SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur
OLEH :
Leny Eka Novitiyaningsih NPM . 0671010066
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, Hanya kepadaNya-lah
syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA PRAKTEK PERSIDANGAN DAN EKSEKUSI DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
selama proses penyelesaian skripsi itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H., MM selaku Dekan Fakultas Hukum UPN “Veteran”
Jawa Timur.
3. Bapak Wakil Dekan I dan Wakil Dekan II
4. Bapak Subani, S.H.,M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum UPN “Veteran” Jawa
Timur.
5. Bapak Nyoman Gede Wirya S.H., M.H selaku ketua Pengadilan Negeri Surabaya.
6. Bapak H.Soeli.S.H., M.H selaku Panitera Muda pidana di Pengadilan Negeri Surabaya.
7. Ibu Munawaroh. S.H selaku SUBAG TU di LAPAS Klas II-A Blitar.
8. Bapak H. Sutrisno, SH., M.Hum selaku pembimbing utama yang memiliki empati
terhadap kondisi penulis.
9. Ibu Yana Indawati, SH., M.Kn sebagai dosen pembimbing pendamping yang meluruskan
kesalahan-kesalahan penulis.
10.Bapak Khusnul Hadi, SH, MS selaku dosen wali yang bersedia ‘direpoti’ untuk masalah
penulis selama kuliah di Progdi Ilmu Hukum tercinta ini.
v
vi
12.Ayahku bapak Suwadi dan Ibuku Martini serta adikku Saroky di rumah dan seluruh
keluargaku yang telah memberikan dorongan dan semangat.
13.Seluruh Pegawai Pengadilan yang berada di bagian Pidana Biasa dan di Ruang Kearsipan
di Pengadilan Negeri Surabaya terutama buat pak Michael dan pak Widodo, terima kasih
atas bantuannya serta pegawai lainnya yang turut membantu yang penulis tidak dapat
sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan
skripsi ini.
14.Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Surabaya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
15.Sahabat-sahabat dekatku Maya, Kiki, Reni, Amanda, Wahib, Putu, Doni, Fajar, Rio yang
telah membantu dan memberikan saran dalam pembuatan skripsi hingga selesai.
Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh
keterbatasan, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk
memperbaiki kekurangan yang ada.
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang Masalah ... 1
2. Perumusan Masalah ... 3
3. Tujuan Penelitian ... 3
4. Manfaat Penelitian ... 3
5. Kajian Pustaka ... 5
6. Metode Penelitian ... 20
a. Jenis dan Tipe Penelitian ... 20
b. Sumber Data ... 20
c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 21
d. Metode Analisis Data ... 22
7. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA ... 24
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Sanksi Pidana Bagi Anak ... 24
3. Eksekusi Pengadilan Anak ... 28
4. Kasus Penggunaan Narkotika ... 30
a. Kasus Posisi... 30
b. Pertimbangan Hukum ... 30
c. Analisis Hukum ... 32
BAB III DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA .... 39
1. Dampak Negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Anak ... 39
2. Dampak Positif Dari Penerapan Sanksi Pidana Penjara Anak 41
3. Realitas terpidana anak di Lembaga Permasyarakatan ... 43
4. Proses Pembinaan Narapidana Anak di LP Anak ... 45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
1. Kesimpulan ... 50
2. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :
1. Surat Ijin Penelitian
2. Ikhtisar Putusan
3. Surat Bapas Dari Pihak Kepolisian
4. Laporan Penelitian Bapas
5. Surat Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan
x
7. Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Surabaya Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 34
Tabel 2 Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 37
Tabel 3 Jadwal Kegiatan Anak Lapas Klas II A-Blitar ... 44
xi
negatif dari penerapan sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis ilmiah, perundang-undangan yang berlaku dan data-data dari Pengadilan Negeri Surabaya, analisa data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seorang anak dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila anak tersebut mengerti akan akibat perbuatannya sehingga anak dapat diajukan ke sidang pengadilan anak jika anak berusia minimal 8 tahun dan maksimal 18 tahun dan untuk dilakukan pembinaan agar menjadi manusia yang lebih baik lagi di dalam LAPAS.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana anak, Narkotika, pembinaan anak.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak
orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah
penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir
semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,
utamanya anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi
“mahkluk” yang disebut dengan narkotika. Fakta yang disaksikan hampir
setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata peredaran
narkotika telah merebak kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara
generasi penerus bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang.
Keadaan ini semakin diperparah dengan ditemukannya penyalahgunaan
narkotika sampai keranah pendidikan yang semestinya steril dari peredaran
narkotika, biarpun jenis narkotika yang dipakai siswa-siswa itu masih
memakai jenis narkotika yang ringan, tetapi hal tersebut dapat
mengakibatkan kecanduan yang lambat laun akan meningkatkan dosis
takarannya. Akibat penggunaannya yang secara terus menerus akhirnya
kesehatan jasmani dan rohani para pencandu itu akan semakin melemah,
gairah belajarnya akan semakin menurun dan otaknya pun kian tumpul, jika
sudah demikian, bagaimana jadinya masa depan mereka. Anak dengan
kondisinya yang khas dan perkembangan jiwa dan mentalnya yang belum
matang, ternyata tetap berpeluang untuk melakukan kejahatan atau
1
melakukan pelanggaran hukum termasuk melakukan penyalahgunakan
narkotika.
Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana
narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan
kepada anak anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang
dewasa dan dalam hal melakukan secara bersekongkol atau bekerja sama
dapat ditambah 1/3 dari pidana yang berlaku.
Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh
anak-anak. Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah paling rawan
terhadap penyalahgunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa
pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran,
ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan beresiko
tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah
jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai
dikalangan anak-anak.
Satu kasus yang berhasil di ungkap oleh kepolisian Reserse Polres
Surabaya Utara dengan tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis
kelamin laki-laki, umur 16 tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh
Pakis Gg VI D1/12 Surabaya, pada hari selasa tanggal 12 Juli 2009 sekira
jam 00.15 Wib di jalan Dukuh Kupang Surabaya (Pos Kamling), yang mana
narkotika jenis Ganja tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang
dibakarnya lalu dihisap (seperti menghisap rokok) sebagaimana dimaksud
(selanjutnya disingkat dengan UU Narkotika). Demikian juga dikemukakan
oleh Penyidik Reserse narkoba (Sat Reskoba) AIPTU Sudjatmiko, bahwa
terdapat beberapa faktor penyebabnya anak-anak terlibat penyalahgunaan
narkotika, diantaranya karena salah pergaulan dalam lingkungan masyarakat,
sebagai imbas dari perkembangan kemajuan komunikasi dan transportasi
sehingga adanya perubahan sikap dari anak-anak untuk meniru dan
mencoba-coba, termasuk meniru dan mencoba menggunakan narkotika secara tidak
benar atau melakukan penyalahgunaan narkotika.1
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumus kan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika?
b. Apa dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana terhadap anak
pengguna narkotika?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi bagi anak pengguna
narkotika.
