• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Kuantil Spline Untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim Di Kabupaten Indramayu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Kuantil Spline Untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim Di Kabupaten Indramayu."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI

KUANTIL SPLINE UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM DI

KABUPATEN INDRAMAYU

NOOR ELL GOLDAMEIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Noor Ell Goldameir G152120101

(4)

RINGKASAN

NOOR ELL GOLDAMEIR. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.

Curah hujan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan manusia. Keragamannya cukup besar dan mencirikan iklim di Indonesia. Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian curah hujan ekstrim. Sebuah analisis dibutuhkan untuk memperoleh informasi prediksi curah hujan yang sangat berguna untuk mengurangi akibat dari kemungkinan kejadian-kejadian curah hujan ekstrim.

Statistical downscaling (SD) menggunakan model statistika dapat digunakan untuk analisis antara data berskala lokal sebagai peubah respon (data curah hujan) dengan data berskala global sebagai peubah prediktor (data presipitasi luaran Global circulation model (GCM)). Ide dasar dari SD adalah menentukan parameter hubungan antara peubah iklim skala global dengan peubah iklim skala lokal. Selanjutnya, model SD ini digunakan untuk prediksi iklim skala lokal.

Regresi kuantil merupakan perluasan dari regresi median pada berbagai nilai kuantil. Metode ini digunakan untuk mengukur efek peubah prediktor tidak hanya dipusat sebaran data tetapi juga pada bagian atas atau bawah ekor sebaran. Analisis ini sangat berguna dalam penerapannya, khususnya nilai ekstrim yang merupakan masalah penting. Bentuk hubungan fungsional pada regresi kuntil dapat berupa parametrik, nonparametrik, ataupun keduanya. Hubungan fungsional nonparametrik dapat dimodelkan dengan spline. Tujuan penelitian ini adalah memodelkan SD dengan regresi kuantil spline dan memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dari tahun 1979-2008 dan data presipitasi GCM dengan pergeseran waktu (GCM-lag) Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) dari tahun 1979-2008. Data curah hujan dari stasiun klimatologi di kabupaten Indramayu digunakan sebagai peubah respon dan data presipitasi GCM-lag digunakan sebagai peubah prediktor. Pada GCM dilagkan agar menghasilkan korelasi yang kuat sehingga menghasilkan pendugaan curah hujan yang lebih baik. Dalam data dibagi menjadi dua bagian, yaitu data pada tahun 1979-2007 untuk pemodelan dan data pada tahun 2008 untuk prediksi. Penambahan peubah boneka dapat mengatasi masalah keheterogenan sisaan. Peubah boneka ditentukan dengan metode regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) yang menunjukkan bahwa berdasarkan plot antara nilai skor prediktor dan skor respon yang dihasilkan dari komponen utama terdapat 5 kelompok data curah hujan (Sahriman 2014).

(5)

adalah 14, 8, 7, 5. Selanjutnya pendugaan parameter model dilakukan menggunakan regresi kuantil. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan kriteria nilai pseudo dan root mean square error ( ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SD dengan peubah boneka memberikan peningkatan yang nyata pada nilai pseudo dan penurunan yang nyata pada nilai serta pada prediksi model juga memberikan peningkatan yang nyata pada nilai korelasi dan penurunan yang nyata pada nilai root mean square error of prediction ( ). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan peubah boneka membuat model semakin baik dalam melakukan prediksi. Plot pada model SD dengan peubah boneka menunjukkan pola yang lebih mirip dengan data aktual. Model SD ini dapat digunakan untuk prediksi curah hujan ekstrim baik dengan model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka (RKPB) maupun model regresi kuantil spline dengan peubah boneka (RKSB). Model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model RKPB dengan pseudo dan

serta prediksi model RKPB mempunyai nilai korelasi dengan dan Selanjutnya, model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model

RKSB dengan pseudo dan serta prediksi model

RKSB mempunyai nilai korelasi dengan dan

Prediksi curah hujan yang dilakukan satu tahun kedepan dengan menggunakan model SD memberikan hasil yang konsisten.

(6)

SUMMARY

NOOR ELL GOLDAMEIR. Statistical Downscaling Modeling with Quantile Spline Regression to Predict Extreme Rainfall in Indramayu District. Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI HAMIM WIGENA.

Rainfall took effect on the human activity. The variants was big and characterized the climate in Indonesia. Global climate change could increase the extreme rainfall events. An analisis was needed to get the rainfall prediction information that could be useful to decrease the effect of the extreme rainfall events.

Statistical downscaling (SD) used statistics model could be used to analysis the relationship between local scale data as the respond variable (rainfall data) and global scale data as the predictor variable (output global circulation model data (GCM)). The basic idea of SD was to determine parameter of relationship between global scale climate variable with local scale climate variable. Furthermore, this SD model can be used for prediction of local scale climate.

Quantile regression was the elaboration of the median regression in every quantile. This method was used to measure the effect of the predictor variable not only in the center of the distribution but also in the top and the tail of the distribution. The analysis was useful in the implementation, especially for the extreme value which was an important matter. The functional form of relationship in quantile regression can be a parametric, nonparametric or both. In the nonparametric functional relationship can be modeled with spline. The purpose of the research was to model the SD using the quantile spline regression and to predict the extreme rainfall in Indramayu district.

Data that used in this study is the rainfall data from 1979-2008 and the GCM precipitation Climate Model Inter comparison Project (CMIP5) data with time lag (GCM-lag) from 1979-2008. Rainfall data from the climatology station in Indramayu Regency was used as the respond variable and the GCM-lag precipitation data was used as the predictor variable. The GCM-lag is generated for strong correlation so that it could generate better rainfall estimation. The data was divided into two parts, 1979-2007 data was used for modeling and 2008 data was used for prediction model. The addition of the dummy variable could solve the heterogeneity of the residual. The dummy variable was determined by the partial least square regression (PLSR) to show that based on the predictor and respond variable value plot generated by the principal component (PC) there were five groups of rainfall data (Sahriman 2014).

