SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh:
INAYAH MAILY RIDHO
NIM.1110044100038
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS
SYARI’AH
DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
iv
Inayah Maily Ridho. NIM 1110044100038. Perceraian Anggota Polri (Studi Atas Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2010 dan Implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan). Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 / 2014. xi + X halaman + Y halaman lampiran.
Skripsi ini membahas pengaturan perkawinan dalam masalah perceraian yang berlaku khusus bagi anggota Polri serta bagaimana implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perceraian anggota polri yang diajukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, mengetahui faktor penyebab perceraian dan bagaimana penyelesaian perkara yang diajukan tersebut. Skripsi ini menggunakan metode penggabungan dari penelitian normative dan penelitian empiris, dengan pendekatan studi deskriptif kualitatif. Sumber data primer berupa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan selama tahun 2013 yang sudah berkekuatan tetap (incraht) berkaitan dengan perceraian anggota polri, baik cerai talak ataupun cerai gugat. Selanjutnya setelah data terkumpul, penulis mengklasifikasikan yang kemudian diolah dan dilengkapi dengan metode deskriptif analitis. Dan teknik penulisannya berdasarkan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kesimpulan bahwa ada 2 bentuk perceraian yang diajukan anggota Polri pada Pengadilan Agama Jakarta selatan yakni : (a) cerai talak sebanyak 3 perkara dan (b) cerai gugat sebanyak 9 perkara. Yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian yaitu perselisihan atau pertengkaran terus menerus dan faktor kedua adalah tidak memberi nafkah atau kebutuhan ekonomi. Tidak ada satu perkarapun yang ditolak (NO) oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan padat ahun 2013, akan tetapi terdapat 1 putusan yang dicoret dari register, 3 putusan yang dicabut oleh para pihak, dan sebanyak 8 putusan yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Kata kunci :Perkawinan, Perceraian, Anggota POLRI Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
v
Syukur Alhamdulillah, saya persembahkan kepada Rabbul Izzah Allah SWT
yang telah menerangi, menuntun dan membukakan hati serta pikiran dalam
menyelesaikan setiap tahapan proses penyusunan skripsi ini. Iringan shalawat dan
salam senantiasa mengalir kepangkuanmu wahai manusia pilihan, Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan segenap sahabat-sahabat setiamu hingga akhir zaman.
Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis selama menuntut ilmu
di bangku kuliah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dalam
penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan,
namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan, serta
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung
segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Phil JM. Muslimin, MA.,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A., Ketua
Prodi dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan
vi
4. Segenap Civitas Akademik Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku
perkuliahan.
5. Pimpinan Perpustakaan Umum dan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta staff, Perpustakaan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), dan
Perpustakaan SESPIMA POLRI, yang telah memberikan penulis fasilitas untuk
menggandakan studi perpustakaan.
6. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pihak-pihak terkait yang telah
meluangkan waktunya sehingga memudahkan penulis menyelesaikan skripsi
ini.
7. The Light Of My Life, Supporter tiada henti, kekuatan saat lemahku, pelipur
lara saat sedihku, Ayahanda Abuya KH.M. Rusydi Ali dan Ibunda tercinta Hj.
Nuramalia yang tidak pernah mengenal kata lelah mencurahkan perhatian dan
kasih sayangnya berupa bimbingan dalam menuntunku menjadi pribadi yang
lebih baik. Terima kasih untuk semua waktu dan tiap doa yang selalu kau
panjatkan untuk anakmu ini. Terima kasih untuk selalu menjadi yang pertama
membanngkitkanku, menyemangatiku, serta membuatku tetap melapangkan
hatiku saat aku mulai lelah dan kehabisan semangat. Bagi ananda, tiada
vii
membanggakan kalian. Amiin. Ana Uhibbukuma Fillah.
8. Kepada kakak-kakak dan adik-adikku yang senantiasa ada dan berupaya
membantuku dalam menempuh kuliah baik berupa semangat, candatawa, serta
waktu. Terima kasih untuk selalu memberikan semangat dan membantu penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Big Thank’s To OPS Management khoirunnisa, sainah, syafa’atuluzma,
renalauw, arini, nengkhosya, yulianti, auliabebsi, faudzan, rifkiceper, fajrul,
zidni, syaban, zaky, azmi, rusdilubis, arkim, ipank, zian serta sahabat-sahabat
Peradilan Agama Angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang menjadi teman seperjuangan sebelum maupun ketika di bangku
perkuliahan.
10. Thank’s To My Lovely Almamater Darunnajah ank.33 farah diba, ayu
alwiyandari, filza, dyna, rifanny, shintia, lathifa ririn, rika handayani, liana, nur
annis, habibah dan sahabt-sahabatku yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi dan doa kepada
penulis.
11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) DINAMIC yang selalu memberikan
viii
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, Amiin.
Ciputat,19 September 2014
ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... D. Metode Penelitian... E. Review Studi Terdahulu... F. Sistematika Penulisan... 1 8 9 10 12 15 BAB II KETENTUAN TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI ANGGOTA POLRI... 17
A. Sekilas Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 17 HALAMAN JUDUL... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI... iii
LEMBAR PERNYATAAN... iii
ABSTRAK... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... vii
x
Anggota POLRI………. 24
BAB III GAMBARAN UMUM PERKARA PERCERAIAN
ANGGOTA POLRI DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA SELATAN……….. 38
A. Deskripsi Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan...
B. Deskripsi Perkara Perceraian Anggot Polri diPengadilan
Agama Jakarta Selatan Tahun 2013...
38
47
BAB IV ANALISIS PERKARA PERCERAIAN ANGGOTA
POLRI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA
SELATAN TAHUN 2013……….. 64
A. Bentuk Perceraian Anggota Polri di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan………...
B. Alasan Terjadi Perceraian Anggota Polri di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan………...
C. Penyelesaian Pengajuan Perkara Cerai Anggota Polri di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan………
65
69
72
BAB V PENUTUP...
