• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan Sesudah Diimplan pada Domba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan Sesudah Diimplan pada Domba"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI

BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE

SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN PADA DOMBA

ROSALIA TIARA DHEWI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi

Biphasic

Calcium Phosphate

Sebelum dan Sesudah Diimplan pada Domba adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Rosalia Tiara Dhewi

(4)

ABSTRAK

ROSALIA TIARA DHEWI. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum

dan Setelah Diimplan pada Domba. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan SETIA UTAMI DEWI.

Biphasic Calcium Phosphate merupakan campuran senyawa apatit yang

terdiri atas HA dan β- TCP. BCP mempunyai sifat bioresorbable, biocompatible

dan bioaktif untuk regenerasi tulang dalam pembentukan dan perkembangan sel-sel disekitar jaringan. Sintesis BCP dilakukan dengan metode mekanik yaitu

dengan mencampurkan secara langsung 60% HA dan 40% β- TCP. BCP tersebut

diimplantasikan ke dalam tulang tibia domba sebelah kanan, sedangkan sebelah kiri sebagai kontrol. Domba yang digunakan berjumlah 9 ekor dan dibagi menjadi 3 kelompok. Setiap kelompok dipanen pada bulan ke- 1, 2, dan 3 pasca operasi. Hasil analisis XRD BCP sebelum diimplan menunjukan bahwa penambahan kitosan mengubah intensitas dan rasio BCP. BCP yang dihasilkan dan digunakan

pada penelitian ini adalah 75.92% HA dan 24.08% β- TCP. Karakterisasi FTIR dan SEM EDX setelah diimplan menunjukan bahwa sampel telah berinteraksi dengan ion tubuh. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya CO3, CH, NH pada karakterisasi FTIR, sedangkan pada karakterisasi SEM EDX dibuktikan dengan hadirnya unsur C dan memiliki rasio Ca/P tidak diantara 1.33 sampai 1.67. Jadi BCP tersebut dapat digunakan sebagai implan tulang karena mempunyai sifat

biocompatible dan bioaktif setelah diimplan pada domba selama 3 bulan. Uji

Vickers menunjukan bahwa tulang yang diimplan satu bulan memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi.

(5)

ABSTRACT

ROSALIA TIARA DHEWI. Characterization of Biphasic Calcium Phosphate

Before and After Implantation into Sheep’s . Supervised by KIAGUS DAHLAN

and SETIA UTAMI DEWI.

Biphasic Calcium Phosphate is a mixture of apatite substance that consists

of HA and β- TCP. Characteristic of BCP is bioresorbable, biocompatible and bioactive for bone regeneration in the forming and developing of cells around the tissue. Synthesis of BCP is made by mechanical method. BCP implanted into

sheep’s right tibia bone, while the left tibia bone used as control. Nine sheep in this research divided into three groups. Each group has characterized the implant on the first, second, and third month after the surgery. XRD analysis of BCP

before implantation shows that chitosan addition changes the BCP’s intensity and

ratio. The BCP that is used in this research is 75.92% HA and 24.08% β- TCP. FTIR and SEM-EDX characterization after implantation shows that the sample

has interacted with body. FTIR characterization presences CO3, CH, and NH

bending, while SEM EDX characterization presences the C unsure. Ca/P ratio showed that is not 1.33 to 1.67 on SEM-EDX characterization. In conclusion, that BCP can use as bone implant because it shows the biocompatible and bioactive characteristic after it implanted in sheep for three months. The Vickers Test shows that one month implanted bone has the most hardness one.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Fisika

KARAKTERISASI

BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE

SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN PADA DOMBA

ROSALIA TIARA DHEWI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan Sesudah

Diimplan pada Domba

Nama : Rosalia Tiara Dhewi

NIM : G74100067

Disetujui oleh

Dr. Kiagus Dahlan

Pembimbing I Setia Utami Dewi, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si Ketua Departemen Fisika

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul

“Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan Sesudah Diimplan pada

Domba”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana

di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan nasehat, motivasi, bimbingan,

kasih sayang, semangat dan doa yang tidak pernah berhenti kepada penulis

2. Adik (Ummi Markhamah) yang telah memberi semangat, kasih sayang,

dan canda tawa kepada penulis

3. Keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi,

dan doa kepada penulis

4. Bapak Dr. Ir. Kgs Dahlan dan Ibu Setia Utami Dewi, M.Si selaku

pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penulisan skripsi

5. Bapak Moh. Nur Indro selaku penguji yang telah memberikan saran dan

kritik

6. Ibu Dr. drh. Gunanti, MS, Bapak drh. Riki Siswandi, dan teman-teman

FKH 47 yang telah membantu mengoperasi dan merawat domba

7. Bapak Sulistyo Giat MT dan Bapak Maryo BATAN PUSPITEK Serpong

yang telah membantu pengujian vicker

8. Seluruh Dosen pengajar, Bapak Firman, Bapak Jun, dan seluruh staf

Departemen Fisika

9. Keluarga Besar KSR PMI Unit 1 IPB yang telah memberikan kasih

sayang, pengalaman dan semangat kepada penulis selama tinggal di bogor

10.Keluarga Besar Al Iffah yang telah memberikan kasih sayang, canda tawa,

semangat dan doa kepada penulis selama menempuh studi

11.Keluarga SERUM-G Pelangi Inspirasi yang telah memberikan semangat

dan doa kepada penulis

12.Kak Aisyah yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik

13.Dini Novialisa selaku patner penelitian dan teman-teman biofisika material

14.Sahabat Arini, Has, Denok, Khusnul, Rita, Peni, Una yang telah

memberikan semangat, doa, dan senantiasa mendampingi penulis

15.Teman-teman fisika 46, 47, 48, 49 untuk kebersamaannya

16.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu terimakasih atas

dukungannya

Keterbatasan manusia membuat penulis merasa perlu kritik dan saran dari rekan-rekan demi kemajuan penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi semuanya.