(7)

The result of the research showed that the SD model with the dummy variable had a significant development on the correlation and significant decreasing on the root mean square error of prediction ( ) value. It showed that by adding dummy variable the model could give better prediction. SD model plot with dummy variable showed that the pattern have similar to the actual data. The SD model could be used to predict the extreme rainfall either with quantile polynomial regression model with dummy variable (QPRD) or spline quantile regression model with dummy variable (QSRD). The best model to describe the

extreme value was the 90th quantile is QPRD model with pseudo and and the prediction of QPRD model had a

correlation value with and Then the best model that describe the higher extreme value was the 95th quantile is QSRD model with pseudo and and the prediction of QSRD model had the correlation value with and The rainfall prediction that has been done for the next year using SD model gave a consistent result.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika Terapan

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN

REGRESI KUANTIL SPLINE UNTUK PREDIKSI CURAH

HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN INDRAMAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya, kesempatan, dan kesehatan yang dikaruniakan-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Spline untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu” ini dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah banyak memberikan kritik, saran dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta H Waziruddin dan Hj Roslaili yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga kakak dan adik tersayang dr Maha Chakri Willheljulya dan drg Robbykha Rosalien atas doa dan semangatnya.

Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2015

(13)

DAFTAR ISI

Regresi Kuantil Polinomial 5

Spline 6

Regresi Kuantil Spline 7

Regresi dengan Peubah Boneka 8

3 METODE PENELITIAN 8

Data 8

Metode Analisis 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Eksplorasi Data 12

Deskripsi Data Curah Hujan 12

Deskripsi Data GCM-Lag 14

Analisis Komponen Utama 14

Penyiapan Data 15

Pola Hubungan Curah Hujan dengan Komponen Utama 15

Pemodelan Statistical Downscaling 17

Model Regresi Kuantil Polinomial 17

Model Regresi Kuantil Spline 18

Model Regresi Kuantil Polinomial dengan Peubah Boneka 19 Model Regresi Kuantil Spline dengan Peubah Boneka 20

(14)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi data curah hujan di kabupaten Indramayu tahun 1979-2008 13 2 Nilai akar ciri, proporsi keragaman dan proporsi kumulatif keragaman

analisis komponen utama 15

3 Nilai pinalti kekasaran dan GCV untuk setiap KU pada berbagai

jumlah derajat bebas 16

4 Nilai pseudo korelasi dari beberapa model

statistical downscaling 21

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi proses statistical downscaling 3

2 Fungsi indikator 4

3 Fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu 6

4 Pola curah hujan di kabupaten Indramayu 13

5 Plot antara presipitasi data GCM grid 1 lag 2 dengan waktu 14 6 Plot hubungan fungsional antara curah hujan dan KU yang terpilih 16 7 Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial untuk kuantil ke

50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 17

8 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline untuk kuantil ke 50, 75,

90 dan 95 pada tahun 2008 18

9 Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 19 10 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka

untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008 20 11 Nilai dan dari beberapa model statistical downscaling 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag 27

2 Nilai variance inflation factors (VIF) pada data GCM-lag 35

3 Uji kehomogenan ragam pada data GCM-lag 36

4 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-1 (KU1) 36 5 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-2 (KU2) 39 6 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-3 (KU3) 40 7 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke-4 (KU4) 42 8 Koefisien model regresi kuantil polinomial dan regresi kuantil

polinomial dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 43 9 Koefisien model regresi kuantil spline dan regresi kuantil spline

dengan peubah boneka pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 44 10 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial pada tahun 2008 45 11 Nilai dugaan regresi kuantil spline pada tahun 2008 45 12 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka pada

tahun 2008 45

13 Nilai dugaan regresi kuantil spline dengan peubah boneka pada tahun

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Iklim merupakan fenomena alam yang sangat penting terhadap berbagai aktivitas kehidupan manusia khususnya pada bidang pertanian. Unsur iklim yang memiliki keragaman dan fluktuasi paling tinggi di Indonesia adalah curah hujan. Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian iklim ekstrim seperti curah hujan ekstrim. Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi normalnya. Menurut BMKG (2008), indikator intensitas curah hujan dikatakan ekstrim apabila intensitas curah hujan lebih besar dari 400 mm/bulan. Curah hujan ekstrim basah akan berdampak pada banjir sehingga dapat menyebabkan gagal panen atau produksi padi menurun. Dengan demikian, sebuah analisis dibutuhkan untuk memperoleh informasi prediksi curah hujan yang tepat dan sangat berguna untuk mengurangi akibat dari kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim.

Model dalam menganalisa curah hujan yang sudah diterapkan yaitu global circulation model (GCM) yang merupakan model simulasi sirkulasi atmosfer dalam skala global. GCM dipandang sebagai metode yang paling berpotensi dalam hal menyimulasikan iklim pada masa lampau, sekarang, dan memprediksi perubahan-perubahan iklim yang mungkin terjadi di masa mendatang (Wilby et al. 2009). GCM dalam skala spasial bersifat global sehingga belum bisa menjelaskan keadaan seperti curah hujan lokal sehingga diperlukan suatu teknik untuk menduga peubah iklim skala lokal dengan tingkat akurasi tinggi (Zorita dan Storch 1999). Suatu teknik untuk menghubungkan antara data global dan data lokal menggunakan model statistika untuk membuat hubungan antara suatu data yang berskala global (data GCM) dengan data yang berskala lokal (data curah hujan) (Fernandez 2005).

Permasalahan utama yang muncul pada pemodelan SD adalah mendapatkan metode statistika yang dapat menggambarkan hubungan antara curah hujan dan GCM (Sutikno 2008). Metode statistika berkembang dari pendekatan parametrik sampai dengan nonparametrik. Metode parametrik memerlukan asumsi yang ketat. Karakteristik data iklim yang nonlinier dapat diatasi dengan suatu metode alternatif yang lebih fleksibel terhadap asumsi adalah metode nonparametrik. Penelitian tentang pemodelan SD dengan metode nonparametrik, antara lain Handayani (2014) telah mengkaji model aditif terampat untuk prediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Selanjutnya, Rizki (2014) telah mengkaji pemodelan semiparametrik yaitu dengan metode regresi spline terpenalti (P-spline) dengan pendekatan model linier campuran untuk prediksi curah hujan di kabupaten Indramayu, namun penelitiannya belum mengkaji kejadian ekstrim dalam pemodelannya.

