i
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP
PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI
DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN
KOTA TEGAL
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh
Siti Nur Azizah
1401411554
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
1. “Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh dan bisa membuka
pintu yang terkunci ...” (Imam Syafi’i)
2. “Guru yang baik adalah pembelajar yang baik. Jika kita teachable kita akan
unstoppable” (Isa Alamsyah)
3. “Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak
lawan tetapi pahlawan adalah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala
ia marah” (Sydney Harris)
4. “Usahamu takkan sia-sia, percayalah akan ada kemudahan setelah kau
berusaha” (Penulis)
Persembahan:
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Ibu Toipah, Bapak Sarnawi, Umi Rosidah, Tri
Suci Yuliarni, dan Keluarga besarku tercinta yang
selalu memberikan dukungan dan doa.
Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES UPP
TEGAL angkatan 2011 dan sahabat-sahabatku
PRAKATA
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri
Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam penyusunan skripsi ini:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memfasilitasi dan
dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Suhardi, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan kemudahan sejak awal hingga terselesaikannya penyusunan
skripsi ini.
6. Dra. Sri Samiasih, M.Kes., Dosen penguji yang telah memberikan masukan
7. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Dosen penguji yang telah memberikan masukan
dan perbaikan guna kesempurnaan skripsi ini.
8. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota
Tegal yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan
penelitian.
9. Staf Guru, Karyawan dan Siswa Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan
Tegal Selatan Kota Tegal yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu diberikan kemudahan oleh
Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya sebagai informasi pengetahuan.
Tegal, Juni 2015
ABSTRAK
Azizah, Siti Nur. 2015. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan II Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Suhardi, M.Pd.
Kata Kunci: kecerdasan emosional; pengelolaan kelas
Kecerdasan emosional guru merupakan kemampuan guru dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan peserta didik untuk mengoptimalkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal masih dijumpai pengelolaan kelas yang kurang maksimal hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Daerah Binaan 1. Berdasarkan alasan tersebut maka tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.
Penelitian ini menggunakan metode ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang berjumlah 93 guru. Sampel penelitian sebanyak 76 guru. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling. Variabel dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan pengelolaan kelas sebagai variabel terikat. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data meliputi uji prasarat dan analisis akhir. Uji prasarat menggunakan uji normalitas dan linieritas. Analisis akhir menggunakan analisis regresi sederhana dan koefisien determinasi.
Hasil penelitian adalah pertama, diperoleh tingkat kecerdasan emosional sebesar 84,98% dan termasuk kategori sangat kuat. Kedua, diperoleh tingkat pengelolaan kelas sebesar 78,80% dan termasuk kategori kuat. Ketiga, dari perhitungan uji regresi linier sederhana pada kolom sig. pada tabel ANOVA diperoleh nilai 0,000 dapat diartikan 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ... i
Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii
Persetujuan Pembimbing ... iii
Pengesahan ... iv
Motto dan Persembahan ... v
Prakata ... vi
Abstrak ... viii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 9
1.3 Pembatasan Masalah ... 9
1.4 Rumusan Masalah ... 9
1.5 Tujuan Penelitian ... 10
1.5.1 Tujuan Umum ... 10
1.5.2 Tujuan Khusus ... 10
1.6 Manfaat Penelitian ... 11
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11
1.6.2 Manfaat Praktis ... 11
2. KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1. Kajian Teori ... 12
2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif ... 22
2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas ... 23
2.1.4 Kecerdasan Emosional ... 27
2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional ... 33
2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru ... 36
2.2 Hubungan Antar Variabel ... 38
2.3 Kajian Empiris ... 39
2.4 Kerangka Berpikir ... 42
2.5 Hipotesis ... 44
2.5.1 Hipotesis Assosiatif ... 44
2.5.2 Hipotesis Statistik ... 44
3. METODE PENELITIAN ... 45
3.1 Desain Penelitian ... 46
3.2 Populasi dan Sampel ... 46
3.2.1 Populasi ... 46
3.2.2 Sampel ... 47
3.3 Variabel Penelitian ... 49
3.3.1 Variabel Bebas ... 49
3.3.2 Variabel Terikat ... 50
3.4 Definisi Operasional ... 50
3.4.1 Kecerdasan Emosional (X) ... 50
3.4.2 Pengelolaan Kelas (Y) ... 50
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.5.1 Angket atau Kuesioner ... 51
3.5.2 Observasi... 52
3.5.3 Dokumentasi ... 53
3.5.4 Wawancara ... 54
3.6 Instrumen Penelitian ... 54
3.6.1 Angket atau Kuesioner ... 55
3.7 Analisis Data ... 61
3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 61
3.7.2 Uji Prasyarat Analisis ... 63
3.7.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 64
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67
4.1 Hasil Penelitian ... 67
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67
4.1.2 Analisis Deskriptif ... 68
4.1.3 Uji Prasyarat Analisis ... 83
4.1.4 Uji Hipotesis ... 85
4.2 Pembahasan ... 89
4.2.1 Kecerdasan Emosional ... ... 89
4.2.2 Pengelolaan Kelas ... ... 93
4.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas ... 97
5. PENUTUP ... 100
5.1. Simpulan ... 100
5.2. Saran ... 101
Daftar Pustaka ... 103
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Populasi Penelitian ... 47
3.2 Penarikan Jumlah Sampel Siswa Kelas IV ... 49
3.3 Skor Butir Soal pada Skala Likert ... 52
3.4 Indikator Variabel Kecerdasan Emosional ... 55
3.5 Indikator Variabel Pengelolaan Kelas ... 56
3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional... 59
3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengelolaan Kelas... ... 59
3.8 Kriteria Interpretasi Skor... ... 63
4.1 Deskripsi Data Skor Variabel Kecerdasan Emosional... 69
4.2 Kategori Skor Variabel Kecerdasan Emosional Guru ... 71
4.3 Kriteria Skor Variabel Kecerdasan Emosional Per Guru ... 72
4.4 Deskripsi Data Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 78
4.5 Kategori Skor Variabel Pengelolaan Kelas... 79
4.6 Kriteria Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 79
4.7 Hasil Uji Normalitas ... 84
4.8 Hasil Uji Linieritas ... 85
4.9 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana ... 86
4.10 Hasil Perhitungan Nilai B Persamaan Regresi ... 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Bagan Pola Kerangka Berpikir ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Guru Populasi Penelitian ... 106
2. Daftar Nama Guru Sampel Penelitian... 117
3. Daftar Nama Guru Uji Coba Angket ... 120
4. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (Uji Coba) ... 121
5. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 123
6. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 125
7. Lembar Validasi Tim Ahli ... 133
8. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 139
9. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 141
10. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas ... 143
11. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 148
12. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 150
13. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional .... 151
14. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 154
15. Rekapitulasi Soal Angket Variabel Kecerdasan Emosional yang digunakan ... 157
16 Rekapitulasi Soal Angket Variabel Pengelolaan Kelas yang digunakan ... 159
17. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional ...160
18. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas...162
19. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 163
20. Kisi-kisi Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 165
22. Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional dan
Pengelolaan Kelas ... 170
23. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 174
24. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Pengelolaan Kelas... 178
25. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Kecerdasan Emosional .... 182
26. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Pengelolaan Kelas ... 183
27. Hasil Uji Normalitas ... 184
28. Hasil Uji Linieritas ... 185
29. Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana ... 186
30. Dokumentasi Penelitian ... 187
31. Surat Ijin Penelitian (UNNES)... 191
32. Surat Rekomendasi Permohonan Ijin Penelitian... 192
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan membahas tentang hal-hal yang mendasari
peneliti untuk melakukan penelitian. Bab ini terdiri dari: (1) latar belakang
masalah; (2) identifikasi masalah; (3) pembatasan masalah; (4) rumusan masalah;
(5) tujuan penelitian; dan (6) manfaat penelitian. Uraian selengkapnya ialah
sebagai berikut:
1.1
Latar Belakang Masalah
Proses membangun kecerdasan bangsa adalah melalui peningkatan mutu
pendidikan. Namun mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam artikel tentang
potret pendidikan di Indonesia menjelaskan bahwa Human Development Report
(HRD), United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan Indeks
Pembangunan Pendidikan untuk semua pendidikan di Indonesia menurun dari
peringkat 65 pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011 (Abd. Majid 2013). Hal ini
jelas menjadi sorotan khususnya kepada tenaga pendidik di Indonesia.
Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui pemerolehan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sesuai dengan Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan
bahwa:
Sekolah merupakan lembaga formal pendidikan yang menjadi harapan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru menjadi sentra untuk menciptakan
sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas. Undang-Undang No 14
Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”. Dengan demikian guru berperan besar terhadap kualitas
pendidikan, peningkatan ini melalui keberhasilan pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran yang dilakukan guru berupaya memberikan kemudahan belajar bagi
seluruh peserta didik.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV
Pasal 10 ayat 91 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Guru profesional tidak hanya dihadapkan pada tantangan untuk
menampilkan pembelajaran kreatif namun juga tantangan untuk mengendalikan
perilaku siswa. Perilaku yang harus dikendalikan adalah perilaku yang membuat
gaduh, mencari perhatian dan perilaku yang menyebabkan siswa lain tidak
berkonsentrasi. Guru harus mampu meminimalisir hal tersebut agar dapat
menciptakan pembelajaran yang nyaman untuk peserta didiknya. Lingkungan
kelas yang kondusif dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa. Oleh karena itu,
Koswara dan Halimah (2008: 109) mengungkapkan untuk mencapai
tujuan belajar dengan mudah, lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa
menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif
dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi
anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh
makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa. Oleh karena itu, agar dapat
mengelola kelas dengan baik guru harus memperhatikan berbagai kompenen agar
tujuan pembelajaran tercapai. Komponen tersebut tidak hanya menyangkut peserta
didik tetapi juga menyangkut lingkungan fisik tempat peserta didik berada.
Menurut Mulyasa (2011: 91) “pengelolaan kelas merupakan keterampilan
guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran”. Dalam
pengelolaan kelas guru harus melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan.
Salah satu aspek yang diperlukan adalah keterampilan mengajar. Keterampilan
mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai
integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh (Mulyasa
2011: 69).
Seperti yang telah disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional.
Mudlofir (2013: 75) mengemukakan bahwa “guru yang profesional adalah guru
yang memiliki seperangkat kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku)
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya”. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
Hal ini akan menghasilkan suatu pembelajaran yang maksimal dan nyaman untuk
peserta didik.
Perilaku guru menjadi acuan atau teladan bagi peserta didiknya. Siswa
akan menyerap sikap-sikap, merefleksikan perasaan-perasaan, menyerap
keyakinan-keyakinan, meniru tingkah laku, dan mengutip pernyataan-pernyataan
gurunya (Suyanto dan Asep Jihad 2013: 16). Oleh karena itu, guru harus memiliki
kepribadian yang baik sehingga mampu memberikan contoh yang baik dan dapat
menanamkan perilaku yang baik pula kepada peserta didik.
Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17)
mengemukakan bahwa guru yang memiliki kepribadian sehat salah satu cirinya
yaitu dapat mengontrol emosi. Hal ini berkaitan dengan kecerdasan emosional
guru. Guru mampu menghadapi frustasi, depresi atau stres secara positif atau
konstruktif tidak destruktif (merusak). Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman
(2005: 45) yang menyatakan ciri kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk
memotivasi sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan
hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Mulyasa (2011: 161) mengemukakan pembelajaran dapat ditingkatkan
kualitasnya dengan mengembangkan kecerdasan emosional (emotional quotient),
karena ternyata melalui pengembangan intelegensi saja tidak mampu
menghasilkan manusia yang utuh seperti yang diharapkan oleh pendidikan
nasional.
Dalam pandangan tentang kecerdasan emosional Goleman dalam Mudlofir
tahapan, yaitu kesadaran diri (self-awareness), pengaturan diri (self-regulation),
motivasi (motivation), empati (empathy), dan keterampilan sosial (social skill).
Dengan kecerdasan emosional guru mengerti bagaimana seharusnya dalam
bersikap dan berinteraksi dengan peserta didik selama pembelajaran berlangsung.
