UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH HARGA BERAS LOKAL DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERMINTAAN BERAS LOKAL
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH :
RIFANNY YUNIKA SIREGAR 060501052
EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR
NIM : 060501052
DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN
JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.
TANGGAL, DOSEN PEMBIMBING
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN
HARI : RABU
TANGGAL : MARET 2010
NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR
DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN
JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.
KETUA DEPARTEMEN DOSEN PEMBIMBING
(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec) (Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR
NIM : 060501052
DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN
JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.
TANGGAL, KETUA DEPARTEMEN
(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec)
TANGGAL, DEKAN
ABSTRACT
Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.
ABSTRAK
Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, penulis mamanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis mampu dalam melaksanakan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca tentrang fakta-fakta yang mempengaruhi jumlah permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
Selama menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak baik dalam bentuk moril, material dan terutama doa. Maka pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi
4. Bapak Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi sebagai dosen pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP sebagai dosen penguji I yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Syarief Fauzi, SE,M,Acc,AK sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
7. Ibu Raina Linda Sari, SE, M.Si sebagai dosen wali saya yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama saya menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
9. Seluruh staff pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ketahanan Pangan provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi penulis.
10. Buat teman-teman Departemen Ekonomi Pembangunan 2006 khususnya Rasidah, Mediawati, Dosma, Khairiati, Yesi, Priska, Wirda dll terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan doanya selama di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna oleh karena itu sangat diharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.
Semoga kiranya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatian semua, penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.
Medan, 2010
DAFTAR ISI
ABSTRACT ………. i
ABSTRAK ……….. ii
KATA PENGANTAR ………. iii
DAFTAR ISI ……… vi
DAFTAR TABEL ………... x
DAFTAR GAMBAR ……… xi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Perumusan Masalah ……….. 6
1.3 Hipotesis ………... 7
1.4 Tujuan Penelitian ……….. 7
1.5 Manfaat Penelitian ……… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9
2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ……….. 9
2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia ……….. 11
2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah …………. 14
2.2 Deskripsi Beras ……… 15
2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi ……… 15
2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia ……… 16
2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi ………. 18
2.3 Beras Sebagai Pangan Pokok ……….. 20
2.3.1 Mutu Beras ……… 21
2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 23
2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya ……… 24
2.4 Teori Permintaan ……… 25
2.4.1 Defenisi Permintaan ……….. 25
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ……… 26
2.4.3 Perubahan Permintaan ………... 30
2.5 Teori Penawaran ………. 31
2.5.1 Defenisi Penawaran ………... 31
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ………. 32
2.5.3 Perubahan Penawaran ……… 33
2.6 Keseimbangan Pasar ……… 33
2.6.1 Pengaruh Perubahan Permintaan dan Penawaran dalam Equilibirium 33 2.7 Elastisitas Permintaan ……….. 35
2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan ………. 35
2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga ………. 35
2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan ………. 36
2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang ………. 37
2.7.5 Jenis-jenis Elastisitas Permintaan ……… 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 42
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……… 42
3.2 Pendekatan Penelitian ……….. 42
3.3 Jenis Variabel ……….. 43
3.4 Jenis dan Sumber Data ………. 43
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………... 43
3.6 Pengolahan Data ……….. 44
3.7 Model Analisis Data ………. 44
3.7.1 Uji Kesesuaian ……… 45
3.7.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……… 45
3.7.1.2 Uji T Statistik ……….. 46
3.7.1.3 Uji F Statistik ………. 47
3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 49
3.7.2.1 Multikolinierity ……….. 49
3.7.2.2 Autokorelasi ………. 49
3.7.2.3 Uji Normalitas ……… 51
3.7.2.4 Uji Linieritas ………. 51
3.8 Defenisi Operasional ……… 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53
4.1 Gambaran Umum Sumatera Utara ……… 53
4.1.1 Kondisi Geografis Sumatera Utara ………... 53
4.1.2 Penyebaran Kegiatan Ekonomi ……… 55
4.2 Perkembangan Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 58
4.3 Perkembangan Harga Beras Lokal di Sumatera Utara ………. 60
4.4 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara ……….. 63
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ……… 66
4.5.1 Uji Kesesuaian ……… 67
4.5.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……….. 67
4.5.1.2 Uji T Statistik ……… 68
4.5.1.3 Uji F Statistik ……… 68
4.5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 70
4.5.2.1 Multikolinierity ……….. 70
4.5.2.2 Autokorelasi ……….. 72
4.5.2.3 Uji Normalitas ……… 72
4.5.2.4 Uji Linieritas ………. 73
BAB V SARAN DAN KESIMPULAN ……… 74 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
NO TABEL JUDUL HALAMAN
1 Distribusi Kesempatan Kerja Menurut beberapa sektor 11
2 Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 13
3 Daftar Beras Lokal yang Dijual di Pasaran Setiap Daerah di 23
Sumatera Utara 4 Tingkat Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara 59
5 Perkembangan Harga Rata-rata Beras Lokal di Sumatera Utara 62 6 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara 64
7 Model Estimasi Hasil Regresi 67
8 Hasil Ramsey Reset Test 73
9 Hasil Uji Normalitas 73
DAFTAR GAMBAR
NO GAMBAR JUDUL HALAMAN
1. Skema macam-macam produk olahan padi 19
2. Kurva permintaan 26
3. Pergerakan kurva permintaan 30
4. Pergeseran kurva permintaan 31
5. Grafik keseimbangan 34
6. Kurva uji t statistik 47
7. Kurva uji f statistik 48
8. Kurva Durbin Watson 50
9. Kurva Tingkat Permintaan Beras Lokal 60
10. Kurva perkembangan Harga Beras Lokal 63
ABSTRACT
Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.
ABSTRAK
Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Menurut Suryana dkk (2001) beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang masih diatas 95%. Bahkan Surono (2001) memperkirakan tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di jawa maupun di luar jawa sekitar 97% hingga 100%. Ini berarti hanya sekitar 3% dari total RT di Indonesia yang tidak mengkonsumsi beras. Yang cukup menarik dari dari hasil studinya tersebut bahwa penduduk di provinsi Maluku yang semula konsumsi pokoknya adalah sagu, tingkat partisipasi konsumsi berasnya mencapai 100%. Alasan mengapa beras tetap dominan adalah karena beras lebih baik sebagai sumber energi maupun nutrisi dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein utama, yaitu mencapai 40%.
terbesar setelah Cina dan India. Hingga tahun 2006 volume yang dihasilkan oleh Cina mencapai 128 juta MT atau 31% dari total produksi beras dunia yang sebesar 415,23 juta MT . India dan Indonesia masing-masing memberikan kontribusi 22% ( 91 juta MT ) dan 8% ( 35 juta MT) (BPS: 2008).