(16)

2

analisis komponen utama (AKU) sebagai metode reduksi dimensi. Kemudian, Sari (2015) telah mengkaji pemodelan curah hujan ekstrim dengan regresi kuantil menggunakan analisis komponenen utama fungsional (AKUF) sebagai metode reduksi dimensi di Kabupaten Indramayu.

Bentuk hubungan fungsional antara peubah respon dengan peubah prediktor pada regresi kuantil dapat dikembangkan dalam bentuk nonparametrik. Salah satu bentuk hubungan fungsional nonparametrik adalah spline. Berdasarkan hasil penelitian Rizki (2014) diketahui bentuk hubungan fungsional terbaik adalah spline. Djuraidah & Rahman (2009) telah menggunakan metode regresi kuantil spline untuk menggambarkan polusi udara di kota Surabaya. Penelitian ini mengkaji pemodelan SD dengan menggunakan regresi kuantil spline untuk prediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah memodelkan statistical downscaling dengan regresi kuantil spline dan memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Statistical Downscaling

Global circulation model (GCM) atau model sirkulasi umum adalah model simulasi sirkulasi atmosfer dalam skala global. GCM mensimulasi peubah-peubah iklim global pada setiap grid (berukuran atau ) setiap lapisan (layer) atsmosfir, yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi pola-pola iklim dalam jangka waktu panjang (tahunan) (Wigena 2006). Namun, informasi GCM masih berskala global sehingga diperlukan suatu teknik untuk menduga peubah iklim skala lokal dengan tingkat akurasi tinggi, yaitu dengan menggunakan statistical downscaling.

Statistical downscaling (SD) adalah pendekatan empiris mengenai hubungan secara statistika antara atmosfir global (GCM) dengan curah hujan. Ide dasar dari SD adalah menentukan parameter hubungan antara iklim skala global dengan iklim skala lokal dan menggunakan hubungan ini untuk proyeksi hasil simulasi GCM pada iklim masa lalu, sekarang, atau masa depan yang berskala lokal. SD menggunakan model statistik dalam menggambarkan hubungan antara data pada grid berskala global (prediktor) dengan data pada grid yang berskala lokal (respon) untuk menterjemahkan anomali-anomali skala global menjadi anomali dari beberapa peubah iklim lokal (Zorita dan Storch 1999).

Bentuk umum model SD dapat disajikan pada persamaan (1):

(1)

dengan

: Peubah-peubah iklim lokal (misal: curah hujan) : Peubah GCM (misal: presipitasi)

(17)

3 Busuioc et al. (2001) menyatakan bahwa model SD akan memberikan hasil yang baik dengan syarat, yaitu hubungan antara peubah respon dengan prediktor harus berkorelasi tinggi untuk menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik, peubah prediktor harus disimulasikan dengan baik oleh GCM, dan hubungan antara peubah respon dengan prediktor tidak berubah dengan adanya perubahan waktu serta tetap sama meskipun ada perubahan iklim di masa depan. Ilustrasi proses SD dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ilustrasi proses statistical downscaling (Sumber: Sutikno 2008) Regresi Kuantil

Regresi kuantil pertama kali diperkenalkan oleh Koenker dan Basset pada tahun 1978. Regresi kuantil adalah teknik statistika yang digunakan untuk menduga hubungan antara peubah respon dengan peubah prediktor pada fungsi kuantil bersyarat tertentu. Regresi kuantil meminimumkan jumlah galat mutlak terboboti dan menduga model dengan menggunakan fungsi kuantil bersyarat pada suatu sebaran data. Metode regresi kuantil tidak membutuhkan asumsi parametrik dan regresi kuantil sangat bermanfaat untuk menganalisis bagian tertentu dari suatu sebaran bersyarat (Buhai 2005).

Keuntungan dari regresi kuantil yaitu efesien jika sisaan tidak menyebar normal dan kekar terhadap adanya pencilan. Regresi kuantil dapat mengukur efek peubah prediktor tidak hanya di pusat sebaran data tetapi juga pada bagian atas dan bawah ekor sebaran. Metode ini sangat berguna dalam penerapan, khususnya bila nilai ekstrim merupakan permasalahan penting (Djuraidah & Wigena 2011).

Peubah acak dengan fungsi sebaran peluang dapat disajikan pada persamaan (2):

(2)

terdapat fungsi kebalikan yang merupakan kuantil ke- dari untuk yang didefinisikan pada persamaan (3). Sebagai contoh Q(0.5) adalah

(18)

4

Contoh acak berukuran dari peubah acak , yaitu , median contoh adalah penduga yang meminimumkan jumlah mutlak galat dapat disajikan pada persamaan (4):

(4) Seperti halnya median contoh, metode ini bisa dikembangkan untuk model regresi kuantil yang disajikan pada persamaan (5):

(5) dengan

adalah vektor peubah respon berukuran

adalah matriks peubah prediktor berukuran dan dengan

adalah vektor parameter berukuran adalah vektor galat berukuran

Regresi disebut sebagai regresi median yang merupakan perluasan dari median contoh. Penduga koefisien pada model merupakan solusi dari minimasi fungsi pada persamaan (6):

(6) Hubungan fungsional antara peubah respon dengan peubah prediktor pada regresi kuantil merupakan hubungan fungsional yang membentuk fungsi linier dinyatakan pada persamaan (7):

(7) Secara umum menurut Koenker (2005) penduga regresi kuantil ke untuk merupakan solusi dari masalah minimisasi fungsi pada persamaan (8): kerugian dengan yang dapat disajikan dalam bentuk persamaan (10):

(10) dengan merupakan fungsi indikator, jika benar dan

selainnya. Fungsi indikator dapat diilustrasikan pada gambar (3).

Gambar 2 Fungsi indikator

-1 0 1

x y

(19)

5 Pendugaan dalam regresi kuantil diperoleh dengan meyelesaikan masalah pemrograman linier. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pendugaan parameter regresi kuantil adalah metode simpleks. Menurut Chen (2005), metode simpleks banyak digunakan dalam aplikasi statistika. Dalam teorinya, jumlah iterasi dapat meningkat secara eksponensial tergantung ukuran datanya dan metode ini masih dapat digunakan untuk ukuran data yang kurang dari 10000.

