• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak kepemilikan dan persepsi pembudidaya rumput laut terhadap zona budidaya bahari Desa Kemujan TNKJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hak kepemilikan dan persepsi pembudidaya rumput laut terhadap zona budidaya bahari Desa Kemujan TNKJ"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HAK KEPEMILIKAN DAN PERSEPSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT TERHADAP ZONA BUDIDAYA BAHARI

DESA KEMUJAN TNKJ

NUR HANNAH MUTHOHHAROH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hak Kepemilikan dan Persepsi Pembudidaya Rumput Laut terhadap Zona Budidaya Bahari Desa Kemujan TNKJ adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NUR HANNAH MUTHOHHAROH. Hak Kepemilikan dan Persepsi Pembudidaya Rumput Laut terhadap Zona Budidaya Bahari Desa Kemujan TNKJ. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.

Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut, persepsi mengenai Zona Budidaya Bahari, dan hubungan antara persepsi dengan tingkat kepatuhan aturan Zona Budidaya Bahari. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan secara de jure pembudidaya rumput laut memiliki hak akses dan hak pemanfaatan, namun secara de facto memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak eksklusi. Perbedaan ini menunjukkan bahwa hak kepemilikan masih belum terdefinisi secara jelas, sehingga dapat memicu konflik hak kepemilikan. Secara umum, pembudidaya rumput laut memiliki persepsi yang rendah mengenai Zona Budidaya Bahari. Perbandingan pembudidaya rumput laut yang patuh dan tidak patuh terhadap aturan perlindungan aturan biota adalah seimbang. Kepatuhan terhadap aturan perlindungan biota dicirikan oleh moralitas. Selain itu, terdapat motif lain yang melatarbelakangi kepatuhan. Hal ini berkaitan dengan hasil uji hubungan yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara persepsi dan tingkat kepatuhan mengenai Zona Budidaya Bahari.

Kata kunci: budi daya rumput laut, hak kepemilikan, persepsi, TNKJ

ABSTRACT

NUR HANNAH MUTHOHHAROH. Property Rights and Seaweed Cultivators Perception of Budidaya Bahari Zone in Kemujan Village TNKJ. Supervised by ARIF SATRIA.

This study aims to analyze the property right system of seaweed culture, perception about Budidaya Bahari Zone, and the relationship between perception and compliance level of Budidaya Bahari Zone rules. This study uses qualitative and quantitative methods. The results shows as de jure, seaweed cultivators have access right and withdrawl right, but as de facto, they have access right, withdrawl right, management right, and exclusion right. This difference shows that the property right is not clearly defined, so it can lead to conflict of property right. In general, seaweed cultivators have a low perception of the biota protection rules. The comparison between seaweed cultivators that comply and not comply the biota protection rules is equal. The compliance is characterized by morality. In addition there is another motive behind the compliance. This is related to correlation tests that shows no relationship between the perception and the level of compliance of Budidaya Bahari Zone.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

HAK KEPEMILIKAN DAN PERSEPSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT TERHADAP ZONA BUDIDAYA BAHARI

DESA KEMUJAN TNKJ

NUR HANNAH MUTHOHHAROH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Hak Kepemilikan dan Persepsi Pembudidaya Rumput Laut terhadap Zona Budidaya Bahari Desa Kemujan TNKJ Nama : Nur Hannah Muthohharoh

NIM : I34100022

Disetujui oleh

Dr Arif Satria, SP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan skripsi yang berjudul “Hak Kepemilikan dan Persepsi Pembudidaya Rumput Laut terhadap Zona Budidaya Bahari Desa Kemujan TNKJ” dapat diselesaikan dengan baik. Laporan skripsi ini ditujukan untuk mendapat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, khususnya Ayahanda Muhammad Jawahir dan Ibunda Shofiyatin atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. Dr Arif Satria, SP MSi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan kritik dan saran, serta terselip berbagai motivasi dan inspirasi selama proses penulisan laporan skripsi ini. Pembudidaya rumput laut Desa Kemujan pada khususnya dan masyarakat Desa Kemujan pada umumnya yang telah membagi cerita, pengalaman hidup, dan hal-hal baru. Balai Taman Nasional Karimunjawa yang telah memberikan kesempatan dan bantuan bagi penulis untuk melaksanakan penelitian di TNKJ. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan dan penelitian. Sahabat, rekan-rekan sebimbingan, keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) Kabinet Sinekologi dan Kabinet Trilogi, keluarga besar Organisasi Mahasiswa Daerah IMAGORA, keluarga besar mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 47 atas kebersamaannya selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja sama kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka Pemikiran 15

Hipotesis Penelitian 18

Definisi Konseptual 18

Definisi Operasional 19

PENDEKATAN LAPANGAN 223

Metode Penelitian 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 23

Teknik Pengumpulan Data 24

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 24

GAMBARAN UMUM DESA KEMUJAN 26

Kondisi Geografi dan Demografi 27

Kondisi Sosial dan Ekonomi 28

ZONA BUDIDAYA BAHARI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 31

Taman Nasional Karimunjawa 31

Zona Budidaya Bahari 32

Aturan Zona Budidaya Bahari 33

Ikhtisar 34

BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI DESA KEMUJAN 35

Sejarah Perkembangan Budi Daya Rumput Laut di Desa Kemujan 35

Pola Penanaman Rumput Laut 37

Karakteristik Usaha Budi Daya Rumput Laut di Desa Kemujan 39

(9)

Ikhtisar 40 SISTEM HAK KEPEMILIKAN LAHAN BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI

PERAIRAN PULAU KEMUJAN 42

Karakteristik Pemanfaatan Lahan Budi Daya Rumput Laut 44

Aturan Hak Kepemilikan 46

Hak Kepemilikan Berdasarkan Bundle of Rights 49

Potensi Konflik Hak Kepemilikan Sumber Daya 51

Ikhtisar 54

PERSEPSI PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT MENGENAI ZONA

BUDIDAYA BAHARI 55

Persepsi Mengenai Aturan Perlindungan Biota 56

Persepsi Mengenai Sanksi Pelanggaran 57

Tingkat Kepatuhan Aturan Zona Budidaya Bahari 62

Ciri Kepatuhan Aturan Zona Budidaya Bahari 68

Legitimasi Aturan Zona Budidaya Bahari 70

Potensi Konflik Pengelolaan Sumber Daya 73

Ikhtisar 74

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN TINGKAT KEPATUHAN ATURAN

ZONA BUDIDAYA BAHARI 75

Hubungan Persepsi Aturan Perlindungan Karang dengan Tingkat Kepatuhan

Aturan Perlindungan Karang 77

Hubungan Persepsi Aturan Perlindungan Penyu dengan Tingkat Kepatuhan

Aturan Perlindungan Penyu 78

Hubungan Persepsi Sanksi Pelanggaran Perlindungan Karang dengan Tingkat

Kepatuhan Aturan Perlindungan Karang 79

Hubungan Persepsi Sanksi Pelanggaran Perlindungan Penyu dengan Tingkat

Kepatuhan Aturan Perlindungan Penyu 80

Hubungan Persepsi Mengenai Zona Budidaya Bahari dengan Tingkat

Kepatuhan Aturan Zona Budidaya Bahari 81

Ikhtisar 82

SIMPULAN DAN SARAN 83

Simpulan 83

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 85

LAMPIRAN 91

(10)

DAFTAR TABEL

1 Matriks karakteristik usaha budi daya rumput laut 7 2 Matriks jenis ideal rezim kepemilikan yang relevan dengan sumber daya

bersama 8

3 Matriks status kepemilikan sumber daya alam 10

4 Matriks kasus-kasus hak dan status kepemilikan sumber daya dalam kegiatan

budi daya perairan 11

5 Kasus-kasus potensi konflik dan konflik wilayah perairan dalam aktivitas

budi daya 15

6 Matriks stakeholder dan kepentingannya pada pengelolaan wilayah perairan

Pulau Kemujan 28

7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Kemujan menurut mata

pencaharian 29

8 Perbandingan zona yang difungsikan sebagai kegiatan budi daya tahun 2005

dan 2012 32

9 Matriks dasar hukum pemanfaatan zonasi Taman Nasional Karimunjawa 34 10 Karakteristik usaha budi daya rumput laut di Desa Kemujan 39 11 Kalender Musim penanaman rumput laut Desa Kemujan 41 12 Matriks rujukan aturan formal pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa 46 13 Matriks perbandingan rujukan aturan pemanfaatan wilayah perairan 47 14 Matriks aturan hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut secara de

facto 49

15 Matriks tipe hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut secara de jure dan

de facto 50

16 Jumlah dan persentase responden menurut pengetahuan definisi dan lokasi

Zona Budidaya bahari 55

17 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi aturan perlindungan

karang 56

18 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi aturan perlindungan

penyu 57

19 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi aturan perlindungan biota 58 20 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi sanksi pelanggaran

perlindungan karang 59

21 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi sanksi pelanggaran

perlindungan penyu 60

22 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi sanksi pelanggaran aturan

perlindungan biota 60

23 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi mengenai Zona Budidaya

Bahari 61

24 Jumlah dan persentase responden menurut keikutsertaan dalam sosialisasi

TNKJ 61

25 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepatuhan aturan

perlindungan karang 62

26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepatuhan aturan

(11)

