• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

JENHERY PURBA 070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JENHERY PURBA 070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Kategori : SKRIPSI

Nama : JENHERY PURBA

NIM : 070823046

Program Studi : S1 MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2010

Komisi pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Sutarman, M.Sc Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si NIP. 1963130261991031001 NIP. 194604041971071001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU

Ketua,

(4)

PERNYATAAN

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2010

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan

Maha Penyayang, atas kasih dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dalam waktu yang telah ditetapkan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menucapkan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini, ucpan terima kasih saya sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si, selaku pembimbing I dan Dr.

Sutarman, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya

selesaikan.

2. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si, dan Dra. Mardiningsih, M.Si

selaku dosen pembanding.

3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si, Selaku

Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.

4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di

FMIPA USU.

6. Seluruh teman – teman kuliah dan juga adek – adek saya Juleonard

Purba, Hotman, Hannaria sinaga, Beny, Evi, yang telah memberikan

semangat, dorongan dan saran dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Ayahanda Abel Purba, Ibunda Nurmanti Siahaan serta seluruh keluarga

saya yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang

diperlukan.

Penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga segala

(6)

ABSTRAK

(7)

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then result determined the global priority will change.

(8)

DAFTAR ISI

2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process 11

2.2.1 Penyusunan Prioritas 13

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector 16

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks Rasio 21

2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses 23 2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari

Kriteria Keputusan 28

BAB 3 PEMBAHASAN 29

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29 3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 31 3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34 3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36 3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38 3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 40

(9)

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 58

4.1 Kesimpulan 58

4.2 Saran 60

Daftar Pustaka 61

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 13

Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 14 Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota 16

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI) 23

Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua 25 Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW 25 Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW 26 Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ 26 Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT 27

Tabel 2.10 Prioritas Global 27

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29 Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Yang disederhanakan 30

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Yang Dinormalkan 30

Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 32 Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware

Yang Disederhanakan 32

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

Yang Dinormalkan 32

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34 Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software

Yang Disederhanakan 34

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

Yang Dinormalkan 35

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36 Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Yang Disederhanakan 36

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Yang Dinormalkan 37

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38 Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Yang Disederhanakan 38

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Yang Dinormalkan 39

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total 40

Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik 41 Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware

Dengan Bobot 0,2842 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Hirarki 11

(12)

ABSTRAK

(13)

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then result determined the global priority will change.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam membuat keputusan sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya

dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun

masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap

pilihan-pilihan yang ada. Ketika membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi

pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang akan dibuat.

Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna pakaian, manusia

dapat dengan mudah membuat keputusan. Akan tetapi jika keputusan yang akan

diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan,

pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang

bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah

berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan

multikriteria. Sebagai contoh, Pemilihan berbagai alat transportasi dengan

menggunakan AHP dilakukan oleh Teknomo (1999). AHP umumnya digunakan

dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan

pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Secara umum, dengan

menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori,

logis, transparan, dan partisipatif. AHP akan sangat cocok digunakan untuk

(15)

Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada

periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannya mendasarkan pada kemampuan “judgment” manusia untuk mengkonstruksi persepsi secara hirarkis dari sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini mempresentasikan

tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan

sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks

menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan

mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria

dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah

terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.

Dalam suatu hirarki yang lengkap, setiap elemen keputusan dihubungkan

dengan elemen lain pada level yang lebih atas atau level yang dibawahnya. Pada level

hirarki pertama adalah objektif (goal) keputusan yang ingin dicapai. Elemen

keputusan pada hirarki di level kedua adalah sejumlah atribut atau kriteria untuk evaluasi preferensi keputusan. Pada level ini kita membuat “judgment” perbandingan “preferensi” mana yang lebih besar tingkat kepentingannya antara kriteria yang satu dengan yang lain untuk mencapai goal yang sudah ditetapkan. Skala perbandinagn “judgment” yang berpasangan (pairwaise comparison matrix) untuk masing – masing elemen dapat diperoleh. Pada level hirarki terbawah alternatif keputusan mengacu

pada kriteria pada level di atasnya, pengambil keputusan diminta lagi menetapkan

perbandingan “judgment” – nya dan preferensi untuk aternatif keseluruhan secara berpasangan. Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk

menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini

akan digunakan sebagai dasar acuan untuk evaluasi penetapan prioritas relatif pada

level hirarki dibawahnya (alternatif keputusan).

