PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN KARET
(
Hevea brasiliensis)
SKRIPSI
Oleh : ISMI SYAHRIANI
061202016
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Penggunaan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis).
Nama Mahasiswa : Ismi Syahriani
NIM/Program Studi : 061201016/Budidaya Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Budi Utomo, S.P, M.P) (Afifuddin Dalimunthe, S.P, M.P)
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
ISMI SYAHRIANI.The Use of Several kinds of Fungi to Improve the Growth of
Hevea brasiliensis. Under academic supervision of BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
Peat is farm having problem which in this time is farm which at most set eye on by public for the exploiting process. The peat soil used up and becoming soil mineral (alluvial) wishing done addition of fungi at this farm which possibly can increase the soil fertility. Research aimed to detected the fungi or the combination of fungi playing its role in improving the plant growth in peat land. Research is executed month of Oktober-Desember 2009, in Dusun XIV Simpang Empat Pasar Banjar, Tanjung Balai, Asahan sub-province, North Sumatera using factorial complete randomized block design by 16 treatments and used 4 species of fungi that is Trichoderma koningii, Curvularia lunata, Aspergillus niger and
Penicillium sp.. The parameter observed were stem diameter, plant height, crown dry weight, and root dry weight.
Research result indicate that assorted influence fungi and also the combination cannot have increase plant growth of Hevea brasiliensis maximally. Fungi which application have the character of cosmopolitan in increasing plant growth in each soil type.
ABSTRAK
ISMI SYAHRIANI. Pengaruh Berbagai Macam Fungi Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Dibimbing Oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
Gambut merupakan lahan yang bermasalah yang saat ini merupakan lahan yang paling banyak diincar oleh masyarakat untuk proses pemanfaatannya. Tanah gambut yang ada habis dan menjadi tanah mineral (aluvial) yang ingin dilakukan penambahan fungi pada lahan ini yang mungkin dapat meningkatkan kesuburan tanahnya. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi pemberian fungi atau kombinasi fungi yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapangan. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober-Desember 2009, di Dusun XIV Simpang Empat Pasar Banjar, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara dengan menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial dengan 16 perlakuan dan empat jenis fungi yaitu Trichoderma koninggii, Curvularia lunata, Aspergillus nigerdan Penicillium sp. Parameter yang diamati adalah diameter tanaman, tinggi tanaman dan bobot kering tajuk dan akar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fungi tunggal maupun kombinasinya tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Hevea brasiliensis
secara maksimal di lapangan. Fungi yang diaplikasikan bersifat cosmopolitan
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada setiap jenis tanah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul Penggunaan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Tanaman Karet (Hevea brasiliensis).
Penulis mengucapkan terima kasih banyak pada dosen pembimbing
penelitian yaitu Dr. Budi Utomo, S.P, MP selaku ketua dan bapak Afiffuddin
Dalimunthe, S.P, M.P selaku anggota komisi pembimbing. Serta kepada kedua
orangtua saya ayahanda Jamiluddin dan ibunda Hamidah yang telah mendukung
saya dalam segi moril dan materiil, dan kepada semua teman-teman Budidaya
Hutan 2006, teman-teman satu tim PKL yang telah membantu saya dalam
pelaksanaan penelitian maupun proses penyelesaian skripsi ini serta semua pihak
yang telah membantu dalam penyempuranaannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
penyempurnaan skrispsi ini. Akhirnya penulis berharap hasil penelitian ini dapat
DAFTAR ISI
Deskripsi Karet (Hevea brasiliensis) ... 12
Syarat Tumbuh ... 12
Penyebarannya ... 13
Karakteristik Karet (Hevea brasiliensis) ... 13
Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 15
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 17
Bahan dan Alat ... 17
Pembuatan Stater ... 18
Persiapan Media Tanam, Penanaman dan Aplikasi Stater ... 18
Rancangan Penelitian ... 19
Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 27 Saran ... 27
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal 1. Kriteria pemanfaatan gambut berdasarkan ketebalan lapisan, bahan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1. Perlakuan A3 (A) Penambahan Penicillium sp. dan (B) perlakuan A7 kombinasi antara Trichoderma koningii dan Curvularia lunata pada
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal. 1. Lampiran Analisis rancangan percobaan diameter tanaman Karet ... 30
2. Lampiran Analisis rancangan percobaan tinggi tanaman Karet... 31
3. Lampiran Analisis rancangan percobaan bobot kering tajuk tanaman
Karet... 32
4. Lampiran Analisis rancangan percobaan bobot kering akar tanaman
Karet... 33
ABSTRACT
ISMI SYAHRIANI.The Use of Several kinds of Fungi to Improve the Growth of
Hevea brasiliensis. Under academic supervision of BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
Peat is farm having problem which in this time is farm which at most set eye on by public for the exploiting process. The peat soil used up and becoming soil mineral (alluvial) wishing done addition of fungi at this farm which possibly can increase the soil fertility. Research aimed to detected the fungi or the combination of fungi playing its role in improving the plant growth in peat land. Research is executed month of Oktober-Desember 2009, in Dusun XIV Simpang Empat Pasar Banjar, Tanjung Balai, Asahan sub-province, North Sumatera using factorial complete randomized block design by 16 treatments and used 4 species of fungi that is Trichoderma koningii, Curvularia lunata, Aspergillus niger and
Penicillium sp.. The parameter observed were stem diameter, plant height, crown dry weight, and root dry weight.
Research result indicate that assorted influence fungi and also the combination cannot have increase plant growth of Hevea brasiliensis maximally. Fungi which application have the character of cosmopolitan in increasing plant growth in each soil type.