27 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepatuhan aturan

perlindungan biota 66

28 Jumlah dan persentase responden menurut keikutsertaan dalam mengawasi

aturan Zona Budidaya Bahari 66

29 Jumlah dan persentase responden menurut keikutsertaan dalam mensosialisasikan aturan Zona Budidaya Bahari 67 30 Jumlah dan persentase responden menurut ciri kepatuhan aturan perlindungan

karang 68

31 Jumlah dan persentase responden menurut motif ketidakpatuhan aturan

perlindungan karang 69

32 Jumlah dan persentase responden menurut ciri kepatuhan aturan perlindungan

penyu 70

33 Jumlah dan persentase responden menurut motif ketidakpatuhan aturan

perlindungan penyu 70

34 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi aturan perlindungan karang dan tingkat kepatuhan aturan pelindungan karang 78 35 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi aturan perlindungan

penyu dan tingkat kepatuhan aturan perlindungan penyu 78 36 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi sanksi pelanggaran

perlindungan karang dan tingkat kepatuhan aturan perlindungan karang 79 37 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi sanksi pelanggaran

perlindungan penyu dan tingkat kepatuhan aturan perlindungan penyu 80 38 Jumlah dan persentase persepsi Zona Budidaya Bahari dan tingkat kepatuhan

aturan perlindungan biota 81

DAFTAR GAMBAR

1 Klasifikasi umum sumber daya 9

2 Kerangka pemikiran 17

3 Sketsa penggunaan lahan yang sesuai di Dusun Batulawang 44 4 Sketsa penggunaan lahan yang sesuai di Dusun Telaga 45 5 Sketsa penggunaan lahan yang sesuai di Dusun Mrican 45 6 Sebaran lokasi budi daya rumput laut di perairan Pulau Kemujan 53

7 Pemasangan jaring dengan pelampung 65

8 Pemasangan jaring di bawah rumput laut 65

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Zona Budidaya Bahari di perairan Pulau Kemujan Taman Nasional

Karimunjawa 91

2 Kerangka sampling 92

3 Hasil uji korelasi 94

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumput laut memiliki nilai komersial tinggi yang dapat dikembangkan di wilayah perairan. Pusdatin KKP (2011) mencatat bahwa volume produksi perikanan budi daya rumput laut mengalami kenaikan sebesar 9.96% yaitu sejumlah 3 915 017 ton menjadi 4 305 027 ton pada kurun waktu tahun 2010-2011. Kenaikan volume produksi lebih tinggi jika dilihat dari tahun 2007-2011 yaitu sebesar 26.08%. Akan tetapi, volume produksi dalam negeri ini hanya mampu menyumbang penyediaan rumput laut dunia sebesar 0.28% dari angka ekspor yang dilakukan. Produksi rumput laut yang diekspor juga mengalami penurunan dari tahun 2007-2008 sebesar 37.17%. Hal ini menyebabkan pemerintah menginisiasi peningkatan produktivitas rumput laut melalui industrialisasi, didasarkan bahwa bahwa potensi rumput laut di Indonesia belum dikembangkan secara optimal (Pemerintah ... 2013).

Upaya pengembangan rumput laut tentunya membutuhkan penambahan luasan wilayah budi daya, tidak terkecuali wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan berpotensi tinggi untuk budi daya rumput laut adalah kepulauan Karimunjawa. Budi daya rumput laut di Karimunjawa mulai dikenalkan kepada masyarakat pada tahun 2000 sebagai salah satu alternatif mata pencaharian untuk menghindari kerusakan alam yang lebih tinggi akibat aktivitas penangkapan ikan dan pemanfaatan kelautan lainnya (Setyaningsih 2011). Kepulauan Karimunjawa ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpt-II/1999 yang menggantikan statusnya sebagai kawasan Cagar Alam. Sejalan dengan penetapan ini, maka pengelolaan kawasan Taman Nasional Karimunjawa (selanjutnya disingkat menjadi TNKJ) harus didasarkan pada penyusunan zonasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 28/2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Sistem zonasi yang disusun di TNKJ telah mengalami dua kali perubahan dari tahun 1989 dubah pada tahun 2005 dan kembali mengalami perubahan pada tahun 2012. Perubahan zonasi pada tahun 2005 didasarkan bahwa zonasi yang ditetapkan belum mengakomodir berbagai kepentingan terutama dari aspek ekologi, sosial, ekonomi, serta budaya termasuk kearifan lokal sehingga banyak terjadi tumpang tindih kebijakan berbagai pihak, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Selanjutnya perubahan zonasi di tahun 2012 didasarkan bahwa zonasi yang telah direvisi tahun 2005 belum mengakomodir pulau-pulau kecil yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Selain itu, zonasi tersebut masih dianggap kurang tepat baik luasan maupun letaknya (BTNKJ 2012). Terdapat sembilan zona yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam No: SK. 28/IV-ET/2012 Tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa, salah satunya adalah Zona Budidaya Bahari seluas 1 370.729 ha dari total luasan wilayah penetapan taman nasional seluas 111 625 ha.

(14)

2

manfaat langsung yang diterima masyarakat mencapai 13 miliar rupiah per tahun (Nababan et al. 2010 dikutip BTNKJ 2012). BTNKJ (2012) juga mencatat bahwa terdapat 13 lokasi budi daya rumput laut yang ada di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Luas masing-masing lokasi budi daya tersebut bervariasi dari 0.771 ha di Blok Legon Lele hingga 476.337 ha yang berada di sebelah barat Pulau Kemujan. Secara keseluruhan hingga tahun 2009 terdapat 1 258.969 ha wilayah perairan Taman Nasional Karimunjawa yang digunakan sebagai lokasi budi daya rumput laut. Sebelum adanya perubahan zonasi tahun 2012, luasan tersebut telah melebihi luas zona budi daya yang ada dan telah memanfaatkan kawasan zona lain seperti zona pemanfaatan perikanan tradisional, padahal Kementerian Kelautan dan Perikanan berkerjasama dengan pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara mencanangkan gerakan peningkatan produksi perikanan melalui program minapolitan (Setyaningsih 2011). Apabila hal ini terus dikembangkan, maka memerlukan penambahan luasan wilayah perairan untuk budi daya rumput laut.

Budi daya rumput laut dapat dikembangkan di wilayah perairan dengan spesifikasi tertentu. Wilayah perairan sendiri secara de facto dikenal sebagai sumber daya akses terbuka dimana setiap orang mampu mengakses sumber daya yang ada. Sifat sumber daya ini memicu kompetisi setiap pihak untuk memanfaatkan potensi yang ada sehingga memungkinkan adanya penurunan kemampuan sumber daya alam dalam memberikan manfaat bagi penggunanya. Fenomena ini dijelaskan oleh Hardin yang dikutip Adhuri (2006) sebagai the tragedy of the common. Konsep ini menjelaskan bahwa karena ketiadaan konsep kepemilikan terhadap sumber daya laut, maka setiap orang akan berlomba dengan mengeksploitasi sumber daya secara maksimal. Akibatnya akan terjadi eksploitasi yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan sumber daya alam.

Konservasi merupakan salah satu alternatif pengelolaan untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam, namun penetapannya masih bersifat sentralistik. Pengelolaan TNKJ sebagai salah satu bentuk konservasi termasuk dalam tipe sumber daya alam yang dikuasai negara atau disebut sebagai state property (Berkes 1989). Penguasaan negara tercantum dalam UU No.5/1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistem sebagai landasan hukum pengelolaan TNKJ. Hartono et al. (2012) menjelaskan bahwa penetapan kawasan konservasi secara sentralistik mampu mengubah sistem hak kepemilikan sumber daya pesisir. Namun, penyusunan zonasi tetap memberikan akses pemanfaatan bagi masyarakat. Pemanfaatan secara tradisional juga diatur dalam PP No. 28/2011 Pasal 49 ayat 3b mengenai perlunya pembuatan izin pemanfaatan wilayah konservasi. Izin yang oleh pemerintah diberikan menunjukkan bahwa secara formal, pemerintah membuka akses pemanfaatan dan memberikan hak pemanfaatan berdasarkan kriteria tertentu. Pemberian akses bagi masyarakat untuk melakukan budi daya rumput laut di TNKJ adalah melalui penetapan Zona Budidaya Bahari.

