• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN INDUSTRI AMDK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB IV GAMBARAN INDUSTRI AMDK"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN INDUSTRI AMDK

4.1 Sejarah Industri AMDK di Indonesia

Industri AMDK bermula dari Tirto Utomo seorang mantan wartawan dan kepala bagian hukum di Pertamina Jakarta, yang bertanggung jawab menangani kontrak dengan pihak asing. Diawali dengan perundingan dengan delegasi dari Amerika Serikat yang nyaris gagal karena sang istri ketua delegasi mendadak sakit perut karena meminum air yang kurang bersih. Dan pengawal pejabat dari Jepang yang selalu membawa air minum asli dari negaranya karena takut meminum air dari Indonesia yang tidak higienis. Serta ramalan yang berkembang bahwa Indonesia akan mengalami krisis air bersih di abad-21. Hal tersebut menimbulkan ide bagi Tirto Utomo untuk memproduksi air minum dalam kemasan yang siap untuk diminum.

Tirto Utomo mendirikan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan pertama di Indonesia dengan nama PT Aqua Golden Mississippi yang didirikan pada tahun 1973 dengan lokasi pabrik pertama di Bekasi dan merek produk AQUA dan hingga 2006 AQUA memiliki 14 pabrik yang tersebar diseluruh Indonesia dan Brunei Darussalam. Produksi pertama AQUA diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950ml dengan harga perbotol adalah Rp. 75,- dan kapasitas produksi tahun pertama sebesar 6 juta liter.

Kemudian diikuti dengan didirikannya AdeS pada tahun 1985 dengan nama perusahaan PT. Ades Alfindo Putra Setia oleh Bapak A. Gunawan yang menguasai 61% persen saham AdeS dan 39% saham dimiliki oleh publik. Selain memproduksi dan mendistribusikan AMDK, AdeS juga melakukan kerjasama menjadi distributor AMDK Prancis untuk Indonesia yaitu Evian sejak tahun 1993. Tahun 1994, AdeS melakukan perjanjian joint venture dengan Quaker Oats dari Amerika Serikat untuk memproduksi dan

(2)

mendistribusikan Gatorade di Indonesia. Tahun 2000, PT AdeS Alfindo putra Setia diakuisisi oleh The Coca Cola Company sehingga berubah nama menjadi PT AdeS Waters Indonesia, Tbk. Dan AdeS memproduksi, mendistribusi, dan menjual AMDK dengan merek AdeS, AdeS Royal, dan Nestlé Pure Life.

(3)

Gambar 4-1. Perkembangan Volume Penjualan AMDK di Indonesia (1999-2005, dalam miliar liter)

Sumber: ASPADIN, diolah

Perkembangan industri AMDK juga dapat dilihat pada tabel 4-1. Baru pada tahun 1983 masuk perusahaan lain yang bermain dalam industri AMDK sebanyak 5 perusahaan dengan kapasitas produksi sebesar 10 juta liter. Dan hingga 2005 jumlah perusahaan yang bermain dalam industri AMDK berkembang pesat mencapai 440 perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 12,6 miliar liter serta merek yang beredar di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 600 merek.

Tabel 4-1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Produksi Tahun Jumlah Perusahaan Kapasitas Produksi

(dalam juta liter)

1973 1 6

1983 5 10

1993 140 1590

2003 413 8100

2004 426 9100

2005 440 12600

Sumber: ASPADIN

(4)

Dari sisi investasi, industri AMDK merupakan industri padat modal terlebih jika digabungkan dengan investasi yang dilakukan oleh para pemasoknya yang tidak dapat dipisahkan karena merupakan industri yang saling terkait. Selama tahun 2000-2002, investasi di bidang industri AMDK dengan industri pemasok yang terkait langsung (pabrik botol, gelas, karton, dan kemasan lainnya) mencapai lebih dari Rp. 3 trilyun, baik yang dilakukan oleh pemain lama seperti AQUA maupun pemain baru.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri AMDK termasuk padat karya. Tenaga kerja langsung diperkirakan mencapai 28.000 orang; tenaga kerja tidak langsung yang menangani transportasi, distribusi, pemasok, dan lain-lain diperkirakan mencapai 5 kali lipat; dan jika diperhitungkan dengan para pengecer langsung diperkirakan industri AMDK menghidupi lebih dari satu juta tenaga kerja.

Perkembangan industri AMDK dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Jumlah penduduk

(5)

Tabel 4-2. Jumlah Penduduk Beberapa Negara di Dunia (dalam Juta Jiwa)

NEGARA 1990 2000 2010

CINA 1155,3 1264,5 1428,885

INDIA 834,7 1002,1 1132,373

AMERIKA SERIKAT 223,1 275,6 311,428

INDONESIA 179,5 203,5 229,955

BRAZIL 144,7 170,1 192,213

PAKISTAN 112,4 150,6 170,178

RUSIA 147,9 145,2 164,076

BANGLADESH 109,8 128,1 144,753

JEPANG 123,5 126,9 143,397

NIGERIA 96,2 123,3 139,329

Sumber: BPS, diolah.

b. Konsumsi perkapita

Dapat dilihat pada tabel 4-3, konsumsi per kapita AMDK Indonesia yang relatif lebih rendah dibandingkan negara lainnya hanya sebesar 36 liter pada tahun 2005 menjadikan daya tarik bagi perusahaan baru untuk bermain dalam industri ini. Tidak hanya perusahaan dalam negeri saja yang tertarik untuk ikut meramaikan industri AMDK, bahkan perusahaan asing pun ikut bermain. Hal tersebut ditandai dengan dimasukinya AQUA oleh Grup Danone sejak tahun 1996, perusahaan makanan dari Perancis. Pada tanggal 4 September 1998 PT Tirta Investama menandatangani persetujuan usaha patungan dengan Group Danone, perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Paris, Perancis. Group Danone melakukan usaha patungan tersebut melalui anak perusahaan, Danone Asia, mengambil 40% saham PT Tirta Investama. Melalui usaha patungan ini, Group Danone efektif memiliki 30% saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk. Dan PT AdeS Alfindo Putra Setia Tbk melakukan joint venture dengan The Coca Cola Company sejak 30 Juni 2000. The Coca Cola Company mengambilalih (akuisisi) PT AdeS Alfindo Putra Setia Tbk yang memproduksi AdeS pada tahun 2004 dengan nilai transaksi US$ 19,89 juta. Akibat pengambilalihan AdeS, PT AdeS Alfindo Putra Setia Tbk

(6)

berubah nama menjadi PT AdeS Waters Indonesia Tbk. Saat ini kepemilikan terbesar dikuasai oleh The Coca Cola Company.

Tabel 4-3. Konsumsi per Kapita AMDK 2005 (dalam liter)

Negara Konsumsi per Kapita AMDK

Indonesia 36

Thailand 70

AS 80 Perancis 140 Italia 165

Sumber: ASPADIN

c. Kondisi ekonomi

Kondisi ekonomi seperti inflasi, nilai tukar, pengangguran, dan globalisasi sangat berpengaruh pada perkembangan industri AMDK. Peningkatan inflasi berdampak pada dua sisi yang saling berkaitan. Dari sisi perusahaan, peningkatan inflasi menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Untuk bahan baku yang berasal dari luar negeri mengindikasikan peningkatan harga bahan baku yang harus dibeli oleh perusahaan yang direfleksikan dengan peningkatan biaya produksi perusahaan. Karena kesulitan pembiayaan (modal), peningkatan biaya perusahaan akan berimbas pada penurunan produksi. Penurunan produksi akan menurunkan jumlah pekerja (peningkatan pengangguran). Dari sisi masyarakat atau konsumen, peningkatan inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang dan jasa.

(7)

menjadikan persaingan kian tinggi. Hal ini akan menyulitlkan perusahaan kecil yang bergerak dalam industri AMDK karena belum mencapai efisiensi.

d. Kebijakan pemerintah

Dilihat dari begitu besarnya potensi perkembangan industri AMDK di Indonesia, maka Pemerintah membuat:

• Revisi Surat Keputusan Menperindag No. 167/MPP/Kep/5/1997 tentang Persyaratan Teknis Industri dan Perdagangan AMDK Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan • Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

• Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum dalam Kemasan dan Perdagangannya

• Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Kebijakan Pemerintah tersebut bertujuan untuk memperbaiki perilaku persaingan dan kinerja industri di Indonesia.

• Penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPnBM)atas produk AMDK tahun 2000

• Pencabutan batasan kapasitas produksi e. Kondisi sosial dan lingkungan fisik

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya air bagi kesehatan (air tidak hanya sebagai pelepas dahaga tapi juga diyakini dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan memperpanjang usia), meningkatnya pendidikan masyarakat Indonesia dan menurunnya kondisi lingkungan, merupakan faktor yang meningkatkan permintaan kebutuhan akan air bersih. Permintaan air bersih yang

(8)

cukup tinggi menyebabkan peningkatan persaingan usaha dibidang penyediaan air bersih dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Perubahan ekonomi dari pertanian ke industrialisasi yang mencetuskan polusi (pencemaran air) mengakibatkan penurunan dalam ketersediaan air bersih, terutama di kota besar. Penurunan volume air bersih menjadikan air bersih kian langka. Dan menjadikan air sebagai barang komoditi ekonomi (economic goods). Dimana dibutuhkan pengorbanan berupa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya. 13Air bukan sebagai barang bebas (economic goods) direfleksikan dengan diterapkannya batasan Hak Guna Pakai dan Hak Guna Usaha Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

4.2 Kondisi Pasar Industri AMDK

Industri AMDK merupakan industri yang termasuk pasar oligopoli. Walaupun jumlah pemain dalam industri ini melebihi 566 perusahaan, tidak memasukkannya sebagai pasar persaingan sempurna. Karena dalam menjalankan suatu usaha tidak akan ada yang akan mengambil sum zero profit yang terjadi di pasar persaingan sempurna. Setiap usaha dilandasi untuk memperoleh keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Untuk itu, terlebih dahulu melihat karakteristik industri AMDK yang termasuk pasar oligopoli, yaitu:

a. Hanya sedikit perusahaan dalam industri

Sedikit perusahaan diartikan sebagai jumlah pemain yang dominan menguasai sebagian besar market share. Untuk industri AMDK perusahaan tersebut adalah AQUA, AdeS, 2Tang, dan Total. Untuk menghitung pangsa pasar

13 Hak Guna Pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air. Sedangkan Hak Guna Usaha adalah hak untuk

(9)

digunakan rasio konsentrasi dua perusahaan besar (CR2) yang diakuisisi yaitu AQUA dan AdeS, yang berarti menghitung berapa persen output dalam pasar oligopoly dikuasai oleh dua perusahaan dominan. CR2 yang semakin rendah mencerminkan struktur pasar yang semakin bersaing.

b. Produk homogen atau terdiferensiasi

Dilihat dari output yang dihasilkan, pasar oligopoly merupakan peralihan dari pasar persaingan sempurna ke pasar monopoli. Perbedaan sifat output yang dihasilkan akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam upaya mencapai kondisi optimal yaitu laba maksimum. Jika dalam pasar persaingan sempurna perusahaan mengatur jumlah output untuk mengatur tingkat laba, dalam pasar oligopoly perusahaan menentukan jumlah output yang memaksimumkan laba melalui perilaku pesaingnya dalam berproduksi. Dan persaingan tersebut berupa persaingan harga dan persaingan non harga.

Produk homogen adalah produk yang mampu memberikan kepuasan ataupun utilitas kepada konsumen tanpa perlu mengetahui siapa produsennya. Konsumen tidak membeli merek barang tetapi kegunaan barang. Karena itu semua perusahaan dianggap mampu memproduksi barang dan jasa dengan kualitas dan karakteristik yang sama. Sedangkan produk terdiferensiasi adalah produk yang dapat dibedakan oleh konsumen dengan melihat siapa produsennya. Pembedaan dilakukan dengan melalui kualitas barang, model, bentuk, warna, bahkan oleh kemasan, merek, dan pelayanan. Namun demikian, diantara produk-produk tersebut dapat menjadi substitusi. Jika disaat ingin membeli produk tersebut ternyata tidak ada, produk lain dapat menggantikan tanpa konsumen kehilangan manfat barang tersebut ataupun mengalami dampak negative secara teknis seperti kesehatan. Karena itu, permintaan barang ini memiliki permintaan yang sangat elastis.

(10)

Untuk air sebenarnya merupakan produk homogen. Tapi air dalam industri AMDK merupakan produk terdiferensiasi karena konsumen terutama karena pengaruh iklan menjadi semakin terdidik, mereka membedakan produk tersebut melalui merek. Terlebih karena peran besar AQUA dalam menanamkan brand image melaui iklan-iklan yang edukatif, continue, dan memakan biaya yang cukup besar.

c. Kualitas produk

Kualitas produk yang tinggi akan mengakibatkan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu akan diproduksi lebih sedikit untuk mempertahankan tingkat harga di titik optimal yang memberikan laba maksimal. Ketika kualitas produk rendah, relatif lebih banyak yang diproduksi sehingga akan menurunkan barrier to entry yang berimplikasi pada menurunnya laba perusahaan. Juga karena adanya profit, social contribution ataupun dwl (dead weight loss) meningkat. Perusahaan seharusnya dapat memproduksi dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik dan lebih banyak. Kenyataannya perusahaan tidak berproduksi dikapasitas maksimal selain memperhitungkan perilaku pesaingnya. Oleh karena itu surplus konsumen yang dimiliki oleh konsumen beralih menjadi keuntungan perusahaan. Hal tersebutlah yang menyebabkan kualitas di pasar oligopoly lebih rendah.

(11)

produk diferensiasi lainnya adalah Vit sebagai second brand yang berusaha untuk membidik masyarakat golongan menengah kebawah. Begitu juga dengan perusahaan lainnya seperti PT Ades Alfindo Putra Setia yang memproduksi AdeS sebagai first brand dan Vica, Desca, AdeS Royal, dan lain-lain sebagai produk diferensiasinya. Dan produk Desca dan AdeS Royal diperuntukkan pada hotel, cafe, bioskop 21, dan restoran.

Selain dari proses produksi berbeda, biaya produksi yang berbeda, merek yang berbeda, segmen pasar berbeda, harga yang ditawarkan berbeda,. Untuk AQUA menggunakan mata air bawah tanah sedangkan untuk VIT menggunakan mata air sumur. Dari asalnya saja sudah terlihat. VIT menggunakan air yang berada dipermukaan yang sudah terkontaminasi. Sedangkan AQUA menggunakan air bawah tanah yang belum terkontamisasi secara langsung oleh udara luar dan oleh karena itu membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk memproduksinya. Iklan maupun biaya promosi yang dilakukan untuk first brand (AQUA) jauh lebih besar dibandingkan VIT. Sehingga wajar jika harga AQUA lebih mahal dibandingkan VIT dan produk dari perusahaan pesaing lainnya. Saat ini (2006) harga satu galon AQUA dipasaran Pulau Jawa sekitar Rp. 9000, sedangkan VIT dan produk dari perusahaan pesaing lainnya sekitar Rp. 7500.

Selain itu, pengukuran kualitas produk dalam industri AMDK dapat diukur melalui tahapan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk AQUA, proses produksi dilakukan melalui 14 kali penyaringan. Pemerintah pun menetapkan standardisasi proses produksi AMDK melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya.

(12)

d. Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi

Keputusan perusahaan dalam menetapkan harga atau jumlah output akan mempengaruhi perusahaan lainnya. Guna menahan perusahaan potensial untuk masuk industri ini, perusahaan yang sudah ada menempuh strategi menetapkan harga jual terbatas, yang membuat perusahaan menikmati laba super normal dibawah tingkat maksimum.

e. Hambatan untuk masuk

Air merupakan sumber daya yang masih mudah untuk dieksploitasi. Untuk mendirikan perusahaan AMDK, investasi yang diperlukan untuk membangun pabrik yang tidak terintegrasi hanya membutuhkan modal kurang dari 10 milyar rupiah. Dan kebijakan pemerintah melalui peraturan pemerintah maupun undang-undang yang ada tidak berpengaruh besar terutama masalah hukum. Oleh karena itu, barrier to entry di industri ini rendah sehingga banyak pemain dalam industri AMDK. Jumlah pemain yang berlebihan pun berdampak buruk bagi industri karena akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sempurna bahkan karena sulitnya mengontrol berimplikasi terjadinya praktek kolusi.

f. Persaingan harga

(13)

merupakan keuntungan yang didapatkan AQUA sebagai leader dalam indutri dan keberhasilan iklan yang overbranding

Dan karena bermain dalam segmen pasar tertentu, maka satu perusahaan terkadang memiliki merek yang berbeda sebagai first brand untuk konsumen menengah ke atas dan second brand untuk konsumen menengah ke bawah, dengan harga yang berbeda.

g. Persaingan non harga

Kompetisi non harga seperti iklan dilakukan untuk memberikan informasi, membentuk citra yang baik terhadap perusahaan, dan mempengaruhi perilaku konsumen, serta menanamkan brand image sehingga produk kita merupakan produk yang menjadi pilihan pertama bagi konsumen untuk memilihnya.

Persaingan non harga yang dilakukan industri AMDK pada umumnya adalah melalui iklan. Iklan dapat dilihat melalui dua perspektif, yaitu produsen dan konsumen. Bagi produsen, iklan merupakan biaya tambahan yang harus ditanggung. Tapi karena dampak iklan cukup signifikan terhadap peningkatan penjualan perusahaan yang akan meningkatkan laba perusahaan dan digunakan sebagai barrier to entry terhadap pesaing yang ingin masuk maka laba merupakan cara yang saat ini masih dianggap menguntungkan bagi perusahaan secara keseluruhan. Bagi fringe firms dengan dana yang terbatas sangat tidak mungkin untuk melakukan iklan karena kapasitas produksi mereka tidak seefisien dominant firm, sehingga posisi dominant firm tidak akan tergantikan oleh fringe firms kecuali mereka melakukan merger ataupun akuisisi untuk menanggulang monopoli power dominant firm. Sehingga dapat dikatakan bahwa iklan merupakan sunk cost bagi perusahaan.

(14)

AQUA melalui iklannya melakukan overbranding yaitu memperkuat brand yang dimiliki. Sedemikian kuatnya iklan yang dilakukan, sehingga terjadinya substitusi antara merk dan nama komoditas. Sebuah produk yang telah mendapat tempat di benak pelanggan (mindshare) dan juga di hati customer (heartshare) mendapatkan keuntungan berupa loyalitas mereka. AQUA telah menjadi “generic brand”. Brand tersebut menguasai ceruk pasar yang besar dan sukses dalam mengkomunikasikan diri sebagai merk yang dominan di pasar. AQUA telah sukses dalam mengkomunikasikan diri sebagai “the only brand in packed mineral water goods”. Sehingga pembeli tidak akan mempermasalahkannya ketika barang yang disajikan oleh penjual adalah barang lain. 14Inilah yang disebut sebagai the generic brand. Dan biaya iklan yang besar juga merupakan hambatan untuk perusahaan lain yang ingin memasuki pasar.

14 Generic Brand akan lahir apabila sebuah produk telah melakukan branding yang sangat kuat sehingga nama merk

(15)

6-/

+

*

*

" " , $ /

2

.

