• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA TERIMA KONSUMEN DAN KANDUNGAN GIZI

DAGING ANALOG BERBASIS TEPUNG GLUTEN DAN

TEPUNG UBI JALAR YANG DIFORTIFIKASI ZAT BESI

PUTRI GITA PUSPITA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

PUTRI GITA PUSPITA. Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI.

Sebagian besar vegetarian beresiko anemia zat gizi besi karena sumber besinya non hem yang rendah diserap tubuh. Daging analog yang difortifikasi zat besi dibuat untuk mencegah resiko anemia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya terima konsumen dan kandungan gizi daging analog berbasis tepung gluten dan tepung ubi jalar yang difortifikasi besi. Pengolahan terpilih dari produk daging analog adalah direbus. Pengambilan keputusan produk terpilih menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan pertimbangan uji organoleptik dan biaya pengolahan. Kadar air produk 59.38% (bb). Daging analog ini mengandung abu 5.68% (bk), protein 32.44% (bk), lemak 9.03% (bk), karbohidrat 52.84% (bk), energi 422.44 Kal (bk), dan zat besi 6.44 mg/100 g (bk) dengan bioavaibilitas 27.43%. Kadar asam amino esensial produk ini adalah histidin (20.61 mg/g protein) dapat memenuhi kebutuhan dalam sehari. Tingkat kekenyalan dan daya ikat air produk terpilih mentah dan matang tidak berbeda nyata (p>0.05). Penerimaan produk pada 30 panel konsumen vegetarian di atas 73.33%. Porsi yang disajikan dalam sehari adalah 3 potong (70 g) dapat memenuhi energi 119.88 Kal, protein 8.87 g, lemak 2.47 g, karbohidrat 15.54 g, zat besi 1.76 mg. Kebutuhan Fe pada laki-laki 19–64 tahun dapat dipenuhi 13.57% dan pada perempuan usia 19–49 tahun 6.77% sehari.

Kata kunci: daging analog, gluten, zat besi, vegetarian. ABSTRACT

PUTRI GITA PUSPITA. Consumer Acceptance and Nutrients Content of Analogue Meat Based on Gluten Flour And Sweet Potato Flour Fortified with

Iron. Supervisied by SRI ANNA MARLIYATI.

Most of vegetarians are at risk of anemia iron deficiency because their non heme iron foods are absorbed lower in body. Analogue meat fortified with iron was made for preventing anemia. The aim of this study was to know a consumer acceptance and nutrients content of analogue meat based on gluten flour and sweet potato flour fortified with iron. The best product was decided by Comparisson of Matrix Exponential Methods with organoleptic test and processing cost consideration. Water content of this product was 59.38% (wb). This analogue meat contained of ash 5.68% (db), protein 32.44% (db), fat (db) 9.03%, carbohydrate 52.84% (db), energy 422.44 Kal (db), and iron 6.44 mg/100 g (db) with bioavaibility 27.43%. Essential amino acid contents of this product, histidine 20.61 mg/g protein was adequate for a day. Hardness and water hold capacity of raw analogue meat and cooked analogue meat were not significantly different (p>0.05). Thirty vegetarian consumer panels accepted this product more than 73.33% based on acceptance consumers test. In a day, portion that served was three slices meat (70 g) provided energy 119.88 Kal, protein 8.87 g, fat 2.47 g, carbohydrate 15.54 g, iron 1.76 mg. Iron content of this product covered 13.57% of men requirement (age 19–64) and 6.77% of women requirement (age 19–49).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DAYA TERIMA KONSUMEN DAN KANDUNGAN GIZI

DAGING ANALOG BERBASIS TEPUNG GLUTEN DAN

TEPUNG UBI JALAR YANG DIFORTIFIKASI ZAT BESI

PUTRI GITA PUSPITA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi

Nama : Putri Gita Puspita NIM : I1410052

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah daya terima produk, dengan judul Daya Terima Konsumen dan Kandungan Gizi Daging Analog Berbasis Tepung Gluten dan Tepung Ubi Jalar yang Difortifikasi Zat Besi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam penulisan karya ilmiah ini.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menjalani studi di Gizi Masyarakat.

4. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan hibah dana. 5. Kedua orangtua tercinta (Gatot Gito Haryanto dan Roosdriyanti), adik

tersayang (Roositha Ayuwigati dan Raihan Budhi Wicaksono), serta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertian sehingga penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

6. Pak Mashudi, Pak Anantha, Bu Triani, pegawai Restoran Karunia Baru, Pak Wawan, Pak Taufik, Bu Antin, Mbak Ine, Bu Susi, dan Bu Titi atas bantuannya dalam proses penelitian.

7. Rekan-rekan tim PKM-P (Kadek, Ali, Reni, dan Ina) atas kerjasamanya. Panelis konsumen vegetarian di Kampus Institut Pertanian Bogor dan Restoran Vegetarian Karunia Baru dalam membantu uji penerimaan daging analog.

8. Sahabat-sahabat terbaik bersama saat suka duka yang telah memberikan bantuan, doa, motivasi dan semangat tiada henti, serta jalinan cinta persahabatan: M Fahmi Permana, Nurisnani Putri Mandarini, Ika Nurmeilia, Ade Siti Nurjannah, Hani Monavita, Andika Mohammad, Dinda Ayuvalira, dan Richardson Sijabat.

9. Teman-teman sepermainan di Gizi Masyarakat: Meri, Faridh, Almira, Ifdal, Taufiq, Afwin, Angga P, Fahmi A, Angga R, Icil, Mbay, Rotua, El. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian: Nandika, Tachur, Dita, Evy, Zahra, Rara, Ani, Imel, dan Ipong. 10. Teman bertahun-tahun penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan

dukungan tiada putusnya pada penulis. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 47 seperjuangan yang penuh semangat, serta warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODE ... 3

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian... 3

Bahan dan Alat ... 3

Prosedur Penelitian ... 4

Rancangan Percobaan ... 7

Pengolahan dan Analisis Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Persiapan Pembuatan Daging Analog ... 8

Uji Organoleptik Pengolahan Daging Analog ... 9

Penentuan Jenis Pengolahan Terbaik ... 14

Karakteristik Kimia Produk Daging Analog Terpilih ... 15

Karakteristik Fisik Produk Daging Analog Terpilih ... 19

Karakteristik Panel Konsumen Uji Penerimaan Daging Analog ... 20

Uji Penerimaan Daging Analog ... 21

Kandungan Gizi Daging Analog Per Takaran Saji ... 22

SIMPULAN DAN SARAN ... 24

Simpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 29

RIWAYAT HIDUP ... 45

DAFTAR TABEL

1. Penilaian parameter kepentingan produk 5

2. Jenis bahan pembuatan daging analog yang difortifikasi besi 8 3. Perlakuan daging analog difortifikasi besi per 214.69 g 9

(14)

vi

5. Persentase penerimaan panelis uji organoleptik 11

6. Nilai modus mutu hedonik 11

7. Hubungan variabel hedonik dan mutu hedonik 13

8. Penentuan jenis pengolahan terbaik metode MPE 14

9. Kandungan gizi daging analog per 100 g 15

10. Kandungan asam amino daging analog per gram protein 18 11. Kecukupan asam amino esensial daging analog terhadap kebutuhan usia

dewasa 18

12. Karakteristik fisik daging analog 19

13. Karakteristik panel konsumen uji penerimaan 20

14. Alasan panelis memilih gaya hidup vegetarian 21

15. Nilai modus uji penerimaan 22

16. Persentase penerimaan panel konsumen vegetarian 22 17. Kandungan gizi daging analog per takaran saji (70 g) 23

18. Alasan panelis mengonsumsi produk 23

DAFTAR GAMBAR

1. Metode pembuatan daging analog yang difortifikasi besi dengan

modifikasi (Dinata 2014) 4

2. Diagram pembuatan mikrokapsul FeSO4 (Dinata 2014) 30 3. Diagram analisis ketersediaan Fe Roig et al. (1999) 35

4. Diagram analisis kadar Fe 36

5. Diagram analisis kandungan asam amino sampel 37

6. Diagram analisis kandungan asam amino larutan standar 37

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur pembuaan mikrokapsul FeSO4 30

2. Kuisioner uji organoleptik pemilihan pengolahan terbaik daging analog 31

3. Prosedur analisis sifat kimia daging analog 33

4. Prosedur analisis sifat fisik daging analog tekstur kekenyalan dan daya

ikat air (Wrodstald 2005) 37

5. Kuisioner uji daya terima daging analog pada panel konsumen

vegetarian 38

6. Hasil uji lanjut Perbandingan Berganda uji hedonik 39 7. Hasil uji lanjut Duncan persentase penerimaan panelis 40 8. Hasil uji lanjut Perbandingan Berganda uji mutu hedonik 40 9. Uji lanjut Perbandingan Berganda atribut keseluruhan untuk MPE 41

10. Estimasi biaya pengolahan 41

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan Riskesdas (2013), terjadi peningkatan prevalensi penyakit degeneratif bervariatif hingga 25.08%. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan meningkatnya vegetarian di Indonesia. Vegetarian adalah pola diet yang tidak mengonsumsi pangan sumber hewani seperti daging, unggas, ikan, atau produk olahannya namun dicukupi dari sumber nabati. Menurut Ketua IVS (Indonesia Vegetarian Society) tahun 2010 yang dikutip dari Fikawati et al. (2012) terjadi peningkatan jumlah vegetarian sejak tahun 1998 hingga 2007 dan diprediksi terdapat 500.000 vegetarian di Indonesia tahun 2010.

