PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MARTHA MONROZA SIAGIAN
060903033
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama : Martha Monroza Siagian
NIM : 060903033
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Administasi Negara
Judul :Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas
Tenaga Kerja Kota Medan
Medan, Juni 2008
Dosen Pembimbing Ketua departemen
Ilmu Administrasi Negara
Drs. Rasudyn Ginting, Msi
NIP. 195908141986011002 NIP.195908161986111001
(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA)
a.n. Dekan Fisip USU Pembantu Dekan I
(
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh :
Nama : Martha Monroza Siagian
NIM : 060903033
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen : Ilmu Administasi Negara
Judul : Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas
Tenaga Kerja Kota Medan
Yang dilaksanakan pada :
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Panitia Penguji
Ketua Penguji :
Anggota I :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa untuk kasih dan
anugerah-Nya yang senantiasa menyertai dalam memulai, menjalani dan menyelesaikan masa
perkuliahan, serta dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah ” PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN”.
Pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda tercinta S. Siagian dan Ibunda tercinta R. Purba atas doa, didikan, nasehat dan
kasih sayang kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara Medan
3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu
Administrasi Negara FISIP USU Medan.
4. Bapak Drs. Rasudyn Ginting,Msi selaku dosen pembimbing
5. Seluruh dosen FISIP USU, khususnya dosen tetap Ilmu Administrasi Negara dan seluruh
pegawai khususnya Kak Mega, Kak Dian dan Pak Mul yang berhubungan langsung
dengan anak- anak AN
6. Seluruh instansi yang terkait pada penelitian ini dan kepada seluruh responden atas
7. Saudara-saudara yang penulis kasihi, Bang Angga (semoga cepat wisuda ya bang!!!), Kris
sebagai temen berantem sehari – hari nih (jangan mutung terus dek, ntar cepat tua), Ari
(adekku yang cool abis), dan Michael (siagian yang playbOy). Terimaksaih ya atas
dukungan moral dan mental, serta memberi semangat.
8. Teman - teman seperjuangan, Yulia ( si mentel dan manja yang hobby bobok), Ony (
pengacara waktu dalam kesulitan, walaupun nolong nya setengah-setengah karena sesuai
dengan profesinya, dia lebih banyak cari objekan di luar, tapi u are the best koq), July (si
hight class), Juni (udah bisa pulang kampung terus lah ya wak, nemuin Mr. Black sang
pujaan hati. hehehe....), Elida dan Dina selaku teman berantem di kampus (aduh...., rindu
juga sama ejekan dari kalian, walaupun terkadang sering nyakiti hati juga), Butet dan
Tahoma yang sering memberi semangat dan kata – kata penghiburan serta ayat – ayat
Alkitab. Terimak kasih atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis
dalam penulisan sripsi ini.
9. Terimaka kasih juga buat rekan – rekan mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Negara
Stambuk 2006 FISIP USU.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi
ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Juli 2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasalah……….……... 1
B, Perumusan Masalah……….…….………... 5
C. Tujuan Penelitian………..……..………...……. 5
D. Manfaat Penelitian………..……..………. 5
E. Kerangka Teori……….………..… 6
1. Pendidikan Dan Pelatihan………... 6
2. Kinerja……….. 16
3 Pengaruh Diklat terhadap Kinerja ……….... 21
F. Hipotesis……….. 22
G. Definisi Konsep………..……… 22
H. Definisi Operasional……… 23
I. Sistematika Penulisan……… 25
BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Penelitian……… …….. 26
B. Lokasi Penelitian………..….… 26
C. Populasi Dan Sampel……… 26
D. Teknik Pengumpulan Data………..……….……… 27
E. Teknik Penentuan Skor………. 28
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Profil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja………..…. 32
B. Visi dan Misi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
1. Visi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja………..………..…. 34
2. Misi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja……….…………..…. 35
C. Arah Kebijakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
1. Bidang Sosial... 36
2. Bidang Ketenagakerjaan………..………… 37
BAB IV PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi data identitas responden………..………… 39
B. Penyajian data pendidikan dan pelatihan (variabel X)…………...……….. 42
C. Penyajian data kinerja pegawai (variabel Y)………...……. 70
BAB V ANALISA DATA
A. Klasifikasi data……….. 70
B. Koefisien Korelasi Product Moment………. 73
C. Uji Determinant……….. 74
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan………..…. 76
B. Saran……….……… 77
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin……… 38
Tabel 2 : Distribusi Responden Menurut Umur……….………… 39
Tabel 3 : Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir………. 39
Tabel 4 : Distribusi Responden Menurut Masa Kerja……….. 40
Tabel 5 : Distribusi Responden Menurut Golongan/Pangkat……… 40
Tabel 6 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang frekuensi pegawai dalam mengikuti diklat……….. 41
Tabel 7 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian jadwal pelaksanaan diklat dengan waktu yang ditentukan……… 42
Tabel 8 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan kesesuaian kehadiran peserta dan instruktur Diklat dengan waktu yang ditentukan…...………… 43
Tabel 9 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang latar belakang pendidikan karyawan sebagai syarat dalam mengikuti Diklat………. 44
Tabel 10 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan metode penyampaian materi diklat disampaikan oleh instruktur……… 45
Tabel 11 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang partisipasi aktif peserta diklat……….……… 46
Tabel 13 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan apakah komunikasi antara instruktur dan peserta terjalin dengan baik………...……… 48
Tabel 14 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang penguasaan materi diklat oleh instruktur………..….. 49
Tabel 15 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian antara tempat pelaksanaan dengan jumlah peserta diklat……… 51
Tabel 16 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang ketersediaan peralatan, perlengkapan, dan kebutuhan diklat……….….. 52
Tabel 17 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian materi diklat dengan tugas dan pekerjaan peserta diklat……….. 53
Tabel 18 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang hubungan antara
materi diklat dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja…… 54
Tabel 19 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang hubungan
instruktur diklat dengan perubahan perilaku pegawai dalam
bekerja……… 55
Tabel 20 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang hubungan
pelaksanaan diklat dengan peningkatan prestasi kerja………. 56
Tabel 21 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian tingkat penyelesaian tugas yang dikerjakan dengan target yang ditetapkan………. 58
Tabel 22 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang tingkat kesalahan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas………. 59
Tabel 23 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kemampuan
Tabel 24 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian
penyelesaian pekerjaan dengan waktu yang ditetapkan………. 61
Tabel 25 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang keaktifan dan tanggungjawab pegawai dalam bekerja……… 62
Tabel 26 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang keaktifan dan tanggungjawab pegawai dalam bekerja………. 63
Tabel 27 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang hubungan prestasi kerja dengan rekomendasi kenaikan pangkat……… 65
Tabel 28 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian kinerja pegawai dengan pencapaian tujuan organisasi……….. 66
Tabel 29 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang komitmen pegawai untuk bersikap professional………. 67
Tabel 30 : Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan tentang kesesuaian antara kemampuan dan keterampilan pegawai dengan beban kerja ……… 68
Tabel 31 : Distribusi jawaban responden untuk variabel X………. 71
Tabel 32 : Distribusi jawaban responden untuk variabel Y………. 72
ABSTRAK
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DINAS TENAGA KERJA KOTA MEDAN
Nama : Martha Monroza Siagian
NIM : 060903033
Departemen : Ilmu Administasi Negara
Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, Msi
Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah atau Otonomi Daerah membawa konsekuensi logis bagi Pemerintah Daerah yaitu adanya tuntutan pemberdayaan aparatur dalam memberikan pelayanan masyarakat yang lebih profesional, responsive dan transparan. Mengingat kenyataan tersebut, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu kebutuhan masa depan. Peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan pendidikan dan latihan (diklat). Tujuan utama diadakannya pendidikan dan latihan (diklat) adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional.
Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan (diklat) pada dasarnya adalah peningkatan kinerja pegawai yang mencerminkan kemampuan anggota organisasi dalam bekerja, artinya prestasi masing-masing pegawai dinilai dan diukur menurut kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya oleh organisasi. Pada sisi inilah prestasi individu menjadi jaminan bagi organisasi bahwa organisasi akan tetap mampu menjawab setiap tantangan perubahan dan bahkan menjangkau setiap kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang. Dengan adanya pelaksanaan Diklat kepada para pegawai, diharapkan dapat meningkatkan kinerja yang dilihat dari kuantitas kerja, kualitas kerja seerta prestasi kerja pegawai suatu instansi dalam melaksanakan pekerjaannya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahu pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Data – data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden sebesar 72 orang sebagai sampel. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan menggunakan koefisien korelasi product moment yang dilanjutkan dengan uji determinasi.
ABSTRAK
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DINAS TENAGA KERJA KOTA MEDAN
Nama : Martha Monroza Siagian
NIM : 060903033
Departemen : Ilmu Administasi Negara
Dosen Pembimbing : Drs. Rasudyn Ginting, Msi
Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah atau Otonomi Daerah membawa konsekuensi logis bagi Pemerintah Daerah yaitu adanya tuntutan pemberdayaan aparatur dalam memberikan pelayanan masyarakat yang lebih profesional, responsive dan transparan. Mengingat kenyataan tersebut, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu kebutuhan masa depan. Peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan pendidikan dan latihan (diklat). Tujuan utama diadakannya pendidikan dan latihan (diklat) adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional.
Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan (diklat) pada dasarnya adalah peningkatan kinerja pegawai yang mencerminkan kemampuan anggota organisasi dalam bekerja, artinya prestasi masing-masing pegawai dinilai dan diukur menurut kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya oleh organisasi. Pada sisi inilah prestasi individu menjadi jaminan bagi organisasi bahwa organisasi akan tetap mampu menjawab setiap tantangan perubahan dan bahkan menjangkau setiap kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang. Dengan adanya pelaksanaan Diklat kepada para pegawai, diharapkan dapat meningkatkan kinerja yang dilihat dari kuantitas kerja, kualitas kerja seerta prestasi kerja pegawai suatu instansi dalam melaksanakan pekerjaannya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahu pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Data – data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden sebesar 72 orang sebagai sampel. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan menggunakan koefisien korelasi product moment yang dilanjutkan dengan uji determinasi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa, membuat
persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi dan
modernisasi. Jika suatu organisasi atau instansi tidak bisa menyikapi hal tersebut, maka
kelangsungan kegiatan atau pekerjaan di dalam organisasi atau instansi tersebut akan
terhambat. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang baik yang harus dimiliki oleh setiap
organisasi. Sebuah instansi harus didukung sumber daya manusia yang cakap karena sumber
daya manusia sangat berperan dalam menjalankan usaha atau kegiatan di dalam instansi
tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 2).
Perlu disadari, bahwa untuk mengimbangi perubahan-perubahan dan kemajuan dalam
berbagai aspek yang mempengaruhi beban kerja pimpinan dituntut tersedianya tenaga kerja
yang setiap saat dapat memenuhi kebutuhan. Untuk itu, seorang pimpinan harus dapat
mengelola sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien terutama dalam pengelolaan
sumber daya manusia. Dalam kondisi seperti ini, bagian kepegawaian juga dituntut harus
selalu mempunyai strategi baru untuk dapat mengembangkan dan mempertahankan pegawai
yang cakap yang diperlukan oleh suatu instansi. Untuk mendapatkan pegawai yang
profesional dan berintegritas memang harus dimulai dari seleksi penerimaan, penempatan,
promosi sampai dengan pengembangan pegawai tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatan kinerja pegawai
pelatihan (Ambar T.S dan Rosidah, 2003: 175). Untuk mencapai kinerja yang diharapkan
dalam suatu organisasi atau instansi, para pegawai harus mendapatkan program pendidikan
dan pelatihan yang memadai untuk jabatannya sehingga pegawai terampil dalam
melaksanakan pekerjaannya (Anwar, 2005:67). Untuk meningkatkan mutu atau kinerja
pegawai melalui pendidikan dan pelatihan harus dipersiapkan dengan baik untuk mencapai
hasil yang memuaskan. Peningkatan mutu atau kinerja harus diarahkan untuk mempertinggi
keterampilan dan kecakapan pegawai dalam menjalankan tugasnya (Widjadja, 1995:73).
Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut
diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada
perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan
wawasan Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, suatu instansi harus dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas atau
kemampuan-kemampuan pegawainya tersebut, dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Karena
pendidikan dan pelatihan merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai
Negeri Sipil secara menyeluruh.
Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena dengan
adanya program tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan
pegawai. Pengembangan pegawai juga dirancang untuk memperoleh pegawai-pegawai yang
mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam geraknya ke masa depan.
Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan,
tetapi juga keuntungan organisasi. Karena dengan meningkatnya kemampuan atau
keterampilan para pegawai, dapat meningkatkan produktivitas kerja para pegawai.
keuntungan (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:31). Pendidikan dan pelatihan juga merupakan
upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena
itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan pelatihan
pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan
kinerja pegawainya tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 30).
