AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN
(1950-1980)
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA: PINTHA PRIANA
NIM : 020706005
Pembimbing,
Drs. Indera, M. Hum.
NIP 131785644
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN
(1950-1980)
Yang diajukan oleh:
Nama: Pintha Priana
NIM : 020706005
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing,
Drs. Indera, M. Hum. tanggal 30 April 2008
NIP 131785644
Ketua Departemen Ilmu Sejarah
Dra. Fitriaty Harahap, S.U. tanggal 5 Mei 2008
NIP 131284309
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN
(1950-1980)
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA: PINTHA PRIANA
NIM : 020706005
Pembimbing
Drs. Indera, M. Hum.
NIP 131785644
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua
DISETUJUI OLEH:
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U.
NIP 131284309
Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian
PENGESAHAN:
Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan
Pada
Tanggal : 9 Mei 2008
Hari : Jumat
Fakultas Sastra USU
Dekan,
Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D.
NIP 132098531
Panitia Ujian:
NO. Nama Tanda Tangan
1. Dra. Fitriaty Harahap, S.U. (………)
2. Dra. Nurhabsyah, M. Si. (………....)
PRAKATA
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat anugerah
yang diberikanNya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
ditujukan sebagai pertanggungjawaban akhir dari seorang mahasiswa sejarah dengan
merekonstruksi masa lampau yang masih memiliki pengaruh hingga saat ini bahkan
hingga masa yang akan datang. Adalah menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi
oleh setiap mahasiswa untuk menyusun skripsi guna menyelesaikan perkuliahan dan
memperoleh gelar Sarjana.
Untuk memenuhi syarat tersebut, penulis mengangkat sebuah permasalahan yang
ditulis menjadi sebuah skripsi, yang berjudul Aktivitas Palang Merah Indonesia
Cabang Medan (1950-1980). Dalam menyusun skripsi ini penulis mengumpulkan
berbagai sumber yang relevan. Disamping itu penulis melakukan wawancara dengan
orang-orang yang mengetahui penelitian yang sedang dilakukan penulis. Saat melakukan
penelitian ini, penulis mengakui mengalami banyak kendala, sehingga penelitian berjalan
lebih lambat dari yang telah direncanakan. Salah satu kendala yang dihadapi yaitu proses
perolehan data, sebab pendokumenan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok
sukarelawan Palang Merah Indonesia Cabang Medan sangat sedikit.
Untuk itulah penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, namun bagi
penulis bukanlah sempurna yang menjadi utama melainkan proses menuju kearah
kesempurnaanlah yang terpenting karena yang sempurna sesungguhnya hanyalah utopia.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua
ABSTRAK
Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan (1950-1980)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas Palang Merah Indonesia terutama Cabang Medan.Untuk mengetahui peranannya terhadap masyarakat Sumatera Utara, khususmya Masyarakat Medan.
Dalam memperoleh data tersebut penulis menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Research). Dimana penulis melakukan wawancara serta di dukung dengan studi kepustakaan. Penelitian ini merekonstruksi masa lampau Palang Merah Indonesia Cabang Medan, yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang bersifat sukarelawan tanpa mengharapkan imbalan dari apa yang telah mereka sumbangkan kepada masyarakat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih banyak terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan. Namun penulis merasa
bersyukur karena masih dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Kedua orang tua saya tercinta, S.H.Panggabean/T.br Gurning untuk doa dan
cintanya yang begitu besar. Atas pengorbanan dan kesempatan yang telah
diberikan kepada saya sehingga saya dapat menikmati pendidikan.
2. Bapak Drs. Syaifuddin, MA.Ph.D selaku Dekan FS, Pembantu Dekan beserta
seluruh staf pegawai.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Sejarah serta Ibu
Dra. Nurhabsyah M.Si sebagai Sekretaris Departemen Sejarah yang
membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dra. Hj. Haswita selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala
perhatiannya selama saya menjadi mahasiswa.
5. Bapak Drs. Indera, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala
perhatian, kritik, saran dan pengarahannya selama penulisan skripsi ini.
6. Bapak Edi Siswanto selaku Kepala Markas PMI Cabang Medan dan semua
informan, yang telah banyak memberi bantuan data selama penelitian.
7. Saudari dan saudara saya, Susi Mulyanti SS, Irma Juniartha S.Pd dan ito
tercinta Goklas yang selalu memaksa saya untuk segera menyelesaikan
8. Untuk keluarga besar Panggabean ( Napitupulu, Zandroto, Silalahi, Pardede,
Haloho, Simanungkalit) atas partisipasi serta bantuannya.
9. Untuk Mr. Roy B. N yang senantiasa berada disamping saya dalam keadaan
senang atau pun sedih. Yang selalu menorehkan senyum serta yang
menghentikan air mata saya.
10.Untuk keluarga dekat saya, Mr. Aji S. SE, Mr. Bungan S. S.Pd, Verawati N.
dan teman-teman saya: Aprida, Halason serta seluruh stambuk 02 (Amin,
Juleo, Erwin, Tiomsi, Tommy, Daru, Dedi, Bohal,dll)
11.Yang terutama kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih dan
pencobaan yang diberikanNya untuk mendewasakan serta menjadikan hamba
selalu mensyukuri hidup yang telah dikaruniakanNya.
Medan, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA ………. i
ABSTRAK ……….. ii
UCAPAN TERIMAKASIH ……….. iii
DAFTAR ISI ..……….. v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah..……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. 7
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………... 8
1.4 Tinjauan Pustaka ……….. 9
1.5 Metode Penelitian ………. 11
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Latar Belakang Sejarah Perkembangan Kota Medan ……… 13
2.2 Kondisi Geografis Kota Medan ……… 16
2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan …………. 18
2.4 Sistem Ekonomi Masyarakat Medan ……… 20
BAB III PERANAN GERAKAN PALANG MERAH 3.1 Hendry Dunant Sebagai Penggagas Red Cross ……… 23
3.2 Pembentukan Komite Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah ………..……… 28
3.3 Usaha Ratifikasi Konvensi Jenewa ……… 31
3.4 Pembentukan Palang Merah Nasional Indonesia …………. 35
BAB IV AKTIVITAS PALANG MERAH INDONESIA CABANG MEDAN
4.1 Organisasi Sukarelawan Kemanusiaan ………. 42
4.2 Bulan Dana Palang Merah Indonesia Cabang Medan …….. 44
4.3 Aktifitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan Dalam
Pelayanan Kesehatan ………. 46
4.4 Pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) ………... 47
4.5 Organisasi Kemanusiaan Yang Netral ………... 50
4.6 Pelayanan Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia
Cabang Medan ………... 55
4.7 Aktifitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan Untuk
Peristiwa Bencana Alam ………... 57
BAB V KESIMPULAN ……… 60
DAFTAR PUSTAKA
DATRAR INFORMAN
LAMPIRAN
ABSTRAK
Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan (1950-1980)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas Palang Merah Indonesia terutama Cabang Medan.Untuk mengetahui peranannya terhadap masyarakat Sumatera Utara, khususmya Masyarakat Medan.
Dalam memperoleh data tersebut penulis menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Research). Dimana penulis melakukan wawancara serta di dukung dengan studi kepustakaan. Penelitian ini merekonstruksi masa lampau Palang Merah Indonesia Cabang Medan, yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang bersifat sukarelawan tanpa mengharapkan imbalan dari apa yang telah mereka sumbangkan kepada masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejarah umat manusia pada awalnya adalah sejarah perang, sejarah
penjajahan dan sejarah kekuasaan. Tindakan-tindakan kejam manusia pada
dasarnya dilatarbelakangi oleh naluri untuk mempertahankan diri atau
mempertahankan kekuasaan kelompok baik dalam komunitas kecil maupun
komunitas yang besar. Karena perbedaan paham dan pemikiran, sehingga timbul
saling mencurigai serta menganggap orang lain ataupun kelompok yang lainnya
membahayakan sehingga terjadilah yang dinamakan dengan perang.
Tindakan berperang adalah salah satu revolusi pada jaman-jaman
terdahulu bagi kehidupan manusia, akibat dari perang pada dasarnya adalah
sebuah kerugian besar. Sebab perang tidak pernah memberikan keuntungan
kepada kedua pihak yang bertikai dan yang terjadi justru yang sebaliknya, yaitu
luka-luka dan kematian. Kesepakatan mengenai perang dan bentuk perdamaian
sangat jarang dilakukan oleh kelompok yang berperang. Perang terjadi seperti
gejala alam yang tidak dapat dikontrol, sehingga korban yang diakibatkan sangat
besar.1
Sebelum hadirnya Palang Merah Internasional oleh Henry Dunant, hanya
ada dua kelompok yang terlibat dalam perang yaitu pihak yang bertikai,
sedangkan kelompok penengah tidak dijumpai ataupun kelompok sukarelawan
1 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Bandung: PT.
sebagai regu penyelamat bagi korban perang. Latar belakang ini juga adalah
sebagai faktor yang mengakibatkan kematian dalam peperangan sangat besar.
