• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal Dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal Di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal Dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal Di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH HARGA BERAS LOKAL DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERMINTAAN BERAS LOKAL

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH :

RIFANNY YUNIKA SIREGAR 060501052

EKONOMI PEMBANGUNAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

NIM : 060501052

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

TANGGAL, DOSEN PEMBIMBING

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

HARI : RABU

TANGGAL : MARET 2010

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

KETUA DEPARTEMEN DOSEN PEMBIMBING

(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec) (Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi)

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

NIM : 060501052

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

TANGGAL, KETUA DEPARTEMEN

(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec)

TANGGAL, DEKAN

(5)

ABSTRACT

Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.

(6)

ABSTRAK

Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mamanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis mampu dalam melaksanakan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca tentrang fakta-fakta yang mempengaruhi jumlah permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak baik dalam bentuk moril, material dan terutama doa. Maka pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi

(8)

4. Bapak Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi sebagai dosen pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP sebagai dosen penguji I yang telah

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Syarief Fauzi, SE,M,Acc,AK sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Raina Linda Sari, SE, M.Si sebagai dosen wali saya yang telah

memberikan bimbingan dan saran selama saya menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh staff pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ketahanan Pangan provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi penulis.

10. Buat teman-teman Departemen Ekonomi Pembangunan 2006 khususnya Rasidah, Mediawati, Dosma, Khairiati, Yesi, Priska, Wirda dll terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan doanya selama di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna oleh karena itu sangat diharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Semoga kiranya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatian semua, penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Medan, 2010

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………. i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 6

1.3 Hipotesis ………... 7

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 7

1.5 Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ……….. 9

2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia ……….. 11

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah …………. 14

2.2 Deskripsi Beras ……… 15

2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi ……… 15

2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia ……… 16

(11)

2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi ………. 18

2.3 Beras Sebagai Pangan Pokok ……….. 20

2.3.1 Mutu Beras ……… 21

2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 23

2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya ……… 24

2.4 Teori Permintaan ……… 25

2.4.1 Defenisi Permintaan ……….. 25

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ……… 26

2.4.3 Perubahan Permintaan ………... 30

2.5 Teori Penawaran ………. 31

2.5.1 Defenisi Penawaran ………... 31

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ………. 32

2.5.3 Perubahan Penawaran ……… 33

2.6 Keseimbangan Pasar ……… 33

2.6.1 Pengaruh Perubahan Permintaan dan Penawaran dalam Equilibirium 33 2.7 Elastisitas Permintaan ……….. 35

2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan ………. 35

2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga ………. 35

2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan ………. 36

2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang ………. 37

2.7.5 Jenis-jenis Elastisitas Permintaan ……… 38

(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 42

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……… 42

3.2 Pendekatan Penelitian ……….. 42

3.3 Jenis Variabel ……….. 43

3.4 Jenis dan Sumber Data ………. 43

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………... 43

3.6 Pengolahan Data ……….. 44

3.7 Model Analisis Data ………. 44

3.7.1 Uji Kesesuaian ……… 45

3.7.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……… 45

3.7.1.2 Uji T Statistik ……….. 46

3.7.1.3 Uji F Statistik ………. 47

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 49

3.7.2.1 Multikolinierity ……….. 49

3.7.2.2 Autokorelasi ………. 49

3.7.2.3 Uji Normalitas ……… 51

3.7.2.4 Uji Linieritas ………. 51

3.8 Defenisi Operasional ……… 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53

4.1 Gambaran Umum Sumatera Utara ……… 53

4.1.1 Kondisi Geografis Sumatera Utara ………... 53

4.1.2 Penyebaran Kegiatan Ekonomi ……… 55

(13)

4.2 Perkembangan Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 58

4.3 Perkembangan Harga Beras Lokal di Sumatera Utara ………. 60

4.4 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara ……….. 63

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ……… 66

4.5.1 Uji Kesesuaian ……… 67

4.5.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……….. 67

4.5.1.2 Uji T Statistik ……… 68

4.5.1.3 Uji F Statistik ……… 68

4.5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 70

4.5.2.1 Multikolinierity ……….. 70

4.5.2.2 Autokorelasi ……….. 72

4.5.2.3 Uji Normalitas ……… 72

4.5.2.4 Uji Linieritas ………. 73

BAB V SARAN DAN KESIMPULAN ……… 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

NO TABEL JUDUL HALAMAN

1 Distribusi Kesempatan Kerja Menurut beberapa sektor 11

2 Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 13

3 Daftar Beras Lokal yang Dijual di Pasaran Setiap Daerah di 23

Sumatera Utara 4 Tingkat Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara 59

5 Perkembangan Harga Rata-rata Beras Lokal di Sumatera Utara 62 6 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara 64

7 Model Estimasi Hasil Regresi 67

8 Hasil Ramsey Reset Test 73

9 Hasil Uji Normalitas 73

(15)

DAFTAR GAMBAR

NO GAMBAR JUDUL HALAMAN

1. Skema macam-macam produk olahan padi 19

2. Kurva permintaan 26

3. Pergerakan kurva permintaan 30

4. Pergeseran kurva permintaan 31

5. Grafik keseimbangan 34

6. Kurva uji t statistik 47

7. Kurva uji f statistik 48

8. Kurva Durbin Watson 50

9. Kurva Tingkat Permintaan Beras Lokal 60

10. Kurva perkembangan Harga Beras Lokal 63

(16)

ABSTRACT

Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.

(17)

ABSTRAK

Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Menurut Suryana dkk (2001) beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang masih diatas 95%. Bahkan Surono (2001) memperkirakan tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di jawa maupun di luar jawa sekitar 97% hingga 100%. Ini berarti hanya sekitar 3% dari total RT di Indonesia yang tidak mengkonsumsi beras. Yang cukup menarik dari dari hasil studinya tersebut bahwa penduduk di provinsi Maluku yang semula konsumsi pokoknya adalah sagu, tingkat partisipasi konsumsi berasnya mencapai 100%. Alasan mengapa beras tetap dominan adalah karena beras lebih baik sebagai sumber energi maupun nutrisi dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein utama, yaitu mencapai 40%.

(19)

terbesar setelah Cina dan India. Hingga tahun 2006 volume yang dihasilkan oleh Cina mencapai 128 juta MT atau 31% dari total produksi beras dunia yang sebesar 415,23 juta MT . India dan Indonesia masing-masing memberikan kontribusi 22% ( 91 juta MT ) dan 8% ( 35 juta MT) (BPS: 2008).

Di Indonesia sendiri, provinsi dengan jumlah produksi padi tertinggi adalah Jawa Barat, kemudian diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Provinsi lainnya dengan jumlah produksi padi diatas satu juta ton per tahun adalah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NAD, NTB, Banten, Kalimantan Selatan. Pada volume konsumsi beras, Indonesia juga berada pada peringkat tiga konsumen beras terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu berkisar antara 110-139 kg per tahun.