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan,
maka hendaknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan secara kontinue atau
berkelanjutan. Dan dengan adanya pemberian pendidikan dan pelatihan bagi pegawai negeri
sipil, maka diharapkan para birokrat dapat mempersembahkan kinerja yang maksimal bagi
instansinya. Melihat pentingnya sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau instansi,
maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan
berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut dibandingkan dengan sumber
daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha
mereka kepada organisasi atau instansi tersebut.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai suatu instansi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara langsung dalam bidang ketenagakerjaan juga harusnya mampu
mempersembahkan kinerja yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini, dinas tenaga kerja
juga telah memberikan program diklat setiap tahunnya kepada pegawainya demi
meningkatkan kinerja dan menunujukkan eksistensinya kepada masyarakat. Hal ini terbukti
dengan pemberian program diklat baik diklat prajabatan maupun diklat jabatan yang terdiri
dari diklat fungsional, dan diklat pimpinan yang diselenggarakan tiap tahun bagi para pegawai
Pada tahun 2009 ada sekitar 8 orang pegawai negeri sipil Dinas Sosial Dan Tenaga
Kerja Kota Medan yang mengikuti program diklat baik di tingkat diklat prajabatan, diklat
fungsional maupun diklat struktural. Pengadaan Diklat ini ditujukan agar PNS memiliki
kemampuan administrasi dasar terutama dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Berkaitan dengan peranan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dipandang
cukup responsive dan memiliki kinerja yang cukup baik kepada masyarakat.
Namun, sampai saat ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi Dinas tenaga
Kerja Kota Medan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Adapun
kendala-kendala tersebut misalnya seperti belum adanya indikator pengukur kinerja para
pegawai, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang masih kurang, sistem aplikasi
komputer yang belum stabil dan masih belum mencukupi, serta prosedur dan peraturan yang
belum mapan yang disebabkan karena adanya penggabungan Kantor Sosial ke dalam Dinas
Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2010.
Untuk tahun 2010 ini, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja telah merencanakan untuk
mengirim 24 orang pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada para PNS Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Medan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai yang dilihat dari kuantitas kerja,
kuantitas kerja dan prestasi kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik dalam melakukan penelitian
mengenai ”Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka penulis di dalam melakukan
penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :
“Seberapa Besar Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai
Negeri Sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan”
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut
untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian harus sejalan atau konsisten terhadap
judul dan permasalahan penelitian. Dalam rumusan penelitian harus tercantum jawaban dan
permasalahan penelitian (Amirin, 1987 : 86).
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengaruh
Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat melatih dan mengembangkan kemampuan
berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah,
berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dan masukan
bagi instansi terkait dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial
dan tenaga Kerja Kota Medan.
E. Kerangka teori
Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori,
pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini.
Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
1. Pendidikan dan Pelatihan
1.1 Pengertian Pendidikan Dan Pelatihan
Pendidikan dimaksudkan untuk membina kemampuan atau mengembangkan
kemampuan berfikir para pegawai, meningkatkan kemampuan mengeluarkan
gagasan-gagasan para pegawai sehingga mereka dapat menunaikan tugas kewajibannya dengan
sebaik-baiknya (Widjaja, 1995 : 75). Pendidikan adalah proses pengembangan sumber daya
manusia (Susilo Martoyo, 1994:56).
Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang
dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang
diberikan oleh tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kerja peserta dalambidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan
efektifitas dan produktifitas dalam suatu organisasi (Oemar, 2000 : 10).
Pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan terus menerus
dalam rangka pembinaan ketenagaan dalam organisasi. Proses Pelatihan merupakan
terpadu. Tiap proses Pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan
upaya pencapaian tujuannya
Pelatihan lebih mengembangkan keterampilan teknis sehingga pegawai dapat
menjalankan pekerjaan sebaik-baiknya. Latihan berhubungan langsung dengan pengajaran
tugas pekerjaan (Widjaja, 1995 : 75). Pengertian pelatihan menurut Wursanto (1989:60)
adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh manajemen kepegawaian dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, keahlian dan mental para pegawai
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah
proses memberi bantuan kepada pegawai agar memiliki efektivitas dalam pekerjaannya yang
sekarang maupun di kemudian hari, dengan jalan mengembangkan pada dirinya kebiasaan
berfikir dan bertindak, keterampilan, pengetahuan, sikap serta pengertian yang tepat untuk
melaksanaan tugas dan pekerjaannya.
1.2 Jenis Pendidikan dan Pelatihan
Menurut sifatnya, pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pelatihan keahlian dan pelatihan kejuruan.
1. Pendidikan Umum , yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan di luar sekolah,
baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mempersiapkan
dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum.
2. Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk
memperasiapkan para peserta pendidikan maupun melaksanakan pekerjaan sesuai
3. Pelatihan Keahlian, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk di
dalamnya pelatihan ketatalaksanaan
4. Pelatihan Kejuruan, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang pada
umumnya bertaraf lebih redah daripada pelatihan keahlian.
Menurut sasarannya, pendidikan dam pelatihan dapat dibedakan menjadi 2 jenis
(Siswanto : 2002), yaitu :
1. Pelatihan Prajabatan
Pelatihan prajabatan merupakan pelatihan yang diberikan kepada tenaga kerja baru
dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan dapat terampil melaksanakan tugas dan
pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya. Selain itu, dengan adanya pelatihan ini mereka
diharapkan dapat menghindari hal-hal yang dipandang kurang efisien dan efektif, nisalnya
salah dalam pekerjaan, pemborosan (pengeluaran), yang tak berarti, dan sebagainya.
Pelatihan prajabatan merupakan pendidikan dan pelatihan yang khusus diberikan
kepada para tenaga kerja baru setelah mereka mengalami proses seleksi maupun penempatan
pegawai.
2. Pelatihan dalam Jabatan
Pelatihan dalam Jabatan adalah suatu pelatihan tenaga kerja yang dilaksanakan dengan
tujuan meningkatkan kualitas, keahlian, kemampuan, dan keterampilan para tenaga kerja yang
bekerja dalam perusahaan. Pelatihan dalam jabatan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis,
a. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Umum
Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk tenaga kerja baik pada
tingkat manajer puncak, manajer menengah, dan manajer bawah maupun para pekerja
lapangan. Biasanya materi yang disampaikan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkup pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja mampu melaksanakan tugas dan
pekerjaan yang diberikan kepadanya. Misalnya pendidikan dan pelatihan pimpinan
(DIKLATPIM) yang disebut juga diklat struktural..
b. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Khusus
Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk para tenaga kerja yang ada
di dalam perusahaan akibat adanya inovasi baru atas segala sarana dan prasarana yang
digunakan perusahaan dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersamgkutan mampu
mempergunakan dan mengoperasikan sarana dan prasarana tersebut. Misalnya dengan
pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional.
