PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN DOSIS
KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN PELENG (Spinacia oleracea l.A)
ARNOLD. H . SARAGI 030301024/BDP-AGRONOMI
`
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Peleng (Spinacia oleracea L.A)
Nama : Arnold H Saragi
NIM : 030301024
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. J.A. Napitupulu, M.Sc
Ketua Anggota Ir. B. Siagian, MS
Mengetahui
Ketua Departemen Ir. Edison Purba, Ph.D
ABSTRACT
Saragi Arnold,”The effect of chicken manure and dosage of potassium to the growth and production of spinach. Supervised by J.A. Napitupulu as the chief and B. Siagian as the member. The objective of the research was to study the effect of chicken manure and dosage of potassium on the growth and production of spinach. The research was conducted at Pertapaan, Sigalingging, Dairi. Located ± 1400 above sea level. Split plot design was used with two factors. The first
factor as main plot was the dosage of chicken manure which were P1 (5 ton/ha), P2 (10 ton/ha), and P3 (15 ton/ha). The second factor as sub plot was the dosage of
potassium which were K1 (50 kg/ha), K2 (100 kg/ha), K3 (150 kg/ha), and K4 (200 kg/ha). The research results showed that the dosage of chicken manure
significantly affected to plant height, leaf numbers, total leaf area, plant fresh weight, plant dry weight, net assimilation rate at 25-35 day after planted, and production of plant, but not significantly affected on flowering time and square meter production. The research results also showed that the dosage of potassium significantly affected on total leaf area, plant fresh weight, plant dry weight, net assimilation rate but not significantly affected on plant height, leaf numbers, flowering time, production of plant and square meter production. Based on the research, it can be recommended, that it needed to make further research by increasing dosage of manure and potassium until the optimum level for the growth and production of spinach.
ABSTRAK
Arnold Saragi “Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Dosis
Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Peleng (Spinacia oleracea L.A), dibawah bimbingan J.A. Napitupulu sebagai ketua
komisi pembimbing dan B. Siagian sebagai anggota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Peleng. Penelitian ini telah dilaksanakan di desa Pertapaan, Sigalingging, Kabupaten Dairi dengan ketinggian ± 1400 m diatas permukaan laut. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terpisah, dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu pupuk kandang ayam sebagai petak utama yang terdiri dari 3 taraf, yaitu P1 (5 ton/ha), P2 (10 ton/ha) dan P3 (15 ton/ha). Faktor kedua adalah dosis kalium
sebagai anak petak yang terdiri dari 4 taraf, yaitu K1 (50 kg K2O/ha), K2 (100 kg K2O/ha), K3 (150 kg K2O/ha), dan K4 (200 kg K2O/ha). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, laju asimilasi bersih pada umur 25-35 hst dan produksi per tanaman tapi tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan produksi per m2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap total luas daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman laju asimilasi bersih tapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun umur berbunga produksi per tanaman dan produksi per m2. Dari hasil penelitian dapat disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan peningkatan dosis pupuk kandang ayam dan dosis kalium yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi tanaman peleng.
RIWAYAT HIDUP
Arnold H. Saragi, dilahirkan pada tanggal 29 April 1986 di Medan, Sumatera Utara, anak pertama dari 3 bersaudara dari ayahanda Drs. A. Saragi dan Ibunda S. Br.Pakpahan, SPd.
Pendidikan yang ditempuh hingga saat ini adalah pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan di SD Swasta Markus Medan, pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan di SLTP Swasta Markus Medan, pada tahun 2003 menyelesaikan pendidikan di SMU Negri 12 Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Peleng (Spinacia oleracea L.A)”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : Bapak Prof.Dr.Ir. J.A. Napitupulu, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. B. Siagian, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran sewaktu penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini dapat terselesaikan tak terlepas dari dorongan dan doa yang tulus dari Ayahanda Drs. A. Saragi dan Ibunda S.br. Pakpahan, SPd yang selalu memberikan kasih dan sayangnya kepada penulis sampai akhir pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkannya.
Medan, Agustus 2008
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Bahan dan Alat ... 11
Metode Penelitian... 11
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lokasi Penelitian ... 14
Pengolahan Tanah ... 14
Pembuatan Plot ... 14
Aplikasi Pemberian Pupuk Kandang... 14
Pengapuran ... 14
Aplikasi Pupuk Kalium ... 16
Penanaman Benih ... 16
Penjarangan Tanaman ... 16
Pemeliharaan Tanaman ... 16
Penyiraman... 17
Penyiangan ... 17
Pencegahan Hama dan Penyakit ... 17
Panen ... 17 Pengaruh Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Peleng ... 52
Pengaruh Dosis Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Peleng 54 Pengaruh Interaksi Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Peleng ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57
Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Rataan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Perlakuan Pupuk
Kandang dan Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst... ... 23 2. Rataan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Perlakuan Pupuk
Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada
Umur 15-55 hst ... ... 27 3. Rataan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Perlakuan Pupuk
Kandang Ayam dan Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst ... ... 31 4. Rataan Bobot Basah Tanaman (g) pada Perlakuan Pupuk
Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada
Umur 15-55 hst ... ... 36 5. Rataan Bobot Kering Tanaman (mg) pada Perlakuan Pupuk
Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada
Umur 15-55 hst ... ... 40 6. Rataan Laju Asimilasi Bersih Tanaman Peleng (mg.cm-2h-1)
pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium
pada Umur 15-55 hst ... ... 46 7. Rataan Umur Berbunga Peleng pada Perlakuan Pupuk Kandang
Ayam dan Dosis Kalium... ... 49 8. Rataan Produksi Per Tanaman pada Perlakuan Pupuk Kandang
Ayam dan Dosis Kalium... ... 49 9. Rataan Produksi per m2 (g) pada Perlakuan Pupuk Kandang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Perkembangan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 21 2. Perkembangan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 22 3. Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 45-55 hst ... 24 4. Perkembangan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 25 5. Perkembangan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 26 6. Hubungan antara Jumlah daun (helai) dengan Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 30-55 hst ... 28 7. Perkembangan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 29 8. Perkembangan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 30 9. Hubungan antara Total Luas Daun Peleng (cm2) dengan Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 32 10.Hubungan antara Total Luas Daun Peleng (cm2) dengan Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 33 11.Perkembangan Bobot Basah Tanaman (g) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 34 12.Perkembangan Bobot Basah Tanaman (g) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 35 13.Hubungan antara Bobot Basah Tanaman (g) dengan Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 45-55 hst ... 37 14.Hubungan antara Bobot Basah Tanaman (g) dengan Berbagai
15.Perkembangan Bobot Kering Tanaman (mg) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 39 16.Perkembangan Bobot Kering Tanaman (mg) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 40 17.Hubungan antara Bobot Kering Tanaman (mg) dengan Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 45-55 hst ... 42 18.Hubungan antara Bobot Kering Tanaman (mg) dengan Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 35-55 hst ... 43 19.Perkembangan Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) pada Perlakuan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst ... 44 20. Perkembangan Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) pada Berbagai
Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst ... 45 21. Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) dengan
Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 25-35 hst ... 47 22. Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) dengan
Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 25-55 hst ... 48 23. Hubungan antara Produksi Per Tanaman (g/tanaman) dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
20.Bagan Penelitian... 58
21.Bagan Plot Penelitian ... 59
22.Data Tinggi Tanaman (cm) ... 60
23.Rangkuman Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 60
24.Data Jumlah Daun (helai) ... 61
25.Rangkuman Sidik Ragam Jumlah Daun ... 61
26.Data Total Luas Daun (cm2) ... 62
27.Rangkuman Sidik Ragam Total Luas Daun ... 62
28.Data Bobot Basah Tanaman (g) ... 63
29.Rangkuman Sidik Ragam Bobot Basah Tanaman ... 63
30.Data Bobot Kering Tanaman (mg) ... 64
31.Rangkuman Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman ... 64
32.Data Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) ... 65
33.Rangkuman Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih ... 65
34.Data Umur Berbunga (hari) ... 66
35.Rangkuman Sidik Ragam Umur Berbunga ... 66
36.Data Produksi per tanaman ... 67
37.Daftar Sidik Ragam Produksi per tanaman ... 67
38.Data Produksi per m2 ... 68
20. Daftar Sidik Ragam Produksi per m2 ... 68
21. Hasil Analisis Tanah ... 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dekade ini, usaha perbaikan gizi keluarga sedang digalakkan dengan meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan. Salah satu anjuran untuk meningkatkan gizi masyarakat adalah dengan mengkonsumsi jenis-jenis sayuran dalam jumlah cukup.