A. Kesimpulan...
B. Saran...
79
79
80
[image:11.612.117.518.107.706.2]xii
2. Surat Keterangan Permohonan Data/Wawancara.
3. Surat Jawaban Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
4. Laporan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2013 Tentang Perkara Yang
Diterima
5. Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengajuan
Perkawinan, Perceraian, Dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
6. 3 putusan perkara tentang perceraian anggota polri pada pengadilan agama
1
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia pasti mendambakan kebahagiaan dan salah satu jalan untuk
mencapai kebahagiaan itu dengan jalan perkawinan. Perkawinan merupakan fitrah
manusia, oleh karena itu Islam menganjurkan untuk hidup berumah tangga dan
menghindari hidup membujang. Perkawinan merupakan wadah untuk melanggengkan
kebahagiaan manusia, bukan sebagai pengekang pasangan hidup. Oleh karena itu
perkawinan dalam Islam tidak untuk jangka waktu tertentu yang terbatas, melainkan
untuk selama-lamanya sampai maut memisahkan kedua pasangan hidup.1
Tujuan perkawinan adalah agar dapat terbinanya hubungan antar seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang saling mencintai satu sama lain agar dapat
menghasilkan keturunan dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai
dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Dalam Undang-UndangNomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan pasal 1 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
1
Tujuan perkawinan yang diinginkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, bila kita rasakan adalah sangat ideal. Karena tujuan perkawinan itu tidak hanya
melihat dari segi lahirnya saja tetapi sekaligus terdapat adanya suatu pertautan bathin
antara suami dan isteri yang ditujukan untuk membina suatu keluarga atau rumah
tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan Yang Maha Esa. Yang menjadi tujuan dasar setiap pembentukan rumah
tangga, yaitu disamping untuk mendapat keturunan yang saleh, adalah untuk dapat
hidup tenteram, adanya suasana sakinah yang disertai rasa kasih sayang.2
Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya suami istri penuh
kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya rasa
kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti
dengan kebencian. Kalau kebencian sudah datang, dan suami istri tidak dengan
sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan
berakibat negative bagi anak keturunannya. Oleh karena itu, upaya memulihkan
kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan.
Suami istri yang bertikai tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan
bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali.Walaupun dalam
ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian
adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Allah.3 Islam
2
Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004),h.96.
3
hanya mengizinkan perceraian karena tidak ada jalan lain untuk keluar dari lingkaran
ketegangan yang terus menerus dalam rumah tangga. Lagi pula sesudah
dipertimbangkan bahwa bercerai itulah jalan yang terbaik bagi mereka daripada terus
menerus hidup dalam perselisihan, dalam konflik keluarga, yang hidup membara
kalbu dalam suatu rumah tagga4 pada akhirnya solusi perceraian menjadi suatu jalan
alternative.5
Islam tidak mengikat mati perkawinan tetapi tidak pula mempermudah
perceraian, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
menganut asas mempersukar terjadinya perceraian. Karena perceraian akan
membawa dampak psikologis bagi anak dan suami istri, serta dalam pembinaan dan
pendidikan anak.6
Angka perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Perceraian terjadi
apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan
ketidakcocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara
khusus. Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perceraian
dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan.
Adapun pemberatan dalam perceraian ini juga diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen oleh
4
Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional,…, h. 173.
5
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
(Yogyakarta: Liberty, 1997), h. 75.
6
Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama, pada pasal 65 ayat (1) yang
disebutkan bahwa :
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak”.7
Khusus bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dengan
dikeluarkannya Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan
Pekawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Anggota Polri, diatur bahwa anggota yang
ingin mengajukan gugatan cerai harus mendapatkan izin tertulis terlebih dahulu dari
pejabat yang berwenang (atasannya). Izin cerai hanya diberikan apabila perceraian
yang akan dilakukan itu tidak bertentangan dengan hukum agama yang dianut oleh
kedua belah pihak yang bersangkutan, serta tidak melanggar peraturan-peraturan
yang berlaku.8
Hal ini merujuk pada Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi:
7
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-3, h. 369.
8
“Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan per
Undang-Undangan dan norma-norma agama yang dianut oleh pegawai negeri pada Polri dan
mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang”.9
Pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk antara lain:
1. Kapolri untuk yang berpangkat Pati, PNS golongan IV/d dan IV/e,
2. Kapolda untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b sampai
dengan Inspektur dan PNS golongan III di wilayahnya,
3. Kapolresmetro/Kapolres/Kapolresta dan Ka SPN untuk yang berpangkat
Brigadir dan PNS golongan II kebawah di wilayahnya.10
Kemudian, di dalam Pasal 19 Perkapolri Nomor 9 tahun 2010 dinyatakan
bahwa setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib
mengajukan surat permohonan izin cerai kepada Kasatker (Kepala Satuan Kerja).
Tujuannya untuk menciptakan keseragaman dan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
perkawinan, perceraian dan rujuk bagi anggota Polri dan Perssip di lingkungan
Polri.11
Pelanggaran terhadap Perkapolri Nomor 9 tahun 2010, termasuk melakukan
perceraian tanpa seizin atasan, maka akan dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan.12
9
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d477206d310a/izin-cerai-anggota-Polri
Diunduh pada 3 November 2013 17:23. 11
JUKLAK: Perkawinan Perceraian Dan Rujuk Bagi Anggota Polri Dan Perssip Polri, Keputusan Kepala Kepolisian Republic Indonesia Tanggal 21 Maret 1988.
12
Menurut Pasal 15 jo Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan jika Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan
melakukan tidak memperoleh izin atau surat keterangan dari pejabat, maka akan
dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat yang diatur dalam PP Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Adapun hukuman disiplin berat yang diatur
dalam PP Nomor 30/1980 mencakup:
1. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama
1 (satu) tahun;
2. Pembebasan dari jabatan;
3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil; dan
4. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Adanya aturan khusus bagi anggota POLRI yang difilter dari PP 10 tahun 1983,
merupakan salah satu daya tarik bagi penulis untuk mengetahui penerapan peraturan
tersebut. Penulis dapat melihat dengan jelas perbedaan antara aturan pernikahan
anggota PNS dengan anggota POLRI.
Berbeda dengan PNS ketika ingin menikah cukup dengan melaporkan
pernikahannya kepada atasan, anggota POLRI harus melalui sidang pra nikah
sebelum melangsungkan pernikahan. Dalam sidang tersebut, ada beberapa unsur yang
dihadirkan diantaranya Wakapolresta yang menjadi pimpinan sidang, Bhayangkari
adalah calon istri atau suami. Penentuan pimpinan sidang dilihat dari pangkat seorang
anggota POLRI yang akan mengikuti proses persidangan. Jika jabatan Brigadir maka
yang menjadi pimpinan sidang adalah Kapolres, dan bila berpangkat Perwira maka
yang menjadi pimpinan sidang adalah kapolda demikian seterusnya.
