• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik dan Kimia Daging Domba Lokal Asal Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) pada Genotipe Calpastatin yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Fisik dan Kimia Daging Domba Lokal Asal Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) pada Genotipe Calpastatin yang Berbeda"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING DOMBA LOKAL ASAL UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL

(UP3J) PADA GENOTIPE CALPASTATIN YANG BERBEDA

P SKRIPSI P DARI SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Dari Saputra. D14061290. 2012. Sifat Fisik dan Kimia Daging Domba Lokal Asal Unit Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J) pada Genotipe Calpastatin yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahyu, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Karkas merupakan produk utama usaha peternakan ternak potong. Karkas dipotong menurut potongan komersialnya. Selain karkas, masih ada juga bagian non karkas yang dapat dimakan. Pada umumnya, pengukuran kualitas karkas dari suatu ternak dilakukan setelah ternak tersebut dipotong. Namun kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan upaya tersebut dapat dilakukan sebelum ternak dipotong yaitu dengan identifikasi DNA, dengan cara mencari keragaman gen yang mengontrol sifat ekonomis. Calpastatin merupakan sebuah gen yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia daging domba jonggol pada genotipe calpastatin yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret sampai Oktober 2010 di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan ternak domba ekor tipis jantan yang berasal dari Jonggol sebanyak sembilan ekor dengan bobot rata-rata 21,41±2,35 kg saat dipotong. Perlakuan terdiri atas dua macam genotipe calpastatin, yaitu genotipe MM dan MN dengan ulangan lima dan empat kali. Peubah yang diamati adalah daya mengikat air, pH, susut masak, keempukan, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Data dianalisis dengan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan genotipe MM dan MN tidak berbeda pada hasil uji sifat fisik dan kimia daging domba. Rataan nilai hasil uji pH adalah 5,4575±0,149, daya mengikat air 38,5±3,755, keempukan 2,926±0,6625, dan susut masak 45,795±3,68. Rataan nilai hasil uji kadar air adalah 75,705±4,069, protein 20,81±4,36, lemak 1,03±0,853, abu 0,9575±0,162, dan karbohidrat 1,697±0,931.

(3)

ABSTRACT

Physical and Chemical Properties of Local Sheep Meat from Education and Research Unit of Jonggol (UP3J) in Different

Genotype Calpastatin

Saputra, D., S. Rahayu, and C. Sumantri

Carcass is the main product in sheep fattening business. Carcass were cut into commercial pieces. Generally, carcass’s quality determine after the animal slaughtered. However, advances in molecular biology allow these methods can be done before the animal slaughter, such as identification of DNA, by looking for genes diversity that control of economic value. Calpastatin is the spesific inhibitor of µ- and m-calpain. Calpastatin activities related with the rate of postmortem proteolysis and tenderness. The increase of calpastatin activities has an effect to increase muscle mass and decrease meat tenderness. Calpastatin used as an indicator for selection of livestock that have a high carcass quality. The aims of this research is identify physical and chemical properties of representative sheep meat on a different calpastatin genotypes. Biceps femoris in leg (commercial pieces) used as sample. Samples were taken by separating the fat, meat, and bones. Tukey’s test used as experimental design with two genotypes (MM and MN). Result showed MM and MN’sgenotype didn’t have differences on physical and chemical properties of sheep meat.

(4)

SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING DOMBA LOKAL ASAL UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL

(UP3J) PADA GENOTIPE CALPASTATIN YANG BERBEDA

DARI SAPUTRA D14061290

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul Skripsi : Sifat Fisik dan Kimia Daging Domba Lokal Asal Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) pada Genotipe

Calpastatin yang Berbeda

Nama : Dari Saputra

NIM : D14061290

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Sri Rahayu, M.Si) (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: 19570611 198703 2 001 NIP: 19591212 198603 1 004

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawit Permai, Siak Sri Indrapura - Riau pada tanggal 28

Februari 1988 dari pasangan Suhari dan Julaeha. Penulis merupakan anak kedua dari

3 bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2000, Sekolah

Menengah Pertama selesai pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas selesai

pada tahun 2006. Selanjutnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Di tahun 2007 penulis diterima di Fakultas

Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) voli. Penulis juga pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Produksi

Peternakan (HIMAPROTER), anggota di divisi infokom, dan panitia di beberapa

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puja, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung dan tak

ternilai jumlahnya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabi’in, ulama, dan juga kepada kita semua sebagai pengikutnya yang taat hingga akhir zaman nanti.

Skripsi dengan judul “Sifat Fisik dan Kimia Daging Domba Lokal Asal Unit Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J) pada Genotipe Calpastatin yang Berbeda” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan kimia daging domba pada gen calpastatin

yang berbeda. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi bagi kalangan akademisi dan praktisi untuk meningkatkan kemampuan dan

produktifitas sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak

terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya. Semoga skripsi ini

memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi dunia pendidikan dan

peternakan.

Bogor, Februari 2012

(8)
(9)

Prosedur ... 16

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Keadaan Umum Penelitian ... 25

Sifat Fisik Daging ... 26

Sifat Kimia Daging ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

UCAPAN TERIMA KASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Daging dari berbagai Spesies Ternak………... 10

2. Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria Humidicola, Umbi Ubi

Jalar, dan Konsentrat………. 26

3. Rataan Hasil Sifat Fisik Domba Penelitian………... 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Potongan Komersil Karkas Domba ... 6

2. Alat Pompa Tekanan ... 19

3. Warner Blatzer ... 20

4. pH Meter ... 20

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji Tukey Kualitas Fisik Daging dengan Minitab 14 ... 40

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peningkatan populasi penduduk, tingkat kesejahteraan, dan kesadaran

masyarakat tentang pentingnya protein hewani menyebabkan meningkatnya

permintaan sumber protein hewani yang berupa daging. Jumlah konsumsi daging

domba pada tahun 2008 mencapai 51.894 ton dari jumlah konsumsi protein hewani

lainnya dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan daging yang cukup

besar tersebut belum dapat dipenuhi dari produksi daging domba dalam negeri,

meskipun jumlah populasi ternak domba sebesar 10,91 juta ekor dan dari tahun ke

tahun terus mengalami peningkatan (Dirjennak, 2010). Oleh karena itu diperlukan

suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak menjadi lebih baik dengan cara

perbaikan mutu genetik domba lokal yang ada di Indonesia, salah satunya yaitu

domba ekor tipis. Keunggulan dari domba ekor tipis adalah bersifat prolifik, beranak

sepanjang tahun dan mudah beradaptasi dengan baik di lingkungan setempat, namun

domba ekor tipis ini mempunyai kelemahan, yaitu produksi karkas yang dihasilkan

masih rendah.

Peningkatan mutu genetik domba ekor tipis dapat dilakukan dengan cara

seleksi. Kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan upaya seleksi

dapat dilakukan pada tingkat DNA, yaitu dengan cara mencari keragaman gen yang

mengontrol sifat ekonomis, salah satunya gen calpastatin. Calpastatin merupakan

sebuah gen yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot.

