• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENYADAPAN KARET (

Hevea brasiliensis

Muell. Arg.)

DI TULUNG GELAM ESTATE, PT PP LONDON

SUMATERA INDONESIA, Tbk. SUMATERA SELATAN

ROBIANTO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRACT

ROBIANTO. Tapping System of Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) at Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. South Sumatera. Supervised by SUPIJATNO.

The internship was conducted in order to increase the knowledge, skills, field experience, and aims to analyze tapping sistem of rubber. The internship was conducted at Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. South Sumatera from February to June 2013. Tapping is the mayor activity in rubber production system. The average percentage of trees that can be tapped at Tulung Gelam Estate is 87.4 %. Brown blast disease on 2004 planted year were higher than the 2006 planted year. Bark consumption at Tulung Gelam Estate was less than bark consumption company standards but still be tolerated. Avarage tapping depth was 1.62 mm that still under company recomendation (1-1.5 mm). The usage of stimulant were higher than the recomended doses company. Factors of education, age and exprience of tapper did not affect the production of latex produced by tapper.

Key words : bark consumption, rubber, tapping system, tulung gelam estate

ABSTRAK

ROBIANTO. Sisitem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan. Dibimbing oleh SUPIJATNO.

Kegiatan magang dilaksanakan untuk menigkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman lapangan, serta bertujuan menganalisis sistem penyadapan karet. Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan pada bulan Februari sampai Juni 2013. Penyadapan merupakan kegiatan utama dalam sistem produksi karet. Rata-rata persentase pohon yang dapat disadap di Tulung Gelam Estate adalah 87.4%. Penyakit brown blast (kering alur sadap) pada tanaman menghasilkan (TM) 2004 lebih tinggi dibandingkan pada tanaman menghasilkan (TM) 2006. Konsumsi kulit di Perkebunan Tulung Gelam Estate sedikit melebihi standar perusahaan, namun masih dapat ditolerir. Rata-rata kedalaman sadapan adalah 1.62 mm, masih dibawah rekomendasi perusahaan yaitu 1-1.5 mm. Penggunaan stimulan lebih tinggi dari dosis anjuran. Faktor pendidikan, usia, dan pengalaman tidak mempengaruhi terhadap produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SISTEM PENYADAPAN KARET (

Hevea brasiliensis

Muell. Arg.)

DI TULUNG GELAM ESTATE, PT PP LONDON

SUMATERA INDONESIA, Tbk. SUMATERA SELATAN

ROBIANTO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Sistem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Sumatera Selatan

Nama : Robianto NIM : A24090118

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juni 2013 ini adalah Sisitem Penyadapan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Tulung Gelam Estate PT PP London Sumatera Indonesia Tbk., Sumatera Selatan.

Proses pembuatan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang mendukung dan membantu baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penuis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua Bapak Mukri dan Ibu Tini, serta keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, motivasi serta dukungannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Muhammad Syukur, MSi., selaku dosen pembimbing akademik atas

segala bimbingan dalam penyusunan rencana studi dan permasalahan terkait akademik.

3. Dr. Ir. Supijatno, MSi., selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, dan saran-sarannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi. 4. Ir. Marlon Malau, MM., selaku Manajer Kebun Tulung Gelam Estate atas

penerimaan dan bantuan selama selama penulis melaksanakan kegiatan magang.

5. Ir. Ali Osmar Ritonga selaku Asisten Divisi II, Bapak Tarmoko selaku Mandor Satu, Bapak Sunargito selaku Mandor Sadap, Robin selaku Mandor Perawatan, Heriyono, Edi Siswanto, Andi Herwan beserta seluruh jajaran mandor dan karyawan Tulung Gelam Estate atas segala bimbingan, bantuan, dan kerja samanya.

6. Ir. Ishak Idris selaku Asisten Administtrasi atas segala bantuan dan kerja samanya dalam pemberian data-data kebun yang diperlukan kepada penulis.

7. Ir. Mathius sebagai asisten Divisi I sekaligus pemilik rumah yang telah mengizinkan penulis tinggal selama pelaksanaan magang.

8. Teman-teman Departemen Agronomi dan Hortikultura SOCRATES 46, atas bantuan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

9. Teman-teman kos, Sukirman, Rian, Wahyu, Riski, dan Ivan, atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.

10.Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Barat yang telah memberikan bantuan beasiswa sarjana (S-I), Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada penulis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Penyadapan 2

Konsumsi Kulit Sadapan 3

Kedalaman Sadapan 3

Kering Alur Sadap (KAS) 3

Tenaga Kerja Sadap 4

Penggunaan Stimulansia 4

METODE MAGANG 5

Tempat dan Waktu 5

Metode Pelaksanaan 5

Pengamatan dan Pengumpulan Data 5

Analisis Data dan Informasi 7

KEADAAN UMUM KEBUN 7

Letak Geografis 7

Keadaan Iklim dan Tanah 7

Luas Areal dan Tata Guna Lahan 8

Keadaan Tanaman dan Produksi 8

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 10

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG 11

Aspek Teknis 11

Pembibitan 11

Pemangkasan atau Prunning Cabang 14

Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 14

Pengendalian Gulma 15

Penyadapan 16

Penimbangan Lateks dan Lump 17

Pengukuran Kadar Karet Kering (KKK) 18

Aspek Manajerial 19

Asisten Divisi 19

Mandor Satu 19

Mandor 20

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Persentase Pohon yang Dapat Disadap 21

Persentase Pohon yang Terserang Kering Alur Sadap (KAS) 22

Kondisi Kulit Sadapan 23

Penggunaan Stimulansia 25

Tenaga Kerja Sadap Terhadap Produksi Lateks 27

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP 42

DAFTAR TABEL

1 Luas Areal TGE 8

2 Luas areal tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum

menghasilkan (TBM) per tahun tanam di TGE 9

3 Produksi dan produktivitas lateks di TGE 2007-2012 9

4 Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE 10

5 Jadwal pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE 14 6 Persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap 21 7 Persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) pada dua

tahun tanam 22

8 Kondisi kulit sadapan beberapa penyadap di TGE pada tanaman

menghasilkan (TM) tahun tanam 2006 23

9 Standar konsumsi kulit sadapan di TGE 24

10 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda usia 27 11 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda

pengalaman 28

12 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda

pendidikan 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kegiatan seleksi benih 11

2 Kegiatan penanaman benih 12

3 Kegiatan okulasi 13

4 Kegiatan penyerongan 13

5 Kegiatan pewiwilan 13

6 Kegiatan pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) 15

7 Kegiatan pengendalian gulma 15

8 Kegiatan penyadapan 17

9 Kegiatan penimbangan hasil lateks dan lump di TPH 18 10 Pengukuran kadar karet kering (KKK) dengan Metrolac Hydrometer di

TPH 19

11 Pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) 23

12 Aplikasi stimulansia 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian 32 2 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor 34 3 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten 36

4 Peta TGE 39

5 Struktur organisasi TGE 40

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Kebutuhan karet alam dunia pun terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga Indonesia mempunyai peluang paling besar untuk memanfaatkan potensi pasar tersebut (Damanik et al. 2010). Data BPS (2012) menyebutkan bahwa pada tahun 2011 volume ekspor karet alam Indonesia mencapai 2 555 739 ton dengan total nilai ekspor sebesar US$ 11.76 milyar. Sekitar 85.96% produksi karet alam Indonesia diekspor ke mancanegara dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri. Pada tahun 2011 lima besar negara pengimpor karet alam Indonesia berturut-turut adalah Amerika Serikat (23.78%), Cina (16.02%), Jepang (15.17%), Korea (4.70%), dan Singapura (4.08%).

Perkembangan luas lahan dan produksi karet Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 lahan perkebunan karet Indonesia seluas 3.45 juta hektar, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 3.46 juta hektar atau meningkat 0.31% dari tahun 2010, sedangkan untuk tahun 2012 diperkirakan luas areal perkebunan karet Indonesia masih akan meningkat sebesar 0.16%, sedangkan produksi karet Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan 12.07% menjadi sebesar 2.73 juta ton dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 12.93% atau menjadi 3.09 juta ton (BPS 2012)

(15)

2

Menurut Damanik et al. (2010) dalam pelaksanaan penyadapan ada hal-hal yang harus diperhatikan, seperti penyadapan harus dilakukan sepagi mungkin (05.00 WIB-08.00 WIB) saat tekanan turgor masih tinggi, kedalaman sadapan yang sesuai dengan anjuran, yakni 1-1.5 mm dari lapisan kambium, konsumsi kulit sadapan 1.5-2 mm, mempertahankan sudut sadap 35º-40º terhadap bidang horizontal, dan penggunaan stimulansia yang sesuai dengan dosis anjuran.