Wiyani (2013: 44) menjelaskan bahwa “kelas yang baik adalah kelas yang bersifat
menantang, dapat merangsang peserta didik untuk belajar, serta memberikan rasa
aman dan kepuasan kepada peserta didik dalam belajar”. Dengan kata lain
kecerdasan emosional menuntut guru sebagai pengelola kelas dapat menciptakan
pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didiknya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mareta Parlina Rachman dan
Awaluddin Tjalla (2008) yang berjudul “Keterampilan Pengelolaan Kelas dilihat
dari Jenis Kelamin dan Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa” yaitu
diperoleh analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Independent Sample
t-test pada kecerdasan emosional, diperoleh nilai t sebesar 9,732 dengan
signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada perbedaaan yang signifikan
dalam keterampilan pengelolaan kelas antara guru yang mempunyai kecerdasan
emosional yang tinggi dengan keterampilan pengelolaan kelas guru yang
mempunyai kecerdasan emosional rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murni Elfrida Naibaho yang berjudul
“Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Komunikasi Interpersonal
dengan Motivasi Belajar di SMP Negeri 41 Medan” yaitu terdapat hubungan
positif dan berarti antara kecerdasan emosional dan kemampuan komunikasi
Medan sebesar 20,15% dan sisanya sebesar 79,85% di luar kecerdasan emosional,
hal ini menandakan semakin tinggi kecerdasan emosional guru dan kemampuan
interpersonal, maka akan semakin tinggi motivasi belajar siswa. Dengan
demikian, kecerdasan emosional menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siswa, yaitu melalui pengelolaan pembelajaran yang maksimal
oleh guru.
Dari uraian penjelasan tersebut, maka diperoleh kecerdasan emosional
guru yang baik maka dapat tercipta pengelolaan kelas yang baik pula. Guru
berperan menciptakan pengelolaan kelas yang kondusif bagi peserta didik agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai, selain itu guru bertugas melaksanakan
pembelajaran dengan baik dan meminimalisir gangguan yang mungkin muncul
selama pembelajaran berlangsung. Tujuan yang dimaksud yaitu peserta didik
dapat memahami materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa
yang meningkat atau tinggi menunjukkan pembelajaran guru dikatakan berhasil.
Sebaliknya, apabila hasil belajar siswa rendah maka pembelajaran guru dikatakan
kurang berhasil.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh kompas dengan Sisdiono Ahmad,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal (5 Mei 2012) menyatakan bahwa di Tegal,
Jawa Tengah, standar nilai kelulusan UN SD yang ditetapkan oleh 153 SD/MI di
wilayah tersebut hanya 3,34 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, 2,43 untuk
mata pelajaran Matematika, dan 2,95 untuk mata pelajaran IPA. Standar nilai ini
rata ketiga mata pelajaran UN ditentukan sendiri oleh sekolah berdasarkan
kesepakatan dengan komite sekolah (Anna 2012).
Sedangkan untuk wilayah Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan nilai
Ujian Sekolah (US) tahun 2014 untuk tiga mata pelajaran (Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPA) diperoleh jumlah rata-rata 19,26 atau hanya 6,42 untuk
setiap mata pelajaran. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah
Daerah Binaan 1 Kecamatan Tegal Selatan yang jumlah rata-ratanya 19,69.
Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa penentuan standar kelulusan
yang rendah ini tentu diakibatkan dari hasil belajar siswa tidak maksimal. Jika
hasil belajar siswa tinggi tentu standar kelulusan akan tinggi juga. Standar
kelulusan yang masih rendah ini seharusnya menjadi tugas guru untuk
memperbaiki kemampuan mengajarnya. Guru perlu memperbaiki
pembelajarannya agar kemampuan peserta didik meningkat. Guru diharuskan
menciptakan pembelajaran efektif sebagai penentu keberhasilan penguasaan
materi peserta didik. Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh keterampilan guru
dalam mengelola kelas. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik diperoleh dari
guru yang menonjolkan sikap dan perilaku yang membuat siswa nyaman di kelas.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa Kepala Sekolah
Dasar di Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal pengelolaan kelas yang
dilakukan oleh guru masih perlu ditingkatkan lagi. Pengelolaan kelas tidak hanya
pada pembelajarannya saja, namun juga pengelolaan terhadap lingkungan fisik
atau ruang kelas. Guru yang dapat mengelola kelas dengan baik terlihat dari
Pembelajaran guru menggunakan metode dan media yang bervariasi akan lebih
memotivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
Guru selain sebagai pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan juga
berperan sebagai penanaman moral kepada peserta didik. Dalam hal ini, masih ada
beberapa guru yang dalam tugas mengajarnya hanya mementingkan penyampaian
materi saja. Guru kurang memiliki sosial emosional yang baik dengan peserta
didik sehingga mengakibatkan hubungan antara guru dan peserta didik hanya
sebatas guru dan siswa. Padahal sebagai seorang guru hendaknya bisa menjadi
orang tua dan juga teman bagi peserta didik. Dengan begitu maka tercipta adanya
hubungan yang baik dengan peserta didik, guru akan lebih dihormati dan peserta
didik akan lebih nyaman dan terbuka kepada guru. Selain itu, hubungan yang baik
akan tercipta oleh pembawaan guru yang ramah, semangat, dan dapat memotivasi
peserta didik untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan emosional guru dalam
mengajar. Masih ada beberapa guru yang terkadang kurang bisa mengontrol
emosinya, sehingga peserta didik menjadi takut dan tidak nyaman dalam
mengikuti pembelajaran. Dengan demikian, pembawaan guru dalam mengajar dan
hubungan sosial emosional yang diciptakan guru memengaruhi keberhasilan
pengelolaan kelas. Apabila pengelolaan kelas dilakukan secara optimal maka hasil
belajar siswa tentu akan maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
(1) Pembelajaran guru yang masih kurang maksimal sehingga pembelajaran
kurang menyenangkan.
(2) Hasil belajar peserta didik masih rendah.
(3) Masih ada guru yang kurang maksimal dalam mengembangkan keterampilan
mengelola kelas.
(4) Masih ada guru yang belum maksimal dalam mengontrol emosinya, hal ini
berkaitan dengan pengelolaan kecerdasan emosional yang belum maksimal.
1.3
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk memfokuskan
pembahasan agar tidak terlalu luas perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu
sebagai berikut:
(1) Variabel yang diteliti adalah kecerdasan emosional guru dan pengelolaan
kelas.
(2) Pengelolaan kelas yang dimaksud yaitu pengelolaan peserta didik.
(3) Populasi dalam penelitian ini yaitu guru di SDNegeri Daerah Binaan 2
Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
(1) Bagaimana tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri Daerah Binaan 2
(2) Bagaimana tingkat pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2
Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?
(3) Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan kelas
di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?
(4) Seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan
kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.5.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan
kelas yang dimiliki guru di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan
Tegal Selatan Kota Tegal.
1.5.2 Tujuan khusus
(1) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri
Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.
(2) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri
Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.