Peningkatan aktivitas calpastatin menyebabkan terjadinya pertambahan massa otot

dan penurunan keempukan daging. Keragaman gen calpastatin diduga terkait dengan

sifat pertumbuhan domba lokal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat fisik dan kimia daging

domba lokal asal Unit Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J) pada genotipe

(14)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

Domba domestikasi termasuk golongan hewan-hewan bertulang belakang,

menurut Blakely dan Bade (1998) klasifikasi domba adalah sebagai berikut:

Sub Kingdom : Vertebrata

Klass : Mammalia

Ordo : Ungulata

Sub-ordo : Artiodactyla

Section : Pecora

Familia : Bovidae

Sub-familia : Caprinae

Genus : Ovis

Species : Ovis aries

Domba merupakanhewan yang hampir tidak memiliki insting untuk

mempertahankan diri, serta begitu besar ketergantungannya pada manusia. Tidak

seperti hewan-hewan yang lain, domba mempunyai kecenderungan untuk cepat

menyerah terhadap tekanan yang dialaminya. Domba menghasilkan dua produk

utama yaitu daging dan wool. Cara seleksi untuk domba bervariasi, tergantung pada

tujuan pemanfaatan domba itu. Pada kelas-kelas untuk tujuan dipotong, domba

jantan dewasa (jantan kastrasi sebelum mencapai masa kelamin) adalah yang paling

umum diperbandingkan, meski yang betinapun dapat pula diperbandingkan (Blakely

dan Bade, 1991).

Gigi merupakan bagian tubuh ternak yang berada di rongga mulut yang

berguna untuk mengunyah makanan. Ternak juga sama halnya dengan manusia,

yaitu mempunyai gigi yang membantu dalam proses pencernaan pakan. Pada ternak

domba ada hal yang unik, yaitu gigi mengalami perubahan secara terus-menerus

dengan suatu karakteristik tertentu. Gigi pada domba dapat digunakan untuk

menduga umur domba jika tidak ada catatan produksi ataupun data kelahiran dari

ternak domba yang ingin diketahui umurnya (Frandson, 1992).

Frandson (1992) menyatakan bahwa pendugaan umur pada domba dapat

dilakukan dengan memperhatikan perubahan pada gigi seri domba. Perubahan gigi

(15)

seri sentral, domba berumur 1 hari – 1 minggu; (2) sepasang gigi seri susu lateral,

domba berumur 1 – 2 minggu; (3) sepasang gigi seri susu intermedial, domba

berumur 2 – 3 minggu; (4) sepasang gigi seri susu sudut, domba berumur 3 – 4

minggu; (5) sepasang gigi seri susu sentral digantikan oleh sepasang gigi seri

permanen, domba berumur 1 – 1,5 tahun; (6) sepasang gigi seri susu lateral

digantikan sepasang gigi seri permanen lateral, domba berumur 1,5 – 2,5 tahun; (7)

sepasang gigi seri susu intermedial digantikan sepasang gigi seri permanen

intermedial, domba berumur 2,5 – 3,5 tahun; (8) sepasang gigi seri sudut digantikan

sepasang gigi seri permanen sudut, domba berumur 3,5 – 4 tahun.

Domba Lokal

Menurut Subandriyo dan Djajanegara (1996) domba lokal terdiri atas dua

bangsa yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Asal-usul domba ini tidak

diketahui dengan pasti. Namun diduga berasal dari India dan domba ekor gemuk

berasal dari Asia Barat.

Domba lokal Jonggol merupakan domba ekor tipis silangan dengan domba

Garut secara acak. Domba Jonggol telah dipelihara dengan sistem manajemen

penggembalaan sejak tahun 1980 di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan

Jonggol (UP3J) Fapet - IPB dan terseleksi secara alami untuk lingkungan panas dan

kering. Domba Jonggol jantan dewasa mempunyai bobot tubuh sebesar 34,9 kg,

sedangkan bobot tubuh domba betina sebesar 26,1 kg (Sumantri et al., 2007). Bobot

tubuh domba Jonggol lebih tinggi bila dibandingkan sejumlah domba lokal lainnya,

misalnya bila dibandingkan dengan bobot tubuh dewasa jantan dan betina dari

domba Donggala (24,0 dan 25,3 kg), Kisar (25,8 dan 18,9 kg), dan Rote (27,9 dan

20,3 kg), tetapi hampir sama dengan bobot dewasa domba jantan dan betina dari

Sumbawa (33,8 dan 26,9 kg).

Domba ekor tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang

dipengaruhi oleh gen Prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo dan

Djajanegara, 1996). Bobot karkas domba ekor tipis adalah 41,11 – 44% (Adiwinarti,

1999). Domba ekor tipis ini memiliki tubuh yang kecil, untuk domba jantan dewasa

15 - 20 kg. Domba ekor tipis memiliki warna dominan putih dan terdapat belang

(16)

melengkung, sedangkan domba betina biasanya tidak bertanduk. Domba ekor tipis

mempunyai telinga ukuran sedang dan wool yang kasar (Mason, 1980). Menurut

Permana (2003), domba ekor tipis memiliki resistensi yang tinggi terhadap cacing

Haemoncus contortus.

Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika,

tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar

adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai

menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad

ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina,

Jepang, dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90%

(rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).

Menurut Yufdy et al., (2006) varietas ubi jalar cukup banyak, namun baru

142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan

sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) berdaya

hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar, b) berumur pendek (genjah) antara 3 - 4 bulan, c)

rasa ubi enak dan manis, d) tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp) dan

penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp, e) kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100

g, dan f) keadaan serat ubi relatif rendah. Beberapa varietas unggul yang telah

dilepaskan ke lapangan memiliki umur yang berbeda, demikian juga dengan

ketahanan terhadap hama boleng (kumbang Cylas formicarius).

Secara fisik,kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan

merupakan umbi dari bagian batang tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan

tidak selalu sama dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam,

dapat berwarna putih, kuning, jingga kemerahan, atau keabuan.Demikian pula bentuk

umbinya seringkali tidak seragam (Syarief dan Irawati, 1988).

Daging

Daging menurut SNI-01-3947-1995 merupakan urat daging yang melekat

pada kerangka kecuali urat daging dari bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari

hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Menurut

(17)

olahannya yang baik untuk dimakan dan tidak menganggu kesehatan bagi yang

mengonsumsinya.

Daging sebagai jaringan hewan yang dapat digunakan sebagai makanan,

sering juga diperluas dengan memasukkan organ-organ seperti hati dan ginjal, otot,

dan jaringan lain yang dapat dimakan disamping urat daging (Aberle et al., 2001)

dan (Lawrie, 2003). Soeparno (1998) menyatakan bahwa otot hewan berubah

menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot

merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan

ikat, epithelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah, dan lemak.

Menurut Soeparno (2005), daging didefinisikan sebagai semua jaringan

hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging adalah komponen

utama karkas. Karkas tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan,

jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri

kualitas dan kuantitas daging. Daging domba memiliki serat yang lebih halus

dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah

muda, konsistensinya cukup tinggi, dan lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara

otot dan kulit.

Karkas

Karkas adalah bagian dari tubuh ternak setelah dipisahkan dari darah, saluran

pencernaan, saluran urin, jantung, limpa, hati, dan jaringan-jaringan lemak yang

melekat pada bagian-bagian tersebut ( Lawrie, 1995). Soeparno (1994) karkas adalah

berat semua bagian tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari carpus dan

tarsus sampai kebawah kulit.

Karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, jenis

kelamin dan tingkat perlemakan. Tingkat keempukan dari daging domba dapat

dipengaruhi oleh waktu pelayuan daging, pembekuan dan metode pemasakan

(Gatenby, 1991). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi

ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non-karkas dan ransum serta umur, jenis

kelamin dan pengebirian (Devendra dan Burns, 1994).

