• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL HEMATOLOGI DAN PERFORMA AMBING

KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DARA

YANG DIBERI BAWANG PUTIH

(

Allium sativum

)

RAMA BAROTO ILMAR

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Hematologi dan Peforma Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Rama Baroto Ilmar

(4)

ABSTRAK

RAMA BAROTO ILMAR. Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum). Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan IDAT GALIH PERMANA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek pemberian bawang putih pada pakan kambing Peranakan Etawah (PE) dara terhadap profil hematologi dan peforma ambing. Pada penelitian ini menggunakan kambing Peranakan Etawah (PE) dara sebanyak 10 ekor dan dikandangkan secara kelompok yang dibagi 2 kelompok secara random. Kelompok 1 adalah kambing kontrol (R0) yang diberi pakan tanpa bawang putih dan kelompok 2 adalah kambing perlakuan (R1) dengan pakan yang sama dengan kambing kontrol ditambah bawang putih dengan dosis 0.15%. Perbandingan pemberian konsentrat dan hijauan adalah 16:84. Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi bahan kering dan nutrien, pertambahan bobot badan, profil hematologi, dan performa ambing. Analisis data menggunakan rancangan Uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bawang putih sebanyak 0.15% ke dalam ransum pakan kambing Peranakan Etawah (PE) tidak berpengaruh terhadap konsumsi nutrient, gambaran hematologi dan performa ambing.

Kata kunci: bawang putih, kambing PE, performa ambing, profil hematologi

ABSTRACT

RAMA BAROTO ILMAR. Hematology Profile and Udder Performance of Etawah Crossbred Goat Fed Garlic (Allium sativum). Supervised by DEWI APRI ASTUTI and IDAT GALIH PERMANA.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PROFIL HEMATOLOGI DAN PERFORMA AMBING

KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG

DIBERI BAWANG PUTIH (

Allium sativum

)

RAMA BAROTO ILMAR

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Profil Hematologi dan Performa Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum)

Nama : Rama Baroto Ilmar NIM : D24090114

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing I

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan Muhammad SAW dan kepada seluruh kaum muslimin dan muslimat.

Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai November 2013 adalah Profil Hematologi dan Peforma Ambing Kambing Peranakan Etawah (PE) Dara yang Diberi Bawang Putih (Allium sativum). Pada penelitian ini bawang putih (Allium sativum) digunakan sebagai pakan aditif. Hal ini dilakukan karena bawang putih bersifat antibakteri dan memiliki senyawa

Gurwithrays yang dapat merangsang pertumbuhan ambing. Penelitian ini dibawah bimbingan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS dan Dr Ir Idat Galih Permana MScAgr.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, wawasan maupun sesuatu yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Bahan 2

Alat 2

Lokasi dan Waktu 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Nutrien 6

Pertumbuhan Bobot Badan Harian 7

Hematologi 8

Hemtokrit 8

Hemoglobin 8

Eritrosit 9

Leukosit 9

Diferensiasi Leukosit 9

Limfosit 9

Monosit 10

Neutrofil 10

Eosinofil 10

Basofil 10

Performa Ambing 10

Volume Ambing 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi ransum penelitian 3

2 Komposisi nutrien berdasarkan bahan kering dan ransum 3 3 Konsumsi nutrien dan bobot badan kambing PE dara 7 4 Hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit, diferensiasi leukosit

(monosit, limfosit, basofil, eosinofil, neutrofil) 8 5 Performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara 11

DAFTAR GAMBAR

1 Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop), R untuk

eritrosit dan W untuk leukosit. 4

2 Pengukuran organ Ambing 5

3 Pengukuran organ Putting 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji T-test benda darah putih awal penelitian 15 2 Hasil uji T-test benda darah merah awal penelitian 15

3 Hasil uji T-test limfosit awal penelitian 15

4 Hasil uji T-test neutrofil awal penelitian 15

5 Hasil uji T-test monosit awal penelitian 15

6 Hasil uji T-test eosinofil awal penelitian 15

7 Hasil uji T-test benda darah putih akhir penelitian 16 8 Hasil uji T-test benda darah merah akhir penelitian 16

9 Hasil uji T-test limfosit akhir penelitian 16

10 Hasil uji T-test neutrofil akhir penelitian 16

11 Hasil uji T-test monosit akhir penelitian 16

12 Hasil uji T-test eosinofil akhir penelitian 16

13 Hasil uji T-test PCV akhir penelitian 17

14 Hasil uji T-test hemoglobin akhir penelitian 17 15 Hasil uji T-test lingkar ambing awal penelitian 17 16 Hasil uji T-test panjang ambing awal penelitian 17 17 Hasil uji T-test tinggi ambing awal penelitian 17 18 Hasil uji T-test lingkaran puting awal penelitian 17 19 Hasil uji T-test panjang puting awal penelitian 18 20 Hasil uji T-test lingkar ambing akhir penelitian 18 21 Hasil uji T-test panjang ambing akhir penelitian 18 22 Hasil uji T-test tinggi ambing akhir penelitian 18 23 Hasil uji T-test lingkar puting akhir penelitian 18 24 Hasil uji T-test panjang puting akhir penelitian 18

