AKASIA MANGIUM (
Acacia mangium
Willd.)
(Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,
Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)
HANIA PURWITASARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
AKASIA MANGIUM (
Acacia mangium
Willd.)
(Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,
Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)
HANIA PURWITASARI
E14061115
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh ELIAS.
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan dengan naiknya suhu udara di bumi. Hutan dapat menyerap GRK dengan cara mentransformasi CO2 dari udara menjadi simpanan karbon yang tersimpan di dalam pohon.
Akasia mangium adalah jenis pohon yang tergolong cepat pertumbuhannya, mempunyai kemampuan tumbuh pada lahan marjinal, sehingga membuat spesies ini mudah ditanam di lahan kritis. Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri (HTI) Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon Akasia mangium, (2) mengetahui persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium dan (3) mengestimasi stok karbon dari HTI Akasia mangium. Pemilihan pohon sampel dalam setiap kelas diameter dilakukan secara purposive sampling, mulai dari kelas diameter 0-5 cm sampai dengan 35-40 cm. Uji laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar karbon pada setiap bagian pohon. Persamaan terbaik dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R2(adj) tertinggi.
Hasil penelitian pada tegakan Akasia mangium memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon (akar, batang utama, cabang, ranting dan daun). Massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang utama dan yang terkecil terdapat pada bagian daun. Model alometrik untuk biomassa pohon Akasia mangium adalah W = 0,140928 D2,31 dan model alometrik massa karbon pohon Akasia mangium adalah C = 0,060255 D2,39. Potensi karbon pohon Akasia mangium di BKPH Parung Panjang sebesar 25,4183 ton/ha.
Equation Models of Acacia mangium Willd. (A Case Study in Acacia mangium Plantation Forest at Parung Panjang Sub-District, Bogor District, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten). Under supervision of ELIAS.
Increasing concentrations of greenhouse gases like carbon dioxide (CO2), methane (CH4), nitrous oxide (N2O), hydrofluorocarbons (HFC), perfluorocarbons (PFC) and sulfur hexafluoride (SF6) in the atmosphere already have environmental impacts caused by rising air temperature at the earth. Forests can absorb greenhouse gases by way of transforming CO2 from the air to deposit the carbon stored in trees.
Acacia mangium is a fast growing tree species having ability to tolerate wide-range soil conditions, which make this spesies attractive for tree planting in critical lands. This research was conducted in Acacia mangium plantation forest at Parung Panjang Sub-District, Bogor District, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten. The objective of this research are (1) to learning the carbon content of tree biomass component, (2) to learning the allometric equation models for biomass and carbon mass estimation and (3) estimating the carbon stocks of Acacia mangium plantation. Selection of sample trees in each diameter class were conducted by purposive sampling, starting from diameter class 0-5 cm to those of 35-40 cm. Laboratory tests were conducted to determine the carbon content of tree biomass component. Selection of the best equation was conducted by using allometric regression based on the highest R2(adj).
The results of the case study on Acacia mangium stands, showed that there is a differences in carbon content of tree biomass component (roots, stems, branches, twigs and leaves). The highest carbon mass is in the main stem of the tree, and the lowest is in the leaves. The model of tree biomass allometric equation of Acacia mangium is W = 0,140928 D2,31 and tree carbon mass allometric equation is C = 0,060255 D2,39. Potency of carbon stocks in Acacia mangium plantation forest at Parung Panjang Sub-District was 25,4183 ton/ha.
Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.)
(Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,
Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten) adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Hania Purwitasari
(Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung
Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa
Barat dan Banten)
Nama : Hania Purwitasari
NIM : E14061115
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Elias
NIP 19560902 198103 1 003
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401199403 1 001
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, adik dan nenek tercinta serta keluarga besar atas dukungan,
motivasi, kasih sayang dan doanya
2. Prof. Dr. Ir. Elias selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
bimbingan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini
3. Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku penguji dari Departemen Teknologi Hasil
Hutan
4. Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku penguji dari Departemen Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata
5. Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku penguji dari Departemen
Silvikultur
6. Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Ketua Departemen Manajemen
Hutan, Staf Tata Usaha (Pak Syaiful, Pak Edi, Bu Asih, dll.), mamang dan
bibi serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan
7. Bapak Cecep, Bapak Sukidi, Bapak Kanta dan Bapak Ade serta staf pekerja di
BKPH Parung Panjang yang telah banyak membantu dalam penelitian ini
8. Bapak Yaya, Bapak Udin, Ibu Esti, Kak Medy, Kak Maung, Yudis dan Anne
yang telah membantu pelaksanaan penelitian serta Kak Afwan, Andi, Zie, Ifki
dan Dwi yang telah membantu dalam pengolahan data
9. Suci Dian Firani, Miranti Dewi, Andina Ayu Mayang Sari Putri, Elisda
Damayanti, Ratih Solichia Maharani dan May Caesarry atas persahabatan
10.Teman-teman Jungle voices dan Fireworks Enterprise (Andre, Upi, Linda S,
Danes, Yayat, Ica, Adnan, Suke, Rika, Rahma), Teman-teman MNH 43 (Budi,
Sentot, Kris, Putri, Dola, Sipuy, Apit, Bayu, Dian O, Dhani, Lisa, Eci, Ana,
Ani, Dhika, Yani, Ipeh, Ade, Aris, Anom, Indra, Radit, Ajo, Amel, Ferra, Aci,
Devi, Chika, Wulan, Lana, Wiwin, Ayu, Linda Z, Cope, Yeni, Yudhis, Adnan,
Cubluk, TB, Asep, Sesa, Bowo, Yuni, Nesya, Mince, Sofi, Hasan, Kiki,
Cindra, Kholik, Harlen, Deden, Ican, Ma‟cie, Muti, Wowo, Dian N, Ina, Nana,
Surya, Agus, Dadunk, Rangga, Ardi, Edi, Ian, Lemenk, Iyis, Aida, Adek,
Dinul, Karjo, Janu, Yoyok) atas semangat dan keceriaannya
11.Teman-teman di Fakultas Kehutanan, yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu atas segala pembelajaran hidup dan kebersamaannya selama ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu
pengetahuan khususnya pada bidang kehutanan.
Bogor, Januari 2011
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Juli 1988 dari ayah Anang
Sumarna dan Ibu Sri Utami. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN Pengadilan 2
Bogor dengan tahun kelulusan 2000 kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4
Bogor dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 5
Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
organisasi di kampus, antara lain menjadi staf divisi acara Gebyar Nusantara dan
staf kesekretariatan acara Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru Badan
Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) tahun 2006. Selain itu
penulis aktif menjadi pengurus Music Agriculture Xpression (MAX) tahun
2006-2007, pengurus Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Forest Management
Student Club (FMSC) tahun 2007-2008, ketua Divisi Media dan Komunikasi
Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2008-2009, Koordinator
Konsumsi Miracle of Art for Agriculture (MAGIC) BEM-KM, panitia Bina Corps
Rimbawan (BCR) BEM Fakultas Kehutanan dan Temu Manajer Departemen
Manajemen Hutan tahun 2008 dan panitia E-Green tahun 2009.
Penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Baturaden dan Cilacap (Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur
dan Barat), Jawa Tengah Juli-Agustus 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan di Tanggeung (KPH Cianjur),
Jawa Barat Juli 2009, Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Erna
Djuliawati Kalimantan Tengah selama periode Februari-April 2010.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi
dengan judul Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia
DAFTAR ISI
2.7 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon ... 10
III METODOLOGI ... 11
5.2 Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Akasia Mangium .. 36
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon Acacia crassicarpa ... 10
2. Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon Acacia crassicarpa ... 10
3. Kisaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan bahan penelitian ... 13
4. Kelas hutan Akasia mangium di BKPH Parung Panjang ... 24
5. Tinggi tempat, curah hujan dan jenis tanah per kelompok hutan di BKPH Parung Panjang ... 25
6. Rata-rata kadar air Akasia mangium berdasarkan kelas diameter ... 28
7. Rata-rata berat jenis Akasia mangium berdasarkan kelas diameter... 29
8. Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ... 30
9. Rata-rata kadar abu Akasia mangium pada berbagai bagian pohon .... 31
10. Rata-rata kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon 32
11. Hasil uji t-student kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ... 33
12. Rata-rata biomassa Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ... 34
13. Rata-rata massa karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ... 35
14. Model penduga biomassa bagian-bagian pohon Akasia mangium ... 37
15. Model penduga massa karbon bagian-bagian pohon Akasia mangium 38
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Batang ... 48
2. Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Cabang ... 51
3. Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Akar ... 53
4. Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Ranting ... 53
5. Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Daun ... 53
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida
(CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan dengan naiknya suhu udara di bumi.
Konsentrasi CO2 di atmosfer terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Karbon dioksida dilepaskan oleh pembakaran bahan-bahan hidrokarbon seperti
bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam), atau biomassa (kayu, dll.),
oleh deforestasi dan kerusakan hutan, terlepasnya karbon bawah tanah (sub-soil
carbon) karena rusaknya ekosistem gambut.
Hutan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer dalam proses
fotosintesis, dimana CO2 di atmosfer diikat dan diubah menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan
oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa.
Dalam Protokol Kyoto telah diakui 3 alternatif penurunan emisi yang
terdiri dari Joint Implementation, Clean Development Mechanism (CDM) dan
Emission Trading. Joint Implementation (implementasi bersama) adalah kerja
sama antar negara maju untuk mengurangi emisi GRK di negaranya. CDM adalah
solusi antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju
berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat mengurangi emisi
GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi atau Certified Emission
Reductions (CER) bagi negara maju tersebut. Emission Trading (Perdagangan
emisi) adalah perdagangan emisi antar negara maju.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki peran yang sangat penting
dalam upaya penurunan emisi. Upaya penurunan emisi yang bisa dilakukan
melalui kegiatan CDM meliputi proyek energi terbarukan (misal: tenaga matahari,
angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa), menurunkan tingkat konsumsi
lain yang lebih rendah tingkat emisi GRKnya (pengganti bahan bakar, misal:
minyak bumi menjadi gas), dan jenis-jenis lain seperti pemanfaatan gas metan
dari pengelolaan sampah. Selain penurunan emisi, kegiatan yang bisa dilakukan
dalam CDM ialah penyerapan emisi (carbon sink) yang bisa dilakukan di sektor
kehutanan, karena hutan dapat menyerap emisi GRK. Oleh karena itu perlu
dilakukan perhitungan yang tepat mengenai jumlah karbon yang terkandung di
dalam pohon.
Pada akhir tahun 1980-an Pemerintah Indonesia mencanangkan program
pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pembangunan HTI terutama
dimaksudkan untuk merehabilitasi lahan-lahan dalam kawasan hutan tidak
produktif. Di masa depan peran HTI untuk memasok kebutuhan kayu akan
semakin penting, karena pasokan kayu dari hutan alam akan terus menurun. Kayu
Akasia mangium telah menjadi salah satu spesies pohon yang penting dalam
pembangunan HTI di Indonesia.
Hingga saat ini, pohon Akasia mangium merupakan spesies yang paling
banyak ditanam, terutama pada HTI di Sumatera dan Kalimantan. Spesies ini
dikembangkan untuk HTI karena pertumbuhannya yang cepat, mempunyai
kemampuan tumbuh pada lahan marjinal seperti alang-alang, kayunya cocok
untuk berbagai keperluan seperti bahan baku pulp, MDF (medium density fiber
board), papan partikel (particle board) dan kayu pertukangan (Hardiyanto 2004
dalam Sulistyawati 2009). Karena laju pertumbuhan yang cepat tersebut Akasia
mangium juga banyak ditanam sebagai tanaman pokok di beberapa wilayah
Perum Perhutani di Pulau Jawa.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon
Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani
Unit III, Jawa Barat dan Banten
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Akasia Mangium
Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk ke dalam sub famili
Mimosoideae famili Leguminosae. Tanaman ini merupakan salah satu jenis
tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan mudah tumbuh (adaptive) pada
kondisi lahan yang rendah tingkat kesuburannya. Jenis ini tersebar secara alami di
Australia, Papua Nugini, Maluku, Papua bagian utara dan Papua bagian selatan.
Akasia mangium tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh
pada lahan dengan pH rendah yaitu 4,5; tanah berbatu serta tanah yang mengalami
erosi. Tumbuh pada ketinggian 30-130 mdpl dengan curah hujan yang bervariasi
antara 1000-4500 mm/tahun dan merupakan jenis yang sesuai ditanam di daerah
terbuka (jenis intoleran) (Gunn dan Midgley 1991 dalam Leksono 1996).
Pemanfaatan kayu Akasia mangium hingga saat ini telah mengalami
spektrum yang luas, terutama untuk kayu serat sebagai bahan baku industri pulp
dan kertas. Jamaludin et al. (2008) dalam Sulistyawati (2009) memberikan
pendapat bahwa dengan adanya perubahan kondisional baik yang menyangkut
kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu, maka kayu Akasia
mangium digunakan pula sebagai kayu pertukangan maupun kayu energi sebagai
bahan bakar arang.
Menurut Mandang dan Pandit (1997), nama lain dari Akasia mangium
adalah kasia, kihia (sunda), akasia (berlaku umum). Kayu Akasia mangium
mempunyai ciri umum sebagai berikut :
a. Warna : teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat
zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna
kuning pucat sampai kuning jerami
b. Corak : polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada
bidang radial
c. Tekstur : halus sampai agak kasar dan merata
e. Kilap : permukaan agak mengkilap
f. Kesan raba : licin
g. Kekerasan : agak keras sampai keras.