Bogor, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 5

Pembahasan 5

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rasio BCP 7

2 Parameter kisi BCP 7

3 Makroskopis BCP setelah diimplan 9

4 Kandungan unsur setelah diimplan 12

5 Perbandingan Ca/P BCP setelah diimplan 12

6 Nilai kekerasan tulang tibia domba 13

DAFTAR GAMBAR

1 Pola XRD HA 5

2 Pola XRD β- TCP 5

3 Pola XRD sampel BCP serbuk 6

4 Pola XRD sampel BCP pellet 6

5 Pola FTIR sampel BCP serbuk dan BCP pellet 8

6 (a) Makroskopis BCP setelah diimplan 1 bulan (b) 2 bulan (c) 3 bulan 9

7 Pola FTIR sampel BCP sebelum dan sesudah diimplan 10

8 (a) Morfologi BCP setelah diimplan 1 bulan (b) 2 bulan (c) 3 bulan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 17

2 Dokumentasi penelitian 18

3 JCPDS (Joint Comittee on Powder Diffraction Standards) 09-0432

untuk HA, JCPDS 09-0169 untuk β- TCP, dan JCPDS 44-0778 untuk

OCP 20

4 Komposisi BCP setelah diimplan 22

5 Perhitungan fasa XRD BCP 23

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai kasus penyakit seperti kanker tulang, penyakit periodontis,

trauma, patah tulang, dan lain-lain terus meningkat dewasa ini.1 Di Indonesia

memiliki jumlah kasus operasi bedah tulang yang cukup signifikan, kisaran

300-400 kasus operasi bedah tulang perbulan.2 Operasi implan tulang telah banyak

memanfaatkan material komersil atau biomaterial sintetik yang dapat mempercepat persembuhan tulang. Biomaterial sintetik yang ada di Indonesia

sekarang ini merupakan produksi impor dan harganya relatif mahal,1oleh karena

itu dibutuhkan biomaterial yang berasal dari alam yang lebih murah dan mudah diperoleh terutama untuk mengatasi kerusakan kecil. Biomaterial dapat berupa

senyawa kalsium fosfat yang terdiri dari β-tricalcium phosphate (β-TCP,

Ca3(PO4)2) dan hydroxyapatite (HA, Ca10(PO4)6(OH)2). Sumber senyawa kalsium

limbah cangkang telur ayam negeri dapat dijadikan alternatif untuk prekusor pembentukan senyawa apatit. Keunggulan cangkang telur ayam negeri yaitu

mudah diperoleh, mengandung CaCO3 sebagai starting material bersifat

biokompatibel. Kandungan dalam cangkang telur 90.9% kalsium karbonat, dan

sisanya adalah kalsium fosfat, bahan organik, magnesium karbonat.3

Biomaterial merupakan suatu material, baik bersifat alamiah maupun buatan, yang dapat berinteraksi dengan sistem tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki, memulihkan, dan menggantikan jaringan yang rusak atau sebagai

penghubung dengan lingkungan fisiologis tubuh.1 Biomaterial pengganti tulang

yang ideal harus memiliki sifat osteoinduktif, osteokonduktif, biokompatibel, bioaktif, stabil secara biomekanis, bebas dari agen penyakit, mengandung faktor

antigen minimal, biodegradabel dan bioresorbabel.4

Pada penelitian ini menggunakan biomaterial yang berupa Biphasic

Calcium Phosphate (BCP) yaitu campuran antara senyawa apatit yang terdiri dari

dua fasa yaitu HA dan β-TCP. Kedua fasa tersebut memiliki komposisi kimia

yang mirip, tetapi kemampuan penyerapan biologisnya berbeda.5 HA merupakan

komposit anorganik utama pada tulang. HA termasuk material keramik bioaktif dengan bioffinitas tinggi, bersifat biokompatibel serta memiliki kesamaan komposisi dan biologis dengan tulang. Sifat bioaktif hidroksiapatit sangat membantu untuk regenerasi tulang dalam pembentukan dan perkembangan sel-sel

disekitar HA juga dapat berperan sebagai matriks.7 Sedangkan β-TCP berpori

mampu terdegradasi secara biologis dengan laju yang lebih tinggi, bioresorbabel

dan bioaktif.5 β-TCP juga berperan sebagai penyedia ion Ca2+ dan PO43- yang

dapat mempercepat pertumbuhan tulang baru.7 Tingkat kelarutan TCP lebih tinggi

dibanding HA dapat digambarkan bahwa HA < β-TCP < α-TCP.8 Apabila kedua fasa tersebut digabungkan maka akan membentuk BCP yang sifatnya lebih baik dan saling melengkapi. Adapun kelebihan BCP yaitu bersifat mudah larut dan sedikit demi sedikit dapat larut dalam tubuh jaringan induk, tumbuh formasi

tulang baru dengan melepaskan ion calcium dan phosphate dalam medium

biologis. BCP juga dapat menyebabkan pertumbuhan sel, proliferasi sel dan

perkembangan sel.9 Sifat kelarutan BCP tergantung pada rasio β-TCP/HA.

