan bambu yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu pertukangan berkualitas khususnya untuk mebel. Untuk tujuan tersebut maka bambu yang bentuknya bulat dan berlubang harus dikonversi menjadi suatu produk perekatan bambu berupa papan bambu komposit yang memiliki dimensi seperti papan kayu sehingga penggunaannya lebih fleksibel. Kinerja dari produk perekatan bambu seperti papan bambu komposit dipengaruhi oleh sifat bahan yang direkat, jenis dan komposisi perekat yang digunakan serta proses yang diterapkan dalam pembuatannya. Oleh karena itu penelitian pada tahap ini didisain untuk mengetahui sifat dasar bambu andong sebagai bahan baku papan bambu komposit meliputi komponen kimia, sifat fisis dan mekanis bambu.

2.2 Bahan dan Metode

2.2.1 Bahan dan Peralatan

Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) sebanyak 5 batang berumur sekitar 4 tahun, diameter pangkal batang 10.05 – 11.90 cm. Bambu tersebut diambil dari daerah Sukabumi Jawa Barat. Bahan lain yang digunakan adalah satu paket bahan kimia dan bahan pembantu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi: gergaji potong, wood mill, mesin belah bambu, mesin serut, meteran, kaliper, timbangan, oven, penangas, mesin uji universal, dan seperangkat peralatan gelas.

2.2.2 Metode

2.2.2.1 Analisis Komponen Kimia Bambu Andong

(24)

2.2.2.2 Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Andong

Sifat fisis bambu yang diuji meliputi dimensi bambu (panjang total bambu, tebal bambu, panjang ruas rata-rata batang bambu, dan banyaknya ruas tiap batang bambu), kadar air, kerapatan, dan penyusutan arah lebar, dan tebal bambu. Pengujian dimensi batang bambu dilakukan pada 5 batang bambu yang diambil secara acak dari 100 batang bambu andong yang digunakan untuk penelitian. Sedangkan pengujian kadar air, kerapatan dan penyusutan bambu dilakukan pada 2 batang bambu yang diambil secara acak dari 5 batang bambu yang telah diuji dimensinya. Pengujian kadar air, kerapatan dan penyusutan bambu dilakukan pada contoh uji berbentuk bilah dengan kulit. Pembuatan contoh uji dan prosedur pengujian sifat fisis bambu mengikuti Standar Internasional ISO 22157-1:2004(E). Contoh uji dibuat dengan ukuran 2.5 cm x 2.5 cm x tebal bambu, diambil dari setiap ruas dan buku pada 10 ruas sepanjang batang bambu dimulai dari ruas pertama setelah bagian pangkal batang bambu dipotong sepanjang ± 1.5 m. Contoh uji untuk penyusutan bambu hanya dilakukan pada bagian ruas.

Sifat mekanis bambu yang diuji meliputi keteguhan lentur sejajar serat, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan tarik sejajar serat. Pengujian dilakukan pada contoh uji berbentuk bilah dengan kulit. Penyerutan minimal dilakukan pada permukaan bilah bambu agar diperoleh penampang persegi. Pada Standar Internasional ISO 22157-1:2004(E) pengujian sifat mekanis dilakukan pada bambu bundar. Oleh karena itu dalam penelitian ini pembuatan contoh uji dan prosedur pengujian sifat mekanis bambu mengikuti prosedur yang dilakukan oleh peneliti terdahulu (Idris et al. 1994 dan Shao et al. 2010). Contoh uji diambil dari setiap ruas dan buku pada sepanjang batang bambu dimulai dari ruas pertama setelah bagian pangkal batang bambu dipotong sepanjang ± 1.5 m. Pengujian sifat mekanis bambu menggunakan batang bambu yang sama dengan pengujian sifat fisis bambu yaitu sebanyak 2 batang.

Analisis data dilakukan pada masing-masing sifat fisis dan mekanis bambu. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dihitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya.

2.3Hasil dan Pembahasan

2.3.1 Komponen Kimia Bambu Andong

Bambu adalah bahan berlignoselulosa seperti kayu. Pengetahuan dasar tentang komponen kimia suatu jenis bambu sangat diperlukan agar bambu tersebut dapat dimanfaatkan secara bijaksana. Liese (1985) menyatakan bahwa batang bambu terdiri atas komponen kimia utama (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan komponen kimia minor (resin, tanin, lilin, dan garam anorganik). Hasil analisis komponen kimia utama bambu andong disajikan pada Tabel 2.1.