(20)

Namun demikian, tingkat swasembada tersebut tidak dapat dipertahankan karena terjadinya hal-hal yang merugikan seperti tidak berkembangnya penemuan varietas baru yang berproduksi tinggi, faktor politik dan ekonomi Negara dan perubahan faktor lingkungan fisik dimana beras yang dihasilkan berbeda jumlahnya baik saat musim panen raya maupun pada musim paceklik. Apalagi dengan terjadinya badai El Nino pada kurun waktu 1998 sampai dengan 1999. Hal ini diperburuk lagi dengan pergeseran kebijakan ekonomi pemerintah ke arah industri sehingga pembangunan pertanian menjadi lebih tertinggal yang berdampak semakin menurunnya tingkat pertumbuhan produksi padi pada khususnya. Dampak yang lebih bersifat nasional ditunjukkan dengan bergesernya Indonesia sebagai Negara pengimpor beras lagi sejak akhir 1980an dan meningkat terus hingga tahun 1995 dan semakin parah lagi terjadi pada saat krisis (1997-1998) yaitu dengan larangan monopoli impor oleh Bulog dan diizinkannya pihak swasta untuk impor beras. Pada periode ini ternyata impor beras mencapai jumlah fantastik yaitu mencapai 5,8 juta ton sehingga mempunyai dampak pada rendahnya harga beras di pasar internasional pada saat itu ( BPS:2008 ).

(21)

dan harganya tidak stabil. Harga pasar yang pada Juli 1998 mencapai sekitar Rp 2.200 per kg atau 2,2 kali lipat dari harga pertengahan tahun 1997. Besarnya keterkaitan antara konsumsi beras dengan pendapatan diperkuat juga dengan data konsumsi tahun 1996 dan 1999. Pada tahun 1996 konsumsi beras di kota dan di desa masing-masing adalah 108,89 kg dan 120,97 per kapita. Setelah adanya krisis ekonomi, yang diperkirakan menyebabkan turunnya pendapatan rumah tangga, konsumsi beras di kota dan di desa pada tahun 1999 telah berkurang menjadi 96 kg dan 111,78 kg per kapita (BPS : 2008).

Berbagai kebijakan konvensional dan kebijakan baru diterapkan namun demikian belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga beras dalam negeri dan memperbaiki daya beli ataupun permintaan masyarakat terhadap beras dalam negeri. Sebaliknya pada tahun 2000, harga beras dalam negeri terus tertekan dan rendah, mengikuti harga beras di pasar dunia, sehingga telah berpengaruh buruk terhadap pendapatan petani padi, berkurangnya insentif untuk menggunakan teknologi baru akan berakibat serius terhadap produktivitas dan efisiensi di usaha tani padi. Pemerintah hanya meresponnya dengan memperbaiki insentif melalui penetapan harga dasar yang lebih tinggi lagi pada Januari 2001. Padahal harga dasar yang ditetapkan pada saat krisis akhir 1998 dianggap terlalu tinggi manakala harga beras di pasar dunia terus menurun, nilai tukar rupiah semakin menguat dan inflasi semakin terkendali.

(22)

menurun dengan rata-rata 33,6 persen per tahun. Hal tersebut merupakan kondisi yang cukup menggembirakan karena terdapat kecenderungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap beras impor mulai berkurang. Pada periode Januari-September volume impor beras meningkat sekitar 64,2 persen dari tahun 2005 pada periode bulan yang sama, namun hal tersebut disebabkan oleh bencana yang mengakibatkan tingginya tingkat kegagalan panen padi (BPS : 2008).

Dengan kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa FAO Indonesia masih sering dikategorikan sebagai Negara berketahanan pangan rendah, dalam arti rentan terhadap gejolak sosial dan kenaikan harga pangan global. Dalam keadaan harus melakukan impor, jumlah impor beras Indonesia berkisar antara lima hingga sepuluh persen dari total kebutuhan beras nasional. Dana yang besar diperlukan untuk membiayai penyediaan beras impor, dimana setiap tahunnya jumlah permintaan beras dalam negeri atau lokal terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

(23)

menurun dan secara langsung ini akan berpengaruh terhadap permintaan beras produksi lokal. Tingkat permintaan beras turun setelah krisis yaitu pada tahun 2000 dengan jumlah 1.611.956 ton dari tahun 1999 yang berjumlah sekitar 1.659.665 ton. Tentu ini merupakan dampak dari keadaan ekonomi dan pertanian yang semakin memburuk yang melanda Indonesia pada masa itu. Sehingga dari peristiwa-peristiwa diatas kita dapat melihat bagaimana pengaruh dan dampaknya terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

Dengan latar belakang inilah dilakukan analisis lebih lanjut dalam bentuk tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana secara terarah. Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :

1. Bagaimana pengaruh harga beras lokal terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera utara?

(24)

1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah :

1. Harga beras lokal memiliki pengaruh yang negatif terhadap

permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan beras lokal

di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk melihat seberapa besar pengaruh harga beras lokal terhadap

permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel harga dan

(25)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak dan menambah sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu ekonomi.

3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan serta bagi penelitian yang akan datang.

4. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni.

5. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan di masa yang akan datang.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di

Negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat

potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi nasional yang dapat kita lihat sebagai berikut :

• Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada

produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan

pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku

untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,

terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan

minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit dan farmasi.

Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

• Karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal

pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaaan)

membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan)

domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di

dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang

konsumen. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi pasar.

• Karena relatif pentingnya pertanian bila dilihat dari sumbangan

outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan

(27)

dengan dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat

pembangunan ekonomi, sektor ini bisa dilihat sebagai suatu sumber

modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi

melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor

non pertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja

tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan ekonomi

panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan)

ke industri dan sektor-sektor non pertanian lainnya (perkotaan). Kuznets

menyebut ini sebagi kontribusi faktor-faktor produksi.

• Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi

surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa),

baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi

komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor(substitusi impor). Ini

disebut kuznets sebagai kontribusi devisa.

Jika dilihat dari penjelasan diatas, pentingnya pertanian di dalam perekonomian

nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pembentukan atau

pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja dan sebagai salah

satu sumber devisa Negara, tetapi potensinya juga bisa dapat dilihat sebagai salah

satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT dan diversifikasi produksi di

sektor-sektor lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin”

artinya semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor

lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian semakin besar peran pertanian

(28)

2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia

Peranan penting dari sektor pertanian di dalam perekonomian

Indonesia adalah terutama dalam bentuk penyediaan tenaga kerja dan

kontribusinya terhadap pembentukan PDB dan ekspor. Dalam hal kesempatan

kerja, selama periode 1982-1989 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

mengalami sedikit peningkatan, namun setelah itu jumlahnya berkurang.