Chen dan Wei (2005) mengemukakan tahapan dalam metode simpleks sebagai berikut:

Misalkan , dan

dengan adalah matriks peubah prediktor

berukuran adalah vektor parameter berukuran ,

dan bagian yang tidak negatif dari . Untuk kasus regresi median, pendekatan simpleks menyelesaikan masalah pada persamaan (20). Dapat

diselesaikan dengan dengan adalah vektor

saatu berukuran

rumusan menjadi Untuk regresi kuantil, masalah minimasi adalah dan analog dengan tahapan sebelumnya, rumusan

masalah menjadi

Pengujian parameter untuk setiap kuantil menggunakan uji dengan hipotesis sebagai berikut:

dengan . Statistik uji dapat dinyatakan pada persamaan (11): (11) dengan adalah parameter ke- pada kuantil ke- dan adalah simpangan baku dari parameter pada kuantil ke- . Kriteria Tolak apabila

.

Regresi Kuantil Polinomial

Regresi kuantil polinomial merupakan regresi kuantil dengan bentuk hubungan fungsional antara peubah prediktor dan respon dimodelkan dengan berderajat . Hal ini digunakan untuk mengatasi hubungan peubah respon dengan prediktor yang bersifat polinomial. Bentuk umum model regresi kuantil polinomial derajat dengan dapat disajikan pada persamaan (12) yang merupakan pengembangan dari persamaan (7):

(20)

6

dengan adalah vektor koefisien polinomial berukuran

adalah matriks peubah prediktor berukuran adalah vektor galat berukuran dan

Spline

Spline adalah potongan polinomial yang kontinu, sehingga dapat menggambarkan karakteristik lokal pada data (Eubank 1988). Titik perpaduan bersama dimana terdapat perubahan pola perilaku pada interval yang berbeda disebut dengan titik simpul (knot). Jumlah titik simpul yang digunakan perlu ditetapkan terlebih dahulu dengan mencoba semua kombinasi jumlah titik simpul yang mungkin ditentukan secara manual. Secara umum fungsi spline derajat dapat disajikan pada persamaan (13):

(13) beruturut-turut dapat disajikan pada persamaan (14), (15) dan (16):

(14) (15) (16) Adapun bentuk fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu dari persamaan (14) dapat dibentuk menjadi persamaan (17):

(17) Fungsi pada persamaan (17) dapat dibentuk menjadi persamaan (18). Kemudian, ilustrasi grafik fungsi dapat disajikan pada Gambar 3.

(18)

Gambar 3 Fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu Pendugaan parameter diperoleh dengan meminimumkan fungsi jumlah kuadrat terpenalti (penalized least square) dapat disajikan pada persamaan (19):

(19) a b

(21)

7 dengan a merupakan jumlah kuadrat sisaan atau fungsi jarak antara data dan dugaan, b merupakan penalti kekasaran (ukuran kemulusan kurva dalam memetakan data), dan adalah parameter pemulus. Minimisasi pada nilai tertentu akan memberikan kebaikan pengepasan dengan kemulusan kurva. Nilai yang besar akan memberikan bobot penalti (kemulusan) yang besar dan mempunyai ragam yang kecil. Penduga pemulus linier dapat disajikan pada persamaan (20):

(20) dengan adalah matriks penalti yang mempunyai struktur spesifik yang dapat disajikan pada persamaan (21):

(21) adalah matriks triagonal atas (upper tridiagonal) yang dapat disajikan pada persamaan (22):

dan adalah matriks tridiagonal simetris (symmetric tridiagonal) yang dapat disajikan pada persamaan (23):

1

Pemilihan penduga pemulus optimal dapat ditentukan dari rataan kuadrat sisaan (mean square error/MSE) dapat disajikan pada persamaan (24):

(24) Metode pemilihan parameter pemulus lainnya adalah menggunakan metode validasi silang terampat (generalized cross validation/GCV) yang dapat disajikan pada persamaan (25):

(25) dengan dan adalah matriks identitas. Derajat bebas efektif yang diperoleh dari fungsi pemulus yang dapat disajikan pada persamaan (26):

(26) merupakan matriks pemulus dengan (Eubank 1988).

Regresi Kuantil Spline

Regresi kuantil spline merupakan regresi kuantil dengan bentuk hubungan fungsional antara peubah prediktor dan respon dimodelkan dengan spline. Bentuk umum model regresi kuantil spline derajat dengan

(22)

8

adalah bilangan bulat positif, adalah basis FPT berderajat dan adalah titik simpul spline ke (Eubank, 1988).

(27) Regresi dengan Peubah Boneka

Regresi dengan peubah boneka adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara peubah respon dengan satu atau lebih peubah prediktor, dimana satu atau lebih peubah prediktor yang digunakan bersifat boneka. Peubah boneka adalah peubah yang digunakan untuk mengkuantitatifkan peubah yang bersifat kualitatif (misalkan: jenis kelamin, ras, agama, perubahan kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Peubah ini sering juga disebut peubah binari, kategorik atau dikotom. Sebagai contoh, misalkan perbedaan jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan), ras (1 = kulit putih, 0 = kulit berwarna), pendidikan (1 = sarjana, 0 = non-sarjana). Bentuk umum model regresi dengan peubah boneka dapat disajikan pada persamaan (28):

(28)

dengan adalah vektor peubah respon berukuran

adalah vektor parameter berukuran

adalah matriks peubah prediktor berukuran adalah vektor koefisien peubah boneka berukuran adalah matriks peubah boneka berukuran dengan misalkan bernilai 1 jika data ke-i masuk kategori pertama dan 0 jika data ke-i masuk kategori kedua, .