Menurut laporan perkara selama tahun 2013 dalam kasus perceraian yang
terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdapat 3.092 perkara. Dari 3.092
perkara tersebut 2.144 perkara adalah dalam bentuk perkara cerai gugat dan 948
perkara dalam bentuk perkara cerai talak. Dari 3.092 perkara yang diputus oleh hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan selama tahun 2013 ditemukan 12 putusan
perceraian anggota Polri.
Terhadap perkara perceraian anggota Polri tersebut, Majelis Hakim
Pengadilan Agama dalam memeriksa harus memperhatikan Peraturan Kapolri Nomor
9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi
Anggota Polri, sebagai salah satu dari dasar-dasar hukum tertulis yang dipergunakan
oleh hakim dalam menilai fakta persidangan, menyelesaikan dan memutus perkara
perceraian anggota Polri. Maka dari itu penulis tertarik ingin melihat bagaimana
implementasinya terhadap pemeriksaan dan penyelesaian perkara perceraian anggota
Polri di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan melakukan penelitian yang
berjudul “PERCERAIAN BAGI ANGGOTA POLRI (Studi Atas Peraturan
Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan Implementasinya di Pengadilan Agama
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Dengan luasnya perkara perdata yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama
yang tentunya didasari oleh kewenangan absolut Pengadilan Agama yang
sebagaimana diatur oleh Undang-Undang, maka dalam penelitian ini penulis
membatasi masalah hanya terkait perceraian yang diajukan oleh anggota Polri.
2. Rumusan Masalah
a. Apa saja bentuk perceraian anggota Polri yang diajukan di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan.
b. Apa faktor penyebab perceraian anggota Polri di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
c. Bagaimana penyelesaian perkara perceraian anggota Polri yang diajukan di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Tiga masalah tersebut diatas yang akan dibahas dalam skripsi ini, dengan
memfokuskan pada data perceraian berdasarkan register perkara tahun 2013 di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
C.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui betuk perceraian anggota Polri yang diajukan di Pengadilan
b. Mengetahui faktor penyebab perceraian anggota Polri di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan.
c. Mengetahui penyelesaian perkara perceraian anggota Polri yang diajukan
di Pengadilan agama Jakarta Selatan.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang akan didapatkan dalam penelitian diantaranya
adalah:
a. Bagi Penulis sebagai wujud kontribusi positif terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum acara perdata di
Pengadilan Agama yang mengatur tentang perceraian.
b. Memberikan informasi bagi semua kalangan masyarakat tentang praktik
perceraian anggota POLRI.
c. Bagi Institusi Pengadilan Agama sebagai tambahan bahan pertimbangan
dalam memeriksa perkara perceraian anggota Polri.
d. Bagi Universitas menambah referensi bagi teman-teman dalam
mempelajari hukum acara perdata di Pengadilan Agama yang mengatur
tentang perceraian.
D.METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian.
Penelitian ini merupakan penggabungan dari penelitian normative dan
data sekunder berupa buku-buku dan PerUndang-Undangan yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.13Sedangkan penelitian empiris dilakukan
dengan menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang
perkara perceraian anggota Polri.
2. Pendekatan
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi deskriptif kualitatif., yaitu
kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis
atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang
sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Tujuan utama dalam
menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan
yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa
sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.14
3. Sumber Data
a. Data Primer
Yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap
(inkrah) selama tahun 2013. Putusan tersebut berkaitan dengan perceraian
anggota Polri, baik cerai talak ataupun cerai gugat.
13
Soerjonno Soekonto dan Sri Mamuji, Penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat,
(Jakarta: PT Rajawali Pers,1995) Cet. IV, h.13-14.
14
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan primer, seperti data yang diperoleh dari
perUndang-Undangan, buku-buku, artikel dan data tertulis lainnya yang
ada kaitannya dengan skripsi ini.15
4. Pengumpulan Data
Untuk data primer, penelitian melakukan studi dokumentasi terhadap
arsip-arsip putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Arsip yang diteliti adalah
putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan selama tahun 2013 tentang perkara
perceraian anggota Polri, baik cerai talak ataupun cerai gugat. Pengambilan
sampel putusan sebanyak 12 putusan perkara cerai anggota Polri di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sedangkan untuk data sekunder peneliti
melakukan studi kepustakaan untuk mempelajari perUndang-Undangan, buku
dan artikel terkait.
Selanjutnya setelah data terkumpul, penulis mengklasifikasikan yang kemudian
diolah dan dilengkapi dengan metode deskriptif analitis, yakni mengkaji secara
teoritis pelaksanaan perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan kemudian
menganalisanya dengan berbagai pendekatan.16
15
Cik Hasan Bisri dan Eva Rufaidah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 1, h.8.
16
Adapun sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan
buku pedoman penulisan skripsi, yang disusun oleh tim penyusun Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.17
E. STUDI/ REVIEW TERDAHULU
1. Nama : Nur Atina/ Fakultas Hukum – Universitas Indonesia 2009
Judul : Pengaturan Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota Polri Sebagai
Pegawai Negeri Pada Polri Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan.
Metode Penelitian : penelitian ini merupakan penelitian berdasarkan studi
kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, penelitian tidak hanya dititik
beratkan pada penggunaan data sekunder. Tipologi penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif yaitu memberikan gambaran secara luas mengenai
peraturan perkawinan dan perceraian yang berlaku khusus bagi anggota Polri.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumen dan wawancara. Dalam hal teknik pengumpulan data, data yang
digunakan meliputi: Data primer, data sekunder. Seluruh data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan mennggunakan metode analisis kualitatif.
Isi/ Hasil Penelitian : Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri
dari tinjauan umum perkawinan dan perceraian menurut Undang-Undang
17
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan meliputi arti dan tujuan
perkawinan, sahnya suatu perkawinan, tata cara perkawinan, dan putusnya
perkawinan. Pada bab selanjutnya membahas mengenai peraturan perkawinan
dan perceraian bagi anggota Polri. Mulai dari kedudukan Polri sebagai subyek
hukum, pengaturan perkawinan bagi anggota Polri, pengaturan perceraian
bagi Polri, dan saksi atas pelanggaran aturan perkawinan dan perceraian. Dan
pada bab selanjutnya berupa analisis Putusan pengadilan Agama terkait
dengan perceraian yang salah satu pihaknya merupakan anggota Polri.