Praktisi vegetarian dikategorikan menjadi 4 kelompok: 1) vegan atau vegetarian adalah kelompok vegetarian yang hanya mengonsumsi pangan nabati. 2) lakto-vegetarian adalah kelompok vegetarian yang mengonsumsi pangan nabati dan produk turunan susu seperti susu atau keju. 3) lakto-ovo vegetarian adalah kelompok vegetarian yang mengonsumsi pangan nabati, produk turunan susu, dan telur. 4) semi-vegetarian adalah kelompok vegetarian yang tidak mengonsumsi daging merah tapi masih mengonsumsi ayam, seafood, produk turunan susu, dan telur termasuk pangan nabati (Bellows 2012). Menurut Phillips (2005), vegetarian dapat menurunkan faktor risiko penyakit degeneratif dan dapat meningkatkan kualitas hidup dan diet. Pola hidup vegetarian dapat menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas. Menurut Bellows (2012), zat gizi yang kemungkinan kurang dicukupi oleh kelompok vegetarian antara lain protein, asam lemak omega-3, kalsium, vitamin D, vitamin B12, zat besi, seng, dan iodin.

Menurut Bellows (2012), kelompok vegetarian khususnya wanita rentan terkena anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi yang berasal dari pangan nabati sulit diserap pada tubuh vegetarian. Konsumsi vitamin C dari nabati dapat meningkatkan penyerapan zat besi pangan nabati. Nilai ketersediaan biologis zat besi yang terdapat pada bahan pangan sumber besi hewani (heme) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ketersediaan biologis pada bahan pangan sumber besi nabati (non-heme) hingga lebih dari 40% penyerapan (Hurrel & Egli 2010).

Bioavaibilitas zat besi dalam tubuh juga dipengaruhi oleh bahan pangan lain yang dapat meningkatkan (enhancer) atau menurunkan (inhibitor) penyerapan zat besi itu sendiri. Menurut Hurrel dan Egli (2010) terdapat beberapa zat gizi yang dapat menghambat penyerapan zat besi yaitu fitat, polifenol, kalsium, dan protein khususnya protein kedelai. Phillips (2005) menyatakan kelompok vegetarian diperparah dengan banyaknya konsumsi pangan nabati yang mengandung inhibitor penyerapan besi seperti fitat, polifenol, dan serat.

(16)

2

Zimmermann et al. (2004), fortifikasi zat besi dalam bahan pangan harus memenuhi sifat stabil dalam segi penampakan dan rasa, efektif mempunyai nilai bioavaibilitas besi tinggi, dan keberadaannya dapat diterima.

Daging tiruan merupakan salah satu produk pangan yang memiliki karakteristik mirip “daging” sebagai alternatif pangan yang banyak dikonsumsi oleh vegetarian. Daging tiruan atau daging analog ini umumnya dibuat dari gluten protein nabati sehingga aman dikonsumsi oleh vegetarian (Move Indonesia 2007). Pencegahan anemia defisiensi besi pada vegetarian dapat diatasi dengan cara fortifikasi mikrokapsul zat besi ke dalam produk daging analog ini.

Dinata (2014) memformulasikan daging analog yang terbuat dari tepung gluten dan tepung ubi jalar difortifikasi besi untuk mencegah anemia pada vegetarian. Daging analog perlu diolah agar dapat dikonsumsi. Pengolahan yang populer di masyarakat adalah direbus, digoreng, dan dibakar. Pengolahan tertentu dapat menentukan penerimaan produk daging analog yang difortifikasi besi. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian untuk mengetahui penerimaan vegetarian terhadap produk daging analog yang difortifikasi besi setelah melalui jenis pengolahan terpilih melalui uji organoleptik.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima konsumen dan kandungan gizi daging analog berbasis tepung gluten dan tepung ubi jalar yang difortifikasi zat besi.

Tujuan Khusus

Berikut merupakan tujuan khusus dari penelitian ini:

1. Membuat daging analog berbasis tepung gluten dan tepung ubi jalar yang difortifikasi besi.

2. Menentukan jenis pengolahan daging analog terpilih berdasarkan pengolahan dasar direbus, digoreng, dan dibakar melalui uji organoleptik pada panelis semi terlatih.

3. Menganalisis karakteristik kimia (kandungan gizi, zat besi, bioavaibilitas, dan kandungan asam amino) dari produk daging analog dengan pengolahan terpilih dan karakteristik fisik (tekstur kekenyalan dan daya ikat air) dari produk daging analog mentah dan daging analog dengan pengolahan terpilih.

4. Mengetahui uji penerimaan produk terpilih kepada panel konsumen kelompok khusus di Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

(17)

3

METODE

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain experimental study dengan Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Agustus–Oktober 2014. Uji fisik tekstur kekenyalan daging di laboratorium PAU IPB dan daya ikat air di ITP FATETA IPB. Uji organoleptik pengolahan produk di laboratorium organoleptik, analisis proksimat, kadar besi total, bioavailabilitas besi di laboratorium Analisis Zat Gizi Mikro Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB. Analisis kandungan asam amino produk terpilih di laboratorium Saraswanti Indo Genetech, Graha SIG, Taman Yasmin, Bogor. Uji daya terima produk terpilih pada panelis vegetarian di Kampus Institut Pertanian Bogor dan Restoran Vegetarian Karunia Baru, Bogor, Jawa Barat.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging analog yang telah difortikasi zat besi. Daging analog dibuat dari tepung gluten produksi PT Palito Nusantara, tepung ubi jalar produksi kelompok tani Hurip binaan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, mikrokapsul FeSO4 (Lampiran 1), dan kaldu jamur bubuk “Totole” produksi PT Indo Kharisma Pangan Semesta (IKPS) Indonesia. Bahan-bahan kimia antara lain bahan kimi untuk analisis proksimat dan kadar zat besi, enzim pepsin, pancreatin bile, H2SO4 pekat, asam nitrat pekat, dan lain-lain. Bahan-bahan untuk analisis kimia diperoleh dari laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Bahan-bahan untuk analisis uji fisik diperoleh dari PAU dan FATETA, IPB. Bahan untuk analisis kandungan asam amino diperoleh dari PT Saraswanti Indo Genetech, Taman Yasmin, Bogor.

Alat yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik produk terpilih adalah labu ukur, pipet mohr, pipet volumetrik, gelas ukur, timbangan, cawan porselein erlenmeyer, tabung reaksi, plastik, aspirator, labu Kjeldahl, pH meter, kertas saring Whatman 42, kantung dialisis (Spectrapor I, MWCO 6000-8000 Da (Fisher No. 08-670C)), penangas air bergoyang suhu tubuh, Spectrophotometre double beam Optima SP-300, dan AAS (Atomic Absorption Spechtrophotometre) Hitachi 170-30, freezer, dan magnetic stirer. Alat untuk analisis uji fisik diperoleh dari PAU dan FATETA, IPB. Alat untuk analisis kandungan asam amino diperoleh dari PT Saraswanti Indo Genetech, Taman Yasmin, Bogor.

(18)

4

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Penelitian tahap I adalah persiapan produk daging analog yang difortifikasi zat besi, pengujian organoleptik pemilihan jenis pengolahan daging analog terbaik, uji karakteristik kimia dan fisik produk. Penelitian tahap II adalah uji penerimaan pada panel konsumen kelompok khusus vegetarian di Kampus Institut Pertanian Bogor dan Restoran Vegetarian Karunia Baru, Bogor, Jawa Barat. Berikut penjelasan tahapan penelitian tersebut.

Penelitian Tahap I

Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mempersiapkan daging analog yang telah difortifikasi zat besi sebagai bahan utama untuk diolah menjadi tiga jenis pengolahan dasar yaitu direbus, digoreng, dan dibakar. Prosedur pembuatan daging analog berbasis tepung gluten dan tepung ubi menurut penelitian Dinata (2014). Prosedur pembuatan daging analog disajikan lengkap pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Metode pembuatan daging analog yang difortifikasi besi dengan modifikasi (Dinata 2014)

Direbus ±1000 C Digoreng ±1750

C Dibakar ±2000 C Daging analog

Larutan kaldu jamur

(8 g dalam 100 g air)

Dihomogenisasi dan diuleni dengan larutan kaldu 1:1 Tepung

gluten 80%

Tepung ubi jalar putih 20%

Mikrokapsul Fe 2.185 g

Dimasukkan ke dalam

freezer ± 6 jam

Di-thawing pada air suhu ruang ± 1 jam

Diiris memanjang dan dibentuk pilin tambang

(19)

5 Penelitian tahap I dilakukan untuk mempersiapkan produk daging analog yang difortifikasi besi. Tahap selanjutnya dilakukan uji organoleptik terhadap produk daging analog dengan tiga cara pengolahan kepada panelis. Produk daging analog dengan pengolahan terpilih selanjutnya diuji karakteristik kimia dan fisiknya.