Penyadapan pada tanaman karet merupakan tindakan panen yang berkelanjutan hingga puluhan tahun, sehingga diperlukan penerapan sistem sadap yang memerlukan suatu mekanisme panen dimana faktor frekuensi, panjang alur sadap, arah sadapan, kedalaman sadap, dan aplikasi stimulan diformulasikan sehingga dapat diterapkan secermat mungkin di lapangan serta dilakukan pengawasan sadapan yang bertujuan menghindari terjadinya kesalahan penyadapan.

Tujuan

Secara umum tujuan magang adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dan pengalaman, baik yang menyangkut aspek teknis dan manajerial di lapangan.

Tujuan magang secara khusus adalah mengkaji aspek khusus yaitu mempelajari dan menganalisis Sistem Penyadapan Karet di Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyadapan

(16)

3

Konsumsi Kulit Sadapan

Konsumsi kulit merupakan tebalnya kulit tanaman karet yang diiris pada kegiatan penyadapan. Pengirisan kulit tidak perlu tebal karena pemborosan dalam pengirisan kulit berarti akan mempercepat habisnya kulit batang karet yang produktif sehingga masa produksinya menjadi singkat. Ketebalan irisan yang dianjurkan adalah 1.5-2 mm. Konsumsi kulit per bulan atau per tahun ditentukan oleh rumus sadap yang digunakan. Contoh rumus sadap : ½ S, d/2, 100%. Maksudnya adalah penyadapan pada setengah lingkaran batang dua hari sekali dengan intensitas 100%. Dengan rumus tersebut berarti setiap bulan kulit yang tersadap adalah 2.5 cm, 10 cm/4 bulan, atau 30 cm/tahun (Siregar dan Suhendry 2013).

Kedalaman Sadapan

Kedalaman sadap berpengaruh pada banyaknya kulit yang dikonsumsi pada saat penyadapan dan berpengaruh pada jumlah berkas pembuluh lateks yang terpotong. Semakin dalam irisannya, semakin banyak berkas pembuluh lateks yang terpotong. Ketebalan kulit hingga 7 mm dari lapisan kambium memiliki pembuluh lateks terbanyak. Oleh sebab itu, sebaiknya penyadapan dilakukan sedalam mungkin, tetapi jangan sampai menyentuh lapisan kambiumnya. Kedalaman irisan yang dianjurkan adalah 1-1.5 mm dari lapisan kambium. Bagian ini harus disisakan untuk menutupi lapisan kambium. Jika dalam penyadapan lapisan kambium tersentuh maka kulit pulihan akan rusak dan nantinya berpengaruh pada produksi lateks (Setiawan dan Andoko 2008).

Kedalaman sadap yang tidak sesuai (lebih dalam) dari yang dianjurkan menyebabkan semakin tipisnya kulit yang tersisa dan semakin besar resiko luka kayu yang akan mengakibatkan semakin tipisnya kulit pulihan yang terbentuk sehingga menyulitkan dalam kegiatan penyadapan selanjutnya (Kiswara 2007).

Kering Alur Sadap (KAS)

Gangguan kering alur sadap ini merupakan salah satu penyebab yang dapat mengurangi tingkat produksi karet. Kering alur sadap (KAS) merupakan penyakit fisiologis yang relatif terselubung karena kulit atau batang tanaman karet yang disadap tidak mengeluarkan lateks secara normal ketika disadap (Siregar dan Suhendry 2013).

(17)

4

Tenaga Kerja Sadap

Menurut Siregar (1995) dalam penyadapan tanaman karet, faktor pengelolaan tenaga kerja dinilai tidak kalah penting dengan aspek teknis lainnya. Karena itu, penyadapan tanaman karet sering juga diidentifikasi sebagai suatu kebijaksanaan panen yang merupakan perpaduan antara aspek teknis agronomi dan pengelolaan tenaga. Kesinambungan produksi misalnya, sangat dipengaruhi oleh perilaku penyadap terhadap hancanya.Turun-naiknya produksi juga ditentukan oleh baik tidaknya penyadap dalam melakukan tugas, misalnya penyadapan dilakukan di luar sistem yang telah ditetapkan.

Menurut Harahap (2001) terdapat banyak hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil (produktivitas) lateks yang diperoleh. Di samping tenaga kerja dan pengorganisasian karyawan yang tepat, teknik dan cara penyadapan yang benar juga akan sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Menurut Asim (2012) faktor tenaga kerja dilihat dari usia, pendidikan dan pengalaman penyadap tidak selalu berpengaruh nyata terhadap produksi yang dihasilkan penyadap di PT Air Muring, sehingga untuk menjadi seorang penyadap lebih diperlukan ketekunan, kedisiplinan, dan keterampilan serta adanya pembagian kelas sadap terhadap kualitas sadapan yang dihasilkan oleh setiap penyadap. Menurut Ismail (2012) kelas penyadap mempengaruhi hasil lateks yang dihasilkan oleh penyadap di PTPN X11, dimana rata-rata produksi lateks kelas sadap B adalah 21.56 liter/hari, sedangakan rata-rata kelas sadap C adalah 14.00 liter/hari. Perbedaaan hasil lateks yang diperoleh kelas penyadap B dan kelas penyadap C disebabkan oleh perbedaan keterampilan penyadap.

Penggunaan Stimulansia

Stimulansia merupakan zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk merangsang keluarnya lateks pada tanaman karet dan biasanya berbahan aktif ethepon. Menurut Karyudi et al. (1995) ethepon sangat efektif sebagai stimulan karena memiliki peranan dalam meningkatkan tekanan turgor dan elastisitas dinding sel serta dapat menunda terjadinya penyumbatan pembuluh lateks sehingga dapat memperpanjang masa aliran lateks. Cara kerja ethepon yaitu ethepon melepaskan gas etilen ke dalam jaringan kulit tanaman yang berfungsi sebagai agen anti penyumbatan pembuluh lateks, menstabilkan lutoid, dengan jalan meningkatkan permeabilitas membrannya, memperpanjang waktu pengaliran lateks dengan menunda terbentuknya sumbat pada pembuluh-pembuluh lateks dan memperluas drainase lateks.

(18)

5

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang ini dilaksanakan di Tulung Gelam Estate (TGE), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk. Sumatera Selatan selama 4 bulan dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan mengikuti kegiatan teknis dan kegiatan manajerial. Kegiatan teknis dilakukan untuk mendapatkan keterampilan teknis. Kegiatan yang dilakukan adalah menjadi Karyawan Harian Lepas (KHL) selama satu bulan, Pendamping Mandor selama satu bulan, dan Pendamping Asisiten Divisi selama dua bulan dengan mengikuti kegiatan sesuai dengan yang dilaksanakan di lapangan.

Kegiatan-kegiatan teknis yang dilakukan sebagai karyawan harian lepas (KHL) antara lain pembibitan, pemupukan, pengendalian gulma, penyadapan, dan aplikasi stimulansia. Prestasi kerja yang diperoleh saat melakukan kegiatan teknis kemudian dibandingkan dengan karyawan-karyawan harian lepas yang ada di perusahaan.

Kegiatan manajerial untuk memperoleh keterampilan manajerial dilaksanakan dengan bekerja sesuai dengan tingkatan manajerial yang ada, diantaranya menjadi Pendamping Mandor Sadap, Mandor Perawatan, Krani Divisi, Krani Timbang dan menjadi Pendamping Mandor Satu, serta Pendamping Asisten Divisi.

Metode pengumpulan data yang digunakan pada saat magang adalah metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan mengumpulkan data primer dengan cara wawancara, diskusi, dan pengamatan langsung dilapangan yang meliputi : persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap, persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS), kondisi kulit sadapan, penggunaan stimulansia, dan tenaga kerja sadap.

Metode tidak langsung dilakukan dengan studi literatur dan pengumpulan data sekunder, yaitu data-data kebun seperti keadaan umum perusahaan dan kebun, keadaan iklim, tata guna lahan, keadaan tanaman (klon, jarak tanam, dan umur tanaman), struktur organisasi dan ketenagakerjaan, serta data produksi dan produktivitas enam tahun terakhir.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

(19)

6

langsung di lapangan serta melakukan wawancara dengan para penyadap dan mandor.

a. Persentase Pohon yang Dapat Disadap

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah pohon yang dapat disadap per hanca sadap. Data diperoleh dengan melakukan sensus langsung dan wawancara terhadap mandor dan penyadap. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti 8 orang tenaga penyadap dengan frekuensi penyadapan tiga hari sekali (d/3) atau sistem sadap ½ s d/3, sehingga diamati tiga hanca sadap pada masing-masing tenaga penyadap

b. Persentase Pohon yang Terserang Kering Alur Sadap (KAS)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang kering alur sadap (KAS) per hanca sadap. Data diperoleh dengan sensus langsung terhadap gejala kering alur sadap (KAS) dan wawancara terhadap mandor dan penyadap. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti 8 orang tenaga penyadap dengan setiap penyadap diamati sebanyak tiga hanca sadap (frekuensi sadap ½ s d/3).

c. Kondisi Kulit Sadapan

Pengamatan dilakukan dengan mengikuti 4 orang tenaga penyadap dengan frekuensi penyadapan tiga hari sekali (d/3) sehingga setiap penyadap diamati sebanyak tiga hanca sadap (hanca tetap), dengan masing-masing hanca sadap diamati sebanyak 10 tanaman contoh. Adapun parameter kondisi sadapan yang diamati adalah :

Panjang alur sadap. Diperoleh dengan mengukur panjangnya sadapan tanaman yang diamati menggunakan meteran.