Pembeda : perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah
dalam skripsi ini lebih menjelaskan sejauh mana peraturan tersebut mengatur,
dan aturan apa saja dalam peraturan tersebut yang menyimpang dari ketentuan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan judul
yang penulis angkat menjelaskan ketentuan tentanng izin Perkawinan dan
Perceraian anggota Polri serta implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
2. Nama : Laila Rifaatul Mahmudah/ Peradilan Agama – UIN Jakarta 2009
Judul : Efektifitas Dukungan Kep Menhankam 1/01/1980 Terhadap
Undang-UndangNomor 1/1974 Tentang Perkawinan, Dalam Masalah Peceraian.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penggabungan dari penelitian
normatif dan penelitian empiris, dengan pendekatan studi deskriptif kualitiatif.
pengumpulan data melalui interview dan dokumentasi atau arsip untuk
dijadikan sebagai objek penelitian.
Isi/ Hasil Penelitian : Skripsi ini menjelaskan tentang efektifitas Kep
Menhankam terhadap Undang-UndangNomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dalam masalah perceraian yang terdiri dari kedua peraturan
perkawinan tersebut, dan analisis berupa data data yang dijadikan acuan
analisis untuk mendapatkan hasil penelitian disertai beberapa alasan-alasan
terjadinya perceraian.
Pembeda : perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah
dalam skripsi ini lebih menjelaskan keefektifan Kep Menhankam 1/01/1980
daripada Undang-UndangNomor1 Tahun 1974 dalam memperkecil kasus
perceraian khususnya pada anggota TNI. Sedangkan judul yang penulis
angkat menjelaskan tentang bentuk dan alasan perceraian anggota Polri yang
diajukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan serta penyelesaian perkaranya.
Dari beberapa kajian (review) terdahulu yang penulis lakukan terhadap skripsi
diatas, penulis tidak menemukan tulisan yang membahas tentang Perceraian bagi
Anggota Polri (Studi Atas Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan
Implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan). Dengan demikian, penelitian
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Proposal ini terdiri dari lima (V) Bab dan tiap-tiap bab terdiri beberapa sub Bab
sebagai berikut agar lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini,
maka penulis menentukan sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan dan batasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi/ review terdahulu,
sistematika penulisan.
BAB II Ketentuan Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota Polri.
Terdiri dari sekilas tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,peraturan Kapolri
Nomor9 Tahun 2010 tentang tata cara pegajuan perkawinan, perceraian dan rujuk
bagi anggota Polri meliputi (sejarah singkat lahirnya peraturan Kapolri nomor 9 tahun
2010, prosedur perkawinan menurut peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2010, prosedur
perceraian menurut peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2010), dan urgensi pemberian
izin perkawinan dan Perceraian oleh atasan bagi anggota Polri.
BAB III Gambaran Umum Perkara Perceraian Anggota Polri di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan.Terdiri dari deskripsi singkat Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, dan deskripsi perkara perceraian anggota Polri di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Tahun 2013.
BAB IV Analisis Perkara Perceraian Anggota Polri Di Pengadilan Agama
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, alasan terjadi perceraian anggota Polri di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan Penyelesaian Pengajuan Perkara perceraian
anggota Polri di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
17
BAGI ANGGOTA POLRI
A. Sekilas Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kata polisi berasal dari Politiea, suatu judul buku yang ditulis oleh Plato,
seorang filusuf Yunani kuno.Buku itu berisi tentang teori dasar Polis atau Negara
Kota.Pada zaman itu kelompok-kelompok manusia membentuk himpunan yang
merupakan satu kota (mungkin semacam dusun terpencil di Indonesia saat ini).
Kelompok itu membuat benteng-benteng yang merupakan pagar, pertahanan dari
ancaman yang datang dari luar. Agar kehidupan dapat tertata sehingga kelompok
dapat tenteram, dibuatlah kesepakatan antara warga kelompok yang kemudian
menjadi norma yang disepakati bersama. Norma-norma itu kemudian menjadi aturan
dan peraturan kehidupan bersama kelompok tersebut.1
Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri memberikan arti kata Polisi adalah (1).
Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum
(menangkap orang yang melanggar hukum dan sebagainya). (2). Anggota Badan
Pemerintah (Pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya).2
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah sebagai institusi
penegak hukum yang merupakan salah satu unsur dari criminal justice systemsebagai
lembaga penyidik utama disamping jaksa sebagai penuntut umum juga menjaga
1
Jend.Pol. (Purn) Kunarto, Etika Kepolisian, (Jakarta: PT Cipta Manunggal, 1996), Cet.1, h.51.
2
keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat serta menegakkan hukum. Polri mengemban tugas-tugas Kepolisian di
seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri).
Kemandirian Polri berpisah dari ABRI semakin sempurna dengan
dipisahkannya Polri dari Departemen Pertahanan terhitung sejak tanggal 1 Juli 2000,
bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-54 Polri (Bhayangkara). Pemisahan itu
tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 Tahun 2000 yang
menyatakan status Polri sebagai lembaga independen langsung berada di bawah
pengawasan Presiden Republik Indonesia.
Tuntutan reformasi menuju Polri yang professional, terus bergulir dengan
keluarnya TAP MPR VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasioal Indonesia,
serta TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2002 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan sebagai kepolisian nasional.
Polri dipimpin oleh KaPolri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR dan Polri tunduk pada kekuasaan peradilan umum (selama 30 tahun
Polri tunduk pada hukum militer).3
Kedudukan Polri di bawah Presiden bukan merupakan hal baru dan
pengaturan kembali oleh TAP MPR Nomor : VI/MPR/2000 yang menyatakan Polri
3
di bawah Presiden adalah merupakan koreksi terhadap kekeliruan yang dibuat semasa
Orde Baru.
Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 telah didasarkan kepada
paradigma baru sehingga diharapkan dapat lebih memanfaatkan kedudukan dan
peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan
Negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur dan beradab
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun
1945.4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 1 butir (1) “Kepolisian Negara adalah segala ihwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan”.
Pasal 2 “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di
bidanng pemeliharaan keamanaan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.
Pasal 4 “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia”.
4
Pasal 5 ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat
Negara berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.Ayat (2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan
satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Untuk mencapai keseluruhan cita-cita hukum, cita-cita politik, dan cita-cita
moral bangsa Indonesia yaitu adanya penegakan hukum dan keamanan serta
ketertiban masyarakat di seluruh bidang pendidikan bangsa yang menjadi tugas
Kepolisian Republik Indonesia, merupakan suatu syarat yang mutlak.Secara universil
tugas polisi ditetapkan berdasarkan bentuk dan tujuan Negara yang dinyatakan di
dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara masing-masing.
