• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic Control on Resistance of Melon (Cucumis melo L.) to Yellow Virus Disease

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic Control on Resistance of Melon (Cucumis melo L.) to Yellow Virus Disease"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON

(

Cucumis melo

L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING

ENTIT HERMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Entit Hermawan

(4)

RINGKASAN

ENTIT HERMAWAN, Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo

L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning. Dibimbing oleh SOBIR dan DARDA EFENDI.

Ketahan terhadap penyakit virus kuning merupakan karakter penting pada tanaman melon, akan tetapi informasi tentang pola pewarisan ini masih terbatas. Studi ini bertujuan untuk mempelajari tentang kendali genetik sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Penelitian ini dilakukan melalui tiga percobaan di lapang yaitu pengujian ketahanan dan pemilihan tetua, evaluasi ketahanan pada populasi P1, P2, F1 dan F2, dan evaluasi karakter agronomi. Penelitian dilakukan Juli 2011 – September 2012.

Pengujian terhadap 20 galur dari tiga kelompok melon didapatkan satu galur yang sangat tahan, dari kelompok dudaim, sedangkan galur lain dari kelompok cantaloupe dan inodorous menunjukkan sangat tidak tahan. Pengujian ketahanan F1 hasil persilangan induk tahan dan rentan pada lokasi inokulasi dan endemik menunjukkan reaksi tahan. Pengujian ketahanan pada populasi F2 menunjukkan sebaran skor keparahan penyakit yang tidak menyebar normal, hal ini menunjukkan ketahanan terhadap virus dikendalikan gen mayor. Hasil uji χ2

diperoleh nisbah yang sesuai adalah 13:3, hal ini menunjukkan ketahanan dikendalikan oleh dua pasang gen, dominan dan resesif epistasis.

Analisis gerombol yang dilakukan pada 19 genotipe melon dengan 25 peubah menghasilkan empat kelompok pada tingkat kemiripan 85%. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8 yang merupakan induk rentan grup cantaloupe. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan induk rentan grup inodorous, Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1 yang merupakan F1 persilangan dari cantaloupe dengan dudaim. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 persilangan grup Inodorous dengan Dudaim dan MEV1 yang merupakan induk tahan grup Dudaim. Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning, dengan nilai koefisien pengaruh langsung sebesar -0.529. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning.

(5)

SUMMARY

ENTIT HERMAWAN, Genetic Control on Resistance of Melon (Cucumis melo

L.) to Yellow Virus Disease. Supervised by SOBIR and DARDA EFENDI.

Resistance to yellow virus (YV) is an important breeding character in melon. However there is limited information regarding the genetic inheritance of the character. This study aimed at providing information on genetic control for resistance to YV in melon. The research consists of three field experiments, there were evaluation of resistance to YV and parent selection, evaluation of resistance in P1, P2, F1 and F2 population, and agronomic character evaluation. The research was conducted in July 2011 - September 2012.

Twenty genotypes from three major melon groups were evaluated and one line from the dudaim group (MEV1) was high resistance to YV, other lines belong to cantaloupe and inodorous showed highly susceptible performance. Resistance screening of F1 from resistance x susceptible parent showed resistance among the F1. Resistance evaluation in F2 population showed disease severity score was not in normal distribution. It means that resistance to YV was controlled by major genes. Chi square test result gave 13:3 as a suitable ratio, which the resistance to YV was controlled by two gene pair with dominant and epistasis recessive action. Nineteen genotypes were grouped into four major groups by clustering analysis with 25 variable in 85% similarity level. Group I consist of seven genotypes, MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 and MEV8 (susceptible parent from cantaloupe group). Group II consist of two genotypes, MEV18 and MEV19 that belong to susceptible parent from inodorous group. Group III consist of seven genotypes, MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 and MEV8X1 as a resistance F1 (cantaloupe x dudaim). Group IV consist of three genotypes, MEV18X1, MEV19X1 as a F1 ( inodorous x dudaim) and MEV1 that belong to resistance parent from dudaim group.

Path analysis showed that strong leaf blade dentation gave highest negative direct effect toward virus intensity, with -0.529 as a coefficient value. It mean that leaf blade character linked with resistance to YV. Selection to plant which weak leaf blade dentation will be more enable to obtain plant which resistance to YV.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

KENDALI GENETIK SIFAT KETAHANAN MELON

(

Cucumis melo

L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Tesis : Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo. L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning

Nama : Entit Hermawan

NIM : A253100294

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sobir M.Si Ketua

Dr. Ir. Darda Efendi,MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul “Kendali Genetik Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo. L.) Terhadap Penyakit Virus Kuning” ini merupakan kelengkapan tugas akhir pada program Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir Sobir M.Si, Dr. Ir Darda Efendi MS dan Dr. Ir. Rahmi Yunianti SP. M.Si (alm) atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan.

2. Awang Maharijaya SP, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis.

3. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc selaku dosen penguji dari perwakilan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis.

4. Segenap manajemen PT BISI International Tbk, yang telah memberikan beasiswa tugas belajar S2 di Institut Pertanian Bogor.

5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu yang telah diberikan

6. Bapak Dr. Mulyantoro dan bapak I Putu Darsana, Ph.D atas arahan dan masukan yang berharga untuk pengembangan kinerja, studi dan penelitian penulis.

7. Ayahanda Djamhari (alm) dan Ibunda Samini (alm) atas kasih sayang dan doanya, semoga beristirahat dengan tenang di sisi Alloh Shubhanawata‟ala. Kakak tercinta Muslikah (alm), Hariyono, Sudarmini, Titik Herniwati, Agus Hermanto. Kakak ipar tercinta Sumadi DM (alm), Lestari, Sobrun Jamil, M. Iqbal, Yeni atas dorongan dan kasih sayangnya.

8. Ayah mertua Sarminto (alm) dan Ibu mertua Sri Wiwit Ningsih, adik Widiaminto, Janie sekeluarga atas dorongan dan kasih sayangnya.

9. Istri tercinta Lilia Puspita Dewi SSos, ananda tersayang Khansa Nayottama dan Danendra Dhiaulhaq atas dukungan, doa, kasih sayang, pengorbanan dan pengertiannya.

10.Rekan-rekan Tugas Belajar PT BISI International Tbk. Yustiana, Ratih, Azis, Nancy, Topik, Rofik, Nizarudin, Yasin, Purnawati atas bantuan dan kerjasamanya.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA

Keragaman Genetik Melon (Cucumis melo L.) 4

Virus Kuning dan Bemisia sp sebagai Vektor 5

Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman terhadap Virus 7 Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Virus Kuning 8

Analisis Kekerabatan 9

Korelasi dan Sidik Lintas Antar Karakter 9 UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.)

TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING

Abstrak 11

Abstract 11

Pendahuluan 12

Bahan dan Metode 13

Hasil dan Pembahasan 18

Simpulan 21

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KETAHANAN MELON

(Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING

Abstrak 22

Abstract 22

Pendahuluan 23

Bahan dan Metode 24

Hasil dan Pembahasan 27

Simpulan 35

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI DAN PENENTUAN KARAKTER SELEKSI SIFAT KETAHANAN MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP

PENYAKIT VIRUS KUNING

Abstrak 36

(12)

Pendahuluan 37

Bahan dan Metode 38

Hasil dan Pembahasan 40

Simpulan 45

PEMBAHASAN UMUM 46

SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 55

(13)

DAFTAR TABEL

1 Sumber ketahanan hama dan penyakit diantara tipe berbeda pada sumber keragaman genetik dari Sudan

5

2 Genotipe melon bahan penelitian 13

3 Skor indeks keparahan penyakit. 15

4 Klasifikasi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus kuning. 15 5 Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada kondisi

inokulasi

19

6 Sidik ragam gabungan 25

7 Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi bersegregasi F2

26 8 Sidik ragam gabungan dua lingkungan untuk karakter agronomi dan

intensitas serangan virus.

27 9 Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada dua

lokasi pengujian

29 10 Pendugaan ragam genetik beberapa karakter agronomi dan intensitas

serangan virus hasil sidik ragam gabungan dua lingkungan.