(15)

3 wilayah perairan yang terjadi. Hidayati (2009) menjelaskan bahwa upaya pengembangan usaha budi daya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang, Kabupetan Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan belum diimbangi dengan adanya pengaturan dan penataan ruang perairan. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dengan kegiatan lain, pertentangan antarsesama anggota masyarakat, serta munculnya berbagai penyakit akibat padatnya aktivitas budi daya rumput laut.

Selain itu, pembudidaya rumput laut sebagai pengguna langsung berperan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan taman nasional melalui persepsi, pemberian legitimasi, dan implementasi aturan. Menurut Jentoft (2000), aturan pengelolaan sumber daya perikanan oleh pemerintah banyak dipengaruhi oleh perspektif ilmu biologi dan konteks global, sehingga tinjauan dari sisi sosial sangat penting dilakukan khususnya pada pengembangan budi daya rumput laut. Hal penting lainnya adalah adanya dukungan dari masyarakat dalam implementasi aturan-aturan yang telah disusun oleh pemerintah. Apabila terdapat perbedaan pandangan antara masyaraktat dengan pihak pengelola juga mampu menimbulkan konflik. Kaitannya dengan pengembangan budi daya rumput laut di TNKJ, penting untuk dianalisis hak kepemilikan dan persepsi masyarakat terhadap Zona Budidaya Bahari sebagai wilayah yang difungsikan sebagai budi daya rumput laut.

Perumusan Masalah

Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang potensial dikembangkan di wilayah Kepulauan Karimunjawa. TNKJ dikelola oleh pemerintah sesuai dengan UU No.5/1990 Tentang Konservasi. Masyarakat diberi akses pemanfaatan sumber daya berdasarkan sistem zonasi. Namun pada kenyataannya metode budi daya rumput laut memanfaatkan lahan perairan yang secara umum membuat batasan-batasan wilayah perairan melalui tali yang difungsikan sebagai pengait bibit rumput laut yang diduga sekaligus sebagai batas wilayah. Lokasi budi daya rumput laut di wilayah Karimunjawa telah ditentukan berdasarkan sistem Zonasi TNKJ yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam No: SK. 28/IV-ET/2012 Tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa yaitu dilaksanakan pada Zona Budidaya Bahari.

Sistem zonasi merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumber daya alam yang mengupayakan keseimbangan pembangunan dan konservasi. Masyarat turut memiliki peran dalam mengupayakan keberhasilan konservasi melalui persepsi, kepatuhan, dan pemberian legitimasi aturan. Berdasarkan uraian tersebut, maka secara spesifik rumusan masalah penelitian ini meliputi:

1. bagaimana sistem hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut di TNKJ? 2. bagaimana persepsi pembudidaya rumput laut mengenai zona Budidaya

Bahari? Apakah disertai dengan:

a. kepatuhan terhadap aturan Zona Budidaya Bahari? Apa ciri kepatuhan yang menyertainya?

b. pemberian legitimasi aturan Zona Budidaya Bahari?

(16)

4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1. sistem hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut; 2. persepsi pembudidaya rumput laut, serta:

a. kepatuhan dan ciri kepatuhan terhadap aturan Zona Budidaya Bahari b. pemberian legitimasi aturan Zona Budidaya Bahari

3. hubungan antara persepsi dengan tingkat kepatuhan aturan Zona Budidaya Bahari;

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai sistem hak kepemilikan sumber daya perairan dalam aktivitas budi daya rumput laut di wilayah TNKJ. Secara lebih khusus, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:

1. Bagi kalangan akademisi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan mengenai sistem hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut di wilayah konservasi, persepsi penetapan zonasi wilayah konservasi, kepatuhan aturan di wilayah konservasi, dan bentuk legitimasi aturan pengelolaan kawasan konservasi.

2. Bagi pemerintah

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) dalam pencapaian tujuan konservasi dan pembangunan berkelanjutan khususnya sektor perikanan dan kelautan. Kebijakan yang dilakukan berkaitan pengelolaan wilayah konservasi yang dilakukan berdasarkan perspektif ilmu sosial.

3. Bagi masyarakat

(17)

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Wilayah Konservasi Kelautan

1) Pelaksanaan Konservasi Kelautan di Indonesia

Berdasarkan UU No. 1/2014 Tentang Perubahan UU No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil didefinisikan sebagai “... upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya...”. Namun, Undang-undang No. 5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati masih menjadi referensi utama dalam pelaksanaan konservasi baik pada sektor kehutanan dan perairan (Satria et al., 2006a). Hal ini dikarenakan wewenang pengelolaan kawasan konservasi dalam bentuk taman nasional kawasan kehutanan dan perairan masih berada pada Kementrian Kehutanan.

Berdasarkan UU No. 5/1990, pelaksanaan konservasi dibedakan dalam bentuk kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA). KSA terdiri atas cagar alam dan suaka marga satwa, sedangkan KPA terdiri atas taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Bentuk-bentuk konservasi secara umum disertai dengan aturan pengelolaan berupa sistem zonasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28/2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, zonasi pengelolaan kawasan taman nasional meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan/atau zona lain sesuai dengan keperluan masing-masing wilayah dan kriteria tertentu. Menurut Suparno (2009), penyusunan zonasi dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) mempertimbangkan kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, kepentingan masyarakat dan hak-hak ulayat, serta kepentingan yang bersifat khusus; (2) pendekatan bio-ekoregion dimana ekosistem pesisir dibentuk oleh sub-ekosistem yang saling terkait satu sama lain; (3) pengumpulan data dan informasi yang dapat digali dari persepsi masyarakat yang hidup di sekitar ekosistem tersebut, terutama konteks historis.

(18)

6

kerusakan sumber daya perikanan dan kelautan. Hal ini dikarenakan kesepakatan dibuat dari bawah dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal.

2) Konservasi dan Pembangunan Berkelanjutan

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 32/1999 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan adalah “... upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. ...” Pembangunan berkelanjutan menjadi paradigma pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah didasarkan atas adanya berbagai dampak lingkungan akibat aktivitas ekonomi.

Dorongan untuk meningkatkan produktivitas rumput laut terus dilakukan oleh pemerintah salah satunya melalui program pengembangan minapolitan (Minapolitan ... 2013). Pengembangan usaha budi daya rumput laut di wilayah konservasi mengharuskan berbagai pertimbangan yang mengarah pada keberlanjutan taman nasional. Adapun salah satu faktor yang memengaruhi pengelolaan taman nasional adalah kelembagaan pengelolaan taman nasional (Clifton 1993 dikutip Purwanti et al. 2008). Pengelolaan TNKJ sendiri saat ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kolaboratif (co-management), sehingga kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang akuntabel. Hal yang mencirikan kelembagaan yang akuntabel meliputi batas yurisdiksi, hak kepemilikan, dan aturan representasi dari masing-masing stakeholder (Purwanti et al. 2008). Karakteristik Usaha Budi Daya Rumpul Laut

Rumput laut tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya dan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya (Hidayati 2009). Rumput laut dihasilkan melalui aktivitas budi daya di wilayah perairan. Karakteristik usaha budi daya rumput laut berhubungan dengan berbagai aspek. Apabila ditinjau dari metode yang digunakan, usaha budi daya rumput laut secara umum menggunakan metode sebagai berikut:

1) Metode dasar dilakukan dengan mengikat bibit tanaman pada karang atau balok semen kemudian disebar pada dasar perairan (Kamlasi 2008).

2) Metode lepas dasar yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang besar (Sudradjat 2008 dikutip Setyaningsih 2011). Metode ini menggunakan kerangka yang dibuat dari batok kayu atau bambu di dasar perairan untuk mengikat tali (Anggadiredja 2006 dikutip Samad 2011; Kamlasi 2008).

3) Metode rakit apung yang dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu (Sudradjat 2008 dikutip Setyaningsih 2011).