2.3.1.1Holoselulosa dan Selulosa Bambu Andong

(25)

bambu, lokasi geografis, iklim, dan keadaan tanah. Bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan holoselulosa sebesar 62.12% dan selulosa sebesar 42.62% (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Komponen kimia bambu andong

No Komponen Nilai (%)

1 Holoselulosa 62.12

2 Selulosa 42.62

3 Hemiselulosa 19.50

4 Lignin 30.96

5 Kelarutan ekstraktif dalam alkohol benzena 3.26 6 Kelarutan ekstraktif dalam air dingin 3.42 7 Kelarutan ekstraktif dalam air panas 6.40 8 Kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1% 14.27

9 Abu 3.24

Kadar holoselulosa bambu andong ini lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis-jenis bambu lain yang berkisar antara 71.63 - 84.52%, sementara kadar selulosanya berada dalam kisaran nilai jenis-jenis bambu yang telah diteliti terdahulu, yaitu 33.81 – 51.58% (Tabel 2.2). Namun demikian, kadar selulosa bambu andong yang diteliti ini masih sejalan dengan pernyataan Fengel dan Wegener (1995) yang menyatakan bahwa kandungan selulosa pada bambu sekitar 40 – 50%. Gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam rantai selulosa adalah gugus-gugus hidroksil. Tiga dari padanya terikat pada setiap unit glukosa. Permukaan rantai-rantai selulosa dapat dikatakan penuh dengan gugus-gugus OH. Gugus-gugus OH tersebut tidak hanya menentukan struktur supramolekul tetapi juga menentukan sifat fisis dan kimia selulosa.

Menurut Achmadi (1990), selulosa merupakan molekul gula linier berantai panjang, yang menyebabkan dinding sel bersifat higroskopis(atau hidrfilik). Gugus hidroksil pada molekul selulosa dan hemiselulosa bertanggung jawab atas afinitas air ini dan tingginya potensi membentuk ikatan hidrogen. Penataan molekul polisakarida di dalam dinding sel, terutama selulosa, juga memperlihatkan efek menonjol pada sifat fisis dan mekanis setiap jenis kayu (bahan berlignoselulosa lain) akan memepertahankan kadar air kesetimbangan dengan lingkungannya, melalui penyerapan atau pelepasan air. Jika kayu menyerap air, dinding sel mengembang sampai dinding sel jenuh air. Kadar air dalam keadaan ini dinamakan titik jenuh serat. Sebaliknya, lepasnya air (di bawah titik jenuh serat) karena difusi atau evaporasi, menyebabkan kayu (bahan berlignoselulosa lain) mengerut. Kadar air dalam sel kayu juga nyata mempengaruhi sifat mekanis kayu (bahan berlignoselulosa lain).

(26)

kekuatan kayu. Kekuatan kayu lenyap apabila polimer selulosa terdegradasi melalui reaksi oksidasi, hidrolisis, dan dehidrasi. Jenis reaksi yang sama juga berlangsung jika ada asam atau basa.

Selanjutnya dinyatakan bahwa dimensi kayu berubah jika kadar airnya berubah, sebab polimer dinding sel mengandung gugus hidroksil dan gugus mengandung oksigen lainnya yang bersifat menarik air melalui ikatan hidrogen. Air ini mengembangkan dinding sel, dan kayu memuai sampai dinding jenuh dengan air. Air yang terdapat setelah titik jenuh serat tercapai berada dalam struktur rongga (void structure) dan tidak mengakibatkan pengembangan lebih lanjut. Proses ini bersifat dapat balik, kayu menyusut jika melepaskan air dari dinding selnya.

Tabel 2.2 Komponen kimia utama beberapa jenis bambu

No Jenis bambu

Bambu merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, berkenaan dengan kandungan hemiselulosa dan selulosanya, maka fenomena seperti pada kayu kemungkinan akan terjadi pula pada bambu, sifat higroskopis (atau hidrofilik) dan stabilitas dimensi bambu andong, implikasinya akan tergambar pada sifat fisis dan mekanisnya, sejalan dengan tinggi-rendahnya kadar polisakarida (holoselulosa dan selulosa) dalam bambu tersebut, baik pada bagian buku maupun ruas.

2.3.1.1 Lignin, Zat Ekstraktif dan Kadar Abu Bambu Andong

(27)

memegangi serat-serat selulosa menjadi satu, dan menyebabkan kayu (bahan berlignoseluosa lain) menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar.

Bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan lignin sebesar 30.96% (Tabel 2.1), relatif lebih tinggi dibanding kandungan lignin dari jenis bambu hasil penelitian terdahulu yang berkisar antara 21.63 – 32.55% (Tabel 2.2), demikian pula bila dibandingkan dengan pendapat Liese (1985) yang menyatakan bahwa jenis-jenis bambu Indonesia memiliki kandungan lignin (19.8 – 26.6%). Tingginya kadar lignin dalam bambu andong akan menyebabkan bambu andong ini memiliki sifat kekerasan dan kekakuan yang relatif besar dibanding jenis-jenis bambu lainnya.

