• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN KOTA TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN KOTA TEGAL"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP

PENGELOLAAN KELAS DI SEKOLAH DASAR NEGERI

DAERAH BINAAN 2 KECAMATAN TEGAL SELATAN

KOTA TEGAL

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Siti Nur Azizah

1401411554

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. “Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh dan bisa membuka

pintu yang terkunci ...” (Imam Syafi’i)

2. “Guru yang baik adalah pembelajar yang baik. Jika kita teachable kita akan

unstoppable” (Isa Alamsyah)

3. “Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak

lawan tetapi pahlawan adalah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala

ia marah” (Sydney Harris)

4. “Usahamu takkan sia-sia, percayalah akan ada kemudahan setelah kau

berusaha” (Penulis)

Persembahan:

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Ibu Toipah, Bapak Sarnawi, Umi Rosidah, Tri

Suci Yuliarni, dan Keluarga besarku tercinta yang

selalu memberikan dukungan dan doa.

Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES UPP

TEGAL angkatan 2011 dan sahabat-sahabatku

(6)

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri

Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang

membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk

melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memfasilitasi dan

dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Suhardi, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan,

bimbingan, dan kemudahan sejak awal hingga terselesaikannya penyusunan

skripsi ini.

6. Dra. Sri Samiasih, M.Kes., Dosen penguji yang telah memberikan masukan

(7)

7. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Dosen penguji yang telah memberikan masukan

dan perbaikan guna kesempurnaan skripsi ini.

8. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota

Tegal yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan

penelitian.

9. Staf Guru, Karyawan dan Siswa Sekolah Dasar Negeri se-Dabin 2 Kecamatan

Tegal Selatan Kota Tegal yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu diberikan kemudahan oleh

Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis khususnya

dan para pembaca pada umumnya sebagai informasi pengetahuan.

Tegal, Juni 2015

(8)

ABSTRAK

Azizah, Siti Nur. 2015. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan II Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Suhardi, M.Pd.

Kata Kunci: kecerdasan emosional; pengelolaan kelas

Kecerdasan emosional guru merupakan kemampuan guru dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan peserta didik untuk mengoptimalkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal masih dijumpai pengelolaan kelas yang kurang maksimal hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Daerah Binaan 1. Berdasarkan alasan tersebut maka tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

Penelitian ini menggunakan metode ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh guru di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal yang berjumlah 93 guru. Sampel penelitian sebanyak 76 guru. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling. Variabel dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan pengelolaan kelas sebagai variabel terikat. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data meliputi uji prasarat dan analisis akhir. Uji prasarat menggunakan uji normalitas dan linieritas. Analisis akhir menggunakan analisis regresi sederhana dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian adalah pertama, diperoleh tingkat kecerdasan emosional sebesar 84,98% dan termasuk kategori sangat kuat. Kedua, diperoleh tingkat pengelolaan kelas sebesar 78,80% dan termasuk kategori kuat. Ketiga, dari perhitungan uji regresi linier sederhana pada kolom sig. pada tabel ANOVA diperoleh nilai 0,000 dapat diartikan 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap pengelolaan kelas.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

2. KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1. Kajian Teori ... 12

(10)

2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif ... 22

2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas ... 23

2.1.4 Kecerdasan Emosional ... 27

2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional ... 33

2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru ... 36

2.2 Hubungan Antar Variabel ... 38

2.3 Kajian Empiris ... 39

2.4 Kerangka Berpikir ... 42

2.5 Hipotesis ... 44

2.5.1 Hipotesis Assosiatif ... 44

2.5.2 Hipotesis Statistik ... 44

3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Populasi dan Sampel ... 46

3.2.1 Populasi ... 46

3.2.2 Sampel ... 47

3.3 Variabel Penelitian ... 49

3.3.1 Variabel Bebas ... 49

3.3.2 Variabel Terikat ... 50

3.4 Definisi Operasional ... 50

3.4.1 Kecerdasan Emosional (X) ... 50

3.4.2 Pengelolaan Kelas (Y) ... 50

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.5.1 Angket atau Kuesioner ... 51

3.5.2 Observasi... 52

3.5.3 Dokumentasi ... 53

3.5.4 Wawancara ... 54

3.6 Instrumen Penelitian ... 54

3.6.1 Angket atau Kuesioner ... 55

(11)

3.7 Analisis Data ... 61

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 61

3.7.2 Uji Prasyarat Analisis ... 63

3.7.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 64

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Hasil Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67

4.1.2 Analisis Deskriptif ... 68

4.1.3 Uji Prasyarat Analisis ... 83

4.1.4 Uji Hipotesis ... 85

4.2 Pembahasan ... 89

4.2.1 Kecerdasan Emosional ... ... 89

4.2.2 Pengelolaan Kelas ... ... 93

4.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas ... 97

5. PENUTUP ... 100

5.1. Simpulan ... 100

5.2. Saran ... 101

Daftar Pustaka ... 103

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi Penelitian ... 47

3.2 Penarikan Jumlah Sampel Siswa Kelas IV ... 49

3.3 Skor Butir Soal pada Skala Likert ... 52

3.4 Indikator Variabel Kecerdasan Emosional ... 55

3.5 Indikator Variabel Pengelolaan Kelas ... 56

3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional... 59

3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengelolaan Kelas... ... 59

3.8 Kriteria Interpretasi Skor... ... 63

4.1 Deskripsi Data Skor Variabel Kecerdasan Emosional... 69

4.2 Kategori Skor Variabel Kecerdasan Emosional Guru ... 71

4.3 Kriteria Skor Variabel Kecerdasan Emosional Per Guru ... 72

4.4 Deskripsi Data Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 78

4.5 Kategori Skor Variabel Pengelolaan Kelas... 79

4.6 Kriteria Skor Variabel Pengelolaan Kelas ... 79

4.7 Hasil Uji Normalitas ... 84

4.8 Hasil Uji Linieritas ... 85

4.9 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana ... 86

4.10 Hasil Perhitungan Nilai B Persamaan Regresi ... 86

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Pola Kerangka Berpikir ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Guru Populasi Penelitian ... 106

2. Daftar Nama Guru Sampel Penelitian... 117

3. Daftar Nama Guru Uji Coba Angket ... 120

4. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (Uji Coba) ... 121

5. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 123

6. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas (Uji Coba) ... 125

7. Lembar Validasi Tim Ahli ... 133

8. Kisi-kisi Angket Variabel Kecerdasan Emosional (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 139

9. Kisi-kisi Angket Variabel Pengelolaan Kelas (setelah uji validitas dan reliabilitas)... 141

10. Angket Variabel Kecerdasan Emosional dan Pengelolaan Kelas ... 143

11. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 148

12. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 150

13. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional .... 151

14. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas ... 154

15. Rekapitulasi Soal Angket Variabel Kecerdasan Emosional yang digunakan ... 157

16 Rekapitulasi Soal Angket Variabel Pengelolaan Kelas yang digunakan ... 159

17. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Kecerdasan Emosional ...160