Istilah sayur biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak atau dimasak sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging. Kebanyakan tanaman sayuran adalah herbaceous (berbatang
basah), biasanya dipanen segar dan kandungan airnya tinggi (Williams, Uzo, dan Peregrine, 1993).
Dari sekian banyak tanaman sayuran, tanaman peleng adalah salah satu yang menempati tempat istimewa karena kelezatannya, daunnya yang lembut dan bisa dimakan mentah dan dapat dijadikan salad (lalap) menambah minat konsumen untuk mengkonsumsinya dan oleh karenanya permintaan akan sayuran ini jadi terus meningkat. Peleng juga bisa diawetkan, dan dipasarkan dalam bentuk awetan maupun kalengan (Leafforlife.org., 2005).
Daunnya yang lembut dan bergizi, baik mentah maupun dimasak, diakui mempunyai nilai tambah bagi diet manusia, karena peleng mengandung sejumlah besar mineral dan vitamin, khususnya vitamin A, kalsium, fosfor, besi dan kalium, peleng juga mengandung protein. Peleng dalam setiap 100 g mempunyai
kandungan air 91 %, protein 32 g, karbohidrat 4,3 g, dan lemak 0,3 g (Uga.edu., 2005).
Salah satu upaya meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah yaitu dengan pemupukan. Pemupukan akan efektif dan efisien apabila diberikan pada saat yang tepat dengan cara yang benar yaitu dosis optimum dan jenis pupuk sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman (Kaderi., 1998).
Produksi peleng secara normal masih rendah dan masih banyak yang belum jelas dalam memproduksniya sehingga diperlukan penelitian aspek budidaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pengaturan pemberian pupuk organik dimana yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang ayam yang merupakan bahan pembenah tanah.
Pupuk organik mengandung unsur hara makro yang rendah tetapi juga mengandung unsur mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karena mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia, dan sifat bologi tanah, juga mencegah erosi dan mengurangi terjadinya keretakan tanah (Sutanto, 2002).
cairan sel, dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmotis. Selain itu, ion kalium mempunyai fungsi fisiologis yang khusus pada asimilasi zat arang, yang berarti apabila tanaman sama sekali tidak diberi kalium, maka asimilasi akan terhenti (Sutedjo, 2002).
Dengan pemberian pupuk kandang ayam dikombinasikan dengan pupuk kalium diharapkan dapat meningkatkan produksi peleng. Karena belum tersedianya informasi yang cukup tentang semua ini, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjawabnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan pupuk kandang ayam dan dosis kalium untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman peleng.
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pemberian pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman peleng.
2. Ada pengaruh dosis kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman peleng.
3. Ada interaksi antara pupuk kandang ayam dan dosis kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman peleng.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Peleng
Menurut Wikipedia.org, 2006 sistematika tanaman peleng adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Caryophyllales Family : Chenopodiaceae Genus : Spinacia
Spesies : Spinacia oleracea L.A
Tanaman peleng dikenal oleh bangsa Amerika dan Eropa sebagai tanaman yang mirip tanaman bayam yang mereka sebut Spinach. Nama latinnya adalah
Spinacia oleracea (Wikipedia.org., 2006). Sedangkan di daerah lain penyebutan
spinach bermacam-macam di Arab disebut Isfanahk, di Cina disebut Bo Cai, di
Jerman disebut Spinat, di Itali disebut Spinacio Comune, di Jepang disebut
Hourensou dan lain-lain (Plantnames.unimelb.edu.au., 2005).
Peleng adalah dioceous atau monoecious tergantung varietas. Pada varietas dioecious, jantan terdiri atas dua jenis ; ekstrim dan vegetatif. Jantan ekstrim hanya sedikit, kalau pun ada daun-daun dikembangkan dengan baik ke arah ujung tangkai bibit dan jantan vegetatif memiliki beberapa daun yang dikembangkan dengan baik kea rah ujung. Pada varietas monoecious tanaman sangat vegetatif (Edmond, dkk., 1977).
Peleng adalah tanaman segar yang tumbuh roset, daun tak berbulu, lebar dan halus. Daun bisa savoy (keriput), semi savoy atau halus. Batangnya juga bisa dimakan, tetapi lebih keras daripada daunnya. Batang adalah perkembangan tahap reproduksi, tangkai bibit yang bercabang dan daun runcing berkembang pad batang central (Uga.edu., 2005).
Pada system perakarannya, peleng memiliki akar tunggang yang dalam dan akar-akar sekunder pada kedalaman 6-10 inci. Akar-akar sekunder ini bisa memanjang hingga beberapa kaki secara horizontal dan pada umumnya ukurannya tebal dan dekat permukaan tanah.
Syarat Tumbuh
Dataran tinggi merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman peleng, ketinggian yang baik adalah 1400 m dari permukaan laut. Karena peleng cocok ditanam pada dataran tinggi maka curah hujannya juga termasuk tinggi
sebagai syarat pertumbuhannya curah hujannya bisa mencapai lebih dari 1500 mm/tahun (Warintek., 2005).
Produksi peleng tergantung pada kelembaban tanah yang baik, tidak mengering di musim kemarau dan tidak basah pada musim dingin/hujan (Crockett, 1972).
Dua faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi peleng yaitu tingkat suhu dan lamanya periode cahaya. Peleng adalah tanaman siang panjang dan malam pendek untuk merangsang pembungaan (Edmond.dkk., 1977).
Peleng diklasifikasikan sebagai tanaman musim dingin, bisa tumbuh hampir dimana-mana, tetapi terbaik pada suhu 10 – 15 0C, tidak akan berkecamah dengan baik pada musim panas, jika suhu tanah melebihi 29,4 0C benih menjadi dorman (Uga.edu.,2005). Benih akan dapat berkecambah dalam tanah yang dingin dan lembab dengan resiko masalah jamur yang tinggi, suhu perkecambahan yang baik adalah 20 0C (Leafforlife.org., 2005).
Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak atau hewan sejenis dan urine serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan (Sarief, 1985).
Penggunaan pupuk kandang sudah cukup lama diidentifikasikan dengan keberhasilan program pemupukan dari pertanian berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya unsur hara bagi tanaman. Selain itu, pupuk kandang juga mampunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisis dan kimiawi tanah, mendorong perkembangan jasad renik (Sutedjo, 2002).
Bahan organik sangat berperan pada pembentukan struktur tanah yang baik dan stabil sehingga infiltrasi dan kemampuan menyimpan air. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Simatupang (2005) bahwa pemberian pupuk kandang dengan nyata menurunkan besarnya aliran permukaan karena pupuk kandang memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur sehingga permeabilitas meningkat.
Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang sangatlah bervariasi. Keadaan beragam disebabkan beberapa faktor yaitu : jenis hewan dan keadaan individu hewan, makanan yang dimakan hewan, cara penyimpanan pupuk kandang sebelum dipakai (Hakim, dkk., 1986).