10&

10&0& ! # #

" 3

/ / , / / " 7 " 8.

/ / , / / "

.

)**+,)**-2 / ' /

$ / , +625:F. "

/ / 2 / /

. / , )+2)>F. !

/ / , 2 / &

1 " # 6+2)+F. /

. /

/ +)299F )9296F

. /

(16)

BAB V

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

5.1 Analisa Deskriptif Industri AMDK

Tingginya permintaan air bersih dan rendahnya hambatan untuk memasuki industri AMDK telah mengakibatkan pertumbuhan yang pesat dalam bermunculannya perusahaan-perusahaan baru. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5-1. Pada tahun 1973 jumlah perusahaan hanya satu yaitu AQUA dengan produksi aktual sebesar 6 juta liter per tahun. Kemudian pada tahun 1983 jumlah perusahaan yang ikut bermain dalam industri bertambah menjadi 5 perusahaan dengan produksi aktual sebesar 10 juta liter. Kini perusahaan yang ikut bermain dalam industri berkembang menjadi 480 perusahaan dengan produksi aktual sebesar 13,86 miliar liter (meningkat 2310 kali lipat dibandingkan produksi awal di tahun 1973) dan terdapat 600 merek yang tersebar diseluruh Indonesia. Dan yang bergabung menjadi anggota ASPADIN hanya 165 perusahaan.

(17)

peningkatan seperti di tahun 1997 yang mencapai 2,5 miliar liter. Tapi, pada tahun 2000 peningkatan drastis terjadi, pertumbuhan mencapai 54,17 persen dengan produksi aktual mencapai 5,4 miliar liter dan terus meningkat menjadi 13,86 miliar liter di tahun 2006.

Tabel 5-1. Pertumbuhan Pemain dalam industri AMDK di Indonesia (1973-2006)

Tahun Jumlah

1990 102 399 3.890,00

1991 125 637 59,65 13

Untuk mendukung pertumbuhan industri, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan dalam industri AMDK. Hal ini berdampak pada ikut bergabungnya investor asing maupun lokal untuk bermain dalam industri AMDK, selain juga karena potensi pasar industri AMDK yang yang masih besar. Respon investasi dari pihak asing maupun lokal cukup menggembirakan dengan masuknya Danone dan The Coca Cola Company mengakuisisi AQUA dan AdeS.

(18)

Meningkatnya jumlah perusahaan yang masuk ke industri berarti juga meningkatnya investasi dalam industri yang dapat dilihat pada tabel 5-2. Investasi terus meningkat selama lima tahun terakhir sebesar 31 persen, dari 727 milyar rupiah di tahun 2000 sampai 954 milyar rupiah di tahun 2005. Pertumbuhan investasi pertahun pun masih menunjukkan nilai positif bahkan sempat mencapai pertumbuhan investasi sebesar 10 persen di tahun 2004. Besarnya pertumbuhan investasi di tahun 2004 diduga berasal dari The Coca Cola Company yang kembali membeli saham AdeS.

Tabel 5-2. Investasi dalam Industri AMDK (2000-2005, dalam Juta Rupiah)

Tahun Investasi Pertumbuhan Investasi

(dalam Persen)

2000 727.096 3,20

2001 752.951 3,56

2002 775.539 3,00

2003 819.822 5,71

2004 901.804 10,00

2005 954.124 5,80

Sumber: Direktorat Industri Minuman dan Tembakau (MINTEM), diolah

(19)

Gambar 5-1. Konsumsi per Kapita AMDK di Beberapa Negara (2004, dalam Liter)

Sumber: ASPADIN, diolah

5.1.1 Industri AMDK Sebelum dan Sesudah Akuisisi

Kinerja kapasitas dan produksi keempat perusahaan selama tahun 1991-2005 dapat dilihat pada tabel 5-3. Penurunan rasio produksi aktual terhadap kapasitas produksi perusahaan AMDK terbesar, AQUA, yang terjadi di tahun 2000 dari 69,92 persen di tahun 1999 menjadi 38,49 persen di tahun 2000 karena investasi yang dilakukan oleh AQUA dengan meningkatkan kapasitas produksinya dari 1,754 miliar liter menjadi 4,111 miliar liter naik sebesar 134,38 persen. Begitu juga dengan AdeS, penurunan rasio produksi aktual terhadap kapasitas produksi pada tahun 1996 dan 1999 sebesar 59,56 persen dan 38,99 persen terjadi karena peningkatan kapasitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan penurunan rasio produksi aktual terhadap kapasitas produksi AdeS pada tahun 2000 dikarenakan kebijakan perusahaan setelah akuisisi dengan The Coca cola Company untuk memangkas seluruh biaya operasional perusahaan untuk efisiensi seperti

(20)

pengurangan karyawan dan biaya produksi. Secara keseluruhan dari tahun 1991-2005, perusahaan semakin efisien dengan semakin meningkatnya rasio kapasitas produksi.

Secara umum dapat dilihat, penggunaan kapasitas produksi kedua perusahaan belum maksimal. Bagi AQUA, penggunaan maksimum kapasitas produksi tidak dilakukan karena berhubungan dengan meningkatnya pangsa pasar yang menyebabkan perusahaan sebagai dominan firm bahkan ke arah monopoli. Hal tersebut bersinggungan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB V pasal 25 ayat 2 yang menyatakan bahwa:

“ Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%

(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasas satu jenis barang atau jasa

tertentu; atau

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75%

(tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu.”

(21)

Tabel 5-3. Produksi Aktual, Kapasitas Produksi, dan Rasio Produksi-Kapasitas Produksi Empat Perusahaan Terbesar dalam Industri AMDK

(1991-2005, dalam Juta Liter dan dalam Persen)

Tahun Produksi dan Kapasitas (dalam Liter) / Rasio

(dalam Persen)

PT AGM PT Ades

Kapasitas Produksi 1.208 90

Produksi Aktual 209 45

1991

Produksi/Kapasitas 17,30 50,00

Kapasitas Produksi 1.208 110

Produksi Aktual 226 55

1992

Produksi/Kapasitas 18,71 50,00

Kapasitas Produksi 1.208 340

Produksi Aktual 252 167

1993

Produksi/Kapasitas 20,86 49,12

Kapasitas Produksi 1.215 340

Produksi Aktual 501 200

1994

Produksi/Kapasitas 41,23 58,82

Kapasitas Produksi 1.215 340

Produksi Aktual 676 255

1995

Produksi/Kapasitas 55,64 75,00

Kapasitas Produksi 1.215 450

Produksi Aktual 714 268

1996

Produksi/Kapasitas 58,77 59,56

Kapasitas Produksi 1.754 450

Produksi Aktual 958 298

1997

Produksi/Kapasitas 54,62 66,22

Kapasitas Produksi 1.754 450

Produksi Aktual 1.025 232

1998

Produksi/Kapasitas 58,45 51,56

Kapasitas Produksi 1.754 700

Produksi Aktual 1.226 273

1999

Produksi/Kapasitas 69,92 38,99

Kapasitas Produksi 4.111 700

Produksi Aktual 1.582 389

2000

Produksi/Kapasitas 38,49 55,61

Kapasitas Produksi 4.111 700

Produksi Aktual 2.376 425

2001

Produksi/Kapasitas 57,79 60,70

Kapasitas Produksi 4.111 700

Produksi Aktual 3.079 512

2002

Produksi/Kapasitas 74,91 73,13

Kapasitas Produksi 5.092 700

Produksi Aktual 3.095 583

2003

Produksi/Kapasitas 60,77 83,21

(22)

Kapasitas Produksi 5.092 700

Produksi Aktual 3.750 419

2004

Produksi/Kapasitas 73,64 59,86

Kapasitas Produksi 5.092 700

Produksi Aktual 4.276 479

2005

Produksi/Kapasitas 83,97 68,43

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

Data pada tabel 5-3 diatas menunjukkan bahwa dilihat dari sisi perkembangan produksi menunjukkan kecenderungan yang baik. Dari tahun ke tahun AQUA dan AdeS terus meningkatkan produksinya. Tidak stabilnya produksi AdeS terjadi setelah penambahan kapasitas produksi yang belum sebanding dengan trend peningkatan produksi. Hal ini terjadi karena tingkat produksi yang relatif lebih rendah dibandingkan kapasitas produksi dan biaya produksi yang menjadi lebih tinggi. Hantaman masuknya industri AMIU dan krisis moneter pada tahun 1998 juga berdampak pada penurunan produksi AdeS dari 298 juta liter menjadi 232 juta liter. Bagi AQUA yang merupakan pelopor perusahaan AMDK di Indonesia, krisis moneter tidak begitu signifikan mempengaruhi volume penjualannya karena begitu kuatnya brand image yang ditanamkan dibenak konsumen untuk tetap mengkonsumsi produknya. Sedangkan masuknya industri AMIU secara signifikan mempengaruhi volume penjualan dalam bentuk gallon karena gallon perusahaan AMDK digunakan sebagai gallon industri AMDK. Tapi volume penjualan diantisipasi dengan meningkatnya penjualan di kemasan 240ml dan 600ml. Secara keseluruhan volume penjualan AQUA tidak berpengaruh terhadap masuknya industri AMIU.

