• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN PADA TEGAKAN AKASIA

DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR,

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

VERA LINDA PURBA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Vera Linda Purba

(4)

ABSTRAK

VERA LINDA PURBA Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.

Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menilai dampak kebakaran pada tegakan A. mangium berdasarkan perubahan sifat tanah dan kondisi vegetasi. Kebakaran yang terjadi dikaji melalui penilaian tingkat keparahan kebakaran menggunakan metode fire severity. Perhitungan fire severity menunjukkan bahwa kebakaran yang terjadi di BKPH Parung Panjang tahun 2011 merupakan kebakaran sangat ringan. Berdasarkan hasil analisis pada sifat fisik dan kimia tanah, diketahui bahwa i) faktor yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan A. mangium adalah pH, Mg dan diameter pohon, sedangkan bulk density, P, N, Na, K, Ca dan tinggi pohon tidak berbeda nyata. Hasil pada perhitungan skoring Forest Health Monitoring (FHM) menunjukkan ii) bahwa baik areal bekas terbakar maupun areal tidak terbakar di BKPH Parung Panjang tersebut masuk kedalam kelas kondisi hutan yang sehat.

Kata kunci: fire severity, forest health monitoring, pertumbuhan pohon, sifat fisik dan kimia tanah

ABSTRACT

VERA LINDA PURBA. Fire Severity Assessment on Akasia stand at BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten. Supervised by LAILAN SYAUFINA.

Forest fire is one of the problem in forest management. The objectives of the study was to measure the forest fire severity based on soil physical and chemical properties, and growth performance of the trees. The forest fire effects were assessed using fire severity method and forest health monitoring plot. The study indicated that the burned areas at BKPH Parung Panjang after two years included in low fire severity. The site properties and growth performance analysis showed that the fire has only affected on pH, Mg and tree diameter significantly, whereas the other parameters such as bulk density, P, N, Na, K, Ca and height were not significantly affected. In addition, both burned and unburned areas are classified as in health condition.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN PADA TEGAKAN AKASIA

DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR,

PERUM PERHUTANI III JAWA BARAT DAN BANTEN

VERA LINDA PURBA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten

Nama : Vera Linda Purba NIM : E44090088

Disetujui oleh

Dr Ir Lailan Syaufina, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli–Oktober 2013 ini ialah Penilaian Dampak Kebakaran pada Tegakan Akasia di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi, serta kepada Prof Dr Ir Achmad, MS yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dikti yang sebagian telah mendanai penelitian ini melalui program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dengan judul penelitian Dampak Perubahan Iklim pada Gangguan Hutan di Wilayah Bogor. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak BKPH Parung Panjang yang telah membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan penelitian ini. Bapak, ibu, kakak, dan keluarga tercinta yang selalu

memberikan do’a dan dukungan secara moral dan spiritual dalam penyusunan skripsi. Teman satu angkatan Silvikultur 46, teman-teman Kost Sinabung Vici Kristini, Vini Waldini, Yusi Nurmala, Anindya Putri, Meilani Putri, Martha Theresia, Yesi Destianingsih, Wahyu Widjiwati, Rizky Bagastari, Rachma Eka, teman satu bimbingan Nova Puspitasari, serta sahabat penulis Nurhamidah, Tintin Gigih, Sindi Nursiamdini, Deasy Putri, Nidya Nanda, Fauzi Khaerani, Khalid Khafazallah, Rizky Jamaludin, Ka Rosario Reza atas bantuan, semangat, dan keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Vera Linda Purba

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Tahapan Penelitian 2

Pengumpulan Data 3

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Fire Severity 6

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Pertumbuhan Vegetasi 8

Analisis Vegetasi 14

Forest Health Monitoring (FHM) 16

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar 7 2 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar* 7

3 Skoring penilaian areal kebakaran* 8

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Bentuk klaster FHM (USDA Forest Service, 1995) 4

3 Bentuk plot pengambilan contoh tanah FHM 4

4 Rata-rata nilai bulk density pada setiap perlakuan 9

5 Rata-rata nilai pH pada setiap perlakuan 10

6 Rata-rata nilai P pada setiap perlakuan 10

7 Rata-rata nilai Na pada setiap perlakuan 11

8 Rata-rata nilai N pada setiap perlakuan 12

9 Rata-rata nilai Mg pada setiap perlakuan 12

10 Rata-rata nilai K pada setiap perlakuan 13

11 Rata-rata nilai Ca pada setiap perlakuan 14

12 Rata-rata nilai diameter pada setiap perlakuan 15 13 Rata-rata nilai tinggi pada setiap perlakuan 15 14 Rata-rata LCR, CDS, FTR, CDB, dan CD pada areal bekas terbakar

dan areal tidak terbakar 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 21

2 Rekapitulasi analisis sifat fisik dan kimia tanah 22 3 Hasil Uji sidik ragam sifat fisik dan kimia tanah 22 4 Hasil Uji sidik ragam diameter dan tinggi pohon 22 5 Rekapitulasi jumlah pohon yang masih terlihat bekas terbakar pada

batang 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia yang memiliki peranan penting bagi kehidupan mahluk hidup dan dapat memberikan fungsi baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial-budaya. Hutan juga berperan sebagai suatu ekosistem dan sumber keanekaragaman hayati yang menyimpan sumber daya alam baik kayu maupun non kayu, memiliki fungsi sebagai pelindung alam hayati, pengatur tata air dan menjaga kesuburan tanah.