Sedangkan jumlah pekerja di sektor industri pengolahan sejak tahun 1984

terus bertambah (tabel 1). Secara relatif, pangsa dari pertanian di dalam total

kesempatan kerja menunjukkan suatu tren perubahan jangka panjang yang

negatif, sementara dari industri pengolahan positif. Pada tahun 1982 kontribusi

pertanian terhadap total kesempatan kerja sekitar 54,7% dibandingkan dengan

industri pengolahan 10,4%.

Tabel 1

Distribusi kesempatan kerja menurut beberapa sektor di Indonesia *)

Periode Pertanian Industri

pengolahan

Pertambangan Lainnya Total

1982

Catatan: *) jumlah dalam ribu orang

(29)

Secara teoritis, berkurangnya pangsa tenaga kerja dari suatu sektor

dapat disebabkan oleh dua perubahan, yakni penurunan secara absolut : jumlah

orang yang bekerja di sektor tersebut berkurang, atau penurunan secara relatif :

laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan

sektor-sektor lain atau tidak ada perubahan, sementara di sektor-sektor lain jumlah

tenaga kerja meningkat. Kasus Indonesia menunjukkan bahwa turunnya pangsa

tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah

tenaga kerja di sektor itu sejak pertengahan hingga menjelang akhir tahun 1990an.

Walaupun tidak ada data agregat yang dapat mendukung, namun diduga kuat

bahwa selama periode tersebut telah terjadi transfer tenaga kerja dari sektor

pertanian ke sektor-sektor lain khususnya industri pengolahan, angkutan, restoran

dan jasa lain.

Dalam hal pembentukan PDB, selama periode 1997-2001 pangsa sektor

pertanian tidak lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi output dari

pertanian jauh lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap total kesempatan

kerja. Sektor industri pengolahan diperkirakan pada tahun 2001 menyumbang

hampir 26% terhadap pembentukan PDB sedangkan sektor pertanian

menyumbang sekitar 16%. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun di sektor

pertanian juga kecil, dibawah 2%, dan pada tahun 1998 pada saat krisis ekonomi

mencapai klimaksnya, pertumbuhan negatif, seperti juga yang dialami sektor

(30)

Tabel 2

Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 1997-2001

(dalam %)

Sektor 1997 1998 1999 2000 2001

1. pertanian

2. pertambangan dan penggalian

3. industri pengolahan

4. listrik, gas dan air bersih

5. bangunan

6. perdagangan,hotel dan restoran

7. pengangkutan dan komunikasi

8. keuangan, persewaan dan jasa

Dalam hal ekspor, jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain terutama

industri pengolahan, ekspor komoditi-komoditi pertanian masih sangat kecil.

Produk industri pengolahan menyumbang hamper 70% terhadap total ekspor

nasional, sedangkan hasil pertanian hanya sekitar 3% lebih: bahkan selama

periode 1999-2000, nilai ekspor pertanian menurun. Memang Indonesia hingga

saat ini belum bisa mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu sumber

penting pendapatan devisa Negara. Hal ini disebabkan dua faktor utama, yakni

dari sisi penawaran: kapasitas produksi terbatas dan dari segi permintaan : daya

saing komoditi-komoditi pertanian Indonesia masih lemah jika dibandingkan

dengan Negara-negara pengekspor pertanian sperti Thailand, Vietnam, Malaysia

(31)

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah

Sebagai Negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah, seharusnya

Indonesia bisa menjadi basis produksi pertanian dunia. Prospek investasi di sektor

pertanian cenderung meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas di

pasar dunia. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah sepertinya

sudah menyadari kegagalannya dalam membangun sektor pertanian. Ini terbukti

dengan adanya rencana pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Pada tahun

2005, misalnya, kebijakan revitalisasi pertanian telah digulirkan. Namun

demikian, dampak kebijakan tersebut belum begitu signifikan. Padahal dalam

revitalisasi pertanian tersebut pemerintah telah merumuskan kebijakan yang amat

penting dalam pengembangan sektor pertanian, yaitu bagaimana memecahkan

persoalan pembiayaan untuk membangun sektor pertanian, masih terbatasnya

prasarana pedesaan, rendahnya kualitas SDM, meningkatnya alih fungsi lahan dan

belum mantapnya lembaga petani dan kelembagaan masyarakat secara umum.

Dalam hal ini pemerintah belum terlalu serius dalam menggarap sektor

pertanian. Meski sektor pertanian rakyat banyak tergantung pada kondisi alam,

namun dengan penggunaan teknologi tinggi harusnya hal tersebut dapat dikurangi

resikonya. Kemudian, pembangunan prasarana desa yang baik (jalan-jalan desa

yang dibenahi agar melancarkan distribusi panen), irigasi yang terkontrol,

pemakaian bibit unggul yang menjamin kualitas dan hasil produk pertanian,

obat-obatan anti hama dan pupuk yang terjamin merupakan beberapa hal yang menjadi

perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah.

(32)

peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan

kesejahteraan petani, mendorong pembangunan pertanian menuju pertanian yang

tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan, revitalisasi pertanian di Indonesia,

khususnya di Sumatera Utara diharapkan akan berjalan dengan baik.

Dan mengacu pada visi pertanian 2020 untuk mewujudkan pertanian yang

tangguh, modern dan efisien dengan ciri pemanfaatan sumber daya pertanian

secara optimal dan berkelanjutan, penerapan diversifikasi, rekayasa teknologi dan

peningkatan efisiensi usaha dengan sistem agribisnis diharapkan mampu

menjadikan petani menjadi pengusaha di usaha taninya sendiri.

Untuk di Sumatera Utara sendiri dalam upayanya untuk peningkatan

ketersediaan bahan pangan antara lain dengan cara intensifikasi, diversifikasi

bahan pangan serta melalui pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi

Bukit Barisan Sumatera Utara, kawasan agropolitan Dataran Rendah, kawasan

agropolitan di Sumatera Utara dan penerapan teknologi di bidang pertanian.

Selanjutnya dalam peningkatan diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi

pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras. Upaya untuk hal ini telah

berjalan yaitu penanaman jagung di areal replanting lahan perkebunan.

