Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT ATROPI PAPIL
DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
Oleh :
VANDA VIRGAYANTI
Pembimbing :
Prof. Dr. H. ASLIM D. SIHOTANG, SpM-KVR Drs. H. ABDUL DJALIL AMRI ARMA, MKes
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT ATROPI PAPIL
DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
DOKTER SPESIALIS MATA
Diseminarkan dan dipertahankan pada hari Senin, 28 Desember 2009 dihadapan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Telah disetujui
1. Dr. Delfi, SpM Ketua Departemen
2. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM-KVR Ketua Program Studi
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Karya tulis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah pembendaharaan bacaan khususnya tentang :
“ Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papil di Kabupaten Tapanuli Selatan” Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Syaiful Bahri, SpM, Dr. Beby Parwis SpM, Dr. Hj. Heriyanti Harahap, SpM, Dr. Hj. Aryani A. Amra, SpM, dan Dr. Nurchaliza SpM atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan keahlian ini.
Prof. dr. Aslim D.Sihotang, SpMK-VR selaku pembimbing tesis saya, dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Dr. Abd. Jalil Amri Arma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian statistik tesis ini.
Kepada pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, TKPPDS saya ucapkan terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian ini.
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
SpM; dr. T.Siti Harilza Z,SpM terimakasih banyak atas segala bimbingan, bantuan dan pengalaman yang telah diberikan selama ini.
Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.
Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang terkasih, Drg. Shenides Yustizam dan Ibunda Prof.drg. Lina Natamiharja, SKM, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Buat Suamiku yang tercinta, Dr. Hidayat, tiada kata yang terindah dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan penuh pengertian. Terima kasih atas cinta kasih, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Buat kedua buah hatiku yang kucintai dan kusayangi, putraku Fadhlan Hatta Agustian dan putriku Desvita Dwi Ashilah yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi ibunda serta pemberi semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada kakak saya drg. Essie Octiara, SpPedodontia beserta keluarga dan adikku Feno Triadi, ST,MT beserta keluarga, terima kasih atas bimbingan, dorongan semangat serta doa yang diberikan kepada saya.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Medan, 28 Desember 2009
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……….…….. V
BAB I. PENDAHULUAN ……… 1
1.1. LATAR BELAKANG ………. 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ……...………... 4
1.3. TUJUAN PENELITIAN ……….. 5
1.4. MANFAAT PENELITIAN ………... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 7
2.1. KERANGKA TEORI ………. 7
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN ... 14
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ... 16
3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL ... 16
3.2. DEFENISI OPERASIONAL ... 17
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
4.1. DESAIN PENELITIAN ... 18
4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... 18
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
4.4. BESAR SAMPEL ……… 18
4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI …………. 21
4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL ………... 22
4.7. BAHAN DAN ALAT ………... 22
4.8. CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN ... 23
4.9. LAMA PENELITIAN ... 24
4.10. ANALISA DATA ... 24
4.11. PERSONALIA PENELITIAN ………... 24
4.12. PERTIMBANGAN ETIKA ……….. 24
4.13. BIAYA PENELITIAN ………... 25
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana nasional, sebab kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survei nasional tahun 1993-1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia.1
Masalah kebutaan di Indonesia yang sudah mencapai 1,5% tidak hanya menjadi masalah kesehatan, namun sudah menjadi masalah sosial yang harus ditanggulangi secara bersama-sama oleh pemerintah, dengan melibatkan lintas sektoral, swasta dan partisipasi aktif dari masyarakat. Tanggal 18 Februari 1999 WHO mencanangkan komitmen global vision 2020: The Right to Sight yang merupakan inisiatif global untuk menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan yang sebenarnya dapat dicegah atau direhabilitasi.2,3 Pencanangan itu berarti pemberian hak bagi setiap penduduk di dunia termasuk Indonesia untuk mendapatkan penglihatan yang optimal selambat-lambatnya tahun 2020.1
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
kebutaan adalah orang yang oleh karena penglihatannya menyebabkan ia tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari.4,5
Pada tahun 1972 WHO mendefenisikan kebutaan adalah tajam penglihatan
<3/60. Kemudian pada tahun 1979, WHO menambahkannya dengan ketidaksanggupan menghitung jari pada jarak 3 meter. 4,5
Pada tahun 2008, revisi yang direkomendasikan WHO dan International Classification of Disease ( ICD ) membagi berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan kurang dari 6/18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan kategori 3, 4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10 ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada kategori 4. 4
Tabel 1.1. Klasifikasi rekomendasi WHO-ICD 2007 terhadap gangguan penglihatan.4
Presenting Distance Visual Acuity