Disamping besarnya potensi hutan di Indonesia gangguan terhadap hutan juga tidak kalah besar. Sudah beberapa tahun silam ini Indonesia mengalami degradasi hutan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah kebakaran hutan. Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2003) dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan adalah kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, terjadinya perubahan iklim mikro maupun global, terganggunya kesehatan masyarakat Indonesia bahkan negara lain karena asap kebakaran yang dihasilkan, dan rusaknya sistem transportasi baik darat, air maupun udara. Kebakaran hutan memberikan dampak besar terhadap hilangnya biodiversitas dan habitat mahluk hidup. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan vegetasi, berkurangnya biota tanah dan gangguan kesehatan yang cukup penting pada tegakan hutan.

Fire severity merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai seberapa besar tingkat keparahan kebakaran yang terjadi pada suatu areal. Selain menilai tingkat keparahan kebakaran, diperlukan pula Forest Health Monitoring

(FHM), di mana FHM adalah metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana gangguan yang terjadi pada kesehatan hutan. Pemantauan kondisi kesehatan dengan metode FHM ini penting diterapkan guna memperoleh informasi tentang perubahan-perubahan biodiversitas binatang tanah maupun vegetasi pada areal hutan dan areal bekas terbakar. Penelitian ini dilakukan pada areal hutan bekas terbakar di BKPH Parung Panjang Bogor, Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat rumusan penelitian yaitu bagaimanakah kondisi tegakan A. mangium terkait dampak kebakaran hutan yang terjadi di areal BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menilai dampak kebakaran pada tegakan

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak KPH Bogor terkait dampak kebakaran hutan terhadap tegakan A. mangium dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup tegakan A. mangium di areal hutan bekas terbakar. Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut: (1) Penilaian besarnya dampak kebakaran hutan pada areal yang terbakar menggunakan pendekatan fire severity terhadap aspek vegetasi; (2) Uji sidik ragam menggunakan variabel-variabel sifat fisik dan kimia tanah (bulk density, pH, P, N, K, Ca, Mg dan Na) dan kelas pertumbuhan pohon (diameter dan tinggi pohon); (3) Skoring kesehatan hutan menggunakan metode FHM dengan 2 indikator yaitu kondisi kerusakan pohon dan kondisi tajuk; (4) Penelitian ini dilakukan pada tegakan A. mangium di BKPH Parung Panjang KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BKPH Parung Panjang, Desa Barengkok, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013−Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dan tegakan A. mangium di areal bekas terbakar dan tidak terbakar, serta data sekunder berupa data kebakaran di KPH Bogor dan data primer yang diambil di lapangan secara langsung. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tallysheet, alat tulis, kompas, GPS, meteran jahit, meteran 30 dan 50 m, label, tagging, golok, palu, gunting, kamera digital, kantong plastik, pisau, cangkul dan ring tanah.

Tahapan Penelitian

(13)

3

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Pengumpulan Data

(14)

4

Selain inventarisasi tegakan dilakukan pula pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik. Sampel tanah terusik diambil pada tiga titik mikroplot dengan masing-masing jarak mikroplot dengan titik pusat subplot yaitu 18.30 m. Kemudian sampel tanah diambil dengan kedalaman 0−15 cm menggunakan ring tanah dan plastik, serta beberapa alat bantu seperti palu dan golok. Sedangkan tanah tidak terusik yang diambil pada lima titik secara acak di masing-masing mikroplot dengan kedalaman 0−15 cm lalu dikompositkan. Sampel tanah terusik dan tidak terusik tersebut kemudian dianalisis untuk diketahui sifat fisik dan sifat kimia tanahnya melalui proses laboratorium. Pengambilan sampel tanah dilakukan untuk data penunjang penelitian.

Gambar 2 Bentuk klaster FHM (USDA Forest Service 1995)

(15)

5

Selain data primer, data sekunder merupakan data penunjang yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Data sekunder pada penelitian ini meliputi data sejarah kebakaran dan data kondisi umum yang didapatkan dari KPH Bogor.

Prosedur Analisis Data

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi pada plot klaster dilakukan dengan pencatatan jenis pohon pada annular plot berdiameter 17.95 m, tiang dan pancang pada subplot berdiamater 7.32 m. Parameter yang digunakan dalam pengambilan data primer pohon adalah diameter pohon, tinggi pohon dan tinggi arang bekas terbakar. Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap parameter sifat fisik tanah yaitu bulk density, sifat kimia tanah yaitu derajat keasaman tanah (pH) dan unsur hara makro (P, N, K, Ca, Mg dan Na).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara administrasi pengelolaan termasuk ke dalam wilayah kerja Penmangkuan KPH Bogor, Unit III Jawa Barat dan Banten, dengan Kelas Perusahaan (KP) A. mangium dan sebagian Kelas Hutan Payau di RPH Tangerang semula Bagian Pemangkuan Hutan Tangerang (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

Letak geografis BKPH Parung Panjang berada pada koordinat 106026’03’’BT sampai dengan 106035’16’’BT dan 06020’59’’LS sampai dengan 06027’01’’LS dengan batas administratif sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja Pemangkuan BKPH Jasinga, sebelah timur dengan Wilayah Kerja Pemangkuan BKPH Jasinga, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Luas wilayah BKPH Parung Panjang terbagi menjadi empat wilayah RPH, yaitu RPH Tenjo, RPH Maribaya, RPH Jagabaya dan RPH Tangerang (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