(18)

merupakan faktor yang penting diperhatikan untuk memperoleh bobot karkas yang

tinggi dari seekor ternak. Ternak membutuhkan makanan sejak dalam kandungan

untuk tumbuh dan berkembang menjadi foetus dan dilahirkan, kemudian

tumbuh menjadi dewasa. Bentuk grafik pertumbuhan ternak ditentukan oleh jumlah

makanannya (Tillman et al., 1991). Bila jumlah makanan yang dikonsumsi tinggi,

maka pertumbuhan akan cepat bagi ternak untuk mencapai bobot badan yang

diharapkan serta bobot karkas yang maksimal sesuai dengan potensi genetiknya

(Sitorus dan Subandriyo, 1982). Jumlah makanan dan mutu makanan yang baik tidak

dapat mengubah tubuh ternak secara genetik bertubuh kecil, tetapi pemberian

makanan dalam jumlah yang rendah tidak akan mampu memberikan pertambahan

bobot badan dan pertumbuhan karkas secara optimal sesuai dengan potensi genetik

yang ada pada masing-masing ternak seperti kecepatan tumbuh dan persentase

karkas yang tinggi. Hal tersebut hanya mungkin dapat terealisasi apabila ternak

tersebut dapat memperoleh makanan yang cukup (Rismaniah et al., 1989).

Potongan Komersil Karkas

Karkas dapat dibagi dalam bentuk potongan karkas (yield grade). Potongan

komponen karkas berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan sistem

pemotongan untuk dijual dan kebiasaan masyarakat dalam memilih depot

perdagingan pada karkas.

Gambar 1. Potongan Komersil Karkas domba (Salim, 1988)

(19)

Besarnya bobot komponen karkas dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin,

laju pertumbuhan, berat potong, dan perlakuan pakan. Menurut Gaili dan Mahgoub

(1983) bahwa berat Shoulder dan Neck domba jantan lebih tinggi dari pada betina

sedangkan bagian karkas lainnya tidak berbeda. Makanan sangat berpengaruh

terhadap komponen karkas. Salim (1988) menyatakan bahwa pada ruminansia kecil

yang diberi makanan yang bernilai gizi rendah berpengaruh terhadap proporsi bagian

ekor, leher, Lemusir, Pelvis, bahu, dada dan paha. Pengaruh yang paling besar bagi

makanan yang bernilai gizi rendah adalah menurunkan bobot pada bagian

dada, Lemusir dan Pelvis.

Ruminansia kecil lebih cenderung untuk menghasilkan perlemakan.

Perletakan lemak lebih banyak dijumpai pada pangkal ekor dan tungging (rump) lalu

menyebar sepanjang punggung sampai ke leher dilanjutkan ke sekeliling karkas dan

berakhir pada bagian kaki. Menurut Salim (1988), kecepatan pertumbuhan urat

daging pada berbagai lokasi adalah berbeda. proporsi urat daging yang tinggi ada

pada potongan paha, menyusul pada potongan bahu, sedangkan potongan dada dan

lemusir memiliki proporsi urat daging yang lebih kecil.

Sifat Fisik Daging

Istilah daging segar digunakan dalam konteks khusus untuk menyebutkan

produk yang belum mengalami perubahan kimia dan fisik setelah penyembelihan

tetapi hanya mengalami pengolahan minimal, misalnya pembekuan (freezing). Sifat

daging segar sendiri sangat berguna untuk penjual, untuk ditampilkan ke pembeli

atau konsumen, dan kesesuaiannya untuk pengolahan lebih lanjut. Hal yang penting

adalah daya mengikat air (water-holding capacity), warna, struktur, kealotan

(firmness), dan tekstur (Aberle et al., 2001).

Daya Mengikat Air (DMA) Daging

Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity atau water

binding capacity (WHC dan WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat

airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya

pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1998).

Kapasitas mengikat air sangat mempengaruhi penampilan daging sebelum dimasak,

(20)

Daya mengikat air (DMA) dipengaruhi oleh pH. Selain itu daya mengikat air

juga dipengaruhi oleh faktor yang mengakibatkan perbedaan daya mengikat air

diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi dan

temperatur kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan,

perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuscular (Soeparno, 1998).

Air yang terikat didalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air,

yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan

monomolekuler pertama; air terikat agak lemah sebagai kedua dari molekul air

terhadap group hidrofilik sebesar 4%, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein

bila tekanan uap air meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas

diantara molekul protein berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan

pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh

denaturasi ptrotein daging, sedangkan lapisan ketiga akan menurun apabila protein

daging mengalami denaturasi (Soeparno, 1998).

Periode pembentukan asam laktat yang menyebakan penurunan pH otot post

mortem, menurunkan DMA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein

otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik (5,0-5,1) protein

myofibril, filamen myosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang

diantara filament-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP

(Adiphosa Triphospat) serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigor

mortis menyebabkan penurunan DMA. Dua pertiga dari penurunan DMA otot adalah

karena pembentukan aktomiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor, dan

sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan pH (Soeparno, 1998).

Keempukan Daging

Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen dan

ternyata dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003).

Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging,

yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan

jaringan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta juiciness daging

(Soeparno, 1998).

Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan

(21)

Kedua, mudah atau tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagian-bagian yang

lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah (Lawrie, 2003).

Jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih

banyak bergerak (aktif) selama ternak masih hidup misalnya otot paha, teksturnya

terlihat lebih kasar, sedangkan otot yang kurang banyak bergerak teksturnya terlihat

halus (Natasasmita et al., 1994).

Umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang

dihasilkan. Ternak yang lebih tua namun mendapatkan ransum dengan nutrisi yang

baik dan penanganan yang baik, dapat menghasilkan daging yang lebih empuk

dibandingkan dengan daging yang dihasilkan dari ternak yang lebih muda namun

mendapatkan nutrisi dan penanganan yang jelek. Dengan nutrisi dan penanganan

yang baik, maka otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga jumlah

kolagen per satuan luas otot akan lebih kecil dibandingkan dengan otot dari ternak

yang mendapat nutrisi yang kurang baik, dengan demikian daging yang dihasilkan

akan lebih empuk (Bouton et al., 1978).

Susut Masak Daging

Susut masak daging yaitu perbedaan antara bobot daging sebelum dan

sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan fungsi

dari temperatur dan lama dari pemasakannya. Susut masak dapat dipengaruhi oleh

pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi

myofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang melintang daging

(Soeparno, 1998).

Menurut Soeparno (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi susut masak ada

bermacam-macam seperti susut masak bisa meningkat dengan panjang serabut otot

yang lebih pendek, pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang

serabut otot terhadap susut masak. Susut masak menurun secara linier dengan

bertambahnya umur ternak. Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan

perbedaan susut masak. Pada umur yang sama, jenis kelamin mempunyai pengaruh

yang kecil terhadap susut masak, berat potong mempengaruhi susut masak terutama

bila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga

(22)

Nilai pH Daging

Otot yang mengalami penurunan pH yang sangat cepat akan menjadi pucat

dan permukaannya tampak sangat basah. Di sisi lain, otot yang mempunyai pH tinggi

selama proses konversi otot menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya,

dan sangat kering di permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001).

Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis post

mortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya adalah

5,4-5,8. Stress sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obat-obatan

tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim

yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi

daging. Suatu kenaikan pH daging akan meningkatkan juiciness dan daya mengikat

air serta menurunkan susut masak otot semi membranosus dan longissimus dorsi

domba secara linier (Soeparno, 1998).

Bila ternak yang akan di potong mengalami cukup masa istirahat, maka

cadangan glikogen dalam otot akan cukup tinggi (Lawrie, 1995). Dikemukakan juga

bahwa glikogen yang tinggi dalam otot, akan diubah melalui proses glikolisis

menjadi asam laktat. Bila asam laktat yang terbentuk cukup banyak, maka pH daging

akan rendah dan mikroorganisme tidak akan tumbuh dan daging akan lebih awet.