ABSTRAK
ISMI SYAHRIANI. Pengaruh Berbagai Macam Fungi Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Dibimbing Oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
Gambut merupakan lahan yang bermasalah yang saat ini merupakan lahan yang paling banyak diincar oleh masyarakat untuk proses pemanfaatannya. Tanah gambut yang ada habis dan menjadi tanah mineral (aluvial) yang ingin dilakukan penambahan fungi pada lahan ini yang mungkin dapat meningkatkan kesuburan tanahnya. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi pemberian fungi atau kombinasi fungi yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapangan. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober-Desember 2009, di Dusun XIV Simpang Empat Pasar Banjar, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara dengan menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial dengan 16 perlakuan dan empat jenis fungi yaitu Trichoderma koninggii, Curvularia lunata, Aspergillus nigerdan Penicillium sp. Parameter yang diamati adalah diameter tanaman, tinggi tanaman dan bobot kering tajuk dan akar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fungi tunggal maupun kombinasinya tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Hevea brasiliensis
secara maksimal di lapangan. Fungi yang diaplikasikan bersifat cosmopolitan
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada setiap jenis tanah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas lahan gambut di Indonesia menempati posisi ke-4 setelah Kanada,
Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007). Data luas lahan gambut senantiasa
berubah seiring dengan maraknya pembukaan lahan gambut oleh masyarakat yang
tidak mengerti fungsi lahan gambut, oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung-jawab atau akibat faktor alam. Kerusakan lahan gambut akibat tindakan manusia
seperti: illegal logging, kebakaran, konversi lahan gambut menjadi perkebunan
yang ternyata tidak memberi hasil yang memuaskan akibat lahan tersebut tidak
produktif.
Tanah gambut terdapat di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Papua.
Karakteristik tanah gambut berasal dari tumbuhan yang mati jutaan tahun dan
telah terjadi pelapukan. Warna tanahnya hitam kecoklatan. Strukturnya seperti
serbut gergaji bercampur lumpur hitam. Tanah ini sangat berbahaya kalau di
musim kemarau karena apabila terbakar sangat sulit dimatikan bara apinya karena
bisa menjalar bara api 2 meter dibawah permukaannya.
Lahan yang digunakan sebagai media tanam penelitian merupakan tanah
gambut dangkal yang habis dan menjadi tanah endapan (alluvial). Tanah gambut
dangkal ini memiliki kedalaman < 30 cm. Tanah gambut yang ada habis
kemungkinan karena menguap atau unsur hara yang ada pada gambut
dimanfaatkan oleh tanaman pertanian dan terbawa pada saat panen. Tanah aluvial
adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah
yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian (Rahmat,
penimbunan bahan organik terjadi. Dengan demikian berlangsung pembentukan
gambut dan tanah organik. Kadar bahan organik dan 20 % bahan mineral
merupakan angka untuk tanah organik yang diusahakan para petani. Kadar bahan
organik yang tinggi merupakan ciri khas penampang tanah organik.
Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan
pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya
digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman
inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan
tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan
organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai
pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan
dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan
yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk
meningkatkan ketersedian P dalam tanah (Madjid, 2009).
Pada lahan gambut, karet dapat tumbuh baik pada gambut tipis ( < 60 cm),
meskipun dapat tumbuh pada gambut dengan kedalaman maksimum 200 cm
asalkan dibuat parit drainase yang cukup (Rauf, 2008). Menurut Irwansyah (2008)
stater Trichoderma sp. yang diberikan ke tanaman dapat meningkatkan
pertumbuhan batang, daun yang lebih baik dibanding pemberian stater lainnya.
Fungi dapat dibuat stater yang dapat dijadikan sebagai pupuk hayati untuk
merehabilitasi lahan gambut. Penggunaan fungi selain murah juga tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga berkelanjutan.
diuraikan air, dan dapat meracuni produk yang dihasilkan oleh tanaman
(Yuleli, 2009).
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi fungi atau kombinasi
fungi yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan fungi atau kombinasi fungi yang diperoleh
diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Hipotesis Penelitian
1. Fungi atau kombinasi fungi yang diaplikasikan pada media tanah aluvial akan
dapat berperan sebagai dekomposer sehingga unsur-unsur hara menjadi
tersedia untuk pertumbuhan tanaman.
2. Pemberian fungi dalam bentuk kombinasi akan memberi pengaruh yang lebih
baik dari pada pemberian fungi dalam bentuk tunggal terhadap pertumbuhan
TINJAUAN PUSTAKA
Mengenal gambut
Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa
jaringan vegetasi alami pada masa lampau. Gambut biasanya terbentuk di daerah
cekungan di belakang tanggul sungai yang selalu jenuh air. Di sana, proses
dekomposi berjalan sangat lambat karena drainasenya terhambat. Lahan gambut
berperan penting dalam tata air kawasan. Ia bersifat seperti spon penyerap
kelebihan air di musim hujan hingga dapat mencegah banjir. Sementara itu, di
musim kemarau, air yang dimilikinya akan terlepas secara perlahan. Sejumlah
satwa langka, seperti buaya senyulong dan harimau sumatra, menjadikan lahan
gambut sebagai tempat berlindung. Lahan gambut juga berperan penting bagi seisi
alam dalam kapasitasnya sebagai penyimpan karbon. Gangguan fungsi yang satu
ini dapat menyebabkan lepasnya karbon ke atmosfer dan mendorong laju
perubahan iklim.