Pengujian Organoleptik

Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan cara pengolahan terbaik daging analog yang difortifikasi besi. Pengukuran organoleptik didasarkan pada uji tingkat kesukaan (hedonik) dan uji mutu produk (mutu hedonik). Data yang dikumpulkan menggunakan skala ordinal dengan lima tingkat. Pada uji hedonik, atribut yang dinilai adalah warna, aroma, rasa, tekstur tekan, dan tekstur gigit dengan skala sangat tidak suka, agak suka, biasa, suka, dan sangat suka. Jumlah panelis yang digunakan dalam pengujian organoleptik adalah 35 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Lembar uji organoleptik untuk menentukan produk dengan pengolahan terpilih disajikan pada Lampiran 2. Penentuan produk terpilih pada uji organoleptik tahap I menggunakan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial). Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan beberapa kriteria keputusan. Pemilihan produk terbaik didasarkan pada pembobotan hasil analisis fisikokimia dan uji hedonik. Semakin penting parameter, maka semakin besar nilai yang diberikan (Setyaningsih et al. 2010). Penilaian parameter kepentingan produk terpilih terdapat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Penilaian parameter kepentingan produk

Kriteria pengambilan keputusan

Parameter

analisis Dasar pertimbangan kepentingan

Urutan

Rasa Rasa bumbu yang nyata dapat menutup aroma besi dan

aftertaste produk sehingga penilaian terhadap produk semakin baik

1 40%

Aroma Aroma daging yang semakin harum dan aroma besi yang lemah mempengaruhi penerimaan

Tekstur daging yang lunak dan tidak keras dapat menentukan kemudahan daging untuk dikunyah

4 10%

(20)

6

Terdapat dua kriteria penentu keputusan, yaitu atribut keseluruhan dan biaya pengolahan tingkat rumah tangga. Atribut keseluruhan adalah penjumlahan dari masing-masing atribut hedonik dikalikan dengan nilai kepentingan setiap atribut. Atribut keseluruhan hedonik dianalisis dengan Friedman Test. Hasil

Friedman Test selanjutnya dirangking secara descending. Perangkingan

descending adalah pemberian urutan dari yang nilai terbesar hingga terkecil. Biaya pengolahan tingkat rumah tangga adalah penjumlahan dari biaya inventaris alat sekaligus perawatannya, penggunaan bahan habis pakai, bahan penunjang pengolahan seperti air, listrik, dan gas, serta biaya pengolahan lanjutannya. Biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan sebagai parameter analisis karena biaya tenaga kerja pada ketiga jenis pengolahan dianggap sama. Semua biaya pengolahan diakumulasikan dengan biaya produksi awal Rp 25.076,- (Dinata 2014). Setelah diakumulasikan, peringkat biaya pengolahan ditentukan secara ascending. Perangkingan ascending adalah pemberian urutan dari yang nilai terkecil hingga terbesar. Kedua kriteria tersebut selanjutnya dirangking secara descending. Produk dengan rangking terkecil keluar sebagai produk terbaik yaitu dengan hedonik panelis terbaik dan biaya pengolahan termurah.

Analisis Sifat Kimia dan Fisik

Kandungan gizi yang dianalisis adalah kadar air metode oven (SNI 01-2981-1992), abu (SNI 01-01-2981-1992), lemak (SNI 01-01-2981-1992), protein (AOAC 1995), dan karbohidrat (by difference). Zat gizi mikro yang dianalisis adalah kadar Fe menggunakan metode Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) menurut Sudjana et al.(1986) dalam Sulaeman (1995). Kadar zat besi produk selanjutnya dinilai bioavaibilitas zat besinya (Roig et al. 1999 dalam Gantohe 2012) dan pengujian kandungan asam amino metode HPLC. Analisis sifat fisik tekstur menggunakan Texture Analyzer, sedangkan daya ikat air (Water Holding Capacity atau WHC) metode sentrifugasi (Wroldstad et al. 2005). Semua prosedur analisis sifat kimia disajikan pada Lampiran 3, sedangkan prosedur analisis sifat fisik disajikan pada Lampiran 4.

Penelitian Tahap II

(21)

7 Penelitian tahap II bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan responden vegetarian terhadap produk daging analog setiap satu porsi penyajian (35 gram). Menurut Setyaningsih et al. (2010), jumlah panel konsumen adalah 30–100 orang yang menjadi sasaran pasar. Jumlah responden untuk mengukur penerimaan produk berjumlah 30 orang dengan kategori panel konsumen dengan kelompok khusus vegetarian. Data yang dikumpulkan menggunakan skala ordinal tiga tingkat yaitu suka, biasa, dan tidak suka. Lembar uji daya terima produk daging analog pada panel konsumen disajikan pada Lampiran 5.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali pengulangan. Model umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + זi+ εij Keterangan:

i = taraf (i = 1; direbus, i = 2; digoreng, i = 3; dibakar) j = jumlah ulangan pengolahan (j = 1,2)

Yij = nilai pengamatan respon ke-j karena pengaruh taraf ke-i pengolahan daging analog yang difortifikasi besi

µ = nilai rata-rata pengamatan

זi = pengaruh taraf ke-i faktor pengolahan

εij = kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i faktor pengolahan daging analog yang difortifikasi besi pada ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan Pembuatan Daging Analog

Produk daging analog yang difortifikasi besi dibuat berdasarkan hasil modifikasi formula daging analog konvensional Dinata (2014). Bahan dasar produk daging analog ini adalah tepung gluten, tepung ubi jalar putih, dan mikrokapsul besi (FeSO4) 2.185 g/100 g produk, air, dan kaldu jamur bubuk produksi PT Indo Kharisma Pangan Semesta (IKPS) Indonesia. Kaldu jamur ditambahkan ke dalam produk untuk menambahkan cita rasa mirip daging pada produk. Menurut SNI 01-7152-2006 (2006) tentang Bahan Tambahan Pangan, penambahan perisa bertujuan untuk memberi flavor tanpa rasa asin, manis, dan asam, dan tidak dikonsumsi secara langsung. Produk mentah yang sudah jadi, selanjutnya dimasak menjadi tiga jenis pengolahan berbeda yaitu direbus, digoreng, dan dibakar. Bahan yang digunakan dalam pengolahan daging analog disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Jenis bahan pembuatan daging analog yang difortifikasi besi

Jenis bahan Jumlah (g) %

Bahan utama

Tepung gluten 80.00 31.42

Tepung ubi 20.00 7.86

Mikrokapsul besi 2.19 0.86

Air 100.00 39.28

Kaldu jamur bubuk 4.50 1.77

Jumlah bahan utama 214.69 84.33 Bahan bumbu

Jumlah bahan bumbu 38.65 15.67

Jumlah total bahan 254.59 100.00

(23)

9 Tabel 3 Perlakuan daging analog difortifikasi besi per 214.69 g

Perlakuan Jumlah bumbu (g) Waktu pemasakan (menit) Suhu pemasakan (0C) - Pengolahan

P1 40 10 ±100 – Rebus

P2 40 10 ±175 – Goreng

P3 40 10 ±200 – Bakar

Uji Organoleptik Pengolahan Daging Analog

Pengujian organoleptik atau analisis sensori adalah proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut produk melalui pancaindra manusia (indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran) (Setyaningsih et al. 2010). Pada tahap penelitian I, pengujian organoleptik pada produk menggambarkan persepsi kesukaan (hedonik) panelis dalam menentukan produk terpilih. Atribut hedonik yang dinilai oleh panelis antara lain warna, aroma, rasa, tekstur tekan, dan tekstur gigit. Hasil persepsi panelis dianalisis dengan Friedman Test. Menurut (Hollander dan Wolfe 1973; Sugiyono 2011). Friedman Test digunakan untuk menguji penelitian eksperimental dan berasal dari populasi yang sama. Modus hedonik dapat menginterpretasikan penerimaan panelis terhadap produk. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan nilai modus uji hedonik semua atribut.

Tabel 4 Nilai modus hedonik

Per-lakuan

Ula-ngan

Atribut

Warna Aroma Rasa Tekstur tekan Tekstur Gigit

Mo-Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p≥nilai kritis). P1 (perlakuan direbus), P2 (perlakuan digoreng), P3 (perlakuan dibakar).

Berdasarkan Tabel 4, hasil uji Friedman pada kelima atribut setiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal tersebut menunjukkan perlakuan pada produk dapat membentuk kesukaan panelis yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa, tekstur tekan, dan tekstur gigit. Uji lanjut Perbandingan Berganda dilakukan untuk melihat jenis perbedaan antar perlakuan secara manual setelah dinyatakan berbeda melalui uji Friedman. Hasil uji lanjut Perbandingan Berganda pada uji hedonik disajikan pada Lampiran 6.