(3) Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap
pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan
Tegal Selatan Kota Tegal.
(4) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru
terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan
1.6
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain:
1.6.1 ManfaatTeoritis
(1) Memberikan gambaran tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap
pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan
Tegal Selatan Kota Tegal.
(2) Menambah referensi bahan kajian untuk penelitian pengembangan yang
berkaitan dengan kecerdasan emosioanal dan pengelolaan kelas.
1.6.2 ManfaatPraktis
1.6.2.1Bagi Guru
(1) Sebagai bahan masukan kepada guru dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran.
(2) Sebagai bahan masukkan untuk terus memotivasi dan meningkatkan
kecerdasan emosional dalam pengelolaan kelasnya.
(3) Hasil penelitian ini dapat memperkaya dan melengkapi hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan guru-guru lain.
1.6.2.2Bagi Sekolah
(1) Memberikan informasi bagi sekolah untuk dapat meningkatkan
pengelolaan kelas.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bagian ini dijelaskan tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Uraian selengkapnya
mengenai landasan teori dan hipotesis yaitu sebagai berikut:
2.1
Kerangka Teori
Bagian ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori
yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pengelolaan kelas, pengelolaan
kelas yang efektif, syarat guru sukses dalam mengelola kelas, kecerdasan
emosional, karakteristik dan indikator kecerdasan emosional, dan kecerdasan
emosional pada guru. Berikut uraian selengkapnya:
2.1.1 Pengelolaan Kelas
2.1.1.1 Pengertian Pengelolaan Kelas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 657), pengelolaan diartikan
sebagai proses, cara, perbuatan mengelola atau proses yang memberikan
pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian
tujuan. Kaitannya dengan pembelajaran pengawasan diberikan kepada peserta
didik maupun hal lain dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.
Istilah bahasa Inggris untuk pengelolaan kelas adalah classromm
management. Istilah pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian
pengelolaan atau manajemen umumnya mengacu pada kegiatan-kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian,
menurut Wiyani (2013: 52) menjelaskan bahwa mengelola kelas merupakan
keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang
optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses belajar
mengajar.
Menurut Mulyasa (2011: 91) pengelolaan kelas merupakan keterampilan
guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pengelolaan kelas adalah proses
mengelola kegiatan pembelajaran oleh guru untuk menciptakan pembelajaran
yang kondusif dan meminimalisir gangguan dalam kegiatan pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Gangguan yang dimaksud yaitu perilaku
siswa yang menggangu pada saat pembelajaran, seperti membuat gaduh, mencari
perhatian, bermain sendiri, dan perilaku menggangu temannya.
2.1.1.2Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas
menurut Wiyani (2013: 73-87) adalah sebagai berikut:
1) Hangat dan antusias
Guru yang bersikap hangat dan antusias bukan hanya akan disenangi oleh
peserta didik melainkan pula akan menjadi guru yang tidak akan pernah
terlupakan bagi mereka (unforgetable teacher). Sikap hangat akan sangat
mungkin bisa dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan
emosional dengan peserta didik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
guru untuk membangun ikatan emosional dengan peserta didik yaitu sebagai
a) Tidak segan untuk menyapa peserta didik terlebih dahulu.
Guru yang ramah dengan senyuman dan sapaan merupakan figur guru
yang dapat mengayomi peserta didiknya. Sehingga peserta didik akan merasa
nyaman dengan guru dan akan membuat peserta semangat mengikuti kegiatan
pembelajaran.
b) Membiasakan diri untuk berjabat tangan dengan peserta didik.
Dengan berjabat tangan, kebencian bisa diredakan dan dengan jabat tangan
hubungan seseorang dengan orang lainnya menjadi erat. Kegiatan berjabat tangan
ini dapat memunculkan hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik
sehingga dapat menumbuhkan semangat peserta didik di sekolah khususnya di
kelas.
c) Membuka keran komunikasi dengan peserta didik.
Komunikasi yang terbuka akan membuat guru dapat berbicara dengan
jujur dan penuh kasih sayang mengenai pengamatannya tanpa membuat peserta
didik bersikap defensif. Selain itu peserta didik juga dapat menceritakan
hambatan-hambatannya dalam belajar dan guru dapat memberikan berbagai solusi
dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
d) Memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang sederajat
Guru hendaknya memperlakukan peserta didik sebagaimana ia
memperlakukan dirinya sendiri. Jika guru ingin dihormati peserta didiknya, guru
harus menghormati peserta didiknya. Jika guru ingin dihargai hak-haknya, guru
juga harus menghargai berbagai hak peserta didik. Jika perkataan guru ingin
didengar peserta didiknya, guru juga harus mendengarkan perkataan peserta
Untuk menumbuhkan sikap antusiasme guru terhadap peserta didik,
seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik.
Motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri untuk
melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan belajar yang telah
ditetapkan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi peserta didik di
dalam kelas yaitu sebagai berikut:
a) Menggunakan metode pengajaran dan kegiatan belajar yang beragam.
b) Menjadikan peserta didik sebagai peserta aktif.
c) Memberikan tugas yang proporsional, realistik, dan sesuai dengan materi
belajar.
d) Menciptakan suasana kelas yang kondusif.
e) Melibatkan diri untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar.
f) Memberikan petunjuk kepada peserta didik agar sukses dalam belajar.
g) Memberikan penghargaan kepada peserta didik.
h) Menciptakan aktivitas yang melibatkan seluruh peserta didik di dalam kelas.
i) Menghindari penggunaan ancaman.
Menurut Rusydie (2011: 37-8) menjelaskan beberapa langkah agar guru
memiliki sikap antusias, antara lain:
a) Tidak pelit memberikan pujian kepada siswa.
b) Selalu berusaha untuk membantu siswa atas permasalahan yang dihadapi
siswa.
d) Menghargai setiap pendapat siswa yang muncul agar tercipta keakraban
dengan siswa.
2) Tantangan
Berbagai tantangan dapat dilakukan oleh guru melalui penggunaan
kata-kata, tindakan, cara kerja maupun bahan-bahan pelajaran yang memang dirancang
untuk memberikan tantangan kepada peserta didik. Hal ini akan dapat
meningkatkan semangat belajar mereka sehingga dapat mengurangi kemungkinan
munculnya perilaku yang menyimpang.