Sedangkan ciri anatominya adalah sebagai berikut :
a. Pembuluh atau pori : baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3
pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak
jarang, bidang perforasi sederhana
b. Parenkim : bertipe paratrakeal bentuk selubung di sekeliling pembuluh,
kadang-kadang bentuk sayap pada pembuluh kecil
c. Jari-jari : sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai
pendek
d. Sifat fisis : berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66); kelas awet II; kelas kuat II-III
2.2 Tempat Penyimpanan Karbon dalam Hutan
Hutan mempunyai peran penting dalam perubahan iklim melalui tiga cara,
yaitu (1) sebagai carbon pool, (2) sebagai sumber emisi CO2 ketika terbakar, (3) sebagai carbon sink ketika tumbuh dan bertambah luas arealnya. Bila dikelola
secara baik, hutan akan mampu mengatasi jumlah karbon yang berlebih di
atmosfer dengan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik di atas maupun
di bawah permukaan tanah. Bahan organik yang mengandung karbon mudah
teroksidasi dan kembali ke atmosfer dalam bentuk CO2. Karbon disimpan di hutan dalam bentuk: (1) biomassa dalam tanaman hidup yang terdiri dari kayu dan
non-kayu, (2) massa mati (kayu mati dan serasah) dan (3) tanah dalam bahan organik
dan humus. Humus berasal dari dekomposisi serasah. Karbon organik tanah juga
merupakan pool yang sangat penting (Wahyuningrum 2008).
Menurut Dury et al. (2002) dalam Balinda (2008) dalam tegakan hutan,
karbon terdapat dalam:
a. Pepohonan dan akar: Biomassa hidup, baik yang terdapat di atas pemukaan
dan di bawah permukaan tanah dari berbagai jenis pohon, termasuk batang,
daun dan cabang serta akar.
b. Vegetasi lain: Vegetasi bukan pohon (semak, belukar, herba dan rerumputan).
d. Tanah: karbon tersimpan dalam bahan organik (humus) maupun dalam bentuk
mineral karbonat. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau
penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan sekarang serta
kondisi pengolahan tanah.
2.3 Biomassa
Menurut Anwar et al. (1984), biomassa tumbuhan adalah jumlah berat
kering dari seluruh bagian tumbuhan yang hidup dan untuk memudahkannya
kadang-kadang dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, bunga,
buah, ranting, cabang dan batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah
(akar). Biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan
hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau
komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Sedangkan
menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme
per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan
dalam satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering
bebas abu (ash free dry weight).
Biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke
atmosfer sebagai karbon dioksida ketika hutan ditebang dan atau dibakar.
Sebaliknya, melalui penaksiran dapat dilakukan perhitungan jumlah
karbondioksida yang dapat diikat dari atmosfer dengan cara melakukan reboisasi
atau dengan penanaman (Brown 1997).
Besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan,
sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Lugo dan
Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993). Faktor iklim, seperti curah hujan dan
suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon
(Kusmana 1993). Suhu tersebut berdampak pada proses biologi dalam
pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas
dekomposisi (Murdiyarso et al. 1999).
Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan
cadangan karbon dan untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa di atas permukaan
serta penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings
et al. 2001). Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer ke dalam
ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah penebangan,
kebakaran atau gangguan lainnya (Hairiah et al. 2001). Sehingga jangka panjang
penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung pada pengelolaan
hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi
(Murdiyarso et al. 1999). Selain itu menurut (Hairiah et al. 2001), potensi
penyerapan karbon oleh ekosistem tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya
yaitu komposisi jenis, struktur, dan sebaran umur (khusus untuk hutan).
Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan
pertumbuhan biomassa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada
hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan
(c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang
diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu, sehingga cara yang
paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan
memelihara pohon (Rahayu et al. 2004).
2.3.1 Cara Pengukuran dan Pendugaan Biomassa
Brown (1997) telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika
dengan model pangkat Y = aDb atau dengan model polinomial Y = a + bD+ cD² berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang diusulkan
Brown untuk zona lembab adalah:
Y = 1,242 D² - 12,8 D + 42,69 nilai R² = 84% (untuk model polinomial)
Y = 0,118 D2,53 nilai R² = 97% (untuk model pangkat) Di mana: Y = Biomassa pohon (kg)
D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter (cm)
R² = Nilai koefisien determinasi
Chapman (1976) dalamOjo (2003) mengelompokkan metode pengukuran
biomassa di atas tanah ke dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Metode destruktif (pemanenan)
a. Metode pemanenan individu tanaman
Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup
rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit.
b. Metode pemanenan kuadrat
Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu
unit contoh dan menimbangnya.
c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar
rata-rata.
Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran
seragam.
2. Metode non destruktif (tidak langsung)
a. Metode hubungan alometrik
Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik
antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut
dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan
ditimbang.
b. Crop meter
Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat
elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah
pada jarak tertentu.
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pendugaan biomassa di atas
permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung (destructive)
dan metode tidak langsung (non destructive). Metode tidak langsung digunakan
untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk
menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter < 5 cm (vegetasi tumbuhan
2.4 Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap
yang hilang pada pemanasan 950 ºC yang terkandung pada arang. Secara kimia
zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan
senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari
arang (Haygreen dan Bowyer 1982). Zat mudah terbang adalah presentase gas
yang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperature dan
selang waktu standar yaitu 950 ± 20 ºC selama 2 menit (ASTM 1990b).
2.5 Kadar Abu
Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada
pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang
seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis
ialah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Galat dalam penetapan kadar abu
dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia
serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah (Achmadi
1990).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa
anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada
kondisi oksigen yang melimpah, residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu
dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung
unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silika. Karena
mineral-mineral yang penting untuk fungsi fisiologis pohon cenderung
terkonsentrasi dalam jaringan kulit, kadar abu kulit biasanya lebih tinggi daripada
kayu.
2.6 Potensi Karbon dalam Tegakan
Kadar karbon rata-rata pada bagian-bagian pohon pinus (Pinus merkusii
Jungh et de Vriese) adalah sebagai berikut pada bagian akar sebesar 41,39 %,
batang sebesar 46,63 %, cabang sebesar 33,92 %, ranting sebesar 32,78 %
sedangkan daun sebesar 31,12 %. Secara keseluruhan rata-rata kadar karbon
merkusii Jungh et de Vriese) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat
adalah sebagai berikut pada kelas umur I sebesar 15,9108 ton C/ha, kelas umur II
sebesar 36,4361 ton C/ha, kelas umur III sebesar 60,1183 ton C/ha, kelas umur IV
sebesar 122,1232 ton C/ha, kelas umur V sebesar 127,0875 ton C/ha dan kelas
umur ≥VI sebesar 165,3442 ton C/ha (Erlangga 2009).
Potensi kandungan karbon pohon pada tegakan sengon (Paraserienthes
falcataria L Nielsen) yang paling tinggi terdapat pada kelas diameter 50 keatas
yaitu sebesar 34,379 ton C/ha dan yang paling rendah terdapat pada kelas
diameter 5-10 cm yaitu 0,078 ton C/ha. Presentase kandungan karbon pada
bagian-bagian tegakan sengon (Paraserienthes falcataria L Nielsen) yang
tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 47,23 %, sedangkan terkecil
terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36, 12 % (Rachman 2009).
