• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA Praktek Persidangan dan Eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA Praktek Persidangan dan Eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

Leny Eka Novitiyaningsih NPM . 0671010066

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)
(4)

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, Hanya kepadaNya-lah

syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PENGGUNA NARKOTIKA PRAKTEK PERSIDANGAN DAN EKSEKUSI DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak

selama proses penyelesaian skripsi itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H., MM selaku Dekan Fakultas Hukum UPN “Veteran”

Jawa Timur.

3. Bapak Wakil Dekan I dan Wakil Dekan II

4. Bapak Subani, S.H.,M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum UPN “Veteran” Jawa

Timur.

5. Bapak Nyoman Gede Wirya S.H., M.H selaku ketua Pengadilan Negeri Surabaya.

6. Bapak H.Soeli.S.H., M.H selaku Panitera Muda pidana di Pengadilan Negeri Surabaya.

7. Ibu Munawaroh. S.H selaku SUBAG TU di LAPAS Klas II-A Blitar.

8. Bapak H. Sutrisno, SH., M.Hum selaku pembimbing utama yang memiliki empati

terhadap kondisi penulis.

9. Ibu Yana Indawati, SH., M.Kn sebagai dosen pembimbing pendamping yang meluruskan

kesalahan-kesalahan penulis.

10.Bapak Khusnul Hadi, SH, MS selaku dosen wali yang bersedia ‘direpoti’ untuk masalah

penulis selama kuliah di Progdi Ilmu Hukum tercinta ini.

(5)

vi 

 

12.Ayahku bapak Suwadi dan Ibuku Martini serta adikku Saroky di rumah dan seluruh

keluargaku yang telah memberikan dorongan dan semangat.

13.Seluruh Pegawai Pengadilan yang berada di bagian Pidana Biasa dan di Ruang Kearsipan

di Pengadilan Negeri Surabaya terutama buat pak Michael dan pak Widodo, terima kasih

atas bantuannya serta pegawai lainnya yang turut membantu yang penulis tidak dapat

sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan

skripsi ini.

14.Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Surabaya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

15.Sahabat-sahabat dekatku Maya, Kiki, Reni, Amanda, Wahib, Putu, Doni, Fajar, Rio yang

telah membantu dan memberikan saran dalam pembuatan skripsi hingga selesai.

Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh

keterbatasan, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk

memperbaiki kekurangan yang ada.

(6)

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 3

5. Kajian Pustaka ... 5

6. Metode Penelitian ... 20

a. Jenis dan Tipe Penelitian ... 20

b. Sumber Data ... 20

c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 21

d. Metode Analisis Data ... 22

7. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA ... 24

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Sanksi Pidana Bagi Anak ... 24

(7)

3. Eksekusi Pengadilan Anak ... 28

4. Kasus Penggunaan Narkotika ... 30

a. Kasus Posisi... 30

b. Pertimbangan Hukum ... 30

c. Analisis Hukum ... 32

BAB III DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA .... 39

1. Dampak Negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Anak ... 39

2. Dampak Positif Dari Penerapan Sanksi Pidana Penjara Anak 41

3. Realitas terpidana anak di Lembaga Permasyarakatan ... 43

4. Proses Pembinaan Narapidana Anak di LP Anak ... 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

1. Kesimpulan ... 50

2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :

1. Surat Ijin Penelitian

2. Ikhtisar Putusan

3. Surat Bapas Dari Pihak Kepolisian

4. Laporan Penelitian Bapas

5. Surat Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan

(8)

x

7. Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan

(9)

Surabaya Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 34

Tabel 2 Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009 ... 37

Tabel 3 Jadwal Kegiatan Anak Lapas Klas II A-Blitar ... 44

xi 

(10)

negatif dari penerapan sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis ilmiah, perundang-undangan yang berlaku dan data-data dari Pengadilan Negeri Surabaya, analisa data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seorang anak dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila anak tersebut mengerti akan akibat perbuatannya sehingga anak dapat diajukan ke sidang pengadilan anak jika anak berusia minimal 8 tahun dan maksimal 18 tahun dan untuk dilakukan pembinaan agar menjadi manusia yang lebih baik lagi di dalam LAPAS.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana anak, Narkotika, pembinaan anak.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak

orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah

penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir

semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

utamanya anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi

“mahkluk” yang disebut dengan narkotika. Fakta yang disaksikan hampir

setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata peredaran

narkotika telah merebak kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara

generasi penerus bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang.

Keadaan ini semakin diperparah dengan ditemukannya penyalahgunaan

narkotika sampai keranah pendidikan yang semestinya steril dari peredaran

narkotika, biarpun jenis narkotika yang dipakai siswa-siswa itu masih

memakai jenis narkotika yang ringan, tetapi hal tersebut dapat

mengakibatkan kecanduan yang lambat laun akan meningkatkan dosis

takarannya. Akibat penggunaannya yang secara terus menerus akhirnya

kesehatan jasmani dan rohani para pencandu itu akan semakin melemah,

gairah belajarnya akan semakin menurun dan otaknya pun kian tumpul, jika

sudah demikian, bagaimana jadinya masa depan mereka. Anak dengan

kondisinya yang khas dan perkembangan jiwa dan mentalnya yang belum

matang, ternyata tetap berpeluang untuk melakukan kejahatan atau

(12)

melakukan pelanggaran hukum termasuk melakukan penyalahgunakan

narkotika.

Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana

narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan

kepada anak anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang

dewasa dan dalam hal melakukan secara bersekongkol atau bekerja sama

dapat ditambah 1/3 dari pidana yang berlaku.

Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh

anak-anak. Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah paling rawan

terhadap penyalahgunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa

pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran,

ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan beresiko

tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah

jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai

dikalangan anak-anak.

Satu kasus yang berhasil di ungkap oleh kepolisian Reserse Polres

Surabaya Utara dengan tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis

kelamin laki-laki, umur 16 tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh

Pakis Gg VI D1/12 Surabaya, pada hari selasa tanggal 12 Juli 2009 sekira

jam 00.15 Wib di jalan Dukuh Kupang Surabaya (Pos Kamling), yang mana

narkotika jenis Ganja tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang

dibakarnya lalu dihisap (seperti menghisap rokok) sebagaimana dimaksud

(13)

(selanjutnya disingkat dengan UU Narkotika). Demikian juga dikemukakan

oleh Penyidik Reserse narkoba (Sat Reskoba) AIPTU Sudjatmiko, bahwa

terdapat beberapa faktor penyebabnya anak-anak terlibat penyalahgunaan

narkotika, diantaranya karena salah pergaulan dalam lingkungan masyarakat,

sebagai imbas dari perkembangan kemajuan komunikasi dan transportasi

sehingga adanya perubahan sikap dari anak-anak untuk meniru dan

mencoba-coba, termasuk meniru dan mencoba menggunakan narkotika secara tidak

benar atau melakukan penyalahgunaan narkotika.1

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumus kan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika?

b. Apa dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana terhadap anak

pengguna narkotika?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi bagi anak pengguna

narkotika.