Kalium
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor. Ia diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan kadang-kadang melebihi jumlah nitrogen seperti halnya pada tanaman umbi-umbian walaupun kalium tersedia dalam tanah terdapat dalam jumlah yang terbatas. Jika kalium di dalam tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan maka tanaman akan menderita kekurangan kalium dan produksinya berkurang (Hakim,dkk., 1986).
Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang essensial bagi tanaman. Peran utamanya dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein (Salisbury dan Ross., 1995a). kalium juga dapat meningkatkan transportasi hasil metabolisme tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan air (Harjadi dan Sudirman., 1988).
Ketersediaan kalium diartikan yang dibebaskan dari bentuk tidak dapat dipertukarkan ke bentuk yang dapat dipertukarkan sehingga dapat diserap tanaman. Berbagai faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium dalam tanah untuk tanaman adalah peristiwa pembekuan dan pencairan, pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan pelapukan. Kalium diserap dalam bentuk kation K+ yang monovalen. Berbeda dengan fosfat dan nitrogen, kalium tidak ikut
menyusun bagian tanaman tetapi kalium menyusun 80% dari kation dalam phloem dan transport kalium berlangsung secara akropetal (Gardner.dkk., 1991).
Kalium berperan dalam menutup dan membukanya stomata. Bila kandungan kalium tinggi maka stomata tanaman akan menutup dan demikian juga sebaliknya (Wuryaningsih.dkk., 1997).
Selama kekeringan dan temperatur yang berlebihan, stomata pada tanaman yang dipupuk kalium dengan cukup akan menutup lebih cepat, sehingga mengurangi kehilangan air sebaliknya tanaman yang kahat kalium tidak mampu menutup stomata selama hari panas sehingga transpirasi akan meningkat (Salisbury dan Ross, 1995).
Kelebihan kalium di dalam tanah juga akan berdampak negatif bagi tanaman yaitu akan meningkatkan kalium dalam tanaman. Pada tanaman padi, gejala awal kahat K adalah pertumbuhan kerdil, daun berwarna hijau tua dan perakaran tanaman banyak busuk. Tanaman jagung yang mengalami kekahatan K juga dicirikan oleh tanaman yang kerdil, daun-daun tua mulai menguning dari tepi hingga klorosis pada seluruh daun dan hasilnya sangat rendah. Pada tanaman kedelai, gejala kekahatan ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan tanaman terhambat. Mulai umur 21-25 hari daun tua menguning selanjutnya gejala menguning meluas ke daun-daun muda sehingga hasilnya sangat rendah (Suyamto.dkk, 1994).
Rekomendasi pemupukan untuk tanaman peleng di Atlantic Tengah
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pertapaan Kec. Sigalingging Kab. Dairi. Topografi datar dengan ketinggian ± 1400 m di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan September s/d Desember 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Peleng Hibrida Alrite, Urea, TSP, KCL, air, Insektisida Decis 2,5 EC, dolomite, dan fungisida Dithane M-45 dan bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan yaitu cangkul, meteran, gembor, timbangan OHaus, gelas beker (1000 ml), alat tulis, plank perlakuan, dan alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan yaitu : Rancangan Petak Terpisah (RPT) terdiri atas 2 faktor, yaitu :
I. Faktor Pemberian Pupuk Kandang (P) sebagai petak utama, terdiri atas 3 taraf : 1. P1 = 5 ton/ha 3. P3 = 15 ton/ha
2. P2 = 10 ton.ha
II. Faktor Pemberian Kalium (K) sebagai anak petak terdiri atas 4 taraf : 1. K1 = 50 kg K2O/ha 3. K3 = 150 kg K2O/ha
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu : P1K1 P2K1 P3K1
P1K2 P2K2 P3K2 P1K3 P2K3 P3K3 P1K4 P2K4 P3K4 Bagan percobaan dapat dilihat pada lampiran 1. Dimana :
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot penelitian : 36 plot Jumlah tanaman per plot : 65 tanaman Jumlah sampel tetap per plot : 5 tanaman Jumlah sampel destruksi per plot : 10 tanaman Jumlah seluruh sampel destruksi : 360 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 2340 tanaman Jarak antar ulangan : 100 cm
Jarak tanam : 20 cm x 15 cm
Ukuran plot : 200 cm x 100 cm
Metode Penelitian
Yijk = µ + i + j + k + ( )jk + ijk Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i, yang mendapat perlakuan pupuk kandang pada taraf ke-j dan kalium pada taraf ke-k.
i = Pengaruh blok ke-i
j = Pengaruh pupuk kandang pada taraf ke-j k = Pengaruh kalium pada taraf ke-k
( )jk = Pengaruh interaksi pupuk kandang pada taraf ke-j dan kalium pada taraf ke-k
ijk = Pengaruh galat pada unit percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk kandang pada taraf ke-j dan kalium pada taraf ke-k (Gomez dan Gomez., 1995).
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lokasi Penelitian
Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah. Penelitian dilakukan di lapangan dalam bentuk bedengan panjang dengan panjang 200 cm dan lebar 100 cm yang dibagi dalam plot/petak.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencangkul tanah sampai kedalaman olah 20 – 30 cm yang merupakan pengolahan pertama lalu dibiarkan seminggu agar aerasi tanah menjadi baik, kemudian dilakukan pengolahan kedua.
Pembuatan Plot
Pengolahan tanah kedua dilakukan agar tanah benar – benar halus. Kemudian dibentuk plot – plot dengan ukuran 200 cm x 100 cm sebanyak 12 plot, jarak antar plot 60 cm dan diulang 3 kali, tinggi bedeng 30 cm, jarak antar ulangan 100 cm (Lampiran 1).
Aplikasi Pemberian Pupuk Kandang
Pemberian pupuk kandang dilakukan 2 minggu sebelum tanam, sesuai dengan perlakuan dengan cara disebar merata di atas permukaan dan dicampur dengan tanah.
Pengapuran
tanam. Jumlah dolomite ditetapkan berdasarkan kurva Ca(OH)2 yaitu sebanyak 240 g/plot. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Diketahui :
Luas lahan = 10.000 m2 Kedalaman olah = 20 cm = 0,2 m Bulk density = 1 g /cm3
Maka :
Volume tanah = luas lahan x kedalaman olah = 10.000 x 0,2 m
= 200 m3 = 2 .109 cm3
Berat tanah/ ha = BD x VT
= 1g /cm3 x 2.109 cm3 = 2.109 g
untuk pH = 6,5 data kurva Ca(OH)2 = 0,0024 g /10 g Kebutuhan Ca(OH)2 = 2.109g x 0,0024 g / 10 g
= 4,8.105 g
kebutuhan dolomit/ha = 184/74 x 4,8.105 g =1.200.000 g = 1200 kg Kebutuhan dolomit/plot = 1200kg/10.000m2 : x/2m2
= 0,24 kg = 240 g /plot
Aplikasi Pupuk Kalium
Kandungan kalium pada KCl adalah 60 % K2O sehingga dapat ditentukan
dosis KCL per plot dimana K1 = 50 kg K2O/ha (KCl : 83,33 kg/ha), K2 = 100 kg K2O/ha (KCl : 166,67 kg/ha), K3 = 150 kg K2O/ha (250 kg/ha), K4 = 200 kg K2O/ha (KCl : 333,33 kg/ha). Luas per plot dalam penelitian 2 m x 1 m dan setelah dikonversikan maka dosis pemberian KCl per plot adalah :
K1 = 16,6 g/plot K3 = 50 g/plot K2 = 33,2 g/plot K4 = 66,6 g/plot
Diberikan ke barisan tanaman secara tabur sehari sebelum tanam.