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam memberikan
tantangan kepada pesera didik.
a) Melakukan evaluasi sederhana secara berkala setiap minggu dan memberikan
kuis kepada peserta didik.
b) Mengaitkan materi pelajaran dengan berbagai fakta di lapangan, sehingga
kegiatan belajar mengajar akan menjadi menarik dan menantang.
c) Mengajarkan keterampilan hidup dalam kegiatan belajar kepada peserta didik.
Untuk mengajarkan keterampilan hidup yang menantang kepada peserta didik
dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru dapat melakukan hal-hal antara
lain:
(1) Melakukan eksplorasi atau menggali potensi yang dimiliki peserta didik.
(2) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen atas
materi yang dipelajarinya.
(3) Membiasakan peserta didik untuk tekun belajar dan berkreativitas.
(5) Melakukan kunjungan lapangan (field study) ke objek-objek yang
memiliki keterkaitan dengan materi pelajaran.
3) Bervariasi
Variasi gaya mengajar guru sangatlah dibutuhkan karena dapat
menghindari kajenuhan dan kebosanan. Tujuan dari variasi gaya mengajar ini
antara lain:
a) Untuk menarik dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi
pelajaran.
b) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat
dan minatnya terhadap mata pelajaran yang diajarkan.
c) Menanamkan perilaku yang positif pada peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar.
d) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kemampuannya.
Variasi gaya mengajar seperti variasi intonasi suara, variasi gerak anggota
badan, dan variasi posisi guru dalam mengajar di kelas, serta variasi dalam
menggunakan metode dan media pengajaran.
4) Keluwesan
Keluwesan berasal dari kata luwes. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
luwes diartikan sebagai sesuatu yang pantas, menarik, tidak kaku, tidak canggung,
dan mudah menyesuaikan. Keluwesan dalam konteks ini merupakan keluwesan
perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai dengan kebutuhan peserta
belajar pada peserta didik serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang
kondusif dan efektif.
5) Penekanan pada hal-hal positif
Penekanan pada hal-hal positif, yaitu penekanan yang dilakukan oleh guru
terhadap perilaku peserta didik yang positif. Komentar-komentar yang positif
dapat diberikan oleh guru kepada peserta didik yang berperilaku positif.
Sementara dalam menghadapi perilaku peserta didik yang negatif, guru
hendaknya memberikan komentar yang positif yang dapat menjadikan peserta
didik tidak mengulangi perbuatan buruknya tersebut.
6) Penanaman disiplin diri
Secara sederhana, disiplin juga dapat diartikan sebagai sikap tertib, taat
dan patuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, ada dua hal yang dapat
dilakukan oleh guru agar peserta didiknya disiplin, antara lain:
a) Mendidik peserta didik untuk berperilaku baik.
b) Mendidik peserta didik untuk menjauhi perilaku yang buruk.
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah bagaimana agar anak didik
dapat mengembangkan sikap disiplin dengan baik. Untuk mewujudkan tujuan itu,
tentu saja sebagai guru harus memberikan teladan yang sesuai (Rusydie 2011: 45).
Mendidik peserta didik untuk disiplin tidaklah dapat dilakukan dengan
waktu yang singkat, tetapi harus dilakukan dengan waktu yang lama. Mendidik
peserta didik untuk disiplin harus dilakukan sepanjang waktu. Salah satu metode
menjadi model bagi peserta didiknya dengan memberikan contoh perilaku yang
positif, baik di kelas, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya,
guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian dengan sopan, berbicara dengan
santun, dan sebagainya.
2.1.1.3Komponen Pengelolaan Kelas
Menurut Usman (2013: 98-100) keterampilan mengelola kelas memiliki
komponen sebagai berikut:
1) Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal.
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil
inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan hal-hal tersebut yang meliputi keterampilan sebagai berikut:
a) Menunjukkan sikap tanggap yaitu tanggap terhadap perhatian, keterlibatan,
ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Sikap
tanggap ini ditunjukkan dengan cara sebagai berikut:
(1) Memandang secara seksama dengan kontak pandangan serta interaksi
antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk
bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan.
(2) Gerak mendekati kelompok kecil atau individu yang menandakan
kesiagaan, minat, dan perhatian guru terhadap tugas serta aktifitas siswa.
(3) Memberikan pernyataan baik berupa tanggapan, komentar, ataupun
lainnya.
b) Memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu
(1) Visual yaitu dengan mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada
kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau
seorang siswa secara individual.
(2) Verbal yaitu guru memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan
sebagainya terhadap aktifitas seorang siswa sementara ia memimpin
kegiatan siswa yang lain.
c) Memusatkan perhatian kelompok agar tetap pada tugas-tugas yang dilakukan.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut:
(1) Menyiagakan siswa untuk memusatkan perhatian kepada suatu hal
sebelum guru menyampaikan materi pokok agar siswa menghindari
hal-hal yang menyimpang.
(2) Menuntut tanggung jawab siswa dengan meminta siswa untuk
memeragakan, melaporkan, dan memberikan respons.
d) Memberikan petunjuk-petunjuk jelas dan singkat dalam pelajaran sehingga
tidak terjadi kebingungan pada siswa.
e) Memberi teguran secara bijaksana yaitu menegur secara verbal. Teguran
verbal yang efektif ialah sebagai berikut:
(1) Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada
tingkah laku yang menyimpang.
(2) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau mengandung
penghinaan.
(3) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
f) Memberi penguatan ketika diperlukan yaitu dengan memberikan penguatan
yang bertingkah laku wajar untuk dijadikan teladan bagi siswa yang
mengganggu.
2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang
optimal.
Keterampilan ini berhubungan dengan respons guru terhadap gangguan
siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan
remedial untuk mengembalikan kondisi belajar optimal. Guru dapat menggunakan
seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang
terus menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas di
kelas. Strategi tersebut adalah:
a) Modifikasi perilaku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dan
berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan
pemberian penguatan secara sistematis.
b) Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan
cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan kelompok.
c) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah yaitu
dengan cara mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, mengetahui
sebab-sebab tingkah laku tersebut serta berusaha menemukan pemecahannya.
Menurut Mulyasa (2011: 91) menemukan dan mengatasi perilaku yang
menimbulkan masalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Pengabaian yang direncanakan.
(2) Campur tangan dengan isyarat.
(3) Mengawasi secara ketat.
(5) Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya.
(6) Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi.
(7) Menyusun kembali program belajar.
(8) Menghilangkan ketegangan dengan humor.
(9) Mengekang secara fisik.