(24)

10

(p<0.05). Perlakuan P2 merupakan produk dengan pengolahan yang disukai panelis paling berbeda dibandingkan pengolahan yang lain (p≥nilai kritis) dengan nilai pertengahan. Kesukaan panelis terhadap warna P1 dan P3 dinyatakan tidak berbeda (p<nilai kritis). Panelis memberikan nilai 4 (suka) untuk P1, P2 berkisar 3 (biasa) dan 4 (suka), sedangkan P3 diberikan nilai 2 (tidak suka).

Menurut Chambers dan Koppel (2013), beberapa senyawa volatil bergabung dengan rasa produk itu sendiri menimbulkan aroma/flavor yang diukur oleh panelis. Penilaian atribut aroma menunjukkan kesukaan panelis terhadap pemberian bumbu terhadap pengolahan daging analog agar penerimaan pada vegetarian menjadi lebih baik. Berdasarkan Tabel 4, perlakuan dapat mempengaruhi perbedaan terhadap aroma (p<0.05). Pengolahan 1 dinilai panelis dengan angka 4 (suka), perlakuan 2 dan 3 kesukaan panelis terhadap aroma produk menurun ke angka 3 (biasa). Kesukaan panelis terhadap P1 dinyatakan paling berbeda (p≥nilai kritis) karena nilainya paling tinggi. Kesukaan panelis terhadap P2 dan P3 tidak berbeda secara nyata (p<nilai kritis).

Penilaian panelis terhadap rasa menunjukkan kesan kesukaan terhadap pengolahan. Pengolahan terhadap produk merupakan variabel yang diukur. Kesemua rasa produk daging analog yang difortifikasi besi disukai panelis dengan mengategorikan nilai hedoniknya pada angka 4 (suka). Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan dapat mempengaruhi perbedaan terhadap rasa (p<0.05). Kesukaan panelis terhadap rasa produk ketiga perlakuan berbeda nyata (p≥nilai kritis) dengan P1 yang paling disukai oleh panelis.

Atribut tekstur yang dinilai oleh panelis dirinci menjadi dua atribut yaitu tekstur tekan dan tekstur gigit. Kedua atribut tekstur ini menunjukkan kesan panelis terhadap kemiripan tekstur produk daging analog terhadap daging sungguhan. Berdasarkan Tabel 4, perlakuan dapat mempengaruhi perbedaan terhadap tekstur tekan dan tekstur gigit (p<0.05). Kesukaan panelis terhadap tekstur tekan P1 dinyatakan paling berbeda dibandingkan dua perlakuan lainnya (p≥nilai kritis) karena nilainya paling tinggi, sedangkan kesukaan panelis terhadap tekstur gigit P2 dinyatakan paling berbeda (p≥nilai kritis) karena nilainya terendah. Panelis lebih menyukai tekstur tekan dan tekstur gigit produk pengolahan 1 dan 3. Hal ini terlihat dari kategori penilaian panelis pada angka 4 (suka). Tekstur tekan dan tekstur gigit perlakuan 2 dinilai panelis tidak lebih disukai dari pengolahan 1 dan 3. Penilaian panelis terkategorikan pada angka 2 (tidak suka).

(25)

11 Tabel 5 Persentase penerimaan panelis uji organoleptik

Atribut Presentase penerimaan (%) Sig.

P1 P2 P3

Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). P1 (perlakuan direbus), P2 (perlakuan digoreng), P3 (perlakuan dibakar).

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa presentase penerimaan panelis terhadap warna, rasa, dan tekstur tekan daging berbeda nyata antar jenis pengolahan (p<0.05). Presentase penerimaan panelis terhadap aroma dan testur gigit daging tidak berbeda nyata antar jenis pengolahan (p>0.05). Secara umum, rata-rata presentase penerimaan panelis tertinggi adalah terhadap P1 (pengolahan direbus).

Penerimaan panelis terhadap warna dan rasa P3 berbeda nyata (p<0.05) dengan P3 memperoleh penerimaan panelis yang terendah. Penerimaan panelis terhadap tekstur tekan ketiga perlakuan berbeda nyata (p<0.05) dengan P1 memperoleh penerimaan panelis yang tertinggi. Karakteristik produk dapat dijelaskan dari kesukaan panelis, karakteristik produk tersebut dipersepsikan melalui mutu hedonik. Tabel 6 di bawah ini merupakan modus kesan mutu hedonik untuk P1, P2, dan P3.

Tabel 6 Nilai modus mutu hedonik

Atribut Ulangan

(26)

12

Berdasarkan Tabel 6 tersebut, uji Friedman pada atribut mutu hedonik warna, aroma daging, aroma besi, rasa bumbu, tekstur tekan, dan tekstur gigit menunjukkan perbedaan yang nyata pada ketiga jenis pengolahan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pada produk dapat membentuk kesan panelis yang berbeda terhadap karakteristik mutu hedonik warna, aroma daging, aroma besi, rasa bumbu, tekstur tekan, dan tekstur gigit. Atribut aftertaste tidak berbeda nyata pada ketiga perlakuan (p>0.05), artinya perlakuan terhadap produk tidak membentuk kesan aftertaste yang berbeda pada panelis. Selanjutnya, atribut mutu hedonik yang berbeda nyata menurut uji Friedman, diuji lanjut dengan uji Perbandingan Berganda secara manual untuk mengetahui jenis pengolahan yang paling berbeda. Hasil uji lanjut Perbandingan Berganda pada uji mutu hedonik disajikan pada Lampiran 8.

Berdasarkan Tabel 6, perlakuan direbus (P1) membentuk kesan panelis paling berbeda terhadap warna (p≥nilai kritis) dengan warna yang paling cerah, sedangkan kesan warna P2 dan P3 tidak berbeda (p<nilai kritis). Atribut warna P1 dipersepsikan mayoritas panelis dengan angka 4 (coklat kekuningan). Perlakuan 2 dipersepsikan dengan angka 2 (coklat tua), sedangkan 3 (coklat kehitaman).

Jenis pengolahan yang berbeda dapat membentuk kesan atribut aroma daging P1, P2, dan P3 yang berbeda pula (p≥nilai kritis) dengan P1 memiliki aroma daging paling kuat. Jenis pengolahan yang berbeda dapat membentuk kesan atribut aroma besi P1 yang paling berbeda dibanding P2, dan P3 (p≥nilai kritis) dengan P1 memiliki aroma besi paling lemah. Pengolahan 1 memiliki karakteristik aroma daging yang harum dan aroma besi lemah. Aroma daging dan aroma besi P2 dinilai panelis pada kategori biasa. Pengolahan 3 dinilai panelis memiliki aroma daging yang harum dan aroma besi biasa.

Rasa bumbu P1 (direbus) paling berbeda dari perlakuan lainnya (p≥nilai kritis) dengan rasa bumbu paling kuat, sedangkan rasa bumbu perlakuan digoreng (P2) dan dibakar (P3) tidak berbeda nyata (p<nilai kritis). Perlakuan P1 dan P3 memiliki karakteristik rasa bumbu kuat, sedangkan P2 memiliki karakteristik rasa bumbu biasa. Aftertaste ketiga perlakuan tidak berbeda nyata walaupun jenis pengolahannya berbeda (p<nilai kritis). Aftertaste adalah rasa yang tertinggal di mulut menurut Gibney et al. (2009). Aftertaste produk ini adalah rasa besi yang tertinggal dalam mulut setelah panelis mencicipinya. Perlakuan 1 memiliki aftertaste lemah sedangkan P2 dan P3 biasa.

Jenis pengolahan mempengaruhi tekstur tekan dan tekstur gigit ketiga produk (p≥nilai kritis) dengan P1 yang memiliki tekstur tekan dan tekstur gigit yang lembek. Tekstur tekan yang sangat keras serta tekstur gigit dengan kategori biasa adalah tekstur produk dengan perlakuan digoreng (P2). Pengolahan 3 memiliki tekstur tekan dan tekstur gigit kategori biasa.

(27)

13 hedonik yang lebih kecil. Tabel 7 di bawah ini merupakan hubungan antar variabel hedonik dan mutu hedonik.

Tabel 7 Hubungan variabel hedonik dan mutu hedonik

Atribut hedonik Atribut mutu hedonik Sig. r

Warna Warna .036 .841

Aroma Aroma daging .050 .812

Aroma Aroma besi .288 .522

Rasa Rasa bumbu .050 -.812

Rasa Aftertaste .957 .029

Tekstur tekan Tekstur tekan .000 1.000 Tekstur gigit Tekstur gigit .042 .829

Berdasarkan Tabel 7, hubungan antara warna hasil uji hedonik dengan mutu hedonik signifikan (p<0.05) dengan nilai r .841. Interpretasinya, tedapat hubungan yang erat antara variabel tersebut karena panelis menilai mutu warna berdasarkan kesukaan panelis terhadap warnanya. Nilai r menunjukkan panelis memiliki kecenderungan yang cukup kuat menyukai karakter mutu hedonik warna yang semakin kekuningan. Artinya, warna produk P1 cenderung lebih disukai oleh panelis.

