UJI KERAGAMAN GENETIK PADA BEBERAPA EKOTIPE
KACANG TANAH (Arachis hypogeae L ) DARI BERBAGAI LOKASI
DARI DAERAH TARUTUNG
SKRIPSI
OLEH :
WINTAN OCTAFIA SIANTURI
030307011 / BDP-PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI KERAGAMAN GENETIK PADA BEBERAPA EKOTIPE
KACANG TANAH (Arachis hypogeae L ) DARI BERBAGAI LOKASI
DARI DAERAH TARUTUNG
SKRIPSI
OLEH :
WINTAN OCTAFIA SIANTURI
030307011 / BDP-PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Prof.DR.Ir.T.M.Hanafiah Oeliem.DAA Luthfi A.M.Siregar,SP.MSC.PhD NIP. 130 318 073 NIP. 132 315 867
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keragaman genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypogeae L.) dilakukan di Tanjung Anom kecamatan Pancur Batu dari bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Ekotipe kacang tanah yang diuji adalah Adiankoting, Simaung-Maung, Pagar Batu dan Pancur Napitu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekotipe yang memiliki produksi tertinggi adalah ekotipe Pagar Batu (E3) ( 208) dan yang terendah terdapat pada ekotipe Adiankoting (E1) (130). Heritabilitas bernilai rendah terdapat pada parameter bobot 100 biji dan bobot polong/ plot. Bernilai tinggi terdapat pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur ginofor, jumlah bunga, jumlah ginofor, jumlah polong/ tanaman, jumlah polong/ plot, bobot biji/ tanaman, bobot biji/ plot dan bobot polong/ tanaman.
ABSTRACT
The aim of the research was to evaluate to kinds of peanut ecotype (Arachis hypogeae L. ) which conducted on Tanjung Anom kecamatan Pancur
Batu from December 2007 to March 2008. Randomized Blok Design was used with 5 replications, four ecotype were tested i.e. Adiancoting, Simaung – maung, Pagar Batu and Pancur Napitu.
The result showed that the highest yield was found in Pagar Batu (E3) (208 g) and the lowest was Adiancoting (E1) (130 g). The lowest heritability was
found weight of 100 seeds and weight of pods/ plot. The highest was found in plant high, number of branches, time of flowering, time of gynophorum, number of flower, number of gynophorum, number of pods/ plant, number of pods/ plot, seed weight/ plant, seed weight/ plot and pods weight/ plnt.
RIWAYAT HIDUP
Wintan Octavia Sianturi, dilahirkan di Medan, 19 Oktober 1985. Anak
kedua dari 4 bersaudara, putri dari pasangan bapak S. Sianturi dan Ibu H. Hutapea.
Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis hingga saat ini adalah:
tahun 1997 penulis tamat dari SDN.2 Tuntungan Pancur Batu, tahun 2000 tamat dari SLTPN.3 Pancur Batu dan tahun 2003 tamat dari SMU Swasta Era Utama
Pancur Batu.
Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2003 melalui jalur PMP dengan Jurusan Budidaya
Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman.
Pengalaman di bidang kemasyarakatan penulis peroleh saat mengikuti
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Berastagi (KPTB), aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris dibidang Organisasi dan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul :
“Uji Keragaman Genetik Beberapa Ekotipe Kacang Tanah ( Arachis hypogea L. )
Dari Berbagai Lokasi Tarutung” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanaian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof.Dr.Ir.T.M.Hanafiah Oeliem.DAA sebagai ketua komisi pembimbing dan Luthfi A.M. Siregar. SP.MSc.PhD sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan kepada penulis di dalam pembuatan proposal ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang tak pernah bosan meberi doa dan semangat kepada penulis, teman-teman BDP 2003, yang telah banyak memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekerungan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.
Medan, September 2008
DAFTAR ISI
HAL
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 8
Iklim ... 8
Tanah ... 10
Keragaman Genetik ... 13
Heritabilitas ... 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metoda penelitian ... 18
Pelakasanaan Penelitian ... 21
Persiapan Lahan... ... 21
Persiapan Benih ... 21
Penanaman Benih ... 21
Pemupukan ... 21
Pemeliharaan ... 22
Penyiraman ... 22
Penyisipan ... 22
Penyiangan ... 22
Pembumbunan ... 22
Panen ... 23
Peubah Amatan ... 23
Tinggi Tanaman ... 23
Jumlah Cabang ... 23
Saat Berbunga ... 23
Jumlah Bunga ... 24
Terbentuknya ginofor ... 24
Jumlah Ginofor ... 24
Jumlah Polong / tanaman ... 24
Jumlah Polong / plot ... 24
Bobot Biji / tanaman ... 24
Bobot Biji / plot ... 25
Bobot 100 biji ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 26
Pembahasan ... 32
Keragaman beberapa ekotipe kacang tanah dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung ... 32
Keragaman genotip dan fenotip ... 34
Variabilitas genetik ... 34
Heritabilitas ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
DAFTATAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Fase Pertumbuhan Kacang Tanah ... 12
2. Nilai Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK ... 19 3. Rataan Jumlah Cabang, Umur Ginofor, Jumlah Ginofor,
Jumlah Polong/ plot dan Bobot Polong/ plot ... 26 4. Rataan Jumlah Polong/ tanaman, Jumlah Polong/ plot dan
Bobot Polong per plot ... 27
5. Persentase Keberhasilan Ginofor Membentuk Polong ... 28 6. Kriteria Koefisien Varians Genetik (KVG) ... 29
7. Varians Genetik ( 2g), Varians Fenotip ( 2f), Koefisien Varians
Genetik (KVG), Koefisien Varians Fenotip (KVF) ... 30
DAFTAR GAMBAR
1. Areal Penanaman Kacang Tanah dari 4 ekotipe ... 59
2. Ginofor Ekotipe Adiankoting (E1) ... 60
3. Ginofor Ekotipe Simaung-maung (E2) ... 60
4. Ginofor Ekotipe Pagar Batu (E3) ... 60
5. Ginofor Ekotipe Pancur Napitu (E4) ... 60
6. Polong Eokotipe Adiankoting (E1) ... 61
7. Polong Eokotipe Simaung-maung (E2) ... 61
8. Polong Ekotipe Pagar Batu (E3) ... 61
9. Polong Ekotipe Pancur Napitu (E4) ... 61
10. Biji Ekotipe Adiankoting (E1) ... 62
11. Biji Ekotipe Simaung-maung (E2) ... 62
12. Biji Ekotipe Pagar Batu (E3) ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data pengamatan tinggi tanaman (cm)... 40
2. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 40
3. Data Pengamatan Jumlah Cabang (cabang) ... 41
4. Sidik Ragam Jumlah Cabang ... 41
5. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) ... 42
6. Sidik Ragam Umur Berbunga ... 42
7. Data Pengamatan Umur Ginofor (hari) ... 43
8. Sidik Ragam Umur Ginofor ... 43
9. Data pengamatan Jumlah Bunga (bunga) ... 44
10.Sidik Ragam Jumlah Bunga ... 44
11.Data Pengamatan Jumlah Ginofor (ginofor) ... 45
12.Sidik Ragam Jumlah Ginofor ... 45
13.Data Pengamatan Jumlah Polong/ tanaman ... 46
14.Sidik Ragam Jumlah Polong/ tanaman... 46
15.Data Pengamatan Jumlah Polong/ plot... 47
16.Sidik Ragam Jumlah Polong/ plot... 47
17.Data Pengamatan Bobot Polong/ Tanaman ... 48
18.Sidik Ragam Bobot Polong/ Tanaman ... 48
19.Data Pengamatan Bobot Polong/ plot ... 49
20.Sidik Ragam Bobot Polong/ plot ... 49
21.Data Pengamatan Bobot Biji/ Tanaman ... 50
23.Data Pengamatan Bobot Biji/ Plot ... 51
24.Sidik Ragam Bobot Biji/ Plot ... 51
25. Data Pengamatan Bobot 100 Biji ... 52
26.Sidik Ragam Bobot 100 Biji ... 52
27.Varians Genetik ( 2g), Varians Fenotip ( 2f) koefisien Varietas Genetik (KVG), Koefisien Varians Fenotip (KVF) ... 53
28.Nilai dug a heritabilitas ... 54
29.Deskripsi Tanaman Ekotipe Adiankoting (E1)... 55
30.Deskripsi Tanaman Ekotipe Simaung-maung (E2) ... 56
31.Deskripsi Tanaman Ekotipe Pagar Batu (E3) ... 57
32.Deskripsi Tanaman Ekotipe Pancur Napitu (E4) ... 58
33.Areal penanaman kacang tanah dari 4 Ekotipe... 59
34.Ginofor Kacang tanah dari 4 ekotipe ... 60
35.Polong Kacang Tanah Dari 4 Ekotipe ... 61
36.Biji Kacang Tanah Dari 4 Ekotipe ... 62
37.Bagan Penelitian ... 63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang tanah ( Arachis hypogaea L ) yang sudah tersebar luas
dan ditanam di Indonesia ini sebetulnya bukanlah tanaman asli, melainkan
tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya dari daerah Brasilia
( Amerika Selatan ). Pada waktu itu di daerah tersebut sudah terdapat lebih dari 6-17 spesies Arachis. Mula-mula kacang ini dibawa dan disebarkan ke Benua Eropa kemudian menyebar ke Benua Asia ( Adisarwanto,2003 ).