Tinggi alur sadap. Diperoleh dengan mengukur tinggi sadapan bagian paling bawah menggunakan meteran diukur dari tautan okulasi.

Lingkar batang. Diperoleh dengan mengukur lilit batang yang diukur 100 cm dari tautan okulasi.

Konsumsi kulit sadapan. Diperoleh dengan mengukur tebal kulit yang disadap pada hari itu (tatal) menggunakan penggaris.

Kedalaman irisan sadapan dari lapisan kambium. Diperoleh dengan mengukur dalamnya sadapan dengan menusuk kulit sisa sadapan menggunakan alat tusuk berupa sigmat, quadri atau obeng negatif pada bidang sadapan tanaman yang baru disadap. Pengamatan tebal irisan sadap dan kedalaman sadap diukur menggunakan tiga titik, yaitu : bagian atas, tengah, dan bawah pada bidang sadapan.

d. Penggunaan Stimulansia

(20)

7

e. Tenaga Kerja Sadap

Pengamatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh faktor usia, pengalaman, dan pendidikan terhadap tingkat produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap. Data diperoleh melalui wawancara langsung setiap penyadap dan Mandor Sadap pada satu kemandoran dengan tiga rotasi sadap pada masing-masing hancanya.

Analisis Data dan Informasi

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif dengan melihat nilai rata-rata dari data yang didapat. Nilai rata-rata yang didapat kemudian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu juga dilakukan uji t-student pada taraf 5%.

Hasil t-hitung kemudian dibandingkan dengan t-tabel Apabila t-hitung berada dalam wilayah kritik maka hasil pengamatan berbeda nyata. Sebaliknya, jika t-hitung berada di luar wilayah kritik maka hasil pengamatan tidak berbeda nyata (Walpole 1992).

KEADAAN UMUM KEBUN

Letak Geografis

Perkebunan Karet TGE terletak di Desa Talang Jaya, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan dengan terletak antara 03˚ 30’–03˚33’ LS dan 105˚17’–105˚ 35’ BT. Perkebunan Karet TGE berbatasan dengan Kec. Cengal dan Desa Cengal di sebelah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Sungai Menang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cengal dan Kec. Sungai Menang, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Sedyomulyo dan Kayu Labu. Perkebunan Karet TGE berada pada ketinggian ±100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan kelerengan lahan datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 0–8%. Peta lokasi Perkebunan Karet TGE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

(21)

8

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Perkebunan Karet TGE Memiliki luas lahan mencapai 2 777.67 ha yang dibagi menjadi empat divisi, yaitu divisi Tulung Gelam Satu (TGS), divisi Tulung Gelam Dua (TGD), divisi Tulung Gelam Tiga (TGT), dan divisi Tulung Gelam Empat (TGE).

Lahan pertanaman karet di TGE merupakan lahan inti. Lahan inti merupakan lahan resmi milik TGE yang dikelola langsung oleh kebun. Pembagian luas areal di TGE dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas areal TGE

No Uraian Luas Areal (ha) Jumlah

Divisi I

Divisi II

Divisi III

Divisi IV

1 TM Karet 22.78 647.34 459.37 268.19 1 397.68

2 TBM Karet 586.94 93.88 56.99 203.34 941.15

3 Persiapan Tanam 4.42 24.52 28.94

4 Pembibitan 9.30 9.30

5

Kebun Percobaan

Penelitian 4.38 4.38

6 Lahan Terikut 1.60 83.60 26.00 111.20

7 Pabrik 10.00 10.00

8 Perumahan 14.20 18.70 32.90

9 Bangunan lain 1.00 1.00

10 Jalan 18.00 14.56 29.04 0.70 62.30

11 Tanah Konservasi 178.82 178.82

Jumlah 830.74 790.76 633.42 522.75 2 777.67

ª Sumber : Buku laporan hektar statement TGE (2013).

Keadaan Tanaman dan Produksi

(22)

9 Tabel 2 Luas areal tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum

menghasilkan (TBM) per tahun tanam di TGE

Tanaman Menghasilkan

Luas (ha)

Divisi I Divisi II Divisi III Divisi IV Tahun Tanam

1995 252.55

1996 124.06 181.06 106.17

1997 80.54 110.12 27.83

1998 47.76

2001 26.57

2004 22.78 103.13 96.86

2006 12.73 41.10

2007 30.23 134.19

Total TM 22.78 647.34 459.37 268.19

Tanaman Belum Menghasilkan

TahunTanam

2008 84.76 62.26 56.99 172.72

2009 18.16 20.81 8.52

2010 72.80 22.10

2011 51.68 10.81

2012 259.62

Total TBM 487.02 93.88 56.99 203.34

ª Sumber : Buku Laporan hektar statement Kebun TGE (2012).

Pada awal produksi, yaitu pada tahun 2002-2008 hasil akhir dari kegiatan produksi karet di TGE berupa slab yang diolah di tempat pengolahan slab dan langsung dikirim ke Palembang, akan tetapi pada tahun 2008 telah dibangun pabrik pengolahan karet CRF (Cengal Rubber Factory) yang berlokasi di sekitar TGE dan menampung serta mengolah lateks dari tiga kebun yang berada di perkebunan lokasi Cengal. Produksi dan produktivitas lateks TGE dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi dan produktivitas lateks di TGE 2007-2012

Tahun Luas (ha) Produksi (kg) Produktivitas (kg) 2007 2 517.5 2 762 117 1 097.2

2008 2 490.7 1 537 570 617.3 2009 2 724.3 1 304 516 478.8 2010 2 477.8 835 209 337.1 2011 1 557.3 324180 208.2 2012 1 375.3 246 803 179.5

ª Sumber : EST-830A - Estate Monitoring Matrix – Crop TGE.

(23)

10

dan tumbang, serta tidak produktif lagi. Penurunan produksi juga disebabkan kepemilikan kebun plasma yang sebelumnya dikelola oleh perusahaan seluas 907.70 ha, pada tahun 2010 dikembalikan ke masyarakat, sehingga ikut mempengaruhi dalam penurunan produksi.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Perkebunan TGE dipimpin oleh seorang Manajer yang memiliki tugas dan tanggung jawab administrasi dan operasional secara keseluruhan terhadap kebun yang dikelolanya sesuai kebijakan yang berlaku di perusahaan. Struktur organisasi dan tenaga kerja di TGE dapat dilihat pada Lampiran 5. Manajer Kebun melaksanakan pengelolaan kebun berdasarkan kebijakan perusahaan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran atau budget tahunan. Manajer Kebun bertanggung jawab terhadap semua kegiatan perkebunan meliputi penanaman, perawatan, teknik, administrasi, dan keuangan kebun. Dalam melaksanakan tugasnya Manajer dibantu oleh Asisten Administrasi, dan Asisten Divisi.

Karyawan atau tenaga kerja di TGE dibedakan menjadi staf, karyawan, dan pekerja harian lepas (PHL) atau biasa disebut PW (piece worker). Staf terdiri dari Manajer Kebun, Asisten Administrasi, dan Asisten Divisi. Karyawan dibedakan menjadi Karyawan Harian Tetap atau DRP (daily rated personil) dan Karyawan Bulanan Tetap atau MRP (monthly rated personil). Jumlah tenaga kerja di TGE adalah 1 070 orang. Indeks tenaga kerja (ITK) di TGE adalah 0.38 orang/ha. Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan komposisi tenaga kerja di TGE

Jabatan Jumlah (orang)

Staff 6

Karyawan Tetap

MRP (monthly rated personil) 82 DRP (daily rated personil) 90 Karyawan Tidak Tetap

PW (piece worker) 892

Total 1 070

ª Sumber : Buku laporan ketenagakerjaan TGE.

=

= 0.38 orang/ha

Sistem kerja yang berlaku di TGE terdiri dari sistem kerja harian, harian target, dan borongan. Sistem kerja harian biasanya diterapkan pada jenis pekerjaan yang rutin dikerjakan setiap bulan, dengan waktu kerja 7 jam/HK. Jenis pekerjaan untuk sistem harian antara lain pembibitan, pengendalian gulma, pemangkasan, penyadapan dan perawatan jalan.