Selain komponen utama, sejumlah tanaman berkayu mengandung senyawa-senyawa minor yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar (yang dapat larut dalam air dingin) dan non polar (yang dapat larut dalam campuran alkohol-benzena dan/atau air panas). Kandungan dan komposisi ekstraktif berubah-ubah di antara berbagai jenis kayu, demikian pula dalam bambu. Zat ekstraktif ini terdapat dalam berbagai bentuk terutama senyawa-senyawa tak jenuh, seperti: lemak, lilin/parafin, asam lemak terdegradasi dan resin.

Ruhendi et al. (2007) menyatakan bahwa ekstraktif memiliki pengaruh yang besar dalam menurunkan higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Ekstraktif akan menjadi masalah yang serius dalam perekatan bila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Ekstraktif dapat menghalangi pembasahan atau bertindak sebagai penghalang terhadap penetrasi perekat. Berdasarkan uraian tersebut maka ekstraktif juga memberikan pengaruh yang sama terhadap perekatan bambu. Oleh karena itu kandungan ekstraktif dalam bilah bambu sebagai elemen penyusun papan bambu komposit perlu diketahui agar diperoleh kualitas hasil rekatan yang baik.

(28)

itu dikemukakan juga bahwa kandungan lignin, ekstraktif dan abu pada bagian buku berbeda nyata dengan bagian ruas.

Bertolak pada kenyataan di atas, bambu andong yang diteliti memiliki kadar ektraktif dalam air panas dan alkohol-benzena yang relatif tinggi yang mengindikasikan bahwa bambu ini mengandung senyawa ekstraktif non polar (seperti: lemak, lilin/parafin, asam lemak terdegradasi dan resin). Konsekuensi dari hal tersebut bila bambu andong ini dibuat produk perekatan, kemungkinan dalam uji keteguhan rekat eksterior (siklis) akan mengalami penurunan, karena perlakuan pemanasan dalam air mendidih akan mengakibatkan tereksposenya zat ekstraktif non polar sehingga akan melemahkan ikatan adhesi antara perekat dengan bambu.

2.3.2 Sifat Fisis Bambu Andong

2.3.2.1 Dimensi Batang Bambu Andong

Hasil pengukuran dimensi batang bambu andong disajikan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4. Bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang batang berkisar antara 9.71 – 13.08 m dengan rata-rata 10.85 m, diameter pangkal antara 10.05 – 11.90 cm dengan rata-rata 11 cm, diameter ujung antara 7.05 – 8.75 cm dengan rata-rata 7.93 cm, panjang ruas antara 33.2 – 56.9 cm dengan rata-rata 46.7 cm, jumlah ruas per batang antara 21 – 25 ruas dengan rata-rata 23 ruas per batang, tebal dinding bagian pangkal antara 15.74 – 24.10 mm dengan rata-rata 19.45 mm dan tebal dinding bagian ujung antara 6.15 – 9.89 mm dengan rata-rata 8.22 mm.

(29)

panjang batang 17.38 m, diameter pangkal 8.5 cm, diameter ujung 8 cm, panjang ruas pangkal 30.5 cm, panjang ruas ujung 29.9 cm, banyaknya ruas per batang 34, tebal dinding bagian pangkal 14.5 mm dan tebal dinding bagian ujung 8.2 mm. Ahmad (2000) dalam penelitiannya menggunakan Dendrocalamus strictus sebagai bahan untuk membuat bambu komposit struktural. Batang bambu tersebut memiliki karakteristik antara lain panjang batang 18 ft atau 6 m, panjang ruas 2.16 in atau 5.5 cm (pangkal), 7.39 in atau 18.8 cm (tengah) dan 5.7 in atau 14.5 cm (ujung), diameter batang 1.3 in atau 3.3 cm (pangkal), 1.02 in atau 2.6 cm (tengah) dan 0.39 in atau 1 cm (ujung), tebal dinding 0.38 in atau 0.97 cm (pangkal), 0.25 in atau 0.64 cm (tengah) dan 0.14 in atau 0.36 cm (ujung).

Tabel 2.4 Tebal dinding bambu andong No

Batang

Tebal bambu bagian pangkal (mm) Tebal bambu bagian ujung (mm)

1 2 Rerata 1 2 Rerata

1 19.12 18.22 18.67 7.62 9.35 8.49

2 22.96 25.23 24.10 6.60 9.32 7.96

3 17.10 17.20 17.15 10.25 9.52 9.89

4 14.27 17.73 16.00 7.27 5.70 6.49

5 20.74 21.95 21.35 8.40 8.18 8.29

Rerata 18.84 20.07 19.45 8.03 8.41 8.22

Min. 14.27 17.20 15.74 6.60 5.70 6.15

Maks. 22.96 25.23 24.10 10.25 9.52 9.89

SD 3.34 3.44 3.28 1.40 1.61 1.22

KV 16.9 14.8

Dransfield dan Widjaja (1995) juga mengemukakan bahwa Dendrocalamus strictus yang tumbuh di Asia Tenggara memiliki karakteristik batang antara lain panjang (-6)8-16(-20) m, diameter 2.5-8(-12.5) cm dengan dinding yang tebal utau utuh. Correal dan Lopez (2008) menyatakan bahwa Guadua angustifolia atau dikenal sebagai Colombian bamboo yang digunakan dalam penelitian untuk membuat bambu komposit berupa Colombian glued laminated bamboo, memiliki karakteristik batang bambu antara lain panjang batang rata-rata 30 m, diameter batang 7 cm (ujung) dan 14 cm (pangkal), tebal dinding 8 mm (ujung) dan 20 mm (pangkal).

