• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Produk Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe(Zingiber Officinale Roscoe)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Produk Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe(Zingiber Officinale Roscoe)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI PRODUK EDIBLE FILM STRIP HERBAL

BERBAHAN DASAR TAPIOKA DENGAN EKSTRAK JAHE

(Zingiber officinale Roscoe)

VELLY PARADITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Produk

Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe (Zingiber

Officinale Roscoe) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Velly Paradita

(4)

ABSTRAK

VELLY PARADITA. Formulasi Produk Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe). Dibimbing oleh INDAH YULIASIH.

Edible Film Strip Herbal merupakan potongan lapisan tipis transparan yang dibuat dengan bahan dasar tapioka, sorbitol, dan CMC serta ditambahkan oleoresin jahe untuk memperoleh manfaat sebagai pelega tenggorokan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknologi proses pembuatan edible film strip

herbal, mendapatkan formula terbaik, mengetahui karakteristik produk dan penerimaannya oleh panelis. Teknologi proses yang digunakan meliputi pengecilan ukuran tapioka, pencampuran tapioka dengan aquades, dan gelatinisasi melalui pemanasan dan pengadukan pada suhu 60°C, penambahan bahan-bahan pembentuk edible film strip herbal, pencetakan pada plat kaca, pengeringan oven pada suhu 50°C selama 22-23 jam, dan pemotongan produk ukuran 2x3 cm2. Hasil analisis karakteristik terhadap produk menunjukkan bahwa konsentrasi CMC mempengaruhi kadar air, sementara daya larut dalam mulut dipengaruhi oleh konsentrasi sorbitol. Berdasarkan uji organoleptik yang didukung dengan hasil uji kadar air, ketebalan, dan daya larut, diperoleh produk edible film strip

herbal terbaik dengan formula A3B1 yaitu menggunakan konsentrasi sorbitol 1.5% dan CMC 0.5% dengan kadar air sebesar 12.52%, ketebalan 0.12 mm, dan daya larut 2.85 s/mm3.

Kata kunci: edible film, jahe, karboksimetilselulose, sorbitol, tapioka

ABSTRACT

VELLY PARADITA. The Formulation of Herbal Edible Film Strip Product with Additional Tapioca and Ginger Extract (Zingiber Officinale Roscoe) as Raw Material. Supervised by INDAH YULIASIH.

Herbal edible film strips are transparent thin layers pieces made by tapioca, sorbitol, CMC and ginger oleoresin to get the benefit as lozenges. The purposes of this research were to get the process technology of making herbal edible film strip, get the best formula, and investigate it characteristics and panelist acceptance of the product. The process technology of making herbal edible film strips covers size reduction of tapioca, mixing tapioca with aquades, and tapioca gelatinization by heating and stirring at 60°C, the addition of herbal edible film strip materials, forming the solution into the glass plate, oven drying at 50°C for 22-23 hour, and product cutting to 2x3 cm2. The result of the research showed that the moisture content of herbal edible film strip affected by CMC concentration. While it solubility in mouth is affected by the concentration of sorbitol. Based on organoleptic test supported by the results of moisture content, thickness, and solubility, the best product of herbal edible film strip is obtained by using A3B1 formula (sorbitol 1.5% and CMC 0.5%) with 12.52% moisture content, thickness 0.12 mm, and solubility 2.85 s/mm3.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

FORMULASI PRODUK EDIBLE FILM STRIP HERBAL

BERBAHAN DASAR TAPIOKA DENGAN EKSTRAK JAHE

(Zingiber officinale Roscoe)

VELLY PARADITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formulasi Produk Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe(Zingiber Officinale Roscoe)

Nama : Velly Paradita

NIM : F34090049

Disetujui oleh

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi berjudul Formulasi Produk Edible Film Strip Herbal Berbahan Dasar Tapioka dengan Ekstrak Jahe

(Zingiber Officinale Roscoe) dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Indah Yuliasih, S.TP M.Si selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Ayahanda Bambang Eko Prasetyo, Ibunda Esti Rahayu, adik-adik Farrah Virginia dan Safirra Tista beserta keluarga besar atas doa dan dukungannya. 3. Ahmad Fansuri atas semangat dan dukungan yang diberikan.

4. Laboran TIN atas kesediaannya membantu penulis selama penelitian.

5. Keluarga besar TIN 46 atas kebersamaannya serta semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang teknologi pertanian.

Bogor, Desember 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1 

1.1 Latar Belakang 1 

1.2 Tujuan Penelitian 2 

2 METODOLOGI 2 

2.1 Bahan dan Alat 2 

2.2 Metode Penelitian 2

2.2.1 Karakterisasi tapioka 2

2.2.2 Penentuan konsentrasi bahan baku dan tambahan dalam edible

film strip herbal 2

2.2.3 Pembuatan edible film strip herbal 5 2.2.4 Karakterisasi dan uji kesukaan produk edible film strip herbal 5 

2.3 Analisis Data 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 

3.1 Karakteristik Tapioka 6 

3.2 Pembuatan Edible Film Strip Herbal 7

3.2.1 Proses pembuatan edible film strip herbal 7  3.2.2 Konsentrasi bahan baku dan bahan tambahan dalam edible film

Strip herbal 7 

3.3 Karakterisasi dan Uji Kesukaan Produk Edible Film Strip Herbal 11

3.3.1 Kadar Air 11 

3.3.2 Ketebalan 13 

3.3.3 Daya larut 13

3.3.4 Organoleptik 14 

4 SIMPULAN DAN SARAN 19 

4.1 Simpulan 19 

4.2 Saran 19 

DAFTAR PUSTAKA 20 

LAMPIRAN 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis karakteristik tapioka 6 

2 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi tapioka 8  3 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi sorbitol 8  4 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi CMC 9  5 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi oleoresin jahe 10  6 Karakteristik fisik edible film pada berbagai jenis dan konsentrasi

pemanis 11 

DAFTAR GAMBAR

1 Proses pembuatan edible film strip herbal 3

2 Pengaruh perlakuan terhadap kadar air edible film strip herbal 12 3 Pengaruh perlakuan terhadap ketebalan edible film strip herbal 13 4 Pengaruh perlakuan terhadap daya larut edible film strip herbal 14 5 Hasil uji organoleptik aroma edible film strip herbal 15 6 Hasil uji organoleptik kelarutan edible film strip herbal 16 7 Hasil uji organoleptik rasa edible film strip herbal 16 8 Hasil uji organoleptik tekstur edible film strip herbal 17 9 Hasil uji organoleptik warna edible film strip herbal 18

 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis 21 

2 Hasil analisis karakteristik edible film strip herbal 23  3 Hasil uji penerimaan panelis/organoleptik edible film strip herbal 24 

(11)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edible film strip herbal merupakan produk makanan menyerupai permen dengan penampakan berupa lapisan tipis transparan yang dipotong dengan panjang dan lebar tertentu sehingga mudah diletakkan di dalam mulut. Pada umumnya edible film diletakkan di atas atau di antara komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembapan, oksigen, lemak, dan zat terlarut) atau sebagai pembawa bahan makanan atau aditif untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta 1992). Komponen pembentuk

edible film dapat dibagi menjadi 3, yaitu hidrokoloid, lipid, dan campurannya. Hidrokoloid yang cocok diantaranya adalah protein, derivat selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lainnya. Lipid yang cocok adalah lilin, asilgliserol, dan asam lemak. Film campuran dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu adalah hidrokoloid dan lapisan lainnya adalah lipid atau sebagai campuran.