(24)

11 Sistem kerja borongan diterapkan untuk pekerjaan yang tidak rutin dilakukan setiap bulannya dan perlu waktu yang cepat untuk menyelesaikannya. Jenis pekerjaan untuk sistem ini antara lain pemancangan dan pekerjaan lubang tanam. Upah untuk sistem kerja harian Rp 65 200,00 /HK, sedangkan untuk upah borongan tergantung dengan jenis pekerjaannya. Contohnya untuk okulasi Rp 500,00 per batang okulasi hidup dan untuk penanaman di upah Rp 1 100,00 per tanaman.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Pembibitan

Total luas areal pembibitan (nursery) di TGE adalah 13.68 ha. Klon karet yang digunakan sebagai batang atas (entres) terdiri dari PB 260, PB 235, PB 340, RRIC 100, PB 314, PB 217, PM 10. Kegiatan pembibitan dimulai pengumpulan benih karet, seleksi benih, pengisian tanah dalam polybag, penyemaian dan okulasi. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiraman, prunning (pewiwilan), pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan di pembibitan dimulai pada pukul 06.30 WIB-14.00 WIB (7 jam/hari) dengan waktu istirahat 12.00 WIB-12.30 WIB, kecuali hari jumat kegiatan hanya berlansung sampai jam 12.00 WIB (5 jam/HK). Kegiatan teknis yang dilakukan di lahan pembibitan, yaitu seleksi benih, pengecambahan benih dan penyemaian kecambah, okulasi, seleksi hasil okulasi, penyerongan (cut back), dan pewiwilan.

Seleksi Benih. Metode seleksi benih yang dilakukan di TGE adalah dengan cara merendamkan benih karet ke dalam ember. Benih karet yang baik untuk dikecambahkan ditandai dengan posisi benih karet sepertiga atau setengah bagian dari benih karet tenggelam saat direndam, sedangkan benih karet yang dinilai tidak baik untuk dikecambahkan ditandai dengan seluruh bagian benih karet mengapung saat direndam. Norma kerja yang berlaku dilapangan untuk seleksi benih karet adalah 7 jam/HK, sedangkan norma kerja pengumpulan benih karet 16 kg/HK. Kegiatan seleksi benih dapat dilihat pada Gambar 1.

(25)

12

Penyemaian. Proses kegiatan pengecambahan benih dan penyemaian di TGE dilakukan dalam satu tahapan dimana pengecambahan benih langsung di polybag yang berukuran 25 cm x 45 cm sehingga proses pengecambahan benih disatukan dengan proses penyemaian bibit. Setiap polybag ditanami sebanyak 2 benih karet, hal ini untuk meminimalisir kemungkinan benih yang tidak tumbuh atau mati sehingga dari benih yang tumbuh akan dibiarkan satu tanaman yang tumbuh untuk dijadikan bibit batang bawah, sedangkan sisa kecambah yang lainnya akan dipindahkan ke bagian polybag yang kosong atau yang bijinya tidak tumbuh semua dalam polybag.

Penanaman benih di polybag denga cara benih-benih karet dibenamkan dengan perut benih terletak dibawah kemudian benih dibumbun dengan tanah . Keuntungan proses pengecambahan langsung di polybag adalah proses pengecambahan benih dan penyemaian berlangsung satu tahapan saja dalam satu polybag sehingga tidak ada proses pemindahan hasil pengecambahan ke penyemaian di polybag sehingga secara finansial akan menghemat biaya, tetapi kelemahan dari penanaman benih langsung di polybag adalah bibit tumbuh tidak seragam dan benih tumbuh lebih lama. Norma kerja untuk pengecambahan benih adalah 7 jam/HK, sedangkan norma untuk pengisian tanah ke dalam polybag adalah 200 polybag/HK. Kegiatan penanaman benih dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kegiatan penanaman benih

Okulasi. Jenis okulasi yang digunakan di lahan pembibitan TGE adalah okulasi coklat, dimana umur batang bawah telah mencapai 8-9 bulan di pembibitan, sedangkan batang atas (mata entres) yang digunakkan untuk okulasi kebanyakan berasal dari klon PB 260. Kegiatan okulasi dilakukan langsung di dalam polibag yang berukuran 25 cm x 40 cm oleh pekerja dengan sistem borongan dengan upah Rp 500,00 per okulasi hidup.

(26)

13

Gambar 3 Kegiatan okulasi

Seleksi (Culling). Seleksi dilakukan dengan melihat dan menghitung satu per satu tanaman hasil okulasi , tanaman yang berhasil ditandai dengan mata tunas yang berwarna hijau, sedangkan hasil okulasi yang gagal ditandai denga mata tunas berwarna cokelat atau hitam. Tanaman hasil okulasi yang pertumbuhannya jelek atau mati, dicabut dan dibuang kemudian dihitung untuk mengetahui tingkat kegagalan pada akhir pencatatan data di pembibitan. Pemeriksaan dilakukan setelah 20-21 hari pengokulasian dengan membuka pembalutnya.

Saat menghitung jumlah okulasi yang berhasil di TGE dari 4 971 batang bawah yang diokulasi pada petak 4 AB yang berhasil hanya mencapai 3 716 atau 66.72%, sedangkan pada petak 4 C dari 4 971 batang bawah yang diokulasi tingkat keberhasilannya hanya mencapai 3 744 atau 75.30%. Tingkat persentase keberhasilan okulasi di pembibitan TGE masih tergolong rendah. Keterampilan dalam mengokulasi sangat diperlukan agar persentase tingkat keberhasilan okulasi lebih tinggi.

Penyerongan. Pemotongan batang bawahdilakukan dengan kemiringan 45˚ pada posisi 5-10 cm diatas jendela okulasi. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gergaji serong dan dilakukan saat umur okulasi telah mencapai 25 hari dimana saat kantong plastik okulasi telah dibuka. Hasil dari okulasi dinamakan bud graft yang nantinya akan digunakan sebagai bahan tanam di lapangan.

Pewiwilan. Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas-tunas yang tumbuh pada bibit hasil okulasi dengan tetap menjaga tunas yang tumbuh hanya satu yakni tunas yang tumbuh dari mata okulasi yang bertujuan agar batang tanaman terus tumbuh ke atas. Hal ini dimaksudkan agar pada saat bibit ditanam di lapang, batang tanaman tumbuh lurus tanpa percabangan pada ketinggian yang tidak dikehendaki. Kegiatan penyerongan dan pewiwilan dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

(27)

14

Pemangkasan atau Prunning Cabang

Pemangkasan atau prunning cabang pada tanaman karet merupakan kegiatan membuang tunas cabang agar terbentuk bidang sadap yang ideal yaitu bulat, lurus, tegak dan panjang. Oleh karena itu, untuk mendapatkan bidang sadap yang ideal serta penyadapan bisa lebih maksimal, maka batang tanaman karet dibebaskan dari cabang sampai ketinggian 3.10 m. Proses pemangkasan dilakukan secara bertahap, mulai dari saat penanaman, tunas dan cabang-cabang yang tumbuh pada ketinggian kurang dari 170 cm dari tanah dibuang secara teratur setiap bulan sampai pada ketinggian 3 m. Norma kerja yang berlaku di lapangan adalah 7 jam/HK dengan pengawasan secara langsung oleh mandor perawatan.

Pemupukan pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan (TBM)

Pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) merupakan salah satu penunjang produksi yang sangat penting untuk menigkatkan pertumbuhan tanaman melalui pemberian unsur hara sehingga tanaman akan berproduksi tinggi dan dapat dipanen sesuai waktunya. Jadwal dan dosis pemupukan tanaman belum menghasilkan di TGE dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jadwal pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE

Dosis (g/pohon)

Bulan ke- Tempat Aplikasi Pupuk Lahan Datar Lahan Teras

0 Lubang CIRP 200 250

1 Piringan NPK 15.15.6.4 50 75

3 Piringan NPK 12.12.17.2 75 100

5 Piringan NPK 12.12.17.2 75 100

8 Piringan NPK 12.12.17.2 100 125

12 Piringan NPK 12.12.17.2 100 125

16 Piringan NPK 12.12.17.2 100 150

20 Piringan NPK 12.12.17.2 100 150

24 Piringan NPK 12.12.17.2 150 200

28 Piringan NPK 12.12.17.2 150 200

32 Piringan NPK 12.12.17.2 200 250

36 Piringan NPK 12.12.17.2 200 250

40 Piringan NPK 12.12.17.2 200 250

46 Piringan NPK 12.12.17.2 250 300

ª Sumber : SOP 3.3 Jadwal Pemupukan TBM PT PP London Sumatera.