Aroma pada uji hedonik dijabarkan menjadi mutu hedonik aroma daging dan aroma besi. Aroma pada uji hedonik tidak berhubungan secara nyata dengan aroma daging dan aroma besi hasil uji mutu hedonik (p>0.05). Hal ini dimungkinkan panelis menilai kesukaan terhadap aroma dengan menggabungkan kesukaan panelis pada dua mutu hedonik (aroma daging dan aroma besi). Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma tidak terfokus pada aroma daging dan aroma besi. Bilangan positif pada nilai r menunjukkan panelis memiliki kecenderungan menyukai produk dengan mutu hedonik aroma daging yang semakin harum dan aroma besi yang semakin lemah. Produk dengan karakteristik yang cenderung paling disukai oleh panelis berdasarkan keterangan tersebut adalah P1.

Rasa pada uji hedonik dijabarkan menjadi mutu hedonik rasa bumbu dan aftertaste. Rasa hasil uji hedonik tidak berhubungan secara nyata dengan rasa bumbu dan aftertaste hasil uji mutu hedonik (p>0.05). Hal ini dimungkinkan panelis menilai mutu hedonik rasa bumbu dan aftertaste digabungkan dalam penilaian hedonik rasa tidak terfokus pada kesukaan terhadap rasa bumbu atau aftertaste. Bilangan r pada hubungan hedonik rasa dan mutu hedonik rasa bumbu adalah bilangan negatif, sedangkan hubungan antara rasa hasil uji hedonik dengan aftertaste hasil uji mutu hedonik positif. Hal tersebut berarti panelis cenderung menyukai rasa produk yang memiliki karakteristik mutu hedonik rasa bumbu yang semakin kuat dan aftertaste semakin lemah. Hal tersebut menujukkan produk P1 cenderung lebih disukai.

(28)

14

lembek. Produk P1 merupakan produk yang karakteristik teksturnya cenderung lebih disukai, yaitu dengan karakteristik tekstur tekan dan tekstur gigit yang lembek.

Penentuan Jenis Pengolahan Terbaik

Menurut Setyaningsih et al. (2010), penentuan jenis pengolahan terbaik menggunakan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial). Terdapat dua kriteria pengambilan keputusan menentukan jenis pengolahan terbaik, yaitu atribut keseluruhan dan biaya pengolahan daging analog tingkat rumah tangga. Tabel 8 berikut ini adalah tahapan penentuan jenis pengolahan terbaik metode MPE.

Tabel 8 Penentuan jenis pengolahan terbaik metode MPE

Perlakuan Atribut keseluruhan Rangking Biaya pengolahan

(Rp)/200 g Rangking (perlakuan direbus), P2 (perlakuan digoreng), P3 (perlakuan dibakar).

Atribut keseluruhan merupakan hasil penjumlahan setiap atribut hedonik dikalikan nilai kepentingan berdasarkan pembobotan tertentu kemudian dirangking menggunakan Friedman Test dan uji lanjut Perbandingan Berganda. Hasil uji lanjut Perbandingan Ganda pada atribut keseluruhan disajikan pada Lampiran 9. Pembobotan atribut hedonik untuk menentukan atribut keseluruhan dibuat berdasarkan pertimbangan peneliti. Nilai kepentingan atribut adalah sebagai berikut: 1) rasa 40%; 2) aroma 30%; 3) tekstur gigit 15%; 4) tekstur tekan 10%; 5) warna 5%. Alasan pemilihan atribut rasa dengan bobot terbesar adalah untuk memperbesar kemungkinan panelis vegetarian menerima produk daging analog. Peringkat atribut keseluruhan dilakukan secara descending, artinya semakin kecil peringkat atribut keseluruhan, menunjukkan semakin besar nilai kesukaan panelis sehingga semakin baik kualitas mutu produk. Pada Tabel 8 di atas, menunjukkan bahwa P1 merupakan produk yang paling banyak disukai panelis.

Biaya pengolahan yang digunakan dalam pengambilan keputusan merupakan penjumlahan dari biaya inventaris alat sekaligus perawatannya, penggunaan bahan habis pakai, bahan penunjang pengolahan seperti air, listrik, dan gas, serta biaya pengolahan lanjutannya. Biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan sebagai parameter analisisnya karena biaya tenaga kerja pada pengolahan daging analog ini dianggap sama. Semua biaya pengolahan dijumlahkan dengan biaya produksi awal Rp 25.076,- (Dinata 2014). Estimasi biaya pengolahan disajikan pada Lampiran 10. Setelah diakumulasikan, peringkat biaya pengolahan ditentukan secara ascending, artinya semakin kecil peringkat biaya pengolahan maka semakin murah biaya pengolahan produk tersebut. Tabel 8 di atas, menunjukkan P1 merupakan produk dengan biaya pengolahan termurah.

(29)

15 hedonik dan biaya pengolahan produk. Semakin kecil nilai penjumlahan peringkat maka semakin baik produk tersebut. Berdasarkan penjumlahan peringkat, P1 merupakan produk terpilih dengan biaya pengolahan termurah dan paling disukai panelis.

Karakteristik Kimia Produk Daging Analog Terpilih

Analisis kandungan gizi dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi produk terpilih yang difortifikasi besi dengan proses pengolahan lanjutan. Kandungan gizi dianalisis melalui uji proksimat dan uji kadar zat besi beserta bioavaibilitasnya. Kandungan gizi yang dianalisis antara lain air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kadar zat besi serta bioavaibilitasnya (in vitro), dan kandungan asam amino. Hasil uji sifat kimia disajikan pada Lampiran 11. Tabel 9 di bawah ini merupakan kandungan gizi produk dengan perlakuan pengolahan terpilih direbus.

Tabel 9 Kandungan gizi daging analog per 100 g

Kandungan gizi Satuan Jumlah

Hasil analisis* Mentah (Dinata 2014)

Air (bb) g 59.38 63.22

Keterangan: (bb) basis basah; (bk) basis kering; *. Hasil analisis duplo dua kali ulangan.

Air

Kandungan air dalam makanan menentukan penerimaan (acceptability), kesegaran, dan daya tahan makanan (Winarno 2008). Air dalam produk daging analog yang telah mengalami pengolahan dihilangkan menggunakan metode oven. Hasil analisis kadar air menujukkan angka 59.38% atau 59.38 g/100 g. Kadar air sampel mengalami penurunan 3.84%. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh lama pengolahan di atas panas. Menurut penelitian Lin et. al (2000), peningkatan suhu pada pemasakan daging analog yang terbuat dari kedelai mempengaruhi kadar air dalam produk. Hasil analisis kadar air sampel berbeda dengan hasil penelitian Wardani dan Wijanarko (2013) tentang pembuatan daging analog berbahan dasar jamur tiram dan gluten dengan kadar air sampel (20% tepung jamur tiram:80% gluten basah) adalah 71.94%.

Abu

(30)

16

Lillian et al (2013) menyatakan semakin banyak bumbu yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, maka semakin tinggi kadar abu hasil analisisnya. Hasil analisis kadar abu produk terpilih adalah 5.68%. Penelitian Nuraidah (2013) tentang pembuatan daging tiruan dari 50% tepung kacang merah:50% tepung terigu mengandung abu 2.49%.

Protein

Produk daging analog dibuat dari bahan dasar gluten yang mengandung protein tinggi. Hasil analisis kadar protein basis kering produk adalah 32.44% mengalami penurunan dari hasil analisis produk mentah (Dinata 2014) 58.10% (basis kering). Penurunan kadar protein ini diduga karena terdapat protein larut air yang larut selama proses perebusan daging analog (Wardani & Widjanarko 2013). Kandungan asam amino tertentu dalam produk yang dapat menyebabkan pengaruh terhadap kelarutan protein. Menurut Trevino et. al (2006) asam amino yang berhubungan dalam meningkatkan kelarutan protein adalah asam aspartat, asam glutamat, dan serin dibandingkan dengan kandungan asam amino yang hidrofilik. Hasil penelitian Nuraidah (2013) tentang subtitusi 50% terigu kedalam daging tiruan yang terbuat dari tepung jamur memiliki kadar protein 10.54%. Kandungan protein hasil analisis lebih tinggi dibandingan hasil penelitian Nuraidah (2013) karena jumlah gluten yang digunakan lebih banyak.

Lemak

Penambahan bumbu pada produk berupa bahan-bahan sumber lemak, seperti santan dan minyak kelapa bertujuan untuk menambah kalori, memperbaiki tekstur serta memperbaiki cita rasa (Winarno 2008). Kadar lemak produk hasil analisis meningkat karena penambahan sumber lemak tersebut yaitu sebesar 9.03% (basis kering), lebih tinggi dari produk mentah basis kering sekitar 0.19% (Dinata 2014). Hasil analisis kadar lemak daging tiruan tepung kacang merah dan tepung terigu dalam keadaan mentah juga berkisar antara 0.52-0.58% (Nuraidah 2013). Peningkatan kadar lemak produk disebabkan penambahan bahan pangan sumber lemak. Kadar lemak santan cair menyumbang 10% setiap 100 gram, sedangkan minyak adalah sumber lemak (DKBM 2010).

