DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA
ASEAN+3
TRI PURWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Tri Purwanto
ABSTRACT
TRI PURWANTO. Impact of Trade Openness On Economic Growth In ASEAN+3 Countries. Under direction of DEDI BUDIMAN HAKIM and NOER AZAM ACHSANI.
Openness increases the integration of world goods and capital markets, contributing to potential gains in growth and welfare. Openness promotes the efficient allocation of resources through comparative advantage, allows the dissemination of knowledge and technological progress, and encourages competition in domestic and international markets. This study examines the impact of trade openness on economic growth in ASEAN+3 countries over the period of 1999-2008. This study then presents cross-country, panel data evidence on how the growth effect of openness may depend on a variety of structural characteristics. For this purpose, the empirical section used regression that interacts a proxy of trade openness with foreign direct investment, financial depth, inflation, public infrastructure, educational level, technological progress, and number of employment. The study found that trade openness have a positive impact on economic growth in this region over this period, specially in developed contries group i.e. Singapore, Japan, and South Korea. This positive impact can be significantly improved if some complementary reforms are undertaken.
RINGKASAN
TRI PURWANTO. Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan NOER AZAM ACHSANI.
Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri
(trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi memberi keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari keterbukaan perdagangan diantaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi.
Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Kerjasama regional ASEAN+3 yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain
European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara.
Capaian pertumbuhan ekonomi yang bervariasi antarnegara ASEAN+3 dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara dalam menghadapi persaingan global. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3; (ii) menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi; dan (iii) merumuskan implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank, IMF, UNESCO, Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lainnya. Cakupan penelitian meliputi delapan negara ASEAN+3 yakni Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999 hingga 2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel statis dan data panel dinamis. Spesifikasi model penelitian merujuk pada model yang dipakai oleh Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009), selanjutnya dilakukan penyesuaian dan penambahan beberapa variabel.
Berdasarkan pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM)
metode estimasi yang memiliki validitas instrumen sekaligus konsistensi sesuai harapan. Penggunaan metode FD-GMM menghasilkan estimasi yang valid namun tidak memiliki konsistensi yang baik pada statistik m1, sedangkan penggunaan metode Sys-GMM menghasilkan estimasi yang tidak valid.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1999-2008. Kontribusi positif keterbukaan perdagangan pada perekonomian terlihat dari arus pertukaran barang dan jasa yang semakin lancar dan tren ekspor neto yang semakin meningkat. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar di kelompok negara sudah maju (kelompok NSM) seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan dibandingkan dengan di kelompok negara sedang berkembang (kelompok NSB). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang sudah maju memiliki tingkat kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan global, khususnya dalam hal permodalan, infrastruktur, penguasaan teknologi, dan kualitas modal manusia.
Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan bertambah besar apabila diikuti oleh penanaman modal asing (PMA), penyaluran kredit domestik oleh sektor perbankan, ketersediaan infrastruktur listrik, serta kondisi perekonomian dan harga-harga yang prospektif untuk kegiatan ekonomi. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang ketika disertai oleh peningkatan jumlah pekerja dan mahasiswa perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan keterbukaan di negara-negara ASEAN+3 tidak banyak menyerap tenaga kerja, khususnya di kelompok NSB seperti Indonesia dan Philipina.
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa implikasi kebijakan dapat diterapkan oleh negara-negara ASEAN+3 yaitu:
1. Mengembangkan industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja (labour intensive industry) terutama di negara-negara berkembang (kelompok NSB) yang memiliki jumlah tenaga kerja relatif melimpah seperti Indonesia, Philipina, dan China. Cara yang dapat ditempuh antara lain dengan meningkatkan akses usaha kecil dan menengah (UKM) kepada kredit perbankan dan infrastruktur publik, yaitu melalui: (i) penerapan suku bunga yang lebih rendah (subsidi bunga pinjaman); (ii) penjaminan agunan oleh pemerintah; (iii) relaksasi peraturan bank sentral dalam pemberian kredit usaha; dan (iv) pemberian insentif ekonomi untuk mengakses infrastruktur, khususnya energi.
2. Mengembangkan perekonomian yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based economy) khususnya di negara-negara maju (kelompok NSM). Cara yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan riset dan pengembangan yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan industri (link and match), serta menyediakan kualitas modal manusia yang terampil dan kreatif, yaitu melalui: (i) pemberian insentif kepada peneliti dan lembaga-lembaga riset, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta; (ii) penjaminan hak paten dan hak atas kekayaan intelektual lainnya; (iii) peningkatan kualitas modal manusia yang didukung oleh kerjasama antara lembaga akademik dengan industri.
©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA
ASEAN+3
TRI PURWANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3
Nama : Tri Purwanto
NRP : H151090264
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Dampak
Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara
ASEAN+3” dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister
Sains (M.Si) dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan
dan masukannya dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih selanjutnya
penulis sampaikan kepada Dr. Budiasih (penguji luar komisi), Dr. Wiwiek
Rindayati (perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi), dosen pengajar, pengelola
program studi, serta teman-teman BPS batch-2.
Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Pusdiklat, dan Inspektur BPS-RI
atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut
Pertanian Bogor. Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terkira kepada kedua orang tua, Sri Wahyuni (istri), Ikhlas H. Muttaqin (anak
pertama), Aisyah A. Rosyida (anak kedua), Fathiya S. Hafizha (anak ketiga), dan
seluruh keluarga besar atas dukungan yang luar biasa, berupa moril dan materiil
dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya dibutuhkan saran dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan dan
penyempurnaannya. Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat
bermanfaat luas serta memberi kontribusi positif bagi dunia pendidikan dan
penelitian.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 10 Mei 1977 dari ayah Sura
Sidomiroso dan ibu Sami. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara.
Penulis menikah dengan Sri Wahyuni pada tahun 2001 dan telah dikaruniai tiga
orang anak yakni Ikhlas H. Muttaqin (8 tahun), Aisyah A. Rosyida (6 tahun), dan
Fathiya S. Hafizha (3 tahun).
Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Sribitan II pada tahun 1990,
kemudian melanjutkan ke SMPN Bangunjiwo (1990-1993), dan SMAN 7
Yogyakarta (1993-1996). Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan berhasil menamatkan Program
Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada tahun 2000.
Setelah lulus dari STIS, penulis bekerja di BPS Provinsi D.I. Yogyakarta
(2000-2002), kemudian di BPS Provinsi Riau (2002-2008), dan di Inspektorat
Wilayah II BPS-RI (2008-sekarang). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan Strata-2 Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
program beasiswa yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik. Sebelumnya, penulis
telah menyelesaikan Program Alih Jenjang Strata-1 program studi Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB dengan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Manfaat Penelitian... 5
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7
2.1 Teori Pertumbuhan Neo-klasik... 7
2.2 Teori Pertumbuhan Endogen... 8
2.2.1 Model Romer... 8
2.2.2 Model Lucas... 9
2.3 Teori Perdagangan Internasional... 10
2.4 Faktor-Faktor Penunjang Keterbukaan Ekonomi... 12
2.4.1 Penanaman Modal Asing... 12
2.4.2 Sektor Finansial... 14
2.4.3 Tingkat Inflasi... 15
2.4.4 Infrastruktur... 16
2.4.5 Modal Manusia... 16
2.4.6 Kemajuan Teknologi... 17
2.4.7 Ketenagakerjaan... 18
2.5 Penelitian Terdahulu... 19
2.6 Kerangka Pemikiran... 21
III. METODE PENELITIAN... 23
3.1 Jenis dan Sumber Data... 23
3.2 Analisis Data Panel... 24
3.2.1 Data Panel Statis... 24
3.2.2 Data Panel Dinamis... 29
3.3 Spesifikasi Model... 36
3.4 Definisi Variabel Operasional... 38
3.5 Prosedur Analisis... 39
IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN ASEAN+3... 43
4.1 Kerjasama Regional ASEAN+3... 43
4.2 Potensi Ekonomi dan Perdagangan ASEAN+3... 45
4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Keterbukaan Perdagangan dan Faktor-faktor Pendukungnya... 51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 63
5.1 Hasil Estimasi... 63
5.2 Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 67
5.3 Dampak Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 68
5.4 Interaksi antara Keterbukaan Perdagangan dengan Faktor-faktor Pendukungnya... 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 81
6.1 Kesimpulan... 81
6.2 Implikasi Kebijakan... 81
6.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut... 82
DAFTAR PUSTAKA... 83
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 4
2. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis... 23
3. Kerangka identifikasi autokorelasi... 41
4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan potensi ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 2008... 45
5. Struktur PDB menurut sektor di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999
dan 2008... 48
6. Pangsa konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto
terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 49
7. Keterbukaan perdagangan, nilai ekspor, dan ekspor neto di
negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 50
8. Peringkat daya saing ekonomi di tingkat global tahun 2008... 54
9. Hasil estimasi koefisien pada model data panel statis dan data panel
dinamis... 64
10. Hasil estimasi koefisien pada model interaksi... 65
11. Hasil estimasi koefisien menurut kelompok negara... 66
12. Hasil estimasi koefisien variabel interaksi menurut kelompok negara... 67
13. Nilai elastisitas keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian... 22
2. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Tenggara periode 1999-2008... 46
3. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Timur periode 1999-2008... 46
4. Pendapatan per kapita di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008. 47
5. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode
1999-2008... 52
6. Pangsa perdagangan terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3
periode 1999-2008... 53
7. Nilai ekspor neto di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 53
8. Nilai penanaman modal asing di negara-negara ASEAN+3 periode
1999-2008... 55
9. Pangsa kredit domestik terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3
periode 1999-2008... 57