25 Hasil uji T-test volume ambing 19

(11)

PENDAHULUAN

Jumlah populasi kambing di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 sampai 2011 tercatat populasi kambing mengalami peningkatan sekitar 7.15% (BPS 2011). Ternak kambing produksi yang dihasilkan berupa daging dan susu. Di Indonesia kambing yang dijadikan penghasil susu adalah kambing Peranakan Etawah (PE) dan kambing Saanen. Kambing Peranakan Etawah (PE) memiliki potensi produksi susu cukup baik, yang merupakan bangsa kambing asli Indonesia. Kambing tersebut merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India dengan kambing Kacang yang merupakan bangsa kambing asli Indonesia.

Kambing Peranakan Etawah (PE) memiliki karakteristik yang khas, telinga panjang dan terkulai 18 sampai 30 cm, warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai hitam, bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang, bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal, bobot badan rata-rata pejantan dewasa 40 kg dan betina 35 kg, tinggi pundaknya 76 sampai 100 cm (Devendra dan Burns 1994). Kambing Peranakan Etawah (PE) termasuk penghasil susu dan daging atau dwiguna. Susu kambing mengandung 4.9% protein dan 4.0% lemak. Menurut Atabany (2001) produksi susu pada kambing Peranakan Etawah (PE) di peternakan Barokah 0.99 liter ekor -1

hari-1, hingga 1.0 sampai 1.5 liter ekor-1 hari-1 (Balitnak 2004). Pemeliharaan kambing perah merupakan salah satu alternatif diversifikasi ternak penghasil susu disamping sapi perah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, pakan, lama laktasi, tata laksana yang diberlakukan terhadap ternak (perkandangan dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan (Phalepi 2004). Phalepi (2004) menambahkan, produksi susu pada ternak yang umur tua lebih tinggi dari pada ternak umur muda karena ternak umur muda masih mengalami pertumbuhan. Menurut Atabany (2001) umur kawin kambing Peranakan Etawah (PE) adalah pada usia 7 sampai 8 bulan.

Kambing dan domba memiliki dua buah puting pada ambingnya. Bentuk ambing domba dan kambing pada umumnya berbentuk seperti gelas anggur (bulat memanjang), kisaran panjang ambing sekitar 10 sampai 20 cm, sedang panjang puting 5 sampai 10 cm (Mukhtar 2006). Bobot ambing bergantung pada umur, faktor genetik, masa laktasi dan jumlah susu didalamnya. Semakin banyak susu dihasilkan maka semakin besar volume ambing, sehingga produksi susu yang diperah akan semakin banyak (Mukhtar 2006), Menurut Gall (1981) selain volume ambing, produksi susu juga dipengaruhi oleh ukuran dan bobot tubuh, umur, jumlah anak yang dilahirkan, bentuk dan kesehatan ambing, pakan, suhu dan faktor lingkungan.

(12)

2

yang merupakan bahan dasar pengobatan alami dan juga sebagai antioksidan yang dapat meningkatkan efisiensi konsumsi pakan ternak dan menurunkan radikal bebas sehingga meningkatkan kualitas susu. Metilallil trisulfida pada bawang putih, mencegah pengentalan darah (antikoagulan) yang dapat menyumbat pembuluh darah ke jantung dan otak, bawang putih mengandung senyawa

Gurwithrays yaitu sinar atau radiasi mitogenetik ini dapat merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect)

pada semua fungsi tubuh (Santoso 1991).

Beberapa penelitian menghasilkan efek positif pemberian bawang putih terhadap berbagai hewan. Contohnya pemberian ekstrak bawang putih dapat berpengaruh positif terhadap ambing tikus putih yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli sebagai bakteri penyebab penyakit mastitis pada dosis 5, 10, 15, 20 dan 25 g (Safithri 2004). Pada penelitian Lastari (1998) beberapa jenis ekstrak bawang putih berpengaruh terhadap peningkatan aktifitas sitolitik sel limfosit dan dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Menurut Zhu et al. (2012) minyak bawang putih merubah profil fatty acid

(FA) susu dan tidak berpengaruh terhadap ekspresi gen terkait mammary lipogenesis. Sampai saat ini belum banyak informasi terkait efek senyawa-senyawa aktif pada bawang putih sebagai anti bakteri terhadap gambaran sel darah putih dan senyawa yang merangsang pertumbuhan sel terhadap perkembangan ambing. Pengalaman di lapangan pada peternakan Bangun Karso Farm pemberian 2 siung bawang putih pada kambing Peranakan Etawah (PE) dapat meningkatkan produksi susu hingga 3.5 liter ekor-1 hari-1.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek pemberian bawang putih pada pakan kambing Peranakan Etawah (PE) dara terhadap profil hematologi dan performa ambing.