(30)

2.3.2.2 Kadar Air dan Kerapatan

Hasil pengujian kadar air dan kerapatan bambu andong disajikan pada Tabel 2.5 dan kerapatan bambu andong ditetapkan pada kondisi kering udara. Bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air basah berkisar antara 68.7 – 93.9% dengan rata-rata 81.6% dan kadar air kering udara rata-rata 10.5%. Pada Tabel 2.5 dapat diketahui bahwa kerapatan rata-rata bambu andong pada bagian buku lebih tinggi (0.72 gcm-3) dibanding dengan kerapatan rata-rata pada bagian ruas (0.68 gcm-3). Di samping itu dapat diketahui pula bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kerapatan bambu dari bagian pangkal ke bagian ujung. Kecenderungan ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2.1. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamdan et al. (2009) yang menyatakan bahwa Gigantochloa scortechinii memiliki kerapatan rata-rata 0.62 gcm-3 (buku), 0.57 gcm-3 (ruas) dan terdapat kecenderungan kenaikan nilai kerapatan dari bagian pangkal ke bagian ujung yaitu dari 0.58 gcm-3 ke 0.66 gcm-3 (buku) dan dari 0.52 gcm-3 ke 0.63 gcm-3 (ruas).

Tabel 2.5 Kadar air dan kerapatan bambu andong Nomor ruas KA basah (%) KA kering

(31)

0.00 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Buku Ruas

Gambar 2.1 Kerapatan bambu andong

Liese (1985) menyatakan bahwa peningkatan nilai kerapatan batang bambu dari bagian pangkal ke ujung diakibatkan oleh peningkatan jumlah ikatan pembuluh dari bagian pangkal ke ujung. Jumlah ikatan pembuluh yang semakin banyak pada ruang yang lebih kecil mengakibatkan volume udara dalam luasan tertentu semakin kecil sehingga mengakibatkan massa kayu dan kerapatan meningkat. Berdasarkan uraian di atas maka kerapatan bambu andong atau Gigantochloa pseudoarundinasea hampir sama dengan kerapatan Phyllostachys pubescent, lebih rendah dari kerapatan Gigantochloa levis, tetapi lebih tinggi dari kerapatan Gigantochloa scortechinii dan Bambusa blumeana.

Bila berpedoman pada struktur kerapatan bambu andong yang pada bagian buku lebih tinggi (0.72 gcm-3) dibanding dengan pada bagian ruas (0.68 gcm-3), dengan kecenderungan peningkatan kerapatan bambu dari bagian pangkal ke bagian ujung, maka diduga sifat kekuatannya akan berbanding lurus dengan kerapatan.

2.3.2.3 Penyusutan Bilah Bambu Andong

(32)

Tabel 2.6 Penyusutan bilah bambu andong

Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Lebar Tebal

Gambar 2.2 Susut bambu andong dari kondisi basah ke kering udara

(33)

(ujung), sedangkan penyusutan bidang radial adalah 8.07% (pangkal), 6.05% (tengah) dan 5.68% (ujung).

Anwar et al. (2005a) mengemukakan bahwa penyusutan bilah bambu Gigantochloa scortechinii dari kondisi basah ke kering oven adalah 19.82% (tangensial) dan 23.73% (radial). Sementara itu hasil penelitian Razak et al. (2012) menunjukkan bahwa penyusutan Gigantochloa scortechinii umur 3 tahun pada bidang radial berkisar antara 5.04 - 8.63% dan pada bidang tangensial berkisar antara 6.52 - 13.50%. Dinyatakan pula bahwa penyusutan radial pada ruas lebih tinggi dibanding dengan pada buku akan tetapi pada penyusutan tangensial terjadi sebaliknya. Bagian dalam bilah bambu memiliki penyusutan paling tinggi dan menurun kearah luar. Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Lebar Tebal

Gambar 2.3 Susut bambu andong dari kondisi kering udara ke kering oven

Pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.2 dapat diketahui bahwa bilah bambu andong memiliki nilai penyusutan lebar atau penyusutan tangensial dari kondisi basah ke kering udara berkisar antara 5.33 – 7.16% dan penyusutan tebal atau penyusutan radial berkisar antara 4.39 – 6.55%. Di samping itu pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa bilah bambu andong memiliki nilai penyusutan lebar atau penyusutan tangensial dari kondisi kering udara ke kering oven berkisar antara 3.05 – 5.81% dan penyusutan tebal atau penyusutan radial berkisar antara 1.96 – 4.02%. Pada Tabel 2.6 dapat diketahui juga bahwa nilai rata-rata rasio atau perbandingan susut lebar dengan susut tebal adalah 1.17 (dari kondisi basah ke kering udara) dan 1.39 (dari kondisi kering udara ke kering oven). Hal ini menunjukkan bahwa bilah bambu andong memiliki kestabilan dimensi yang cukup baik karena perubahan dimensi pada arah lebar tidak terlalu berbeda jauh dengan perubahan dimensi pada arah tebal.