Umumnya pada saat pengambil keputusan menetapkan pembobotan relatif

antar elemen keputusan dalam metode AHP dilakukan dalam evaluasi lingkungan

keputusan yang samar dan subyektif, misalnya saat harus menetapkan identitas

(16)

melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigen vector seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty.

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang bersifat kompleks dengan risiko

yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambilan keputusan. Seorang analis perlu

mengamati pengaruh perubahan alternatif/pilihan yang ada, untuk melihat berapa

besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimal mulai kehilangan

optimalitasnya.

Analisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi

perubahan terhadap parameter ataupun alternatif/pilihan yang ada, misalnya terjadi

perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan

kebijaksanaan. Berubahnya bobot prioritas menyebabkan berubahnya urutan prioritas

yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.

Dengan latar belakang inilah penulis memilih judul “Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)”

1.2Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis perubahan

bobot prioritas kriteria keputusan dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

1.3Tinjauan Pustaka

Thomas L Saaty [1] menguraikan metode AHP dan menjelaskan penggunaan

metode AHP ini bagi para pemimpin dan pengambil keputusan dalam situasi yang

kompleks. Masalah kompleks dapat diartikan bahwa pemimpin dihadapkan pada

(17)

Siti Latifah [10] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang

terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local Consistensy

Haryono Sukarto [8] menguraikan tentang pemilihan transportasi di DKI

Jakarta dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa pembenahan

angkutan umum (biskota) menjadi prioritas utama dalam upaya menurunkan tingkat

kepadatan lalu lintas bermotor (22%), kemudian Sistem Angkutan Umum Massal

(SAUM) (18,1%), Pembatasan mobil pribadi (16,7%), Konsep Pembatasan

Penumpang 3 in 1 (13,5%), Penambahan Jaringan Jalan, Fly Over dan Underpass

(10,6%), dan Pembatasan Kendaraan Umum (5,9%).

Lucia Breierova dan Mark Choudari [7] menguraikan sebuah pengantar untuk

memahami bagaimana memilih parameter yang seharusnya digunakan dalam sebuah

analisis sensitivitas dari sebuah model multikriteria yang dibuat menjadi tiga bagian

yaitu : Lemonade Stand Model, Coffeehouse Model dan Epidemics Model. Kemudian melakukan test sensitivitas untuk melihat analisis sensitivitas.

Sandy Kosasi [2] menguraikan masalah pemilihan sekolah dengan

menggunakan metode AHP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa yang menjadi

prioritas pertama pada level dua adalah Proses Belajar Mengajar sebesar 0,32 disusul

kualifikasi yang diminta sekolah sebesar 0,24, Lingkungan Pergaulan sebesar 0,14,

Pendidikan Kejuruan 0,13, dan Pendidikan Sekolah Secara Umum 0,03. Secara umum

urutan prioritas sekolah B merupakan sekolah yang paling tinggi prioritas globalnya

dan disusul sekolah A dengan bobot prioritas 0,37, sedangkan sekolah C sebesar 0,25.

Kemudian dilakukan analisis sensitivitas pada kriteria proses belajar mengajar dari

0,32 diturunkan 0,2 dan keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global

tertinggi menggeser B, sebaliknya apabila prioritas PBM dinaikkan maka perbedaan

bobot prioritas B dengan A akan semakin besar dengan B tetap menjadi prioritas

(18)

Udisubakti Ciptomulyono dan DOU Henry [6] menggunakan model Fuzzy Goal Programming untuk menetapkan pembobotan prioritas dalam metode AHP. Penggunaan pendekatan fuzzy goal programming sebagai alternatif estimasi

pembobotan prioritas dari metode AHP yang lazimnya dipakai, seperti metode

eigenvector atau metode lain. Model ini mengambil asumsi dan memperhatikan aspek

fuzzy yang hanya pada penetapan level aspirasi toleransi pencapain goal, bukan pada

penentuan prioritas fungsi goal – nya.