(14)

2

yang ideal mengandung 60% HA dan 40% β-TCP.9 Menurut Rouvillain et al11

BCP yang mempunyai rasio 60% HA dan 40% β-TCP dapat mendukung

pertumbuhan implan tulang dengan jaringan induk sehingga terbentuk ikatan yang

baik. Menurut Darlina, BCP dapat terbentuk pada suhu 300 oC dengan

menggunakan metode hidrotermal. Rasio BCP yang diperoleh dari penelitian

tersebut yaitu 68% HA dan 32% β-TCP.9

Untuk menguji apakah BCP dapat diterima oleh tubuh maka diperlukan hewan uji, sebelum implan tulang tersebut digunakan manusia. Hewan uji yang cocok untuk implantasi tulang yaitu anjing, domba, kambing, babi atau kelinci. Tulang domba secara signifikan menunjukkan kepadatan yang lebih tinggi dan

kekuatan yang lebih besar dari manusia.10 Tetapi, perbandingan komposisi mineral

tulang manusia dan domba tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Beberapa penelitian tentang implantasi tulang menunjukkan bahwa tulang domba

dan manusia memiliki pola yang serupa dalam hal pertumbuhan tulang (bone

ingrowth).10 Selain itu, domba juga mudah dalam perawatan, pemeliharaan dan

penanganan. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah domba. Adanya implan tulang BCP diharapkankan dapat mempercepat persembuhan tulang.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Sintesis BCP dengan rasio 60% HA dan 40% β- TCP dari bahan cangkang

telur untuk implan tulang.

2. Mempelajari karakteristik BCP sebelum diimplan melalui analisis XRD

(X-Ray Diffraction)dan FTIR (Spektroskopi Fourier Transform Infrared).

3. Mempelajari karakteristik BCP setelah diimplan melalui analisis FTIR dan

SEM EDX (Scanning Electron Microscopy – Energy Dispersive X-Ray).

4. Mengetahui kekerasan tulang setelah diimplan menggunakan BCP.

Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah BCP dengan rasio 60% HA dan 40% β- TCP dapat digunakan

sebagai bahan material implan tulang?

2. Bagaimana karakteristik BCP setelah diimplan pada domba jika dianalisis

dengan FTIR dan SEM EDX?

3. Bagaimana kekerasan tulang domba setelah diimplan dengan BCP?

Hipotesis

BCP dengan rasio 60% HA dan 40% β- TCPsetelah diimplan pada domba

(15)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 – Januari 2014 di

Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika IPB, Kampus IPB Darmaga. Operasi domba dilakukan di Laboratorium Bedah dan Radiologi FKH IPB Darmaga. Karakterisasi XRD dan FTIR dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan IPB. Sedangkan karakterisasi SEM EDX dan uji Vickers dilakukan di BATAN.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 ekor domba,

cangkang telur, H3PO4, (NH4)2HPO4, aquabides, aquades, asam asetat, kitosan,

zylazine, antropin, ketamin, fluxin.entrofluxaxin.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buret, magnetic stirrer,

furnace, timbangan analitik, labu takar, elemayer, gelas piala, pipet tetes, hot

plate, vakum, kertas saring, aluminium foil, XRD, FTIR, SEM EDX, Vickers, alat bedah, dan suntikan.

Prosedur

Sintesis BCP

Sintesis BCP dilakukan secara mekanik yaitu mencampurkan secara

langsung HA dan β- TCP dengan rasio massa 60/40. Campuran tersebut distiring

selama 30 menit dengan kecepatan putar 300 rpm dan dikeringkan menggunakan

furnace pada suhu 110 oC dengan waktu tahan 5 jam. Sintesis ini diawali dengan

pembuatan HA dan β- TCP. Sintesis HA dilakukan denganmereaksikan antara Ca

dari cangkang telur sebanyak 2.8290 gram dengan (NH4)2HPO4 sebanyak 3.9628

gram dalam 100 ml aquades. Metode yang digunakan adalah presipitasi dalam

waktu 1.5 jam dan distiring selama 1 jam. Campuran tersebut kemudian diaging

dan disaring menggunakan vakum. Hasil penyaringan dikeringkan pada suhu 110

oC dan

disintering menggunakan furnace dengan suhu 900 oC selama 5 jam.

Sintesis β- TCP dilakukan dengan mereaksikan antara Ca dari cangkang telur

4.8096 gram dengan H3PO4 sebanyak 4.585 ml dalam 100 ml aquabides. Pada

penelitian ini menggunakan metode presipitasi dalam waktu 2 jam pada suhu 50

oC. Campuran tersebut kemudian disaring menggunakan vakum. Hasil

penyaringan disintering menggunakan furnace dengan suhu 1000 oC selama 7

jam.

Dalam penggunaannya secara in vivo BCP yang digunakan berbentuk

pellet. Pencetakan BCP dilakukan dengan mencampurkan BCP yang massanya

sebesar 6 gram hidroksiapatit dan 4 gram β- TCP, dengan larutan kitosan sebesar

0.2 gram dalam asam asetat 2 %. Asam asam asetat digunakan untuk melarutkan kitosan. Kitosan berbentuk padatan amorf dan dapat larut dalam asam organik

(16)

4

digunakan sebagai perekat atau memperkuat sampel BCP. Hasil pencampuran tersebut dicetak dengan ukuran 0.6 cm x 0.6 cm dan dikeringkan dalam inkubator.