Category of Visual Impaiment Level of Visual Acuity ( Snellen ) Normal Vision 6 / 6 to 6 / 18 light perception or visual field less than 5
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Undang – undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan indra penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia yang cerdas, produktif, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin.6
Di negara berkembang di seluruh dunia selain masalah sosial dan ekonomi, maka kebutaan masih merupakan masalah yang besar. Pada tahun 1990, WHO memperkirakan prevalensi kebutaan berkisar antara 0,3%-0,7%, dan angka ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Beberapa penelitian epidemiologi melaporkan prevalensi angka kebutaan bilateral di negara berkembang di Asia berkisar 0,4% dan kebutaan unilateral berkisar 2,6 %.6
Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), gangguan retina (0,13%), kelainan kornea (0,10%) dan akibat penyakit lainnya (0,15%).7,8,9,10
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Berdasarkan National Programme for Control of Blindness (NPCB) 1992 kebutaan akibat atropi papil menempati urutan ketiga setelah katarak dan kelainan kornea dengan jumlah persentase 7,4 %. 12
Berdasarkan Andra Pradesh Eye Disease Study (APEDS) kebutaan akibat atropi papil menempati urutan kelima setelah katarak, penyakit retina, penyakit kornea dan glaukoma dengan jumlah persentase 6,4 %.12
Prevalensi kebutaan akibat atropi papil secara nasional belum diketahui, namun demikian pada survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 dimana atropi papil dimasukkan dalam kelompok penyebab kebutaan lain-lain didapatkan prevalensi kebutaan sebesar 0,15 %, sementara untuk propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Selatan yang termasuk dalam wilayah survey didapatkan prevalensi morbiditas atropi papil masing-masing sebesar 0,3% dan 0,1%. Prevalensi morbiditas atropi papil tertinggi pada survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 ditempati oleh propinsi Jawa Timur dengan prevalensi sebesar 0,8%.6
Hal – hal tersebut diatas menjadi latar belakang bagi peneliti untuk mengetahui prevalensi kebutaan terakhir (2009) akibat atropi papil di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum
Mendapatkan angka kebutaan akibat atropi papil untuk Kabupaten Tapanuli Selatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi kebutaan tersebut.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik geografi Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik sosio – demografi responden atau penderita kebutaan akibat atropi papil di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
3. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mata responden di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
4. Untuk mengetahui gambaran budaya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
5. Untuk mengetahui gambaran sarana dan prasarana kesehatan mata di Kabupaten Tapanuli Selatan.
6. Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat atropi papil di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. KERANGKA TEORI
Atropi papil adalah suatu kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan degenerasi pada saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir dari suatu proses patologik yang merusak akson pada sistem penglihatan anterior.13,14,15
Atropi papil merupakan suatu tanda yang penting dari suatu penyakit saraf optik lanjut.16 Atropi papil tidak terjadi dengan segera tetapi terjadi 4 – 6 minggu dari waktu terjadinya kerusakan akson.14
Klasifikasi 13,16,17
A. Primer dan Sekunder Atropi Papil 1. Atropi papil primer
Atropi papil primer disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai jalur visual pada bagian retrolaminar saraf optik ke badan genikulatum lateral. Lesi yang mengenai saraf optik akan menghasilkan atropi papil yang unilateral, sedang lesi yang mengenai khiasma dan traktus optikus akan menyebabkan atropi papil yang bilateral.
Penyebab :
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
• Lesi yang menekan saraf optik seperti : Tumor ( Pituitary Adenoma,
Craniopharyngioma dan Suprasellar Meningioma), Aneurisma, Chiasmal Arachnoiditis.
• Toxic Neuropati :
- Methanol (spritus) - Ethambutol - Isoniazid
- Penyebab yang jarang : amiodarone, streptomycin, chlorpropamide
• Nutritional Optic Neuropathy :
- Defisiensi thiamine ( vitamin B1 ) - Defisiensi vitamin B12
- Defisiensi Niacin (vitamin B6)
• Traumatik Optic Neuropathy
• Atropi Papil Herediter
Gambaran papil :
- Papil putih, datar dengan gambaran batas yang jelas - Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil
- Pengecilan pembuluh darah peripapiler dan penipisan lapisan serabut saraf retina.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Gambar 1 : Atropi papil primer 2. Atropi papil sekunder
Didahului oleh pembengkakan dari optic nerve head. Penyebab :
• Papil edema kronis
• Anterior Iskemik Optic Neuropathy
• Papilitis
Gambaran papil : bervariasi tergantung dari penyebabnya Gambaran-gambaran yang utama:
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Gambar 2 : Atropi papil sekunder
B. Klasifikasi berdasarkan Ophthalmoskop13 1. Primary (simple) optic atrophy
Lesi proksimal optik disk tanpa didahului papil oedem. Sering terjadi pada Multiple sklerosis, Retrobulbar neuritis (idiopatik), Leber’s dan herediter atropi papil lainnya, tumor intrakranial yang menekan anterior visual pathway (tumor pituitary), trauma atau avulsi saraf optik, toxic amblyopia ( retrobulbar neuritis kronis ) dan Tabes dorsalis.