Pemanfaatan lahan gambut untuk tetap dipertahankan sebagai habitat
ratusan spesies tanaman hutan, merupakan suatu kebijakan yang sangat tepat.
Disamping kawasan gambut tetap mampu menyumbangkan fungsi ekonomi bagi
manusia di sekitarnya (produk kayu dan non kayu) secara berkelanjutan, fungsi
ekologi hutan rawa gambut sebagai pengendali suhu, kelembaban udara dan
hidrologi kawasan akan tetap berlangsung sebagai konsekuensi dari ekosistemnya
tidak berubah. Mempertahankan lahan gambut untuk tetap menjadi habitat jenis
pohon adalah beralasan. Hutan rawa gambut memiliki jenis pohon bernilai
Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomi), tanah gambut dikelompokkan ke
dalam ordo histosol (histos = jaringan) atau sebelumnya dinamakan organosol
yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral
umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan
asal, proses pembentukan, dan lingkungannya (Noor, 2001).
Perilaku tanah gambut yang berbeda dengan tanah lempung menjadikan
tanah gambut mempunyai keunikan karakteristik tersendiri. Misalnya, dalam hal
sifat fisik tanah gambut adalah tanah yang mempunyai kandungan organik tinggi,
kadar air tinggi, angka pori besar, dan adanya serat yang mengakibatkan tanah
gambut tidak mempunyai sifat plastis. Dari sifat mekaniknya tanah gambut
mempunyai sifat kompresibilitas dan daya dukung yang rendah (Purnomo, 2007).
Tanaman karet juga mampu menaikkan kandungan air tanah dan
kelembaban udara. Tanaman karet juga dapat berfungsi sebagai pematang angin,
penambah kualitas air tanah, penangkal intrusi air laut, pengurang cahaya silau,
dan penyerap zat penawar seperti gas, partikel padat, serta aerosol dari kendaraan
bermotor dan industri. Oleh karena itu, tanaman karet berperan sebagai salah satu
komponen pengelolaan lingkungan dan pengurang efek pemanasan global
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah
mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobologis untuk meningkatkan
ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk mikroba
bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne
menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Madjid, 2009).
Salah satu jenis fungi unggul adalah Trichoderma harzianum DT 38. T.
harzianum DT 38 ini memiliki beberapa keistimewaan, antara lain yang paling
menarik adalah kemampuannya untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Selain
daripada itu T. harzianum DT 38 juga dapat digunakan untuk agen pengendali
hayati penyakit yang disebabkan oleh Ganoderma. Isolat unggul lainya adalah
Aspergillus sp yang merupakan fungi pelarut fosfat. Aspergillus sp ini sudah
terbukti dapat melarutkan fosfat dari sumber-sumber yang sukar larut
(Isroi, 2008).
Kriteria Pemanfaatan Gambut
Kegagalan pemanfaatan gambut tidak lain disebabkan banyak faktor yang
dilangkahi dan tidak dipertimbangkan sebagai kriteria dalam pemanfaatannya.
Dasar pemanfaatan lahan gambut yang selama ini hanya mengandalkan
KEPPRES No. 32 Tahun 1990 yang menyatakan bahwa ketebalan gambut lebih
dari 3 meter untuk dikonservasi atau untuk kehutanan dan kurang dari 3 meter
dapat dijadikan kawasan produksi, tampaknya harus ditinjau kembali. Mengacu
dari pertemuan Tim Ad Hoc di BAPPENAS, Limin dkk (2003) menyatakan
bahwa KEPPRES No. 23/1990 ditetapkan tidak berdasarkan hasil riset dan fakta
lapangan, melainkan hanya mengakomodir pendapat para peserta rapat yang hadir
dalam penetapannya. Tetap memberlakukan KEPPRES No. 32/1990 tersebut
dipastikan akan menyebabkan kerusakan hebat pada lahan gambut yang tersisa,
dan menyulitkan restorasi lahan gambut yang telah rusak. Oleh karena itu, selain
(2000) mengajukan kriteria pemanfaatan gambut seperti diperincikan pada Tabel
2 berikut ini.
Tabel 1. Kriteria pemanfaatan gambut berdasarkan ketebalan lapisan, bahan di bawah gambut dan hidrologi
(Sumber : Limin 2000 dalam BPPT, 2006).
Tanah Aluvial
Tanah aluvial pada proses pembentukannya sangat tergantung dari bahan
induk asal tanah dan topografi, punya tingkat kesuburan yang bervariasi dari
rendah sampai tinggi, tekstur dari sedang hingga kasar, serta kandungan bahan
organik dari rendah sampai tinggi dan pH tanah berkisar masam, netral, sampai
alkalin. Kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation juga bervariasi karena
tergantung dari bahan induk (Hardjowigeno, 1985). Aluvial atau Inceptisol
memiliki pH yang sangat rendah yaitu kurang dari 4, sehingga sulit untuk
Tanah Aluvial memperlihatkan awal perkembangan biasanya lembab atau
basa selama 90 hari berturut-turut. Umumnya mempunyai lapisan kambik, karena
tanah ini belum berkembang lanjut dan kebanyakan tanah ini cukup subur
(Hardjowigeno, 1995). Sifat tanah aluvial sangat beragam tergantung sifat bahan
asal yang diendapkan. Penyebarannya tidak terpengaruhi oleh iklim maupun
ketinggian (Hardjowigeno, 1993 dalam Muda, 2010).