10. Tingkat inflasi di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 57
11. Produksi listrik per penduduk di negara-negara ASEAN+3 periode
1999-2008... 58
12. Jumlah mahasiswa perguruan tinggi di negara-negara ASEAN+3
periode 1999-2008... 59
13. Pangsa pengeluaran riset dan pengembangan terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 60
14. Tingkat pengangguran di negara-negara ASEAN+3 periode
1999-2008... 61
15. Tingkat produktivitas pekerja di negara-negara ASEAN+3 periode
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pengolahan Eviews dengan metode pooled least square (PLS)... 88
2. Hasil pengolahan Eviews dengan metode fixed effect model (FEM).... 88
3. Hasil pengolahan Eviews dengan metode random effect model (REM).. 89
4. Hasil uji Chow... 89
5. Hasil uji Hausman... 90
6. Hasil pengolahan metode FEM dengan cross-section weights... 90
7. Hasil pengolahan metode FEM dengan panel corrected standard error (PCSE)... 91
8. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) pada model interaksi... 92
9. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy... 97
10. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy pada model interaksi... 98
11. Hasil pengolahan dengan first differences-generalized method of
moments (FD-GMM)... 103
12. Hasil uji Sargan pada model FD-GMM... 103
13. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model FD-GMM... 103
14. Hasil pengolahan dengan system-generalized method of moments
(Sys-GMM)... 104
15. Hasil uji Sargan pada model Sys-GMM... 104
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas
dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri
(trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam
melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin
lancarnya mobilitas modal antarnegara.
Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua
negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional di
antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat
efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan
tenaga kerja yang lebih besar. Sementara itu, keterbukaan di sektor finansial dapat
mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi (Salvatore, 1997).
Namun demikian, manfaat yang diterima oleh setiap negara dari
keterbukaan ekonomi tidak menunjukkan pola dan besaran yang sama. Data
empiris menunjukkan bahwa globalisasi cenderung memperkaya negara-negara
maju, yang mana telah menguasai sumberdaya ekonomi strategis seperti modal,
teknologi, dan informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Birdsell dalam Halwani
(2005) menyatakan bahwa penduduk miskin dunia yang populasinya mencapai 80
persen hanya menikmati 20 persen produk domestik bruto (PDB) dunia,
sebaliknya 20 persen penduduk kaya telah menguasai 80 persen PDB dunia pada
tahun 1995.
Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati
untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi
persaingan global yang semakin nyata. Perkembangan dunia internasional setelah
Perang Dunia II, sesuai laporan WTO (World Trade Organization), diwarnai oleh fenomena maraknya perjanjian ekonomi regional di berbagai belahan dunia
ekonomi regional di seluruh dunia yang berjalan efektif dan masih ada sejumlah
lagi dalam taraf negosiasi.
Ada beberapa alasan yang mendorong negara-negara di suatu kawasan
melakukan kesepakatan untuk membentuk perdagangan bebas regional (WTO,
2010). Pertama, perundingan perdagangan secara multilateral di bawah kerangka
GATT/WTO tidak selamanya berjalan lancar dan membutuhkan waktu relatif
lama. Kedua, perdagangan bebas regional diharapkan dapat mempercepat proses
integrasi ekonomi di suatu kawasan. Ketiga, perdagangan bebas regional dijadikan
sebagai batu loncatan menuju liberalisasi perdagangan multilateral dalam
kerangka WTO. Keempat, melihat kenyataan bahwa sejak tahun 1990-an
liberalisasi perdagangan regional semakin berkembang pesat, terutama di
Kawasan Eropa dan Amerika Utara. Dan kelima, pembentukan perdagangan
bebas regional sebagai komitmen politik untuk meningkatkan kerjasama regional
yang lebih luas.
Di Kawasan Asia, beberapa kerjasama tingkat regional yang sudah
berlangsung di antaranya adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 1992 yang beranggotakan sepuluh negara dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang ditandatangani tahun 2004. Selain itu, telah dirintis pula kerangka kerjasama untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community, AEC) pada tahun 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asia Timur (East Asian Economic Community, EAEC) yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan atau dikenal dengan sebutan ASEAN+3.
Kerjasama regional ASEAN+3 dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini
sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara.
Tingkat integrasi ekonomi di Kawasan Asia telah mengalami perkembangan
yang signifikan pada dekade terakhir, di antaranya ditunjukkan oleh semakin
Asia yang mencapai US$ 3.575 miliar. Capaian ini menempatkan Asia sebagai
kawasan dengan perdagangan intra-region terbesar kedua setelah Uni Eropa yang
mencapai sebesar 72 persen, dan telah melewati capaian NAFTA yakni sebesar 48
persen. Selain itu, nilai perdagangan Asia pada tahun 2009 telah menyumbang
sebesar 29,4 persen dari total perdagangan dunia (WTO, 2010).