Tanaman kacang tanah ini diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1521-1529. Namun ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa tanaman ini
masuk ke Indonesia setelah tahun 1557. tanaman ini dibawa oleh orang-orang Spanyol yang mengadakan pelayaran dan perdagangan antara Mexico dan kepulauan Maluku. Tanaman kacang tanah di Indonesia ini baru diberitakan pada
permulaan abad ke-18. Kacang tanah yang ditanam adalah varietas tipe menjalar. Kemudian pada tahun 1863 seseorang yang bernama Holle membawa masuk
salah satu varietas kacang tanah dari Inggris. Varietas ini adalah tipe yang tumbuh tegak dan diberi nama kacang “ Waspada “ ( Adisarwanto, 2003).
Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup
tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ketahun terus meningkat, sejalan
Tanaman kacang tanah penting artinya karena selain dapat langsung
dimakan juga dapat diolah menjadi beberapa produk industri pangan, dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan limbah tanaman kacang tanah
yang berupa brangkasan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Bijinya mengandung 25-30 % protein yang berkualitas tinggi. Disamping mengandung lemak yang tinggi (40-50 %), juga mengandung mineral-mineral seperti Ca, P dan
Fe, serta vitamin A, B1 dan B2 (Fachruddin, 2000).
Kacang tanah termasuk salah satu dari tanaman palawija selain jagung
,kedelai, kacang hijau dan sorgum, yang diwajibkan memiliki sertifikat sebelum diperdagangkan. Sejalan dengan makna undang-undang system Budidaya Tanaman Nomor 12 Tahun 1992, maka keberadaan penangkar dan produsen benih
semakin mendesak untuk dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia (Pitojo, 2005 ).
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kacang tanah tidak terlepas dari masalah penggunaan varietas unggul. Bahan baku untuk mendukung proses pembuatan varietas unggul ini berasal dari koleksi varietas liar, varietas
local, galur-galur homozigot hasil persilangan dan varietas atau galur introduksi dari luar negri (Adisarwanto, 2000).
Penampilan suatu tanaman pada suatu lingkungan tumbuhnya merupakan dampak kerja sama antara faktor genetik dan lingkungan. Penampilan suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda pula dapat berbeda pula, sehingga sampai
seberapa jauh interaksi antara genotipe dan lingkungan ( GXE ) merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam program pemuliaan atau pun dalam
Suatu penampilan yang ditunjukan oleh individu tidak hanya disebabkan
oleh genotif atau hanya oleh lingkungan untuk mengekspresikanya. Jika dua individu dipelihara dalam lingkungan yang sama maka pebedaan apapun yang
akan muncul pasti disebabkan oleh genotifnya (Loveless, 1989).
Adanya varian genetik yang tinggi merupakan salah satu pedoman yang harus diperhatikan untuk memperoleh kultivar unggul. Dengan varians genetik
yang tinggi mempunyai peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik jika dibandingkan dengan karakter-karakter yang mempunyai varians genetik
yang rendah (Robin,dkk, 1995). Evaluasi variasi genetik akan memberikan kemungkinan didapatkanya perbaikan 2 sifat disamping juga diperolehnya keleluasaan dalam pemilihan suatu genotipe unggul. Sedangkan pendugaan nilai
heritabilitas akan mengantarkan pada suatu kesimpulan apakah sifat-sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik dan lingkungan sehingga dapat diturunkan
pada generasi selanjutnya (Rachmadi, dkk, 1990).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan oleh
manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik dan seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan
kombinasi genetik yang baru. Jika pebedaan antara 2 individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotif kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menguji keragaman
genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypogeae L.) dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman
genetik dari beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypoguea L) dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Hypotesis Penelitian
• Diduga ada perbedaan morfologi dari beberapa ekotipe kacang tanah.
• Diduga ada perbedaan keragaman genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah
• Diduga ada perbedaan nilai heritabilitas dari beberapa ekotipe kacang tanah
Kegunaan Penelitian
• Sebagai salah satu syarat untuk dapat maraih gelar Sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Pitojo (2005) klasifikasi dari Arachis hypogaea L. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotiledoneae Ordo : Leguminales
Famili : Leguminoceae Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
Kacang tanah mempunyai susunan perakaran sebagai berikut. Yang pertama adalah akar tunggang. Akar ini mempunyai akar-akar cabang yang lurus.
Akar cabang mempunyai akar-akar besifat sementara dan berfungsi sebagai alat pengisap. Karena meningkatnya umur tanaman akar-akar tersebut akan mati,
sedangkan akar yang masih tetap bertahan hidup menjadi akar-akar permanen. Akar tersebut akirnya mempunyai cabang lagi, dan berfungsi sebagai alat pengisap. Kadang-kadang polong alat pengisap, yakni bulu akar yang menempel
pada kulitnya. Bulu akar ini berfungsi sebagai alat pengisap zat-zat hara (Rukmana, 1998).
batang tumbuh tunggal. Namun lambat laun bercabang banyak seolah-olah
merumpun. Panjang batang berkisar antara 30-50 cm atau lebih, tergantung jenis atau varietas kacang tanah dan kesuburan tanah ( Rukmana, 1998 ).
Tanaman kacang tanah mempunyai daun majemuk bersirip genap. Setiap helai daun terdiri dari empat helai anak daun. Permukaan daun sedikit berbulu, berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu dan obat semprotan. Sedangkan
gerakan Nyctitropic merupakan aktifitas daun sebagai persiapan diri untuk dapat menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya ( Suprapto,1990 ).
Tanaman kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-6 minggu setelah tanaman. Rangkaian yang berwarna kuning orange muncul pada setiap ketiak daun. Setiap bunga mempunyai tangkai panjang yang berwarna putih. Akan
tetapi tangkai yang berwarna putih itu bukan tangkai bunga yang sebenarnya,melainkan tabung kelopak. Bagiaan mahkota bunganya berwarna
kuning dan standar mahkota bunga pada bagian pangkalnya bergaris-garis merah atau merah tua. Sedangkan benang sarinya setukal (menodelpus). Bakal buahnya terletak didalamnya (inferior), tepatnya pada pangkal tabung kelopak bunga
diketiak daun (Fachruddin, 2000 ).
Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiri. Bunga yang
telah diserbuki tumbuh kearah bawah membentuk bakal buah atau ginofora. Tidak semua ginofora yang akan berkembang menjadai polong yang berisi biji. Sebagaian besar gugur sebelum menjadi ginofora ( Sumarno, 1998 ).
Kacang tanah tergolong tanaman yang menyerbuk sendiri. Penyerbukan silang secara alami atau dengan bantuan binatang sangat kecil kemungkinanya,
Pada umunya tanaman kacang tanah berbunga sampai menjelang panen.
Periode pembungaan yang panjang mengakibatkan hasil menjadi rendah karena bunga yang tumbuh menjadi pesaing dalam penggunaan assimilat, sehingga
polong yang terbentuk lebih sedikit (Somaatmadja dan Damadjati, 1978).
Pada tanaman tegak, ginofora yang dapat menembus kedalam tanah adalah pada ketinggian kira-kira 10-15 cm dari permukaan tanah. Bunga yang berada
diatas ketinggian tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil bahkan mungkin merugikan ( Rukmana, 1998 ).
Kacang tanah berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah tumbuh memanjang. Inilah yang disebut ginofora yaang nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula
ujung ginofora yang runcing mengarah keatas. Setelah tumbuh, ginifora mengarah kebawah dan selanjutnya masuk ke dalam tanah. Pada waktu ginofora menembus
tanah, peranan hujan sangat membantu. Setelah terbentuk polong, pertumbuhan memanjang ginofora akan terhenti. Panjang ginofora dapat mencapai 18 cm. Ginofora yang terbentuk dicabang bagian atas tidak masuk kedalam tanah
sehingga tidak akan membentuk polong ( Suprapto,2002 ).
Adapun besar kecilnya polong kacang tanah sangat bervariasi. Ada yaang
berukuran 1 x 0,5cm, ada juga polong yang dapat meencapai ukuran 66 x 1,5cm . setiap polong dapat berisi 1 sampai 5 biji. Pada varietas-varietas kacang tanah
yang polongnya rata –rata berisi 2 biji, bakal buah yang tidak dibuahi sekitar 6%
( Sumarno,1998 ).
Bentuk ukuran biji kacang tanah sangat berbeda-beda ada yang besar,
merah, kesumba dan ungu. Perbedaan-perbedaan itu tergantung pada
varietas-varietasnya (Suprapto, 2002).
Biji kacang tanah hanya sedikit mengandung vitamin A dan vitamin B,
sedangkan vitamin yang lain tidak ada pada biji kacang. Pada umumnya biji kacang tanah kurang mengandung unusur-unsur vitamin, namun mengandung sekitar 27% protein dan 45% lemak. Warna kacang tanah bermacam-macam, ada
yang putih, merah, ungu, dan kesumba. Kacang tanah yang paling baik adalah berwarna kesumba (Suprapto, 1990).
Syarat Tumbuh
Iklim
Di Indonesia tanaman kacang tanah cocok ditanam di dataran rendah yang bertinggian dibawah 500 meter diatas permukaan laut (dpl). Tanaman kacang
tanah toleran terhadap lingkungan tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi pada daerah berketinggian anatara 800-1000 m dpl. Namaun, makin tinggi daerah penanaman dari daerah penanaman dari permukaan laut, produksi tanaman kacang
tanah cenderung turun (rendah), tanaman menjadi kurus dan tinggi, kurang produktif berbunga sehingga hasilnya rendah ( Rukmana,1998 ).
Secara umum kacang tanah menghendaki suhu untuk pertumbuhan berkisar antara 25-35o C. di daerah yang besuhu kurang dari 20o C, tanaman kacang tanah tumbuh lambat, berumur lebih lama, dan produksi tanaman kacang
tanah relatif sedikit. Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Jika suhu tanah kurang dari 18o C, maka
justru akan mematikan benih yang baru ditanam. Suhu tanah yang ideal untuk
pekembangan ginofora adalah berkiasr antara 30-34o C. sementara suhu optimal untuk perkecambahan benih berkisar antara 20-30o C. Selain suhu tanah , suhu
udara juga berpengaruh, terutama pada periode pembungaan. Pada fase generatif, suhu udara yang optimal adalah 24- 27o C ( Pitojo,2005 ).
Kacang tanah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh.
Adanya keterbatasan cahaya matahari akibat adanya naungan atau terhalang oleh tanaman atau awan lebih dari 30% akan menrunkan hasil kacang tanah karena
cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Terbukanya bunga, jumlah bunga, dan pembentukan ginofora pun sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang rendah menekan pembentukan ginofora. Di samping itu,
rendahnya intensitas penyinaran pada pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta meningkatakan jumlah polong hampa. Oleh karena itu,
penanaman kacang tanah tidak baik dilakukan di tempat yang ternaung dan di perlakukan pengaturan jarak tanam yang ideal bagi tanaman yang di usahakan dengan pola tumpang sari (Pitojo, 2005).
Kacang tanah tumbuh antara garis lintang 4oLU dan 40oLS di dearah tropik dan sub tropik yang hangat dan di iklim sedang yang lembab yang memiliki
musim panas hangat dan panjang. Fotoperiode tampak mempengaruhi perbandingan antara bunga yang menghasilkan polong dan menyebarkan assimilat antara cabang vegetatif dan generatif (Somaatmadja, 1993).
Tanaman kacang tanah menghendaki curah hujan yang cukup dan tidak terlalu lembab/basa pada saat tanam dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah
pertumbuhan sampai panen adalah 300-500 mm. Sangat ideal apabila curah hujan
tersebut terbagi rata selama pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang terlalu banyak pada awal tumbuh akan menekan pertumbhan dan dapat menurunkan
hasil. Demikian juga bila curah hujan terlalu bayak pada saat pemasakan polong maka polong akan pecah dan biji akan berkecambah karena penundaan saat panen (Adisarwanto, 2003).
Tanah
Tanaman kacang tanah membutuhkan keadaan tanah yang berstruktur ringan, seperti regosol, andosol, latosol dan alluvial. Tanah yang berstruktur
ringan sangat menguntungkan bagi tanaman kacang tanah, karena buah (polong) mudah menembus tanah, bakal buah (ginofora) mudah masuk kedalam tanah,
perkembanganya normal, dan memudahkaan pemanenan (Rukmana,1998).
Kacang tanah dapat tumbuh optimal pada kisaran PH sekitar 6,5-7,0. Pada kondisi PH mendekati netral tersebut, semua unsur esensial berada dalam keadaan
siap untuk diserap oleh akar tanaman pada tanah yang bereaksi basa dengan pH tanah lebih besar dari 7,0 biasanya akan timbul gejala kekurangan unsur hara
N,S,Fe,dan Mn. Selain itu dan tanaman akan berwarna kuning dan pada polong timbul bercak hitam. Sebaliknya pada kondisi tanah yang sangat asam, beberapa unsur justru dapat menimbulkan keracunan sehingga kurang menguntungkan bagi
pertumbhan tanaman ( Pitojo, 2005 ).
Disamping kondisi fisik atau jenis tanah yang berpengaruh terhadap
kacang tanah juga memerlukan unsur makro dan mikro. Kebutuhan unsur hara
tersebut dapat dipenuhi oleh udara, air, tanah, maupun sisa-sisa tanaman . Makin tinggi kesuburan tanah makin banyank unsur hara yang tersedia bagi tanaman
(Adisarwanto, 2000 ).
Ketersediaan hara dalam tanah merupakan salah satu hasil kegiatan jasad renik yang berupa proses kimiawai dan biologis, antara lain humifikasi dan
mineralisai bahan organik. Bakteri yang terkait erat dengan kehidupan tanaman leguminosae adalah bakteri bintil akar Rhizobium sp. Pembentukan bintil akar dan
penambatan nitrogen di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kelembaban tanah, pH tanah, cahaya matahari, keberadaan kalsium, fosfor, kalium, molibdenum, kobalt, mangan dan senyawa nitrat serta amonium. Tanaman kacang tanah atas
bantuan bakteri bintil akar mampu menambat nitrogen dari udara sebanyak 47,082kg/ha. Kekurangan bakteri bintil akar dapat diatasi dengan inokulasi bakteri
Rhizobium (Pitojo, 2005).