Tanah Aluvial yang dipersawahan akan berbeda sifat morfologisnya
dengan tanah yang tidak dipersawahan. Perbedaan yang sangat nyata dapat
dijumpai pada epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah
dipersawahan berstruktur granular dan warna coklat tua (10 YR 4/3). Sedangkan
epipedon tanah Aluvial yang dipersawahan tidak berstruktur dan berwarna
berubah menjadi kelabu (10 YR5/1) (Munir, 1984). Tanah Aluvial berwarna
kelabu sampai kecoklat-coklatan. Tekstur tanahnya liat atau liat berpasir,
mempunyai konsistensi keras waktu kering dan teguh pada waktu lembab.
Kandungan unsur haranya relatif kaya dan banyak tergantung pada bahan
induknya (Sarief, 1987 dalam Muda, 2010).
Tanah aluvial memiliki kemantapan agregat tanah yang didalamnya
terdapat banyak bahan organik sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK)
berasal dari bahan-bahan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik
adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah dalam memainkan
peranannya bahan organik sangat dibutuhkan oleh sumber dan susunanya
DESKRIPSI FUNGI
Trichodermasp.
Aplikasi Trichoderma harzianum dan Aspergillussp pada tanaman dapat
meningkatkan pertumbuhan/produktivitas tanaman terutama di tanah-tanah
marginal (Isroi, 2008). Koloni Trichoderma pada PDA tumbuh dengan cepat dan
dapat mencapai diameter 9 cm hanya dalam 4 hari dengan suhu 20ºC, bahkan
pada suhu 25ºC hanya membutuhkan 3 hari (Lubis, 1993). Mula-mula
pertumbuhan Trichodermaberbentuk anyaman miselium dengan permukaan yang
mulus, putih berair dan kemudian berhifa banyak, karena pembentukan hifa-hifa
sangat cepat, selanjutnya koloni Trichoderma akan berubah warna menjadi hijau
pekat. Bagian bawahnya tetap tidak berwarna. Penampilan warna ini disebabkan
pewarnaan fialospora, jumlah spora dan adanya perpanjangan hifa steril. Keuntungan Trichoderma harzianum sebagai pengendali hayati : aman bagi
lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia. Mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi
tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada
penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).
Aspergillus sp.
Koloni pada Medium PDA diameternya mencapai 4-5 cm dalam 7 hari,
dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning.
Lapisan konidia yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam. Kepala konidia
berbentuk bulat, dinding konidiofor tipis berwarna putih dapat juga berwarna
kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan berdiameter 50-100
µm. Fialid terbentuk pada metula dan berukuran ( 7-9,5 ) x ( 3-4 ) µm. Metula
berwarna putih hingga coklat. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat,
berukuran 3,5-5 µm, berwarna coklat. Banyak ditemukan di daerah beriklim tropis
dan subtropis, dan mudah diisolasi dari tanah, udara, sampah, serasah dedaunan
Konidiofor terbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana atau
bercabang, lurus atau merunduk, berwarna coklat dan mendekati ujung menjadi
coklat muda. Konidiofor dekat basis memiliki ukuran panjang 650 µm dan lebar
5–9 µm. Konidia bersepta 3, membengkok pada sel ke tiga yang lebih lebar dan
berwarna lebih coklat dari pada sel yang lain, berdinding tipis dan berukunan
hifa, pada stromata terbentuk kolumnar, pematangan setelah 20 hari. Askomata
berwarna hitam, dan memiliki tinggi 410-700 µm. Askus berbentuk silindris atau
gada dan bertunika tunggal. Askospora terletak meliuk dalam askus, berbentuk
filiform dan agak meruncing pada ujungnya, bening, bersepta 6-15, dan berukuran
(130-270) x (3,8-6,5) µm. Habitatnya banyak ditemukan di daerah tropis terutama
pada tumbuh-tumbuhan, telah diisolasi dari sawah, tanah hutan, lumpur hutan
bakau, serasah dan bahan organik yang mengandung keratin, selulosa dan
lain-lain. Suhu pertumbuhan yang optimal antara 24º-30º C. Dapat hidup selama 2
tahun pada tanah dalam bentuk sklerotia (Gandjar, 1999). Berfungsi sebagai
biokontrol terhadap berbagai patogen tanaman dalam tanah (Mukerji, 2000).
Dapat mengoksidasi Mangan (Rao, 1994).
Aplikasi Trichoderma harzianum dan Aspergillus sp. Pada tanaman dapat
meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman terutama di tanah–tanah
marginal pada tanaman jagung. Aspergillus sp. dan Penicillium sp. dapat
mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut (H2PO4¯)
fosfat seperti Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus dan Flavobacterium
(Isroi, 2008).
Fungi dapat hidup dan aktif dalam kondisi asam, netral dan basa. Dalam
suasana asam fungi lebih berperan untuk dekomposisi bahan organik daripada
bakteri dan Actinomycetes yang tidak tahan asam. Fungi lebih banyak ditemukan
di lapisan top soil tanah yang kaya bahan organik dan beraerase baik. Jenis fungi
yang banyak ditemukan adalah Penicillium sp., Mucor sp., Trichoderma sp. dan
Aspergillus sp. Jenis dan jumlah akan berubah sesuai dengan perubahan keadaan
tanah. Fungi merupakan jasad renik yang dapat menghancurkan selulosa, zat pati,
lignin, protein dan gula. Oleh karenanya dalam pembentukan humus dan agregasi
tanah fungi lebih berperan daripada bakteri, terutama dalam suasana asam
- Di dataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas permukaan laut, suhu
- Jenis tanah mulai dari vulkanis muda, tua dan aluvial sampai tanah gambut
dengan drainase dan aerase yang baik, tidak tergenang air. pH tanah bervariasi
dari 3,0-8,0
- Curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 100 - 150 hari.