1.2.Perumusan Masalah
Krisis ekonomi yang melanda sejumlah negara Asia pada tahun 1997-1998
telah menyadarkan negara-negara ASEAN+3 untuk lebih mempererat kerjasama
di tingkat regional dan memperkokoh pondasi perekonomiannya. Hal ini terkait
dengan adanya hubungan saling ketergantungan yang tinggi di antara
negara-negara Asia (Kawai, 2004). Lebih lanjut, adanya volatilitas dalam arus modal
jangka pendek telah mengubah pula fokus perhatian negara-negara ASEAN+3
kepada penanaman modal asing (PMA) yang lebih memiliki efek dalam jangka
panjang.
Dalam dekade terakhir, tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja
perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang
signifikan. Pangsa perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada
tahun 2008 telah mencapai rata-rata sebesar 142,09 persen. Hal ini
menggambarkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan internasional, serta
semakin lancarnya arus pertukaran barang dan jasa antarnegara. Kinerja
perdagangan yang kian membaik terlihat dari perkembangan nilai ekspor yang
semakin mendominasi dibandingkan dengan nilai impornya. Nilai ekspor neto
ASEAN+3 pada tahun 1999 hanya sebesar US$ 180,02 miliar, kemudian
meningkat menjadi US$ 489,95 miliar pada tahun 2008 atau mengalami kenaikan
rata-rata sebesar 14,35 persen per tahun selama periode tersebut (World Bank,
2010).
Selama kurun waktu 1999-2008, kenaikan ekspor neto China merupakan
yang tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN+3 lainnya, yakni dari sebesar
US$ 30,64 miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 348,87 miliar pada tahun 2008.
China selanjutnya merupakan pengekspor terbesar di kawasan ini sejak tahun
defisit perdagangan dari tahun ke tahun. Perkembangan keterbukaan perdagangan,
ekspor neto dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3
selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008
Negara
Sumber: World Development Indicator (WDI) 2010 (diolah)
Peran perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor-impor) pada perekonomian
di negara-negara ASEAN+3 semakin mendapat perhatian secara intensif, terutama
oleh para peneliti dan pengambil kebijakan. Adanya sebaran dan pola interaksi
yang berbeda-beda antarnegara menjadi salah satu alasan perlunya penelitian
dilakukan di berbagai negara. Lebih lanjut, pemberlakuan liberalisasi perdagangan
yang disertai oleh penguatan kerjasama di tingkat regional diharapkan dapat
memberi manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk di setiap negara
yang terlibat di dalamnya, di antaranya melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan penyerapan tenaga kerja yang seluas-luasnya.
Kendati demikian, besaran manfaat yang diterima oleh masing-masing
negara tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap
negara dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Selain itu, dipengaruhi
pula oleh kondisi dan karakteristik tiap negara seperti letak geografis, stabilitas
manusia. Hasil penelitian Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat
pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yaitu melalui penyerapan ilmu
pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) selanjutnya menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada fasilitas pendukungnya,
yakni mencakup sektor finansial (sistem keuangan), infrastruktur publik, kualitas
modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan
harga.
Dengan demikian, identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak
keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan agar
kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Pola dan
interaksi yang terjadi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor
pendukungnya merupakan salah satu simpul yang perlu diurai dan ditelaah lebih
lanjut dalam upaya menjelaskan pengaruh keterbukaan terhadap petumbuhan
ekonomi di Kawasan ASEAN+3. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas
maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi
di negara-negara ASEAN+3?
2. Bagaimana interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor
pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara
ASEAN+3?
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:
1. Menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3.
2. Menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor
pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara
ASEAN+3.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah
dan pihak-pihak lain mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 beserta faktor-faktor lain yang
dapat dipacu untuk memaksimalkan keuntungan dari penerapan liberalisasi
perdagangan, terutama terkait dengan eskalasi kerjasama di tingkat regional.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di masa mendatang.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di Kawasan
ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand,
China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999
hingga 2008. Periode penelitian dimulai tahun 1999, selain karena alasan
ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk lebih memfokuskan pada kinerja
perdagangan pascakrisis ekonomi tahun 1997-1998. Untuk memenuhi syarat
analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian, dari kombinasi data
tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, negara yang
dianalisis untuk Kawasan ASEAN hanya mencakup lima negara dan untuk
Negara China terbatas pada wilayah daratan (Mainland China), tidak termasuk Hongkong dan Makau. Kedua, indikator keterbukaan ekonomi hanya dilihat dari
keterbukaan perdagangan, tidak mencakup keterbukaan di sektor finansial. Ketiga,
keterbukaan perdagangan hanya dilihat dari pangsa perdagangan terhadap produk
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor
Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi
tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi
modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi
yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat
pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit,
dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang
memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi.
Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan
modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen.
Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal produktivity) dari tiap-tiap inputnya.
Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut:
Qt = Tt Kta Ltb ...(2.1) keterangan: Q adalah tingkat produksi; T adalah tingkat teknologi; K adalah
jumlah stok barang modal; L adalah jumlah tenaga kerja; a adalah pertambahan
output yang diciptakan oleh penambahan satu unit modal; b adalah pertambahan
output yang diciptakan oleh penambahan satu unit tenaga kerja; serta t
menunjukkan tahun tertentu. Asumsi CRTS menyatakan bahwa a + b =1, artinya
nilai a dan b merupakan batas produksi dari masing-masing produksi tersebut
2.2 Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model
pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen
(berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan
jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik
(physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increaing return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad,
2010).
Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori
pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium
dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori
ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita
antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik,
kualitas modal manusia,dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses
pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik
pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.
2.2.1 Model Romer
Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock)
merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian.
Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin
meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus
ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan
dalam perekonomian.
Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara.
Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya
perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu
limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh
tanpa batas.
Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:
; (0 < < 1) dan (0 < < 1) ...(2.2)
keterangan: Yi adalah output produksi perusahaan i; Ki adalah stok modal; Li adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu. Stok
pengetahuan diasumsikan memiliki efek menyebar yang positif pada produksi di
setiap perusahaan (Capello, 2007).
2.2.2 Model Lucas
Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal,
yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi.
Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut:
Yt = AKt (utHtLt) 1- Htϕ ...(2.3)
keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi
mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K
adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah
rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal
manusia.
Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan
meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan
(learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini:
ht = Ht (1-ut) ...(2.3) keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu;
H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan adalah
kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat
pengetahuan yang diperoleh.
Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses
produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan
pertumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil
(parameter ϕ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai
skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter )
yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007).
2.3 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan
internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang
yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling
percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli
antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005),
sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi
sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan
dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.
Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat
dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776
dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore,
1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas
(memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain
dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing
melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan
menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.
Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka
kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua
belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam
kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki
kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif.
Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam
penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema
Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor
komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan
mahal di negara tersebut.
Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan
harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem)
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya
penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di
antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan
internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen,
demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan
produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan (Salvatore, 1997).
Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas
regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu:
efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila
kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan
sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000).
Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan
bebas (free trade agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan adanya kreasi
diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu,
kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA.
Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk
yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang
lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara
non-FTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota non-FTA.
Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari
negara-negara non-FTA ke negara-negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan
dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan
sumber-sumber pasokan yang efisien.
2.4 Faktor-Faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi
Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh
sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan
kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat
global. Berdasarkan teori pertumbuhan dan penelitian-penelitian sebelumnya
seperti Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) terdapat beberapa faktor yang mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan di
era persaingan global, yaitu adanya penanaman modal asing (PMA), kesiapan
sektor finansial (sistem keuangan), stabilitas perekonomian dan harga,
infrastruktur publik, kualitas modal manusia, kemajuan teknologi, dan
ketenagakerjaan.
2.4.1 Penanaman Modal Asing
Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi
jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat
terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995)
pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam
perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari
pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan
agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja;
memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan
(iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi
sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita
masyarakat.
Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model)
merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak
diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006).
Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang
dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi
memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga
berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat
investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan
kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat
dipertahankan.
Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara
berkembang, adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan
kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap) sehingga solusi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar
negeri. Menutut Jhingan (2008) penanaman modal asing (PMA) berarti
perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu
perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan
yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara
penerima.
Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat
ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang;
(ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing
mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan
industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan
meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang.
2.4.2 Sektor Finansial
Secara umum, sektor keuangan memiliki enam fungsi utama dalam suatu
perekonomian, yaitu: (i) menyediakan jasa pembayaran; (ii) menghubungkan
penabung dengan investor; (iii) menghasilkan dan menyebarkan informasi; (iv)
mengalokasikan pinjaman secara efisien; (v) memberikan perlindungan terhadap
risiko penentuan harga, pengumpulan dan perdagangan, serta (vi) meningkatkan
likuiditas aset (Todaro dan Smith, 2006). Sektor keuangan mencakup perbankan
dan non-perbankan yaitu terdiri dari bank umum, bank devisa, bank perkreditan
rakyat (BPR), koperasi simpan pinjam, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya.
Pembangunan sektor keuangan akan menghasilkan suatu pertumbuhan
ekonomi, di antaranya melalui pengalokasian dana ke sektor-sektor produktif
secara efisien dan pemberian kredit domestik untuk pengembangan usaha kepada
industri-industri lokal, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). Inovasi
teknologi dan inovasi di sektor keuangan, keduanya akan mendorong laju
pertumbuhan ekonomi dan merupakan syarat bagi berlangsungnya revolusi
industri. Sebagai contoh adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak hanya
memerlukan teknologi dan investasi yang besar, tapi perlu juga dukungan sektor
perbankan dan asuransi.