Topografi BKPH Parung Panjang masuk ke dalam kawasan Hutan Kelas Perusahaan A. mangium BKPH Parung Panjang dengan konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai dengan landai dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari datar (0−8%) dan kemiringan agak curam

(15−25%) terutama pada beberapa lokasi dekat batas hutan dan sungai secara umum memenuhi kriteria kawasan yang cocok untuk produksi kayu. Berdasarkan ketinggian tempat, curah hujan dan jenis tanah kelompok hutan KP A. mangium

(16)

6

Podsolik merah kuning. (3) KP Parung Panjang I−II dengan ketinggian tempat

0−75 m dpl dengan kisaran curah hujan 3 000 mm tahun-1, jenis batuan Oliocene, Sedimentary Facies dan jenis tanah Tuff dan Podsolik merah kuning (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

Ditinjau dari banyaknya curah hujan maka wilayah BKPH Parung Panjang KPH Bogor berdasarkan tipe iklim Schmidt dan Ferguson terbagi kedalam beberapa tipe curah hujan yaitu, bagian utara termasuk type iklim A dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1 500 mm tahun-1, dengan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 100 mm bulan-1 dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 300 mm bulan-1. Bagian tengah termasuk tipe iklim A dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 3 000 mm tahun-1, dengan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus 100 mm bulan-1 dan curah hujan tertinggi pada bulan Februari sebesar 540 mm bulan-1. Bagian selatan termasuk iklim A dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 4 000 mm tahun-1, dengan curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 200 mm bulan-1 dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 550 mm bulan-1 (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

Fire Severity

Tingkat kerusakan kebakaran diukur menggunakan aspek vegetasi dan aspek kualitas tapak. Areal setelah terbakar pada lokasi penelitian sudah terlalu lama waktunya untuk dilakukan penilaian terhadap kualitas tapaknya, sehingga penilaian tingkat kerusakan kebakaran tersebut dilakukan melalui kriteria kondisi vegetasi saja. Syaufina (2008) menjelaskan bahwa kriteria kondisi vegetasi terdiri dari 3 indikator, yaitu kerusakan individu, tingkat keparahan vegetasi dan keanekaragaman vegetasi.

Penelitian ini dilakukan di areal hutan tanaman maka indikator yang digunakan untuk menilai kriteria kondisi vegetasi adalah kerusakan individu pohon dan tingkat keparahan vegetasi. Indikator keanekaragaman vegetasi tidak digunakan dikarenakan indikator ini hanya digunakan pada hutan alam.

Kerusakan individu pohon

(17)

7

Tabel 1 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar

No Parameter Kondisi Nilai Bobot Skoring

Tingkat keparahan kebakaran berdasarkan kondisi vegetasi atau pohon yang teramati pada areal bekas terbakar berdasarkan tabel penilaian tingkat keparahan vegetasi menurut Syaufina (2008) masuk ke dalam kelas low fire severity, dimana sekurang-kurangnya 50% pohon tidak terlihat rusak, sisa tajuk hangus, pucuk terbakar tapi bertunas dan akar mati. Lebih dari 80% pohon yang terbakar dapat bertahan hidup, sehingga dari kondisi tersebut areal yang terbakar bernilai 1 dengan bobot 5 maka didapatkan skoring sebesar 5%.

Hal tersebut dapat dilihat pada hasil pengukuran tinggi arang masing-masing pohon di areal bekas terbakar, di mana pada subplot 1 jumlah pohon yang masih terlihat sisa terbakar pada batang sebanyak 7 pohon, pada subplot 2 hanya 2 pohon, pada subplot 3 sebanyak 9 pohon dan pada subplot 4 sebanyak 5 pohon (Lampiran 4).

Menurut Syaufina (2008) penilaian terhadap areal kebakaran dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian nilai parameter dengan bobot parameter sehingga didapatkan nilai total yang digunakan sebagai acuan untuk menunjukkan kelas tingkat keparahan dampak kebakaran (Tabel 2).

Tabel 2 Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar*

Tingkat keparahan dampak kebakaran Nilai total (%)

Sangat ringan 0−20

(18)

8

Tabel 3 Skoring penilaian areal kebakaran*

Indikator Skoring (%)

Kerusakan Individu Pohon 10

Tingkat Keparahan Vegetasi 5

Total 15

*Sumber: Syaufina (2008).

Hasil skoring fire severity yang menyatakan bahwa tingkat keparahan dampak kebakaran yang terjadi pada petak 37 ini termasuk kelas sangat ringan dapat dibuktikan dengan analisis sifat fisik dan kimia tanah serta analisis vegetasi. Metode yang digunakan untuk menganalisis sifat fisik dan kimia tanah serta vegetasi tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis uji sidik ragam.

Analisis Sifat Fisik-Kimia Tanah dan Pertumbuhan Vegetasi

Kebakaran dapat mengakibatkan hilangnya bahan organik dan kandungan unsur hara dalam tanah (Verma 2012). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sifat fisik dan kimia tanah untuk mengetahui perbedaan status kadar unsur hara di areal tidak terbakar dan bekas terbakar. Selain analisis sifat fisik dan kimia tanah, diameter dan tinggi merupakan variabel lain yang digunakan untuk mengetahui perubahan pertumbuhan A. mangium di areal tidak terbakar dan bekas terbakar.