Karbohidrat

Penghitungan kadar karbohidrat produk berdasarkan by difference. Berdasarkan perhitungan tersebut, kadar karbohidrat hasil analisis adalah 52.84% (basis kering), lebih tinggi dari hasil mentah basis kering yaitu 40.65%. Ada kemungkinan bahan dasar pembuatan produk terbuat dari tepung ubi jalar sumber karbohidrat, selain itu adanya penambahan beberapa jenis bumbu. Tepung ubi jalar merupakan sumber karbohidrat karena kadarnya yang sangat tinggi. Kadar karbohidrat tepung ubi jalar putih adalah 98.38% (Liur et. al 2013). Penambahan santan kedalam produk juga menyumbangkan 7.6 g karbohidrat setiap 100 g santan (DKBM 2010), sehingga kadar karbohidrat meningkat.

Zat besi (Fe) dan persen bioavaibilitas

(31)

17 sedangkan wanita lebih tinggi yaitu 26 mg/hari. Hasil analisis produk menunjukkan terjadi penurunan yang cukup tinggi akibat pemasakan yaitu 6.44 mg/100 g (basis kering). Kadar Fe dalam produk mentah (Dinata 2014) dalam basis kering adalah 22.95 mg/100 g. Penurunan ini diakibatkan jenis pengolahan lanjutannya. Menurut Kimura dan Itokawa (1990), terjadi penurunan kadar mineral termasuk Fe setelah bahan makanan diolah. Daging babi yang dimasak dengan cara direbus dalam air, garam 1%, dan kecap memiliki rentang penurunan kadar Fe 38-48% dari bahan mentahnya.

Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hurrel dan Egli (2010) terdapat faktor yang dapat meningkatkan dan menghambat penyerapan zat besi. Faktor peningkatnya adalah vitamin C dan jaringan otot hewan, sedangkan faktor penghambatnya adalah fitat, polifenol, kalsium, dan protein termasuk protein kedelai. Produk hasil pengolahan terbaik dianalisis kadar bioavaibilitasnya menggunakan metode in vitro, dengan simulasi penyerapan zat besi di dalam tubuh melalui usus. Persen bioavaibilitas zat besi produk adalah 27.43%, menurun 1.4% dari produk mentah. Penambahan beberapa jenis bumbu yang mengandung polifenol kemungkinan menyebabkan penurunan nilai bioavaibilitas zat besi pada produk. Jahe dan bawang merah mengandung 202 dan 168 mg polifenol dalam 100 g bahan, masuk ke dalam daftar 100 bahan makanan yang mengandung polifenol tertinggi (Pérez-Jiménez et al. 2010).

Penyerapan besi di dalam tubuh dipengaruhi juga oleh cadangan zat besi di dalam tubuh. Menurut Ball dan Bartlett (1999), serum ferritrin pada tubuh vegetarian lebih sedikit dibandingkan omnivora. Kejadian serum ferritrin <12 mg/dL pada wanita vegetarian lebih banyak dibandingkan wanita omnivora. Serum ferritrin yang rendah di dalam tubuh menandakan gejala anemia. Kemampuan penyerapan produk ini baru dianalisis secara in vitro, sedangkan kemampuan vegetarian dalam menyerap zat besi tergantung cadangan ferritrin di dalam tubuh.

Energi

Energi produk dihitung berdasarkan penjumlahan semua perkalian kadar zat gizi protein dan karbohidrat dikalikan 4 Kal dan kadar lemak dikalikan 9 Kal. Energi produk berdasarkan basis kering dengan pengolahan terpilih adalah 422.44 Kal/100 g. Setiap 100 g kering mengandung energi 422.44 g, protein 32.44 g, lemak 9.03 g, karbohidrat 52.84 g, dan zat besi 6.44 mg.

Kandungan Asam Amino

(32)

18

Tabel 10 Kandungan asam amino daging analog per gram protein

Jenis asam amino Asam amino (mg/g protein) SAA Keterangan Produk Daging* Produk Daging*

Arginin 15.40 51.89 4.05 13.66 Esensial

Asam aspartat 25.15 60.54 Non Esensial

Glisin 39.31 39.80 Non Esensial

Asam glutamat 172.17 100.92 Non Esensial

Prolin 33.06 30.58 Non Esensial

Serin 82.64 30.88 Non Esensial

Keterangan: *. Kadar asam amino daging sapi (Samicho et al. 2013); kadar protein daging sapi (Williams 2007); SAA daging berdasarkan SAA telur (Lunven et al. 1973).

Jenis asam amino dengan kadar terendah sekaligus menjadi asam amino pembatas pada produk daging analog yaitu metionin (esensial). Produk analog dibandingkan dengan skor asam amino daging sapi (Lunven et al. 1973), SAA daging analog terpaut jauh sekitar 2 hingga 3 kali untuk mencapai SAA daging sapi. Terdapat tiga jenis asam amino non esensial daging analog yang kadar asam aminonya lebih tinggi dibandingkan daging sapi yaitu asam glutamat, prolin, dan serin. Kecukupan asam amino produk dibandingkan dengan kebutuhan orang dewasa terdapat pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11 Kecukupan asam amino esensial daging analog terhadap kebutuhan usia dewasa

Jenis asam amino Asam amino (mg/g protein) Kebutuhan

dewasa* Kecukupan (%)

Keterangan: *. Kebutuhan asam amino berdasarkan WHO/FAO/UNU (2007).

(33)

19

Karakteristik Fisik Produk Daging Analog Terpilih

Karakteristik fisik yang diuji pada produk adalah tekstur kekenyalan dan daya ikat air. Tekstur kekenyalan menggambarkan tingkat elastisitas daging yang timbul ketika daging digigit. Daya ikat air menggambarkan kemampuan daging analog dalam mengikat air. Hasil uji sifat fisik disajikan pada Lampiran 12. Hasil analisis uji fisik selanjutnya dianalisis menggunakan uji beda dua sampel tidak berhubungan Independent T-test. Tabel 12 di bawah ini adalah karakteristik fisik produk daging analog terpilih.

Tabel 12 Karakteristik fisik daging analog

Karakteristik fisik P1A P1B Sig.

Tekstur kekenyalan (N) 8.55a 8.51a .668 Daya ikat air (%) 85.41a 86.72a .974

Keterangan: huruf berbeda pada baris sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). Perlakuan P1A (produk mentah), perlakuan P1B (produk matang). Hasil analisis merupakan duplo dua kali ulangan.

Tekstur kekenyalan

Tekstur kekenyalan medeskripsikan kemampuan suatu produk saat mendapat tekanan di permukaannya. Dengan kekenyalan yang baik, suatu produk dapat semakin mudah untuk dikunyah. Tabel 12 menunjukkan persentase kekenyalan produk sebelum dilakukan pengolahan (mentah) yaitu P1A dan sesudah diberi pengolahan rebus (matang) yaitu P1B. Tidak terdapat perbedaan yang nyata berdasarkan Independent T-Test pada kedua perlakuan. Uji tekstur pada penelitian Wardhani dan Wijanarko (2013) pada subtitusi gluten 80% menunjukkan angka 17.09 N, sedangkan hasil tekstur produk sekitar 8.5 N. Hal tersebut menandakan produk daging analog terpilih lebih empuk bertekstur kenyal dan elastis. Proses pengolahan lanjutan (pemanasan) pada produk tidak mengubah tekstur produk.

Daya ikat air

(34)

20

Karakteristik Panel Konsumen Uji Penerimaan Daging Analog

Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji penerimaan produk dilakukan pada panel konsumen. Panel konsumen yang memenuhi syarat berjumlah 30–100 orang. Panel konsumen yang sesuai untuk uji penerimaan adalah kelompok sasaran produk. Uji penerimaan dilakukan pada kelompok panelis tidak terlatih atau kelompok khusus sesuai sasaran. Panel konsumen yang digunakan dalam uji penerimaan produk daging analog berjumlah 30 orang kelompok khusus vegetarian.

Panel konsumen diminta mengisi kuisioner kesediaan mengikuti wawancara dan uji penerimaan produk. Panelis menilai kesukaan terhadap produk berdasarkan tiga skala ordinal yaitu tidak suka, biasa, dan suka. Alasan penggunaan tiga skala ordinal adalah kelompok vegetarian termasuk sebagai kelompok khusus yang sesuai dengan sasaran produk serta panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk menghabiskan produk sesuai kemampuan penerimaan panelis. Jika panelis menghabiskan produk, panelis menyatakan alasan menghabiskan produk. Jika panelis tidak menghabiskan produk, panelis menyatakan alasannya dan sisa sampel ditimbang. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh panelis ditimbang untuk mengetahui rata-rata konsumsi panelis. Tabel 13 di bawah ini merupakan karakteristik panel konsumen vegetarian pada uji daya terima produk daging analog terpilih.