Perekonomian membutuhkan pasar keuangan yang canggih dalam rangka
penyediaan modal untuk kegiatan investasi sektor swasta, baik berupa pinjaman
dari sektor perbankan, modal ventura, maupun produk keuangan lainnya. Sektor
keuangan yang efisien juga memastikan bahwa inovator dengan ide-ide yang baik
memiliki dukungan permodalan untuk mengubah ide-ide menjadi produk
komersial dan jasa yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka
memenuhi semua fungsi-fungsi tersebut sektor perbankan harus dapat dipercaya
2.4.3 Tingkat Inflasi
Inflasi adalah gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam
perekonomian secara terus-menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah
perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blanchard, 2004). Pengertian umum
mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu:
1. Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu
tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat.
2. Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari waktu ke waktu mengalami peningkatan.
3. Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu
atau beberapa komoditas saja.
Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi
menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat
secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara
implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan
kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut
sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial. Tipe kedua, penyebabnya
adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan
hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak
diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran. Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga.
Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indek harga konsumen (IHK),
indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari
penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa alternatif tersebut, biasanya digunakan indek harga konsumen karena secara
umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat
2.4.4 Infrastruktur
Infrastruktur merupakan sarana dan prasarana publik yang dapat digunakan
sebagai fasilitas pendukung dalam suatu kegiatan perekonomian, meliputi sarana
jalan, pelabuhan, bandar udara, kelistrikan, jaringan telepon, dan sebagainya.
Keberadaan infrastruktur sangat membantu kelancaran roda perekonomian, di
antaranya melalui penghematan pada biaya produksi, transportasi, dan
telekomunikasi sehingga output yang dihasilkan dan kemudian didistribusikan
menjadi lebih banyak dan beragam.
Perluasan jaringan dan perbaikan infrastruktur akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transportasi
yang lancar merupakan prasyarat untuk menghubungkan masyarakat ke fasilitas
pendidikan, kesehatan, pasar, industri, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya.
Pasokan listrik yang cukup dan bebas dari gangguan mendukung pencapaian
proses produksi yang lebih efisien dan ekonomis. Jaringan telekomunikasi yang
solid dan luas memungkinkan arus informasi dapat menyebar dengan cepat
sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan karena semua
informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh.
Menurut teori pertumbuhan export base dan growth-poles bahwa kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif, serta kemampuan wilayah dalam
menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa infrastruktur yang sudah terbangun. Kondisi infrastruktur yang baik merupakan
faktor penarik bagi hadirnya perusahaan baru ke suatu wilayah dan menjadi
sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang sudah
beroperasi di wilayah tersebut. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan
produktivitas dari faktor-faktor produksi, sedangkan kemudahan dalam
mengakses infrastruktur publik akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan
pengeluaran perusahaan sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada
pembangunan di tingkat lokal (Cappelo, 2007).
2.4.5 Modal Manusia
Beberapa ekonom telah mengembangkan suatu teori pembangunan yang
yang kemudian dikenal dengan istilah Investment in Human Capital (Hidayat, 2003). Teori ini mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan instrumen
terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi.
Pertumbuhan dan pembangunan mensyaratkan dua hal, yaitu adanya pemanfaatan
teknologi tinggi secara efisien dan tersedianya modal manusia yang dapat
memanfaatkan teknologi tersebut. Kualitas modal manusia ditandai dengan
banyaknya penguasaan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan oleh
seseorang. Oleh karenanya kualitas modal manusia dapat diketahui dari tingkat
pendidikan masyarakat seperti rata-rata lama sekolah, tingkat buta huruf,
banyaknya siswa yang terdaftar di sekolah lanjutan, dan jumlah mahasiswa
perguruan tinggi.
Beberapa studi empiris tentang fenomena pertumbuhan ekonomi di berbagai
negara terlihat bahwa tidak hanya modal fisik yang mampu menstimulasi
pertumbuhan, namun modal manusia telah terbukti menjadi motor penggerak
perekonomian sebagaimana terjadi di negara-negara maju. Pepatah lama dalam
dunia bisnis menyebutkan bahwa “assets make things possible, and peoples make things happen”. Oleh karena itu, pengembangan modal manusia mesti dilakukan untuk menjamin pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, di antaranya melalui jalur pendidikan serta kursus-kursus keterampilan dan kewirausahaan.
2.4.6 Kemajuan Teknologi
Pada dasarnya setiap kemajuan teknologi memiliki kecenderungan untuk
mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses
produksi pada tingkat output berapapun. Penggunaan teknologi akan mendorong
peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Hicks dalam
Salvatore (1997), kemajuan teknologi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe
utama yaitu: (i) kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja
(labor-saving technical progress); (ii) kemajuan teknologi yang menghemat modal (capital-saving technical progress); dan (iii) kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technical progress).