18. Output Uji Reliabilitas Angket Variabel Pengelolaan Kelas...162

19. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 163

20. Kisi-kisi Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 165

(15)

22. Lembar Observasi Variabel Kecerdasan Emosional dan

Pengelolaan Kelas ... 170

23. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Kecerdasan Emosional ... 174

24. Data Hasil Rekap Skor Angket Variabel Pengelolaan Kelas... 178

25. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Kecerdasan Emosional .... 182

26. Data Hasil Rekap Skor Observasi Variabel Pengelolaan Kelas ... 183

27. Hasil Uji Normalitas ... 184

28. Hasil Uji Linieritas ... 185

29. Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana ... 186

30. Dokumentasi Penelitian ... 187

31. Surat Ijin Penelitian (UNNES)... 191

32. Surat Rekomendasi Permohonan Ijin Penelitian... 192

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan membahas tentang hal-hal yang mendasari

peneliti untuk melakukan penelitian. Bab ini terdiri dari: (1) latar belakang

masalah; (2) identifikasi masalah; (3) pembatasan masalah; (4) rumusan masalah;

(5) tujuan penelitian; dan (6) manfaat penelitian. Uraian selengkapnya ialah

sebagai berikut:

1.1

Latar Belakang Masalah

Proses membangun kecerdasan bangsa adalah melalui peningkatan mutu

pendidikan. Namun mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang

diharapkan, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam artikel tentang

potret pendidikan di Indonesia menjelaskan bahwa Human Development Report

(HRD), United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan Indeks

Pembangunan Pendidikan untuk semua pendidikan di Indonesia menurun dari

peringkat 65 pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011 (Abd. Majid 2013). Hal ini

jelas menjadi sorotan khususnya kepada tenaga pendidik di Indonesia.

Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui pemerolehan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sesuai dengan Undang-undang No. 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan

bahwa:

(17)

Sekolah merupakan lembaga formal pendidikan yang menjadi harapan

dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru menjadi sentra untuk menciptakan

sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas. Undang-Undang No 14

Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “guru

adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah”. Dengan demikian guru berperan besar terhadap kualitas

pendidikan, peningkatan ini melalui keberhasilan pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran yang dilakukan guru berupaya memberikan kemudahan belajar bagi

seluruh peserta didik.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV

Pasal 10 ayat 91 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Guru profesional tidak hanya dihadapkan pada tantangan untuk

menampilkan pembelajaran kreatif namun juga tantangan untuk mengendalikan

perilaku siswa. Perilaku yang harus dikendalikan adalah perilaku yang membuat

gaduh, mencari perhatian dan perilaku yang menyebabkan siswa lain tidak

berkonsentrasi. Guru harus mampu meminimalisir hal tersebut agar dapat

menciptakan pembelajaran yang nyaman untuk peserta didiknya. Lingkungan

kelas yang kondusif dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa. Oleh karena itu,

(18)

Koswara dan Halimah (2008: 109) mengungkapkan untuk mencapai

tujuan belajar dengan mudah, lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa

menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif

dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi

anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh

makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa. Oleh karena itu, agar dapat

mengelola kelas dengan baik guru harus memperhatikan berbagai kompenen agar

tujuan pembelajaran tercapai. Komponen tersebut tidak hanya menyangkut peserta

didik tetapi juga menyangkut lingkungan fisik tempat peserta didik berada.

Menurut Mulyasa (2011: 91) “pengelolaan kelas merupakan keterampilan

guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan

mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran”. Dalam

pengelolaan kelas guru harus melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan.

Salah satu aspek yang diperlukan adalah keterampilan mengajar. Keterampilan

mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai

integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh (Mulyasa

2011: 69).

Seperti yang telah disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional.

Mudlofir (2013: 75) mengemukakan bahwa “guru yang profesional adalah guru

yang memiliki seperangkat kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku)

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas

keprofesionalannya”. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

(19)

Hal ini akan menghasilkan suatu pembelajaran yang maksimal dan nyaman untuk

peserta didik.

Perilaku guru menjadi acuan atau teladan bagi peserta didiknya. Siswa

akan menyerap sikap-sikap, merefleksikan perasaan-perasaan, menyerap

keyakinan-keyakinan, meniru tingkah laku, dan mengutip pernyataan-pernyataan

gurunya (Suyanto dan Asep Jihad 2013: 16). Oleh karena itu, guru harus memiliki

kepribadian yang baik sehingga mampu memberikan contoh yang baik dan dapat

menanamkan perilaku yang baik pula kepada peserta didik.

Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17)

mengemukakan bahwa guru yang memiliki kepribadian sehat salah satu cirinya

yaitu dapat mengontrol emosi. Hal ini berkaitan dengan kecerdasan emosional

guru. Guru mampu menghadapi frustasi, depresi atau stres secara positif atau

konstruktif tidak destruktif (merusak). Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman

(2005: 45) yang menyatakan ciri kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk

memotivasi sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan

hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga

agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.

Mulyasa (2011: 161) mengemukakan pembelajaran dapat ditingkatkan

kualitasnya dengan mengembangkan kecerdasan emosional (emotional quotient),

karena ternyata melalui pengembangan intelegensi saja tidak mampu

menghasilkan manusia yang utuh seperti yang diharapkan oleh pendidikan

nasional.

Dalam pandangan tentang kecerdasan emosional Goleman dalam Mudlofir

(20)

tahapan, yaitu kesadaran diri (self-awareness), pengaturan diri (self-regulation),

motivasi (motivation), empati (empathy), dan keterampilan sosial (social skill).

Dengan kecerdasan emosional guru mengerti bagaimana seharusnya dalam

bersikap dan berinteraksi dengan peserta didik selama pembelajaran berlangsung.

Wiyani (2013: 44) menjelaskan bahwa “kelas yang baik adalah kelas yang bersifat

menantang, dapat merangsang peserta didik untuk belajar, serta memberikan rasa

aman dan kepuasan kepada peserta didik dalam belajar”. Dengan kata lain

kecerdasan emosional menuntut guru sebagai pengelola kelas dapat menciptakan

pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didiknya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mareta Parlina Rachman dan

Awaluddin Tjalla (2008) yang berjudul “Keterampilan Pengelolaan Kelas dilihat

dari Jenis Kelamin dan Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa” yaitu

diperoleh analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Independent Sample

t-test pada kecerdasan emosional, diperoleh nilai t sebesar 9,732 dengan

signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada perbedaaan yang signifikan

dalam keterampilan pengelolaan kelas antara guru yang mempunyai kecerdasan

emosional yang tinggi dengan keterampilan pengelolaan kelas guru yang

mempunyai kecerdasan emosional rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murni Elfrida Naibaho yang berjudul

“Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Komunikasi Interpersonal

dengan Motivasi Belajar di SMP Negeri 41 Medan” yaitu terdapat hubungan

positif dan berarti antara kecerdasan emosional dan kemampuan komunikasi

(21)

Medan sebesar 20,15% dan sisanya sebesar 79,85% di luar kecerdasan emosional,

hal ini menandakan semakin tinggi kecerdasan emosional guru dan kemampuan

interpersonal, maka akan semakin tinggi motivasi belajar siswa. Dengan

demikian, kecerdasan emosional menjadi faktor yang dapat mempengaruhi

motivasi belajar siswa, yaitu melalui pengelolaan pembelajaran yang maksimal

oleh guru.