Pengalaman Henry Dunant yang menjadikan dirinya sebagai salah satu
pihak ketiga dalam perang yaitu sebagai sukarelawan terhadap korban-korban
perang antara dua kubu yang berkonflik yaitu Austria melawan Perancis dan Italia
di Solferino. Kegiatan Henry Dunant dicatat berupa sebuah laporan. Catatan yang
dirangkum oleh Henry Dunant ternyata mengandung ketertarikan kepada rakyat
banyak khususnya rakyat Swiss setelah mendengar publikasi dari kegiatannya.
Henry Dunant menjelaskan akibat-akibat perang hanya merugikan, dan
sama-sekali tidak memberikan keuntungan, seperti perang Solferino yang menelan
korban sebanyak 40.000 jiwa, diantaranya korban meninggal dunia dan luka-luka.
Tindakan dari Henry Dunant bersama grupnya mendapat dukungan dari
masyarakat, terlihat ketika Henry Dunant bersama Jenderal Guillame-Heri
Dufour, dr. Luis Appia, dr. Theodore Maunoir dan Gustave Moynier membentuk
Komite Lima sebagai organisasi bantuan perang. Tugas pokok dari Komite Lima
berupa: membentuk organisasi kemanusiaan internasional yang dapat
dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang
cidera di medan perang dan mengadakan perjanjian Internasional guna melindungi
prajurit yang cidera di medan perang.2
Gagasan Komite Lima akhirnya menjadi dasar pembentukan International
Commitee Of the Red Cross (ICRC) setelah konvensi Jenewa I yang menghasilkan dua keputusan pokok yaitu:pertama, tentara yang terluka harus diobati dan kedua
2 Ibnu Sutowo, Memperkenalkan Palang Merah Indonesia, Jakarta: Markas Besar PMI,
sebagai penghargaan terhadap negara Swiss maka lambang perlindungan
menggunakan tanda palang merah diatas dasar Putih. Lambang ini akan dipakai
seluruh Rumah Sakit, Ambulance dan para Petugas Medis di medan perang atau
di tempat tertentu.3
Bentuk organisasi kepalangmerahan di Indonesia sudah lama
direncanakan. Gerakan kepalangmerahan dimulai sejak masa pendudukan
Belanda di Indonesia dinamakan dengan Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie
(NERKAI), yang berakhir ketika Jepang mengalahkan Belanda dari Indonesia.
Dalam Konvensi Jenewa membahas tentang tindak lanjut dari Konvensi
Den Haag, yaitu tentang perang, baik perang dengan senjata modern maupun
perang tradisional, terutama perang yang dilaksanakan di darat.
Konvensi-Konvensi Jenewa mengutuk keras pertentangan dan perang yang selalu berakibat
terhadap korban jiwa dan kerugian lainnya, seperti Perang Dunia II yang menelan
korban paling besar dari segala perang yang pernah terjadi.
Hasil Konvensi Jenewa menjadi salah satu sumber tugas yang akan
dilaksanakan oleh komite nasional Palang Merah di berbagai negara, seperti
Palang Merah Indonesia. Gerakan Palang Merah Indonesia dinilai sangat positif
terbentuk di Indonesia mengingat situasi Indonesia adalah salah satu kawasan
yang rentan dengan bahaya bencana alam. Pertolongan berupa bantuan medis dan
bentuk pertolongan fisik tanpa mengharapkan sebuah imbalan dan gaji sangat
orientik dengan tingkatan kesejahteraan yang masih layak mendapatkan
pertolongan medis secara gratis terutama saat penjajahan Belanda di Indonesia.
Jepang menilai bahwa bentukan barat pada dasarnya bertujuan untuk melakukan
dominasi dalam semua bidang, sehingga organisasi kepalangmerahan pun ikut
dibubarkan dari Indonesia.
Berakhirnya kekuasaan Jepang dari Indonesia setelah Amerika Serikat
menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki, menyusul penyerahan Jepang
di Indonesia, segera disambung dengan perintah dari presiden Soekarno untuk
suatu badan Palang Merah Nasional. Akhirnya perintah dari Presiden Soekarno
dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan saat itu yaitu Dr. Buntaran. Dr Buntaran
membentuk Komite Lima yang dipimpin oleh dr. Djuhana, dan anggotanya adalah
dr. Marzuki., dan dr. Sitanata. Dengan waktu yang sangat singkat, Palang Merah
segera terbentuk, yaitu tanggal 17 September 1945. Sebagai tugas pertama yang
menjadi tanggungjawab dari Palang Merah Indonesia adalah merawat dan
memberikan bantuan terhadap korban perang Kemerdekaan Indonesia,
pengembalian tawanan Belanda maupun tawanan Jepang.
Pihak Internasional menilai gerakan Komite Lima (Gerakan Palang
Merah) sangat netral dan bekerja sesuai dengan prinsip yang dimiliki oleh Palang
Merah Internasional maka tahun 1950, Palang Merah Internasional memberikan
pengakuan terhadap Palang Merah Indonesia sebagai salah satu anggota Palang
Merah Internasional. Pemerintah segera menyambut pengakuan Internasional
dengan mengeluarkan Keputusan Presiden NO. 25 tahun 1950 mengenai
pengesahan keberadaan Palang Merah Indonesia dan Keppres 246 tahun 1963
sebabnya tanpa membedakan agama bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin
dan bahasa .
Banyaknya jumlah korban yang diakibatkan oleh perang kemerdekaan di
berbagai daerah, sangat mendukung pembukaan cabang Palang Merah diberbagai
daerah. Sifat kerja Palang Merah yang sama sekali tidak mengharapkan imbalan
ataupun gaji menjadikan organisasi ini sangat tepat dibuka di Medan. Palang
Merah hadir di Medan bersamaan waktunya dengan kehadiran Palang Merah
Indonesia (nasional), dan proses pengakuan terhadap Palang Merah Nasional,
berarti sekaligus pengakuan terhadap Palang Merah Indonesia Cabang Medan.
Sejak resmi menjadi bagian dari Palang Merah Internasional, gerakan
Palang Merah Indonesia di Medan memberikan pengabdian yang serius terhadap
sejumlah korban-korban bencana alam, maupun penyakit menular lainnya. Prinsip
kerja yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia secara umum, dan Palang
Merah Indonesia Cabang Medan pada khususnya, antara lain :
1. Kemanusiaan: memberikan pertolongan tanpa membedakan korban yang
terluka saat pertempuran, mencegah dan mengobati penderitaan sesama
manusia dan menanamkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama,
dan perdamaian sesama manusia.
2. Kenetralan: gerakan Palang Merah tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan, pandangan politik. Tujuan
semata-mata adalah mengurangi penderitaan manusia dan mendahulukan
semua pihak. Gerakan ini dilarang memihak atau melibatkan diri dalam
pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.
3. Kemandirian dalam membentuk perhimpunan nasional di samping
membantu pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, dan menaati
peraturan negara, menjaga otonominya, sehingga berjalan dengan
prinsip-prinsip kepalangmerahan.
4. Kesukarelaan dalam memberikan bantuan, suka rela tanpa mengharapkan keuntungan apapun. Kesatuan Palang Merah hanya satu
dalam satu negara yang terbuka pada semua orang dan melaksanakan
tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
5. Kesemestaan gerakan Palang Merah mempunyai tangung jawab yang
sama untuk menolong sesama.
Palang Merah Indonesia Cabang Medan membangun kegiatannya dengan
menggabungkan prinsip kepalangmerahan dengan orientasi sosial. Kegiatan
Palang Merah Indonesia Cabang Medan selalu aktif dalam mencari
masalah-masalah kesehatan yang menekankan kehidupan sosial. Gerakan
kepalangmerahan di Medan pada dasarnya mengarah kepada kegiatan medis,
sedangkan kegiatan diplomatis seperti agen pembuat perjanjian perang atau
tindakan yang sejenis tergolong jarang dilakukan.
Upaya peningkatan Palang Merah tergolong hal yang sulit dilakukan.
Kegiatan Palang Merah hanyalah wujud sifat sukarela seorang anggota, ataupun
donatur tanpa mengharapkan imbalan ataupun gaji. Sebagai anggota Palang
dengan kesepakatan. Anggota Palang Merah Indonesia Cabang Medan juga
diharuskan membayar iuran anggota untuk dijadikan sebagai dana operasi
gerakan.