METODE PENELITIAN

Bahan

Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kambing Peranakan Etawah (PE) dara umur 3 sampai 4 bulan sebanyak 10 ekor yang dikandangkan dalam kandang kelompok. Kambing Peranakan Etawah (PE) dara yang digunakan diikuti perkembangannya dan pengkuran parameternya mulai sebelum dikawinkan. Bahan pakan yang akan digunakan adalah mix grass dan konsentrat yang terdiri dari lactofeed, onggok, pollard dan bawang putih sebanyak 2 siung atau di konsentrat sebesar 0.15% sebagai pakan aditif. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%, HCl 0.1 N, aquadestilata, zat warna Giemsa, larutan Turk, dan Hayem.

Alat

(13)

3 tabung EDTA, haemometer, tabung hematokrit, microsentrifuge, hematocrit reader, pipet eritrosit, pipet leukosit, mikroskop, dan counting chamber.

Lokasi dan Waktu

Penelitian dimulai dari bulan Juli 2013 hingga November 2013. Penelitian dilaksanakan di Kandang A dan Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Ransum

Bahan pakan penyusun ransum adalah lactofeed, onggok, pollard, mix grass,

dan bawang putih. Penelitian ini menggunakan dua macam perlakuan. Formula ransum setiap perlakuan dalam penelitian ini adalah terdiri dari:

R0: mix grass 50% + lactofeed 38% + onggok 11% + pollard 1%

R1: R0 + bawang putih ± 2 siung atau ± 62.5 g segar ∞ 0.15% dalam konsentrat Tabel 1 Komposisi ransum penelitian

Bahan pakan Segar (%) BK (%)

Mix Grass 50 16

Konsentrat 50 84

Tabel 2 Komposisi mix grass dan konsentrat serta ransum berdasarkan % BK Komposisi Nutrien Mix Grass

(16%)

Konsentrat

(84%) Ransum (100%)

Bahan Kering (%) 17.33 91.84 79.90

Protein Kasar (%) 6.38 11.09 10.34

Lemak Kasar (%) 1.36 4.37 3.89

Serat Kasar (%) 25.60 17.99 19.21

Sumber: Hasil analisa Laboratorium ITP FAPET IPB (2013).

Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan cara mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan.

Konsumsi pakan (g) = pemberian (g) – sisa (g) Konsumsi BK = konsumsi pakan (g) x % BK pakan BK: Bahan Kering

Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien (Protein Kasar, Lemak Kasar, Serat Kasar)

(14)

4

Pertambahan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan kambing dilakukan pada awal penelitian dan diakhir penelitian dengan menggunakan timbangan kapasitas 5kg dan 150kg. PBB/hari = (BB akhir – BB awal) / lama pemeliharaan (g ekor-1 hari-1). Pengambilan Sampel Darah

Darah diambil dari vena jugularis sebanyak 3 ml diawal dan diakhir penelitian dengan menggunakan syring dan spoit steril lalu dimasukkan ke dalam tabung EDTA, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk disentrifuge dan dianalisis.

Penghitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit

Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan metode menurut Sastradipradja dan Hartini (1989). Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit untuk butir darah merah dan pipet leukosit untuk butir darah putih hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan pengencer Hayem dihisap hingga tanda 101 untuk eritrosit dan larutan pengencer Turk hingga tanda 11 untuk leukosit. Campuran darah dihomogenkan, setelah homogen diteteskan kedalam counting chamber yang sudah ditutup dengan cover glass dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 45 x 10.

Gambar 1 Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop), R untuk eritrosit dan W untuk leukosit.

Eritrosit dihitung dalam counting chamber, digunakan kotak yang berjumlah 25 buah dengan mengambil satu kotak pojok kanan atas, pojok kiri atas, di tengah, pojok kanan bawah, pojok kiri bawah seperti pada Gambar 1. Jumlah eritrosit yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 104. Leukosit dihitung dalam

counting chamber yang berjumlah 16 kotak kecil, digunakan 4 kotak pada pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah seperti pada Gambar 1 Jumlah leukosit yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 50.

Kadar Hemoglobin (Metode Sahli)

(15)

5 Sampel darah segera dimasukkan kedalam tabung lalu diaduk rata dan ditunggu selama 3 menit hingga berubah menjadi warna cokelat, setelah itu larutan ditambah dengan aquades, dan diteteskan sedikit demi sedikit hingga warna larutan sama dengan warna standar haemometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin.

Nilai Hematokrit

Penentuan hematokrit dilakukan dengan cara pipet mikrohematokrit diisi dengan darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian pipet dan ujung tabung ditutup dengan sumbat berupa lilin. Pipet diputar menggunakan

centrifuge dengan kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit, kemudian terbentuk lapisan eritrosit, buffy coat, dan plasma, nilai hematokrit (%) dibaca dengan

microhematocrit reader. Deferensiasi Leukosit

Perhitungan deferensiasi dengan membaca preparat ulas di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10. Preparat ulas di buat dengan gelas objek sebanyak 2 buah. Darah domba diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar. Gelas objek kedua ditempatkan pada bagian yang berlawanan dengan letak tetes darah membentuk sudut 30°, lalu digeserkan sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak antara kedua gelas objek. Ulasan darah tersebut dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam larutan methanol selama 5 menit lalu dimasukkan dalam pewarna Giemsa selama 30 menit. Preparat dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan di udara.