2.2 Deskripsi Beras

2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi

Tanaman padi atau latinnya disebut dengan Oryza Sativa L.diduga berasal

dari Asia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi

dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya

(33)

1960an yang dikenal sebagai varietas “revolusi hijau” dengan ciri-ciri tanaman

yang agak pendek, tegak dan tidak peka terhadap perubahan-perubahan masa

penyinaran matahari, telah mengakibatkan penggantian pembudidayaan varietas

tradisional yang meluas, dengan varietas unggul yang lebih produktif dan lebih

tahan terhadap serangan hama. Varietas-varietas padi baru terutama

dikembangkan untuk pembudidayaan padi di daerah rendah, yang hanya meliputi

sekitar 28% dari seluruh lahan persawahan di Asia tropis. Pada saat ini, baik

Lembaga Penelitian Padi Internasional ( International Rice Research Institute

disingkat IRRI) maupun program pengujian padi internasional berupaya

mengembangkan varietas khusus yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan

yang kurang menguntungkan seperti kekeringan, kebanjiran atau genangan air

yang dalam, suhu tinggi maupun rendah dan keadaan–keadaan lahan yang banyak

beragam, bersifat alkalin ataupun lahan yang banyak mangandung asam. Kecuali

upaya pengembangan varietas padi yang lebih produktif, juga diupayakan

pengembangan varietas-varietas yang tahan terhadap kebanyakan penyakit dan

serangga-serangga hama.

2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia

Pada umumnya tanaman padi di Indonesia berdasarkan tempat

penanamannya dibedakan menjadi padi sawah dan padi ladang. Padi sawah

merupakan padi yang ditanam di sawah. Tanaman padi sawah meliputi padi

rendengan, padi gogo rancah, padi pasang surut, lebak, padi rembesan dan

(34)

Indonesia adalah varietas IR. Hingga saat ini teknologi benih padi masih terus

dikembangkan di Indonesia. Sejumlah varietas lokal padi unggul telah dihasilkan

oleh Badan Penelitian Padi (BALITPA) yang karateristik varietas padi

dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan, dan produktivitasnya cukup tinggi

yaitu berkisar antara 5-9 ton. Varietas padi unggul yang dihasilkan oleh

BALITPA terdiri dari empat kelompok yaitu sebagai berikut:

™ Kelompok padi sawah yang meliputi varietas Cibodas, Ciherang,

Cisantana, Cimelati, Cigeulis, Cibogo, Fatmawati dan lainnya.

™ Kelompok padi hibrida untuk lahan di luar Jawa yaitu Maro dan Rokan.

™ Kelompok padi gogo yang meliputi varietas Situ Patenggang, Situ

Bagendit dan lainnya

™ Kelompok padi rawa pasang surut untuk lahan di luar Jawa yaitu varietas

Banyuasin, Batanghari dan Siak Raya.

Selain yang disebutkan diatas masih banyak varietas unggul lainnya yang telah

dilepas di berbagai daerah di Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun

2006. Sebut saja seperti varietas Atomita -3 dan Atomita -4 yang dilepas pada

periode 1990-1991. Pada tahun 2006 varietas unggul padi hibrida seperti Brang

Biji dan dan Bernas Super juga telah dilepas di beberapa daerah.

2.2.3 Varietas Unggul di Sumatera Utara

Untuk Sumatera Utara sendiri, daerah-daerah produsen terbesar penyuplai

beras seperti Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai sudah

mengembangkan beberapa varietas unggul untuk dapat meningkatkan produksi

(35)

menggunakan varietas unggul lokal seperti IR 64 dan Ciherang. Penggunaan

benih padi hibrida masih tergolong kecil karena harga benih yang sangat mahal

dan hanya bisa digunakan untuk satu kali penanaman saja. Padahal pemakaian

dua benih varietas unggul ini secara terus menerus justru dikhawatirkan akan

menurunkan kadar kemurnian benih. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah

daerah di Sumatera Utara mulai tahun 2007 banyak melakukan kerja sama dengan

balai benih di semua daerah untuk pengembangan padi jenis hibrida ini. Untuk

daerah Langkat sendiri, varietas padi unggul yang diperkenalkan pada musim

tanam Februari sampai Mei 2008 lalu adalah Mendawak, indragiri, Sei Lalan.

Sebelumnya juga sudah ada varietas Mekongga. Untuk Serdang Bedagai sendiri,

selain varietas padi sawah dengan jenis padi Ciherang, juga sudah diproduksi

seperti jenis padi hibrida yaitu jenis padi SL 8 SHS. Sedangkan untuk kabupaten

Simalungun dan Deli Serdang selain varietas IR 64 dan Ciherang yang selama ini

mendominasi produksi padi, ada lima varietas unggul dengan label putih yang

dikembangkan penelitian Balai Besar Sukamandi Subang Jawa Barat, yaitu

Varietas Sibogo, Sarinah, Aek Sibundong, Mekongga dan Pepe.

2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi

Manfaat utama dari tanaman padi terdapat pada beras sebagai sumber

karbohidrat pangan. Walaupun demikian, berbagai tanaman padi memiliki

manfaat dan dapat menghasilkan nilai tambah dari beragam produk olahan yang

dihasilkannya. Untuk penyediaan pangan, produk yang dapat dihasilkan dari

(36)

beras yang digunakan oleh industri lain maupun untuk memproduksi pangan

olahan serta pati. Sebagai penyedia bahan baku pakan, bagian tanaman yang

dapat dimanfaatkan adalah jerami dan dedak. Sekam yang diperoleh dari

pengolahan gabah dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun karbon aktif.

Kue kering Tepung Pati

(37)

2.3 Beras sebagai Pangan Pokok

Beras merupakan salah satu dari produk olahan padi. Dalam bahasa jawa

beras berasal dari kata Weas. Bagi orang Indonesia kebiasaan mengkonsumsi

beras biasanya dalam bentuk nasi. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena

sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang

cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberikan kenikmatan pada saat

menyantap dan aman dari segi kesehatan. Akan halnya nasi, memang menarik

untuk disimak, karena nasi mudah membuat masyarakat yang semula berpangan

pokok lokal bukan nasi berubah menjadi pemakan nasi yang hampir seluruhnya

irreversible. Untuk di Indonesia sendiri, wilayah bagian timur seperti Maluku dan

Papua yang tadinya masih mengkonsumsi sagu sebagai pangan pokok mereka,

sekarang sudah beralih mengkonsumsi nasi. Hal ini mudah dimengerti karena

dibanding makanan sumber karbohidrat lain, nasi lebih mudah disiapkan karena

lebih luwes untuk dikonsumsi dengan beragam lauk-pauk dan memberi

kenikmatan inderawi yang lebih.

Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga

berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, diantara bahan pangan

berkabohidrat yaitu padi-padian, umbi-umbian dan lain-lain, beras merupakan

sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan

menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata

penduduk (Juliano,1994)

Selain itu, berbeda dengan komoditi-komoditi pertanian lainnya, beras di

(38)

distribusi beras serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat sejak dulu sampai

sekarang merupakan isu sentral yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan

ekonomi nasional (Surono,2001). Hal ini dapat dilihat jika terjadi hal yang terjadi

seperti terjadinya krisis ekonomi pada suatu Negara yang dapat mempengaruhi

permintaan akan beras.