Penanaman Benih
Penanaman benih dilakukan dengan cara menugal tanah dengan ± 4 cm. Setiap lubang ditanam 2 benih, kemudian ditutup dengan tanah setipis mungkin.
Penjarangan Tanaman
Penjarangan dilakukan 5 hari setelah tanam dengan meninggalkan satu tanaman per lubang tanam.
Pemeliharaan Tanaman
Pemupukan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari, pagi hari sebelum pukul 10.00 wib atau sore hari sesudah pukul 16.00 wib sebanyak 10 l/plot dengan menggunakan gembor.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh.
Pencegahan hama dan penyakit
Dilakukan dengan menggunakan insektisida Decis 2,5 EC 2 cc/l air dan Fungisida Dithane M-45 dengan interval waktu 1 minggu sekali dengan konsentrasi anjuran 2,5 g/l air disemprot dengan kriteria basah tidak menetes.
Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 55 hari setelah tanam.
Peubah Yang Diamati
Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah (patok standar) sampai daun tertinggi yaitu tegak alami. Pengukuran dilakukan pada 5 tanaman sampel saat tanaman berumur 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hari setelah tanam.
Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah berkembang sempurna minimal 2/3 dari daun normal. Penghitungan dilakukan pada 5 tanaman sampel saat tanaman berumur 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hari setelah tanam. Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan dengan menggunakan Leaf Area Meter di Laboratorium UISU. Pengukuran dilakukan pada 2 tanaman sampel saat tanaman berumur 15, 25, 35, 45, 55 hari setelah tanam.
Bobot segar tanaman (g)
Penimbangan bobot segar tanaman dilakukan pada 2 tanaman sampel dari tiap plot dengan menggunakan timbangan Ohaus. Bagian atas tanaman dipotong dengan mengikutsertakan bagian yang rusak, lalu dibersihkan dengan air dan dikeringanginkan, setelah itu ditimbang bersama akarnya. Pekerjaan ini dilakukan saat tanaman berumur 15, 25, 35, 45, 55 hari setelah tanam.
Bobot kering tanaman (mg)
Bobot kering ditimbang secara bersamaan bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman (akar). Sampel daun yang lebar dan
tetap. Penimbangan dilakukan saat tanaman berumur 15, 25, 35, 45, 55 hari setelah tanam.
Laju asimilasi bersih (mg.cm-2.hari-1)
Nilai asimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari asimliasi per satuan waktu (Gardner. dkk, 1991). Dihitung pada saat tanaman berumur 15, 25, 35, 45, 55 hari setelah tanam dengan persamaan sebagai berikut :
)
Umur berbunga ditetapkan apabila 20 % dari tanaman sampel sudah mengeluarkan bunga (1 tanaman dari 5 tanaman sampel tetap).
Produksi
Produksi di hitung dengan 2 cara, yaitu :
1. Produksi per tanaman : diambil dari bobot segar destruksi 55 hari lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan OHaus.
2. Produksi per m2 : dihitung dengan cara seluruh populasi dalam satu plot dibagi 50 dikalikan dengan hasil penimbangan lalu dibagi 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil penelitian didapat bahwa pada perlakuan P1 di ulangan III tanaman tidak ada yang tumbuh sehingga datanya di ambil dari rata-rata perlakuan P1 pada ulangan I dan II.
Tinggi tanaman (cm)
Data tinggi tanaman umur 15 s/d 55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 3-4, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang (P) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 45 hst s/d 55 hst dan dosis kalium (K) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada seluruh waktu pengamatan. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.
0
Gambar 1. Perkembangan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 1 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk kandang selalu meningkat dari 15 hst sampai 55 hst. Juga terlihat bahwa tanaman tertinggi umumnya diperoleh pada P3 diikuti P2 dan P1 dan antara P3 dan P2 hanya sedikit perbedaannya
Perkembangan tinggi tanaman dari 15-55 hst pada berbagai dosis kalium (K) dapat dilihat pada Gambar 2.
0 5 10 15 20 25 30
15 20 25 30 35 40 45 50 55
Umur Tanaman (hst)
Ti
nggi
T
ana
m
an (
cm
)
K1 K2 K3 K4
Gambar 2. Perkembangan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Berbagai Dosis Kalium (Kg/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 2 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada berbagai dosis kalium (K) selalu meningkat dari 15 hst sampai 55 hst. Tinggi tanaman pada keempat perlakuan tidak begitu kelihatan perbedaannya.
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Perlakuan Pupuk Kandang dan Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst
Perlakuan tinggi tanaman (cm) pada umur (hst)
15 20 25 30 35 40 45 50 55
P1 3.55 4.38 5.39 6.93 8.51 10.23 13.00 15.94 19.31 P2 3.78 4.52 5.83 7.66 11.05 13.53 18.24 21.46 24.88 P3 4.06 4.73 5.83 7.84 12.01 14.83 18.80 22.49 25.62 K1 3.74 4.67 5.78 7.46 10.32 12.58 16.97 20.22 23.56 K2 3.98 4.75 6.00 7.52 10.83 12.87 16.53 19.79 23.30 K3 3.75 4.36 5.40 7.30 10.20 12.59 15.97 19.34 22.36 K4 3.72 4.39 5.56 7.62 10.74 13.40 17.26 20.50 23.86 Keterangan : Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang
diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 1 menunjukkan pada umur 15 hst s/d 55 hst, tanaman tertinggi selalu diperoleh pada P3 diikuti oleh P2 dan P1 dimana pada 15 hst s/d 40 hst ketiga perlakuan berbeda tidak nyata satu dengan yang lainnya. Pada umur 45-55 hst P3 berbeda tidak nyata dengan P2 tapi keduanya berbeda nyata lebih tinggi dari P1.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tapi, pada umumnya tanaman tertinggi diperoleh pada K4 diikut i oleh K2, K1, dan K3, kecuali pada 45-55 hst tanaman tertinggi diperoleh pada K4 diikuti oleh K1, K2, dan K3.
Hubungan antara tinggi tanaman (cm) pada umur 45-55 hst dengan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 3.
45 = 10.88 + 2.9x
Dosis Pupuk Kandang Ayam (ton/ha)
T
Gambar 3. Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 45-55 hst
Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier positif antara tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk kandang ayam (ton/ha) pada umur 45-55 hst dengan persamaan 45 = 10.88+2.9x, r = 0.82; 50 = 13.413+3.275x, r = 0.86; 55 = 16.96+3.155x , r = 0.84.
Jumlah daun (helai)
Data pengamatan jumlah daun umur 15-55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5-6, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam (P) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dimulai pada 30 hst s/d 55 hst dan dosis kalium (K) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada seluruh waktu pengamatan. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.
Perkembangan jumlah daun dari 15-55 hst pada perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 4.
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00
15 20 25 30 35 40 45 50 55
Umur Tanaman (hst)
Jum
la
h D
aun (he
la
i)
P1 P2 P3
Gambar 4. Perkembangan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 4 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada perlakuan pupuk kandang ayam selalu meningkat dari 15 hst sampai 55 hst. Jumlah daun
terbanyak pada umumnya diperoleh pada P3 diikuti oleh P2 dan P1 kecuali pada 20 hst dan 25 hst jumlah daun terbanyak diperoleh pada P2 diikuti oleh P3 dan P1.
Perkembangan jumlah daun dari 15-55 hst pada berbagai dosis kalium dapat dilihat pada Gambar 5.
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00
15 20 25 30 35 40 45 50 55
Umur Tanaman (hst)
Jum
la
h D
aun (he
la
i)
K1 K2 K3 K4
Gambar 5. Perkembangan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 5 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada berbagai dosis kalium selalu meningkat dari 15 hst sampai 55 hst. Jumlah daun antara keempat perlakuan hampir tidak tampak perbedaan yang jelas.