4) Metode rawai dan dikenal dengan istilah longline yang menggunakan tali panjang yang dibentangkan (Sudradjat 2008 dikutip Setyaningsih 2011; Anggadiredja 2006 dikutip Samad 2011 ).

(19)

7 Tabel 1 Matriks karakteristik usaha budi daya rumput laut

Aspek Kategori Klasifikasi

Teknis Lokasi Aktivitas budi daya di darat dan laut (Mansyur 2010)

Kedalaman Kedalaman yang sangat sesuai adalah 1-10 m (Sirajuddin 2008)

Sosial Relasi antarpihak  Tenaga kerja dari anggota keluarga dan pelibatan perempuan, adanya prinsip saling ketergantungan antara petani rumput laut dengan pedagang pengumpul (Hidayati, 2009)

 Sistem patron-klien (Kurniawan 2003 dikutip Hidayati 2009)

Rantai pemasaran Nelayan/petani rumput, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir (Hidayati 2009)

Ekonomi Skala usaha  Musiman dan tahunan (Mansyur 2008)

 Pemodal besar dan pemodal kecil (Hidayati 2009) Metode yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perairan yang berbeda (Kamlasi 2008). Secara umum, budi daya rumput laut menggunakan lahan perairan hingga dasar laut. Terdapat tali yang digunakan dalam metode budi daya rumput laut berfungsi sebagai pengikat rumput laut. Karakteristik usaha budi daya rumput laut juga dapat ditinjau dari aspek lainnya sebagaimana disajikan dalam Tabel 1. Rezim Kepemilikan Sumber Daya Alam

Menurut Sumardjono et al. (2009), “... rezim merupakan kelembagaan sosial (social institution) yang mengatur aksi-aksi yang terlibat di dalam aktivitas atau sekelompok aktivitas tertentu ...”. Secara yuridis, penguasaan atas sumber daya alam di Indonesia mengacu pada penguasaan oleh negara sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 bahwa bumi dan air serta seluruh kekayaan alam yang dikandung didalamnya dikuasai oleh negara. Menurut Mawuntu (2012), hak penguasaan negara ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

(20)

8

Tabel 2 Matriks jenis ideal rezim kepemilikan yang relevan dengan sumber daya bersama

Bebas untuk semua; hak penggunaan sumber daya tidak eksklusif dan tidak dapat dipindahtangankan (Grima et al. [tahun tidak diketahui] dikutip Berkes 1989); hak ini dimiliki bersama tetapi memiliki akses terbuka untuk semua orang (dan karena itu properti tidak pada satu orang) (Gibbs dan Bromley [tahun tidak diketahui] dikutip Berkes 1989).

State property (res publica)

Kepemilikan dan kontrol pengelolaan dipegang oleh negara bangsa atau yang berada di pihak atas; sumberdaya publik yang digunakan-dan hak akses belum ditentukan (Berkes 1989)

Communal property (res communes)

Penggunaan hak untuk sumber daya dikendalikan oleh kelompok yang dapat diidentifikasi dan tidak dimiliki secara pribadi atau dikelola oleh pemerintah; terdapat aturan tentang siapa yang dapat menggunakan sumber daya, siapa yang dibatasi dari penggunaan sumber daya, dan bagaimana sumber daya harus digunakan (Jacobs dan Munro (1987); Bromley (1985) dikutip Berkes (1989); sistem pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat; milik bersama (Bishop (1975); Bromley (1985); Ostrom (1986); bromley (1989) dikutip Berkes (1989).

Sumber: Berkes (1989)

Melengkapi konsep rezim private property pada Tabel 2, Bromley [tahun tidak diketahui] dikutip Satria (2009a) menjelaskan bahwa terdapat empat rezim kepemilikan sumber daya alam, salah satunya adalah rezim swasta (baik individual maupun korporat). Rezim kepemilikan ini biasanya merupakan hak kepemilikan yang bersifat temporal (dalam jangka waktu tertentu) karena izin pemanfaatan yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu, dijelaskan pula bahwa rezim sumber daya alam yang lainnya meliputi sumber daya akses terbuka, rezim negara, dan rezim komunal.

Aturan Hak Kepemilikan Sumber Daya Alam

Salah satu hal yang mempengaruhi hak kepemilikan adalah adanya aturan hak kepemilikan (Hanna dan Munasinghe 1995). Aturan pengelolaan sumber daya alam menunjukkan bahwa pada kenyataannya hakikat hak tenurial dapat dipandang secara de jure dan de facto. Hak menurut undang-undang atau de jure berkenaan dengan seperangkat aturan yang dibuat dan dilindungi oleh negara (misalnya, bukti kepemilikan yang terdaftar, kontrak konsesi, peraturan perundang-undangan tentang kehutanan). Hak de facto merupakan pola interaksi yang ditetapkan di luar lingkup hukum formal. Hak dalam kenyataannya jauh lebih rumit dari yang ditetapkan pada hukum secara de jure. Seperangkat hak mungkin mencakup gabungan hak yang didefinisikan oleh hukum perundang-undangan (de jure) dan hak dengan definisi setempat (Larson 2013).

(21)

9 Sistem Hak Kepemilikan Sumber Daya Alam

Sistem hak kepemilikan sumber daya seringkali diartikan sebagai mekanisme sosial yang memberikan wewenang, serta mengikat individu dalam suatu masyarakat atas kepemilikan wewenangnya. Sistem hak kepemilikan sumber daya dan pola pengelolaan sumber daya juga dapat dipandang sebagai suatu kesatuan dari struktur hak dan kewajiban. Kesatuan struktur hak dan kewajiban ini dikenal lebih jauh dengan konsep hak kepemilikan atau property right (Bromley 1991 dikutip Priyatna 2013). Hanna dan Munasinghe (1995) menyebutkan “humans interact with their environment through systems of property right that are

embedded in social, political, cultural, and economic context”. Hal ini menunjukkan bahwa hak kepemilikan merupakan hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan yang berkaitan dalam suatu sistem politik, budaya, dan sosial ekonomi. Selanjutnya Hanna dan Munasinghe (1995) juga menjelaskan bahwa pemahaman mengenai rezim hak kepemilikan merupakan hal yang penting dalam mengimplementasikan perlindungan lingkungan.

Ostrom (1994) menjelaskan bahwa karakteristik sumber daya alam erat dengan dua atribut penting yaitu exclusion dan subtractability. Atribut exclusion merupakan kemampuan suatu pihak dalam membatasi pihak lain yang ingin memanfaatkan sumber daya alam, sedangkan subtractability merupakan tersedianya kesempatan bagi pihak lain yang ingin memanfaatkan sumber daya alam. Kombinasi tinggi-rendahnya derajat kedua atribut tersebut memunculkan klasifikasi sumber daya (Gambar 1).

Subtractability

Rendah Tinggi

Exclusion

Sulit Public Goods Common Pool Resource

Mudah Toll Goods Private Goods

Sumber: Ostrom (1994)

Gambar 1 Klasifikasi umum sumber daya

Berdasarkan klasifikasi tipe sumber daya menurut Ostrom (1994), disimpulkan bahwa tipe sumber daya alam dibedakan menjadi empat, meliputi:

1) Private Goods (Barang Pribadi), ditandai dengan kemudahan mengeksklusi yang bersifat relatif.

2) Public Goods (Barang Publik), merupakan kebalikan dari Private Goods berdasarkan atribut exclusion dan subtractability. Barang publik memiliki derajat kesulitan pada atribut exclusion, sehingga sulit membatasi pihak lain. 3) Toll Goods (disebut juga sebagai Club Goods—barang kelompok) sebagai

barang yang dapat dibagi dengan barang pribadi dan relatif mudah berdasarkan atribut exclusion.

(22)

10

Menurut Dharmawan (2003), tipe sumber daya erat kaitannya dengan hak pemilikan atau status penguasaan sumber daya (property rights). Bromley (1991) dikutip Priyatna (2013) menyebutkan bahwa unsur-unsur atau komponen-komponen property right dalam pengelolaan sumber daya meliputi: (1) klaim kepemilikan; (2) batas wilayah pengelolaan dan pemanfaatan; (3) pemegang wewenang dan pendistribusian hak pengelolaan dan pemanfaatan; dan (4) aturan pengelolaan dan pemanfaatan (rules of the game). Kunci utama dari hak kepemilikan sumber daya didasarkan pada bundle of rights (sekumpulan hak dan kewajiban). Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009a) mengklasifikasikan hak kepemilikan berdasarkan konsep bundle of rights meliputi:

1) Hak akses (Access right): hak untuk masuk ke wilayah sumber daya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non-ekstraktif. 2) Hak pemanfaatan (Withdrawl right): hak untuk memanfaatkan sumber daya

atau hak untuk berproduksi.