(28)

15

(a) Pelangsiran pupuk (b) Aplikasi pupuk

Gambar 6 Kegiatan pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM)

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dilakukan dengan mengunakan dua cara, yaitu secara mekanis dan secara kimiawi. Secara mekanis dilakukan dengan menggunakan parang, cangkul, clurit dan arit, sedangkan secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma yang umum ditemui pada tanaman belum menghasilkan (TBM) di TGE adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), sembung rambat (Mikania micrantha), dan teki (Cyperus rotundus). Pengendalian gulma di piringan tanaman belum menghasilkan (TBM) merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang selalu diperhatikan di TGE agar pertumbuhan tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan mempercepat matang sadap. Kegiatan pengendalian gulma di piringan TBM, yaitu membersihkan gulma yang tumbuh dipiringan tanaman serta menyingkirkan LCC yang merambat pada tanaman menggunakan arit atau dongkel. Norma kerja untuk pekerjaan ini adalah 0.2 ha/HK, tetapi norma yang berlaku di lapangan adalah 7 jam/HK dengan pengawasan secara langsung dari mandor perawatan.

Pengendalian gulma secara kimiawi yang dilakukan di TGE adalah semprot barisan (strip spraying) dengan cara menyemprot barisan tanaman selebar 1.5-2 meter ke kiri dan ke kanan barisan tanaman. Penyemprotan herbisida dilakukan dengan menggunakan alat semprot micron herbi. Herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak dan sistemik dengan konsentrasi disesuaikan dengan alat yang digunakan dan tingkat kerapatan gulma. Jika menggunakan alat semprot gendong maka digunakan herbisida sistematik dengan dosis 4 l/ha, sedangkan menggunakan micron herbi dipakai herbisida kontak dengan dosis 50 cc/ha dan sistematik 150 cc/ha. Norma kerja yang berlaku untuk pekerjaan ini adalah 4 ha/HK. Kegiatan pengendalian gulma dapat dilihat pada Gambar 7.

(29)

16

Penyadapan

Penyadapan merupakan kegiatan pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks dikulit pohon, sehingga dari luka tersebut akan keluar lateks. Sistem sadap yang diterapkan di Divisi II (TGD), TGE adalah sistem sadap ½ S d/3 dan ½ S d/2. Sistem sadap ½ S d/3, artinya tanaman disadap setengah spiral setiap tiga hari sekali dimana setiap penyadap memiliki tiga hanca tetap untuk disadap secara bergiliran. Sistem sadap ½ S d/3 di Divisi II (TGD), TGE diterapkan pada tahun tanam muda yaitu ; tahun tanam 2004, 2006 dan 2008, sedangkan sistem sadap ½ S d/2, artinya tanaman disadap setengah spiral setiap dua hari sekali. Penerapan sistem sadap ½ S d/2 di Divisi II (TGD), TGE diterapkan pada tahun tanam 1995, 1996, 1997 dan 2001. Setiap hanca yang disadap oleh penyadap sangat bervariasi mencapai 400-500 tanaman atau setara dengan luasan satu hektar.

Penentuan Matang Sadap. Cara menentukan kesiapan atau kematangan matang sadap adalah dengan mengukur lilit batang. Pengukuran lilit batang dilakukan pada saat umur tanaman 5 tahun. Penentuan matang sadap di TGE untuk tanaman hasil okulasi dengan mengukur lilit batang pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah dan lilit batang telah mencapai 45 cm.

Pembukaan Bidang Sadap. Ketinggian bidang sadap pada saat pembukaan pertama kali berbeda-beda untuk tanaman asal biji dan okulasi. Pembukaan bidang sadap di TGE untuk tanaman hasil okulasi yaitu panel pertama (A) dibuka pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah. Panel (B) dibuka pada ketinggian 150 cm atau sama tinggi dengan bukaan pertama.

Arah dan Sudut Sadap. Arah sadap dari kiri atas ke kanan bawah membentuk irisan sadap ½ S untuk sistem sadap bawah dan ¼ S untuk sistem sadap atas. Pembuatan sudut yang miring ini dibantu dengan mal sadap. Arah bidang sadap jangan sampai terbalik karena sangat erat hubungannya dengan produksi lateks. Arah sadap yang benar akan memotong pembuluh lateks lebih banyak dibandingkan arah sadap yang terbalik. Karenanya, penyadapan harus dari kiri atas ke arah kanan bawah membentuk sudut 35º-45º.

Alat yang digunakan untuk penyadapan di Divisi II (TGD), TGE pada umumnya sama dengan perkebunan karet lainnya antara lain pisau sadap, talang lateks, mangkuk lateks, kawat mangkuk, wadah lump, ember kapasitas 10 kg, dan tong kapasitas 30 kg serta adanya sebuah meja (anjang-anjang) yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat meniriskan lump dan ember atau tong serta sebagai penanda hanca sadap seorang penyadap.

(30)

17 WIB, penimbangan sendiri dilakukan oleh Krani Timbang dibantu oleh Mandor Sadap. Kegiatan penyadapan dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) Pemotongan atau pelukaan lateks (b) Pengumpulan lateks

Gambar 8 Kegiatan penyadapan

Premi yang diberikan terutama jenis pekerjaan panen atau sadap, perhitungan premi di Perkebunan TGE adalah sebagai berikut :

1. Penyadap

Jika penyadap mendapat (3-5 kg karet kering x Rp 750,00),(6-8 kg karet kering x Rp 1 000,00)/(9 kg karet kering x Rp 1 250,00), (10 kg karet kering x Rp 1 750,00),( 11-12 kg karet kering x Rp 2 000,00), (13-14 kg karet kering x Rp 2 250,00), dan (lebih dari 15 kg x Rp 2 500,00)

2. Mandor Sadap

Rata-rata premi penyadap anggota x 1.5 3. Krani Timbang

Rata-rata premi penyadap satu TPH x 1.25 4. Mandor Satu

Rata-rata premi mandor satu divisi x 1.5

Penimbangan Lateks dan Lump

Penimbangan lateks dilakukan setelah kegiatan pengutipan atau pengumpulan lateks dari mangkok selesai, biasanya penimbangan hasil lateks di Divisi II TGE dilakukan pada pukul 11.30 WIB atau 12.00 WIB di tempat pengumpulan hasil (TPH). Penimbangan dilakukan oleh Krani Timbang dengan diawasi mandor sadap. Hasil penimbangan lateks masing-masing penyadap kemudian dicatat untuk dilaporkan ke kantor divisi. Tujuan dari penimbangan hasil adalah untuk mengetahui jumlah lateks, cuplump dan slab yang diperoleh penyadap guna menentukan besarnya premi penyadap.

(31)

18

tetap dalam keadaan cair sampai tiba ke pabrik pengolahan. Kegiatan penimbangan hasil lateks dan lump dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kegiatan penimbangan hasil lateks dan lump di TPH

Pengangkutan lateks di tempat pengumpulan hasil (TPH) harus segera dilakukan untuk mencegah prakoagulasi. Lateks di dalam tangki dialirkan dengan pipa menuju tangki pada traktor yang selanjutnya dibawa menuju gudang lateks, sedangkan cuplump dan slab yang telah terkumpul di tempat pengumpulan hasil (TPH) juga diangkut dengan cara diletakkan pada bak di depan tangki traktor untuk diolah lebih lanjut.

Pengukuran Kadar Karet Kering (KKK)

Pengukuran kadar karet kering (KKK) atau dry rubber content (DRC) merupakan kegiatan mengukur kadar karet kering dari lateks yang dihasilkan masing-masing penyadap di tempat pengumpulan hasil (TPH). Pengukuran kadar karet kering (KKK) dilakukan dengan menggunakan alat Metrolac Hydrometer. Metrolac Hydrometer adalah sebuah tabung gelas tertutup yang dipergunakan untuk mengukur kadar karet kering (KKK) dari lateks. Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil lateks dari tong penyadap menggunakan takaran berupa beaker 300 ml, kemudian dimasukkan ke dalam wadah pipa PVC dan dilarutkan dengan air dengan perbandingan 1:2, yaitu 300 ml lateks dan 600 ml air bersih, selanjutnya diaduk sampai merata kemudian Metrolac Hydrometer dimasukkan dan dibaca tera pada alat Metrolac untuk mengetahui kadar karet keringnya. Kadar karet kering (KKK) diperoleh dari pembacaan Metrolac dikalikan dengan angka 3.