Tabel 2. Rataan Jumlah Daun Peleng (helai) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst
Perlakuan Jumlah Daun (helai) pada umur (hst)
15 20 25 30 35 40 45 50 55
P1 2.81 3.35 3.90 5.28c 6.51b 8.06c 10.4c 11.73b 13.11b P2 3.41 4.10 5.10 7.45b 8.86a 10.33b 15.18b 17.79a 19.93a P3 3.72 4.10 4.74 7.93a 9.03a 11.16a 16.97a 20.03a 21.53a K1 3.18 3.69 4.38 6.66 8.07 10.19 14.44 16.53 18.02 K2 3.76 4.28 5.05 7.39 8.38 10.40 14.61 16.24 18.09 K3 3.14 3.68 4.41 6.74 7.84 9.07 13.23 16.19 17.92 K4 3.16 3.74 4.47 6.73 8.26 9.73 14.44 17.09 18.73
Keterangan : Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 2 menunjukkan pada umur 15 hst s/d 55 hst pada umumnya jumlah daun terbanyak diperoleh pada P3 diikut i oleh P2 dan P1 kecuali pada 25 hst jumlah daun terbanyak diperoleh pada P2 diikuti oleh P3 dan P1. Pada umur 15 hst s/d 25 hst keempat perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya,. Pada umur 30 hst, 40 hst dan 45 hst ketiga perlakuan saling berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Pada umur 35 hst, 50 hst dan 55 hst P3 tidak berbeda nyata dengan P2 tapi keduanya berbeda nyata dengan P1.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Pada umumnya jumlah daun terbanyak diperoleh pada K2 diikut i oleh K4, K1, dan K3, kecuali pada 50-55 hst jumlah daun terbanyak diperoleh pada K4 diikuti oleh K2, K1, dan K3.
Hubungan antara jumlah daun (helai) pada umur 30-55 hst dengan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 6.
30 = 4.2367 + 1.325x
Dosis Pupuk Kandang Ayam (ton/ha)
Jum
Gambar 6. Hubungan antara Jumlah Daun (helai) dengan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 30-55 hst
Gambar 6 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara jumlah daun dengan perlakuan pupuk kandang ayam pada umur 30-55 hst dengan
persamaan 30 = 4.2367+1.325x, r = 0.88; 35 = 5.6133+1.26x , r = 0.80; 40 = 6.75+1.55x , r = 0.93; 45 = 7.6133+3.285x, r = 0.94; 50 = 8.2167+4.15x,
r = 0.93; 55 = 9.77+4.21x, r = 0.89.
Total luas daun (cm2).
Data pengamatan total luas daun umur 15-55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7-8, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap total luas daun. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun.
Perkembangan total luas daun peleng dari umur 15-55 hst pada perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 7.
0
Gambar 7. Perkembangan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 7 menunjukkan perkembangan total luas daun pada perlakuan pupuk kandang ayam selalu meningkat dari 15 hst sampai 55 hst semakin cepat setelah 45 hst. Juga dapat terlihat bahwa total luas daun tertinggi diperoleh pada P3, diikuti oleh P2 dan P1.
Perkembangan total luas daun peleng dari umur 15-55 hst pada berbagai dosis kalium dapat dilihat pada Gambar 8.
0
Gambar 8. Perkembangan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 8 menunjukkan perkembangan total luas daun pada berbagai dosis kalium selalu meningkat dari umur 15 hst sampai 55 hst dan semakin cepat sesudah 35 hst. Juga dapat terlihat bahwa pada umumnya total luas daun tertinggi diperoleh pada K4 diikuti oleh K3, K2, dan K1 kecuali pada 55 hst total luas daun tertinggi diperoleh pada K3 diikut i oleh K4 K2, dan K1 .
Tabel 3. Rataan Total Luas Daun Peleng (cm2) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst
Perlakuan Total Luas Daun Tanaman (cm2) pada umur (hst)
15 25 35 45 55
Keterangan : Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur 15-55 hst total luas daun tertinggi selalu diperoleh pada P3 diikut i oleh P2 dan P1, dimana pada 15 hst, 35 hst dan 45 hst P1 berbeda tidak nyata dengan P2 tetapi keduanya berbeda nyata dengan P3
dan pada 25 hst dan 55 hst ketiga perlakuan saling berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Tabel 3 juga menunjukkan pada umur 15-55 hst, total luas daun tertinggi pada umumnya diperoleh pada K4 diikut i oleh K3, K2 dan K1 kecuali pada 55 hst total luas daun tertinggi diperoleh pada K3 diikuti oleh K4, K2 dan K1. Dimana pada 15 hst dan 25 hst keempat perlakuan saling berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Pada umur 35 hst dan 55 hst, K1 tidak berbeda nyata dengan K2 tapi keduanya berbeda nyata dengan K3 dan K4. Pada umur 45 hst, K4 berbeda tidak nyata dengan K3, tapi keduanya berbeda nyata K2 dan K1.
Hubungan antara total luas daun peleng (cm2) umur 15-55 hst dengan perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 9.
25 = 4.53+1.935x
Dosis Pupuk Kandang Ayam (ton/ha)
T
Gambar 9. Hubungan antara Total Luas Daun (cm2) dengan Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15- 55 hst
Gambar 9 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara total luas daun (cm2) dengan perlakuan pupuk kandang umur 15-55 hst, dengan persamaan
15 = 1.86+1.1x, r = 0.81; 25 = 4.53+1.935x, r = 0.95; 35 = 15.923+8.395x, r = 0.85; 45 = 23.393+26.815x, r = 0.83; 55 = 34.66+119.55x, r = 0.97.
Hubungan antara total luas daun peleng (cm2) umur 15-55 hst dengan perlakuan dosis kalium (kg/ha) dapat dilihat pada Gambar 10.
15 = 2.1+ 0.0157x
Gambar 10. Hubungan antara Total Luas Daun (cm2) dengan Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 10 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara total luas
daun (cm2) dengan dosis kalium umur 15-55 hst, dengan persamaan 15 = 2.1+0.785x, r = 0.85; 25 = 4.385+1.607x, r = 0.99; 35 = 18.25+5.785x,
r = 0.94; 45 = 51.95+10.029x, r = 0.91; 55 = 169.29+41.785x, r = 0.79. Bobot basah tanaman (g)
Data pengamatan bobot basah tanaman umur 15-55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 9-10, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam (P) berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman pada umur 45 hst s/d 55 hst. Sedangkan perlakuan dosis kalium (K) berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman dimulai pada umur 35 hst s/d 55 hst. Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman.
hst
Perkembangan bobot basah tanaman dari umur 15-55 hst pada perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 11.
0 5 10 15 20 25 30
15 25 35 45 55
Umur Tanaman (hst)
Bobot
Ba
sa
h (g)
P1 P2 P3
Gambar 11. Perkembangan Bobot Basah Tanaman Peleng (g) pada
Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Perkembangan bobot basah tanaman dari umur 15-55 hst pada perlakuan dosis kalium dapat dilihat pada Gambar 12.
.
Gambar 12. Perkembangan Bobot Basah Tanaman Peleng (g) pada Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 12 menunjukkan perkembangan bobot basah tanaman pada perlakuan dosis kalium selalu meningkat dari umur 15 hst sampai 55 hst, terutama sesudah 35 hst meningkat dengan lebih cepat, juga terlihat bahwa bobot basah terberat pada umumnya diperoleh pada K4 diikuti K3, K2 dan K1, kecuali pada 45 hst bobot basah terberat diperoleh pada K3 diikuti K4, K2 dan K1.