Wayan R Susila dan Ernawati Munadi [4] menggunakan AHP untuk

penyusunan prioritas proposal penelitian. Dari dekomposisi masalah disusun

prioritasnya, diperoleh gambaran bahwa ada lima proposal penelitian yang akan

dipilih atau disusun prioritasnya. Ada lima kriteria yang digunakan yaitu waktu, biaya,

efektivitas, kemudahan dan urgensi. Melalui suatu analisis dengan teknik AHP, maka

dapat disusun prioritas untuk kelima proposal tersebut dengan urutan: Kajian dampak

peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan melakukan bisnis

di Indonesia (perijinan), Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan,

Kehutanan dan Produk – produk kimia (Tarif), Kajian pengembangan pasar distribusi

regional untuk produk agro (Distribusi Regional), Kajian minuman beralkohol asal

import (Alkohol), Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil

industri kerajinan tangan di Indonesia (Kerajinan Tangan).

Supriyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [9] menggunakan AHP dalam

sistem pemilihan pejabat struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk

pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Perlengkapan, urutannya

adalah: Semar SST nilai 0,357741801, Srikandi, SE skor 0,342234743 dan Gareng,

A.md skor 0,342234743. Pemilihan calon pejabat Kepala Sub Bagian Persuratan dan

Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A,md skor 0,400834260, Dewi, SH skor

0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0,295870544. Pemilihan calon pejabat struktural

Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0,379755402, Bimo, SE

(19)

Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastinus Ari Yudhanto [3]

menggunakan AHP dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi moda ke

kampus. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan

merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar

(33,2%), kemudian Mobil Pribadi (18,6%), Carpool (16,2%), Angkutan Kampus

(12,4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4,5%).

Mudrajad Kuncoro [5] menguraikan tentang daya tarik investasi di DIY

dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi daerah untuk DIY

dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan (25%), kemudian

Infrastruktur Fisik (24%), Sosial Fisik (23%), Ekonomi Daerah (12%), dan Tenaga

Kerja (12%).

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problema analisis sensitivitas

terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan

prioritas dalam metode AHP.

G. Kontribusi Penelitian

Dengan diketahuinya pengaruh perubahan bobot prioritas kriteria keputusan pada

urutan prioritas dalam metode AHP, maka dapat dilihat sejauh mana pengaruh

perubahan tersebut berada pada pengambilan keputusan. Disamping itu diharapkan

sebagai dasar pemecahan persoalan untuk dasar penelitian bagi penulis, pembaca, dan

pengambil keputusan baik pemerintah maupun perusahaan swasta atau instansi yang

lain yang menggunakan AHP dalam memecahkan masalah pembangunan atau

(20)

H. Metode Penelitian

Secara umum, Penelitian dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Menguraikan masalah AHP dan menjelaskan landasan aksiomatik, tahapan

-tahapan dalam pengambilan keputusan dan prinsip-prinsip dasar AHP

2. Menjelaskan analasis sensitivitas pada AHP dan pengaruhnya terhadap urutan

prioritas

3. Menyelesaikan contoh permasalahan pengambilan keputusan AHP dan melakukan

analisis sensitivitas pada keputusan sementara,

(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan

memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP

menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang

logis.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di

artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur

masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan,

pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah

permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama

adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah

hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks

dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi

suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan

(22)

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan

efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan

keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian – bagiannya,

menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik

pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis

berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki

prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang

bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang

beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana

yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan

preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat

resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala .

2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain

elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak

dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak

homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen

-elemen) yang baru.

3. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh

alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini

menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model

(23)

dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen

dalam level di atasnya.

4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si

pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif

yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil

dianggap tidak lengkap.