Pasal 13 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
a. Memelihara keamanan
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 16 Wewenang Polisi, yaitu :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan dan penyitaan
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya denngan
pemeriksaan perkara
h. Mengadakan penghentian penyidikan
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana
k. Memberi petunjuk dan batuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Jika ditinjau dari segi tugas maka polisi sebgai suatu institusi, dalam rangka
menegakkan hukum bertujuan untuk menjaga ketertiban dan penegakkan
hukum.Peran Polisi di dalam penegakan hukum seolah-olah diibaratkan bahwa Polisi
melindungi dan menciptakan keadaan yang aman di dalam masyarakat dapat
diwujudkan. Hal ini seperti pendapat yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo
bahwa:
“Diantara pekerjaan-pekerjaan penegakan hukum didalam sistem peradilan
pidana maka kepolisian adalah yang paling menarik, oleh karena didalamnya banyak
dijumpai keterlibatan manusia sebagai pengambil keputusan. Polisi pada hakekatnya
bisa dilihat sebagai hukum yang hidup, karena memang ditangan polisi itulah hukum
itu mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya di dalam hukum pidana. Apabila
hukum itu bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya
dengan melawan kejahatan, maka pada akhirnya, polisi itulah yang akan menentukan
apa itu secara konkret disebut sebagai penegakan ketertiban, siapa-siapa yang harus
ditundukkan, siapa saja yang harus dilindugi dan seterusnya”5
Pada umumnya corak kepribadian dan ciri-ciri tugas kepolisian itu ditentukan
sesuai dengan corak kepribadian dan tipe negaranya. Pada zaman penjajahan Belanda
maupun Jepang pribadi dan tugas kepolisian itu tidak terlalu kompleks, akan tetapi
amat sederhana, yaitu hanya sebagai alat pemukul dalam menegakkan hukum yang
diciptakan dan dipaksakan oleh pemerintah kolonial kepada rakyat jajahannya.
Persyaratan bagi polisi tidak banyak, tidak perlu ada pendidikan fisik yang kuat
sebagai pemukul dan sekedar pengetahuann hukum penegak kepentingan penjajahan.
Dalam alam colonial, dilihat dari sudut kesejahteraan Negara dan rakyatnya, Polisi
5
pada hakekatnya hanya berupa alat pelaksana yang mati, oleh karena ia dijauhkan
daripada perasaan, cita-cita dan hati nurani rakyatnya. 6
Identitas tugas Polisi Republik Indonesia sebagaimana telah diuraikan di
muka, ditetapkan selain oleh sifat bentuk dan tujuan negara, terutama pula oleh
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral bangsa
Indonesia yang menjadi pangkal tolak dan sumber dari penentuan identitas
kepribadian Polisi Republik Indonesia.7
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern
dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri,
akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional
maupun antarbangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang telah
meminta pasukan-pasukan Polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam
berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja
(Asia).8
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
kewilayahan.Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Mabes Polri).Sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan
disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda). Berikut adalah bagan
struktur organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia:
6
M. karjadi (Komisaris Besar Polisi PNW), POLISI “Status-Tugas-Kewajiban-Wewenang”,
(Bogor: PT. Karya Nusantara Politea, 1978), h. 14. 7
M. karjadi (Komisaris Besar Polisi PNW), POLISI “Filsafat dan Perkembangan
Hukumnya”, (Bogor: PT. Karya Nusantara Politea, 1978), h. 116.
8
Bagan 2.1
B. Peraturan KaPolri Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengajuan
B. Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan
Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Anggota POLRI
Aturan Hukum Keluarga di Indonesia yang biasa dikenal dengan Peraturan
Perundang-undangan Perkawinan sebenarnya muncul sejak zaman penjajahan. Ada
beberapa aturan Perundang-undanganPerkawinan yang berlaku di Indonesia baik
sebelum maupun setelah lahirnya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri dan ada yang bersifat khusus
yakni peraturan yang dikeluarkan oleh KaPolri dan Panglima ABRI.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa institusi Polri adalah salah satu lembaga
yang memiliki dan menerapkan administraisi yang cukup ketat, termasuk di dalamnya
aturan administrasi pernikahan. Bahkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 yang bisa
dikatakan cukup membatasi ruang gerak PNS, bagi Polri itu belum cukup sehingga
Peraturan Pemerintah Nomor 10 dikerucutkan lagi dengan adanya Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan
Perkawinan, Perceraian dan Rujuk bagi Pegawai Negari pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2010 merupakan pedoman dalam pengajuan izin kawin, cerai dan rujuk bagi Pegawai
Negeri pada Polri demi terwujudnya tertib administrasi. Peraturan ini terdiri dari
tujuh Bab dengan 34 Pasal dengan penjabaran : Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1
sampai dengan Pasal 4), Bab II Persyaratan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk (Pasal
5 sampai dengan Pasal 9), Bab III Pejabat Yang Berwenang Memberikan Izin Kawin,
Cerai dan Rujuk (Pasal 10), Bab IV Tata Cara Pengajuan Izin Kawin, Cerai dan
Rujuk (Pasal 11 sampai dengan Pasal 29), Bab V Ketentuan Lain-Lain (Pasal 30
sampai dengan Pasal 32), Bab VI Saksi (Pasal 33), Bab VII Ketentuan Penutup (Pasal
34).
Sebelum lahirnya peraturan ini sebenarnya sudah ada Peraturan Perkawinan,
JUKNIS/01/III/1981 tentang Perkawinan, Cerai dan Rujuk bagi Anggota Polriyang
dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan Kemanan. Petunjuk Teknis ini merupakan
pelaksanaan dan penjabaran dari keputusan MENHANKAM/ PANGAB
Nomor:KEP/01/I/1980 tanggal 3 Januari 1980, serta sebagai penyempurnaan
Petunjuk Pelaksanaan Perkawinan Perceraian dan Rujuk bagi Anggota POLRI No
POL.: JUKLAK/09/XI/ 1979 tanggal 29-11-1979.
1. Prosedur Perkawinan Menurut Peraturan KaPolri Nomor 9 Tahun 2010
Setap perkawinan, perceraian dan rujuk harus dilaksanakan menurut
ketentuan/tuntutan agama yang dianut oleh anggota Polri yang bersangkutan dan
menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku.Pada prinsipnya seorang
anggota Polri pria atau wanita hanya diizinkan mempunyai seorang suami atau istri.