2. Untuk mengetahui dampak negatif dan positif, penerapan sanksi terhadap
anak pengguna narkotika.
4. Manfaat Penelitian
1
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini :
a. Agar pengguna narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian
narkotika secara terus menerus tanpa adanya resep dokter yang beakibat pada
kematian bagi si pengguna.
b. Agar para pengedar narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari
tindakannya mengedarkan narkotika secara illegal kepada anak-anak bangsa,
karena semua itu akan merusak generasi bangsa Indonesia.
c. Agar pihak Kepolisian dapat meminimalisir peredaran narkotika dan
memberantas segala bentuk tindak pidana narkotika di Indonesia dengan
menangkap para Bandar dan pengedar yang sering melakukan transaksi
penjualan narkotika secara terselubung baik di dalam maupun luar negeri.
d. Agar Hakim dapat menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada para
Bandar dan pengedar narkotika dan untuk para pengguna hendaknya diberikan
sanksi rehabilitasi saja, karena pengguna tidak hanya semata-mata sebagai
pelaku tindak pidana narkotika saja, tetapi mereka juga sebagai korban dari
penyalahgunaan narkotika tersebut.
e. Agar Jaksa dapat menuntut hukuman yang seberat-beratnya kepada para
Bandar dan Pengedar narkotika.
f. Agar LP (Lembaga Permasyarakatan) dapat membina para narapidana
pembekalan agama, pendidikan dan keterampilan dan pada saat bebas mereka
dapat diterima oleh masyarakat luas.
5. Kajian Pustaka
a. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Narkotika.
Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana (delict)
ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai
peristiwa pidana / tindak pidana kalau memenuhi unsur pidananya.
Unsur-unsur itu terdiri dari :
1. Obyektif
Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertetangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini adalah tindakannya.
2. Subyektif
Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).2
Ada beberapa definisi Tindak pidana dari para ahli hukum diantaranya
menurut Wiryono Pradjodikoro, didefinisikan sebagai suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana, sedang Moelyanto,
menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang
melanggar dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar aturan
tersebut. Kedua definisi tersebut mempunyai kesamaan arti yakni adanya
perbuatan yang dilanggar sehingga bisa dikatakan sebagai perbuatan
pidana.
Kansil, menggunakan istilah delik, yaitu perbuatan yang melanggar
Undang-Undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat
dipertanggung jawabkan.3 Mengenai definisi tindak pidana narkotika itu
sendiri tidak terdapat definisi yang baku. Secara garis besar definisi tindak
pidana narkotika adalah suatu perbuatan penyalahgunaan narkotika yang
pelakunya dapat dikenakan hukuman sesuai dengan perundang-undangan
narkotika yang berlaku.
b. Pertanggungjawaban Pidana
Hukum pidana menentukan yang dinamakan dengan pertanggungjawaban
pidana yang dibatasi dengan ketentuan-ketentuan UU pertanggungjawaban
menjurus pada pemidanaan petindak. Jika telah menentukan suatu tindak
pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang ditentukan dalam UU dilihat
dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang atau diharuskan. Asas
pertanggungjawaban pidana adalah tidak dipidanakan jika tidak ada
kesalahan.4
Bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai ”toerker
baarheid criminal resposibility, criminal liability”. Pertanggungjawaban
pidana dimaksud untuk menentukan apakah seorang tersangka atau
terdakwa dipertanggungjawabkan suatu tindak pidana yang terjadi atau
3 Mardani. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, PT RadjaGrafindo Persada. Jakarta.2008.h.59 dikutip dari CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1986 ), h.269
tidak.5 Seorang anak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila
umur anak tersebut telah berumur antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan
belas) tahun. Hal itu telah diatur dalam undang-undang pengadilan anak.
c. Perbuatan pidana:
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum dan barang siapa yang melanggar larangan tersebut maka akan
dikenakan sanksi pidana yang berupa pidana tertentu. Sedangkan ancaman
pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.
d. Sanksi
Pengertian Sanksi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa orang menepati perjanjian dan menaati ketentuan perundang-undangan, sedangkan menurut Terminologi Hukum Pidana, sanksi pidana adalah akibat hukum terhadap pelanggaran ketentuan pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan.6
e. Narkotika
Secara etimologis narkotika berasal dari bahasa inggris narcose
atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal
dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga
tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang
artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.
Secara terminology, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau
5 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, h. 221
narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa
sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.
Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari
viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan
efek stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta
menimbulkan indikasi atau kecanduan.
Menurut ketentuan Undang-Undang Narkotika pasal 1 ayat (1) : “
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya ras, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
f. Anak
Menurut ketentuan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan anak (selanjutnya disingkat dengan UU Perlindungan Anak)
Pasal 1 ayat (1) : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun , termasuk anak yang masih didalam kandungan. Sedangkan
menurut Undang-undang Pengadilan Anak ketentuan pasal 1 :
Ayat (1) : Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Ayat (2) : Anak nakal adalah :
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
g. Jenis Sanksi Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal
Berlakunya Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak (selanjutnya disingkat dengan UU Pengadilan Anak) antara lain telah
menetapkan apa yang dimaksud anak. Undang-undang ini berlaku lexspecialis
terhadap KUHP, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh anak, dengan adanya UU Pengadilan Anak, menjadi acuan pula
dalam perumusan pasal-pasal KUHP baru berhubungan dengan pidana dan
tindakan bagi anak. Dengan demikian, tidak akan terjadi tumpang tindih atau
saling bertentangan.
UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin
(pasal 1 butir 1). Yang dimaksud anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Apabila kita kaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Permasyarakatan maka status anak nakal tersebut berdasarkan putusan
pengadilan dapat sebagai anak pidana atau anak negara. Disebut anak pidana
permasyarakatan (LP) anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun. Kemudian sebagai anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan
pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP anak
paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Menurut UU Pengadilan Anak terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana
yaitu pidana pokok dan pidana tambahan atau tindakan. Berdasarkan pasal 23
ayat (1) dan ayat (2) UU Pengadilan Anak diatur pidana pokok dan pidana
tambahan bagi anak nakal.