Tahapan – tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya

adalah sebagai berikut :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di

rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah, 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai

pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka

(24)

2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar

yang harus dipahami antara lain :

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan

keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk

mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur

sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan

beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki

keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya,

sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni :

Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal)

Tingkat kedua : Kriteria – kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif

Gambar 2.1 Struktur Hirarki Tujuan

Kriteria I Kriteria II Kriteria III Kriteria N

(25)

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya

dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur

tertentu.

2. Comparative Judgement

Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan

tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan

berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya. Hasil dari

penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang

digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance).

3. Synthesis of Priority

Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang

(26)

2.2.1 Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya

satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak

yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau

sistem secara keseluruhan.

Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah

menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk

berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbadingan tersebut

kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk

analisis numerik.

Misalkan terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, sampai . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem

hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matris n x n, seperti pada dibawah ini.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau

(27)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala

perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel

berikut ini :

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu

elemen dibandingkan dengan pasangannya.

5 cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain

7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain 9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan

dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan

tertinggi. memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan

(28)

Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian

tersebut akan dibentuk kedalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.

Contoh Pair Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :

Baris 1 kolom 2 : Jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting dari L yaitu sebesar 3, artinya K moderat pentingnya daripada L, dan seterusnya.

Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat importance dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal berikut ini :

Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L,

maka L very strong importance daripada K dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan

demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni . Artinya, K

dibanding L maka L lebih kuat dari K.

(29)

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector

Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan persepsinya atau penilaian

untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level

(tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana

yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan disetiap

level (tingkatan).

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vector.

1. Matriks

Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbol tertentu yang

tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya

dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A).

Sebagai contoh matriks, perhatikan tabel yang memuat informasi biaya pengiriman

barang dari 3 pabrik ke 4 kota berikut ini:

Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota

Pabrik

(30)

dan empat kolom yang mewakili informasi Kota (1, 2, 3, dan 4). Sedangkan informasi

biaya pengiriman dari masing – masing pabrik ke tiap – tiap kota, diwakili oleh

perpotongan baris dan kolom. Sebagai contoh, perpotongan baris 1 dan kolom 1

adalah 5, angka 5 ini menunjukkan informasi biaya pengiriman dari pabrik 1 ke kota

1, dan seterusnya.

Secara umum, bentuk matriks A dapat dituliskan seperti berikut:

[

diberikan oleh baris ke dua dan kolom ke tiga. Jika informasi baris dinotasikan dengan

m dan informasi kolom dengan n maka matriks tersebut berukuran (ordo) . Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika Dan skalar – skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.

2. Vektor dari n dimensi

(31)

3. Eigen value dan Eigen Vector

Definisi : Jika A adalah matriks maka vector tak nol x di dalam dinamakan Eigen Vector dari A jika Ax kelipatan skalar , yakni

Ax =

Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vektor yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n x n maka dapat ditulis pada persamaan berikut :

Ax = Atau secara ekivalen

(λI – A)x = 0

Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari

persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika

dan hanya jika :

det(λI – A)x = 0

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan

ini adalah eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah

, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni =

semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor , maka elemen dapat ditulis menjadi :

(32)

Jadi matriks konsisten adalah :

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :

(4)

Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi :

Persamaan diatas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini :

(7)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :

[ ]

(33)

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

Salah satu factor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen – elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa

judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.

Miasalkan kalau suatu pair wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen

matriks sama dengan satu.

Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :

|

(34)

Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum ( ) yaitu :

;

Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten,

dengan nilai sama dengan harga ordo matriksnya.

Jadi untuk n , maka semua harga eigen value – nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).

2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value – nya akan

berubah semakin kecil pula.

Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika :

a. Elemen diagonal matriks A

b. Dan untuk matriks A yang konsiten, maka variasi kecil dari

akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model

pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.

Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam

(35)

banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

CI = Rasio Penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks) Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

= Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten.

Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty

ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks

konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen

oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Konsitensi

(36)

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45

n 10 11 12 13 14 15

RI 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Bila matriks pair - wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.