(34)

kandungan lignin dari jenis bambu lain hasil penelitian terdahulu yang berkisar antara 21.63 – 32.55% (Tabel 2.2), demikian pula bila dibandingkan dengan penelitian Liese (1985) yang menyatakan bahwa jenis-jenis bambu Indonesia memiliki kandungan lignin (19.8 – 26.6%), sebagaimana diketahui bahwa lignin hanya memiliki sedikit gugus hidroksil bebas, karena itu tidak higroskopis sehingga penyusutannyapun rendah, maka bambu andong memiliki kestabilan dimensi yang relatif tinggi.

2.3.3 Sifat Mekanis Bambu Andong

2.3.3.1 Keteguhan Lentur Bilah Bambu Andong

Hasil pengujian modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) bilah bambu andong disajikan pada Tabel 2.7, Gambar 2.4 dan 2.5. Sementara itu perbedaan struktur anatomi bagian ruas dan buku batang bambu disajikan pada Gambar 2.6. Bilah bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata MOR dan MOE masing-masing sebesar 1 277 kg cm-2 dan 200.9 103 kg cm

-2

. MOR bambu andong bervariasi antara 998 – 1 340 kg cm-2 dengan rata-rata 1 201 kg cm-2 (buku) dan antara 1 165 – 1 478 kg cm-2 dengan rata-rata 1 352 kg cm-2 (ruas).

(35)

bagian buku lebih rendah (129.2 MPa atau 1 316 kg cm-2) dibanding dengan bagian Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Buku Ruas

Gambar 2.4 Modulus patah (MOR) bambu andong

Pada Tabel 2.7 dan Gambar 2.4 dapat dilihat ada kecenderungan peningkatan MOR bilah bambu andong dari bagian pangkal batang bambu ke arah ujung batang bambu. Kecenderungan yang sama dikemukakan oleh Nordahlia et al. (2012) untuk G. levis dan Hamdan et al. (2009) untuk G. scortechinii. MOR G. levis pada bagian pangkal batang bambu lebih rendah (151 MPa atau 1 539 kg cm-2) dibanding dengan bagian tengah batang bambu (161 MPa atau 1 640 kg cm-2) dan bagian ujung batang bambu (176 MPa atau 1 793 kg cm-2). MOR G. scortechinii pada bagian pangkal batang bambu lebih rendah (151.2 MPa atau 1 541 kg cm-2) dibanding dengan bagian ujung batang bambu (155.8 MPa atau 1 587 kg cm-2).

Hasil pengujian MOE bilah bambu andong menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil pengujian MOR bilah bambu andong. MOE bilah bambu andong pada bagian berbuku bervariasi antara 150.3 – 208.9 103 kg cm-2 dengan rata-rata 182 103 kg cm-2, sedangkan MOE pada bagian ruas bervariasi antara 201.6 – 242.6 103 kg cm-2 dengan rata-rata 219.8 103 kg cm-2. Pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.5 dapat diketahui bahwa MOE bambu andong pada bagian ruas lebih tinggi 20.77% dibanding dengan MOE pada bagian berbuku.

(36)

103 kg cm-2). G. scortechinii memiliki MOE pada bagian berbuku 10 647 Mpa atau 108.5 103 kg cm-2 (pangkal), 12 048 MPa atau 122.7 103 kg cm-2 (tengah) dan 12 009 MPa atau 122,3 103 kg cm-2 (ujung). Nilai MOE G. scortechinii pada bagian ruas 13 442 Mpa atau 136.9 103 kg cm-2 (pangkal), 15 164 MPa atau 154.5 103kg cm-2 (tengah) dan 1 5032 MPa atau 153.1 103kg cm-2(ujung). Secara keseluruhan nilai MOE G. scortechinii pada bagian buku lebih rendah (11 568 MPa atau 117.8 103 kg cm-2) dibanding dengan bagian ruas (14 546 MPa atau 148.2 103 kg cm-2). Nilai MOE G. levis adalah 11 808 MPa atau 120.3 103 kg cm-2 (pangkal), 13 248 MPa atau 134.9 103kg cm-2 (tengah) dan 14 500 MPa atau 147.7 103 kg cm-2 (ujung).