2. Consecutive optic atrophy
Kerusakan sekunder sel ganglion sampai terjadi degenerasi atau inflamasi koroid dan retina. Penyebab tersering adalah korioretinitis difus, retinal pigmentary dystrofi ( retinitis pigmentosa ), patologik miopia dan oklusi arteri sentral retina.
3. Post neuritic optic atrophy
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
4. Glaucomatous optic atrophy
Terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang berlangsung lama.
5. Vascular (ischaemic ) optic atrophy
Disebabkan karena keadaan iskemik pada disk seperti pada giant cell arteritis, severe haemorrhage, anemia berat dan keracunan quinine.
C. Ascending dan Descending Optik Atrofi 1. Ascending Optik Atrofi
Degenerasi dari serabut saraf menjalar dari bola mata ke arah geniculate body. 2. Descending atau Retrograde Optik Atrofi.
Prosesnya dari traktus optik, kiasma atau bagian posterior dari saraf optik ke arah optik disk.
Patofisiologi13
Degenerasi dari saraf optik berhubungan dengan usaha regenerasi namun tidak berhasil, yang mana terjadi proliferasi astrocyte dan jaringan glial. Pemeriksaan ophthlamoskop pada optik disk atrofi tergantung pada keseimbangan antara hilangnya jaringan saraf dan gliosis.
Terdapat 3 teori patogenesa :
1. Degenerasi dari nerve fiber berhubungan dengan gliosis yang berlebihan. Perubahan ini disebabkan oleh post neuritik optik atrofi.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
mengganti nerve fibre ( columnar gliosis ). Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer.
3. Degenerasi nerve fiber, berhubungan dengan gliosis yang tidak berfungsi. Ini terjadi oleh karena kekurangan aliran darah. Perubahan patologi ini disebut sebagai optik atrofi cavernous dan merupakan ciri dari glaucomatous dan iskemik optik atrofi.
Gambaran Klinis :13
1. Hilangnya penglihatan, dapat terjadi tiba-tiba atau perlahan-lahan ( tergantung penyebab atropi papil) dan bersifat parsial atau total ( tergantung derajat atropi papil ).
2. Pupil semi dilatasi dan refleks cahaya langsung sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.
3. Hilangnya lapang pandangan akan bervariasi dengan distribusi serabut-serabut saraf yang rusak.
4. Gambaran funduskopi dari papil bervariasi tergantung dari tipe atropi papil.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Pada pasien yang lebih tua, atropi papil biasanya berhubungan dengan adanya Anterior Iskemik Optic Neuropathy sebelumnya. Walaupun Brain Studies cukup adekuat untuk menyingkirkan lesi parasellar, Orbit studies dianjurkan untuk menyingkirkan adanya massa, infiltrasi dan inflamasi pada orbit dan saraf optik.
Pemeriksaan cairan serebrospinal juga dapat dipertimbangkan jika diduga terdapat proses meningeal atau demielinasi.
Pemeriksaan tambahan termasuk pemeriksaan darah lengkap dan erythrocyte
sedimentation rate (untuk gangguan hematologi dan vaskular). Tes Venereal Disease
Research Laboratory dan Fluorescence Treponemal Antibody (untuk syphilis). Tes Antinuclear Antibody (untuk lupus erythematosus), Level vitamin B12 dan Folat (untuk defisiensi vitamin), Angiotensin Converting Enzym Level, Foto thoraks dan gallium scan (untuk sarcoidosis).
Gambaran sistemik yang lebih spesifik dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli Rheumatology atau Hematology.18
Pengobatan
Penanganan terhadap penyebab yang mendasarinya dapat membantu memperbaiki penglihatan pada pasien-pasien dengan atropi papil parsial.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.19
Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah yang berada dikawasan dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Selatan berada 00101- 10 501 Lintang Utara, 980501 – 1000101 Bujur Timur dan 0 – 1.915 m dari permukaan laut.