Komponen utama yang digunakan dalam pembuatan edible film strip herbal adalah tapioka. Tapioka termasuk dalam golongan hidrokoloid yang memiliki kelebihan lebih mudah membentuk sifat mekanis sesuai yang diharapkan dibandingkan jika menggunakan bahan dasar lipid. Selain itu dalam proses pembuatannya, tapioka lebih mudah larut selama pemanasan dan tidak mempengaruhi sifat sensori pangan. Namun, kelemahan edible film strip herbal berbahan dasar hidrokoloid adalah sangat rapuh dan tidak lentur.

Kelemahan tersebut diperbaiki dengan melakukan penambahan sorbitol dan CMC pada proses pembuatanya. Penambahan sorbitol diperlukan sebagai

plasticizer untuk mengatasi sifat rapuh, agar edible film strip herbal yang dihasilkan lebih lentur. Sedangkan penambahan CMC bertujuan untuk

memperbaiki kekuatan dan kekompakan edible film strip herbal. Pembuatan

edible film strip herbal tanpa penambahan CMC akan menghasilkanproduk yang kurang kompak, tipis dan rapuh.

Dalam proses pembuatan edible film strip herbal juga dilakukan

penambahan oleoresin jahe untuk memberi manfaat sebagai penghangat dan pelega tenggorokan. Jahe merupakan tanaman obat yang banyak dibudidayakan karena peranannya dalam berbagai aspek terutama efek farmakologis. Dalam bidang obat-obatan tradisional, selain cirinya yang pedas dan menghangatkan, jahe biasa digunakan untuk mengobati berbagai macam gejala maupun penyakit seperti mual, flu, mengobati luka, bronchitis, asma, dan gangguan pencarnaan

(Sutrisno 1995). Penambahan oleoresin jahe pada edible film strip herbal

menimbulkan rasa pedas dan pahit, sehingga diperlukan tambahan pemanis untuk mengimbangi rasa tersebut.

Pada penelitian ini akan diketahui formula terbaik produk edible film strip

(12)

2

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan edible film strip herbalberbahan dasar tapioka, sorbitol, CMC dan penambahan oleoresin jahe dengan formula terbaik, serta mengetahui karakteristik produk dan penerimaannya oleh panelis.

2 METODOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan edible film strip herbal ini antara lain tapioka, aquades, sorbitol teknis 70%, oleoresin jahe putih kecil, fruktosa, sukrosa, acesulfame-k, Carboxy Methyl Celullose (CMC), dan ekstrak mint. Bahan lain yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4 pekat, katalis CuSO4 dan Na2SO4, NaOH 50%, HCl 0.02 N, NaOH 0.02 N, indikator metil red dan metil blue, H2SO4 0.02 N, serta heksan.

Alat yang digunakan dalam proses pembuatan edible film strip herbal adalah neraca analitik, peralatan gelas, kain saring, mixer, hot plate, magnetic stirrer,

stopwatch, oven vakum, plat kaca ukuran 20 cm x 30 cm x 0.5 cm, inkubator, dan

thermometer. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu thickness gauge, peralatan gelas, cawan alumunium, oven, cawan porselin, tanur, pipet ukur, labu kjeldahl, dan labu soxlet.

2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Karakterisasi tapioka

Karakterisasi bahan dilakukan terhadap tapioka sebagai bahan utama dalam pembuatan edible film strip herbal. Analisa kimia tapioka yang dilakukan adalah kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2.2 Penentuan konsentrasi bahan baku dan tambahan dalam edible film

strip herbal

Tahapan dan kondisi proses dalam pembuatan edible film strip herbal

didasarkan pada modifikasi penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Yudi (1997). Edible film strips herbal dibuat dengan cara melarutkan tapioka dengan aquades sebanyak 200 ml yang ditempatkan pada gelas piala. Larutan tapioka

diaduk dengan mixer selama 10 menit agar terbentuk suspensi. Suspensi

kemudian disaring menggunakan kain saring, selanjutnya dipanaskan dengan hot plate sambil diaduk menggunakan stirrer hingga suhu mencapai 60°C. Pada suhu 60°C ditambahkan sorbitol, oleoresin jahe, dan pemanis. Pemanasan dan pengadukan dipertahankan selama 10 menit, setelah itu suhu diturunkan hingga

40°C. Pada suhu 40°C dilakukan penambahan larutan CMC dan ekstrak mint

(13)

3

menuang dan meratakan larutan edible film strip herbal diatas kaca pencetak

berukuran 20 x 30 x 0.5 cm. Kemudian pengeringan dilakukan menggunakan oven vakum bersuhu 50°C selama 22-23 jam. Edible film strip herbal yang telah kering selanjutnya didinginkan selama 10 menit pada inkubator dengan suhu ruang,kemudian dilepas dari plat kaca secara perlahan-lahan dan dipotong dengan

ukuran 2x3 cm2. Proses pembuatannya dapat dilihat dalam diagram alir pada

Gambar 1.

Gambar 1 Proses pembuatan edible film strip herbal (modifikasi Yudi 1997) Tapioka

Pengadukan mixer t= 10 menit

Penyaringan menggunakan kain

Pemanasan dan pengadukan T= 60°C

Pendinginan T= 40°C

Sorbitol

Pemanis Oleoresin jahe

Ekstrak mint

Aquades 200 ml

Pencampuran dan Pengadukan t= 10 menit

Larutan edible film strip herbal

Pencetakan pada plat kaca 20 x 30 x 0.5 cm3

Pengeringan oven vakum T= 50°C, t= 22-23 jam

Pendinginan dalam inkubator T= 30°C, t= 10 menit

Pelepasan edible film dari cetakan

Pemotongan edible film ukuran 2 x 3 cm2

Edible film strip herbal

CMC+200 ml aquades Pencampuran dan pengadukan

(14)

4

Pada proses pembuatan edible film strip herbal diperlukan formula bahan-bahan utama seperti tapioka, sorbitol dan CMC sebagai komponen pembentuk

edible film, serta oleoresin jahe, pemanis, dan ekstrak mint sebagai bahan

penunjang pembentuk rasa. Tahapan penentuan konsentrasi masing-masing bahan dilakukan dengan urutan sebagai berikut: `

1. Penentuan konsentrasi tapioka

Penentuan konsentrasi tapioka dilakukan pada konsentrasi sorbitol sebesar 1%, CMC 1%, tidak menggunakan oleoresin jahe, dan pemanis. Pada tahap ini tapioka yang diujikan berdasarkan penelitian Yudi (1997), yaitu 10; 12.5; dan 15 %. Pemilihan konsentrasi tapioka terbaik berdasarkan karakteristik fisik edible film, yaitu kerapuhan dan ketebalan.

2. Penentuan konsentrasi sorbitol

Penentuan konsentrasi sorbitol dilakukan pada konsentrasi tapioka terpilih sebelumnya, CMC 1%, tidak menggunakan oleoresin jahe, dan pemanis. Pada tahap ini konsentrasi sorbitol diujikan berdasarkan penelitian Heru (1996), yaitu 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 3.0; 4.0; dan 5.0 %. Pemilihan 3 konsentrasi sorbitol terbaik berdasarkan karakteristik fisik, yaitu tingkat transparansi, kerapuhan, sifatlengket, dan kelenturan.

3. Penentuan konsentrasi CMC

Penentuan konsentrasi CMC yang diujikan berdasarkan penelitian Heru (1996), yaitu 0.25; 0.50; 0.75; 1.0; dan 1.25 %. Pada tahap ini konsentrasi tapioka yang digunakan adalah konsentrasi terpilih pada tahap penentuan konsentrasi tapioka, konsentrasi sorbitol 1%, tanpa menggunakan oleoresin jahe dan pemanis. Pemilihan 3 konsentrasi CMC terbaik berdasarkan karakteristik fisik, yaitu ketebalan, homogenitas, dan kehalusan film.