Tabel 13 Karakteristik panel konsumen uji penerimaan

Jenis karakteristik Kategori n (%)

Usia 19–29 tahun 17 56.67

Laki-laki usia 19–64 tahun kebutuhan Fe 13 mg/hari

18 60.00

Perempuan usia 19–49 tahun kebutuhan Fe 26 mg/hari Lacto vegetarian (nabati dan susu) 6 20.00 Lacto ovo vegetarian (nabati, susu, dan telur) 7 23.33 Vegetarian pesce (nabati dan ikan) 3 10.00 Vegetarian pollo (nabati dan ayam/unggas) 2 6.67 Flexitarian (daging, dan olahannya-jarang) 9 30.00

Jumlah 30 100.00

(35)

21

Panel konsumen diambil berdasarkan kriteria usia produktif menurut BKKBN (2013) usia 15–64 tahun. Pembagian kelompok usia dari rentang usia produktif berdasarkan kesamaan kebutuhan zat besi (mg/hari) menurut AKG (2013). Pembagian kelompok jenis kelamin responden dikategorikan berdasarkan kesamaan kebutuhan zat besi pada AKG (2013). Kebutuhan zat besi laki-laki pada usia 19–64 tahun adalah 13 mg/hari. Perempuan usia 19–49 tahun adalah 26 mg/hari, dan menurun pada kelompok usia 50–64 tahun menjadi 12 mg/hari.

Berdasarkan Tabel 13, pekerjaan panelis yang terbanyak adalah mahasiswa (36.67%) dengan rentang usia antara 19–29 tahun. Secara umum kelompok mahasiswa ini tergolong ke dalam jenis vegetarian flexitarian. Semua kelompok mahasiswa yang menjadi vegetarian sudah memulai gaya hidup tersebut lebih dari satu tahun.

Kelompok semi vegetarian rata-rata berusia antara rentang 19–49 tahun. Kelompok ini sudah memulai gaya hidup vegetarian lebih dari satu tahun yang lalu. Secara umum, hampir semua panelis semi vegetarian memiliki ketertarikan menjadi vegan.

Kelompok yang memiliki gaya hidup vegetarian kurang dari 6 bulan (6.67%) adalah kelompok yang berasal dari jenis flexitarian. Kelompok vegan dan semi vegetarian lainnya sudah memulai gaya hidup vegetarian lebih dari satu tahun (93.33%). Kelompok vegan (6.67%) berusia pada rentang 19–29 dan 30–49 tahun. Alasan utama panelis vegan tidak mengonsumsi sumber hewani adalah kepercayaan agama. Tabel 14 di bawah ini adalah alasan-alasan panelis memilih gaya hidup vegetarian.

Tabel 14 Alasan panelis memilih gaya hidup vegetarian Alasan Jumlah (orang) Kepercayaan/keyakinan agama 11

Kesehatan 21

Faktor ekologis (keramahan alam) 9

Alasan lain 5

Kesehatan menjadi alasan terbanyak yang dipilih panelis memilih gaya hidup vegetarian (21 orang). Sebanyak 11 panelis lainnya memilih alasan kepercayaan/keyakinan agama, dan 9 panelis memilih faktor keramahan alam. Terdapat beberapa responden yang memiliki alasan lebih dari satu. Kelompok vegetarian yag memiliki alasan kepercayaan agama rata-rata telah menganut gaya hidup vegetarian lebih dari satu tahun. Kelompok flexitarian rata-rata memilih alasan kesehatan dan alasan lainnya.

Uji Penerimaan Daging Analog

(36)

22

melibatkan konsumen yang mewakili populasi pengguna produk. Tingkat kesukaan dan penerimaan dinilai berdasarkan karakteristik sensori produk, dan diukur menggunakan skala hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Skala hedonik yang digunakan dalam pengukuran penerimaan konsumen vegetarian adalah skala tiga tingkat yaitu suka, biasa, dan tidak suka. Tabel 15 di bawah ini adalah nilai modus semua atribut dalam uji penerimaan produk.

Tabel 15 Nilai modus uji penerimaan

Atribut Presentase modus

Modus %

Warna 2 50.00

Aroma 3 46.67

Rasa 3 46.67

Tekstur 3 56.67

Atribut warna mendeskripsikan kenampakan permukaan daging setelah diberi bumbu. Mayoritas panelis menilai warna produk daging analog dengan kategori 2 (biasa). Mayoritas panelis menilai 3 (suka) pada aroma produk. Atribut rasa menunjukkan kesan kesukaan panelis terhadap rasa melalui indera pengecapan panelis. Secara umum, penelis menilai atribut rasa dengan kategori penilaian 3 (suka). Atribut tekstur mendeskripsikan kesan panelis terhadap bentuk, tekstur tekan, dan tekstur kulum/gigit produk di mulut. Mayoritas panelis menyukai produk ditandai dengan menilai produk pada kategori 3 (suka). Persentase penerimaan produk merupakan perbandingan tingkat kesukaan biasa dan suka pada panelis dibandingkan dengan keseluruhan jumlah panelis. Tabel 16 berikut ini adalah persen tingkat penerimaan panelis terhadap produk.

Tabel 16 Persentase penerimaan panel konsumen vegetarian

Atribut Presentase penerimaan (%)

Warna 83.33

Aroma 93.33

Rasa 73.33

Tekstur 93.33

Berdasarkan Tabel 16 di atas, tingkat penerimaan paling tinggi pada produk adalah atribut aroma dan tekstur dengan nilai 93.33%, sedangkan nilai persentase terkecil pada tingkat penerimaan produk adalah atribut rasa (73.33%). Berdasarkan presentase tersebut, produk dapat diterima oleh kelompok vegetarian.

Kandungan Gizi Daging Analog Per Takaran Saji

Penggunaan satu porsi daging sapi sebanyak 35 gram mengacu Permenkes No. 41 (2014) tentang Pedoman Gizi Seimbang yaitu penentuan satuan penukar bahan makanan berlemak sedang. Rata-rata panel konsumen menghabiskan 21.53 g atau 61.52% dari porsi yang diberikan.

(37)

23 mengonsumsi 3 potong dalam sehari. Kandungan gizi produk per takaran saji disajikan pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17 Kandungan gizi daging analog per takaran saji (70 g)

Zat gizi 100 g (bb) Porsi sehari 3

Keterangan: Kecukupan energi dan protein berdasarkan rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia; *) Kecukupan Fe berdasarkan AKG (2013) laki-laki usia 19-64 tahun: 13 mg/100 g; **) Kecukupan Fe berdasarkan AKG (2013) perempuan usia 19-49 tahun: 26 mg/100 g.

Berdasarkan BPOM (2011), produk daging analog dikategorikan sebagai sumber protein karena lebih besar dari 20% ALG protein (12 g). Berdasarkan Permenkes No. 41 (2014) tentang Pedoman Gizi Seimbang, satu satuan penukar lauk berlemak sedang menggunakan pendekatan zat gizinya mengandung 50 Kalori, 7 gram protein, dan 2 gram lemak. Produk daging analog mendekati acuan tersebut, setiap satu satuan penukar (35 g), menyumbang energi 59.94 Kal, protein 4.44 g, lemak 1.24 g, karbohidrat 7.77 g.

Kecukupan energi dan protein produk ditaksir berdasarkan rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia 2150 Kal dan 57 g protein. Produk daging analog berkontribusi 5.58% sumbangan energi dalam sehari dan 15.56% sumbangan protein sehari. Berdasarkan AKG (2013), dalam sehari laki-laki usia 19–64 tahun dapat mencukupi 13.57% kebutuhan Fe sedangkan perempuan usia 19–49 tahun dapat mencukupi 6.77% kebutuhan Fe. Alasan panel konsumen dalam mengonsumsi produk disajikan pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18 Alasan panelis mengonsumsi produk Alasan Jumlah (orang) Produk dihabiskan

Kesukaan pada aroma 2

Enak 12

Bermanfaat bagi kesehatan 8 Alasan lain 2 Produk tidak dihabiskan

Eneg 5

Kurang rasa 3 Menghindari produk gluten 2 Alasan lain 2

(38)

24

menyukai rasanya karena cukup banyak bumbu dengan rasa tajam namun kurang rasa gurih. Aplikasi pengolahan daging analog di masyarakat tidak hanya direbus, jenis pengolahan lain seperti digoreng, dibakar, dikukus, atau dipanggang kemungkinan dapat mempengaruhi penerimaan panelis. Penggunaan jenis bumbu masakan tertentu kemungkinan akan menentukan penerimaan panelis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produk daging analog dibuat dari tepung gluten 31.42%, tepung ubi jalar 7.86%, mikrokapsul zat besi 0.86%, dan air 39.28%. Produk ini dimodifikasi dengan penambahan kaldu jamur bubuk 1.77% untuk menambah citarasa. Produk daging analog yang telah dimodifikasi, diberi perlakuan jenis pengolahan dengan suhu yang berbeda, P1 (suhu pemasakan ±1000C-direbus), P2 (suhu pemasakan ±1750C-digoreng), dan P3 (suhu pemasakan ±2000C-dibakar). Pengambilan keputusan produk terbaik menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan kriteria penentu keputusan berupa atribut keseluruhan dan biaya pengolahan tingkat rumah tangga. Berdasarkan MPE, P1 (perlakuan direbus) merupakan produk terpilih dengan tingkat kesukaan tertinggi dan biaya pengolahan termurah.