(LIPTAN, 1992).
Penyebarannya
Tanaman karet berasal dari negara Brazil lalu menyebar ke Nepal, India,
Pakistan, Banglades, Sri Langka, Myanmar, Thailan, Laos, Kamboja, Vietnam
dan Cina Selatan. Setelah percobaan berkali-kali dilakukan oleh Henry Wickham,
tanaman karet berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Tanaman karet di
Indonesia, Malaysia dan Singapura mulai dibudidayakan sejak tahun 1876.
Tanaman karet di Indonesia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor
(Wibowo, 2008).
Karateristik Karet (Hevea brasiliensis)
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batang tumbuh cendrung
agak miring ke arah Utara. Batang mengandung getah atau lateks.
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm sedangkan panjang tangkai anak daun sekitar 3-10
cm. Biasanya terdapat tiga anak daun yang terdapat di ujung tangkai anak daun.
Anak daun berbentuk elips, memanjang dengan ujung meruncing, tepi daun rata.
sesuai jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warna biji karet coklat
kehitaman dengan ulir-ulir yang agak terang dari warna coklat.
Karet termasuk Dicotyledon untuk itu bijinya berkeping dua dan akarnya
merupakan akar tunggang. Dari akar tunggang keluar percabangan akar, di ujung
akar terdapat kaliptra. Dibelakang kaliptra terdapat jaringan berturut-turut:
jaringan meristematik, zona perpanjangan dan zona pendewasaan. Pada zona
pendewasaan terdapat bulu-bulu akar yang merupakan tempat terjadinya
penyerapan terhadap nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang secara luas dapat
dikategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik),
yang dikelompokkan sebagai berikut :
Faktor Eksternal
1. Iklim : cahaya, tempertur, air, panjang hari, angin, dan gas (CO2O2, N2,
SO2, nitrogen [N] oksida, Fl, Cl, dan O3). Gas-gas ini seringkali
merupakan polutan atmosfer (kecuali untuk tiga gas pertama) dan
2. Edafik (tanah) : tekstur, struktur, bahan organic, kapasitas pertukaran
kation (KTK), pH, kejenuhan basa, dan ketersediaan nutriea. Secara
keseluruhan, enam belas unsur diperlukan oleh tanaman.
3. Biologis : gulam, serangga, organism penyebab penyakit, nematode,
macam-macam tipe herbivore, dan mikroorganisme tanah, seperti bakteri
pemfiksasi N2dan bakteri denitrifikasi, serta mikoriza (asosiasi simbiotik
antara jamur dengan akar tanaman).
Faktor Internal
1. Ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis.
2. Laju fotosintetik.
3. Respirasi.
4. Pembagian hasil asimilasi dan N.
5. Klorofil, karoten, dan kandungan pigmen lainnya.
6. Tipe dan letak meristem.
7. Kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan.
8. Aktivitas enzim.
(Gardner, 1991).
DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Dusun XVI Kecamatan Simpang Empat Pasar
Banjar, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Kecamatan Simpang Empat ini
terletak ± 3 km dari kota Tanjung Balai. Dusun ini memiliki 841 jiwa dengan
jumlah Kepala Keluarga sebanyak 189. Pekerjaan masyarakat dominan adalah
Negeri Sipil dan selebihnya adalah wiraswasta. Perekonomian di desa ini
tergolong kurang (rendah). Musim yang terjadi adalah musim banjir kiriman,
bukan karena hujan.
Kota Tanjungbalai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Kota Tanjungbalai terletak di antara 2° 58' LU dan 99° 48' BT, dengan
luas wilayah 60,529 km² (6.052,9 ha), dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan.
Luas wilayahnya 60 km² dan penduduk berjumlah 125.000 jiwa. Kota ini berada
di tepi Sungai Asahan, sungai terpanjang di Sumatera Utara. Jarak tempuh dari
Medan sekitar 4 jam. Sebelum Kota Tanjungbalai diperluas dari hanya 199 ha
(2 km²) menjadi 60 km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara
dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk
lebih kurang 20.000 jiwa per km². Akhirnya Kota Tanjungbalai diperluas menjadi
± 60 Km² dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20
Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah Kota Tanjungbalai dan Kabupaten
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2009.
Lahan penelitian di dusun XIV, Kecamatan Simpang Empat Pasar Banjar,
Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, dan tempat pembuatan media PDA dan
pembiakan fungi serta pembuatan stater jagung dilakukan di Laboratorium Sentral
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Hevea brasiliensis
umur 2 bulan, fungi Trichoderma koningii., Aspergilus sp., Pinicillium sp.,
Curvularia lunata. yang dibiakkan di laboratorium, kentang, dekstrosa, agar-agar,
streptomycin sulfat, aquades, alkohol, jagung dan lahan yang berada di dusun XIV
Simpang Empat Pasar Banjar, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jangka sorong, meteran,
timbangan analisis, cawan Petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, gelas ukur, oven,
autoklaf, laminar flow, inkubator, ose, lampu bunsen, kompor gas, kukusan,
kapas, kertas label, plastik tahan panas, polibag 30 x 35 cm, aluminum foil,
Pembuatan stater
Jagung pecah giling dicuci bersih hingga semua kulit ari dan ampas
terbuang lalu ditiriskan. Jagung dikukus selama ± 50 menit, kira-kira hampir
matang diangkat. Jagung yang sudah dingin diberi streptomycin sebanyak satu
botol untuk 3 kg jagung. Jagung dimasukkan ke dalam plastik tahan panas ukuran
1 kg sebanyak masing-masing 300 g, disterilkan dalam autoklaf sampai suhu
mencapai 121ºC, kemudian dimatikan dan dibiarkan sampai dingin di dalam
autoklaf. Jagung dalam plastik dipindahkan ke dalam laminar flow untuk
diinokulasi dengan isolat fungi murni yang sudah dibiakkan di media PDA
sebelumnya. Fungi di media jagung dibiarkan sampai tumbuh merata di semua
bagian jagung. Stater fungi yang sudah berumur ± 1 bulan sudah dapat
diaplikasikan ke media tanaman, apabila belum digunakan stater dapat disimpan
di ruang pendingin (kulkas).
Persiapan Media Tanam, Penanaman dan Aplikasi Stater
Lahan yang digunakan sebagai media tanam adalah lahan yang ada di
Dusun XIV, Kecamatan Simpang Empat Banjar, Kabupaten Asahan, Sumatera
Utara. Bibit Hevea brasiliensis umur 2 bulan yang ada di dalam polybag
dipindahkan langsung ke lapangan/ditanam. Stater diaplikasikan sesuai dosis yang
sudah ditetapkan ke media tanam pada masing-masing tanaman (kecuali pada
tanaman yang berlabel A0) dan disiram setiap pagi dan sore hari dengan ukuran
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non
faktorial dengan 16 perlakuan 3 ulangan, yaitu :
A0 = Tanpa pemberian fungi (kontrol)
A1 = Pemberian Trichoderma koningii 200 (g)
A2 = Pemberian Aspergillus sp. 200 (g)
A3 = Pemberian Penicilliumsp. 200 (g)
A4 = Pemberian Curvularia lunata 200 (g)
A5 = Pemberian T. koningii dan Aspergillus sp. 100 : 100 (g)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh pemberian jenis-jenis
uji F. Bila pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang signifikan maka
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pengamatan
Pengukuran dan pengamatan dilakukan selama 2 setengah bulan. Parameter
yang diamati antara lain :
a. Diameter batang
Diameter batang diukur pada pangkal batang 1 cm dari permukaan tanah.
Pada saat pengukuran pertama, 1 bagian batang yang diukur diberi tanda dan
pengukuran berikutnya dilakukan pada tempat yang sama, demikian juga
untuk pengukuran-pengukuran selanjutnya. Alat ukur diameter batang
menggunakan jangka sorong (califer).
b. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah yang diberi tanda dengan
kayu sampai ujung batang setiap 15 hari sekali selama 3 bulan dan
pengukuran dilakukan dengan menggunakan rol meter ukuran 2 m.
c. Parameter berat kering tajuk dan berat kering akar dilakukan di akhir
pengambilan data (hari terakhir bulan ke-3). Dikeringkan dalam oven pada
suhu 70ºC hingga bobotnya konstan (48 jam) lalu berat kering masing-masing
ditimbang untuk mendapatkan bobot kering, dengan menggunakan timbangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 3 bulan, maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Diameter batang
Dari hasil yang diperoleh didapat bahwa diameter yang diamati tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap penambahan fungi pada tanaman Hevea
brasiliensis(Lampiran 1).Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
b. Tinggi tanaman
Dari hasil yang dipeoleh data tinggi tanaman (Lampiran 2) setelah diuji
juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman Hevea
brasileinsis, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Diameter dan Tinggi tanaman Hevea brasiliensis
Perlakuan Diameter tanaman
tinggi tanaman adalah pada aplikasi perlakuan A7 yaitu 0,26 cm dan 10,64 cm
dengan penambahan fungi Trichodermna koningii dan Curvularia lunata.
c. Bobot kering tajuk dan bobot kering akar
Data bobot kering tajuk dan berat kering akar dianalisis pada akhir
penelitian (Lampiran 3 dan 4). Tabel bobot kering tajuk dan bobot kering akar
Hevea brasiliensis dapat dilihat pada Tabel 3. dibawah.
Tabel 3. Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar Hevea brasiliensis
Perlakuan Bobot Kering
Pada Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa penggunaan berbagai jenis fungi
baik tunggal maupun kombinasinya tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot
kering tajuk dan bobot kering akar tanaman Hevea brasiliensis. Namun nilai
A B
Gambar 1. Perlakuan A3 (A) Penambahan Penicillium sp. dan (B) perlakuan A7 kombinasi antara Trichoderma koningii dan
Curvularia lunata pada tanaman Hevea brasiliensis
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian berbagai
macam fungi untuk pertumbuhan tanaman Hevea brasiliensis tidak berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman, namun nilai rata-rata
tertinggi terdapat pada perlakuan A7, kombinasi antara T. koningii dan C. lunata
yaitu 0,26 cm dan 10,64 cm. Pada bobot kering tajuk, nilai rata-rata tertinggi
yang terlihat pada Tabel 3. terdapat pada perlakuan A3 (Penicillium sp.) yaitu
2,03 g dimana pada bobot kering akar perlakuan ini juga tidak berpengaruh nyata.
Nilai rata-rata tertinggi untuk bobot kering akar adalah 0,87gr.
Fungi yang diberikan ternyata tidak bersifat cosmopolitan dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman pada setiap jenis tanah. Fungi tertentu hanya
spesifik berperan meningkatkan pertumbuhan tanaman bila hanya fungi tersebut
sudah berdapatasi lama pada jenis tanah tertentu. Sebagai contoh fungi yang
gambut di Kabupaten Labuhan Batu (Yuleli, 2009) yang memiliki ciri fisik
berwarna hitam atau tipe saprik, yaitu bahan tanah gambut yang sudah mengalami
perombakan sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang yang terdapat
pada lapisan paling atas di lahan gambut.
Setelah diaplikasikan pada tanah gambut yang telah mengalami peralihan
ke tanah mineral (aluvial) di Dusun XIV Kecamtan Simpang Empat Pasar Banjar,
Tanjung Balai, Kabupaten Asahan yang telah mengalami konversi ke lahan
pertanian, sehingga lapisan gambutnya telah berubah baik secara fisik maupun
kimia. Secara fisik, gambut ini mengalami penyusutan dari > 30 cm menjadi
hanya beberapa cm saja. Hal ini terjadi akibat kandungannya terbawa pada saat
panen maupun oleh penguapan atau porositas. Secara kimia unsur hara yang ada
juga mengalami kehilangan, baik menguap atau hilang terbawa air banjir yang
sewaktu-waktu datang secara kontiniu.
Mikroba adalah organisme hidup yang jika ditempatkan di lingkungan
yang sesuai maka akan berkembang dengan baik. Pada Tabel 2. dan Tabel 3. hasil
yang didapat menunjukkan bahwa penggunaan fungi tunggal maupun
kombinasinya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman
H. Brasiliensis. Hal ini kemungkinan karena adanya mikroba lain didalam tanah
sehingga terjadi kompetisi dalam mendapatkan ruang atau tempat tumbuh. Fungi
yang sudah ada pasti lebih dominan, sehingga fungi yang diaplikasikan pada
tanaman H. brasiliensis secara tunggal maupun kombinasinya kemungkinan
dapat ditekan dan akhirnya akan terseleksi dengan sendirinya. Change (2008)
menyatakan bahwa tanah yang sehat berarti tanah itu hidup. Tanah tersebut
menjadi makanan bagi tanaman. Biota tanah mencakup bakteri, mikroorganisme,
semut, cacing dan banyak lagi organisme yang sangat kecil.
Fungi yang diaplikasikan pada tanah alluvial ini dapat hidup, tetapi tidak
dapat bekerja secara maksimal. Karena lingkungan hidupnya tidak sesuai dengan
habitatnya. Penicilliumsp. merupakan fungi yang berperan dalam meningkatkan
pertumbuhan akar tanaman H. brasiliensis seperti yang terlihat pada Tabel 3.
bahwa pemberian Penicillium sp. (A3) merupakan nilai rata-rata tertinggi pada
bobot kering akar tanaman H. brasiliensis yang menurut Darkuni dan Noviar
(2001), Aspergillus sp. dan Penicillium sp. juga mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam melarutkan P dan K sehingga dapat dimanfaatkan tanaman untuk
memperoleh senyawa makro yang tidak tersedia bebas dalam tanah. Rao (1994)
menyatakan bahwa banyak jamur dan bakteri (misalnya Aspergillus, Penicilium,
Bacillus dan Pseudomonas) merupakan pelarut potensial dari fosfat yang terikat.
Dilaporkan bahwa, Aspergillus sp., dan Penicillium sp. dapat melepaskan ikatan
fosfor dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman (Isroi, 2008). Selain
itu, fungi tersebut dapat meghasilkan metabolit sekunder berupa griseofulvin yang
dapat mengurangi infeksi tanaman oleh beberapa mikroba tanah. Rao (1994)
menyatakan bahwa Curvularia lunata dapat mengoksidasi ion Mangan (Mn+),
sedangkan Mangan tersebut menurut Kanyoet (2008) berfungsi mengaktifkan
enzim dan terlibat dalam proses transfer elektron pada metabolisme sel. Kesemua
keuntungan atau kelebihan dari masing-masing fungi yang diaplikasikan tidak
dapat bekerja sesuai keunggulannya diduga karena fungi yang diaplikasikan pada
tanah aluvial ini sudah bekerja secara ekstra untuk hidup. Sehingga sulit untuk
Tujuan pemberian aplikasi fungi pada tanah aluvial ini adalah untuk
mengetahui apakah fungi dapat bekerja dengan baik untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman H. brasiliensis. Menurut Rao (1994) salah satu fungsi
utama jamur berbenang dalam tanah adalah untuk menguraikan bahan organik dan
membantu membentuk bongkah tanah. Karena banyak unsur dalam tanah yang
tidak tersedia bebas, sehingga dibutuhkan bantuan mikroorganisme untuk
mengurai bahkan menyediakannya bagi tanaman. Faktor lingkungan juga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik diameter, tinggi maupun hasil akhir
dari bobot kering tajuk dan bobot kering akar yang dihasilkan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gardner (1991) bahwa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman antara lain adalah faktor eksternal dan internal. Biologis
faktor eksternal salah satunya adalah mikroorganisme tanah.
Sumber air yang digunakan untuk pengairan tanaman setiap hari berasal dari
tempat yang sama juga dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
pertumbuhan tanaman. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa variasi
diantara individu tanaman dalam suatu komunita pada tempat yang relatif sempit
sebagai akibat keragaman unsur-unsur penyusun lingkungan adalah pemandangan
biasa dilapangan. Tanaman yang tumbuh pada tempat masuknya air dan pada
tempat keluarnya air pada lahan yang berpengairan sering menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda. Perbedaan tersebut yang dapat terjadi sangat
mencolok adalah cukup logis bila dihubungkan dengan status air dan unsur hara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian fungi tunggal maupun kombinasinya tidak dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman Hevea brasiliensis secara
maksimal di lapangan.
