• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN

(1950-1980)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA: PINTHA PRIANA

NIM : 020706005

Pembimbing,

Drs. Indera, M. Hum.

NIP 131785644

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN

(1950-1980)

Yang diajukan oleh:

Nama: Pintha Priana

NIM : 020706005

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing,

Drs. Indera, M. Hum. tanggal 30 April 2008

NIP 131785644

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Dra. Fitriaty Harahap, S.U. tanggal 5 Mei 2008

NIP 131284309

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN

(1950-1980)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA: PINTHA PRIANA

NIM : 020706005

Pembimbing

Drs. Indera, M. Hum.

NIP 131785644

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Lembar Persetujuan Ketua

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U.

NIP 131284309

(5)

Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada

Tanggal : 9 Mei 2008

Hari : Jumat

Fakultas Sastra USU

Dekan,

Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D.

NIP 132098531

Panitia Ujian:

NO. Nama Tanda Tangan

1. Dra. Fitriaty Harahap, S.U. (………)

2. Dra. Nurhabsyah, M. Si. (………....)

(6)

PRAKATA

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat anugerah

yang diberikanNya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

ditujukan sebagai pertanggungjawaban akhir dari seorang mahasiswa sejarah dengan

merekonstruksi masa lampau yang masih memiliki pengaruh hingga saat ini bahkan

hingga masa yang akan datang. Adalah menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi

oleh setiap mahasiswa untuk menyusun skripsi guna menyelesaikan perkuliahan dan

memperoleh gelar Sarjana.

Untuk memenuhi syarat tersebut, penulis mengangkat sebuah permasalahan yang

ditulis menjadi sebuah skripsi, yang berjudul Aktivitas Palang Merah Indonesia

Cabang Medan (1950-1980). Dalam menyusun skripsi ini penulis mengumpulkan

berbagai sumber yang relevan. Disamping itu penulis melakukan wawancara dengan

orang-orang yang mengetahui penelitian yang sedang dilakukan penulis. Saat melakukan

penelitian ini, penulis mengakui mengalami banyak kendala, sehingga penelitian berjalan

lebih lambat dari yang telah direncanakan. Salah satu kendala yang dihadapi yaitu proses

perolehan data, sebab pendokumenan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok

sukarelawan Palang Merah Indonesia Cabang Medan sangat sedikit.

Untuk itulah penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, namun bagi

penulis bukanlah sempurna yang menjadi utama melainkan proses menuju kearah

kesempurnaanlah yang terpenting karena yang sempurna sesungguhnya hanyalah utopia.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

(7)

ABSTRAK

Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan (1950-1980)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas Palang Merah Indonesia terutama Cabang Medan.Untuk mengetahui peranannya terhadap masyarakat Sumatera Utara, khususmya Masyarakat Medan.

Dalam memperoleh data tersebut penulis menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Research). Dimana penulis melakukan wawancara serta di dukung dengan studi kepustakaan. Penelitian ini merekonstruksi masa lampau Palang Merah Indonesia Cabang Medan, yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang bersifat sukarelawan tanpa mengharapkan imbalan dari apa yang telah mereka sumbangkan kepada masyarakat.

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih banyak terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan. Namun penulis merasa

bersyukur karena masih dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada :

1. Kedua orang tua saya tercinta, S.H.Panggabean/T.br Gurning untuk doa dan

cintanya yang begitu besar. Atas pengorbanan dan kesempatan yang telah

diberikan kepada saya sehingga saya dapat menikmati pendidikan.

2. Bapak Drs. Syaifuddin, MA.Ph.D selaku Dekan FS, Pembantu Dekan beserta

seluruh staf pegawai.

3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Sejarah serta Ibu

Dra. Nurhabsyah M.Si sebagai Sekretaris Departemen Sejarah yang

membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Hj. Haswita selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala

perhatiannya selama saya menjadi mahasiswa.

5. Bapak Drs. Indera, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala

perhatian, kritik, saran dan pengarahannya selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Edi Siswanto selaku Kepala Markas PMI Cabang Medan dan semua

informan, yang telah banyak memberi bantuan data selama penelitian.

7. Saudari dan saudara saya, Susi Mulyanti SS, Irma Juniartha S.Pd dan ito

tercinta Goklas yang selalu memaksa saya untuk segera menyelesaikan

(9)

8. Untuk keluarga besar Panggabean ( Napitupulu, Zandroto, Silalahi, Pardede,

Haloho, Simanungkalit) atas partisipasi serta bantuannya.

9. Untuk Mr. Roy B. N yang senantiasa berada disamping saya dalam keadaan

senang atau pun sedih. Yang selalu menorehkan senyum serta yang

menghentikan air mata saya.

10.Untuk keluarga dekat saya, Mr. Aji S. SE, Mr. Bungan S. S.Pd, Verawati N.

dan teman-teman saya: Aprida, Halason serta seluruh stambuk 02 (Amin,

Juleo, Erwin, Tiomsi, Tommy, Daru, Dedi, Bohal,dll)

11.Yang terutama kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih dan

pencobaan yang diberikanNya untuk mendewasakan serta menjadikan hamba

selalu mensyukuri hidup yang telah dikaruniakanNya.

Medan, Mei 2008

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

PRAKATA ………. i

ABSTRAK ……….. ii

UCAPAN TERIMAKASIH ……….. iii

DAFTAR ISI ..……….. v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah..……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 7

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………... 8

1.4 Tinjauan Pustaka ……….. 9

1.5 Metode Penelitian ………. 11

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Latar Belakang Sejarah Perkembangan Kota Medan ……… 13

2.2 Kondisi Geografis Kota Medan ……… 16

2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan …………. 18

2.4 Sistem Ekonomi Masyarakat Medan ……… 20

BAB III PERANAN GERAKAN PALANG MERAH 3.1 Hendry Dunant Sebagai Penggagas Red Cross ……… 23

3.2 Pembentukan Komite Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah ………..……… 28

3.3 Usaha Ratifikasi Konvensi Jenewa ……… 31

3.4 Pembentukan Palang Merah Nasional Indonesia …………. 35

(11)

BAB IV AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN

4.1 Organisasi Sukarelawan Kemanusiaan ………. 42

4.2 Bulan Dana Palang Merah Indonesia Cabang Medan …….. 44

4.3 Aktifitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan Dalam

Pelayanan Kesehatan ………. 46

4.4 Pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) ………... 47

4.5 Organisasi Kemanusiaan Yang Netral ………... 50

4.6 Pelayanan Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia

Cabang Medan ………... 55

4.7 Aktifitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan Untuk

Peristiwa Bencana Alam ………... 57

BAB V KESIMPULAN ……… 60

DAFTAR PUSTAKA

DATRAR INFORMAN

LAMPIRAN

(12)

ABSTRAK

Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan (1950-1980)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas Palang Merah Indonesia terutama Cabang Medan.Untuk mengetahui peranannya terhadap masyarakat Sumatera Utara, khususmya Masyarakat Medan.

Dalam memperoleh data tersebut penulis menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Research). Dimana penulis melakukan wawancara serta di dukung dengan studi kepustakaan. Penelitian ini merekonstruksi masa lampau Palang Merah Indonesia Cabang Medan, yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang bersifat sukarelawan tanpa mengharapkan imbalan dari apa yang telah mereka sumbangkan kepada masyarakat.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah umat manusia pada awalnya adalah sejarah perang, sejarah

penjajahan dan sejarah kekuasaan. Tindakan-tindakan kejam manusia pada

dasarnya dilatarbelakangi oleh naluri untuk mempertahankan diri atau

mempertahankan kekuasaan kelompok baik dalam komunitas kecil maupun

komunitas yang besar. Karena perbedaan paham dan pemikiran, sehingga timbul

saling mencurigai serta menganggap orang lain ataupun kelompok yang lainnya

membahayakan sehingga terjadilah yang dinamakan dengan perang.

Tindakan berperang adalah salah satu revolusi pada jaman-jaman

terdahulu bagi kehidupan manusia, akibat dari perang pada dasarnya adalah

sebuah kerugian besar. Sebab perang tidak pernah memberikan keuntungan

kepada kedua pihak yang bertikai dan yang terjadi justru yang sebaliknya, yaitu

luka-luka dan kematian. Kesepakatan mengenai perang dan bentuk perdamaian

sangat jarang dilakukan oleh kelompok yang berperang. Perang terjadi seperti

gejala alam yang tidak dapat dikontrol, sehingga korban yang diakibatkan sangat

besar.1

Sebelum hadirnya Palang Merah Internasional oleh Henry Dunant, hanya

ada dua kelompok yang terlibat dalam perang yaitu pihak yang bertikai,

sedangkan kelompok penengah tidak dijumpai ataupun kelompok sukarelawan

1 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Bandung: PT.

(14)

sebagai regu penyelamat bagi korban perang. Latar belakang ini juga adalah

sebagai faktor yang mengakibatkan kematian dalam peperangan sangat besar.