Leukosit dibagi menjadi dua, yaitu leukosit granulosit dan leukosit agranulosit. Leukosit granulosit yang mempunyai granula di sitoplasmanya terdiri atas basofil, eosinofil, dan netrofil, sedangkan leukosit agranulosit tidak memiliki granula disitoplasmanya terdiri atas limfosit dan monosit. Persentase masing- masing leukosit diperoleh dari jumlah masing-masing leukosit dibagi jumlah keseluruhan deferensiasi leukosit.

Performa Ambing

Pengukuran performa ambing dilakukan dengan mengukur ambing dan puting. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Bagian ambing dan puting yang diukur selama penelitian adalah panjang ambing, lebar ambing, lingkar ambing, jarak antara puting, jarak antara puting dengan tanah, panjang puting, lebar puting dan lingkar puting (Akporhuarho et al. 2010). Pada penelitian ini bagian ambing (Gambar 2) dan puting (Gambar 3) yang diukur adalah panjang ambing dari A-B, lingkar ambing dari E−E, tinggi ambing dari C−D, panjang putting dari C−B dan lingkar putting dari A−A.

(16)

6

Gambar 3 Pengukuran organ puting

Volume Ambing

Pengukuran volume ambing dilakukan berdasarkan hukum Archimedes yaitu volume benda yang tak beraturan bentuknya memiliki besar sebanding dengan volume air yang ditumpahkan. Cara mengukurnya yaitu tempat yang terisi air penuh lalu ambing dimasukkan ke dalam tempat tersebut, kemudian air yang tumpah ditampung untuk diukur volumenya dengan gelas ukur. Volume air yang tumpah sama dengan volume ambing (Akporhuarho et al. 2010).

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu konsumsi bahan kering dan nutrien, dan hematologi darah yang terdiri dari hemoglobin, hematokrit, jumlah benda darah merah (eritrosit), jumlah benda darah putih (leukosit), deferensiasi leukosit, performa ambing, dan volume ambing.

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan Uji T. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai t dalam uji-t adalah:

atau apabila µd = 0 maka Dimana derajat bebasnya (df) = n-1

D = selisih diantara masing-masing individu/objek yang berpasangan

µd = nilai rata-rata perbedaan d populasi dari keseluruhan pasangan data, bisanya 0

đ = nilai rata-rata dari d

sd = nilai standar deviasi dari d

n = banyaknya pasangan data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Nutrien

(17)

7 atau 2.48% dari BB dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 527.4 g ekor-1 hari-1 atau 2.18% dari BB.Kebutuhan bahan kering sudah terpenuhi, karena menurut NRC (1981) kebutuhan bahan kering kambing tumbuh 480 g ekor-1 hari-1.

Tabel 3 Konsumsi nutrien dan bobot badan kambing PE dara

R0 R1

Konsumsi BK (g ekor-1 hari-1) 528.0±5.80 527.5±4.80 Konsumsi PK (g ekor-1 hari-1) 84.4±0.77 84.4±0.61 Konsumsi LK (g ekor-1 hari-1) 27.7±0.28 27.7±0.23 Konsumsi SK (g ekor-1 hari-1) 210.4±1.64 210.3±1.33 PBBH (g ekor-1 hari-1) 55.2±8.59 51.7±8.64 R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, BK : bahan kering, PK : protein kasar, LK : lemak kasar, SK : serat kasar, PBBH: pertambahan bobot badan harian

Konsumsi protein kasar pada kambing kontrol (R0) adalah 84.4 g ekor-1 hari-1 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 84.4 g ekor-1 hari-1. Kebutuhan protein kasar kambing menurut NRC (2006) adalah 120 sampai 130 g ekor-1 hari-1.

Konsumsi serat kasar pada kambing kontrol (R0) adalah 210.4 g ekor-1 hari-1 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 210.3 g ekor-1 hari-1. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Widaningsih (2012) pada kambing Peranakan Etawah (PE) yang berkisar antara 100.20 sampai 111.37 g ekor-1 hari-1. Konsumsi lemak kasar pada kambing kontrol (R0) adalah 27.7 g ekor-1 hari-1 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) adalah 27.7 g ekor-1 hari-1. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Widaningsih (2012) pada kambing Peranakan Etawah (PE) yang berkisar antara 18.64 sampai 20.78 g ekor-1 hari-1.

Selama penelitian pemberian bawang putih dengan dosis 0.15% dikonsumsi habis oleh kambing. Hal ini menunjukan pemberian bawang putih dalam ransum tidak mempengaruhi nafsu makan kambing. Dalam penelitian ini konsumsi bahan kering bawang putih sebesar 3.60 g ekor-1 hari-1.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cerminan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak. Pada ternak muda pertambahan bobot badan merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot badan.

(18)

8

sampai 50 g ekor-1 hari-1. Menurut NRC (1985) bahwa kambing pada berat badan 20 kg pertambahan bobot badan minimal 50 g ekor-1 hari-1.