Dari uraian penjelasan tersebut, maka diperoleh kecerdasan emosional

guru yang baik maka dapat tercipta pengelolaan kelas yang baik pula. Guru

berperan menciptakan pengelolaan kelas yang kondusif bagi peserta didik agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai, selain itu guru bertugas melaksanakan

pembelajaran dengan baik dan meminimalisir gangguan yang mungkin muncul

selama pembelajaran berlangsung. Tujuan yang dimaksud yaitu peserta didik

dapat memahami materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa

yang meningkat atau tinggi menunjukkan pembelajaran guru dikatakan berhasil.

Sebaliknya, apabila hasil belajar siswa rendah maka pembelajaran guru dikatakan

kurang berhasil.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh kompas dengan Sisdiono Ahmad,

Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal (5 Mei 2012) menyatakan bahwa di Tegal,

Jawa Tengah, standar nilai kelulusan UN SD yang ditetapkan oleh 153 SD/MI di

wilayah tersebut hanya 3,34 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, 2,43 untuk

mata pelajaran Matematika, dan 2,95 untuk mata pelajaran IPA. Standar nilai ini

(22)

rata ketiga mata pelajaran UN ditentukan sendiri oleh sekolah berdasarkan

kesepakatan dengan komite sekolah (Anna 2012).

Sedangkan untuk wilayah Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan nilai

Ujian Sekolah (US) tahun 2014 untuk tiga mata pelajaran (Bahasa Indonesia,

Matematika, dan IPA) diperoleh jumlah rata-rata 19,26 atau hanya 6,42 untuk

setiap mata pelajaran. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah

Daerah Binaan 1 Kecamatan Tegal Selatan yang jumlah rata-ratanya 19,69.

Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa penentuan standar kelulusan

yang rendah ini tentu diakibatkan dari hasil belajar siswa tidak maksimal. Jika

hasil belajar siswa tinggi tentu standar kelulusan akan tinggi juga. Standar

kelulusan yang masih rendah ini seharusnya menjadi tugas guru untuk

memperbaiki kemampuan mengajarnya. Guru perlu memperbaiki

pembelajarannya agar kemampuan peserta didik meningkat. Guru diharuskan

menciptakan pembelajaran efektif sebagai penentu keberhasilan penguasaan

materi peserta didik. Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh keterampilan guru

dalam mengelola kelas. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik diperoleh dari

guru yang menonjolkan sikap dan perilaku yang membuat siswa nyaman di kelas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa Kepala Sekolah

Dasar di Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal pengelolaan kelas yang

dilakukan oleh guru masih perlu ditingkatkan lagi. Pengelolaan kelas tidak hanya

pada pembelajarannya saja, namun juga pengelolaan terhadap lingkungan fisik

atau ruang kelas. Guru yang dapat mengelola kelas dengan baik terlihat dari

(23)

Pembelajaran guru menggunakan metode dan media yang bervariasi akan lebih

memotivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.

Guru selain sebagai pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan juga

berperan sebagai penanaman moral kepada peserta didik. Dalam hal ini, masih ada

beberapa guru yang dalam tugas mengajarnya hanya mementingkan penyampaian

materi saja. Guru kurang memiliki sosial emosional yang baik dengan peserta

didik sehingga mengakibatkan hubungan antara guru dan peserta didik hanya

sebatas guru dan siswa. Padahal sebagai seorang guru hendaknya bisa menjadi

orang tua dan juga teman bagi peserta didik. Dengan begitu maka tercipta adanya

hubungan yang baik dengan peserta didik, guru akan lebih dihormati dan peserta

didik akan lebih nyaman dan terbuka kepada guru. Selain itu, hubungan yang baik

akan tercipta oleh pembawaan guru yang ramah, semangat, dan dapat memotivasi

peserta didik untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan emosional guru dalam

mengajar. Masih ada beberapa guru yang terkadang kurang bisa mengontrol

emosinya, sehingga peserta didik menjadi takut dan tidak nyaman dalam

mengikuti pembelajaran. Dengan demikian, pembawaan guru dalam mengajar dan

hubungan sosial emosional yang diciptakan guru memengaruhi keberhasilan

pengelolaan kelas. Apabila pengelolaan kelas dilakukan secara optimal maka hasil

belajar siswa tentu akan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan

(24)

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini

dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(1) Pembelajaran guru yang masih kurang maksimal sehingga pembelajaran

kurang menyenangkan.

(2) Hasil belajar peserta didik masih rendah.

(3) Masih ada guru yang kurang maksimal dalam mengembangkan keterampilan

mengelola kelas.

(4) Masih ada guru yang belum maksimal dalam mengontrol emosinya, hal ini

berkaitan dengan pengelolaan kecerdasan emosional yang belum maksimal.

1.3

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk memfokuskan

pembahasan agar tidak terlalu luas perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu

sebagai berikut:

(1) Variabel yang diteliti adalah kecerdasan emosional guru dan pengelolaan

kelas.

(2) Pengelolaan kelas yang dimaksud yaitu pengelolaan peserta didik.

(3) Populasi dalam penelitian ini yaitu guru di SDNegeri Daerah Binaan 2

Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

(1) Bagaimana tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri Daerah Binaan 2

(25)

(2) Bagaimana tingkat pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2

Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

(3) Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan kelas

di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

(4) Seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru terhadap pengelolaan

kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini meliputi tujuan

umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengelolaan

kelas yang dimiliki guru di Sekolah Dasar Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan

Tegal Selatan Kota Tegal.

1.5.2 Tujuan khusus

(1) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri

Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(2) Untuk mendeskripsikan tingkat kecerdasan emosional guru di SD Negeri

Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal.

(3) Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap

pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan

Tegal Selatan Kota Tegal.

(4) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional guru

terhadap pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan

(26)

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat baik secara teoritis

maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain:

1.6.1 ManfaatTeoritis

(1) Memberikan gambaran tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap

pengelolaan kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Kecamatan

Tegal Selatan Kota Tegal.

