BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra hanyalah cara lain kita agar dapat memahami dunia di sekitar kita melalui
imajinasi. Karya sastra merupakan hasil pemikiran manusia yang menceritakan tentang kehidupan, perasaan, ide, pengalaman, ambisi, imajinasi, masalah dan isu
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu isu yang tidak akan pernah habis diperbincangkan adalah masalah gender dan bentuk ketidakadilannya.
Ketidakadilan terhadap perempuan dapat disebabkan oleh pandangan
masyarakat yang terkadang menganggap kaum perempuan sebagai warga kelas dua sehingga secara tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap kaum
perempuan. Pandangan tersebut dapat berasal dari budaya patriarki, yaitu budaya yang menyatakan bahwa kaum laki-laki dapat mengontrol kaum perempuan. Pada umumnya, masyarakat asia menganut budaya patriarki sehingga terjadilah
pertentangan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Sebelum gerakan feminisme berkembang, keberadaan kaum perempuan masih kurang dihargai. Kaum perempuan masih dinomorduakan dari kaum laki-laki. Padahal, kaum perempuan juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi
Diskriminasi terhadap kaum perempuan bukan hanya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam karya sastra juga banyak digambarkan tentang
kehidupan perempuan yang berperan sebagai penderita. Endraswarsa (2008:114) mengatakan perempuan di mata laki-laki dan juga di mata sastrawan pria sekedar obyek. Konsep ini telah membelenggu sehingga mendorong perempuan ke sudut
keterpurukan nasib.
Dalam novel Tausend strahlende sonnen, berisi tentang kehidupan wanita yang
hidup di Negara Afghanistan. Novel karya Khaled Hosseini ini bercerita tentang segala ketidakadilan gender yang terjadi di Negara timur tengah, diamana masyarakat timur tengah menganut sistem patrilineal, yaitu sistem hubungan keturunan melalui
garis kerabat pria. Sistem patrilineal membentuk kekuasaan kaum laki-laki untuk mengontrol kaum perempuan.
Ketidakadilan gender sendiri adalah sifat, perbuatan, perlakuan yang berat sebelah atau sesuatu yang memihak pada jenis kelamin tertentu dan hal ini dapat meyebabkan kesenjangan sosial antar individu. Ketidakadilan gender terbagi dalam
berbagai bentuk (Fakih, 2006:12) yakni (1) marjinalisasi (pemiskinan ekonomi),(2) subordinasi (anggapan tidak penting/peminggiran bagi perempuan dalam rumah
tangga atau politik), (3) pembentukan streotype atau pelabelan negatif terhadap perempuan, (4) kekerasan (violence), baik dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga (5) beban kerja yang lebih banyak dan panjang.
Novel Tausend strahlende sonnen diadaptasi dari keadaan sosial yang terjadi pada tahun 1960 sampai 2003 yang saat itu sedang dilanda perang Uni Soviet dan
dilanda perang. Kekerasan rumah tangga baik secara fisik maupun mental, pelabelan negative dan diskriminasi adalah hal yang sudah biasa ditemui dalam kehidupan
warga afghanistan.
Selain itu, berbagai bentuk-bentuk penindasan dan diskriminasi juga dilakukan oleh tentara Uni Soviet dan Taliban terhadap kaum perempuan, hal ini berkaitan
dengan permasalahan agama, ekonomi, sosial, dan politik. Masalah ketidakadilan gender yang ada di dalam novel yang berlatar belakang Negara Afghanistan in, juga
menggambarkan hal-hal serupa yang terjadi di hampir belahan dunia tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia sendiri penindasan-penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan sering kali menghiasi berita-berita di televisi maupun
media cetak.
Kertertarikan akan pemasalahan gender yang ada dalam penelitian ini yakni
banyaknya perempuan yang sering menjadi obyek ketidakadilan gender, hal ini dipengaruhi oleh aspek budaya yang menempatkan kekuasaan laki-laki atau hak milik sepenuhnya ada di laki-laki sebagai kebudayaan patriarki. Sehingga, membuat
kedudukan perempuan ada di nomor dua setelah laki-laki. Selaian itu, penafsiran ajaran agama yang keliru, faktor lain yang menyebabkan ketidakadilan gender dalam
novel ini adalah kebudayaan Afghanistan. Hal tersebut karena kebudayaan Timur Tengah didominasi oleh budaya patriarki yang membentuk pola pikir, tradisi, dan pe raturan bagi perempuan yang merugikan kaum perempuan. Salah satunya adalah
tradisi kawin paksa atau kawin di bawah umur.
Novel Tausend strahlende sonnen adalah sebuah novel karangan penulis
di tahun 2003. Novel ini di terjemahkan ke- 42 bahasa termasuk Jerman dan Indonesia dan terjual ribuan exemplar sehingga dinobatkan sebagai international bestseller.
Ketertindasan perempuan akibat budaya partriarki yang ada dalm novel ini membuat wanita terkungkung dan sering kali menjadi korban ketidakadilan. Penelitian ini menguraikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi yang ada
dalam novel Tausend strahlende sonnen Karya Khaled Hosseini.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk ketiadakadilan gender dalam novel Tausend strahlende Sonnen karya Khaled Hosseini ?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini hanya memfokuskan pada ketidakadilan gender yang terjadi dalam
novel Tausend strahlende Sonnen karya Khaled Hosseini. 1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Tausend strahlend Sonnen karya Khaled Hosseini.
1.5 Manfaat Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini diharapkan akan mampu berhasil dengan baik yaitu mencapai tujuan penelitian secara optimal, menghasilkan penelitian yang
1.6 Tinjauan Pustaka
Penelitian ketidakadilan gender dengan analisis feminisme ini pernah
dilakukan oleh Lilik Mudhawamah padah tahun 2009 dengan judul “ Bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam novel Sali karya Dewi Linggarsari”. Penelitian ini memfokuskan pada tiga bentuk ketidakadilan yakni Marginalisasi,