29 11 Jumlah tanaman melon populasi F2 berdasarkan skor indek keparahan

penyakit

30 12 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2

dengan nisbah Mendel pada grup cantaloupe

32 13 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2

dengan nisbah Mendel pada grup inodorus

32 14 Hasil uji kesesuaian nisbah indek keparahan penyakit pada populasi F2

dengan nisbah Mendel pada grup gabungan

32

15 Jumlah pasangan gen, jumlah gamet pada F1, jumlah genotipe, jumlah fenotipe, dan jumlah populasi minimum pada F2

33

16 Korelasi antar karakter 42

17 Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter terhadap kartakter intensitas serangan virus

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 3

2 Imago kutu kebul (Bemisia sp) 14

3 Metode penularan masal 14

4 Teknik persilangan pada melon 16

5 Gejala tanaman melon akibat infeksi virus kuning 18

6 Pengujian ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning 20

7 Hasil amplifikasi virus kuning menggunakan PCR 21 8 Kondisi tanaman pada pengujian ketahanan di lokasi endemik dan lokasi

inokulasi 28

9 Sebaran frekuensi F2 dari tiga grup melon berdasarkan indek keparahan

penyakit 31

10 Model genotipe aksi gen dominan dan resesif epistasis (13 : 3) 34 11 Dendogram hasil analisis gerombol 19 genotipe melon 40 12 Diagram lintas fenotipik beberapa karakter dengan ketahanan terhadap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan melon (Deptan, 2007)

55 2 Warna hijau kotiledon, warna hijau daun , perkemb. cuping, gerigi tepi

daun, gelombang tepi daun, berbingkul daun, ketegakan petiol

62 3 Ketegakan petiol, ekspresi kelamin, warna kulit sebelum matang,

intensitas warna kulit sebelum matang

63 4 Posisi dari lebar buah maksimum, bentuk irisan membujur, warna buah

saat matang, intensitas warna buah saat matang, warna kulit sekunder, sebaran warna sekunder

64

5 Kerapatan noktah, kerapatan potongan, absisi tangkai buah, kekuatan absisi tangkai buah, bentuk dasar buah, bentuk apek

65 6 Lebar maksimum antar alur, lebar alur, kedalaman alur, keriputan

permukaan, pembentukan gabus

66 7 Ketebalan lapisan gabus, pola pembentukan gabus, kepadatan pola gabus,

warna alur

67 8 Intensitas warna alur, warna utama daging buah, intensitas warna utama

daging buah, warna daging buah paling luar

68 9 Rekap sidik ragam 20 genotipe melon pada lokasi inokulasi 68

10 Contoh data biner 69

11 Rerata jumlah tanaman pada populasi F2 pada dua lokasi pengujian dan skor indek keparahan penyakit pada tiap lokasi pengujian

70

12 Penampilan MEV1 grup dudaim 71

13 Penampilan MEV5 grup cantaloupe dan MEV18 grup inodorous 71 14 Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap

penyakit virus kuning. (a.) Gerigi kuat pada genotipe rentan (b.) Gerigi lemah pada genotip tahan

72

15 Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. (a.) Warna daun hijau tua pada genotipe rentan (b.) Warna daun hijau muda pada genotipe tahan

72

16 Karakter morfologi terkait yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. (a.) Petiol dan datar pada genotipe rentan (b.) Petiol daun tegak pada genotipe tahan.

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh Begomovirus pada melon (Cucumis melo. L.) adalah salah satu penyakit yang akhir-akhir ini menjadi masalah besar bagi petani melon di Indonesia. Hal ini karena dampak serangannya sangat merugikan bahkan hingga gagal panen. Penyakit virus kuning dilaporkan menyerang sentra melon di Kecamatan Bonang dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Demak Jawa Tengah seluas 30 hektar. Akibat serangan virus produktivitas tanaman turun hingga 50 persen (Ivvaty, 2011).

Menurut Daryono (2006), virus yang paling banyak ditemukan di pertanaman melon di Indonesia antara lain Cucumber mosaic virus (CMV),

Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), Watermelon mosaic virus (WMV), dan

Papaya ringspot virus strain semangka (PRSV-W). Virus yang menyerang melon sebagian besar masuk dalam famili Geminiviridae. Famili Geminiviridae terdiri atas beberapa genus: Mastrevirus, Curtovirus, Tospovirus dan Begomovirus

(ICTV, 2011). Begomovirus (Bean golden mosaic virus) atau sering dikenal virus kuning merupakan salah satu genus dari Famili Geminiviridae yang memiliki vektor spesifik yaitu serangga kutu kebul (Bemisia sp). Gejala infeksi

Begomovirus antara lain adalah daun menguning (yellowing) dan keriting (curling), sehingga masyarakat mengenalnya sebagai penyakit virus kuning.

Usaha pengendalian penyakit virus kuning dengan memberantas vektor dan inang lainnya serta pembersihan tanaman terserang belum mendatangkan hasil yang maksimal. Sulitnya pengendalian disebabkan vektor mempunyai sebaran inang yang luas dan berukuran kecil. Penyebab lain adalah karakter

Begomovirus yaitu jika menyerang tanaman tidak bisa pulih kembali dan masa inkubasinya singkat. Diperlukan alternatif lain dalam pengendalian perkembangan virus kuning disamping teknik pengendalian yang disebutkan sebelumnya.

Pengendalian penyakit virus kuning dengan penggunaan varietas yang tahan penyakit virus kuning sangat dibutuhkan. Upaya untuk memperoleh galur tahan sebagai sumber genetik ketahanan dapat dilakukan dengan introduksi varietas maupun dengan melakukan seleksi plasma nutfah melon yang sudah beradaptasi baik pada kondisi setempat.

Ketahanan terhadap penyakit virus kuning dilaporkan terdapat pada C. melo, seperti pada dua galur melon liar yang berasal dari asia yaitu Nagata Kin Makuwa (NKM) dan PI 161375 yang termasuk dalam C. melo L. Sub-spesies

Agrestis. Menurut Esteva dan Nuez (1992), ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada NKM dan PI 161375 dikendalikan oleh gen tunggal, namun memiliki pola pewarisan yang berbeda; dominan parsial pada NKM dan resesif parsial pada PI 161375.

(18)

2

Dalam perakitan varietas tahan penyakit virus kuning selain diperlukan tetua donor yang memiliki ketahanan terhadap penyakit virus kuning, studi tentang pewarisan ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning perlu dilakukan guna mengetahui metode introgresi dan metode seleksi yang efektif dan efisien dalam rangka memperoleh varietas melon dengan kualitas buah yang baik serta tahan terhadap penyakit virus kuning.

Perumusan Masalah

Perakitan varietas tahan melalui kegiatan pemuliaan tanaman merupakan salah satu cara untuk mengendalikan epidemi serangan penyakit virus kuning pada melon yang disebarkan oleh serangga kutu kebul (Bemisia sp). Koleksi dan seleksi plasma nutfah melon merupakan tahap awal program pemuliaan untuk mengidentifikasi galur yang memiliki ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Penentuan metode penularan yang efektif merupakan langkah penting untuk melakukan skrining plasma nutfah. Setelah didapatkan tetua donor yang tahan, selanjutnya dilakukan persilangan untuk memasukkan karakter tahan tersebut ke tetua yang memiliki karakter agronomi yang baik (komersial dan kualitas buah baik).

Studi tentang kendali genetik pewarisan karakter ketahan diperlukan untuk menentukan strategi introgresi yang efektif, yaitu melalui pengamatan fenotipe populasi bersegregasi hasil persilangan antara tetua tahan dan tetua rentan. Informasi yang diperoleh akan menentukan metode seleksi yang dilakukan.

Informasi karakter seleksi yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning sangat membantu dan memudahkan pemulia dalam melakukan seleksi, terutama seleksi pada fase vegetatif, yaitu melalui penentuan karakter morfologi yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kendali genetik sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning melalui:

1. Memperoleh informasi ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon.

2. Memperoleh informasi tentang parameter genetik pewarisan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning.

3. Menentukan karakter-karakter yang terkait dengan sifat ketahan melon terhadap penyakit virus kuning.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat genotipe melon yang tahan dan genotipe melon yang rentan terhadap serangan penyakit virus kuning.

2. Sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dikendalikan oleh gen mayor.

(19)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Pada percobaan I dilakukan pemilihan induk tahan dan rentan melalui kegiatan skrining ketahanan terhadap penyakit virus kuning terhadap galur-galur koleksi, penentuan metode penularan serta pembentukan materi genetik berupa set populasi atau generasi hasil persilangan antar satu tetua tahan (P1) dengan tetua rentan (P2) yaitu turunan pertama (F1) dan turunan kedua (F2).

Pada percobaan II dilakukan skrining ketahanan terhadap penyakit virus kuning yang di laksanakan di dua lokasi pengujian yaitu 1) Inokulasi terkendali di dalam rumah kaca biakan Bemisia sp, 2) Lokasi endemik penyakit virus kuning di lahan open field, terhadap set populasi yang dibentuk pada percobaan I. Dari percobaan ini akan diketahui parameter genetik pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning.

Pada percobaan III dilakukan evaluasi karakter agronomi terhadap set populasi yang dibentuk untuk mengetahui karakter morfologi yang terkait dengan sifat ketahanan serta informasi karakter seleksi untuk mendapatkan galur-galur yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Serangkaian penelitian ini dilakukan untuk memperoleh metode pemuliaan yang efektif dan efisien dalam merakit varietas unggul melon tahan penyakit virus kuning, seperti tergambar pada bagan alir penelitian (Gambar 1.)

Galur Melon Koleksi PT BISI International Tbk

Seleksi untuk pemilihan tetua tahan dan rentan

Pembentukan materi genetik

Evaluasi ketahanan virus kuning Evaluasi karakter agronomi

Lingkungan Inokulasi terkendali (rumah kaca biakan Bemisia sp)

Lingkungan endemik (lahan open field)

Lingkungan optimum (rumah kaca)

Informasi kendali genetik ketahanan terhadap penyakit virus kuning

Informasi karakter seleksi

Data deskripsi dan jarak genetik

Strategi perakitan melon tahan terhadap penyakit virus kuning dan kualitas produk yang baik

(20)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Keragaman Genetik Melon (Cucumis melo L.)

Melon (Cucumis melo L.) adalah salah satu tanaman hortikultura yang tersebar luas di dunia dan mempunyai peran penting dalam perdagangan internasional. Perbedaan bentuk dan warna buah pada melon diketahui sebagai pembeda morfologi dan penggunaannya. Bagian utama tanaman ini adalah daging buah yang bisa dikonsumsi langsung sebagai dessert dan salad.

C. melo L. adalah spesies yang paling polimorfis dalam satu genus. Contoh polimorfisme yang terbesar adalah pada buah. Robinson dan Decker (1999) mengklasifikasikan varietas melon menjadi enam kelompok yaitu:

I) Kelompok cantaloupe (umumnya disebut juga muskmelon)

Ciri dari kelompok cantaloupe adalah permukaan kulit berjala/net dengan ukuran buah sedang, warna daging buah jingga sampai kehijauan dan memiliki aroma buah yang khas.

II) Kelompok inodorus (winter melon)

Melon dalam kelompok ini dicirikan dengan permukaan buah licin dan tidak berjala/net, ukuran lebih besar dari melon cantaloupe, daging buah berwarna putih sampai kehijauan, dengan aroma tidak menyengat.

III) Kelompok flexuosus (snake melon)

Kelompok melon ini memiliki ciri bentuk buah panjang dan ramping. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan, ukuran buah berkisar dari panjang 20 hingga 100 cm dengan diameter 4 hingga lebih dari 10 cm. IV) Kelompok conomon (pickling melon)

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) ciri-ciri kelompok ini adalah permukaan kulit buahnya empuk dan halus, buah berbentuk silinder, panjang 20-30 cm, diameter 6-9 cm, daging buah agak tebal dan berwarna putih, kelompok ini termasuk dalam kelompok melon manis.

V) Kelompok dudaim (pome melon/Queen Anee’s pocket).

Ciri-ciri melon dalam kelompok ini adalah ukuran buah kecil, berbentuk bulat, daging buah berwarna putih dan kulit buah tipis. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menambahkan kelompok melon ini memiliki kulit buah garis-garis hijau gelap dan hijau terang yang berubah menjadi jingga kecoklatan ketika matang.

VI) Kelompok momordica (phoot snap melon)

Melon kelompok ini memiliki bentuk silindris, daging buah berwarna putih atau kuning pucat, kandungan gula kurang, tekstur buah renyah, permukaan kulit licin dan buahnya agak pecah saat matang.

Greuter et al.(1994) menyatakan bahwa spesies C. melo L. telah dibagi dalam dua sub-spesies: agrestis dan melo. Sub-spesies agrestis telah diklasifikasikan dalam lima varietas. Sub-spesies melo telah diklasifikasikan dalam sebelas varietas; yang salah satu diantaranya adalah varietas baru Tibish.

(21)

5

cantaloupensis). Menurut Piterad et al.(1999), budidaya melon Tibish dan tipe liarnya yaitu melon Humaid (C. melo agrestis) menjadi petunjuk bahwa melon berasal dari Sudan. Melon tipe liar tersebut telah dikarakterisasi dan dievaluasi ketahanannya terhadap hama dan penyakit .(Tahir & Yousif, 2000) (Tabel 1).

Pemanfaatan melon tipe liar dalam pemuliaan ketahanan hama dan penyakit memberikan harapan dalam mengatasi meningkatnya kerusakan akibat serangan hama dan penyakit pada melon. Terdapat permasalahan yang dihadapi dalam membudidayakan melon tipe liar yang sebagian besar hanya dipergunakan sebagai sayur, yaitu sangat rendahnya kualitas buah, seperti rasa, aroma maupun kemanisan buah. Introgresi sifat ketahanan yang dimiliki oleh melon tipe liar kedalam melon buah merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki sifat ketahanan hama dan penyakit pada melon buah.

Tabel 1. Sumber ketahanan hama dan penyakit diantara tipe berbeda pada sumber keragaman genetik dari Sudan

Hama dan penyakit

Melon tipe liar agrestis (humaid)

Melon budidaya

Tibish

Melon budidaya jenis

lain

Fusarium race 0 + + +

Fusarium race 1 + + -

Fusarium race 2 + + +

Fusarium race 1-2 + + -

Spaerotheca fuliginea race 1 + - +

Spaerotheca fuliginea race 2 + - +

Erisyphe cichoracearum race 1 + - +

ZYMV pathotype 0 + + -

CABYV + - -

WCSV + - -

New viral disease syndromes + -

Leaf miner + +

Fruit fly + + -

Bemisia sp + -

Keterangan : (+) ketahanan ada, (-) ketahanan tidak ada

Virus Kuning dan Bemisia sp sebagai Vektor.

Begomovirus (Bean golden mosaic virus) atau sering dikenal virus kuning merupakan salah satu nama genus dari famili Geminiviridae: Mastrevirus, Curtovirus, Tospovirus dan Begomovirus (ICTV, 2002). Famili Geminiviridae

dibedakan dalam tiga subgroup, subgroup pertama memiliki genom yang

monopartit, menginfeksi tanaman-tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper); subgroup kedua juga ditularkan oleh vektor wereng daun, dan memiliki genom monopartit, tetapi menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon; subgroup ketiga memiliki anggota yang paling banyak dan beragam, dengan genom bipartit, menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) (Gilbertson et al.1991). Begomovirus ditularkan oleh serangga kutu kebul (whiteflies) dari genus

(22)

6

virus yang termasuk kelompok ini adalah Bean golden mosaic virus (BGMV) dan

Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) (van Regenmortel et al. 1999)

Virus menyebabkan penyakit tidak dengan cara mengkonsumsi sel atau membunuhnya dengan toksin, tetapi dengan menggunakan subtansi sel inang, mengisi ruang dalam sel dan mengganggu proses dan komponen seluler, yang selanjutnya mengacaukan metabolisme sel dan menyebabkan kondisi dan substansi sel abnormal yang mengganggu fungsi dan kehidupan sel atau organisme (Agrios, 1997). Virus masuk ke dalam jaringan tumbuhan antara lain melalui luka yang dibuat secara mekanik atau oleh vektor atau masuk ke dalam

ovule bersama tepung sari yang terinfeksi. Infeksi virus sangat ditentukan oleh bagian asam nukleatnya, yang pada sebagian besar virus tumbuhan berupa RNA. Beberapa jenis virus tumbuhan membutuhkan enzim RNA transkriptase untuk memperbanyak diri dan menginfeksi. Kemampuan RNA virus memproduksi baik RNAnya sendiri maupun protein tertentu, menunjukkan bahwa RNA membawa faktor genetik tertentu (Bos, 1994).