Untuk mengetahui karakteristik struktur kristal yang dihasilkan dilakukan pengujian dengan XRD pada sampel. Alat XRD yang digunakan adalah XRD

GBC Emma. Sumber CuK ( λ = 1.54056 oA). Preparasi sampel dilakukan

dengan menyiapkan 2 gram sampel. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam

holder yang berukuran 2 x 2 cm2. Holder berisi sampel yang dikait pada

difraktometer. Pada komputer di set nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan

kecepatan analisis. Pengujian XRD ini dilakukan pada sudut 2Ө dari 10o sampai

80o.

Pengujian BCP secara In vivo

Proses ini dilakukan dengan mengoperasi domba. Domba yang digunakan

berumur 1 tahun. Sebelum operasi domba diberi obat bius menggunakan zylazine,

antropin, ketamine. Tulang tibia domba sebelah kanan dibor menggunakan bor

sesuai dengan ukuran implan. Kemudian memasukkan implan BCP rasio 60/40 ke dalam tulang tersebut. Tulang tibia sebelah kiri digunakan sebagai kontrol. Pengamatan domba dibagi 3 kelompok. Domba untuk pengamatan satu bulan terdiri atas 3 ekor yang dimasukkan implan BCP rasio 60/40, begitu pula dengan domba untuk pengamatan dua bulan dan tiga bulan. Selama pengamatan selalu melakukan pengecekan fisik dan pemberian antibiotik pada domba untuk menjaga kesehatan domba tersebut.

Pengujian gugus fungsi pada sampel dilakukan dengan FTIR. Alat FTIR yang digunakan adalah FTIR ABB MB 300. Preparasi sampel yaitu dengan cara mencampurkan sampel sebanyak 2 mg dengan 100 mg KBr. Kemudian dibuat

cetak dan diuji dengan jangkauan bilangan gelombang 400-4000 cm-1.

Untuk mengetahui morfologi dan komposisi unsur dilakukan pengujian dengan SEM EDX. Preparasi sampel dilakukan dengan cara meletakkan sampel pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Pengujian SEM dilakukan dengan tegangan 35 kV dan pebesaran antara 5.000-30.000 kali.

Pengujian sifat mekanik dilakukan dengan uji kekerasan tulang

menggunakan perangkat Microhardness Tester Model HV- 1000 untuk

mengetahui tingkat kekerasan permukaan sampel. Tulang yang diuji adalah tulang tibia sebelah kiri sebagai kontrol dan tulang tibia sebelah kanan yang terdapat implan BCP. Tulang tersebut dimolding dan diamplas, kemudian ditekan menggunakan identor yang terbuat dari intan berbentuk piramida. Beban yang digunakan sebesar 50 gram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sintesis BCP

Sintesis ini diawali dengan pembuatan HA dan β- TCP. Hasil sintesis HA

danβ- TCP berupa serbuk putih. HA yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak

(17)

5

β- TCP yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak satu kali ulangan

dengan massa sebesar 7.45 gram. Massa serbuk putih yang dihasilkan pada proses ini juga lebih kecil dari pada massa prekusor yaitu 9.39 gram. Pengurangan massa

tersebut dikarenakan berkurangnya uap air saat proses sintering.

Untuk menentukan fasa dilakukan dengan cara membandingkan

puncak-puncak tertinggi dengan data JCPDS (Joint Comittee on Powder Diffraction

Pola XRD yang dihasilkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa HA murni. Fasa HA mempunyai tiga puncak tertinggi yaitu

pada sudut 2Ө sebesar 31.78o, 32.24o dan 32.96o. Gambar 2 menunjukkan bahwa

sampel merupakan β- TCP murni. Fasa β- TCP mempunyai tiga puncak tertinggi

yaitu pada sudut 2Ө sebesar 27.84o, 31.08o dan 34.4o.

Sintesis BCP dilakukan dengan metode mekanik yaitu pencampuran secara

(18)

6

TCP dengan rasio massa 60/40. Massa BCP yang dihasilkan sebesar 10 gram.

Dalam penggunaannya secara in vivo BCP yang digunakan berbentuk pellet. Hasil

pencetakan BCP berupa padatan berbentuk silinder dengan ukuran 0.6 cm x 0.6 cm. Pada pencetakan BCP ditambahkan kitosan yang bertujuan sebagai perekat atau memperkuat sampel BCP. BCP tersebut berbentuk silinder bertujuan untuk mempermudah saat proses implantasi.

Untuk mengetahui fasa BCP serbuk dan BCP pellet dilakukan pengujian

dengan XRD. Hasil karakterisasi BCP dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3 Pola XRD sampel BCP serbuk

Pola XRD yang dihasilkan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa fasa yang

terbentuk adalah fasa BCP murni yang terdiri atas HA dan β- TCP. Fasa HA

mempunyai empat puncak tertinggi yaitu pada sudut 2Ө sebesar 25.92o, 31.8o,

31.88o dan 33 o. Fasa β- TCP mempunyai tiga puncak tertinggi yaitu pada sudut

2Ө sebesar 27.84o, 31.08o dan 34.42o.