2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses (AHP)

Analisa sensitivitas pada AHP dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot

prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanan

sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru

dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Dalam suatu hirarki tiga level, level dua dan

hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen sedangkan level tiganya adalah

variabel endogen. Analisa sensitivitas dan hirarki tersebut adalah melihat pengaruh dan perubahan pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen.

Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa

analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya

(37)

prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil hirarki tensebut. Meskipun begitu, suatu

hirarki yang dibuat haruslah tetap mempunyai sensitivitas yang cukup, artinya kalau

ada perubahan pada variabel eksogen, minimal ada perubahan bobot prioritas pada

variabel endogen meskipun tidak terlalu besar.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa ingin membeli komputer dimana terdapat

tiga pilihan merek komputer. Mahasiswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam

memilih satu dari tiga komputr yang akan dibeli nya. Untuk membantu menemukan

jalan keluar maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan membuat suatu hirarki.

Pada level pertama berupa tujuan membeli computer dan level kedua berupa kriteria

yang terdiri dari hardware (HW), software (SW), purnajual (PJ), dan daya tarik (DY).

Pada level ketiga berupa alternatif yang terdiri dari komputer A, B, dan C.

Adapun struktur hirarki dari permasalahan ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Komputer Terbaik

Dari struktur hirarki tersebut dibentuk matriks perbandingan berpasangan pada

setiap level hirarki. Matriks perbandingan berpasangan pada level kedua adalah

sebagai berikut :

Tujuan

HW PJ DT

A

B

C

(38)

Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua

Tujuan HW SW PJ DT Bobot prioritas

HW

SW

PJ

DT

Dimana :

bobot prioritas HW bobot prioritas SW

bobot prioritas PJ bobot prioritas DT

Matriks perbandingan berpasangan pada level ketiga adalah sebagai berikut :

a). Matriks perbandingan berpasangan terhadap HW

Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW

HW A B C Bobot prioritas

A

B

C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap HW

bobot prioritas alternatif B terhadap HW

(39)

b). Matriks perbandingan berpasangan terhadap SW

Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW

SW A B C Bobot prioritas

A

B

C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap SW

bobot prioritas alternatif B terhadap SW

bobot prioritas alternatif C terhadap SW

c). Matriks perbandingan berpasangan terhadap PJ

Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ

PJ A B C Bobot prioritas

A

B

C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap PJ

bobot prioritas alternatif B terhadap PJ

(40)

d). Matriks perbandingan berpasangan terhadap DT

Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT

DT A B C Bobot prioritas

A

B

C

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap DT

bobot prioritas alternatif B terhadap DT bobot prioritas alternatif C terhadap DT

Untuk menentukan bobot prioritas global dapat diperoleh dengan melakukan perkalian bobot prioritas local pada level dua dan level tiga seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Prioritas Global

Kriteria Prioritas

Global Bobot

A X

B Y

C Z

Dimana :

X = prioritas global komputer A

Y = prioritas global komputer B

(41)

2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari Kriteria Keputusan

Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi tambahan sehingga pembuat keputusan mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya

perubahan penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas. Dari tabel prioritas

global dapat dirumuskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut :

(17)

Apabila dilakukan perubahan terhadap penilian dimana bobot prioritas kriteria

maka urutan prioritas berubah. Bobot prioritas Kriteria dapat diubah lebih kecil

dari atau lebih besar dari . Analisis sensitivitas ini juga dapat dilakukan terhadap kriteria-kriteria lainnya yaitu kriteria , dan . Sehingga analisis ini

(42)

BAB 3 PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas

menggunakan metode Analytic Hierarchy Prosess (AHP) dan anlasis sensitivitas serta pengaruhnya terhadap urutan prioritas.

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Pada gambar 2.2 mengilustrasikan struktur hirarki permasalahan pemilihan

sekolah terbaik. Setelah penyusunan maka langkah selanjutnya adalah melakukan

perbandingan antara elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di

atasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen – elemen pada level dua terdiri

dari kriteria Hardware (HW), Software (SW), Purnajual (PJ), dan Daya Tarik (DT).