Kadar karbon rata-rata pada bagian pohon Akasia mangium terbesar
terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 49,30 %, tunggak sebesar 43,31 %,
bagian cabang tidak beraturan 42,55 %, bagian cabang beraturan 42,15 %, dan
bagian ranting sebesar 37,78 % sedangkan kadar karbon terkecil terdapat pada
bagian daun yaitu sebesar 37,73 %. Potensi massa karbon rata-rata dalam tegakan
Akasia mangium berdasarkan persamaan C= 0,53 D1,44 H0,667 sebesar 90.385,57 kg C/ha (Fadhli 2009).
Fungsi hutan selain memiliki fungsi ekonomis dan sosial juga memiliki
fungsi konservasi lingkungan yaitu untuk konservasi karbondioksida (CO2), konservasi tanah, air, gudang nutrisi serta perbaikan iklim mikro. Hutan akasia
pun dapat berperan dalam konservasi lingkungan terutama sebagai penyerap
karbon. Acacia mearnesii menunjukan potensial karbon tertinggi 78 ton C/ha
dalam rotasi 10 tahun. Sedangkan akasia jenis lain seperti Acacia nilotica
memiliki simpanan karbon rata-rata 17 ton C/ha pada tempat tumbuh sedang dan
hanya menyerap sebesar 12 ton C/ha pada tempat tumbuh terdegradasi
2.7 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon
Persamaan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas
yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas. Contuhnya adalah hubungan
antara volume pohon, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi
pohon. Dalam hubungan ini volume pohon, biomassa atau massa karbon
merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi
pohon yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan alometrik biasanya
dinyatakan dalam suatu model alometrik. Persamaan tersebut biasanya
menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada atau diukur 1,30 m dari
permukaan tanah sebagai dasar. Pada Tabel 1 dan 2 berikut ini disajikan model
persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Acacia
crassicarpa.
Tabel 1 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon Acacia crassicarpa
No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan
1 Dbh-Biomassa Akar Power WR = 0,025 D 2,414
2 Dbh-Biomassa Batang Power WS = 0,019 D 2,977
3 Dbh-Biomassa Cabang Growth WB = e 0,746+0,129D
4 Dbh-Biomassa Daun Power WL = 0,398 D 1,155
5 Dbh-Biomassa Pohon Power WT = 0,165 D 2,399 Sumber : Adiriono 2009
Tabel 2 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon Acacia crassicarpa
No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan
1 Dbh-Karbon Akar Power CR = 0,012 D 2,415
2 Dbh-Karbon Batang Power CS = 0,009 D 2,977
3 Dbh-Karbon Cabang Power CB = 0,067 D 1,180
4 Dbh-Karbon Daun Power CL = 0,200 D 1,154
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di areal HTI Akasia mangium di BKPH Parung
Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten.
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 2 bulan, terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap
pengambilan data di lapangan pada bulan Mei 2010 dan tahap pengujian contoh
uji laboratorium dilakukan pada bulan Juni-Juli 2010 di Laboratorium
Peningkatan Mutu Kayu dan Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pohon Akasia mangium
yang terdapat di HTI Akasia mangium BKPH Parung Panjang sebanyak 8 pohon,
terdiri dari kisaran diameter yang disesuaikan dengan kisaran pohon Akasia
mangium di lapangan dan dapat mewakili kelas diameternya. Masing-masing
pohon diambil 3 contoh uji tiap-tiap bagian pohon mulai dari daun, ranting,
cabang, batang utama dan akar.
Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat
yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan berupa chainsaw, meteran,
kompas, tongkat sepanjang 1,30 m, timbangan, parang, tambang, terpal, kantong
plastik, sikat, kuas, koran bekas dan alat tulis. Sedangkan peralatan yang
digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium berupa timbangan, oven
tanur listrik, desikator, cawan porselen, alat penggiling (willey mill) dan alat
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data
primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung di
lapangan yaitu meliputi data diameter dan panjang setiap batang utama dan
cabang serta berat basah dari daun, ranting dan akar. Sedangkan pengumpulan
data sekunder diperoleh dari BKPH Parung Panjang berupa :
1. Peta lokasi penelitian
2. Keadaan lapangan yang meliputi topografi, tanah, geologi dan iklim
3. Keadaan hutan yang meliputi tipe hutan dan potensi hutan.
3.4 Metode Pengambilan Data Primer 3.4.1 Metode Survei Potensi Hutan
Survey potensi hutan dilakukan dengan metode Systematic Sampling with
Random Start dengan luas plot 0,1 ha berbentuk lingkaran dengan jari-jari
sepanjang 17,8 meter.
3.4.2 Metode Pemilihan Pohon Sampel
Jumlah sampel pohon Akasia mangium yang diperlukan dalam penelitian
ini sebanyak 8 pohon yang dipilih dari kelas-kelas diameter pohon yang terdapat
di lapangan dan ditebang dari HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang,
KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Kriteria pemilihan pohon Akasia mangium yang dijadikan sampel (Elias 2010)
sebagai berikut:
1. Sebaran diameter pohon-pohon Akasia mangium yang diambil sebagai sampel
penelitian harus mewakili tiap-tiap kelas diameternya, sehingga ke-8 kelas
diameter pohon sampel terwakili masing-masing oleh 1 pohon sampel.
Sebaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan sampel dapat dilihat
dalam Tabel 3
2. Pohon sampel yang dipilih harus sehat dan bentuk pohonnya normal
3. Pohon sampel harus mewakili kondisi rata-rata pohon-pohon Akasia mangium
Tabel 3 Kisaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan bahan penelitian
No. Kelas Diameter (cm) Jumlah Pohon Contoh
1 0-5 1
Total Jumlah Pohon Contoh 8
Tiap-tiap pohon sampel diukur diameternya pada ketinggian 1,30 m dari
permukaan tanah dan diberi nomor pohon mulai dari nomor 1 sampai dengan 8.
Kemudian pohon-pohon tersebut ditebang dan diukur volume batang utama dan
cabangnya, serta berat basah ranting, daun, akar. Setelah pengukuran selesai dari
masing-masing pohon diambil 3 buah sampel dari tiap-tiap bagian pohon, yang
terdiri dari sampel batang utama, cabang, ranting, daun dan akar.
3.4.3 Metode Pengumpulan Data Pohon sampel
Metode pengumpulan data pohon sampel melalui tahap (Elias 2010)
sebagai berikut:
1. Pengukuran Diameter Pohon Sampel
Setelah pohon sampel terpilih masing-masing pohon sampel diukur
diameter setinggi dada (1,30 m di atas permukaan tanah) dengan
menggunakan pita keliling dan tongkat setinggi 1,30 m. Hasil
pengukuran dicantumkan dalam tally sheet sesuai dengan nomor
pohonnya.