Gambar 4 Pola XRD sampel BCP pellet

Pola XRD yang dihasilkan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa fasa yang

(19)

7

Sampel BCP setelah dikarakterisasi dengan XRD ternyata mempunyai

rasio 67.93% HA dan 32.07% β- TCP. Hal ini dikarenakan saat pengeringan pada

suhu 110 oC BCP melepaskan uap air sehingga mengakibatkan rasio BCP

berubah. Pada sampel BCP pellet penambahan kitosan tidak mengubah kemurnian fasa BCP, tetapi mengubah intensitas dan rasio BCP. Sampel BCP serbuk

berkurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan hasil FTIR yang menyebutkan bahwa senyawa kitosan dalam sampel BCP pellet tidak terdeteksi.

Perhitugan parameter kisi dapat dilakukan dengan metode Cohen. Hasil perhitungan parameter kisi dengan metode Cohen mempunyai nilai yang hampir sama dengan JCPDS. JCPDS HA mempunyai nilai a = 6,884 Å dan c = 9,418 Å.

JCPDS β-TCP a = 10,42 Å dan c = 37,38 Å. Nilai parameter kisi sampel BCP

serbuk menunjukkan bahwa sampel tersebut adalah BCP yang terdiri dari HA dan

β- TCP dengan tingkat akurasi nilai a dan c lebih dari 96%. Sedangkan sampel

Tabel 2 Parameter kisi BCP

Sampel

HA

a (Å) Akurasi (%) c (Å) Akurasi (%)

BCP serbuk 9.50 99.14 6.94 99.20

BCP pellet 9.50 99.11 6.94 99.11

Untuk mengetahui gugus fungsi dilakukan pengujian FTIR. Hasil karakterisasi FTIR BCP serbuk dan BCP pellet dapat dilihat pada Gambar 5.

(20)

8

Gambar 5 Pola FTIR sampel BCP serbuk dan BCP pellet

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa sampel BCP serbuk dan

BCP pellet mempunyai gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang

3572 cm-1, gugus PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1041 cm-1,

gugus PO4 asimetri bending pada bilangan gelombang 602 cm-1 dan 571 cm-1.

Gugus PO4 asimetri bending menunjukkan adanya apatit dalam sampel tersebut.

Adanya gugus OH menunjukkan masih terdapat H2O pada sampel tersebut.

Penambahan kitosan pada sampel BCP pellet tidak berpengaruh pada gugus fungsi

yang dihasilkan. Padahal kitosan pada penelitian ini dikeringkan pada suhu 50 oC,

dibawah titik lebur kitosan 80 oC15 sehingga masih terdapat sedikit kitosan. Jadi

dengan analisis FTIR kitosan tidak dapat terdeteksi dan hanya berfungsi sebagai perekat sampel.

Hasil Pengujian BCP secara In vivo

Pengujian BCP 60% HA dan 40% β-TCP dilakukan dengan menanamkan

BCP tersebut ke dalam tulang tibia domba yang berumur 1 tahun selama 1 sampai 3 bulan. Tulang tibia merupakan tulang panjang, bagian luar terbentuk dari tulang

padat.13 Hasil pengamatan selama 1 sampai 3 bulan material BCP 60% HA dan

40% β-TCP memiliki sifat biokompatibel terhadap domba. Hal ini dibuktikan

dengan domba tidak mengalami peradangan dan penyakit. Pengujian BCP 60%

HA dan 40% β-TCP secara in vivo selama 1 sampai 3 bulan juga tidak semua

terabsorbsi secara sempurna oleh tubuh domba dan masih tersisa sampel BCP

60% HA dan 40% β-TCP. Hal ini dikarenakan BCP terlalu keras dan kurangnya

waktu pengujian secara in vivo. Waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan tulang

yaitu 4 sampai 6 bulan. Umumnya, semakin tua maka semakin besar lamanya

waktu untuk penyembuhan tulang.14 Hasil pengujian in vivo dapat dilihat pada

Gambar 6, sedangkan pengujian secara makroskopis dapat dilihat pada Tabel 3.

(21)

9

Tabel 3 Makroskopis BCP setelah diimplan

Sampel Warna Kondisi

BCP setelah diimplan 1

bulan Putih masih terdapat sampel dan mudah diambil

BCP setelah diimplan 2

bulan Putih

sampel masuk ke sumsum, mulai mengeras dan sulit diambil

BCP setelah diimplan 3

bulan Putih sedikit sampel, mulai mengeras dan sulit diambil

(a) (b) (c)

Gambar 6 (a) Makroskopis BCP setelah diimplan 1 bulan (b) 2 bulan (c) 3 bulan

Gugus fungsi BCP setelah diimplan dapat dilihat dari karakterisasi FTIR.

Pola FTIR ketiga sampel setelah diimplan pada domba ditunjukkan pada Gambar

7. Sampel BCP setelah diimplan 1 bulan mempunyai gugus fungsi OH stretching

pada bilangan gelombang 3572 cm-1, 3410 cm-1 dan 3379 cm-1, gugus CH pada

bilangan gelombang 2932 cm-1 dan 2862 cm-1, gugus NH pada bilangan

gelombang 1659 cm-1, 1582 cm-1 dan 1551 cm-1, gugus CO

3 pada bilangan

gelombang1412 cm-1 dan menyebabkan sampel terdapat AKAB (Apatit Karbonat

tipe-B), gugus PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1041 cm-1, gugus

PO4 asimetri bending pada bilangan gelombang 602 cm-1 dan 563 cm-1, sedangkan

PO4 simetri bending pada bilangan gelombang 447 cm-1.