Infeksi Virus kuning telah terjadi pada beberapa tanaman penting seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabai dan ubikayu pada daerah tropis dan sub-tropis, serta beberapa rumput (Ambrozevicius et al. 2002). Sedikitnya 17

Begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tomat di daerah Amerika dan Karibia, seperti misalnya Texas pepper virus, Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV),

Tomato mosaic virus (ToMoV), Tomato golden mosaic virus (TGMV), Tomato yellow mosaic virus (TYMV) dan lain-lain.

Berbeda dengan penyakit lain, penyakit yang disebabkan oleh virus pada umumnya sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (1) virus adalah organisme obligat yang bertahan dalam sel hidup; (2) virus memiliki inang yang luas (Bos, 1994) penyebarannya di seluruh areal pertanaman dapat berlangsung sangat cepat; (3) belum tersedianya pestisida yang efektif untuk mengendalikan virus. Metode pengendalian virus yang paling praktis dan dapat diharapkan keberhasilannya adalah dengan menggunakan varietas tahan (Duriat, 1996).

Virus kuning ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci,

ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Idris et al.

2001; Brown & Czosnek, 2002). Periode makan akuisisi dan inokulasi pada umumnya masing-masing adalah 10-60 menit dan 10-30 menit (Brown & Czosnek, 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih dari 20 jam. Virus dapat bertahan di dalam vektor selama lebih dari 20 hari namun tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus tersebut dapat dibawa oleh serangga pada tahapan larva atau dewasa namun tidak diturunkan ke keturunannya.

Bemisia sp mempunyai sebaran geografis yang sangat luas dan menyerang sekitar 500 spesies dari 63 famili mulai dari tanaman sayur, buah, bunga serta gulma (Salati et al. 2002). Bemisia sp merupakan hama yang menjadi faktor pembatas produksi tanaman pangan dan umbi-umbian di seluruh dunia karena

Bemisia sp dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor virus tanaman (Brown, 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk kerusakan yang disebabkan oleh Bemisia sp

(23)

7 akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh Bemisia sp. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah, akibatnya dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual. (3) kerusakan karena kemampuannya sebagai vektor virus; populasi Bemisia sp yang kecil sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman.

Pemuliaan untuk Ketahanan Tanaman Terhadap Virus

Terdapat tiga metode yang biasa digunakan untk mengendalikan virus. Pertama, menghilangkan sumber inokulum di lapangan diantaranya dengan eradikasi tanaman yang telah terinfeksi virus, dan membersihkan gulma yang menjadi inang virus. Kedua, mencegah atau menghambat penyebaran virus dari satu pertanaman ke pertanaman lain. Penyebaran virus sebagian besar ditularkan oleh serangga vektor, maka pencegahan penyebaran virus dapat dilakukan dengan mengendalikan serangga vektor, baik secara kimiawi maupun biologis. Ketiga adalah dengan menggunakan kultivar tahan (Harrison, 1987). Penggunaan kultivar tahan adalah metode yang paling baik diantara ketiga metode pengendalian virus. Penggunaan kultivar tahan disamping memberikan kepastian pengendalian virus yang lebih baik, metode ini merupakan metode yang aman, tidak mencemari lingkungan, tidak memerlukan keterampilan khusus bagi petani dan dapat mengendalikan virus kapanpun mulai menyerang (Fraser, 1992).

Penyakit timbul karena adanya interaksi antara patogen dan inang serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Tingkat kerentanan tanaman inang terhadap penyakit ditentukan oleh tingkat ketahan inang terhadap patogen. Derajat infeksi atau derajad tingkat serangan bergantung pada agresifitas virus dan kerentanan inang, sedangkan keparahan gejala bergantung pada virulensi virus dan kerentanan inang. Patogen mempunyai keragaman sifat dan pertumbuhan yang memiliki strain-strain yang berbeda agresivitas atau virulensinya (Santoso, 2003). Upaya perbaikan ketahanan penyakit pada suatu varietas perlu dipahami sebagai hubunngan antara inang, patogen dan lingkungan, sehingga terhindar dari kesalahan seleksi.

Tanaman dinyatakan tahan terhadap virus adalah jika tanaman mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel lain (Matthews, 1991). Mekanisme ketahanan dalam tanaman dapat berupa penghambatan penyebaran virus dari (1) sel terinfeksi ke sel sekitarnya atau penyebaran antar sel (2) sel parenkim ke jaringan pengangkut atau penyebaran antar jaringan (3) jaringan pengangkut ke sel parenkima daun baru/penyebaran antar organ tanaman. Tanaman tahan terhadap virus juga dapat disebabkan karena tanaman tidak disukai serangga vektor penyebar virus (Matthews, 1991). Ditinjau dari aspek tanaman inang, perilaku vektor virus Bemisia, secara eksternal banyak dipengaruhi oleh karakter fisik permukaan daun, seperti bulu dan bentuk daun, serta bergetah atau tidak, sedangkan secara internal lebih banyak dipengaruhi oleh pH daun.

(24)

8

local. Alel dominan atau resesif tidak sempurna memungkinkan virus menyebar ke seluruh tanaman, tetapi menghambat multiplikasi virus atau perkembangan gejala. Sedangkan alel resesif penuh mungkin berkaitan dengan kekebalan.

Tahapan yang penting dalam program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap penyakit adalah mendapatkan sumber ketahanan dan menentukan pola pewarisan sifat ketahanan tanaman inang serta sifat genetik dan interaksi antara inang dengan patogen (Russell, 1981). Tahapan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pengkajian dilakukan pada lingkungan epidemik bagi patogen, baik dalam laboratorium, rumah kaca maupun di lapang. Masalah yang sering dihadapi adalah 1) penentuan dan penilaian ketahanan, 2) identifikasi genetik dari sifat ketahanan yang melibatkan interaksi gen yang tidak sealel, kaitan gen, serta adanya bermacam-macam strain virus.

Penentuan dan penilaian ketahanan diperlukan untuk membedakan antara tanaman yang tahan dan rentan secara tepat. Untuk keperluan tersebut maka dalam setiap pengujian dan seleksi ketahanan tanaman perlu diusahakan terciptanya kondisi lingkungan epidemik yang mampu memberikan kondisi

epifitotik patogen (Russell, 1981).

Metode yang umum dilakukan untuk membuat kondisi seluruh tanaman yang teruji terinfeksi virus adalah melakukan inokulasi buatan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan keberhasilan inokulasi buatan adalah 1) inokulum harus tetap bermutu tinggi, 2) penerapan inokulasi sedapat mungkin diusahakan seragam untuk setiap tanaman, 3) kondisi lingkungan pada saat inokulasi dan dalam jangka waktu inkubasi harus sesuai bagi pertumbuhan parasit yang bersangkutan, 4) tanaman inang yang diuji harus bebas dari penyakit lain dan harus dalam keadaan fisiologis yang cocok untuk terjadinya infeksi atau serangan patogen (Green, 1991).

Pengujian ketahanan terhadap penyakit yang dilakukan didalam rumah kaca memiliki beberapa kelebihan dibanding di lapangan, antara lain (1) inokulasi dapat terkontrol dengan baik dengan kondisi lingkungan relatif stabil dan optimal bagi pertumbuhan penyakit (2) kemungkinan adanya escape rendah (3) kontaminasi patogen ke areal pertanaman dapat ditekan. Kelemahan pengujian yang dilakukan di rumah kaca adalah hasil evaluasi yang diperoleh umumnya kurang representative dari apa yang sebenarnya terjadi di lapang (Niks & Lindhout, 2000).

Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Virus Kuning

Perakitan varietas tahan virus dapat dilakukan melalui seleksi plasma nutfah dan persilangan antar tetua terpilih. Sifat tahan ini dapat berasal dari varietas yang berbeda, varietas komersial, spesies liar sekerabat, spesies lain dalam satu genus, atau genus lain (Niks et al. 1993). Dalam upaya tersebut diperlukan adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain 1) diantara tanaman yang dibudidayakan, terdapat genotipe yang tahan terhadap virus, 2) gen yang mengendalikan sifat tahan virus ini sebaiknya tidak terpaut dengan sifat agronomis yang tidak diinginkan, 3) pemindahan gen dari tanaman tahan ke tanaman penerima harus dapat dilakukan melalui hibridisasi.

(25)

9 banyak gen minor. Apabila ketahanan dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor, ragam ketahanan akan menunjukkan sebaran diskontinu sehingga umumnya indifidu tanaman yang tahan mudah diidentifikasi. Klasifikasi tanaman dalam populasi yang bersegregasi dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu tahan (infeksi rendah) dan rentan (infeksi tinggi) (Russel, 1981).

Gen-gen yang mengikuti prinsip Mendel (disebut gen mayor) peranan ragam lingkungan relatif kecil dibandingkan peranan ragam lingkungan gen-gen minor. Jumlah gen mayor umumnya tidak banyak dan peranan faktor lingkungan relatif kecil, sehingga ragam fenotipe yang ditampilkan dalam populasi bersegregasi sebagian besar merupakan ragam genetik, bersifat diskontinu dan merupakan akibat adanya efek dominan.

Ketahanan sering dikendalikan secara poligenik dan perbedaan antara tanaman tahan dengan tanaman rentan dalam populasi bersegregasi tidak jelas. Dalam hal ini wujud penampilan ketahanan merupakan ragam kontinu dengan perubahan perbedaan ketahanan yang kecil. Hasil penelitian McCreight at al.

(2008) menunjukkan bahwa dari data F1, F2 dan back cross dari F1 hasil persilangan galur melon top mark dan PI 313970, sifat ketahan terhadap (Cucurbite leaf crumple virus) CuLCrV dikendalikan oleh gen tunggal resesif.

Analisis Kekerabatan

Jarak genetik dalam kultivar dapat digunakan untuk mengukur divergensi genetik rata-rata antar kultivar. Informasi mengenai hubungan genetik antara genotype-genotipe dalam satu spesies sangat bermanfaat untuk seleksi tetua dalam program hibridisasi. Program pemuliaan suatu spesies hendaknya dimulai dengan memilih tetua-tetua yang memiliki jarak genetik yang jauh, tetapi dengan sifat-sifat agronomis yang baik (Machado, 2000). Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan individu-individu atau objek berdasarkan karakter-karakter yang mereka miliki, sehingga individu-individu dengan deskripsi yang sama akan dikumpulkan kedalam gerombol yang sama secara matematis (Hair et al. 1995).

Informasi yang dihasilkan dari analisis gerombol (cluster analysis) bermanfaat bagi pemulia dalam kaitannya dengan keanekaragaman genetik (genetik diversity). Secara teori, perbedaan fenotipik umumnya juga mencerminkan perbedaan (keanekaragaman) genetik. Beranjak dari konsep ini, Autrique et al. (1996), van Beunigen dan Busch (1997) dan Johns et al. (1997) menggunakan karakter tumbuh kembang, fisiologi dan morfologi untuk menghitung jarak dan keanekaragaman genetik dari sejumlah besar koleksi tanaman.

Korelasi dan Sidik Lintas Antar Karakter

(26)

10

korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

Informasi tingkat keeratan hubungan suatu karakter dengan karakter lain penting bagi pemulia untuk mendapatkan dua sifat unggul pada satu varietas yang akan dikembangkan, contohnya kerapatan trikhoma dan sifat ketahanan terhadap virus. Dua karakter yang memiliki hubungan yang erat dapat diharapkan berada pada satu individu (Roy, 2000).

Nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari tingkat keeratan antar karakter tersebut (Roy, 2000; Mattjik & Sumertajaya, 2000). Analisis korelasi hanya berfungsi memperlihatkan pola hubungan antar karakter seperti hasil dan komponen hasil. Selain itu analisis korelasi memiliki kelemahan karena dapat terjadi salah penafsiran yang disebabkan adanya interaksi antar komponen hasil (Budiarti et al. 2004). Hubungan kausal antar peubah tak bebas dan peubah-peubah bebas menurut Budiarti et al. (2004) dapat diketahui dengan menggunakan analisis sidik lintas (pathway analysis). Melalui analisis sidik lintas dapat diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas (katahanan virus) sehingga akan lebih memudahkan pemulia dalam melakukan seleksi, terutama karakter-karakter yang berpengaruh langsung terhadap ketahanan virus serta sebagai landasan bagi pemulia dalam progam perbaikan tanaman.

Roy (2000) mendisain metode analisis sidik lintas untuk tujuan interpretasi sistem koefisien korelasi dalam lintas sebab akibat. Variabel tak bebas Y sangat dipengaruhi sejumlah variable bebas X. Sementara R merupakan residual dari interkorelasi. Penjabaran dari hasil sidik lintas dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) dan nilai pengaruh langsungnya (C). Jika koefisien korelasi dari suatu karakter bernilai positif akan tetapi pengaruh langsungnya bernilai negatif, maka pengaruh tak langsunglah yang lebih berperan terhadap adanya korelasi tersebut. Apabila koefisien korelasi dari dua karakter nilainya hampir sama dengan pengaruh langsungnya, maka efektifitas seleksi langsung yang dilakukan akan tercapai (Singh & Chaudhary, 2001).

(27)

11

UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON

(

Cucumis melo

L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING

ABSTRAK

Keragaman genetik merupakan dasar dalam pemuliaan tanaman. Program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan sumber ketahanan terhadap penyakit virus kuning merupakan langkah penting dalam pengembangan varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahan genotipe-genotipe melon terhadap penyakit virus kuning, informasi ketahanan yang didapat digunakan untuk pemilihan induk tahan dan rentan, selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi kegenetikan. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus 0% dan 19 genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar 66.8 - 98.11%. Genotipe MEV1 grup dudaim digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang mangandung gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari grup cantaloupe dan inodorous. Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi hasil persilangan antar satu tetua tahan dengan sembilan tetua rentan sehingga dihasilkan sembilan turunan pertama (F1), selanjutnya turunan pertama dilakukan selfing menghasilkan sembilan turunan kedua (F2).

Kata kunci : dudaim, materi genetik, penyakit virus kuning, tetua tahan

ABSTRACT

Genetic variability is the basic of plant breeding. Plant breeding program to obtain the source of resistance to yellow virus is an important step in the development of resistant variety. The objective of this study is to evaluate of resistance on melon genotypes to yellow virus, the expected resistance result use for selection resistant and susceptible parents. Examination of resistance to yellow virus in twenty genotipes melon showed one line from the dudaim group (MEV1) was high resistance to YV (0%), other lines belong to cantaloupe and inodorous showed highly susceptible performance, with diseases intensity 66.85- 98.11%. Genotype MEV1 used for resistant parent, susceptible parent select from cantaloupe and inodorous group. The genetic material obtained from population set as crossing between one resistant parent and nine susceptible parents, this cross result revealed nine first progenies (F1) and it selfed cross between F1 until revealed nine second progenies (F2).