Pengalaman Henry Dunant yang menjadikan dirinya sebagai salah satu

pihak ketiga dalam perang yaitu sebagai sukarelawan terhadap korban-korban

perang antara dua kubu yang berkonflik yaitu Austria melawan Perancis dan Italia

di Solferino. Kegiatan Henry Dunant dicatat berupa sebuah laporan. Catatan yang

dirangkum oleh Henry Dunant ternyata mengandung ketertarikan kepada rakyat

banyak khususnya rakyat Swiss setelah mendengar publikasi dari kegiatannya.

Henry Dunant menjelaskan akibat-akibat perang hanya merugikan, dan

sama-sekali tidak memberikan keuntungan, seperti perang Solferino yang menelan

korban sebanyak 40.000 jiwa, diantaranya korban meninggal dunia dan luka-luka.

Tindakan dari Henry Dunant bersama grupnya mendapat dukungan dari

masyarakat, terlihat ketika Henry Dunant bersama Jenderal Guillame-Heri

Dufour, dr. Luis Appia, dr. Theodore Maunoir dan Gustave Moynier membentuk

Komite Lima sebagai organisasi bantuan perang. Tugas pokok dari Komite Lima

berupa: membentuk organisasi kemanusiaan internasional yang dapat

dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang

cidera di medan perang dan mengadakan perjanjian Internasional guna melindungi

prajurit yang cidera di medan perang.2

Gagasan Komite Lima akhirnya menjadi dasar pembentukan International

Commitee Of the Red Cross (ICRC) setelah konvensi Jenewa I yang menghasilkan dua keputusan pokok yaitu:pertama, tentara yang terluka harus diobati dan kedua

2 Ibnu Sutowo, Memperkenalkan Palang Merah Indonesia, Jakarta: Markas Besar PMI,

(15)

sebagai penghargaan terhadap negara Swiss maka lambang perlindungan

menggunakan tanda palang merah diatas dasar Putih. Lambang ini akan dipakai

seluruh Rumah Sakit, Ambulance dan para Petugas Medis di medan perang atau

di tempat tertentu.3

Bentuk organisasi kepalangmerahan di Indonesia sudah lama

direncanakan. Gerakan kepalangmerahan dimulai sejak masa pendudukan

Belanda di Indonesia dinamakan dengan Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie

(NERKAI), yang berakhir ketika Jepang mengalahkan Belanda dari Indonesia.

Dalam Konvensi Jenewa membahas tentang tindak lanjut dari Konvensi

Den Haag, yaitu tentang perang, baik perang dengan senjata modern maupun

perang tradisional, terutama perang yang dilaksanakan di darat.

Konvensi-Konvensi Jenewa mengutuk keras pertentangan dan perang yang selalu berakibat

terhadap korban jiwa dan kerugian lainnya, seperti Perang Dunia II yang menelan

korban paling besar dari segala perang yang pernah terjadi.

Hasil Konvensi Jenewa menjadi salah satu sumber tugas yang akan

dilaksanakan oleh komite nasional Palang Merah di berbagai negara, seperti

Palang Merah Indonesia. Gerakan Palang Merah Indonesia dinilai sangat positif

terbentuk di Indonesia mengingat situasi Indonesia adalah salah satu kawasan

yang rentan dengan bahaya bencana alam. Pertolongan berupa bantuan medis dan

bentuk pertolongan fisik tanpa mengharapkan sebuah imbalan dan gaji sangat

orientik dengan tingkatan kesejahteraan yang masih layak mendapatkan

pertolongan medis secara gratis terutama saat penjajahan Belanda di Indonesia.

(16)

Jepang menilai bahwa bentukan barat pada dasarnya bertujuan untuk melakukan

dominasi dalam semua bidang, sehingga organisasi kepalangmerahan pun ikut

dibubarkan dari Indonesia.

Berakhirnya kekuasaan Jepang dari Indonesia setelah Amerika Serikat

menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki, menyusul penyerahan Jepang

di Indonesia, segera disambung dengan perintah dari presiden Soekarno untuk

suatu badan Palang Merah Nasional. Akhirnya perintah dari Presiden Soekarno

dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan saat itu yaitu Dr. Buntaran. Dr Buntaran

membentuk Komite Lima yang dipimpin oleh dr. Djuhana, dan anggotanya adalah

dr. Marzuki., dan dr. Sitanata. Dengan waktu yang sangat singkat, Palang Merah

segera terbentuk, yaitu tanggal 17 September 1945. Sebagai tugas pertama yang

menjadi tanggungjawab dari Palang Merah Indonesia adalah merawat dan

memberikan bantuan terhadap korban perang Kemerdekaan Indonesia,

pengembalian tawanan Belanda maupun tawanan Jepang.

Pihak Internasional menilai gerakan Komite Lima (Gerakan Palang

Merah) sangat netral dan bekerja sesuai dengan prinsip yang dimiliki oleh Palang

Merah Internasional maka tahun 1950, Palang Merah Internasional memberikan

pengakuan terhadap Palang Merah Indonesia sebagai salah satu anggota Palang

Merah Internasional. Pemerintah segera menyambut pengakuan Internasional

dengan mengeluarkan Keputusan Presiden NO. 25 tahun 1950 mengenai

pengesahan keberadaan Palang Merah Indonesia dan Keppres 246 tahun 1963

(17)

sebabnya tanpa membedakan agama bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin

dan bahasa .

Banyaknya jumlah korban yang diakibatkan oleh perang kemerdekaan di

berbagai daerah, sangat mendukung pembukaan cabang Palang Merah diberbagai

daerah. Sifat kerja Palang Merah yang sama sekali tidak mengharapkan imbalan

ataupun gaji menjadikan organisasi ini sangat tepat dibuka di Medan. Palang

Merah hadir di Medan bersamaan waktunya dengan kehadiran Palang Merah

Indonesia (nasional), dan proses pengakuan terhadap Palang Merah Nasional,

berarti sekaligus pengakuan terhadap Palang Merah Indonesia Cabang Medan.

Sejak resmi menjadi bagian dari Palang Merah Internasional, gerakan

Palang Merah Indonesia di Medan memberikan pengabdian yang serius terhadap

sejumlah korban-korban bencana alam, maupun penyakit menular lainnya. Prinsip

kerja yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia secara umum, dan Palang

Merah Indonesia Cabang Medan pada khususnya, antara lain :

1. Kemanusiaan: memberikan pertolongan tanpa membedakan korban yang

terluka saat pertempuran, mencegah dan mengobati penderitaan sesama

manusia dan menanamkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama,

dan perdamaian sesama manusia.

2. Kenetralan: gerakan Palang Merah tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan, pandangan politik. Tujuan

semata-mata adalah mengurangi penderitaan manusia dan mendahulukan

(18)

semua pihak. Gerakan ini dilarang memihak atau melibatkan diri dalam

pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.

3. Kemandirian dalam membentuk perhimpunan nasional di samping

membantu pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, dan menaati

peraturan negara, menjaga otonominya, sehingga berjalan dengan

prinsip-prinsip kepalangmerahan.

4. Kesukarelaan dalam memberikan bantuan, suka rela tanpa mengharapkan keuntungan apapun. Kesatuan Palang Merah hanya satu

dalam satu negara yang terbuka pada semua orang dan melaksanakan

tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.

5. Kesemestaan gerakan Palang Merah mempunyai tangung jawab yang

sama untuk menolong sesama.

Palang Merah Indonesia Cabang Medan membangun kegiatannya dengan

menggabungkan prinsip kepalangmerahan dengan orientasi sosial. Kegiatan

Palang Merah Indonesia Cabang Medan selalu aktif dalam mencari

masalah-masalah kesehatan yang menekankan kehidupan sosial. Gerakan

kepalangmerahan di Medan pada dasarnya mengarah kepada kegiatan medis,

sedangkan kegiatan diplomatis seperti agen pembuat perjanjian perang atau

tindakan yang sejenis tergolong jarang dilakukan.

Upaya peningkatan Palang Merah tergolong hal yang sulit dilakukan.

Kegiatan Palang Merah hanyalah wujud sifat sukarela seorang anggota, ataupun

donatur tanpa mengharapkan imbalan ataupun gaji. Sebagai anggota Palang

(19)

dengan kesepakatan. Anggota Palang Merah Indonesia Cabang Medan juga

diharuskan membayar iuran anggota untuk dijadikan sebagai dana operasi

gerakan.

Apabila ditarik sebuah kesimpulan, secara materi bahwa menjadi anggota

Palang Merah Indonesia Cabang Medan harus memberikan banyak sumbangan

baik sumbangan materi maupun sumbangan tenaga, tetapi anggota Palang Merah

Cabang Medan tetap bertambah setiap tahunnya. Hal inilah yang membuat penulis

tertarik untuk mengkaji tentang ”Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang

Medan (1950-1980)”.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, rekonstruksi

tentang bakti Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap korban bencana

alam yang terjadi di Sumatera Utara. Kajian ini akan memakai sudut pandang

Palang Merah Indonesia terhadap pertolongan yang sudah dilakukan saat bencana

alam maupun bencana lain yang menelan korban jiwa. Poin-poin permasalahan

yang diangkat antara lain :

1. Bagaimana peranan Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap

korban bencana alam di Sumatera Utara?