Sampel BCP setelah diimplan 2 bulan mempunyai gugus fungsi OH

stretching pada bilangan 3865 cm-1 dan 3742 cm-1, gugus CH pada bilangan

gelombang 2924 cm-1,2854 cm-1 dan 1458 cm-1, gugus NH pada bilangan

gelombang 1659 cm-1 dan 1543 cm-1, gugus CO3 pada bilangan gelombang 1420

cm-1 yang menyebabkan sampel terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus

PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1044 cm-1, gugus PO4 asimetri

bending pada bilangan gelombang 602 cm-1 dan 563 cm-1.

Sampel BCP setelah diimplan 3 bulan mempunyai gugus fungsi OH

stretching pada bilangan gelombang 3572 cm-1 dan 3371 cm-1, gugus CH pada

bilangan gelombang 2924 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus NH pada bilangan

gelombang 1659 cm-1 dan 1551 cm-1, gugus CO3 pada bilangan gelombang 1412

cm-1 dan menyebabkan sampel terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus

PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1041 cm-1, gugus PO4 asimetri

bending pada bilangan gelombang 602 cm-1 dan 563 cm-1. Jadi sampel BCP

(22)

10

Gambar 7 Pola FTIR sampel BCP sebelum dan sesudah diimplan

Analisis pola FTIR sebelum dan sesudah diimplan pada domba menunjukkan adanya perbedaan. Pada sampel BCP setelah diimplan muncul

gugus lain berupa CH, NH dan CO3. Semakin lama implan maka serapannya

semakin banyak. Gugus CH, NH dan CO3 dapat muncul karena sampel sudah

berinteraksi dengan ion tubuh disekitar tulang yang rusak. Interaksi tersebut berupa penyerapan unsur penyusun tubuh atau protein-protein tulang oleh sampel. Tulang tersusun atas sel- sel tulang, mineral, matriks, dan air. Penyusun utama tulang yaitu mineral tulang. Mineral tulang terdiri atas Ca, P dan protein yang

disebut kolagen.16 CH dan NH menunjukkan adanya protein dalam sampel. Unsur

penyusun protein yaitu C, H, O dan N.17 CH dan NH muncul karena kolagen

berinteraksi dengan sampel, dimana OH memiliki elektron negativitas lebih besar dibandingkan CH dan NH sehingga menyebabkan CH dan NH dari protein

kolagen berikatan dan terserap oleh sampel. CO3 menunjukkan adanya apatit tipe

B. Apatit tipe B muncul karena karbonat tubuh menggantikan posisi PO4.

Proses interaksi setelah sampel masuk ke dalam tubuh yaitu terjadi pelarutan permukaan sampel, terbentuknya kondisi equilibrium antara larutan fisiologis dengan permukaan sampel yang telah termodifikasi, terjadinya adsorpsi protein-protein atau senyawa bio-organik lainnya, terjadi adhesi dan perkembangan sel, kemudian perkembangan sel tulang baru di mulai dan

terbentuk tulang baru.18 Pada penelitian ini hanya sampai pada tahap adsorpsi

protein-protein atau senyawa bio-organik lainnya.

Komposisi unsur yang terkandung dalam BCP setelah diimplan diperoleh dari hasil identifikasi EDX. Hasil SEM dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis EDX dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil EDX menunjukkan bahwa pada sampel BCP setelah diimplan 2 bulan dan 3 bulan terdapat unsur Ca, P, O, tetapi untuk sampel BCP setelah diimplan 1 bulan terdapat unsur C, Ca, P, O. Perbedaan unsur pada sampel tersebut dikarenakan sampel BCP setelah diimplan 1 bulan telah berinteraksi dengan ion tubuh. Hal ini diperkuat dengan karakterisasi FTIR yang menunjukkan adanya CH dan CO3.

PO4

Bilangan Gelombang ( cm-1) Sebelum diimplan

(23)

11 diimplan 2 bulan sebesar 1.383. Hal ini menunjukkan bahwa sampel BCP setelah diimplan 2 bulan masih berupa BCP. BCP memiliki rasio Ca/P berkisar

1.33-1.67.9 Sampel BCP setelah diimplan 1 bulan dan 3 bulan telah berinteraksi dengan

ion tubuh dan sampel tersebut mengandung apatit tipe B, karena memiliki nilai Ca/P yang lebih besar dari pada HA. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa Ca/P pada tulang manusia lebih besar dari nilai Ca/P

pada HA, dengan demikian tulang manusia didominasi oleh apatit tipe B.13,20

Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan hasil karakterisasi FTIR yang menyebutkan bahwa sampel BCP setelah diimplan 1 bulan dan 3 bulan terdapat

CO3 yang memnyebabkan adanya apatit karbonat tipe B.

Hasil karakterisasi SEM EDX dan FTIR pada penelitian ini mengalami perbedaan. Pada karakterisasi FTIR sampel BCP setelah diimplan menunjukkan adanya interaksi dengan ion tubuh, sedangkan hasil karakterisasi SEM EDX yang mengalami interaksi dengan ion tubuh adalah sampel BCP setelah diimplan 1 bulan dan 3 bulan saja. Sampel BCP setelah diimplan 2 bulan hasil SEM EDX tidak mengalami interaksi dengan ion tubuh karena sampel BCP setelah diimplan 2 bulan masuk ke dalam sumsum tulang.