(23)

Tabel 5-4. Kapasitas Produksi, Produksi Aktual, Produksi Aktual terhadap Kapasitas Produksi Industri AMDK (2000-2005, dalam ton dan Persen)

Tahun Kapasitas Produksi (dalam Ton)

Produksi Aktual (dalam Ton)

Produksi Aktual terhadap Kapasitas Produksi

(dalam Persen)

2000 6.969.367 5.082.104 73

2001 7.074.963 5.286.284 75

2002 7.582.822 5.841.912 77

2003 8.022.736 5.995.128 75

2004 8.423.873 7.237.804 86

2005 8.890.895 7.797.057 88

Sumber: Direktorat Industri Minuman dan Tembakau (MINTEM), diolah

Karena perusahaan tidak berproduksi pada kapasitas maksimum menyebabkan biaya produksi menjadi relatif tinggi. Hal ini berimbas pada harga produk yang relatif mahal dibandingkan masyarakat mengkonsumsi air dari ledeng (PAM). Karena air merupakan komoditi yang berorientasi pasar, maka distribusi produk diperuntukkan pada wilayah terdekat. Dapat dilihat pada tabel 5-5, perusahaan AMDK tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk menjangkau konsumen di seluruh wilayah dan menurunkan biaya transportasi. Jumlah perusahaan AMDK terbanyak di Jawa Barat dan yang paling sedikit di Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut berkaitan dengan tersedianya sumber daya air bersih di wilayah tersebut. Semakin baik sumber daya air bersih suatu wilayah dan semakin potensial konsumen untuk mengkonsumsi AMDK di suatu wilayah maka semakin banyak perusahaan AMDK yang mendirikan pabriknya di wilayah tersebut.

(24)

Tabel 5-5. Lokasi Penyebaran Perusahaan AMDK Menurut Jumlah Perusahaan

Propinsi Jumlah Perusahaan Persentase Perusahaan

Jawa Barat 103 24.82

Jawa Tengah 68 16.39

Jawa Timur 63 15.18

Sumatera Utara 26 6.27

DKI Jakarta 23 5.54

Riau 19 4.58

Sulawesi Selatan 16 3.86

Bali 12 2.89

Kalimantan Barat 9 2.17

Lampung 8 1.93

Kalimantan Selatan 7 1.69

Kalimantan Timur 7 1.69

Sumatera Barat 7 1.69

Sumatera Selatan 7 1.69

Banten 5 1.20

Papua 5 1.20

Sulawesi Utara 4 0.96

Bangka Belitung 3 0.72

DI Yogyakarta 3 0.72

Jambi 3 0.72

Nusa Tenggara Barat 3 0.72

Sulawesi Tengah 3 0.72

Sulawesi Tenggara 3 0.72

Batam 2 0.48

Bengkulu 2 0.48

Nangroe Aceh Darussalam 2 0.48

Kalimantan Tengah 1 0.24

Nusa Tenggara Timur 1 0.24

Sumber: ASPADIN

(25)

per gallon. Karena tidak tersedianya sumber daya air bersih yang baik untuk dikonsumsi, maka AQUA tidak dapat mendirikan pabriknya di Kalimantan. Sehingga diputuskan untuk mengirim produk untuk konsumsi AQUA di Kalimantan dari pabrik terdekat dengan konsekuensi tingginya biaya transportasi. Kuatnya brand image AQUA di masyarakat menjadikan harga produk yang relatif lebih mahal tetap menjadi pilihan konsumen.

Konsentrasi pasar dalam negeri tersebut karena sifat AMDK yang bahan baku utamanya di dapat dari negeri sendiri sehingga tidak bisa diekspor jauh-jauh karena tidak memenuhi skala ekonomis akibat biaya angkut yang tinggi. Dapat dilihat pada tabel 5-6, rata-rata penjualan terbesar AQUA dari tahun 1991-2005 sebesar 94 persen adalah untuk pasar dalam negeri, sedangkan sisanya untuk pasar luar negeri. Tahun 2004 ekspor AQUA mencapai 6 miliar rupiah dan tahun 2005 sebesar 7 miliar rupiah. Lebih dari 90 persen ekspor dikirim ke Singapura dan sisanya ke Vietnam dan Brunei Darussalam. Penurunan ekspor dari tahun 1994 sebesar 8,65 persen menjadi hanya 0,46 persen di tahun 2005 terjadi karena meningkatnya permintaan dalam negeri. Sehingga pasokan yang ada di gunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi AMDK di dalam negeri. Sedangkan penjualan AdeS masih didistribusikan di dalam negeri.

(26)

Tabel 5-6. Komposisi Pasar Output AQUA (1991-2005, dalam Persen)

Tahun Domestik Ekspor

1991 91,35 8,65

Sumber: Laporan Keuangan AQUA, diolah

(27)

ekspor AMDK nasional ditujukan ke Singapura yang memang tidak memiliki sumber air minum. Tujuan utama ekspor negara lainnya adalah Singapura, Portugal, Timor Timur, Jepang, Malaysia, dan Hongkong. Dapat dilihat pada tabel 5-7.

Tabel 5-7. Ekspor dan Impor AMDK (1998-2005, dalam Ton dan US$)

Ekspor Impor Tahun

Ton Ribu US$ Ton Ribu US$

1998 22.036 3.309 550 330

1999 24.805 3.598 330 85

2000 28.999 4.015 605 469

2001 29.200 4.282 582 316

2002 29.771 4.910 308 131

2003 29.906 3.679 1.188 442

2004 21.503 3.004 1.246 573

2005 21.564 3.351 1.642 972

Sumber: Direktorat Industri Minuman dan Tembakau (MINTEM)

Dominasi dan pengalaman AQUA yang begitu lama dalam industri AMDK dan sebagai pelopor industri AMDK di Indonesia dengan brand image yang begitu melekat dibenak konsumen memungkinkan bagi perusahaan ini sebagai produk unggulan AMDK di Indonesia. Sehingga impor AMDK tidak begitu berpengaruh terhadap posisinya sebagai perusahaan dominan. Terlebih masih rendahnya ketersediaan produk impor dan harga yang relatif lebih mahal dibandingkan produk yang diekspor dan ketersediaan produk di dalam negeri. Persaingan internasional yang terbuka tidak akan merubah posisi perusahaan dominan AQUA di pasar domestik secara fundamental. Oleh karena itu, pemberlakuan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sangat baik dalam mengurangi insentif yang dimiliki AQUA untuk menghambat persaingan.

Masuknya investor asing, Danone mengakuisisi AQUA dan The Coca Cola Company mengakuisisi AdeS selain karena potensi industri masih besar juga dipicu oleh kebijakan pemerintah yang tidak lagi memasukkan AMDK dalam daftar negatif investasi. Akuisisi di AMDK nasional masih sebatas pemindahan modal asing ke perusahaan lokal.

(28)

Akuisisi yang dilakukan oleh Danone atas AQUA maupun The Coca Cola Company atas AdeS adalah akuisisi saham. Pada 1998 Danone mengambil alih 74% saham PT Tirta Investama, perusahaan yang menjadi induk dari PT Aqua Golden Missisipi. Sedangkan pada tahun 2000, melalui PT Coca-Cola Indonesia, produsen minuman berkarbonasi nomer satu di dunia, membeli empat merek AMDK milik PT Ades Alfindo Putra Setia sebesar 100% saham senilai US$ 19,9 juta. Empat merek itu adalah Ades, Desca, Desta, dan Vica.

Akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia seperti Danone, maupun Coca Cola Company yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan industri ini menandakan bahwa akuisisi pada industri AMDK adalah akuisisi konglomerat. Harga perusahaan yang relatif lebih murah, pangsa pasar Asia yang besar menjadi daya tarik bagi perusahaan asing untuk berinvestasi. Terlebih jika harus mendirikan perusahaan baru dengan peraturan yang berbelit-belit, menghabiskan biaya yang cukup besar untuk memperkenalkan produk ke masyarakat, maka cara termudah, termurah, dan tercepat adalah dengan akuisisi

(29)

Badoit. Untuk bisa mempertahankan diri sebagai produsen bottled water (AMDK) nomor satu dunia, perusahaan ini harus berjuang keras menahan gempuran Coca-Cola dan Nestle. Upaya inilah yang menyebabkan Danone memerlukan dukungan jaringan bisnis dari produk-produk AMDK lainnya yang ada di kawasan Asia, sebuah kawasan yang pasarnya terus tumbuh.

Menurut model akuisisi Ignas G. Sidik, akuisisi AQUA oleh Danone merupakan akuisisi model pertama sedangkan akuisisi AdeS oleh The Coca Cola Company merupakan akuisisi model kedua. Pada akuisisi model pertama, perusahaan mengakuisisi seluruh bisnisnya, baik merek maupun fasilitas produksinya. Danone yang pada tahun 2002 memiliki 92.209 karyawan dan tersebar di 120 negara mencari dukungan untuk mengantisipasi perilaku pesaingnya dengan cara yang cepat dan murah untuk memperoleh pangsa pasar air kemasan, adalah dengan mengakuisisi perusahaan AMDK lokal di Asia, termasuk Indonesia.

Dipilih Asia karena pasar di benua dengan jumlah penduduk yang besar, menjanjikan pertumbuhan sebesar 11% untuk AMDK-nya. Bandingkan dengan pasar Eropa yang cuma bisa menawarkan pertumbuhan 3%. Untuk itu, dalam kurun waktu 12 bulan pertama sejak strategi ini dicanangkan, Danone langsung melakukan aksi beli perusahaan-perusahaan AMDK di beberapa wilayah Asia. Ini dimulai dengan akuisisi terhadap dua perusahaan air mineral di Cina, lalu AQUA di Indonesia, dan perusahaan minuman di Singapura. Menurut kalkulasi pihak Danone, seluruh proses akuisisi ini kelak memberikan sumbangan sebesar US$1,5 juta terhadap total turnover grup ini dalam tiga tahun ke depan (untuk tahun 2002, turnover-nya mencapai US$15,57 juta). Ini terhitung sejak dimulainya proses akuisisi pada 1998.