Semakin tenggelam alat Metrolac Hydrometer saat dicelupkan ke dalam wadah, maka angka kadar karet kering yang diperoleh akan semakin tinggi. Pengukuran kadar karet kering (KKK) pada setiap penyadap dilakukan untuk menghindari terjadinya kecurangan berupa pencampuran lateks dengan air dan digunakan untuk memberikan premi kepada penyadap. Pengukuran KKK secara keseluruhan (global) dari seluruh kemandoran akan diukur di pabrik pengolahan. Pengukuran kadar karet kering (KKK) dengan Metrolac Hydrometer dapat dilihat pada Gambar 10.

(32)

19

(a)Metrolac Hydrometer (b) Pengukuran KKK

Gambar 10 Pengukuran kadar karet kering (KKK) dengan Metrolac Hydrometer di TPH

Aspek Manajerial

Asisten Divisi

Asisten Divisi memilki kewenangan dan tanggung jawab terhadap wilayah atau divisi yang dikelolanya. Tugas-tugas yang menjadi kewenangan Asisten Divisi adalah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan divisi, meliputi kegiatan penyadapan, perawatan tanaman dan adminitrasi di tingkat divisi.

Kegiatan saat menjadi pendamping asisten adalah mengikuti setiap kegiatan dalam kesehariannya seperti mengadakan pengawasan langsung di lapangan, menilai hasil pekerjaan disetiap mandor, memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada Mandor Satu ataupun Mandor Sadap, Mandor Pemupukan, dan Mandor Stimulansia dalam pelaksanaan teknis di lapangan baik perawatan maupun produksi tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunan tenaga kerja di lapangan.

Mandor Satu

Mandor Satu bertugas sebagai wakil Asisten Divisi di lapangan yang langsung mengkoordinir dan mengarahkan mandor-mandor lapangan, baik Mandor Sadap maupun Mandor Perawatan agar bekerja sesuai sesuai peraturan dan tata tertib perusahaan, serta menjaga kedisiplinan dalam bekerja. Dalam kegiatan teknis di lapangan Mandor Satu memberikan pengarahan dan motivasi kepada para mandor dan pekerja agar target pekerjaan dan produksi serta kualitas kerja tetap terjaga sebagai pertanggungjawaban kepada Asisten Divisi.

(33)

20

Mandor

Mandor mempunyai tugas untuk menyusun rencana kerja, mengatur jadwal tugas pagi, mengecek kehadiran karyawan harian, mengawasi kerja karyawan, dan memberikan pengarahan terhadap karyawan mengenai pekerjaan yang akan dilakukan serta memotivasi karyawan untuk bekerja lebih giat dan disiplin. Mandor di Perkebunan TGE terdiri dari Mandor Perawatan dan Mandor Sadap

Tugas-tugas yang dilaksanakan selama menjadi pendamping mandor antara lain pemeriksaan kesiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, mengecek dan mencatat kehadiran karyawan serta mengawasi kerja karyawan. Posisi mandor yang diikuti antara lain menjadi pendamping mandor di pembibitan, Mandor Sadap, dan Mandor Perawatan.

Mandor Perawatan. Bertugas mengarahkan para pekerja dalam hal perawatan tanaman. Mandor Perawatan terdiri Mandor Semprot dan Mandor Pemupukan.

Mandor Sadap. Bertugas mengawasi pekerjaan penyadap setiap harinya dan mencatat kehadiran para penyadap dibuku absensi, memeriksa peralatan sadapan yang kurang atau rusak serta mengawasi dan mengontrol kualitas sadapan dari masing-masing hanca penyadap karyawan. Selain itu, Mandor Sadap juga mengawasi penyetoran lateks penyadap. Permasalahan yang ditemui di lapangan saat menjadi pendamping Mandor Sadap antara lain kurang disiplinnya penyadap dalam kehadiran dan penyadapan yang masih kurang sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Banyak nya tanaman yang sudah rusak menyebabkan para penyadap melakukan penyadapan tidak sesuai dengan arahan mandor sadap.

Hal-hal yang harus dilakukan oleh mandor untuk mengatasi masalah tersebut adalah memperketat pengawasan, memberikan pengarahan, memberikan hukuman pada karyawan yang kurang disiplin dan memberikan penghargaan kepada penyadap yang disiplin.

Krani Divisi

Krani Divisi mempunyai peranan dalam hal pencatatan data dan administrasi divisi, Krani Divisi membuat laporan rencana dan realisasi pekerjaan di lapangan dalam hal ini Krani Divisi mengerjakan pembukuan terkait target hasil, statistik hasil, hasil produksi lateks, kegiatan harian, laporan asisten, dan lain-lain. Hasil pekerjaaan kemudian dilaporkan kepada Asisten Divisi dan kantor kebun. Dalam melaksanakan pekerjaannya Krani Divisi dibantu oleh Krani Absen dan Krani Timbang Lateks.

Krani Absen. Bertugas membantu Krani Divisi terkait masalah penggunaan tenaga kerja dan upah tenaga kerja, serta mngabsen dan mencatat jumlah tenaga kerja yang bekerja pada hari itu baik untuk kegiatan penyadapan maupun kegiatan perawatan.

(34)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Pohon yang Dapat Disadap

Persentase pohon sadap merupakan persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap dari masing-masing penyadap. Sistem hanca yang digunakan di TGE adalah sistem hanca tetap. Sistem hanca tetap berarti masing-masing penyadap menyadap hanca yang sama dalam interval sesuai rotasi sadap yang digunakan, yaitu tiga hari ( ½ S d/3). Pembagian hanca masing-masing penyadap pun berbeda dan bervariasi. Jarak tanam yang digunakan di TGE adalah 6 m x 3.3 m, sehingga populasi tanaman per hektar mencapai 505 tanaman. Rata-rata persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap

Nama Tahun Jumlah Jumlah Pohon Persentase Pohon

Penyadap Tanam Hanca Pohon/hanca Pohon Disadap Tersadap (%)

Diamati

Amani 2006 3 500 430 86.0

Budiono 2006 3 499 428 85.7

Pendi 2006 3 547 441 80.6

Wahyudi 2006 3 488 414 84.8

Isbandi 2004 3 501 443 88.4

Jumadi 2004 3 550 501 88.6

Muslim 2004 3 550 508 91.0

Rohadi 2004 3 460 433 94.1

Rata–rata 3 511 449 87.4

Tabel 6 memperlihatkan bahwa rata-rata populasi pohon/hanca adalah sebesar 511, sedangkan rata-rata persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap adalah sebesar 449 pohon/hanca atau 87.4% dari total populasi. Persentase pohon yang tersadap per hanca sadap di TGE masih tergolong wajar selama tidak dibawah dari 80%, namun persentase pohon yang tersadap per hanca sadap di TGE lebih rendah jika dibandingkan di Kebun Sumber Tengah, PTPN X11. Menurut Ismail (2012) persentase pohon yang tersadap di Kebun Sumber Tengah, PTPN X11 sebesar 90.98% dari total populasi.

Persentase pohon yang tersadap per hanca sadap di TGE hanya sebesar 87.4%, hal ini dikarenakan terdapat banyak tanaman yang belum memenuhi kriteria matang sadap terutama pada tanaman tahun tanam 2006, sedangkan pada tahun tanam 2004 dikarenakan banyak tanaman yang rusak, mati, tumbang, dan terserang kekeringan alur sadap (KAS). Hal ini diakibatkan karena intensitas penyadapan yang terlalu sering terutama penyadapan yang dilakukan oleh penyadap liar.

(35)

22

Persentase Pohon yang Terserang Kering Alur Sadap (KAS)

Beberapa pohon yang tidak disadap oleh penyadap di TGE disebabkan terdapat beberapa pohon yang terserang kekeringan alur sadap (KAS). Kejadian pohon yang terserang KAS di Perkebunan TGE dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) pada dua tahun tanam

Tahun Tanam ∑ Hanca yang Diamati % Kering Alur Sadap 2004

2006

12 12

5.62 a 0.43 b

ªAngka-angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa persentase kejadian kering alur sadap (KAS) pada tahun tanam 2004 sebesar 5.62% lebih tinggi dibandingkan pada tahun tanam 2006, yaitu sebesar 0.43%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun tanam 2004 sering adanya interaksi dengan tingkat eksploitasi yang lebih tinggi, terutama karena adanya intensitas penyadapan yang terlalu sering. Menurut Sumarmadji (2001) bahwa tanaman yang berumur lebih tua sering dilaporkan mengalami KAS lebih tinggi dikarenakan adanya interaksi dengan tingkat eksploitasi yang lebih tinggi serta penggunaan stimulansia yang berlebihan.

Pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) di TGE bukan diindikasikan karena tanaman tersebut telah berumur lebih tua, tetapi lebih disebabkan karena adanya intensitas penyadapan yang terlalu sering, terutama adanya penyadapan liar yang dilakukan pada malam hari terutama pada tahun tanam 2004, sehingga dalam satu hari tanaman karet disadap dua kali, ditambah masih diaplikasikan penggunaan stimulansia atau ethrel.

Pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) pada tahun tanam 2004 di TGE sebesar 5.62% dari populasi. Namun kejadian KAS pada tahun tanam 2004 di TGE masih tergolong dalam batas yang dapat ditolerir dibandingkan kejadian KAS yang terjadi di PTP Nusantara lainnya. Sumardmadji (2001) menyatakan bahwa secara umum kejadian KAS yang terjadi di PTP Nusantara berkisar 6-25% terhadap populasi menghasilkan.

Penyakit brown blast atau kering alur sadap (KAS) bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, melainkan karena penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai penggunaaan bahan perangsang lateks (Damanik et al. 2010). Menurut Anwar (2001) kering alur sadap (KAS) mengakibatkan pohon yang disadap tidak mengalirkan lateks dari sebagian alur sadap. Kemudian dalam beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak mengeluarkan lateks, bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat, kulit menjadi pecah-pecah dan di batang terjadi pembengkakan atau tonjolan. Jika persentase pohon yang terserang penyakit brown blast atau kering alur sadap (KAS) dalam jumlah yang banyak tentu akan sangat berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas yang dihasilkan.

(36)

23 penggunaan bahan perangsang lateks. Gejala kering alur sadap (KAS) pada pohon karet di TGE dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Pohon yang terserang kering alur sadap (KAS)

Kondisi Kulit Sadapan

Konsumsi kulit dan kedalaman sadapan sangat menentukan umur produksi tanaman, sehingga diperlukan teknik penyadapan yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Konsumsi kulit anjuran di TGE adalah 1.7 mm per hari sadap untuk sistem sadap ½ S d/3, sehingga konsumsi kulit anjuran per bulan adalah 17 cm. Hasil pengamatan kondisi kulit sadapan di TGE dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kondisi kulit sadapan beberapa penyadap di TGE pada tanaman menghasilkan (TM) tahun tanam 2006

Penyadap Lilit Batang

(cm)

Tinggi Alur Sadap

(cm)

Panjang Alur Sadap

(cm)

Konsumsi Kulit Sadap

(mm)

Kedalaman Irisan Sadapan dari Kambium

(mm)

1 54.57 101.48 30.43 1.42 1.59

2 55.14 103.09 31.41 1.98 1.87

3 53.38 103.10 31.16 1.66 1.40

4 55.19 102.40 31.01 2.02 1.62

Rata-rata 54.57 102.51 31.00 1.77 1.62

(37)

24

Tabel 9 Standar konsumsi kulit sadapan di TGE

Jenis Interval Konsumsi Kulit

Sistem Sadap Kulit Penyadapan Per Hari Per Bulan Per Tahun

(mm) (mm) (cm)

Sadap bawah Perawan d/2 1.2 18 21

Sadap bawah Perawan d/3 1.7 17 19

Sadap bawah Perawan d/4 1.8 13 15

Sadap bawah Pulihan d/3 2.0 20 24

Sadap atas ¼ S Perawan d/3 2.5 25 30

Sadap atas ½ S Perawan d/3 3.0 30 36

ª Sumber : Buku SOP 4.2 Sistem penyadapan PT PP London Sumatera.

Kedalaman irisan sadapan di TGE (Tabel 7) masih kurang dalam dan masih bisa diekploitasi sampai batasan kedalaman irisan sadapan anjuran perusahaan, yakni 1-1.5 mm dari lapisan kambium. Menurut Damanik et al. (2010) penyadapan yang terlalu dangkal akan menyebabkan berkas pembuluh lateks yang terpotong sedikit. Jumlah berkas pembuluh lateks yang terpotong akan mempengaruhi jumlah lateks yang keluar. Semakin sedikit berkas pembuluh lateks yang terpotong maka semakin sedikit jumlah lateks yang keluar, tetapi penyadapan yang terlalu dalam sampai melukai kambium akan mengakibatkan kulit pulihan rusak atau tidak rata, sehingga akan menyulitkan dalam penyadapan berikutnya.

Tinggi alur sadap yang diukur saat ini dipengaruhi oleh ketebalan kulit yang disadap. Semakin tipis penyadapan maka pemakaian kulit semakin hemat, begitu juga sebaliknya semakin tebal irisan sadap maka pemakaian kulit akan semakin boros, panjang alur sadapan tergantung dari besar tanaman atau lilit batang tanaman. Semakin besar atau semakin panjang lilit batang nya maka semakin panjang alur sadapnya.

Rata-rata lilit batang dari hasil pengamatan adalah 54.57 cm, hal ini menunjukkan bahwa tanaman karet tersebut telah memenuhi kriteria matang sadap, dimana lilit batangnya > 45 cm sesuai dengan umur tanaman yang telah memasuki umur 7 tahun. Menurut Setiawan dan Andoko (2008) kriteria dalam menentukan matang sadap karet adalah dengan melihat umurnya. Biasanya karet telah matang sadap setelah berumur lima tahun, dengan catatan tanaman berada pada lingkungan yang sesuai dan pertumbuhannya normal. Kriteria lain untuk menentukan matang sadap karet adalah dengan melihat ukuran lilit batang. Lilit batang dinilai bisa memberi informasi ketebalan kulit dan kemampuan fisiologis menghasilkan lateks dalam jangka waktu lama. Jika 65% dari sampel pohon telah memiliki lilit batang 45 cm yang diukur pada jarak 130 cm dari permukaan tanah, berarti di areal tersebut sudah bisa dilakukan penyadapan.

(38)

25 Produksi lateks di TGE masih bisa ditingkatkan terutama pada tahun tanam 2006 yang diamati, karena kedalaman irisan sadapan masih bisa eksploitasi sampai batasan kedalaman irisan sadapan anjuran, yakni 1-1.5 mm dari lapisan kambium, sedangkan dari hasil pengamatan (Tabel 8) menunjukkan rata-rata kedalaman irisan sadapan adalah 1.62 mm dari lapisan kambium, sehingga masih sangat memungkinkan produksi lateks ditingkatkan dengan penyadapan kedalaman irisan yang lebih dalam dengan kedalaman irisan sadapan anjuran perusahaan, yakni 1-1.5 mm dari lapisan kambium.

Penggunaan Stimulansia

Penggunaan stimulansia bertujuan untuk meningkatkan produksi lateks karena bahan aktif ethepon yang biasa dipakai untuk stimulansia mengeluarkan gas etilen yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya dalam pembuluh lateks. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks. Teknik aplikasi yang biasa digunakan adalah groove aplication (bidang sadap bawah), scrapping aplication (bidang sadap atas) dan gas application (Siregar dan Suhendry 2013).

Hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan mandor-mandor di lapangan proses pengenceran stimulansia (ethrel) sudah sesuai rekomendasi perusahaan dengan perbandingan 1: 3, yakni 1 liter ethrel dan 3 liter air (aquades). Namun pelaksanaan aplikasi di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja memberikan larutan stimulansia sering kali melebihi dosis yang dianjurkan perusahaan, dimana setiap tetesnya lebih dari 0.25 cc stimulan atau pemberian yang lebih dari 3 tetes, kemudian untuk aplikasi sadap bawah setelah ditetesi ethrel pada alur sadap tidak olesi dengan kuas secara merata, hal ini menyebabkan pemberian ethrel yang tidak merata pada alur sadap, serta tidak adanya pengawasan secara langsung dari mandor, sehingga pemberian stimulansia oleh para pekerja sering melebihi dosis yang dianjurkan perusahaan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan secara langsung dari mandor di lapangan, serta para pekerja harus tetap memperhatikan SOP (standar operasional prosedur) yang telah ditetapkan perusahaan, agar para pekerja bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan.

Kegiatan aplikasi stimulansia di TGE harus mengikuti SOP (standar operasional prosedur) perusahaan. Adapun SOP penggunaan stimulansia yang telah ditetapkan perusahaan meliputi : Waktu Aplikasi, Cara Aplikasi, Jumlah dan Konsentrasi Stimulansia, dan Tindakan Pencegahan.

(39)

26

kesehatan tanaman dan tidak diaplikasikan pada waktu musim gugur. Stimulansia harus diaplikasikan 12-24 jam sebelum penyadapan dan harus dihentikan jika diperkirakan akan turun hujan.

Cara Aplikasi. Aplikasi stimulansia di TGE dimulai dengan proses pengenceran larutan stimulan dengan mencampurkan bahan stimulan dan aquades dengan perbandingan 1:3, yaitu 1 liter stimulan dan 3 liter aquades. Aplikasi pada sadap bawah yakni sekrap pada alur sadap ditarik dengan menggunakan cungkit, kemudian meneteskan larutan stimulan dari botol mineral pada alur sadap 2-3 tetes lalu dioles sampai merata menggunakan kuas kecil atau sikat.