Sifat Kimia Daging

Komposisi kimia daging bervariasi di antara spesies, bangsa, dan individu

ternak. Komposisi kimia daging dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan

termasuk di dalamnya faktor nutrisi. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi kimia

daging dari ternak sapi, ayam, domba, dan babi.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging dari berbagai Spesies Ternak

Spesies Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Sapi 70 – 75 20 – 22 4 – 8 1

Ayam 73.7 20 – 23 4.7 1

Domba 73 20 5 – 6 1.6

Babi 68 – 70 19 - 20 9 - 11 1.4

(23)

Kadar Air

Air merupakan bahan yang penting untuk kehidupan manusia. Selain itu, air

juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampilan, tekstur, dan citarasa dari makanan yang kita makan.

Kadar air dalam makanan juga ikut menentukan daya terima konsumen, kesegaran,

dan daya tahan dari suatu bahan pangan (Winarno, 1997). Kandungan air dalam

bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroba yang

dinyatakan dengan water activity (Winarno, 1995).

Kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak. Semakin tinggi kadar lemak,

maka kadar airnya semakin rendah. Apabila kadar lemak rendah, maka kadar airnya

akan tinggi (Gaman dan Sherrington, 1981). Kadar air dalam pangan akan

berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya dan sangat erat kaitannya dengan daya awet

bahan pangan tersebut (Lawrie, 2003).

Fennema (1985) menyatakan bahwa kadar air dalam daging domba adalah

sebesar 73%. Sedangkan menurut Frandson (1992), kadar air dalam daging domba

adalah 59,8%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa kandungan air

dalam daging domba adalah 66,3%, sedangkan USDA (2007) menyatakan

kandungan air dalam daging domba adalah 75,84%.

Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena

disamping berfungsi sebagai bahan bakar, protein juga berfungsi sebagai pembangun

dan pengikat (Winarno, 1997). Protein adalah sumber asam amino yang mengandung

C, H, O, dan N. Selain itu juga mengandung fosfor dan belerang seperti besi dan

tembaga.

Protein merupakan bahan pembentuk jaringan dan juga mempertahankan

jaringan tubuh yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai penghasil energi

apabila kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karohidrat dan lemak.

Kekurangan protein dalam jangka panjang dapat mengganggu berbagai proses dalam

tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh yang menyebabkan penyakit (Nasoetion,

1995).

(24)

domba adalah 16,7%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa

kandungan protein dalam daging domba adalah 17,1%, sedangkan USDA (2007)

menyatakan kandungan protein dalam daging domba adalah 20,60%.

Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh

manusia. Lemak merupakan sumber energi yang efisien karena menghasilkan kalori

lebih tinggi dibanding protein dan karbohidrat. Selain itu, lemak juga berfungsi untuk

memberi rasa gurih, pelarut vitamin A, D, E, dan K serta memperbaiki tekstur dan

citarasa bahan pangan.

Lemak merupakan senyawa yang terbentuk dari asam lemak dan gliserol yang

tersusun oleh unsure C, H, dan O (Nasoetion, 1995). Lemak dalam tubuh berfungsi

sebagai sumber energi bagi sel, sedangkan lemak di dalam baha pangan merupakan

unsure pokok yang mampu meningkatkan keempukan pangan, memperbaiki tekstur,

dan citarasa dalam pangan (Aberle et al., 2001).

Fennema (1985) menyatakan bahwa kadar lemak dalam daging domba adalah

sebesar 5 – 6 %. Sedangkan menurut Frandson (1992), kadar lemak dalam daging

domba adalah 22,4%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa

kandungan lemak dalam daging domba adalah 14,8%, sedangkan USDA (2007)

menyatakan kandungan lemak dalam daging domba adalah 2,31%.

Abu

Kadar abu dalam daging pada umumnya terdiri atas kalsium, fosfor, sulfur,

sodium, klorin, magnesium, dan besi (Price dan Schweigert, 1971). Kadar abu dalam

daging umumnya bervariasi yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lemak

(Aberle et al., 2001). Menurut Gaman dan Sherrington (1981), kadar abu dalam

daging domba adalah 0,7%. Daging olahan mengandung lebih banyak mineral yang

disebabkan karena penambahan bumbu-bumbu, garam, dan pengaruh dari metode

pemasakan (Soeparno, 2005). Tingginya kadar abu dapat disebabkan oleh adanya

pemberian rempah-rempah, garam, bahan pencampur, dan kesalahan pada saat

pengolahan (Sudarmadji et al., 1989).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk

(25)

mempunyai rumus kimia Cn(H2O)n. Kurang lebih 80% energi yang diperoleh tubuh

manusia berasal dari karbohidrat (Nasoetion et al., 1995).

Karbohidrat pada daging umumnya terdapat dalam bentuk glikogen dengan jumlah

yang sangat kecil dan biasanya terdiri dari kompleks polisakarida serta banyak

diantaranya yang berkaitan dengan protein (Price dan Schweigert, 1971).

Keragaman Gen Calpastatin

Jumlah kromosom sel diploid pada ternak domba adalah 54 (Noor, 2008).

Gen calpastatin terletak pada kromosom domba nomor 5 (Hediger et al., 1991),

sedangkan pada ternak sapi (Bos taurus) terletak pada kromosom nomor 7 (Kappes

et al., 1997). Gen calpastatin adalah gen yang berfungsi sebagai penghambat

(inhibitor) dalam sistem calpain. Gen calpastatin berfungsi untuk menghambat

degradasi protein sel-sel otot. Peningkatan aktifitas dari gen calpastatin

menyebabkan pertambahan massa otot (hypertrophy) dan penurunan keempukan

daging (Raynaud et al., 2005).

Gen calpastatin dengan simbol CAST terletak diantara dua penciri apit

mikrosatelit MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15 – q21 antara

96,057-96,136 Mb. Hasil analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen

calpastatin berasosiasi kuat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik

antara DET dengan domba Merino (Margawati, 2005).

Palmer et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat keragaman gen calpastatin

domba Dorset pada bagian ekson 1C, intron 1 dan ekson 1D (no.akses GenBank

AF016006 dan AF016007). Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi

MspI dan NcoI menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim restriksi MspI

menghasilkan produk 336 dan 286 bp sedangkan NcoI menghasilkan

potonganproduk 374 dan 248 bp. Beberapa penelitian serupa juga telah dilakukan

pada ternak sapi. Lonergan et al. (1995) menemukan keragaman DNA gen bovine

calpastatin pada lokus BamHI dan EcoRI. Chung et al. (1999) menemukan

keragaman gen calpastatin dengan metode PCR-SSCP. Primer yang didesain dari

domain I cDNA bovine calpastatin (nomor akses GenBank : L14450), berhasil

mengamplifikasi lokus CAST1 sepanjang 500 pb dan menghasilkan dua alel, yaitu

(26)

pertumbuhan sapi Angus jantan. Sapi Angus dengan genotipe BB mempunyai bobot

badan lebih tinggi dari pada sapi dengan genotipe AB dan AA.

Hubungan Antara Sistem Calpain-Calpastatin dengan Sifat Pertumbuhan Pertumbuhan adalah peningkatan ukuran tubuh dan perubahan komposisi

tubuh seiring dengan semakin bertambahnya umur anak domba. Sifat pertumbuhan

pada anak domba dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah

tingkat pemberian pakan, genotip, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen

pemeliharaan (Gatenby, 1991). Pada tingkat sel pertumbuhan hewan ternak dapat

didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses

mitosis, dan hypertropi yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot

(Hossner, 2005). Menurut Chung et al. (1999), kejadian hypertropi ini erat kaitannya

dengan sistem calpain-calpastatin yang terdapat dalam jaringan tubuh.