2. Bagaimana peranan sosial Palang Merah Indonesia Cabang Medan

terhadap masyarakat di sekitarnya?

(20)

Batasan waktu dari penelitian ini mengangkat tahun 1950 sebagai batas

awal dan tahun 1980 sebagai batas akhir. Tahun 1950 Palang Merah Indonesia,

mendapat pengakuan pihak Palang Merah Internasional (International Commitee

Of The Red Cross atau ICRC) sebagai anggota tetap dengan nomor urut 68.

Penulis mengangkat tematis ini sebagai latar belakang 1950 sebagai awal

penelitian. Sedangkan tahun 1980, Palang Merah Indonesia mendapat bidang

kerja baru yaitu sebagai organisasi yang mengurus transfusi darah di Indonesia.

Tematis ini menjadi latar belakang dari pengkatan tahun 1980 sebagai batas akhir.

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Sejarah perjalanan organisasi ini adalah hal yang menarik diteliti terlebih

Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang merupakan perpanjangan tangan

Palang Merah Internasional untuk misi kemanusiaan tanpa mendapat imbalan dari

pihak manapun. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peranan Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap

korban bencana di Sumatera Utara.

2. Mengetahui peran sosial Palang Merah Indonesia Cabang Medan

terhadap masyarakat di sekitarnya.

3. Mengetahui proses pengembangan kepalangmerahan di Kota Medan

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menambah wawasan pembaca tentang kepalangmerahan.

2. Menambah literatur dalam penulisan sejarah Palang Merah Cabang

(21)

1.4 Tinjauan Pustaka

Untuk menulis tentang sejarah peran yang dilakukan oleh Palang Merah

Indonesia Cabang Medan, tidak terhindar dari pendekatan multidimensional,

seperti kajian tentang bencana alam yang terjadi di Sumatera Utara.

Pendekatan multidimensional (analitik) merupakan penghindaran terhadap

konvensionalisasi kisah sejarah yang dilakukan oleh penulis sejarah gaya lama

untuk tujuan tertentu. Penulis sejarah dalam hal ini adalah penulisan sejarah

amatiran yang menonjolkan peran seorang Raja, Kaisar, Panglima Perang,

maupun penguasa lainnya, yang menghindari faktor-faktor pendukung yang tidak

kalah pentingnya dengan pelaku utama.4

Dalam buku karangan Mochtar Kusumaatmadja yang berjudul

“Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949” menjelaskan tinjauan hukum perang, atau hukum

yang mengatur cara dilakukannya perang modern maupun perang tradisional, baik

Penulisan Sejarah dan pendekatan multidimensional perlu melengkapi diri

dengan alat-alat metodologi berupa berupa konsep dan Teori Ilmu Sosial, yaitu

teori yang tepat dalam bidang kepalangmerahan adalah Ilmu Geografi, Kesehatan,

Ekonomi, Antropoli, Sosiologi untuk mengungkap peristiwa sejarah lebih

mendalam.

Untuk membentuk rekonstruksi sejarah Palang Merah Indonesia Cabang

Medan penulis menggunakan beberapa buku panduan, sebagai telaah tentang

kesukarelaan dan dasar kepalangmerahan ditingkat Internasional, Nasional,

maupun tingkat daerah.

4 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu

(22)

dikalangan sipil ataupun militer. Disini juga dijelaskan mengenai bahaya dan

akibat perang yang hanya memberikan kerugian baik materi maupun korban

jiwa,untuk itu diperlukan adanya sekelompok tim yang bertugas untuk

memberikan pertolongan kepada korban. Hasil dari konvensi-konvensi Jenewa

akan dijadikan sebagai tugas dari Komite Palang Merah Internasional (KPMI).

Konvensi Jenewa yang sudah berlangsung hingga yang ke-X, pada

dasarnya membahas tentang penyelesaian sengketa internasional dengan jalan

damai, pembahasan mengenai kekerasan dalam menagih hutang-hutang negara,

hal memulai permusuhan dan hukum dalam memulai perang di darat. Tugas-tugas

ini diserahkan kepada Palang Merah Internasional yang dianggap sebagai badan

yang sangat netral dibandingkan dengan badan PBB yang lainnya.

Buku karangan Ibnu Soetowo dengan kawan-kawan, yang berjudul

”Memperkenalkan Palang Merah Indonesia” menjelaskan prinsip-prinsip gerakan

kemanusiaan di Indonesia dan waktu kepengurusan kepalangmerahan di Indonesia

pada masa-masa awal. Pada halaman bagian yang selanjutnya menguraikan dasar

lahirnya gerakan Palang Merah Indonesia, prinsip-prinsip gerakan kemanusian di

Indonesia dan struktur kepengurusan kepalangmerahan di Indonesia. dari

keterangan ini penulis akan mendapatkan bakti yang diberikan oleh gerakan

Palang Merah di Indonesia.

Dari beberapa buku yang sudah diuraikan pada telaah pustaka ini,

(23)

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif naratif terhadap sumber-sumber

sejarah dari Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap tindakan-tindakan

yang dilakukan saat peristiwa bencana ataupun fenomena sosial lainnya yang

menelan korban jiwa. Metode penelitian menggunakan metode penelitian sejarah

yang prosesnya adalah:

1. Heuristik yaitu: proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang

memberikan penjelasan tentang peranan Palang Merah, khususnya Palang

Merah Cabang Medan, dengan menggunakan metode:

a. Penelitian Lapangan menggunakan metode wawancara terhadap

pelaku seperti Edi Siswanto, M. Fitri, Amir Husein untuk

mengetahui gerakan Palang Merah di Medan. Metode penelitian

wawancara diharapkan menjadi keterangan yang paling pokok sebab

kepalangmerahan adalah seseorang yang sudah mengabdikan diri

menjadi sukarelawan Palang Merah Indonesia Cabang Medan.

Metode yang lainnya adalah kuessioner untuk memperoleh

keseragaman keterangan dari berbagai informan.

b. Penelitian Kepustakaan (library Research), yaitu mengumpulkan

berbagai sumber tertulis seperti buku, majalah, surat kabar, notulen,

buletin dan hasil penelitian terdahulu yang dapat mendukung

(24)

2. Kritik Sumber, untuk memeriksa kevalidan data melalui:

a. Kritik Intern yang berguna untuk memperoleh dokumen atau

keterangan yang kredibel, dengan cara menganalisis sejumlah

sumber tertulis.

b. Kritik Ekstern, digunakan untuk memperoleh data yang outentik.

3. Interpretasi untuk menganalisis dan menafsir data dengan menggunakan

metode perbandingan (komparatif) dengan penelitian yang diadakan

sebelumnya.

4. Historiografi yaitu menyusun fakta menjadi hasil penelitian, yang bentuknya

adalah karya tulis sejarah.

(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Latar Belakang Sejarah Perkembangan Kota Medan

Palang Merah Indonesia Cabang Medan, merupakan Palang Merah yang

berkonsentrasi dalam masalah kesehatan di Kota Medan. Segala aktivitas dan

kegiatan yang akan dikerjakan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan

berorientasi dengan kondisi yang terjadi di Medan. Demikian dengan penelitian,

membahas tentang kondisi Medan dari sudut pandang Palang Merah Indonesia

Cabang Medan.

Dari hasil penelahaan yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi kota

Medan, menghasilkan sejumlah kesimpulan tentang latar belakang historis kota

Medan yaitu, bahwa kota Medan didirikan oleh Guru Patimpus yang berasal dari

etnis Karo. Setelah melakukan beberapa pertimbangan tentang berdirinya kota

Medan, menyimpulkan bahwa kota berdiri tanggal 1 Juli 1590, maka tanggal 1

Juli dijadikan sebagai hari ulang tahun Kota Medan,5

5 Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan: Pemerintah Kota, 2004, hlm. 34

yang dirayakan setiap

tahunnya.

Keadaan Kota Medan pertama kalinya adalah hanya sebuah tempat

tinggal, yang berfungsi sebagai tempat pemukiman beberapa orang manusia saja,

dan semakin lama jumlah penduduk yang menempatinya di sekitar kota dan pantai

semakin besar, sehingga Medan menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh

(26)

Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang ke Medan ternyata

menimbulkan perkembangan kota semakin pesat. Kota segera menjadi daerah

perdagangan setelah banyak masyarakat dari luar daerah yang memperdagangkan

barang-barang dagangannya ke Medan. Seperti keterangan yang diperoleh dari De

Chineezen Ter Oostkust Van Sumatera menjelaskan bahwa tahun 1882, Cina telah

mengirimkan sejumlah utusannya sebagai biro perdagangan yang bertugas di

Sumatera Timur, berpusat di Medan.

Selain biro perdagangan, kelompok Tionghoa juga mengirimkan sejumlah

perwira yang bertugas memberikan keamanan perdagangan anatara kelompok

Tionghoa dengan kelompok masyarakat yang ada di Medan. Akibat dari hal ini,

maka kelompok Tionghoa dan kelompok suku lainnya semakin bertambah di

Medan. Medan sudah semakin penting bagai banyak orang.