2. Untuk mengetahui dampak negatif dan positif, penerapan sanksi terhadap

anak pengguna narkotika.

4. Manfaat Penelitian

                 1

(14)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini :

a. Agar pengguna narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari pemakaian

narkotika secara terus menerus tanpa adanya resep dokter yang beakibat pada

kematian bagi si pengguna.

b. Agar para pengedar narkotika sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari

tindakannya mengedarkan narkotika secara illegal kepada anak-anak bangsa,

karena semua itu akan merusak generasi bangsa Indonesia.

c. Agar pihak Kepolisian dapat meminimalisir peredaran narkotika dan

memberantas segala bentuk tindak pidana narkotika di Indonesia dengan

menangkap para Bandar dan pengedar yang sering melakukan transaksi

penjualan narkotika secara terselubung baik di dalam maupun luar negeri.

d. Agar Hakim dapat menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada para

Bandar dan pengedar narkotika dan untuk para pengguna hendaknya diberikan

sanksi rehabilitasi saja, karena pengguna tidak hanya semata-mata sebagai

pelaku tindak pidana narkotika saja, tetapi mereka juga sebagai korban dari

penyalahgunaan narkotika tersebut.

e. Agar Jaksa dapat menuntut hukuman yang seberat-beratnya kepada para

Bandar dan Pengedar narkotika.

f. Agar LP (Lembaga Permasyarakatan) dapat membina para narapidana

(15)

pembekalan agama, pendidikan dan keterampilan dan pada saat bebas mereka

dapat diterima oleh masyarakat luas.

5. Kajian Pustaka

a. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Narkotika.

Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana (delict)

ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan

hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai

peristiwa pidana / tindak pidana kalau memenuhi unsur pidananya.

Unsur-unsur itu terdiri dari :

1. Obyektif

Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertetangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini adalah tindakannya.

2. Subyektif

Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).2

Ada beberapa definisi Tindak pidana dari para ahli hukum diantaranya

menurut Wiryono Pradjodikoro, didefinisikan sebagai suatu perbuatan

yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana, sedang Moelyanto,

menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh aturan

hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang

melanggar dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar aturan

tersebut. Kedua definisi tersebut mempunyai kesamaan arti yakni adanya

      

(16)

perbuatan yang dilanggar sehingga bisa dikatakan sebagai perbuatan

pidana.

Kansil, menggunakan istilah delik, yaitu perbuatan yang melanggar

Undang-Undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat

dipertanggung jawabkan.3 Mengenai definisi tindak pidana narkotika itu

sendiri tidak terdapat definisi yang baku. Secara garis besar definisi tindak

pidana narkotika adalah suatu perbuatan penyalahgunaan narkotika yang

pelakunya dapat dikenakan hukuman sesuai dengan perundang-undangan

narkotika yang berlaku.

b. Pertanggungjawaban Pidana

Hukum pidana menentukan yang dinamakan dengan pertanggungjawaban

pidana yang dibatasi dengan ketentuan-ketentuan UU pertanggungjawaban

menjurus pada pemidanaan petindak. Jika telah menentukan suatu tindak

pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang ditentukan dalam UU dilihat

dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang atau diharuskan. Asas

pertanggungjawaban pidana adalah tidak dipidanakan jika tidak ada

kesalahan.4

Bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai ”toerker

baarheid criminal resposibility, criminal liability”. Pertanggungjawaban

pidana dimaksud untuk menentukan apakah seorang tersangka atau

terdakwa dipertanggungjawabkan suatu tindak pidana yang terjadi atau

      

3 Mardani. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, PT RadjaGrafindo Persada. Jakarta.2008.h.59 dikutip dari CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1986 ), h.269    

(17)

tidak.5 Seorang anak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila

umur anak tersebut telah berumur antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan

belas) tahun. Hal itu telah diatur dalam undang-undang pengadilan anak.

c. Perbuatan pidana:

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum dan barang siapa yang melanggar larangan tersebut maka akan

dikenakan sanksi pidana yang berupa pidana tertentu. Sedangkan ancaman

pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.

d. Sanksi

Pengertian Sanksi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa orang menepati perjanjian dan menaati ketentuan perundang-undangan, sedangkan menurut Terminologi Hukum Pidana, sanksi pidana adalah akibat hukum terhadap pelanggaran ketentuan pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan.6

e. Narkotika

Secara etimologis narkotika berasal dari bahasa inggris narcose

atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal

dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga

tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang

artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.

Secara terminology, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau

      

5 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, h. 221 

(18)

narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa

sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat

menghilangkan rasa nyeri terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari

viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan

efek stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta

menimbulkan indikasi atau kecanduan.

Menurut ketentuan Undang-Undang Narkotika pasal 1 ayat (1) : “

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya ras, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-Undang ini.

f. Anak

Menurut ketentuan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan anak (selanjutnya disingkat dengan UU Perlindungan Anak)

Pasal 1 ayat (1) : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun , termasuk anak yang masih didalam kandungan. Sedangkan

menurut Undang-undang Pengadilan Anak ketentuan pasal 1 :

Ayat (1) : Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Ayat (2) : Anak nakal adalah :

(19)

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

g. Jenis Sanksi Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal

Berlakunya Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak (selanjutnya disingkat dengan UU Pengadilan Anak) antara lain telah

menetapkan apa yang dimaksud anak. Undang-undang ini berlaku lexspecialis

terhadap KUHP, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana yang

dilakukan oleh anak, dengan adanya UU Pengadilan Anak, menjadi acuan pula

dalam perumusan pasal-pasal KUHP baru berhubungan dengan pidana dan

tindakan bagi anak. Dengan demikian, tidak akan terjadi tumpang tindih atau

saling bertentangan.

UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang

dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin

(pasal 1 butir 1). Yang dimaksud anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan

hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Apabila kita kaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Permasyarakatan maka status anak nakal tersebut berdasarkan putusan

pengadilan dapat sebagai anak pidana atau anak negara. Disebut anak pidana

(20)

permasyarakatan (LP) anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun. Kemudian sebagai anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan

pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP anak

paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Menurut UU Pengadilan Anak terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan atau tindakan. Berdasarkan pasal 23

ayat (1) dan ayat (2) UU Pengadilan Anak diatur pidana pokok dan pidana

tambahan bagi anak nakal.

1. Pidana pokok

Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu:

a. Pidana penjara,

b. Pidana kurungan,

c. Pidana denda, atau

d. Pidana pengawasan.

2. Pidana tambahan

Seperti telah disebutkan bahwa selain pidana pokok maka terhadap anak

nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan yang berupa :

a. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau

b. Pembayaran ganti rugi.