Hasil analisis sifat fisik-kimia tanah dan pertumbuhan tersebut selanjutnya di analisis melalui uji sidik ragam pada setiap parameter. Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan, diketahui bahwa bulk density, P, N, Na, K, Ca dan tinggi pohon tidak berbeda nyata pada perlakuan. Sedangkan parameter yang berbeda nyata pada perlakuan adalah PH, Mg dan diameter pohon (Lampiran 2 dan 3). Analisis Sifat Fisik Tanah

(19)

9

Uji sidik ragam menunjukkan bahwa kadar bulk density pada areal tidak terbakar dan areal terbakar tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% (Lampiran 2 ). Pada umumnya tanah mineral memiliki sifat kepadatan tanah yang rendah. Menurut Hardjowigeno (1993), nilai rata-rata bulk density pada tanah mineral berkisar 1.1−1.6 g cm-3. Berdasarkan hasil penelitian, bulk density areal yang terbakar mengalami penurunan yaitu 0.1 g cm-3dari areal tidak terbakar yang memiliki bulk density sebesar 1.18 g cm-3 menurun menjadi 1.17 g cm-3 pada areal terbakar. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian Syaufina (2008) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),di mana setelah tiga tahun terbakar bulk density tanah menurun. Hal tersebut merupakan dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah di mana kebakaran dapat meningkatkan kesarangan tanah (Syaufina 2008). Penurunan bulk density pada areal bekas terbakar tersebut tidak terlalu signifikan dibanding areal yang tidak terbakar dikarenakan adanya perbaikan struktur tanah yang sudah mulai terbentuk proses dekomposisi, serta pertumbuhan akar tanaman yang mulai terbentuk menyebabkan tanah menjadi lebih remah. Analisis Sifat Kimia Tanah

Derajat Keasaman tanah (pH). Salah satu parameter sifat kimia yang digunakan pada tegakan A. mangium adalah derajat keasaman tanah (pH), di mana berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan nilai pH pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal tidak terbakar yaitu 4.30, 4.10 dan 4.10, sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai sebesar 4.80, 4.50 dan 4.60 . Nilai rata-rata pH di areal tegakan A. Mangium yang tidak terbakar di dapatkan sebesar 4.17, sedangkan pada areal yang terbakar sebesar 4.63 (Gambar 5).

(20)

10

Gambar 5 Rata-rata nilai pH pada setiap areal

Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan pH akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Setyono (2004) menyebutkan adanya perubahan yang signifikan tersebut dikarenakan adanya peningkatan garam-garam mineral yang berasal dari abu sisa pembakaran basa-basa total seperti K, Ca dan Mg yang tertinggal di permukaan tanah, sehingga mempengaruhi bertambahnya nilai pH di areal yang terbakar lebih besar dibanding areal yang tidak terbakar.

Posfor (P). Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan, nilai P pada areal tidak terbakar pada mikroplot 1, 2 dan 3 memiliki nilai yaitu 11.60 ppm, 10.70 ppm dan 9.10 ppm, sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yang tidak jauh berbeda yaitu 10.70 ppm, 11.60 ppm dan 9.10 ppm. Berdasarkan uji sidik ragam yang dilakukan pada areal tegakan A. mangium baik di areal yang tidak terbakar maupun di areal terbakar nilai rata-rata P bernilai sama yaitu sebesar 10.47 ppm (Gambar 6).

(21)

11

Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perubahan P akibat masing-masing perlakuan atau bisa dikatakan bahwa perubahan P tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% .

Natrium (Na). Parameter lain yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah adalah Natrium (Na), di mana berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Na pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal tidak terbakar memiliki nilai sebesar 1.12 me 100 g-1, 0.68 me 100 g-1 dan 0.82 me 100 g-1, sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yaitu 0.82 me 100 g-1, 0.78 me 100 g-1 dan 0.76 me 100 g-1. Pada tegakan A. mangium areal yang tidak terbakar nilai rata-rata Na sebesar 0.87 me 100 g-1, sedangkan pada areal terbakar nilai rata-rata Na mengalami penurunan menjadi 0.79 me 100 g-1 (Gambar 7).

Berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perubahan Na akibat masing-masing perlakuan atau bisa dikatakan bahwa perubahan Na tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Adapun hal tersebut di akibatkan hilangnya kation seperti Na melalui transfer partikel dalam asap (DeBano et al. 1998). N-total. Selain Na parameter yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah pada tegakan A. mangium di areal tidak terbakar adalah N-total, berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan N-total pada mikroplot 1, 2, dan 3 memiliki nilai berturut-turut sebesar 1.12 me 100 g-1, 0.68 me 100 g-1 dan 0.82 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yaitu 0.82 me 100 g-1, 0.78 me 100 g-1 ,dan 0.76 me 100 g-1. Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar nilai rata-rata N-total sebesar 0.33 me 100 gr-1, sedangkan pada areal terbakar nilai rata-rata mengalami penurunan menjadi 0.31 me 100 g-1 (Gambar 8).

(22)

12

Dari hasil uji sidik ragam dinyatakan tidak ada perubahan N-total akibat perlakuan atau bisa dikatakan bahwa perubahan N-total tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Hal yang sama ditemukan oleh Yudasworo (2001) yang menyebutkan bahwa kandungan N-total pada areal terbakar di Jasinga cenderung menurun. Syaufina (2008) menjelaskan, ketersediaan nitrogen dari abu sisa-sisa pembakaran dan dekomposisi yang tinggi dikarenakan adanya perombakan bahan organik dari mikroorganisme. Proses dekomposisi tersebut dilakukan oleh jasad renik yang peka terhadap lingkungan, yaitu faktor lingkungan yang berpengaruh seperti suhu dan curah hujan. Semakin panas suatu daerah, kadar N akan semakin rendah.