Pada awal tahun 1866, pengusaha dari Belanda membuka sistem

perkebunan di Deli dan mendirikan Deli Maatschappaij yang berpusat di Medan.

Penanaman tembakau di Medan juga memberikan perkembangan kota Medan,

selain banyak masyarakat mencari pekerjaan ke kota Medan, kelompok

masyarakat juga menjadikan kota Medan sebagai pusat perkumpulan pengusaha

yang ada di Sumatera Timur, baik yang datang dari Eropa, maupun kelompok

pedagang Asia lainnya.

Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan

diresmikan menjadi pusat reseden untuk wilayah Sumatera Timur.6

6 Mahadi, Hari Djadi dan Garis-garis Besar Perkembangan Sosiologi Kota Medan,

Medan: Fakultas Hukum USU, 1967, hlm. 39

Persetujuan

(27)

yang datang ke Medan. Sejak saat itu, maka Medan menjadi pusat segala aktivitas

yang ada di Sumatera Timur, baik pusat pemerintahan, perdagangan, maupun

pusat pemukiman penduduk. Perkembangan Medan sejak saat itu sangat jauh

meninggalkan kota-kota lainnya yang ada di Sumatera Timur.

Pembukaan Deli Maatschappaij, menimbulkan terjadinya pengiriman

buruh yang akan dipekerjakan di perkebunan. Kelompok buruh yang terbesar pada

dasarnya didatangkan dari pulau Jawa. Perkembangan kota Medan inilah yang

mempengaruhi Sultan Deli melakukan pemindahan pusat pemerintahannya dari

Labuhan Deli ke Medan, seiring dengan perpindahan pemerintahan Kolonial,

yaitu Asisten Residen dari tempat yang sama pada tahun 1887.7

1. Pusat kegiatan pemerintahan

Pokok peristiwa sebelumnya yang mendasari Kota Medan mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Medan dihuni oleh beragama suku, etnis, agama

dan juga tradisi yang berbeda, berdasarkan masyarakat yang membawanya.

Demikian halnya dengan perkembangan perekonomian yang dilatarbelakangi

kedatangan pengusaha dan pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, khususnya

daerah Deli.

Perkembangan Kota Medan sangat pesat yang akhirnya menjadi pusat

propinsi Sumatera Utara yang berfungsi sebagai pusat administrasi untuk wilayah

Sumatera Utara. Ada beberapa hal yang ingin dicapai oleh pemerintah Kota

Medan sebagai ibukota propinsi yaitu

2. Pusat kegiatan industri perdagangan dan perhubungan

(28)

3. Pusat kegiatan pendidikan, pariwisata, sosial dan budaya.

Maka dengan demikian sesuai dengan kegunaannya diatas, Kota Medan

akan terus mengalami perkembangan baik secara fisik maupun dari sudut

aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan di Kota Medan akan terus meningkat,

kecepatan urbanisasi akan meningkat, melihat perkembangan kota yang demikian

pesatnya. Sehingga banyak membutuhkan perlengkapan sosial dan perlengkapan

kehidupan masyarakat, guna menjamin keselamatan dan proses kehidupan di kota

Medan, yang luasnya mencapai ± 25.580 Ha dan dihuni penduduk dengan jumlah

± 1,3 juta Jiwa pada tahun 1982.

Jumlah penduduk yang tergolong pesat ini menuntut banyak perlengkapan

pelayanan publik. Pelayanan tersebut bentuknya swadaya dari kelompok atau

organisasi tertentu, terutama yang sifatnya organisasi sukarelawan kesehatan,

sebab kehidupan kota sering ditimpa dengan bahaya penyakit menular dan

bencana lainnya yang dapat menimbulkan korban jiwa.

2.2 Kondisi Geografis Kota Medan

Secara geografis, Kota Medan berada pada posisi 3, 30º - 3, 43º Lintang

Utara dan 98,35 º - 98,44º Bujur Timur dengan topografi, Kota Medan cenderung

miring kesebelah utara. Wilayah Medan jauh lebih rendah apabila dibandingkan

dengam kabupaten yang ada disebelahnya. Ketinggian Medan berada pada 2,5 –

37, 5 di atas permukaan laut.8

8 Pemerintahan Kota Medan, op cit., hlm. 36

Dari ketinggian ini, maka daerah Medan sangat

(29)

Sebagian wilayah Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai

Barat Belawan, dan daerah pedalaman yang dekat dengan kota Madya Medan

tergolong dataran tinggi, seperti kabupaten Karo. Akibat yang ditimbulkan hal ini

memberikan dampak pada suhu di Medan yang tergolong panas. Faktor dari letak

daerah ini juga ditambah dengan perkembangan kota secara fisik yaitu

bangunan-bangunan yang semakin lama semakin bertambah dan memakai kaca pada bagian

dinding bangunan, maka suhu Medan semakin lama semakin panas. Akibat yang

akan dialami manusia disekitarnya adalah terpengaruhnya kesehatan masyarakat

sekitar.

Wilayah kota Medan dilengkapi dengan faktor-faktor administratif, yang

tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah pendukung perkembangan kota. Kota

Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial

Sumatera Utara yang sebagian besar berbatasan dengan Deli Sedang. Adapun

batas-batas tersebut adalah: Sebelah Timur Medan berbatasan dengan daerah Deli

Serdang, Sebelah Utara Medan Berbatasan Langsung Dengan Selat Malaka,

Sebelah Barat Medan Berbatasan dengan daerah Deli Serdang dan Sebelah

Selatan Medan Berbatasan dengan kabupaten Langkat.

Dengan posisi seperti ini dan ditambah dengan faktor kemajuan internal

lainnya, maka kota Medan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat Sumatera

Utara dan bahkan masyarakat Indonesia. Sebelum terjadi perluasan, wilayah kota

Medan hanya seluas 1.150 hektar. Luas wilayah ini hanya bertahan sampai tahun

(30)

5.130 hektar. kemudian tahun 1973 kota Medan luasnya mengalami pertambahan

lagi menjadi 26.510 hektar.9

9 Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan: Pemerintah Kota, 2004, hlm. 38

2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan

Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah, setiap tahunnya,

penduduk yang menempati kota Medan dominan masyarakat yang berusia antara

15-65 tahun. Pertambahan pada usia ini ditafsir sebagai masyarakat pendatang

atau masyarakat karena proses urbanisasi dengan tujuan adalah untuk bekerja. Hal

ini terjadi setelah dibuka perkebunan di Sumatera Timur yang wilayahnya

termasuk Medan.

Banyaknya etnis di nusantara, baik yang datang dari luar daerah Medan ke

Medan untuk mencari pekerjaan atau menjadi buruh kebon di perkebunan yang

dibuka oleh pengusaha asing di Indonesia. Banyak dari kelompok buruh ini

menjadi menetap di wilayah Medan atau sekitarnya. Kelompok etnis yang

menetap ini akan menjadi dasar-dasar dari pembentukan sistem sosial dan budaya

di Medan. Sebab mereka datang kompleks dengan budaya yang mereka miliki.

Sebelum merdeka, segala sistem yang berlaku di sekitar daerah kesultanan

Medan pada umumnya terbentuk dari kebijakan kesultanan serta pemerintahan

kolonial. Pada bagian administrasi masyarakat, kebijakan datang dari

pemerintahan kolonial sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan sistem

sosial dan kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk oleh kesultanan. Hal ini

(31)

Kemerdekaan Indonesia memberikan dampak terhadap perubahan sistem

sosial dan struktur masyarakat Medan. Hal ini berpengaruh terhadap sistem

budaya Melayu yang sudah diingkari sebagai budaya kesultanan10

Unsur budaya masyarakat Medan berasal dari inti sari budaya-budaya etnis

yang ada di Indonesia, khususnya budaya etnis yang ada di Kota Medan. Unsur

budaya tersebut merupakan penyesuaian dengan kaidah-kaidah peraturan dan

undang-undang yang berlaku dalam negara Republik Indonesia, sehingga tidak

ada unsur budaya yang dominan dari kelompok masyarakat ataupun etnis tertentu,

walaupun secara kuantitas adalah dominan di kota Medan.

kepada sistem

sosial budaya nasional. Sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan, dominasi

dari budaya Melayu sangat besar sebagai tradisi yang disahkan di kesultanan Deli.

Setelah kemerdekaan terdapat budaya baru di kota Medan yang merupakan

budaya percampuran (pluralis) dari berbagai suku yang menempati kota Medan.

Seperti suku Jawa, Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, Aceh, Tionghoa

dan suku-suku yang lainnya masing-masing melaksanakan tradisi yang mereka

miliki, tanpa ada unsur budaya dari suatu suku yang sistem budayanya

diutamakan di Medan. Sistem sosial yang berlaku dalam kehidupan keseharian

masyarakat merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang

berlaku di Indonesia. Peraturan pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi

dasar dari kehidupan sosial yang berlaku dalam masyarakat Medan.