1.3 Tujuan Dan Manfaat Pendidikan Dan Pelatihan
a. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan merupakan tanggung jawab bagian
kepegawaian dan penyelia (pimpinan) langsung. Pimpinan mempunyai tanggung jawab atas
kebijakan-kebijakan umum dan prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program
pendidikan dan pelatihan pegawai. Adapun tujuan pendidikan dan pelatihan menurut (Henry
Simamora dalam Ambar T. Sulistiyani & Rosidah, 2003:174) yaitu :
1) Memperbaiki kinerja.
2) Memutakhirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi. 3) Membantu memecahkan persoalan operasional.
5) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
6) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut Wursanto (1989:60), tujuan pendidikan dan pelatihan, yaitu :
1) Menambah pengetahuan pegawai.
2) Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan pegawai. 3) Mengubah dan membentuk sikap pegawai.
4) Mengembangkan keahlian pegawai sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat. 5) Mengembangkan semangat, kemauan dan kesenangan kerja pegawai.
6) Mempermudah pengawasan terhadap pegawai. 7) Mempertinggi stabilitas pegawai.
b. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Wursanto (1989:60), ada berbagai manfaat pendidikan dan pelatihan
pegawai, yaitu :
1) Pendidikan dan pelatihan meningkatkan stabilitas pegawai; 2) Pendidikan dan pelatihan dapat memperbaiki cara kerja pegawai;
3) Dengan pendidikan dan pelatihan pegawai dapat berkembang dengan cepat, efisien
dan melaksanakan tugas dengan baik;
4) Dengan pendidikan dan pelatihan berarti pegawai diberi kesempatan untuk
mengembangkan diri;
Menurut Siswanto (2002 : 212), manfaat dan dampak yang diharapkan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah :
1. Peningkatan Keahlian Kerja
2. Pengurangan Keterlambatan Kerja, Kemangkiran, serta perpindahan Tenaga Kerja
3. Pengurangan Timbulnya Kecelakaan dalam Bekerja, Kerusakan, dan Peningkatan
Pemeliharaan terhadap alat-alat kerja 4. Peningkatan Produktivitas Kerja
1.4Metode Pendidikan Dan Pelatihan
Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis yang dapat
memberikan deskripsi secara luas serta dapat mengkondisikan penyelenggaraan pendidikan
terhadap tugas dan pekerjaannya (Siswanto, 2003:214).Metode pendidikan dan pelatihan
merupakan pendekatan terhadap cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan.
Menurut Soekidjo (2003:37), pada garis besarnya dibedakan ada dua macam metode
yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pegawai, yaitu :
a. Metode On The Job Site (di dalam pekerjaan)
Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru pada pegawai yang telah
berpengalaman (senior). Hal ini berarti pegawai , itu minta kepada para pegawai yang sudah
berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan pekerjaan yang baik kepada para
pegawai baru.
Menurut T. Hani Handoko (2000:112), metode “on-the-job site” merupakan metode
latihan yang paling banyak digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan di
tempat kerja. Pegawai dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang
pelatih yang berpengalaman (biasanya pegawai lain). Metode latihan ini dirasa lebih
ekonomis karena pegawai langsung dilibatkan pada pekerjaan, bukan hanya simulasi sehingga
tidak memerlukan waktu khusus.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam praktik adalah sebagai berikut :
1) Pembekalan (Coaching)
Pimpinan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada bawahan dalam
pelaksanaan pekerjaan rutin mereka. Pembekalan ini dianggap paling cocok karena memiliki
keuntungan yang berupa interaksi antara pelatih dan peserta latihan.
2) Rotasi Jabatan
3) Penugasan Sementara
Di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu
yang ditetapkan.
4) Magang (Apprenticeship training)
Pegawai baru dimagangkan pada seorang yang ahli dalam bidang tertentu. Para
magang bekerja dan berlatih di bawah pengawasan langsung ahli tersebut. Biasanya metode
ini digunakan untuk jenis pekerjaan yang memerlukan skill tinggi. Penyelenggaraan on the
job Site mempunyai keuntungan dan kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian dari
organisasi.
Menurut Moenir (1983:165-166), keuntungannya adalah :
1. Biaya dapat ditekan serendah mungkin. Karena tidak perlu mengeluarkan biaya sewa
tempat dan peralatan yang digunakan.
2. Tidak diperlukan masa penyesuaian atau pengenalan terhadap pengajar, teman maupun
lingkungan.
3. Telah terjalin komunikasi yang baik antar peserta dan pengajar sehingga dapat dijamin
adanya kelancaran program pelatihan.
Kelemahannya adalah :
1. Tidak mudah memperoleh pengajar dari dalam karena adanya keterbatasan
kemampuan atau waktu
2. Jumlah peserta harus memenuhi rasio yang menguntungkan.
3. Sulitnya mengatur waktu belajar, artinya banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan.
b. Metode Off The Job Site ( di luar pekerjaan)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti para pegawai
sebagai peserta pendidikan dan pelatihan ke luar sementara dari kegiatan
1) Teknik Presentasi Informasi
Teknik Presentasi Informasi adalah menyajikan informasi,yang tujuannya
mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta. Harapan
akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta diadopsi oleh peserta
pendidikan dan pelatihan di dalam pekerjaannya nanti. Yang termasuk teknik ini antara lain :
a) Ceramah biasa, di mana pengajar (pelatih) bertatap muka langsung dengan peserta.
Peserta pendidikan dan pelatihan pasif mendengarkan.
b) Teknik diskusi, di mana informasi yang akan disajikan disusun di dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para
peserta aktif.
c) Diskusi Kelompok adalah suatu proses interaksi secara lisan mengenai tujuan tertentu
yang di dalamnya melibatkan beberapa peserta dengan cara tatap muka, melalui
tukar-menukar informasi atau pemecahan suatu masalah/persoalan.
d) Teknik pemodelan perilaku adalah salah satu cara mempelajari atau meniru tindakan
(perilaku) dengan mengobservasi dan meniru model-model. Biasanya model-model
perilaku yang harus diobservasi dan ditiru diproyeksikan dalam video tape.
e) Teknik magang ialah pengiriman karyawan dari suatu organisasi ke badan-badan atau
organisasi yang lain yang dianggap lebih maju baik secara kelompok maupun
perorangan. Mereka mempelajari teori-teori dan langsung mempraktikkan di bawah
pengawasan, hal-hal baru, keterampilan baru yang harus mereka terapkan di dalam
2) Teknik Simulasi
Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil
se-demikian rupa sehingga, para peserta dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya.