Setiap anggota Polri yang akan melaksanakan perkawinan, perceraian dan rujuk harus
mendapat izin tertulis dari atasan atau pejabat yang berwenang memberikan izin. Izin
kawin hanya diberikan apabila perkawinan yang akan dilaksanakan itu tidak
melanggar hukum agama yang dianut kedua belah pihak yang bersangkutan, dan
ketentuan-ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Setiap anggota
Polri yang akan melaksanakan perkawinan diwajibkan menghadap Pejabat Agama9
sebelum mendapat izin kawin dari pejabat yang berwenang. Pejabat Agama hanya
akan melayani dan memproses permohonan izin kawin dari anggota Polri jika kedua
belah pihak yang bersangkutan menganut agama yang sama.
9
Anggota Polri tidak diperkenankan:
1) Melaksanakan perkawinan selama mengikuti pendidikan pembentukkan
pertama/ pendidikan dasar;
2) Hidup bersama dengan wanita/ pria sebagai suami istri tanpa ikatan
perkawinan yang sah; dan
3) Melaksanakan perkawinan selama masa iddah.
Anggota Polri/Personil Sipil Polri tidak dibenarkan mengubah agamanya
semula hanya untuk melaksanakan perkawinan, terkecuali setelah ada pernyataan
tertulis dari yang bersangkutan yang diketahui Ankumnya10 dan disahkan oleh
Pejabat Agama Polri atau Pejabat Agama setempat.11
Prosedur perkawinan anggota Polri diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 9
Tahun 2010 terdapat pada:
Pasal 5
Dalam mengajukan permohonan izin kawin bagi pegawai negeri pada Polri
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Umum; dan
b. Khusus
Pasal 6
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a meliputi:
10
Ankum adalah Atasan Yang Berhak Menghukum.
11
a. Surat permohonan pengajuan izin kawin;
b. Surat keterangan N1 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai nama,
tempat, dan tanggal lahir, agama, pekerjaan, tempat kediaman dan status
calon suami/istri;
c. Surat keterangan N2 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai asal
usul yag meliputi nama, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman orang
tua/wali;
d. Surat keterangan N4 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai orang
tua calon suami/istri;
e. Surat pernyataan kesanggupan dari calon suami/istri untuk melaksanakan
kehidupan rumah tangga;
f. Surat pernyataan persetujuan dari orag tua, apabila kedua orang tua telah
meninggal dunia, maka persetujuan diberikan oleh wali calon suami/istri;
g. Surat keterangan pejabat personel dari satuan kerja pegawai negeri pada
Polri yang akan melakasanakan perkawinan, mengenai status pegawai
yang bersangkutan perjaka/gadis/kawin/duda/janda;
h. Surat akta cerai atau keteragan kematian suami/istri, apabila mereka sudah
janda/duda;
i. Surat keterangan dokter tentang kesehatan calon suami/istri utuk
menyatakan sehat, dan khusus bagi calon istri melampirkan tes urine
j. Pas foto berwarna calon suami/istri ukuran 4 cm x 6 cm, masing-masing 3
(tiga) lembar, dengan ketentuan;
1. Bagi Perwira berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna
merah;
2. Bagi Brigadir berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna
kuning;
3. bagi PNS Polri berpakaian dinas harian dengan latar belakang
berwarna biru; dan
4. Bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri
berpakaian bebas rapi dengan latar belakang disesuaikan dengan
pangkat calon suami/ istri;
k. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi calon suami/istri yang
bukan pegawai negeri.
Pasal 7
Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b meliputi;
a. Calon suami/istri yang beragam Katholik, melampirkan surat permandian
atau surat keterangan yang sejajar dan tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. Calon suami/istri yang beragama protestan melampirkan surat
permandian/baptis dan surat sidi;
c. Bagi pegawai negeri pada Polri pria yang kawin dengan WNA wajib
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan,
Prosedur perkawinan Polri sebagimana yang diatur dalam pasal 5, 6 dan 7
tersebut merupakan persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh anggota yang
akan mengajukan permohonan izin kawin.
Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dan norma-norma agama yang dianut oleh Pegawai Negeri pada Polri dan
mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Dengan demikian Anggota
Polri yang akan melaksanakan perkawinan harus mendapat izin terlebih dahulu dari
pejabat yang berwenang, izin kawin baru dapat diberikan oleh pejabat berwenang
setelah mendapat pengesahan dari Pejabat Agama di lingkungan Polri. Surat izin
kawin hanya berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkannya.
Setelah perkawinan dilangsungkan, maka salinan surat kawin dari lembaga yang
berwenang, berikut salinan surat izin kawin harus diserahkan oleh yang bersangkutan
kepada pejabat di kesatuannya, guna penyelesaian administrasi dan keuangan.
Penolakan pemberian izin atas permohonan izin kawin dilakukan oleh pejabat yang
berwenang tersebut, dengan pemberitahuan kepada yang bersangkutan secara tertulis
dengan disertai alasan-alasannya. Pada prinsipnya anggota Polri hanya diizinkan
beristeri seorang. Setelah melengkapi persyaratan administratif dan mendapatkan izin
dari atasan maka anggota Polri yang akan mengajukan kawin dapat segera
mendaftarkan diri pada KUA bagi yang beragama Islam.
Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan seblumnya Peraturan Kapolri
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Izin Kawin, Cerai dan Rujuk Bagi Anggota
yang akan mengajukan permohonan izin kawin. Kafa’ah12
atau kesetaraan pangkat
calon mempelai dalam kasus calon mempelai laki laki merupakan anggota Polri dan
calon mempelai wanita merupakan anggota Polri tidak diatur dalam persyaratan
administratif.
2. Prosedur Perceraian Menurut Peraturan KaPolri Nomor 9 Tahun 2010
Untuk memperoleh izin cerai, yang bersangkutan harus mengajukan surat
permohonan kepada Pejabat yang berwenang, sebagaimana yang diatur pada pasal 10
Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 yang berbunyi :
(1) Pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk adalah :
a. KaPolri, utuk yang berpangkat Pati, PNS golongan IV/d dan IV/e;
b. De SDM KaPolri, untuk yang berpangkat kombes Pol dan PNS golongan
IV/c;
12
Kaf’ ah menurut Islam setara, sama dan sebanding. Manakala kaf’ah dalam perkawinan
adalah kesetaraan antara calon suami dan calon isteri, kesetaraan ada dalam kedudukan, sebanding tingkat sosial dan kesetaraan dalam akhlak dan kekayaan. Namun para Fuqaha berbeda pendapat
mengenai pengertian kaf’ah :
Ulama Hanafiyah : Kafa’ah adalah persamaan laki-laki dengan perempuan dalam nasab, Islam, pekerjaan, merdeka, nilai ketakwaan dan harta.