(a) (b) (c)

(24)

12

Tabel 4 Kandungan unsur setelah diimplan

Unsur

Tabel 5 Perbandingan Ca/P BCP setelah diimplan

(25)

13

Tabel 6 Nilai kekerasan tulang tibia domba

Sampel Spot VHN (HV) VHN (HV) rata-rata

Tulang kontol 1 bulan Samping 21.12 21.59

21.69 21.95

Atas 14.49 15.77

17.05 Tulang dengan BCP setelah diimplan 1

bulan Samping 19.33 17.68

18.66 15.05

Atas 24.12 23.29

22.46

Tulang kontrol 2 bulan Samping 17.76 19.34

19.9 20.35

Atas 11.97 13.91

15.84 Tulang dengan BCP setelah diimplan 2

bulan Samping 15.14 14.6

14.86 13.79

Atas 19.2 18.06

16.93

Tulang kontrol 3 bulan Samping 18.92 18.42

19.9 16.43

Atas 19.13 19.06

18.99 Tulang dengan BCP setelah diimplan 3

bulan Samping 15.54 14.73

15.74 12.91

Atas 21.29 20.38

19.47

Kekerasan tulang dapat diukur dengan Micro Hardness Tester. Alat yang

(26)

14

rendah dari pada sampel tulang dengan BCP bagian atas. Nilai kekerasan tertinggi pada pengujian tulang implan bagian samping dan bagian atas dimiliki oleh sampel tulang yang diimplan dengan BCP selama 1 bulan yaitu 17.68 HV dan 23.29 HV. Pada pengujian tulang bagian samping memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa tulang yang

diimplan dengan BCP 60% HA dan 40% β-TCP yang mempunyai nilai kekerasan

paling tinggi adalah tulang yang diimplan dengan BCP selama satu bulan. Hal ini disebabkan karena pada saat operasi domba, tidak semua sampel diletakkan tepat sesuai dengan lubang kerusakan tulang. Menurut teori, kekerasan tulang

ditentukan oleh matriks anorganik tulang.21 Matriks anorganik tulang yaitu

kalsium fosfat, salah satu contohnya BCP. Semakin lama BCP diimplan dalam tulang seharusnya semakin keras tulang tersebut, karena matriks anorganik dalam tulang semakin banyak jika dibandingkan dengan tulang yang tumbuh tidak diimplan dengan BCP.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sintesis BCP yang dihasilkan mempunyai rasio 67.93% HA dan 32.07%

β- TCP dan akan mengalami perubahan ketika kitosan ditambahkan. Penambaham

kitosan bertujuan sebagai perekat atau memperkuat BCP. Pada sampel BCP cetak penambahan kitosan tidak mengubah kemurnian fasa BCP tetapi mengubah

intensitas dan rasio BCP menjadi 75.92% HA dan 24.08% β- TCP. Sampel yang

digunakan untuk pengujian in vivo adalah sampel BCP pellet. Hasil karakterisasi

XRD dan FTIR BCP sebelum diimplan menunjukkan bahwa BCP tersebut murni.

Pengujian in vivo menunjukkan bahwa BCP tersebut dapat digunakan

sebagai implan tulang karena mempunyai sifat biocompatible dan bioaktif setelah

diimplan pada domba selama 3 bulan. Karakterisasi FTIR dan SEM EDX BCP setelah diimplan menunjukkan bahwa sampel telah berinteraksi dengan ion tubuh.

Hal ini dibuktikan dengan hadirnya CO3, CH, NH pada karakterisasi FTIR,

sedangkan pada karakterisasi SEM EDX dibuktikan dengan hadirnya unsur C dan memiliki rasio Ca/P tidak diantara 1.33 sampai 1.67. Pada karakterisasi FTIR CH

dan NH muncul karena adanya kolagen, sedangkan CO3 menunjukkan adanya

(27)

15

Saran

Perlu adanya metode lain untuk meghasilkan BCP tepat dengan rasio 60%

HA dan 40% β-TCP tanpa mengalami perubahan ketika sampel dicetak. Pengujian

in vivo dilakukan dengan domba tersendiri sehingga lebih jelas diketahui

sifat-sifat BCP ketika diimplan. Sampel untuk pengujian dapat berupa biomaterial berpori atau berukuran nano sehingga cepat terabsorbsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darwis D. Aplikasi Teknik Isotop dan Radiasi pada Pembuatan Biomaterial

Untuk Keperluan Klinis. [terhubung berkala] http: nhc.batan.go.id [20 Oktober 2013]. 2008

2. Sopyan Iis. Coral dan Gamping, Alternatif Murah Pengobatan Kanker Tulang.

Makalah. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. 2007

3. Hincke MT, Tsang CP, Courtney M, Hill V, Narbaitz R. Purification and

Immunochemistry of a Soluble Matrix Protein of The Chicken Eggshell

(Ovocleidin 17).Calcif tissue 1995. 1995. 56(6): 578-83.

4. Kalfas IH. Principles of Bone Healing. Neurosurgery Focus. 2001. 10:7-10.

5. Lobo SE, Arinzeh TL. Biphasic calcium phosphate ceramics for bone

regeneration and tissue engineering applications. Materials 2010. 2010. 3:815-

826.