4. Penentuan konsentrasi oleoresin jahe

Konsentrasi oleoresin jahe ditentukan dengan membuat edible film strip

herbal pada konsentrasi tapioka terpilih dan konsentrasi sorbitol serta CMC tertinggi dari 3 taraf terbaik berdasarkan karakteristik fisik yang dilakukan sebelumnya. Pada tahap ini konsentrasi oleoresin jahe yang diujikan adalah 0.25; 0.50; dan 0.75 %. Pemilihan konsentrasi oleoresin terbaik berdasarkan tingkat kepedasan yang diinginkan.

5. Penentuan jenis dan konsentrasi pemanis

Penentuan jenis pemanis dilakukan pada konsentrasi tapioka terpilih, konsentrasi sorbitol dan CMC tertinggi dari 3 taraf terbaik serta konsentrasi oleoresin jahe terpilih pada tahap sebelumnya. Berbagai jenis pemanis yang digunakan yaitu glukosa cair dengan konsentrasi 0.5; 1.0; 2.0; 3.0 %, fruktosa dengan konsentrasi 0.5; 1.0; 2.0; 3.0 %, sukrosa dengan konsentrasi 0.5; 1.0; 2.0; 3.0 %, kombinasi fruktosa dan sukrosa pada konsentrasi 3 % dengan perbandingan 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, dan 9:1, serta kombinasi fruktosa dan acesulfame-k pada perbandingan 1:1 dengan konsentrasi 0.5; 1.0; 2.0 %. Pemilihan jenis dan konsentrasi pemanis terbaik berdasarkan karakteristik fisik, yaitu tingkat kemanisan dan sifat lengket.

(15)

5

pemanis yang sesuai, selanjutnya dilakukan pembuatan edible film strip herbal dengan formula terpilih. Kemudian dilakukan karakterisasi dan uji kesukaan produk untuk mendapatkan formula terbaik.

2.2.3 Pembuatan edible film strip herbal

Pembuatan edible film strip herbal menggunakan bahan dengan konsentrasi terpilih pada tahap sebelumnya. Tahapan dan kondisi proses sesuai dengan diagram alir pada Gambar 1. Pada tahap ini konsentrasi sorbitol (A) dan CMC (B) dipilih untuk mendapatkan karakteristik film yang diinginkan.

2.2.4 Karakterisasi dan uji kesukaan produk edible film strip herbal

Karakterisasi produk edibe film strip herbal meliputi kadar air, ketebalan dan daya larut di dalam mulut. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana komposisi formula dapat mempengaruhi kadar air, ketebalan, dan daya larut dalam mulut. Uji kesukaan dilakukan melalui uji organoleptik terhadap produk edible film strip herbal oleh 30 panelis semi terlatih. Kriteria yang diujikan adalah aroma, kelarutan dalam mulut, rasa, tekstur, dan warna. Penilaian organoleptik menggukanan skala 1-7. Mutu yang paling baik atau sangat disukai diberi nilai 7 dan yang paling buruk atau sangat tidak disukai diberi nilai 1. Prosedur analisa produk edible film strip herbal disajikan pada Lampiran 1.

2.3 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu konsentrasi sorbitol dan konsentrasi CMC. Pada rancangan percobaan ini akan dilihat pengaruh kedua faktor dan pengaruh interaksinya terhadap karakteristik produk yang dihasilkan.

Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB) ij + ε(ijk)

Yijk = Nilai pengamatan pada edible film strip herbal dengan kombinasi

perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B µ = rata-rata populasi

Ai = pengaruh taraf ke-i dari faktor konsentrasi sobitol (A), i= 1, 2, 3 Bj = pengaruh taraf ke-j dari faktor konsentrasi CMC (B), j= 1, 2, 3 (AB)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

ε (ijk) = pengaruh galat yang memperoleh kombinasi perlakuan ij dan ulangan

ke-k, k= 1, 2, 3

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis ragam (ANOVA), apabila

hasil analisis ragam berbeda signifikan, maka dilanjutkan dengan Duncan’s

(16)

6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Tapioka

Tahap awal yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan adalah kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Analisa ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku yang digunakan telah sesuai dengan ketentuan SNI. Hasil analisis proksimat tapioka dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis karakteristik tapioka

Komposisi kimia Satuan Jumlah

Kadar air % bb 13.06

Kadar abu % bk 0.02

Kadar protein % bk 1.94

Kadar lemak % bk 2.41

Kadar karbohidrat (by different ) % bk 82.58

Hasil analisis komponen kimia menunjukan bahwa tapioka memiliki kadar air sesuai dengan ketentuan SNI 01-3451-1994 dengan batas maksimal 15%. Kadar air yang rendah memberi nilai tambah berupa kemungkinan umur simpan bahan yang lebih lama. Menurut Fardiaz (1992), keberadaan air akan menentukan terjadinya kerusakan suatu bahan. Air dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.

Kadar abu dalam suatu bahan menunjukan keberadaan kandungan mineral atau berbagai bahan organik. Abu yang terdapat dalam pati tapioka dapat berasal dari Ca dan Fe yang terkandung dalam umbi singkong segar. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), unsur mineral adalah unsur yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, tapi keberadaannya tetap diperlukan sebagai zat pembangun dan pengatur. Berdasarkan hasil analisis diketahui jumlah kandungan mineral yang dimiliki oleh tapioka adalah sebesar 0.02 %. Nilai tersebut sesuai dengan ketentuan SNI yang mencantumkan nilai maksimum sebesar 0.6%.

Nutrien lain yang juga dianalisis adalah protein dan lemak. Menurut Suhardjo dan Clara (1987), beberapa kandungan protein didapat tanaman dari nitrogen yang diperoleh dari tanah dalam bentuk senyawa nitrat dan nitrit. Lemak adalah salah satu komponen lain yang dapat ditemukan pada bahan pertanian. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya (Winarno 1997). Hasil analisis menunjukan kadar protein yang terkandung adalah sebesar 1.94 % dan 2.41 % kadar lemak. Rendahnya kadar protein dan lemak ini merupakan hal yang wajar karena kedua komponen ini hanya merupakan komponen minor dalam salah satu komponen pati.

(17)

7

3.2 Pembuatan Edible Film Strip Herbal 3.2.1 Proses pembuatan edible film strip herbal

Tahap awal dalam pembuatan larutan edible film strip herbal adalah

dilakukannya pencampuran tapioka dengan 200 ml aquades hingga terbentuk suspensi yang homogen. Suspensi tapioka disaring menggunakan kain untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin ada dalam pati tapioka. Dalam air dingin, pati sukar larut dan mengembang hanya sampai batas tertentu. Pemanasan dan pengadukan dimaksudkan agar ikatan hidrogen yang ada diantara gugus hidroksil tiap molekul menjadi lemah dan air dapat diserap ke dalam granula. Menurut Haryanto dan Pangloli (1993), pati tapioka tergelatinisasi pada suhu 52-64°C. Gelatinisasi terjadi karena pemanasan yang mengakibatkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dibandingkan molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati dan mengembang.

Penambahan larutan CMC dan ekstrak mint dilakukan pada suhu 40°C. Setelah terbentuk larutan yang homogen, dilakukan pencetakan sesuai ukuran dan ketebalan yang diharapkan. Tahap selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 50°C selama 22-23 jam menggunakan oven vakum. Suhu ini dipilih untuk menghindari rusaknya komponen gingerol oleoresin jahe di dalam larutan edible film strip herbal.

Pada umumnya, dalam proses pembuatan edible film dilakukan deggasing, yakni penghilangan gas terlarut menggunakan pompa vakum pada tekanan 90 kpa sebelum dilakukannya proses pengeringan. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan menggunakan oven vakum, sehingga dapat menghilangkan tahapan proses deggasing yang biasanya sering dilakukan dalam pembuatan edible film. Pada proses pengeringan menggunakan oven vakum, gelembung-gelembung gas yang mungkin masih ada dalam pasta akan naik ke permukaan dan akhirnya pecah. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara gelembung udara di dalam pasta dan udara di atas pasta. Edible film strip herbal yang sudah kering, dipotong dengan pisau tajam di sekeliling bingkai kaca pencetak, kemudian diangkat dan dipotong dengan ukuran 2x3 cm2.