Calpain merupakan sebuah enzim proteolytic terkait dengan ion kalsium

(Ca2+), yang ada dalam dua bentuk, yaitu μ-calpain dan m-calpain. μ-calpain

merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi rendah, sedangkan

m-calpain merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi tinggi.

Calpain berfungsi untuk mendegradasi protein sel-sel otot (myofibril) di dalam

jaringan otot (Goll et al., 1992). Selanjutnya dinyatakan oleh Killefer dan

Koohmaraie (1993) bahwa aktivitas calpain dalam jaringan otot postmortem dapat

menyebabkan struktur protein sel otot menjadi lemah. Hal ini berakibat pada kualitas daging yang menjadi lebih empuk. Selain μ-calpain dan m-calpain, dalam sistem calpain juga terdapat calpastatin. Calpastatin ini merupakan inhibitor spesifik terhadap fungsi μ-calpain dan m-calpain. Morgan et al. (1993) melaporkan bahwa ketika aktivitas degradasi protein pada jaringan otot hewan hidup menurun, maka

aktivitas calpastatin meningkat.

Aktivitas calpastatin yang tinggi dapat ditemukan pada domba yang

mempunyai fenotipe callipyge. Kejadian hipertropi ini disebabkan oleh kandungan

DNA otot yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot.

Kejadian hipertropi terjadi setelah hewan dilahirkan, sehingga tidak menyebabkan

kesulitan beranak (dystocia). Selain itu hipertropi pada domba callipyge juga

disebabkan oleh menurunnya degradasi protein otot sebagai akibat dari

(27)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil,

Laboratorium IPT Ruminansia Besar, dan Laboratorium Ilmu dan Nutrisi Ternak,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan

Maret sampai Oktober 2010.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan adalah domba lokal jantan umur satu setengah tahun.

Ternak sebanyak sembilan ekor dengan berat badan pada awal pemeliharaan sebesar

20,08 ± 2,30 kg dan pada akhir pemeliharaan sebesar 21,41 ± 2,35 kg. Domba

berasal dari Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J). Proses

pemeliharaan dilakukan selama tujuh bulan.

Data Genotipe

Data genotipe gen calpastatin MM dan MN yang digunakan merupakan data

yang sudah diperoleh pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan ternak yang

sama dari Laboratorium Genetik Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak,

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Pakan

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria

humidicola, kulit ubi jalar, dan konsentrat.

Obat-obatan

Untuk mencegah dan mengobati penyakit pada ternak selama pemeliharaan

diberikan obat cacing Apridazol dan juga vitamin B kompleks.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran

125 x 50 x 150 cm dan setiap kandang terdiri dari dua ekor domba. Kandang

(28)

plastik. Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain timbangan pegas

dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba, karung bekas sebagai

penopang domba pada saat ditimbang, timbangan digital, pisau, chiller, gergaji

mesin pemotong karkas, bandsaw, dan scalpel.

Prosedur Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan selama tujuh bulan pada bulan Maret sampai

September 2010 di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil. Pakan yang

diberikan yaitu rumput Brachiaria humidicola sebanyak 2 kg/ekor/hari pada pagi dan

sore hari, serta kulit ubi jalar sebanyak 150 gram/ekor/hari yang diberikan pada siang

hari selama empat bulan pertama. Pada tiga bulan terakhir, pakan yang diberikan

adalah rumput Brachiaria humidicola sebanyak 2 kg/ekor/hari pada pagi dan sore

hari, serta konsentrat sebanyak 150 gram/ekor/hari yang diberikan pada siang hari.

Pakan yang diberikan sekitar 10% dari bobot badan domba. Rumput Brachiaria

humidicola ditempatkan dalam tempat pakan yang telah tersedia pada kandang,

sedangkan kulit ubi jalar dan konsentrat diberikan dalam wadah kecil agar tidak

tercecer yang sebelumnya telah ditimbang menggunakan timbangan. Air minum

diberikan ad libitum di dalam ember plastik. Selain itu, diberikan juga obat cacing

Apridazol dan juga vitamin B kompleks. Obat cacing yang berbentuk cair diberikan

melalui mulut domba dengan menggunakan suntikan, sedangkan vitamin B

kompleks diberikan dengan cara dicampur kedalam air minum.

Pada minggu kedua periode pemeliharaan dilakukan pencukuran bulu dan

pemandian domba. Selain memberantas kutu domba, pencukuran bulu mampu

mengurangi stress panas dan memperbaiki penampilan domba agar tidak terkesan

kumal. Sedangkan tujuan domba dimandikan adalah agar domba tampak bersih

dan bulu-bulunya tidak digunakan sebagai sarang kuman dan penyakit. Memandikan

domba sebaiknya menggunakan air bersih agar kotoran domba terangkat saat

bulu-bulunya disikat. Pada minggu keempat di bulan ke enam periode pemeliharaan

dilakukan pencukuran bulu dan pemandian domba untuk kedua kalinya.

Pemotongan Ternak

Domba yang dipotong sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu untuk

(29)

selama 18 jam, namun air minum tersedia ad libitum. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi isi saluran pencernaan dan untuk menghindari pencemaran pada karkas

oleh isi saluran pencernaan serta untuk mendapatkan bobot tubuh kosong.

Pemotongan dilakukan dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah

sehingga semua pembuluh darah, oesophagus dan trakea terpotong untuk

mendapatkan pengeluaran darah yang sempurna. Darah ditampung dan ditimbang

sebagai darah tertampung. Ujung oesophagus diikat untuk mencegah cairan rumen

mengalir keluar dan mencemari karkas.

Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito atlantis, kemudian

ditimbang sebagai bobot kepala. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada

sendi carpo metacarpal dan sendi tarso metatarsal. Keempat kaki tersebut ditimbang

sebagai bobot kaki. Untuk melepaskan kulit, hewan digantung pada kaki belakang di

tendon Achilles. Kulit disayat dari anus sampai di bagian leher, kemudian dari arah

kaki belakang dan kaki depan menuju sayatan tersebut. Kulit setelah dilepaskan,

kemudian digantung sebagai bobot kulit. Untuk mengeluarkan organ tubuh dari

rongga perut dan rongga dada, dilakukan penyayatan pada dinding abdomen sampai

dada. Sebelumnya, rektum dibebaskan dan diikat untuk mencegah feses keluar,

mengotori karkas dan mengurangi penyusutan.

Semua organ tubuh, terdiri atas hati dan empedu, limpa, ginjal, jantung,

paru-paru dan trakea, dikeluarkan dan dibebaskan dari lemak dan ditimbang dan dicatat

bobotnya. Alat pencernaan dengan isinya dibersihkan dari lemak perut dan

oesophagus dengan isi dan usus dengan isi, ditimbang bobotnya. Setelah dibersihkan

dan dikeringkan, maka bobot perut dan oesophagus kosong serta bobot usus kosong

dapat diperoleh. Bobot isi saluran pencernaan diperoleh dari bobot perut dan

oesophagus dengan isi serta bobot usus dengan isi dikurangi dengan bobot perut dan

oesophagus kosong serta bobot usus kosong. Kemudian, perut dan oesophagus

kosong diurai menjadi oesophagus, rumen, retikulum, omasum dan abomasum lalu

ditimbang bobotnya. Karkas segar ditimbang bobotnya sebagai bobot karkas segar,

kemudian dibungkus dalam kantong plastik yang diikat erat dan diberi label agar

tidak tertukar, lalu disimpan dalam chiller pada suhu 4°C untuk diuraikan keesokan

(30)

Penguraian Karkas

Karkas yang telah disimpan dalam chiller, dikeluarkan dan ditimbang

bobotnya, kemudian dicatat sebagai bobot karkas dingin. Karkas dibelah sepanjang

tulang belakang dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae

sacralis). Masing-masing separuh karkas ditimbang sebagai bobot karkas sebelah

kiri dan kanan.