2. Persiapan Sebelum Penebangan Pohon Sampel
Persiapan sebelum penebangan yang dimaksud adalah :
a. Menyiapkan peralatan berupa chainsaw untuk pemangkasan
cabang, penebangan dan pemotongan batang utama. Parang untuk
pemangkasan ranting dan daun. Sedangkan penggalian akar
menggunakan cangkul dan dibersihkan dengan kuas.
b. Menyiapkan wadah dari terpal di atas permukaan tanah di sekitar
c. Menyiapkan pita keliling untuk pengukuran diameter batang utama
dan cabang serta timbangan untuk menimbang berat basah cabang,
ranting, daun dan akar.
d. Menyiapkan tali tambang untuk menahan cabang pohon yang
dipangkas agar tidak terjatuh langsung ke atas tanah, sehingga
tidak terjadi kerusakan dan kehilangan bagian-bagian pohon
sampel.
3. Pemangkasan Cabang
Sebelum perebahan batang utama pohon (penebangan) terlebih
dahulu dilakukan pemangkasan cabang-cabang pohon. Pemangkasan
cabang dilakukan dengan cara memanjat pohon sampel dan dilakukan
pemotongan cabang-cabang di atas pohon. Cabang yang telah dipotong
diturunkan secara hati-hati ke atas permukaan tanah dengan
menggunakan penahan tali tambang yang telah disiapkan sebelumnya.
Cabang, ranting dan daun-daun hasil pemangkasan dikumpulkan dan
disimpan di atas wadah terpal yang telah disiapkan.
4. Penebangan Batang Utama
Penebangan batang utama pohon sampel dilakukan setelah
pemangkasan cabang selesai. Dalam rangka menjaga keselamatan
kerja dalam penebangan, perebahan batang utama pohon sampel yang
berdiameter besar (>30 cm) dilakukan dengan membuat takik rebah
dan takik balas pada tunggak pohon yang diusahakan sedekat mungkin
dengan permukaan tanah. Apabila tunggak yang terjadi setelah
penebangan lebih tinggi dari 30 cm dari permukaan tanah, maka
bagian di atas permukaan tanah tersebut harus dipotong setelah
penggalian akar dan disatukan dengan batang utama pohon.
5. Penggalian Akar Pohon Sampel
Penggalian akar pohon harus dilakukan dengan hati-hati agar
semua bagian akar dapat digali dari dalam tanah. Bagian akar yang
masih terdapat tanah dibersihkan dengan parang, sikat dan kuas hingga
6. Pemisahan Bagian-bagian Pohon
Bagian-bagian pohon dipisahkan kedalam kelompoknya
masing-masing, yaitu :
a. Kelompok batang utama : dari pangkal (bagian tunggak) sampai
ujung batang utama berdiameter 10 cm
b. Kelompok cabang : bagian batang cabang yang berdiameter > 5 cm
c. Kelompok ranting : bagian ranting yang berdiameter ≤ 5 cm
d. Kelompok akar dan akar tunjang : bagian akar tunjang dan
akar-akar lainnya
e. Kelompok daun : bagian tangkai daun dan daun-daun.
7. Pengukuran Volume Batang Utama dan Cabang
Batang utama dan cabang diberi tanda pada tiap-tiap sekmen
batangnya dengan interval ± 2 m, lalu diukur volumenya.
Parameter yang diukur adalah :
a. Panjang batang dari pangkal sampai cabang pertama (m)
b. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang utama
tiap-tiap sekmen batang dari batang utama
c. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang cabang
tiap-tiap sekmen cabang.
8. Penimbangan Berat Basah Ranting, Daun dan Akar
Ranting, daun dan akar yang telah dipisahkan ditimbang berat
basahnya masing-masing dengan alat timbang yang sesuai, yakni alat
timbangan skala 25-100 kg. Daun, ranting dan akar-akar berdiameter
kecil yang akan ditimbang masing-masing dimasukkan ke dalam
karung plastik yang telah diketahui beratnya, kemudian ditimbang
berat basahnya dalam satuan kg. Sedangkan ranting dan akar
berdiameter besar masing-masing diikat dengan tali plastik, kemudian
3.4.4 Metode Pengambilan Bahan Uji Laboratorium di Lapangan
Sampel bahan uji di laboratorium diambil dari bagian-bagian pohon
masing-masing sampel pohon, yakni dari bagian batang utama, batang cabang,
ranting, daun serta akar. Sampel yang diambil dari masing-masing bagian pohon
sampel sebanyak 3 kali ulangan, sehingga jumlah sampel bahan uji di
laboratorium sama dengan 8 x 5 x 3 buah atau berjumlah 120 sampel, terdiri dari :
a. 24 buah sampel batang utama
b. 24 buah sampel batang cabang
c. 24 buah sampel ranting
d. 24 buah sampel daun
e. 24 buah sampel akar dan tunggak
Cara pengambilan sampel bahan uji di lapangan (Elias 2010) adalah
sebagai berikut:
1. Sampel batang utama, diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah batang
utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm
2. Sampel batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang dan kecil yang
diameternya > 5 cm. Sampel diambil dengan cara membuat potongan
melintang batang cabang setebal ± 5 cm
3. Sampel ranting, diambil dari ranting-ranting besar, ranting sedang dan ranting
kecil yang panjangnya dipotong-potong menjadi bagian ranting-ranting
sepanjang ± 20-30 cm. Setiap sampel beratnya ± 1 kg
4. Sampel daun diambil dari daun-daun yang telah dicampur sebanyak ± 1 kg
sebagai sampel
5. Sampel akar diambil dari tunggak, akar tunjang dan akar-akar lainnya. Setiap
sampel beratnya ± 1 kg.
Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi kode
sampel dan diikat ujung kantong plastiknya. Contoh kode sampel pohon sebagai
berikut :
Batang utama : 1 BU P (Pohon ke-1-Batang utama-Pangkal)
1 BU T (Pohon ke-1-Batang utama-Tengah)
Cabang : 1 C B (Pohon ke-1-Cabang-Besar)
1 C S (Pohon ke-1-Cabang-Tengah)
1 C K (Pohon ke-1-Cabang-Kecil)
Ranting : 1 R B (Pohon ke-1-Ranting-Besar)
1 R S (Pohon ke-1-Ranting- Sedang)
1 R K (Pohon ke-1-Ranting-Kecil)
Daun : 1 D (Pohon ke-1-Daun)
Akar : 1 A B (Pohon ke-1-Akar-Besar)
1 A S (Pohon ke-1-Akar-Sedang)
1 A K (Pohon ke-1-Akar-Kecil)
1 A T (Pohon ke-1-Akar-Tunjang)
3.4.5 Metode Pengujian Bahan Uji Laboratorium
1. Berat Jenis Kayu
Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran
berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan
berat awal
b. Mengukur volume contoh uji : contoh uji dicelupkan dalam
parafin, lalu dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi
air sampai contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan
hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air
yang dipindahkan oleh contoh uji
c. Kemudian contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam
dengan suhu 103 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat
keringnya.