2.1.1.4Pengaturan Siswa
Siswa merupakan individu perbedaan pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis. Tetapi, di dalam perbedaan dari ketiga aspek itu terdapat persamaan.
Berbagai perbedaan dan persamaan siswa berguna dalam membantu usaha
pengaturan siswa di kelas, terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola
pengelompokkan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang penuh
kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama
(Djamarah 2010: 208).
Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kelompok memperhatikan
pada aspek individual siswa. Siswa ditempatkan berdasarkan postur tubuh, adanya
kelainan penglihatan, jenis kelamin. Selain itu penempatan siswa yang cerdas,
bodoh, yang pendiam, yang lincah, suka membuat keributan, yang suka
mengganggu temannya, dan sebagainya. Pengelompokkan siswa harus dilakukan
secara heterogen.
2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif
Keharmonisan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran mempunyai
menyenangkan agar siswa merasa nyaman. Dengan rasa nyaman maka materi
pelajaran akan mudah dipahami siswa.
Thomas Gordon (1990) dalam Djamarah (2010: 216) menjelaskan bahwa
hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
1) Keterbukaan, guru dan siswa bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.
2) Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3) Saling ketergantungan, antara satu sama lain.
4) Kebebasan dalam mengembangkan keunikannya, kreativitasnya, dan
kepribadiannya.
5) Saling memenuhi kebutuhan.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengelolaan yang efektif tercipta
dari hubungan guru dan siswa yang harmonis. Dengan begitu mampu
menciptakan pembelajaran yang nyaman bagi siswa. Guru bertugas untuk
meminimalisir atau menghilangkan permasalahan-permasalahan yang mungkin
muncul dalam pengelolaan kelas.
2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas
Guru bertanggung jawab penuh dalam menciptakan kondisi kelas yang
kondusif. Rusydie (2011: 101-29) menjelaskan sebagai guru ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi untuk menciptakna kelas yang baik, yaitu sebagai berikut:
1) Profesional
Mengingat profesi guru yang sangat mulia dan penuh tanggung jawab
masing-masing guru agar menjadi sosok yang profesional demi meningkatkan mutu dan
kualitaspendidikan. Oleh karena itu, adapun kriteria untuk menjadi
guru profesional, sebagai berikut:
a) Memiliki keahlian yang mendidik.
b) Berkelas tinggi, yaitu dengan menunjukkan skills, dedikasi, dan pengorbanan
kita demi kemajuan dunia pendidikan, sehingga kelak masyarakat yang akan
menilai sendiri betapa mulia dan vitalnya peran seorang guru.
2) Kepribadian yang Baik.
Profesi seorang guru memang sangat identik dengan peran seorang
pembimbing, pembina, dan pengasuh. Seorang guru yang mampu memberi
teladan baik kepada peserta didiknya, maka ia akan dapat menularkan kebaikan di
lingkungan anak didiknya. Oleh karena itu, sebagai guru tidak hanya terbatas pada
mengajar (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai penanaman nilai-nilai moral
bagi siswa.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh agar memiliki kualitas
kepribadian guru yang baik seperti: (1) selalu tampil prima, (2) bijaksana, (3)
ceria, (4) mampu mengendalikan emosi, (5) mampu menjawab pertanyaan siswa,
(6) berusaha menerima keadaan, (7) tidak sombong, (8) adil, (9) penuh tanggung
jawab.
3) Luwes
Luwes dalam hal perilaku, yaitu seperti antusias, berwibawa, supel,
berpandangan positif terutama dalam melihat peluang yang baik, humoris, leluasa
yang artinya dapat menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil yang
fasih dalam berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur, tulus, spontan yang
artinya dapat mengikuti irama di kelas dan tetap bisa mempersembahkan hasil
yang terbaik, menarik dan tertarik, beranggapan bahwa semua siswa mampu
mencapai kesuksesan seperti yang mereka impikan, menetapkan dan memelihara
harapan siswa dengan baik, berusaha semaksimal mungkin membantu dan
mendorong siswa dalam meraihnya.
Luwes dalam hal tindak tanduk. Bersikap luwes dapat ditunjukkan guru
dalam memanfaatkan gerak-gerik tubuh pada saat mengajar. Beberapa bagian
tubuh dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan pentingnya materi yang tengah
diajarkan. Seperti melalui tatapan atau kontak mata, ekspresi wajah, dan nada
suara.
4) Dapat Berperan sebagai Eksekutor
Beberapa prinsip seorang eksekutor yang perlu diterapkan oleh guru dalam
mengajar, yaitu:
(1) Dapat mengetahui hasil yang akan diperoleh. Ketika hendak mengajar,
pastikan guru benar-benar mengerti tentang materi yang hendak ia ajarkan.
Namun, guru tidak hanya dituntut untuk mengerti apa yang akan diajarkan,
melainkan juga harus paham dan mengetahui hasil yang ingin diperoleh
dari pengajarannya.
(2) Dapat menjelaskan hasil yang akan diperoleh. Guru dapat melakukan
beberapa hal seperti: memaparkan hal-hal positif terhadap materi
pelajaran, menunjukkan bagian-bagian penting pada materi yang harus
diperhatikan, dan membuat rumus-rumus khusus untuk memudahkan
(3) Dapat meraih hasil. Meraih tujuan pembelajaran tidak selalu berarti semua
siswa memperoleh nilai yang baik saat ujian. Jika guru sudah mampu
menjelaskan materi pelajaran dengan baik dan siswa juga sudah
memahaminya dengan benar, maka saat itulah tujuan dari proses
pembelajaran dapat tercapai.
Sedangkan menurut Agung (2010: 57) ada beberapa hal yang dapat
menjadi acuan bagi guru untuk mewujudkan gagasan dan perilaku kreatif dalam
mengelola kelas, yaitu:
1) Mengkaji bahan ajar atau materi pembelajaran yang akan disampaikan dan
tujuan pembelajaran. Guru hendaknya menguasai materi yang akan
dibelajarkan kepada peserta didiknya.
2) Mengkaji bentuk-bentuk pengelolaan kelas dan menentukan dengan
kemungkinan penerapan sesuai dengan bahan ajar yang akan disampaikan
dalam bentuk klasikan/kelas, berkelompok, berpasangan, perseorangan atau
lainnya.