1. Pidana pokok
Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu:
a. Pidana penjara,
b. Pidana kurungan,
c. Pidana denda, atau
d. Pidana pengawasan.
2. Pidana tambahan
Seperti telah disebutkan bahwa selain pidana pokok maka terhadap anak
nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan yang berupa :
a. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau
b. Pembayaran ganti rugi.
3. Tindakan
Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal menurut pasal
24 ayat (1) UU Pengadilan Anak adalah :
b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan
dan latihan kerja, atau
c.Mengerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial
kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
pelatihan kerja.
Selain tindakan tersebut, Hakim dapat memberikan teguran dan
menetapkan syarat tambahan. Teguran adalah peringatan dari hakim baik
secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak
langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya agar anak
tersebut tidak mengulangi perbuatannya. Syarat tambahan itu misalnya
kewajiban untuk melapor secara periodik kepada pembimbing
kemasyarakatan didasarkan pada penjelasan Pasal 24 ayat (2) UU
Pengadilan Anak.
Penjatuhan tindakan oleh Hakim dilakukan kepada anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, menurut
peraturan perundang-undangan. Namun, terhadap anak yang melakukan
tindak pidana, hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana
tambahan atau tindakan.
Pada segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih
berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak
yang telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) sampai 18 (delapan
belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal itu dilakukan mengingat pertumbuhan
Jenis tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak berdasar UU Pengadilan Anak Pasal 24 ayat (1) ternyata lebih sempit (sedikit) apabila dibandingkan dengan rumusan Rancangan KUHP baru. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (pasal 132 Rancangan KUHP) adalah : a. Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya,
b. Penyerahan kepada pemerintah atau seseorang,
c. Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau suatu badan swasta,
d. Pencabutan surat izin mengemudi, e. Rehabilitasi7
h.Penerapan Sanksi Pidana Kepada Anak Nakal 1. Pengadilan anak dan perlindungan anak
Pengadilan anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras, seimbang. Oleh
karenanya, ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak
dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hukum acara yang berlaku
(KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan
lain dalam UU Pengadilan Anak, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal
40 UU Pengadilan Anak.
a. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Anak
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Pengadilan Anak yakni Pengadilan
Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di
lingkungan peradilan umum. Meskipun sebagai pengadilan khusus,
pengadilan anak bukan berarti berdiri sendiri. Keberadaan pengadilan
anak tetap dalam lingkungan pengadilan umum. Hal itu sesuai dengan
7
yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
menegaskan hanya ada empat lingkungan peradilan yaitu peradilan
umum,agama, militer dan tata usaha Negara.
Mengenai tugas dan kewenangan pengadilan anak (sidang anak)
ketentuan Pasal 3 UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa sidang anak
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara
anak sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan Pasal
21 menegaskan bahwa sidang anak berwenang untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak
nakal.
Pada prinsipnya, tugas dan kewenangan pengadilan anak sama
dengan pengadilan perkara pidana lainnya. Meski prinsipnya sama,
namun yang tetap harus diperhatikan ialah perlindungan anak
merupakan tujuan yang utama. Anak adalah bagian dari generasi muda
sebagai salah satu sumber daya manusia merupakan potensi dan
penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagian
dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan keluarga. Di
situlah letak pentingnya pengadilan anak sebagai salah satu sarana bagi
perlindungan anak yang terganggu keseimbangan mental dan sosialnya
sehingga menjadi anak nakal.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan Pengadilan anak secara khusus,
diatur dalam UU Pengadilan Anak. Garis besar kekhususan pengadilan
anak antara lain sebagai berikut :
1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 4 ayat (1).
2) Aparat penegak hukum yang berperan dalam proses peradilan anak
yaitu Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah
Penuntut Umum Anak, Hakim adalah Hakim Anak hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 1 butir (5), (6) dan (7).
3) Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta
petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian
dinas hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6.
4) Untuk melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan
perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup. Kecuali dalam hal
tertentu dapat dilakukan dalam sidang terbuka, misalnya perkara
pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara ditempat kejadian
perkara hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2).
5) Pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditentukan
dalam UU Pengadilan Anak hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
6) Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang
melakukan tindak pidana/anak nakal sesuai dengan Undang-undang
Pengadilan Anak.
c. Ketentuan Umur
Pengertian anak nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang
melakukan tindak pidana dan yang melakukan perbuatan yang
terlarang bagi anak. UU Pengadilan Anak telah merumuskan anak
nakal dalam ketentuan Pasal 1 butir (2) yaitu sebagai berikut :
1) Anak yang melakukan tindak pidana; atau
2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak, baik menurut peraturan hukum lain yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal
adalah umur. Dalam hal itu, masalah umur merupakan masalah yang
penting bagi terdakwa untuk diajukan dalam sidang anak. Umur dapat
berupa umur minimum maupun umur maksimum.
Masalah umur tentunya juga harus dikaitkan dengan saat
melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur, ketentuan Pasal 4
UU Pengadilan Anak menetapkan sebagai berikut :
1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan sidang anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur
2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur
tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun,
tetap diajukan ke sidang anak.
Rumusan di atas menegaskan bahwa batas umur anak nakal
minimum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan
belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum
untuk dapat diajukan ke sidang anak adalah umur 21 (dua puluh
satu) tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Bagaimana apabila tersangka belum berumur 8 (delapan)
tahun? Dengan tetap berpegang teguh pada asas praduga tak
bersalah dan demi kepentingan/perlindungan anak maka UU
Pengadilan Anak, Pasal 5 menentukan sebagai berikut :
1) Jika anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun
melakukan atau diduga melakukan tindak pidana maka
terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemerikaan oleh
penyidik.
2) Apabila penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat
dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka
Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada kedua
3) Jika penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat
dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya,
Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen
Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing
kemasyarakatan.