2. Kadar Air Kayu
Contoh uji kadar air dari batang utama, cabang dan akar yang
berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm.
Sedangkan contoh uji dari bagian daun, ranting dan akar kecil
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
a. Contoh uji ditimbang berat basahnya
b. Contoh uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2 °C sampai tercapai
berat konstan, kemudian dimasukkan kedalam desikator dan
ditimbang berat keringnya
c. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
3. Kadar Zat Terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society
for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai
berikut :
a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi
bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian-bagian
daun dicincang
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling
(willey mill)
d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen)
berukuran 40-60 mesh
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr,
dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup
rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang
f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950 °C
selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan
selanjutnya ditimbang
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen
4. Kadar Abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for
Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai
berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke
dalam tanur listrik bersuhu 900 °C selama 6 jam
b. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian
ditimbang untuk mencari berat akhirnya
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
5. Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon
menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995,
dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100%
terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
3.5 Metode Pengolahan Data
1. Volume menggunakan rumus Brereton :
=1
2. Berat Jenis, rumus yang digunakan :
=[ ]
Dimana : BJ = Berat Jenis
BKT = Berat Kering Tanur (gr)
V = Volume (cm³)
3. Persen Kadar Air, rumus yang digunakan :
% KA =BBc−BKc
BKc x 100%… … Haygreen dan Bowyer 1982
Dimana : BBc = Berat Basah Contoh (gr)
BKc = Berat Kering Contoh (gr)
% KA = Persen Kadar Air
4. Berat Kering, rumus yang digunakan :
BK = BB
1 + [%KA100]… … … …(Haygreen dan Bowyer 1982)
Dimana : BK = Berat Kering (gr)
BB = Berat Basah (gr)
% KA = Persen Kadar Air
5. Penentuan Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai
berikut :
Kadar Zat Terbang =Kehilangan Berat Contoh
Berat Contoh Uji Bebas Air x 100%…… (ASTM 1990a)
6. Penentuan Kadar Abu
Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :
= ℎ
ℎ � 100%……( 1990 )
7. Penentuan Kadar Karbon
Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut :
Kadar Karbon = 100%-Kadar Zat Terbang-Kadar Abu
8. Model hubungan antara massa karbon dan diameter pohon. Fungsi
hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dimana
dari model tersebut akan diketahui tingkat keeratan hubungan antara
massa karbon pohon dengan diameter pohon.
Pembuatan model menggunakan program minitab 14. Data yang
digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan massa karbon total
pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang, batang dan akar)
Model persamaan yang digunakan adalah :
Model penduga biomassa yang hanya terdiri dari satu peubah saja : W = aDb dan W = a + bD
Model penduga biomassa yang terdiri dari dua peubah bebas : W = aDb1Hb2 dan W = a + b1D + b2H
Model penduga massa karbonnya : C = aDb dan C = a + bD
Model penduga massa karbon dari dua peubah bebas : C = aDb1Hb2 dan C = a +b1D + b2H
Dimana : W = Biomassa (kg/pohon)
C = Massa Karbon (kg/pohon)
D = Diameter Pohon (cm)
H = Tinggi Pohon (m)
a,b = Konstanta
3.6 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah :
1. Analisis deskriptif dan penyajian dalam bentuk gambar (histogram, diagram
batang dan lain-lain).
2. Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon dilakukan analisis
statistik dengan uji beda nilai tengah menggunakan uji t-student. Adapun
parameter yang diuji adalah:
a. Perbedaan kadar karbon rata-rata setiap bagian pohon yaitu pada bagian
akar, batang, cabang, ranting dan daun.
b. Perbedaan kadar karbon berdasarkan kelas diameter setinggi dada (Ø 1,30
m)
Prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan formulasi hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh X terhadap Y
H1 : Ada pengaruh X terhadap Y
2. Menentukan taraf nyata dan t tabel
Nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = n-2 tα; n-2 = 2,015
3. Menentukan kriteria pengujian
Ho diterima (H1 ditolak) apabila t-hit ≤ t tabel
Ho ditolak (H1 diterima) apabila t-hit > t tabel
4. Menentukan nilai uji T (nilai t-hit)
Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) :
T hitung =
x2 = Rataan kadar karbon bagian pohon ke-2 d0 = Selisih nilai beda tengah populasi = 0 S21 = Ragam bagian pohon ke-1
S22 = Ragam bagian pohon ke-2
n1 = Jumlah contoh bagian pohon ke-1 n2 = Jumlah contoh bagian pohon ke-2 5. Membuat kesimpulan
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Areal
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara
administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu
Kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang. Sedangkan batas-batas
pengelolaan BKPH Parung Panjang adalah sebagai berikut :
1. Sebelah barat berbatasan dengan KPH Banten
2. Sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Jasinga
3. Sebelah timur berbatasan dengan BKPH Leuwiliang
4. Sebelah utara berbatasan dengan BKPH Tangerang
Secara geografis BKPH Parung Panjang yang juga termasuk dalam KP
Akasia mangiumterletak pada 10626‟03” BT s.d 10635‟16” BT dan 0620‟59”
s.d 0627‟01” LS.
Kawasan Hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas
Perusahaan (KP) Akasia mangium (Berdasarkan Hasil Risalah Tahun 2006,
jangka 2006-2010) terbagi dalam 3 (tiga) Resort Pemangkuan Hutan (RPH)
seluas 5.397,24 ha yaitu RPH Tenjo seluas 1.536,15 ha, RPH Maribaya seluas
2.127,39 ha dan Jagabaya seluas 1.733,70 ha, dengan perincian kelas hutan
Tabel 4 Kelas hutan Akasia mangium di BKPH Parung Panjang
No Kelas Hutan Luas (ha) Keterangan
1 TBP 144,23 Tidak baik untuk produksi
2 LDTI 587,46 Lapangan dengan tujuan istimewa
3 KU I 403,86 Kelas umur I
4 KU II 414,73 Kelas umur II
5 KU III 311,69 Kelas umur III
6 KU IV 212,24 Kelas umur IV
7 KU V 425,48 Kelas umur V
8 KU VI 127,33 Kelas umur VI
9 KU VII 261,50 Kelas umur VII
10 KU VIII 374,44 Kelas umur VIII
11 KU XI 51,87 Kelas umur IX
12 KU X - Kelas umur X
13 MT 5,84 Masa tebang
14 MR 8,32 Masa riap
15 LTJL 528,92 Lapangan tebangan jangka panjang
16 TK/TPR 666,36
17 HAKL 2,96 Hutan alam kayu lain
18 TABK 755,23 Tanaman Akasia bertumbuhan kurang
19 TKL 104,78 Tanaman kayu lain
Total 5397,24
Sumber : RKPH KP Acacia mangium Jangka 1 Januari 2006-31 Desember 2010
4.2 Topografi dan Iklim
Kawasan hutan KP Akasia mangium di BKPH Parung Panjang termasuk
dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, dengan suhu
harian tertinggi 25,50 C dan Suhu terkecil 18 C berdasarkan ratio bulan basah
dan bulan kering setiap tahun serta memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian
besar relatif datar sampai dengan landai, dengan kemiringan lapangan bervariasi
mulai dari datar (0-8 %) dan kemiringan agak curam (15-25 %). Berdasarkan
ketinggian tempat dari permukaan laut kelompok hutan di BKPH Parung Panjang
Tabel 5 Tinggi tempat, curah hujan dan jenis tanah per kelompok hutan di BKPH
Jenis Batuan Jenis Tanah
1 Cikadu I – II 0 – 75 3000
Sumber : RPKH KP Acacia mangium Jangka 1 januari 2006- 31 Desember 2010.