Hematologi

Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa penambahan pakan aditif bawang putih sebanyak 0.15% pada ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap gambaran darah yang dihasilkan. Gambaran darah yang diamati meliputi hematokrit, kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit dan diferensiasi leukosit.

Tabel 4 Hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit, diferensiasi leukosit (monosit, limfosit, basofil, eosinofil, neutrofil)

Peubah Awal Akhir

R0 R1 R0 R1

Hematokrit (%) - - 30.25 ± 2.95 34.0 ± 3.60

Hemoglobin (g%) - - 8.55 ± 0.79 8.8 ± 0.67

Eritrosit (106) 10.88 ± 2.93 13.50 ± 1.89 10.28 ± 2.35 11.98 ± 3.75 Leukosit (103) 14.41 ± 4.10 13.36 ± 1.47 15.15 ± 1.62 11.39 ± 3.64 Limfosit (%) 47.6 ± 11.41 46.2 ± 11.84 54.75 ± 5.07 55.4 ± 6.39 Monosit (%) 1.6 ± 1.14 1.6 ± 1.14 2.8 ± 1.78 2.4 ± 1.14 Neutrofil (%) 48.4 ± 10.33 54.0 ± 9.30 39.0 ± 7.35 41.0 ± 5.15 Eosinofil (%) 2.0 ± 1.58 2.0 ± 1.22 2.6 ± 2.19 3.4 ± 2.41

Basofil (%) Tt Tt tt tt

R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, tt : tidak terukur

Hematokrit

Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Berdasarkan hasil penelitian, kadar hematokrit kambing perlakuan bawang putih (R1) lebih tinggi dari kambing kontrol (R0). Hal ini sejalan dengan data hemoglobin dan eritrosit. Pada hewan normal, hematokrit sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Pada kambing kontrol (R0) memiliki kadar hematokrit 30.25%, sedangkan kambing perlakuan bawang putih (R1) memiliki kadar hematokrit 34%. Jain (1993) menyatakan bahwa kisaran nilai hematokrit pada kambing berkisar antara 22% sampai 38%. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu pengambilan sampel, tempat pengambilan dan kondisi hewan pada waktu pengambilan darah.

Hemoglobin

(19)

9 bahwa kadar hemoglobin pada kambing Peranakan Etawah (PE) 7.5 g% sampai 8.5 g%.

Eritrosit

Benda darah merah yang dihitung dalam jumlah eritrosit per 1 mm3 darah. Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata jumlah eritrosit pada kelompok yang diberi pakan aditif bawang putih (R1) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi bawang putih (R0). Pada pengambilan darah diawal penelitian, jumlah eritrosit kambing kontrol (R0) 10.88x106 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 13.50x106. Pada pengambilan darah diakhir penelitian, jumlah eritrosit kambing kontrol (R0) 10.28x106 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 11.98x106. Jain (1993) menyatakan jumlah benda darah merah pada kambing berkisar antara 8x106 sampai 18x106. Peningkatan atau penurunan jumlah benda darah merah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah ras, aktifitas, dan ketinggian tempat (Schalm dan Carroll 1975).

Leukosit

Benda darah putih yang dihitung dalam jumlah leukosit per 1 mm3 darah. Jumlah leukosit dapat dijadikan tolak ukur terhadap kondisi kesehatan ternak. Peningkatan jumlah leukosit biasanya terjadi ketika ternak diserang oleh penyakit. Hal ini karena fungsi leukosit sendiri untuk kekebalan tubuh. Pada pengambilan darah diawal penelitian, jumlah leukosit kambing kontrol (R0) berkisar antara 14.41x103 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 13.36x103. Pada pengambilan darah diakhir penelitian, jumlah leukosit kambing kontrol (R0) 15.15x103 dan pada kambing perlakuan bawang putih (R1) 11.39x103. Jumlah leukosit pada kambing berkisar antara 7x103 sampai 12x103 (Smith dan Mangkuwidjojo 1998).

Diferensiasi Leukosit

Diferensiasi leukosit terdiri dari limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil. Basofil, eosinofil dan neutrofil merupakan leukosit granulosit yang mempunyai granula di sitoplasmanya, sedangkan limfosit dan monosit merupakan leukosit agranulosit yang tidak memiliki granula di sitoplasmanya (Tizard 1988; Guyton dan Hall 1997). Hasil penelitian didapatkan bahwa penambahan pakan aditif bawang putih (Allium sativum) pada ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diferensiasi leukosit.

Limfosit

(20)

10 Monosit

Monosit mempunyai fungsi dalam sistem imun yaitu merespon adanya tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira - kira 8 sampai 12 jam) ke tempat yang terinfeksi, mengirim makrofag dan sel dendrit untuk merespon imun, membentuk protein dari suatu komplemen dan untuk mengeluarkan substansi yang mempengaruhi terjadinya proses peradangan kronik (Swenson dan Reece 1993). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan perlakuan R0 dan R1 pada pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata persentase monosit dalam jumlah normal yaitu 1.6%. Pada pengambilan darah diakhir penelitian rata-rata persentase monosit juga masih dalam jumlah normal yaitu 2.8% (R0) dan 2.4% (R1). Jumlah monosit pada kambing 2.5% (Soeharsono 2010).