Magnesium (Mg). Setelah N-total analisis tanah juga dilakukan pada Mg di mana pada mikroplot 1, 2 dan 3 memiliki nilai yaitu 1.31 me 100 g-1, 1.12 me 100 g-1 dan 1.02 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai sebesar 2.50 me 100 g-1, 300 me 100 g-1 dan 1.61 me 100 g-1.Nilai rata-rata di areal yang tidak terbakar memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 1.15 me 100 g-1 dan terjadi peningkatan pada areal terbakar sebesar 1.22 me 100 g-1 sehingga nilai rata-rata Mg pada areal terbakar sebesar 2.37 me 100 g-1 (Gambar 9).

Gambar 8 Rata-rata nilai N-total pada setiap areal

(23)

13

Dari hasil uji sidik ragam telah menunjukkan bahwa perubahan Mg akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%. Adanya peningkatan kadar Mg yang signifikan pada areal terbakar tersebut dikarenakan Mg merupakan garam-garam mineral yang berasal dari abu sisa pembakaran yang tertinggal di permukaan tanah (Syaufina 2008).

Kalium (K). Parameter lain yang digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah pada tegakan A. mangium adalah Kalium (K). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan kadar K pada mikroplot 1, 2 dan 3 di areal tidak terbakar memiliki nilai berturut-turut yaitu 0.80 me 100 g-1, 0.56 me 100 g-1 dan 0.64 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai yaitu 0.46 me 100 g-1, 0.43 me 100 g-1 dan 0.53 me 100 g-1. Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar nilai rata-rata K adalah sebesar 0.67 me 100 g-1, sedangkan pada areal yang terbakar terjadi penurunan sebesar 0.19 me 100 g-1, sehingga nilai rata-rata K pada areal bekas terbakar adalah 0.47 me 100 g-1 (Gambar 10).

Berdasarkan uji sidik ragam perubahan K akibat masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%.

Kalsium (Ca). Parameter sifat kimia tanah yang terakhir digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah pada areal tegakan A. mangium adalah Kalsium (Ca), di mana berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan kadar Ca pada mikroplot 1, 2 dan 3 areal tidak terbakar adalah 0.64 me 100 g-1, 0.56 me 100 g-1 dan 0.36 me 100 g-1 sedangkan pada areal yang terbakar memiliki nilai sebesar 1.36 me 100 g-1, 3.35 me 100 g-1 dan 1.46 me 100 g-1. Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar nilai rata-rata Ca bernilai 0.52 me 100 g-1, sedangkan pada areal yang terbakar terjadi peningkatan sebesar 1.54 me 100 g-1, sehingga nilai rata-rata Ca pada areal terbakar sebesar 2.06 me 100 g-1 (Gambar 11).

(24)

14

Secara statistik hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan Ca akibat masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% . Hasil uji sidik ragam tersebut dapat dikaitkan dengan pernyataan Setyono (2004) yang menyatakan bahwa kandungan Ca tidak menunjukkan perubahan yang berarti setelah terjadinya kebakaran.

Analisis Vegetasi

Diameter pohon. Salah satu parameter yang digunakan sebagai variabel pertumbuhan untuk menganalisis vegetasi pada areal tegakan A. mangium adalah diameter pohon. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan nilai rata-rata diameter pohon di areal tidak terbakar pada plot 1, 2, 3 dan 4 memiliki nilai rata-rata berturut-turut yaitu 14.55 cm, 14.54 cm, 13.74 cm, dan 14.82 cm sedangkan tegakan A. mangium pada areal yang bekas terbakar memiliki nilai rata-rata diameter pohon pada plot 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan yaitu 10.92 m, 14.01 m, 12.08 m dan 12.97 m.

Pada areal tegakan A. mangium yang tidak terbakar memiliki nilai rata-rata diameter pohon pada klaster 1 atau areal bekas terbakar sebesar 12.49 cm (Gambar 12), sedangkan pada klaster 2 atau areal yang tidak terbakar memiliki rata-rata diameter yang lebih besar yaitu 14.41 cm (Gambar 13). Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan diameter akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% .

(25)

15

Tinggi Pohon. Selain diameter pohon, parameter yang digunakan untuk menganalisis vegetasi pada areal tegakan A. mangium adalah tinggi pohon. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan nilai rata-rata tinggi pohon di areal tidak terbakar pada plot 1, 2, 3 dan 4 adalah 12.98 m, 11.42 m, 12.17 m, dan 13.06 m. Sedangkan tegakan A. mangium pada areal yang bekas terbakar memiliki nilai rata-rata tinggi pohon pada plot 1, 2, 3 dan 4 yaitu 11.32 m, 9.98 m, 13.50 m dan 12.33 m. Pada areal tegakan A. mangium pada klaster 1 atau areal bekas terbakar nilai rata-rata tinggi pohon sebesar 11.78 m, sedangkan pada klaster 2 atau areal yang tidak terbakar memiliki rata-rata tinggi pohon yang lebih besar yaitu 12.41 m (Gambar 13).

Secara statistik berdasarkan uji sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan tinggi pohon akibat masing-masing perlakuan berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%.