0 50 100 150 200 250

M

O

E

(

10

3 k

g

cm

-2 )

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Buku Ruas

Gambar 2.5 Modulus elastisitas (MOE) bambu andong

= menunjuk ke ikatan pembuluh

Ruas Buku

Gambar 2.6. Penampang lintang bagian ruas dan buku batang bambu

(37)

bahwa meningkatnya kerapatan akan meyebabkan tingginya kekuatan kayu, dan hal ini ternyata berlaku pula pada bambu andong.

2.3.3.2 Keteguhan Tarik Bilah Bambu Andong

Hasil pengujian keteguhan tarik bilah bambu andong disajikan pada Tabel 2.8 dan Gambar 2.7. Bilah bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai keteguhan tarik bervariasi antara 1 115.4 – 1 752.7 kg cm-2 dengan rata-rata 1 437.5 kg cm-2 (buku) dan bervariasi antara 2 493.3 – 3 330.3 kg cm-2 dengan rata-rata 3 009.3 kg cm-2 (ruas). Pada Tabel 2.8 dan Gambar 2.6 dapat diketahui bahwa keteguhan tarik bambu andong pada bagian ruas jauh lebih tinggi sekitar 109% dibanding dengan keteguhan tarik pada bagian buku. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Ghavani 2008) yang menyatakan bahwa Bambusa multiplex memiliki keteguhan tarik sebesar 74.30 MPa (buku) dan 103.2 MPa (ruas), Bambusa tuldoide 103.9 MPa (buku) dan 119.2 MPa (ruas), Guadua superba 112.3 MPa (buku) dan 146.8 MPa (ruas), Bambusa vulgaris 127.7 MPa (buku) dan 170.6 MPa (ruas), Dendrocalamus giganteus 121.5 MPa (buku) dan 164.2 MPa (ruas).

Tabel 2.8 Keteguhan tarik dan keteguhan tekan bilah bambu andong Nomor

Ruas

Keteguhan tarik (kg cm-2) Keteguhan tekan (kg cm-2)

Buku Ruas Rerata Buku Ruas Rerata

1 1 115.4 3 330.3 2 222.9 814.5 656.6 735.6 2 1 558.8 3 127.5 2 343.1 845.5 634.5 740.0 3 1 276.6 2 760.4 2 018.5 822.2 608.7 715.4 4 1 431.1 3 011.9 2 221.5 697.4 553.3 625.3 5 1 720.3 2 493.3 2 106.8 641.5 630.5 636.0 6 1 335.3 3 035.6 2 185.5 723.8 651.7 687.7 7 1 449.5 3 136.3 2 292.9 742.8 825.5 784.1 8 1 534.1 3 169.0 2 351.5 736.1 689.3 712.7 9 1 201.4 3 164.4 2 182.9 823.5 526.3 674.9 10 1 752.7 2 864.2 2 308.4 784.0 699.2 741.6 Rerata 1 437.5 3 009.3 2 223.4 763.1 647.5 705.3

SD 210.6 243.3 106.2 65.7 82.8 49.7

KV 14.7 8.1 4.8 8.6 12.8 7.0

(38)

63.70-178.27 MPa dengan rata-rata 175.8 MPa atau 1 791.4 kg cm-2 (ruas) dan 80.5 Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Buku keteguhan tarik lebih tinggi dibanding jenis bambu lain hasil penelitian terdahulu. Di samping itu informasi tersebut di atas menguatkan pendapat bahwa keteguhan tarik bilah bambu pada bagian ruas jauh lebih tinggi dibanding dengan keteguhan tarik pada bagian buku. Fenomena ini diduga berkaitan dengan kandungan lignin bambu andong yang lebih tinggi dibanding jenis bambu lainnya, lebih jauh Razak (2013) mengemukakan bahwa kandungan lignin pada bagian ruas lebih tinggi dibanding bagian buku sehingga kekuatannya lebih besar. Di samping itu Shao et al. (2010) menyatakan bahwa struktur sel pada bagian buku lebih kompleks atau tidak teratur dibanding bagian ruas sehingga keteguhan tarik sejajar seratnya lebih rendah dibanding bagian ruas. Perbedaan struktur sel tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6. Berdasarkan informasi yang telah diuraikan di atas dapat dikemukakan bahwa bambu andong memiliki keteguhan tarik lebih tinggi dibading dengan Guadua superba, D. giganteus, B. vulgaris, P. pubescent, G. brang, G. levis, G. scortechinii.