(30)

Di Indonesia, pada 1998 Danone mengambil alih 74% saham PT Tirta Investama, perusahaan yang menjadi induk dari PT Aqua Golden Mississippi. Produsen AMDK bermerek AQUA yang semula berstatus perusahaan publik menjelang akuisisi oleh Danone, AQUA Golden melakukan buyback (pembelian saham kembali oleh perusahaan) sejumlah sahamnya yang dikuasai publik dan memilih go private, kembali menjadi perusahaan tertutup.

Bagi Danone, AQUA jelas merupakan merek AMDK yang menguntungkan. Karena produksi AQUA langsung menyumbang sekitar 12% dari total volume produksi air minum Danone di seluruh dunia. Terlebih AQUA merupakan perusahaan dominan di Indonesia yang merupakan pemimpin pasar AMDK di Indonesia.

Akuisisi model kedua adalah dengan mengambil alih mereknya saja, tidak termasuk saham perusahaannya. Lalu setelah pengambilalihan, fasilitas produksinya pun tetap memakai pabrik lama. Hanya urusan manajemen, distribusi dan pemasaran kini ditangani oleh perusahaan pengambil alih. Cara ini ditempuh oleh The Coca Cola Company ketika mengambil alih beberapa merek AMDK.

Menurut pihak Coca-Cola, langkah ini dipilih untuk merebut pangsa pasar AMDK secara cepat. Cara ini mereka nilai lebih cepat ketimbang harus mengakuisisi bisnis, atau mengambil alih saham suatu perusahaan. Maka, pada tahun 2000, melalui PT Coca-Cola Indonesia (CCI), produsen minuman nomor satu di dunia ini membeli empat merek AMDK milik PT AdeS Alfindo Putra Setia (AAPS) senilai US$19,9 juta. Empat merek itu adalah AdeS, Desca, Desta, dan Vica.

(31)

CCI. Saat diambil alih oleh CCI, Ades menguasai 6% pangsa pasar minuman siap saji non-alkohol.

Akuisisi Ades hanyalah satu dari beberapa langkah besar CCI untuk menjadi pemain total beverages company terkemuka di Indonesia, dan sekaligus di dunia. Sebab, sesudah langkah akuisisi AMDK bermerek Ades, tahun lalu CCI juga menghadirkan produk minuman teh dalam kemasan botol dan tetrapack ke pasar Indonesia dengan merek Frestea. Minuman ini merupakan hasil kolaborasinya dengan produsen global lainnya, Nestle. Lalu terakhir, September 2003, CCI melemparkan produk sirup ke pasar lokal lewat merek Sunfill.

Akuisisi yang dilakukan oleh AdeS dimana manajemen, distribusi dan pemasaran kini ditangani oleh perusahaan pengambil alih yaitu The Coca Cola Company mempengaruhi pada jumlah tenaga kerja perusahaan. Dapat dilihat pada tabel 5-8, terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 8,2% dari 2.558 tenaga kerja di tahun 2003 menjadi 2.364 tenaga kerja di tahun 2004 dan terus menurun menjadi 2.259 tenaga kerja di tahun 2005. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan manajemen perusahaan yang ingin merampingkan jumalh tenaga kerja untuk meningkatkan efisiensi. Dan terjadi pula perubahan tenaga kerja di tingkat manajemen yang digantikan dengan tenaga kerja dari pihak The Coca Cola Company. Sedangkan akuisisi yang dilakukan oleh AQUA tidak berpengaruh cukup besar pada tingkat manajemen dan jumlah tenaga kerja karena Danone hanya mengakuisisi saham AQUA. Sedangkan secara keseluruhan, terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja pada industri karena masih meningkatnya investasi dalam industri AMDK di Indonesia. Jumlah tenaga kerja industri meningkat dari 19.605 di tahun 2002 meningkat 22 persen menjadi 23.920 tenaga kerja di tahun 2005.

(32)

Tabel 5-8. Jumlah Tenaga Kerja Industri AMDK (2002-2005)

Uraian 2002 2003 2004 2005

AQUA 1.128 1.249 1.214 2.486

AdeS 2.563 2.558 2.364 2.259

Industri 19.605 21.021 22.072 23.920

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS serta Direktorat Industri Minuman dan Tembakau (MINTEM)

5.1.2 Tingkat Konsentrasi Industri

Konsentrasi industri adalah suatu ukuran yang menggambarkan pangsa pasar (market share) sebuah atau beberapa perusahaan dalam suatu industri. Tingkat konsentrasi yang tinggi menunjukkan bahwa suatu pasar atau industri dikuasai oleh sebuah atau beberapa perusahaan besar. Sebaliknya, bila suatu pasar dikuasai oleh banyak perusahaan kecil yang memiliki pangsa pasar yang tidak begitu berbeda, maka tingkat konsentrasi industri tersebut rendah.

Tingkat konsentrasi berkaitan erat dengan bentuk atau struktur pasar. Semakin terkonsentrasi suatu industri maka semakin mendekati struktur monopoli. Sebaliknya, semakin rendah tingkat konsentrasi suatu industri maka semakin mendekati struktur pasar persaingan sempurna. Dari teori ekonomi mikro, bentuk pasar yang paling ideal adalah struktur pasar persaingan sempurna karena dapat mengalokasikan sumber daya dan output dengan efisien. Semakin mendekati monopoli maka semakin tinggi distorsi yang ditimbulkan akibat inefisiensi dalam alokasi sumber daya dan output. Inefisiensi akan merugikan konsumen dan produsen. Dan dalam jangka panjang perekonomian menjadi tidak sehat.

(33)

54,20 persen. Sedangkan di Asia Pasifik, pangsa pasar AMDK hanya 8,42 persen dari pasar minuman yang ada, tetapi dengan volume pertumbuhan terbesar mencapai 22,10 persen pertahun dari tahun 2001 sampai tahun 2006 dibandingkan dengan pertumbuhan minuman lainnya.

Tabel 5-9. Pasar Minuman menurut Tipe di Indonesia (2002, hanya yang melalui Retail)

No. Tipe Minuman Market Size

1. AMDK 5.346,40 67,00 54,20

2. Serbuk Siap Minum 936,70 11,74 15,20

3. Berkarbonasi 830,60 10,41 15,70

4. Teh 772,90 9,69 18,20

5. Minuman Kesehatan 55,20 0,69 23,10

6. Jus Buah / Sayuran 25,90 0,32 14,70

7. Kopi 2,80 0,04 11,00

8. Lain-lain 8,20 0,10 18,10

Total 7.977,70 100,00 43,90

Sumber: Euromonitor / IMIS

Tabel 5-10. Pasar Minuman Menurut Tipe di Asia Pasifik – 2002 No. Tipe Minuman Market Size

1. Berkarbonasi 28,60 29,75 6,30

2. Jus Buah / Sayuran 14,20 14,77 6,30

3. Teh 12,90 13,42 4,40

4. Minuman Kesehatan 10,20 10,61 9,40

5. Kopi 9,80 10,19 6,60

6. AMDK 8,10 8,42 22,10

7. Serbuk Siap Minum 3,30 3,43 5,80

8. Lain-lain 9,05 9,41

Total 96,15 100,00

Sumber: Euromonitor / IMIS

(34)

Industri AMDK merupakan industri yang terkonsentrasi. Dapat dilihat pada gambar 5-2, pangsa pasar AMDK sebesar 45 persen dikuasai oleh perusahaan terbesar yaitu AQUA; 30 persen dikuasai oleh Total, Oasis, 2-Tang, AdeS, Club, dan Prima; dan sisanya sebesar 25 persen dikuasai oleh perusahaan AMDK kecil lainnya.

Gambar 5-2. Perkiraan Pangsa Pasar Merek AMDK di Indonesia

Sumber: ASPADIN

(35)

Pangsa pasar AQUA setelah akuisisi di tahun 1998 dan 1999 sempat naik menjadi 51,26 % dan 51,10 %. Namun, untuk menghindari Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, AQUA mengambil kebijakan untuk menurunkan pertumbuhan penjualannya terhadap penjualan industri. Begitu juga dengan volume penjualan AdeS sebelum akuisisi dari 273 juta liter pada tahun 1999, meningkat menjadi 419 juta liter dan 479 juta liter ditahun 2004 dan 2005. Pangsa pasarnya dari 11,37 persen di tahun 1999 terus menurun hingga tahun 2005 yang hanya sebesar 3,80 persen. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan perusahaan setelah akuisisi. Perusahaan masih terfokus untuk meningkatkan manajemen perusahaan dibandingkan dengan pemasaran untuk meningkatkan pertumbuhan volume penjualannya terhadap industri. Dan penurunan pangsa pasar kedua perusahaan dari tahun 1998 sebesar 62,86 persen sampai mencapai 37,74 persen di tahun 2005 mengindikasikan industri AMDK semakin kompetitif.

Gambar 5-3. Konsentrasi Pasar AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

Pangsa Pasar AQUA dan AdeS serta CR2 (dalam Persen)

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

(36)

5.1.3 Kondisi untuk Masuk ke Industri

Akuisisi secara relatif tidak merubah komposisi perusahaan dalam industri AMDK. Pertumbuhan industri AMDK pun tetap meningkat. Hal ini terjadi karena masih besarnya potensi pasar industri AMDK di Indonesia. Biaya iklan yang besar yang diterapkan oleh perusahaan AMDK besar seperti AQUA maupun AdeS tidak signifikan mempengaruhi keinginan perusahan baru untuk memasuki pasar karena produk dari AMDK yang berbasiskan pasar dan perusahaan bermain dalam ceruk ataupun relung. Dan tingkat exit di industri AMDK pun nol persen dan kehadiran pendatang baru tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat persaingan. Tingkat persaingan umumnya dilakukan oleh perusahaan besar untuk mempertahankan pangsa pasarnya.