Kabupaten Tapanuli Selatan menempati area seluas 12.261,55 km2 yang terdiri dari 12 kecamatan dan 503 desa. Area Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, di sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Madina, di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Indonesia dan Kabupaten Madina, dan disebelah timur berbatasan dengan Propinsi Riau dan Kabupaten Labuhan Batu. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, luas daerah terbesar adalah Kecamatan Sipirok dengan luas 577,18 km2 atau 13,22 persen diikuti Kecamatan Sayurmatinggi dengan luas 519,60 km2 atau 11,90 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Arse dengan luas 143,67 km2 atau 3,29 persen dari total luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
dengan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 adalah sebesar 1,83 %.
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah tiga Rumah Sakit Umum (RSU) milik Pemerintah. Sedangkan Puskesmas yang ada berjumlah 16 unit yang disertai Puskesmas Pembantu 57 unit dan Posyandu 547 unit yang tersebar di tiap Kecamatan.
Tenaga medis yang tersedia di Kabupaten Tapanuli Selatan baik negeri maupun swasta ada 43 dokter umum, 10 dokter gigi dan 2 dokter spesialis. Khusus pelayanan mata ada satu orang dokter spesialis mata.
Tabel 2.2. Sarana / pelayanan kesehatan menurut kecamatan
Kecamatan Puskesmas Puskesmas
Pembantu Perawatan Non perawatan Total
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen – elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :
KERANGKA KONSEP
SOSIO EKONOMI SUMBER DAYA
MANUSIA
BUDAYA PEMELIHARAAN
KESEHATAN MATA
KEBUTAAN ATROPI PAPIL
GEOGRAFI
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
3.2. DEFINISI OPERASIONAL
- Kebutaan atropi papil adalah penderita atropi papil dengan visus terbaik pada kedua mata < 3/60.
- Sosio ekonomi adalah segala sesuatu mengenai kemampuan daya beli masyarakat dan pemerintah.
- Geografi adalah kondisi alam, apakah mudah / sulit dijangkau dari sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia, dimana hal tersebut akan mempengaruhi cakupan pelayanan kesehatan yang akan diberikan.
- Sumber Daya Manusia adalah tenaga ahli khususnya dokter spesialis mata dan perawat mata yang tersedia.
- Sarana dan Prasarana kesehatan mata adalah ketersediaan rumah sakit pemerintah dan alat-alat bedah mata.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini adalah Penelitian survei dengan pendekatan Cross Sectional atau potong lintang yang bersifat deskriptif, artinya subjek yang diamati pada saat monitoring biologik dan pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat dinilai dengan pengamatan pada saat bersamaan ( transversal ) atau dengan satu kali pengamatan / pengukuran.
4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi dengan penentuan sampel secara purposive.
4.3. POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tapanuli Selatan yang sesuai dengan kriteria penelitian, selanjutnya dilakukan pemeriksaan seluruh masyarakat desa dan dusun di wilayah kerja Puskesmas tersebut secara random sampling.
4.4. BESAR SAMPEL
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Besarnya sampel adalah jumlah penduduk dari 6 kecamatan yang terpilih yang dianggap mewakili satu Kabupaten yang ada di wilayah kerja, jumlah sampel yang akan diambil, dihitung dengan rumus Cluster sampling dengan Proportional
Allocation Methode yaitu :
Dimana :
n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini. N = Jumlah populasi.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dengan demikian, sampel jumlah untuk masing – masing Kecamatan yaitu :
2
c = Varians populasi
= ∑ ( ai + P mi )2 = ∑ ai2 – 2 P ∑ai Mi + P2 ∑ mi2
n -1 n -1 = 2894,282833
P = Proporsi kebutaan atropi papil = ∑ ai
∑ mi
= 0,1
M = ∑ mi
n = 291,8265
mi = jumlah kebutaan secara nasional = 1,5 %
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Tabel 4.5. Jumlah sampel untuk tiap kecamatan
Kecamatan
4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 4.5.1. Kriteria inklusi :
- Semua penderita dengan tajam penglihatan < 3/60 pada satu mata atau kedua mata dan dengan pemeriksaan oftalmoskop direk menggunakan midriatikum dijumpai atropi papil
- Usia penderita ≥ 5 tahun
- Media refraksi dapat dilakukan funduskopi - Bersedia ikut dalam penelitian
4.5.2. Kriteria eksklusi :
- Penderita dengan tajam penglihatan ≥ 3/60 pada kedua mata. - Usia penderita < 5 tahun
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL
4.6.1. Variabel terikat adalah kebutaan akibat atropi papil. 4.6.2. Variabel bebas adalah :
- Sosio ekonomi - Budaya
- Geografi
- Sumber daya manusia
- Sarana dan prasarana kesehatan
4.7. BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Senter
2. Loop
3. Ophthalmoskop direk 4. Tonometer Schiotz
5. Tropicamide 1% tetes mata 6. Pantocain 0,5% tetes mata 7. Fenicol 1% tetes mata 8. Kapas
9. Alkohol 70% 10. Alat tulis
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
4.8. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
4.9. LAMA PENELITIAN Tabel 4.9. Lama penelitian
Bulan Juni Juli Agustus Desember
Minggu M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
UP
Pnl
PL
Prs
Keterangan : UP = Usulan Penelitian ; Pnl = Penelitian ; PL = Penyusunan Laporan ; Prs = Presentasi
4.10. ANALISA DATA
Analisa data dilakukan secara deskriptif dan di sajikan dalam bentuk tabulasi data.