(2) Menambah referensi bahan kajian untuk penelitian pengembangan yang

berkaitan dengan kecerdasan emosioanal dan pengelolaan kelas.

1.6.2 ManfaatPraktis

1.6.2.1Bagi Guru

(1) Sebagai bahan masukan kepada guru dalam upaya meningkatkan mutu

pembelajaran.

(2) Sebagai bahan masukkan untuk terus memotivasi dan meningkatkan

kecerdasan emosional dalam pengelolaan kelasnya.

(3) Hasil penelitian ini dapat memperkaya dan melengkapi hasil-hasil

penelitian yang telah dilakukan guru-guru lain.

1.6.2.2Bagi Sekolah

(1) Memberikan informasi bagi sekolah untuk dapat meningkatkan

pengelolaan kelas.

(27)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini dijelaskan tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang

relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Uraian selengkapnya

mengenai landasan teori dan hipotesis yaitu sebagai berikut:

2.1

Kerangka Teori

Bagian ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori

yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pengelolaan kelas, pengelolaan

kelas yang efektif, syarat guru sukses dalam mengelola kelas, kecerdasan

emosional, karakteristik dan indikator kecerdasan emosional, dan kecerdasan

emosional pada guru. Berikut uraian selengkapnya:

2.1.1 Pengelolaan Kelas

2.1.1.1 Pengertian Pengelolaan Kelas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 657), pengelolaan diartikan

sebagai proses, cara, perbuatan mengelola atau proses yang memberikan

pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian

tujuan. Kaitannya dengan pembelajaran pengawasan diberikan kepada peserta

didik maupun hal lain dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.

Istilah bahasa Inggris untuk pengelolaan kelas adalah classromm

management. Istilah pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian

pengelolaan atau manajemen umumnya mengacu pada kegiatan-kegiatan yang

meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian,

(28)

menurut Wiyani (2013: 52) menjelaskan bahwa mengelola kelas merupakan

keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang

optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses belajar

mengajar.

Menurut Mulyasa (2011: 91) pengelolaan kelas merupakan keterampilan

guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan

mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pengelolaan kelas adalah proses

mengelola kegiatan pembelajaran oleh guru untuk menciptakan pembelajaran

yang kondusif dan meminimalisir gangguan dalam kegiatan pembelajaran

sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Gangguan yang dimaksud yaitu perilaku

siswa yang menggangu pada saat pembelajaran, seperti membuat gaduh, mencari

perhatian, bermain sendiri, dan perilaku menggangu temannya.

2.1.1.2Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas

menurut Wiyani (2013: 73-87) adalah sebagai berikut:

1) Hangat dan antusias

Guru yang bersikap hangat dan antusias bukan hanya akan disenangi oleh

peserta didik melainkan pula akan menjadi guru yang tidak akan pernah

terlupakan bagi mereka (unforgetable teacher). Sikap hangat akan sangat

mungkin bisa dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan

emosional dengan peserta didik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh

guru untuk membangun ikatan emosional dengan peserta didik yaitu sebagai

(29)

a) Tidak segan untuk menyapa peserta didik terlebih dahulu.

Guru yang ramah dengan senyuman dan sapaan merupakan figur guru

yang dapat mengayomi peserta didiknya. Sehingga peserta didik akan merasa

nyaman dengan guru dan akan membuat peserta semangat mengikuti kegiatan

pembelajaran.

b) Membiasakan diri untuk berjabat tangan dengan peserta didik.

Dengan berjabat tangan, kebencian bisa diredakan dan dengan jabat tangan

hubungan seseorang dengan orang lainnya menjadi erat. Kegiatan berjabat tangan

ini dapat memunculkan hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik

sehingga dapat menumbuhkan semangat peserta didik di sekolah khususnya di

kelas.

c) Membuka keran komunikasi dengan peserta didik.

Komunikasi yang terbuka akan membuat guru dapat berbicara dengan

jujur dan penuh kasih sayang mengenai pengamatannya tanpa membuat peserta

didik bersikap defensif. Selain itu peserta didik juga dapat menceritakan

hambatan-hambatannya dalam belajar dan guru dapat memberikan berbagai solusi

dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

d) Memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang sederajat

Guru hendaknya memperlakukan peserta didik sebagaimana ia

memperlakukan dirinya sendiri. Jika guru ingin dihormati peserta didiknya, guru

harus menghormati peserta didiknya. Jika guru ingin dihargai hak-haknya, guru

juga harus menghargai berbagai hak peserta didik. Jika perkataan guru ingin

didengar peserta didiknya, guru juga harus mendengarkan perkataan peserta

(30)

Untuk menumbuhkan sikap antusiasme guru terhadap peserta didik,

seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memotivasi peserta didik.

Motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri untuk

melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan belajar yang telah

ditetapkan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi peserta didik di

dalam kelas yaitu sebagai berikut:

a) Menggunakan metode pengajaran dan kegiatan belajar yang beragam.

b) Menjadikan peserta didik sebagai peserta aktif.

c) Memberikan tugas yang proporsional, realistik, dan sesuai dengan materi

belajar.

d) Menciptakan suasana kelas yang kondusif.

e) Melibatkan diri untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar.

f) Memberikan petunjuk kepada peserta didik agar sukses dalam belajar.

g) Memberikan penghargaan kepada peserta didik.

h) Menciptakan aktivitas yang melibatkan seluruh peserta didik di dalam kelas.

i) Menghindari penggunaan ancaman.

Menurut Rusydie (2011: 37-8) menjelaskan beberapa langkah agar guru

memiliki sikap antusias, antara lain:

a) Tidak pelit memberikan pujian kepada siswa.

b) Selalu berusaha untuk membantu siswa atas permasalahan yang dihadapi

siswa.

(31)

d) Menghargai setiap pendapat siswa yang muncul agar tercipta keakraban

dengan siswa.

2) Tantangan

Berbagai tantangan dapat dilakukan oleh guru melalui penggunaan

kata-kata, tindakan, cara kerja maupun bahan-bahan pelajaran yang memang dirancang

untuk memberikan tantangan kepada peserta didik. Hal ini akan dapat

meningkatkan semangat belajar mereka sehingga dapat mengurangi kemungkinan

munculnya perilaku yang menyimpang.

Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam memberikan

tantangan kepada pesera didik.

a) Melakukan evaluasi sederhana secara berkala setiap minggu dan memberikan

kuis kepada peserta didik.

b) Mengaitkan materi pelajaran dengan berbagai fakta di lapangan, sehingga

kegiatan belajar mengajar akan menjadi menarik dan menantang.

c) Mengajarkan keterampilan hidup dalam kegiatan belajar kepada peserta didik.

Untuk mengajarkan keterampilan hidup yang menantang kepada peserta didik

dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru dapat melakukan hal-hal antara

lain:

(1) Melakukan eksplorasi atau menggali potensi yang dimiliki peserta didik.