2.3.1 Mutu Beras

Secara umum, mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu

mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi dan mutu berdasar ketampakan

dan kemurnian biji. Dalam usaha pemuliaan padi, penentu mutu beras

dikelompokkan menjadi rendeman giling, kenampakan bentuk dan ukuran biji dan

sifat-sifat tanak dan ukuran nasi. Berikut ini dikemukakan secara umum kriteria

dan pengertian mutu beras ssbagai berikut:

• Mutu pasar : lebih banyak ditentukan secara obyektif oleh kenampakan

dan sifat-sifat fisik lainnya meliputi ukuran dan bentuk biji, derajat

sosoh, persentase beras pecah, menir, butir kapur, butir bening, benda

asing dan sebagainya.

• Mutu tanak : ciri-ciri umum yang mempengaruhi mutu tanak adalah

perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan

nasi parboliling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati. Untuk

sifat beras yang digunakan sebagai ciri penentu mutu tanak dan prosesing

adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menduga suhu gelatinisasi,

kemampuan pengikatan air pada suhu 70 ْْ C. Di Indonesia sendiri mutu

(39)

• Mutu rasa : mutu rasa lebih banyak ditentukan oleh faktor subyektif,

yang dipengaruhi oleh daerah, suku bangsa, lingkungan, pendidikan,

tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Pada tingkat pasar, mutu

rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaan atau

penerimaan konsumen dan dengan harga beras itu sendiri.

• Ukuran dan ketampakan biji : ukuran setiap varietas yang berlainan jenis

biasanya berbeda. Misalnya ukuran biji beras di Indonesia adalah sedang

sampai panjang dengan rata-rata 6-7 mm. sedangkan ketampakan biji pada

umumnya ditentukan berdasarkan keburaman endosperm, yaitu bagian biji

yang tampak putih buram, baik pad sisi dorsal biji, sisi ventral maupun

tengah biji.

Di Indonesia, tingkatan mutu dan pembakuan mutu didasarkan antara lain pada

kesepakatan oleh sebagian besar pedagang beras. Sejak zaman penjajahan

Belanda memang sudah dikenal kelompok-kelompok mutu yang berlaku di daerah

yang terbatas dan pada kenyataanya tidak resmi. Tingkatan mutu yang berlaku di

masyarakat sangat beragam. Berikut ini beberapa ciri yang sering menjadi dasar

pengelompokan beras di Indonesia :

™ Asal daerah seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu dan beras

Banyuwangi.

™ Jenis atau varietas padi misalnya beras Rojolele, beras Bulu dan beras IR

™ Cara prosesing dikenal sebagai beras tumbuk dan beras giling.

™ Tingkat penyosohan misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan 1/1

(40)

™ Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang

berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah, misalnya di Jawa Tengah

dikenal sebagai beras SP, TP dan BP dan di Jawa Barat seperti beras TA,

BGA dan TC

2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara.

Seperti diketahui, Sumatera Utara termasuk sebagai salah satu daerah yang

penghasil beras terbesar di Indonesia. Rata-rata penghasil beras yang

mendominasi berasal dari varietas padi sawah seperti varietas IR 64 dan Ciherang.

Daerah yang menjadi penyumbang beras terbesar di Sumatera Utara terdiri dari

Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai. Kualitas beras yang

umum dijual di pasaran setiap daerah seperti beras IR 64 dan beras ramos seperti

yang ditunjukkan dalam tabel 4.

Tabel 3

Daftar beras lokal yang dijual di pasaran setiap daerah di Sumatera Utara

No Kabupaten / kota Kualitas beras

Penyabungan ( Mandailing Natal )

(41)

12

2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya.

Jenis beras yang berbeda digunakan untuk pembuatan jenis makanan

olahan yang berbeda pula, dengan penentu utama perbandingan kandungan

amoilosa-amilopektin bagi rekstur nasi ataupun olahan-olahan lainnya.

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan

yang mengandung amilosa 0-2%, beras kering yaitu beras yang berkandungan

amilosa rendah yaitu antar 9-20%, beras bekandungan amilosa menengah yaitu

20-25% dan beras berkandungan amilosa tinggi yaitu lebih dari 25%.

Beras ketan digunakan untuk membuat olahan manis dan olahan yang

mempunyai sifat struktur lunak dan liat misalnya tape ketan dan brem. Beras

berkadar amilosa rendah digunakan untuk membuat makanan bayi, sereal sarapan

pagi dan roti dengan pengembangan volume menggunakan ragi. Beras amilosa

menengah digunakan untuk membuat kue dengan melalui tahap fermentasi dan

untuk membuat sop kalengan. Beras dengan kandungan amilosa tinggi merupakan

bahan yang baik untuk membuat bihun. Selain hal diatas beras juga digunakan

dalam pembuatan bir, anggur beras, sake dan vinegar yang terutama terdiri atas

(42)

penyiapan pangan termasuk padian sarapan, permen, campuran tepung paket,

craker dan makanan kecil lainnya, sup dan makanan bayi lainnya.

2.4 Teori Permintaan

2.4.1 Defenisi Permintaan

Permintaan didefinisikan sebagai berbagai kombinasi harga dan jumlah

komoditi yang ingin dan dapat dibeli oleh individu pada waktu tertentu. Teori

permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu komoditi

(barang dan jasa) dan juga menerangkan ciri hubungan antara jumlah yang

diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan. Hubungan antara harga

dengan jumlah barang yang diminta disebut di dalam hukum permintaan yang

berbunyi: semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit barang yang

diminta atau semakin murah harga suatu barang maka semakin banyak barang

yang diminta, ceteris paribus. Dari penjelasan hukum permintaan ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang terbalik antara jumlah barang yang dibeli

dengan harga barang tersebut. Hipotesis ini didasarkan atas asumsi :

• Bila harga suatu komoditi turun, orang mengurangi pembelian atas

komoditi-komoditi lain dan menambah pembelian pada komoditi-komoditi yang mengalami

penurunan harga tersebut. Penurunan harga suatu komoditi mnyebabkan

pendapatan riil para pembeli meningkat, dan itu mendorong konsumen yang

sudah membeli komoditi tersebut untuk membeli lagi dalam jumlah yang lebih

besar.

• Bila harga suatu komoditi naik, para pembeli mencari komoditi lain yang

(43)

harga. Disamping itu kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para

pembeli berkurang. Pendapatan riil yang merosot memaksa para pembeli

untumengurangi pembeliannya atas berbagai jenis komoditi, terutama atas

komoditi yang mengalami kenaikan harga.