Bagi perusahaan baru, struktur biaya, tingkat produksi, dan permintaan domestik terhadap produk dari perusahaan dominan sangat penting dalam mempertimbangkan untuk masuk ke dalam industri. Sehingga membeli perusahaan yang telah ada akan lebih menguntungkan dibandingkan membuat perusahaan baru. Hal ini yang menjadi alasan bagi Danone dan The Coca Cola Company dalam mengakuisisi AQUA dan AdeS.

5.1.3.1 Modal

Potensi industri yang relatif masih cukup besar dengan pertumbuhan diperkirakan 10 persen pertahun, menjadikan ekspektasi pengembalian aset jika usaha ini gagal sekitar 35 persen. Investasi yang diperlukan untuk membangun pabrik yang tidak terintegrasi seperti AQUA, tidak begitu besar, hanya dengan modal kurang dari Rp 10 miliar, sudah bisa membuka perusahaan air minum dalam kemasan. Sehingga secara teori sunk cost yang rendah merupakan hambatan masuk yang rendah.

(37)

5.1.3.2 Iklan

Ada beberapa alasan mengapa orang beriklan. Setiap alasan yang dikemukakan melandasi teori yang berbeda-beda. Menurut Marshal, pada dasarnya beriklan memiliki dua peran. Yakni peran konstruktif (constructive role) alias pembentukan dan peran kombative (combative role) yakni sebagai pertempuran. Pada peran konstruktif, iklan diperlakukan sebagai cara membanjiri konsumen dengan informasi yang banyak sehingga mereka dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga yang murah. Konsumen menjadi raja. Diberi kesempatan mengetahui apa yang akan mereka beli. Pada peran yang satu lagi, kombatif, iklan justru dapat digunakan dengan cara memberi informasi yang minim tentang produk tersebut. Bahkan mungkin menyembunyikan hal-hal penting yang perlu diketahui publik. Lebih parah lagi, digunakan demi menjelekkan produk yang lain. Bentuknya bisa apapun karena tujuannya adalah menggiring konsumen memilih produk yang diiklankan bukan produk perusahaan lain.

Kyle Bagwell(2001)1, para ekonom dalam penelitian-penelitian mereka, sering mengaitkan antara iklan dan permintan produk. Setidaknya bila dikelompokan mereka akan terbagi pada 3 pemikiran: persuasif, informatif dan komplementer. Pandangan Persuasif menyatakan bahwa iklan dilakukan untuk merayu pembeli. Dampaknya iklan akan mempengaruhi permintaan alias tingkat penjualan melalui perubahan selera dan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap merk. Secara ekonomi kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi elastisitas permintaan barang tersebut. Menggeser dari pasar persaingan sempurna yang produknya beragam menjadi monopolistik. Monopolistik adalah pasar produk yang sama namun berbeda dari karakater. Menjadi berbeda berarti menciptakan pasar tersendiri.

(38)
(39)

Gambar 5-4. Rasio Beban Iklan terhadap Beban Penjualan AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

Rasio Beban Iklan terhadap Beban Penjualan AQUA dan AdeS

(1991-2005, dalam Persen)

0 20 40 60 80 100

1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005

Tahun

Pe

rs

e

n AQUA

AdeS

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

Sedangkan dilihat dari rasio beban iklan terhadap penjualan dan laba menunjukkan bahwa proporsi biaya iklan terhadap penjualan dan laba perusahaan. Rasio beban iklan terhadap penjualan AQUA relatif stabil dibandingkan dengan AdeS karena AQUA merupakan generic brand AMDK dan kapasitas produksi aktual AQUA yang relatif lebih besar dibandingkan dengan AdeS sehingga proporsi biaya iklannya menjadi relatif lebih kecil walaupun dalam nominal biaya iklan AQUA lebih besar dibandingkan biaya iklan AdeS. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 5-5.

(40)

Gambar 5-5. Rasio Beban Iklan terhadap Penjualan AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

Rasio Beban Iklan terhadap Penjualan AQUA dan AdeS

(1991-2005, dalam Persen)

0 5 10 15

1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005

Tahun

Pe

rs

e

n AQUA

AdeS

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

(41)

Gambar 5-6. Rasio Beban Iklan terhadap Laba AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

Rasio Beban Iklan terhadap Laba AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

-100%

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

5.1.3.3 Kebijakan Pemerintah

Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan kebijakan yang penting dan sangat berpengaruh dalam menurunkan kapasitas produksi perusahaan dibawah 50 persen. Sehingga diharapkan tidak ada perusahaan yang memiliki kekuatan monopoli yang dapat menghambat persaingan dalam industri di Indonesia, tidak terkecuali industri AMDK. Kebijakan tersebut membuat AQUA sebagai perusahaan dominan menurunkan kapasitas produksinya dibawah 50 persen. Sehingga kapasitas produksi maksimum tidak dapat diberlakukan. Yang artinya, tingkat efisiensi perusahaan menurun. Dan penurunan pangsa pasar berarti industri semakin kompetitif.

(42)

Kebijakan pemerintah yang menghapus pajak penjualan barang mewah (PPnBM) AMDK tahun 2000 merupakan kebijakan yang penting dan sangat berpengaruh dalam memperkenalkan persaingan dalam industri AMDK di Indonesia. Karena dapat menaikkan persedian AMDK di Indonesia dengan naiknya impor dan menurunkan ekspor yang dapat dilihat pada tabel 5-7.

Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum dalam Kemasan dan Perdagangannya memberikan hambatan sunk cost dalam mendirikan industri AMDK. Dalam kebijakan tersebut ditentukan cara produksi yang baik, dari masalah konstruksi pabrik, fasilitas dan pengawasan saniter, operasi yang saniter, peralatan dan prosedur, proses dan kontrol, sampai personil. Pedoman tersebut mengacu pada kebijakan indutri AMDK Internasional yaitu Plant Inspection Handbook IBWA dan Bottled Water Plant Inspection, NSF.

5.1.4 Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan dianalis menggunakan rasio-rasio keuangan, rasio pertumbuhan, dan rasio usaha. Rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio rentabilitas, dan rasio solvabilitas. Rasio pertumbuhan diukur dari persentase perubahan dalam penjualan bersih, laba bersih, aktiva bersih, modal bersih, dan laba usaha. Sedangkan rasio usaha diukur dari laba kotor terhadap penjualan, laba bersih terhadap penjualan, laba usaha terhadap penjualan, laba bersih terhadap modal, laba usaha terhadap modal, laba usaha terhadap aktiva, dan laba bersih terhadap aktiva.

(43)

solvabilitas mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek dan jangka panjangnya dengan menggunakan seluruh aktivanya.

Untuk melihat perubahan pada tingkat kinerja perusahaan, maka digunakan ROA (Return on Asset). ROA diukur dengan membagi laba perusahaan sebelum pajak terhadap total aktiva. ROA merupakan rasio yang memberikan informasi tentang efisiensi perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya. Rasio ini mengindikasikan seberapa besar keuntungan rata-rata yang diperoleh perusahaan terhadap setiap asetnya. Kenaikan ROA disebabkan oleh kenaikan laba yang lebih besar dibandingkan aktivanya. Dan peningkatan laba disebabkan oleh meningkatnya pendapatan perusahaan yang lebih besar dibandingkan peningkatan bebannya.

Pada gambar 5-7, ROA AQUA terus meningkat dari tahun 1991 yang hanya 6,52 persen mencapai 19, 89 poersen ditahun 2004, dan menurun sedikit menjadi 12,51 persen di tahun 2005. Peningkatan ROA AQUA menunjukkan semakin efisiennya perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya. Dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan baru untuk memasuki pasar dan nilai tambah bagi pemegang saham karena berpengaruh pada deviden yang dihasilkan oleh perusahaan. Sedangkan ROA AdeS sebesar -126,18 persen ditahun 2004 menunjukkan perusahaan yang tidak efisien dalam melakukan kegitan usahanya. Lebih kecilnya kenaikan laba dibandingkan kenaikan aktiva mengakibatkan nilai ROA AdeS yang negatif. Penurunan ROA terjadi karena laba yang negatif pada AdeS karena besarnya hutang yang harus dibayarkan pada pihak ke tiga dan meningkatnya beban tunjangan bagi karyawan yang akan di PHK karena langkah efisiensi yang diambil perusahaan untuk menurunkan jumlah pekerjanya. Karena beban yang berkurang dan aktiva yang terus meningkat maka pada tahun 2005 ROA AdeS meningkat menjadi -56 persen.

(44)

Gambar 5-7. Tingkat Pengembalian Aset (ROA) AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

Tingkat Pengembalian Aset (ROA) AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

-150 -100 -50 0 50 100

1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005

Tahun

P

er

sen AQUA

AdeS

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

(45)

Gambar 5-8. Tingkat Pengembalian Modal AQUA dan AdeS

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

ROI merupakan imbal hasil investasi yang mengukur kemampuan modal perusahaan dalam memberikan hasil laba bersih dibandingkan dengan total aktivanya. ROI AQUA stabil dibandingkan dengan ROI AdeS yang mencapai -126,18 persen di tahun 2004 karena laba negatif perusahaan namun pada 2005 meningkat ke arah positif -135,67 persen. Artinya, ketidakmampuan permodalan AdeS dalam memberikan laba bersih dibandingkan dengan total aktivanya. Dan dilihat dari sisi investasi, AQUA terus melakukan investasi dalam perusahaan dan tidak dengan AdeS. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa AQUA memiliki kondisi keuangan yang sangat sehat dibandingkan dengan AdeS, sehingga ROI AQUA lebih stabil dibandingkan dengan ROI AdeS. Dapat dilihat pada gambar 5-9 di bawah.