3) Hak pengelolaan (Management right): hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya.

4) Hak eksklusi (Exclussion right): hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses tersebut dialihkan ke pihak lain. 5) Hak pengalihan (Alienation right): hak untuk menjual atau menyewakan

sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut di atas.

Kombinasi hak kepemilikan tersebut menunjukkan status kepemilikan sumber daya alam (Ostrom dan Schlager 1996 dikutip Satria 2009a). Adapun status yang melekat berdasarkan tipe hak kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks status kepemilikan sumber daya alam

Tipe hak Owner Proprietor Claimant Authorized

user

Authorized entrant

Akses X X X X X

Pemanfaatan X X X X

Pengelolaan X X X

Eksklusi X X

Pengalihan X

Sumber: Ostrom dan Schlager (1996) dikutip Satria (2009a)

(23)

11 Tabel 4 Matriks kasus-kasus hak dan status kepemilikan sumber daya dalam

kegiatan budi daya perairan berdasarkan hak agunan (hanya memiliki hak pemanfaatan). memanfaatkan melalui SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan) dan disertai dengan rekomendasi Teknik berupa SPPAP (Surat Perjanjian Pemanfaatan Area Perairan) dengan masa berlaku satu tahun. 3. Budi daya mutiara

Hak pemilikan diberikan secara formal kepada perusahaan oleh Pemerintah

Pembudidaya rumput laut dapat diakui penguasaannya dengan syarat menetapkan batas lahan dan mempunyai SIUP, namun bukan sebagai bentuk pemilikan. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa lahan budi daya rumput laut dapat digunakan sebagai mahar dan diberikan pada pihak lain.

Persepsi Penetapan Zonasi Taman Nasional

Menurut Saptorini (1989) dikutip Mardijono (2008), persepsi adalah suatu proses mental yang rumit dan melibatkan berbagai kegiatan untuk menggolongkan stimulus yang masuk sehingga menghasilkan tanggapan untuk memahami stimulus tersebut. Persepsi masyarakat mampu menunjukkan keberhasilan pengelolaan taman nasional (Wahyuni dan Mamonto 2012). Taman nasional dikelola berdasarkan sistem zonasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 28/2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Taman nasional merupakan salah satu bentuk pelaksanaan konservasi, sehingga persepsi terhadap zonasi taman nasional juga sejalan dengan persepsi terhadap wilayah konservasi. Terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan persepsi terhadap konservasi. Mardijono (2008) menjelaskan bahwa persepsi terhadap konservasi berhubungan dengan pengetahuan lokasi zonasi, aturan yang berlaku, dan sanksi pelanggaran.

Kepatuhan

(24)

12

al. (2011) juga menjelaskan bahwa kurangnya sumber daya (dana dan transportasi) untuk mengelola dan menegakkan peraturan-peraturan pemerintah menjadi masalah. Agar pengelolaan wilayah konservasi mampu berjalan dengan baik maka harus melibatkan berbagai pihak yang terkait. Pelibatan masyarakat lokal dalam penyusunan aturan mampu mendorong tingkat kepatuhan terhadap aturan. Masyarakat didorong untuk melakukan pemantauan dan pengontrolan terhadap aktivtas pemanfaatan sumber daya kelautan.

Aturan yang dibuat merupakan salah satu bentuk sarana pengendalian. Etzioni (1982) dikutip Kolopaking (2003) membedakan tiga kategori sarana pengendalian atau disebut juga sebagai basis otoritas organisasi, yaitu:

1) sistem pengendalian yang menerapkan sarana fisik yang memaksa (seperti penggunaan senjata, penjara), disebut coersive-authority/wewenang mutlak; 2) sistem pengendalian yang menerapkan ganjaran material (seperti ganjaran

uang atau barang lain), disebut utilitarian authority/wewenang utiliter yang mengutamakan pertimbangan untung dan rugi; dan

3) sistem pengendalian yang menerapkan simbol-simbol atau ganjaran nilai (seperti prestise, tanda jasa atau tanda penghargaan), disebut normative authority yang menggunakan kekuatan sosial.

Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam suatu organisasi menerapkan lebih dari satu sistem pengendalian (Kolopaking 2003). Menurut Etzioni (1982) dikutip Kolopaking (2003), sarana pengendalian yang mampu menumbuhkan tanggung-jawab berturut-turut adalah sarana pengendalian simbolik, utilitarian dan koersif. Tanggapan atas adanya sarana pengendalian tersebut menimbulkan ciri kepatuhan atau bentuk partisipasi, yaitu:

1) partisipasi dengan ciri kepatuhan alienatif (alienative atau keterlibatan terpaksa);

2) partisipasi dengan ciri kepatuhan kalkulatif (calculative atau pertimbangan dengan balas jasa setimpal dengan tawaran kegiatan yang disediakan oleh organisasi); dan

3) partisipasi dengan ciri kepatuhan moral (keterlibatan dengan dasar mengemban dan menghargai atau rela membantu organisasi).

Ciri kepatuhan yang ideal dari sarana pengendalian tersebut umumnya menggambarkan bahwa sistem pengendalian koersif diikuti oleh ciri kepatuhan alienatif, sistem pengendalian utilitarian diikuti oleh ciri kepatuhan kalkulatif, dan sistem pengendalian normatif diikuti oleh ciri kepatuhan moral. Efek dari sarana pengendalian terhadap ciri kepatuhan anggota organisasi sangat bergantung dari latar belakang sosial budaya masyarakat (Kolopaking 2003).

Legitimasi

(25)

13 dapat dilihat dari kesan yang diciptakan oleh seseorang (dilihat dari perspektif masyarakat).

Jentoft (2000) membedakan legitimasi menjadi dua macam, yaitu legitimasi internal dan eksternal. Masyarakat yang terlibat langsung dalam pembuatan keputusan (internal) mampu meningkatkan legitimasi, sedangkan yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan (eksternal) mungkin akan memandang sebagai suatu kesalahan. Adanya perbedaan pandangan dari masyarakat dan pemerintah menunjukkan terjadinya krisis legitimasi. Masyarakat menganggap pentingnya pengelolaan didasarkan pada rasionalitas dan kepentingan dalam konteks lokal, sedangkan pemerintah menganggap pengelolaan didasarkan pada rasionalitas dan efisiensi dari perspektif global. Menurut Jentoft (1989) dikutip Satria et al. (2006b), krisis legitimasi dapat dianalisis berdasarkan empat indikator meliputi:

1) Content of regulation (Isi aturan) 2) Distribution effect (Distribusi dampak) 3) Making the regulation (Pembuatan aturan)

4) Implementation of regulation (Pelaksanaan aturan)

Pengelolaan TNKJ saat ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kolaboratif (co-management) (Purwanti et al. 2008). Jentoft et al. (1998) mendefinisikan prinsip kolaboratif (co-management) sebagai “the collaborative and participatory process of regulatory decision-making among representatives of user-groups, government agencies and research institutions”. Jentoft et al. (1998) juga menjelaskan apabila merujuk pada pilar institusi secara normatif, maka co-management diharapkan mampu meningkatkan legitimasi dan kepatuhan karena masyarakat cenderung mendukung skema pengelolaan sumber daya alam. Keterlibatan masyarakat mampu meningkatkan kepatuhan karena mereka lebih tahu, berkomitmen, dan mendukung aturan. Hal ini diungkapkan oleh Hall (1972) dikutip Jentoft et al. (1998), “compliance is also enhanced because users are likely to become more knowledgeable of, committed to, and supportive of regulations if they have had a say in the process”.

Pengelolaan secara co-management salah satunya dapat dilihat dari penyusunan zonasi TNKJ yang menghasilkan aturan pengelolaan. Zonasi yang ditetapkan saat ini merupakan hasil revisi dari penetapan sebelumnya dikarenakan berbagai masalah yang dihadapi. Adapun perubahan zonasi disusun melalui beberapa tahapan meliputi persiapan, pengumpulan dan analisa data, penyusunan draft rancangan revisi zonasi, konsultasi publik, dan pengiriman dokumen (BTNKJ 2012). Masyarakat dilibatkan dalam proses konsultasi publik yang dibagi menjadi tingkat kecamatan dan tingkat desa. Jentoft (2000) berpendapat bahwa legitimasi aturan mendukung kepatuhan, bahwa nelayan akan mematuhi aturan dan peraturan jika mereka menganggap sah atas sistem pengelolaan.