(2) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen atas

materi yang dipelajarinya.

(3) Membiasakan peserta didik untuk tekun belajar dan berkreativitas.

(32)

(5) Melakukan kunjungan lapangan (field study) ke objek-objek yang

memiliki keterkaitan dengan materi pelajaran.

3) Bervariasi

Variasi gaya mengajar guru sangatlah dibutuhkan karena dapat

menghindari kajenuhan dan kebosanan. Tujuan dari variasi gaya mengajar ini

antara lain:

a) Untuk menarik dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi

pelajaran.

b) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat

dan minatnya terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

c) Menanamkan perilaku yang positif pada peserta didik dalam kegiatan belajar

mengajar.

d) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan

tingkat perkembangan dan kemampuannya.

Variasi gaya mengajar seperti variasi intonasi suara, variasi gerak anggota

badan, dan variasi posisi guru dalam mengajar di kelas, serta variasi dalam

menggunakan metode dan media pengajaran.

4) Keluwesan

Keluwesan berasal dari kata luwes. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

luwes diartikan sebagai sesuatu yang pantas, menarik, tidak kaku, tidak canggung,

dan mudah menyesuaikan. Keluwesan dalam konteks ini merupakan keluwesan

perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai dengan kebutuhan peserta

(33)

belajar pada peserta didik serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang

kondusif dan efektif.

5) Penekanan pada hal-hal positif

Penekanan pada hal-hal positif, yaitu penekanan yang dilakukan oleh guru

terhadap perilaku peserta didik yang positif. Komentar-komentar yang positif

dapat diberikan oleh guru kepada peserta didik yang berperilaku positif.

Sementara dalam menghadapi perilaku peserta didik yang negatif, guru

hendaknya memberikan komentar yang positif yang dapat menjadikan peserta

didik tidak mengulangi perbuatan buruknya tersebut.

6) Penanaman disiplin diri

Secara sederhana, disiplin juga dapat diartikan sebagai sikap tertib, taat

dan patuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, ada dua hal yang dapat

dilakukan oleh guru agar peserta didiknya disiplin, antara lain:

a) Mendidik peserta didik untuk berperilaku baik.

b) Mendidik peserta didik untuk menjauhi perilaku yang buruk.

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah bagaimana agar anak didik

dapat mengembangkan sikap disiplin dengan baik. Untuk mewujudkan tujuan itu,

tentu saja sebagai guru harus memberikan teladan yang sesuai (Rusydie 2011: 45).

Mendidik peserta didik untuk disiplin tidaklah dapat dilakukan dengan

waktu yang singkat, tetapi harus dilakukan dengan waktu yang lama. Mendidik

peserta didik untuk disiplin harus dilakukan sepanjang waktu. Salah satu metode

(34)

menjadi model bagi peserta didiknya dengan memberikan contoh perilaku yang

positif, baik di kelas, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya,

guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian dengan sopan, berbicara dengan

santun, dan sebagainya.

2.1.1.3Komponen Pengelolaan Kelas

Menurut Usman (2013: 98-100) keterampilan mengelola kelas memiliki

komponen sebagai berikut:

1) Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal.

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil

inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan

dengan hal-hal tersebut yang meliputi keterampilan sebagai berikut:

a) Menunjukkan sikap tanggap yaitu tanggap terhadap perhatian, keterlibatan,

ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Sikap

tanggap ini ditunjukkan dengan cara sebagai berikut:

(1) Memandang secara seksama dengan kontak pandangan serta interaksi

antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk

bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan.

(2) Gerak mendekati kelompok kecil atau individu yang menandakan

kesiagaan, minat, dan perhatian guru terhadap tugas serta aktifitas siswa.

(3) Memberikan pernyataan baik berupa tanggapan, komentar, ataupun

lainnya.

b) Memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu

(35)

(1) Visual yaitu dengan mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada

kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau

seorang siswa secara individual.

(2) Verbal yaitu guru memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan

sebagainya terhadap aktifitas seorang siswa sementara ia memimpin

kegiatan siswa yang lain.

c) Memusatkan perhatian kelompok agar tetap pada tugas-tugas yang dilakukan.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut:

(1) Menyiagakan siswa untuk memusatkan perhatian kepada suatu hal

sebelum guru menyampaikan materi pokok agar siswa menghindari

hal-hal yang menyimpang.

(2) Menuntut tanggung jawab siswa dengan meminta siswa untuk

memeragakan, melaporkan, dan memberikan respons.

d) Memberikan petunjuk-petunjuk jelas dan singkat dalam pelajaran sehingga

tidak terjadi kebingungan pada siswa.

e) Memberi teguran secara bijaksana yaitu menegur secara verbal. Teguran

verbal yang efektif ialah sebagai berikut:

(1) Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada

tingkah laku yang menyimpang.

(2) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau mengandung

penghinaan.

(3) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.

f) Memberi penguatan ketika diperlukan yaitu dengan memberikan penguatan

(36)

yang bertingkah laku wajar untuk dijadikan teladan bagi siswa yang

mengganggu.

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang

optimal.

Keterampilan ini berhubungan dengan respons guru terhadap gangguan

siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan

remedial untuk mengembalikan kondisi belajar optimal. Guru dapat menggunakan

seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang

terus menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas di

kelas. Strategi tersebut adalah:

a) Modifikasi perilaku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dan

berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan

pemberian penguatan secara sistematis.

b) Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan

cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan kelompok.

c) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah yaitu

dengan cara mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, mengetahui

sebab-sebab tingkah laku tersebut serta berusaha menemukan pemecahannya.

Menurut Mulyasa (2011: 91) menemukan dan mengatasi perilaku yang

menimbulkan masalah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Pengabaian yang direncanakan.

(2) Campur tangan dengan isyarat.

(3) Mengawasi secara ketat.

(37)

(5) Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya.

(6) Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi.

(7) Menyusun kembali program belajar.

(8) Menghilangkan ketegangan dengan humor.

(9) Mengekang secara fisik.

2.1.1.4Pengaturan Siswa

Siswa merupakan individu perbedaan pada aspek biologis, intelektual, dan

psikologis. Tetapi, di dalam perbedaan dari ketiga aspek itu terdapat persamaan.

Berbagai perbedaan dan persamaan siswa berguna dalam membantu usaha

pengaturan siswa di kelas, terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola

pengelompokkan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang penuh

kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama

(Djamarah 2010: 208).

Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kelompok memperhatikan

pada aspek individual siswa. Siswa ditempatkan berdasarkan postur tubuh, adanya

kelainan penglihatan, jenis kelamin. Selain itu penempatan siswa yang cerdas,

bodoh, yang pendiam, yang lincah, suka membuat keributan, yang suka

mengganggu temannya, dan sebagainya. Pengelompokkan siswa harus dilakukan

secara heterogen.