Apabila ditarik sebuah kesimpulan, secara materi bahwa menjadi anggota
Palang Merah Indonesia Cabang Medan harus memberikan banyak sumbangan
baik sumbangan materi maupun sumbangan tenaga, tetapi anggota Palang Merah
Cabang Medan tetap bertambah setiap tahunnya. Hal inilah yang membuat penulis
tertarik untuk mengkaji tentang ”Aktivitas Palang Merah Indonesia Cabang
Medan (1950-1980)”.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, rekonstruksi
tentang bakti Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap korban bencana
alam yang terjadi di Sumatera Utara. Kajian ini akan memakai sudut pandang
Palang Merah Indonesia terhadap pertolongan yang sudah dilakukan saat bencana
alam maupun bencana lain yang menelan korban jiwa. Poin-poin permasalahan
yang diangkat antara lain :
1. Bagaimana peranan Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap
korban bencana alam di Sumatera Utara?
2. Bagaimana peranan sosial Palang Merah Indonesia Cabang Medan
terhadap masyarakat di sekitarnya?
Batasan waktu dari penelitian ini mengangkat tahun 1950 sebagai batas
awal dan tahun 1980 sebagai batas akhir. Tahun 1950 Palang Merah Indonesia,
mendapat pengakuan pihak Palang Merah Internasional (International Commitee
Of The Red Cross atau ICRC) sebagai anggota tetap dengan nomor urut 68.
Penulis mengangkat tematis ini sebagai latar belakang 1950 sebagai awal
penelitian. Sedangkan tahun 1980, Palang Merah Indonesia mendapat bidang
kerja baru yaitu sebagai organisasi yang mengurus transfusi darah di Indonesia.
Tematis ini menjadi latar belakang dari pengkatan tahun 1980 sebagai batas akhir.
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Sejarah perjalanan organisasi ini adalah hal yang menarik diteliti terlebih
Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang merupakan perpanjangan tangan
Palang Merah Internasional untuk misi kemanusiaan tanpa mendapat imbalan dari
pihak manapun. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peranan Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap
korban bencana di Sumatera Utara.
2. Mengetahui peran sosial Palang Merah Indonesia Cabang Medan
terhadap masyarakat di sekitarnya.
3. Mengetahui proses pengembangan kepalangmerahan di Kota Medan
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat:
1. Menambah wawasan pembaca tentang kepalangmerahan.
2. Menambah literatur dalam penulisan sejarah Palang Merah Cabang
1.4 Tinjauan Pustaka
Untuk menulis tentang sejarah peran yang dilakukan oleh Palang Merah
Indonesia Cabang Medan, tidak terhindar dari pendekatan multidimensional,
seperti kajian tentang bencana alam yang terjadi di Sumatera Utara.
Pendekatan multidimensional (analitik) merupakan penghindaran terhadap
konvensionalisasi kisah sejarah yang dilakukan oleh penulis sejarah gaya lama
untuk tujuan tertentu. Penulis sejarah dalam hal ini adalah penulisan sejarah
amatiran yang menonjolkan peran seorang Raja, Kaisar, Panglima Perang,
maupun penguasa lainnya, yang menghindari faktor-faktor pendukung yang tidak
kalah pentingnya dengan pelaku utama.4
Dalam buku karangan Mochtar Kusumaatmadja yang berjudul
“Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949” menjelaskan tinjauan hukum perang, atau hukum
yang mengatur cara dilakukannya perang modern maupun perang tradisional, baik
Penulisan Sejarah dan pendekatan multidimensional perlu melengkapi diri
dengan alat-alat metodologi berupa berupa konsep dan Teori Ilmu Sosial, yaitu
teori yang tepat dalam bidang kepalangmerahan adalah Ilmu Geografi, Kesehatan,
Ekonomi, Antropoli, Sosiologi untuk mengungkap peristiwa sejarah lebih
mendalam.
Untuk membentuk rekonstruksi sejarah Palang Merah Indonesia Cabang
Medan penulis menggunakan beberapa buku panduan, sebagai telaah tentang
kesukarelaan dan dasar kepalangmerahan ditingkat Internasional, Nasional,
maupun tingkat daerah.
4 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu
dikalangan sipil ataupun militer. Disini juga dijelaskan mengenai bahaya dan
akibat perang yang hanya memberikan kerugian baik materi maupun korban
jiwa,untuk itu diperlukan adanya sekelompok tim yang bertugas untuk
memberikan pertolongan kepada korban. Hasil dari konvensi-konvensi Jenewa
akan dijadikan sebagai tugas dari Komite Palang Merah Internasional (KPMI).
Konvensi Jenewa yang sudah berlangsung hingga yang ke-X, pada
dasarnya membahas tentang penyelesaian sengketa internasional dengan jalan
damai, pembahasan mengenai kekerasan dalam menagih hutang-hutang negara,
hal memulai permusuhan dan hukum dalam memulai perang di darat. Tugas-tugas
ini diserahkan kepada Palang Merah Internasional yang dianggap sebagai badan
yang sangat netral dibandingkan dengan badan PBB yang lainnya.
Buku karangan Ibnu Soetowo dengan kawan-kawan, yang berjudul
”Memperkenalkan Palang Merah Indonesia” menjelaskan prinsip-prinsip gerakan
kemanusiaan di Indonesia dan waktu kepengurusan kepalangmerahan di Indonesia
pada masa-masa awal. Pada halaman bagian yang selanjutnya menguraikan dasar
lahirnya gerakan Palang Merah Indonesia, prinsip-prinsip gerakan kemanusian di
Indonesia dan struktur kepengurusan kepalangmerahan di Indonesia. dari
keterangan ini penulis akan mendapatkan bakti yang diberikan oleh gerakan
Palang Merah di Indonesia.
Dari beberapa buku yang sudah diuraikan pada telaah pustaka ini,
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif naratif terhadap sumber-sumber
sejarah dari Palang Merah Indonesia Cabang Medan terhadap tindakan-tindakan
yang dilakukan saat peristiwa bencana ataupun fenomena sosial lainnya yang
menelan korban jiwa. Metode penelitian menggunakan metode penelitian sejarah
yang prosesnya adalah:
1. Heuristik yaitu: proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang
memberikan penjelasan tentang peranan Palang Merah, khususnya Palang
Merah Cabang Medan, dengan menggunakan metode:
a. Penelitian Lapangan menggunakan metode wawancara terhadap
pelaku seperti Edi Siswanto, M. Fitri, Amir Husein untuk
mengetahui gerakan Palang Merah di Medan. Metode penelitian
wawancara diharapkan menjadi keterangan yang paling pokok sebab
kepalangmerahan adalah seseorang yang sudah mengabdikan diri
menjadi sukarelawan Palang Merah Indonesia Cabang Medan.
Metode yang lainnya adalah kuessioner untuk memperoleh
keseragaman keterangan dari berbagai informan.
b. Penelitian Kepustakaan (library Research), yaitu mengumpulkan
berbagai sumber tertulis seperti buku, majalah, surat kabar, notulen,
buletin dan hasil penelitian terdahulu yang dapat mendukung
2. Kritik Sumber, untuk memeriksa kevalidan data melalui:
a. Kritik Intern yang berguna untuk memperoleh dokumen atau
keterangan yang kredibel, dengan cara menganalisis sejumlah
sumber tertulis.
b. Kritik Ekstern, digunakan untuk memperoleh data yang outentik.
3. Interpretasi untuk menganalisis dan menafsir data dengan menggunakan
metode perbandingan (komparatif) dengan penelitian yang diadakan
sebelumnya.
4. Historiografi yaitu menyusun fakta menjadi hasil penelitian, yang bentuknya
adalah karya tulis sejarah.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Latar Belakang Sejarah Perkembangan Kota Medan
Palang Merah Indonesia Cabang Medan, merupakan Palang Merah yang
berkonsentrasi dalam masalah kesehatan di Kota Medan. Segala aktivitas dan
kegiatan yang akan dikerjakan oleh Palang Merah Indonesia Cabang Medan
berorientasi dengan kondisi yang terjadi di Medan. Demikian dengan penelitian,
membahas tentang kondisi Medan dari sudut pandang Palang Merah Indonesia
Cabang Medan.
Dari hasil penelahaan yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi kota
Medan, menghasilkan sejumlah kesimpulan tentang latar belakang historis kota
Medan yaitu, bahwa kota Medan didirikan oleh Guru Patimpus yang berasal dari
etnis Karo. Setelah melakukan beberapa pertimbangan tentang berdirinya kota
Medan, menyimpulkan bahwa kota berdiri tanggal 1 Juli 1590, maka tanggal 1
Juli dijadikan sebagai hari ulang tahun Kota Medan,5
5 Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan: Pemerintah Kota, 2004, hlm. 34
yang dirayakan setiap
tahunnya.