Kemajuan di bidang teknologi membutuhkan lingkungan yang kondusif
untuk kegiatan yang inovatif, didukung oleh pemerintah dan sektor swasta.
dan pengembangan (research and development, R&D). Pemberian insentif dan perlindungan atas kekayaan intelektual kepada peneliti, inovator, dan
lembaga-lembaga penelitian ilmiah juga perlu diprioritaskan. Selain itu, perlu adanya
koordinasi dan kolaborasi yang luas antara universitas dan industri untuk lebih
menjamin keefektifan dalam penerapannya (link and match).
Krugman (1979) membangun model perdagangan internasional yang
menguatkan argumen bahwa kemajuan teknologi dan inovasi mampu
meningkatkan keunggulan perusahaan dalam persaingan di kancah internasional.
Peningkatan keunggulan tersebut merupakan akibat dari kemampuan perusahaan
dalam menciptakan produk-produk baru melalui proses inovasi dan diversifikasi
produk, selain karena peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses
produksi. Penelitian Andersson dan Ejermo (2006) menyimpulkan bahwa
perbedaan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja
berpengaruh pada penguatan keunggulan komparatif suatu negara, akan tetapi
berpengaruh pula pada keunggulan kompetitifnya. Peningkatan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kemampuannya dalam
mengadopsi teknologi-teknologi baru dan kegiatan inovasi dalam produksi barang
dan jasa.
2.4.7 Ketenagakerjaan
Pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan
modal yang didapatkan melalui tabungan dan investasi, tetapi dipengaruhi pula
oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta penggunaan teknologi
(Todaro dan Smith, 2006). Efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja
memegang peran penting untuk memastikan bahwa para pekerja telah
dialokasikan untuk penggunaan yang paling efisien dalam perekonomian, dan
diberikan insentif sesuai dengan prestasi dalam pekerjaannya. Pasar tenaga kerja
karena itu harus memiliki fleksibilitas yang menjamin pekerja dapat berpindah
dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan biaya rendah,
serta memungkinkan fluktuasi upah tanpa banyak gangguan sosial.
Keterlibatan penduduk yang luas di berbagai aktivitas ekonomi memiliki
manfaat ganda bagi perekonomian, yaitu berguna untuk menambah kapasitas
untuk mengurangi beban tanggungan ekonomi yang ada di masyarakat. Dengan
demikian, peningkatan jumlah pekerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
.
2.5 Penelitian Terdahulu
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan selalu menjadi topik yang
menarik bagi peneliti dan pengambil kebijakan. Pertumbuhan ekonomi merupakan
hasil dari kuantitas dan kualitas sumber daya alam (SDA), sumber daya modal,
sumber daya manusia (SDM), dan kemajuan teknologi yang mendorong kenaikan
produktivitas. Sementara itu, pembangunan merupakan proses suatu negara dalam
meningkatkan standar hidup bagi penduduknya. Grossman dan Helman (1992)
merupakan orang pertama yang mengembangkan model pertumbuhan endogen
dalam perekonomian terbuka. Menurut keduanya, keterbukaan suatu negara dalam
perdagangan sebaiknya memusatkan diri pada perubahan teknologi, yang
karenanya akan menyebabkan suatu pertumbuhan serta mengarahkan kepada
perbaikan standar hidup dan kualitas kehidupan bagi penduduknya. Mereka telah
membuktikan bahwa terbukanya perdagangan sebagai akibat adanya integrasi
ekonomi akan diikuti oleh terjadinya transmisi pengetahuan sehingga akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat di
dalamnya.
Frankel dan Romer (1999) selanjutnya memeriksa keterkaitan antara
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel instrumental
berupa komponen geografis suatu negara, untuk mengukur pengaruhnya pada
pendapatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perdagangan memiliki
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mana distimulasi oleh
investasi fisik dan investasi pada modal manusia. Hasil ini diperkuat oleh
penelitian Wacziarg dan Welch (2003) serta Raff (2004). Wacziarg dan Welch
(2003) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan kenaikan
investasi asing (PMA) dan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah dilakukan
kontrol pada variabel-variabel penentu pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian Raff
mengarah kepada aliran PMA yang lebih besar dan terjadinya perbaikan
kesejahteraan.
Kendati demikian, dari penelitian Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al.
(2009) diketahui bahwa dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan perbaikan-perbaikan yang
dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain sebagai pendukungnya. Chen
dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan
dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan di negara-negara Afrika bagian selatan (The Southern African Development Community, SADC), yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila
disertai oleh perbaikan-perbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial,
kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas
perekonomian dan harga. Perbaikan-perbaikan tersebut akan menjadikan
keterbukaan perdagangan dapat berlangsung efektif sehingga meningkatkan
efisiensi pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan
teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional.
Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang
terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam. Sebagaimana
penelitian oleh Miankhel et al. (2009) tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap
pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia
dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico dan Chile di Amerika Latin. Hasil
penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan
ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-variabel lainnya,
yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan
yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA
memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor (PMAEksporPDB) di Chile dan
PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung (PMAPDB) di Mexico.
jangka panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan
hubungan kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan
sebaliknya keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.
2.6 Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir
sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Bermula dari isu globalisasi ekonomi yang
semakin nyata dewasa ini menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin
luas dari setiap negara di dunia, khususnya keterbukaan dalam perdagangan
internasional. Keterbukaan perdagangan memberikan keuntungan bagi semua
negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya berupa pembukaan akses pasar
yang lebih luas serta pencapaian efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi.
Kendati demikian, persaingan di tingkat global selama ini cenderung
dikuasai oleh negara-negara maju yakni didorong oleh keunggulannya dalam
penguasaan sumber daya modal, teknologi, dan informasi dibandingkan dengan
negara-negara yang sedang berkembang atau masih terbelakang. Oleh karena itu,
berbagai perjanjian bilateral dan regional semakin marak dilakukan di berbagai
belahan dunia yakni untuk meningkatkan kesiapan bagi negara anggotanya,
termasuk kerjasama regional ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3
bertujuan untuk mewujudkan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia,
selain Uni Eropa dan NAFTA.
Pengurangan berbagai hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif
maupun non-tarif, dilakukan untuk mendukung kelancaran arus barang dan jasa
antarnegara, serta meningkatkan integrasi ekonomi di tingkat kawasan. Berbagai
faktor yang mendukung kinerja perdagangan perlu terus digali dan dikembangkan
dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi di
tiap-tiap negara. Kondisi ini akan meningkatkan keunggulan komparatif dan
kompetitif dalam persaingan di tingkat global. Dengan demikian, diharapkan
dampak positif keterbukaan perdagangan bagi perekonomian di negara-negara
ASEAN+3 menjadi lebih maksimal, di antaranya melalui pencapaian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
2.7 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Keterbukaan perdagangan memilki dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara ASEAN+3.
2. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan
bertambah besar ketika diikuti oleh peningkatan pada investasi asing (PMA),
kesiapan finansial, infrastruktur, tingkat pendidikan, kemajuan teknologi, dan
jumlah pekerja.
3. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
berkurang apabila disertai oleh kenaikan inflasi.
Dominasi Perdagangan oleh Negara-negara Maju
Pertumbuhan Ekonomi
Implikasi Kebijakan
Faktor Pendukung:
- Investasi Asing
- Kesiapan Finansial
- Infrastruktur
- Stabilitas Inflasi
- Tingkat Pendidikan
- Kemajuan Teknologi
- Jumlah Pekerja
Globalisasi Ekonomi
Kerjasama Regional ASEAN+3
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari World Bank (World Development Indicators, WDI 2010),
Internatonal Monetary Fund (International Financial Statistics, IFS 2009),
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lainnya. Data yang tercakup
meliputi data produk domestik bruto (PDB), penanaman modal asing (PMA),
ekspor-impor, indeks harga konsumen (IHK), kredit domestik yang disalurkan
oleh perbankan, infrastruktur listrik, jumlah mahasiswa perguruan tinggi,
pengeluaran untuk riset dan pengembangan (research and development, R&D),
dan jumlah pekerja di negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1999-2008.
Pada Tabel 2 disajikan variabel-variabel yang digunakan dalam analisis,
beserta definisi singkat dan sumber datanya. Semua variabel dinyatakan dalam
logaritma natural (ln), sehingga estimasi koefisiennya sekaligus menunjukkan
nilai elastisitas dari setiap variabel bebas terhadap variabel takbebasnya.
Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis
No. Variabel Keterangan Sumber
1. LnGDP Produk domestik bruto (miliar US$), dalam ln WDI, IFS 2. LnOPEN Pangsa perdagangan terhadap PDB, dalam ln WDI, IFS 3. LnFDI Penanaman modal asing (miliar US$), dalam ln WDI, IFS 4. LnFIN Kredit domestik yang disalurkan oleh sektor
perbankan (miliar US$), dalam ln
WDI
5. LnCPI Indeks harga Konsumen (IHK) tahun dasar 2005, dalam ln
WDI, IFS
6. LnINFRA Jumlah pasokan listrik (miliar kwh), sebagai proksi ketersediaan infrastruktur, dalam ln
WDI
7. LnEDU Banyaknya mahasiswa perguruan tinggi (juta orang), sebagai proksi investasi modal manusia
(human capital investment), dalam ln
WDI, UNESCO
8. LnTECH Pengeluaran untuk riset dan pengembangan (miliar US$), dalam ln
WDI, UNESCO 9. LnEMP Jumlah penduduk yang bekerja (juta orang),
dalam ln