(28)

12

PENDAHULUAN

Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Hal ini karena kebutuhan melon yang terus meningkat, harga yang relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan komoditas lainnya. Meski demikian melon merupakan tanaman yang memerlukan perhatian yang khusus dan sangat intensif dalam perawatannya. Perubahan kondisi lingkungan dan perkembangan hama dan penyakit akan sangat berpengaruh terhadap kualitas buah yang dihasilkan. Salah satunya serangan penyakit virus kuning yang akhir-akhir ini menjadi masalah besar bagi petani melon, karena dampak serangannya sangat merugikan bahkan hingga gagal panen. Penyakit virus kuning pada melon disebabkan oleh infeksi Begomovirus

anggota kelompok Geminivirus (famili Geminiviridae). Penyakit virus kuning yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus juga dilaporkan menyerang tanaman cabe (Aidawati et al. 2005), Kacang-kacangan (Garrido-Ramirez et al. 2000), kapas (Naveed & Zahid, 2007), ubi kayu dan tomat (Lapidot & Freidman, 2002). Penyakit yang disebabkan oleh virus ini ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci

yang populasinya sangat tinggi pada saat musim kemarau. Gejala yang ditimbulkan pada melon berupa daun menguning, keriting, sampai tanaman kerdil dan tidak berbuah. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman tembakau berupa daun muda yang tulang daunnya lebih jernih, penebalan tulang daun, penggulungan daun, infeksi lanjut menyebabkan daun mengecil, berwarna kuning terang serta tanaman menjadi kerdil (Semangun, 2001).

Upaya pengendalian penyakit virus kuning pada melon dengan memusnahkan tanaman sakit maupun penyemprotan insektisida untuk mengendalikan vektornya belum memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu penggunaan varietas tahan merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini. Varietas tahan dihasilkan melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman. Kegiatan tersebut dimulai dengan mengoleksi plasma nutfah dan melakukan pengujian ketahanan plasma nutfah tersebut terhadap serangan penyakit virus kuning. Pembakuan metode pengujian yang tepat dalam skrining ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning sangat diperlukan. Pada penelitian Ganefianti (2010), penularan Begomovirus pada tanaman cabai efektif dilakukan dengan menggunakan vektor B. tabaci, dengan metode penularan secara masal maupun individual. Metode individual lebih efektif untuk menapis genotipe yang tahan atau rentan, namun metode ini menyulitkan untuk menguji genotipe dalam jumlah yang banyak, karena membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Metode masal dapat memberikan hasil lebih efektif dengan pengaturan penyebaran yang merata dari populasi B. tabaci pada populasi tanaman uji.

Ketahanan terhadap virus dilaporkan terdapat pada melon, menurut Daryono et al.(2005) genotipe Mawatauri, Kohimeuri, PI 161375 and PI 371795 memiliki ketahanan terhadap Kyuri green mottle mosaic virus (KGMMV). Terdapatnya galur tahan dan rentan akan memberikan informasi sumber-sumber genetik ketahanan, dari materi ini dapat dipelajari kendali gentik ketahanan untuk menentukan langkah pemuliaan lebih lanjut.

(29)

13 pemilihan induk tahan dan rentan, selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi kegenetikan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mencakup dua kegiatan yaitu skrining ketahanan genotipe melon dan pembentukan materi genetik. Skrining ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning dilakukan pada bulan Juli sampai September 2011 di rumah kaca biakan Bemisia sp Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk, Pare, Kediri. Pembentukan materi genetik dilakukan dari bulan Oktober 2011 sampai bulan Januari 2012 di lahan percobaan, Farm Karangploso, Malang.

Bahan Tanaman dan Isolat Begomovirus

Bahan tanaman yang digunakan adalah 20 genotipe melon generasi

selfing ke-5 sampai ke-6 dari tiga grup melon (dudaim, cantaloupe dan inodorous) koleksi PT BISI International Tbk, yang telah digalurkan sejak tahun 2008 (Tabel 2.). Sumber inokulum adalah Begomovirus isolat Kencong yang dipelihara pada tanaman pumpkin yang merupakan koleksi Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk.

Tabel 2. Genotipe melon bahan penelitian

No Kode

Genotipe Nama Genotipe Tipe

Warna kulit buah

Warna

daging Keterangan

1 MEV1 M 9001 Dudaim Hijau tua Putih 6 kali selfing

2 MEV2 CM902 Cantaloupe Hijau putih 6 kali selfing

3 MEV3 Rock melon 1 Cantaloupe Hijau Putih 6 kali selfing

4 MEV4 CM905 Cantaloupe Hijau Putih 6 kali selfing

5 MEV5 CM906 Cantaloupe Hijau muda Hijau 6 kali selfing

6 MEV6 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

7 MEV7 CM910 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

8 MEV8 Rock melon 2 Cantaloupe Hijau muda Putih 6 kali selfing

9 MEV9 Rock melon 3 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

10 MEV10 CM002 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

11 MEV11 CM015 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

12 MEV12 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

13 MEV13 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 5 kali selfing

14 MEV14 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 5 kali selfing

15 MEV15 Pop light green Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

16 MEV16 CM907 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

17 MEV17 CM908 Cantaloupe Hijau Jingga 6 kali selfing

18 MEV18 Langkawi4 Inodorous Kuning Putih 6 kali selfing

19 MEV19 Yilisabai1 Inodorous Kuning Putih 6 kali selfing

(30)

14

Perbanyakan Serangga Vektor

[image:30.595.60.477.44.842.2]

Imago serangga kutu kebul (Bemisia sp) yang digunakan sebagai vektor diperbanyak pada tanaman bukan inang virus kuning yaitu ketela rambat di rumah kaca Laboratorium Bioteknologi PT BISI Internasional Tbk. Stadia kutu kebul yang digunakan dalam pengujian adalah stadia imago (Gambar 2.).

Gambar 2. Imago kutu kebul (Bemisia sp)

Uji Ketahanan 20 Genotipe Melon

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Metode penularan yang digunakan adalah metode penularan massal.

Langkah pengujian diawali dengan menyiapkan serangga vektor steril (vektor tidak membawa virus) yang diperoleh dari perbanyakan serangga kutu kebul. Serangga vektor steril dipindahkan ke rumah kaca biakan Bemisia sp yang berisi tanaman inokulum (melon) yang positif terinfeksi virus kuning dan dibiakkan selama 2-3 minggu. Selama periode tersebut serangga melakukan akuisisi pada tanaman inokulum sehingga serangga vektor menjadi virulivirus

(membawa virus) dan berkembang dalam jumlah yang mencukupi untuk inokulasi.

Gambar 3. Metode penularan masal a. bibit nomor uji, b. tanaman sumber inokulum, c. perataan penyebaran kutu kebul.

Bibit melon umur 10 hari setelah semai dari 20 genotipe yang akan diuji dimasukkan ke rumah kaca biakan Bemisia sp. Bibit ditata dalam tray yang berkapasitas 90 bibit/tray, sehingga total terdapat 14 tray. Bibit diinokulasi dalam rumah kaca biakan Bemisia sp selama tujuh hari. Selama periode tersebut

(31)

15 dilakukan perataan penyebaran kutu kebul dengan menggoyang bibit dan tanaman inokulum setiap tiga jam disiang hari. Bibit selanjutnya dipindahkan ke rumah kaca evaluasi untuk dipelihara dan diamati skor indeks keparahan penyakitnya. (Gambar 3.)

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati terdiri atas:

1. Intensitas serangan penyakit virus kuning diamati dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dan tanaman sehat dalam satu populasi mulai tujuh hari setelah inokulasi sampai fase generatif dengan interval pengamatan satu minggu sekali.

2. Karakter agronomi yang diamati yaitu jumlah ruas, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman, pada akhir pengamatan ketahanan penyakit virus.

Metode yang digunakan dalam pengamatan intensitas serangan virus kuning adalah metode nisbi yang beracuan pada tingkat keparahan penyakit/Disease Severity (DS) (Yusnita dan Sudarsono 2004). Nilai Disease Severity diperoleh dari akumulasi (Σ) indeks keparahan penyakit (v) pada tiap individu tanaman yang diamati (n) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan tanaman yang diamati tiap ulangan (N) dan indeks keparahan penyakit tertinggi (V).

% 100 ) . (

) . (

V N

v n DS

Indeks keparahan penyakit diamati dari tiap individu tanaman dengan memberi skor antara 0 sampai 3. (Tabel 3.) Penentuan skor indek keparahan penyakit dan kategori ketahanan berdasar pada CAB International, 2000.

Tabel 3. Skor indeks keparahan penyakit.