Pengalaman praktek membuktikan terjadinya tindak pidana sering ada unsur penyertaan (deelmening). Dalam hal terjadi anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau bersama-sama dengan anggota ABRI, ditetapkan oleh pasal 7 sebagai berikut :
1) Anak tetap diajukan ke sidang anak
2) Orang dewasa diajukan ke sidang orang dewasa 3) Anggota ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.8
i. Hak-Hak Anak Atas Kesejahteraan :
Perlindungan bagi anak yang menyalahgunakan narkotika akan
memperoleh perlindungan khusus, perlindungan khusus tersebut bagi anak
untuk mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang memungkinkan bagi dan
mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan
bermanfaat, dapat memperoleh sesuatu yang mana dilindungi oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Undang-undang Kesejahteraan Anak,
bab II pasal 2 sampai dengan pasal 6 yang mengatur hak-hak atas kesejahteraan
yaitu sebagai berikut :
1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, dan bimbingan
anak berhak memperoleh kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di
8
dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar (Pasal (2) ayat
(1)).
2. Hak anak atas pelayanan
anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan pribadian bangsa,
untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna (Pasal (2) ayat (2)).
3. Hak anak atas pemeliharaan dan perlindungan
anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan (Pasal (2) ayat (2)).
4. Hak anak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup.
anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar (Pasal (2) ayat (4)).
5. Hak diberi pelayanan dan asuhan
anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya (Pasal (6) ayat (1)).
Anak yang melakukan suatu penyalahgunaan narkotika atau seorang pecandu
yang mana anak tersebut mrupakan anak nakal karena anak tersebut
menggunakan narkotika tanpa menggunakan resep dari dokter ataupun tanpa
sepengaetahuan dan pengawasan dari dokter. Anak yang menyalahgunakan
narkotika merupakan anak yang dalam masa pemakaiannya biasanya seorang
atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain adanya faktor dari luar dan perkembangan
pembangunan yang cepat.
j. Hak Asasi Manusia Menentukan :
Keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak
mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan hal ini berdasarkan pada
ketentuan Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979 UU Kesejahteraan Anak. Anak yang
mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan
menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan
dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan juga diberikan kepada anak yang
telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan putusan
Hakim Pasal 6 UU Kesejateraan Anak.
Pasal 66 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan :
(1). Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi.
(2). Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk
pelaku tindak pidana yang masih anak.
(3). Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan
hukum.
(4). Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya boleh dilakukan
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai
(5). Setiap anak dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan
manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi
sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa.
(6). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan
hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku.
(7). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memproleh keadilan didepan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
6. Metode Penelitian
a. Jenis Dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan
“metode penelitian hukum normatif, yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan
sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan
perilaku setiap orang”.9
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif bersifat
pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap
tentang keadaan hukum di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi
dalam masyarakat.10 Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum diskriptif.
b. Sumber Data
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h. 52.
10
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu data sekunder.
“Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bila perlu
bahan hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama
yang bersumber dari perundang-undangan”.11
a. “Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan
mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen
hukum, dan putusan hakim)”.12 Bahan penelitian ini terdiri dari beberapa
perundang-undangan:
Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang.
1. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.
6. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.
7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
b. ”Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal
hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik)”13.
c. ”Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan hukum yang memberikan
(contohnya : Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan
ensiklopedia)”.14
c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis data ini
adalah data sekunder yaitu studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku,
dan Perundang-undangan.
d. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah “metode
kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang
teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan
interpretasi data dan pemahaman hasil analisis,kemudian hasilnya akan
dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi
ini.15 Yang berjudul pertanggungjawaban pidana anak sebagai pengguna
narkotika praktek persidangan dan eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya.
7. Sistematika penulisan
Agar skripsi ini memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah serta untuk
memudahkan dalam memahami isi pembahasan materi skripsi ini, maka perlu
dipaparkan sebuah sistematika penulisan.
Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 Bab yang terdiri dari Bab I akan
diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan
14
Ibid, h. 82
15
penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II menjelaskan permasalahan pertama, yakni pembahasan
mengenai penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika, yang terdiri
dari beberapa sub-sub bab yakni : faktor-faktor yang mempengaruhi sanksi
pidana bagi anak, praktek persidangan atas pertanggungjawaban pidana anak,
eksekusi pengadilan anak, kasus penggunaan narkotika.
Bab III menjelaskan tentang permasalahan kedua, yakni pembahasan
mengenai dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana anak pengguna
narkotika, yang terdiri dari beberapa sub-sub bab, yakni : dampak negatif
pidana penjara terhadap perkembangan jiwa anak dan positif dari penerapan
sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika, realitas terpidana anak di
LP Blitar.
Bab IV merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan
saran, kesimpulan berisi ringkasan dari serangkaian pembahasan pada bab-bab
sebelumnya, sedangkan saran berisi masukan-masukan yang penulis harapkan
demi masa depan generasi muda agar terhindar dari penyalahgunaan
24
BAB II
PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi bagi anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi pidana bagi anak pelaku
tindak pidana narkotika adalah:
Meskipun seorang anak telah berbuat atau melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur pidana, belum berarti bahwa anak tersebut dapat dipidana, karena masih diperlukan unsur kesalahan yang merupakan dasar pertanggungjawaban pidana. Berdasarkan pada kenyataan yang ada, bahwa untuk dapatnya seseorang dipidana, haruslah dilihat pada :
1. Perbuatan pidana
2. Adanya kemampuan bertanggung jawab
3. Adanya sikap batin atas perbuatannya yang berupa kesengajaan atau kealpaan.
4. Tidak adanya alasan pemaaf.16
2. Praktek Persidangan Anak Penyalahgunaan Narkotika.
Berdasarkan hasil wawancara bersama bapak H. Soeli. S.H.,M.H selaku
Panitera Muda Pidana di Pengadilan Negeri Surabaya bahwa sidang anak
dilakukan oleh Hakim Tunggal. Hakim, Penuntut Umum, Penasihat Hukum
melakukan sidang tanpa menggunakan Toga.
Dalam perkara anak nakal praktek jalannya persidangan adalah :
1. Sebelum sidang dan dibuka, Hakim memerintahkan agar pembimbing
Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
mengenai anak yang bersangkutan.
Laporan sosial hasil penelitian berisikan :
16
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 164
24
a. Keadaan anak, baik fisik, psikis, sosial maupun ekonomi.
b. Keadaan rumah tangga orang tua atau wali atau orang tua asuh serta
penghuni lainnya.
c. Keterangan mengenai kelakuan anak di sekolah atau di tempat pekerjaan.
d. Hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungan seperti Rukun tetangga,
kepramukaan.
2. Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk
umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orang tua, wali atau orang tua asuh,
Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. (perlakuan khusus
dalam persidangan Anak Nakal antara lain : a). sidang dibuka dan dinyatakan
tertutup untuk umum, b). Pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan
dalam suasana kekeluargaan, oleh karena itu hakim, jaksa, dan petugas
lainnya tidak memakai toga/pakaian, atribut/tanda pengangkatan
masing-masing, c). Adanya keharusan pemisahan persidangan dengan orang dewasa
baik berstatus sipil maupun militer, d). Turut sertanya Bapas membuat
Laporan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap anak, e). Hukuman lebih
ringan).
3. Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang
tua asuh, Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
4. Pada permulaan persidangan, Hakim menanyakan kepada Penuntut Umum
tentang orang tuanya/wali atau orangtua asuh datang atau tidak. Kehadiran
orang tua/wali atau orang tua asuh anak sangat diperlukan untuk mengetahui
latar belakang kehidupan anak dan motif anak melakukan tindak pidana
narkotika. Bila orang tua/wali atau orang tua asuh tidak hadir, maka sidang
dapat diteruskan tanpa dihadiri orangtua/wali, atau orang tua asuh anak.
5. Hakim memeriksa identitas terdakwa dan setelah itu mempersilahkan
Penuntut Umum membacakan surat dakwaannya.
6. Sesudah itu, terdakwa atau Penuntut Umumnya diberi kesempatan untuk
mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Sesuai
ketentuan Pasal 58 UU Pengadilan Anak.
7. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa
dibawa keluar ruang sidang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya
hal yang dapat mempengaruhi jiwa anak. Hakim harus cermat dan teliti
terhadap keadaan terdakwa, untuk menentukan anak ke luar sidang atau tidak,
waktu pemeriksaan saksi-saksi. Jika diperkirakan keterangan saksi dapat
mempengaruhi jiwa anak, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan
dari persidangan dalam rangka perlindungan anak. Ketentuan Pasal 58 UU
Pengadilan Anak, memberikan perlindungan terhadap anak, yang bila
diperhatikan dan dilaksanakan oleh Hakim sebagaimana mestinya.
8. Setelah pemeriksaan saksi, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa dan
dalam melakukan pemeriksaan, Hakim dan petugas lainnya tidak memakai
toga atau pakaian seragam. Tujuannya, adalah untuk menghilangkan rasa
takut pada diri anak. Apabila anak memberikan keterangan yang berbelit-belit
dalam pemeriksaan, maka Hakim memberikan peringatan kepadanya dan
memberitahukan akibatnya apabila anak tidak berterus terang di depan sidang.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Pengadilan Anak.
9. Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada
orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal
yang bermanfaat bagi anaknya, dengan alasan bahwa selama ini kurang
memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan.
Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada Hakim untuk tidak
menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkannya kepada mereka, dengan
janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya.
10. Setelah acara tersebut, Penuntut Umum menyampaikan requisatoir (tuntutan
hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya Penasihat Hukum
menyampaikan Pledoi (pembelaan) atas terdakwa.
11. Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan.Hakim tidak terikat penuh pada laporan
penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk
mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan
dalam mengambil putusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan
sidang pengadilan.
12. Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
13. Apabila para pihak (terdakwa atau Penuntut Umum) merasa tidak puas
terhadap putusan Hakim, maka mereka berhak mengajukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi. Jika merasa tidak puas terhadap putusan
Pengadilan Tinggi berhak mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.
3. Praktek Eksekusi Putusan Pidana Penjara dan Denda Untuk Anak Pengguna Narkotika Sesuai Kasus Di Atas :
Pelaksanaan Eksekusi dilakukan oleh pihak Kejaksaan yang didasarkan pada
Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga jaksa dalam
hal ini sebagai eksekutor Putusan Pengadilan
Tahapan-tahapan untuk eksekusi putusan pidana penjara/kurungan :
1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang
bersangkutan dalam waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat
belas) hari untuk perkara dengan Acara Singkat (Pasal 270 KUHAP dan
SEMA No. 21/1983).
2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan
Pengadilan ( terlampir ).
3. Menyerahkan terpidana kepada Lembaga Pemasyarakatan.
4. Membuat Berita Acara Putusan Pengadilan ( terlampir ).
5. Membuat Laporan Pelaksanaan.
Tahapan-tahapan Eksekusi untuk pidana denda/biaya perkara :
1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang
bersangkutan waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat belas)
2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan
Pengadilan.
3. Pembayaran denda diberikan waktu I (satu) bulan dan karena alasan tertentu
dapat diperpanjang selama I (satu) bulan (pasal 273 (1) dan (2) KUHAP)
kecuali untuk perkara Acara Pemeriksaan Cepat (APC) harus dilunasi seketika
(SEMA Nomor 22/1982).
4. Apabila terpidana tidak mau melaksanakannya, eksekutor dapat menyita
barang-barang miliknya untuk dijual lelang yang kemudian hasil lelang
dipergunakan untuk melunasi biaya perkara dan denda tersebut (SEMA
Nomor 17/1983).
5. Apabila ternyata terpidana tidak mampu membayar karena miskin atau
alamatnya tidak ditemukan lagi yang dikuatkan dengan Surat Keterangan
Pamong Praja setempat, dapat diusulkan penghapusannya kepada Kejaksaan
Agung Republik Indonesia (SEJA Nomor SE-008/J.A/7/1981 tanggal 23 Juli
1981).
6. Membuat Berita Acara Pelaksanaan dan mengisi formulir yang ditentukan.
4. Kasus Penggunaan Narkotika a. Kasus Posisi
Pada hari selasa tanggal 28 Juli 2009 sekira jam 00.15 Wib dengan
Tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis kelamin laki-laki, umur 16
tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh Pakis Gg. VI DI/ 12 Surabaya
(pos Kamling), telah kedapatan membawa, menyimpan, dan memiliki
Narkotika golongan I jenis tanaman ( ganja ) yang mana narkotika jenis Ganja
tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang dibakar lalu dihisap (seperti
menghisap rokok), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a
UU Tentang Narkotika.
b. Pertimbangan Hukum
Kasus yang terjadi pada terdakwa SETYO APRILIANTO merupakan
kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika Golongan 1 jenis ganja,
sebagaimana yang kita ketahui di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang narkotika, ganja merupakan jenis tanaman narkotika Golongan I,
terdakwa telah menggunakan narkotika tanpa adanya resep dan pengawasan
dokter. Kasus diatas dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyalahgunaan
narkotika dikarenakan telah mengandung unsur-unsur di dalam
penyalahgunaan narkotika dalam pasal 78 ayat (1) huruf a UU Narkotika
dengan unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barangsiapa,
2. Tanpa hak dan melawan hukum,
3. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,
menyimpan atau menguasai narkotika Gol. I dalam bentuk tanaman.