2.1.2 Pengelolaan Kelas yang Efektif

Keharmonisan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran mempunyai

(38)

menyenangkan agar siswa merasa nyaman. Dengan rasa nyaman maka materi

pelajaran akan mudah dipahami siswa.

Thomas Gordon (1990) dalam Djamarah (2010: 216) menjelaskan bahwa

hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:

1) Keterbukaan, guru dan siswa bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.

2) Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.

3) Saling ketergantungan, antara satu sama lain.

4) Kebebasan dalam mengembangkan keunikannya, kreativitasnya, dan

kepribadiannya.

5) Saling memenuhi kebutuhan.

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa pengelolaan yang efektif tercipta

dari hubungan guru dan siswa yang harmonis. Dengan begitu mampu

menciptakan pembelajaran yang nyaman bagi siswa. Guru bertugas untuk

meminimalisir atau menghilangkan permasalahan-permasalahan yang mungkin

muncul dalam pengelolaan kelas.

2.1.3 Syarat Guru Sukses dalam Mengelola Kelas

Guru bertanggung jawab penuh dalam menciptakan kondisi kelas yang

kondusif. Rusydie (2011: 101-29) menjelaskan sebagai guru ada beberapa syarat

yang harus dipenuhi untuk menciptakna kelas yang baik, yaitu sebagai berikut:

1) Profesional

Mengingat profesi guru yang sangat mulia dan penuh tanggung jawab

(39)

masing-masing guru agar menjadi sosok yang profesional demi meningkatkan mutu dan

kualitaspendidikan. Oleh karena itu, adapun kriteria untuk menjadi

guru profesional, sebagai berikut:

a) Memiliki keahlian yang mendidik.

b) Berkelas tinggi, yaitu dengan menunjukkan skills, dedikasi, dan pengorbanan

kita demi kemajuan dunia pendidikan, sehingga kelak masyarakat yang akan

menilai sendiri betapa mulia dan vitalnya peran seorang guru.

2) Kepribadian yang Baik.

Profesi seorang guru memang sangat identik dengan peran seorang

pembimbing, pembina, dan pengasuh. Seorang guru yang mampu memberi

teladan baik kepada peserta didiknya, maka ia akan dapat menularkan kebaikan di

lingkungan anak didiknya. Oleh karena itu, sebagai guru tidak hanya terbatas pada

mengajar (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai penanaman nilai-nilai moral

bagi siswa.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh agar memiliki kualitas

kepribadian guru yang baik seperti: (1) selalu tampil prima, (2) bijaksana, (3)

ceria, (4) mampu mengendalikan emosi, (5) mampu menjawab pertanyaan siswa,

(6) berusaha menerima keadaan, (7) tidak sombong, (8) adil, (9) penuh tanggung

jawab.

3) Luwes

Luwes dalam hal perilaku, yaitu seperti antusias, berwibawa, supel,

berpandangan positif terutama dalam melihat peluang yang baik, humoris, leluasa

yang artinya dapat menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil yang

(40)

fasih dalam berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur, tulus, spontan yang

artinya dapat mengikuti irama di kelas dan tetap bisa mempersembahkan hasil

yang terbaik, menarik dan tertarik, beranggapan bahwa semua siswa mampu

mencapai kesuksesan seperti yang mereka impikan, menetapkan dan memelihara

harapan siswa dengan baik, berusaha semaksimal mungkin membantu dan

mendorong siswa dalam meraihnya.

Luwes dalam hal tindak tanduk. Bersikap luwes dapat ditunjukkan guru

dalam memanfaatkan gerak-gerik tubuh pada saat mengajar. Beberapa bagian

tubuh dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan pentingnya materi yang tengah

diajarkan. Seperti melalui tatapan atau kontak mata, ekspresi wajah, dan nada

suara.

4) Dapat Berperan sebagai Eksekutor

Beberapa prinsip seorang eksekutor yang perlu diterapkan oleh guru dalam

mengajar, yaitu:

(1) Dapat mengetahui hasil yang akan diperoleh. Ketika hendak mengajar,

pastikan guru benar-benar mengerti tentang materi yang hendak ia ajarkan.

Namun, guru tidak hanya dituntut untuk mengerti apa yang akan diajarkan,

melainkan juga harus paham dan mengetahui hasil yang ingin diperoleh

dari pengajarannya.

(2) Dapat menjelaskan hasil yang akan diperoleh. Guru dapat melakukan

beberapa hal seperti: memaparkan hal-hal positif terhadap materi

pelajaran, menunjukkan bagian-bagian penting pada materi yang harus

diperhatikan, dan membuat rumus-rumus khusus untuk memudahkan

(41)

(3) Dapat meraih hasil. Meraih tujuan pembelajaran tidak selalu berarti semua

siswa memperoleh nilai yang baik saat ujian. Jika guru sudah mampu

menjelaskan materi pelajaran dengan baik dan siswa juga sudah

memahaminya dengan benar, maka saat itulah tujuan dari proses

pembelajaran dapat tercapai.

Sedangkan menurut Agung (2010: 57) ada beberapa hal yang dapat

menjadi acuan bagi guru untuk mewujudkan gagasan dan perilaku kreatif dalam

mengelola kelas, yaitu:

1) Mengkaji bahan ajar atau materi pembelajaran yang akan disampaikan dan

tujuan pembelajaran. Guru hendaknya menguasai materi yang akan

dibelajarkan kepada peserta didiknya.

2) Mengkaji bentuk-bentuk pengelolaan kelas dan menentukan dengan

kemungkinan penerapan sesuai dengan bahan ajar yang akan disampaikan

dalam bentuk klasikan/kelas, berkelompok, berpasangan, perseorangan atau

lainnya.

3) Dalam pengelolaan kelas guru perlu memperhatikan hal-hal yang terkait

dengan pemberian dan membangkitkan perhatian dan motivasi peserta didik,

mengembagkan keaktifan dalam pembelajaran, keterlibatan langsung peserta

didik, pemberian pengulangan, pemberian tantangan belajar, pemberian

balikan dan penguatan, serta memperhatikan perbedaan individual siswa.

4) Mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam pengelolaan dan

kebutuhan ruang/kelas, serta membahas dengan kepala sekolah dan rekan guru

(42)

5) Menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas. Setelah guru mengkaji

kegiatan diatas maka guru dapat menyusun rencana pengelolaan kelasnya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan guru bertanggung jawab penuh akan

kondisi kelasnya. Dalam mengelola kelas guru harus mengkondisikan kelas agar

pembelajaran berjalan efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh

karena itu, guru harus memperhatikan beberapa hal seperti: penguasaan materi

pelajaran, sikap guru yang luwes selama pembelajaran, memberikan teladan

kepada siswa dengan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran,

mengidentifikasi setiap permasalahan dan hambatan selama pembelajaran serta

mencari pemecahan masalahnya , penyampaian materi dengan maksimal melalui

gerak tubuh maupun nada suara. Beberapa hal tersebut kemudian dijadikan acuan

dalam menyusun rencana kerja terkait pengelolaan kelas, sehingga akan

menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta

didik.