3. Tindakan

Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal menurut pasal

24 ayat (1) UU Pengadilan Anak adalah :

(21)

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan

dan latihan kerja, atau

c.Mengerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial

kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan

pelatihan kerja.

Selain tindakan tersebut, Hakim dapat memberikan teguran dan

menetapkan syarat tambahan. Teguran adalah peringatan dari hakim baik

secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak

langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya agar anak

tersebut tidak mengulangi perbuatannya. Syarat tambahan itu misalnya

kewajiban untuk melapor secara periodik kepada pembimbing

kemasyarakatan didasarkan pada penjelasan Pasal 24 ayat (2) UU

Pengadilan Anak.

Penjatuhan tindakan oleh Hakim dilakukan kepada anak yang

melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, menurut

peraturan perundang-undangan. Namun, terhadap anak yang melakukan

tindak pidana, hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana

tambahan atau tindakan.

Pada segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih

berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak

yang telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) sampai 18 (delapan

belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal itu dilakukan mengingat pertumbuhan

(22)

Jenis tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak berdasar UU Pengadilan Anak Pasal 24 ayat (1) ternyata lebih sempit (sedikit) apabila dibandingkan dengan rumusan Rancangan KUHP baru. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (pasal 132 Rancangan KUHP) adalah : a. Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya,

b. Penyerahan kepada pemerintah atau seseorang,

c. Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau suatu badan swasta,

d. Pencabutan surat izin mengemudi, e. Rehabilitasi7

h.Penerapan Sanksi Pidana Kepada Anak Nakal 1. Pengadilan anak dan perlindungan anak

Pengadilan anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan

fisik, mental dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras, seimbang. Oleh

karenanya, ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak

dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hukum acara yang berlaku

(KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan

lain dalam UU Pengadilan Anak, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal

40 UU Pengadilan Anak.

a. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Anak

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Pengadilan Anak yakni Pengadilan

Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di

lingkungan peradilan umum. Meskipun sebagai pengadilan khusus,

pengadilan anak bukan berarti berdiri sendiri. Keberadaan pengadilan

anak tetap dalam lingkungan pengadilan umum. Hal itu sesuai dengan

       7

(23)

yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

menegaskan hanya ada empat lingkungan peradilan yaitu peradilan

umum,agama, militer dan tata usaha Negara.

Mengenai tugas dan kewenangan pengadilan anak (sidang anak)

ketentuan Pasal 3 UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa sidang anak

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara

anak sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan Pasal

21 menegaskan bahwa sidang anak berwenang untuk memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak

nakal.

Pada prinsipnya, tugas dan kewenangan pengadilan anak sama

dengan pengadilan perkara pidana lainnya. Meski prinsipnya sama,

namun yang tetap harus diperhatikan ialah perlindungan anak

merupakan tujuan yang utama. Anak adalah bagian dari generasi muda

sebagai salah satu sumber daya manusia merupakan potensi dan

penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagian

dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan keluarga. Di

situlah letak pentingnya pengadilan anak sebagai salah satu sarana bagi

perlindungan anak yang terganggu keseimbangan mental dan sosialnya

sehingga menjadi anak nakal.

(24)

Ketentuan mengenai penyelenggaraan Pengadilan anak secara khusus,

diatur dalam UU Pengadilan Anak. Garis besar kekhususan pengadilan

anak antara lain sebagai berikut :

1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum berumur 18

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 4 ayat (1).

2) Aparat penegak hukum yang berperan dalam proses peradilan anak

yaitu Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah

Penuntut Umum Anak, Hakim adalah Hakim Anak hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 1 butir (5), (6) dan (7).

3) Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta

petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian

dinas hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6.

4) Untuk melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan

perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup. Kecuali dalam hal

tertentu dapat dilakukan dalam sidang terbuka, misalnya perkara

pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara ditempat kejadian

perkara hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2).

5) Pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditentukan

dalam UU Pengadilan Anak hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal

(25)

6) Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang

melakukan tindak pidana/anak nakal sesuai dengan Undang-undang

Pengadilan Anak.

c. Ketentuan Umur

Pengertian anak nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang

melakukan tindak pidana dan yang melakukan perbuatan yang

terlarang bagi anak. UU Pengadilan Anak telah merumuskan anak

nakal dalam ketentuan Pasal 1 butir (2) yaitu sebagai berikut :

1) Anak yang melakukan tindak pidana; atau

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi

anak, baik menurut peraturan hukum lain yang berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal

adalah umur. Dalam hal itu, masalah umur merupakan masalah yang

penting bagi terdakwa untuk diajukan dalam sidang anak. Umur dapat

berupa umur minimum maupun umur maksimum.

Masalah umur tentunya juga harus dikaitkan dengan saat

melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur, ketentuan Pasal 4

UU Pengadilan Anak menetapkan sebagai berikut :

1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan sidang anak adalah

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur

(26)

2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang

pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur

tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun,

tetap diajukan ke sidang anak.

Rumusan di atas menegaskan bahwa batas umur anak nakal

minimum adalah 8 (delapan) tahun dan maksimum 18 (delapan

belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum

untuk dapat diajukan ke sidang anak adalah umur 21 (dua puluh

satu) tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai

umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Bagaimana apabila tersangka belum berumur 8 (delapan)

tahun? Dengan tetap berpegang teguh pada asas praduga tak

bersalah dan demi kepentingan/perlindungan anak maka UU

Pengadilan Anak, Pasal 5 menentukan sebagai berikut :

1) Jika anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun

melakukan atau diduga melakukan tindak pidana maka

terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemerikaan oleh

penyidik.

2) Apabila penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat

dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka

Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada kedua

(27)

3) Jika penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat

dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya,

Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen

Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing

kemasyarakatan.

Pengalaman praktek membuktikan terjadinya tindak pidana sering ada unsur penyertaan (deelmening). Dalam hal terjadi anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau bersama-sama dengan anggota ABRI, ditetapkan oleh pasal 7 sebagai berikut :

1) Anak tetap diajukan ke sidang anak

2) Orang dewasa diajukan ke sidang orang dewasa 3) Anggota ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.8

i. Hak-Hak Anak Atas Kesejahteraan :

Perlindungan bagi anak yang menyalahgunakan narkotika akan

memperoleh perlindungan khusus, perlindungan khusus tersebut bagi anak

untuk mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang memungkinkan bagi dan

mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan

bermanfaat, dapat memperoleh sesuatu yang mana dilindungi oleh pemerintah.

Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Undang-undang Kesejahteraan Anak,

bab II pasal 2 sampai dengan pasal 6 yang mengatur hak-hak atas kesejahteraan

yaitu sebagai berikut :

1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, dan bimbingan

anak berhak memperoleh kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan

bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di

       8

(28)

dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar (Pasal (2) ayat

(1)).