Ulama Malikiyah : Kafa’ah berarti persamaan laki-laki dengan perempuan dalam agama dan selamat dari cacat yang memperoleh seorang perempuan untuk melakukan khiyar terhadap suami.
Ulama Syafi’iyah : Kafa’ah adalah persamaan suami dengan isteri dalam kesempurnaan atau kekurangannya sama dalam hal agama, nasab, merdeka, pekerjaan dan selamat dari cacat yang membolehkan seorang perempuan untuk melakukan khiyar terhadap suami.
Ulama Mazhab Hanbali : Kafa’ah bermaksud persamaan suami dengan isteri dalam nilai ketakwaan, pekerjaan, harta, merdeka dan nasab.
Lihat
c. Karo Binjah Polri, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b
kebawah di lingkunngan Mabes Polri;
d. Kalemdiklat Polri, Kasespim Polri, Gubernur PTIK, Gubernur Akpol dan
Kakorbrimob Polri untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b
ke bawah di lingkungannya;
e. Kapolda, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b samapi
dengan Inspektur dan PNS golongan III di wilayahnya.
f. Karopers, untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah
di lingkungan Mapolda; dan
g. Kapolresmetro/Kapolres/KapolrestadanKaSPN untuk yang berpangkat
Brigadir dan PNS golongan II kebawah di wilayahnya.
(2) Kalemdiklat Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat
mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Sekolah dan Kapusdik yang
ada di bawah jajarannya untuk pangkat inspektur dan PNS golongan III
kebawah.
(3) Dalam hal dibawah Polda terdapat laboratorium forensik cabang, pemberian
surat izin kawin, cerai dan rujuk untuk yang berpangkat AKBP dan PNS
golongan IV/b sampai dengan Inspektur dan PNS golongan III oleh Kapolda
dan untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah oleh
Karopers.
Sanksi pelanggaran atau pengabaian terhadap ketentuan-ketentuan dalam
disiplin militer dan diancam dengan hukuman disiplin militer dan atau tindakan
administratif berupa :
1) Dalam bidang disiplin militer :
a) Hukuman penurunan pangkat bagi yang berpangkat Bintara dan
Tamtama.
b) Hukuman disiplin militer yang terberat sesuai dengan KUHDT Jo.
PDT Perwira.
2) Dalam bidang administrasi :
a) Penundaan kenaikan pangkat
b) Pemindahan jabatan sebagai tindakan administrasi.
c) Pengakhiran ikatan dinas
d) Pemberhentian dari dinas
3) Anggota Polri dapat diberhentikan/dikeluarkan dari dinas, apabila
melanggar ketentuan-ketentuan.
Tujuan dari pasal 10 di atas, untuk menciptakan keseragaman dan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan perkawinan, perceraian dan rujuk bagi anggota Polri dan
Perssib di lingkungan anggota Polri.13
Bagi anggota Polwan yang menikah sebelum masa ikatan dinas selesai akan
diberhentikan dengan hormat. Bagi anggota Polwan yang melanggar ketentuan
13
agama, sehingga menurut perhitungan medis sebelum saatnya melahirkan, ternyata
telah melahirkan akan diambil tindakan oleh Ankumnya.
Selanjtnya dalam surat permohonan tersebut harus dilampirkan pendapat
tertulis dari Pejabat Agama. Sebelum pendapat/pernyataan diberikan, maka Pejabat
Agama akan mengadakan penelitian dan pemeriksaan dengan Berita Acara mengenai
sebab musabab keretakan rumah tangga yang mengakibatkan adanya permohonan
perceraian.
Izin cerai hanya diberikan apabila:
1) Perceraian yang akan dilakukan tidak bertentangan dengan hukum agama
yang dianut oleh kedua belah pihak, serta tidak melanggar peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
2) Perkawinan yang telah dilakukannya tidak memberikan manfaat
ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri.
3) Ada pernyataan tertulis dari pejabat agama rohaniawan Polri.
Permohonan cerai dapat ditolak apabila:
1) Perceraian yang akan dilakukan itu bertentangan dengan hukum agama
yang dianut oleh kedua belah pihak, dan bertentangan dengan peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
2) Alasan-alasan yang dikemukakan oleh anggota yang bersangkutan tidak
cukup kuat atau dibuat-buat.
Penulis melihat terdapat hal menarik terkait dengan izin cerai Anggota Polri.
bertentangan dengan hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak, dan
bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penulis melihat
terdapat dua aspek, yang pertama agama dan yang kedua Perundang-undangan yang
berlaku terkait masalah perceraian. Maka dapat dilihat Peraturan Kapolri Nomor 9
Tahun 2010 tentang Tata Cara Izin Kawin, Cerai dan Rujuk Bagi Anggota Polri tidak
bisa lepas dari hukum agama yang dianut oleh Anggota Polri yang akan mengajukan
izin cerai dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku terkait Perceraian yakni
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam.
Prosedur perceraian anggota Polri diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 9
Tahun 2010 terdapat pada:
Pasal 8
Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin cerai bagi pegawai negeri
pada Polri, sebagai berikut :
a. Surat permohonan izin cerai, yang disertai alasan-alasannya;
b. Fotokopi akta nikah;
c. Fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri/PNS Polri.
Gugatan perceraian terhadap anggota Polri oleh suami/ isteri yang bukan
Pengadilan Negeri dimana tergugat berdomisili. Setiap anggota yang menerima
gugatan perceraian segera menyampaikan laporan kepada Pimpinan/ Atasannya.
Perceraian terjadi dan sah apabila telah mendapat keputusan dari Pengadilan
Agama/Pengadilan Negeri. Salinan surat cerai dari Pengadilan diserahkan oleh yang
bersangkutan kepada pejabat personalia Kesatuannya guna menyelesaikan
administrasi personalia dan keuangan, serta tembusannya diserahkan kepada Bagian
Bintal.
C. Urgensi Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian Oleh Atasan Bagi
Anggota Polri
Peranan dan tugas pokok Polri cukup berat sehingga dari setiap anggota Polri
dikehendaki suatu disiplin yang lebih berat dalam mengemban tugasnya jika
dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya di luar Polri.Dan kehidupan yang
sedemikian itu harus ditunjang oleh kehidupan suami istri yang harmonis dan serasi,
yang dapat menciptakan suasana tenteram dan bahagia dalam kehidupan rumah
tangganya. Sehingga setiap anggota Polri ketika melaksanakan tugasnya tidak akan
terganggu oleh maslah-masalah keluarganya.