Den-gan demikian, maka apabila peserta pendidikan dan pelatihan kembali ke tempat pekerjaan
semula akan mampu melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut. Metode-metode
simulasi ini mencangkup :
a. Simulator alat-alat, misalnya simulasi alat-alat suntik bagi pendidikan kedokteran atau
perawat;
b. Studi kasus (case study), di mana para peserta pendidikan dan pelatihan diberikan
suatu kasus, kemudian dipelajari dan di diskusikan oleh peserta pendidikan dan
pelatihan. Kasus atau masalah yang diberikan merupakan situasi yang membutuhkan
keputusan dan tindakan yang sesuai. Oleh karena itu, studi kasus harus bisa membuat
pikiran para peserta pendidikan dan pelatihan terpusat pada kondisi khusus yang sama
dengan kondisi yang mungkin mereka alami;
c. Permainan peranan (role playing). Dalam cara ini peserta diminta untuk memainkan
peran, bagian-bagian dari karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta untuk
membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan) tertentu yang diciptakan bagi
mereka oleh pelatih. Metode permainan peran (role playing) dapat diartikan sebagai
suatu metode pendidikan dan pelatihan dimana terlibat proses interaksi hubungan
individu baik sebenarnya maupun tiruan yang diperankan secara spontan; d) Teknik
di dalam keranjang (in basket). Metode ini dilakukan dengan memberikan
bermacam-macam persoalan kepada para peserta. Dengan kata lain, peserta diberi suatu basket
Kemudian peserta pendidikan dan pelatihan diminta untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori dan pengalaman yang dipunyai mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasinya. Seperti halnya penyelenggaraan on the job
site, penyelenggaraan off the job site juga ada keuntungan dan kelemahannya.
Menurut Moenir (1983:166-167), Keuntungannya adalah :
a) Tidak perlu secara masal dalam jumlah yang banyak (memenuhi rasio) karena sifatnya penitipan.
b) Organisasi tidak disibukkan dengan pekerjaan tambahan dalam penyelenggaraan
latihan tersebut.
c) Peserta dapat memusatkan perhatian karena dapat melepaskan diri dari pekerjaan
rutin.
d) Peserta mempunyai pengetahuan yang relatif lebih luas, karena tidak terpaku pada
lingkungan kerjanya sehari-hari dan dari segi lain dapat memperluas pergaulan yang sangat bermanfaat dalam hubungan pekerjaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kelemahannya adalah :
a) Peserta adakalanya tidak dapat langsung menerapkan pengetahuan atau keterampilan
yang diperoleh dari latihan.
b) Biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar dari biaya apabila latihan itu
diselenggarakan sendiri oleh organisasi atau instansi.
1.5Kendala-kendala Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan
Dalam melaksanakan pengembangan pegawai, ada beberapa kendala-kendala yang
harus dihadapi organisasi. Menurut Malayu Hasibuan (2005:85-86) kendala-kendala
pengembangan yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, yaitu :
a. Peserta
Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau heterogen,
seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya dan usianya. Hal ini akan menyulitkan dan
menghambat kelancaran dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya tangkap,
b. Pelatih
Pelatih yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada peserta pendidikan
dan pelatihan sulit didapat.
c. Fasilitas Pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk pendidikan dan
pelatihan sangat kurang atau kurang baik. Hal ini akan menghambat pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan pegawai.
d. Kurikulum
Kurikulum yang diajarkan tidak sesuai atau menyimpang serta tidak sistematis untuk
mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta.
e. Dana Pengembangan
Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas sehingga sering dilakukan
secara paksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan.
2. Kinerja
2.1 Pengertian Kinerja
Menurut John Soeprihanto dalam Umar Husin (2008:209), kinerja atau prestasi kerja
adalah hasil kerja seseorang atau kelompok selama periode tertentu dibandingkan denagn
berbagai kemungkinan, misalnya standart, target/sasaran,atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan
seberapa banyak kontribusi karyawan kepada organisasi yang antara lain termasuk : 1.
Kuantitas Output; 2. Kualitas Output; 3. Jangka Waktu Output; 4. Kehadiran di tempat
kerja; 5. Sikap Kooperatif.
Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan
yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003:223). Sedangkan menurut Bernardin
dan Russell dalam Sulistiyani (2003:223-224), menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan
outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama
periode waktu tertentu.
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Suyadi, 1999:2). Istilah kinerja
berasal dari Job Perfomance atau Actual Performance yang berarti prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang (Anwar P.M, 2005 : 67).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpukan bahwa
pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Menurut Anwar (2005:67-68), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian
a. Faktor Kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ)
dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di
atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
Menurut Suyadi (1999:193) secara sederhana kemampuan seseorang dapat dilihat dari
keahlian atau skill yang dimiliki seseorang. Keahlian tersebut dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan dan pengalaman.
Menurut Siswanto (2003:236), kemampuan meliputi beberapa hal, yaitu : a.Kualitas
kerja (quality of work); b.Kuantitas kerja (quantity of work); c.Pengetahuan tentang pekerjaan
(knowledge of job); d.Kerja sama (coorperation); e.Pengambilan Keputusan (judgement).
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai
tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai
kinerja secara maksimal.
Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap
secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap
mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai,
mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.
Menurut David C. McClelland dalam Anwar P.M. (2005:68) berpendapat bahwa ada
suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan
sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang maksimal. Pegawai akan mampu mencapai
kinerja maksimal apabila pegawai tersebut memiliki motif berprestasi tinggi. Motif
berprestasi tersebut perlu dimiliki oleh pegawai yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri
selain dari lingkungan kerja.
Menurut Sagir dalam Siswanto (2003:269), mengemukakan unsur-unsur penggerak
motivasi antara lain keinginan, penghargaan, tantangan tanggung jawab, pengembangan,
keterlibatan dan kesempatan.
2.3 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia.
Penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan sebagai (Siswanto : 232) :
1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka
panjang bagi perusahaan yang bersangkutan;
2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada tenaga kerja dalam perusahaan;
3. Alat untuk memberikan umpan balik (feedback) yang mendororng kearah kemajuan
dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang
tugas dan kepercayaan
5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang
2.4 Unsur-Unsur Pengukuran Kinerja
Ada beberapa pendapat terhadap unsur yang ditetapkan dalam mengukur kinerja
pegawai. Salah satunya adalah menurut Putti seperti yang dikutip oleh Umar (2008:210)
menyatakan bahwa perkembangan dan kemanjuan ilmu manajemen dan khususnya SDM
terjadi akibat evolusi dari berbagai konsep dan teknik yang digunakan manajemen. Salah satu
teknik dalam bidang SDM yang mengalami evolusi adalah dalam pendekatan terhadap cara
menilai karyawan. Putti menyebutkan bahwa objek penilaian kinerja mengalami evolusi dari
pendekatan yang berpusat pada individu (individual approached centered) bergerak ke arah
pekerjaan (job centered) dan akhirnya berpusat pada sasaran (objective centered). Dalam
kaitan ini dapat pula dikaitkan input-proses-output. Pendekatan penilaian kinerja berdasarkan
input-proses-output lebih lanjut diterangkan oleh Achmad S. Rucky dalam Umar Husin
(2008:210) sebagai berikut :
a. Kinerja berorientasi input. Sistem ini merupakan cara tradisional yang menekankan pada
pengukuran atau penilaian ciri-ciri kepribadian pegawai. Ciri-ciri kepribadian yang
dijadikan objek pengukuran misalnya: kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, kreativitas,
adaptasi, komitmen, sopan-santun dan lain-lain.
b. Kinerja berorientasi proses. Melalui sistem ini, kinerja pegawai diukur dengan cara
menilai sikap dan perilaku seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Dengan kata lain penilaian tetap difokuskan pada kuantitas dan kualitas hasil yang
dicapainya, yang diteliti adalah bagaimana tugas-tugas dilakukan dengan membandingkan
perilaku dan sikap yang diperlihatkan dengan standart yang telah ditetapkan untuk setiap
c. Kinerja berorientasi output. Sistem ini biasanya disebut dengan sistem manajemen kinerja
yang berbasiskan pencapaian sasaran kerja individu. Sistem ini berbasis pada metode
manajemen kinerja berbasiskan pada konsep MBO (Manajement by Objective).
3. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Soeroto (1983:106) mengemukakan bahwa pengaruh pendidikan dan pelatihan dalam
meningkatkan kinerja pegawai dapat dilihat berdasarkan faktor – faktor efektifitas kerja yang
dapat ditingkatkan melalui 3 jalur yaitu : pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan
dan Pelatihan dapat meningkatkan kinerja seorang pegawai baik dalam penanganan pekerjaan
yang ada saat ini maupun pekerjaan yang ada pada masa yang akan datang sesuai bidang
tugas yang diemban dalam organisasi. Disamping itu, harus dibekali dengan pengalaman,
yang memiliki peranan besar dalam menyelesaikan masalah maupun kendala yang dialami
pegawai dalam menjalankan roda organisasi agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan maksimal.
Pengaruh pendidikan dan latihan (diklat) adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional.
Disamping itu, pendidikan dan pelatihan tersebut berpengaruh dalam meningkatkan kinerja
pegawai dalam memberikan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi terkait.
Pentingnya pendidikan dan pelatihan tidak hanya berlaku bagi pegawai saja, tetapi
juga mampu memberikan keuntungan bagi organisasi. Karena dengan meningkatnya
pegawai. Peningkatan produktivitas dan kinerja pegawai dari organisasi yang bersangkutan
maka dapat memacu organisasi tersebut untuk lebih memperoleh keuntungan.
F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,dimana
rumusan maalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang elevan, belum
berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.(Sugiyono,
2005:70).
Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah
dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut :
Hipotesis nol (Ho)
Tidak ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota Medan.
Hipotesis Kerja (Ha)
Ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota Medan.
G. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu
sosial. Menurut Singarimbun (1995 : 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena
Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang
akan diteliti, maka defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah :
1. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan
sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia
2. Kinerja PNS
Kinerja PNS adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh
pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung
jawab atau beban kerja yang diberikan padanya.
H. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
cara menyusun suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui
indikator-indikator pendukung apa saja yang dianalisa dari variabel tersebut. Suatu definisi operasional
merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel.
Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut diatas
meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan (Variabel X), indikatornya :
1.1Waktu pelaksanaan DIKLAT , yang mencakup :
a. Frekuensi Peserta Mengikuti Diklat
b. Kesesuaian Pelaksanaan Diklat dengan waktu yang ditetapkan
a. Intensitas kehadiran peserta
b. Latar Belakang Pendidikan
1.3Metode Penyampaian materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Mekanisme Penyampaian materi DIKLAT oleh instruktur
b. Peran / partisipasi aktif peserta dalam kegiatan DIKLAT
c. Komunikasi antara instruktur dan peserta DIKLAT
1.4Instruktur , yang mencakup
a. Kemampuan / penguasaan instruktur terhadap materi DIKLAT
1.5Sarana dan Prasarana DIKLAT , yang mencakup :
a. Kesesuaian antara tempat pelaksanaan dengan jumlahpeserta DIKLAT
b. Ketersediaan peralatan, perlengkapan dan kebutuhan DIKLAT
1.6Materi DIKLAT , yang mencakup :
a. Kesesuaian materi DIKLAT dengan tugas dan pekerjaan peserta.
b. Penerapan / aplikasi materi diklat dalam pelaksanaan tugas
2. Variabel Y (Variabel terikat) yaitu Kinerja PNS, indikatornya :
2.1Kualitas Pelayanan yang meliputi :
a. tingkat penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas
b. tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas
2.2Kuantitas Pekerjaan
a. tingkat kecepatan dalam penyelesaian tugas
b. tingkat produktivitas pegawai
2.3Prestasi kerja
b. tingkat pencapaian prestasi
I. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, definisi
operasional dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, berupa sejarah,
visi dan misi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi
yang dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional dengan
menggunakan analisa data kuantitatif dan menggunakan rumus statustik dengan membantu
menganalisa data dan fakta yang diperoleh (Arikunto,1996: 5).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Jalan
KH.Wahid Hasyim No.14 Medan
.
C. Populasi dan Sampel
Sugiyono (2005:90), menguraikan bahwa populasi adalah wilayah genaralisasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Maka untuk
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pegawai yang ada di Dinas Tenaga Kerja
Kota Medan yang berjumlah 72 orang.
Sedangkan menurut Hidayat (2000:2), sampel adalah kelompok kecil yang kita amati
dan merupakan bagian dari populasi sehingga karakteristik populasi juga dimiliki oleh
sam-pel.
Dengan berpedoman kepada pedapat Suharsimi Arikunto (2002:140) yang
secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10 –
15% dari jumlah populasinya.