2. Fungi yang diaplikasikan bersifat cosmopolitandalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman pada setiap jenis tanah.
Saran
Aplikasi fungi Trichoderma koningii, Curvularia lunata, Aspergillus sp.
dan Penicillium sp. diharapkan dapat diuji coba pada jenis tanah lain selain
gambut dan alluvial untuk melihat pengaruh terbaik yang diberikan fungi pada
DAFTAR PUSTAKA
Amani. 2008. Biofungisida Trichoderma harzianum. http://www.amani.or.id/ [27 Juni 2008]
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Kementrian Koordianator Kesejahteraan Rakyat. 2006. Pemanfaatan Lahan Gambut dan Permasalahannya. http://workshopgambut.com. [07 September 2010]
Change, E. 2008. Pengaruh Mikroorganisme Tanah Terhadap Tanaman. http://erickchange.wordpress.com. [07 September 2010]
Darkuni, M. N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Universitas Negeri Malang.
Irwansyah, A. 2008. Penggunaan Beberapa Jenis Aktivator untuk Meningkatkan Laju Degradasi Tanah Gambut dan Pertumbuhan Tanaman Jati Putih (Gmelina arborea roxb). [Skripsi]. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Isroi. 2008. AplikasiTrichoderma harzianum dan Aspergillus sp. pada Tanaman. http://isroi.aplikasi_Trichoderma_harzianum.[07 September 2010]
Kanyoet, G. 2008. Organik VS Anorganik-Penyerap Hara. http://aglonemaon line.wordpress.com. [21 april 2010]
Lembar Informasi Pertanian. 1992. Budidaya Tanaman Karet. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. http://liptan.wordpress.com. [07 September 2010]
Lubis, L. 1993. Perkembangan Jamur Tricodherma sp. Pada Berbagai Media Buatan di Laboratorium. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Muda, T. 2010. Tanah Aluvial. http://tanah alluvial.wordpress.com. [20 September 2010]
Mukerji K G., K. L, 2000. Biocontrol of Plant Disease. Department of Botani University of Delhi. Delhi. India.
Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.
Purnomo, E. 2007. Karakteristik Fisik Tanah Gambut dalam Siklus Pengeringan dan Pembasahan. http://tanahgambut.com. [08 agustus 2009]
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia. UI Press. Jakarta.
Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press. Medan.
Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1994. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta.
Tjahjono. 2007. Kajian Potensi Endapan Gambut Indonesia Berdasarkan Aspek Lingkungan. http://din.esdm.go.id. [28 September 2009]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Tanaman Karet Menyelamatkan Kehidupan Dari Ancaman Karbondiksida. http://karetpertanian.com. [08 Agustus 2009]
Wibowo, R. W., Yuniarti, A. N. U. 2008. Karet. http://www.wibowo.karet.penyebarannya.[17 November 2009]
Lampiran 1. Analisis rancangan percobaan diameter tanaman Hevea brasiliensis
Diameter tanaman karet (Hevea brasiliensis) setelah pengamatan ke 7 (3 bulan)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
Analisis sidik ragam tinggi tanaman karet setelah pengamatan minggu ke 12 Sumber
Blok/Ulangan 2 0,009 0,004 0,409 3,32tn
Galad/Sisa 30 0,349 0,011
Total 47 0,600
Keterangan:
tn : Tidak nyata, A0: Tanpa pemberian fungi (kontrol), A1: Pemberian Trichoderma koningii200
Lampiran 2. Analisis rancangan percobaan tinggi tanaman Hevea brasiliensis
Tinggi tanaman karet (Hevea brasiliensis) setelah pengamatan ke 7 (3 bulan)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
A7 6,00 12,73 13,20 31,93 10,64
A8 6,40 14,70 8,90 30,00 10,00
Analisis sidik ragam tinggi tanaman karet setelah pengamatan minggu ke 12 Sumber
Blok/Ulangan 2 89,720 40,860 3,459 3,32*
Galad/Sisa 30 389,055 12,968
Total 47 829,671
Keterangan:
* : Nyata, A0: Tanpa pemberian fungi (kontrol), A1: Pemberian Trichoderma koningii200 g, A2:
Lampiran 3. Analisis rancangan percobaan bobot kering tajuk tanaman Hevea brasiliensis
Bobot kering tajuk tanaman karet (Hevea brasiliensis) setelah pengamatan ke 7 (3 bulan)
Analisis sidik ragam tinggi tanaman karet setelah pengamatan minggu ke 12 Sumber
Blok/Ulangan 2 7,536 3,768 2,602 3,32tn
Galad/Sisa 30 43,444 1,448
Total 47 60,004
Keterangan:
tn : Tidak nyata, A0: Tanpa pemberian fungi (kontrol), A1: Pemberian Trichoderma koningii200
Lampiran 4. Analisis rancangan percobaan bobot kering akar tanaman Hevea brasiliensis
Bobot kering akar tanaman karet (Hevea brasiliensis) setelah pengamatan ke 7 (3 bulan)
Analisis sidik ragam tinggi tanaman karet setelah pengamatan minggu ke 12 Sumber
Blok/Ulangan 2 1,075 0,537 5,095 3,32*
Galad/Sisa 30 3,167 0,105
Total 47 5,581
Keterangan:
* : Nyata, A0: Tanpa pemberian fungi (kontrol), A1: Pemberian Trichoderma koningii200 g, A2:
Lampiran 5. Gambar Lahan di lapangan
A0 A1 A2
A3 A4 A5
A3 A4 A5
A9 A10 A11
A12 A13 A14
A12 A13 A14
A15