Di Indonesia sendiri, provinsi dengan jumlah produksi padi tertinggi adalah Jawa Barat, kemudian diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Provinsi lainnya dengan jumlah produksi padi diatas satu juta ton per tahun adalah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NAD, NTB, Banten, Kalimantan Selatan. Pada volume konsumsi beras, Indonesia juga berada pada peringkat tiga konsumen beras terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu berkisar antara 110-139 kg per tahun.
Namun demikian, tingkat swasembada tersebut tidak dapat dipertahankan karena terjadinya hal-hal yang merugikan seperti tidak berkembangnya penemuan varietas baru yang berproduksi tinggi, faktor politik dan ekonomi Negara dan perubahan faktor lingkungan fisik dimana beras yang dihasilkan berbeda jumlahnya baik saat musim panen raya maupun pada musim paceklik. Apalagi dengan terjadinya badai El Nino pada kurun waktu 1998 sampai dengan 1999. Hal ini diperburuk lagi dengan pergeseran kebijakan ekonomi pemerintah ke arah industri sehingga pembangunan pertanian menjadi lebih tertinggal yang berdampak semakin menurunnya tingkat pertumbuhan produksi padi pada khususnya. Dampak yang lebih bersifat nasional ditunjukkan dengan bergesernya Indonesia sebagai Negara pengimpor beras lagi sejak akhir 1980an dan meningkat terus hingga tahun 1995 dan semakin parah lagi terjadi pada saat krisis (1997-1998) yaitu dengan larangan monopoli impor oleh Bulog dan diizinkannya pihak swasta untuk impor beras. Pada periode ini ternyata impor beras mencapai jumlah fantastik yaitu mencapai 5,8 juta ton sehingga mempunyai dampak pada rendahnya harga beras di pasar internasional pada saat itu ( BPS:2008 ).
dan harganya tidak stabil. Harga pasar yang pada Juli 1998 mencapai sekitar Rp 2.200 per kg atau 2,2 kali lipat dari harga pertengahan tahun 1997. Besarnya keterkaitan antara konsumsi beras dengan pendapatan diperkuat juga dengan data konsumsi tahun 1996 dan 1999. Pada tahun 1996 konsumsi beras di kota dan di desa masing-masing adalah 108,89 kg dan 120,97 per kapita. Setelah adanya krisis ekonomi, yang diperkirakan menyebabkan turunnya pendapatan rumah tangga, konsumsi beras di kota dan di desa pada tahun 1999 telah berkurang menjadi 96 kg dan 111,78 kg per kapita (BPS : 2008).
Berbagai kebijakan konvensional dan kebijakan baru diterapkan namun demikian belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga beras dalam negeri dan memperbaiki daya beli ataupun permintaan masyarakat terhadap beras dalam negeri. Sebaliknya pada tahun 2000, harga beras dalam negeri terus tertekan dan rendah, mengikuti harga beras di pasar dunia, sehingga telah berpengaruh buruk terhadap pendapatan petani padi, berkurangnya insentif untuk menggunakan teknologi baru akan berakibat serius terhadap produktivitas dan efisiensi di usaha tani padi. Pemerintah hanya meresponnya dengan memperbaiki insentif melalui penetapan harga dasar yang lebih tinggi lagi pada Januari 2001. Padahal harga dasar yang ditetapkan pada saat krisis akhir 1998 dianggap terlalu tinggi manakala harga beras di pasar dunia terus menurun, nilai tukar rupiah semakin menguat dan inflasi semakin terkendali.
menurun dengan rata-rata 33,6 persen per tahun. Hal tersebut merupakan kondisi yang cukup menggembirakan karena terdapat kecenderungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap beras impor mulai berkurang. Pada periode Januari-September volume impor beras meningkat sekitar 64,2 persen dari tahun 2005 pada periode bulan yang sama, namun hal tersebut disebabkan oleh bencana yang mengakibatkan tingginya tingkat kegagalan panen padi (BPS : 2008).
Dengan kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa FAO Indonesia masih sering dikategorikan sebagai Negara berketahanan pangan rendah, dalam arti rentan terhadap gejolak sosial dan kenaikan harga pangan global. Dalam keadaan harus melakukan impor, jumlah impor beras Indonesia berkisar antara lima hingga sepuluh persen dari total kebutuhan beras nasional. Dana yang besar diperlukan untuk membiayai penyediaan beras impor, dimana setiap tahunnya jumlah permintaan beras dalam negeri atau lokal terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
menurun dan secara langsung ini akan berpengaruh terhadap permintaan beras produksi lokal. Tingkat permintaan beras turun setelah krisis yaitu pada tahun 2000 dengan jumlah 1.611.956 ton dari tahun 1999 yang berjumlah sekitar 1.659.665 ton. Tentu ini merupakan dampak dari keadaan ekonomi dan pertanian yang semakin memburuk yang melanda Indonesia pada masa itu. Sehingga dari peristiwa-peristiwa diatas kita dapat melihat bagaimana pengaruh dan dampaknya terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
Dengan latar belakang inilah dilakukan analisis lebih lanjut dalam bentuk tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana secara terarah. Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :
1. Bagaimana pengaruh harga beras lokal terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera utara?
1.3. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah :
1. Harga beras lokal memiliki pengaruh yang negatif terhadap
permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan beras lokal
di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk melihat seberapa besar pengaruh harga beras lokal terhadap
permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel harga dan
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak dan menambah sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu ekonomi.
3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan serta bagi penelitian yang akan datang.
4. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni.
5. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di
Negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat
potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yang dapat kita lihat sebagai berikut :
• Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada
produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku
untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,
terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan
minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit dan farmasi.
Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.
• Karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal
pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaaan)
membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan)
domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di
dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang
konsumen. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi pasar.
• Karena relatif pentingnya pertanian bila dilihat dari sumbangan
outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan
dengan dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat
pembangunan ekonomi, sektor ini bisa dilihat sebagai suatu sumber
modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi
melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor
non pertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja
tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan ekonomi
panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan)
ke industri dan sektor-sektor non pertanian lainnya (perkotaan). Kuznets
menyebut ini sebagi kontribusi faktor-faktor produksi.
• Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa),
baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi
komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor(substitusi impor). Ini
disebut kuznets sebagai kontribusi devisa.
Jika dilihat dari penjelasan diatas, pentingnya pertanian di dalam perekonomian
nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pembentukan atau
pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja dan sebagai salah
satu sumber devisa Negara, tetapi potensinya juga bisa dapat dilihat sebagai salah
satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT dan diversifikasi produksi di
sektor-sektor lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin”
artinya semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor
lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian semakin besar peran pertanian
2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia
Peranan penting dari sektor pertanian di dalam perekonomian
Indonesia adalah terutama dalam bentuk penyediaan tenaga kerja dan
kontribusinya terhadap pembentukan PDB dan ekspor. Dalam hal kesempatan
kerja, selama periode 1982-1989 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
mengalami sedikit peningkatan, namun setelah itu jumlahnya berkurang.
Sedangkan jumlah pekerja di sektor industri pengolahan sejak tahun 1984
terus bertambah (tabel 1). Secara relatif, pangsa dari pertanian di dalam total
kesempatan kerja menunjukkan suatu tren perubahan jangka panjang yang
negatif, sementara dari industri pengolahan positif. Pada tahun 1982 kontribusi
pertanian terhadap total kesempatan kerja sekitar 54,7% dibandingkan dengan
industri pengolahan 10,4%.
Tabel 1
Distribusi kesempatan kerja menurut beberapa sektor di Indonesia *)
Periode Pertanian Industri
pengolahan
Pertambangan Lainnya Total
1982
Catatan: *) jumlah dalam ribu orang
Secara teoritis, berkurangnya pangsa tenaga kerja dari suatu sektor
dapat disebabkan oleh dua perubahan, yakni penurunan secara absolut : jumlah
orang yang bekerja di sektor tersebut berkurang, atau penurunan secara relatif :
laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
sektor-sektor lain atau tidak ada perubahan, sementara di sektor-sektor lain jumlah
tenaga kerja meningkat. Kasus Indonesia menunjukkan bahwa turunnya pangsa
tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tenaga kerja di sektor itu sejak pertengahan hingga menjelang akhir tahun 1990an.
Walaupun tidak ada data agregat yang dapat mendukung, namun diduga kuat
bahwa selama periode tersebut telah terjadi transfer tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor-sektor lain khususnya industri pengolahan, angkutan, restoran
dan jasa lain.
Dalam hal pembentukan PDB, selama periode 1997-2001 pangsa sektor
pertanian tidak lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi output dari
pertanian jauh lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap total kesempatan
kerja. Sektor industri pengolahan diperkirakan pada tahun 2001 menyumbang
hampir 26% terhadap pembentukan PDB sedangkan sektor pertanian
menyumbang sekitar 16%. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun di sektor
pertanian juga kecil, dibawah 2%, dan pada tahun 1998 pada saat krisis ekonomi
mencapai klimaksnya, pertumbuhan negatif, seperti juga yang dialami sektor
Tabel 2
Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 1997-2001
(dalam %)
Sektor 1997 1998 1999 2000 2001
1. pertanian
2. pertambangan dan penggalian
3. industri pengolahan
4. listrik, gas dan air bersih
5. bangunan
6. perdagangan,hotel dan restoran
7. pengangkutan dan komunikasi
8. keuangan, persewaan dan jasa
Dalam hal ekspor, jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain terutama
industri pengolahan, ekspor komoditi-komoditi pertanian masih sangat kecil.
Produk industri pengolahan menyumbang hamper 70% terhadap total ekspor
nasional, sedangkan hasil pertanian hanya sekitar 3% lebih: bahkan selama
periode 1999-2000, nilai ekspor pertanian menurun. Memang Indonesia hingga
saat ini belum bisa mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu sumber
penting pendapatan devisa Negara. Hal ini disebabkan dua faktor utama, yakni
dari sisi penawaran: kapasitas produksi terbatas dan dari segi permintaan : daya
saing komoditi-komoditi pertanian Indonesia masih lemah jika dibandingkan
dengan Negara-negara pengekspor pertanian sperti Thailand, Vietnam, Malaysia
2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah
Sebagai Negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah, seharusnya
Indonesia bisa menjadi basis produksi pertanian dunia. Prospek investasi di sektor
pertanian cenderung meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas di
pasar dunia. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah sepertinya
sudah menyadari kegagalannya dalam membangun sektor pertanian. Ini terbukti
dengan adanya rencana pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Pada tahun
2005, misalnya, kebijakan revitalisasi pertanian telah digulirkan. Namun
demikian, dampak kebijakan tersebut belum begitu signifikan. Padahal dalam
revitalisasi pertanian tersebut pemerintah telah merumuskan kebijakan yang amat
penting dalam pengembangan sektor pertanian, yaitu bagaimana memecahkan
persoalan pembiayaan untuk membangun sektor pertanian, masih terbatasnya
prasarana pedesaan, rendahnya kualitas SDM, meningkatnya alih fungsi lahan dan
belum mantapnya lembaga petani dan kelembagaan masyarakat secara umum.
Dalam hal ini pemerintah belum terlalu serius dalam menggarap sektor
pertanian. Meski sektor pertanian rakyat banyak tergantung pada kondisi alam,
namun dengan penggunaan teknologi tinggi harusnya hal tersebut dapat dikurangi
resikonya. Kemudian, pembangunan prasarana desa yang baik (jalan-jalan desa
yang dibenahi agar melancarkan distribusi panen), irigasi yang terkontrol,
pemakaian bibit unggul yang menjamin kualitas dan hasil produk pertanian,
obat-obatan anti hama dan pupuk yang terjamin merupakan beberapa hal yang menjadi
perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah.
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan
kesejahteraan petani, mendorong pembangunan pertanian menuju pertanian yang
tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan, revitalisasi pertanian di Indonesia,
khususnya di Sumatera Utara diharapkan akan berjalan dengan baik.
Dan mengacu pada visi pertanian 2020 untuk mewujudkan pertanian yang
tangguh, modern dan efisien dengan ciri pemanfaatan sumber daya pertanian
secara optimal dan berkelanjutan, penerapan diversifikasi, rekayasa teknologi dan
peningkatan efisiensi usaha dengan sistem agribisnis diharapkan mampu
menjadikan petani menjadi pengusaha di usaha taninya sendiri.
Untuk di Sumatera Utara sendiri dalam upayanya untuk peningkatan
ketersediaan bahan pangan antara lain dengan cara intensifikasi, diversifikasi
bahan pangan serta melalui pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi
Bukit Barisan Sumatera Utara, kawasan agropolitan Dataran Rendah, kawasan
agropolitan di Sumatera Utara dan penerapan teknologi di bidang pertanian.