Pembandingan dilakukan dengan menggunakan skala satu sampai sembilan dan

memenuhi aksioma – aksioma pada metode AHP. Matriks perbandingan berpasangan

dari level dua dengan memperhatikan level satu adalah :

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

HW SW PJ DT

HW

1 5 5

SW

1 PJ

3 7 1 7

DT

(43)

Perhitungan matriks untuk semua kriteria :

Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang Disederhanakan

HW SW PJ DT

HW 1,0000 5,0000 0,3333 5,0000 SW 0,2000 1,0000 0,1429 0,5000 PJ 3,0000 7,0000 1,0000 7,0000 DT 0,2000 2,0000 0,1429 1,0000

4,4000 15,0000 1,6190 13,5000

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang

bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen

dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang Dinormalkan

HW SW PJ DT Vektor Eigen (yang

dinormalkan

HW 0,2273 0,3333 0,2059 0,3704 0,2842

SW 0,0455 0,0667 0,0882 0,0370 0,0593

PJ 0,6818 0,4667 0,6176 0,5185 0,5712

DT 0,0455 0,1333 0,0882 0,0741 0,0853

(44)

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan

hasil perkiraan antara jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan

yang disederhanakan dengan vektor eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Purnajual (PJ)

merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan komputer terbaik dengan

nilai bobot 0,5712 atau 57,12%, berikutnya kriteria Hardware (SW) dengan bobot

0,2842 atau 28,42% , kriteria Daya Tarik (DT) dengan nilai bobot 0,0853 atau 8,5

dan kriteria Software (SW) dengan nilai bobot 0,0593 atau 5,93%.

3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

Perbandingan berpasangan untuk kriteria proses Hardware pada tiga komputer

yaitu perbandingan berpasangan antara komputer A dengan komputer B, komputer

A dengan komputer C. Perbandingan komputer B dengan komputer A, komputer B

dengan komputer C. Perbandingan komputer C dengan komputer B. Maka matriks

(45)

Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

HW A B C

A 1 3 9

B 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Hardware

Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware Yang Disederhanakan

HW A B C

A 1,000 3,000 9,000 B 0,333 1,000 6,000 C 0,111 0,167 1,000 1,444 4,167 16,000

Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang

bersangkutan, akan diperoleh bobot yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan

dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware Yang Dinormalkan

HW A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan)

A 0,6923 0,7200 0,5625 0,6583

B 0,2308 0,2400 0,3750 0,2819

C 0,0769 0,0400 0,0625 0,0598

(46)

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan

hasil perkalian antara entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang

disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh sebagai

berikut :

= (1,4444 x 0,6583) + (4,1667 x 0,2819) + (16,0000 x 0,0598) = 0,9508 + 1,1746 + 0,9568

= 3,0822

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alteratif ), maka nilai indeks

konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.6 diperoleh urutan prioritas lokal untuk

kriteria Hardware yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot

0,6583 atau 65,83%, kemudian komputer B menjadi priotas ke – 2 dengan nilai bobot

0,2819 atau 28,19%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,0598

(47)

3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

SW A B C

A 1

B 2 1

C 8 5 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Software :

Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Disederhanakan

SW A B C

A 1,0000 0,5000 0,1250

B 2,0000 1,0000 1,2000

C 8,0000 5,0000 1,0000

11,0000 6,5000 1,3250

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang

bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen

dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada

(48)

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Dinormalkan

SW A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,0909 0,0769 0,0943 0,0874

B 0,1818 0,1539 0,1510 0,1622

C 0,7273 0,7692 0,7547 0,7504

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan

hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang

disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

= (11,0000 x 0,0873) + (6,5000 x 0,1622) + (1,3250 x 0,7504) = 0,9603 + 1,0543 + 0,9943

= 3,0089

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks

konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk

(49)

0,7504 atau 75,04%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai

bobot 0,1622 atau 16,22%, komputer A menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot

0,0874 atau 8,74%.