Produk terpilih mengandung kadar air produk per 100 g adalah 59.38 g. Karakteristik kimia produk terpilih berdasarkan basis kering, yaitu abu 5.68%, protein 32.44%, lemak 9.03%, karbohidrat 52.84%, zat besi 6.44 mg/100 g, bioavaibilitas Fe 27.43%, dan energi 422.44 Kal. Kandungan asam amino esensial yang dapat dipenuhi dalam sehari (dalam satuan mg/g protein) adalah histidin. Karakteristik fisik tekstur kekenyalan dan daya ikat air produk mentah dan setelah melalui pengolahan terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05). Tekstur kekenyalan produk mentah adalah 8.55 N dan produk setelah melalui pengolahan terpilih 8.51 N. Daya ikat air produk mentah 85.41% dan produk matang setelah pengolahan terpilih 86.72%.

Uji penerimaan produk daging analog dilakukan di Bogor dengan jumlah panel konsumen 30 orang. Rata-rata panelis menyukai produk dengan penerimaan panelis 85.83%. Produk daging analog merupakan sumber protein. Porsi sehari yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan lauk 70 g adalah 3 potong dengan kontribusi energi 119.88 Kal, protein 8.87 g, lemak 2.47 g, karbohidrat 15.54 g, zat besi 1.76 mg dalam sehari. Produk daging analog dapat memenuhi kebutuhan energi 5.58%, protein 15.56%, kebutuhan Fe laki-laki usia 19–64 tahun 13.57%, dan kebutuhan Fe perempuan usia 19–49 tahun 6.77%.

Saran

(39)

25 tubuh. Aplikasi pengolahan dan penggunaan bumbu masakan pada daging analog bukan hanya direbus, sehingga perlu adanya penelitian lanjutan mengenai jenis pengolahan lain atau penggunaan bumbu masakan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

[AKG] Angka Kecukupan Gizi. 2013. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional. 2013. Profil

Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): BKKBN.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta: BPOM.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2010. Jakarta (ID): LIPI.

[Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan No. 75. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Kemenkes.

[Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 41 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes.

[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta (ID): Balitbang Kesehatan Kemenkes RI.

[SNI] Standar Nasional Indonesia SNI 01-7152-2006. 2006. Bahan tambahan pangan – Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan. Jakarta: BSN.

[WHO/FAO/UNU] World Health Organization, Food and Agriculture Organization, United Nations University. 2007. Protein And Amino Acid Requirements In Human Nutrition. Geneva (SWI): World Health Organization.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Washington DC: Association of Official Analysis Chemist.

Ball JM dan Bartlett AM. 1999. Dietary intake and iron status of Australian vegetarian women. Am J Clin Nutr 1999; 70: 353-8.

Bellows L. 2012. Vegetarian diets [artikel]. Food and Nutrition Series (Health). Colorado (US): Colorado State University.

Chambers E dan Koppel Kadri. 2013. Association of volatil compounds with sensory aroma and flavor: the complex nature of flavor. Molecules Journal. doi: 10.3390/molecules18054887.

Dinata HAKI. 2014. Daging artifisial tinggi zat besi sebagai alternatif pangan vegetarian pencegah anemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fikawati S, Wahyuni D, Syafiq A. 2012. Status gizi ibu hamil dan berat badan

(40)

26

Flail JG. 2011. Why “flexitarian” was a word of the year: carno-phallogocentrism and the lexicon of vegetable-based diets. International Journal of Humanities and Social Science, (1) No. 12.

Gantohe MT. 2012. Formulasi cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus (Channa striata) dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gibney M, Margetts MB, Kearney MJ, Arab L. 2009. Public Health Nutrition. Jakarta (ID): CV EGC Medical Publisher.

Hollander M dan Wolfe AD. 1973. Nonparametric Statistical Methods. New York (US): A Willey-Interscience Publication.

Hurrel R dan Egli I. 2010. Iron bioavaibility and dietary reference value. Am J

Clin Nutr 2010;91(suppl):1461S–7S.

Kimura Mieko dan Itokawa Yoshinori. 1990. Cooking losses of minerals in foods and its nutritional significance. J Nutr Sci Vitaminol 36, S25-S33, 1990. Komariah, Rahayu S, Sarjito. 2009. Sifat fisik daging sapi, kerbau dan domba

pada lama postmortem yang berbeda. Bulletin Peternakan Vol. 33(3): 183-189.

Lawrie RA. 2003. Meat Science, Thhe 6thed. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Lillian NU, Prisca IU, Oizama M, Nkechi O, Ifeoma I. 2013. Proximate analysis

and mineral content of three commonly used seasonings in Nigeria. Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology. IOSR-JESTFT. doi: 10.5402/2013/359727.

Lin S, Huff EH, Hsieh F. 2000. Texture and chemical characteristic of soy protein meat analog extruded at high moisture. Journal of Food Science. doi: 10.1111/j.1365-2621.2000.tb15991.x.

Liur JI, Mufsiroh FA, Mailoa M, Bremeer R, Bintoro PV, Kusrahayu. 2013. Potensi penerapan tepung ubi jalar dalam pembuatan bakso sapi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan: Vol (2) No. 1.

Lunven P, Marco SDCL, Carnovale E, Fratoni A. 1973. Amino acid composition of hen’s egg. Br J Nutr. (1973), (30). (189).

Manorama M dan Shridar S. 2012. The ash and iron content of common vegetable grown in Latur District, India. Research Journal of Recent Sciences. Res. J. Recent Sci. doi: 10.ISCA-RJRS-2012-06.

Move Indonesia. 2007. Vegetarian Hidup Ekologis. Mojokerto (ID): Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup.

Nuraidah. 2013. Studi pembuatan daging tiruan dari kacang merah (Phaseolus vulgaris. L) [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

(41)

27 Phillips F. 2005. Vegetarian nutrition [makalah]. Nutrition Bulletin. London

(UK): British Nutrition Foundation.

Purnomo H, Pruwadi, Rosyidi D, Testiani NI. 2000. Kualitas daging domba ekor gemuk betina periode lepas sapih dengan perlakuan docking dan tingkat pemberian konsentrat ditinjau dari pH, daya ikat air, keempukan, dan susut masak. JIIP. 10(2), 11-17.

Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium bioavaibility in human milk, cow milk, and infant, formulas-comparison between dialysis and solubility methods. Food Chem: 65: 353-357.

Rosyidi D, Susilo A, Wiretno I. 2010. Pengaruh bangsa sapi terhadap kualitas fisik dan kimiawi daging. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 2(10): 11-17.

Samicho Z, Mutalib ARS, Abdullah N. 2013. Amino acid composition of droughtmaster beef at various beef cuts. Agricultural Sciences. (4), (61-64). doi: 10.4236/as.2013.45B012.

Sanudo C et al. 2008. Meat quality of ten cattle breeds of the Southwest of Europe. FAIR1 CT95 002 – Final Report, 190–132.

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari PM. 2010. Analisis Sensor untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.

Siagian A. 2003. Pendekatan fortifikasi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro [artikel]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. 2011. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta.

Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1995. Metode Penetapan Zat Gizi. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. IPB.

Sullivan R. 2007. Vegetarian Nutrition on the Syracuse University. New York (US): Syracuse University Registered Dietitian and Nutrition Educator. Trevino RS, Scholtz MJ, Pace NC. 2006. Amino acid contribution to protein

solubility: Asp, Glu, and Ser contribute favorably than other hydrophilic amino acids in Raase Sa. J Mol Biol. 2007 February 16; 366(2): 449–460. doi: 10.1016/j.jmb.2006.10.026.

Wardani KAN dan Widjanarko BS. 2013. Potensi jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan gluten dalam pembuatan daging tiruan tinggi serat. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 14, No. 3, hl: 151-164.

Williams GP. 2007. Nutritional composition of red meat. Nutrition & Dietetics. Official journal of Dietitians Association of Australia, 2007, 64 (Suppl 4), S113-S119.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-BRIO Press.

Gambar

Gambar 1 Metode pembuatan daging analog yang difortifikasi besi dengan
Tabel 1  Penilaian parameter kepentingan produk
Tabel 2  Jenis bahan pembuatan daging analog yang difortifikasi besi
Tabel 5  Persentase penerimaan panelis uji organoleptik
+7

Referensi

Dokumen terkait

tindakan adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk penulisan tugas akhir ini.. Anchor adalah suatu komponen yang akan mcnerima gaya punur yang.. bekel)a pada Oel..s1bel

Kebijakan dari BMT Surya Dana Makmur Tulung pembiayaan yang diterapkan terhadap nasabah pasar adalah akad murabahah jadi tujuan yang dimaksud BMT adalah tujuan

Untuk mengetahui pengaruh latihan jongkok berdiri dengan beban terhadap. kecepatan lari siswa sekolah

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

It could be concluded from the present study that the lack of green fodder and dietary supplementation of vitamins led to reduced plasma levels of vitamin A, β -carotene and

Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan membaca dengan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN 17 Kota Bengkulu

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dapat meningkatkan

Penyakit TB paru (Tuberculosis) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,penyakit ini merupakan penyakit yang tergolong menular dan