Konflik

(26)

14

mendefinisikan konflik secara luas, yaitu hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Ketidakseimbangan hubungan yang dapat menyebabkan timbulnya konflik, salah satunya adalah akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya dan ketidakseimbangan kekuasaan.

Studi mengenai konflik wilayah pesisir dan laut masih banyak pada sektor perikanan (kenelayanan). Secara khusus, Satria (2009b) mengidentifikasikan konflik kenelayanan berdasarkan penyebabnya menjadi 7 (tujuh) tipologi konflik. Tipologi konflik yang relevan dengan penelitian ini meliputi:

1. Konflik kepemilikan sumber daya, adalah konflik yang terjadi sebagai akibat dari isu kepemilikan sumber daya, dimana kepemilikan laut serta ikan tidak dapat terdefinisi secara jelas milik siapa.

2. Konflik pengelolaan sumber daya, adalah konflik yang terjadi akibat pelanggaran aturan pengelolaan serta adanya isu-isu tentang siapa yang berhak mengelola sumber daya perikanan atau sumber daya laut.

Konflik juga dipandang sebagai suatu proses dan dapat diidentifikasi melalui tahapan-tahapan tertentu sebagaimana yang dijelaskan oleh Limbong (2012) meliputi:

1. Konflik yang bersifat laten. Konflik ini tidak terjadi seketika, tetapi potensi untuk memunculkan konflik dalam organisasi tetap ada, yaitu bersifat laten, oleh karena operasi organisasi itu sendiri.

2. Konflik yang dipersepsikan. Tahap ini terjadi ketika suatu kelompok atau subunit menganggap atau mempunyai persepsi bahwa tujuannya mulai dihalangi oleh tindakan dari kelompok lain.

3. Konflik yang dirasakan. Pada tahap ini, subunit atau kelompok yang sedang mengalami konflik dengan cepat mengembangkan tanggapan emosional ke arah satu sama lainnya.

4. Konflik yang dimanifestasikan. Tahap ini terjadi jika suatu subunit kembali mencoba untuk menghalangi tujuan dari subunit lainnya. Wujud konflik ini dapat bermacam-macam dengan bentuk yang paling sering terjadi adalah agresi. 5. Ekor konflik. Tahap ini menunjukkan cara masing-masing kelompok bereaksi

terhadap konflik yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.

(27)

15 Tabel 5 Kasus-kasus potensi konflik dan konflik wilayah perairan dalam

aktivitas budi daya

No. Kasus Tipologi Konflik Deskripsi

1. Potensi konflik antara pemerintah dengan aturan formal, sedangkan aturan lokal yang mengklaim penguasaan sumber daya alam secara bersama tidak diakui oleh pemerintah.

Nelayan masuk ke dalam wilayah perairan yang terdapat bagan kerang hijau. Hal ini disebabkan tidak adanya kejelasan hak antara nelayan dengan pembudidaya kerang hijau.

Secara legal, lahan dikuasai oleh Departemen Kehutanan berdasarkan penunjukan dan pengukuhan yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan Agraria melalui SK Mentan No. 92/UM/54 Tahun 1057. Faktanya, kurang lebih 97% lahan kehutanan yang berupa mangrove sudah terkonversi menjadi lahan tambak. Bukti kepemilikan berupa girik dan sertifikat oleh waga yang diterbitkan oleh pemerintah desa dan pemerintah kabupaten dianggap tidak sah.

Kerangka Pemikiran

Budi daya rumput yang dikembangkan di wilayah TNKJ hanya diperbolehkan pada Zona Budidaya Bahari. Wewenang pengelolaan TNKJ berada di tangan pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ). Pemerintah berkuasa atas pengelolaan TNKJ, namun dalam kenyataannya berkembang pula hak kepemilikan yang jauh lebih rumit dari penetapan hukum secara de jure (Larson 2013). Hak kepemilikan dikategorikan menjadi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawl right), hak pengelolaan (management right), hak eksklusi (exclussion right), dan hak pengalihan (alienation right) (Ostrom dan Schlager 1990 dikutip Satria 2009a). Hak-hak kolektif yang teridentifikasi dapat menunjukkan status pembudidaya rumput laut meliputi authorized entrant, authorized user, claimant, proprietor, dan owner (Ostrom dan Schlager 1996 dikutip Satria (2009a).

(28)

16

(29)

17 Keterangan:

: Memengaruhi : Menimbulkan : Berhubungan : Pengujian

secara statistik Tipe hak kepemilikan budi

daya rumput laut

 Hak akses (Access right)  Hak pemanfaatan

(Withdrawl right)  Hak pengelolaan

(Management right)  Hak eksklusi (Exclusion

right)

 Hak pengalihan (Alienation right)

Status Pembudidaya Rumput Laut

Authorized entrant Authorized user Claimant Proprietor Owner

Persepsi Penetapan Zona Budidaya Bahari di TNKJ

 Aturan yang berlaku  Sanksi pelanggaran Penetapan Zonasi TNKJ

(Zona Budidaya Bahari)

Tingkat Kepatuhan Aturan Zona Budidaya Bahari

Legitimasi

1) Content of regulation 2) Distribution effect 3) Making the regulation 4) Implementation of regulation

Ciri Kepatuhan (Bentuk Partisipasi)

 Alienatif  Kalkulatif  Moral

(30)

18

18 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini meliputi:

1) Hipotesis pengarah:

a. Diduga, hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut memengaruhi persepsi terhadap penetapan Zona Budidaya Bahari.

b. Diduga, legitimasi aturan memengaruhi tingkat kepatuhan aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari.

c. Diduga, kepatuhan aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari berhubungan dengan ciri kepatuhan tertentu.

2) Hipotesis uji:

Diduga, persepsi penetapan Zona Budidaya Bahari di TNKJ berhubungan dengan tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan zonasi.

Definisi Konseptual

1) Hak Kepemilikan adalah bentuk mekanisme sosial yang memberikan wewenang kepemilikan kepada individu disertai kewajiban atas kepemilikan sumber daya alam. Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009a), hak kepemilikan dibagi menjadi lima macam meliputi:

a. Hak akses (Access right) adalah hak untuk masuk ke wilayah sumber daya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non-ekstraktif.

b. Hak pemanfaatan (Withdrawl right) adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya atau hak untuk berproduksi.

c. Hak pengelolaan (Management right) adalah hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya.

d. Hak eksklusi (Exclussion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses tersebut dialihkan ke pihak lain.

e. Hak pengalihan (Alienation right) adalah hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut di atas. 2) Status adalah tempat atau posisi individu dalam suatu masyarakat berkaitan

dengan hak kepemilikan yang dimiliki. Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009a), status dibagi menjadi lima macam meliputi:

a. Authorized entrant adalah pembudidaya rumput laut yang hanya memiliki hak akses.

b. Authorized user adalah pembudidaya rumput laut yang memiliki hak akses dan hak pemanfaatan.

c. Claimant adalah pembudidaya rumput laut yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, dan hak pengelolaan.

d. Proprietor adalah pembudidaya rumput laut yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak eksklusi

(31)

19 3) Ciri kepatuhan atau bentuk partisipasi adalah motif atau latar belakang tindakan kepatuhan aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari. Ciri kepatuhan dianalisis secara deskriptif menurut hasil kepatuhan responden terhadap aturan perlindungan biota yang termasuk dalam kategori “Patuh”. Ciri kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ciri kepatuhan alienatif, kalkulatif, dan moral.

a. Ciri kepatuhan alienatif adalah ciri kepatuhan yang ditunjukkan oleh adanya keterlibatan yang terpaksa (Etzioni 1982 dikutip Kolopaking 2003). b. Ciri kepatuhan kalkulatif adalah ciri kepatuhan yang ditunjukkan oleh

adanya keterlibatan dengan balas jasa setimpal apabila mengikuti aturan yang berlaku (Etzioni 1982 dikutip Kolopaking 2003).

c. Ciri kepatuhan moral adalah ciri kepatuhan yang ditunjukkan oleh adanya keterlibatan dengan dasar mengemban dan menghargai atau rela membantu (Etzioni 1982 dikutip Kolopaking 2003).

4) Legitimasi adalah pengakuan yang diberikan pembudidaya rumput laut terhadap aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari bersumber dari kesan yang diciptakan.