2.3.3.3 Keteguhan tekan bilah bambu andong

(39)

keteguhan tekan pada bagian ruas. Hasil ini sejalan dengan yang diperoleh Shao et al. (2010) yang mengemukakan bahwa keteguhan tekan Phyllostachys pubescent 56.4 MPa atau 575 kg cm-2 (ruas) dan 59.8 MPa atau 609.66 kg cm-2 (buku). Bila berpedoman pada struktur kerapatan bambu andong yang pada bagian buku lebih tinggi (0.72 gcm-3) dibanding dengan bagian ruas (0.68 gcm-3), di mana diduga sifat kekuatannya akan berbanding lurus dengan kerapatan, maka fenomena seperti tersebut di atas adalah wajar. Nomor ruas setelah 1.5 m dari pangkal batang bambu

Buku Ruas

Gambar 2.8 Keteguhan tekan bambu andong

Hasil penelitian Abd. Latif et al. (1993) menunjukkan pola peningkatan nilai keteguhan tekan Bambusa blumeana dari bagian pangkal batang bambu ke arah ujung batang bambu. B. blumeana memiliki keteguhan tekan pada bagian pangkal batang bambu sebesar 25.33 MPa atau 258.1 kg cm-2, bagian tengah sebesar 27.80 MPa atau 283.28 kg cm-2 dan bagian ujung sebesar 28.85 MPa atau 294.00 kg cm-2. Keteguhan tekan rata-rata B. blumeana adalah 27.32 MPa atau 278.5 kg cm-2 . Pola peningkatan keteguhan tekan bambu dari bagian pangkal batang bambu ke arah ujung batang bambu hasil penelitian Abd. Latif et al. (1993) sejalan dengan hasil penelitian Ghavami (2008) khususnya pada Bambusa vulgaris dan Dendrocalamus giganteus. Berdasarkan informasi yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa bambu andong memiliki keteguhan tekan lebih tinggi dibading dengan B. Blumeana, P. pubescent, dan D. giganteus.

2.4. Simpulan

(40)

Bambu andong memiliki panjang batang berkisar antara 9.71 – 13.08 m, diameter pangkal rata-rata 11 cm, diameter ujung antara 7.05 – 8.75 cm dengan rata-rata 7.93 cm, panjang ruas antara 33.2 – 56.9 cm dengan rata-rata 46.7 cm, jumlah ruas per batang antara 21 – 25 ruas, tebal dinding bagian pangkal batang antara 15.74 – 24.10 mm dengan rata-rata 19.45 mm dan tebal dinding bagian ujung batang antara 6.15 – 9.89 mm dengan rata-rata 8.22 mm.

Bambu andong yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air basah rata-rata 81.6% (basah) dan 10.5% (kering udara), kerapatan rata-rata 0.72 gcm-3 (buku) dan 0.68 gcm-3 (ruas). Kerapatan bambu andong meningkat dari bagian pangkal batang bambu ke bagian ujung batang bambu. Penyusutan bilah bambu andong dari kondisi basah ke kering udara sebesar 6.31% (lebar) dan 5.40% (tebal), sedangkan penyusutan dari kondisi kering udara ke kering oven adalah 4.46% (lebar) dan 3.22% (tebal). Bambu andong memiliki kestabilan dimensi yang cukup baik yang ditunjukkan oleh perubahan dimensi pada arah lebar tidak berbeda jauh dengan perubahan dimensi pada arah tebal.

(41)

3

RESPON BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinacea)

TERHADAP PEREKAT ISOSIANAT

3.1 Pendahuluan

Bambu komposit adalah suatu produk yang diperoleh dengan jalan menggabungkan beberapa elemen bambu dengan menggunakan perekat. Macam produk bambu komposit tergantung dari jenis perekat dan bentuk elemen bambu yang digunakan. Penerapan teknologi perekatan yang sudah maju dalam pembuatan bambu komposit dapat menghasilkan berbagai macam produk dengan berbagai macam ukuran dan penampilan. Produk tersebut dapat dibuat dengan kualitas tinggi, penampilan yang sangat bagus dan bervariasi serta memberikan pilihan motif penampilan yang berbeda dibanding motif penampilan kayu dan memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam produk komposit perekat merupakan bahan yang sangat penting karena menentukan kualitas produk hasil rekatannya. Oleh karena itu dalam kegiatan pengembangan papan bambu komposit dengan menggunakan jenis bambu dan perekat tertentu, perlu dianalisis kesesuaiannya untuk mendapatkan hasil rekatan yang berkualitas tinggi. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian respon atau kesesuaian bambu andong (G. pseudoarundinacea) terhadap perekat isosianat (Water based polymer-isocyanate, WBPI) yang merupakan komponen utama dalam pembuatan papan bambu komposit.

3.2 Bahan dan Metode

3.2.1 Bahan

Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu andong (G. pseudoarundinacea) sebanyak 10 batang berumur sekitar 4 tahun dengan diameter bagian pangkal berkisar antara 10.3 – 13.2 cm dan diperoleh dari tanaman bambu rakyat di Sukabumi Jawa Barat. Perekat yang digunakan adalah isosianat dua komponen (Water based polymer-isocyanate, WBPI) untuk kempa dingin, dengan spesifikasi: wujud berupa resin emulsi putih, kadar padat 43 ± 3%, pH 7.0 ± 1.0 dan crosslinker berupa cairan berwarna coklat hitam dengan kekentalan 1.5 ± 0.2 poise, sedangkan bahan pengawet yang digunakan adalah larutan boron (boraks dan asam borat).

3.2.2 Metode

3.2.2.1 Pembuatan Bilah Bambu

Bambu andong yang digunakan untuk penelitian dipotong bagian pangkalnya sepanjang  50 cm untuk menghilangkan bagian batang bambu dengan ruas yang tidak beraturan. Setelah dipotong bagian pangkalnya, batang bambu tersebut dipotong-potong menjadi beberapa bagian dengan panjang  1,25 m. Bambu yang digunakan untuk penelitian diambil dari bagian pangkal (A1), tengah (A2) dan ujung

(42)

(bagian yang diameternya lebih kecil) sebagai acuan lintasan pembelahan dengan menggunakan alat belah bambu. Bilah bambu hasil pembelahan selanjutnya diserut pada bagian atas dan bawah untuk mendapatkan permukaan bilah yang rata. Bilah bambu yang telah diserut kedua permukaannya sebagian diawetkan dengan larutan boron 7% dengan cara rendaman dingin selama 2 jam kemudian dikeringkan dengan sinar matahari hingga kadar airnya mencapai  12% dan bilah yang tidak diawetkan langsung dikeringkan dengan sinar matahari hingga kadar airnya ± 12%. Bambu yang sudah kering kemudian dipotong lagi untuk mendapatkan ukuran panjang 30 cm kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC selama  24 jam hingga kadar airnya mencapai  10%.

3.2.2.2 Pembuatan Contoh Uji Keteguhan Rekat

Respon bambu andong terhadap perekat isosianat dipelajari dari nilai keteguhan rekat laminasi bambu dengan menggunakan uji geser blok atau uji geser tekan. Contoh uji keteguhan rekat dibuat dari bagian pangkal (A1), tengah (A2) dan ujung

batang (A3) serta dibedakan antara bilah yang tidak diawetkan (B1) dan yang

diawetkan (B2). Di samping itu dibedakan juga kombinasi bagian permukaan yang direkat yaitu antara muka dalam dengan muka luar (C1), antara muka dalam dengan

muka dalam (C2), dan antara muka luar dengan muka luar (C3). Kombinasi muka

bilah yang direkat disajikan dalam Gambar 3.1.

Contoh uji keteguhan rekat laminasi bambu dibuat dengan merekatkan dua bilah bambu sejajar serat dengan ukuran masing-masing bilah yaitu panjang  30 cm, lebar  2,5 cm dan tebal tergantung tebal bilah yang digunakan. Masing-masing bilah bambu yang telah dipersiapkan sesuai dengan perlakuan yang diberikan kemudian dilaburi perekat isosianat dengan berat labur 250 g m-2 permukaan, kemudian dikempa pada suhu kamar selama 1 jam. Banyaknya ulangan 5 buah.

C1 C2

C3

C1 = Perekatan antara muka dalam dengan muka luar ; C2 = Perekatan antara muka dalam dengan muka dalam; C3 = Perekatan antara muka luar dengan muka luar

Gambar 3.1 Kombinasi muka bilah yang direkat

3.2.2.3 Pengujian Keteguhan Rekat (Uji Geser Tekan)

Gambar

Tabel 2.5  Kadar air dan kerapatan bambu andong
Tabel 2.6 Penyusutan bilah bambu andong
Gambar 2.3 Susut bambu andong dari kondisi kering udara ke kering oven
Tabel 2.7  Keteguhan lentur bilah bambu andong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat pada Gambar 7, data yang didapatkan dari semua perlakuan jenis perekat, lebar bilah dan tebal bambu lapis, yang memiliki nilai tertinggi

Kondisi optimum proses pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu betung (Dendrocalamus asper ) adalah sebagai berikut : (1) perekat UF dengan solid

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel kombinasi batang kelapa sawit dan mahoni dengan variasi pelapis bilah bambu talang serta

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel kombinasi batang kelapa sawit dan mahoni dengan variasi pelapis bilah bambu talang serta

Bambu laminasi perlakuan mempunyai kuat rekat rata-rata yang cenderung lebih rendah daripada bambu laminasi kontrol.Bahan pengawet yang terdapat dalam bilah bambu dapat

Bambu lamina adalah suatu produk yang dibuat dari beberapa bilah.. bambu yang direkat dengan arah serat sejajar. Perekat yang

Dalam penelitian ini membuat lunas balok laminasi dengan perbandingan 2 jenis susunan bilah bambu petung , yaitu susunan bilah vertikal dan susunan bilah horisontal

Bambu laminasi perlakuan mempunyai kuat rekat rata-rata yang cenderung lebih rendah daripada bambu laminasi kontrol.Bahan pengawet yang terdapat dalam bilah bambu dapat