11

10 Mahadi., loc cit 11 Pemko., loc cit

Nilai keagamaan

yang ada di kota Medan sangat banyak memberikan manfaat terhadap

(32)

dan unsur religius masyarakat Medan menjadi salah satu ciri karakter masyarakat

yang tinggal di sekitar Kota Medan.

2.4 Sistem Ekonomi Masyarakat Kota Medan

Sejak tahun 1863, wilayah Medan dan sekitarnya mulai dibuka untuk

perkebunan. Sejak tahun inilah perkembangan kota tergolong pesat. Masyarakat

yang tinggal disekitarnya mulai memiliki pekerjaan yang menetap dan diatur oleh

pemerintah yang berkuasa saat itu.

Masyarakat yang didatangkan dari luar Medan pada dasarnya dipekerjakan

menjadi buruh dalam perkebunan, yang pada awalnya adalah buruh dalam

perkebunan penanaman dan pengeringan tembakau.12

Perkebunan semakin diperluas, disebabkan permintaan dan kebutuhan

wilayah Eropa akan tembakau semakin besar. Pada tahun 1881 hasil tembakau

sudah mencapai 82.365 pak dengan hasil penjualan di Nederland FI. 14.750.000,-.

Hasil ini memancing para pengusaha semakin bersemangat membuka perkebunan

di wilayah Deli. Para buruh yang akan dipekerjakan pada perkebunan semakin

ditingkatkan, khususnya buruh Cina, Tamil, dan Jawa. Sebanyak 22 perusahaan

besar dibuka di Daerah Deli, yang pada dasarnya menanam Tembakau, dibuka Proses penanaman hingga

pengeringan dan akhirnya dikirim keluar pulau Sumatera, dapat digolongkan

sebagai industri tembakau, yaitu Industri Tembakau Deli. Jadi masyarakat

pendatang dan masyarakat yang ada di Medan banyak bekerja di sektor industri

setelah pengusaha Belanda membuka perkebunan di Sumatera Timur.

(33)

pada tahun 1887 dengan memakai kuli dari Cina sebanyak 4.476 jiwa, kuli dari

Tamil sebanyak 459 jiwa dan kuli yang didatangkan dari Jawa sebanyak 316

orang. 13

Perusahaan-perusahaan milik pengusaha asing yang sudah besar sebelum

Indonesia merdeka seperti, Perusahaan Air Bersih, Perusahaan Listrik Medan,

Rumah Sakit Medan yang dibangun di Jalan Puteri Hijau (sekarang), Deli Proef

Station (sekarang Rispa), Medan Hotel (hotel Grahana) dan perusahaan lainnya

yang pada dasarnya adalah milik pengusaha. Semua perusahaan milik swasta ini

dibangun di Medan dilatarbelakangi oleh rencana Kota Medan yang akan

dijadikan sebagai ibu kota Sumatera Timur pada tahun 1888.

Perkebunan-perkebunan dan industri yang dibuka oleh perusahaan asing di

Indonesia menjadi dasar-dasar perekonomian di Medan setelah kemerdekaan

diperoleh dari bangsa Belanda. Perkebunan tembakau menjadi milik bangsa

Indonesia dengan berbagai proses, baik proses nasionalisasi perusahaan asing,

maupun dengan proses penarikan kembali.

14

13 Tengku Lukman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Satgas MAMBI, 1991,

hlm. 55

14 Ibid., hlm. 58-60

Sejak direncanakan menjadi ibu kota Sumatera Timur, Wilayah Medan

difokuskan menjadi daerah industri dan daerah perkebunan milik pengusaha

asing. Sedangkan daerah pertanian yang dimiliki masyarakat, sedikit demi sedikit

dijadikan perumahan dan perusahaan. Demikan halnya setelah merdeka,

masyarakat dominan bekerja disektor industri dan perkebunan. Sedangkan

(34)

Petani yang ada di Kota Medan semakin sedikit, aktivitas yang dominan

dilakukan adalah bekerja di sektor perindustrian, perdagangan, perkebunan dan

membuka usaha kecil. Bekerja sebagai buruh, petani dan pekerjaan lainnya

dilakukan oleh masyarakat menengah kebawah sehingga situasi masyarakat yang

tingkat perekonomiannya menengah kebawah lebih banyak.

Kelompok masyarakat yang berprofesi sebagai buruh dan kelompok

pekerja menengah ke bawah sangat rentan dengan kurangnya perawatan

kesehatan. Masyarakat membutuhkan pertolongan medis yang sifatnya murah

ataupun yang bersifat pengobatan gratis, untuk membantu keadaan masyarakat

(35)

BAB III

PERANAN GERAKAN PALANG MERAH

3.1 Hendry Dunant Sebagai Penggagas Red Cross

Pada tanggal 24 Juni 1859, perang besar-besaran terjadi yang melibatkan

tiga negera besar di Eropa, yaitu peran antara negara Italia bersama Prancis

melawan negara Austria. Perang dilakukan di kota Solferino, Italia. Perang ini

terjadi secara spontan tanpa adanya sebuah perjanjian ataupun negosiasi untuk

melaksanakan perang, sehingga perang ini sangat banyak menelan korban.

Terlebih terhadap prajurit, jumlah korban meninggal dunia dan luka perang sangat

besar.

Peristiwa dan akibat perang di Solverino terekam oleh seorang warga

negara Swiss bernama Henry Dunant yang memberikan pertolongan kepada

korban tanpa adanya perintah ataupun permintaan dari kelompok yang berperang.

Tidak cukup hanya satu orang, sehingga Henry membentuk timnya yang

merupakan masyarakat Solferino. Sama seperti tugas yang dilaksanakan oleh

Henry, mereka adalah penolong korban perang tanpa memilih korban kedua belah

pihak yang sedang perang.

Henry Dunant mencatatkan pengalaman ini dalam sebuah buku, yang

isinya adalah tentang kerugian akibat perang, korban luka-luka dan bahkan

keluarga yang kehilangan saudaranya akibat perang. Dalam hal ini diperlukan

peran beberapa orang dalam memberikan pertolongan kepada mereka yang masih

(36)

bersama masyarakat sangat penting. Pengalaman ini diberi judul “Kenangan Dari

Solverino”.15

Dalam catatannya, kegiatan yang dilakukannya tidak terkait dengan

kepentingan politik ataupun karena dorongan orang lain, sebab saat melintas dari

Solverino tujuan dari Henry Dunant sebenarnya untuk menghadap Kaisar

Perancis, Napoleon III, tetapi melihat kota penuh dengan korban perang, maka

secara spontan Henry Dunant mengumpulkan beberapa anggota masyarakat

membentuk posko tempat mengumpulkan korban perang dan memberikan

pertolongan medis.

Saat terjadi perang, prajurit perang menjadi kelompok yang paling banyak

menjadi korban. Sebab kelompok yang berperang adalah kelompok prajurit.

Karena kekurangan persediaan medis dari kedua kelompok yang berperang maka

banyak prajurit yang sama sekali tidak mendapat pertolongan. Bantuan

sukarelawan yang diberikan oleh Henry Dunant dan masyarakat adalah hal yang

sangat tepat, hingga akhirnya jumlah korban meninggal dunia dari masing-masing

pihak berkurang.

16

Henry Dunant mempunyai rencana yang lebih jauh lagi dari

pengalamannya di Solverino, melalui penonjolan beberapa poin saat memaparkan

catatannya di Jenewa yaitu perang adalah tindakan yang sangat kejam dan hanya

memberikan kerugian kepada mereka yang berperang, perang bukanlah satu cara

memecahkan masalah tetapi memperbesar permusuhan, perang membutuhkan

15 H. Umar Mu’in, Gerakan Palang Merah Dan Bulan Sabit Merah Internasional dan

Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm. 10

16 Marion Harrof, Kegiatan Komite Internasional Palang Merah (International Comitte

Of The Red Cross) Pada Waktu Kekerasan Dalam Negeri, Jakarta: International Riview Of The

(37)

satu pihak yang tidak terikat dan bersifat netral yang bertugas sebagai pihak

penengah. Hasil pemikiran Henry Dunant banyak disukai oleh masyarakat luas.

Kelompok masyarakat yang turut hadir saat Henry Dunant memaparkan isi

bukunya, ikut memberi dukungan ketika Henry Dunant menawarkan

pembentukan sebuah kemunitas yang bergerak dalam bidang kemanusiaan karena

masyarakat memandang positif tawaran yang berikannya. Hal ini dilatarbelakangi

oleh idealisme Henry Dunant yang sama sekali adalah karena keterbukaan dan

bukan karena imbalan materi.17

Tugas organisasi tersebut adalah untuk memberikan pertolongan kepada

prajurit akibat perang dan perlindungan terhadap sukarelawan yang sedang

melakukan tugas medis terhadap korban perang. Tugas ini dominan sebagai tugas

medis yang bersifat kesukarelaan.