4.11. PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti : Vanda Virgayanti
Pembantu Penelitian : PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU Medan.
4.12. PERTIMBANGAN ETIKA
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
kemudian di ajukan untuk disetujui oleh rapat Komite Etika Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Inform konsen dan kerahasiaan.
Penelitian ini melibatkan langsung pasien atropi papil yang ada di wilayah penelitian, sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan surat izin untuk melakukan penelitian kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten / Kotamadya, Puskesmas, Camat, Kepolisian, serta Aparat Desa setempat.
4.13. BIAYA PENELITIAN
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berbentuk survei yang dilakukan pada tanggal 29 Juni 2009 sampai dengan 31 Juli 2009 pada 6 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan didapat penderita yang mengalami kebutaan sebanyak 155 orang dari beberapa desa terpilih dari masing-masing kecamatan dengan jumlah populasi 29332 orang.
Jumlah sampel buta yang didapat dari 6 kecamatan adalah Kecamatan Angkola Barat : 9 jiwa, Kecamatan Sayurmatinggi : 45 Jiwa, Kecamatan Batang Angkola : 43 jiwa, Kecamatan Sipirok : 19 jiwa, Kecamatan Batang Toru : 12 jiwa, Kecamatan Angkola Timur : 27 jiwa.
Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel, dimana jumlah sampel yang diambil sesuai dengan rumus Cluster sampling dengan cara Propositional Allocation
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
A. DATA UMUM SAMPEL
1. Usia
Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan usia.
Usia (tahun ) Laki-laki Perempuan Jumlah
< 10 4 2 6
Dari tabel 5.1 distribusi sampel berdasarkan usia diatas, didapatkan jumlah sampel terbanyak pada usia 61 -70 tahun yaitu 111 orang. Selanjutnya usia 71 - 80 tahun sebanyak 77 orang dan seterusnya.
2. Jenis kelamin
Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki – laki 104 28,89
Perempuan 256 71,11
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Hasil tabel 5.2. didapatkan sampel berjenis kelamin laki – laki sebanyak 104 orang ( 28,89% ) dan perempuan sebanyak 256 orang ( 71,11% ).
3. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan.
Tingkat Pendidikan N %
Hasil tabel 5.3. memperlihatkan bahwa sampel yang tidak sekolah sebanyak 63 orang, SD / sederajat 226 orang , SMP / sederajat 40 orang, SMA / sederajat 30 orang dan Akademi / Perguruan Tinggi 1 orang. Sebagian besar tingkat pendidikan sampel adalah Sekolah Dasar atau yang sederajat.
4. Jenis pekerjaan
Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan jenis pekerjaan
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dari tabel 5.4. tampak bahwa petani merupakan porsi terbesar yaitu sebanyak 251 orang atau 69,72%
5. Suku Bangsa
Tabel 5.5. Distribusi sampel berdasarkan suku bangsa
Suku Bangsa N %
Jawa 5 1,39
Mandailing 232 64,44
Melayu 1 0.28
Batak lainnya 117 32,50
Minang 5 1,39
Jumlah 360 100
Berdasarkan tabel 5. 5. tampak bahwa suku Mandailing merupakan suku yang terbanyak.
B. PESERTA PENELITIAN
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
1. Karakteristik Peserta Penelitian a. Usia
Tabel 5.6 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan usia
Usia Satu mata Dua mata Total
Dari tabel di atas tampak penderita kebutaan akibat atropi papil pada satu mata yang terbanyak pada kelompok usia 21 – 40 tahun yakni sebanyak 2 orang atau 20%. Penderita kebutaan akibat atropi papil pada dua mata didapati pada kelompok usia 41 – 60 tahun yaitu 4 orang atau 40%.