Berdasarkan rata-rata pertumbuhan A. mangium untuk kelas diameter pohon terlihat perubahan yang cukup signifikan. Pada areal tidak terbakar diameter A. mangium memiliki rata-rata diameter 14.41 cm, sedangkan pada areal terbakar diameter A. mangium memiliki rata-rata 12.49 cm. Sedangkan tinggi pohon pada areal bekas terbakar tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan. Kelas tinggi rata-rata tinggi A. mangium pada areal tidak terbakar sebesar 12.41 m, sedangkan

(26)

16

pada areal terbakar rata-rata tinggi A. mangium adalah 11.78 m. Dari rata-rata pertumbuhan kelas diameter dan tinggi A. mangium tersebut terlihat bahwa rata-rata kedua kelas pertumbuhan ini cenderung menurun nilainya pada areal bekas terbakar atau dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata pertumbuhan kelas diameter dan tinggi A. mangium lebih tinggi pada areal tidak terbakar dibanding areal bekas terbakar. Hal ini sejalan dengan penelitian Eka (2008) yang menyatakan bahwa faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan A. mangium lebih baik pada areal tidak terbakar adalah sifat tanaman yang membutuhkan hara secara kontinyu, sedangkan pada areal yang terbakar meskipun jumlah haranya meningkat tetapi hanya bersifat sesaat atau tidak kontinyu. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan tanaman pada areal terbakar tidak maksimal.

Berdasarkan hasil analisis dari setiap indikator, yaitu 1 parameter pada indikator sifat fisik tanah (bulk density), 7 parameter pada indikator sifat kimia tanah (pH, P, Ca, Mg, N, N total dan K) dan 2 parameter pada indikator pertumbuhan (diameter dan tinggi pohon) diketahui bahwa parameter yang berbeda nyata hanya pH, Mg dan diameter pohon saja, sedangkan bulk density, P, Ca, N , N total, K dan tinggi pohon tidak berbeda nyata terhadap perlakuan.

Hasil penelitian analisis tanah terhadap perlakuan menunjukkan bahwa pengaruh sifat fisik dan kimia tanah terhadap pertumbuhan pohon antara areal tidak terbakar dan terbakar tidak berbeda nyata terhadap perubahan pertumbuhan pohon. Unsur hara yang dijadikan parameter sifat fisik dan kimia tanah sebagian besar menyatakan tidak berbeda nyata, sehingga pada pertumbuhan pohon pun juga terlihat tidak adanya perubahan signifikan pada pertumbuhan diameter dan tinggi pada pohon di areal terbakar.

Tegakan A. mangium di areal tidak terbakar maupun bekas terbakar yang terdapat di BKPH Parung Panjang ini dinyatakan masuk ke dalam kategori hutan sehat berdasarkan skoring FHM yang dilakukan. Adapun indikator yang digunakan dalam skoring FHM adalah kondisi kerusakan pohon dan kondisi tajuk.

Forest Health Monitoring (FHM)

Kondisi Kerusakan Pohon

Kondisi kesehatan hutan dapat dilihat dari perhitungan skoring Plot Level Indeks (PLI). Penilaian kerusakan pohon dilakukan pada setiap anular plot pada klaster areal bekas terbakar dan klaster tidak terbakar.

Pada klaster bekas terbakar terdapat 60 pohon sedangkan klaster tidak terbakar terdapat 50 pohon, di mana pada klaster bekas terbakar ditemukan 2 pohon mati yaitu pohon 5 dan 7 dengan nomor identitas pohon 1.1.05 dan 1.1.07 dengan kedua jenis pohon adalah Gmelina arborea. Sedangkan pada lahan tidak terbakar tidak ditemukan pohon yang mati. Sebaran diameter pohon pada lahan bekas terbakar adalah 5.41−17.52 cm, sedangkan pada lahan tidak terbakar adalah 10.51−17.20 cm.

Pada lahan bakas terbakar terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa areal tersebut pernah terjadi kebakaran. Tanda-tanda tersebut dilihat dari batang pohon bagian bawah yang berwarna hitam seperti hangus terbakar (Lampiran 4).

(27)

17

kerusakan saja yaitu pada pohon dengan identitas 1.4.17, sedangkan pohon yang memiliki 1 kerusakan ditemukan sebanyak 13 pohon, yaitu pohon dengan identitas 1.1.2, 1.1.6, 1.1.8, 1.1.12, 1.1.13, 1.1.16, 1.2.10, 1.4.4, 1.4.9, 1.4.11, 1.4.12, 1.4.13, dan 1.4.15, sedangkan 46 pohon lainnya tidak ditemukan kerusakan. Tipe kerusakan tertinggi paling banyak berupa kerusakan dengan kode 6 atau kerusakan yang disebabkan karena sarang rayap sebanyak 8 pohon, selebihnya tipe kerusakan berupa karat puru, luka terbuka, batang patah, dan daun berubah warna (tidak hijau). Dan tingkat keparahan pada klaster I berkisar 0, 2, 3, 5 dan 7, tetapi tingkat kerusakan terbanyak adalah tingkat kerusakan dengan kode 0.

Hasil penilaian kerusakan pohon pada klaster 2 tidak ditemukan pohon yang memiliki 3 dan 2 kerusakan, maksimal hanya 1 kerusakan saja yang ditemukan sebanyak 16 pohon, yaitu dengan nomor identitas 2.1.3, 2.1.13, 2.2.1, 2.2.5, 2.2.7, 2.2.9, 2.2.10, 2.2.12, 2.3.2, 2.3.5, 2.3.8, 2.3.10, 2.3.13, 2.4.1, 2.4.6 dan 2.4.9. Tipe kerusakan tertinggi paling banyak berupa kerusakan dengan kode 11 dan 22, yaitu kerusakan yang disebabkan karena batang patah sebanyak 13 pohon dan cabang patah sebanyak 3 pohon, sedangkan selebihnya tidak ditemukan kerusakan pada pohon. Tingkat keparahan pohon terbanyak pada klaster II adalah tingkat kerusakan dengan kode 0.

