• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI UKM BAWANG GORENG CRISPY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI UKM BAWANG GORENG CRISPY"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI UKM BAWANG GORENG CRISPY

M.Safaat Jaelani, Dr. Ir. Rudi Tjahyono,MM, Dwi Nurul Izzhati, M. MT 1

Alumni Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro Semarang 23Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Email: 512201200571@mhs.dinus.ac.id, rudytjahyono@yahoo.com, dwi.nurul.izzhati@dsn.dinus.ac.id

ABSTRACT

Supplier selection criteria is an issue which includes multi-factor quantitative and qualitative factors. Some of the criteria that influence the supplier selection is no quantitative and qualitative. Therefore we need a method that can include both in the measurement. One method that can be used for supplier selection is the AHP (Analytical Hierarchy Process). This method includes the measures of qualitative and quantitative. AHP is a decision-making methods developed for prioritization several alternatives when several criteria must be considered, as well as to allow decision-makers to draw up a complex problem into a form of hierarchy or series of integrated level. AHP is relatively easy to understand and use. Literature on many supplier selection using this method. AHP is an ideal method to provide rankings / alternative sequences when there are some criteria and sub-criteria decision making. Some influential criteria and commonly used in supplier selection criteria of which is the price, quality, delivery accuracy, precision number, and service. Sometimes, these criteria are conflicting with each other. For example, a preferred supplier to offer lower prices with quality below average, while other suppliers offering goods with good quality with an uncertain delivery. However it is difficult to find a supplier that could meet all of the criteria or good in all criteria, but most can not find a supplier that is optimal for the company. In the overall assessment of alternative suppliers, supplier Z with weight value 0.383 is the first priority to be selected as a supplier to the SME Mr Sugiyarno. The second priority is a supplier of X with weight value 0.310, while the last priority is the supplier Y with weight value 0.307.

Keywords: AHP Method, Supplier selection

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemilihan supplier merupakan salah satu hal yang penting dalam aktivitas bagi perusahaan, di mana aktivitas pembelian mempengaruhi proses produksi dalam pemilihan kualitas bahan yang akan di pakai dalam pembuatan bawang goreng, sehingga aktivitas ini memiliki nilai penting bagi perusahaan.

Begitu pentingnya pengambil keputusan (decision maker) dalam pemilihan supplier bahan baku maka diperlukan alat analisis yang tepat untuk memecahkan masalah yang bersifat kompleks sehingga keputusan yang diambil membantu kelancaran produksi.

Pengambilan keputusan bisa bersifat kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan hasil keputusan yang lebih akurat. Oleh karena itu diperlukan metode yang bisa mengkombinasikan keduanya dalam pengukuran. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk pemilihan supplier adalah metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Metode ini menyertakan ukuran-ukuran yang

bersifat kualitatif dan kuantitatif. AHP relatif mudah dimengerti dan digunakan.

Proses keputusan pemilihan supplier ini bermula dari kebutuhan akan supplier, menentukan dan merumuskan kriteria keputusan, pre-kualifikasi (penyaringan awal dan menyiapkan sebuah shortlist supplier potensial dari suatu daftar pemasok/supplier), pemilihan supplier akhir, dan monitoring supplier terpilih, yaitu evaluasi dan penilaian berlanjut.

UKM Bapak Sugiyarno merupakan usaha yang bergerak dalam bidang kuliner di kota Jepara yang menghasilkan produk berupa bawang goreng krispy. Proses produksi dilakukan berdasarkan pemesanan (Job Order). Melalui pengendalian kualitas akan dapat dicari faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi serta cara untuk menanggulanginya. Berdasarkan hasil observasi di UKM bawang goreng krispy Bapak Sugiyanto diketahui rata-rata bahan baku ditemukan rusak banyak 30%. Perminggu UKM bawang goreng krispy Bapak Sugiyanto rata – rata pemesanan bawang merah sebesar 50 Kg per minggu jadi UKM mengalami kerugian akibat bahan baku dari supplier rusak sebesar Rp 510.000,00/ minggu. Supplier tidak mau tahu dan tidak mengganti bahan baku yang rusak karena sistem

(2)

penjualannya per sak per Kg, apalagi bahan baku bawang masih banyak tercampur tanah sehingga mengurangi jumlah berat.

Pada proses produksi bahan baku bawang merah menjadi bawang goreng krispy terjadi penyusutan cukup besar, kurang lebih 40% dari berat bahan baku bawang merah. Perusahaan mengharap penyusutan maksimal 20%-30%. Hal ini disebabkan dari tingkat kekeringan/kadar air dari bahan baku. Tentunya keadaan tersebut sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang didapat oleh UKM bawang goreng krispy Bapak Sugiyarno. Untuk itu penting sekali UKM Bapak Sugiyarno melakukan pemilihan supplier yang tepat. Sehingga mendapatkan bahan baku yang baik dan berkualitas, hasil produksi yang bagus dan meningkat serta keuntungan menjadi lebih optimal

Dari latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui urutan prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan supplier serta mencari supplier terbaik bagi perusahaan melalui skripsi yang berjudul “PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI UKM BAWANG GORENG CRISPY”

LANDASAN TEORI

Langkah-Langkah Penggunaan AHP A. Penyusunan struktur hirarki masalah

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis.

Gambar 2. 1 Struktur Hirarki AHP Sumber: Thomas, 1994

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan

tanpa memandang masalah sebagai suatu system dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan,sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yangtersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuanpenyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria

tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut : 1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.

2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.

4) Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

B. Penentuan Prioritas Relative Measurement

Yang pertama dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkandalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap subsistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks karena matriksmerupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matriks ini mencerminkan dua segi prioritas yaitumendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu subsistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif di bawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk subsistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

(3)

Tabel Matriks Perbandingan Berpasangan

Sumber: Thomas, 1994

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1(baris) terhadap A1 (kolom) yang menyatakan hubungan : Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom), atau seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom), atau seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 2.2. Apabila bobot kriteria Ai adalah wi dan bobot elemen wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (wi/wj)/1. Angka-angka absolut pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai terhadap elemen Aj.

Tabel Skala Penilaian Perbandingan C. Tabel 2. 1 Skala Penilaian Perbandingan Skala Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama Pentingnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama. 3 Sedikit

lebih Penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 7 Sangat

Penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan pasangannya

9 Mutlak lebih Penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi 2,4,6,8 Nilai

tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aij Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber : Thomas 1994

D. Eigenvalue dan Eigenvektor

Apabila seseorang yang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan ria-kriteria yang berada dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau yang paling penting, disusun sebuahmatriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah simetris atau biasa disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada3 kriteria yang dibandingkan dalam satu level matriks maka disebut matriks 3x3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai model AHP adalah kriteria diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah 1 (satu) karena yang dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3dibandingkan kriteria B maka dengan sendirinya kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan A.Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kriteria tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukkan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteria-kriteria dalam satu kelompok sama dengan satu. Dalam penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vector yang dikenal dengan nama eigenvector.

Eigenvector adalah sebuah vector yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vector

(4)

itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan scalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Bentuk persamaannya sebagai berikut : A.w = λ.w ………..(II.1) Dengan w = eigenvector λ = eigenvalue A = matriks bujursangkar

r biasa disebut sebagai vector karakteristiknya dari sebuah matriks bujur sangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristiknya dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukurbobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam modelAHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antarkriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya. E. Konsistensi

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriksperbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi (consistency index/CI) adalah

CI = (λmaks – n) / (n – 1) ………….. (II.2) Dengan

CI = indeks konsistensi Λmaks = eigenvalue maksimum n = orde matriks

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks, eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekateigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (II.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah ke dalam bentuk rasio

inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel Random Consistency Index (RI)

Sumber : Thomas, 1994 CR = CI / RI

CR = Rasio Konsistensi

RI = Indeks Random (Random Consistency Index)

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR > 0,1 maka maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

Sintesis Prioritas

Untuk memperoleh perangkat prioritas yang menyeluruh bagi suatu persoalan keputusan, diperlukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan suatu bilangan tunggalyang menunjukkan prioritas suatu elemen. Langkah yang pertama adalah menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom kemudian membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi. Normalisasi ini dilakukan untuk mempertimbangkan unit kriteria yang tidak sama. Yang terakhir adalah merata-ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi tersebut dan membaginya dengan banyaknya entri dari setiapbaris sehingga sintesis ini menghasilkan persentase prioritas relatif yang menyeluruh.Cara lain untuk memperoleh nilai bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah berikut ini :

Matriks perbandingan diperoleh dari penilaian responden.

(5)

Tabel Contoh Matriks Awal

Sumber : Bello, 2003

Bagi masing-masing elemen pada kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut. Kemudian hasil tersebut dinormalisasi untuk mendapatkan vector eigen matriks dengan merata-ratakan jumlah baris terhadap tiga elemen subtujuan.

Tabel 2. 2 Contoh Normalisasi Matriks

Sumber : Bello, 2003

Perhitungan di atas menunjukkan vector eigen yangmerupakan bobot prioritas ketiga elemen terhadap tujuan.Untuk menghitung rasio konsistensi adalah dengan langkah-langkah seperti contoh berikut ini, dengan melanjutkan contoh pada bagian sebelumnya.

Pada contoh perhitungan bobot telah didapatkan bobot dari masing-masing sub tujuan berikut:

Tabel Contoh Bobot Kriteria

(6)

Tabel Contoh Perhitungan Rasio Konsistensi – Mengalikan Matriks Awal Dengan Bobot

Sumber : Bello, 2003

Tabel Contoh Perhitungan Rasio Konsistensi – Membagi Jumlah Baris Dengan Bobot

Sumber : Bello, 2003 1. Menghitung nilai λ maks

λ maks = (3+3,0626+3,0294)/3 = 3,03067 Menghitung nilai Consistency Index (CI)

CI =

CI = (3,03067-3) / (3-1) = 0,015335

2. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR), yaitu membagi CI dengan indeks random (RI)

Untuk orde matriks n=3 maka nilai RI adalah 0,58.

CR = CI/RI = 0,015335/0,58 = 0,026

Rasio konsistensi sebesar 0,026 kurang dari batas toleransi 0,1. Maka matriks perbandingan berpasangan pada contoh ini dikatakan konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian tidak perlu diperbaiki/diulang.

F. Aksioma-Aksioma AHP

Pengertian aksioma adalah sesuatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya atau yang pasti terjadi. Ada empat aksioma yang harus diperhatikan para pemakai model AHP dan pelanggarannya dari setiap aksioma berakibat tidak validnya model yang dipakai. Aksioma tersebut yaitu (Brodjonegoro & Utama dalam Fatmawati, 2007)

a. Aksioma 1

Reciprocal comparison artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya.Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitukalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukaiA dengan skala 1/x.

b. Aksioma 2

Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk suatu kelompok elemen-elemen baru. c. Aksioma 3

Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif yang ada melainkan oleh obyektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah ke atas. Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen dalam level di atasnya. d. Aksioma 4

Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dengan tidak lengkap.

G. Penilaian Perbandingan Multipartisipan

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi, semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric mean. Ratarata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalukecil.

Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. secara matematis dituliskan sebagai berikut :

aij = (Z1, Z2, Z3, …. ,Zn) n1 ……..(II.3) Dengan

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria

Ai dengan Aj untuk n partisipan

Zi = Nilai perbandingan antara Ai dengan Aj untuk

(7)

Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini :

1. Urutan kriteria dan subkriteria dalam pemilihan supplier pada UKM Bapak Sugiyarno yaitu prioritas pertama UKM Bapak Sugiyarno adalah kriteria ketepatan jumlah dengan bobot 0,294, selanjutnya prioritas kedua yaitu kriteria kualitas dengan bobot 0,278, prioritas ketiga kriteria harga dengan bobot 0,177, prioritas selanjutnya ketepatan pengiriman dengan bobot 0,165 dan prioritas terakhir adalah kriteria layanan dengan bobot yang sama yaitu 0,087. Pada kriteria harga dalam pemilihan supplier, subkriteria kemampuan memberikan diskon (H2) merupakan prioritas pertama dengan nilai bobot 0,589, Pada kriteria kualitas, subkriteria Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten (Q3) menempati prioritas pertama dalam memilih supplier dengan nilai bobot 0,540. Pada kriteria layanan, subkriteria kemudahan untuk dihubungi (S1) menempati prioritas pertama dalam pemilihan supplier pada UKM Bapak Sugiyarno dengan nilai bobot 0,312. Pada kriteria ketepatan pengiriman, subkriteria kemampuan mengirimkan barang sesuai tanggal yang telah disepakati (D1) dengan nilai bobot 0,641 menempati prioritas pertama dalam memilih supplier.

2. Dalam penilaian alternatif supplier secara keseluruhan, supplier Z dengan nilai bobot 0,383 merupakan prioritas pertama untuk dipilih sebagai supplier pada UKM Bapak Sugiyarno yang berada di Kalipucang Wetan Welahan. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada pihak perusahaan serta pihak terkait yaitu :

1. Perusahaan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku sebaiknya memperhatikan bobot kriteria pemilihan supplier karena setiap kriteria mempunyai bobot yang berbeda. Dengan begitu perusahaan bisa mengkombinasikan kriteria-kriteria tersebut untuk mendapatkan supplier yang tepat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dengan memilih supplier yang tepat, perusahaan bisa menghemat waktu dan biaya serta bisa mendapatkan kualitas, jenis, serta jumlah yang tepat. Dengan begitu target penyelesaian proyek tidak akan terganggu dan dapat terselesaikan secara tepat waktu dengan hasil atau kualitas yang bagus.

2. Bagi perusahaan di masa yang akan datang, jika terdapat kriteria ataupun subkriteria baru yang relevan bagi perusahaan atau yang sesuai dengan kebijakan perusahaan yang baru, maka perusahaan dapat mengganti kriteria dan subkriteria yang digunakan saat ini. Selain untuk

pemilihan supplier, perusahaan dapat menggunakan analisis AHP untuk memecahkan masalah-masalah multi kriteria yang lain sebagai alat pendukung keputusan.

Selalu lakukan perbaikan positif tentang management part dan maintenance.

DAFTAR PUSTAKA

Asisco, Hendro. 2012. Usulan Perencanaan Perawatan Mesin dengan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) di PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) Unit Usaha Sungai Niru Kab. Muara Enim. Yogyakarta : Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negri (UIN).

Ben-Daya, M. (2000). You May Need RCM to Enhance TPM Implementation. Journal of Quality in Maintenance Engineering, 6(2).

Corder, Antony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga, Jakarta.

Ebeling, C.E., 1997, An Introduction to Reliability and Maintainability Engineering, International Editions, McGraw-Hill Book Companies, Inc., New York.

Isma Putra, Boy, Evaluasi Manajemen Perawatan

Dengan Metode Reliability Centered

Maintenance II Pada Mesin Danner 1.3 Di PT. X, Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Komatsu.http://komatsupartsbook.com/#?k=!0!51!2210!1 1. Diakses pada 17 Januari 2017.

Mohammad, T.A., Salman, S. & Teguh, P.P. (2009). Penerapan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) Berbasis Web Pada Sistem Pendingin di Reaktor Serba Guna GA. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta. 2006

Moubray, John (2000). Reliability Centered Maintenance II second edition. New York : Industria Press Inc. New York.

Sachbudi, Abbas Ras, 2005, “Rekayasa Keandalan Produk”, Teknik Industri, Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta.

Smith, M. Anthony, 1992, Reliability Centered Maintenance, International Editions, McGraw-Hill Book Companies, Inc., New York.

Stamatis, D. H. 1995. Failure Mode and Effect Analysis : FMEA from Theory to Execution. Milwaukee : ASQC Quality Press.

(8)

Tecdoc, 2007, “Aplication of Reliability Maintenance to Optimize Operation and Maintenance in Nuclear Power Plant”, Vienna: IAEA.

Wiyarsono, Janu. 2015. Peningkatan Perawatan Komponen Undercarriage Pada Unit Excavator PC200 Studi Kasus di PT United Tractors, Tbk. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Gambar

Gambar 2. 1 Struktur Hirarki AHP  Sumber: Thomas, 1994
Tabel Skala Penilaian Perbandingan  C.  Tabel 2. 1 Skala Penilaian Perbandingan  Skala  Tingkat  Kepentingan  Definisi  Keterangan  1  Sama  Pentingnya
Tabel Contoh Matriks Awal
Tabel Contoh Perhitungan Rasio Konsistensi – Mengalikan Matriks Awal Dengan Bobot

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan kerebahan dilakukan dengan cara menghitung anakan yang rebah saat menjelang panen yang dinyatakan dengan % dari jumlah anakan per individu tanaman

– Banyak informasi yang dapat diperoleh dari deskripsi yang terstruktur berupa halaman web, pencarian layanan, dan sumberdaya lainnya. • Dapat mengakomodasi berbagai

Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa file-file framework Codeigniter yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi web terdapat pada folder system.. Folder-folder ini

Modul Unit Kompetensi ini merupakan modul pemelajaran dengan tujuan mem-persiapkan seorang teknisi tenaga pelaksana pemeliharaan mekanik mesin Industri yang

Jenis tumbuhan ini menyukai daerah terbuka dan daerah yang lembab dan basah, dengan kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan

1) Prof. Bambang Setiaji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2) Arif Widodo, A.Kep., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang

Menurut Muhammad Muhyi Faruq (2009:53), passing atas adalah dengan menggunakan kedua tangan yang diangkat keatas lurus agak kedepan kepala, jari – jari tangan

Ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa juga memiliki aktivitas sitotoksik pada sel Vero dan sel Myeloma (5), sedangkan fraksi residu dari ekstrak tersebut, pada sel