3,4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

PJ A B C

A 1 1 6

B 1 1 3

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Purnajual :

Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang Disederhanakan

PJ A B C

A 1,0000 1,0000 6,0000

B 1,0000 1,0000 3,0000

C 0,1667 0,3333 1,0000

2,1667 2,3333 10,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang

bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen

dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada

(50)

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang Dinormalkan

PJ A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,4615 0,4286 0,6000 0,4967

B 0,4615 0,4286 0,3000 0,3967

C 0,0769 0,1429 0,1000 0,1066

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan

hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang

disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

= (2,1667 x 0,4967) + (2,3333 x 0,3967) + (10,0000 x 0,1066) = 1,0762 + 0,9256 + 1,066

= 3,0678

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks

konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk

(51)

0,4967 atau 49,67%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai

bobot 0,3967atau 39,67%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot

0,1066 atau 10,66%

3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

DT A B C

A 1 2

B 4 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Daya Tarik:

Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik Yang Disederhanakan

DT A B C

A 1,0000 0,2500 2,0000

B 4,0000 1,0000 6,0000

C 0,5000 0,1667 1,0000

5,5000 1,4167 9,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang

bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen

dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada

(52)

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik yang Dinormalkan

DT A B C Vektor eigen (yang

dinormalkan

A 0,1818 0,1765 0,2222 0,1935

B 0,7273 0,7059 0,6667 0,6999

C 0,0909 0,1176 0,1111 0,1066

1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan

hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang

disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah

sebagai berikut :

= (5,5000 x 0,1935) + (1,4167 x 0,6999) + (9,0000 x 0,1066) = 1,0643 + 0,9915 + 0,9594

= 3,0152

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks

konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

(53)

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk

kriteria Daya Tarik yaitu komputer B menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot

0,6999 atau 69,99%, kemudian komputer A menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot

0,1935 atau 19,35%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,1066 atau 10,66%.

3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global

3.6.1 Faktor Evaluasi Total

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor – faktor hardware,

software, purnajual dan daya tarik diporoleh faktor evaluasi total sebagai berikut :

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total

Total rangking / prioritas global diperoleh dengan mengalikan matriks faktor

evaluasi total dengan matriks pembobotan hirarki, yaitu :

(54)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu Komputer

A menjadi prioritas utama ( 49,25 %), kemudian Komputer B ( 37, 81%) dan

Komputer C ( 13,5%).

3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan

Untuk menentukan total rangking /prioritas global, matriks diatas dapat juga

ditunjukkan seperti tabel berikut :

Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik

Kriteria HW SW PJ DT Prioritas

Global Bobot 0,2842 0,0593 0,5712 0,0853

A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935 0,4925

B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999 0,3781

C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066 0,1315

3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware

Model prioritas global komputer A, B dan C dinyatakan pada persamaan 17,

sehingga prioritas global tersebut diperoleh sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4925

B = (0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3781

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

(55)

Dari kondisi diatas terlihat bobot prioritas HW adalah 0,2842 dan pada kondisi

tersebut prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama yaitu 0,4925

kemudian prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot

prioritas global 0,1315.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

global tertinggi dengan bobot 0,3712 atau 37,12% disusul B dengan bobot 0,3241 atau

32,41% dan C dengan bobot 0,1205 atau 12,05%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0900 maka urutan prioritas

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,3647 atau 36,47% disusul B dengan bobot 0,3213 atau

(56)

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0100 maka urutan prioritas

global adalah sebagai berikut :

A =(0,0100) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0.3120

B = (0,0100) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2987

C = (0,0100) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0.1151

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,3120 atau 31,20% disusul B dengan bobot 0,2987 atau

29,87% dan C dengan bobot 0,1151 atau 11,51%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0090 maka urutan prioritas

global adalah sebagai berikut :

A =(0,0090) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,3113

B = (0,0090) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2985

C = (0,0090) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0,1150

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,3113 atau 31,13% disusul B dengan bobot 0,2985 atau