Keharusan adanya izin atasan/pejabat sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Izin Kawin,
Cerai dan Rujuk Bagi Anggota Polri merupakan persyaratan formil yang harus
dipenuhi oleh para pihak yang akan mengajukan perceraian ke Pengadilan bila salah
satu atau kedua belah pihak adalah anggota Polri.
Gugatan atau permohonan yang di ajukan oleh salah satu atau kedua belah
memenuhi syarat formil, oleh karenanya gugatan atau permohonan tersebut dianggap
cacat formil sehingga wajib diputus dengan putusan tidak dapat diterima atau niet
ontvanklijke verklaard (NO).
Apabila diantara para pihak ada yang merasa terzhalimi akibat limit atau
tenggang waktu untuk mengurus izin atasan/pejabat yang tidak diatur dalam
peraturan perceraian anggota POLRI tersebut, maka terhadap peraturan-peraturan
tersebut dapat diajukan yudisial review, uji meteril atau prosedur hukum lain apapun
38
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Deskripsi Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan Agama di Indonesia telah diakui secara yuridis formal
keberadaannya sejak pemerintahan penjajahan Belanda sesuai dengan staatblad 1882,
hal ini berdasarkan surat keputusan Raja Belanda, Raja William III tanggal 19 Juni
1882 Nomor 24 yang dimuat dalam staatblad 1882 Nomor 152.1 Dizaman setelah
merdeka seperti sekarang ini diperkuat lagi dengan Undang-UndangNomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, dan terakhir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Kemudian keluar Keppres Nomor 21 tahun 2004 Agung (Administrasi) dalam pasal 2
(ayat 2) berbunyi bahwa Pengadilan Agama dan Direktorat Peradilan Agama secara
organisasi administrasi, finansial pada Direktorat Peradilan Agama atau Pengadilan
Tinggi Agama atau Mahkamah Syariah atau Pengadilan Agama terhitung sejak
tanggal 30 Juni 2004, dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. 2
1
Abdul Halim, Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), cet. Ke-1, h. 51.
2
[image:51.612.116.529.108.326.2]Di dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman dalam pasal 10 ayat (2) dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman di
Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung meliputi :
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Agama termasuk salah satu dari penyelenggara kekuasaan
kehakiman, kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terciptanya
Negara hukum di Indonesia. Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu yag diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama bab
III pasal 49 sampai dengan 53.3
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1963.4 Di daerah khusus ibukota
Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan
3
Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, (Mahkamah Agung Ri, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama tahun 2006)Cet. Ke -1, h. 230.
4PA Jaksel, “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 15
agama Jakarta dan diadakan perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari
2 kantor cabang menjadi 3 kantor cabang, antara lain:
1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;
2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah;
3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Raya sebagai Induk;
2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan mempunyai visi dan misi untuk
menigkatkan pelayanan penerimaan perkara.
Visi Peradilan Agama Jakarta Selatan: Untuk mewujudkan badan peradilan
yang agung.
Sedangkan Misi Peradilan Agama Jakarta Selatan adalah:
a. Membuka akses publik seluas-luasnya sesuai dengan ketentuan KMA. 144
Tahun 2008
b. Meningkatkan sistem pelayanan yang cepat dan berkualitas melalui
peningkatan website dan SIADPA.
c. Mewujudkan putusan/penetapan yang memennuhi rasa keadilan, kepastian
hukum dan dapat dilaksanakan (Eksekutabel)
d. Menyiapkan informasi tentang prosedur berperkara, biaya perkara dan
cara mendapatkan informasi dan dokumen pengadilan.
e. Meningkatkan pelaksanaan pengawasann terhadap kinerja dan prilaku
aparat Pengadilan Agama Jakarta Selatan.5
5
Wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup seluruh
wilayah Kota Jakarta Selatan yang meliputi 10 (sepuluh) kecamatan6 dengan 65
(enam puluh lima) kelurahan.7
3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan AgamaJakarta Selatan yang merupakan Pengadilan Tingkat
Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yag beragama Islam di bidang :
perkawinan,waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah
sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.8
Di samping tugas pokok di atas, Pengadilan Agama Jakarta Selatan
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :
a. Fungsi mengadili(judicial power), yakni menerima, memeriksa mengadili
dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama dalam tingkat pertama (Vide : Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006).
b. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional dibawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun
6
Meliputi: Kecamatan Kebayoran lama, Pasar Minggu, Jagakarsa, Mampang Prapatan, Pesanggrahan, Pancoran, kebayoran Baru, tebet, Setiabudi, dan Cilandak.
7PA Jaksel, “Wialayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 15
Mei 2014 dari http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/wilayah-yuridiksi-pa-jaksel.html.
8
administrasi umum perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
c. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelasanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera pengganti dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan degan seksama dan sewajarnya (vide : pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi serta pembangunan.
d. Fungsi nasihat, yakni memberikan pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta (vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). e. Fungsi administrative, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan
(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/VIII/2006). f. Fungsi lainnya :
4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Dalam menjalankan roda pemerintah dan mekanisme kerja Pengadilan Agama
Jakarta Selatan banyak melakukan perubahan dalam struktur organisasi, dapat
mempermudah mekanisme kerja dan birokrasi dalam pengadilan itu sendiri. Struktur
organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada Undang-Undang nomor
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,9 Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
nomor KMA/004/II/92 tentang organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan KMA Nomor 5 tahun 1996 tentang
Struktur Organisasi Peradilan.10
Menurut M. Yahya Harahap, gambaran dari susunan organisasi Pengadilan
Agama dalam Pasal 9 Nomor 7 Tahun 198911 adalah sebagi berikut :
9
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet. Ke-2, h.83.
10
http://portal.pta-jakarta.go.id/pa-jakarta-selatan/informasi-perkara/jadwal-sidang.html
11
Pada bagan sebelah kanan, yaitu hakim, panitera pengganti, dan juru sita,
merupakan suborganisasi fungsional peradilan yang berfungsi dan berwenang
melaksanakan peradilan.Sedang bagan sebelah kiri juga yang terdapat dalam kotak
panitera muda adalah pejabat struktural yang ikut membantu kelancaran tugas pejabat
fungsional dalam menjalankan f