2.1.4 Kecerdasan Emosional

2.1.4.1Pengertian Kecerdasan

Menurut Howaard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk

memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.

Sedangkaan Alfred Binet dan Yheodore Simon mengemukakan kecerdasan terdiri

dari tiga komponen: (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2)

kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan

(3) kemampuan mengkritik diri sendiri. Buzan mendefinisikan kecerdasan pribadi

(43)

diri sendiri tentang model atau peta mental diri yang baik dan jujur, dan mampu

belajar dari pengetahuan tersebut (Efendi 2005: 83).

Definisi kecerdasan lain dikemukakan oleh Piaget yang mengatakan

bahwa “Intelligence is what you use when you don’t know what to do”. Yang

artinya kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa

yang harus kita lakukan.

Sedangkan D. Wechsler dalam Soeparwoto (2007: 83) mengartikan bahwa

intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak

terarah atau bertujuan, berpikir secara rasional, serta dapat menghadapi

lingkungannya dengan efektif.

Menurut Sternberg dalam Efendi (2005: 86) menjelaskan kecerdasan

sebagai serangkaian keterampilan berfikir dan belajar yang digunakan dalam

memecahkan masalah akademis dan sehari-hari, yang secara terpisah dapat di

diagnosa dan diajarkan.

Dari urain diatas, dapat disimpulkan kecerdasan merupakan serangkaian

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berpikir, bertindak dan dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya.

2.1.4.2Pengertian Emosi

Para psikolog menyebutkan bahwa emosi merupakan salah satu dari

trilogi mental (kognisi, emosi, dan motivasi). Akar kata emosi adalah movere,

kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalam “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Artinya bahwa kecenderungan

(44)

Oxfort English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan

atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau

meluap-luap. Menurut Goleman (2005: 411) menganggap emosi merujuk pada

suatu perasaan dan pikran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis,

dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama

dengan campuran perasaan, variasi, mutasi, dan nuansanya.

Menurut Chaplin dalam Safaria dan Saputra (2012: 12), emosi

didefinisikan sebagai suatu keadaan terangsang dari organisme, mencakup

pengalaman yang disadari yang bersifat mendalam, dan memungkinkan terjadinya

perubahan perilaku. Sedangkan menurut James dalam Safaria dan Saputra (2012:

11) emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan

yang jelas pada tubuh.

Definisi lain menurut Poerbakawatja dalam Rifa’i dan Chatharina (2011:

51), menyebutkan bahwa emosi adalah suatu respon (reaksi) terhadap suatu

perangsang yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis, disertai dengan

perasaan yang kuat, biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.

Emosi berhubungan dengan motif. Emosi dapat berfungsi sebagai motif

yang dapat memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar

individu dapat berbuat atau bertingkahlaku. Tingkah laku yang ditimbulkan emosi

tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Misalnya timbul rasa simpati, terharu

terhadap korban bencana alam ataupun timbulnya rasa marah, jengkel saat grup

sepakbola yang diidolakan kalah dalam pertandingan.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu

(45)

biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk melakukan suatu

tindakan yang perubahannya tampak jelas pada tubuh, biasanya keadaan seperti

ini dapat merangsang keadaan mental yang kuat dan meluap-luap.

Safaria dan Saputra (2012: 16-7) menjelaskan bahwa emosi mempunyai

keunggulan, di antaranya sebagai berikut:

1) Emosi adalah bentuk komunikasi yang dapat memengaruhi orang lain.

Guratan ekspresi yang terlihat pada raut muka seseorang adalah bagian dari

emosi. Sejak dahulu sampai sekarang guratan ekspresi merupakan bentuk

komunikasi seperti kata-kata, bahkan lebih cepat dari kata-kata.

2) Emosi dapat mengorganisasi dan memotivasi tindakan.Emosi secara teoritis

dapat memotivasi perilaku. Pada situasi tertentu, emosi dapat bereaksi

mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi situasi tersebut. Emosi

akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk melewati rintangan yang ada

dalam pikiran kita.

2.1.4.3Golongan Emosi

Goleman (2005: 411-2) mengelompokkan emosi dalam

golongan-golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,

terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang

paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.

2) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,

(46)

3) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,

waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut sebagai patologi, fobia

dan panik.

4) Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga,

kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,

kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania.

5) Cinta: penerimaan, persahabatan kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,

hormat, kasmaran, kasih.

6) Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

7) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

8) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Adapun menurut Paul Ekmal dan Seymour dalam Goleman (2005:

414-21) beberapa ciri pikiran emosional sebagai berikut:

Pertama, respon yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional (emotional

mind) jauh lebih cepat dari pikiran rasional (rational mind). Keunggulan pikiran

emosional adalah dapat membaca realitas emosi dalam sekejap. Pikiran emosional

juga dapat membuat penilaian singkat secara naluriah, sehingga bisa menunjukkan

apa yang perlu dicurigai, siapa yang harus dipercaya, siapa yang menderita.

Dengan demikian, pikiran emosional dapat menjadi radar terhadap bahaya.

Kedua, perasaan dan pikiran. Emosi itu mendahului pikiran. Reaksi

emosional gerak cepat lebih menonjol dalam situasi-situasi mendesak yang

mendahulukan tindakan penyelamatan diri. Keputusan ini, menyiapkan kita dalam

(47)

yang paling dasyat merupakan reaksi-reaksi diluar kehendak, kita tidak dapat

memutuskan kapan perasaan itu akan muncul seperti cinta, amarah dan takut.

Ketiga, realisasi simbolik. Logika emosional itu bersifat asosiatif.

Menganggap bahwa unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu

kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut.

Ada banyak segi dimana akal emosional mirip perilaku kanak-kanak, semakin

mirip kanak semakin kuatlah tumbuhnya emosi tersebut. Cara mirip

kanak-kanak ini bersifat menegaskan diri sendiri, dengan menekan atau mengabaikan

ingatan atau fakta yang akan menggoyahkan keyakinan dan memanfaatkan

ingatan serta fakta yang mendukung.

Keempat, memposisikan masa lampau sebagai masa sekarang. Akal

emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah

masa lampau.

Kelima, realitas yang ditentukan oleh keadaan. Bekerjanya akal pikiran

sebagian besar ditentukan oleh keadaan. Bagaimana orang bertindak pada saat

romantis, bagaimana berperilaku jika kita sedang marah atau ditolak.