3.2.2 Konsentrasi bahan baku dan tambahan dalam edible film strip herbal

Bahan utama pembentuk edible film strip herbal yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tapioka, sorbitol dan CMC, sedangkan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan edible film strip herbal ini adalah oleoresin jahe, pemanis, dan ekstrak mint. Masing-masing bahan tersebut perlu diketahui konsentrasinya dalam pembuatan edible film strip herbal.

1. Konsentrasi tapioka

Tapioka merupakan bahan baku utama dalam edible film strip herbal.

Konsentrasi tapioka menentukan karakteristiknya, yaitu kerapuhan dan ketebalan

(18)

8

Tabel 2 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi tapioka

Konsentrasi tapioka ( % ) Kerapuhan Ketebalan (mm)

10.0 ( - - - ) 0.026

12.5 ( - - ) 0.086

15.0 ( - ) 0.133

P ( - - ) 0.040

Keterangan: Semakin banyak tanda (-) menandakan semakin rapuh.

P merupakan produk pembanding yang telah tersedia di pasaran.

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa konsentrasi tapioka 10% menghasilkan edible film yang sulit dilepaskan dari plat kaca, kurang kokoh (rapuh), dan sangat tipis. Sedangkan konsentrasi tapioka 15% menghasilkan film

yang kuat namun terlalu tebal. Sehingga dipilihlah konsentrasi tapioka terbaik sebesar 12.5% dengan karakteristik fisik yang mendekati produk pembanding.

2. Konsentrasi sorbitol

Edible film berbahan dasar tapioka memiliki karakteristik fisik kaku dan mudah rapuh. Untuk memperbaiki karakteristik tersebut, pada proses pembuatannya ditambahkan sorbitol sebagai plasticizer agar edible film yang dihasilkan lebih fleksibel. Hasil uji karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi sorbitol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi sorbitol

Konsentrasi

sorbitol ( % ) Transparansi Kerapuhan Kelengketan Kelenturan

0.5 ( * * ) ( - - - ) ( - ) ( * * )

Keterangan: Semakin banyak tanda (-) menandakan semakin rapuh dan lengket. Semakin banyak tanda (*) menandakan semakin transparan dan lentur. P merupakan produk pembanding yang telah tersedia di pasaran

Berdasarkan Tabel diatas, penambahan konsentrasi sorbitol ≥ 2%

menghasilkan edible film yang semakin transparan, tidak rapuh, namun terlalu lengket dan elastis. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyak sorbitol yang ditambahkan maka ikatan hidrogen internal dalam edible film akan

berkurang dan jarak intermolekulernya meningkat, sehingga edible film yang

dihasilkan lebih elastis dan tidak rapuh. Hal ini sesuai dengan pernyatanyaan

Weber (2002) yang menyatakan bahwa plasticizer dapat mengurangi interaksi

(19)

9

Untuk menghasilkan karakteristik fisik yang baik sehingga mendekati produk pembanding, maka dipilih tiga konsentrasi sorbitol terbaik yang ditambahkan pada edible film yakni sebesar 0.5%, 1%, dan 1.5% (v/v). Pada tahap selanjutnya berbagai konsentrasi tersebut dilambangkan sebagai A1, A2, dan A3.

3. Konsentrasi CMC

Penambahan CMC dalam pembuatan edible film strip herbal bertujuan

untuk memperbaiki kekuatan dan kekompakan edible film. Pembuatan edible film

tanpa penambahan CMC akan menghasilkan edible film yang kurang kompak,

tipis, rapuh, dan sukar dilepas dari kaca pencetak. Semakin banyak CMC yang ditambahkan dalam edible film, semakin homogen larutan edible film, semakin tebal dan halus produk edible film yang dihasilkan. Hasil uji karakteristik fisik

edible film pada berbagai konsentrasi CMC disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi CMC

Konsentrasi CMC ( % ) Ketebalan Homogenitas Kehalusan

0.25 0.08 ( + + ) ( + + )

Keterangan: Semakin banyak tanda (+) menandakan semakin homogen dan halus. P merupakan produk pembanding yang telah tersedia di pasaran.

Berdasarkan karakteristik fisik edible film hasil pengujian, CMC minimal yang diperlukan adalah 0.5%, bila kurang dari konsentrasi tersebut, edible film

sangat mudah berkerut karena terlalu tipis dan kekurangan pengikat antar komponen pembentuknya sehingga menghasilkan homogenitas yang rendah dan

edible film yang tidak halus. Sedangkan konsentrasi CMC 1.25% menghasilkan larutan edible film yang terlalu kental, terlalu tebal dan sulit larut di dalam mulut karena sifatnya yang cenderung seperti gel.

CMC merupakan turunan selulosa yang memiliki fungsi dasar mengikat air dan memberi kekentalan pada fase cair sehingga menstabilkan komponen lain atau mencegah sineresis. Selain itu CMC mempunyai kemampuan membentuk

edible film yang tahan minyak (Krochta 1992). CMC atau gum selulosa

merupakan selulosa eter nonionik yang diproduksi dengan mereaksikan alkali dan sodium monokloroasetat. CMC larut dalam dalam air, baik air panas maupun air dingin, tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Whistler dan Daniel 1990). Senyawa-senyawa di dalam CMC memiliki peranan sebagai pembentuk kekompakan, pengental, memiliki daya adhesi, kemampuan membentuk gel,

penstabil dan mouthfeel. Edible film dengan penambahan CMC umumnya

memiliki karakteristik tidak berbau dan tidak berasa, fleksibel dan kuat, transparan, serta tahan terhadap minyak dan lemak (Krochta dan DeMulder 1997).

(20)

10

konsentrasi terbaik yang pada tahap selanjutnya dilambangkan sebagai B1, B2, dan B3.

4. Konsentrasi oleoresin jahe

Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut organik. Menurut Sutrisno (1995), oleoresin jahe merupakan cairan kental berwarna kuning, mempunyai rasa pedas yang tajam, larut dalam alkohol, dan sedikit larut dalam air. Oleoresin jahe mengandung komponen-komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai komponen utama serta shogaol dalam jumlah sedikit. Pembuatan oleoresin menggunakan jahe putih kecil, dilakukan dengan metode maserasi (perendaman) pada suhu ruang menggunakan pelarut etanol 95% dengan perbandingan bubuk jahe:etanol adalah 1:4. Dengan jenis jahe, metode, dan pelarut yang sama, diketahui kandungan gingerol sebesar 33.98mg/g dan shogaol sebesar 2.24 mg/g (Difa 2011).

Dalam penentuan konsentrasi oleoresin jahe dalam produk edible film strip

herbal, digunakan konsentrasi tapioka 12.5%, sorbitol 1.5%, dan CMC 1%. Konsentrasi oleoresin yang diujikan adalah 0.25; 0.50; 0.75 %. Hasil karakteristik

edible film pada berbagai konsentrasi oleoresin jahe disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan analisis sensori terhadap kepedasan dipilih konsentrasi oleoresin terbaik sebesar 0.25%. Selain itu, pada penambahan jahe dengan konsentrasi 0.5% dan 0.75% menghasilkan edible film yang berminyak pada permukaannya.

Tabel 5 Karakteristik fisik edible film pada berbagai konsentrasi oleoresin jahe

Konsentrasi oleoresin jahe ( % ) Kepedasan

0.25 ( * * * * )

0.50 ( * * * * * )

0.75 ( * * * * * * )

Keterangan: Semakin banyak tanda (*) menandakan semakin pedas edible film.