Neutrofil

Neutrofil berperan sebagai garis pertama dalam melawan mikroorganisme asing khususnya infeksi bakteri (Meyer et al. 1992). Neutrofil dalam sirkulasi darah merupakan sel - sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus (Guyton 1997). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan perlakuan R0 dan R1 pada pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata persentase neutrofil dalam jumlah normal yaitu 48.4% dan 54%. Pada pengambilan darah diakhir penelitian rata-rata persentase neutrofil juga masih dalam jumlah normal yaitu 39% (R0) dan 41% (R1). Jumlah neutrofil pada kambing 36% (Soeharsono 2010).

Eosinofil

Peningkatan jumlah eosinofil dapat terjadi bila tubuh mengalami infeksi, misalnya cacingan (Guyton 1997). Hasil penelitian didapatkan kambing dengan perlakuan R0 dan R1 pada pengambilan darah diawal penelitian memiliki rata-rata persentase eosinofil dalam jumlah normal yaitu 2%. Pada pengambilan darah diakhir penelitian rata-rata persentase eosinofil juga masih dalam jumlah normal yaitu 2.6% (R0) dan 3.4% (R1). Pada hewan jumlah eosinofil berkisar antara 1% sampai 4% atau kurang dari 5% dari total leukosit. Jumlah eosinofil pada kambing 5% (Soeharsono 2010).

Basofil

Basofil merupakan leukosit granulosit dengan jumlah yang paling sedikit 0.5% sampai 1.5% dari total leukosit. Granula basofil mengandung heparin, histamin, asam hialunat, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dan histamin berfungsi untuk menarik oesinofil untuk mengaktifkan heparin (Lubis 1993). Pada penelitian ini basofil tidak terdeteksi, hal ini disebabkan hanya dilakukan perhitungan jumlah benda darah sebanyak 100 butir, dan masih belum ditemukan basofil. Jumlah basofil pada kambing 0.5% (Soeharsono 2010).

Performa Ambing

(21)

11 parameter performa ambing yang diukur. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kelenjar ambing pada fase pertumbuhan (dara) masih belum maksimum dibandingkan pada fase laktasi.

Tabel 5 Performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara

Peubah Awal Akhir

R0 R1 R0 R1

LA (cm) 10.80±0.53 11.71±0.94 10.94±0.52 11.81±0.93 PJA (cm) 6.90±0.64 7.32±1.29 6.95±0.63 7.44±1.31 TA (cm) 1.61±0.30 1.80±0.39 1.73±0.34 1.89±0.34 LP (cm) 7.11±0.31 7.14±0.53 7.30±0.35 7.43±0.50 PJP (cm) 5.91±0.51 6.02±0.54 6.09±0.48 6.19±0.57

VA (ml) - - 64.67±2.40 68.14±3.95

R0: tanpa bawang putih, R1: penambahan 0.15% bawang putih, LA: lingkar ambing, PJA: panjang ambing, TA: tinggi ambing, LP: lingkar puting, PJP: panjang puting, VA: Volume ambing

Menurut Wahab dan Anderson (1989) pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing yang paling pesat terjadi pada saat kebuntingan. Kondisi ini terjadi akibat pengaruh interaksi kerja hormon-hormon kebuntingan diantaranya progesteron, estradiol dan hormon mammogenik lainnya (Manalu et al. 1998; Tucker 1987; Adriani et al. 2003). Peningkatan ketiga hormon tersebut bertanggung jawab atas pengendalian pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing (Turner dan Bagnara 1976) di samping hormon-hormon lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Krismanto (2011) pada kambing Peranakan Etawah (PE) laktasi yang menunjukkan rata - rata nilai pada lingkar ambing 20.53 cm, panjang puting 17.86 cm, lingkar puting 15.20 cm dan volume puting 330.26 ml.

Volume Ambing

Hasil uji T menunjukkan bahwa pemberian pakan aditif bawang putih

(22)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan bawang putih (Allium sativum) dosis 0.15% dalam ransum selama 4 bulan belum berpengaruh terhadap konsumsi nutrien dan performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara. Profil hematologi pada status yang normal sesuai dengan kondisi kambing sehat.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga hewan memasuki masa laktasi dan dosis bawang putih yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Sudono A, Sutardi T, Manalu W, Sutama IK. 2007. Prenatal growth in uterus of does by superovulation. HAYATI J Biosci. 14(2): 44-48.

Akporhuarho PO, Orheruata JA, Otoikhian CSO, Igene FU. 2010. Evaluation of udder size and milk yield of White Bornu (WB) goats reared under on-field research environment. Natur In Ap Scien J. 11(1): 2-4.