Keadaan Kota Medan pertama kalinya adalah hanya sebuah tempat
tinggal, yang berfungsi sebagai tempat pemukiman beberapa orang manusia saja,
dan semakin lama jumlah penduduk yang menempatinya di sekitar kota dan pantai
semakin besar, sehingga Medan menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh
Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang ke Medan ternyata
menimbulkan perkembangan kota semakin pesat. Kota segera menjadi daerah
perdagangan setelah banyak masyarakat dari luar daerah yang memperdagangkan
barang-barang dagangannya ke Medan. Seperti keterangan yang diperoleh dari De
Chineezen Ter Oostkust Van Sumatera menjelaskan bahwa tahun 1882, Cina telah
mengirimkan sejumlah utusannya sebagai biro perdagangan yang bertugas di
Sumatera Timur, berpusat di Medan.
Selain biro perdagangan, kelompok Tionghoa juga mengirimkan sejumlah
perwira yang bertugas memberikan keamanan perdagangan anatara kelompok
Tionghoa dengan kelompok masyarakat yang ada di Medan. Akibat dari hal ini,
maka kelompok Tionghoa dan kelompok suku lainnya semakin bertambah di
Medan. Medan sudah semakin penting bagai banyak orang.
Pada awal tahun 1866, pengusaha dari Belanda membuka sistem
perkebunan di Deli dan mendirikan Deli Maatschappaij yang berpusat di Medan.
Penanaman tembakau di Medan juga memberikan perkembangan kota Medan,
selain banyak masyarakat mencari pekerjaan ke kota Medan, kelompok
masyarakat juga menjadikan kota Medan sebagai pusat perkumpulan pengusaha
yang ada di Sumatera Timur, baik yang datang dari Eropa, maupun kelompok
pedagang Asia lainnya.
Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan
diresmikan menjadi pusat reseden untuk wilayah Sumatera Timur.6
6 Mahadi, Hari Djadi dan Garis-garis Besar Perkembangan Sosiologi Kota Medan,
Medan: Fakultas Hukum USU, 1967, hlm. 39
Persetujuan
yang datang ke Medan. Sejak saat itu, maka Medan menjadi pusat segala aktivitas
yang ada di Sumatera Timur, baik pusat pemerintahan, perdagangan, maupun
pusat pemukiman penduduk. Perkembangan Medan sejak saat itu sangat jauh
meninggalkan kota-kota lainnya yang ada di Sumatera Timur.
Pembukaan Deli Maatschappaij, menimbulkan terjadinya pengiriman
buruh yang akan dipekerjakan di perkebunan. Kelompok buruh yang terbesar pada
dasarnya didatangkan dari pulau Jawa. Perkembangan kota Medan inilah yang
mempengaruhi Sultan Deli melakukan pemindahan pusat pemerintahannya dari
Labuhan Deli ke Medan, seiring dengan perpindahan pemerintahan Kolonial,
yaitu Asisten Residen dari tempat yang sama pada tahun 1887.7
1. Pusat kegiatan pemerintahan
Pokok peristiwa sebelumnya yang mendasari Kota Medan mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Medan dihuni oleh beragama suku, etnis, agama
dan juga tradisi yang berbeda, berdasarkan masyarakat yang membawanya.
Demikian halnya dengan perkembangan perekonomian yang dilatarbelakangi
kedatangan pengusaha dan pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, khususnya
daerah Deli.
Perkembangan Kota Medan sangat pesat yang akhirnya menjadi pusat
propinsi Sumatera Utara yang berfungsi sebagai pusat administrasi untuk wilayah
Sumatera Utara. Ada beberapa hal yang ingin dicapai oleh pemerintah Kota
Medan sebagai ibukota propinsi yaitu
2. Pusat kegiatan industri perdagangan dan perhubungan
3. Pusat kegiatan pendidikan, pariwisata, sosial dan budaya.
Maka dengan demikian sesuai dengan kegunaannya diatas, Kota Medan
akan terus mengalami perkembangan baik secara fisik maupun dari sudut
aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan di Kota Medan akan terus meningkat,
kecepatan urbanisasi akan meningkat, melihat perkembangan kota yang demikian
pesatnya. Sehingga banyak membutuhkan perlengkapan sosial dan perlengkapan
kehidupan masyarakat, guna menjamin keselamatan dan proses kehidupan di kota
Medan, yang luasnya mencapai ± 25.580 Ha dan dihuni penduduk dengan jumlah
± 1,3 juta Jiwa pada tahun 1982.
Jumlah penduduk yang tergolong pesat ini menuntut banyak perlengkapan
pelayanan publik. Pelayanan tersebut bentuknya swadaya dari kelompok atau
organisasi tertentu, terutama yang sifatnya organisasi sukarelawan kesehatan,
sebab kehidupan kota sering ditimpa dengan bahaya penyakit menular dan
bencana lainnya yang dapat menimbulkan korban jiwa.
2.2 Kondisi Geografis Kota Medan
Secara geografis, Kota Medan berada pada posisi 3, 30º - 3, 43º Lintang
Utara dan 98,35 º - 98,44º Bujur Timur dengan topografi, Kota Medan cenderung
miring kesebelah utara. Wilayah Medan jauh lebih rendah apabila dibandingkan
dengam kabupaten yang ada disebelahnya. Ketinggian Medan berada pada 2,5 –
37, 5 di atas permukaan laut.8
8 Pemerintahan Kota Medan, op cit., hlm. 36
Dari ketinggian ini, maka daerah Medan sangat
Sebagian wilayah Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai
Barat Belawan, dan daerah pedalaman yang dekat dengan kota Madya Medan
tergolong dataran tinggi, seperti kabupaten Karo. Akibat yang ditimbulkan hal ini
memberikan dampak pada suhu di Medan yang tergolong panas. Faktor dari letak
daerah ini juga ditambah dengan perkembangan kota secara fisik yaitu
bangunan-bangunan yang semakin lama semakin bertambah dan memakai kaca pada bagian
dinding bangunan, maka suhu Medan semakin lama semakin panas. Akibat yang
akan dialami manusia disekitarnya adalah terpengaruhnya kesehatan masyarakat
sekitar.
Wilayah kota Medan dilengkapi dengan faktor-faktor administratif, yang
tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah pendukung perkembangan kota. Kota
Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial
Sumatera Utara yang sebagian besar berbatasan dengan Deli Sedang. Adapun
batas-batas tersebut adalah: Sebelah Timur Medan berbatasan dengan daerah Deli
Serdang, Sebelah Utara Medan Berbatasan Langsung Dengan Selat Malaka,
Sebelah Barat Medan Berbatasan dengan daerah Deli Serdang dan Sebelah
Selatan Medan Berbatasan dengan kabupaten Langkat.
Dengan posisi seperti ini dan ditambah dengan faktor kemajuan internal
lainnya, maka kota Medan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat Sumatera
Utara dan bahkan masyarakat Indonesia. Sebelum terjadi perluasan, wilayah kota
Medan hanya seluas 1.150 hektar. Luas wilayah ini hanya bertahan sampai tahun
5.130 hektar. kemudian tahun 1973 kota Medan luasnya mengalami pertambahan
lagi menjadi 26.510 hektar.9
9 Pemerintah Kota Medan, Profil Kota Medan, Medan: Pemerintah Kota, 2004, hlm. 38
2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah, setiap tahunnya,
penduduk yang menempati kota Medan dominan masyarakat yang berusia antara
15-65 tahun. Pertambahan pada usia ini ditafsir sebagai masyarakat pendatang
atau masyarakat karena proses urbanisasi dengan tujuan adalah untuk bekerja. Hal
ini terjadi setelah dibuka perkebunan di Sumatera Timur yang wilayahnya
termasuk Medan.
Banyaknya etnis di nusantara, baik yang datang dari luar daerah Medan ke
Medan untuk mencari pekerjaan atau menjadi buruh kebon di perkebunan yang
dibuka oleh pengusaha asing di Indonesia. Banyak dari kelompok buruh ini
menjadi menetap di wilayah Medan atau sekitarnya. Kelompok etnis yang
menetap ini akan menjadi dasar-dasar dari pembentukan sistem sosial dan budaya
di Medan. Sebab mereka datang kompleks dengan budaya yang mereka miliki.
Sebelum merdeka, segala sistem yang berlaku di sekitar daerah kesultanan
Medan pada umumnya terbentuk dari kebijakan kesultanan serta pemerintahan
kolonial. Pada bagian administrasi masyarakat, kebijakan datang dari
pemerintahan kolonial sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan sistem
sosial dan kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk oleh kesultanan. Hal ini
Kemerdekaan Indonesia memberikan dampak terhadap perubahan sistem
sosial dan struktur masyarakat Medan. Hal ini berpengaruh terhadap sistem
budaya Melayu yang sudah diingkari sebagai budaya kesultanan10
Unsur budaya masyarakat Medan berasal dari inti sari budaya-budaya etnis
yang ada di Indonesia, khususnya budaya etnis yang ada di Kota Medan. Unsur
budaya tersebut merupakan penyesuaian dengan kaidah-kaidah peraturan dan
undang-undang yang berlaku dalam negara Republik Indonesia, sehingga tidak
ada unsur budaya yang dominan dari kelompok masyarakat ataupun etnis tertentu,
walaupun secara kuantitas adalah dominan di kota Medan.
kepada sistem
sosial budaya nasional. Sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan, dominasi
dari budaya Melayu sangat besar sebagai tradisi yang disahkan di kesultanan Deli.