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.7 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan jenis kelamin
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dari tabel 5.7 tampak bahwa penderita kebutaan akibat atropi papil berdasarkan jenis kelamin mempunyai perbandingan yang sama yaitu masing-masing berjumlah 5 orang atau 50%.
c. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.8 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan
Satu mata Dua mata Total
N % N % N %
Tidak sekolah - - - -
SD - - 6 60 6 60
SLTP 2 20 - - 2 20
SLTA 1 10 1 10 2 20
Akademi / PT - - - -
Jumlah 3 30 7 70 10 100
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
d. Pekerjaan
Tabel 5.9 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Satu mata Dua mata Total
Pekerjaan penderita kebutaan akibat atropi papil yang terbanyak adalah petani sebanyak 60 % diikuti kelompok yang tidak bekerja yaitu 20%.
e. Mata yang terkena
Tabel 5.10. Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan mata yang terkena
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dari tabel 5.10 tampak bahwa penderita kebutaan akibat atropi papil dua mata sebesar 70 %.
f. Riwayat Penyakit Hipertensi
Tabel 5.11 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan riwayat penyakit hipertensi
Dari tabel diatas, terlihat bahwa hanya 20% penderita kebutaan akibat atropi papil mempunyai riwayat hipertensi sedangkan selebihnya 80% tidak memiliki riwayat hipertensi.
g. Riwayat Sakit Kepala
Tabel 5.12 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan riwayat sakit kepala
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dari tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar penderita kebutaan akibat atropi papil mempunyai riwayat sakit kepala yakni 80%.
h. Jenis Atropi Papil
Tabel 5.13 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkab jenis atropi papil
Jenis Atropi Papil Satu mata Dua mata Total
N % N % N %
Primer 3 30 6 60 9 90
Sekunder - - 1 10 1 10
Jumlah 3 30 7 70 10 100
Dari tabel 5.13 tampak bahwa atropi papil primer merupakn proporsi tersbesar yaitu sebanyak 90%
i. Tempat berobat
Tabel 5.14 Sebaran kebutaan akibat atropi papil berdasarkan tempat berobat
Tempat Berobat Jumlah %
Puskesmas 4 40
RS Pemerintah 4 40
RS Swasta 1 10
Tradisional 1 10
Obati Sendiri - -
Dibiarkan - -
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
Dari tabel 5.14 tampak bahwa puskesmas dan RS Pemerintah adalah sarana kesehatan yang paling banyak digunakan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yaitu masing-masing sebesar 40%.
j. Estimasi Angka Kebutaan dan Prevalensi Kebutaan akibat Atropi Papil Tabel 5.15 Estimasi angka kebutaan dan prevalensi kebutaan akibat atropi papil
Kabupaten Tapanuli Selatan
Dari tabel 5.1 sampai tabel 5.5 tampak gambaran karakteristik penduduk sampel dari wilayah penelitian.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
muda dengan penduduk yang berumur dibawah 15 tahun jumlahnya lebih besar yaitu lebih dari 40% sedangkan penduduk yang berumur 65 tahun keatas kurang dari 10%.
Dari tabel 5.3 terlihat distribusi bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) sederajat. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan rendahnya sumber daya manusia dan dampaknya ini juga akan menyebabkan kurangnya pengetahuan penduduk tentang penyakit mata.
Dari tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar penduduk mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebesar 69,72%, hal ini sangat sesuai dengan daerah Indonesia yang berdaerah agraris.
Dari tabel 5.5 terlihat bahwa suku terbanyak sebagai sampel dari 6 kecamatan adalah suku Mandailing, diikuti suku batak lainnya.
Dari tabel 5.6 tampak bahwa penderita kebutaan akibat atropi papil tersebar merata pada semua kelompok usia. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana penyebab atropi papil dapat mengenai semua kelompok usia.
Dari tabel 5.7 tampak bahwa penderita kebutaan akibat atropi papil berdasarkan jenis kelamin mempunyai perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Belum ada data yang menyebutkan bahwa kebutaan akibat atropi papil berkaitan dengan jenis kelamin.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
dampaknya ini juga akan menyebabkan kurangnya pengetahuan penduduk tentang penyakit mata.
Dari tabel 5.9 terlihat bahwa penderita kebutaan akibat atropi papil tidak tertumpu pada satu jenis kelompok pekerjaan saja. Kedua mata memiliki peluang yang sama untuk mengalami atropi papil.
Dari tabel 5.10 tampak bahwa kebutaan akibat atropi papil kedua mata lebih banyak dibandingkan satu mata.sebesar 70%.
Dari tabel 5.11 dan 5.12 tampak bahwa sebagian besar penderita memiliki riwayat sakit kepala sebelumnya (80%) dan 20% penderita memiliki riwayat penyakit Hipertensi.
Dari gambaran funduskopi didapat bahwa jenis atropi papil yang terbanyak adalah atropi papil primer yaitu 90%.
Puskesmas dan RS Pemerintah adalah sarana kesehatan yang paling banyak digunakan penderita untuk memperoleh pelayanan kesehatan, selain itu pengobatan tradisional masih digunakan sebagian penderita untuk mengobati penyakitnya.