Terlihat dari hubungan ini antara harga dan permintaan memiliki hubungan yang

negatif sehingga pada umumnya kurva permintaan suatu komoditi bersifat negatif

terhadap sumbu horizontal yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva

permintaan sendiri merupakan skedul permintaan yang digambarkan secara grafik.

P

Kurva permintaan

Q

Gambar 2. Bentuk kurva permintaan

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan

oleh banyak faktor, antara lain:

Harga komoditi itu sendiri

Harga merupakan nilai sesuatu benda yang dinyatakan dalam satuan

moneter. Harga dapat juga sebagai sejumlah uang yang harus dibayarkan

pembeli kepada penjual untuk memperoleh suatu barang (benda atau jasa).

(44)

perekonomian), sering dianggap sebagai indeks harga atau menunjukkan

keadaan inflasi/deflasi (harga umum). Sedangkan lokal price adalah harga

untuk satu produk tertentu dalam satu perekonomian (harga lokal).

Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut

Barang substitusi merupakan barang komoditi pengganti dari barang

pokok. Komoditi lain yang mempengaruhi permintaan ada dua jenis.

Yaitu komoditi komplementer dan substitusi. Komoditi substitusi adalah

barang yang dapat menggantikan fungsi dari barang lain sehingga harga

komoditi pengganti dapat mempengaruhi permintaan komoditi lainnya.

Komoditi ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan

komoditi tersebut Sedangkan komoditi komplementer adalah suatu

komoditi yang selalu digunakan bersama-sama dengan komoditi lainnya.

Lain halnya dengan komoditi substitusi, komoditi komplementer memiliki

pengaruh yang positif terhadap permintaan suatu komoditi.

Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu

Negara pada suatu periode tertentu ( biasanya satu tahun ). Dalam rumus

dapat dituliskan sebagai berikut :

Ycap = dimana :

GNP = total pendapatan masyarakat dalam waktu satu tahun / total

produksi barang dan jasa dalam satu tahun.

Pendapatan perkapita biasanya dibagi atas dua jenis, yaitu pendapatan

(45)

adalah pendapatan perkapita yang sudah memperhitungkan harga-harga

barang dan inflasi, sedangkan pendapatan perkapita nominal adalah

pendapatan perkapita yang belum memperhitungkan harga barang dan

inflasi. Pendapatan yang biasanya dijadikan tolak ukur adalah pendapatan

riil karena sudah memperhitungkan semua faktor. Pendapatan merupakan

faktor yang sangat penting dalam menentukan pola permintaan atas

berbagai jenis barang. Atas dasar sifat perubahan permintaan yang berlaku

apabila pendapatan berubah, berbagai jenis barang dapat dibedakan

menjadi:

1. Barang inferior, dimana barang yang permintaannya justru

berkurang apabila pendapatan seseorang semakin tinggi misalnya

jagung, ubi dll.

2. Barang esensial., dimana barang yang tidak banyak mempengaruhi

permintaan seseorang baik kaitannya terhadap harga maupun

pendapatan seseorang misalnya barang kebutuhan pokok seperti

beras dan air minum.

3. Barang normal dimana barang yang mengalami kenaikan

permintaan seiring dengan naiknya pendapatan seseorang misalnya

bahan pakaian, perhiasan wanita dll.

4. Barang mewah dimana barang tersebut dibeli seseorang apabila

pendapatan mereka meningkat atau naik misalnya mobil mewah

(46)

Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

Bila konsentrasi pendapatan berada di kalangan kelas atas, permintaan

akan komoditi mewah maupun komoditi sekunder akan meningkat. Bila

konsentrasi pendapatan bergeser ke kelas bawah, permintaan akan

komoditi-komoditi yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan

permintaan akan komoditi mewah akan semakin menurun.

Selera masyarakat

Bila selera konsumen akan suatu komoditi meningkat, permintaan akan

komoditi tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika selera konsumen akan

komoditi tersebut berkurang, permintaan akan komoditi tersebut akan

semakin berkurang.

Jumlah penduduk

Penduduk adalah seseorang atau sekelompok masyarakat yang mendiami

suatu tempat atau wilayah tertentu. Pertambahan jumlah penduduk

biasanya diikuti dengan perkembangan akan permintaan suatu komoditi

karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak orang yang

membutuhkan komoditi tersebut.

Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa

mendatang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditi. Bila

prospek suatu komoditi di masa mendatang baik, maka permintaan akan

komoditi tersebut akan naik, dan sebaliknya maka komoditi tersebut akan

(47)

2.4.3 Perubahan Permintaan

Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi:

1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan

Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi

yang diminta berubah (naik atau turun). Penurunan harga komoditi tersebut akan

menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikan harga komoditi mengurangi jumlah

komoditi yang diminta.

P

2

1 R

1 2

Gambar 3. Pergerakan sepanjang kurva permintaan

2. Pergeseran kurva permintaan

Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabakan oleh perubahan

permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut.

Sebagai contoh, kenaikan pendapatan memungkinkan pembeli untuk menaikkan

permintaan pada setiap tingkat harga bila harga komoditi yang dibeli tidak

(48)

P

P1

P2

Q q0 q1 q2 q3 q4 q5

Gambar 4. Pergeseran kurva permintaan

Dilihat dari perubahan kurva permintaan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan

bahwa penyebab terjadinya perubahan tersebut karena pendapatan naik,

bertambahnya jumlah penduduk, terjadinya substitusi dan faktor lain yang berada

di luar faktor harga.

2.5 Teori penawaran

2.5.1 Defenisi Penawaran

Untuk mewujudkan transaksi dalam pasar, analisis permintaan belum saja

cukup, untuk itu ada analisis penawaran. Penawaran didefinisikan sebagai

sejumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau dijual pada tingkat harga dan

waktu tertentu. Teori penawaran menerangkan sifat para penjual dalam

menawarkan komoditi yang akan dijualnya. Hukum penawaran mengatakan

bahwa apabila harga suatu barang meningkat maka jumlah barang yang

ditawarkan akan bertambah, sebaliknya apabila harga suatu barang turun maka

jumlah barang yang ditawarkan juga akan berkurang. Dari penjelasan tersebut

(49)

memiliki hubungan yang searah atau positif. Di dalam kurva penawaran terlihat

bahwa kurva nergerak naik dari kiri bawah ke kanan atas.

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Selain harga barang itu sendiri dan juga harga substitusi, faktor lain yang

mempengaruhi penawaran adalah sebagai berikut:

Biaya produksi

Biaya produksi merupakan semua pengeluaran perusahaan untuk

memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk

menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut.