2. Hak anak atas pelayanan

anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan pribadian bangsa,

untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna (Pasal (2) ayat (2)).

3. Hak anak atas pemeliharaan dan perlindungan

anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan (Pasal (2) ayat (2)).

4. Hak anak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup.

anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar (Pasal (2) ayat (4)).

5. Hak diberi pelayanan dan asuhan

anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang

bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa

pertumbuhan dan perkembangannya (Pasal (6) ayat (1)).

Anak yang melakukan suatu penyalahgunaan narkotika atau seorang pecandu

yang mana anak tersebut mrupakan anak nakal karena anak tersebut

menggunakan narkotika tanpa menggunakan resep dari dokter ataupun tanpa

sepengaetahuan dan pengawasan dari dokter. Anak yang menyalahgunakan

narkotika merupakan anak yang dalam masa pemakaiannya biasanya seorang

(29)

atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh

banyak faktor, antara lain adanya faktor dari luar dan perkembangan

pembangunan yang cepat.

j. Hak Asasi Manusia Menentukan :

Keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak

mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan hal ini berdasarkan pada

ketentuan Pasal 3 UU No.4 Tahun 1979 UU Kesejahteraan Anak. Anak yang

mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan

menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan

dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan juga diberikan kepada anak yang

telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan putusan

Hakim Pasal 6 UU Kesejateraan Anak.

Pasal 66 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan :

(1). Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi.

(2). Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk

pelaku tindak pidana yang masih anak.

(3). Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan

hukum.

(4). Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya boleh dilakukan

sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai

(30)

(5). Setiap anak dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan

manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi

sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa.

(6). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan

hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya

hukum yang berlaku.

(7). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan

memproleh keadilan didepan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak

memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

6. Metode Penelitian

a. Jenis Dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan

“metode penelitian hukum normatif, yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan

sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan

perilaku setiap orang”.9

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif bersifat

pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap

tentang keadaan hukum di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi

dalam masyarakat.10 Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian

hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum diskriptif.

b. Sumber Data

              9 

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,  2004, h. 52. 

       10 

(31)

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu data sekunder.

“Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bila perlu

bahan hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama

yang bersumber dari perundang-undangan”.11

a. “Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan

mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen

hukum, dan putusan hakim)”.12 Bahan penelitian ini terdiri dari beberapa

perundang-undangan:

Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang.

1. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.

6. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.

7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

b. ”Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal

hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik)”13.

c. ”Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan hukum yang memberikan

(32)

(contohnya : Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan

ensiklopedia)”.14

c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis data ini

adalah data sekunder yaitu studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku,

dan Perundang-undangan.

d. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah “metode

kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang

teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan

interpretasi data dan pemahaman hasil analisis,kemudian hasilnya akan

dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi

ini.15 Yang berjudul pertanggungjawaban pidana anak sebagai pengguna

narkotika praktek persidangan dan eksekusi di Pengadilan Negeri Surabaya.

7. Sistematika penulisan

Agar skripsi ini memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah serta untuk

memudahkan dalam memahami isi pembahasan materi skripsi ini, maka perlu

dipaparkan sebuah sistematika penulisan.

Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 Bab yang terdiri dari Bab I akan

diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan

               14 

Ibid, h. 82 

        15 

(33)

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan permasalahan pertama, yakni pembahasan

mengenai penerapan sanksi pidana bagi anak pengguna narkotika, yang terdiri

dari beberapa sub-sub bab yakni : faktor-faktor yang mempengaruhi sanksi

pidana bagi anak, praktek persidangan atas pertanggungjawaban pidana anak,

eksekusi pengadilan anak, kasus penggunaan narkotika.

Bab III menjelaskan tentang permasalahan kedua, yakni pembahasan

mengenai dampak negatif dan positif penerapan sanksi pidana anak pengguna

narkotika, yang terdiri dari beberapa sub-sub bab, yakni : dampak negatif

pidana penjara terhadap perkembangan jiwa anak dan positif dari penerapan

sanksi pidana bagi anak penyalahgunaan narkotika, realitas terpidana anak di

LP Blitar.

Bab IV merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan

saran, kesimpulan berisi ringkasan dari serangkaian pembahasan pada bab-bab

sebelumnya, sedangkan saran berisi masukan-masukan yang penulis harapkan

demi masa depan generasi muda agar terhindar dari penyalahgunaan

(34)

24 

(35)

BAB II

PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK PENGGUNA NARKOTIKA

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi bagi anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi pidana bagi anak pelaku

tindak pidana narkotika adalah:

Meskipun seorang anak telah berbuat atau melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur pidana, belum berarti bahwa anak tersebut dapat dipidana, karena masih diperlukan unsur kesalahan yang merupakan dasar pertanggungjawaban pidana. Berdasarkan pada kenyataan yang ada, bahwa untuk dapatnya seseorang dipidana, haruslah dilihat pada :

1. Perbuatan pidana

2. Adanya kemampuan bertanggung jawab

3. Adanya sikap batin atas perbuatannya yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf.16

2. Praktek Persidangan Anak Penyalahgunaan Narkotika.

Berdasarkan hasil wawancara bersama bapak H. Soeli. S.H.,M.H selaku

Panitera Muda Pidana di Pengadilan Negeri Surabaya bahwa sidang anak

dilakukan oleh Hakim Tunggal. Hakim, Penuntut Umum, Penasihat Hukum

melakukan sidang tanpa menggunakan Toga.

Dalam perkara anak nakal praktek jalannya persidangan adalah :

1. Sebelum sidang dan dibuka, Hakim memerintahkan agar pembimbing

Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan

mengenai anak yang bersangkutan.

Laporan sosial hasil penelitian berisikan :       

16

  Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 164 

24 

(36)

a. Keadaan anak, baik fisik, psikis, sosial maupun ekonomi.

b. Keadaan rumah tangga orang tua atau wali atau orang tua asuh serta

penghuni lainnya.

c. Keterangan mengenai kelakuan anak di sekolah atau di tempat pekerjaan.

d. Hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungan seperti Rukun tetangga,

kepramukaan.

2. Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk

umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orang tua, wali atau orang tua asuh,

Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. (perlakuan khusus

dalam persidangan Anak Nakal antara lain : a). sidang dibuka dan dinyatakan

tertutup untuk umum, b). Pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan

dalam suasana kekeluargaan, oleh karena itu hakim, jaksa, dan petugas

lainnya tidak memakai toga/pakaian, atribut/tanda pengangkatan

masing-masing, c). Adanya keharusan pemisahan persidangan dengan orang dewasa

baik berstatus sipil maupun militer, d). Turut sertanya Bapas membuat

Laporan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap anak, e). Hukuman lebih

ringan).

3. Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang

tua asuh, Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.