Definisi Operasional

1) Persepsi penetapan zonasi adalah penilaian responden mengenai penetapan Zona Budidaya Bahari di TNKJ. Variabel persepsi penetapan zonasi diukur melalui aturan perlindungan biota dan sanksi pelanggaran.

a. Aturan perlindungan biota adalah penilaian responden mengenai adanya larangan mengambil, mengganggu, dan memindahkan biota baik yang baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya, dibedakan persepsi mengenai aturan perlindungan karang dan aturan perlindungan penyu. Data diperoleh dari kuesioner menggunakan tingkat ukuran ordinal yang mengurutkan tingkatan atau gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif dan menggunakan skala likert dengan skor Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Setuju (3), dan Sangat Setuju (4).

i) Aturan perlindungan karang adalah penilaian responden mengenai adanya larangan mengambil, mengganggu, dan memindahkan karang baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya.

- Rendah (skor 1) : total skor jawaban antara 3-6 - Sedang (skor 2) : total skor jawaban antara 7-9 - Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 10-12

ii) Aturan perlindungan karang adalah penilaian responden mengenai adanya larangan mengambil, mengganggu, dan memindahkan karang baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya.

- Rendah (skor 1) : total skor jawaban antara 3-6 - Sedang (skor 2) : total skor jawaban antara 7-9 - Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 10-12

Persepsi aturan perlindungan biota diukur secara akumulatif berdasarkan total skor jawaban sub variabel persepsi aturan perlindungan karang dan penyu, sehingga diperoleh rentang:

(32)

20

iii) Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 19-24

b. Sanksi pelanggaran adalah penilaian responden mengenai adanya hukuman yang dikenakan bagi pihak yang melanggar aturan perlindungan biota, dibedakan mengenai aturan perlindungan karang dan penyu. Data diperoleh dari kuesioner menggunakan tingkat ukuran ordinal yang mengurutkan tingkatan atau gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif dan menggunakan skala likert dengan skor Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Setuju (3), dan Sangat Setuju (4).

i) Sanksi pelanggaran perlindungan karang adalah penilaian responden mengenai adanya hukuman yang dikenakan bagi pihak yang melanggar aturan perlindungan karang.

- Rendah (skor 1) : total skor jawaban antara 2-4 - Sedang (skor 2) : total skor jawaban antara 5-6 - Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 7-8

ii) Sanksi pelanggaran perlindungan karang adalah penilaian responden mengenai adanya hukuman yang dikenakan bagi pihak yang melanggar aturan perlindungan karang.

- Rendah (skor 1) : total skor jawaban antara 2-4 - Sedang (skor 2) : total skor jawaban antara 5-6 - Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 7-8

Persepsi sanksi pelanggaran aturan perlindungan biota diukur secara akumulatif berdasarkan total skor jawaban sub variabel persepsi sanksi perlindungan karang dan penyu, sehingga diperoleh rentang:

i) Rendah (skor 1) : total skor jawaban antara 4-8 ii) Sedang (skor 2) : total skor jawaban antara 9-12 iii) Tinggi (skor 3) : total skor jawaban antara 4-8

Persepsi Zona Budidaya Bahari diukur secara akumulatif berdasarkan total skor rentang (hasil standarisasi) masing-masing variabel persepsi aturan perlindungan biota dan sanksi pelanggaran perlindungan biota, sehingga diperoleh rentang:

a. Rendah (skor 1) : total skor rentang antara 2-3 b. Sedang (skor 2) : total skor rentang antara 4-5 c. Tinggi : total skor rentang adalah 6

2) Kepatuhan adalah perilaku tunduk dan melaksanakan aturan perlindungan biota yang dibagi menjadi beberapa tingkatan meliputi mematuhi aturan, mengawasi aturan, mensosialisasikan aturan.

a. Mematuhi aturan adalah perilaku melaksanakan aturan perlindungan biota, dibedakan mengenai aturan perlindungan karang dan penyu. Data diperoleh dari kuesioner menggunakan tingkat ukuran ordinal dengan skor Ya (2) dan Tidak (1).

i) Mematuhi aturan perlindungan karang adalah perilaku melaksanakan aturan perlindungan karang

- Tidak patuh (skor 1) : total skor jawaban antara 3-4 - Patuh (skor 2) : total skor jawaban antara 5-6

ii) Mematuhi aturan perlindungan penyu adalah perilaku melaksanakan aturan perlindungan penyu

(33)

21 Kepatuhan aturan perlindungan biota diukur secara akumulatif berdasarkan total skor jawaban sub variabel kepatuhan aturan perlindungan karang dan penyu, sehingga diperoleh rentang:

i) Tidak patuh (skor 1) : total skor jawaban antara 6-9 ii) Patuh (skor 2) : total skor jawaban antara 10-12

b. Mengawasi aturan adalah keterlibatan responden dalam melakukan pemantauan pelaksanaan aturan perlindungan biota. Data diperoleh dari kuesioner menggunakan tingkat ukuran ordinal dengan skor Ya (2) dan Tidak (1).

i) Tidak mengawasi (skor 1) : total skor jawaban antara 2-3 ii) Ikut mengawasi (skor 2) : total skor jawaban adalah 4

c. Mensosialisasikan aturan adalah perilaku responden yang mengajak pihak lain untuk mematuhi aturan perlindungan biota. Data diperoleh dari kuesioner menggunakan tingkat ukuran ordinal dengan skor Ya (2) dan Tidak (1).

(34)
(35)

23

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksplanatori dan deskriptif. Penelitian eksplanatori dilakukan dengan menjelaskan hubungan antarvariabel-variabel melalui pengujian hipotesa, sedangkan penelitian deskriptif dilakukan dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 1989). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menggali informasi secara emik mengenai sistem hak kepemilikan lahan budi daya rumput laut dan legitimasi aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari. Metode kuantitatif digunakan untuk mencari hubungan antaravariabel yang diuji, yaitu hubungan persepsi masyarakat mengenai penetapan Zona Budidaya Bahari dengan tingkat kepatuhan aturan pengelolaan Zona Budidaya Bahari, sedangkan ciri kepatuhan dianalisis secara deskriptif. Ciri kepatuhan diketahui berdasarkan hasil variabel tingkat kepatuhan yang menunjukkan kategori “Patuh”. Selain itu dianalisis pula motif ketidakpatuhan responden terhadap aturan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan meliputi:

1. Perairan Pulau Kemujan ditemukan paling banyak pembudidaya rumput laut dan lokasi yang paling sesuai bagi pengembangan budi daya rumput laut (Samad 2011).

2. Perairan Pulau Kemujan termasuk dalam Kepulauan Karimunjawa yang ditetapkan sebagai Zona Budidaya Bahari di TNKJ (BTNKJ 2012).

3. Luasan perairan Pulau Kemujan merupakan wilayah terluas yang ditetapkan sebagai Zona Budidaya Bahari di TNKJ yaitu seluas 432.421 ha (BTNKJ 2010b).

Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan April 2014. Selama kurun waktu tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data dengan tinggal bersama objek penelitian di lapangan.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

(36)

24

Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 40 orang.

Informan dalam penelitian ini meliputi pihak BTNKJ, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, aparat desa, tokoh masyarakat, dan pembudidaya rumput laut. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive dan bola salju (snowball sampling). Teknik purposive digunakan untuk menentukan informan dari pihak BTNKJ dan Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan teknik bola salju untuk masyarakat Desa Kemujan yang berkaitan dengan budi daya rumput laut. Teknik bola salju diawali dengan mengenali informan kunci terlebih dahulu kemudian meminta mereka untuk memperkenalkan informan lain yang dapat diwawancarai. Informan kunci dipilih secara sengaja (purposive) yaitu pihak-pihak yang dikenal memiliki pengaruh dalam masyarakat (Aulia dan Dharmawan 2010). Informan kunci yang pertama kali diwawancarai adalah pihak aparat desa.