Teknologi

Teknologi memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya

jumlah komoditi yang dapat ditawarkan. Kemajuan teknologi dapat

mengurangi biaya, mempertinggi produktivitas, mutumaupun menciptakan

komoditi-komoditi yang baru.

Musim

Musim merupakan keadaan cuaca ataupun udara di suatu daerah ataupun

wilayah yang tentu saja akan mempengaruhi produksi suatu komoditas.

Jumlah produsen

Produsen adalah orang ataupun perusahaan yang memproduksi barang

mentah menjadi barang setengah jadi setelah itu menjadi barang jadi.

(50)

2.5.3 Perubahan Penawaran

Perubahan penawaran dapat dibedakan menjadi :

ƒ Pergerakan sepanjang kurva penawaran yang diakibatkan oleh

perubahan harga komoditi tersebut.

ƒ Pergeseran kurva penawaran yang diakibatkan oleh perubahan

faktor-faktor lain di luar harga

2.6 Keseimbangan Pasar

Keseimbangan diantara permintaan dan penawaran output dinyatakan

sebagai keseimbangan pasar (market equilibrium). Ekuilibrium pasar terjadi

apabila pada suatu tingkat harga tertentu jumlah barang yang diminta di pasar

sama dengan jumlah barang yang ditawarkan di pasar tersebut. Keadaan ini dapat

ditunjukkan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu melalui skedul permintaan

dan penawaran, melalui persamaan fungsi permintaan dan penawaran atau melalui

kurva permintaan dan penawaran. Dalam hal ini jika permintaannya melebihi

penawaran maka akan terjadi excess demand, dan kebalikannya jika penawaran

lebih besar daripada permintaan maka akan terjadi excess supply.

2,6.1 Pengaruh perubahan permintaan dan penawaran dalam Ekuilibrium

Perubahan karena faktor-faktor lain di luar harga yang mempengaruhi

permintaan atau penawaran akan menimbulkan perubahan keadaaan

keseimbangan. Terdapat empat kemungkinan perubahan/pergeseran kurva

permintaan dan penawaran. Empat kemungkinan perubahan atau pergeseran

(51)

• Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan)

• Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri)

• Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan)

• Penawaran berkurang( kurva penawaran bergeser kekiri)

Tiap-tiap perubahan tersebut akan menimbulkan akibat yang berbeda terhadap

perubahan hargadan jumlah komoditi yang diperjualbelikan. Secara umum

perubahan keseimbangan yang terjadi dapat menempati salah satu dari empat

kemungkinan berikut (posisi ditunjukkan dalam grafik):

• Harga keseimbangan lebih tinggi dan kuantitas keseimbangan lebih rendah

• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih tinggi

• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih rendah

• Harga keseimbangan lebih rendah dan kuantitas keseimbangan lebih

tinggi

P

E excess supply

Excess demand

Q

(52)

2.7 Elastisistas Permintaan

2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan

Elastisitas merupakan ukuran kuantitatif yang menunjukkkan seberapa

besar pengaruh perubahan harga maupun faktor-faktor lainnya terhadap

perubahan permintaan atau penawaran suatu komoditi. Dengan mengetahui

besarnya elastisitas dapat diramalkan perubahan yang akan terjadi di pasar, yaitu

bagaimana harga dan jumlah suatu komoditi yang diperjualbelikan berubah.

Elastisitas yang akan dibahas disini menyangkut tentang elastisitas permintaan

dimana elastisitas ini merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan

besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan

permintaan suatu komoditi. Secara umum penaksiran elastisitas permintaan

berguna bagi perusahaan maupun bagi pemerintah. .

Secara umum elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi :

• Elastisitas permintaan terhadap harga ( price elasticity of demand )

• Elastisitas permintaan terhadap pendapatan ( income elasticity of demand )

• Elastisitas permintaan silang ( cross price elasticity of demand )

2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga

Elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) mengukur seberapa besar

perubahan jumlah komoditi yang diminta apabila harganya berubah. Jadi

elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah

komoditi yang diminta terhadap perubahan harga komoditi tersebut dengan

asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan

(53)

perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang

menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah komoditi yang

diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga.

Secara numerik, elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) dapat dihitung dengan

rumus :

η

p

=

η

p

=

dalam rumus tersebut harga berubah dari P1 menjadi P2 dan jumlah komoditi

yang diminta berubah dari Q1 menjadi Q2. Karena pada umumnya harga dan

jumlah komoditi yang diminta mengalami perubahan kearah yang berlawanan,

maka nilai elastisitas permintaan terhadap harga akan bernilai negatif.

2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan atas suatu

komoditi sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli dikenal dengan

elastisitas permintaan terhadap pendapatan (

η

I). Elastisitas permintaan terhadap

pendapatan merupaka suatu besaran yang berguna untuk menunjukkan

responsivitas konsumsi suatu komoditi terhadap perubahan pendapatan (income).

(54)

η

I =

η

I

=

Acuan umum pengelompokan kategori suatu komoditi adalah sebagai berikut:

η

I = - berarti komoditi inferior

η

I = + berarti komoditi normal

η

I > 1 berarti komoditi mewah

η

I < 1 berarti komoditi kebutuhan pokok

η

I = 1 berarti konsumen menghasilkan % pendapatan yang sama terhadap

suatu komoditi ketika pendapatannya naik

Komoditi normal dan komoditi mewah memiliki elastisitas permintaan

terhadap pendapatan positif, karena perubahan pendapatan dan perubahan

permintaan bergerak searah. Sedangkan komoditi inferior memiliki elastisitas

permintaan terhadap pendapatan negatif karena perubahan pendapatan dan

perubahan jumlah komoditi yang dibeli bergerak ke arah yang berkebalikan.

2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu

komoditi apabila terjadi perubahan harga komoditi lain dinamakan sebagai

(55)

digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi

diantara berbagai komoditi. Nilai elastisitas permintaan silang berkisar dari

negative tak terhingga sampai positif tak terhingga. Rumus perhitungan elastisitas

permintaan silang komoditi X terhadap komoditi Y adalah :

η

c =

η

c =

Tanda dari elastisitas silang akan bergantung pada apakah komoditi yang

terkait merupakan komoditi pelengkap atau komoditi pengganti dari suatu

komoditi yang sedang menjadi topik pembicaraan. Untuk komoditi pelengkap

(komplementer), elastisitas silangnya bernilai negatif (contoh mobil dengan bahan

bakar). Dalam hal ini, jumlah komoditi X yang diminta berubah ke arah yang

bertentangan dengan perubahan harga komoditi Y. Sedangkan untuk komoditi

pengganti (substitusi), elastisitasnya adalah positif, dalam hal ini permintaan atas

suatu komoditi berubah ke arah yang bersamaan dengan harga komoditi

penggantinya.