Skor Keterangan

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun

2 Mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke bawah

3 Mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil

Data hasil perhitungan pada masing-masing nomor uji kemudian dikelompokkan sesuai kategori respon tanaman terhadap serangan virus kuning (Tabel 4.) untuk menentukan tingkat ketahanannya.

Tabel 4. Klasifikasi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus kuning. Keparahan Penyakit (%) Kategori ketahanan

0 Sangat Tahan (High Resistance) X ≤ 10 Tahan (Resistance)

10 < X ≤ 20 Moderat Tahan (Moderately Resistance) 20 < X ≤ 30 Moderat Rentan (Moderately Susceptible) 30 < X ≤ 50 Rentan (Susceptible)

(32)

16

Pembentukan Materi Genetik

Galur terpilih dari kegiatan seleksi pemilihan tetua tahan dan rentan selanjutnya digunakan dalam pembentukan materi genetik. Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi atau generasi hasil persilangan antar tetua tahan (P1) dengan tetua rentan (P2) yaitu turunan pertama (F1) dan turunan kedua (F2). Persilangan untuk menghasilkan F1 dilakukan dengan menanam tetua terpilih sebanyak 20 tanaman per genotipe tanpa ulangan.

[image:32.595.80.471.124.791.2]

Persilangan dilakukan dengan emaskulasi dan penyerbukan, yang dilaksanakan pada pukul 06.30–10.00 WIB. Alat yang digunakan untuk emaskulasi adalah bilah bambu tipis. Tahap persilangan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Teknik persilangan pada melon a.–e. proses emaskulasi bunga betina f-i. pembungkusan bunga jantan j. penyerbukan k-l. pelabelan dan buah jadi.

Bunga dari tetua betina yang diemaskulasi adalah bunga yang mendekati reseptip dengan ciri mahkota menguning namun belum terbuka, selanjutnya bunga ditutup dengan kertas untuk menghindari serbuk sari dari tanaman lain. Pembungkusan juga dilakukan pada bunga jantan dari tetua jantan dengan kriteria bunga sama dengan bunga betina. Keesokan harinya pada waktu yang sama

d e f

g h i

a b c

(33)

17 dilakukan penyerbukan dengan menempelkan serbuk sari dari tetua jantan ke stigma tetua betina. Selanjutnya bunga betina yang telah diserbuki dibungkus dengan kertas dan diberi label yang berisi informasi nama-nama tetua dan tanggal persilangan. Jika persilangan berhasil maka bakal buah akan membesar, sedangkan jika persilangan gagal maka bakal buah akan menguning dan gugur setelah 5-6 hari dari persilangan.

Pembentukan populasi F2 dilakukan pada musim tanam berikutnya, prosedur kegiatan yang dilakukan sama dengan pembentukan F1. Pada pembentukan populasi F2, dilakukan selfing (bunga jantan dan betina berasal dari tanaman yang sama) pada genotipe F1. Setiap genotipe F1 ditanam 20 tanaman tanpa ulangan dan dilakukan selfing untuk menghasilkan F2.

Analisis data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis ragam menggunakan fasillitas PBSTAT 1.0, dan uji lanjut dengan metode Tukey’s Honestly Significant

(34)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipe Gejala

Tanaman melon yang diinokulasi mulai menunjukkan gejala pada saat tujuh hari setelah inokulasi. Gejala infeksi virus kuning pada melon diawali dengan terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik yang jelas serta daun mengulung ke bawah. Pada gejala lanjut tanaman mengalami keriting dan kerdil (Gambar 5). Pada beberapa genotipe urutan gejala bisa berbeda tergantung ketahanan dari masing-masing genotipe.

Gejala infeksi virus yang ditularkan lewat kutu kebul (Begomovirus) pada tanaman lain juga dilaporkan memiliki kemiripan, pada tanaman cabe gejala diawali bintik kuning pada daun muda dan menyebar keseluruh daun, gejala lanjut berupa mosaik selanjutnya daun keriting dan mengecil (Ganefianti, 2010). Pada tanaman tomat gejala pada daun berupa kuning, mosaik, rugose dan keriting (Torres-Pachecho et al. 1996)

Gambar 5. Gejala tanaman melon akibat infeksi virus kuning 1= Muncul semburat kuning disertai sedikit keriting pada tepi daun, 2= Mosaik pada daun terlihat jelas, daun keriting, dan menggulung ke bawah, 3= Mosaik pada permukaan daun terlihat sangat jelas, daun keriting, menggulung ke bawah, dan ukuran daun mengecil, 0= tanaman tidak bergejala. Uji konfirmasi dilakukan untuk memastikan gejala yang muncul pada genotipe melon yang diuji sama dengan gejala yang muncul pada tanaman sumber inokulum (isolat Kencong). Identifikasi tanaman terifeksi virus kuning dengan melakukan analisis DNA, menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction

(PCR), dengan primer universal untuk geminivirus (Gambar 7.). Hasil identifikasi pada daun melon yang diinokulasi menunjukkan adanya kesamaan pita dengan tanaman sumber inokulum, hal ini menunjukkan tanaman benar terinfeksi virus kuning dari isolat kencong. Dengan demikian metode penularan masal yang dilakukan efektif untuk pengujian ketahan terhadap penyakit virus yang ditularkan oleh kutu kebul.

Uji Ketahanan 20 Genotipe Melon

(35)

19 Tabel 5. Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada

kondisi inokulasi

No Grup Genotipe

Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah ruas

Lebar Daun (cm)

Inten. serangan virus (%)

Kategori Ketahanan

1 Dudaim MEV1 165.20a 27.87a 13.87a 0.00d Sangat tahan

2 Cantaloupe MEV2 57.80bc 15.33bcd 11.97ab 77.05abc Sangat rentan

3 Cantaloupe MEV3 38.60bcde 18.00bc 7.17de 95.87ab Sangat rentan

4 Cantaloupe MEV4 35.40bcde 10.20bcde 9.58bcde 79.94abc Sangat rentan

5 Cantaloupe MEV5 47.67bcd 12.27bcde 11.53ab 83.81abc Sangat rentan

6 Cantaloupe MEV6 17.27e 8.33de 10.00bcd 84.85abc Sangat rentan

7 Cantaloupe MEV7 59.60b 19.33ab 11.30ab 68.39c Sangat rentan

8 Cantaloupe MEV8 37.00bcde 12.27bcde 9.43bcde 97.33a Sangat rentan

9 Cantaloupe MEV9 19.00e 10.05cde 6.47e 88.15abc Sangat rentan

10 Cantaloupe MEV10 23.83de 7.78de 7.67de 75.28abc Sangat rentan

11 Cantaloupe MEV11 21.87de 9.28cde 7.57de 94.64ab Sangat rentan

12 Cantaloupe MEV12 47.40bcd 14.80bcd 11.20abc 95.66ab Sangat rentan

13 Cantaloupe MEV13 39.00bcde 11.33bcde 8.00cde 70.37bc Sangat rentan

14 Cantaloupe MEV14 29.60de 10.13bcde 9.00bcde 95.26ab Sangat rentan

15 Cantaloupe MEV15 31.13cde 12.27bcde 9.57bcde 96.03a Sangat rentan

16 Cantaloupe MEV16 33.80bcde 10.20bcde 9.63bcde 98.11a Sangat rentan

17 Cantaloupe MEV17 36.47bcde 13.07bcde 9.80bcd 97.78a Sangat rentan

18 Inodorous MEV18 25.07de 5.49e 9.82bcd 66.85c Sangat rentan

19 Inodorous MEV19 43.33bcde 14.33bcde 7.00de 81.48abc Sangat rentan

20 Cantaloupe MEV20 37.40bcde 8.67de 11.17abc 91.14abc Sangat rentan

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar uji Tukey‟s taraf 5%

Hasil pengujian menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus 0% dan 19 genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar 66.85 - 98.11%. Data kauntitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat serangan penyakit virus kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil. Hal ini terlihat dari ukuran daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek. (Gambar 6).

Berdasarkan kategori ketahanannya terdapat dua kelompok ketahanan yaitu sangat tahan dari grup dudaim dan sangat rentan dari grup cantaloupe dan inodorous. Selanjutnya MEV1 (dudaim) digunakan sebagai genotipe donor yang mangandung gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning.