Prevalensi kebutaan akibat atropi papil di Kabupaten Tapanuli Selatan
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
1. Hubungan faktor geografi dengan kebutaan akibat atropi papil
Pada penelitian ini, geografi dari kabupaten Tapanuli Selatan dikategorikan daerah pegunungan dengan ketinggian 0-1915 meter diatas permukaan laut. Walaupun demikian prasarana jalan dari desa ke pusat-pusat pelayanan kesehatan bisa dilalui kendaraan roda dua. Jadi faktor geografis tidak menjadi penghalang bagi penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.
2. Hubungan faktor Sosial-Ekonomi dengan kebutaan akibat atropi papil
Dari hasil survei yang kami lakukan terhadap sampel ternyata masih banyak penduduk yang berpenghasilan rendah. Ini kemungkinan disebabkan oleh derajat pendidikan yang masih rendah serta pekerjaan yang kebanyakan petani. Oleh sebab itu untuk keberhasilan program kebutaan perlu pemberian pelayanan gratis bagi orang-orang yang tidak mampu.
3. Hubungan faktor Budaya tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata dengan kebutaan akibat atropi papil
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
harus tetap konsisten untuk memberikan informasi ke masyarakat tentang pentingnya kesehatan mata tersebut.
4. Hubungan faktor Sumber Daya Manusia dengan kebutaan akibat atropi papil
Sumber daya manusia di kabupaten Tapanuli Selatan terutama petugas kesehatan belum memadai walaupun semua desa telah mempunyai bidan desa. Program puskesmas tentang kesehatan mata yang juga termasuk dalam 18 program pokok kesehatan puskesmas belum terlaksana dengan baik. Khususnya mengenai tenaga spesialis mata yang masih belum ada sampai sekarang di Kabupaten Tapanuli Selatan. Oleh karena itu perlulah menjadi perhatian bagi kita semua khususnya bagi pengambil keputusan untuk pengadaan tenaga spesialis mata yang sangat dibutuhkan di Kabupaten Tapanuli Selatan.
5. Hubungan faktor sarana dan prasarana kesehatan dengan kebutaan akibat atropi papil
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Prevalensi kebutaan akibat atropi papil adalah 0,024%, ini berarti lebih kecil dari prevalensi kebutaan akibat atropi papil secara nasional yaitu 0,15 %.
2. Faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya merupakan faktor penyebab tingginya prevalensi kebutaan akibat atropi papil ini. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat. 3. Faktor geografi pada penelitian ini tidak menjadi hambatan terhadap
penderita untuk mendapatkan pelayanan.
4. Faktor budaya tentang pemeliharaan kesehatan mata juga mempunyai peranan terhadap keberhasilan penanggulangan masalah kebutaan secara umum dan hal ini erat hubungannya dengan tingkat pendidikan.
5. Masih kurangnya tenaga medis maupun paramedis, hal ini terlihat dari tidak adanya dokter spesialis mata dan tidak adanya tenaga paramedis yang mahir dalam menangani penyakit – penyakit mata di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
7. Faktor sosioekonomi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan penanggulangan masalah kebutaan secara umum.
B. SARAN
1. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sarana kesehatan mata perlu dilakukan pelayanan kesehatan dengan biaya murah sehingga masyarakat yang kurang mampu dapat terlayani.
2. Perlunya informasi yang jelas kepada penderita kebutaan tentang masalah yang dihadapinya dan kemana ia harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
3. Penyuluhan terhadap masyarakat secara terus menerus tentang pentingnya memelihara kesehatan mata pada umumnya dan masalah kebutaan pada khususnya sehingga masyarakat sadar dan mengerti akan pentingnya memelihara indera penglihatannya.
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kebutaan di Indonesia Merupakan Bencana Nasional. Available from :
2. Kebutaan RI Tertinggi di Asia. Available
from :
3. 1,5 % Penduduk Indonesia Mengalami Kebutaan. Available
from:
4. Official WHO updates combined 1996-2007 available
at
5. http://www.Br J Ophthalmol.com//Causes of low vision and blindness in rural Indonesia, 2003;87:1075-78
6. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan ( PGPK ) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003, hal 1 - 2
7. http://dev.fk.unair.ac.id, Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta, 2007
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
9. http://www.edusehat.com - Indonesian Health Education, 10 persen anak sekolah di Indonesia kelainan refraksi, January 2008
10. RMEXPose.com; Tiap Menit, Ada Satu Orang Jadi Buta dalam 10 Persen Anak 11. Pratomo H, Silalahi E, Asnita SN, Libra A, Surjani L, Sitorus J, Ginting M, Sari MD, Siregar NH, Barus J, Lubis RC, Sari ND, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak, Glaukoma, Kelainan Refraksi, Gangguan Retina ,Kelainan Kornea dan Atropi Papil di Kotamadya Tanjung Balai dan Kabupaten Karo, Tesis Dokter Spesialis Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004.