Jumlah dan Konsentrasi Stimulansia. Jumlah dan konsentrasi yang diberikan tergantung besarnya pohon. Tetesan dari botol spritus yang benar yaitu 0.25 cc/tetes, sehingga didapatkan 0.5-0.75 cc stimulan/pohon atau trergantung besarnya pohon. Pohon yang lebih kecil cukup menggunakan 2 tetes larutan (0.25 cc), sedangkan pada pohon yang lebih besar menggunakan 3 tetes larutan (0.75 cc).

Tindakan Pencegahan. Stimulansia akan membuat kadar karet kering (KKK) menjadi rendah. Penurunan yang drastis harus dilihat sebagai tanda peringatan. Jika KKK turun sampai 25% maka stimulansia harus dihentikan selama 2 bulan, jika KKK sudah normal maka stimulansia bisa dimulai kembali. Pengawasan yang hati-hati harus dilakukan pada setiap langkah aplikasi stimulansia.

Aplikasi stimulansia yang berlebihan akan menimbulkan kerugian karena akan berdampak pada terjadinya penyakit kering alur sadap (KAS). Menurut Siregar dan Suhendry (2013) salah satu penyebab penyakit bidang sadap kering alur sadap (KAS) adalah penggunaan stimulansia yang berlebihan, dengan menggunakan stimulansia maka potensi KAS menjadi tinggi. Bila angka KAS (parsial maupun total) sudah > 8% dari suatu populasi maka penggunaan stimulansia segera dihentikan

Penggunaan stimulansia pada umumnya akan menurunkan kadar karet kering (KKK). Namun selama penurunan itu tidak lebih dari 3%, maka penggunaan stimulansia dapat diteruskan. Namun bila penurunan kadar karet kering (KKK) lateks sudah > 3% maka langkah yang harus dilakukan adalah menghentikan penggunaan stimulansia (Siregar dan Suhendry 2013). Kegiatan aplikasi stimulansia di TGE dapat dilihat pada Gambar 12.

(a) Aplikasi pada sadap bawah (b) Aplikasi pada sadap atas

(40)

27

Tenaga Kerja Sadap Terhadap Produksi Lateks

Analisis tenaga kerja sadap terhadap produksi lateks di TGE meliputi : usia, pendidikan, dan pengalaman menyadap, sehingga perlu dilakukan pengamatan dan wawancara terhadap tenaga penyadap untuk membandingkan produksi lateks yang dihasilkan penyadap yang bebeda usia, pengalaman, dan pendidikan. Pengamatan terhadap produksi lateks yang dihasilkan berdasarkan usia penyadap, yaitu dengan membandingkan usia penyadap < 33 tahun dan usia penyadap ≥ 33 tahun. Data pengamatan terhadap produksi yang dihasilkan penyadap berdasarkan klasifikasi usia yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda usia

Tingkat Usia Nama Penyadap Usia

Rata- rata Produksi lateks

(tahun) (kg/hari)

Joni S 32 51.2

Ahmad R 27 49.1

Usia < 33 tahun Wahyudin 20 51.8

Yulianto 26 48.7

Nuryanto 28 46.8

Rata-rata 26.6 49.52a

Bejo 33 50.0

Musliadi 33 50.4

Usia ≥ 33 tahun Senen 35 44.6

Misto 34 48.1

Sarul 35 46.4

Rata-rata 34 47.90a

Koefisien Keragaman 4.57%

ªAngka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t- student taraf 5%.

Tabel 10 menunjukkan bahwa penyadap yang berusia < 33 tahun menghasilkan produksi lebih tinggi dari pada penyadap yang berusia ≥ 33 tahun. Namun hasil uji t- student pada taraf 5% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata artinya usia penyadap tidak mempengaruhi terhadap produksi yang dihasilkan.

(41)

28

Tabel 11 Perbandingan produksi yang dihasilkan penyadap yang berbeda pengalaman

Tingkat Pengalaman Rata-rata

Pengalaman Nama Penyadap Menyadap Produksi Lateks

(tahun) (kg/hari)

Koefisien Keragaman 3.93%

ªAngka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t- studenttaraf 5%.

Tabel 11 menunjukkan bahwa faktor pengalaman penyadap tidak mempengaruhi terhadap produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap. Menurut Asim (2012) faktor pengalaman penyadap juga tidak selalu mempengaruhi terhadap produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap di PT Air Muring, Bengkulu.

Pengamatan juga dilakukan terhadap kelas sadap dengan membandingkan produksi yang dihasilkan oleh penyadap yang berpendidikan SD dengan penyadap yang berpendidikan SMP. Data pengamatan terhadap produksi yang dihasilkan antara penyadap berpendidikan SD dan penyadap berpendidikan SMP dapat dilihat pada Tabel 12.

ª Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t- student taraf 5%.

Tabel 12 memperlihatkan bahwa produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap yang berpendidikan SD dan SMP tidak mempengaruhi terhadap produksi yang dihasilkan. Faktor pendidikan juga tidak mempengaruhi terhadap hasil lateks yang dihasilkan penyadap di PT Air Muring, Bengkulu (Asim 2012). Hal ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan tidak mempengaruhi terhadap produksi lateks yang dihasilkan oleh penyadap.

(42)

29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kegiatan magang yang dilakukan di TGE dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam mempelajari sistem penyadapan tanaman karet baik melalui kegiatan teknis maupun manajerial. Kegiatan penyadapan di TGE adalah salah satu kegiatan yang diutamakan karena merupakan kegiatan utama perusahaan untuk mencapai target produksi. Manajemen yang baik dan terkontrol akan menjamin keberlanjutan umur produksi dan umur ekonomis tanaman secara terus menerus. Namun sistem penyadapan di TGE yang menyangkut persentase pohon yang dapat disadap, kedalaman irisan sadapan, konsumsi kulit, kering alur sadap (KAS), dan penggunaan stimulansia masih memerlukan perhatian.

Rata-rata persentase pohon yang dapat disadap per hanca sadap di Perkebunan TGE adalah sebesar 87.4% atau 449 pohon/hanca dari total populasi. Persentase pohon yang terserang kering alur sadap (KAS) pada tahun tanam 2004 di TGE lebih tinggi yaitu sebesar 5.62%, sedangkan persentase tanaman yang terserang kering alur sadap (KAS) pada tahun tanam 2006 yaitu sebesar 0.43%. Rata-rata konsumsi kulit sadapan di TGE sedikit melebihi dengan standar perusahaan yakni lebih dari 1.70 mm, sedangkan rata-rata konsumsi kulit sadapan di lapangan adalah 1.77 mm, hal ini masih tergolong wajar dan masih dapat ditolerir. Kedalaman sadapan di TGE adalah 1.62 mm dari lapisan kambium dan masih kurang dalam, sesuai dengan kedalaman sadapan anjuran perusahaan yaitu seharusnya 1-1. 5 mm dari lapisan kambium.

Aplikasi stimulansia di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja memberikan larutan stimulansia sering kali melebihi dosis yang dianjurkan perusahaan. Aplikasi pada sadap bawah tidak diolesi dengan kuas serta tidak adanya pengawasan secara langsung dari mandor di lapangan. Faktor usia, pengalaman, dan pendidikan tenaga kerja penyadap di TGE, tidak mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan oleh penyadap

Saran

Gambar

Tabel 2 Luas areal tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) per tahun tanam di TGE
Gambar 3 Kegiatan okulasi
Tabel 8 memperlihatkan bahwa konsumsi kulit sadapan di lapangan sedikit
Tabel 10 menunjukkan bahwa penyadap yang berusia < 33 tahun

Referensi

Dokumen terkait

Saya mengesahkan bahawa satu Jawatankuasa Pemeriksa telah berjumpa pada 3 September 2010 untuk menjalankan peperiksaan akhir bagi Rohana binti Abdul Rahim untuk menilai tesis

Dalam penelitian analisis verifikatif digunakan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada

Dari hasil kuesioner bagian informasi yang terdapat di lampiran yang disebarkan kepada orang yang setidaknya pernah melakukan donor minimal 1 kali, diketahui bahwa dari 60

[r]

Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Izzati (2017) yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Peran Orang Tua dengan Perilaku Cyberbullying Pada

fenomena yang terjadi di mana telah terjadi pergeseran fungsi cafe dari yang awalnya hanya menjadi tempat makan saja menjadi tempat berkumpul dan bersosialisasi,

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dan kajian untuk pengembangan ilmu kedokteran gigi dalam meningkatkan upaya promotif-preventif kesehatan gigi dan

Dalam hal penumpang memiliki lebih dari satu Tiket Kereta Api yang memiliki sifat persambungan dengan Tiket terpisah, pada saat pemegang Tiket terlambat