Kacang tanah memerlukan pasokan kalsium yang cukup, apabila tidak, biji tidak jadi dan dihasilkan polong kosong ( Williams et al, 1993).
Boote (1982), talah melakukan penelitian tentang tahapan pertumbuhan kacang tanah jenis star dan Florunner. Dari hasil penelitiannya di dapat beberapat
Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif pada Tanaman Kacang Tanah
Simbol Fase Pertumbuhan Ciri-Ciri waktu (hari)
VE Kecambah
Kotiledon baru muncul diatas permukaan
tanah 2-3
VC kotiledon
Kotiledon terbuka penuh dan daun
berangkai empatdiatasnya mulai terbuka 4-5
V1 Buku kesatu
Daun berangkai 4 pada buku pertama telah berkembang penuh dan daun berangkai 4
diatasnya mulai terbuka 8-10
V2 Buku kedua
Daun berangkai 4 pada buku kedua telah berkembang penuh dan daun berangkai 4
diatasnya mulai terbuka 15
V3 Buku ketiga
Daun berangkai 4 pada buku ketiga telah berkembang penuh dan daun berangkai 4
diatasnya mulai terbuka 20
V4 Buku keempat
Daun berangkai 4 pada buku keempat telah berkembang penuh dan daun
berangkai empat diatasnya mulai terbuka 26
Vn Buku ke- n
Daun berangkai keempat pada buku ke-n
telah berkembang penuh 30
R1
Permulaan berbunga
Satu bunga mekar pada beberapa buku
tanaman 35
R2 Pemunculan ginofor Satu ginofor telah memanjang 42
R3
Mulai pembentukan polong
Satu ginofor dalam tanah membengkak,
ovari paling sedikit dua kali lebar ginofor 48
R4 Polong penuh Pemenuhan polong 53
R5 Pembentukan biji
Polong yang sudah terisi penuh telah terisi
biji 62
R6 Biji penuh
Satu polong berisi biji.besar biji mencapai
besar maksimum 71
R7 Mulai matang
Satu polong menunjukan warna alami yang dapat dilihat atau adanya tonjolan-tonjolan
pada pericarp bagian luar 85
R8 Matang panen
2/3 hingga 3/4 dari polong yang berkembang telah mempunyai pericarp
Keragaman Genetik
Suatu penampilan yang ditunjukan oleh individu tidak hanya disebabkan oleh genotif atau hanya oleh lingkungan untuk mengekspresikanya. Jika dua individu dipelihara dalam lingkungan yang sama maka pebedaan apapun yang
akan muncul pasti disebabkan oleh genotifnya (Loveless, 1989).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan oleh manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik dan seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan
kombinasi genetik yang baru. Jika pebedaan antara 2 individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi
genotif kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemuliaan tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas yang baru yang lebih unggul (Welsh, 1991).
Keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap
variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 1988).
Suatu genotip memiliki ciri-ciri yang khusus dan seragam serta
mengandung perbedaan yang jelas dari genotip lain (Makmur,1992).
Variasi yang timbul ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya
Poduktifitas tanaman kacang-kacangan tergantung dari jumlah polong per
tanaman, jumlah biji per polong dan berat biji (Somaatmadja dan Damadjati, 1978).
Pengetahuan yang memadai tentang komposisi lingkungan akan dapat menentukan genotif yang sesuai untuk kondisi tertentu serta dapat menduga hasil produksi suatu tanaman. Para pemuliaan tanaman perlu mengetahui sifat-sifat
lingkungan yang dapat memperbaiki kualitas tanaman budidaya secara genetik (Welsh, 1991).
Variabilitas genetik suatu populasi plasma nutfah dapat diketahui dengan mengevaluasi berbagai keragaman yang dimiliki tanaman. Variabilitas genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program pemuliaan
tanaman. Sebelum menetapakan metode seleksi dan kapan seleksi dapat dimulai, perlu diketahui luas sempitnya variabilitas genetik keragaman pada tanaman yang
di uji. Sebab bila keragaman genetic memiliki variabilitas sempit, maka setiap individu dalam populasi tersebut hampir seragam, sehingga tidak mungkin dilakukan perbaikan keragaman melalui seleksi, dengan luasnya variabilitas
genetik maka peluang untuk mendapatkan kultivar unggul baru semakin besar (Ruchjaningsih dkk, 2002).
Keragaman sebagai akibat dari faktor lingkungan dan keragaman genetik umunya berinteraksi satu dengan yang lainya dalam mempengaruhi penampilan fenotif tanaman. Dalam menilai keragaman genetik dalam spesies selalu
dan sebagainya. Karakter tersebut ditentukan oleh gen-gen tertentu yang terdapat
pada kromosom, interaksi gen-gen atau gen dengan lingkungan ( Makmur, 1992 ). Dalam pemuliaan tanaman nilai variabilitas genetik yang luas memberi
peluang seleksi tehadap keragaman tanaman agar lebih efektif (Ruchjaningsih dkk, 2002).
Heritabilitas
Heritabilitas dan kemajuan genetik sifat-sifat yang diamati pada setiap
lingkungan tumbuh mempunyai nilai yang berbeda. Dengan demikian seleksi untuk sifat tertentu membutuhkan lingkungan tumbuh tertentu. Heritabilitas sendiri tidak memberi gambaran yang sebenarnya mengenai kemajuan yang
diharapkan terhadap bahan genetik. Nilai heritabilitas memberi petunjuk sederhana tehadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan suatu populasi
( Hermiati dkk, 1990 ).
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varians genetik terhadap varians total ( varians fenotip ), yang biasnya dinyatakan dengan persen(
% ). Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2, sehingga :
H atau h2+ = (σ2 g ) / (σ2p ) = ( σ2 g ) / (σ2g + σ2e )( Mangoendidjojo, 2003 ).
Heritabilitas dan kemajuan genetik sifat-sifat yang diamati pada setiap
lingkungan tumbuh mempunyai nilai yang berbeda. Dengan demikian seleksi untuk sifat tertentu membutuhkan lingkungan tumbuh tertentu. Heritabilitas
sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan suatu
populasi (Hermiati dkk, 1990).
Pendugaan nilai varian genetik dan nilai duga heritabilitas suatu sifat akan
bervariasi tergantung kepada faktor lingkungan. Adanya varian genetik yang artinya terdapat perbedaan nilai genotif individu-individu suatu populasi,merupakan syarat agar seleksi terhadap populasi tersebut berhasil seperti
yang diharapkan (Tempake dan Luntungan, 2002).
Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan desimal atau
persentase. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan. Sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin
mendekati 1 dinyatakan heritabilitas tinggi, sebaliknya makin mendekati 0 heritabilitasnya semakin rendah (Poespodarsono, 1988).