Untuk mengwujudkan rasa simpatik dari masyarakat Jenewa terhadap

pemikiran Henry Dunant maka segera terbentuk sebuah komunitas yang

menantang negara-negara yang sedang melakukan perang. Komunitas ini adalah

kemunitas anti perang. Masyarakat Jenewa semakin bersemangat

mengkampanyekan hasil pemikiran dan rancangan yang dibuat oleh Henry

Dunant. Melihat perubahan yang terjadi pada masyarakat Jenewa, umumnya

masyarakat Swiss maka Henry Dunant mendirikan sebuah organisasi

kemanusiaan yang bersifat permanen. Organisasi yang dibentuk oleh Henry

Dunant pada masa damai adalah sebagai persiapan kepada perang yang waktunya

tidak dapat ditentukan.

(38)

Pendapat Henry Dunant ternyata memberikan ketertarikan, seperti

kelompok masyarakat yang traumatis dengan peristiwa perang. Pendapat ini

langsung mendapat sambutan hangat dari warga Jenewa yaitu General Defaur, Dr.

Luis Appia, Dr. Teodore Maunoir dan Gustave Moynier. Mereka mengusulkan

pada Henry Dunant untuk mengembangkan gagasan yang dibuatnya berwujud

Internasional.18

Saat pemaparan Henry Dunant tentang Komite Lima kepada seluruh warga

termasuk pemimpin Negara Swiss. Ia menyampaikan bahwa perang yang terjadi

selama ini belum menunjukkan perhatiannya kepada para prajurit yang menjadi

korban perang. Sasaran pokok dari pelaksanaan perang adalah kemenangan tanpa

memperhitungkan kerugian ataupun korban yang diakibatkannya. Untuk

membuktikan sosialisasi tentang gerakan sukarelawan Komite Lima, maka pada

pertemuan selanjutnya, Komite Lima mengundang berbagai negara dari belahan

dunia untuk berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Mereka sepakat dengan

tawaran yang dilakukan oleh Komite Lima. Kesepakatan ini berwujud menjadi Henry Dunant menerima tawaran yang diajukan kepadanya oleh kelompok

General Dufour, lalu mengarahkannya menjadi organisasi yang dinamakan

dengan “Komite Lima” yang anggotanya adalah 4 tim medis yang disebutkan

sebelumnya ditambah dengan Henry Dunant. Sasaran utama pembentukan badan

ini adalah sebagai sukarelawan perang, baik dalam bentuk medis maupun sebagai

orasi menyuarakan kepada masyarakat agar tidak menyetujui dilakukannya perang

antara siapapun.

(39)

organisasi yang bernama “Badan Palang Merah”.19

1. Austria 9. Norwegia

Sebanyak 16 negara yang turut

dalam pertemuan Komite Lima, yaitu:

2. Baden 10. Prusia

3. Beierem 11. Prancis

4. Belanda 12. Spanyol

5. Heseen Darmstadt 13. Saxson

6. Inggris 14. Swedia

7. Italy 15. Hutenberg dan

8. Hannover 16. Swiss,

Tugas pokok Badan Palang Merah sesuai kesepakatan dari 16 negara yang

hadir adalah sebagai tenaga medis terhadap prajurit korban perang di darat. Untuk

pembicaraan selanjutnya Komite Lima membahas tentang struktur organisasi dan

sosialisasi “Badan Palang Merah”. Hal ini diutamakan dan mendapat ijin kepada

negara-negara yang hadir pada pertemuan Badan Palang Merah di Jenewa.

Sadangkan untuk negara yang tidak hadir pada pertemuan Jenewa, merupakan

negara-negara yang tidak dapat dimasuki oleh Badan Palang Merah.20

Organisasi Badan Palang Merah memberikan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada Henry Dunant, sebagai wujudnya Henry Dunant dijadikan

pemimpin dan pengarah tindakan-tindakan operasional dari Badan Palang Merah.

19 Umar Mu’in., loc cit

(40)

3.2 Pembentukan Komite Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit

Merah (ICRC)

Henry Dunant tidak henti-hentinya berusaha membangun Gerakan Palang

Merah ketingkat yang lebih besar lagi, bahkan sasaran yang tertinggi untuk

dicapainya adalah Palang Merah yang mendapat pengakuan dari seluruh pihak

Internasional. Henry Dunant sering malakukan hijrah ketempat-tempat yang

berkompeten dalam penghitungan statistik jiwa, seperti yang dilakukannya ke

Berlin Jerman.

Saat kunjungannya ke Berlin Jerman, ia mendapat data-data manusia yang

menderita sakit akibat perang, panyakit menular dan penyakit lainnya. Tujuan ini

dilakukannya untuk mempengaruhi serta meyakinkan manusia agar peduli pada

korban perang dan kesehatan lainnya.21

21 Umar Mu’in, op cit., hlm. 18

Melalui penyebarluasaan akibat dari perang, Henry Dunant mencoba

memberikan penjelasan terhadap banyak orang tentang akibat dari perang. Henry

Dunant berusaha mempublikasikan tentang statistik tersebut ketika pertemuan

kesehatan dilakukan di Eropa. Kampanye yang dilakukannya, banyak mendapat

perhatian dari berbagai pihak seperti Dokter J.B.C Basting dari Balanda. Ide dan

pemikiran Henry Dunant merupakan pemikiran yang harus diwujudkan sehingga

(41)

Pernyataan ini dinyatakannya ketika pelaksanaan Konferensi Statistik Jiwa

Manusia di Belanda. J.B.C Basting bahkan menambahkan tiga poin tentang

pendapat dari Henry Dunant yaitu:

1. Bahwa setiap pemerintah di Eropa diharapkan menyetujui dan memberi

pengakuan adanya komite internasional oleh komite nasional serta

memberikan perlindungan.

2. Bahwa setiap pemerintah akan mengakui dan mengangkat anggota dari

jawatan kesehatan tentara termasuk sukarelawan yang bersifat netral.

3. Bahwa dalam keadaan perang, transportasi anggota sukarelawan dan

bantuan akan dipermudah oleh semua pihak.22

Hasil yang dapat dipetik dari pertemuan tersebut adalah rasa simpati serta

pujian yang semakin besar terhadap Henry Dunant. Ia mengajukan permohonan

terhadap negaranya (Swiss) agar memberikan perhatian penuh terhadap

pemikirannya. Permohonan ini diterima langsung oleh Pemerintah Swiss. Badan

Palang Merah yang selanjutnya dipimpin oleh Teodore Maunoir tetap berjalan

dan menyebarkan kepalangmerahan kepada berbagai negara, sehingga mereka

semakin mudah untuk menyatukannya.

Melihat pengaruh dari penyebarluasan kepalangmerahan di Badan Palang

Merah Swiss, maka pemerintah Swiss berkeyakinan besar terhadap ketulusan

pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Ketika Henry Dunant

mengetahui dilaksanakan konvensi kepalangmerahan yang mengundang banyak

negara yang memiliki komite Palang Merah Nasional, maka melalui Badan Palang

(42)

Merah Swiss, ia mengusulkan pelaksanaan Konferensi Palang Merah

Internasional. Negara Swiss akhirnya menerima permintaan dari kelompok Badan

Palang Merah Nasional Swiss dan mengundang banyak negara untuk merativikasi

organisasi tersebut. Tanggal 22 Agustus 1864, 12 negara ditambah 16 negara

hadir saat konvensi Jenewa I dilakukan yang menghasilkan sejumlah kesepakatan

yaitu:

1. Tentara yang terluka atau sakit harus diobati

2. Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang organisasi

Palang Merah Internasional menggunakan lambing salib diatas dasar putih

sama seperti lambang Negara Swiss. Lambang ini diupayakan dipakai

seluruh badan kesehatan seperti rumah sakit, transportasi kesehatan dan

sukarelawan saat konflik bersenjata.23

Sebagai negara yang memprakarsai terbentuknya Komite Palang Merah

Internasional, maka negara Swiss memperoleh penghargaan dari kepala negara

dan kontingen berbagai negara yang hadir saat pertemuan digelar. Demikan

halnya kepada Henry Dunant, penghargaan diberikan berbagai kontingen negara

anggota.

Komite Palang Merah Internasional pada awalnya memakai lambang salib

berwarna merah tetapi karena dianggap tidak memberikan kesan keberagaman,

maka kelompok negara Islam memakai lambang bulan sabit merah. Seiring

dengan penambahan lambang ini maka Komite Palang Merah Internasional

berganti nama menjadi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang lambangnya

(43)

adalah penyatuan kedua simbol yaitu salib dan bulan sabit merah,24

Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah disepakati dapat dipakai

oleh rumah sakit dan kelompok medis lainnya untuk menjamin kenetralan dari

kelompok pelaksana kesehatan. Tugas-tugas pokok dari komite Palang Merah

Internasional diatur dalam kesepakatan Undang-undang Palang Merah

Internasional yang terdiri dari 10 pasal.

tanpa

merubah fungsi dan tujuannya dari badan tersebut.