Atabany A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing Peranakan Etawah dan kambing Saanen pada peternakan Barokah dan PT Taurus Dairy Farm. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2004. Kambing Peranakan Etawah: Kambing Perah Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Deptan. [Terhubung Berkala]. http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id [20 Januari 2014]

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Populasi Ternak. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. 3rd Ed. Philadelphia (US): WB Saunders Company.

Desiwanti HH. 2006. Profil sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit selama periode kebuntingan dan partus pada kambing peranakan etawah yang diberi suplementasi seng (Zn). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Devendra C, Bums M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Gall C. 1981. Goat Production. London (GB): Academic Pr.

Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Tengadi KA, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran ECG. Terjemahan dari: Text Book of Medical physiology.

(23)

13 Jain NO. 1993. Essential of Verterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea and

Febiger.

Krismanto Y. 2011. Hubungan ukuran-ukuran tubuh ternak kambing Peranakan Etawah betina terhadap produksi susu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lastari DS. 1998.Mempelajari pengaruh komponen bioaktif bawang putih terhadap aktifitas sitolitik sel limfosit manusia secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lubis S. 1993. Diferensiasi leukosit pada infeksi Eimeria tenela dengan sediaan ulas darah tipis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Manalu W, Sumaryadi MY, Sudjatmogo, Satyaningtijas AS. 1998. Effect of superovulation on maternal serum progesterone concentration, uterine and fetal weights at weeks 7 and 15 of pregnancy in Javanese Thin-Tail ewes.

Small Rumin Res 30:171-176.

Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Interpretation and Diagnosis. Philadelphia (US): WB Saunders Company.

Mukhtar A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Surakarta (ID): Univ Negeri Sebelas Maret.

[NRC] National Research Council. 1981. Nutrient Requirement of Goats. Washington DC (US): National Academy Pr.

[NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requirment of Goats. Washington DC (US): National Academi Pr.

[NRC] National Research Council. 2006. Nutrient Requirment of Goats. Washington DC (US): National Academi Pr.

Phalepi MA. 2004. Performa kambing Peranakan Etawah (studi kasus di peternakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prabowo I. 2005. Kajian ukuran-ukuran bagian ambing dan produksi susu kambing Peranakan Etawa [skripsi]. Bandung (ID): Univ Padjajaran. Safithri M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap

bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo pada ambing tikus putih (Rattus novergicus). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Santoso, H.B. 1991. Bawang Putih. Jogjakarta (ID): Kanisius.

Sarwono B. 2003. Beternak Kambing Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Schalm OW, Carroll EJ. 1975. Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Smith JB, Mangkuwidjodjo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Ed ke-1. Jakarta (ID): UI Pr.

Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjadjaran. Soetomo S. 1987. Bertanam Bawang. Jakarta (ID): BP Karya Seni.

Swenson MJ, Reece WO. 1993. Duke’s Physiology of Domestic Animal. 7th ed. London (GB): Cornell Univ Pr

(24)

14

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. (Edisi. S. Hasdjosworo). Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr.

Tucker HA. 1987. Quantitative estimate of mammary growth during various physiological. J Dairy Sci. 9(70): 1958–1966.

Turner CD, Bagnara JT. 1976. General Endocrinology. Ed ke-6. Philadelphia. London. Toronto. Saunders company.

Wahab IM, Anderson RR. 1989. Physiologic role of relaxin on mammary gland growth in rats. Proc Soc Exp Biol Med 192: 285-289.

Widaningsih E. 2012. Performa kambing Peranakan Etawah muda dan produktivitas induk laktasi dengan sistem pemberian pakan yang berbeda di lahan pasca galian pasir. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widjajakusuma R, Sikar H. 1986. Fisiologi Hewan Laboratorium, Fisiologi dan

Farmakologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(25)

15 Lampiran 1 Hasil uji T-test benda darah putih awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5 14.41 4.11

0.67

R1 5 13.36 1.47

D 5 1.05 5.12

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 2 Hasil uji T-test benda darah merah awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5 10.89 2.93

0.254

R1 5 13.50 1.89

D 5 -2.62 1.89

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 3 Hasil uji T-test limfosit awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

47.60

11.41

0.874

R1 5

46.20

11.84

D 5

1.40

18.49

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 4 Hasil uji T-test neutrofil awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

48.40

10.33

0.543

R1 5

54.00

9.30

D 5

-5.60

18.86

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 5 Hasil uji T-test monosit awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

1.600

1.140

0.254

R1 5

1.600

1.140

D 5

0.000

1.581

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 6 Hasil uji T-test eosinofil awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

2.000

1.225

1.000

R1 5

2.000

1.581

D 5

0.000

1.225

(26)

16

Lampiran 7 Hasil uji T-test benda darah putih akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

15.15

1.62

0.468

R1 5

13.39

3.64

D 5

1.76

4.92

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 8 Hasil uji T-test benda darah merah akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

10.28

2.35

0.251

R1 5

11.98

3.76

D 5

-1.70

2.83

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 9 Hasil uji T-test limfosit akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

54.80

5.07

0.903

R1 5

55.40

6.39

D 5

-0.60

10.36

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05)

Lampiran 10 Hasil uji T-test neutrofil akhir penelitian

N rataan SD Sig.