Teknik Pengumpulan Data

Metode kualitatif dengan cara wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan studi literatur. Metode kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan instrumen kuesioner. Selain itu, keterangan di luar pertanyaan kuesioner yang dijelaskan oleh responden dapat mendukung data kuantitatif yang dituliskan dalam slip. Slipadalah potongan kertas yang disediakan khusus jika ada keterangan kualitatif tambahan yang diberikan oleh responden (Singarimbun dan Effendi 1989). Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dokumen-dokumen dari berbagai lembaga yang terkait dengan pengelolaan TNKJ meliputi Kantor Desa Kemujan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara, Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), dokumen kenegaraan (undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain), buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS 20 for Windows. Program Microsoft Excel digunakan untuk menyusun data sesuai masing-masing variabel dan memberikan kode skor pada masing-masing variabel. Program SPSS 20 for Windows digunakan untuk mengolah data hingga dihasilkan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji korelasi. Selanjutnya data dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi dari hasil tabulasi silang dan didukung dengan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara persepsi mengenai Zona Budidaya Bahari dengan tingkat kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

(37)
(38)
(39)

27

GAMBARAN UMUM DESA KEMUJAN

Kondisi Geografi dan Demografi

Secara administratif, Desa Kemujan termasuk dalam wilayah Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Karimunjawa berbentuk kepulauan yang terdiri atas 27 pulau. Dari 27 Pulau tersebut, hanya 4 pulau yang dihuni oleh penduduk yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk. Masing-masing pulau secara administratif dijadikan sebagai satu wilayah desa.Desa Kemujan terbagi menjadi 4 dusun, 5 Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Keempat dusun tersebut adalah Dusun Kemujan, Dusun Telaga, Dusun Batu Lawang, dan Dusun Mrican. Batas wilayah Desa Kemujan antara lain: 1) sebelah utara berbatasan dengan wilayah perairan; 2) sebelah timur berbatasan dengan wilayah perairan; 3) sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karimunjawa; 4) sebelah barat berbatasan dengan wilayah perairan (Lampiran 1).

Berdasarkan pengamatan penulis, Desa Kemujan termasuk dalam wilayah dataran rendah hingga bertemu dengan wilayah perairan. Pola pemanfaatan lahan darat oleh penduduk di Desa kemujan meliputi wilayah pemukiman, kebun, dan fasilitas umum. Wilayah pemukiman masyarakat masih terbilang tidak padat penduduk. Pola pemukiman umumnya mengelompok dalam satu keluarga besar dan suku tertentu. Tanah-tanah milik warga umumnya dimanfaatkan sebagai kebun yang ditanami pohon, sayur, atau buah-buahan untuk dikonsumsi sendiri. Fasilitas umum yang berada di Desa Kemujan antara lain tempat ibadah, lapangan, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan Bandar Udara Dewadaru. Selain itu, desa Kemujan juga langsung berbatasan dengan wilayah perairan. Wilayah perairan Pulau Kemujan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian dan sarana rekreasi.

(40)

28

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Penduduk Desa Kemujan dari aspek sosial dapat dilihat dari sisi agama yang dianut, ragam suku budaya, dan pola interaksi antarstakeholder yang berkepentigan dalam pengelolaan Desa Kemujan. Mayoritas penduduk beragama Islam dengan jumlah sebanyak 2 950 orang dan Protestan sebanyak 17 orang. Sementara itu, penduduk yang bermukim di Desa Kemujan berasal dari berbagai suku meliputi suku Jawa, Bugis, dan Madura. Penduduk mampu hidup berdampingan dalam keragaman suku tersebut. Saat ini, umumnya penduduk Desa Kemujan merupakan masyarakat asli yang dilahirkan di Desa Kemujan, namun masih memiliki ikatan keturunan dari suku orangtua atau pendahulunya. Bahasa sehari-hari yang sering digunakan oleh masyarakat sesuai dengan asal suku masing-masing.

Sehubungan dengan adanya potensi sumber daya alam, khususnya sumber daya perairan yang dimiliki oleh Desa Kemujan, terdapat berbagai stakeholder lainnya yang turut berpengaruh sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, stakeholder dapat dibedakan menjadi stakeholder internal dan eksternal. Stakeholder internal adalah masyarakat asli Desa Kemujan yang berkepentingan terhadap potensi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan stakeholder eksternal adalah pihak luar yang berkepentingan baik dalam pengelolaan sumber daya alam maupun kepentingan pemanfaatan sumber daya alam.

Tabel 6 Matriks stakeholder dan kepentingannya pada pengelolaan wilayah perairan Pulau Kemujan

Stakeholder Kepentingan

Nelayan Menangkap ikan di perairan Pulau Kemujan

Pembudidaya rumput laut Membudidayakan rumput laut di wilayah perairan Pulau Kemujan

Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ)

Melaksanakan kebijakan konservasi di perairan Pulau Kemujan

Dinas Kelautan dan Perikanan Meningkatkan produktivitas potensi perairan Pulau Kemujan

Pengusaha pariwisata Investasi dan melakukan usaha pariwisata di perairan Pulau Kemujan

Tabel 6 menunjukkan bahwa masing-masing stakeholder memiliki kepentingan berbeda. Relasi yang terbentuk di antara stakeholder tersebut juga berbeda. Pembudidaya rumput laut relatif memiliki hubungan baik dengan nelayan, sedangkan pembudidaya rumput laut memiliki respon masing-masing (pro dan kontra) atas kehadiran BTNKJ yang membawa misi konservasi. Pembudidaya rumput laut juga relatif memiliki hubungan baik dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Jepara atas adanya bantuan sarana produksi rumput laut, sedangkan dengan pengusaha pariwisata tidak terlalu banyak terjadi kontak.

(41)

29 Kemujan yang yang berada dalam lingkup Kepulauan Karimunjawa. Penduduk Desa Kemujan masih banyak menggantungkan hidupnya pada potensi alam baik di wilayah daratan maupun perairan. Hal ini dikarenakan jarak wilayah Kepulauan Karimunjawa terbilang cukup jauh dari pusat-pusat industri.

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Kemujan menurut mata pencaharian

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Petani pemilik sawah 407 18.33

Petani penggarap tanah 51 2.29

Nelayan 475 21.39

Pengusaha 12 0.55

Pengrajin/Industri Kecil 55 2.48

Buruh bangunan 153 6.89

Pedagang 22 0.99

Pengangkutan 34 1.53

PNS/TNI 36 1.62

Pensiunan 3 0.13

Peternak sapi 105 4.73

Peternak kambing 159 7.16

Peternak ayam 675 30.42

Peternak itik 33 1.49

Jumlah 2220 100

Sumber: Profil Desa Kemujan 2011 (diolah)

Mata pencaharian penduduk Desa Kemujan masih mengandalkan cara-cara tradisional pada ketiga mata pencaharian yang mayoritas dilakukan tersebut. Ternak yang dikembangkan penduduk umumnya hanya dibiarkan mencari makan sendiri di kebun milik penduduk dan sekitarnya. Aktivitas penangkapan ikan juga lebih banyak didominasi alat tangkap tradisional seperti bubu, pancing, dan jaring. Aktivitas pertanian berupa padi sawah dan buah-buahan yang ditanam di kebun milik penduduk. Hasil panen umumnya dikonsumsi sendiri, sedangkan bahan pangan pokok lainnya banyak diimpor dari wilayah Kabupaten Jepara menggunakan alat transportasi laut. Sementara itu, salah satu mata pencaharian yang cukup menjanjikan di Desa Kemujan adalah budi daya rumput laut.

Ikhtisar

Gambar

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Kemujan menurut mata pencaharian
Tabel 8 Perbandingan zona yang difungsikan sebagai kegiatan budi daya tahun 2005 dan 2012
Tabel 9 Matriks dasar hukum pemanfaatan zonasi Taman Nasional Karimunjawa
Tabel 10 Karakteristik usaha budi daya rumput laut di Desa Kemujan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran matematika dengan pendekatan PBL dan CTL efektif ditin- jau dari kemampuan komunikasi

DESKRIPSI UNIT : Unit ini berhubungan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengikuti prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan.. Unit ini berlaku untuk

Promosi Menurut Harini (2008:71) dalam jurnal Budi Wahyuono berjudul (Pengertian dan Tujuan Promosi) Promosi adalah salah satu bentuk komunikasi, yaitu suatu tahap khusus

Pengaruh kebudayaan Barat yang modern baru dirasakan betul oleh bangsa Indonesia ketika Belanda, atas saran Van Deventer, pada tahun 1899 menerapkan politik etis yang

Model pembelajaran terprogram merupakan proses umum untuk merancang materi pelajaran. Dimana peserta pelatihan belajar mandiri untuk mencapai tujuan dengan

Upaya yang dilakukan masyarakat Desa Mancon dalam melestarikan tumbuhan obat yaitu dengan cara ditanam pada polybag atau pot, dari 30 jenis tumbuhan obat yang ditanam

(minimal semua elemen data yang dihasilkan dari program sesuai dengan semua elemen data yang ada pada rancangan keluaran) dan File – file yang dipakai didalam program

Repetisi gramatikal yaitu pengulangan yang terjadi pada mantra kidung Jawa dengan menggunakan pola kalimat yang sama (pola sintaksis), sedangkan repetisi leksikal