Menurut Mangoendidjojo ( 2003) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut:
- tinggi : bila nilai h2 > 50%
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di desa Keriahentani, Tanjung Anom, dengan
ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007- bulan Maret 2008
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekotipe kacang tanah yang berasal dari berbagai daerah di Tarutung, yaitu: ekotipe Adiankoting, ekotipe
Simaung-maung, ekotipe Pagar Batu, dan ekotipe Pancur Napitu sebagai objek yang diamati. Pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, kompos, fungisida dithane
M-45 untuk mengendalikan jamur dan insektisida decis untuk mengendalikan hama.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk
membersihkan lahan dari gulma, meteran untuk mengukur lahan dan mengambil data, handsprayer untuk menyemprot insektisida decis, gembor untuk menyiram
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode RAK ( Rancangan acak kelompok)
Non Faktorial dengan 3 jenis kacang tanah :
E1 = Adiankoting E2 = Simaung-maung E3 = Pagar Batu E4 = Pancur Napitu
Jumlah ulangan : 5 Jumlah plot : 20
Jumlah sampel / plot : 4 Jumlah tanaman / plot : 16 Jumlah sampel seluruhnya : 80
Jumlah tanaman seluruhnya : 320
Jarak tanam : 20 cm x 20 cm
Hasil pengamatan akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan :
Yij = π + i + βj + ij
i = 1,2,3,4 j = 1,2….6 dimana :
Yij = nilai pengamatan pada blok ke-i dalam blok ke-j
µ = nilai tengah
i = efek blok ke-i
βj = efek ekotipe ke- j
Apabila analisis sidik ragam menunjukan pengaruh yang nyata dilanjutkan
[image:31.595.116.514.163.363.2]dengan Uji Jarak Duncan ( Steel dan Torie, 1993 ). Tabel 2. Nilai Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK
Sumber Keragaman
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat ( JK )
Kuadrat Tengah ( KT )
Taksiran Kuadrat Tengah
Genotif a-1 JKG KTG σ2
e + b σ2g
Ulangan b-1 JKU KTU σ2e + a σ2b
Error (a-1 ) ( b-1) JKE KTE σ2e
Keterangan :
B : Ulangan a : jenis E : lingkungan g : genotif
Keragaman Genotip dan fenotip
Keragaman sifat dihitung dengan analisis sidik ragam melalui cara :
KT genotif-KT galat (σ2g ) = r
(σ2g ) = KT galat
σ2
f = σ2g + σ2e
√σ2g
KVG = x 100 % X
√σ2p
KVF = x 100 % X
Dimana :
X = rataan populasi KVG = Koefisien variabilitas genotip
KVF = koefisien variabilitas fenotip σ2g = keragaman genotip
σ2
f = keragaman fenotip σ2e = keragaman galat
Kriteria variabilitas
Rendah = 0-25 % dari KVG tertinggi Sedang = 25 –50 % dari KVG tertinggi Tinggi = 50-75 % dari KVG tertinggi
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Area pertanaman yang digunakan terlebih dahulu diukur sesuai kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma-gulma yang ada hingga benar-benar bersih.
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara tanah dicangkul dengan kedalaman sekitar 20-30cm sampai tanah gembur. Setelah itu dibuat petakan dengan ukuran 50 x 50cm dan dibuat parit pemisah antar blok dan plot.
Persiapan Benih
Disiapkan benih dari 4 ekotipe kacang tanah yang akan ditanam sesuai dengan yang dibutuhkan. Benih yang hendak ditanam terlebih dahulu direndam dengan Dithane selama 1 jam.
Penanaman Benih
Benih ditanam kedalam lubang tanam yang telah dilubangi sedalam 4-5 cm yakni 2 benih/lubang dengan jarak 20 x 20 cm, setelah itu lubang tanam ditutup dengan kompos.
Pemupukan
pupuk yang di berikan adalah Urea 50kg/ ha, KCL 50kg / ha dan TSP 150 kg / ha.
Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur disekitar tanaman.
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari.
Interval penyiraman disesuaikan dengan di lapangan.
Penyisipan
Penyisipan dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau pertumbuhanya tidak baik setelah 1-2 minggu. Bahan sisipan diambil dari bibit
tanaman cadangan yang sama pertumbuhanya dengan tanaman dilapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabuti gulma yang ada disekitar areal pertanaman. Interval penyiangan disesuaikan pada kondisi di
lapangan.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan untuk mempermudah ginofora masuk kedalam tanah. Pembumbunan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pembumbunan
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida Decis dengan konsentrasi 2 cc / liter air. Dilakukan dengan melihat kondisi di
lapangan.
Panen
Pemanenan dilakukan setelah adanya tanda-tanda panen yang menunjukan bahwa tanaman sudah siap dipanen.
Peubah Amatan
Tinggi Tanaman ( cm )
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan meteran, diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran
dilakukan 3 MST sampai selesai.
Jumlah Cabang ( cabang )
Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung cabang-cabang yang terbentuk pada tanaman. Penghitungan dilakukan 3 MST.
Saat Berbunga ( hari )
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman mengeluarkan bunga pada
Jumlah Bunga ( bunga )
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman mengeluarkan bunga pertamanya.
Terbentuknya Ginofor ( hari )
Pengamatan dilakukan mulai saat tanam sampai tanaman mengeluarkan
ginofor yang petama.
jumlah Ginofor (ginofor )
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ginofor yang terbentuk pada tiap tananaman sampel. Penghitungan dilakukan 4 MST.
Jumlah Polong / tanaman ( polong )
Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua polong yang terbentuk
dari tiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada saat panen.
Jumlah Polong / plot ( polong )
Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua polong yang terbentuk dari setiap tanaman pada tiap plot. Penghitungan dilakukan pada saat panen.
Bobot polong/ tanaman
Bobot polong/ plot
Pengamatan dilakukan dengan menghitung berat polong kering dari tiap
tanaman per plot dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan pada saat panen.
Bobot Biji / tanaman ( g )
Pengamatan dilakukan dengan menghitung berat biji kering dari tiap
tanaman sampel dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Bobot Biji / plot ( g )
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung berat biji kering dari setiap tanaman dari setiap plot dengan menggunakan timbangan analitik.
Pengamatan dilakukan setelah panen.
Bobot 100 Biji ( g )
Pengamatan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari setiap plot secara acak dengan menggunakan timbangan analitik. Penimbangan dilakukan setelah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis data statistik diperoleh bahwa ekotipe kacang tanah dari beberapa
lokasi dari daerah Tarutung memberi pengaruh nyata terhadap jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot
dan bobot polong per plot dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah bunga, umur berbunga, bobot polong per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot biji per plot dan bobot 100 biji.
Data pengamatan jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot dapat dilihat pada lampiran 3,9,7,13 dan
15, sedangkan data sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 4,10,14 dan 16. Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per plot dan bobot polong
[image:38.595.109.511.554.638.2]per plot. Untuk 0mengetahui pengaruh ekotipe terhadap parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah cabang, umur ginofor dan jumlah ginofor
Ekotipe Jumlah Cabang Umur Ginofor Jumlah Ginofor
(cabang) (hari) (ginofor)
E1 5.25ab 7.5b 31.45a
E2 4.25c 8.55a 24.86b
E3 4.85b 8.84a 39.56a
E4 6.63a 7.16b 29.15ab
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang menunjukan perbedaan
yang nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (6.63) dan terendah terdapat pada (Simaung- Maung) (E2) (4.25).
Umur ginofor menunjukan perbedaan nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotpe Simaung- Maung (E2) (8.35) dan terendah pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (7.45).
Jumlah ginofor memberikan pengaruh nyata. Rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (39.6) dan terendah terdapat pada ekotipe
[image:39.595.113.511.373.484.2]Simaung-Maung (E2) (24.9).
Tabel 4. Rataan Jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot.
Ekotipe
Jumlah polong per tanaman
Jumlah polong per plot
Bobot polong per plot
(polong) (polong) (gr)
E1 16.25ab 154.8b 228b
E2 13.25b 156.4b 208b
E3 12.4c 203.4a 348a
E4 20.11a 159.8ab 210b
Jumlah polong per tanaman memberi pengaruh yang nyata. Rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (20.11) dan terendah terdapat
pada ekotipe Pagar Batu (E3) (12.4).
Jumlah polong/ plot menunjukan perbedaan yang nyata, rataan tertinggi
terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (203) dan terendah terdapat pada ekotipe Adiankoting (E1) (155).
Bobot polong/ plot menunjukan perbedaan yang nyata, rataan tertinggi
Untuk mengetahui persentase dari jumlah ginofor yang berhasil
membentuk polong dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Persentase Keberhasilan Ginofor Membentuk Polong.