R0 5

39.00

7.35

0.668

R1 5 41.00

5.15

D 5

-2.00

9.67

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 11 Hasil uji T-test monosit akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

2.800

1.789

0.670

R1 5

2.400

1.140

D 5

0.400

1.949

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 12 Hasil uji T-test eosinofil akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

2.60

2.19

0.629

R1 5

3.40

2.41

D 5

-0.80

3.42

(27)

17

Lampiran 13 Hasil uji T-test PCV akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

30.20

2.95

0.102

R1 5

34.00

3.61

D 5

-3.80

4.02

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 14 Hasil uji T-test hemoglobin akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

8.540

0.792

0.675

R1 5

8.800

0.678

D 5

-0.260

1.288

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 15 Hasil uji T-test lingkar ambing awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

10.804

0.529

0.209

R1 5

11.712

0.944

D 5

-0.908

1.357

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 16 Hasil uji T-test panjang ambing awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

6.904

0.641

0.483

R1 5

7.324

1.287

D 5

-0.420

1.215

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 17 Hasil uji T-test tinggi ambing awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

1.624

0.303

0.485

R1 5

1.798

0.378

D 5

-0.174

0.506

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 18 Hasil uji T-test lingkaran puting awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

7.100

0.324

0.108

R1 5

7.660

0.462

D 5

-0.560

0.607

(28)

18

Lampiran 19 Hasil uji T-test panjang puting awal penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

5.900

0.510

0.454

R1 5

6.040

0.541

D 5

-0.140

0.378

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 20 Hasil uji T-test lingkar ambing akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

10.948

0.521

0.233

R1 5

11.790

0.943

D 5

-0.842

1.340

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 21 Hasil uji T-test panjang ambing akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

6.948

0.627

0.425

R1 5

7.438

1.308

D 5

-0.490

1.234

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 22 Hasil uji T-test tinggi ambing akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

1.732

0.340

0.554

R1 5

1.886

0.341

Db 5

-0154

0.534

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 23 Hasil uji T-test lingkar puting akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

7,246

0.357

0.655

R1 5

7.426

0.497

D 5

-0.162

0.752

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 24 Hasil uji T-test panjang puting akhir penelitian

N Rataan SD Sig.

R0 5

6.096

0.481

0.578

R1 5

6.194

0.570

D 5

-0.098

0.363

(29)

19 Lampiran 25 Hasil uji T-test volume ambing

N Rataan SD Sig.

R0 5

68.14

3.95

0

R1 5

64.66

2.44

D 5

3.48

4.62

Ket. : D = selisih, SD = standar deviasi, Sig. = signifikasi (P<0.05) Lampiran 26 Hasil uji T-test bobot badan

N Rataan SD Sig.

R0 5

55.21

7.44

0.234

R1 5

51.64

8.62

D 5

3.57

5.56

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ilham dan Ibu Ir. Marchiana Tasrifah Yahya. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 09 Pagi Kalibata pada tahun 1997-2003. Pendidikan dilanjutkan di SLTPN 154 Jakarta tahun 2003-2006. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMA Muhammadiyah 4 Jakarta.

Penulis diterima di IPB pada tahun 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN). Selama kuliah, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan yaitu staf BOS D’Stallion (2010-2011), staff BOS D’Oreamnos (2011-2012), anggota HMI (2012-2013). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan diantaranya ketua Dekan Cup 2011, ketua biro harmony FST 2011, ketua Fapet Golden Week 2012, ketua Olimpiade Mahasiswa IPB 2013. Penulis juga memperoleh berbagai prestasi di bidang non akademik yaitu, Juara 3 Futsal OMI 2009 dan 2012, Juara 3 Kejurnas Futsal Fakultas Peternakan 2010, Juara 2 Kejurnas Futsal Fakultas Peternakan 2011 dan 2012, Juara 1 Fotografi IGLM Kompas 2013 dan Juara 1 Fotografi Dekan Cup 2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Gambar 3  Pengukuran organ puting
Tabel 5  Performa ambing kambing Peranakan Etawah (PE) dara

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itulah akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga karena buah ciplukan memang merupakan herba yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan

Melalui lingkup keluarga yang besar dan juga keadaan sekitar yang begitu sulit untuk berkumpul dengan keluarga besar, penulis mengambil tema home sweet home

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecenderungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang tua tunggal

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM Komplek Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh

 Founder Revitalisasi Tambak Rakyat Model Kampung Vannamei (KaVe)  Re-Design Rumah tangga Vannamei (RtVe)..  Grand Design Republik

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seorang anak dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila anak tersebut mengerti akan akibat perbuatannya sehingga anak dapat diajukan

Berisi tentang teori-teori yang diambil dari buku-buku yang. digunakan untuk pedoman dan

interaksi antara satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang akan dibuat. Secara kasar, use case digunakan untuk mengetahui fungsi apa saja yang ada