5. Jenis dan konsentrasi pemanis

Penambahan pemanis dilakukan untuk mengimbangi rasa pedas jahe dalam

edible film strip herbal. Pada konsentrasi pemanis 1%, edible film strip herbal dengan penambahan glukosa cair menghasilkan produk yang sangat lengket dan

sulit dilepas dari plat kaca. Sementara pada edible film strip herbal yang

ditambahkan sukrosa dengan konsentrasi 1%, terdapat bintik-bintik putih akibat sukrosa yang mengristal kembali. Hal ini membuat edible film strip herbal tidak menarik untuk dikonsumsi. Penambahan fruktosa sebanyak 1% menghasilkan

edible film strip herbal yang lengket namun lebih baik dibandingkan dengan

menggunakan glukosa cair.

Untuk memperoleh rasa manis dengan karakteristik fisik edible film strip

herbal yang baik, maka dilakukan kombinasi antara fruktosa dan sukrosa. Perbandingan yang digunakan antara fruktosa dengan sukrosa yakni 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, dan 9:1 pada konsentrasi 3%. Seluruh kombinasi tersebut menghasilkan

edible film strip herbal tanpa bercak putih, namun belum mencapai tingkat

kemanisan yang diharapkan.

Jenis pemanis dan konsentrasi yang digunakan sebelumnya belum dapat

(21)

11

diharapkan, sehingga dilakukan kombinasi antara fruktosa dengan pemanis buatan

acesulfame-k pada perbandingan 1:1 dengan konsentrasi 0.5; 1.0; 2.0 %. Hasil karakteristik edible film strip herbal pada berbagai jenis dan konsentrasi pemanis disajikan pada Tabel 6. Jenis dan konsentrasi pemanis terbaik yang dipilih adalah kombinasi fruktosa dengan pemanis buatan acesulfame-k pada perbandingan 1:1 dengan konsentrasi 1%. Selain bahan-bahan yang telah disebutkan sebelumnya,

untuk memberi efek segar dimulut pada produk edible film juga ditambahkan

ekstrak mint sebanyak 0.25% (v/v).

Tabel 6 Karakteristik fisik edible film pada berbagai jenis dan konsentrasi pemanis

Jenis Gula Konsentrasi pemanis

(%) Kemanisan Lengket

Glukosa Cair 0.5 ( + ) ( - - - - )

Keterangan: Semakin banyak tanda (+) menandakan semakin manis. Semakin banyak tanda (-) menandakan semakin lengket.

Pada tahap ini diketahui bahwa konsentrasi masing-masing bahan yang digunakan pada penelitian selanjutnya adalah tapioka sebesar 12.5 (%b/v), sorbitol dengan taraf 0.5; 1; 1.5 (%v/v), CMC dengan taraf 0.5; 0.75; 1 (%b/v), oleoresin jahe 0.25 (%v/v), dan kombinasi fruktosa dengan acesulfame-k pada perbandingan 1:1 dengan konsentrasi 1%.

3.3 Karakterisasi dan Uji Kesukaan Produk Edible Film Strip Herbal 3.3.1 Kadar air

(22)

12

penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan maupun produk. Kadar air dalam suatu bahan atau produk ikut menentukan kesegaran dan daya simpan bahan atau produk tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan serta produk (Winarno 1997).

Analisis kadar air pada produk ini sangat penting, karena dapat digunakan sebagai acuan desain kemasan produk untuk menghindari kerusakan apabila kadar airnya terlalu tinggi. Histogram hasil pengujian kadar air edible film pada berbagai konsentrasi sorbitol dan CMC dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 2 Pengaruh perlakuan terhadap kadar air edible film strip herbal

Hasil pengukuran kadar air edible film strip herbal dengan metode oven diperoleh kadar air terendah sebesar 9.43% (A1B3) dan tertinggi sebesar 14.09% (A1B2). Hasil ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Yudi (1997) yang berkisar antara 14.94 - 17.56%. Histogram hasil pengujian menunjukan, terjadinya penurunan kadar air seiring dengan bertambahnya konsentrasi CMC.

Berdasarkan analisis ragam produk edible film strip herbal pada taraf 5%

(Lampiran 2a) diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air, sedangkan sorbitol dan interaksi keduanya tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar air. Melalui uji lanjut diketahui bahwa penambahan CMC sebanyak 0.5% (B1) tidak berbeda nyata terhadap produk dengan penambahan CMC sebanyak 0.75% (B2) namun berbeda sangat nyata terhadap penambahan CMC sebanyak 1% (B3). Penambahan CMC mengakibatkan semakin sedikit air bebas pada edible film strip herbal sehingga kadar air edible film strip herbal semakin rendah. Menurut Direja (1996), hal ini disebabkan oleh sifat CMC yang mengikat air sehingga mengurangi jumlah air bebas dalam edible film strip herbal. Sementara pengukuran kadar air metode oven hanya mampu mengukur jumlah air bebas pada bahan karena air terikat sulit dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 105°C.

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Kadar Air

(%

)

(23)

13

Kadar air edible film strip herbal mempengaruhi daya simpannya. Edible film strip herbal dengan kadar air tinggi akan mudah ditumbuhi mikroorganisme

karena adanya komponen nutrisi dalam film seperti karbohidrat. Edible film

dengan kadar air rendah lebih tahan terhadap kerusakan mikrobiologis dan diduga memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan edible film dengan kadar air tinggi.

3.3.2 Ketebalan

Tebal film yang dihasilkan dipengaruhi oleh viskositas dan total padatan. (Kadek 2005). Histogram hasil pengujian ketebalan edible film pada berbagai konsentrasi sorbitol dan CMC dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut diperoleh hasil pengukuran ketebalan edible film terendah adalah sebesar 0.11 mm (A1B2) dan tertinggi sebesar 0.15 mm (A3B2).

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 3 Pengaruh perlakuan terhadap ketebalan edible film trip herbal

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2b) diketahui bahwa perlakuan yang diberikan, baik itu penambahan sorbitol, CMC, maupun interaksi keduanya tidak memberikan perbedaan ketebalan yang signifikan secara statistik pada taraf 5%. Hal ini disebabkan konsentrasi yang digunakan sorbitol dan CMC tidak terlalu berbeda sehingga edible film strip herbal yang dihasilkan memiliki ketebalan hampir seragam. Variasi nilai ketebalan diduga dipengaruhi oleh lama waktu pengeringan yakni 22-23 jam.

3.3.3 Daya larut

Daya larut edible film strip herbal di dalam mulut dipengaruhi oleh enzim ptialin yang dihasilkan oleh glandula parotis di sekitar kelenjar ludah. Enzim ptialin memiliki fungsi mengubah amilum menjadi glukosa. Histogram hasil

0.00

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

(24)

14

pengujian ketebalan edible film strip herbal pada berbagai konsentrasi sorbitol dan CMC dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 4 Pengaruh perlakuan terhadap daya larut edible film strip herbal

Histogram diatas menunjukan semakin besar konsentrasi sorbitol yang diberikan akan mempercepat daya larut edible film strip herbal di dalam mulut. Hal ini dikarenakan sorbitol mampu mengurangi ikatan hidrogen internal dan meningkatkan jarak intermolekuler sepanjang rantai polimer sehingga meningkatkan fleksibilitas. Enzim ptialin dan sorbitol inilah yang mempercepat daya larut edible film strip herbal di dalam mulut.