(46)

Gambar 5-9. Tingkat Pengembalian Investasi AQUA dan AdeS

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

(47)

Gambar 5-10. Rasio Pertumbuhan AQUA (1992-2005, dalam Persen)

Rasio Pertumbuhan AQUA

-50,00 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

P

e

rs

en

ta

se

Penjualan Bersih

Laba Besih

Laba Usaha

Jumlah Aktiva

Modal

Sumber: Laporan Keuangan AQUA, diolah

Pada tabel 5-11, rasio pertumbuhan AdeS pada penjualan bersih menunjukkan penurunan karena tidak adanya investasi pada peningkatan kapasitas produksi. Pertumbuhan laba bersih yang negatif karena tingginya kewajiban dan beban yang harus dipenuhi. Pertumbuhan laba usaha, jumlah aktiva, dan modal mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, rasio pertumbuhan AdeS negatif namun menunjukan peningkatan pertumbuhan. Dapat dikatakan bahwa kondisi perusahaan berangsur-angsur pulih.

(48)

Tabel 5-11. Rasio Pertumbuhan AdeS (1992-2005, dalam Persen)

1993 192,88 675,93 233,57 75,25 32,79

1994 43,93 72,70 -12,49 85,18 347,97

1995 27,51 -67,06 -66,38 13,75 0,47

1996 13,81 26,01 49,96 4,94 2,00

1997 11,18 -95,05 -41,70 140,18 -0,76

1998 -10,15 -72716,81 -1070,25 12,18 -88,50

1999 9,73 -100,30 -9,31 -16,19 -2,75

2000 42,63 37843,35 58,01 -12,26 872,33

2001 13,04 -110,26 -80,24 -5,64 -12,16

2002 20,49 -172,19 44,45 -0,21 9,30

2003 13,80 -52,39 131,64 -7,19 3,88

2004 -25,68 -3920,74 246,41 -44,52 -65,26

2005 14,49 -11,30 67,12 97,13 180,34

Sumber: Laporan Keuangan AdeS, diolah

(49)

Gambar 5-11. Rasio Usaha AQUA (1991-2005, dalam Persen)

Sumber: Laporan Keuangan AQUA, diolah

Tabel 5-12 menunjukkan rasio usaha AdeS. Walaupun secara keseluruhan negatif, namun tahun 2005 mengalami peningkatan rasio usaha ke arah positif. Kesimpulannya, dapat dikatakan produktivitas perusahaan semakin efisien.

Tabel 5-12. Rasio Usaha AdeS (1991-2005, dalam Persen) Rasio Usaha AdeS

1991 39,47 3,72 17,81 3,90 26,62 9,12 1,91

1992 46,58 3,79 22,24 3,14 21,89 8,85 1,51

1993 50,28 10,04 25,33 18,36 43,98 16,85 6,68

1994 42,19 12,05 15,40 7,08 89,51 7,96 6,23

1995 35,09 3,11 4,06 2,32 97,67 2,35 1,80

1996 36,62 3,45 5,35 2,87 81,45 3,36 2,17

1997 36,18 0,15 2,81 0,14 5,56 0,82 0,04

1998 12,97 -124,08 -30,30 -903,06 386,45 -7,06 -28,92

1999 19,76 0,34 -25,04 2,83 21,92 -7,64 0,11

2000 15,89 91,55 -27,75 110,28 -331,40 -13,76 45,41

2001 35,01 -8,31 -4,85 -12,88 209,14 -2,88 -4,94

2002 35,23 4,98 -5,82 8,51 -126,49 -4,17 3,57

2003 36,72 2,08 -11,84 3,90 76,42 -10,41 1,83

2004 15,11 -107,09 -55,18 -428,81 194,07 -65,02 -126,18 2005 16,37 -82,96 -80,55 -135,67 101,58 -55,12 -56,77

Sumber: Laporan Keuangan AdeS, diolah

(50)

5.2 Analisa Hasil Estimasi

5.2.1 Pemilihan Penggunaan Model Data Panel

Karena data yang digunakan sangat terbatas, sehingga proses pengolahan data time series tidak dapat dilakukan karena persyaratan jumlah data minimal tidak dapat dipenuhi. Kondisi tersebut diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) dengan terjadinya peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajad kebebasan (degree of freedom).

Sebelum melakukan uji pelanggaran asumsi, terlebih dahulu memilih pendekatan analisa model data panel. Untuk itu dilakukan pengukuran chow test dan hausmann test. Hasil uji pendekatan analisa model data dapat dilihat di bawah ini:

1. Chow Test

Desain Hipotesis: H0 = Common Intercept H1 = Fixed Effect

Decision Rules: Tolak H0 jika Chow Test > F tabel Tabel 5-13. Uji Chow Test

Persamaan Chow Test F-tabel Keterangan

1 47.46545 3.59 Fixed Effect

2 8.158378 3.63 Fixed Effect

3 271.8881 4.67 Fixed effect

Dengan tingkat kepercayaan 95 % maka tolak H0, sehingga estimasi dilakukan dengan menggunakan fixed effect.

2. Hausmann Test

(51)

Karena jumlah cross section lebih kecil dari jumlah data time series, maka fixed effectmodel lebih baik dibandingkan dengan random effect model. Sehingga tidak perlu lagi melakukan uji Hausmann Test.

5.2.2 Uji Pelanggaran Asumsi 1. Uji Multikolinearitas

Uji pelanggaran asumsi yang pertama adalah uji multikolinearitas. Multikolinieritas dalam model yaitu apabila nilai R-squared dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar variabel penjelas tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dengan t-tabel dan probabilitas F-stat dengan α.

Tabel 5-14. R-squared dan Uji-F

Persamaan R2 Prob F-stat α Uji-F

1 0.621658 0.000005 0.05 Signifikan

2 0.815923 0.000004 0.05 Signifikan

3 0.589296 0.000002 0.05 Signifikan

Tabel 5-15. Uji-t

Persamaan Variabel t-stat t-tabel Uji-t Keterangan CR2 -2.655917 2.201 Tidak Signifikan

BE 2.456286 2.201 Signifikan

1

DM 5.550260 2.201 Signifikan

Tidak ada Multikolinearitas

PFT 2.860418 2.262 Signifikan LEV 0.542528 2.262 Tidak Signifikan GRO -0.675961 2.262 Tidak Signifikan 2

DM -0.303318 2.262 Tidak Signifikan

Multikolinearitas

RAS -2.154821 2.179 Tidak Signifikan 3

DM 0.953276 2.179 Tidak Signifikan

Multikolinearitas

Pada hasil uji multikol di atas, maka sesuai dengan hipotesa yang dimiliki yaitu : H0 : tidak ada masalah multikolineritas

H1 : ada masalah multikolinearitas

(52)

Persamaan 1 dianggap tidak ada masalah multikolinearitas karena hanya satu variabel penjelas yang tidak signifikan pada uji-t. Persamaan 2 dalam penelitian ini adalah tolak H0, yang berarti ada masalah multikolinearitas di model persamaan. Hal ini dilihat pada angka t-stat secara individu model persamaan tidak signifikan pada tingkat signifikansi 95% walaupun secara bersama-sama signifikan. Sedangkan persamaan 3 dianggap tidak ada masalah multikolinearitas walaupun angka t-stat secara individu model persamaan tidak signifikan pada tingkat signifikansi 95%. Dianggap tidak ada masalah multikolinearitas karena tidak adanya hubungan linear atau hubungan yang pasti di antara explanatory variable (variabel penjelas) yaitu variabel RAS dan DM dalam model regresi. Dummy variable merupakan variabel kualitatif yang dijadikan variabel kuantitatif untuk menjelaskan kondisi sebelum dan sesudah akuisisi. Tidak signifikannya variabel RAS diduga karena iklan dianggap sebagai biaya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menjaga brand image yang membuat AQUA sebagai generic brand AMDK. Sehingga biaya iklan tidak berpengaruh terhadap peningkatan tingkat pengembalian investasi. Dan tingkat pengembalian investasi yang diharapkan perusahaan diduga dihitung dari biaya investasi yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi perusahaan, yaitu melalui teknologi.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji pelanggaran asumsi yang kedua adalah uji heteroskedastisitas dengan membandingkan nilai sum of squared residual (SSR) sebelum dan sesudah diberi perlakuan cross section weights dan white heterocedasticity consistent covariance. Jika nilai sum of squared residual sebelum diberi perlakuan lebih besar daripada sesudahnya maka telah terjadi masalah heterokedastisitas. Masalah heterokedastisitas diatasi dengan metode Generalized Least Squares (GLS) dan transformasi logaritma.

(53)

H1 = ada masalah heterokedastisitas

Tabel 5-16. Uji Heterokedastisitas 1

Persamaan SSR-sebelum SSR-sesudah Keterangan

1 1275.994 1026.869 Heterokedastis

2 7406853. 4832846. Heterokedastis

3 1.63E+08 99876859 Heterokedastis

Semua model persamaan dalam penelitian ini adalah tolak H0, yang berarti ada masalah heterokedastositas di model persamaan. Hal ini dilihat pada nilai sum of squared residual sebelum diberi perlakuan lebih besar daripada sesudahnya.

3. Uji Autokolinearitas

Uji pelanggaran asumsi yang terakhir adalah uji autokol. Konsekuensi adanya autokorelasi adalah estimasi koefisien regresi yang tidak berbias, tetapi standar error model maupun standar error koefisien regresi terlalu rendah. Autokorelasi dapat diketahui melalui nilai Durbin Watson (DW) yang memiliki nilai dekat dengan angka 2 maka tidak ada masalah korelasi dalam model.