Ad.1. Unsur Barang Siapa :
Pengertian unsur “barangsiapa” adalah setiap orang yang menjadi
subyek hukum atau pelaku perbuatan pidana sehingga unsur ini berkaitan
dengan perbuatan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Menimbang bahwa yang
dimaksud barangsiapa tersebut adalah subyek hukum tertentu yang dalam
perkara ini adalah terdakwa SETYO APRILIANTO. Dengan demikian bahwa
benar terdakwa dalam unsur “barangsiapa” dalam perkara di atas telah
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Ad.2. Unsur Tanpa hak dan melawan hukum :
Unsur secara tanpa hak mengandung pengertian bahwa perbuatan yang
dimaksud dilakukan tanpa surat keterangan atau resep dari Dokter ataupun
Apoteker, sedangkan pengertian melawan hukum dalam artii formil maupun
dalam arti materiil. Menurut ajaran yang melawan hukum yang disebut
melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis,
sedangkan melawan hukum dalam arti materiil yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut
dapat ddipidana. Dengan demikian bahwa benar terdakwa dalam unsur “tanpa
hak dan melawan hukum” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum.
Ad.3.Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memliki, menyimpan atau menguasai narkotikan Gol. 1 dalam bentuk tanaman :
Menimbang bahwa unsur ini disusun secara alternatif, maka unsure ini sudah
terbukti dengan terpenuhinya salah satunya (baik menanm, memelihara,
mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasaia).
Menimbang bahwa dalam unsur ini perlu dibuktikan pula apakah ganja yang
dimiliki, disimpan atau dikuasai oleh terdakwa adalah merupakan “narkotika
Golongan 1” sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka (1) UU Narkotika.
Dengan demikian, bahwa benar terdakwa dalam unsur “memiliki, menguasai
narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum.
c. Analisa Hukum
Berkaitan dengan kasus narkotika di atas maka yang dilakukan oleh terdakwa
SETYO APRILIANTO, adalah :
5. Bahwa terdakwa telah melanggar pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu :
Ayat 1 : barang siapa tanpa hak melawan hukum :
a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,
memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan 1
dalam bentuk tanaman.
6. Mengandung unsur-unsur pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu :
- Barang siapa : yang dimaksud barang siapa dalam kasus tindak pidana
penyalahgunaan narkotika ini adalah : terdakwa SETYO APRILIANTO,
tempat tanggal lahir Surabaya, 19 April 1993, Kewarganegaraan
Indonesia, Agama islam, Pendidikan terakhir SLTP, Pekerjaan pelajar
SMK kelas II, Alamat Jalan Dukuh Pakis Gg.VI D1/12 Surabaya .
- Tanpa hak dan melawan hukum :
Tidak mempunyai ijin dalam menguasai ganja tersebut.tanpa resep dokter
dan melanggar hukum formil dengan ketentuan UU Narkotika.
- Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki
menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman :
Yang dimaksud dalam unsur ini adalah pada waktu dilakukan
penangkapan dan penggeledahan telah menyimpan, memiliki dan
membawa barang narkotika jenis tanaman (Ganja) yang mana sudah
dipakai oleh terdakwa.
Pada kasus ini terdakwa dijatuhi putusan pidana penjara oleh hakim
selama 10 (sepuluh) bulan dan denda 500.000,-. Dalam ikhtisar putusan,
hakim mencantumkan Pasal 78 ayat (1) UU No.22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, menurut pendapat penulis hukuman yang diberikan oleh
Hakim masih terbilang cukup berat untuk anak seusia Setyo Aprilianto
yang masih dibawah umur. Untuk melihat bagaimana penerapan sanksi
pidana terhadap anak dalam peraturan perundang-undangan diterapkan
dalam putusan pengadilan, berikut ini penulis sajikan data tentang
putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika tabel
1 berikut :
Tabel 1
Jenis Sanksi Pidana yang Dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya
Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009. No Nomor Putusan Pasal Yang
Dilanggar
Usia Pelaku
Jenis Sanksi
1. No.2273/pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)
UU/22/97
17 Th Pidana penjara dan
denda
2. No.3074/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)
UU/22/97
16 Th Pidana Penjara dan
denda
3. No.3210/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (1)
UU/22/97
16 Th Pidana penjara dan
denda
4. No.2308/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)
UU/22/97
17 Th Pidana penjara dan
denda
Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah
Penyajian data tentang putusan pengadilan terhadap anak yang
menyalahgunakan narkotika dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang
penerapan sanksi pidana terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika. Data
tentang putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika penting
untuk melihat sejauh mana anak diberi alternatif pidana manakala ia melakukan
penyalahgunaan narkotika. dalam penelitian ini dianut pandangan, bahwa anak yang
menyalahgunakan narkotika tidak dapat dilihat semata-mata sebagai pelaku saja, tetapi
juga dilihat sebagai korban.
Sebagaimana dipaparkan dalam tabel 1 bahwa kecenderungan Hakim yang
selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut bersifat ironis, mengingat
dalam instrument internasional justru ada keharusan bagi hakim untuk sejauh mungkin
menghindarkan anak dari pidana penjara, bahkan anak harus dijauhkan dari penerapan
hukum pidana pada umunnya.
Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas terlihat, bahwa dari 4 (empat) putusan
Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara anak yang menyalahgunakan
narkotika semuanya menjatuhkan pidana penjara. Berdasarkan dari hasil studi
penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya, sebagaimana di paparkan dalam tabel 2
bahwa kecenderungan Hakim dalam menjatuhkan putusan selalu menjatuhkan pidana
penjara dan denda kepada anak. padahal salah satu hak yang harus dilindungi untuk
anak-anak adalah perlindungan hukum yang layak bagi mereka dan juga berhak untuk
tidak dirampas kemerdekaannya untuk tumbuh kembang, dalam kasus ini anak sebagai
korban dari penyalahgunaan narkotika.