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan di kabupaten Indramayu sebagai peubah respon sedangkan data GCM-lag (presipitasi) dari Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) sebagai peubah prediktor. Data GCM-lag diperoleh dari situs web

http://www.climatexp.knmi.nl/ yang dikeluarkan oleh KNMI Belanda. Data

GCM-lag memberikan hasil pendugaan curah hujan yang lebih baik dan dengan penambahan peubah boneka mampu memperbaiki hasil dugaan data curah hujan (Sahriman 2014). Domain yang digunakan berukuran grid (64 peubah prediktor) yang terletak pada posisi dan

(23)

9 Metode Analisis

1. Eksplorasi data

Tahapan eksplorasi data ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: a. Deskripsi data curah hujan

Statistika deskripstif sebagai informasi awal untuk melihat keragaman dari data amatan curah hujan dan menggunakan diagram kotak garis untuk mengidentifikasi adanya curah hujan ekstrim.

b. Deskripsi data GCM-lag

Menentukan pergesaran waktu (time lag) pada data GCM dengan menggunakan fungsi korelasi silang (cross correlation function, CCF) dengan menggunakan persamaan (29) (Sahriman 2014):

(29) dengan adalah korelasi silang antara deret dan pada time lag ke , adalah peragam antara dan pada time lag ke , adalah simpangan baku pada peubah prediktor dan adalah simpangan baku pada peubah respon .

i. Membuat plot masing-masing peubah data GCM-lag.

ii. Mengidentifikasi multikolinearitas berdasarkan nilai variance inflation factor ( ) atau faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat pada data GCM-lag dengan menggunakan persamaan (30):

(30) dengan adalah koefisien determinasi dari peubah prediktor KU ke yang diregresikan terhadap peubah prediktor lainnya KU ke dengan , dan . Jika nilai

maka terdapat indikasi multikolinier. c. Analisis komponen utama

Mereduksi dimensi peubah prediktor pada data GCM-lag dengan menggunakan analisis komponen utama (AKU). Misalkan sekumpulan pengamatan , dengan pada input data . Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut (Sahriman 2014):

i. Memeriksa kehomogenan ragam peubah data GCM-lag menggunakan uji Bartlett.

ii. Menentukan nilai akar ciri dengan menggunakan . iii. Menentukan jumlah komponen utama berdasarkan ukuran

keragaman lebih dari 90% dan nilai akar ciri lebih besar dari

satu .

iv. Menghitung skor komponen utama (KU) dari model , dengan adalah vektor ciri.

2. Penyiapan data

Tahapan penyiapan data ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: Pola hubungan curah hujan dengan komponen utama

(24)

10

pada berbagai kemungkinan derajat bebas untuk melakukan pengepasan pola dengan jumlah derajat bebas optimum ditentukan menggunakan kriteria GCV minimum dengan menggunakan formula pada persamaan (25) (Rizki 2014).

a. Membangkitkan basis polinomial pada komponen utama (Rizki 2014). b. Membangkitkan basis spline pada komponen utama (Rizki 2014),

yang terdiri dari:

i. Penentuan jumlah simpul dalam suatu model dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (31):

(31) dengan adalah jumlah titik simpul, adalah jumlah derajat bebas dari pemulus spline, adalah jumlah parameter model, dan adalah derajat model.

ii. Penentuan jarak antara titik simpul dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (32):

(32) dengan adalah jarak antara titik simpul, adalah jumlah data amatan dan adalah jumlah titik simpul:

iii. Membangkitkan basis FPT dengan menggunakan persamaan (33):

(33) dengan adalah peubah bebas, adalah titik simpul ke- pada peubah prediktor, dan adalah derajat tertinggi pada model spline.

c. Membangkitkan peubah boneka

Menurut Sahriman (2014), peubah boneka ditentukan berdasarkan plot antara nilai skor prediktor ( ) dan skor respon ( ) yang dihasilkan dari komponen utama pada model regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP). Berdasarkan plot tersebut menunjukkan bahwa terdapat 5 kelompok data curah hujan berdasarkan kelompok warna dominan yang terdiri dari:

i. Kelompok 1 umumnya terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober dengan intensitas mm/bulan.

ii. Kelompok 2 umumnya terjadi pada bulan Maret, April, dan

November dengan intensitas mm/bulan.

iii. Kelompok 3 umumnya terjadi pada bulan Desember dengan

intensitas mm/bulan.

iv. Kelompok 4 umumnya terjadi pada bulan Februari dengan

intensitas mm/bulan.

v. Kelompok 5 umumnya terjadi pada bulan Januari dengan intensitas lebih dari mm/bulan.

(25)

11 karena untuk kelompok terakhir merupakan nilai curah hujan yang bernilai nol pada empat kelompok sebelumnya.

3. Pemodelan statistical downsaling

Tahapan membangun model ini akan dilakukan dengan beberapa model SD menggunakan metode regresi kuantil pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95. Pada kuantil pada ke 50 untuk menggambarkan model di pusat data, pada kuantil ke 75 untuk menggambarkan model di kuartil ketiga, pada kuantil ke 90 dan 95 untuk menggambarkan model pada nilai ekstrim. Kriteria kebaikan model yang digunakan yaitu dengan nilai pseudo dan root mean square error Adapun model yang akan dibangun pada penelitian ini terdiri dari:

a. Model regresi kuantil polinomial

Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan basis terdiri dari

dan . b. Model regresi kuantil spline

Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki

c. Model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka

Peubah prediktor pada model ini dibentuk dari hasil penelitian Rizki (2014) dengan peubah boneka dari hasil penelitian Sahriman (2014). Basis pada model ini terdiri dari

dan d. Model regresi kuantil spline dengan peubah boneka

(26)

12

4. Perbandingan model

Tahapan ini diawali dengan melakukan prediksi terhadap masig-masing model SD menggunakan kriteria dengan nilai korelasi ( ) menggunakan persamaan (38) dan root mean square error of prediction dengan menggunakan persamaan (39):

(34)

(35) dengan adalah nilai peubah respon pada data validasi ke , adalah nilai dugaan pada data validasi ke dan adalah banyaknya pengamatan. Selanjutnya, membandingkan model dengan kriteria dan .

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Deskripsi Data Curah Hujan

Deskripsi data curah hujan di Kabupaten Indramayu digunakan sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai simpangan baku tertinggi terdapat pada bulan Januari sebesar 126.30 mm/bulan sedangkan terendah terdapat pada bulan Agustus sebesar 16.52 mm/bulan. Nilai simpangan baku tertinggi menunjukkan bahwa curah hujan bulan Januari dari tahun 1979 sampai dengan 2008 sangat beragam. Hal ini dapat ditunjukkan pada perbedaan nilai minumum dan maksimum curah hujan yang sangat jauh yaitu berkisar antara 0-582.60 mm/bulan. Selanjutnya, Koefisien kemiringan untuk semua bulan dari tahun 1979 sampai dengan 2008 lebih dari nol. Koefisien kemiringan tertinggi berada pada bulan Juli sebesar 2.01 dan terendah pada bulan Mei sebesar 0.24. koefisien kemiringan yang lebih dari nol merupakan indikator bahwa sebaran data pengamatan tidak normal dan menjulur kekanan. Artinya bahwa nilai rata-rata lebih besar dari median dan modus. Dengan kata lain, bahwa terdapat curah hujan ekstrim (tinggi) pada data pengamatan. Diagram kotak garis data curah hujan disajikan pada Gambar 4.