4. Pada permulaan persidangan, Hakim menanyakan kepada Penuntut Umum

tentang orang tuanya/wali atau orangtua asuh datang atau tidak. Kehadiran

orang tua/wali atau orang tua asuh anak sangat diperlukan untuk mengetahui

(37)

latar belakang kehidupan anak dan motif anak melakukan tindak pidana

narkotika. Bila orang tua/wali atau orang tua asuh tidak hadir, maka sidang

dapat diteruskan tanpa dihadiri orangtua/wali, atau orang tua asuh anak.

5. Hakim memeriksa identitas terdakwa dan setelah itu mempersilahkan

Penuntut Umum membacakan surat dakwaannya.

6. Sesudah itu, terdakwa atau Penuntut Umumnya diberi kesempatan untuk

mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Sesuai

ketentuan Pasal 58 UU Pengadilan Anak.

7. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa

dibawa keluar ruang sidang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya

hal yang dapat mempengaruhi jiwa anak. Hakim harus cermat dan teliti

terhadap keadaan terdakwa, untuk menentukan anak ke luar sidang atau tidak,

waktu pemeriksaan saksi-saksi. Jika diperkirakan keterangan saksi dapat

mempengaruhi jiwa anak, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan

dari persidangan dalam rangka perlindungan anak. Ketentuan Pasal 58 UU

Pengadilan Anak, memberikan perlindungan terhadap anak, yang bila

diperhatikan dan dilaksanakan oleh Hakim sebagaimana mestinya.

8. Setelah pemeriksaan saksi, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa dan

dalam melakukan pemeriksaan, Hakim dan petugas lainnya tidak memakai

toga atau pakaian seragam. Tujuannya, adalah untuk menghilangkan rasa

takut pada diri anak. Apabila anak memberikan keterangan yang berbelit-belit

dalam pemeriksaan, maka Hakim memberikan peringatan kepadanya dan

(38)

memberitahukan akibatnya apabila anak tidak berterus terang di depan sidang.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Pengadilan Anak.

9. Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada

orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal

yang bermanfaat bagi anaknya, dengan alasan bahwa selama ini kurang

memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan.

Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada Hakim untuk tidak

menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkannya kepada mereka, dengan

janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya.

10. Setelah acara tersebut, Penuntut Umum menyampaikan requisatoir (tuntutan

hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya Penasihat Hukum

menyampaikan Pledoi (pembelaan) atas terdakwa.

11. Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari

Pembimbing Kemasyarakatan.Hakim tidak terikat penuh pada laporan

penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk

mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan

dalam mengambil putusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan

sidang pengadilan.

12. Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

13. Apabila para pihak (terdakwa atau Penuntut Umum) merasa tidak puas

terhadap putusan Hakim, maka mereka berhak mengajukan upaya hukum

(39)

banding ke Pengadilan Tinggi. Jika merasa tidak puas terhadap putusan

Pengadilan Tinggi berhak mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

3. Praktek Eksekusi Putusan Pidana Penjara dan Denda Untuk Anak Pengguna Narkotika Sesuai Kasus Di Atas :

Pelaksanaan Eksekusi dilakukan oleh pihak Kejaksaan yang didasarkan pada

Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga jaksa dalam

hal ini sebagai eksekutor Putusan Pengadilan

Tahapan-tahapan untuk eksekusi putusan pidana penjara/kurungan :

1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang

bersangkutan dalam waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat

belas) hari untuk perkara dengan Acara Singkat (Pasal 270 KUHAP dan

SEMA No. 21/1983).

2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan

Pengadilan ( terlampir ).

3. Menyerahkan terpidana kepada Lembaga Pemasyarakatan.

4. Membuat Berita Acara Putusan Pengadilan ( terlampir ).

5. Membuat Laporan Pelaksanaan.

Tahapan-tahapan Eksekusi untuk pidana denda/biaya perkara :

1. Menerima salinan Putusan Pengadilan dari Panitera Pengadilan Negeri yang

bersangkutan waktu I (satu) minggu untuk perkara biasa dan 14 (empat belas)

(40)

2. Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan

Pengadilan.

3. Pembayaran denda diberikan waktu I (satu) bulan dan karena alasan tertentu

dapat diperpanjang selama I (satu) bulan (pasal 273 (1) dan (2) KUHAP)

kecuali untuk perkara Acara Pemeriksaan Cepat (APC) harus dilunasi seketika

(SEMA Nomor 22/1982).

4. Apabila terpidana tidak mau melaksanakannya, eksekutor dapat menyita

barang-barang miliknya untuk dijual lelang yang kemudian hasil lelang

dipergunakan untuk melunasi biaya perkara dan denda tersebut (SEMA

Nomor 17/1983).

5. Apabila ternyata terpidana tidak mampu membayar karena miskin atau

alamatnya tidak ditemukan lagi yang dikuatkan dengan Surat Keterangan

Pamong Praja setempat, dapat diusulkan penghapusannya kepada Kejaksaan

Agung Republik Indonesia (SEJA Nomor SE-008/J.A/7/1981 tanggal 23 Juli

1981).

6. Membuat Berita Acara Pelaksanaan dan mengisi formulir yang ditentukan.

(41)

4. Kasus Penggunaan Narkotika a. Kasus Posisi

Pada hari selasa tanggal 28 Juli 2009 sekira jam 00.15 Wib dengan

Tersangka bernama SETYO APRILIANTO, jenis kelamin laki-laki, umur 16

tahun, pekerjaan pelajar, alamat jalan Dukuh Pakis Gg. VI DI/ 12 Surabaya

(pos Kamling), telah kedapatan membawa, menyimpan, dan memiliki

Narkotika golongan I jenis tanaman ( ganja ) yang mana narkotika jenis Ganja

tersebut dicampur kedalam sebatang rokok yang dibakar lalu dihisap (seperti

menghisap rokok), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a

UU Tentang Narkotika.

b. Pertimbangan Hukum

Kasus yang terjadi pada terdakwa SETYO APRILIANTO merupakan

kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika Golongan 1 jenis ganja,

sebagaimana yang kita ketahui di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang narkotika, ganja merupakan jenis tanaman narkotika Golongan I,

terdakwa telah menggunakan narkotika tanpa adanya resep dan pengawasan

dokter. Kasus diatas dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyalahgunaan

narkotika dikarenakan telah mengandung unsur-unsur di dalam

penyalahgunaan narkotika dalam pasal 78 ayat (1) huruf a UU Narkotika

dengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Barangsiapa,

2. Tanpa hak dan melawan hukum,

(42)

3. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,

menyimpan atau menguasai narkotika Gol. I dalam bentuk tanaman.