2.1.4.4Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Salovey dan Mayer dalam Soeparwoto (2007: 101)

mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan

sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri

sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan

informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Cooper dan Sawaf dalam Efendi (2005: 172) mendefinisikan kecerdasan

(48)

understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source

of human energy information, connection, and influence”.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan

secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah

sumber energi manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh.

Sedangkan menurut Goleman (2005: 45) kecerdasan emosional merupakan

kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan

mengahadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban

stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan kecerdasan emosional adalah (a)

kemampuan memahami, mengenali, merasakan, mengelola, dan memimpin

perasaan diri sendiri dan orang lain, (b) kemampuan dalam memahami,

mengenali, meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan

orang lain untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dikehendaki.

2.1.5 Karakteristik dan Indikator Kecerdasan Emosional

Sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer, maka

ciri-ciri kecerdasan emosional antara lain sebagai berikut:

1) Individu mampu memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun

pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini

untuk membimbing pikiran dan tindakan.

2) Menggejala pada diri individu dalam bentuk: keramahan, percaya diri atau

(49)

menyesuaikan diri, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan

amarah, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, dan tekun.

3) Individu nampak ulet, optimis, motivasi tinggi, dan antusiasme.

4) Tindakan individu lebih didasarkan pada karakter atau karakteristik pribadi,

bukan didasarkan kepintaran seseorang (Soeparwoto 2007: 103).

Salovey dalam Goleman (2005: 58-9) menguraikan kecerdasan emosional

menjadi lima wilayah utama , yaitu sebagai berikut:

1) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan pada saat perasaan

itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk

mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam

kekuasaan perasaan.

2) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan

pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Hal ini mengacu

pada kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,

kemurungan, atau ketersinggungan.

3) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan

adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk

memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi.

4) Mengenali emosi orang lain atau empati. Orang yang empatik lebih mampu

menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa

yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan

sikap seperti: lebih terbuka terhadap pendapat orang lain, peka terhadap

(50)

5) Membina hubungan. Seni membina hubungan sebagian besar merupakan

keterampilan mengelola emosi orang lain. Membina hubungan dapat

diwujudkan dengan sikap seperti: lebih tegas dan terampil dalam

berkomunikasi, menyelesaikan pertikaian, bekerja sama, berbagi rasa dan suka

menolong.

Sedangkan Goleman (2001: 42-3) mengelompokkan kecerdasan emosional

ke dalam dua kelompok, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.

Kecakapan pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.

Sementara, kecakapan sosial meliputi empati dan keterampilan sosial.

Lima unsur kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri,

motivasi, empati, dan kecakapan sosial. Kemudian dari lima unsur tersebut

melahirkan keterampilan praktis kecakapan emosi sebagai berikut:

1) Kesadaran diri, meliputi kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti, dan

percaya diri.

2) Pengaturan diri, meliputi kendlai diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan,

adaptabilitas, dan inovasi.

3) Motivasi, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme.

4) Empati, meliputi memahami orang lain, orientasi pelayanan, pengembangan

orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis.

5) Keterampilan sosial, meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,

katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan

kooperasi, dan kemampuan tim.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional

(51)

(mengendalikan emosi), (2) individu mampu memotivasi diri sendiri untuk terus

memperbaiki kualitas diri, hal ini diwujudkan dengan sikap ulet, optimis, dan

motivasi tinggi, (3) mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain.

2.1.6 Kecerdasan Emosional pada Guru

Guru adalah profesi mulia yang dipercaya masyarakat untuk

mencerdaskan manusia. Oleh karena itu, guru harus memiliki seperangkat

kompetensi dasar sebagai bekal dalam menjalankan profesinya. Guru tidak hanya

mengajar tetapi juga mendidik anak didiknya untuk menjadi manusia seutuhnya.

Hal ini yaitu melalui pembelajaran yang diajarkannya. Pembelajaran diupayakan

sedemikian rupa dengan suasana nyaman dan kondusif bagi peserta didik. Dengan

suasana yang efektif sudah tentu tujuan pembelajaran akan tercapai.

Dalam pembelajaran yang dilakukan guru terkadang timbul gangguan

yang menjadikan suasana kelas tidak lagi kondusif. Guru perlu mengembalikan

suasana tersebut. Namun, terkadang guru harus ekstra sabar mengahdapi peserta

didiknya terutama siswa yang memang dikategorikan hiperaktif. Menurut

Mulyasa (2011: 48) ujian terbesar guru yaitu rangsangan yang memancing emosi.

Guru sangat memerlukan kestabilan emosi, menahan emosi terhadap rangsangan

yang menyinggung perasaan. Guru yang mudah marah akan membuat peserta

didik menjadi takut dan kurang minatnya untuk mengikuti pembelajaran.

Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 17)

menjelaskan bahwa salah satu kepribadian guru yang sehat adalah dapat

mengontrol emosi. Selain itu, dalam penangani berbagai permasalahan peserta

didik di kelas yang paling penting adalah adanya hubungan baik antara guru dan

(52)

yang memengaruhi kualitas perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya, salah

satunya yaitu hubungan guru dan murid-muridnya. Apabila guru menciptakan

hubungan yang baik dengan peserta didiknya maka peserta didik akan lebih

mudah memperhatikan guru dan akan lebih tertarik dengan pembelajaran yang

dilakukan guru tersebut.

Guru harus menciptakan iklim sosial dan emosional yang baik. Asumsi ini

mengharuskan wali atau guru kelas berusaha menyusun program kelas dan

pelaksanaannya yang didasari oleh hubungan manusiawi yang diwarnai sikap

saling menghargai dan saling menghormati antarpersonal di kelas. Setiap personal

diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan

kemampuan masing-masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang

menyenangkan pada setiap personal dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawab masing-masing (Djamarah dan Zain 2010: 182). Sesuai dengan pendapat

Gambar

Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................... 67
Tabel
Gambar: 2.1 Pola Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih

Pengelolaan Kurikulum bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah mencakup fasilitasi perubahan mindset berkenaan dengan keterbukaan, keyakinan, dan penerimaan terhadap

Kota Makassar diperoleh data jumlah pelatihan guru dengan rata-rata 3 (tiga)c. sampai 5 (lima) dengan inklusivitas 87% atau lebih tinggi

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta kompeten mengelola Data Potensi Wilayah, Programa Penyuluhan Pertanian, Membuat dan Menggunakan Media Penyuluhan Pertanian

Aplikasi sms server pada SMK YAPENKOS ini juga dapat membantu sekolah untuk memberikan informasi kepada siswa dan menyebarkan informasi akademik kepada

Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat

Pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Pemilihan Langsung (Calon Pemenang Pemilihan Langsung) Nomor : W2-TUN7/19/BA/Pokjainterior-TUNSRG/PL.01/IX/2015 tanggal 23