Setelah kemerdekaan terdapat budaya baru di kota Medan yang merupakan
budaya percampuran (pluralis) dari berbagai suku yang menempati kota Medan.
Seperti suku Jawa, Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, Aceh, Tionghoa
dan suku-suku yang lainnya masing-masing melaksanakan tradisi yang mereka
miliki, tanpa ada unsur budaya dari suatu suku yang sistem budayanya
diutamakan di Medan. Sistem sosial yang berlaku dalam kehidupan keseharian
masyarakat merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang
berlaku di Indonesia. Peraturan pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi
dasar dari kehidupan sosial yang berlaku dalam masyarakat Medan.
11
10 Mahadi., loc cit 11 Pemko., loc cit
Nilai keagamaan
yang ada di kota Medan sangat banyak memberikan manfaat terhadap
dan unsur religius masyarakat Medan menjadi salah satu ciri karakter masyarakat
yang tinggal di sekitar Kota Medan.
2.4 Sistem Ekonomi Masyarakat Kota Medan
Sejak tahun 1863, wilayah Medan dan sekitarnya mulai dibuka untuk
perkebunan. Sejak tahun inilah perkembangan kota tergolong pesat. Masyarakat
yang tinggal disekitarnya mulai memiliki pekerjaan yang menetap dan diatur oleh
pemerintah yang berkuasa saat itu.
Masyarakat yang didatangkan dari luar Medan pada dasarnya dipekerjakan
menjadi buruh dalam perkebunan, yang pada awalnya adalah buruh dalam
perkebunan penanaman dan pengeringan tembakau.12
Perkebunan semakin diperluas, disebabkan permintaan dan kebutuhan
wilayah Eropa akan tembakau semakin besar. Pada tahun 1881 hasil tembakau
sudah mencapai 82.365 pak dengan hasil penjualan di Nederland FI. 14.750.000,-.
Hasil ini memancing para pengusaha semakin bersemangat membuka perkebunan
di wilayah Deli. Para buruh yang akan dipekerjakan pada perkebunan semakin
ditingkatkan, khususnya buruh Cina, Tamil, dan Jawa. Sebanyak 22 perusahaan
besar dibuka di Daerah Deli, yang pada dasarnya menanam Tembakau, dibuka Proses penanaman hingga
pengeringan dan akhirnya dikirim keluar pulau Sumatera, dapat digolongkan
sebagai industri tembakau, yaitu Industri Tembakau Deli. Jadi masyarakat
pendatang dan masyarakat yang ada di Medan banyak bekerja di sektor industri
setelah pengusaha Belanda membuka perkebunan di Sumatera Timur.
pada tahun 1887 dengan memakai kuli dari Cina sebanyak 4.476 jiwa, kuli dari
Tamil sebanyak 459 jiwa dan kuli yang didatangkan dari Jawa sebanyak 316
orang. 13
Perusahaan-perusahaan milik pengusaha asing yang sudah besar sebelum
Indonesia merdeka seperti, Perusahaan Air Bersih, Perusahaan Listrik Medan,
Rumah Sakit Medan yang dibangun di Jalan Puteri Hijau (sekarang), Deli Proef
Station (sekarang Rispa), Medan Hotel (hotel Grahana) dan perusahaan lainnya
yang pada dasarnya adalah milik pengusaha. Semua perusahaan milik swasta ini
dibangun di Medan dilatarbelakangi oleh rencana Kota Medan yang akan
dijadikan sebagai ibu kota Sumatera Timur pada tahun 1888.
Perkebunan-perkebunan dan industri yang dibuka oleh perusahaan asing di
Indonesia menjadi dasar-dasar perekonomian di Medan setelah kemerdekaan
diperoleh dari bangsa Belanda. Perkebunan tembakau menjadi milik bangsa
Indonesia dengan berbagai proses, baik proses nasionalisasi perusahaan asing,
maupun dengan proses penarikan kembali.
14
13 Tengku Lukman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Satgas MAMBI, 1991,
hlm. 55
14 Ibid., hlm. 58-60
Sejak direncanakan menjadi ibu kota Sumatera Timur, Wilayah Medan
difokuskan menjadi daerah industri dan daerah perkebunan milik pengusaha
asing. Sedangkan daerah pertanian yang dimiliki masyarakat, sedikit demi sedikit
dijadikan perumahan dan perusahaan. Demikan halnya setelah merdeka,
masyarakat dominan bekerja disektor industri dan perkebunan. Sedangkan
Petani yang ada di Kota Medan semakin sedikit, aktivitas yang dominan
dilakukan adalah bekerja di sektor perindustrian, perdagangan, perkebunan dan
membuka usaha kecil. Bekerja sebagai buruh, petani dan pekerjaan lainnya
dilakukan oleh masyarakat menengah kebawah sehingga situasi masyarakat yang
tingkat perekonomiannya menengah kebawah lebih banyak.
Kelompok masyarakat yang berprofesi sebagai buruh dan kelompok
pekerja menengah ke bawah sangat rentan dengan kurangnya perawatan
kesehatan. Masyarakat membutuhkan pertolongan medis yang sifatnya murah
ataupun yang bersifat pengobatan gratis, untuk membantu keadaan masyarakat
BAB III
PERANAN GERAKAN PALANG MERAH
3.1 Hendry Dunant Sebagai Penggagas Red Cross
Pada tanggal 24 Juni 1859, perang besar-besaran terjadi yang melibatkan
tiga negera besar di Eropa, yaitu peran antara negara Italia bersama Prancis
melawan negara Austria. Perang dilakukan di kota Solferino, Italia. Perang ini
terjadi secara spontan tanpa adanya sebuah perjanjian ataupun negosiasi untuk
melaksanakan perang, sehingga perang ini sangat banyak menelan korban.
Terlebih terhadap prajurit, jumlah korban meninggal dunia dan luka perang sangat
besar.
Peristiwa dan akibat perang di Solverino terekam oleh seorang warga
negara Swiss bernama Henry Dunant yang memberikan pertolongan kepada
korban tanpa adanya perintah ataupun permintaan dari kelompok yang berperang.
Tidak cukup hanya satu orang, sehingga Henry membentuk timnya yang
merupakan masyarakat Solferino. Sama seperti tugas yang dilaksanakan oleh
Henry, mereka adalah penolong korban perang tanpa memilih korban kedua belah
pihak yang sedang perang.
Henry Dunant mencatatkan pengalaman ini dalam sebuah buku, yang
isinya adalah tentang kerugian akibat perang, korban luka-luka dan bahkan
keluarga yang kehilangan saudaranya akibat perang. Dalam hal ini diperlukan
peran beberapa orang dalam memberikan pertolongan kepada mereka yang masih
bersama masyarakat sangat penting. Pengalaman ini diberi judul “Kenangan Dari
Solverino”.15
Dalam catatannya, kegiatan yang dilakukannya tidak terkait dengan
kepentingan politik ataupun karena dorongan orang lain, sebab saat melintas dari
Solverino tujuan dari Henry Dunant sebenarnya untuk menghadap Kaisar
Perancis, Napoleon III, tetapi melihat kota penuh dengan korban perang, maka
secara spontan Henry Dunant mengumpulkan beberapa anggota masyarakat
membentuk posko tempat mengumpulkan korban perang dan memberikan
pertolongan medis.
Saat terjadi perang, prajurit perang menjadi kelompok yang paling banyak
menjadi korban. Sebab kelompok yang berperang adalah kelompok prajurit.
Karena kekurangan persediaan medis dari kedua kelompok yang berperang maka
banyak prajurit yang sama sekali tidak mendapat pertolongan. Bantuan
sukarelawan yang diberikan oleh Henry Dunant dan masyarakat adalah hal yang
sangat tepat, hingga akhirnya jumlah korban meninggal dunia dari masing-masing
pihak berkurang.
16
Henry Dunant mempunyai rencana yang lebih jauh lagi dari
pengalamannya di Solverino, melalui penonjolan beberapa poin saat memaparkan
catatannya di Jenewa yaitu perang adalah tindakan yang sangat kejam dan hanya
memberikan kerugian kepada mereka yang berperang, perang bukanlah satu cara
memecahkan masalah tetapi memperbesar permusuhan, perang membutuhkan
15 H. Umar Mu’in, Gerakan Palang Merah Dan Bulan Sabit Merah Internasional dan
Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm. 10
16 Marion Harrof, Kegiatan Komite Internasional Palang Merah (International Comitte
Of The Red Cross) Pada Waktu Kekerasan Dalam Negeri, Jakarta: International Riview Of The
satu pihak yang tidak terikat dan bersifat netral yang bertugas sebagai pihak
penengah. Hasil pemikiran Henry Dunant banyak disukai oleh masyarakat luas.