6. Sulistioso GS, Joko N, Bambang S, Sitompul, Yuswono. Pembuatan prototip

prostetik sendi lutut. Riset Insentif Kementerian RISTEK RI.PTBIN –

BATAN. 2012

7. Nilen RWN, Richter PW. The thermal stability of hydroxyapatite in biphasic

calcium phosphate ceramics. J Mater Sci: Mater Med. 2007.(doi

10.1007/s10856-007-3252-x)

8. Shi D. Biomaterials and Tissue Engineering. New York: Springer. 2003

9. Darlina KR. Pembuatan biphasic calcium phosphate (BCP) dengan metode

hidrotermal [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 2010

10.Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E, Pearce SG. Animal models for

implant biomaterial research in bone: a review. Switzerland: AO Research Institute, AO Foundation. 2007

11.Rouvillain JL, Lavelle F, Pascal-Mousselard H, Catonne Y, Delattre O,

Daculsi G. Macroporous biphasic calcium phosphate bioceramics wedges in

high tibial osteotomy. Key Engineering Material. 2008. 361-363:1319-1322

12. Austin PA. Chitin Solvent and Solubility Parameters. Dept. Of Commerce,

The University of Delaware. 1984

13.Dewi SU. Analisis kuantitatif, kekerasan dan pengaruh termal pada mineral

tulang manusia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 2007

14.Stewart G. The Skeletal and Muscular Systems. Department of State,

Washington, D.C. 2005

15.Nurlaela A. Penumbuhan kristal apatit dari cangkang telur ayam dan bebek

(28)

16

16.Putra I. Studi banding densitas mineral tulang pada masa klimakterium [tesis].

Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. 2010

17.Anonim. Konsep dasar kimia untuk PGSD [internet]. [Waktu dan tempat

pertemuan tidak diketahui]. [diunduh 2014 Maret 30]. Tersedia

pada:http://file.upi.edu/Direktori/DualModes/konsep_dasar,kimia_untuk_SD/

BBM_10.pdf. 2010

18.Suryadi. Sintesis dan karakterisasi biomaterial hidroksiapatt dengan proses

pengendapan kimia basah [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. 2011

19.Liu H, et al. An in vitro evaluation of the Ca/P ratio for the cytocompatibility

of nano-to-micron particulate calcium phosphates for bone regeneration. Acta

Biomater. 2008. 4(5):1472-1479

20.Nurizati, Sari YW, Maddu A, Soejoko DS. Identification of human bone

mineral composition with variation of age by fourier transform

infrared(FTIR). J Biofisika. 2006. 2(2)

21.Vainionpaa, Aki. Bone Adaptation to impact loading significance of loading

intensity. Acta Universitas Ouluensis D Medica 935. Oulu: Oulu University

(29)

17

Lampiran 1Diagram Alir Penelitian

Persiapan sampel

Pembuatan Hidroksiapatit Pembuatan β- TCP

Karakterisasi XRD

Pencetakan Cetak Domba

Pengujian Invivo

Uji Vickers tulang

Analisis Data

Penyusunan Laporan Mulai

Selesai Sintesis BCP 60/40

Karakterisasi BCP denganXRD dan FTIR

(30)

18

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian

Gambar 1 Sintesis HA

Serbuk CaO Presipitasi Aging

Serbuk HA Sintering

Gambar 2 Sintesis β- TCP

Serbuk CaO Presipitasi Sintering

(31)

19

Gambar 3 Sintesis BCP

Serbuk HA Serbuk β- TCP Serbuk BCP

Cetak BCP Cetak cetak BCP

Gambar 4 Pengujian In vivo

Operasi Tulang Tibia Domba Posisi BCP pada Domba

(32)

20

Lampiran 3 JCPDS

Hidroksiapatit (HA)

(33)

21

(34)

22

Lampiran 4 Komposisi BCP setelah diimplan

Sampel Unsur Konsentrasi Error

(35)

23

Lampiran 5 Perhitungan fasa XRD BCP BCP serbuk

(36)

24

Lampiran 6 Perhitungan Parameter kisi BCP

Perhitungan parameter kisi kristal dihitung melalui metode Cohen dengan persamaan sebagai berikut:

Σ α sin2θ = C Σ α2 + B Σ αϒ + A Σ αδ Σ ϒ sin2θ = C Σ αϒ + B Σ ϒ2 + A Σ ϒδ

Σ β sin2θ = C Σ αδ + B Σ ϒδ + A Σ δ2 Dimana:

C =

α = (h2 + hk + k2)

B =

ϒ = l2

A =

(37)

25

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 21 Juli 1992. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Slamet dan Ibu Wardiningsih. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1997 di TK Demakan II dan lulus pada tahun 1998, SDN Demakan II dan lulus pada tahun 2004, SMP N I Mojolaban dan lulus pada tahun 2007, serta MA AL-Islam Jamsaren Surakarta dan lulus pada tahun 2010.

(38)

Gambar

Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 3 Pola XRD sampel BCP serbuk
Tabel 1 Rasio BCP
Gambar 5 Pola FTIR sampel BCP serbuk dan BCP pellet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak dari paparan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian mengenai Pengembangan Multimedia Dalam pembelajaran Ilmu

Kemudian dilakukan ekstraksi ciri citra yang terdiri dari ciri persentase panjang telinga dengan menentukan nilai threshold yang tepat untuk In1, kehitaman wajah

(4) Pengangkatan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila dewan direksi yang bersangkutan terbukti mampu meningkatkan kinerja Lembaga Penyiaran

Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kesiapsiagaan menjadi relawan bencana sebelum dilakukan edukasi dan simulasi manajemen bencana pada Mahasiswa Semester VIII

[r]

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Proses penegakan hukum terhadap anggota polisi yang terjerat kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika sudah sesuai

The participants also had positive perception of their questioning skill performance and most of the participants recommended the microteaching students vary their questions,