25

Akibat perkembangan peralatan dan areal pelaksanaan perang semakin

beragam, maka Komite Palang Merah Internasional semakin mempelajari hal ini

untuk menyusun strategi membantu korban perang. Perang Solverino adalah

perang yang menjadi dasar pertolongan bagi gerakan Badan Palang Merah. Tugas

Komite Palang Merah Internasional yang tersusun dari perang ini hanya sekitar Setelah International Comitte Of The Red Cross (ICRC) terbentuk maka

pekerjaan yang direncanakan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian Palang

Merah semakin mendapat sambutan dari berbagai negara. Sesuai dengan

perkembangan teknologi dan pemikiran manusia, sistem perang juga semakin

meningkat. Peperangan bukan saja dilakukan di darat tetapi perang banyak

dilakukan di laut dan di udara. Latar belakang ini mempengaruhi peningkatan

progam ICRC, sesuai dengan perang yang sedang terjadi, maka secara otomatis

fungsi dari Palang Merah Internasional juga semakin luas.

3.3 Usaha Ratifikasi Konvensi Jenewa

24 Ibid., hlm. 4

(44)

perang darat. Untuk menjaga Komite Palang Merah Internasional tetap berjalan,

maka lembaga ini telah melakukan beberapa kali Konvensi, seperti konvensi

tahun 1909, 1923, 1929 dan tahun 1949. Dasar dari perubahan ini adalah Perang

Dunia I dan Perang Dunia II yang telah menyebabkan korban luka-luka dan

meninggal dunia sangat besar. ICRC menganggap hal ini dikarenakan kurangnya

persiapan dari komite itu sendiri dalam mengenali jenis perang yang akan terjadi.

Pada Perang Dunia I, jatuhnya korban tidak hanya dialami oleh tentara

ataupun kelompok militer, tetapi keganasan perang telah banyak menewaskan

masyarakat sipil yang tidak berdosa. Pada Konvensi I Jenewa pertolongan medis

yang terencana hanya diberikan kepada prajurit yang terluka dan meninggal dunia,

sedangkan perlindungan terhadap sipil belum direncanakan sama sekali.26

26 Mochtar Kusumaatmadja., loc cit

Perlombaan menggunakan teknologi dalam berperang seperti nuklir, rudal,

bom dan pesawat sebagai alat perang menjadi salah satu taktik perang dalam

menghabisi jiwa manusia. Perang juga dilakukan di laut bahkan di udara, tanpa

memperhitungkan akibat.

Sebagai proses penyesuaian antara perang dan cara kerja Komite Palang

Merah Internasional, maka pelaksanaan Konvensi Jenewa I dilaksanakan kembali.

Partisipasi dari Komite Palang Merah Nasional didasari berbagai negara yang

turut hadir pada konvensi tersebut untuk mempublikasikan tindakan-tindakan

yang akan dilakukan pada setiap Badan Palang Merah Nasinal dan bahkan Komite

(45)

Cara mengadopsi hasil Konvensi Jenewa ataupun konvensi lainnya

menjadi bagian dari tugas Komite Palang Merah Nasional maupun Internasional

telah diatur dalam Konvensi Jenewa I yang menyatakan “Konvensi ini akan

berlaku untuk semua peristiwa perang yang diakibatkan oleh semua sengketa

bersenjata (Armed Conflik) lainnya yang melibatkan dua atau lebih pihak”.27

Perlindungan tawanan ternyata sangat diperlukan, untuk itu Konvensi III

dilakukan sebagai perlindungan terhadap tawanan perang dan tawanan lainnya.

Perlakuan yang dijadikan contoh perlakukan terlarang adalah perlakuan tentara Konvensi Jenewa II lebih mengarah kepada pengaturan pelaksanaan

perang. Tujuan dari perjanjian ini adalah pembatasan dampak yang ditimbulkan

oleh perang. Perang akan dijauhkan dari daerah masyarakat guna membatasi

dampaknya pada masyarakat sipil. Sebelum konvensi ini dilaksanakan, perang

terjadi tanpa memperhitungkan siapa seharusnya yang dapat dibunuh. Kelompok

masyarakat terkadang menjadi sasaran dari tentara ketika perang dalam keadaan

memanas. Akibatnya korban yang ditimbulkan oleh perang dimasa lalu sangat

besar.

Setelah pembatasan perang menjadi otoritas dari Palang Merah, organisasi

ini tidak berhenti disitu saja, tetapi juga memperhatikan perlakuan yang diterima

para tawanan yang ditawan. Para tawanan banyak yang terbunuh di penjara akibat

penyiksaan yang dilakukan oleh pihak penawan. Sebelum konvensi III

dilaksanakan, tawanan menjadi pelampiasan amarah dari kelompok penahan,

mereka diperlakukan diluar hak asasinya sebagai manusia.

(46)

Jepang dan Jerman kepada lawan negaranya.28 Hal-hal yang ikut dijaga dalam

konvensi ini menyangkut masalah perlindungan dan perlakuan terhadap tawanan,

pengembalian tawanan perang, tempat menawan, kesehatan materil tawanan

mencakup keuangan, makanan kebersihan tawanan, dan pengamatan kesehatan.29

Tambahan-tambahan tugas Komite Palang Merah akan diturunkan ke

Komite Palang Merah Nasional, guna sosialisasi tugas dari badan Palang Merah.

Kebutuhan akan sukarelawan dan pekerjaan Palang Merah semakin besar di

barbagai belahan dunia, sehingga banyak negara meratifikasi bentuk organisasi

yang sama dengan Palang Merah dan kemudian bergabung dengan organisasi Bidang lain yang harus diperhatikan pihak penawan sesuai dengan isi

Konvensi III mencakup kesejahteraan moral (agama, kegiatan-kegiatan

intelektual, olah raga, hiburan, hubungan dengan dunia luar dan perihal kiriman

dari luar), hak tawanan untuk mengajukan permohonan, pengaduan laporan,

disiplin dalam kemah tawanan, pemulangan langsung, penempatan di negara yang

dianggap netral, pemeriksaan terhadap tawanan yang meninggal dunia dan

masalah lainnya.

Palang Merah diberi tugas untuk melakukan pemeriksan persyaratan

tersebut tanpa harus mendapat ijin dari pihak mana pun. Hal ini membuktikan

bahwa Komite Palang Merah Internasional (ICRC) semakin besar dan diakui

kenetralannya.

28 Ibnu Sutoyo., loc cit

(47)

tersebut setelah Komite Palang Merah Internasional menilai bahwa organisasi

tersebut telah layak menjadi anggota Palang Merah Internasional.30

Kelompok Palang Merah Belanda menilai bahwa Indonesia juga

membutuhkan Gerakan Palang Merah untuk menginvestigasi penjajahan yang

dilakukan oleh Belanda di Indonesia. Rencana pendirian Palang Merah di

Konvensi akan dilakukan oleh Komite Palang Merah Internasional setelah

melakukan analisa terhadap kejadian perang dan mendapat beberapa kemajuan

baru atau tindakan yang membahayakan kepada umat manusia, seperti Hukum

Perlakuan Internasional (HPI). Peraturan baru ini adalah tindakan untuk

meminimalis tindakan kekerasan dari kelompok perang yang menahan lawan

perangnya.

Ratifikasi terhadap hasil Konvensi Jenewa akan segera disebarluaskan

keberbagai negara atau kepada Palang Merah Nasional yang ada di berbagai

negara. Tujuan penyebaran informasi ratifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan

rasa kemanusiaan keberbagai belahan dunia.

3.4 Pembentukan Palang Merah Nasional Indonesia

Untuk mengembangkan misi kemanusiaan, pihak Palang Merah Dan

Bulan Sabit Merah, berupaya mengembangkan jaringannya keberbagai negara.

Tujuan dilaksanakannya pengembangan ini adalah sebagai penyebarluasan

tentang penghargaan terhadap nilai kemanusiaan.

30 Marion Harroff Tavel, Kegiatan Komite Internasional Palang Merah (International

Committee Of The Red Cross) Pada Waktu Kekerasan Dalam Negeri, Jakarta: International

(48)

Indonesia bermula dari pelaksanaan konvensi tahun 1907, dimana Belanda adalah

panitia pelaksana konvensi.

Demikian terbentuknya Palang Merah di Indonesia yang disponsori oleh

Palang Merah Belanda. Gerakan ini membuktikan bahwa gerakan Palang Merah

Belanda adalah gerakan Palang Merah yang tergolong netral. Proses pembentukan

ini juga mendapat hambatan yang datang dari pemerintah Belanda di Indonesia,

tetapi karena Palang Merah Nasional Belanda mempunyai dukungan yang kuat

dari Palang Merah Internasional dan Palang Merah Nasional lainnya maka

pembukaan Palang Merah di Indonesia berhasil dilakukan pada tahun 1932,

dengan nama Het Nederlands- Indische Rode Kruis (NIRK).31

Pembentukan NIRK di Indonesia berlatarbelakang dari prinsip Belanda

bahwa tanah jajahan merupakan negeri yang potensial baik dari segi budaya dan

ekonomi, dimana Belanda bertindak dengan sesuka hatinya untuk mengeruk

kekayaan dan warisan budaya tersebut. Oleh karena itu Palang Merah Nederland

terbebani untuk hal ini.32

Tahun 1940, kelompok pelajar menginginkan Palang Merah yang ada di

Indonesia berdiri sendiri tanpa berhubungan dengan Palang Merah Nederland. Sebagai ketua dan sekaligus pelopor Palang Merah Indonesia distrik

Nederland, dr. R.C.L Senduk dari Belanda dan dr. Bahder Djohan dari Indonesia

berusaha keras menyebarluaskan prinsip-prinsip kepalangmerahan pada kelompok

muda Indonesia. Hal ini mendapat tanggapan yang baik dari kelompok muda,

tetapi tidak berumur panjang.