Ad.1. Unsur Barang Siapa :

Pengertian unsur “barangsiapa” adalah setiap orang yang menjadi

subyek hukum atau pelaku perbuatan pidana sehingga unsur ini berkaitan

dengan perbuatan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat

dimintakan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Menimbang bahwa yang

dimaksud barangsiapa tersebut adalah subyek hukum tertentu yang dalam

perkara ini adalah terdakwa SETYO APRILIANTO. Dengan demikian bahwa

benar terdakwa dalam unsur “barangsiapa” dalam perkara di atas telah

terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Ad.2. Unsur Tanpa hak dan melawan hukum :

Unsur secara tanpa hak mengandung pengertian bahwa perbuatan yang

dimaksud dilakukan tanpa surat keterangan atau resep dari Dokter ataupun

Apoteker, sedangkan pengertian melawan hukum dalam artii formil maupun

dalam arti materiil. Menurut ajaran yang melawan hukum yang disebut

melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis,

sedangkan melawan hukum dalam arti materiil yakni meskipun perbuatan

tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila

perbuatan tersebut dianggap tercela tidak sesuai dengan rasa keadilan atau

norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut

dapat ddipidana. Dengan demikian bahwa benar terdakwa dalam unsur “tanpa

(43)

hak dan melawan hukum” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

hukum.

Ad.3.Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memliki, menyimpan atau menguasai narkotikan Gol. 1 dalam bentuk tanaman :

Menimbang bahwa unsur ini disusun secara alternatif, maka unsure ini sudah

terbukti dengan terpenuhinya salah satunya (baik menanm, memelihara,

mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasaia).

Menimbang bahwa dalam unsur ini perlu dibuktikan pula apakah ganja yang

dimiliki, disimpan atau dikuasai oleh terdakwa adalah merupakan “narkotika

Golongan 1” sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka (1) UU Narkotika.

Dengan demikian, bahwa benar terdakwa dalam unsur “memiliki, menguasai

narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman” telah terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum.

c. Analisa Hukum

Berkaitan dengan kasus narkotika di atas maka yang dilakukan oleh terdakwa

SETYO APRILIANTO, adalah :

5. Bahwa terdakwa telah melanggar pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu :

Ayat 1 : barang siapa tanpa hak melawan hukum :

a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,

memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika golongan 1

dalam bentuk tanaman.

(44)

6. Mengandung unsur-unsur pasal 78 ayat (1) huruf a, yaitu :

- Barang siapa : yang dimaksud barang siapa dalam kasus tindak pidana

penyalahgunaan narkotika ini adalah : terdakwa SETYO APRILIANTO,

tempat tanggal lahir Surabaya, 19 April 1993, Kewarganegaraan

Indonesia, Agama islam, Pendidikan terakhir SLTP, Pekerjaan pelajar

SMK kelas II, Alamat Jalan Dukuh Pakis Gg.VI D1/12 Surabaya .

- Tanpa hak dan melawan hukum :

Tidak mempunyai ijin dalam menguasai ganja tersebut.tanpa resep dokter

dan melanggar hukum formil dengan ketentuan UU Narkotika.

- Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki

menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman :

Yang dimaksud dalam unsur ini adalah pada waktu dilakukan

penangkapan dan penggeledahan telah menyimpan, memiliki dan

membawa barang narkotika jenis tanaman (Ganja) yang mana sudah

dipakai oleh terdakwa.

Pada kasus ini terdakwa dijatuhi putusan pidana penjara oleh hakim

selama 10 (sepuluh) bulan dan denda 500.000,-. Dalam ikhtisar putusan,

hakim mencantumkan Pasal 78 ayat (1) UU No.22 Tahun 1997 tentang

Narkotika, menurut pendapat penulis hukuman yang diberikan oleh

Hakim masih terbilang cukup berat untuk anak seusia Setyo Aprilianto

yang masih dibawah umur. Untuk melihat bagaimana penerapan sanksi

pidana terhadap anak dalam peraturan perundang-undangan diterapkan

(45)

dalam putusan pengadilan, berikut ini penulis sajikan data tentang

putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika tabel

1 berikut :

Tabel 1

Jenis Sanksi Pidana yang Dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya

Kepada Anak yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009. No Nomor Putusan Pasal Yang

Dilanggar

Usia Pelaku

Jenis Sanksi

1. No.2273/pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)

UU/22/97

17 Th Pidana penjara dan

denda

2. No.3074/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)

UU/22/97

16 Th Pidana Penjara dan

denda

3. No.3210/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (1)

UU/22/97

16 Th Pidana penjara dan

denda

4. No.2308/Pid.B/2009/PN.Sby 78 (2)

UU/22/97

17 Th Pidana penjara dan

denda

Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah

Penyajian data tentang putusan pengadilan terhadap anak yang

menyalahgunakan narkotika dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang

penerapan sanksi pidana terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika. Data

tentang putusan pengadilan terhadap anak yang menyalahgunakan narkotika penting

(46)

untuk melihat sejauh mana anak diberi alternatif pidana manakala ia melakukan

penyalahgunaan narkotika. dalam penelitian ini dianut pandangan, bahwa anak yang

menyalahgunakan narkotika tidak dapat dilihat semata-mata sebagai pelaku saja, tetapi

juga dilihat sebagai korban.

Sebagaimana dipaparkan dalam tabel 1 bahwa kecenderungan Hakim yang

selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak tersebut bersifat ironis, mengingat

dalam instrument internasional justru ada keharusan bagi hakim untuk sejauh mungkin

menghindarkan anak dari pidana penjara, bahkan anak harus dijauhkan dari penerapan

hukum pidana pada umunnya.

Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas terlihat, bahwa dari 4 (empat) putusan

Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara anak yang menyalahgunakan

narkotika semuanya menjatuhkan pidana penjara. Berdasarkan dari hasil studi

penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya, sebagaimana di paparkan dalam tabel 2

bahwa kecenderungan Hakim dalam menjatuhkan putusan selalu menjatuhkan pidana

penjara dan denda kepada anak. padahal salah satu hak yang harus dilindungi untuk

anak-anak adalah perlindungan hukum yang layak bagi mereka dan juga berhak untuk

tidak dirampas kemerdekaannya untuk tumbuh kembang, dalam kasus ini anak sebagai

korban dari penyalahgunaan narkotika.

Jadi, dengan penerapan hukum pidana yang demikian, maka tersimpul bahwa

pada tahap penerapan hukum pidana aparat penegak hukum khususnya hakim,

bersifat sangat represif. Alternatif yang ditawarkan oleh undang-undang tidak pernah

digunakan oleh hakim. Padahal, mestinya penjatuhan pidana penjara kepada anak

(47)

justru dilakukan ketika tidak ada alternatif yang lain. Menurut hemat penulis secara

umum dapat dikatakan, bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara

terhadap anak, justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan

kejahatan itu sendiri dan tidak akan menbawa manfaat bagi terpidana anak.

Kecenderungan menjatuhkan pidana penjara kepada pelaku anak yang

menyalahgunakan narkotika dengan demikian juga bermakna diabaikannya

kepentingan anak sebagai korban.