Selanjutnya dalam peningkatan diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi
pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras. Upaya untuk hal ini telah
berjalan yaitu penanaman jagung di areal replanting lahan perkebunan.
2.2 Deskripsi Beras
2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi
Tanaman padi atau latinnya disebut dengan Oryza Sativa L.diduga berasal
dari Asia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi
dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya
1960an yang dikenal sebagai varietas “revolusi hijau” dengan ciri-ciri tanaman
yang agak pendek, tegak dan tidak peka terhadap perubahan-perubahan masa
penyinaran matahari, telah mengakibatkan penggantian pembudidayaan varietas
tradisional yang meluas, dengan varietas unggul yang lebih produktif dan lebih
tahan terhadap serangan hama. Varietas-varietas padi baru terutama
dikembangkan untuk pembudidayaan padi di daerah rendah, yang hanya meliputi
sekitar 28% dari seluruh lahan persawahan di Asia tropis. Pada saat ini, baik
Lembaga Penelitian Padi Internasional ( International Rice Research Institute
disingkat IRRI) maupun program pengujian padi internasional berupaya
mengembangkan varietas khusus yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan seperti kekeringan, kebanjiran atau genangan air
yang dalam, suhu tinggi maupun rendah dan keadaan–keadaan lahan yang banyak
beragam, bersifat alkalin ataupun lahan yang banyak mangandung asam. Kecuali
upaya pengembangan varietas padi yang lebih produktif, juga diupayakan
pengembangan varietas-varietas yang tahan terhadap kebanyakan penyakit dan
serangga-serangga hama.
2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia
Pada umumnya tanaman padi di Indonesia berdasarkan tempat
penanamannya dibedakan menjadi padi sawah dan padi ladang. Padi sawah
merupakan padi yang ditanam di sawah. Tanaman padi sawah meliputi padi
rendengan, padi gogo rancah, padi pasang surut, lebak, padi rembesan dan
Indonesia adalah varietas IR. Hingga saat ini teknologi benih padi masih terus
dikembangkan di Indonesia. Sejumlah varietas lokal padi unggul telah dihasilkan
oleh Badan Penelitian Padi (BALITPA) yang karateristik varietas padi
dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan, dan produktivitasnya cukup tinggi
yaitu berkisar antara 5-9 ton. Varietas padi unggul yang dihasilkan oleh
BALITPA terdiri dari empat kelompok yaitu sebagai berikut:
Kelompok padi sawah yang meliputi varietas Cibodas, Ciherang,
Cisantana, Cimelati, Cigeulis, Cibogo, Fatmawati dan lainnya.
Kelompok padi hibrida untuk lahan di luar Jawa yaitu Maro dan Rokan.
Kelompok padi gogo yang meliputi varietas Situ Patenggang, Situ
Bagendit dan lainnya
Kelompok padi rawa pasang surut untuk lahan di luar Jawa yaitu varietas
Banyuasin, Batanghari dan Siak Raya.
Selain yang disebutkan diatas masih banyak varietas unggul lainnya yang telah
dilepas di berbagai daerah di Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun
2006. Sebut saja seperti varietas Atomita -3 dan Atomita -4 yang dilepas pada
periode 1990-1991. Pada tahun 2006 varietas unggul padi hibrida seperti Brang
Biji dan dan Bernas Super juga telah dilepas di beberapa daerah.
2.2.3 Varietas Unggul di Sumatera Utara
Untuk Sumatera Utara sendiri, daerah-daerah produsen terbesar penyuplai
beras seperti Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai sudah
mengembangkan beberapa varietas unggul untuk dapat meningkatkan produksi
menggunakan varietas unggul lokal seperti IR 64 dan Ciherang. Penggunaan
benih padi hibrida masih tergolong kecil karena harga benih yang sangat mahal
dan hanya bisa digunakan untuk satu kali penanaman saja. Padahal pemakaian
dua benih varietas unggul ini secara terus menerus justru dikhawatirkan akan
menurunkan kadar kemurnian benih. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah
daerah di Sumatera Utara mulai tahun 2007 banyak melakukan kerja sama dengan
balai benih di semua daerah untuk pengembangan padi jenis hibrida ini. Untuk
daerah Langkat sendiri, varietas padi unggul yang diperkenalkan pada musim
tanam Februari sampai Mei 2008 lalu adalah Mendawak, indragiri, Sei Lalan.
Sebelumnya juga sudah ada varietas Mekongga. Untuk Serdang Bedagai sendiri,
selain varietas padi sawah dengan jenis padi Ciherang, juga sudah diproduksi
seperti jenis padi hibrida yaitu jenis padi SL 8 SHS. Sedangkan untuk kabupaten
Simalungun dan Deli Serdang selain varietas IR 64 dan Ciherang yang selama ini
mendominasi produksi padi, ada lima varietas unggul dengan label putih yang
dikembangkan penelitian Balai Besar Sukamandi Subang Jawa Barat, yaitu
Varietas Sibogo, Sarinah, Aek Sibundong, Mekongga dan Pepe.
2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi
Manfaat utama dari tanaman padi terdapat pada beras sebagai sumber
karbohidrat pangan. Walaupun demikian, berbagai tanaman padi memiliki
manfaat dan dapat menghasilkan nilai tambah dari beragam produk olahan yang
dihasilkannya. Untuk penyediaan pangan, produk yang dapat dihasilkan dari
beras yang digunakan oleh industri lain maupun untuk memproduksi pangan
olahan serta pati. Sebagai penyedia bahan baku pakan, bagian tanaman yang
dapat dimanfaatkan adalah jerami dan dedak. Sekam yang diperoleh dari
pengolahan gabah dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun karbon aktif.
Kue kering Tepung Pati
2.3 Beras sebagai Pangan Pokok
Beras merupakan salah satu dari produk olahan padi. Dalam bahasa jawa
beras berasal dari kata Weas. Bagi orang Indonesia kebiasaan mengkonsumsi
beras biasanya dalam bentuk nasi. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena
sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang
cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberikan kenikmatan pada saat
menyantap dan aman dari segi kesehatan. Akan halnya nasi, memang menarik
untuk disimak, karena nasi mudah membuat masyarakat yang semula berpangan
pokok lokal bukan nasi berubah menjadi pemakan nasi yang hampir seluruhnya
irreversible. Untuk di Indonesia sendiri, wilayah bagian timur seperti Maluku dan
Papua yang tadinya masih mengkonsumsi sagu sebagai pangan pokok mereka,
sekarang sudah beralih mengkonsumsi nasi. Hal ini mudah dimengerti karena
dibanding makanan sumber karbohidrat lain, nasi lebih mudah disiapkan karena
lebih luwes untuk dikonsumsi dengan beragam lauk-pauk dan memberi
kenikmatan inderawi yang lebih.
Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga
berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, diantara bahan pangan
berkabohidrat yaitu padi-padian, umbi-umbian dan lain-lain, beras merupakan
sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan
menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata
penduduk (Juliano,1994)
Selain itu, berbeda dengan komoditi-komoditi pertanian lainnya, beras di
distribusi beras serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat sejak dulu sampai
sekarang merupakan isu sentral yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan
ekonomi nasional (Surono,2001). Hal ini dapat dilihat jika terjadi hal yang terjadi
seperti terjadinya krisis ekonomi pada suatu Negara yang dapat mempengaruhi
permintaan akan beras.
2.3.1 Mutu Beras
Secara umum, mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu
mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi dan mutu berdasar ketampakan
dan kemurnian biji. Dalam usaha pemuliaan padi, penentu mutu beras
dikelompokkan menjadi rendeman giling, kenampakan bentuk dan ukuran biji dan
sifat-sifat tanak dan ukuran nasi. Berikut ini dikemukakan secara umum kriteria
dan pengertian mutu beras ssbagai berikut:
• Mutu pasar : lebih banyak ditentukan secara obyektif oleh kenampakan
dan sifat-sifat fisik lainnya meliputi ukuran dan bentuk biji, derajat
sosoh, persentase beras pecah, menir, butir kapur, butir bening, benda
asing dan sebagainya.
• Mutu tanak : ciri-ciri umum yang mempengaruhi mutu tanak adalah
perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan
nasi parboliling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati. Untuk
sifat beras yang digunakan sebagai ciri penentu mutu tanak dan prosesing
adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menduga suhu gelatinisasi,
kemampuan pengikatan air pada suhu 70 ْْ C. Di Indonesia sendiri mutu
• Mutu rasa : mutu rasa lebih banyak ditentukan oleh faktor subyektif,
yang dipengaruhi oleh daerah, suku bangsa, lingkungan, pendidikan,
tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Pada tingkat pasar, mutu
rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaan atau
penerimaan konsumen dan dengan harga beras itu sendiri.
• Ukuran dan ketampakan biji : ukuran setiap varietas yang berlainan jenis
biasanya berbeda. Misalnya ukuran biji beras di Indonesia adalah sedang
sampai panjang dengan rata-rata 6-7 mm. sedangkan ketampakan biji pada
umumnya ditentukan berdasarkan keburaman endosperm, yaitu bagian biji
yang tampak putih buram, baik pad sisi dorsal biji, sisi ventral maupun
tengah biji.
Di Indonesia, tingkatan mutu dan pembakuan mutu didasarkan antara lain pada
kesepakatan oleh sebagian besar pedagang beras. Sejak zaman penjajahan
Belanda memang sudah dikenal kelompok-kelompok mutu yang berlaku di daerah
yang terbatas dan pada kenyataanya tidak resmi. Tingkatan mutu yang berlaku di
masyarakat sangat beragam. Berikut ini beberapa ciri yang sering menjadi dasar
pengelompokan beras di Indonesia :
Asal daerah seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu dan beras
Banyuwangi.
Jenis atau varietas padi misalnya beras Rojolele, beras Bulu dan beras IR
Cara prosesing dikenal sebagai beras tumbuk dan beras giling.
Tingkat penyosohan misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan 1/1
Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang
berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah, misalnya di Jawa Tengah
dikenal sebagai beras SP, TP dan BP dan di Jawa Barat seperti beras TA,
BGA dan TC
2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara.
Seperti diketahui, Sumatera Utara termasuk sebagai salah satu daerah yang
penghasil beras terbesar di Indonesia. Rata-rata penghasil beras yang
mendominasi berasal dari varietas padi sawah seperti varietas IR 64 dan Ciherang.
Daerah yang menjadi penyumbang beras terbesar di Sumatera Utara terdiri dari
Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai. Kualitas beras yang
umum dijual di pasaran setiap daerah seperti beras IR 64 dan beras ramos seperti
yang ditunjukkan dalam tabel 4.
Tabel 3
Daftar beras lokal yang dijual di pasaran setiap daerah di Sumatera Utara
No Kabupaten / kota Kualitas beras
Penyabungan ( Mandailing Natal )
12
2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya.
Jenis beras yang berbeda digunakan untuk pembuatan jenis makanan
olahan yang berbeda pula, dengan penentu utama perbandingan kandungan
amoilosa-amilopektin bagi rekstur nasi ataupun olahan-olahan lainnya.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan
yang mengandung amilosa 0-2%, beras kering yaitu beras yang berkandungan
amilosa rendah yaitu antar 9-20%, beras bekandungan amilosa menengah yaitu
20-25% dan beras berkandungan amilosa tinggi yaitu lebih dari 25%.
Beras ketan digunakan untuk membuat olahan manis dan olahan yang
mempunyai sifat struktur lunak dan liat misalnya tape ketan dan brem. Beras
berkadar amilosa rendah digunakan untuk membuat makanan bayi, sereal sarapan
pagi dan roti dengan pengembangan volume menggunakan ragi. Beras amilosa
menengah digunakan untuk membuat kue dengan melalui tahap fermentasi dan
untuk membuat sop kalengan. Beras dengan kandungan amilosa tinggi merupakan
bahan yang baik untuk membuat bihun. Selain hal diatas beras juga digunakan
dalam pembuatan bir, anggur beras, sake dan vinegar yang terutama terdiri atas
penyiapan pangan termasuk padian sarapan, permen, campuran tepung paket,
craker dan makanan kecil lainnya, sup dan makanan bayi lainnya.