Ekotipe
Jumlah Ginofor(ginofor)
Jumlah Polong/ tanaman (polong)
Persentase Keberhasilan (%)
E1 31.45a 16.25ab 51.67
E2 24.86b 13.25b 53.3
E3 39.56a 12.4c 31.34
E4 29.15ab 20.11a 68.99
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 0.05.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase keberhasilan ginofor yang membentuk polong yang paling tinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4)
(68.99) dan terendah pada ekotipe Pagar Batu (E3) (31.34). Adapun salah satu faktor yang menyebabkan tidak terbentuknya polong antara lain letak ginofor yang terlalu jauh dari permukaan tanah dan kurangnya pembumbunan.
Keragaman Genotip dan Fenotip
Variabilitas Genetik
Hasil perhitungan varians fenotip ( 2f), varian genetik ( 2g), koefisien
[image:40.595.116.449.416.511.2]varians genetik (KVG) dan koefisien varians fenotip (KVF) dapat dilihat pada tabel 7. Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai varians genetik yang diperoleh
berkisar antara 0.09 - 3455.84 dan nilai KVG yang diperoleh adalah
3.27 % - 23.66%. Berdasarkan nilai koefisien varians genetik yang diperoleh (3.27 – 23.66), maka masing-masing komponen hasil yang dievaluasi ditetapkan
Dari hasil pendugaan nilai KVG yang diperoleh pada setiap komponen
hasil, maka nilai KVG tersebut dikelompokan kedalam 4 kriteria yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Masing –masing kriteria dengan nilainya dapat
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kriteria koefisien varians genetik (KVG).
Kriteria Nilai relative (%) Nilai absolut
Rendah 0-25 0-6.99
Sedang >25-50 >6.99-13.98
Tinggi >50-75 >13.98-20.97
Sangat tinggi >75 >20.97
Berdasarkan kriteria tersebut maka 13 komponen hasil yang dievaluasi
diperoleh 1 komponen hasil yang sangat tinggi (bobot polong/ plot), 3 komponen hasil termasuk tinggi (jumlah cabang, jumlah ginofor dan jumlah polong/
tanaman) dan 3 komponen hasil termasuk sedang (umur ginofor, jumlah polong/ plot dan bobot biji/ plot) sedangkan 6 komponen hasil yang rendah (tinggi tanaman, umur brbunga, jumlah bunga bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan
Tabel 7. Varians genetik ( 2), varians fenotif ( 2f), koefisien varians genetik ( KVG) dan koefisien varians fenotip ( KVF)
Komponen Hasil 2g 2f KVG (%) KVF (%)
Tinggi tanaman 6.57 47.03 5.07r 13.56
Jumlah cabang 0.73 2.19 16.31t 28.24
Umur berbunga 0.09 0.55 3.79r 9.24
Umur ginofor 0.49 1.33 8.74s 14.40
Jumlah bunga 0.19 14.62 4.96r 43.45
Jumlah ginofor 27.48 80.60 16.77t 28.73
Jumlah polong/ tanaman 8.94 25.16 19.29t 32.36
Jumlah polong/plot 393.80 1137.69 11.77s 20.01
Bobot biji/ tanaman 1 30.44 4.37r 24.10
Bobot biji/ plot 527.5 4090 13.20s 36.75
Bobot 100 biji 9.17 88.34 4.12r 12.79
Bobot polong/ tanaman 0.94 65.3 3.27r 27.25
Bobot polong/ plot 3455.84 8581.64 23.66st 37.28
Komponen hasil yang memiliki variabilitas genetik sangat tinggi terdapat
pada parameter bobot polong/ plot (23.66). Komponen hasil yang memiliki variabilitas tinggi terdapat pada parameter jumlah cabang (16.31), jumlah ginofor (16.77) dan jumlah polong/ tanaman (19.29). Komponen hasil yang memiliki
variabilitas sedang terdapat pada parameter umur ginofor (8.74), jumlah polong/ plot (11.77) dan bobot biji/ plot (13.20) sedangkan komponen hasil yang memiliki
Heritabilitas
[image:43.595.112.492.213.549.2]Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing komponen hasil yang dievaluasi dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Nilai duga heritabilitas
Komponen Hasil Heritabilitas Kriteria
Tinggi tanaman 0.13 Rendah
Jumlah cabang 0.33 Sedang
Umur berbunga 0.16 Rendah
Umur ginofor 0.37 Sedang
Jumlah bunga 0.01 Rendah
Jumlah ginofor 0.34 Sedang
Jumlah polong/ tanaman 0.35 Sedang
Jumlah polong/plot 0.35 Sedang
Bobot biji/ tanaman 0.03 Rendah
Bobot biji/ plot 0.13 Rendah
Bobot 100 biji 0.10 Rendah
Bobot polong/ tanaman 0.01 Rendah
Bobot polong/ plot 0.40 Sedang
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.01 - 0.40. Berdasarkan kriteria pengelompokan heritabilitas yang
dikemukakan oleh Mangoendidjojo (2003) maka dari 13 komponen hasil yang dievaluasi diperoleh 8 komponen hasil rendah (tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah bunga, jumlah polong/ plot, bobot biji/ tanaman, bobot biji/ plot, bobot
Pembahasan
Keragaman beberapa ekotipe kacang tanah dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang. Adanya perbedaan
jumlah cabang keempat ekotipe yang diuji diduga karena keempat ekotipe tersebut memiliki keunggulan yang berbeda sesuai dengan genotip yang
dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Loveless (1989) yang menerangkan bahwa jika dua atau lebih individu dipelihara dalam lingkungan yang sama, maka perbedaan fenotip apapun yang akan muncul disebabkan oleh genotipnya.
Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Dimana banyaknya polong yang terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan dan
lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Somaatmadja (1993) menyatakan bahwa gangguan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong. Salah satu faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah
polong adalah periode pembungaan yang sangat panjang. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Somaatmadja dan Damadjati (1978) yang menyatakan bahwa
pada umunya kacang tanah berbunga sampai panen. Periode pembungaan yang sangat panjang mengakibatkan hasil menjadi rendah karena bunga yang tumbuh menjadi pesaing dalam penggunaan assimilat, sehingga polong yang terbentuk
lebih sedikit.
Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah ginofor. Variasi yang timbul
yang seragam serta mengandung perbedaan yang jelas dari genotip lain. Ekotipe
yang memiliki jumlah polong terbanyak didukung oleh jumlah ginofor yang banyak pula. Tidak semua ginofor yang terbentuk akan berkembang menjadi
polong. Ini disebabkan karena tidak semua ginofor terutama ginofor yang terletak dibagian atas cabang dapat masuk ke dalam tanah, dikarenakan jarak kepermukaan tanah yang terlalu jauh dan akirnya tidak dapat membentuk polong.
Hal ini didukung oleh pernyataan Rukmana (1998) yang menyatakan bahwa pada tanaman kacang tanah tipe tegak, ginofor yang dapat menembus kedalam tanah
adalah pada ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa ekotipe yang paling cepat mengeluarkan ginofor adalah ekotipe Pagar Batu (E3) (8.84), sedangkan yang paling lama
mengeluarkan ginofor adalah ekotipe Adiankoting (E1) (7.5). Hal ini menunjukan bahwa ekotipe yang peling cepat mengeluarkan ginofor memiliki masa generatif
yang relative panjang, sedangkan yang paling lama mengeluarkan ginofor memiliki masa generatif yang relatif lebih singkat.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase keberhasilan ginofor yang
membentuk polong yang paling tinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (68.99) dan terendah pada ekotipe Pagar Batu (E3) (31.34). Adapun salah satu
Kergaman Genotip dan Fenotip
Variabilitas Genetik
Hasil perhitungan varians fenotip ( 2f), varian genetik ( 2g),
koefisien varians genetik (KVG) dan koefisien varians fenotip (KVF) dapat dilihat pada tabel 7. Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai varians genetik yang diperoleh
berkisar antara 0.09 - 3455.84 dan nilai KVG yang diperoleh adalah
3.27 % - 23.66%. Berdasarkan nilai koefisien varians genetik yang diperoleh (3.27 – 23.66) maka masing-masing komponen hasil yang dievaluasi ditetapkan nilai
relatifnya dimana nilai 23.66% sebagai KVG tertinggi.