Hasil uji daya larut menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan edible film strip herbal di dalam mulut berkisar antara 2.36 - 4.16

s/mm3. Berdasarkan uji ragam (lampiran 2c) pada taraf 5% diketahui bahwa

konsentrasi sorbitol berpengaruh signifikan terhadap daya larut edible film di dalam mulut, sedangkan konsentrasi CMC dan interaksi keduanya tidak berpengaruh signifikan terhadap daya larut edible film di dalam mulut. Hasil uji lanjut menerangkan bahwa penambahan sorbitol dengan konsentrasi 0.5% (A1) berbeda nyata terhadap produk dengan penambahan sorbitol 1% (A2) dan 1.5% (A3) sedangkan penambahan sorbitol dengan konsentrasi 1% (A2) tidak berbeda nyata terhadap penambahan sorbitol sebesar 1.5% (A3).

3.3.4 Organoleptik

Uji organoleptik merupakan salah satu parameter pengujian suatu produk yang bertujuan untuk menilai mutu atau sifat-sifat sensorik dari produk tersebut. Uji organoleptik tergolong ke dalam uji yang bersifat subyektif menggunakan panelis berdasarkan tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi parameter aroma, kelarutan, rasa, tekstur, dan warna.

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

(25)

15

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada di dalam rongga hidung (Peckham 1969).

Aroma yang tercium pada edible film strip herbal adalah aroma jahe. Pada

Gambar 5 dapat dilihat hasil uji organoleptik aroma edible film strip herbal.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 5 Hasil uji organoleptik aroma edible film strip herbal

Berdasarkan analisis ragam pada taraf 5% (Lampiran 3a), berbagai kombinasi konsentrasi sorbitol dan CMC menunjukan hasil yang berbeda signifikan terhadap parameter aroma. Respon yang diberikan panelis terhadap

aroma edible film menunjukan bahwa A1B2 memiliki rata-rata tertinggi yakni

5.53 dan berbeda nyata pada taraf 5% terhadap delapan formula lainnya. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi sorbitol sebesar 0.5% dan CMC sebesar 0.75% adalah formula yang paling disukai oleh panelis.

Kelarutan merupakan salah satu kriteria penting pada produk edible film strip herbal. Hal ini dikarenakan edible film strip herbal adalah produk sejenis permen yang diharapkan dapat larut seluruhnya di dalam mulut, sehingga dibutuhkan formula antar bahan pembentuk edible film strip herbal yang tingkat kelarutannya yang sesuai dengan keinginan panelis. Hasil uji organoleptik kelaruran edible film strip herbal dapat dilihat pada Gambar 6.

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai rataan skala tertinggi terdapat pada formula A3B1 yakni sebesar 3.93. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pada taraf 5% berbagai formula produk edible film strip herbal berbeda signifikan terhadap kelarutan (Lampiran 3b). Melalui uji lanjut Duncan diketahui edible film strip herbal dengan formula A3B1 berbeda nyata dengan formula lainnya. Hasil analisis ini menyatakan bahwa panelis lebih menyukai produk edible film strip

herbal yang memiliki daya larut lebih cepat, yaitu konsentrasi sorbitol 1.0 % dan konsentrasi CMC 0.5% dengan daya larut sebesar 2.85 s/mm3. Melalui hasil uji statistik juga terlihat bahwa panelis cenderung menyukai kelarutan edible film strip herbal dengan konsentrasi sorbitol semakin tinggi dan konsentrasi CMC semakin rendah. Hal ini diduga karena sorbitol mampu meregangkan struktur pati

sehingga terbentuk rongga pada edible film strip herbal, selain itu dengan

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Rataan Skal

a

(26)

16

konsentrasi CMC yang rendah artinya semakin sedikit total padatan terlarut sehingga daya larutnya menjadi semakin cepat.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 6 Hasil uji organoleptikkelarutan edible film strip herbal

Rasa merupakan salah satu kriteria penting dalam produk pangan. Rasa pada

edible film strip herbal dihasilkan dari kombinasi oleoresin jahe, pemanis, dan ekstrak mint. Hasil uji organoleptik rasa edible film strip herbal dilihat pada Gambar 7. Dari Gambar tersebut dapat diketahui nilai rataan tertinggi pada uji organoleptik terhadap rasa diperoleh dengan nilai 4.60 yakni formula A3B1. Hasil analisis pada taraf 5% menunjukan adanya perbedaan signifikan terhadap rasa, artinya edible film dengan berbagai formulasi menghasilkan tingkat kesukaan terhadap rasa yang berbeda-beda (Lampiran 3c). Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, formula A3B1 menunjukan hasil berbeda nyata dengan formula lainnya.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 7 Hasil uji organoleptik rasa edible film strip herbal 0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Rataan Skal

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Rataan Skal

a

(27)

17

Rasa yang timbul pada edible film strip herbal ini adalah rasa pedas yang berasal dari oleoresin jahe, rasa khas mint segar yang melegakan tenggorokan, dan rasa manis. Formula A3B1 memiliki konsentrasi sorbitol tertinggi dan konsentrasi CMC terendah dibandingkan dengan formulasi lainnya. Sorbitol adalah gula alkohol yang mempunyai rasa manis, jadi konsentrasi sorbitol yang lebih besar membuat edible film terasa lebih manis dan menghasilkan rasa dingin pada mulut sehingga seimbang dengan rasa pedas jahe. Selain itu, semakin rendah konsentrasi CMC, rasa yang ditimbulkan akan semakin kuat sehingga lebih disukai oleh panelis.

Penilaian terhadap tekstur pada edible film strip herbal meliputi kehalusan partikel dari struktur edible film strip herbal yang dipengaruhi oleh konsentrasi sorbitol dan CMC. Sorbitol memiliki sifat plasticizer yang mampu memperbaiki jaringan edible film strip herbal sehingga tidak kaku dan lebih halus. Selain itu, konsentrasi CMC juga turut mempengaruhi tekstur yang dihasilkan, karena CMC memiliki sifat sebagai penstabil, pengental dan pembentuk tekstur halus.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 8 Hasil uji organoleptik tekstur edible film strip herbal

Kesukaan panelis terhadap tekstur edible film strip herbal dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air yang lebih tinggi menghasilkan edible film strip herbaldengan tekstur yang lebih lembap dan terlihat tidak menarik, sehingga edible film strip

herbal dengan kadar air rendah lebih disukai oleh panelis. Hal ini terlihat pada Gambar 8 yang menunjukan formula A2B3 memiliki nilai rataan skala tertinggi dengan kadar air cukup rendah yakni sebesar 10.66%. Namun hasil analisis ragam menunjukan hasil yang tidak berbeda signifikan pada taraf 5% (Lampiran 3d) atau

dapat dikatakan bahwa penilaian terhadap semua formulasi edible film yang

dihasilkan cenderung sama. Hal ini disebabkan perbandingan yang digunakan antara sorbitol dan CMC cenderung seimbang dan dengan taraf antar konsentrasi yang tidak terlalu jauh sehingga edible film yang dihasilkan cenderung memiliki penampakan tekstur yang seragam.

Karakteristik selanjutnya yang diujikan dalam bentuk organoleptik adalah

warna. Hasil uji organoleptik warna edible film strip herbal disajikan pada

0

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Rataan Skal

a

(28)

18

Gambar 9. Hasil analisis ragam menunjukan tidak ada perbedaan secara signifikan antar formulasinya pada taraf 5% (Lampiran 3e) sehingga dapat dikatakan berbagai formulasi yang dihasilkan cenderung memiliki penilaian yang sama terhadap warna.

Dalam penelitian pembuatan edible film ini, konsentrasi sorbitol dan CMC tidak mempengaruhi warna produk secara signifikan. CMC memiliki sifat tidak berwarna, begitu juga dengan sorbitol yang merupakan gula alkohol sehingga tidak mengalami reaksi maillard (pencoklatan) akibat pemanasan, dikarenakan sorbitol tidak memiliki gugus karbonil bebas. Sehingga warna terlihat cenderung sama dari sembilan formulasi tersebut.

Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5% B1 = konsentrasi CMC 0.50% A2 = konsentrasi sorbitol 1.0% B2 = konsentrasi CMC 0.75% A3 = konsentrasi sorbitol 1.5% B3 = konsentrasi CMC 1.00% Gambar 9 Hasil uji organoleptik warna edible film strip herbal 0

1 2 3 4 5 6 7

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3

Rataan Skal

a

(29)

19

4 SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Produk edible film strip herbal yang dibuat dalam penelitian ini berbahan dasar tapioka, sorbitol, dan CMC serta oleoresin jahe, pemanis, dan ekstrak mint sebagai bahan tambahan. Teknologi proses yang digunakan meliputi pengecilan ukuran tapioka, pencampuran tapioka dengan aquades,dan gelatinisasi melalui pemanasan dan pengadukan pada suhu 60°C, penambahan bahan-bahan pembentuk edible film strip herbal, pencetakan pada plat kaca, pengeringan oven pada suhu 50°C selama 22-23 jam, dan pemotongan produk ukuran 2x3 cm2.

Hasil analisis karakteristik terhadap produk edible film strip herbal

menunjukan bahwa konsentrasi sorbitol berpengaruh nyata terhadap daya larut produk, semakin besar konsentrasi sorbitol yang ditambahkan semakin cepat daya larut edible film strip herbal. Sementara konsentrasi CMC berpengaruh nyata terhadap kadar air produk, semakin besar konsentrasi CMC yang ditambahkan semakin rendah kadar airnya.

Berdasarkan uji organoleptik melalui parameter aroma, kelarutan, rasa, tekstur, dan warna yang didukung dengan hasil karakteristik diperoleh produk

edible film strip herbal terbaik dengan formula A3B1 yaitu menggunakan

konsentrasi tapioka 12.5 (%b/v), sorbitol 1.5 (%v/v) dan CMC 0.5 (%b/v), oleoresin jahe 0.25 (%b/v), ekstrak mint 0.25 (%b/v) dan pemanis 1 (%b/v). Karakteristik produk terbaik mengandung kadar air sebesar 12.52%, ketebalan 0.12 mm, dan daya larut 2.85 s/mm3. Edible film strip herbal yang dihasilkan memiliki aroma khas jahe dengan rasa sedikit pedas, segar dan manis. Produk ini mudah larut saat dimakan, memiliki tekstur yang halus dan berwarna kuning transparan.

4.2 Saran

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi departemen Kesehatan RI. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Difa F. 2011. Kandungan gingerol dan shogaol, intensitas kepedasan dan penerimaan panelis terhadap oleoresin jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Direja D. 1996. Mempelajari Pengaruh Penambahan Karboksimetilselulosa terhadap Karakteristik Edible Film dari Bungkil Kedelai [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz S.1992. Mikrobiologi pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gaman PM dan KB Sherington. 1992. Ilmu Paangan: Pengantar Ilmu Pangan

Nutrisi dan Mikrobiologi. G. Murdijati, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology.

Han JH. 2000. Antimicrobial food packaging. Food Technology 54(3):56-65.

Haryanto B dan Pangloli P. 1993. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta:

Kanisius. .

Heru K. 1996. Pengaruh penambahan carboxymethilcelullose dan sorbitol

terhadap karakteristik fisik edible film dari ekstrak protein bungkil kedelai [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Krochta JM. 1992. Control of mass transfer in foods with edible coatings and films. Advances in food Engineering. Boca Raton : CRC Press.

Krochta JM dan DeMulder J. 1997. Edible and biodegradable polymer films: Challenges and opportunities. Food Technology 51(2): p. 61-74.

McHugh TH dan Krochta JM. 1994. Permeability Properties of Edible Films. USA: Technomic Publ Co. Inc., Lancaster.

Peckham GC. 1969. Foundation of Food Preparation 2nded. London: The Mac

Milla Co., Callier Mac Millan Ltd.

Sudarmadji S. 1982. Bahan – Bahan Pemanis. Yogyakarta: Agritech,

Suhardjo MK dan Clara. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU Pangan

dan Gizi IPB.

Sutrisno K. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Weber CJ. 2002. Production and applications of biobased packaging materials for

the food industry. Food Additives and Contaminants 19: p. 172-177.

Whistler RL dan Daniel JR. 1990. Functions of Polysaccharides in Foods. Di dalam: Branen AL, Davidson PM, Salminen S, editor. Food Additives. New York: Marcel Dekker, Inc.

Winarno F G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yudi B. 1997. Aplikasi edible film dari tapioka sebagai bahan pengemas dengan

menentukan umur simpan bumbu mie Instant menggunakan metode

(31)

21

Lampiran 1. Prosedur analisa

1. Kadar Air (SNI 3451:2011)

Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam oven pada suhu (130 ± 3)°C. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut cawan dipanaskan dalam oven pada suhu (130 ± 3)°C selama kurang lebih satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 20-30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik. Sebanyak 2-5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan dan timbang. Cawan yang berisi contoh tersebut dipanaskan di dalam oven setelah suhu oven (130 ± 3)°C selama satu jam. Pindahkan cawan ke dalam desikator dan dinginkan selama 20-30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu ruang, kemudian timbang. Hitung kadar air dalam contoh.

Kadar air A B C x %

Keterangan :

A = wadah + contoh sebelum dikeringkan (g) B = wadah + contoh setelah dikeringkan (g) C = bobot contoh (g)

2. Kadar Abu (SNI 3451:2011)

Cawan dipanaskan dalam tanur pada suhu (550 ± 5)°C selama satu jam dan didinginkan dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu ruang kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Contoh sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang. Cawan yang berisi contoh tersebut ditempatkan dalam tanur pada suhu (550 ± 5)°C sampai terbentuk abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap. Cawan dipindahkan ke dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu ruang kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dalam contoh.

3. Kadar Protein (AOAC 1995)

(32)

22

Kadar Protein Kasar a b x N x x .W x %

Keterangan :

a = ml H2SO4 untuk titrasi blanko b = ml H2SO4 untuk titrasi contoh N = normalitas H2SO4

W = bobot contoh (mg)

4. Kadar Lemak (AOAC 1995)

Sebanyak 2 g contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik heksan dalam alat soxlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan dengan cara diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C. Contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

Kadar Lemak bobot contoh x bobot lemak %

5. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat % A B C D

Keterangan :

A = kadar abu C = kadar lemak

B = kadar protein D = kadar air

6. Ketebalan

Produk edible film strip herbal dengan ukuran 20x30 cm2 diukur

ketebalanya pada lima titik. Ketebalan diukur menggunakan alat thickness gauge.

7. Daya Larut

Edible film strip herbal dipotong dengan ukuran 2x3 cm2, selanjutnya potongan produk ini diukur ketebalannya menggunakan alat thickness gauge. Dari hasil pengukuran tersebut dihitung volume produk. Selanjutnya, produk dihitung lama waktu sampai seluruhnya larut di dalam mulut oleh seorang panelis terhadap sembilan formulasi produk. Daya larut merupakan lama waktu larut per satuan volume.