Kecenderungan hakim yang selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak

dapat dipersoalkan karena beberapa hal berikut ini :

Pidana, termasuk didalamnya pidana penjara pada dasarnya hanyalah sebuah alat,

yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan (pada umumnya tujuan pemidanaan

terdiri dari upaya untuk melindungi masyarakat disatu sisi dan melindungi individu

(pelaku) disisi yang lain).17 Apabila penggunaan alat itu tidak sesuai dengan

memenuhi tujuan yang ditentukan, maka tidak ada alasan untuk tetap menggunakan

alat itu dan tidak ada jaminan apabila pelaku tindak pidana pada akhirnya dijatuhi

pidana penjara maka dengan sendirinya ia akan menjadi anggota masyarakat yang

baik dan taat pada hukum. Justru yang sering diketahui adalah, bahwa pidana penjara

membawa dampak negatif yang sangat merugikan bagi terpidana, khususnya

terpidana anak karena masa anak-anak merupakan masa mencari jati diri, sehingga

segala tindakan yang dilakukannya tidak pernah difikirkan matang-matang.

      

17

Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm, Malang, 2009. hal.118  

(48)

Tabel 2

Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam Penjatuhan Putusan Pidana Penjara Kepada Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Tahun 2009

No Nomor Putusan Pasal yang

Dilanggar

Usia

Pelaku

Jenis Sanksi Pertimbangan Hakim

1. 2273/Pid.B/2009/ - Mengaku terus terang - Sopan dipengadilan - Belum pernah dihukum - Masih aktif sebagai siswa

SMUN - Sopan dalam persidangan - Masih Muda

- Mengaku terus terang

perbuatannya.

- Terdakwa belum pernah dihukum.

- Terdakwa menyesali

perbuatannya.

- Terdakwa masih

anak-anak.

- Masih aktif sebagai siswa SMK

Sumber : Biodata Pengadilan Negeri Surabaya, 2009 - diolah

(49)

   

Berdasarkan tabel 2 tersebut di atas semua pelaku dijatuhi pidana penjara.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan mengacu pada dasar pertimbangan,

hakim mengacu pada pertimbangan yang memberatkan dari pada pertimbangan yang

meringankan. Secara umum dasar pertimbangan hakim yang digunakan untuk

menjatuhkan (beratnya) pidana penjara kepada anak yang menyalahgunakan narkotika

adalah :

a. Pertimbangan yang memberatkan :

1. Perbuatan terdakwa dianggap meresahkan masyarakat

2. Perbuatan terdakwa merusak mental bangsa

3. Perbuatan terdakwa merusak generasi bangsa

4. Perbuatan terdakwa merusak moral dan kesehatan bangsa

b. Pertimbangan yang bersifat meringankan:

1. Terdakwa mengaku terus terang

2. Terdakwa belum pernah dihukum

3. Terdakwa masih muda

4. Terdakwa sopan dipersidangan

(50)

BAB III

DAMPAK NEGATIF DAN POSITIF PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA

1. Dampak negatif Pidana Penjara Terhadap Perkembangan Jiwa Anak

Setiap keadaan dan situasi berpengaruh terhadap diri manusia, begitu juga anak-anak yang menjalani pidana. Sesuai dengan kondisi jiwanya, anak sangat

mudah dipengaruhi berbagai situasi. Anak yang menjalani pidana,menjalani

perubahan lingkungan. Ruang lingkup bergerak tidak terbatas serta hidup dalam

lingkungan yang terdiri dari keluarga, masyarakat serta kasih sayang yang

didapatnya. Situasi demikian akan mempengaruhi jiwa anak.

Pidana mempengaruhi perkembangan jiwa anak sampai mereka dewasa. Hambatan yang paling menonjol adalah proses mengidentifikasikan diri anak didik. Mereka lebih terbuka kepada sesama narapidana. Pemidanaan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap anak didik. Pemidanaan hanya bersifat memperbaiki pribadi anak dan membuat mereka tidak mampu melakukan kejahatan-kejahatan yang lain. Selama menjalani pidana, jiwa anak didik tertekan karena :

1. Narapidana selama dipidana, kehilangan percaya diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara kehidupan di Lembaga Permasyarakatan Anak.

2. Narapidana selama menjalani pidana, selalu dalam pengawasan petugas, merasa tidak aman, merasa selalu dicurigai, dan selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya salah, dapat mengakibatkan dirinnya dihukum atau diberi sanksi. Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana menjadi ragu dalam bertindak, merasa kurang percaya diri, salah tingkah, tidak mampu mengambil keputusan secara baik. Situasi demikian dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindak kompensasi demi stabilitas jiwanya, padahal tidak tidak setiap konpensasi berdampak positif. Rasa tidak aman didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Anak, hilang jika mampu beradaptasi dengan masyarakat.

3. Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, dan melakukan hobi menjadi hilang. Keadaan demikian menyebabkan jiwa narapidana menjadi tertekan, menyebabkan narapidana anak menjadi

(51)

pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan bagi diri sendiri.

4. Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga dibatasi, narapidana tidak bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya. Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasinya dan keluarganya waktunya sangat terbatas. Bagitu juga halnya dengan surat-surat yang harus disensor lebih dahulu.

5. Narapidana merasa kehilangan pelayanan, karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat tidurnya sendiri. Begitu juga mengenai menu makanan, semua telah diatur oleh petugas Pemasyarakatan Anak. hilangnya pelayanan, menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang yang biasanya diperoleh dalam keluarganya. Hal ini menyebabkan narapidana anak menjadi garang, cepat marah sebagai kompensasi jiwanya.

6. Akibat perampasan kemerdekaan, narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri, yang menggangu program pembinaan, kreatifitas narapidana tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting dalam membina narapidana, kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.

7. Selama menjalani pidana, terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya bahkan juga impian, dan cita-citanya.18

Selain itu penerapan sanksi terhadap anak juga akan menimbulkan berbagai kerugian, yang menurut Made Sadhi Astuti :

a. Anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan;

b. Anak diberi cap jahat oleh masyarakat yang disebut Stigma; c. Masyarakat menolak kehadiran mantan narapidana anak; d. Masa depan anak menjadi suram19

Merujuk hasil penelitian Made Sadhi Astuti tersebut diatas dapat

tersimpul, bahwa dampak negatif penerapan sanksi bagi anak dapat menimbulkan

stigmatisasi (pemberian label atau cap jahat), dehumanisasi (masyarakat menolak

       18

 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pdana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008. h.145 

19

 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009.h. 126 dikutip dari Made Sadhi Astuti, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP Malang, 1997. h.117 

 

(52)

kehadirannya) yang mengakibatkan mantan napi anak akan merasa menjadi

sampah masyarakat sehingga menjadi frustasi yang pada akhirnya ia akan

kembali lagi menjalani kehidupan buruknya bahkan mungkin saja kebiasaan

buruknya akan lebih parah dari sebelumnya yang pada akhirnya akan melahirkan

penjahat yang lebih ahli.