Jadi, dengan penerapan hukum pidana yang demikian, maka tersimpul bahwa
pada tahap penerapan hukum pidana aparat penegak hukum khususnya hakim,
bersifat sangat represif. Alternatif yang ditawarkan oleh undang-undang tidak pernah
digunakan oleh hakim. Padahal, mestinya penjatuhan pidana penjara kepada anak
justru dilakukan ketika tidak ada alternatif yang lain. Menurut hemat penulis secara
umum dapat dikatakan, bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara
terhadap anak, justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan
kejahatan itu sendiri dan tidak akan menbawa manfaat bagi terpidana anak.
Kecenderungan menjatuhkan pidana penjara kepada pelaku anak yang
menyalahgunakan narkotika dengan demikian juga bermakna diabaikannya
kepentingan anak sebagai korban.
Kecenderungan hakim yang selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak
dapat dipersoalkan karena beberapa hal berikut ini :
Pidana, termasuk didalamnya pidana penjara pada dasarnya hanyalah sebuah alat,
yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan (pada umumnya tujuan pemidanaan
terdiri dari upaya untuk melindungi masyarakat disatu sisi dan melindungi individu
(pelaku) disisi yang lain).17 Apabila penggunaan alat itu tidak sesuai dengan
memenuhi tujuan yang ditentukan, maka tidak ada alasan untuk tetap menggunakan
alat itu dan tidak ada jaminan apabila pelaku tindak pidana pada akhirnya dijatuhi
pidana penjara maka dengan sendirinya ia akan menjadi anggota masyarakat yang
baik dan taat pada hukum. Justru yang sering diketahui adalah, bahwa pidana penjara
membawa dampak negatif yang sangat merugikan bagi terpidana, khususnya
terpidana anak karena masa anak-anak merupakan masa mencari jati diri, sehingga
segala tindakan yang dilakukannya tidak pernah difikirkan matang-matang.
17
Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm, Malang, 2009. hal.118
Tabel 2
Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009
No Nomor Putusan Pasal yang
Dilanggar
Usia
Pelaku
Jenis Sanksi Pertimbangan Hakim
1. 2273/Pid.B/2009/ - Mengaku terus terang - Sopan dipengadilan - Belum pernah dihukum - Masih aktif sebagai siswa
SMUN - Sopan dalam persidangan - Masih Muda
- Mengaku terus terang
perbuatannya.
- Terdakwa belum pernah dihukum.
- Terdakwa menyesali
perbuatannya.
- Terdakwa masih
anak-anak.
- Masih aktif sebagai siswa SMK
Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah
Berdasarkan tabel 2 tersebut di atas semua pelaku dijatuhi pidana penjara.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan mengacu pada dasar pertimbangan,
hakim mengacu pada pertimbangan yang memberatkan dari pada pertimbangan yang
meringankan. Secara umum dasar pertimbangan hakim yang digunakan untuk
menjatuhkan (beratnya) pidana penjara kepada anak yang menyalahgunakan narkotika
adalah :
a. Pertimbangan yang memberatkan :
1. Perbuatan terdakwa dianggap meresahkan masyarakat
2. Perbuatan terdakwa merusak mental bangsa
3. Perbuatan terdakwa merusak generasi bangsa
4. Perbuatan terdakwa merusak moral dan kesehatan bangsa
b. Pertimbangan yang bersifat meringankan:
1. Terdakwa mengaku terus terang
2. Terdakwa belum pernah dihukum
3. Terdakwa masih muda
4. Terdakwa sopan dipersidangan
BAB III
DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA
1. Dampak negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Jiwa Anak
Setiap keadaan dan situasi berpengaruh terhadap diri manusia, begitu juga anak-anak yang menjalani pidana. Sesuai dengan kondisi jiwanya, anak sangat
mudah dipengaruhi berbagai situasi. Anak yang menjalani pidana,menjalani
perubahan lingkungan. Ruang lingkup bergerak tidak terbatas serta hidup dalam
lingkungan yang terdiri dari keluarga, masyarakat serta kasih sayang yang
didapatnya. Situasi demikian akan mempengaruhi jiwa anak.
Pidana mempengaruhi perkembangan jiwa anak sampai mereka dewasa. Hambatan yang paling menonjol adalah proses mengidentifikasikan diri anak didik. Mereka lebih terbuka kepada sesama narapidana. Pemidanaan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap anak didik. Pemidanaan hanya bersifat memperbaiki pribadi anak dan membuat mereka tidak mampu melakukan kejahatan-kejahatan yang lain. Selama menjalani pidana, jiwa anak didik tertekan karena :
1. Narapidana selama dipidana, kehilangan percaya diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara kehidupan di Lembaga Permasyarakatan Anak.
2. Narapidana selama menjalani pidana, selalu dalam pengawasan petugas, merasa tidak aman, merasa selalu dicurigai, dan selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya salah, dapat mengakibatkan dirinnya dihukum atau diberi sanksi. Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana menjadi ragu dalam bertindak, merasa kurang percaya diri, salah tingkah, tidak mampu mengambil keputusan secara baik. Situasi demikian dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindak kompensasi demi stabilitas jiwanya, padahal tidak tidak setiap konpensasi berdampak positif. Rasa tidak aman didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Anak, hilang jika mampu beradaptasi dengan masyarakat.
3. Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, dan melakukan hobi menjadi hilang. Keadaan demikian menyebabkan jiwa narapidana menjadi tertekan, menyebabkan narapidana anak menjadi
pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan bagi diri sendiri.
4. Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga dibatasi, narapidana tidak bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya. Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasinya dan keluarganya waktunya sangat terbatas. Bagitu juga halnya dengan surat-surat yang harus disensor lebih dahulu.
5. Narapidana merasa kehilangan pelayanan, karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat tidurnya sendiri. Begitu juga mengenai menu makanan, semua telah diatur oleh petugas Pemasyarakatan Anak. hilangnya pelayanan, menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang yang biasanya diperoleh dalam keluarganya. Hal ini menyebabkan narapidana anak menjadi garang, cepat marah sebagai kompensasi jiwanya.
6. Akibat perampasan kemerdekaan, narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri, yang menggangu program pembinaan, kreatifitas narapidana tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting dalam membina narapidana, kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.