(56)

Permintaan akan komoditi yang beragam memiliki elastisitas yang

beragam. Permintaan akan komoditi dikatakan elastis jika jumlah komoditi yang

diminta peka terhadap perubahan harga dan dikatakan inelastis jika jumlah

komoditi yang diminta kurang peka terhadap perubahan harga. Terhadap

perubahan akan komoditi, nilai elastisitas permintaan terhadap harganya berkisar

dari 0 sampai tak terhingga (~). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

• Elastisitas nol (tidak elastis sempurna). Dalam hal ini perubahan harga

suatu komoditi tidak akan merubah jumlah permintaan terhadap komoditi

tersebut.berarti nilai koefisiennya sama dengan nol. Dalam hal ini kurva

permintaan komoditi sejajar dengan sumbu tegak.

• Elastis sempurna. Pada suatu harga tertentu, pasar sanggup membeli

semua komoditi yang ada di pasar, berapa pun banyaknya komoditi yang

dipasarkan oleh para penjual pada harga tersebut semuanya akan dapat

terjual. Berarti nilai koefisien elastisitasnya tidak terhingga. Dalam hal ini

kurva permintaan komoditi tersebut sejajar dengan sumbu datar.

• Elasisitas uniter. Untuk komoditi dengan elastisitas uniter, perubahan

harga komoditi tersebut dalam suatu persentase tertentu akan diikuti

dengan perubahan permintaan komoditi tersebut dalam persentase yang

sama (pada umumnya dalam arah yang berlawanan) sehingga nilai mutlak

hasil bagi kedua nilai tersebut adalah sama dengan satu.

• Tidak elastis. Untuk komoditi yang permintaannya tidak elastis, nilai

mutlak elastisitas bernilai diantara 0 dan 1. Dalam hal ini persentase

perubahan harga adalah lebih besar daripada persentase perubahan jumlah

(57)

permintaan kurang dari 1% berarti permintaan bersifat inelastis terhadap

harga.

• Elastis (nilai mutlak ηp >1). Permintaan akan mengalami perubahan

dengan persentase yang melebihi persentase perubahan harga. Jika

perubahan harga sebesar 1% menyebabkan perubahan jumlah yang

diminta lebih 1% berarti permintaan bersifat elastis terhadap harga atau

koefisien elastisitasnya lebih besar dari 1.

2.7.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya elastisitas

permintaan suatu komoditi :

Tingkat kemampuan komoditi lain untuk menggantikan komoditi tersebut

Suatu komoditi yang mempunyai banyak komoditi pengganti,

permintaannya cenderung untuk bersifat elastisitas. Perubahan harga yang

sedikit saja akan menimbulkan perubahan yang besar atas jumlah

permintaan perubahan yang besar atas jumlah permintaan akan komoditi

tersebut. Dengan demikian komditi-komoditi bersubstitusi cenderung

memiliki elastisitas lebih tinggi daripada komoditi-komoditi yang tidak

memiliki substitusi.

Sebagai contoh: jika harga beras hari ini naik sebesar 20%, kita tidak akan berani

berharap bahwa permintaan terhadap beras akan turun. Berarti permintaan beras

bersifat inelastis. Permintaan komoditi yang tidak banyak mempunyai komoditi

(58)

1. Kalau harga komoditi tesebut naik, para pembelinya pasti sulit memperoleh

barang pengganti dan oleh karenanya harus tetap membeli barang komoditi

tersebut. Oleh sebab itu permintaannya tidak banyak berkurang.

2. Kalau harga komoditi tersebut turun, permintaannya tidak banyak bertambah

karena tidak banyak tambahan pembeli yang berpindah dari membeli komoditi

yang bersaingan dengan komoditi tersebut.

Persentase yang akan dibelanjakan untuk membeli komoditi tersebut.

Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu

komoditi, akan semakin elastis permintaan terhadap komoditi tersebut.

Jangka waktu untuk menganalisis permintaan

Semakin lama jangka waktu untuk menganalisis permintaan atas suatu

komoditi makin elastis sifat permintaan komditi tersebut.

Kategori suatu komoditi (kebutuhan pokok, komoditi mewah, dsb)

Komoditi-komoditi seperti bahan makanan. BBM, sepatu, alas kaki atau

komoditi kebutuhan pokok cenderung bersifat inelastis atau tidak terlalu

terpengaruh oleh kenaikan harga. Tetapi komoditi mewah seperti mobil,

jika harganya mengalami kenaikan, orang dapat menggantikannya dengan

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur ilmiah yang dilakukan

dalam mendapatkan data atau informasi untuk kegunaan atau tujuan tertentu.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan pendekatan

ekonometrika dengan metode kuantitatif menggunakan model regresi linier

berganda. Hal ini dilakukan karena penelitian ini berusaha menjelaskan hubungan

pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terkaitnya.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengamati dan menganalisa

variabel-variabel ekonomi mikro yaitu pengaruh harga beras lokal dan jumlah penduduk

terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara dengan kurun waktu

1988-2007. Dalam hal ini tahun 1988 menjadi dasar tahun karena pada tahun ini

tren swasembada beras di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang semakin

menurun dibandingkan pada saat swasembada pertama kali pada tahun 1984.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan

ekonometrika menggunakan model regresi linier berganda dengan metode OLS

(Ordinary Least Square), dimana peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Gambar 1.  macam-macam produk olahan padi
Tabel  3
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERAMALAN JUMLAH BERAS YANG DIBUTUHKAN PENDUDUK DAN JUMLAH PRODUKSI PADI DI PROVINSI SUMATERAi. UTARA UNTUK

Data yang digunakan adalah data time series yaitu data permintaan beras impor, jumlah penduduk, dan harga relatif beras..

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data time-series yakni data jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, Data Konsumsi Gula Kristal Putih Provinsi Sumatera

tersebut, penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul “ Analisis Permintaan Dan Penawaran Cabai Merah Di Provinsi Sumatera Utara ”. 1.2 Identifikasi Masalah.

Rahmad Wijaya (100304060) dengan judul skripsi “Hubungan Antara Harga Kedelai Lokal, Produksi Kedelai dan Volume Impor Kedelai di Provinsi Sumatera Utara” yang dibimbing oleh Ibu

VANIA INDRIYANI (130304117), Dengan Judul Skripsi Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah di Provinsi Sumatera Utara. Telah Dipertahankan di Depan

Produksi Hablur Gula Kristal Putih Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Dalam Beberapa Tahun Terakhir (ton)... Konsumsi Gula Kristal Putih Penduduk

Hasil dari model permintaan bahwa harga kentang, konsumsi rumah tangga, harga ubi kayu dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di Provinsi