Bobot basah tanaman peleng pada perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium pada umur 15-55 hst dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Bobot Basah Tanaman (g) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst
Perlakuan Bobot Basah Tanaman (g) pada umur (hst)
15 25 35 45 55
Keterangan : Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada umur 15-55 hst bobot basah tanaman tertinggi selalu diperoleh pada P3 diikut i oleh P2 dan P1 dimana pada 15 hst s/d 35 hst ketiga perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Pada 45 hst P1 berbeda tidak nyata dengan P2 tetapi keduanya berbeda nyata dengan P3. Pada 55 hst ketiga perlakuan berbeda nyata satu dengan lainnya.
Hubungan antara bobot basah tanaman (g) umur 45-55 hst dengan perlakuan pupuk kandang ayam (ton/ha) dapat dilihat pada Gambar 13.
45 = 3.615 + 1.743x
Gambar 13. Hubungan antara Bobot Basah Tanaman (g) dengan Pupuk Kandang Ayam pada Umur 45-55 hst
Gambar 13 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara bobot basah tanaman dengan pupuk kandang ayam hanya pada umur 45 hst dan 55 hst dengan persamaan 45 = 3.615+1.743x, r = 0.76; 55 = 9.09+6.085x, r = 0.99.
Hubungan antara bobot basah tanaman (g) umur 35-55 hst dengan dosis kalium (kg/ha) dapat dilihat pada Gambar 14.
hst
35 = 0.5035 + 0.2236x
Gambar 14. Hubungan antara Bobot Basah Tanaman (g) dengan Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 35-55 hst
Gambar 14 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara bobot basah tanaman dengan dosis kalium hanya pada umur 35-55 hst dengan persamaan 35 = 0.5035+0.2236x, r = 0.87; 45 = 4.4335+1.0663x, r = 0.84;
55 =16.64+ 1.846x, r = 0.92. Bobot kering tanaman (mg)
Data pengamatan bobot kering tanaman umur 15-55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 11-12, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam (P) berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman pada umur 45-55 hst. Sedangkan perlakuan berbagai dosis kalium (K) berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman dimulai pada umur 35 hst s/d 55 hst. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tanaman.
Perkembangan bobot kering tanaman dari umur 15-55 hst pada perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 15.
0
Gambar 15. Perkembangan Bobot Kering Tanaman Peleng (mg) pada
Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 15 menunjukkan perkembangan bobot kering tanaman pada perlakuan pupuk kandang ayam selalu meningkat dari umur 15 hst sampai 55 hst, sesudah 25 hst meningkat dengan lebih cepat. Juga terlihat bahwa bobot kering pada 15 hst s/d 35 hst tidak begitu jelas perbedaannya kecuali pada 45 hst dan 55 hst bobot kering terberat diperoleh pada P3 diikuti P2 dan P1.
Perkembangan bobot kering tanaman dari umur 15-55 hst pada perlakuan dosis kalium dapat dilihat pada Gambar 16.
0
Gambar 16. Perkembangan Bobot Kering Tanaman Peleng (mg) pada Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada umur 15-55 hst
Gambar 16 menunjukkan perkembangan bobot kering tanaman pada perlakuan dosis kalium selalu meningkat dari umur 15 hst sampai 55 hst, sesudah 25 hst meningkat dengan lebih cepat. Juga terlihat bahwa bobot kering terberat pada 15 hst diperoleh pada K2 diikuti K1, K3 dan K4. Pada 25 hst dan 35 hst bobot kering terberat diperoleh pada K2 diikuti K4, K3 dan K1. Pada 45 hst dan 55 hst bobot kering terberat diperoleh pada K4 diikuti K3, K2 dan K1.
Tabel 5. Rataan Bobot Kering Tanaman (mg) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Berbagai Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst
Perlakuan Bobot Kering Tanaman (mg) pada umur (hst)
15 25 35 45 55
Tabel 5 menunjukkan pada umur 15-35 hst bobot kering tanaman selalu diperoleh pada P1 diikuti oleh P3 dan P2 yang berbeda tidak nyata satu dengan yang lainnya. Pada umur 45 hst dan 55 hst bobot kering tertinggi selalu diperoleh pada P3 diikuti oleh P2 dan P1 dimana ketiga perlakuan berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Tabel 5 juga menunjukkan pada umur 15 hst bobot kering tanaman tertinggi diperoleh pada K2 diikut i oleh K1, K3 dan K4 dimana keempat perlakuan berbeda tidak nyata satu dengan yang lainnya. Tapi pada umur 25 hst dan 35 hst bobot kering tanaman tertinggi diperoleh pada K2 diikuti oleh K4, K3 dan K1, dimana pada 25 hst keempat perlakuan berbeda tidak nyata satu dengan yang lainnya dan pada 35 hst K2 tidak berbeda nyata dengan K4, tapi keduanya berbeda nyata dengan K1, dan K3. Pada umur 45 hst bobot kering tanaman tertinggi diperoleh pada K4 diikuti oleh K3, K2 dan K1 dimana K4 berbeda nyata dengan K2, dan K1 tapi tidak berbeda nyata dengan K3. Pada umur 55 hst bobot kering tanaman tertinggi diperoleh pada K1 diikuti oleh K2, K3 dan K4 dimana K2 tidak berbeda nyata dengan K3 tapi keduanya berbeda nyata dengan K1, dan K4.
Hubungan antara bobot kering tanaman (mg) umur 45-55 hst dengan pupuk kandang ayam (ton/ha) dapat dilihat pada Gambar 17.
55 = 578.61+111.67x
Dosis Pupuk Kandang Ayam (ton/ha)
Bobot
Gambar 17. Hubungan antara Bobot Kering (mg) dengan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 45-55 hst
Gambar 17 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara bobot kering tanaman dengan dosis kalium pada umur 45 hst dan 55 hst dengan persamaan 45 = 388.61+73.125x, r = 0.99; 55 = 578.61+111.67x, r = 0.82.
Hubungan antara bobot kering tanaman (mg) umur 35-55 hst dengan dosis kalium (kg/ha) dapat dilihat pada Gambar 18.
35 = 167.95 + 14.443x
Gambar 18. Hubungan antara Bobot Kering (mg) dengan Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 35-55 hst
Gambar 18 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara bobot kering tanaman dengan dosis kalium pada umur 35-55 hst dengan persamaan
35 = 167.95+14.443x, r = 0.76; 45= 462.5+28.944x, r = 0.88; 55 = 727.22+43.503x, r = 0.90.
Laju asimilasi bersih (mg.cm-2.h-1)
Data pengamatan laju asimilasi bersih umur 15-55 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 13-14, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih hanya pada 25-35 hst dan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih pada 25-55 hst.
hst
Perkembangan laju asimilasi bersih tanaman peleng dari umur 15-55 hst pada perlakuan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 19.
0
Gambar 19. Perkembangan Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.h-1) pada
Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 15-55 hst
Gambar 19 menunjukkan perkembangan laju asimilasi bersih pada perlakuan pupuk kandang ayam meningkat hingga 25-35 hst lalu turun sampai umur 45-55 hst. Juga terlihat bahwa pada 15-35 hst laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada P1 diikuti oleh P2 dan P3. Pada 35-55 hst laju asimilasi tertinggi diperoleh pada P2 diikuti oleh P1 dan P3.
0
Gambar 20 . Perkembangan Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.h-1) pada
Berbagai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 15-55 hst Gambar 20 menunjukkan perkembangan laju asimilasi bersih pada
perlakuan dosis kalium meningkat hingga 25-35 hst lalu turun sampai umur 45-55 hst. Juga terlihat pada 15-25 hst laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh
pada K2 diikuti oleh K1, K4 dan K3. Pada 25-35 hst laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada K2 diikuti oleh K1, K3 dan K4. Pada 35-55 hst laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada K1 diikut i oleh K2, K3 dan K4.
Laju asimilasi bersih tanaman peleng pada perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium pada umur 15-55 hst dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Laju Asimilasi Bersih Tanaman Peleng (mg.cm-2h-1) pada
Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium pada Umur 15-55 hst.
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) pada umur (hst)
15 - 25 25 - 35 35-45 45-55
P1 840.621 1206.313a 664.082 178.392
P2 834.286 879.519b 798.035 260.981
P3 632.699 700.814c 583.949 157.568
K1 863.532 986.74b 788.92a 306.839a
K2 863.767 1118.002a 694.248b 239.877b
K3 655.848 845.368c 647.612c 131.937b
K4 693.66 735.418d 597.308d 117.269b
Keterangan : Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata hanya pada umur 25-35 hst dimana laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada P1 diikuti oleh P2 dan P3 yang berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa pada umur 15-25 hst perlakuan dosis kalium tidak menunjukkan pengaruh yang nyata tapi berpengaruh nyata pada umur 25-55 hst. Pada umur 25-45 hst keempat perlakuan berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Pada umur 45-55 hst, K4 tidak berbeda nyata, K3 dan K2 tapi ketiganya berbeda nyata lebih kecil dari K1.
25-35 = 1434.4 - 252.75x
Gambar 21. Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) dengan Pupuk Kandang Ayam (ton/ha) pada Umur 25-35 Hst Gambar 21 menunjukkan terdapat hubungan linier negatif antara laju asimilasi bersih tanaman dengan pupuk kandang ayam pada umur 25-35 hst dengan persamaan 25-35 = 1434.4+252.75x, r = 0.97.
Hubungan antara laju asimilasi bersih (mg.cm-2.hari-1) umur 25-55 hst dengan berbagai dosis kalium (kg/ha) dapat dilihat pada Gambar 22.
hst
25-35 = 1178 - 102.66x
Gambar 22. Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih (mg.cm-2.hari-1) dengan Berbgai Dosis Kalium (kg/ha) pada Umur 25-55 Hst Gambar 22 menunjukkan terdapat hubungan linier negatif antara laju asimilasi bersih tanaman dengan berbagai dosis kalium pada umur 25-55 hst
dengan persamaan 25-35 = 1178 - 102.66x, r = 0.64; 35-45 = 837.39 - 62.147x, r = 0.97; 45-55 = 368.14 – 67.665x, r = 0.94.
Umur berbunga (hari)
Data pengamatan umur berbunga dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 15-16, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.
Umur berbunga pada perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Umur Berbunga Peleng pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium
Kalium Pupuk Kandang
Rataan
Tabel 7 menunjukkan pada perlakuan pupuk kandang ayam umur berbunga tercepat diperoleh pada P1 diikuti oleh P2 dan P1 yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Tabel 7 juga menunjukkan pada dosis kalium umur berbunga tercepat diperoleh pada K2 diikut i oleh K1, K3 dan K4 yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Produksi (g)
Produksi per Tanaman (g/tanaman)
Data produksi per tanaman dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 17-18, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap produksi per tanaman dan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per tanaman.
Tabel 8. Rataan Produksi Per Tanaman (g/tanaman) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium
Kalium Pupuk Kandang Rataan
P1 P2 P3
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan
Tabel 8 menunjukkan produksi per tanaman pada perlakuan pupuk
kandang ayam tertinggi diperoleh pada P2 seberat 16.79 gr/tanaman (5.59 ton/ha) diikuti oleh P3 seberat 13.92 gr/tanaman (4.64 ton/ha) dan P1 seberat 4.49 gr/tanaman (1.49 ton/ha) dimana P3 tidak berbeda nyata dengan P2
tapi keduanya berbeda nyata dengan P1.
Tabel 8 juga menunjukkan produksi per tanaman pada dosis kalium tertinggi diperoleh pada K4 seberat 13.16 gr/tanaman (4.38 ton/ha) diikuti oleh K2 seberat 12.56 gr/tanaman (4.18 ton/ha), K3 seberat 11.41 gr/tanaman (3.8 ton/ha) dan K2 seberat 11.23 gr/tanaman (3.74 ton/ha) dimana keempat
perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Hubungan antara produksi per tanaman (g/tanaman) dengan pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 23.
= 5.1144 + 21.622x
Dosis Pupuk Kandang Ayam (ton/ha)
P
Gambar 23 menunjukkan terdapat hubungan linier positif antara produksi
per tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam dengan persamaan = 5.1144 + 21.622x, r = 0.68
Produksi per m2 (g/ m2)
Data produksi per m2 dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 19-20, yang menunjukkan perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per m2.
Produksi per m2 pada perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Produksi per m2 (g/m2) pada Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium
Kalium Pupuk Kandang Rataan
P1 P2 P3
Tabel 9 menunjukkan produksi per m2 pada perlakuan pupuk kandang ayam tertinggi diperoleh pada P3 seberat 586.44 g/ m2 diikuti oleh P2 seberat 440.56 g/ m2 dan P1 seberat 36.83 g/ m2 dimana ketiga perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Tabel 9 juga menunjukkan produksi pada dosis kalium tertinggi diperoleh pada K1 seberat 473.78 g/ m2 diikut i oleh K4 seberat 423.94 g/ m2, K3 seberat 304.78 g/ m2 dan K1 seberat 285.28 g/ m2 dimana keempat perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya.
Pembahasan
Pada umumnya pertumbuhan tanaman peleng di lapangan kurang normal, dapat dilihat dari ukuran tanaman peleng yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran peleng yang biasanya diperjualbelikan di Berastagi yaitu sekitar 6 tanaman per kg.
Dari hasil analisa tanah diketahui bahwa N tergolong rendah, C tergolong tinggi, P tergolong sangat rendah, K tergolong sedang. Hal ini di duga karena lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bekas bukaan hutan yang baru, sehingga walaupun terlihat bahwa C termasuk tinggi, namun dapat dilihat juga bahwa bahan organik belum terurai, dan pH nya relatif rendah sehingga proses penguraian mikroba belum berjalan dengan baik. Memang sudah diusahakan meningkatkan pH menuju 6,5 namun barangkali waktu belum cukup untuk dapat menguraikan bahan organik, dan membuat tersedianya unsur hara bagi tanaman. Di Berastagi, penanaman peleng dilakukan di lahan bekas pertanaman sayuran sehingga dapat diperoleh hasil 25-40 ton/ha. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil tanaman yang sangat rendah pada penelitian ini disebabkan oleh ketersediaan unsur hara yang masih sangat rendah.
Pengaruh Pupuk Kandang Ayam terhadap Pertumbuhan Tanaman Peleng
pada 25-35 hst dan produksi per tanaman. Perlakuan pupuk kandang ayam tidak
berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan produksi per m2. Adanya pengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 45 hst dan 55 hst,
jumlah daun pada umur 30-55 hst, total luas daun, bobot basah tanaman pada umur 45-55 hst, bobot kering tanaman pada umur 45-55 hst, laju asimilasi bersih pada 25-35 hst dan produksi per tanaman menunjukkan bahwa pada umumnya pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang nyata pada akhir pengamatan. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang ayam memerlukan waktu untuk dapat terurai sehingga unsur-unsur yang terkandung di dalamnya dapat tersedia bagi tanaman. Pandapat ini didukung oleh Buckman and Brady (1974) yang menyatakan pupuk kandang yang dilapuk baik lebih disukai daripada bahan segar. Karena pupuk kandang yang telah melapuk mengandung bahan organik tinggi, dan pengaruh nitrogen serta jasad renik.