(27)

13

Gambar 4 Pola curah hujan di kabupaten Indramayu

(28)

14

404.33 mm/bulan (1982). Intensitas curah hujan ekstrim tinggi terjadi pada bulan Februari, yaitu 521.27 mm/bulan (2004), 439.33 mm/bulan (2008), 428.20 mm/bulan (2002), dan intensitas curah hujan ekstrim tinggi pada bulan Desember yaitu 402.20 mm/bulan (2008).

Deskripsi Data GCM-Lag

Eksplorasi dilakukan dengan membuat plot masing-masing peubah data GCM-lag lebih lengkap dapat disajikan pada lampiran 1. Gambar 5 menunjukkan bahwa plot data GCM-lag untuk grid 1 lag 2 terhadap waktu. Kemudian, dilakukan identifikasi adanya multikolinieritas yang dapat ditunjukkan dengan nilai lebih besar dari 10. Lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai berkisar antara 5.501 sampai dengan 1220.451. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya multikolinieritas atau hubungan yang kuat antar grid yang saling berdekatan pada data GCM-lag. Dengan demikian, data GCM-lag tidak bisa digunakan langsung untuk pemodelan sehingga perlu dilakukan pereduksian dimensi data.

Gambar 5 Plot antara presipitasi data GCM grid 1 lag 2 dengan waktu (Sumber: Sahriman 2014)

Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama (AKU) dilakukan untuk mereduksi dimensi atau mengatasi adanya masalah multikolinieritas dalam data. Diawali dengan pemeriksaan kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett’s atau levene’s, dengan hipotesis sebagai berikut.

: Ragam data GCM-lag homogen : Ragam data GCM-lag tidak homogen

Berdasarkan hasil uji kehomogenan ragam pada Lampiran 3 diperoleh bahwa nilai p < = 0.05 sehingga ditolak, berarti dapat disimpulkan bahwa data GCM-lag tidak homogen. Dengan demikian, matriks yang digunakan pada AKU dibentuk dengan menggunakan matriks korelasi dalam mereduksi dimensi data GCM-lag.

(29)

15 mampu menjelaskan dengan proporsi keragaman total sebesar 95% dari peubah asal. Dengan demikian, analisis selanjutnya sebagai peubah respon yaitu curah hujan di kabupaten Indramayu akan dimodelkan dengan empat peubah prediktor yaitu KU1, KU2, KU3 dan KU4 dimana peubah prediktor merupakan peubah data GCM-lag yang direduksi dengan menggunakan AKU.

Tabel 2 Nilai akar ciri, proporsi keragaman dan proporsi kumulatif keragaman analisis komponen utama

Komponen Utama (KU) Akar Ciri Proporsi Keragaman

Pola Hubungan Curah Hujan dengan Komponen Utama

Pengepasan pola hubungan antara curah hujan dengan KU1, KU2, KU3 dan KU4 dapat diketahui dengan membuat plot yang dilakukan dengan berbagai kemungkinan jumlah derajat bebas. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah derajat bebas maka semakin kecil nilai penalti kekasaran ( ). Semakin kecil nilai maka plot akan tampak semakin kasar. Berdasarkan pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah derajat bebas optimum berdasarkan kriteria GCV minimum pada masing-masing komponen utama terpilih yaitu KU1, KU2, KU3, dan KU4 secara berturut-turut adalah 18, 11, 9, dan 7. Hal ini sesuai dengan gambar plot data antara curah hujan dengan KU1, KU2, KU3, dan KU4 pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 7. Gambar pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah derajat bebas maka pola plotnya semakin kasar dan mendekati ke pola data aktual. Plot data dengan GCV minimum digambarkan dengan garis warna biru sedangkan plot data pada derajat bebas yang dicobakan digambarkan dengan garis warna merah.

(30)

16

Tabel 3 Nilai pinalti kekasaran dan GCV untuk setiap KU pada berbagai jumlah derajat bebas (Sumber: Rizki 2014)

(31)

17 Pemodelan Statistical Downscaling

Model Regresi Kuantil Polinomial

Tabel 4 menyajikan nilai-nilai pseudo dan serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil polinomial (RKP). Nilai-nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo

pseudo dan pseudo . Nilai korelasi tidak

menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama

pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan dan

Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya

nilai kuantil dengan dan

serta

dan . Koefisien-koefisien persamaan model RKP dapat disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 7 Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008

Secara umum model RKP pada Gambar 7 dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Prediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari sampai dengan Desember dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Pada musim kemarau nilai-nilai prediksi untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 150.06 mm/bulan, 92.64 mm/bulan, 51.35 mm/bulan, 33.27 mm/bulan, 17.12 mm/bulan, 20.54 mm/bulan.

(32)

18

bulan Februari lebih mendekati nilai aktual. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 10.

Model Regresi Kuantil Spline

Nilai-nilai pseudo , , dan dapat disajikan pada Tabel 4 serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil spline (RKS). Nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo

pseudo dan pseudo . Nilai korelasi tidak

menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama

pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan dan

. Nilai dan cenderung meningkat dengan bertambahnya

nilai kuantil dengan dan

serta

dan Koefisien-koefisien persamaan model RKS dapat disajikan pada Lampiran 9.

Gambar 8 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline untuk kuantil ke 50,

75, 90 dan 95 pada tahun 2008

Gambar 8 menunjukkan bahwa model RKS dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Secara umum pola prediksi curah hujan untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dapat mengikuti pola dengan data aktual dengan baik. Adapun nilai aktual pada bulan Februari dapat diprediksi dengan baik di atas kuantil ke 95 yang merupakan saat curah hujan tertinggi. Pada musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret nilai prediksi berada lebih tinggi dari nilai-nilai aktual. Nilai prediksi di bulan Februari juga mendekati nilai-nilai aktual.