2.4 Teori Permintaan
2.4.1 Defenisi Permintaan
Permintaan didefinisikan sebagai berbagai kombinasi harga dan jumlah
komoditi yang ingin dan dapat dibeli oleh individu pada waktu tertentu. Teori
permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu komoditi
(barang dan jasa) dan juga menerangkan ciri hubungan antara jumlah yang
diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan. Hubungan antara harga
dengan jumlah barang yang diminta disebut di dalam hukum permintaan yang
berbunyi: semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit barang yang
diminta atau semakin murah harga suatu barang maka semakin banyak barang
yang diminta, ceteris paribus. Dari penjelasan hukum permintaan ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang terbalik antara jumlah barang yang dibeli
dengan harga barang tersebut. Hipotesis ini didasarkan atas asumsi :
• Bila harga suatu komoditi turun, orang mengurangi pembelian atas
komoditi-komoditi lain dan menambah pembelian pada komoditi-komoditi yang mengalami
penurunan harga tersebut. Penurunan harga suatu komoditi mnyebabkan
pendapatan riil para pembeli meningkat, dan itu mendorong konsumen yang
sudah membeli komoditi tersebut untuk membeli lagi dalam jumlah yang lebih
besar.
• Bila harga suatu komoditi naik, para pembeli mencari komoditi lain yang
harga. Disamping itu kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para
pembeli berkurang. Pendapatan riil yang merosot memaksa para pembeli
untumengurangi pembeliannya atas berbagai jenis komoditi, terutama atas
komoditi yang mengalami kenaikan harga.
Terlihat dari hubungan ini antara harga dan permintaan memiliki hubungan yang
negatif sehingga pada umumnya kurva permintaan suatu komoditi bersifat negatif
terhadap sumbu horizontal yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva
permintaan sendiri merupakan skedul permintaan yang digambarkan secara grafik.
P
Kurva permintaan
Q
Gambar 2. Bentuk kurva permintaan
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan
oleh banyak faktor, antara lain:
• Harga komoditi itu sendiri
Harga merupakan nilai sesuatu benda yang dinyatakan dalam satuan
moneter. Harga dapat juga sebagai sejumlah uang yang harus dibayarkan
pembeli kepada penjual untuk memperoleh suatu barang (benda atau jasa).
perekonomian), sering dianggap sebagai indeks harga atau menunjukkan
keadaan inflasi/deflasi (harga umum). Sedangkan lokal price adalah harga
untuk satu produk tertentu dalam satu perekonomian (harga lokal).
• Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut
Barang substitusi merupakan barang komoditi pengganti dari barang
pokok. Komoditi lain yang mempengaruhi permintaan ada dua jenis.
Yaitu komoditi komplementer dan substitusi. Komoditi substitusi adalah
barang yang dapat menggantikan fungsi dari barang lain sehingga harga
komoditi pengganti dapat mempengaruhi permintaan komoditi lainnya.
Komoditi ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan
komoditi tersebut Sedangkan komoditi komplementer adalah suatu
komoditi yang selalu digunakan bersama-sama dengan komoditi lainnya.
Lain halnya dengan komoditi substitusi, komoditi komplementer memiliki
pengaruh yang positif terhadap permintaan suatu komoditi.
• Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu
Negara pada suatu periode tertentu ( biasanya satu tahun ). Dalam rumus
dapat dituliskan sebagai berikut :
Ycap = dimana :
GNP = total pendapatan masyarakat dalam waktu satu tahun / total
produksi barang dan jasa dalam satu tahun.
Pendapatan perkapita biasanya dibagi atas dua jenis, yaitu pendapatan
adalah pendapatan perkapita yang sudah memperhitungkan harga-harga
barang dan inflasi, sedangkan pendapatan perkapita nominal adalah
pendapatan perkapita yang belum memperhitungkan harga barang dan
inflasi. Pendapatan yang biasanya dijadikan tolak ukur adalah pendapatan
riil karena sudah memperhitungkan semua faktor. Pendapatan merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan pola permintaan atas
berbagai jenis barang. Atas dasar sifat perubahan permintaan yang berlaku
apabila pendapatan berubah, berbagai jenis barang dapat dibedakan
menjadi:
1. Barang inferior, dimana barang yang permintaannya justru
berkurang apabila pendapatan seseorang semakin tinggi misalnya
jagung, ubi dll.
2. Barang esensial., dimana barang yang tidak banyak mempengaruhi
permintaan seseorang baik kaitannya terhadap harga maupun
pendapatan seseorang misalnya barang kebutuhan pokok seperti
beras dan air minum.
3. Barang normal dimana barang yang mengalami kenaikan
permintaan seiring dengan naiknya pendapatan seseorang misalnya
bahan pakaian, perhiasan wanita dll.
4. Barang mewah dimana barang tersebut dibeli seseorang apabila
pendapatan mereka meningkat atau naik misalnya mobil mewah
• Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
Bila konsentrasi pendapatan berada di kalangan kelas atas, permintaan
akan komoditi mewah maupun komoditi sekunder akan meningkat. Bila
konsentrasi pendapatan bergeser ke kelas bawah, permintaan akan
komoditi-komoditi yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan
permintaan akan komoditi mewah akan semakin menurun.
• Selera masyarakat
Bila selera konsumen akan suatu komoditi meningkat, permintaan akan
komoditi tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika selera konsumen akan
komoditi tersebut berkurang, permintaan akan komoditi tersebut akan
semakin berkurang.
• Jumlah penduduk
Penduduk adalah seseorang atau sekelompok masyarakat yang mendiami
suatu tempat atau wilayah tertentu. Pertambahan jumlah penduduk
biasanya diikuti dengan perkembangan akan permintaan suatu komoditi
karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak orang yang
membutuhkan komoditi tersebut.
• Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang
Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa
mendatang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditi. Bila
prospek suatu komoditi di masa mendatang baik, maka permintaan akan
komoditi tersebut akan naik, dan sebaliknya maka komoditi tersebut akan
2.4.3 Perubahan Permintaan
Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi:
1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan
Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi
yang diminta berubah (naik atau turun). Penurunan harga komoditi tersebut akan
menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikan harga komoditi mengurangi jumlah
komoditi yang diminta.
P
2
1 R
1 2
Gambar 3. Pergerakan sepanjang kurva permintaan
2. Pergeseran kurva permintaan
Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabakan oleh perubahan
permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut.
Sebagai contoh, kenaikan pendapatan memungkinkan pembeli untuk menaikkan
permintaan pada setiap tingkat harga bila harga komoditi yang dibeli tidak
P
P1
P2
Q q0 q1 q2 q3 q4 q5
Gambar 4. Pergeseran kurva permintaan
Dilihat dari perubahan kurva permintaan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan
bahwa penyebab terjadinya perubahan tersebut karena pendapatan naik,
bertambahnya jumlah penduduk, terjadinya substitusi dan faktor lain yang berada
di luar faktor harga.