Menurut Sugiono (2002 : 97), “semakin besar jumlah sampel mendekati populasi
ma-ka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, sebaliknya semakin keciln jumlah sampel
menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasinya.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 72 orang, karena jumlah populasinya tidak
lebih besar dari 100 orang, maka penulis mengambil sampel seluruh pegawai yang ada.
kare-na adanya kesulitan penulis dalam mengumpulkan kuesioner dari keseluruhan populasi, maka
penulis mengambil sampel dengan taraf kesalahan 1%, sehingga sampel yang diambil
menca-pai 60 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi yang mendukung tujuan penelitian, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua, yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian, yang diperoleh melalui:
a. Kuesioner, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dan data yang relevan
dari responden melalui pertanyaan tertutup yang diajukan dan dilengkapi dengan
berbagai alternatif jawaban yang sudah tersedia.
b. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap subjek penelitian.
2. Data sekunder,yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka yang terdiri
a. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan
atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber yang relevan dengan
masalah yang akan diteliti.
b. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai
literatur seperti buku, majalah, jurnal dan laporan penelitian, serta yang lainnya yang
berhubungan dengan objek penelitian.
E. Teknik Penentuan Skor
Untuk membantu dalam menganalisa data, maka penelitian ini menggunakan teknik
penentuan skor. Teknik penentuan skor yang digunakan adalah memakai skala ordinal untuk
menilai jawaban kuesioner yang disebarkan kepada responden.
Adapun format jawaban dari kuesioner menurut skala ordinal memiliki lima alternatif
jawaban. Tiap alternatif diberi skor dengan penilaian nilai skala sebagai berikut:
1. Untuk alternatif jawaban a diberi skor 5 2. Untuk alternatif jawaban b diberi skor 4 3. Untuk alternatif jawaban c diberi skor 3 4. Untuk alternatif jawaban d diberi skor 2 5. Untuk alternatif jawaban e diberi skor 1
Kemudian untuk menentukan kategori jawaban responden terhadap masing-masing
al-ternatif terlebih dahulu skala ordinal ditarnsformasikan menjadi skala interval, dengan cara
sebagai berikut :
1. Memperhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebarkan
2. Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, 4, dan 5 yang
dis-ebut sebagai frekuensi.
4. menentukan nilai frekuensi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara
berurutan perkolom skor.
5. Menggunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang
diperoleh.
6. Menentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dengan
mengguna-kan tabel tinggi densitas).
7. Menentukan nilai skala (NS) dengan menggunakan rumus :
(Area Below Upper Limit) – (Area Below Lower limit) ( Density at Lower Limit) – (Density at Upper Limit )
8. Menentukan nilai transformasi dengan rumus :
Y = NS −
[
1+ NSmin]
Perubahan skala ordinal menjadi skala interval ini telah dirancang kedalam suatu
pro-gram yang disebut Metode Successive Interval (MSI) oleh Drs. Rasudyn Ginting, Msi untuk
membantu mahasiswa dalam hal pengolahan data dalam hal penelitian.
F. Teknik Analisa Data
1. Koefisien Korelasi Product Moment
Cara untuk mengetahui adakah pengaruh variabel pendidikan dan pelatihan (variabel
X) terhadap kinerja PNS (variabel Y), maka digunakan rumus Product Moment untuk mencari
koefisien antara kedua variabel tersebut (Sugiyono, 2005:212). Cara ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya, dan besar kecilnya hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan mentransformasikan skala ordinal terlebih dahulu menjadi skala interval.
rxy =
( )( )
(
) ( )
{
2 2}
{
(
2) ( )
2}
∑
∑
∑
∑
∑
−∑
∑
−−
y y
n x x
n
y x xy
n
Keterangan :
r xy = angka indeks korelasi r product moment
x = variabel bebas
y = variabel terikat
n = jumlah sampel
Untuk melihat hubungan antara kedua variabel tersebut, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Koefisien korelasi yang diperoleh sama dengan nol (rxy = 0) berarti hubungan kedua
variabel yang diuji tidak ada, artinya variabel yang satu tetap meskipun yang lainnya
berubah.
2. Koefisien korelasi yang diperoleh positif (rxy = +) artinya kenaikan nilai variabel yang
lain dan kedua variabel memiliki hubungan positif.
3. Koefisien korelasi yang diperoleh negatif (r = - ) artinya kedua variabel negatif dan
menunjukkan meningkatnya variabel yang satu diikuti menurunnya variabel yang lain.
Untuk mengetahui adanya hubungan yang tinggi, sedang atau rendah antara kedua
variabel berdasarkan nilai r (koefisien korelasi) digunakan penafsiran atau interpretasi angka
[image:42.612.91.393.69.258.2]sebagai berikut :
Tabel 2.1 Intrepetasi Koefisien Korelasi Product Moment
Interval koefisien Tingkat hubungan
0,00 – 1,999 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
Jika nilai r yang diperoleh lebih besar atau sama dengan r tabel, maka nilai r yang
diperoleh itu signifikan. Dan sebaliknya, apabila nilai r yang diperoleh lebih kecil dari nilai r
tabel, maka nilai r yang diperoleh itu tidak signifikan.
2. Koefisien Determinant
Teknik ini digunakan untuk mengetahui berapa besarnya pengaruh variabel bebas (X)
terhadap Variabel terikat (Y), perhitungannya dilakukan dengan mengkuadratkan nilai
koefisien korelasi product moment dan dikalikan dengan 100%, maka dalam mengujinya
dilakukan dengan rumus :
D = (r xy)2 x 100%
Keterangan :
D = Koefisien Determinan
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Profil Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Dinas Tenaga Sosial dan Kerja Kota Medan adalah unsur pelaksana pemerintah kota
Medan dalam pembangunan kota Medan di bidang ketenagakerjaan, bertugas melaksanakan
sebahagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang ketenagakerjaan dan berfungsi
merumuskan kebijakan teknis di bidang sosial dan ketenagakerjaan, penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan pelayanan umum di bidang sosial dan ketenagakerjaan, pembinaan dan
pelaksanaan tugas di bidang sosial dan ketenagakerjaan serta melaksanakan tugas – tugas lain
yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Secara defacto Dinas Tenaga Kerja Kota Medan telah lahir sejak diberlakukannya UU
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Namun¸secara dejure Dinas Tenaga Kerja
Kota Medan lahir setelah ditetapkannya keputusan walikota Medan No. 59 tanggal 15
november 2001, tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Medan.
Pada tahun 2001, Dinas Tenaga Kerja Kota Medan masih berpisah dengan Kantor
Sosial. Dinas Tenaga Kerja dibawahi oleh seorang kepala dinas yang memiliki tingkat
eselonisasi IIb, sementara Kantor Sosial dibawahi seorang kepala kantor yang memiliki
tingkat eselonisasi IIIa.