Karkas yang akan diurai adalah karkas sebelah kanan dan dipotong menjadi

delapan potongan sesuai dengan potongan komersial domba, yaitu neck, shoulder,

rack, loin, leg, shank, breast, dan flank. Bobot masing-masing potongan ditimbang

bobotnya. Masing-masing dari potongan komersial tersebut kemudian diurai menjadi

daging, tulang, lemak subkutan, dan lemak intermuskular, kemudian ditimbang

bobotnya. Setelah itu diambil otot bagian biceps femoris pada bagian leg untuk

dilakukan pengujian sifat fisik dan kimia daging.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ada 9 peubah, yaitu 4 peubah dari sifat

fisik dan 5 peubah dari sifat kimia. Sampel daging yang digunakan dalam penelitian

adalah otot Biceps femoris, salah satu otot yang berada di potongan komersial leg

(paha).

1. Sifat Fisik

a. Daya Mengikat Air (DMA)

Daya Mengikat Air (DMA) dianalisis berdasarkan persentase air yang keluar

(mgH2O), yaitu dengan cara mengambil sampel sebanyak 0,3 gram, kemudian

sampel di bebani atau dipress dengan carper press elama 5 menit dengan tekanan

sebesar 35 kg/cm2. Area pada kertas saring yang tertutup sampel daging yang telah

pipih dan area basah disekelilingnya ditandai. Luas area basah dapat diperoleh

dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari total area yang terbentuk pada

kertas saring. Luas area basah yang dalam inchi dikonfersikan ke dalam centimeter

(1 inchi = 2,54 cm). Kandungan air yang keluar dari daging setelah penekanan dapat

(31)

Persentase air yang yang keluar dari sampel daging dapat digunakan sebagai

pendekatan kemampuan daging dalam mengikat air (DMA). Persentase air yang

terlepas dapat dihitung dengan rumus :

100 mg

300

terlepas yang

air Berat

x keluar

yang air Persentase

Semakin tinggi nilai mgH2O yang keluar dari daging, maka daya mengikat

airnya semakin rendah.

Gambar 2. (a). Carper Press, (b). Plat Besi, (c). Alat Beban, (d). Alat Pompa Tekanan, (e). Kertas Saring yang telah di press

a b c

d

(32)

b. Keempukan Daging

Keempukan daging diperoleh dengan cara merebus daging dalam panci dan

daging ditusuk dengan termometer agar terlihat suhu dalam daging. Daging direbus

sampai suhu dalam daging mencapai 81°C. Setelah suhu dalam daging mencapai

81°C, daging didinginkan. Setelah daging dingin kemudian di score dengan alat

score meter. Satuan dari score meter adalah kg/cm2.

a b c

Gambar 3 : a. Warner Blatzer (score meter), b. Selongsong Warner Blatzer, c. Daging yang telah di Corning

c. Pengukuran pH Daging

Daging diukur dengan menggunakan pH-meter. Sebelum digunakan untuk

mengukur pH daging, pH-meter dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 4

dan 7. Setelah itu daging diukur dengan cara ditusuk dengan plat dari pH-meter,

kemudian nilai pH daging akan tertera pada layar pH-meter.

(33)

d. Susut Masak

Susut masak daging diperoleh dengan cara menimbang daging sebelum

direbus dan menusukkan termometer agar suhu dalam daging dapat terlihat. Setelah

itu daging direbus sampai suhu dalam daging 81°C. Setelah suhu dalam daging

mencapai 81°C, daging kemudian diangkat dan didinginkan. Setelah dingin daging

kemudian ditimbang. Berat daging sebelum direbus dikurangi berat daging setelah

direbus adalah susut masak yang dicari.

2. Sifat Kimia (Proksimat) a. Kadar Air

Terlebih dahulu botol timbang dikeringkan kira-kira 1 jam dalam oven pada

suhu 105 °C. Kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang sebagai (x).

Kadar air diperoleh dengan menimbang dengan teliti kira-kira 5 gram (y),

dimasukkan ke dalam botol timbang. Kemudian botol timbang dan sampel yang

berada di dalamnya dimasukkan dalam oven selama 4 – 6 jam pada suhu 105°C.

Kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Pekerjaan ini diulangi

selama 3 kali sampai beratnya konstan (z). Penentuan kadar air dapat ditentukan

Terlebih dahulu cawan porselin dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C

selama beberapa jam. Kemudian didinginkan dengan memasukkan cawan tersebut ke

dalam eksikator dan ditimbang sebagai (x).

Kadar abu dapat diperoleh dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram (y)

dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Sampel kemudian dipijarkan di atas nyala

(34)

kemudian diangkat dan didinginkan dengan cara memasukkannya ke dalam

secara garis besar terbagi menjadi tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

Jumlah protein didapat sebagai jumlah nitrogen dalam bahan yang tertittrasi

dikalikan dengan faktor konversi protein (6,25).

Kadar protein kasar dapat diketahui dengan menimbang 0,3 gram sampel (x),

kemudian dimasukkan dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 3 sendok kecil

katalis campuran selen serta 20 ml H2SO4 pekat secara homogen. Campuran tersebut

kemudian dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada posisi ”low” selama 10

menit, kemudian pada posisi ”med” selama 5 menit, dan pada posisi ”high” sampai

larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Proses ini berlangsung dalam

ruang asam.

Labu destruksi kemudian didinginkan dan larutan tersebut dimasukkan ke

dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N.

Kemudian ditambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan

menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%, kemudian labu penyuling dipasang

dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini diteruskan sampai semua

R tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam erlenmeyer atau sampai 2/3 dari cairan

dalam labu penying telah menyerap.

Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan diambil dan kelebihan H2SO4

dititar kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses titrasi berhenti

setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir

titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai x ml. Kemudian dibandingkan dengan titar

blanko y ml.

(35)

%

Penentuan kadar lemak dapat dilakukan dengan metode sochlet.

pertama-tama sebuah labu lemak dengan beberapa butir batu didih di dalamnya dikeringkan

dalam oven dengan suhu 105 – 110 °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam

eksikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai x gram. Sampel ditimbang kira-kira 1

gram dan dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan

ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong kemudian dimasukkan dalam

alat FATEX S dan ditambahkan larutan petroleum Ether sebagai larutan

pengekstrak. Suhu diatur pada alat FATEX S pada suhu 60 °C dan waktu 25 menit.

Proses ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi, kemudian larutan petroleum ether

diturunkan bersama lemak yang telah larut dan dilakukan proses evaporasi dengan

mengubah suhu pada 105 °C sampai alat FATEX Z berbunyi. Proses ini dilakukan

sebanyak 2 kali proses ekstraksi dan evaporasi. Selanjutnya labu lemak dikeringkan

dalam oven dengan suhu 105 °C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam

eksikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai berat b gram.