8. Uji Organoleptik (Soekarto 1985)

(33)

23

Lampiran 2. Hasil analisis karakteristik edible film strip herbal

a. Kadar air (%)

Sumber Keragaman df JK KT F hitung F tabel

A 2 0.18 0.09 0.05 5.12

B 2 38.68 19.34 11.42 * 5.12

AB 4 8.10 2.02 1.20 3.63

Eror 9 15.24 1.69

Total koreksi 17 62.20

*) signifikan pada taraf 5%

Uji Duncan

b. Ketebalan (mm)

Sumber Keragaman df JK KT F hitung F tabel

A 2 9.10x104 4.50x104 1.42 4.26

B 2 4.60x104 2.30x104 0.71 4.26

AB 4 13.50x104 3.40x104 1.05 3.63

Error 9 28.80x104 3.20x104

TotalKoreksi 17 55.90x104

c. Daya larut (s/mm3)

Sumber Keragaman df JK KT F hitung F tabel

A 2 4.37 2.19 6.73 * 0.02

B 2 0.32 0.16 0.49 0.61

AB 4 1.56 0.39 1.20 0.36

Error 9 2.92 0.32

Total koreksi 17 9.18 0.16

*) Signifikan pada taraf 5%

Uji Duncan Formula

B2 B1 B3 notasi

Rataan 13.64 13.33 10.37

B2 13.64 0.00 a

B1 13.33 0.31 0.00 a

B3 10.39 3.25 2.94 0.00 b

Formula A1 A2 A3 Notasi

Rataan 3.95 3.15 2.76

A1 3.95 0.00 a

A2 3.15 0.79 0.00 b

(34)

24

Lampiran 3. Hasil uji penerimaan panelis / organoleptik edible film strip herbal

a. Aroma

Uji Keragaman ( ANOVA )

Sumber Keragaman db JK JKR Fhitung Ft (5%)

Contoh 8 22.16 2.77 2.87* 1.94

Panelis 29 110.65

Error 232 224.28 0.97

Total 269 357.10

*) Signifikan pada taraf 5%

Uji Duncan

Kode

Rata-rata

A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B3 A3B1 A3B3 A3B2 A1B2

Notasi

4.27 4.30 4.50 4.60 4.70 4.87 4.93 4.97 5.13 a

A2B1 4.27 0.00 a

A2B2 4.30 0.03 0.00 b a

A2B3 4.50 0.23 0.20 0.00 c ab

A1B1 4.60 0.33 0.30 0.10 0.00 abc

A1B3 4.70 0.43 0.40 0.20 0.10 0.00 abc

A3B1 4.87 0.60 0.57 0.37 0.27 0.17 0.00 bc

A3B3 4.93 0.66 0.63 0.43 0.33 0.23 0.06 0.00 bc

A3B2 4.97 0.70 0.67 0.47 0.37 0.27 0.10 0.04 0.00 bc

A1B2 5.13 0.86 0.83 0.63 0.53 0.43 0.26 0.20 0.16 0.00 c Kode formulasi dengan huruf notasi berbeda menunjukan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Duncan’s Multiple Range Test).

b. Kelarutan

Uji Keragaman ( ANOVA )

Sumber Keragaman db JK JKR Fhitung Ft (5%)

Contoh 8 31.72 3.96 3.58* 1.94

Panelis 29 168.46

Error 232 257.17 1.11

Total 269 457.35

(35)

25

Uji Duncan

Kode Rata-rata A3B3 A3B2 A2B3 A1B3 A2B2 A1B2 A1B1 A2B1 A3B1 Notasi

2.60 3.00 3.10 3.13 3.27 3.27 3.40 3.47 5.13

a

A3B3 2.60 0.00 b a

A3B2 3.00 0.40 0.00 ab

A2B3 3.10 0.50 0.10 0.00 ab

A1B3 3.13 0.53 0.13 0.03 0.00 ab

A2B2 3.27 0.67 0.27 0.17 0.14 0.00 b

A1B2 3.27 0.67 0.27 0.17 0.14 0.00 0.00 c b

A1B1 3.40 0.80 0.40 0.30 0.27 0.13 0.13 0.00 bc

A2B1 3.47 0.87 0.47 0.37 0.34 0.20 0.20 0.07 0.00 bc

A3B1 3.93 1.33 0.93 0.83 0.80 0.66 0.66 0.53 0.46 0.00 c

Kode formulasi dengan huruf notasi berbeda menunjukan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Duncan’s Multiple Range Test).

c. Rasa

Uji Keragaman ( ANOVA )

Sumber Keragaman db JK JKR Fhitung Ft (5%)

Contoh 8 58.47 7.31 5.23* 1.94

Panelis 29 198.80

Error 232 324.20 1.40

Total 269 581.47

*) Signifikan pada taraf 5%

Uji Duncan

Kode formulasi dengan huruf notasi berbeda menunjukan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (Duncan’s Multiple Range Test).

Kode Rata-rata A2B1 A3B3 A2B3 A1B3 A2B2 A3B2 A1B2 A1B1 A3B1 Notasi

2.93 3.40 3.60 3.77 3.87 4.07 4.13 4.23 5.13

a

A2B1 2.93 0.00 b a

A3B3 3.40 0.47 0.00 c ab

A2B3 3.60 0.67 0.20 0.00 bc

A1B3 3.77 0.84 0.37 0.17 0.00 bc

A2B2 3.87 0.94 0.47 0.27 0.10 0.00 d bc

A3B2 4.07 1.14 0.67 0.47 0.30 0.20 0.00 cd

A1B2 4.13 1.20 0.73 0.53 0.36 0.26 0.06 0.00 cd

A1B1 4.23 1.30 0.83 0.63 0.46 0.36 0.16 0.10 0.00 cd

(36)

26

d. Tekstur

Uji Keragaman ( ANOVA )

Sumber Keragaman db JK JKR Fhitung Ft (5%)

Contoh 8 11.05 1.38 1.13 1.94

Panelis 29 118.96

Error 232 283.17 1.22

Total 269

e. Warna

Uji Keragaman ( ANOVA )

Sumber Keragaman db JK JKR Fhitung Ft (5%)

Contoh 8 12.20 1.52 1.49 1.94

Panelis 29 119.94

Error 232 238.02 1.03

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 3 September 1992 dari ayah Bambang Eko Prasetyo dan ibu Esti Rahayu dengan adik Farrah Virginia dan Safirra Tista. Pada tahun 1995 penulis memulai pendidikan di TK Patra III Jakarta Timur dan melanjutkan pendidikan di SD CBM Dewi Sartika Sukabumi dari tahun 1998 sampai tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Sukabumi dan lulus tahun 2006. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah pati, gula, dan sukrokimia pada tahun 2012-2013 dan asisten mata kuliah teknologi pengemasan, distribusi, dan transportasi pada tahun 2013. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya Sekertaris dalam acara IPB’s Dedication for Education

Gambar

Gambar 1.
Tabel 6 Karakteristik fisik edible film pada berbagai jenis dan konsentrasi pemanis
Gambar 3  Pengaruh perlakuan terhadap ketebalan edible film trip herbal
Gambar 4  Pengaruh perlakuan terhadap daya larut edible film strip herbal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Clelland, dan teori ERG (existence relatedness and growth) dari Alderfer. 1) Teori motivasi Klasik dan Taylor. Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi

Masa akhir kanak-kanak menurut psikologi islam adalah tahap tamyiz, fase ini anak mulai mampu membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah, pada usia Nabi

Peneliti belum menemukan publikasi tentang kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran di Indonesia, demikian pula publikasi metode kunjungan rumah yang ditekankan untuk

Pastikan bahwa setiap Belanja Modal telah dibukukan sebagai penambahan Aset Tetap atau Aset Lain-lain, melalui rekonsiliasi antara Daftar Realisasi Belanja Modal

1) Pendidikan karakter yang berakar pada konsep etis spiritual dan pembentukan nilai-nilai hidup.Manusia memiliki kemampuan IQ (kecerdasan formal), EQ (kecerdasan

 Puhelintulkkaus  tuli  mukaan  kuvioihin   vuosikymmenen  lopussa  ja  oli  Tulkki  4:n  mukaan  silloin  samanlaista  kuin  nyt,  mutta  laitteet   olivat  huonompia

Dengan demikian menurut hukum dan keyakinan, terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana “mengedarkan sediaan farmasi obat tradisional yang tidak memenuhi

1 kondisi kemampuan santri dalam membaca al-Qur’an dengan Usmani adalah santri dapat memenuhi target yang ditetapkan 2 model penerapan metode Usmani dalam meningkatkan kemampuan