Dampak negatif penerapan pidana terhadap anak mempunyai pengaruh terhadap pembinaan anak, yakni :

a. Dehumanisasi

Salah satu dampak negatif akibat penerapan sanksi bagi anak adalah terjadinya dehumanisasi, yaitu proses pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap mantan narapidana (anak). Dehumanisasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya sikap sinis terhadap mantan narapidana anak, sikap penolakan terhadap kehadian mantan narapidana anak baik secara langsung maupun secara tidak langsung, pengejekan, dan semua prilaku yang dapat menempatkan anak dalam keterasingan baik secara psikis maupun sosial. Dehumanisasi hakikatnya merupakan penolakan terhadap kehadiran seorang mantan narapidana baik secara psikis maupun secara sosiologis. Dengan demikian, dehumanisasi akan menempatkan mereka dalam keterasingan terhadap lingkungan sosialnya.

b. Stigmatisasi

Stigmatisasi pada dasarnya merupakan pemberian label atau cap jahat kepada mereka yang pernah mengalami penerapan pidana khususnya penerapan pidana perampasan kemerdekaan. Dalam konteks masyarakat, stigmatisasi tidak dapat dihindarkan, mengingat kultur masyarakat yang tidak begitu bersahabat dengan mantan narapidana. Orang yang terlanjur mendapat stigma oleh masyarakat sebagai penjahat, akan selalu dipandang sebagai penjahat, sekalipun ia sudah keluar dari lembaga. Stigmatisasi oleh masyarakat justru seringkali menjadi

social punishment yang jauh lebih berat ketimbang pidana yang diberikan oleh

lembaga pengadilan, sebab stigmatisasi biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya.20

2. Dampak positif dari penerapan sanksi pidana penjara anak.

Dampak positif dari penerapan sanksi ini anak akan mendapatkan pendidikan,

bimbingan dan pembinaan dari petugas LAPAS yang diharapkan agar menjadi anak       

20

 Ibid.h.131  

(53)

yang lebih baik lagi, dengan tujuan agar selepas keluar dari penjara nanti, anak

tersebut akan menjadi warga yang baik dan berguna di masyarakat.

Adapun dampak positif yang didapatkan anak selama di dalam penjara yaitu anak

akan mendapatkan jenis pembinaan yang baik dari petugas LAPAS antara lain:

1. Kepribadian :

a.Pembinaan Kesadaran Mental dan Spiritual

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi

pengertian agar narapidana anak tindak pidana narkotika dapat menyadari

akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang salah. Dalam pelaksaan

pembinaan ini, pihak LP bekerjasama dengan pihak Departemen Agama dan

pondok pesantren disekitar tempat LP itu berada untuk menerjunkan para

anggotanya ikut serta dalam membina narapidana anak tindak pidana

narkotika.

b. Pembinaan olahraga dan seni

Kegiatan olahraga seperti bola Volley, sepak bola, bulu tangkis, tenis meja,

seni musik. Hal ini dimaksudkan dengan maksud melatih kesehatan fisik dan

meningkatkan kreativitas para narapidana anak tindak pidana narkotika

dengan bertujuan sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa kejenuhan dan

mungkin juga berguna bagi kehidupan setelah menjalani masa hukuman.

2. Pembinaan Kemandirian

Yang akan diberikan oleh petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) terhadap

narapidana anak, antara lain :

(54)

a.Penjahitan;

b.Montir;

c.Pertukangan kayu;

d.Pertanian;

e.Las besi;

f. Keset;

g.Handycraft;

h.Seni ukir.

3. Realitas terpidana anak di LAPAS Klas II-A Blitar

Berdasarkan hasil wawancara bersama ibu Munawaroh, S.H selaku SUBAG TU di

LAPAS Klas II-A Blitar menjelaskan Selama anak menjalani pidana penjara, secara

otomatis realitas kehidupannya tidak sebebas pada saat tinggal bersama

keluarganya. Ada aturan-aturan yang diterapkan dan harus dipatuhi untuk terpidana

anak agar lebih mempermudah proses pembinaannya menjadi manusia yang lebih

baik. pembinaan terpidana anak selama di dalam penjara telah diatur sesuai dengan

peraturan pembinaan anak yang mengacu pada Undang-undang No.12 Tahun 1995

tentang Permasyarakatan, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pengadilan

Anak, Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP

No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Undang-Undang

No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Adapun jadwal kegiatan untuk anak-anak Klas II-A Blitar yaitu sebagai berikut :

(55)

TABEL 3

JADWAL KEGIATAN ANAK LAPAS KLAS II-A BLITAR

NO WAKTU KEGIATAN

JENIS KEGIATAN

1. 05.00 Bangun tidur dan melaksanakan ibadah secara

bersama-sama

2. 06.00 Pembersihan di masing-masing blok

3. 07.00 Melaksanakan apel makan pagi (sarapan)

4. 07.30 Sekolah, Melaksanakan apel kerja

5. 11.00 Melaksanakan apel makan siang

6. 11.30 Melaksanakan sholat Dzuhur (Berjamaah)

7. 13.00 Apel pergantian penjagaan

8. 15.00 Pembersihan kamar-kamar di Blok masing-masing

9. 16.00 Melaksanakan apel makan sore

10. 17.00 Masuk kamar masing-masing sampai pagi

Sumber : Biodata LAPAS Klas II-A Blitar - diolah

Bersadarkan biodata di atas peraturan tersebut digunakan agar terpidana anak

dapat hidup secara teratur dan disiplin dengan tujuan untuk membangun terpidana

anak tersebut menjadi manusia yang mandiri. Pada pukul 07.30 dijelaskan pada saat

anak sebelum masuk penjara masih bersekolah maka selama didalam penjara

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, sumber data berupa tindakan berasal dari orang-orang atau suatu hal yang menjadi subjek penelitian yang diamati oleh peneliti secara langsung, dan dilengkapi

Saat ini posisi Vietnam berada pada tier 2 watch list, artinya apabila Pemerintah Vietnam masih belum bisa menangani kasus perdagangan manusia dengan baik

28 merupakan rancangan interface form pilih lagu yang akan tampil jika user menekan tombol latihan pada form menu pembelajaran alat musik gamelan. Gambar 3.29 Rancangan

Di dalam dunia ini, banyak sumber pembelajaran yang dapat diambil misalnya dari membaca buku ataupun membaca alam sekitar, sehingga manusia mampu mengembangkan

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Setelah mempertimbangkan faktor lain, pengetahuan tentang osteoporosis dan kepadatan tulang yang kurang baik berisiko 1,47 kali memiliki asupan kalsium rendah, namun

Komponen yang bersifat non polar akan mempunyai kelarutan yang besar pada fase diam cair yang bersifat non polar dan sebaliknya komponen yang bersifat polar akan mempunyai