(49)

Permintaan ini hilang setelah mendapat kecaman dari kelompok pemerintah

Belanda di Indonesia, sehingga peminat Palang Merah semakin berkurang, sebab

mereka menilai bahwa di dalam Palang Merah Nederland masih dipengaruhi

pemerintah kolonial Belanda.

Palang Merah Indonesia distrik Nederland sempat berkembang diberbagai

kota yang ada di Nusantara. Pada tahun 1942, tentara Jepang menilai bahwa

Palang Merah Indonesia distrik Nederland juga sebagai bagian dari kelompok

Belanda, sehingga kelompok sukarelawan tersebut dibubarkan.

Akhir pemerintahan Belanda, beberapa pelajar tetap tertarik dengan

gerakan Palang Merah dan menjalankannya, tanpa membentuk hubungan dengan

Palang Merah Jepang yang membuat gerakan Palang Merah Indonesia ini segera

dibubarkan oleh Pemerintah Jepang. Sejak saat itu gerakan Palang Merah berhenti

total selama pemerintahan Jepang di Indonesia.

Kelompok pelajar yang tergabung dalam kelompok Palang Merah tetap

menginginkan gerakan tersebut lepas dari pengaruh pemerintah yang berkuasa di

Indonesia, agar bebas melakukan gerakannya sebagai tenaga sukarelawan yang

bersifat netral. Tetapi karena pengaruh asing masih kuat di Indonesia saat itu,

permintaan ini tidak dikabulkan. Pemuda tetap menunggu waktu yang tepat untuk

pembentukan Palang Merah yang netral.

Kemerdekaan Indonesia ternyata menjadi waktu yang tepat untuk rencana

kelompok pemuda Palang Merah tersebut yang didukung sepenuhnya oleh

Presiden Soekarno dengan mengeluarkan perintah khusus untuk pendirian badan

(50)

dilakukan oleh Menteri Kesehatan saat itu yaitu dr. Buntaran dengan membentuk

Komite Lima, yang anggotanya adalah:

1. dr. R Mochtar : Ketua

2. dr Bahder Djohan : Wakil ketua

3. dr Djohana : Sekretaris

4. dr Farzuki : Anggota

5. dr Sitanal : Anggota

Komite Lima segera melakukan perundingan untuk merencanakan langkah

strategis yang akan dilaksanakan Komite Lima diawal kemerdekaan Indonesia.

Maka rancangan yang mengarah kepada situasi Indonesia yang baru merdeka,

yaitu sebagai sukarelawan perang. Langkah srategis lainnya adalah:

1. Organisasi bantuan korban perang revolusi menjelang kemerdekaan

Indonesia

2. Merencanakan pengembalian tentara yang ditawan oleh pejuang Indonesia

baik dari kelompok Sekutu maupun dari kelompok Belanda

3. Mengembalikan penduduk Indonesia yang mengungsi dan

menyembunyikan diri karena ketakutan kepada kelompok penjajah.33

Pekerjaan ini sebenarnya membutuhkan persiapan dan tenaga yang kuat,

sebab tugas yang dilaksanakan ini adalah pekerjaan yang tergolong berat, maka

untuk mengantisipasi terhentinya kegiatan Komite Lima melakukan penjaringan

anggota sukarelawan. Penjaringan dilakukan kepada kelompok muda sebab

(51)

mereka masih tergolong kuat dan mampu melaksanakan tugas dari

kepalangmerahan.

Korban perang dan penjajahan yang dilakukan Jepang dan Belanda di

Indonesia ternyata terjadi hampir diseluruh daerah-daerah Indonesia. Korban kerja

paksa, masyarakat yang diasingkan, tahanan politik, kelompok yang dituduh

pemberontak, pengungsian secara paksa, dan korban-korban lainnya. Keadaan ini

mengharuskan kelompok sukarelawan harus membuka cabang dibanyak daerah

yang ada di Indonesia. Dengan merekrut kelompok pemuda yang berasal dari

daerah tersebut.

3.5 Pembentukan Palang Merah Indonesia Cabang Medan

Keadaan kota Medan sebelum Indonesia Merdeka tidak jauh berbeda

dengan besarnya kota Batavia (Jakarta). Banyak kegiatan yang dilakukan masa

penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang di Medan. Untuk itulah ketika dr.

R.C.L Senduk membuka Palang Merah Indonesia distrik Nederland di Indonesia,

salah satunya Medan merupakan cabang yang tergolong besar, tepatnya di markas

Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang sekarang.34

34 Lihat Gambar I, Markas Palang Merah Indonesia Cabang Medan di Jalan Palang Merah

No. 17 Medan

Het Nederlands-Indische Rode Kruis cabang Medan merupakan

perpanjangan dari NIRK yang ada di Jakarta. Tugas dan fungsi yang

dijalankannya dominan sebagai tenaga sukarelawan berbentuk medis, tanpa

(52)

Kelompok pemuda yang ada di Medan tidak terlalu tertarik dengan

kegiatan ini, sebab sangat jarang masyarakat khususnya pemuda yang bebas dari

perhatian Belanda dan Jepang. Kelompok muda menjadi tenaga yang

dipekerjakan di lapangan. Anggota Palang Merah yang ada di Medan sebelum

merdeka adalah kelompok sukarelawan Belanda.

Palang Merah Cabang Medan mulai mengalami perkembangan ketika

Indonesia Merdeka, sedangkan kepengurusan Palang Merah sejak September

1945 beralih ketangan Indonesia setelah proses serah terima dari kelompok NIRK

kepada pemuda sukarelawan Indonesia yang ada di kota Medan.35

Untuk melengkapi serta memulai pekerjaan Palang Merah Indonesia di

Medan dan menyerupai tugas Palang Merah yang ada di Pulau Jawa, maka

sejumlah anggota Palang Merah Indonesia dari Jawa di tugaskan melakukan

perekrutan di Pulau Sumatera, tepatnya Medan. Kepanitiaan ini berlangsung

hingga tahun 1950, ketika korban-korban perang berhasil di evakuasi oleh Palang

Merah Indonesia Cabang Medan yang bekerja sama dengan dokter-dokter Kepengurusan

organisasi Palang Merah di Medan telah dilaksanakan pemuda yang ada di

Medan.

Fungsi sebagai tim medis lebih dominan dilaksanakan di Medan, dari pada

fungsi Palang Merah lainnya. Pemberian perawatan kepada korban luka,

perawatan kepada penderita penyakit, terutama kelompok laskar yang ikut

memperjuangkan bangsa Indonesia. Pekerjaan yang dilakukan Palang Merah sama

dengan kelompok medis lainnya.

35 Hasil wawancara dengan Edi Siswanto, Kepala Markas Palang Merah Indonesia

Gambar

Gambar 1 :  Markas Palang Merah Indonesia Cabang Medan 1945 di kota Medan.(sumber photo: PMI Cabang Medan)
Gambar 3 : Pengumpulan dana untuk bantuan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan tahun 1966 (sumber photo: PMI Cabang Medan)
Gambar 5 :   Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat Kota Medan tahun 1957  oleh PMI Cabang Medan (sumber photo: PMI Cabang Medan)
Gambar 7 :  Pertemuan Federasi Palang Merah Internasional dengan Palang Merah Indonesia Cabang Medan tahun 1969 (sumber photo: PMI Cabang Medan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk menemukan suatu cara pemecahan masalah yang tepat dalam pengolahan data pada PMI (Palang Merah Indonesia) Daerah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi yang biasanya dilakukan oleh ketua unit pelayanan ambulance Palang Merah

Sesuai dengan rencana kerja bidang PMR dan Relawan tahun 2010, kami bermakud mengadakan pertemuan Forum Remaja Palang Merah Indonesia (FORPIS), Forum Relawan (FOREL) dan

Frekuensi kejadian malaria positif pada darah donor di Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia cabang Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau

Palang Merah Indonesia dapat menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal atau Lambang Palang Merah Indonesia untuk mendukung penyebarluasan Hukum

PENGELOLAAN KOMPONEN-KOMPONEN DARAH DI UTD PALANG MERAH INDONESIA PMI KOTA BANDA ACEH Nova Fajarna1, Widya Sari2 12Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email:

PENUTUP LAMPIRAN PROGRAM KERJA PALANG MERAH REMAJA MTS AT-TARBIYAH A.UMUM Palang Merah Remaja PMR adalah suatu bagian dari Palang Merah Indonesia yang angota-anggotanya dididik

i VISUAL STORY TELLING SEBAGAI KONSEP PERANCANGAN DESAIN ANTARMUKA APLIKASI PENANGGULANGAN BENCANA PALANG MERAH INDONESIA PMI SURAKARTA TUGAS AKHIR KARYA Disusun untuk memenuhi