Tabel 5-17. Uji Autokorelasi 1 Persamaan DWhitung Keterangan

1 1.517279 Autokorelasi

2 1.020543 Autokorelasi

3 1.751342 Autokorelasi

Pada hasil uji multikol di atas, maka sesuai dengan hipotesa yang dimiliki yaitu : H0 : tidak ada masalah autokorelasi

H1 : ada masalah autokorelasi

Semua model persamaan dalam penelitian ini adalah tolak Ho, yang berarti ada masalah autokorelasi. Hal ini dapat dilihat pada nilai DW yang kurang mendekati angka 2.

5.2.3 Mengatasi Masalah dalam Pelanggaran Asumsi

(54)

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas, dan autokorelation dalam data panel dengan memberikan perlakuan cross section weights dan memberikan bentuk first autoregressive scheme (AR1) dan second autoregressive scheme (AR2). Sedangkan masalah heterokedastisitas dapat dihilangkan dengan mengeluarkan salah satu variabel ataupun transformasi logaritma.

Masalah pertama yaitu masalah multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5-18. Pada persamaan 1 dan 2 masalah multikolinearitas dapat diatasi. Sedangkan pada persamaan 3 masih terdapat multikolinearitas pada persamaan. Dan tidak signifikannya dummy variable dapat diabaikan karena dummy variable merupakan variabel kualitatif akuisisi yang dijadikan variabel kuantitatif agar dampak akuisisi dapat diukur dalam nilai.

Tabel 5-18. Uji Multikolinearitas

Persamaan Variabel t-stat t-tabel Uji-t Keterangan CR2 -4.102368 2.201 Tidak Signifikan

BE 3.235448 2.201 Signifikan

1

DM 6.786952 2.201 Signifikan

Tidak ada Multikolinearitas

PFT 5.636716 2.262 Signifikan LEV 2.459498 2.262 Signifikan 2

DM 0.331213 2.262 Tidak Signifikan

Tidak ada Multikolinearitas

RAS -0.474725 2.179 Tidak Signifikan 3

DM 3.350514 2.179 Signifikan

Tidak ada Multikolinearitas

(55)

tersebut dapat dilihat pada tabel 5-19 mengenai hubungan pangsa pasar dengan kekuatan pasar kedua perusahaan tersebut.

Tabel 5-19. Pangsa Pasar dan Kekuatan Pasar AQUA dan AdeS (1991-2005, dalam Persen)

AQUA AdeS Tahun Pangsa Pasar Kekuatan Pasar Pangsa Pasar Kekuatan Pasar

1991 32,81 0,07 7,06 0,16

1992 17,11 0,11 4,16 0,15

1993 15,85 0,10 10,50 0,37

1994 27,35 0,12 10,92 0,35

1995 32,90 0,12 12,41 0,35

1996 32,23 0,13 12,10 0,16

1997 38,32 0,12 11,92 0,20

1998 51,26 0,15 11,60 0,13

1999 51,10 0,16 11,37 0,36

2000 42,77 0,17 10,52 0,37

2001 43,99 0,14 7,87 0,35

2002 43,37 0,12 7,21 0,42

2003 38,20 0,22 7,19 0,50

2004 41,20 0,21 4,60 0,47

2005 33,94 0,22 3,80 0,39

Sumber: Laporan Keuangan AQUA dan AdeS, diolah

Persamaan 3 dianggap tidak ada masalah multikolinearitas walaupun variabel RAS (rasio iklan terhadap penjualan) tidak signifikan. Tidak signifikannya variabel RAS diduga karena iklan dianggap sebagai biaya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menjaga brand image yang membuat AQUA sebagai generic brand AMDK. Sehingga biaya iklan tidak berpengaruh terhadap peningkatan tingkat pengembalian investasi. Dan tingkat pengembalian investasi yang diharapkan perusahaan diduga dihitung dari biaya investasi yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi perusahaan, yaitu melalui teknologi.

(56)

Masalah heterokedastisitas tidak dapat dihilangkan walaupun dengan mengeluarkan salah satu variabel ataupun transformasi logaritma. 15Karena ada kecenderungan dimana heteroskedastisitas akan banyak ditemukan pada data cross-section karena pengamatan dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang sama. Dan data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section maka masalah heterokedastisitas cenderung ada dalam data panel. Dapat dilihat pada tabel 5-20 masalah heterokedastisitas masih terdapat pada persamaan 1 dan 2.

Tabel 5-20. Uji Heterokedastisitas 2

Persamaan SSR-sebelum SSR-sesudah Keterangan

1 666.7755 666.7733 Heterokedastisitas

2 440148.4 440147.9 Heterokedastisitas

3 1.95E+08 1.95E+08 Tidak ada heterokedastisitas

Sedangkan masalah autokorelasi dapat diatasi untuk semua persamaan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5-21.

Tabel 5-21. Uji Autokorelasi 2 Persamaan DWhitung Keterangan

1 2.058694 Tidak ada autokorelasi 2 2.215761 Tidak ada autokorelasi 3 1.994144 Tidak ada autokorelasi

5.2.4 Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi dilakukan dengan menganalisa R-squared, hubungan antara intersep (C_AQUA dan AdeS) dengan variabel tidak bebas, dan hubungan variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5-22 dibawah ini.

15 Nachrowi Djalal. Nachrowi, Msc., Mphil, AppSc, PhD dan Hardius Usman, SSi., Msi., Penggunaan Teknik

(57)

Tabel 5-22. Variabel, Koefisien, dan R2

Persamaan Variabel Koefisien R2 C_AQUA 18.93304

• R-squared yang diperoleh dalam persamaan 1 adalah sebesar 0.738394 yang artinya, 74 persen variasi kekuatan pasar dapat dijelaskan oleh rasio konsentrasi dua perusahaan besar (CR2), hambatan masuk (BE), dan dummy variable (DM). Sisanya sebesar 26 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model tersebut.

• C_AQUA (intersep AQUA)

Intersep AQUA sebesar 18.93304, artinya dengan tingkat rasio konsentrasi dan hambatan masuk yang rendah, probabilitas kekuatan pasar AQUA adalah 18,9 persen. • C_AdeS (intersep AdeS)

Intersep AdeS sebesar 42.82188, artinya dengan tingkat rasio konsentrasi dan hambatan masuk yang rendah, probabilitas kekuatan pasar AdeS adalah 42,8 persen. • Variabel CR2 (Concentration Ratio dua perusahaan)

Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien yang negatif sebesar 0.003941. Artinya, rasio konsentrasi dua perusahaan terbesar dalam industri AMDK mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja yang diukur dengan kekuatan pasar. Setiap kenaikan satu persen

(58)

rasio konsentrasi akan berdampak pada penurunan kinerja sebesar 0,004 persen. Hubungan tersebut tidak sesuai dengan teori. Menurut teori, semakin tinggi pangsa pasar yang dicerminkan oleh rasio konsentrasi, maka semakin tinggi kekuatan pasarnya. Karena pangsa pasar akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mempengaruhi harga. Artinya, semakin besar kekuatan pasar yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan dalam kasus AQUA dan AdeS, semakin tinggi pangsa pasar yang dimiliki perusahaan membuat kekuatan pasarnya semakin rendah. Diduga karena harga AQUA yang relatif lebih tinggi dibandingkan harga produk perusahaan lain didapatkan karena keuntungan dari iklan yang berhasil menjadikan AQUA sebagai generic brand yang secara otomatis meningkatkan harga AQUA dibandingkan produk sejenis lainnya dan posisi AQUA sebagai perusahaan dominan.

• Variabel BE (Barrier Entry)

Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien yang positif sebesar 0.001710. Artinya, hambatan masuk yang diukur dengan rasio iklan terhadap penjualan mempunyai pengaruh psitif terhadap kinerja yang diukur dengan kekuatan pasar. Setiap kenaikan satu persen rasio iklan terhadap penjualan akan berdampak pada peningkatan kinerja sebesar 0,002 persen.

• Variabel DM (Dummy Variable)

Gambar

Tabel 4-1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Produksi
Tabel 5-1. Pertumbuhan  Pemain dalam industri AMDK di Indonesia (1973-2006)
Tabel 5-2. Investasi dalam Industri AMDK (2000-2005, dalam Juta Rupiah)
Gambar 5-1. Konsumsi per Kapita AMDK di Beberapa Negara (2004, dalam Liter)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang disampaikan oleh Sri Anitah (2008: 64) “Ini [media interaktif animasi 3 dimensi] merupakan suatu sistem penyajian pelajaran dengan visual, suara, dan materi

Semarang: Skripsi Tidak Diterbitkan.. ي )ةدام( عوضوم رايتخلا ،متهاردقو بلاطلا ةيصخش مهف طئارخ مسر لكش في هؤاشنإ مت ةينهذلا اهمدختسأ تيلا طاقنلا ةرود ىلع اهسردي

Cara kerja dari Vertical Axis Wind Turbine mengkonversi energi angin menjadi energi listrik adalah ketika angin berhembus turbin angin dipasang pada arah

Bermain di rumah sakit dapat memperbaiki konsep - konsep yang salah tentang penggunaan dan peralatan dalam prosedur medis karena sambil bermain perawat menjelaskan

Geram yang tidak putus-putus itu merupakan hasil yang baik dari hasil pemrosesan, maksudnya sisi permukaan benda kerja yang di potong oleh mesin frais itu telah sesuai dengan skala

variabel tegangan terhadap besamya guncangan yang diterima oleh sensor. Pengukuran variabel tegangan dilakukan dengan cara menggerakkan sensor secara naik turun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengumuman dividen berpengaruh terhadap volume perdagangan saham yang dilihat dari ada tidaknya perbedaan volume perdagangan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi terigu yang digunakan, maka semakin tinggi pula kadar air, kadar protein, nilai redness , dan nilai yellowness