7. Selama menjalani pidana, terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya bahkan juga impian, dan cita-citanya.18
Selain itu penerapan sanksi terhadap anak juga akan menimbulkan berbagai kerugian, yang menurut Made Sadhi Astuti :
a. Anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan;
b. Anak diberi cap jahat oleh masyarakat yang disebut Stigma; c. Masyarakat menolak kehadiran mantan narapidana anak; d. Masa depan anak menjadi suram19
Merujuk hasil penelitian Made Sadhi Astuti tersebut diatas dapat
tersimpul, bahwa dampak negatif penerapan sanksi bagi anak dapat menimbulkan
stigmatisasi (pemberian label atau cap jahat), dehumanisasi (masyarakat menolak
18
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pdana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008. h.145
19
Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009.h. 126 dikutip dari Made Sadhi Astuti, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP Malang, 1997. h.117
kehadirannya) yang mengakibatkan mantan napi anak akan merasa menjadi
sampah masyarakat sehingga menjadi frustasi yang pada akhirnya ia akan
kembali lagi menjalani kehidupan buruknya bahkan mungkin saja kebiasaan
buruknya akan lebih parah dari sebelumnya yang pada akhirnya akan melahirkan
penjahat yang lebih ahli.
Dampak negatif penerapan pidana terhadap anak mempunyai pengaruh terhadap pembinaan anak, yakni :
a. Dehumanisasi
Salah satu dampak negatif akibat penerapan sanksi bagi anak adalah terjadinya dehumanisasi, yaitu proses pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap mantan narapidana (anak). Dehumanisasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya sikap sinis terhadap mantan narapidana anak, sikap penolakan terhadap kehadian mantan narapidana anak baik secara langsung maupun secara tidak langsung, pengejekan, dan semua prilaku yang dapat menempatkan anak dalam keterasingan baik secara psikis maupun sosial. Dehumanisasi hakikatnya merupakan penolakan terhadap kehadiran seorang mantan narapidana baik secara psikis maupun secara sosiologis. Dengan demikian, dehumanisasi akan menempatkan mereka dalam keterasingan terhadap lingkungan sosialnya.
b. Stigmatisasi
Stigmatisasi pada dasarnya merupakan pemberian label atau cap jahat kepada mereka yang pernah mengalami penerapan pidana khususnya penerapan pidana perampasan kemerdekaan. Dalam konteks masyarakat, stigmatisasi tidak dapat dihindarkan, mengingat kultur masyarakat yang tidak begitu bersahabat dengan mantan narapidana. Orang yang terlanjur mendapat stigma oleh masyarakat sebagai penjahat, akan selalu dipandang sebagai penjahat, sekalipun ia sudah keluar dari lembaga. Stigmatisasi oleh masyarakat justru seringkali menjadi
social punishment yang jauh lebih berat ketimbang pidana yang diberikan oleh
lembaga pengadilan, sebab stigmatisasi biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya.20
2. Dampak positif dari penerapan sanksi pidana penjara anak.
Dampak positif dari penerapan sanksi ini anak akan mendapatkan pendidikan,
bimbingan dan pembinaan dari petugas LAPAS yang diharapkan agar menjadi anak
20
Ibid.h.131
yang lebih baik lagi, dengan tujuan agar selepas keluar dari penjara nanti, anak
tersebut akan menjadi warga yang baik dan berguna di masyarakat.
Adapun dampak positif yang didapatkan anak selama di dalam penjara yaitu anak
akan mendapatkan jenis pembinaan yang baik dari petugas LAPAS antara lain:
1. Kepribadian :
a.Pembinaan Kesadaran Mental dan Spiritual
Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi
pengertian agar narapidana anak tindak pidana narkotika dapat menyadari
akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang salah. Dalam pelaksaan
pembinaan ini, pihak LP bekerjasama dengan pihak Departemen Agama dan
pondok pesantren disekitar tempat LP itu berada untuk menerjunkan para
anggotanya ikut serta dalam membina narapidana anak tindak pidana
narkotika.
b. Pembinaan olahraga dan seni
Kegiatan olahraga seperti bola Volley, sepak bola, bulu tangkis, tenis meja,
seni musik. Hal ini dimaksudkan dengan maksud melatih kesehatan fisik dan
meningkatkan kreativitas para narapidana anak tindak pidana narkotika
dengan bertujuan sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa kejenuhan dan
mungkin juga berguna bagi kehidupan setelah menjalani masa hukuman.
2. Pembinaan Kemandirian
Yang akan diberikan oleh petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) terhadap
narapidana anak, antara lain :
a.Penjahitan;
b.Montir;
c.Pertukangan kayu;
d.Pertanian;
e.Las besi;
f. Keset;
g.Handycraft;
h.Seni ukir.
3. Realitas terpidana anak di LAPAS Klas II-A Blitar
Berdasarkan hasil wawancara bersama ibu Munawaroh, S.H selaku SUBAG TU di
LAPAS Klas II-A Blitar menjelaskan Selama anak menjalani pidana penjara, secara
otomatis realitas kehidupannya tidak sebebas pada saat tinggal bersama
keluarganya. Ada aturan-aturan yang diterapkan dan harus dipatuhi untuk terpidana
anak agar lebih mempermudah proses pembinaannya menjadi manusia yang lebih
baik. pembinaan terpidana anak selama di dalam penjara telah diatur sesuai dengan
peraturan pembinaan anak yang mengacu pada Undang-undang No.12 Tahun 1995
tentang Permasyarakatan, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Anak, Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP
No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Adapun jadwal kegiatan untuk anak-anak Klas II-A Blitar yaitu sebagai berikut :
TABEL 3
JADWAL KEGIATAN ANAK LAPAS KLAS II-A BLITAR
NO WAKTU KEGIATAN
JENIS KEGIATAN
1. 05.00 Bangun tidur dan melaksanakan ibadah secara
bersama-sama
2. 06.00 Pembersihan di masing-masing blok
3. 07.00 Melaksanakan apel makan pagi (sarapan)
4. 07.30 Sekolah, Melaksanakan apel kerja
5. 11.00 Melaksanakan apel makan siang
6. 11.30 Melaksanakan sholat Dzuhur (Berjamaah)
7. 13.00 Apel pergantian penjagaan
8. 15.00 Pembersihan kamar-kamar di Blok masing-masing
9. 16.00 Melaksanakan apel makan sore
10. 17.00 Masuk kamar masing-masing sampai pagi
Sumber : Biodata LAPAS Klas II-A Blitar - diolah
Bersadarkan biodata di atas peraturan tersebut digunakan agar terpidana anak
dapat hidup secara teratur dan disiplin dengan tujuan untuk membangun terpidana
anak tersebut menjadi manusia yang mandiri. Pada pukul 07.30 dijelaskan pada saat
anak sebelum masuk penjara masih bersekolah maka selama didalam penjara