Dari hasil pendugaan nilai KVG yang diperoleh pada setiap komponen hasil, maka nilai KVG tersebut dikelompokan kedalam 4 kriteria yaitu rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Masing –masing kriteria dengan nilainya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kriteria koefisien varians genetik (KVG).
Kriteria Nilai relative (%) Nilai absolut
Rendah 0-25 0-6.99
Sedang >25-50 >6.99-13.98
Tinggi >50-75 >13.98-20.97
Sangat tinggi >75 >20.97
Berdasarkan kriteria tersebut maka 13 komponen hasil yang dievaluasi
diperoleh 1 komponen hasil yang sangat tinggi (bobot polong/ plot), 3 komponen hasil termasuk tinggi (jumlah cabang, jumlah ginofor dan jumlah polong/
tanaman, umur brbunga, jumlah bunga bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan
bobot polong/ tanaman).
Komponen hasil yang memiliki variabilitas genetik sangat tinggi dan
tinggi termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas luas. Dengan luasnya variabilitas genetik maka peluang untuk memperbaiki keragaman yang dimiliki melalui seleksi dapat dilakukan dan peluang untuk mendapatkan varietas unggul
baru semakin besar. Seperti pernyataan Ruchjaningsih dkk (2000) yang mengatakan bahwa dalam pemuliaan tanaman nilai variabilitas genetik yang luas
memberi peluang seleksi yang lebih efektif terhadap keragaman tanaman.
Komponen hasil yang memiliki variabilitas sedang dan rendah termasuk kedalam keragaman bervariabilitas sempit yang menunjukan bahwa perbedaan
genetik dari keragaman tersebut masih kecil atau dapat dikatakan bahwa keragaman tersebut memiliki genetik yang hampir seragam. Hal ini didukung
dengan literatur Ruchjaningsih dkk (2002) yang menyatakan bahwa bila suatu keragaman genetik yang dimiliki tanaman bervariabilitas sempit, maka setiap individu dalam populasi tersebut hampir seragam sehingga tidak mungkin
dilakukan perbaikan keragaman genetik melalui seleksi.
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing komponen hasil yang dievaluasi dapat dilihat pada tabel 8.
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.1-0.81. Berdasarkan kriteria pengelompokan heritabilitas yang
rendah (jumlah polong/ plot) dan 11 komponen hasil tinggi (tinggi tanaman,
jumlah cabang, umur berbunga, umur ginofor, jumlah bunga, jumlah ginofor, jumlah polong/ tanaman, bobot polong/ tanaman, bobot polong/ plot, bobot biji/
tanaman dan bobot biji/ plot ).
Upaya dalam melakukan seleksi untuk melakukan genotip-genotip yang diharapkan tidak hanya melihat varians genetik semata, namun parameter genetik
yang lain seperti heritabilitas harus diperhatikan sehingga genotip-genotip yang terpilih benar-benar unggul. Heritabilitas sangat penting mengingat bahwa fenotip
merupakan interaksi antara genotip dengan lingkunga, sedangkan heritabilitas merupakan rasio antara varians genetik dengan varians fenotip. Nilai heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.06 - 0.89. Dari hasil analis diperoleh 3 kriteria
heritabilitas yaitu tinggi,sedang dan rendah. Menurut Mangoendidjojo (2003) kriteria heritabilitas ada 3 yaitu tinggi (h2>50%), sedang (20%<h2>50%) dan
rendah (h2<20%).
Dari hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai heritabilitas rendah menunjukan keragaman genetik yang dievaluasi didominasi oleh faktor
lingkungan. Poespodarsono (1988) yang menyatakan bahwa heritabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan
heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitas tinggi, sebaliknya makin mendekati 0 heritabilitasnya semakin rendah. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Hermiati dkk (1990) yang menyatakan bahwa nilai heritabilitas memberi petunjuk sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil yang diperoleh ekotipe memberi pengaruh nyata terhadap jumlah
cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot dan berpengaruh tidak nyata
terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah bunga, bobot polong/ tanaman, bobot biji/ tanaman, bobot biji per plot dan bobot 100 biji.
2. Nilai heritabilitas rendah terdapat pada tinggi tanaman (0.13), umur berbunga
(0.16), jumlah bunga (0.01), bobot biji/ tanaman (0.03), bobot biji/ plot (0.13), bobot 100 biji (0.10) dan bobot polong/ tanaman (0.01)
3. Nilai koefisien varians genotip sangat tinggi terdapat pada bobot polong/ plot. 4. Nilai koefisien varians genetik tinggi terdapat pada jumlah cabang, jumlah
ginofor, dan jumlah polong/ tanaman.
5. komponen hasil yang memiliki variabilitas sangat tinggi dan tinggi termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas luas sedangkan komponen hasil
yang memiliki variabilitas sedang dan rendah termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas sempit.
Saran
Sebaiknya dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA
Allard R.W., 1988. Pemuliaan Tanaman. Bina Akasara, Jakarta.
Adisarwanto T., 2003. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta
Adisarwanto T., 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta
Boote.K., 1982. Growth Stage of Peanut ( Arachis hypogeae L.) dalam Sitohang K.E. Pengaruh Populasi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Tanah. Tesis USU.Medan.
Fachruddin L.,2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Loveless. A. R., Prinsip- Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Gramedia, Jakarta.
Mangoendidjojo W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Makmur. A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta. Pitojo, S.2005. Benih Kacang Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Hal 7,11,14-15,23
Poespodarsono. S., 1988. Dasar - Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Ruchjaniningsih, A. Imaran, M. Thamrin dan M.Z. Kanro.,2000. Penampilan Fenotipik dan Beberapa Parameter genetik Delapan Kultivar Kacang Tanah Pada Lahan Sawah. Zuriat Vol. 11, No.1, Hal10.
Rukmana. 1998. Kacang Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Hal 16
Rubatzky, V.E dan Yamagguchi,M.1998. Sayuran Dunia II, ITB, Bandung. Suprapto. 2002. Bertanam Kacang tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 5-6
Steel R.G.D dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika ( Pendekatan Biometrik ). Terjemahan : B Sumantri. Gramedia Pustaka
Somaatmadja.S. dan D.S. Damadjati., 1978. Perbaikan Jenis Tanaman Kacang-kacangan Sebagai Sumber Protein Nabati. Lembaga Pusat
Penelitian Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, Bandung.
Suprapto. 1990. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Somaatmadja. S., 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Editor L.J.G.V.Measen. Grafindo Pustaka Utama, Jakarta.
Stanfield. W D.1991. Genetika. Ahli Bahasa M. Apandi dan L.T. Hardy. Erlangga. Jakarta.
Tempake H dan H. T. Luntungan., 2002. Pendugaan Parameter Genetik dan Korelasi Antar Sifat-Sifat Morfologi Kelapa, Jurnal Litri Vol. 8 No. 3 hal 99.
Williams. C. N., Uzo dan W. T. H. Peregrine., 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. UGM Press, Yogyakarta.
Welsh J.R, 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Mogea J.P. Erlangga. Jakarta.
Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
E1 49.87 58.47 59.92 52.9 49.62 270.78 54.16
E2 45.97 38.2 55 47.35 39.2 225.72 45.14
E3 46.35 56.35 48.95 57.1 49.65 258.4 51.68 E4 32.05 53.02 60.55 56.35 54.3 256.27 51.25 Total 174.24 206.04 224.42 213.7 192.77 1011.17 202.23 rataan 43.56 51.51 56.10 53.42 48.19 252.79 50.56
Lampiran 2. Sidik Ragam Tinggi Tanaman
Sumber db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 1083.3 - -
Blok 4 377.85 94.46 2.33 3,26tn
Perlakuan 3 220 73.33 1.81 3,49tn
Error 12 485.49 40.46
Keterangan :
FK = 51123 KK = 89.45% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 6.57
2e = 40.46
2f =47.03
Lampiran 3.Data Pengamatan Jumlah Cabang
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 4.75 7.5 5 4.25 4.75 26.25 5.25
E2 4.25 3.75 6 4 3.25 21.25 4.25
E3 3.25 4 5.75 7 4.25 24.25 4.85
E4 6.15 8 8 5.5 5.5 33.15 6.63
Total 18.4 23.25 24.75 20.75 17.75 104.9 20.98
Rataan 4.6 5.81 6.19 5.19 4.44 5.24
Lampiran 4. Sidik Ragam Jumlah Cabang
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 41.93 - -
Blok 4 9.13 2.28 1.56tn 3,26
Perlakuan 3 15.32 5.11 3.50* 3,49
Error 12 17.49 1.46
Keterangan :
FK = 550.2 KK = 52.78% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 0.73
2e = 1.46
2f = 2.19
Lampiran 5. Data Pengamatan Umur Berbunga
Ulangan Total rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 7 8.75 7 7.5 7.25 37.5 7.5
E2 8.75 8.5 8.5 7.5 8.5 41.75 8.35
E3 8.75 8.75 8.5 8.5 7.5 42 8.4
E4 8.75 7.5 6.75 8.75 7.5 39.25 7.85
Total 33.25 33.5 30.75 32.25 30.75 160.5 32.1 rataan 8.06 8.37 7.69 8.06 7.69 40.12
Lampiran 6. Sidik Ragam Umur Berbunga
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 9.99 - -
Blok 4 1.74 0.43 0.95tn 3,26
Perlakuan 3 2.76 0.92 2.01tn 3,49
Error 12 5.49 0.46
Keterangan :
FK = 952.2 KK = 26.22% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 0.09
2e = 0.46
2f = 0.55
Lampiran 7. Data Pengamatan Umur Ginofor
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 7 8.75 7 7.5 7.25 37.5 7.5
E2 8.76 8.5 9.48 7.5 8.5 42.74 8.55
E3 8.98 8.75 9.87 9.1 7.5 44.2 8.84
E4 5.89 6.89 6.75 8.75 7.5 35.78 7.156
Total 30.63 32.89 33.1 32.85 30.75 160.22 32.04
Rataan 7.66 8.22 8.27 8.21 7.69 8.01
Lampiran 8. Sidik Ragam Umur Ginofor
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 21.43 - -
Blok 4 1.54 0.38 0.46tn 3,26
Perlakuan 3 9.84 3.28 3.91* 3,49
Error 12 10.05 0.84
Keterangan :
FK = 1283.52
KK = 32.38%
tn = tidak nyata * = nyata
2g = 0.49
2e = 0.84
2f = 1.33
Lampiran 9. Data Pengamatan Jumlah Bunga
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 6 16.5 7 9.25 6.75 45.5 9.1
E2 5.5 4.75 15.5 3.75 2 31.5 6.3
E3 10 8.25 7 12.75 8.5 46.5 9.3
E4 8.75 12.36 13.25 9 8.75 52.1 10.422 Total 30.25 41.86 42.75 34.75 26 176 35.12 Rataan 7.56 10.46 10.69 8.69 6.5 44 8.78
Lampiran 10. Data Pengamatan Jumlah Bunga
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 271.89 - -
Blok 4 52.67 13.17 0.91tn 3,26
Perlakuan 3 46.10 15.37 1.06tn 3,49
Error 12 173.12 14.43
Keterangan :
FK = 1548.8 KK = 43.26 % tn = tidak nyata * = nyata
2g = 0.19
Lampiran 11. Data Pengamatan Jumlah Ginofor
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 23.5 41.75 34.25 33.25 24.5 157 31.45
E2 16.75 18.75 41.5 22.82 24.5 124 24.86
E3 35.87 35.98 46.76 43.75 35.45 198 39.56
E4 4.5 33 40.25 39.5 28.5 146 29.15
Total 80.62 129.48 162.76 139.32 112.95 625 125.03
Rataan 20.15 32.37 40.69 34.83 28.24 31.26
Lampiran 12. Sidik Ragam Jumlah Ginofor
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 2150.40 - -
Blok 4 941.47 235.37 4.43* 3,26
Perlakuan 3 571.54 190.51 3.59* 3,49
Error 12 637.39 53.12
Keterangan :
FK = 19539.69 KK = 130.36% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 27.48
2e = 53.12
2f = 80.60
Lampiran 13. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Tanaman
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 12 20.5 19.25 18.3 11.3 81.25 16.25
E2 8.5 7.75 23.5 10.3 16.3 66.25 13.25
E3 7 15.25 12.75 18 9 62 12.4
E4 17.25 20.34 22 20.5 20.5 100.59 20.118 Total 44.75 63.84 77.5 67 57 310.09 62.01
Rataan 11.19 15.96 19.38 16.75 14.25 15.50
Lampiran 14. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Tanaman
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 525.24 - -
Blok 4 147.80 36.95 2.28tn 3,26
Perlakuan 3 182.80 60.93 3.76* 3,49
Error 12 194.63 16.22
Keterangan :
FK = 48.07.79 KK = 102.30% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 8.94
2e = 16.22
2f = 25.16
Lampiran 15. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Plot
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 170 145 162 137 160 774 154.8
E2 107 135 204 180 156 782 156.4
E3 180 207 220 222 188 1017 203.4
E4 75 149 206 190 179 799 159.8
Total 532 636 792 729 683 3372 674.4 Rataan 133 159 198 182.25 170.75 168.6
Lampiran 16. Data Pengamatan Sidik Ragam Jumlah Polong Per Plot
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 26725 - -
Blok 4 9659.3 2414.8 3.25tn 3,26
Perlakuan 3 8138.8 2712.9 3.65* 3,49
Error 12 8926.7 743.89
Keterangan :
FK = 568519 KK = 210.05% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 393.80
2e = 16.22
2f = 1137.69
Lampiran 17. Data Pengamatan Bobot Polong per tanaman
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 17.5 42.5 30.12 42.5 25.25 158 31.57
E2 17.5 17.62 45 25 32.62 138 27.55
E3 15 27.75 30.12 32.62 22.62 128 25.62
E4 11.3 45 45 35.12 32.5 169 33.78
Total 61.3 132.87 150.24 135.24 112.99 593 118.52 Rataan 15.32 33.22 37.56 33.81 28.25 148.25 29.63
Lampiran 18. Data Pengamatan Bobot Polong Per Tanaman
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 2178.56 - -
Blok 4 1199.09 299.77 4.66* 3,26
Perlakuan 3 207.17 69.06 1.07tn 3,49
Error 12 772.30 64.36
Keterangan :
FK = 17582.45 KK = 27.07% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 0.94
2e = 64.36
2f = 65.3
Lampiran 19. Data Pengamtan Bobot Polong Per Plot
Ulangan Total Rataan
Perlakuan 1 2 3 4 5
E1 180 280 160 270 250 1140 228
E2 160 200 140 350 190 1040 208
E3 280 400 420 280 360 1740 348
E4 120 130 290 220 290 1050 210
Total 740 1010 1010 1120 1090 4970 994 Rataan 185 252.5 252.5 280 272.5 248.5
Lampiran 20. Data Pengamatan Bobot Polong Per Plot
SK db JK KT F HIT F 0,5
Total 19 151255 - -
Blok 4 22530 5632.5 1.10tn 3,26
Perlakuan 3 67215 22405 4.37* 3,49
Error 12 61510 5125.8
Keterangan :
FK = 1235045 KK = 454.17% tn = tidak nyata * = nyata
2g = 3455.84
2e = 5125.8
2f = 8581.64