(33)

19 mm/bulan, 13.84 mm/bulan. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 11.

Model Regresi Kuantil Polinomial dengan Peubah Boneka

Tabel 4 menyajikan nilai-nilai pseudo , , dan serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka (RKPB). Nilai pseudo dan korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan pseudo pseudo

. Koefisien-koefisien persamaan model RKPB dapat disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 9 Plot prediksi pada model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 pada tahun 2008

Model RKPB pada Gambar 9 secara umum dapat memprediksi intensitas curah hujan dengan baik. Prediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari sampai dengan Desember dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Pada musim kemarau nilai-nilai prediksi untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 lebih tinggi dari nilai-nilai aktual dan dapat mengikuti pola dengan baik. Nilai prediksi curah hujan pada bulan April sampai dengan September pada kuantil 50 berturut-turut sebesar 161.47 mm/bulan, 62.62 mm/bulan, 39.89 mm/bulan, 27.29 mm/bulan, 13.69 mm/bulan, 14.94 mm/bulan.

(34)

20

lebih mendekati nilai aktual. Model RKPB lebih mengikuti pola dengan baik. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat disajikan pada Lampiran 12.

Model Regresi Kuantil Spline dengan Peubah Boneka

Nilai-nilai pseudo , , dan dapat disajikan pada Tabel 4 serta Gambar 11 menyajikan ilustrasi dari nilai dan pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka (RKSB). Nilai pseudo menunjukkan bahwa adanya peningkatan setelah kuantil ke 50 dan

memberikan nilai yang hampir sama pada kuantil ke 75, 90 dan 95 dengan pseudo

pseudo pseudo dan pseudo

Nilai korelasi tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata atau dengan kata lain nilainya hampir sama pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dengan

dan . Nilai dan

cenderung meningkat dengan bertambahnya nilai kuantil dengan dan

serta dan

Koefisien-koefisien persamaan model RKSB dapat disajikan pada Lampiran 9.

Gambar 10 Plot prediksi pada model regresi kuantil spline dengan peubah boneka untuk setiap kuantil pada tahun 2008

Gambar 9 menunjukkan bahwa model RKSB dapat memprediksi intensitas curah hujan lebih baik. Secara umum pola prediksi curah hujan untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 dapat mengikuti pola data aktual dengan baik. Nilai aktual untuk bulan Februari dapat diprediksi dengan baik oleh kuantil ke 90 yang merupakan saat curah hujan tertinggi. Pada musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Januari dan Maret nilai prediksi berada lebih tinggi dari nilai-nilai aktual. Nilai prediksi di bulan Februari juga mendekati nilai-nilai aktual.

(35)

21 RKSB menunjukkan bahwa nilai-nilai aktual pada kuantil terutama untuk nilai ekstrim pada musim hujan lebih banyak dan lebih menangkap pola dengan lebih baik. Nilai-nilai prediksi lebih lengkap dapat di lihat pada Lampiran 13.

Perbandingan Model untuk kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata atau dengan kata lain hampir sama. Namun, pada model RKS nilai (model) dan (prediksi) lebih rendah dibandingkan dengan model RKP. Model RKS adalah model SD tanpa peubah boneka yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual.

(36)

22

bahwa model dengan peubah boneka mampu memprediksi lebih baik dibandingkan dengan tanpa peubah boneka.

Gambar 11 Nilai dan dari beberapa model statistical downscaling

Nilai pseudo pada model RKPB terdapat adanya peningkatan hingga 46% dari model RKP. Nilai pada prediksi untuk model RKPB juga terdapat adanya peningkatan hingga 9% dari prediksi model RKP. Namun, nilai RMSE pada model RKPB mengalami penurunan antara 56-60% dari model RKP. Nilai RMSEP pada prediksi untuk model RKPB juga mengalami penurunan antara 44-58% dari prediksi model RKP. Model RKPB adalah model yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual dibandingkan model RKP.

Model RKSB terdapat peningkatan pada nilai pseudo hingga 41% dari model RKS. Selanjutnya, nilai pada prediksi model RKSB juga terdapat peningkatan hingga 18% dari prediksi model RKS. Namun, nilai pada model RKSB mengalami penurunan antara 52-60% dari model RKS. Kemudian, Nilai pada prediksi untuk model RKSB juga mengalami penurunan antara 33-56% dari prediksi model RKS. Model RKSB adalah model yang lebih baik dalam menghasilkan nilai dugaan dan polanya lebih mendekati dengan data aktual dibandingkan model RKS.

(37)

23 dan pada kuantil ke 50, 75, 90 dan 95 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata atau dengan kata lain hampir sama pada model SD sesudah ditambahkan peubah boneka.

Prediksi curah hujan di kabupaten Indramayu dengan menggunakan model SD dengan peubah boneka menunjukkan kecenderungan yang paling mirip dengan pola data aktualnya jika dibandingkan dengan model SD tanpa peubah boneka. Model SD dengan peubah boneka merupakan model yang paling baik yang dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model RKPB dengan pseudo dan serta prediksi model RKPB dengan dan Selanjutnya, model yang paling baik untuk menggambarkan nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model RKSB dengan

Berdasarkan hasil analisis curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu, dapat disimpulkan bahwa pemodelan SD dengan peubah boneka pada data GCM-lag mampu meningkatkan nilai kebaikan model sehingga memberikan hasil prediksi pada data curah hujan yang lebih baik dan dapat digunakan untuk prediksi curah hujan ekstrim. Model terbaik yang menggambarkan di nilai ekstrim biasa pada kuantil ke 90 adalah model regresi kuantil polinomial dengan peubah boneka dan model yang paling baik menggambarkan di nilai ekstrim yang lebih tinggi pada kuantil ke 95 adalah model regresi kuantil spline dengan peubah boneka. Prediksi curah hujan yang dilakukan satu tahun kedepan dengan menggunakan model SD tanpa dan dengan peubah boneka memberikan hasil yang konsisten.

Saran

(38)

24

DAFTAR PUSTAKA

Buhai S. 2005. Quantile Regression: Overview and Selected Application

[Internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013];

http://www.adastra.ro/journal/7/buhai.

Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance of Statistical Downscaling Models in GCM Validation and Regional Climate Change Estimates (Application for Swedish precipitation). International Journal of Climate 21: 557-578.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2008. Laporan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta (ID).

Chen C dan Wei. 2005. An Introduction to Quantile Regression and The Quantreq Procedure [internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013]; http: //www2.sas.com/proceedings/sugi30/213-30.pdf.

Djuraidah A, Wigena AH. 2011. Regresi kuantil untuk eksplorasi curah hujan di Kabupaten Indramayu. J Ilmu Dasar. 12(1):50-56.

Djuraidah A, Rahman LOA. 2009. Regresi Kuantil Spline Untuk Pemodelan Nilai Ekstrim Pada Pencemar Udara PM10 Di Kota Surabaya (Seminar Nasional

Statistika IX). Institut Teknologi Sepuluh November.

Eubank R. 1988. Spline smoothing and nonparametric regression. New York: Marcel Dekker.

Fernandez E. 2005. On The Influence of Predictors Area in Statistical Downscaling of Daily Parameters. Report no. 09/2005. Onslo: Norwegian Meteorogical Institute.

Handayani L. 2014. Statistical Downscaling dengan Model Aditif Terampat Untuk Pendugaan Curah Hujan Ektrim [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Haryoko U. 2004. Pendekatan Reduksi Dimensi Luaran GCM untuk Penyusunan Model SD [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Koenker R. 2005. Quantile Regression. Cambridge: Cambridge Iniversity Press. Mondiana YQ. 2012. Pemodelan Statistical Downscaling dengan regresi kuantil

untuk pendugaan curah hujan ekstrim (studi kasus stasiun Bangkir Kabupaten Indramayu) [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pribadi HY. 2012. Variabilitas Curah Hujan dan Pergeseran Musim di WilayahBanten Sehubungan dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia [Tesis]. Depok (ID): Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Rizki A. 2014. Pemodelan Semiparametrik Statistical Downscaling Untuk Prediksi Curah Hujan di Kabupaten Indramayu [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sahriman S. 2014. Model Statistical Downscaling dengan Time Lag Data Global Circulation Model untuk Peramalan Curah hujan [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(39)

25 Sutikno. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya Untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wigena, AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Pursuit Untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan di Indramayu [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilby RL, Charles SP, Zorita E, Timbal B, Whetton P, Mearns LO. 2009. A review of climate risk information for adaptation and development planning. Journal of Climatology 29: 1193-1215.

(40)

26

(41)

27 Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman

2014)

(42)

28

Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)

(43)

29 Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman

2014) (Lanjutan)

(44)

30

Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)

(45)

31 Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman

2014) (Lanjutan)

(46)

32

Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)

(47)

33 Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman

2014) (Lanjutan)

(48)

34

Lampiran 1 Plot masing-masing peubah data GCM-lag (Sumber: Sahriman 2014) (Lanjutan)

(49)

35 Lampiran 2 Nilai variance inflation factors (VIF) pada data GCM-lag

(50)

36

Lampiran 3 Uji kehomogenan ragam pada data GCM-Lag

Lampiran 4 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber: Rizki 2014)

(51)

37 Lampiran 4 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber:

Rizki 2014) (Lanjutan)

(52)

38

Lampiran 4 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 1 (KU1) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)

(53)

39 Lampiran 5 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 2 (KU2) (Sumber:

Rizki 2014)

(54)

40

Lampiran 5 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 2 (KU2) (Sumber: Rizki 2014) (Lanjutan)

Lampiran 6 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 3 (KU3) (Sumber: Rizki 2014)

(55)

41 Lampiran 6 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 3 (KU3) (Sumber:

Rizki 2014) (Lanjutan)

(56)

42

Lampiran 7 Plot antara curah hujan dan komponen utama ke 4 (KU4) (Sumber: Rizki 2014)

(57)
(58)

44

(59)

45 Lampiran 10 Nilai dugaan regresi kuantil polinomial pada tahun 2008

Lampiran 11 Nilai dugaan regresi kuantil spline pada tahun 2008

(60)

46

(61)

47

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 29 Agustus 1987, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak H. Waziruddin dan Ibu Hj. Roslaili. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 4 Pekanbaru Program IPA, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau, Pekanbaru dan menyelesaikannya pada tahun 2010.

Gambar

Gambar 1  Ilustrasi proses statistical downscaling (Sumber: Sutikno 2008)
Gambar 2  Fungsi indikator
Gambar 3 Fungsi spline berderajat linier dengan jumlah titik simpul satu
Gambar 4 menunjukkan bahwa pola curah hujan bulanan di Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

downscaling umumnya dibutuhkan ketika dampak dari berbagai variasi dan perubahan peubah-peubah iklim tidak dapat diduga dari prediksi resolusi global GCM, oleh karena

Prediksi data curah hujan untuk waktu satu tahun sampai dengan lima tahun ke depan akan dilakukan menggunakan model SD parametrik-3 setelah ditambahkan peubah

Model SD regresi kuantil terbaik adalah hasil pemodelan regresi kuantil kubik yang ditambahkan peubah boneka pada data presipitasi luaran GCM dengan time lag berdasarkan

3. Menentukan curah hujan ekstrim 15 stasiun dan data luaran GCM esktrim menggunakan metode blok maksima pada periode tahunan. Melakukan analisis ketergantungan

Model regresi kuantil yang terpilih digunakan untuk memprediksi curah hujan ekstrim, dan disimpulkan bahwa prediksi curah hujan ekstrim yang dihasilkan menunjukkan

Prediksi rata-rata curah hujan bulanan tahun 2008 diperoleh menggunakan model SD dengan Regresi Linier Peubah Ganda. Ukuran kebaikan prediktor dalam memprediksi curah

Model M4 memberikan hasil prediksi curah hujan ekstrim yang lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Sari (2015) yaitu model SD berbasis

Prediksi kejadian curah hujan ekstrim lebih dari 626 mm/bulan menggunakan regresi logistik paling tinggi terjadi pada bulan februari dengan nilai peluang 0,940.. Dalam mengatasi adanya