2.5 Teori penawaran
2.5.1 Defenisi Penawaran
Untuk mewujudkan transaksi dalam pasar, analisis permintaan belum saja
cukup, untuk itu ada analisis penawaran. Penawaran didefinisikan sebagai
sejumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau dijual pada tingkat harga dan
waktu tertentu. Teori penawaran menerangkan sifat para penjual dalam
menawarkan komoditi yang akan dijualnya. Hukum penawaran mengatakan
bahwa apabila harga suatu barang meningkat maka jumlah barang yang
ditawarkan akan bertambah, sebaliknya apabila harga suatu barang turun maka
jumlah barang yang ditawarkan juga akan berkurang. Dari penjelasan tersebut
memiliki hubungan yang searah atau positif. Di dalam kurva penawaran terlihat
bahwa kurva nergerak naik dari kiri bawah ke kanan atas.
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
Selain harga barang itu sendiri dan juga harga substitusi, faktor lain yang
mempengaruhi penawaran adalah sebagai berikut:
• Biaya produksi
Biaya produksi merupakan semua pengeluaran perusahaan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut.
• Teknologi
Teknologi memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya
jumlah komoditi yang dapat ditawarkan. Kemajuan teknologi dapat
mengurangi biaya, mempertinggi produktivitas, mutumaupun menciptakan
komoditi-komoditi yang baru.
• Musim
Musim merupakan keadaan cuaca ataupun udara di suatu daerah ataupun
wilayah yang tentu saja akan mempengaruhi produksi suatu komoditas.
• Jumlah produsen
Produsen adalah orang ataupun perusahaan yang memproduksi barang
mentah menjadi barang setengah jadi setelah itu menjadi barang jadi.
2.5.3 Perubahan Penawaran
Perubahan penawaran dapat dibedakan menjadi :
Pergerakan sepanjang kurva penawaran yang diakibatkan oleh
perubahan harga komoditi tersebut.
Pergeseran kurva penawaran yang diakibatkan oleh perubahan
faktor-faktor lain di luar harga
2.6 Keseimbangan Pasar
Keseimbangan diantara permintaan dan penawaran output dinyatakan
sebagai keseimbangan pasar (market equilibrium). Ekuilibrium pasar terjadi
apabila pada suatu tingkat harga tertentu jumlah barang yang diminta di pasar
sama dengan jumlah barang yang ditawarkan di pasar tersebut. Keadaan ini dapat
ditunjukkan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu melalui skedul permintaan
dan penawaran, melalui persamaan fungsi permintaan dan penawaran atau melalui
kurva permintaan dan penawaran. Dalam hal ini jika permintaannya melebihi
penawaran maka akan terjadi excess demand, dan kebalikannya jika penawaran
lebih besar daripada permintaan maka akan terjadi excess supply.
2,6.1 Pengaruh perubahan permintaan dan penawaran dalam Ekuilibrium
Perubahan karena faktor-faktor lain di luar harga yang mempengaruhi
permintaan atau penawaran akan menimbulkan perubahan keadaaan
keseimbangan. Terdapat empat kemungkinan perubahan/pergeseran kurva
permintaan dan penawaran. Empat kemungkinan perubahan atau pergeseran
• Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan)
• Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri)
• Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan)
• Penawaran berkurang( kurva penawaran bergeser kekiri)
Tiap-tiap perubahan tersebut akan menimbulkan akibat yang berbeda terhadap
perubahan hargadan jumlah komoditi yang diperjualbelikan. Secara umum
perubahan keseimbangan yang terjadi dapat menempati salah satu dari empat
kemungkinan berikut (posisi ditunjukkan dalam grafik):
• Harga keseimbangan lebih tinggi dan kuantitas keseimbangan lebih rendah
• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih tinggi
• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih rendah
• Harga keseimbangan lebih rendah dan kuantitas keseimbangan lebih
tinggi
P
E excess supply
Excess demand
Q
2.7 Elastisistas Permintaan
2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan
Elastisitas merupakan ukuran kuantitatif yang menunjukkkan seberapa
besar pengaruh perubahan harga maupun faktor-faktor lainnya terhadap
perubahan permintaan atau penawaran suatu komoditi. Dengan mengetahui
besarnya elastisitas dapat diramalkan perubahan yang akan terjadi di pasar, yaitu
bagaimana harga dan jumlah suatu komoditi yang diperjualbelikan berubah.
Elastisitas yang akan dibahas disini menyangkut tentang elastisitas permintaan
dimana elastisitas ini merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan
besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan
permintaan suatu komoditi. Secara umum penaksiran elastisitas permintaan
berguna bagi perusahaan maupun bagi pemerintah. .
Secara umum elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi :
• Elastisitas permintaan terhadap harga ( price elasticity of demand )
• Elastisitas permintaan terhadap pendapatan ( income elasticity of demand )
• Elastisitas permintaan silang ( cross price elasticity of demand )
2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga
Elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) mengukur seberapa besar
perubahan jumlah komoditi yang diminta apabila harganya berubah. Jadi
elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah
komoditi yang diminta terhadap perubahan harga komoditi tersebut dengan
asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan
perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang
menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah komoditi yang
diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga.
Secara numerik, elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) dapat dihitung dengan
rumus :
η
p
=
η
p
=
dalam rumus tersebut harga berubah dari P1 menjadi P2 dan jumlah komoditi
yang diminta berubah dari Q1 menjadi Q2. Karena pada umumnya harga dan
jumlah komoditi yang diminta mengalami perubahan kearah yang berlawanan,
maka nilai elastisitas permintaan terhadap harga akan bernilai negatif.
2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan
Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan atas suatu
komoditi sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli dikenal dengan
elastisitas permintaan terhadap pendapatan (
η
I). Elastisitas permintaan terhadappendapatan merupaka suatu besaran yang berguna untuk menunjukkan
responsivitas konsumsi suatu komoditi terhadap perubahan pendapatan (income).
η
I =
η
I
=
Acuan umum pengelompokan kategori suatu komoditi adalah sebagai berikut:
η
I = - berarti komoditi inferiorη
I = + berarti komoditi normalη
I > 1 berarti komoditi mewahη
I < 1 berarti komoditi kebutuhan pokokη
I = 1 berarti konsumen menghasilkan % pendapatan yang sama terhadapsuatu komoditi ketika pendapatannya naik
Komoditi normal dan komoditi mewah memiliki elastisitas permintaan
terhadap pendapatan positif, karena perubahan pendapatan dan perubahan
permintaan bergerak searah. Sedangkan komoditi inferior memiliki elastisitas
permintaan terhadap pendapatan negatif karena perubahan pendapatan dan
perubahan jumlah komoditi yang dibeli bergerak ke arah yang berkebalikan.