3) Dalam pengelolaan kelas guru perlu memperhatikan hal-hal yang terkait
dengan pemberian dan membangkitkan perhatian dan motivasi peserta didik,
mengembagkan keaktifan dalam pembelajaran, keterlibatan langsung peserta
didik, pemberian pengulangan, pemberian tantangan belajar, pemberian
balikan dan penguatan, serta memperhatikan perbedaan individual siswa.
4) Mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam pengelolaan dan
kebutuhan ruang/kelas, serta membahas dengan kepala sekolah dan rekan guru
5) Menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas. Setelah guru mengkaji
kegiatan diatas maka guru dapat menyusun rencana pengelolaan kelasnya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan guru bertanggung jawab penuh akan
kondisi kelasnya. Dalam mengelola kelas guru harus mengkondisikan kelas agar
pembelajaran berjalan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh
karena itu, guru harus memperhatikan beberapa hal seperti: penguasaan materi
pelajaran, sikap guru yang luwes selama pembelajaran, memberikan teladan
kepada siswa dengan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran,
mengidentifikasi setiap permasalahan dan hambatan selama pembelajaran serta
mencari pemecahan masalahnya , penyampaian materi dengan maksimal melalui
gerak tubuh maupun nada suara. Beberapa hal tersebut kemudian dijadikan acuan
dalam menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas, sehingga akan
menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta
didik.
2.1.4 Kecerdasan Emosional
2.1.4.1Pengertian Kecerdasan
Menurut Howaard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
Sedangkaan Alfred Binet dan Yheodore Simon mengemukakan kecerdasan terdiri
dari tiga komponen: (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2)
kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan
(3) kemampuan mengkritik diri sendiri. Buzan mendefinisikan kecerdasan pribadi
diri sendiri tentang model atau peta mental diri yang baik dan jujur, dan mampu
belajar dari pengetahuan tersebut (Efendi 2005: 83).
Definisi kecerdasan lain dikemukakan oleh Piaget yang mengatakan
bahwa “Intelligence is what you use when you don’t know what to do”. Yang
artinya kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa
yang harus kita lakukan.
Sedangkan D. Wechsler dalam Soeparwoto (2007: 83) mengartikan bahwa
intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak
terarah atau bertujuan, berpikir secara rasional, serta dapat menghadapi
lingkungannya dengan efektif.
Menurut Sternberg dalam Efendi (2005: 86) menjelaskan kecerdasan
sebagai serangkaian keterampilan berfikir dan belajar yang digunakan dalam
memecahkan masalah akademis dan sehari-hari, yang secara terpisah dapat di
diagnosa dan diajarkan.
Dari urain diatas, dapat disimpulkan kecerdasan merupakan serangkaian
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berpikir, bertindak dan dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya.
2.1.4.2Pengertian Emosi
Para psikolog menyebutkan bahwa emosi merupakan salah satu dari
trilogi mental (kognisi, emosi, dan motivasi). Akar kata emosi adalah movere,
kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalam “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Artinya bahwa kecenderungan
Oxfort English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan
atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap. Menurut Goleman (2005: 411) menganggap emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis,
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama
dengan campuran perasaan, variasi, mutasi, dan nuansanya.
Menurut Chaplin dalam Safaria dan Saputra (2012: 12), emosi
didefinisikan sebagai suatu keadaan terangsang dari organisme, mencakup
pengalaman yang disadari yang bersifat mendalam, dan memungkinkan terjadinya
perubahan perilaku. Sedangkan menurut James dalam Safaria dan Saputra (2012:
11) emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan
yang jelas pada tubuh.
Definisi lain menurut Poerbakawatja dalam Rifa’i dan Chatharina (2011:
51), menyebutkan bahwa emosi adalah suatu respon (reaksi) terhadap suatu
perangsang yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis, disertai dengan
perasaan yang kuat, biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.
Emosi berhubungan dengan motif. Emosi dapat berfungsi sebagai motif
yang dapat memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar
individu dapat berbuat atau bertingkahlaku. Tingkah laku yang ditimbulkan emosi
tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Misalnya timbul rasa simpati, terharu
terhadap korban bencana alam ataupun timbulnya rasa marah, jengkel saat grup
sepakbola yang diidolakan kalah dalam pertandingan.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu
biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan yang perubahannya tampak jelas pada tubuh, biasanya keadaan seperti
ini dapat merangsang keadaan mental yang kuat dan meluap-luap.
Safaria dan Saputra (2012: 16-7) menjelaskan bahwa emosi mempunyai
keunggulan, di antaranya sebagai berikut:
1) Emosi adalah bentuk komunikasi yang dapat memengaruhi orang lain.
Guratan ekspresi yang terlihat pada raut muka seseorang adalah bagian dari
emosi. Sejak dahulu sampai sekarang guratan ekspresi merupakan bentuk
komunikasi seperti kata-kata, bahkan lebih cepat dari kata-kata.
2) Emosi dapat mengorganisasi dan memotivasi tindakan.Emosi secara teoritis
dapat memotivasi perilaku. Pada situasi tertentu, emosi dapat bereaksi
mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi situasi tersebut. Emosi
akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk melewati rintangan yang ada
dalam pikiran kita.
2.1.4.3Golongan Emosi
Goleman (2005: 411-2) mengelompokkan emosi dalam
golongan-golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang
paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
2) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
3) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut sebagai patologi, fobia
dan panik.
4) Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,
kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania.
5) Cinta: penerimaan, persahabatan kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasmaran, kasih.
6) Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
7) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Adapun menurut Paul Ekmal dan Seymour dalam Goleman (2005:
414-21) beberapa ciri pikiran emosional sebagai berikut:
Pertama, respon yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional (emotional
mind) jauh lebih cepat dari pikiran rasional (rational mind). Keunggulan pikiran
emosional adalah dapat membaca realitas emosi dalam sekejap. Pikiran emosional
juga dapat membuat penilaian singkat secara naluriah, sehingga bisa menunjukkan
apa yang perlu dicurigai, siapa yang harus dipercaya, siapa yang menderita.
Dengan demikian, pikiran emosional dapat menjadi radar terhadap bahaya.
Kedua, perasaan dan pikiran. Emosi itu mendahului pikiran. Reaksi
emosional gerak cepat lebih menonjol dalam situasi-situasi mendesak yang
mendahulukan tindakan penyelamatan diri. Keputusan ini, menyiapkan kita dalam
yang paling dasyat merupakan reaksi-reaksi diluar kehendak, kita tidak dapat
memutuskan kapan perasaan itu akan muncul seperti cinta, amarah dan takut.
Ketiga, realisasi simbolik. Logika emosional itu bersifat asosiatif.
Menganggap bahwa unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu
kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut.
Ada banyak segi dimana akal emosional mirip perilaku kanak-kanak, semakin
mirip kanak semakin kuatlah tumbuhnya emosi tersebut. Cara mirip
kanak-kanak ini bersifat menegaskan diri sendiri, dengan menekan atau mengabaikan
ingatan atau fakta yang akan menggoyahkan keyakinan dan memanfaatkan
ingatan serta fakta yang mendukung.
Keempat, memposisikan masa lampau sebagai masa sekarang. Akal
emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah
masa lampau.
Kelima, realitas yang ditentukan oleh keadaan. Bekerjanya akal pikiran
sebagian besar ditentukan oleh keadaan. Bagaimana orang bertindak pada saat
romantis, bagaimana berperilaku jika kita sedang marah atau ditolak.
2.1.4.4Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Salovey dan Mayer dalam Soeparwoto (2007: 101)
mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri
sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Cooper dan Sawaf dalam Efendi (2005: 172) mendefinisikan kecerdasan
understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source
of human energy information, connection, and influence”.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah
sumber energi manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh.
Sedangkan menurut Goleman (2005: 45) kecerdasan emosional merupakan
kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
mengahadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban
stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan kecerdasan emosional adalah (a)
kemampuan memahami, mengenali, merasakan, mengelola, dan memimpin
perasaan diri sendiri dan orang lain, (b) kemampuan dalam memahami,
mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan
orang lain untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dikehendaki.
2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional
Sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer, maka
ciri-ciri kecerdasan emosional antara lain sebagai berikut:
1) Individu mampu memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun
pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini
untuk membimbing pikiran dan tindakan.
2) Menggejala pada diri individu dalam bentuk: keramahan, percaya diri atau
menyesuaikan diri, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan
amarah, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, dan tekun.
3) Individu nampak ulet, optimis, motivasi tinggi, dan antusiasme.
4) Tindakan individu lebih didasarkan pada karakter atau karakteristik pribadi,
bukan didasarkan kepintaran seseorang (Soeparwoto 2007: 103).
Salovey dalam Goleman (2005: 58-9) menguraikan kecerdasan emosional
menjadi lima wilayah utama , yaitu sebagai berikut:
1) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan pada saat perasaan
itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk
mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam
kekuasaan perasaan.
2) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Hal ini mengacu
pada kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan, atau ketersinggungan.
3) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan
adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk
memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi.
4) Mengenali emosi orang lain atau empati. Orang yang empatik lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa
yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan
sikap seperti: lebih terbuka terhadap pendapat orang lain, peka terhadap
5) Membina hubungan. Seni membina hubungan sebagian besar merupakan
keterampilan mengelola emosi orang lain. Membina hubungan dapat
diwujudkan dengan sikap seperti: lebih tegas dan terampil dalam
berkomunikasi, menyelesaikan pertikaian, bekerja sama, berbagi rasa dan suka
menolong.
Sedangkan Goleman (2001: 42-3) mengelompokkan kecerdasan emosional
ke dalam dua kelompok, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.
Kecakapan pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.
Sementara, kecakapan sosial meliputi empati dan keterampilan sosial.
Lima unsur kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri,
motivasi, empati, dan kecakapan sosial. Kemudian dari lima unsur tersebut
melahirkan keterampilan praktis kecakapan emosi sebagai berikut:
1) Kesadaran diri, meliputi kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti, dan
percaya diri.
2) Pengaturan diri, meliputi kendlai diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan,
adaptabilitas, dan inovasi.
3) Motivasi, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme.
4) Empati, meliputi memahami orang lain, orientasi pelayanan, pengembangan
orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis.
5) Keterampilan sosial, meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan
kooperasi, dan kemampuan tim.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional
(mengendalikan emosi), (2) individu mampu memotivasi diri sendiri untuk terus
memperbaiki kualitas diri, hal ini diwujudkan dengan sikap ulet, optimis, dan
motivasi tinggi, (3) mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain.
2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru
Guru adalah profesi mulia yang dipercaya masyarakat untuk
mencerdaskan manusia. Oleh karena itu, guru harus memiliki seperangkat
kompetensi dasar sebagai bekal dalam menjalankan profesinya. Guru tidak hanya
mengajar tetapi juga mendidik anak didiknya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Hal ini yaitu melalui pembelajaran yang diajarkannya. Pembelajaran diupayakan
sedemikian rupa dengan suasana nyaman dan kondusif bagi peserta didik. Dengan
suasana yang efektif sudah tentu tujuan pembelajaran akan tercapai.
Dalam pembelajaran yang dilakukan guru terkadang timbul gangguan
yang menjadikan suasana kelas tidak lagi kondusif. Guru perlu mengembalikan
suasana tersebut. Namun, terkadang guru harus ekstra sabar mengahdapi peserta
didiknya terutama siswa yang memang dikategorikan hiperaktif. Menurut
Mulyasa (2011: 48) ujian terbesar guru yaitu rangsangan yang memancing emosi.
Guru sangat memerlukan kestabilan emosi, menahan emosi terhadap rangsangan
yang menyinggung perasaan. Guru yang mudah marah akan membuat peserta
didik menjadi takut dan kurang minatnya untuk mengikuti pembelajaran.
Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17)
menjelaskan bahwa salah satu kepribadian guru yang sehat adalah dapat
mengontrol emosi. Selain itu, dalam penangani berbagai permasalahan peserta
didik di kelas yang paling penting adalah adanya hubungan baik antara guru dan
yang memengaruhi kualitas perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya, salah
satunya yaitu hubungan guru dan murid-muridnya. Apabila guru menciptakan
hubungan yang baik dengan peserta didiknya maka peserta didik akan lebih
mudah memperhatikan guru dan akan lebih tertarik dengan pembelajaran yang
dilakukan guru tersebut.
Guru harus menciptakan iklim sosial dan emosional yang baik. Asumsi ini
mengharuskan wali atau guru kelas berusaha menyusun program kelas dan
pelaksanaannya yang didasari oleh hubungan manusiawi yang diwarnai sikap
saling menghargai dan saling menghormati antarpersonal di kelas. Setiap personal
diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan
kemampuan masing-masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang
menyenangkan pada setiap personal dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab masing-masing (Djamarah dan Zain 2010: 182). Sesuai dengan pendapat