[image:35.595.108.506.114.445.2]
(36)

20

[image:36.595.51.492.77.626.2]

sedangkan tetua rentan dari grup cantaloupe (MEV2, MEV3,MEV4, MEV5, MEV6, MEV7, MEV8) dan inodorous (MEV18, MEV19).

Gambar 6. Pengujian ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning a. genotipe tahan b. genotipe rentan

Tetua tahan MEV1 yang merupakan grup dudaim memiliki ciri ukuran buah kecil, berbentuk bulat, daging buah berwarna putih dan kulit buah tipis, kulit buah garis-garis hijau gelap dan hijau terang yang berubah menjadi jingga kecoklatan ketika matang. (Robinson and Decker, 1999). Genotipe ini tidak banyak dibudidayakan, dibeberapa tempat hanya dipergunakan sebagai sayur karena sangat rendahnya kualitas buah pada genotipe ini, baik rasa, aroma maupun kemanisan buah (Lampiran 12.).

Tetua rentan dari grup cantaloupe dan inodorous adalah tipe melon yang sudah banyak dikenal dan dibudidayakan. Ciri dari grup cantaloupe adalah permukaan kulit berjala/net dengan ukuran buah sedang, warna daging buah jingga sampai kehijauan dan memiliki aroma buah yang khas. Melon grup inodorous dicirikan dengan permukaan buah licin dan tidak berjala/net, ukuran lebih besar dari melon cantaloupe, daging buah berwarna putih sampai kehijauan, dengan aroma tidak menyengat (Lampiran 13.).

Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini menunjukkan ketahanan pada genotipe melon memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan pada

a

(37)

21 analisis DNA dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), dengan primer universal untuk geminivirus. Hasil visualisasi PCR pada gel agarosa ditampilkan pada Gambar 7. Kontrol positif sebagai pembanding yaitu primer universal geminivirus teramplifikasi pada ukuran + 1600 bp. Sampel yang diuji dikatakan positip terinfeksi virus jika terbentuk pita DNA dengan ukuran + 1600 bp.

Hasil pengujian PCR menunjukkan sampel daun dari genotipe sangat rentan (A1, A2, A3) dan genotipe sangat tahan (B1, B2, B3) keduanya positif terinfeksi virus, meski pada genotipe sangat tahan pita DNA tampak lebih tipis. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman. Menurut Matthews (1991) tanaman tahan memiliki kemampuan untuk membatasi perkembangan virus pada sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel lain.

Gambar 7. Hasil amplifikasi virus kuning menggunakan PCR, (M) marker, (K+) kontrol positif, (A1,A2,A3) MEV2: genotipe sangat rentan, (B1,B2,B3) MEV1: genotipe sangat tahan, (C1,C2,C3) sumber inokulum.

Pembentukan Materi Genetik

Materi kegenetikaan yang dibentuk adalah set populasi atau generasi hasil persilangan antar satu tetua tahan MEV1 (P1) dari grup dudaim dengan sembilan tetua rentan (P2): MEV2, MEV3,MEV4, MEV5, MEV6, MEV7, MEV8 (grup cantaloupe) MEV18, MEV19 (grup inodorous), sehingga dihasilkan sembilan turunan pertama (F1). Selanjutnya turunan pertama diselfing menghasilkan sembilan turunan kedua (F2).

SIMPULAN

1. Hasil pengujian ketahan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe dari tiga grup melon didapatkan satu genotipe MEV1 (grup dudaim) dengan kategori ketahanan sangat tahan.

(38)

22

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KETAHANAN

MELON (

Cucumis melo

L.) TERHADAP PENYAKIT

VIRUS KUNING

ABSTRAK

Perakitan varietas melon tahan virus memerlukan sumber-sumber genetik ketahanan serta informasi parameter genetik pewarisan sifat ketahanan terhadap virus. Informasi yang didapat diharapkan dapat memberikan gambaran tentang strategi pemuliaan yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari parameter genetik pewarisan sifat ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning. Materi tanaman yang digunakan sebanyak 19 genotipe hasil pembentukan materi genetik, yang terdiri atas satu galur tahan (P1), sembilan galur rentan (P2) dan sembilan F1, serta sembilan genotipe F2. Berdasarkan analisis ragam gabungan dua lingkungan diketahui genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%, sehingga ketahanan populasi F1 masuk kategori tahan. Sebaran populasi F2 berdasarkan indek keparahan penyakit pada tiga grup melon menunjukkan pola sebaran yang sama. Frekuensi F2 tidak menyebar normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan hasil uji χ2 pada tiga grup melon diperoleh nisbah kesesuaian 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan dikendalikan oleh dua pasang gen dominan dan resesif epistasis. Kata kunci : gen mayor, dominan dan resesif epistasis

ABSTRACT

The development of melon virus resistant varietie, needs resistance genetic resources and information about genetik parameters inheritance of resistance to virus. The expected inheritance result could be used for the most effective and efficien breeding strategy. The objective of the experiments were studied genetic inheritance of melon resistance to yellow virus. Plant material consisted 19 genotype, there are one resistant line (P1), nine susceptible line (P2), nine F1 genotype and nine F2 genotype. Base on difference combining analysis two location revealed that genotipe effect was significant for all traits. No effect location or genotype and location interaction for disease intensity character. Resistance screening of F1 showed resistance among the F1 virus intensity ranging from 3.77 until 7.28%. Distribution F2 population basa on desease severity in three melon group showed that same distribution pattern. Resistance evaluation in F2 population showed disease severity score was not in normal distribution. It means that resistance to YV was controlled by major genes. Chi square test result gave 13:3 as a suitable ratio, which the resistance to YV was controlled by two gene pair with dominant and epistasis recessive action.

(39)

23

PENDAHULUAN

Varietas tahan penyakit dihasilkan oleh pemulia melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman. Kegiatan dimulai dari skrining ketahanan plasma nutfah terhadap suatu penyakit sehingga diperoleh sumber–sumber genetik ketahanan. Materi yang didapatkan selanjutnya dipelajari kendali genetik atau studi pewarisan ketahanannya. Informasi kendali genetik sangat diperlukan untuk menentukan strategi introgesi dan seleksi yang efektif. Menurut Mather dan Jinks (1977)

Gambar

Gambar 2. Imago kutu kebul (Bemisia sp)
Gambar 4. Teknik persilangan pada melon a.–e. proses emaskulasi bunga betina f-
Tabel 5. Nilai tengah karakter agronomi dan intensitas serangan virus pada kondisi inokulasi
Gambar 6. Pengujian ketahanan genotipe melon terhadap penyakit virus kuning
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha peningkatan mutu pendidikan yang dapat dilakukan kepala sekolah sebagai agen perubahan adalah melalui kegiatan pembenahan manajemen sekolah antara lain pembinaan

A akan memiliki energi sinyal yang besar dan dapat mengurangi noise yang terjadi pada saat transmisi, sehingga jaringan ini lebih efisien jika digunakan untuk layanan

Sesuai dengan teori tersebut orang pinggiran mendapat sifat yang baik karena mereka meniru dari kelas sosial lain dan tanpa sadar mereka menerima sistem

Hubungan Kontrol Diri dan Konformitas dengan Kenakalan Remaja Hasil penelitian uji regresi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh antara kontrol diri

Judul : Studi Intrusi Air Laut Dengan Menggunakan metode Resistivitas Konfigurasi Dipole-Dipole Di Kawasan Desa Lubuk Saban Kecamatan Pantai cermin..

Namun dalam perkembangannya sekarang, kini negara yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribadah dan memeluk Islam, jumlah penduduknya hanya ± 4 %

Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan budidaya kedelai di lahan kering masam adalah relatif rendahnya tingkat kesuburan tanah (pH, kandungan hara makro,

Kata asal sebelum pengimbuhan ialah َﻊَﻄَﻗ ertinya memotong, dan perbuatan memotong hanya berlaku sekali sahaja (Ibn Ha:jib 2005. ُﻞِﺑِﻹا ِﺖَﺗﱠﻮَﻣ