(57)

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0010 maka urutan prioritas

global adalah sebagai berikut :

A =(0,0010) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,3061

B = (0,0010) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,2961

C = (0,0010) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D = 0,1145

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A menjadi urutan prioritas tertinggi

dengan bobot 0,3061 atau 30,61% disusul B dengan bobot 0,2961 atau 29,61% dan C

dengan bobot 0,1145 atau 11,4%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,4000 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

A =(0,4000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,5687

B = (0,4000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,4087

C = (0,4000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1384

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,5687 atau 56,87% disusul B dengan bobot 0,4087 atau

(58)

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,5000 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

A =(0,5000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,6346

B = (0,5000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,4369

C = (0,5000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1444

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,6346 atau 63,46% disusul B dengan bobot 0,4369 atau

43,69% dan C dengan bobot 0,1444 atau 14,44%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,9000 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

A =(0,9000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,8979

B = (0,9000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)

A = 0,5496

C = (0,9000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)

D =0,1683

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,8979 atau 89,79% disusul B dengan bobot 0,5496 atau

54,96% dan C dengan bobot 0,1683 atau 16,83%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Hardware dengan menurunkan dan

menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak

(59)

Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware Dengan Bobot 0,2842 Diturunkan Prioritas Global Dinaikkan Prioritas Global

A B C A B C

Dari tabel dapat diketahui apabila bobot prioritas HW diturunkan hingga

0,0010 dan dinaikkan hingga 0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas

dimana prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian

disusul komputer B dan prioritas terakhir adalah komputer C.

3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software

Pada keadaan bobot prioritas SW adalah 0,0593 dan pada keadaan tersebut

prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian

prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas

global 0,1315

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0400 maka urutan prioritas global

(60)

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,4908 atau 49,08% disusul B dengan bobot 0,3729 atau

37,29% dan C dengan bobot 0,1170 atau 11,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0300 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

37,13% dan C dengan bobot 0,1095 atau 10,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0200 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

(61)

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,0700 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0700) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4934

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0700) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3778

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0700) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1395

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,4934 atau 49,34% disusul B dengan bobot 0,3778 atau

37,78% dan C dengan bobot 0,1395 atau 13,95%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global

adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,1000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)

A = 0,4960

B =(0,2842) (0,2819) + (0,1000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )

A = 0,3826

C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,1000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )

D = 0,1620

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas

tertinggi dengan bobot 0,4960 atau 49,60% disusul B dengan bobot 0,3826 atau

38,26% dan C dengan bobot 0,1620 atau 16,20%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,3000 maka urutan prioritas global

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Hirarki
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota
Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analytic Hierarchy Process yaitu menentukan tujuan dan membuat struktur hierarki dari permasalahan yang ingin diteliti, membuat matriks perbandingan berpasangan yang

Struktur hirarki yang didapat dalam penelitian ini terdiri atas 3 (tiga) level. Level- 1 adalah tujuan, yaitu penentuan skala prioritas pemeliharaan jembatan, level-2 adalah

Adapun hasil dari penyelesaian penetapan pembobotan relatif pada setiap level hirarki dan untuk sejumlah s fungsi kendala goal untuk model fuzzy dalam bentuk cara linier

Dari hasil perhitungan nilai masing-masing supplier yang ada di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan nilai yang signifikan yang diperoleh antara supplier satu

Adapun hasil dari penyelesaian penetapan pembobotan relatif pada setiap level hirarki dan untuk sejumlah s fungsi kendala goal untuk model fuzzy dalam bentuk cara linier

Hasil dari penilaian tersebut akan diperlihatkan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa

Menetapkan struktur hirarki dalam hal ini terkait skema Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Siak menggunakan AHP dengan kaidah Pengambilan Keputusan DSS dalam Pengelolaan

 Menentukan Kriteria Fasilitas  Fasilitas disini adalah fasilitas isi ruangan yang ada dalam rumah ini terdiri dari apa saja  Misalnya adanya AC, TV, Kolam Renang, Keamanan dll 