Penentuan kadar lemak kasar adalah:

Penentuan karbohidrat dilakukan secara by different dihitung sebagai selisih

100 dikurangi kadar air, abu, protein, dan lemak.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan pada penelitian yang dilakukan adalah perbedaan genotipe gen

calpastatin. Perlakuan terdiri atas dua macam genotipe yaitu MM dan MN dengan

ulangan sebanyak lima dan empat kali. Data hasil penelitian diuji dengan

menggunakan uji Tukey. Gasper (1994) menyatakan model uji Tukey adalah sebagai

(36)

Keterangan :

t = nilai uji Tukey Xi = rataan taraf ke-i Xj = rataan taraf ke-j

ni = jumlah sampel taraf ke-i nj = jumlah sampel taraf ke-j Si = ragam taraf ke-i

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan

IPT Ruminansia Kecil, Laboratorium IPT Ruminansia Besar, dan Laboratorium Ilmu

dan Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang berlokasi di

kecamatan Darmaga. Penelitian dilakukan di kandang penggemukan yang terdiri atas

tiga blok dengan kapasitas tampung 15 ekor per blok untuk ternak besar. Kandang

individu yang digunakan untuk penelitian terletak di bagian pinggir kanan kandang

dari pintu utama kandang. Tipe kandang yang digunakan merupakan tipe dinding

tertutup dan tipe atap gravitasi (gable type). Satu kandang individu diisi dengan dua

ekor ternak karena ukuran ternak tidak terlalu besar dan untuk memudahkan dalam

pemberian pakan.

(a) (b)

Gambar 5 : (a) Kandang Domba Penelitian, (b) Domba Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Unit Penelitian,

Pendidikan, dan Pengembangan Jonggol (UP3J) dengan jenis domba ekor tipis

sebanyak sembilan ekor. Pakan yang diberikan selama empat bulan pertama periode

pemeliharaan adalah rumput Brachiaria humidicola dan kulit ubi jalar. Namun

pertambahan bobot badan (PBB) domba hanya sedikit sekali, jadi pada 3 bulan

terkahir masa pemeliharaan dilakukan pergantian pakan dari kulit ubi jalar ke

konsentrat. Hal ini dimaksudkan agar pertambahan bobot badan (PBB) domba dapat

(38)

jalar. Namun hasil pengukuran pertambahan bobot badan (PBB) yang dihasilkan

selama tujuh bulan pemeliharaan hanya sebesar 1,33±0,05 kg (bobot awal domba

adalah 20.08±2.30 kg dan bobot akhir 21.41±2.35 kg) (Satriawan, 2011). Hal ini

kemungkinan disebabkan karena pakan yang diberikan hanya dapat mencukupi

kebutuhan hidup pokoknya saja, sehingga cadangan energi yang seharusnya

tersimpan dalam daging dan lemak menjadi tidak optimal. Faktor lain juga bisa

menjadi penyebab tidak optimalnya pertambahan bobot badan (PBB) domba, yaitu

tidak diberikannya pakan yang cukup oleh petugas kandang yang diberi tugas untuk

member pakan ke domba penelitian. Pada Tabel 2 dapat dilihat kandungan nutrisi

dari rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar, dan konsentrat.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria Humidicola, Umbi Ubi Jalar dan

Gangguan kesehatan yang terjadi selama penelitian adalah penyakit cacingan.

Berdasarkan pengamatan selama penelitian, penyakit cacingan ditandai dengan nafsu

makan yang normal tetapi tidak diikuti dengan pertambahan bobot badan. Hal ini

dimungkinkan penyebabnya adalah pemberian rumput yang masih basah dan diduga

terdapat larva cacing yang ikut masuk ke dalam saluran pencernaan. Pengobatan

dilakukan dengan pemberian obat cacing merk Apridazol yang berbentuk cair.

Pemberian dilakukan melalui mulut domba dengan menggunakan suntikan. Selain

itu, ternak juga diberikan vitamin B kompleks yang diberikan dengan cara

dicampurkan ke dalam air minum.

Sifat Fisik Daging

Faktor yang ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging yang

(39)

keempukan, bau, dan kadar jus atau cairan daging. Dalam penelitian yang telah

dilakukan, sifat fisik yang diteliti adalah daya mengikat air (DMA), keempukan, pH,

dan susut masak. Hasil rataan sifat fisik domba penelitian yang telah diolah dengan

uji Tukey dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Hasil Sifat Fisik Domba Penelitian

Peubah Genotipe Rata-rata

MM MN

pH 5,444 ± 0,153 5,471 ± 0,145 5,4575 ± 0,149

DMA (%) 40 ± 5,28 37 ± 2,23 38,5 ± 3,755

Keempukan (kg/cm2) 2,642 ± 0,625 3,210 ± 0,7 2,926 ± 0,6625

Susut Masak (%) 46,10 ± 3,49 45,49 ± 3,87 45,795 ± 3,68

Hasil rataan sifat fisik domba penelitian yang diperoleh dengan uji Tukey

adalah tidak berbeda pada pH, DMA, keempukan, dan susut masak. Hal ini

menunjukkan bahwa genotipe MM dan MN tidak menunjukkan penampakan yang

berbeda. Genotipe MM adalah gen calpastatin yang bisa terpotong sempurna oleh

enzim Msp1 menjadi dua fragmen dengan ukuran 336 dan 286 panjang basa (pb).

Genotipe MN adalah gen calpastatin yang ditunjukkan dengan tiga fragmen yaitu

622, 336, dan 286 panjang basa (pb), sedangkan genotipe NN ditunjukkan dengan

satu pita fragmen berukuran 622 panjang basa (pb) (Sumantri et al., 2008). Gen

calpastatin domba lokal bersifat polimorfik pada semua populasi domba lokal,

kecuali domba Rote. Tipe genotipe calpastatin pada domba Rote semuanya adalah

NN atau monomorfik.

Rataan hasil uji fisik domba penelitian pada daya mengikat air tidak berbeda

dengan hasil penelitian dari Sarjito (2010) 37,52±1,33(%), yaitu 38,5 ± 3,755%.

Daging dengan DMA lebih tinggi mempunyai kualitas relatif lebih baik

dibandingkan dengan DMA yang rendah. Tingginya DMA pada daging

menyebabkan keempukan daging meningkat dan menurunkan susut masak daging,

sehingga kehilangan nutrisi lebih rendah (Arnim, 1996). Daya Mengikat air sangat

dipengaruhi oleh pH daging. Menurut Soeparno (2005), apabila nilai pH lebih tinggi

(40)

Menuurt Soeparno (2005), pH ultimat adalah pH yang tercapai setelah

glikogen menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada

pH rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim

glikolitik. Perubahan pH daging akan mempengaruhi daya mengikat air (DMA),

kesan jus, keempukan, warna, dan susut masak daging. Forrest et al., 2001

menyatakan laju penurunan pH daging secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

(1) Nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,6 – 5,7 dalam waktu

6 – 8 jam setelah pemotongan dan mencapai pH akhir (umumnya setelah 24 jam

pemotongan) sekitar 5,3 – 5,7. Pola pH ini adalah normal. (2) Nilai pH menuurun

sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap (relatif tinggi),

serta mencapai pH akhir sekitar 6,5 – 6,8. Sifat daging yang dihasilkan gelap (dark),

keras (firm), dan kering (dry), sehingga disebut daging DFD. (3) Nilai pH menurun

relatif cepat sampai berkisar 5,4 – 5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan

mencapai pH akhir sekitar 5,4 – 5,6. Sifat daging yang dihasilkan pucat (pale),

lembek (soft), dan berair (exudative), sehingga disebut daging PSE. Rataan hasil uji

fisik pada pH terdapat perbedaan, yaitu hasil dari Sarjito (2010) adalah 5,99±0,11

dan hasil penelitian 5,4575±0,149. Nilai pH yang diperoleh pada hasil penelitian

masuk ke dalam pH normal. Sedangkan hasil dari Sarjito (2010) sedikit di atas

normal.