Pemberian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, laju asimilasi bersih dan produksi per tanaman. Hal ini berhubungan dengan pembelahan, pembesaran, dan difrensiasi sel yang menyebabkan penambahan volume. Dengan aktifnya tanaman melakukan kegiatan tersebut akibat dari keadaan fisik tanah yang baik dari pemberian pupuk kandang ayam yang menyebabkan bobot basah, total luas daun, dan produksi yang tinggi. Jadi, kalau suatu tanaman membuat sel-sel baru, pemanjangan sel dan penebalan jaringan sebenarnya mengembangkan batang, daun dan akar akan meningkat dengan cepat, yang akibatnya terjadi penambahan biomassa dari tanaman tersebut. Pendapat ini didukung oleh Hakim, dkk (1986) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan istilah berat kering, panjang dan tinggi tanaman, jumlah dan panjang lamina daun, diameter batang, dan lain-lain yang merupakan proses dari pembelahan, pembesaran dan pembentukan jaringan baru tanaman.
Pemberian pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Hal ini disebabkan umur berbunga pada tanaman peleng dipengaruhi oleh fotoperiod yang berkisar 12,5 s/d 15 jam. Jadi, untuk merangsang pembungaan tanaman peleng memerlukan sinar matahari yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Edmond.dkk (1977) yang menyatakan peleng adalah tanaman siang panjang dan malam pendek untuk merangsang pembungaan.
Dari semua peubah amatan terlihat bahwa regresi masih bersifat linier positif sehingga dapat disimpulkan dosis pupuk kandang belum cukup untuk pertumbuhan dan produksi tanaman peleng yang optimal.
Pengaruh Berbagai Dosis Kalium terhadap Pertumbuhan Tanaman Peleng
Data dan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap total luas daun, bobot basah tanaman dimulai pada umur 35 hst s/d 55 hst, bobot kering tanaman dimulai 35 hst s/d 55 hst,laju asimilasi bersih pada umur 25-55 hst. Perlakuan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, produksi per tanaman dan produksi per m2.
kalium tampak berpengaruh nyata dimulai pada umur 25 hst. Hal ini diduga banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium di dalam tanah sehingga kalium belum tersedia bagi tanaman sampai pada umur 25 hst. Pendapat ini didukung oleh Gardner, dkk (1991) yang bahwa berbagai faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium dalam tanah untuk tanaman adalah peristiwa pembekuan dan pencairan, pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan pelapukan.
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap total luas daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, dan laju asimilasi bersih. Dengan tersedianya kalium yang cukup akan memacu kerja enzim yang berhubungan dengan proses fisiologis tanaman termasuk fotosintesis sehingga fotosintesis dapat berlangsung dengan lebih baik. Meningkatnya fotosintat yang dihasilkan akan digunakan untuk mendukung pertumbuhan organ tanaman lainnya sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Dengan tersedianya kalium yang cukup maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan lancar karena kalium berperan penting dalam fotosintesa dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan indeks luas daun dan karenanya juga meningkatkan asimilasi CO2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesa keluar daun (Gardner dkk, 1991).
Dari hasil secara statistik juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis kalium tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, produksi per tanaman dan produksi per m2. Hal ini diduga karena hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan kalium pada tanah tergolong medium
sedangkan tanaman peleng memerlukan kalium dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman belum dapat tumbuh secara optimal dan persamaan regresi juga menunjukkan linier positif sehingga perlu peningkatan pemupukan kalium. Pendapat ini didukung oleh Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang essensial bagi tanaman. Peran utamanya dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein.
Pengaruh Interaksi Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium terhadap
Pertumbuhan Tanaman Peleng
Hasil analisis data secara statistik, menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pupuk kandang ayam dan dosis kalium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua peubah amatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.Pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 45-55 hst, jumlah daun pada umur 30-55 hst, total luas daun, bobot basah tanaman pada umur 45-55 hst, bobot kering tanaman pada umur 45-55 hst, laju asimilasi bersih pada 25-35 hst dan produksi per m2. Hubungan pupuk kandang ayam terhadap tinggi tanaman pada umur 45-55 hst, jumlah daun pada umur 30-55 hst, total luas daun, bobot basah tanaman pada umur 45-55 hst, bobot kering tanaman pada umur 45-55 hst, laju asimilasi bersih pada 25-35 hst dan produksi per m2 menunjukkan linier positif.
2.Pemberian dosis kalium berpengaruh nyata terhadap total luas daun, bobot basah tanaman dimulai pada umur 55 hst, bobot kering tanaman dimulai 35-55 hst,laju asimilasi bersih pada umur 25-35-55 hst. Hubungan dosis kalium terhadap total luas daun, bobot basah tanaman dimulai pada umur 35-55 hst, bobot kering tanaman dimulai 35-55 hst,laju asimilasi bersih pada umur 25-55 hst menunjukkan linier positif.
3.Interaksi antara pupuk kandang ayam dan dosis kalium belum berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, O.H., C.N.Brady. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Disadur oleh Goeswono Soepardi. IPB Press, Bogor.
Crocket, J.U. 1972. Vegetables and Fruits. TIME LIFE BOOKS. Netherland BV. Pp 105-106
Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S Andrews and R.G Halfcare. 1977. Fundamentals of Horticulture. Fourth Edition. TMH Publishing Company LTD. New Delhi. Pp 423-425
Fertilizers.org. 2005. Spinach (Spinacia oelracea L.A).
Gardner, F.P, R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. UI Press. Jakarta
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari Statistical Prosedures for Agriculture Research. Oleh Endang S dan Justika S.B. UI Press, Jakarta
Hakim, N, M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M.R. Soul, M. Amin Dhina, Go Ban Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar- dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Hal 64;249
Hanafiah, K.A. 1989. Pengaruh Pupuk Kandang dan Kapur terhadap Agihan Bentuk dan Ketersediaan P pada Tanah Latosol. Thesis S2 bidang Kimia dan Kesuburan Tanah. PS Ilmu Tanah, PPS-UGM, Yogyakarta.
Harjadi, S. S. dan Y. Sudirman,. 1988. Stress Fisiologi Tanaman. Program Pascasarjana PAU-IPB. hal 177-193
Kaderi, H. 1998. Gejala Keracunan dan Kahat Unsur hara pada Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Buletin Teknik Pertanian III (I); 5-7
Leafforlife. Org. 2005. Spinacia oleraceae. Spinach Espinaca.
Maynard, N.D. and A.O. Lorenz. 1988. Handbook for Vegetable Growers. Third Edition. A Wiley-Intersience Publication. Canada
Rubatzky. E.V dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia. Jilid 2. Penerbit ITB, Bandung
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Diterjemahkan oleh Dian R. Rukmana dan Sumaryono. ITB Press. Bandung. hal 27-44;145
Sarief, S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Hal 154
Simatupang, P. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang dan Penutup Tanah Terhadap Erosi pada Tanah Ultisol Kebun Tambunan A DAS Wampu, Langkat. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 40 : 89-92
Sutanto. Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Hal 31
Sutedjo, M.M, 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Hal 42
Suyamto. A.T, Sudaryono dan Suwono. 1994. Peranan Pupuk Kalium terhadap Peningkatan Hasil Tanaman Pangan di Tanah Vertisol Kabupaten Ngawi. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Edisi Khusus Ballitan. Malang No.2. Hal 21-23
Uga.S Edu. 2005. Spinach. Spinacia oleraceae
Warintek. 2005. Bayam. http//warintek.progesio.or.id. 5 hal
Wikipedia.org. 2007. Bayam (Spinacia) Spinacia oleracea.
Williams, C,N., J. O. Uzo. dan W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Diterjemahkan oleh Soedharoedjian Pronoprawiro. Gadjah Mada University Press hal 1 – 165.