12. American Academy of Ophthalmology dalam Prevalence and Common Causes of Vision Impairment in Adults, Section 13, 2002-2003 : 136-44
13. Khurana A.K. Neuro-ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, Fourth Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 301-3.
14. American Academy of Ophthalmology, Neuro-Ophthalmology, Section 5, 2007-2008: 87-8
15. Optic Atrophy dalam
16. Kanski J.J, Optic Atrophy in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach, Fifth Edition, 2007, p. 600-1
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
18. American Academy of Ophthalmology, Neuro-Ophthalmology, Section 5, 2007-2008: 157
19. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2008.
Lampiran
LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA SETELAH PENJELASAN
KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
( INFORMED CONCENT )
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :
Umur : Pekerjaan : Alamat :
Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian “Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papil di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.
Medan, ... 2009
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
______________________
ALUR PENELITIAN
1
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan TIO
Tinggi (>22 mmHg) Normal (10-22mmHg)
Pemeriksaan direk oftalmoskop
Atropi papil
Registrasi
Pengisian kwesioner
Tidak dapat dikoreksi dengan kacamata
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN
DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2009
NAMA RESPONDEN NOMOR :
I. PENGENALAN TEMPAT
a. Kabupaten : Tapanuli Selatan b. Kecamatan :
c. Desa/Kelurahan :
d. Daerah : 1. Perkantoran 2. Pedesaan e. Letak Geografis : 1. Pantai 3. Dataran Rendah
2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi II. FASILITAS RUMAH TANGGA
a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak 2. Petromak 4. Lainnya
b. Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5.Sumur Bor 2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu
2. Minyak tanah 4. Lainnya
III. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
h. Lokasi tempat kerja 1. Terbuka 2. Tertutup i. Penghasilan perbulan 1.< Rp 500.000 3. >Rp.1 juta 2. Rp 500.000-1juta
V HASIL PEMERIKSAAN MATA KANAN KIRI
A a. Tandai 1 jika Tajam Penglihatan < 3/60
b. Tandai 2 jika tajam penglihatan ≥ 3/60
Jika dikoreksi (Bila umur responden > 5thn
Sph
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
VII. ANAMNESA PENDERITA ATROPI PAPIL 1. Sudah beberapa lama mata bapak/Ibu/Sdr mengalami
Kekaburan ? …….tahun ……bln 2. Kekaburan yang bapak/ibu/sdr alami
Terjadi secara 1. Mendadak 2.Perlahan 3. Apakah bapak/ibu/sdr megetahui
Tentang penyakit yang diderita? 1. Ya 2. Tidak
4. Ketika mempunyai keluhan mata kabur Kemana bapak/ibu/sdr berobat?
5. Kalau mengobati sendiri pakai obat apa?
1. Tetes/zalf 3. Ramuan tumbuhan 2. Air cuci mata 4. Lainnya
6. Apakah bapak/Ibu/Sdr sering mengalami sakit kepala 1. Ya 2.Tidak 7.a. Apakah bapak/Ibu/Sdr memiliki riwayat
penyakit darah tinggi? 1. Ya 2. Tidak b. Jika ya sudah berapa lama? ……. Bulan …….Tahun c. Kontrol teratur ke dokter? 1. Ya 2. Tidak 8. a. Apakah bapak/Ibu/Sdr memiliki riwayat
Penyakit gula? 1. Ya 2, Tidak b. Jika ya sudah berapa lama? ……. Bulan …….tahun c. Kontrol ke dokter? 1. Ya 2. Tidak 9. Apakah saat ini mempunyai keluhan pada mata ? 1.Ya 2.Tidak
Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.
penglihatan/kabur 5.Juling 6. Lainnya
10. Apakah ada riwayat minum minuman beralkohol? 1.Ya 2.Tidak Bila ya, berapa botol/hari? 1. 1btl 2. 2 btl 3. 3 btl
11. Keadaan mata sebelum keadaan mata sekarang ?
1. Merah belekan 3. Merah 5. Lainnya 2. Sakit/berdenyut 4. Tak tahu
12. Sudah berapa lama menderita gangguan penglihatan seperti ini? …… tahun ……..bulan
13. Bila trauma, jenisnya?
1. Terpukul 4. Luka bakar 2. Luka terbuka 5. Tak tahu 3. Kemasukan benda kimia 6. Lainnya VIII. PEMERIKSAAN LAINNYA