Rataan hasil uji fisik pada keempukan berbeda dengan hasil dari penelitian

Sarjito (2010), yaitu 5,44±0,28. Aberle et al., (1981) menyatakan bahwa pengaturan

ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat

daging setelah pemotongan. Ternak-ternak yang digemukkan dalam kandang akan

menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan ternak yang digembalakan.

Hasil penelitian Duldjaman (1989) menunjukkan bahwa domba lokal yang diberi

pakan tambahan ampas tahu menghasilkan daging yang lebih empuk daripada domba

yang diberi rumput. Nilai shear force otot Longisimus Dorsi domba yang diberi

pakan tambahan ampas tahu adalah 2,48 sedangkan domba yang diberi pakan rumput

adalah 3,83.

Kriteria keempukan menurut Suryati et al., (2008) berdasarkan panelis yang

terlatih menyebutkan bahwa daging sangat empuk memiliki daya putus WB (Warner

(41)

kg/cm2, daging agak a lot 6,71 - 8,42 kg/cm2, daging alot 8,42 - 10,12 kg/cm2, dan

daging sangat alot > 10,12 kg/cm2. Jika melihat batasan-batasannya, maka hasil

penelitian menunjukkan daging domba sangat empuk dengan nilai keempukan

2,926±0,6625. Hasil dari Sarjito (2010) adalah 5,44±0,28 dan jika melihat

batasan-batasannya maka daging domba penelitian Sarjito termasuk dalam daging agak

empuk.

Rataan hasil uji fisik pada susut masak adalah 45,79533 ±3,68%, sedangkan

hasil dari Sarjito 2010 adalah 31,8633 ±0,28%. Nilai susut masak yang tinggi

mencerminkan jumlah air yang hilang dari daging selama proses perebusan. Menurut

Ranken (2000), proses pemanasan dengan suhu 50 - 60°C dapat menyebabkan

kehilangan air sampai 80% dan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi akan

mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi juga. Widiati et al. (2002)

menambahkan bahwa pengeluaran cairan daging disebabkan terjadinya pengerutan

otot Selama proses pemasakan dan pemanasan. Pengerutan otot yang terjadi selama

proses pemanasan inilah yang mengakibatkan nilai putus Warner Blatzler (WB)

semakin tinggi, yang berarti daging semakin alot dan semakin banyak gaya yang

diperlukan untuk memutus serabut daging. Berdasarkan Widiati et al. (2002), dengan

susut masak yang lebih besar seharusnya nilai putus WB hasil penelitian lebih besar

dibandingkan dengan hasil dari Sarjito (2010) dengan susut masak yang lebih kecil.

Hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan hasil adalah perbedaan otot

yang digunakan sebagai sampel pengujian, dimana Sarjito (2010) menggunakan otot

longisimus dorsi (LD) sedangkan pada penelitian menggunakan otot biceps femoris

(BF).

Sifat Kimia Daging

Sifat kimia adalah sifat yang terkandung dalam daging dan untuk

mengetahuinya perlu dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian ini

berbeda-beda tergantung kandungan apa yang ingin diketahui. Dalam penelitian dilakukan

pengujian untuk mengetahui kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Hasil

rataan sifat kimia domba penelitian yang telah diolah dengan uji Tukey dapat dilihat

(42)

Tabel 4. Rataan Hasil Sifat Kimia Domba Penelitian

Peubah Genotipe Rata-rata

MM MN

Kadar Air (%) 73,33 ± 7,36 78,08 ± 0,778 75,705 ± 4,069

Protein (%) 24,09 ± 7,55 17,53 ± 1,17 20,81 ± 4,36

Lemak (%) 1,260 ± 0.943 0,80 ± 0,763 1,03 ± 0,853

Abu (%) 1,010 ± 0,142 0,905 ± 0,182 0,9575 ± 0,162

Karbohidrat (%) 0,714 ± 0,412 2,68 ± 1,45 1,697 ± 0,931

Sumber : Lab. Ilmu dan Nutrisi Ternak

Hasil rataan sifat kimia domba penelitian yang diperoleh dengan uji Tukey

adalah tidak berbeda pada kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Air

merupakan bahan penting untuk kehidupan manusia. Selain itu, air juga merupakan

komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi

penampilan, tekstur, dan citarasa dari makanan yang kita makan. Kadar air dalam

makanan juga ikut menentukan daya terima konsumen, kesegaran, dan daya tahan

dari suatu bahan pangan (Winarno, 1997). Kandungan air dalam bahan pangan akan

mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan water

activity (Winarno, 1995). Rataan hasil uji kimia pada kadar air adalah 75,705±

4,069%, sedangkan pada hasil penelitian Astuti (2006) adalah 64,38%. Hasil yang

diperoleh pada penelitian tidak berbeda dengan hasil menurut Fennema (1985), yaitu

73%.

Protein merupakan bahan pembentuk jaringan dan juga mempertahankan

jaringan tubuh yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai penghasil energi

apabila kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karohidrat dan lemak.

Kekurangan protein dalam jangka panjang dapat mengganggu berbagai proses dalam

tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh yang menyebabkan penyakit (Nasoetion,

1995). Rataan hasil uji kimia pada kadar protein adalah 20,81±4,36%, sedangkan

hasil dari Astuti (2006) adalah 21,29. Kedua hasil tersebut tidak berbeda dengan

hasil menurut Fennema (1985) yang menyatakan kadar protein daging domba adalah

20%.

Lemak merupakan zat gizi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh

Gambar

Gambar 2.  (a). Carper Press, (b). Plat Besi, (c). Alat Beban, (d). Alat Pompa
Gambar 3 :  a. Warner Blatzer (score meter), b. Selongsong Warner Blatzer,
Gambar 5 : (a) Kandang Domba Penelitian, (b) Domba Penelitian
Tabel 4. Rataan Hasil Sifat Kimia Domba Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat pentingnya informasi rasio keuangan perusahaan, maka perlu untuk ditelusuri apakah Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA), dan Return On

The process of teaching and learning English speaking to the fifth grade students of MIN Ketitang consists of four steps based on the lesson plan made by the writer before..

Penerapan metode certainty factor untuk mendiagnosa dan pencegahan penyakit cacingan pada anak balita diharapkan mendapatkan solusi penanggulangan terbaik dan

Sistem ini hanya akan melakukan Pengolahan terhadap data pendaftaran siswa baru dan registrasi siswa per satu semester ajaran akademik yang aktif tercatat sebagai

Adapun beberapa hal yang dilakukan manajemen di Inna Grand Bali Beach dalam memotivasi karyawan Housekeeping untuk meningkatkan kinerja karyawannya yaitu melalui

Pola pemotongan dibuat dengan mengurutkan berapa banyak potongan kertas berukuran paling kecil yang dapat dihasilkan dari 1 buah bahan baku kertas berukuran

Merkurius : Merupakan planet terkecil dalam tata surya dan mempunyai jarak paling dekat dengan matahari sehingga waktu yang diperlukan untuk mengelilingi matahari lebih

Hasil karakterisasi XRD menunjukkan adanya perubahan pada diameter kristalin kayu jati ( Tectona grandis L.f.) akibat perlakuan panas.. Semakin tinggi perlakuan