Seiring dengan berlakunya otonomi daerah, maka banyak dilakukan reformasi
disegala bidang dalam Rangka pembaharuan manajemen pemerintahan. Sejak
diberlakukannya PP No. 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah maka
Pembentukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ini dilakukan berdasarkan Perda No.3
tahun 2009 selanjutnya perda ini dikuatkan kembali dengan adanya Peraturan Walikota
Medan No.12 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kota Medan.
Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dipimpin oleh seorang kepala dinas, yang
membawahi satu orang kepala bidang bina social, satu orang bidang pelayanan social, satu
orang bidang pembinaan dan penempatan tenaga kerja, satu orang kepala bidang hubungan
industrial syarat-syarat kerja dan purna kerja, satu orang kepala bidang pengawasan
ketenagakerjaan, satu orang kepala bidang pelatihan dan produktivitas, serta 18 kepala seksi,
dan sekretaris yang membawahi, satu orang kepala sub bagian umum, satu orang kepala sub
bagian keuangan, dan kepala sub bagian penyusunan program, dengan total jumlah sebesar 74
orang.
Dinas Tenaga Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan adalah unsur pelaksana
pemerintah kota Medan dalam pembangunan Kota Medan di bidang sosial dan
ketenagakerjaan, bertugas melaksanakan sebahagian urusan rumah tangga daerah dalam
bidang sosial kemasyarakatan dan ketenagakerjaan, berfungsi dalam hal:
a. perumusan kebijakan teknis di bidang sosial dan ketenakerjaan
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang sosial dan
ke-tenagakerjaan
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang sosial dan ketenagakerjaan
d. pelaksanaan tugas – tugas lainnya yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas
B. Visi dan Misi
1. Visi
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai organisasi mempunyai visi dan
misi bersama guna memberikan energi, komitmen, dan antusiasme yang utuh berakar dan
menyebar luas keseluruh aparatur di lingkungan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
dan seluruh masyarakat Kota Medan baik masyarakat pekerja, pengusaha, para pakar dan
media massa baik cetak, maupun elektronika. Selanjutnya diharapkan dapat membangun
kemampuan baru yang bernilai pada masa depan.
Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana dan bagaimana instansi Dinas Sosial
Dan Tenaga Kerja Kota Medan harus dibawa dan berkarya agar tetap konsisten dan eksis,
antisipatif, inovatif, serta produktif. Visi juga merupakan suatu gambaran yang menantang
tentang keadaan masa depan, berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Adanya visi
organisasi Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan diyakini akan menjadi akselator
pelaksana tugas, fungsi yang diemban, termasuk merancang rencana strategis (renstra) secara
keseluruhan, pengelolaan sumber daya, pengembangan indicator kinerja, cara pengukuran
kinerja, serta evaluasi kinerja.
Oleh karena kebutuhan akan visi bersama inilah, maka ditetapkan visi Dinas Sosial
Dan Tenaga Kerja Kota Medan yaitu :
“ Terwujudnya Iklim Sosial dan Ketenagakerjaan Yang Kondusif di kota Medan”. Agar tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda bagi semua pihak yang berkepentingan dengan Renstra,
maka perlu dijelaskan makna dari kalimat visi diatas adalah sebagai berikut :
a. Iklim sosial dan ketenagakerjaan, mengandung arti bahwa masalah-masalah sosial
berubah, misalnya keadaan penduduk dimana tingkat pertumbuhan penduduk sangat
mempengaruhi keadaan sosial ketenagakerjaan khususnya tentang angkatan kerja dan
kesejahteraan sosial. Meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk akan berakibat
terhadap peningkatan angkatan kerja. Angkatan kerja dimaksud terdiri dari penduduk
yang sudah bekerja dan yang belum bekerja (masih dalam pengangguran). Disisi lain,
iklim ketenagakerjaan sangat peka terhadap keadaan maupun situasi pertumbuhan
ekonomi, masalah sosial, dan masalah politis dan banyak hal lainnya sehingga visi
kedepan mengandung makna yang tersirat dalam iklim sosial dan ketenagakerjaan tentang
situasi atau keadaan yang diharapkan kondusif.
b. Kondusif mengandung arti bahwa dalam perkataan kondusif tersirat rasa aman, tertib
hukum, keharmonisan, ketenangan, keserasian, selaras, dan dinamis. Memperhatikan
situasi maupun keadaan ketenagakerjaan yang sangat peka dengan keadaan ekonomi,
sosial dan politis. Serta mempertimbangkan permasalahan sosial dan ketenagakerjaan
yang dapat terjadi akibat pengaruh politis dari pihak ekstern.
2. Misi
Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil sesuai dengan visi yang ditetapkan. Dengan adanya misi diharapkan
seluruh pegawai dan pihak-pihak yang berkepentinagan dapat mengenal dan mengetahui
peran dan program serta hasil yang akan diperoleh.
Misi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan adalah :
1. Meningkatkan kualitas Perencanaan Ketenagakerjaan
2. Meningkatkan penempatan tenaga kerja dan memperluas kesmpatan kerja
4. Mewujudkan ketenangan bekerja dan berusaha
5. Mewujudkan kesejahteraan sosial
6. Meningkatkan pengawasan dan perlindungan di bidang sosial dan ketenaagakerjaan.
7. Memfasilitasi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi
Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
8. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian lingkup bantuan sosial sesuai
dengan urusan pemerintahan kota
9. Pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi para Penyenadang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS), penanggulangan bencana dan penanganan daerah kumuh
10.Meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM aparatur
C. Kebijakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
1. Bidang Sosial
Dalam seluruh kehidupan masyarakat baik dinegara – negara yang sudah maju
maupun dinegara – negara yang sedang berkembang seperti Indonesia akan selalu terdapat
atau terjadi masalah – masalah sosial atau dengan kata lain Penyakit sosial atau penyandang
masalah Kesejahteraan sosial (PMKS). Perbedaannya hanya terletak pada kuantitas dan
kualitas masalah-masalah sosial yang mencapai 28 PMKS yaitu balita terlantar, anak terlantar,
anak jalanan, anak krban tindak kekerasan, wanita korban tindak kekerasan atau diperlakukan
salah, dan lain-lain.
Oleh karena itu, PMKS pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, yang
membawa pengaruh negatif kehidupan masyarakat tersebut seperti faktor ekonomi, faktor
globalisasi informasi yang mengakibatkan kerentanan budaya, faktor alam yang menimbulkan
2. Bidang Ketenagakerjaan
Bahwa pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan pelestarian
sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk
tercapai optimal.
Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal berdasarkan pada adanya
keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya tampung lingkungan. Persebaran
penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan
masalah yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan atau sebaliknya.
Pada tahun 2010 diproyeksikan penduduk kota Medan mencapai 2.436.405 jiwa
dibandingkan hasil sensus tahun 2000 dengan pertam