Kelompok masyarakat yang turut hadir saat Henry Dunant memaparkan isi
bukunya, ikut memberi dukungan ketika Henry Dunant menawarkan
pembentukan sebuah kemunitas yang bergerak dalam bidang kemanusiaan karena
masyarakat memandang positif tawaran yang berikannya. Hal ini dilatarbelakangi
oleh idealisme Henry Dunant yang sama sekali adalah karena keterbukaan dan
bukan karena imbalan materi.17
Tugas organisasi tersebut adalah untuk memberikan pertolongan kepada
prajurit akibat perang dan perlindungan terhadap sukarelawan yang sedang
melakukan tugas medis terhadap korban perang. Tugas ini dominan sebagai tugas
medis yang bersifat kesukarelaan.
Untuk mengwujudkan rasa simpatik dari masyarakat Jenewa terhadap
pemikiran Henry Dunant maka segera terbentuk sebuah komunitas yang
menantang negara-negara yang sedang melakukan perang. Komunitas ini adalah
kemunitas anti perang. Masyarakat Jenewa semakin bersemangat
mengkampanyekan hasil pemikiran dan rancangan yang dibuat oleh Henry
Dunant. Melihat perubahan yang terjadi pada masyarakat Jenewa, umumnya
masyarakat Swiss maka Henry Dunant mendirikan sebuah organisasi
kemanusiaan yang bersifat permanen. Organisasi yang dibentuk oleh Henry
Dunant pada masa damai adalah sebagai persiapan kepada perang yang waktunya
tidak dapat ditentukan.
Pendapat Henry Dunant ternyata memberikan ketertarikan, seperti
kelompok masyarakat yang traumatis dengan peristiwa perang. Pendapat ini
langsung mendapat sambutan hangat dari warga Jenewa yaitu General Defaur, Dr.
Luis Appia, Dr. Teodore Maunoir dan Gustave Moynier. Mereka mengusulkan
pada Henry Dunant untuk mengembangkan gagasan yang dibuatnya berwujud
Internasional.18
Saat pemaparan Henry Dunant tentang Komite Lima kepada seluruh warga
termasuk pemimpin Negara Swiss. Ia menyampaikan bahwa perang yang terjadi
selama ini belum menunjukkan perhatiannya kepada para prajurit yang menjadi
korban perang. Sasaran pokok dari pelaksanaan perang adalah kemenangan tanpa
memperhitungkan kerugian ataupun korban yang diakibatkannya. Untuk
membuktikan sosialisasi tentang gerakan sukarelawan Komite Lima, maka pada
pertemuan selanjutnya, Komite Lima mengundang berbagai negara dari belahan
dunia untuk berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Mereka sepakat dengan
tawaran yang dilakukan oleh Komite Lima. Kesepakatan ini berwujud menjadi Henry Dunant menerima tawaran yang diajukan kepadanya oleh kelompok
General Dufour, lalu mengarahkannya menjadi organisasi yang dinamakan
dengan “Komite Lima” yang anggotanya adalah 4 tim medis yang disebutkan
sebelumnya ditambah dengan Henry Dunant. Sasaran utama pembentukan badan
ini adalah sebagai sukarelawan perang, baik dalam bentuk medis maupun sebagai
orasi menyuarakan kepada masyarakat agar tidak menyetujui dilakukannya perang
antara siapapun.
organisasi yang bernama “Badan Palang Merah”.19
1. Austria 9. Norwegia
Sebanyak 16 negara yang turut
dalam pertemuan Komite Lima, yaitu:
2. Baden 10. Prusia
3. Beierem 11. Prancis
4. Belanda 12. Spanyol
5. Heseen Darmstadt 13. Saxson
6. Inggris 14. Swedia
7. Italy 15. Hutenberg dan
8. Hannover 16. Swiss,
Tugas pokok Badan Palang Merah sesuai kesepakatan dari 16 negara yang
hadir adalah sebagai tenaga medis terhadap prajurit korban perang di darat. Untuk
pembicaraan selanjutnya Komite Lima membahas tentang struktur organisasi dan
sosialisasi “Badan Palang Merah”. Hal ini diutamakan dan mendapat ijin kepada
negara-negara yang hadir pada pertemuan Badan Palang Merah di Jenewa.
Sadangkan untuk negara yang tidak hadir pada pertemuan Jenewa, merupakan
negara-negara yang tidak dapat dimasuki oleh Badan Palang Merah.20
Organisasi Badan Palang Merah memberikan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada Henry Dunant, sebagai wujudnya Henry Dunant dijadikan
pemimpin dan pengarah tindakan-tindakan operasional dari Badan Palang Merah.
19 Umar Mu’in., loc cit
3.2 Pembentukan Komite Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit
Merah (ICRC)
Henry Dunant tidak henti-hentinya berusaha membangun Gerakan Palang
Merah ketingkat yang lebih besar lagi, bahkan sasaran yang tertinggi untuk
dicapainya adalah Palang Merah yang mendapat pengakuan dari seluruh pihak
Internasional. Henry Dunant sering malakukan hijrah ketempat-tempat yang
berkompeten dalam penghitungan statistik jiwa, seperti yang dilakukannya ke
Berlin Jerman.
Saat kunjungannya ke Berlin Jerman, ia mendapat data-data manusia yang
menderita sakit akibat perang, panyakit menular dan penyakit lainnya. Tujuan ini
dilakukannya untuk mempengaruhi serta meyakinkan manusia agar peduli pada
korban perang dan kesehatan lainnya.21
21 Umar Mu’in, op cit., hlm. 18
Melalui penyebarluasaan akibat dari perang, Henry Dunant mencoba
memberikan penjelasan terhadap banyak orang tentang akibat dari perang. Henry
Dunant berusaha mempublikasikan tentang statistik tersebut ketika pertemuan
kesehatan dilakukan di Eropa. Kampanye yang dilakukannya, banyak mendapat
perhatian dari berbagai pihak seperti Dokter J.B.C Basting dari Balanda. Ide dan
pemikiran Henry Dunant merupakan pemikiran yang harus diwujudkan sehingga
Pernyataan ini dinyatakannya ketika pelaksanaan Konferensi Statistik Jiwa
Manusia di Belanda. J.B.C Basting bahkan menambahkan tiga poin tentang
pendapat dari Henry Dunant yaitu:
1. Bahwa setiap pemerintah di Eropa diharapkan menyetujui dan memberi
pengakuan adanya komite internasional oleh komite nasional serta
memberikan perlindungan.
2. Bahwa setiap pemerintah akan mengakui dan mengangkat anggota dari
jawatan kesehatan tentara termasuk sukarelawan yang bersifat netral.
3. Bahwa dalam keadaan perang, transportasi anggota sukarelawan dan
bantuan akan dipermudah oleh semua pihak.22
Hasil yang dapat dipetik dari pertemuan tersebut adalah rasa simpati serta
pujian yang semakin besar terhadap Henry Dunant. Ia mengajukan permohonan
terhadap negaranya (Swiss) agar memberikan perhatian penuh terhadap
pemikirannya. Permohonan ini diterima langsung oleh Pemerintah Swiss. Badan
Palang Merah yang selanjutnya dipimpin oleh Teodore Maunoir tetap berjalan
dan menyebarkan kepalangmerahan kepada berbagai negara, sehingga mereka
semakin mudah untuk menyatukannya.
Melihat pengaruh dari penyebarluasan kepalangmerahan di Badan Palang
Merah Swiss, maka pemerintah Swiss berkeyakinan besar terhadap ketulusan
pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Ketika Henry Dunant
mengetahui dilaksanakan konvensi kepalangmerahan yang mengundang banyak
negara yang memiliki komite Palang Merah Nasional, maka melalui Badan Palang
Merah Swiss, ia mengusulkan pelaksanaan Konferensi Palang Merah
Internasional. Negara Swiss akhirnya menerima permintaan dari kelompok Badan
Palang Merah Nasional Swiss dan mengundang banyak negara untuk merativikasi
organisasi tersebut. Tanggal 22 Agustus 1864, 12 negara ditambah 16 negara
hadir saat konvensi Jenewa I dilakukan yang menghasilkan sejumlah kesepakatan
yaitu:
1. Tentara yang terluka atau sakit harus diobati
2. Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang organisasi
Palang Merah Internasional menggunakan lambing salib diatas dasar putih
sama seperti lambang Negara Swiss. Lambang ini diupayakan dipakai
seluruh badan kesehatan seperti rumah sakit, transportasi kesehatan dan
sukarelawan saat konflik bersenjata.23
Sebagai negara yang memprakarsai terbentuknya Komite Palang Merah
Internasional, maka negara Swiss memperoleh penghargaan dari kepala negara
dan kontingen berbagai negara yang hadir saat pertemuan digelar. Demikan
halnya kepada Henry Dunant, penghargaan diberikan berbagai kontingen negara
anggota.
Komite Palang Merah Internasional pada awalnya memakai lambang salib
berwarna merah tetapi karena dianggap tidak memberikan kesan keberagaman,
maka kelompok negara Islam memakai lambang bulan sabit merah. Seiring
dengan penambahan lambang ini maka Komite Palang Merah Internasional
berganti nama menjadi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang lambangnya
adalah penyatuan kedua simbol yaitu salib dan bulan sabit merah,24
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah disepakati dapat dipakai
oleh rumah sakit dan kelompok medis lainnya untuk menjamin kenetralan dari
kelompok pelaksana kesehatan. Tugas-tugas pokok dari komite Palang Merah
Internasional diatur dalam kesepakatan Undang-undang Palang Merah
Internasional yang terdiri dari 10 pasal.
tanpa
merubah fungsi dan tujuannya dari badan tersebut.
25
Akibat perkembangan peralatan dan areal pelaksanaan perang semakin
beragam, maka Komite Palang Merah Internasional semakin mempelajari hal ini
untuk menyusun strategi membantu korban perang. Perang Solverino adalah
perang yang menjadi dasar pertolongan bagi gerakan Badan Palang Merah. Tugas
Komite Palang Merah Internasional yang tersusun dari perang ini hanya sekitar Setelah International Comitte Of The Red Cross (ICRC) terbentuk maka
pekerjaan yang direncanakan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian Palang
Merah semakin mendapat sambutan dari berbagai negara. Sesuai dengan
perkembangan teknologi dan pemikiran manusia, sistem perang juga semakin
meningkat. Peperangan bukan saja dilakukan di darat tetapi perang banyak
dilakukan di laut dan di udara. Latar belakang ini mempengaruhi peningkatan
progam ICRC, sesuai dengan perang yang sedang terjadi, maka secara otomatis
fungsi dari Palang Merah Internasional juga semakin luas.
3.3 Usaha Ratifikasi Konvensi Jenewa
24 Ibid., hlm. 4
perang darat. Untuk menjaga Komite Palang Merah Internasional tetap berjalan,
maka lembaga ini telah melakukan beberapa kali Konvensi, seperti konvensi
tahun 1909, 1923, 1929 dan tahun 1949. Dasar dari perubahan ini adalah Perang
Dunia I dan Perang Dunia II yang telah menyebabkan korban luka-luka dan
meninggal dunia sangat besar. ICRC menganggap hal ini dikarenakan kurangnya
persiapan dari komite itu sendiri dalam mengenali jenis perang yang akan terjadi.
Pada Perang Dunia I, jatuhnya korban tidak hanya dialami oleh tentara
ataupun kelompok militer, tetapi keganasan perang telah banyak menewaskan
masyarakat sipil yang tidak berdosa. Pada Konvensi I Jenewa pertolongan medis
yang terencana hanya diberikan kepada prajurit yang terluka dan meninggal dunia,
sedangkan perlindungan terhadap sipil belum direncanakan sama sekali.26
26 Mochtar Kusumaatmadja., loc cit
Perlombaan menggunakan teknologi dalam berperang seperti nuklir, rudal,
bom dan pesawat sebagai alat perang menjadi salah satu taktik perang dalam
menghabisi jiwa manusia. Perang juga dilakukan di laut bahkan di udara, tanpa
memperhitungkan akibat.
Sebagai proses penyesuaian antara perang dan cara kerja Komite Palang
Merah Internasional, maka pelaksanaan Konvensi Jenewa I dilaksanakan kembali.
Partisipasi dari Komite Palang Merah Nasional didasari berbagai negara yang
turut hadir pada konvensi tersebut untuk mempublikasikan tindakan-tindakan
yang akan dilakukan pada setiap Badan Palang Merah Nasinal dan bahkan Komite
Cara mengadopsi hasil Konvensi Jenewa ataupun konvensi lainnya
menjadi bagian dari tugas Komite Palang Merah Nasional maupun Internasional
telah diatur dalam Konvensi Jenewa I yang menyatakan “Konvensi ini akan
berlaku untuk semua peristiwa perang yang diakibatkan oleh semua sengketa
bersenjata (Armed Conflik) lainnya yang melibatkan dua atau lebih pihak”.27
Perlindungan tawanan ternyata sangat diperlukan, untuk itu Konvensi III
dilakukan sebagai perlindungan terhadap tawanan perang dan tawanan lainnya.
Perlakuan yang dijadikan contoh perlakukan terlarang adalah perlakuan tentara Konvensi Jenewa II lebih mengarah kepada pengaturan pelaksanaan
perang. Tujuan dari perjanjian ini adalah pembatasan dampak yang ditimbulkan
oleh perang. Perang akan dijauhkan dari daerah masyarakat guna membatasi
dampaknya pada masyarakat sipil. Sebelum konvensi ini dilaksanakan, perang
terjadi tanpa memperhitungkan siapa seharusnya yang dapat dibunuh. Kelompok
masyarakat terkadang menjadi sasaran dari tentara ketika perang dalam keadaan
memanas. Akibatnya korban yang ditimbulkan oleh perang dimasa lalu sangat
besar.
Setelah pembatasan perang menjadi otoritas dari Palang Merah, organisasi
ini tidak berhenti disitu saja, tetapi juga memperhatikan perlakuan yang diterima
para tawanan yang ditawan. Para tawanan banyak yang terbunuh di penjara akibat
penyiksaan yang dilakukan oleh pihak penawan. Sebelum konvensi III
dilaksanakan, tawanan menjadi pelampiasan amarah dari kelompok penahan,
mereka diperlakukan diluar hak asasinya sebagai manusia.
Jepang dan Jerman kepada lawan negaranya.28 Hal-hal yang ikut dijaga dalam
konvensi ini menyangkut masalah perlindungan dan perlakuan terhadap tawanan,
pengembalian tawanan perang, tempat menawan, kesehatan materil tawanan
mencakup keuangan, makanan kebersihan tawanan, dan pengamatan kesehatan.29
Tambahan-tambahan tugas Komite Palang Merah akan diturunkan ke
Komite Palang Merah Nasional, guna sosialisasi tugas dari badan Palang Merah.
Kebutuhan akan sukarelawan dan pekerjaan Palang Merah semakin besar di
barbagai belahan dunia, sehingga banyak negara meratifikasi bentuk organisasi
yang sama dengan Palang Merah dan kemudian bergabung dengan organisasi Bidang lain yang harus diperhatikan pihak penawan sesuai dengan isi
Konvensi III mencakup kesejahteraan moral (agama, kegiatan-kegiatan
intelektual, olah raga, hiburan, hubungan dengan dunia luar dan perihal kiriman
dari luar), hak tawanan untuk mengajukan permohonan, pengaduan laporan,
disiplin dalam kemah tawanan, pemulangan langsung, penempatan di negara yang
dianggap netral, pemeriksaan terhadap tawanan yang meninggal dunia dan
masalah lainnya.
Palang Merah diberi tugas untuk melakukan pemeriksan persyaratan
tersebut tanpa harus mendapat ijin dari pihak mana pun. Hal ini membuktikan
bahwa Komite Palang Merah Internasional (ICRC) semakin besar dan diakui
kenetralannya.
28 Ibnu Sutoyo., loc cit
tersebut setelah Komite Palang Merah Internasional menilai bahwa organisasi
tersebut telah layak menjadi anggota Palang Merah Internasional.30
Kelompok Palang Merah Belanda menilai bahwa Indonesia juga
membutuhkan Gerakan Palang Merah untuk menginvestigasi penjajahan yang
dilakukan oleh Belanda di Indonesia. Rencana pendirian Palang Merah di
Konvensi akan dilakukan oleh Komite Palang Merah Internasional setelah
melakukan analisa terhadap kejadian perang dan mendapat beberapa kemajuan
baru atau tindakan yang membahayakan kepada umat manusia, seperti Hukum
Perlakuan Internasional (HPI). Peraturan baru ini adalah tindakan untuk
meminimalis tindakan kekerasan dari kelompok perang yang menahan lawan
perangnya.
Ratifikasi terhadap hasil Konvensi Jenewa akan segera disebarluaskan
keberbagai negara atau kepada Palang Merah Nasional yang ada di berbagai
negara. Tujuan penyebaran informasi ratifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan
rasa kemanusiaan keberbagai belahan dunia.
3.4 Pembentukan Palang Merah Nasional Indonesia
Untuk mengembangkan misi kemanusiaan, pihak Palang Merah Dan
Bulan Sabit Merah, berupaya mengembangkan jaringannya keberbagai negara.
Tujuan dilaksanakannya pengembangan ini adalah sebagai penyebarluasan
tentang penghargaan terhadap nilai kemanusiaan.
30 Marion Harroff Tavel, Kegiatan Komite Internasional Palang Merah (International
Committee Of The Red Cross) Pada Waktu Kekerasan Dalam Negeri, Jakarta: International
Indonesia bermula dari pelaksanaan konvensi tahun 1907, dimana Belanda adalah
panitia pelaksana konvensi.
Demikian terbentuknya Palang Merah di Indonesia yang disponsori oleh
Palang Merah Belanda. Gerakan ini membuktikan bahwa gerakan Palang Merah
Belanda adalah gerakan Palang Merah yang tergolong netral. Proses pembentukan
ini juga mendapat hambatan yang datang dari pemerintah Belanda di Indonesia,
tetapi karena Palang Merah Nasional Belanda mempunyai dukungan yang kuat
dari Palang Merah Internasional dan Palang Merah Nasional lainnya maka
pembukaan Palang Merah di Indonesia berhasil dilakukan pada tahun 1932,
dengan nama Het Nederlands- Indische Rode Kruis (NIRK).31
Pembentukan NIRK di Indonesia berlatarbelakang dari prinsip Belanda
bahwa tanah jajahan merupakan negeri yang potensial baik dari segi budaya dan
ekonomi, dimana Belanda bertindak dengan sesuka hatinya untuk mengeruk
kekayaan dan warisan budaya tersebut. Oleh karena itu Palang Merah Nederland
terbebani untuk hal ini.32
Tahun 1940, kelompok pelajar menginginkan Palang Merah yang ada di
Indonesia berdiri sendiri tanpa berhubungan dengan Palang Merah Nederland. Sebagai ketua dan sekaligus pelopor Palang Merah Indonesia distrik
Nederland, dr. R.C.L Senduk dari Belanda dan dr. Bahder Djohan dari Indonesia
berusaha keras menyebarluaskan prinsip-prinsip kepalangmerahan pada kelompok
muda Indonesia. Hal ini mendapat tanggapan yang baik dari kelompok muda,
tetapi tidak berumur panjang.
Permintaan ini hilang setelah mendapat kecaman dari kelompok pemerintah
Belanda di Indonesia, sehingga peminat Palang Merah semakin berkurang, sebab
mereka menilai bahwa di dalam Palang Merah Nederland masih dipengaruhi
pemerintah kolonial Belanda.
Palang Merah Indonesia distrik Nederland sempat berkembang diberbagai
kota yang ada di Nusantara. Pada tahun 1942, tentara Jepang menilai bahwa
Palang Merah Indonesia distrik Nederland juga sebagai bagian dari kelompok
Belanda, sehingga kelompok sukarelawan tersebut dibubarkan.
Akhir pemerintahan Belanda, beberapa pelajar tetap tertarik dengan
gerakan Palang Merah dan menjalankannya, tanpa membentuk hubungan dengan
Palang Merah Jepang yang membuat gerakan Palang Merah Indonesia ini segera
dibubarkan oleh Pemerintah Jepang. Sejak saat itu gerakan Palang Merah berhenti
total selama pemerintahan Jepang di Indonesia.
Kelompok pelajar yang tergabung dalam kelompok Palang Merah tetap
menginginkan gerakan tersebut lepas dari pengaruh pemerintah yang berkuasa di
Indonesia, agar bebas melakukan gerakannya sebagai tenaga sukarelawan yang
bersifat netral. Tetapi karena pengaruh asing masih kuat di Indonesia saat itu,
permintaan ini tidak dikabulkan. Pemuda tetap menunggu waktu yang tepat untuk
pembentukan Palang Merah yang netral.
Kemerdekaan Indonesia ternyata menjadi waktu yang tepat untuk rencana
kelompok pemuda Palang Merah tersebut yang didukung sepenuhnya oleh
Presiden Soekarno dengan mengeluarkan perintah khusus untuk pendirian badan
dilakukan oleh Menteri Kesehatan saat itu yaitu dr. Buntaran dengan membentuk
Komite Lima, yang anggotanya adalah:
1. dr. R Mochtar : Ketua
2. dr Bahder Djohan : Wakil ketua
3. dr Djohana : Sekretaris
4. dr Farzuki : Anggota
5. dr Sitanal : Anggota
Komite Lima segera melakukan perundingan untuk merencanakan langkah
strategis yang akan dilaksanakan Komite Lima diawal kemerdekaan Indonesia.
Maka rancangan yang mengarah kepada situasi Indonesia yang baru merdeka,
yaitu sebagai sukarelawan perang. Langkah srategis lainnya adalah:
1. Organisasi bantuan korban perang revolusi menjelang kemerdekaan
Indonesia
2. Merencanakan pengembalian tentara yang ditawan oleh pejuang Indonesia
baik dari kelompok Sekutu maupun dari kelompok Belanda
3. Mengembalikan penduduk Indonesia yang mengungsi dan
menyembunyikan diri karena ketakutan kepada kelompok penjajah.33
Pekerjaan ini sebenarnya membutuhkan persiapan dan tenaga yang kuat,
sebab tugas yang dilaksanakan ini adalah pekerjaan yang tergolong berat, maka
untuk mengantisipasi terhentinya kegiatan Komite Lima melakukan penjaringan
anggota sukarelawan. Penjaringan dilakukan kepada kelompok muda sebab
mereka masih tergolong kuat dan mampu melaksanakan tugas dari
kepalangmerahan.
Korban perang dan penjajahan yang dilakukan Jepang dan Belanda di
Indonesia ternyata terjadi hampir diseluruh daerah-daerah Indonesia. Korban kerja
paksa, masyarakat yang diasingkan, tahanan politik, kelompok yang dituduh
pemberontak, pengungsian secara paksa, dan korban-korban lainnya. Keadaan ini
mengharuskan kelompok sukarelawan harus membuka cabang dibanyak daerah
yang ada di Indonesia. Dengan merekrut kelompok pemuda yang berasal dari
daerah tersebut.
3.5 Pembentukan Palang Merah Indonesia Cabang Medan
Keadaan kota Medan sebelum Indonesia Merdeka tidak jauh berbeda
dengan besarnya kota Batavia (Jakarta). Banyak kegiatan yang dilakukan masa
penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang di Medan. Untuk itulah ketika dr.
R.C.L Senduk membuka Palang Merah Indonesia distrik Nederland di Indonesia,
salah satunya Medan merupakan cabang yang tergolong besar, tepatnya di markas
Palang Merah Indonesia Cabang Medan yang sekarang.34
34 Lihat Gambar I, Markas Palang Merah Indonesia Cabang Medan di Jalan Palang Merah
No. 17 Medan
Het Nederlands-Indische Rode Kruis cabang Medan merupakan
perpanjangan dari NIRK yang ada di Jakarta. Tugas dan fungsi yang
dijalankannya dominan sebagai tenaga sukarelawan berbentuk medis, tanpa
Kelompok pemuda yang ada di Medan tidak terlalu tertarik dengan
kegiatan ini, sebab sangat jarang masyarakat khususnya pemuda yang bebas dari
perhatian Belanda dan Jepang. Kelompok muda menjadi tenaga yang
dipekerjakan di lapangan. Anggota Palang Merah yang ada di Medan sebelum
merdeka adalah kelompok sukarelawan Belanda.
Palang Merah Cabang Medan mulai mengalami perkembangan ketika
Indonesia Merdeka, sedangkan kepengurusan Palang Merah sejak September
1945 beralih ketangan Indonesia setelah proses serah terima dari kelompok NIRK
kepada pemuda sukarelawan Indonesia yang ada di kota Medan.35
Untuk melengkapi serta memulai pekerjaan Palang Merah Indonesia di
Medan dan menyerupai tugas Palang Merah yang ada di Pulau Jawa, maka
sejumlah anggota Palang Merah Indonesia dari Jawa di tugaskan melakukan
perekrutan di Pulau Sumatera, tepatnya Medan. Kepanitiaan ini berlangsung
hingga tahun 1950, ketika korban-korban perang berhasil di evakuasi oleh Palang
Merah Indonesia Cabang Medan yang bekerja sama dengan dokter-dokter Kepengurusan
organisasi Palang Merah di Medan telah dilaksanakan pemuda yang ada di
Medan.
Fungsi sebagai tim medis lebih dominan dilaksanakan di Medan, dari pada
fungsi Palang Merah lainnya. Pemberian perawatan kepada korban luka,
perawatan kepada penderita penyakit, terutama kelompok laskar yang ikut
memperjuangkan bangsa Indonesia. Pekerjaan yang dilakukan Palang Merah sama
dengan kelompok medis lainnya.
35 Hasil wawancara dengan Edi Siswanto, Kepala Markas Palang Merah Indonesia