Hasil penilaian pada masing-masing klaster berdasarkan PLI pada klaster I areal bekas terbakar menunjukkan bahwa pohon yang hidup sebanyak 58 pohon dan 2 pohon mati. Rata-rata dari kondisi perpohon, klaster I areal bekas terbakar masuk kedalam kelas sehat dengan nilai PLI 0.48. Nilai ini menunjukkan bahwa pada areal bekas terbakar kondisi pohonnya sebagian besar masuk kategori sehat. Sedangkan pada klaster II areal tidak terbakar menunjukkan bahwa semua pohon hidup dan tidak ada yang mati. Rata-rata dari kondisi perpohon, klaster II areal tidak terbakar masuk kedalam kelas sehat juga dengan nilai PLI 1.28 maka dinyatakan pula bahwa pada areal tidak terbakar tersebut kondisi pohonnya sebagian besar masuk kategori sehat (Tabel 4).

Tabel 4 Skoring PLI pada Klaster I dan II

Klaster Jumlah pohon Nilai PLI Skoring

1 60 0.48 9

2 50 1.28 9

Semakin rendah nilai skor menunjukkan kondisi tegakan semakin tidak bagus, sebaliknya semakin tinggi nilai skor kondisi hutan semakin bagus. Tetapi semakin tinggi nilai PLI menunjukkan tingkat kerusakan pohon semakin tinggi. Berdasarkan kondisi pohonnya, klaster areal terbakar dan tidak terbakar termasuk ke dalam nilai ambang batas kategori keadaan hutan ideal atau perfect, artinya bila ditinjau dari kondisi pohonnya kedua areal tersebut tegakannya dalam keadaan sehat.

Kondisi Kerusakan Tajuk

(28)

18

dalam perhitungan VCR adalah Live Crown Density (LCR), Crown Density

(CDS), Foliage Transparancy Ratio (FTR), Crown Dieback (CDB), dan Crown Diameter (CD) (Gambar 12 ).

Gambar 14 Rata-rata LCR, CDS, FTR, CDB, dan CD pada areal terbakar dan areal tidak terbakar

Rata-rata LCR pada Klaster I areal bekas terbakar didapatkan presentase sebesar 73.45% dan pada Klaster II areal tidak terbakar sebesar 66.20%, sedangkan rata-rata presentase CDS pada Klaster I dan II didapatkan nilai 71.98% dan 69.90%, untuk parameter FTR pada Klaster I didapatkan presentase 27.93% sedangkan pada Klaster II memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu 29.50%. Pada parameter CDB Klaster I memiliki presentase 0.43%, sedangkan Klaster II 0%. Untuk panjang CD pada Klaster I areal bekas terbakar adalah 4.21 m sedangkan pada Klaster II memiliki nilai CD yang lebih besar yaitu 4.97 m.

Nilai VCR di areal tidak terbakar lebih besar dibandingkan areal bekas terbakar, yaitu 3.93 dan 3.90 (Tabel 5). Meskipun demikian tetapi nilai VCR pada kedua areal ini tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan kondisi tajuk tegakan di areal bekas terbakar sudah mulai pulih kembali.

Tabel 5 Skoring VCR pada Klaster I dan II

Klaster Jumlah pohon Rata-rata VCR Skoring

1 60 3.90 9

2 50 3.93 9

(29)

19

Adanya hasil penilaian fire severity yang menyatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Klaster I areal bekas terbakar masuk kedalam kategori kebakaran sangat ringan, sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap areal tersebut, dilihat dari hasil uji sidik ragam pada tanah dan vegetasi. Hasil penilaian fire severity tersebut dapat dikaitkan dengan hasil skoring FHM di mana berdasarkan kondisi kerusakan pohon dan tajuk menyatakan bahwa Klaster I bekas terbakar memiliki kondisi yang sehat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1 Penilaian fire severity menyatakan bahwa lokasi penelitian areal bekas terbakar tahun 2011 BKPH Parung Panjang termasuk pada kategori ke-4 (sangat ringan), yaitu dengan skoring 15%.

2 Penilaian skoring kesehatan hutan berdasarkan metode FHM pada indikator kondisi pohon dan tajuk menyatakan bahwa areal bekas terbakar masuk ke dalam kategori hutan yang sehat. berbeda nyata adalah bulk density, P, Ca, N , N total, K dan tinggi pohon.

Saran

1 Perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap kualitas tanah mineral dengan selang waktu yang lebih lama dan dilakukan analisis pertumbuhan tanaman pada lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui perubahan sifat fisika dan kimia tanah mineral terhadap pertumbuhan tanaman pada areal bekas terbakar dengan tepat.

2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kebakaran dari segi biologi tanah, sehingga dibutuhkan kajian yang lebih mendalam dengan menambah komponen-komponen sifat tanah lain supaya dapat diketahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use. Toronto (CN): McGraw Hill Inc.

(30)

20

DeBano CF, Neary DG, Folliot PF. 1998. Fire’s Effect On Ecosystems. New York (US): John Wiley and Sons Inc.

[Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam]. 2003. Penyuluhan Pengendalian Kebakaran Hutan. [Internet]. [diunduh 2013 Mei 24]. Tersedia pada: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab1/2012-1-00179-IF%20Bab%201.pdf.

Eka, NA. 2008. Pengaruh sifat fisik dan kimia tanah gambut dua tahun setelah terbakar dalam mempengaruhi pertumbuhan Acacia mangium di areal IUPHHK-HT PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta (ID): CV Akademika Pressindo.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo.

Hawley RC, Stickel PW. 1984. Forest Production. New York (US): John Wiley and Sons, Inc & Chapman and Hall. Limited.

Perum Perhutani KPH Bogor. 2011. Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium. Bogor (ID): KPH Bogor. Setyono, D. 2004. Dampak kebakaran vegetasi terhadap sifat kimia tanah (studi

kasus di areal Hutan Tanaman Gunung Salak, Parangkuda, Sukabumi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suratmo, FG. 1979. Kebakaran Hutan (Forest Fire). Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian.

Syaufina. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID): Bayumedia Publishing.

Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta.

USDA Forest Service. 1995. Environmental Monitoring and Assessment Program Forest Health Monitoring Quality Assurance Project Plan for Detection Monitoring Project. Las Vegas (US): Environmental Monitoring Systems Laboratory.

Wibowo A. 2003. Permasalahan areal dan Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Verma S, Jayakumar S. 2012. Impact of forest fire on physical, chemical and biological properties of soil: A review. Proceedings of the International Academy of Ecology and Environmental Sciences, 2012, 2(3):168-176. 1 Sept 2012. IAEES.

(31)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

Gambar pembuatan plot FHM di Areal terbakar dan tidak terbakar Keterangan: : Plot FHM pada areal terbakar

(32)

22

Lampiran 2 Rekapitulasi analisis sifat fisik dan kimia tanah

Perlakuan Mikro

Lampiran 3 Hasil Uji sidik ragam sifat fisik dan kimia tanah

Sifat Tanah Parameter F Value Hasil sidik ragam

Sifat Fisik Tanah Bulk density 0.9190 tn

Sifat Kimia Tanah

tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji nyata 5% * = berbeda nyata pada taraf uji nyata 5%

Lampiran 4 Hasil Uji sidik ragam diameter dan tinggi pohon

Variabel pertumbuhan F Value Hasil sidik ragam

Diameter 0.0332 *

Tinggi 0.4857 tn

(33)

23

Lampiran 5 Rekapitulasi jumlah pohon yang masih terlihat bekas terbakar pada batang

Sub plot 1 Sub plot 2 Sub plot 3 Sub plot 4

No

pohon T arang

No

pohon T arang

No

pohon T arang

No

pohon T arang

1 0 1 58 1 64 1 0

2 0 2 0 2 64 2 0

3 0 3 0 3 80 3 92

4 53 4 0 4 110 4 111

5 0 5 0 5 105 5 79

6 46 6 0 6 200 6 0

7 0 7 0 7 180 7 0

8 0 8 0 8 167 8 0

9 0 9 0 9 0 9 0

10 0 10 45 10 0 10 121

11 0 11 0 11 0

12 0 12 0 12 0

13 40 13 0 13 0

14 52 14 99 14 106

15 28 15 0

16 88 16 0

17 0 17 0

(34)

24

Lampiran 6 Dokumentasi pengambilan data di lapangan

Keterangan: (a) Pengukuran diameter pohon; (b) Pengukuran jarak datar; (c) Pengambilan sampel tanah; (d) Pengukuran tinggi arang bekas

terbakar

(a) (b)

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1991 dari ayah Darma Purba dan ibu Rosliana Sariam Saragih. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 31 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi mahasiswa dan kegiatan yang berlangsung di fakultas maupun departemen. Penulis bergabung menjadi anggota Departemen Public Relation International Forestry Students Association (IFSA) 2011, anggota Informasi dan Komunikasi himpunan profesi Tree Grower Community (TGC) periode 2011-2012 dan 2012-2013.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2  Bentuk klaster FHM (USDA Forest Service 1995)
Tabel 1  Sistem skoring pada penilaian areal bekas terbakar
Gambar 4  Rata-rata nilai bulk density pada setiap areal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru dan siswa bertanya jawab berkaitan dengan identitas diri yang dibutuhkan sebagai warga negara yang baik.. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Dari hasil ini menunjukkan adanya kesamaan penelitian yang dilakukan Rani Mariam (2009) yang menunjukkan bahwa Kepuasan Kerja sebagai intervening hubungan Kepemimpinan

membatalkan input data dokter klik tombol. • Untuk menghapus data dokter, klik tombol. Konfirmasi untuk penghapusan data akan ditampilkan seperti berikut, klik

a) Nama perniagaan dan syarikat sudah didaftarkan di Bahagian Pendaftaran Nama Perniagaan dan Penubuhan Syarikat (ROCBN), Kementerian Kewangan. b) Memastikan

14.2 Memeragakan tari Nusantara daerah lain sesuai dengan iringan di depan penonton 3 JP 3 JP 15 Keterampilan Mengapresiasi karya kerajinan. 15.1 Mengidentifikasi jenis

Dua pernyataan majemuk p dan q dikatakan ekivalen jika memiliki nilai kebenaran yang sama, ditulis p ≡ q.. Salah satu cara untuk membuktikan ekivalensi ini adalah

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui informasi mendasar apa mengenai pemilu yang harus diketahui oleh pemilih pemula dan mendapatkan bentuk pengemasan informasi