4.3 Pemberdayaan Masyarakat Hutan
4.3.1 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat
Masyarakat sekitar hutan di BKPH Parung Panjang terdiri dari 50.000
penduduk dengan mayoritas tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) bahkan tidak sekolah. Pada penduduk dengan usia ± 20
tahun, hanya sekitar 10% yang berpendidikan di Perguruan Tinggi dan 25%
memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Mata pencaharian utama penduduk adalah petani (sawah, ladang maupun
ternak). Mata pencaharian sampingan yaitu anyam-anyaman dan produksi arang
atau kayu bakar yang berasal dari hutan. Sebagian penduduknya ada yang bekerja
di kota Jakarta dan Tangerang sebagai buruh.
Terdapat kegiatan pengelolaan hutan Perhutani yang memberikan
pengaruh positif untuk desa yaitu adanya kerjasama yang saling menguntungkan,
petani sekitar hutan dapat ikut serta melakukan penanaman dengan sistem bagi
hasil. Pembagian hasil tersebut antara lain :
Penjarangan I : 100 % untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
Penjarangan II : 25% untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
Penjarangan III : 25% untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
Keuntungan tersebut hanya dirasakan oleh KTH yang tergabung dalam
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) BKPH Parung Panjang. Hal ini
karena KTH tersebut memiliki andil dalam pembangunan hutan tanaman Akasia
Kerjasama pengelolaan hutan tanaman BKPH Parung Panjang dengan
LMDH masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara
menyeluruh. Hal itu karena tidak semua masyarakat desa hutan di sekitar kawasan
hutan BKPH Parung Panjang turut andil dalam program-program LMDH yang
ada. Sebagian masyarakat desa hutan lebih memilih untuk bekerja menjadi buruh
di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Tangerang, maupun menjadi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri. Namun bagi masyarakat desa hutan yang
tergabung dalam LMDH, adanya pengelolaan hutan tanaman Akasia mangium
BKPH Parung Panjang berpengaruh besar dalam peningkatan kesejahteraan hidup
mereka.
4.3.2 Program Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat berada di BKPH Parung Panjang, yaitu Desa
Tapos, Babakan, Ciomas, Singabraja, Bojong dan Batok (Kecamatan Tenjo);
Desa Barengkok dan Pangaur (Kecamatan Jasinga); serta Desa Jayabaya, Dago,
Gorowong, Gunung Pingkul dan Pingku (Kecamatan Parung Panjang).
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui
pengembangan usaha, yaitu kegiatan usaha Perum Perhutani (perorangan,
kelompok atau badan usaha) diluar usaha pokok Perum Perhutani dalam kawasan
hutan dengan prinsip saling menguntungkan. Tujuan pengembangan usaha adalah
meningkatkan nilai produktivitas kawasan hutan, manfaat sosial dan fungsi
ekologi berpola kemitraan.
Dalam rangka usaha pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan, maka
dibentuk LMDH. Terdapat 13 LMDH di kawasan pengelolaan BKPH Parung
Panjang. Jenis-jenis usaha yang dikembangkan antara lain kerajinan bambu,
ternak ayam, dodol, kerajinan kulit kayu akasia, budidaya lebah madu, kompos,
pembuatan tape, lele dumbo, budidaya nanas, borong kerja, budidaya jarak,
pembuatan batu bata dan budidaya tanaman hias.
Peran Perhutani dalam membantu pengembangan usaha-usaha tersebut
yaitu dalam bentuk penyediaan sarana prasarana usaha dan pemasaran produk.
Bantuan penyediaan sarana prasarana usaha yaitu dalam bentuk barang maupun
bantuan dana. Bantuan pemasaran produk baru dilaksanakan untuk usaha-usaha
madu telah dikelola oleh Kesatuan Bisnis Madu (KBM) sehingga tidak hanya
dipasarkan secara lokal tetapi juga dapat dipasarkan kepada masyarakat nasional
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sifat Fisik dan Kimia Bagian Pohon 5.1.1 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang terdapat di dalam kayu yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air, baik berdasarkan kelas diameter,
maupun berdasarkan bagian-bagian pohon yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rata-rata kadar air Akasia mangium berdasarkan kelas diameter
Kelas Diameter
(cm)
Kadar Air (%)
Akar Batang
Utama Cabang Ranting Daun
0-5 78,05 79,93 - 94,13 95,87
5-10 90,07 91,04 - 92,80 94,70
10-15 77,73 72,75 102,57 85,63 95,68
15-20 90,82 92,24 88,33 96,30 97,66
20-25 91,03 88,53 105,93 78,03 98,92
25-30 93,89 96,45 88,07 81,07 99,86
30-35 85,14 82,76 80,16 85,71 97,98
35-40 83,80 102,99 86,56 87,25 102,56
Rata-rata 86,32 88,34 91,94 87,61 97,90
Secara umum pada semua kelas diameter, daun merupakan bagian pohon
yang paling tinggi kadar airnya, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 97,90 % dan
bagian pohon yang kadar airnya paling rendah terdapat pada akar dengan nilai
rata-rata sebesar 86,32 %. Kadar air tertinggi pada bagian daun sejalan dengan
hasil penelitian Onrizal (2004), Salim (2005) dan Limbong (2009) untuk berbagai
jenis pohon. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit
fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air
dan unsur hara mineral. Daun tersusun oleh banyak rongga stomata yang
5.1.2 Berat Jenis
Menurut Panshin (1980) dalam Pandit (2008) berat kayu meliputi berat zat
kayunya sendiri, berat zat ekstraktif dan berat air yang dikandungnya. Jumlah zat
kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah airnya berubah-ubah,
oleh karena itu berat jenis dari sepotong kayu besarnya dapat bervariasi,
tergantung pada kadar air kayu tersebut. Berat jenis Akasia mangium pada
penelitian ini disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rata-rata berat jenis Akasia mangium berdasarkan kelas diameter
Kelas Diameter (cm)
Berat Jenis
Akar Batang Utama Cabang Ranting
0-5 0,37 0,49 - 0,34
5-10 0,41 0,42 - 0,39
10-15 0,35 0,41 0,32 0,33
15-20 0,41 0,46 0,42 0,39
20-25 0,45 0,46 0,40 0,39
25-30 0,39 0,53 0,46 0,35
30-35 0,44 0,55 0,54 0,49
35-40 0,47 0,47 0,42 0,45
Rata-rata 0,41 0,47 0,43 0,39
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa berat
jenis kayu Akasia mangium berkisar antara 0,39-0,47. Hasil tersebut berbeda
dengan Pandit (2008) yang menyatakan bahwa berat jenis Akasia mangium
rata-rata sebesar 0,6. Perbedaan tersebut diakibatkan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu umur, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan
5.1.3 Kadar Zat Terbang dan Kadar Abu
Zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan
hilang pada pemanasan 950 °C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan
fenolik. Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium pada berbagai bagian pohon
Kelas
Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 8, kadar
zat terbang terbesar terdapat pada bagian daun sebesar 67,29 % sedangkan kadar
zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 36,92 %. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Fadhli (2009) yang menyatakan bahwa kadar zat
terbang terbesar pada Akasia mangium terdapat di bagian daun sebesar 60,39%
dan yang terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 49,30%. Keselarasan
data juga terlihat pada jenis kayu lain yaitu pada hasil penelitian Erlangga (2009)
yang menyatakan bahwa kadar zat terbang tertinggi pada kayu Pinus (Pinus
Merkusii Jungh et de Vriese) terdapat pada bagian daun sebesar 68,46% dan yang
terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 53,34%.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 9, kadar
abu terbesar terdapat pada bagian daun sebesar 3,61 % sedangkan kadar abu
terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 1,46 %. Hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian Fadhli (2009) yang menyatakan bahwa kadar abu terbesar
pada Akasia mangium terdapat di bagian ranting sebesar 2,37% dan yang terkecil
Tabel 9 Rata-rata kadar abu Akasia mangium pada berbagai bagian pohon
Kelas Diameter
(cm)
Kadar Abu (%)
Akar Batang
Utama Cabang Ranting Daun
0-5 2,25 1,54 - 1,55 3,83
5-10 1,95 1,43 - 1,43 3,37
10-15 2,52 1,72 2,15 2,31 4,31
15-20 1,43 1,44 0,95 1,59 3,68
20-25 1,36 1,28 1,98 1,72 3,47
25-30 2,27 1,31 2,20 3,12 3,20
30-35 2,48 1,37 2,10 1,91 3,39
35-40 2,64 1,56 1,40 1,17 3,65
Rata-rata 2,11 1,46 1,80 1,85 3,61
Kadar abu adalah kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi,
yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium
dan magnesium. Abu adalah sisa dari pembakaran bahan yang mengandung
bahan-bahan anorganik. Pada penelitian ini daun memiliki kadar abu terbesar
karena daun mengandung lebih banyak bahan anorganik dibanding bagian pohon
yang lain.
Besarnya kadar karbon ditentukan oleh besarnya nilai kadar zat terbang
dan kadar abu. Persentase kadar zat terbang dan kadar abu pada cabang, ranting,
daun dan akar yang lebih tinggi daripada batang menjadikan kadar karbon pada
batang menjadi lebih tinggi dibandingkan bagian pohon yang lain.
5.1.4 Kadar Karbon
Hasil perhitungan kadar karbon disajikan pada Tabel 10, diketahui bahwa
pada setiap kelas diameter pohon, kadar karbon terbesar terdapat pada bagian
batang yaitu berkisar antara 58,11-64,94 %, kemudian disusul berturut-turut yaitu
bagian cabang 49,00-54,00 %, bagian akar 42,61-54,30 %, bagian ranting
Tabel 10 Rata-rata kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon
Kadar karbon pada bagian jaringan pohon lainnya seperti cabang, ranting,
daun dan akar lebih rendah dibandingkan kadar karbon pada batang, karena pada
bagian-bagian ini kadar zat terbang dan kadar abu yang relatif lebih tinggi
dibandingkan pada batang pohon.
Batang memiliki kadar karbon yang terbesar karena pada masa
pertumbuhan dan masa produktif, pohon menyerap karbon melalui daun dalam
proses fotosintesis dan hasilnya langsung disebar ke seluruh bagian pohon yang
lain. Bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak adalah pada bagian
terbesar yaitu batang. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga
stomata yang berfungsi untuk pertukaran gas sehingga kurang padat dan tidak
banyak menyimpan karbon.
Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur
karbon menurut Hilmi (2003) dalam Limbong (2009) merupakan bahan organik
penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin
dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon
bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak
digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon. Ini erat
hubungannya dengan dimensi diameter (Dbh) sebagai indikator penting dalam
kegiatan pengukuran dan perencanaan hutan.
Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman,
pertambahan kadar karbon. Demikian juga terdapat variasi kadar karbon pohon
dimana bagian pangkal memiliki kadar karbon yang paling besar dan semakin
keatas bagian ujung batang dan bagian pohon lainnya seperti cabang, ranting dan
daun semakin kecil. Fenomena ini cenderung sama dengan kandungan bahan
organik dan produksi biomassa pohon, variasi ini sangat dipengaruhi oleh berat
jenis, kerapatan kayu dan kadar air pada setiap bagian jaringan pohon.
Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara
bagian-bagian pohon yang disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil uji t-student kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon
Batang Utama Cabang Ranting Daun
Akar 0,000** 0,254tn 0,003* 0,000**
Batang Utama 0,025* 0,000** 0,000**
Cabang 0,774tn 0,327tn
Ranting 0,000**
Keterangan : ** : Berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% * : Berbeda sangat nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn : Tidak berbeda nyata (P > 0,05) pada selang kepercayaan 95%
Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan pada
batang utama dengan akar, batang utama dengan cabang, batang utama dengan
ranting, batang utama dengan daun, akar dengan daun, akar dengan ranting serta
ranting dengan daun, berbeda satu terhadap yang lain karena nilai P berada pada
selang 0,01-0,05 dan nilai P < 0,01. Sedangkan pada akar dengan cabang, cabang
dengan ranting dan cabang dengan daun kadar karbon satu dengan yang lainnya
tidak berbeda karena nilai P > 0,05
5.1.5 Biomassa
Secara umun peningkatan kelas diameter setinggi dada (Dbh) akan
meningkatkan biomassa beberapa bagian pohon akasia mangium. Proporsi
biomassa merupakan persentase besarnya biomassa pada bagian pohon terhadap
biomassa total tanaman. Tabel 12 memperlihatkan proporsi biomassa tertinggi
terdapat pada bagian batang. Sebesar 57,83 % biomassa tanaman Akasia mangium
terbesar terdapat pada bagian batang, kemudian diikuti bagian akar sebesar 16,97
%, bagian daun sebesar 10,30 %, bagian ranting sebesar 8,84 % dan terkecil pada