2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang
Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu
komoditi apabila terjadi perubahan harga komoditi lain dinamakan sebagai
digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi
diantara berbagai komoditi. Nilai elastisitas permintaan silang berkisar dari
negative tak terhingga sampai positif tak terhingga. Rumus perhitungan elastisitas
permintaan silang komoditi X terhadap komoditi Y adalah :
η
c =
η
c =Tanda dari elastisitas silang akan bergantung pada apakah komoditi yang
terkait merupakan komoditi pelengkap atau komoditi pengganti dari suatu
komoditi yang sedang menjadi topik pembicaraan. Untuk komoditi pelengkap
(komplementer), elastisitas silangnya bernilai negatif (contoh mobil dengan bahan
bakar). Dalam hal ini, jumlah komoditi X yang diminta berubah ke arah yang
bertentangan dengan perubahan harga komoditi Y. Sedangkan untuk komoditi
pengganti (substitusi), elastisitasnya adalah positif, dalam hal ini permintaan atas
suatu komoditi berubah ke arah yang bersamaan dengan harga komoditi
penggantinya.
Permintaan akan komoditi yang beragam memiliki elastisitas yang
beragam. Permintaan akan komoditi dikatakan elastis jika jumlah komoditi yang
diminta peka terhadap perubahan harga dan dikatakan inelastis jika jumlah
komoditi yang diminta kurang peka terhadap perubahan harga. Terhadap
perubahan akan komoditi, nilai elastisitas permintaan terhadap harganya berkisar
dari 0 sampai tak terhingga (~). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
• Elastisitas nol (tidak elastis sempurna). Dalam hal ini perubahan harga
suatu komoditi tidak akan merubah jumlah permintaan terhadap komoditi
tersebut.berarti nilai koefisiennya sama dengan nol. Dalam hal ini kurva
permintaan komoditi sejajar dengan sumbu tegak.
• Elastis sempurna. Pada suatu harga tertentu, pasar sanggup membeli
semua komoditi yang ada di pasar, berapa pun banyaknya komoditi yang
dipasarkan oleh para penjual pada harga tersebut semuanya akan dapat
terjual. Berarti nilai koefisien elastisitasnya tidak terhingga. Dalam hal ini
kurva permintaan komoditi tersebut sejajar dengan sumbu datar.
• Elasisitas uniter. Untuk komoditi dengan elastisitas uniter, perubahan
harga komoditi tersebut dalam suatu persentase tertentu akan diikuti
dengan perubahan permintaan komoditi tersebut dalam persentase yang
sama (pada umumnya dalam arah yang berlawanan) sehingga nilai mutlak
hasil bagi kedua nilai tersebut adalah sama dengan satu.
• Tidak elastis. Untuk komoditi yang permintaannya tidak elastis, nilai
mutlak elastisitas bernilai diantara 0 dan 1. Dalam hal ini persentase
perubahan harga adalah lebih besar daripada persentase perubahan jumlah
permintaan kurang dari 1% berarti permintaan bersifat inelastis terhadap
harga.
• Elastis (nilai mutlak ηp >1). Permintaan akan mengalami perubahan
dengan persentase yang melebihi persentase perubahan harga. Jika
perubahan harga sebesar 1% menyebabkan perubahan jumlah yang
diminta lebih 1% berarti permintaan bersifat elastis terhadap harga atau
koefisien elastisitasnya lebih besar dari 1.
2.7.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya elastisitas
permintaan suatu komoditi :
• Tingkat kemampuan komoditi lain untuk menggantikan komoditi tersebut
Suatu komoditi yang mempunyai banyak komoditi pengganti,
permintaannya cenderung untuk bersifat elastisitas. Perubahan harga yang
sedikit saja akan menimbulkan perubahan yang besar atas jumlah
permintaan perubahan yang besar atas jumlah permintaan akan komoditi
tersebut. Dengan demikian komditi-komoditi bersubstitusi cenderung
memiliki elastisitas lebih tinggi daripada komoditi-komoditi yang tidak
memiliki substitusi.
Sebagai contoh: jika harga beras hari ini naik sebesar 20%, kita tidak akan berani
berharap bahwa permintaan terhadap beras akan turun. Berarti permintaan beras
bersifat inelastis. Permintaan komoditi yang tidak banyak mempunyai komoditi
1. Kalau harga komoditi tesebut naik, para pembelinya pasti sulit memperoleh
barang pengganti dan oleh karenanya harus tetap membeli barang komoditi
tersebut. Oleh sebab itu permintaannya tidak banyak berkurang.
2. Kalau harga komoditi tersebut turun, permintaannya tidak banyak bertambah
karena tidak banyak tambahan pembeli yang berpindah dari membeli komoditi
yang bersaingan dengan komoditi tersebut.
• Persentase yang akan dibelanjakan untuk membeli komoditi tersebut.
Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu
komoditi, akan semakin elastis permintaan terhadap komoditi tersebut.
• Jangka waktu untuk menganalisis permintaan
Semakin lama jangka waktu untuk menganalisis permintaan atas suatu
komoditi makin elastis sifat permintaan komditi tersebut.
• Kategori suatu komoditi (kebutuhan pokok, komoditi mewah, dsb)
Komoditi-komoditi seperti bahan makanan. BBM, sepatu, alas kaki atau
komoditi kebutuhan pokok cenderung bersifat inelastis atau tidak terlalu
terpengaruh oleh kenaikan harga. Tetapi komoditi mewah seperti mobil,
jika harganya mengalami kenaikan, orang dapat menggantikannya dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur ilmiah yang dilakukan
dalam mendapatkan data atau informasi untuk kegunaan atau tujuan tertentu.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan pendekatan
ekonometrika dengan metode kuantitatif menggunakan model regresi linier
berganda. Hal ini dilakukan karena penelitian ini berusaha menjelaskan hubungan
pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terkaitnya.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengamati dan menganalisa
variabel-variabel ekonomi mikro yaitu pengaruh harga beras lokal dan jumlah penduduk
terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara dengan kurun waktu
1988-2007. Dalam hal ini tahun 1988 menjadi dasar tahun karena pada tahun ini
tren swasembada beras di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang semakin
menurun dibandingkan pada saat swasembada pertama kali pada tahun 1984.
3.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
ekonometrika menggunakan model regresi linier berganda dengan metode OLS
(Ordinary Least Square), dimana peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan